PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI
PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD DR. SOEDIRAN
MANGUN SUMARSO
SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Sri Suyanti
NIM. ST14059
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
i
PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI
PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD DR. SOEDIRAN
MANGUN SUMARSO
SKRIPSI
“Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Keperawatan”
Oleh :
Sri Suyanti
NIM. ST14059
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :
PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI PERNAFASAN
PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK
(PPOK) DI RSUD DR. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
Oleh :
Sri Suyanti
NIM. ST14059
Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji.
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Pembimbing Utama,
Ns. Wahyu Rima Agustin, M. Kep
NIK. 201279102
Pembimbing Pendamping,
Ns. Ika Subekti Wulandari, M. Kep
NIK. 201189097
iii
Nama : Sri Suyanti
NIM : ST14059
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1) Karya tulis saya, skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (sarjana), baik di STIKes Kusuma Husada
Surakarta maupun di perguruan tinggi lain.
2) Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri,
tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing dan masukan Tim
Penguji.
3) Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan
dicantumkan dalam daftar pustaka.
4) Pernyataan ini saya buat sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat
penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi ini.
Surakarta, 05 Februari 2016
Yang membuat pernyataan,
(Sri Suyanti)
NIM. ST14059
iv
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Penulis mengucapkan syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas
segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telah dilimpahkan-Nya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Tripod
Position Terhadap Frekuensi Pernafasan Pada Pasien Dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK) di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso sebagai salah
satu persyaratan untuk memperoleh gelar kesarjanaan ini dengan lancar.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini,
masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna untuk memperbaiki
dan menyempurnakan penulisan skripsi selanjutnya. Ucapan rasa terima kasih yang
tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam
penyelesaian penyusunan skripsi ini, sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Wahyu Rima Agustin, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku ketua STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan selaku pembimbing utama yang dengan sabar telah
membimbing dan memberikan dukungan dan motivasi sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
2. Atiek Murhayati, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku ketua Prodi S-1 Keperawatan.
3. Ika Subekti Wulandari, S.Kep., Ns., M. Kep, selaku pembimbing pendamping
yang juga telah memberikan bimbingan dan arahan penulis dengan penuh
kesabaran, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. bc. Yeti Nurhayati, M. Kes, selaku penguji yang tealah memberikan masukan
dan kritik sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Bapak dan Ibu Dosen STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah
memberikan segenap ilmu dan pengalamannya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
v
6. Teman-teman Prodi S-1 Transfer Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta Angkatan 2014 yang telah berjuang menempuh skripsi bersamaku.
7. Semua responden yang telah bersedia mengikuti dan membantu dalam proses
penelitian sehingga dapat memberikan hasil yang maksimal dan valud pada
skripsi ini.
8. Semua pihak, yang tanpa mengurangi rasa terima kasih tidak dapat disebutkan
satu per satu.
Akhir kata penulis berharap semoga dengan do’a, motivasi, nasehat, dan
dukungan yang telah diberikan kepada penulis, dapat bermanfaat bagi penulis untuk
menjadi orang yang lebih baik, dan semoga dengan disusunnya skripsi ini, dapat
memberikan manfaat kepada penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
�
Surakarta, 05 Februari 2016
Penulis
(Sri Suyanti)
NIM: ST14059
vi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
SURAT PERNYATAAN iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI vi
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR x
DAFTAR SINGKATAN xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
ABSTRAK xiii
ABSTARCT xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.3.1 Tujuan Umum 4
1.3.2 Tujuan Khusus 4
1.4 Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Teori 6
vii
2.2.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) 6
2.2.2 Tripod Position 12
2.2.3 Tanda-tanda Vital 15
2.2 Kerangka Teori 17
2.3 Kerangka Konsep 19
2.4 Hipotesis 19
2.5 Keaslian Penelitian 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan rancangan Penelitian 22
3.2 Populasi dan Sampel 22
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian 24
3.4 Variabel Definisi Operasional dan Skala Pengukuran 24
3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 25
3.5.1 Alat Penelitian 25
3.5.2 Cara Pengumpulan Data 25
3.6 Teknik Pengolahan Data 25
3.7 Analisa Data 27
3.8 Etika Penelitian 28
BAB IV
4.1 Analisa Univariat 30
4.2 Analisa Bivariat 32
BAB V
5.1 Karakterisrik Responden 33
viii
5.2 Pengaruh tripod position terhadap frekuensi pernafasan PPOK 36
BAB VI
6.1 Kesimpulan 40
6.2 Saran 41
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
3.1
3.2
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
Judul Tabel
Keaslian Penelitian
Definisi Operasional
Karakteristik responden berdasarkan jenis
kelamin
Karakteristik responden berdasarkan umur
Karakteristik responden berdasarkan lama sakit
Distribusi respirasi rate sebelum diberikan tripod
position
Distribusi respirasi rate setelah diberikan tripod
position
Pengaruh tripod position terhadap respirasi rate
Halaman
20
24
30
30
31
31
31
32
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Judul Gambar
Halaman
1 Skema Kerangka Teori 18
2 Skema Kerangka Konsep 19
xi
DAFTAR SINGKATAN
FEV : Force Expiration Volume 1
FVC : Force Vital Capacity
MEP : Maximal Expiratory Pressure
MIP : Maximum Inspiratory Pressure
PLB : Push Lip Breathing
PPOK : Penyakit Paru Obstruksi Kronis
RR : Respirasi Rate
SCM : Sternocleidomatoid Muscle
SM : Scalene Muscle
TV : Tidal Volume
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Judul Keterangan
Lampiran 1 : Jadwal Penelitian
Lampiran 2 : F.04 Pengajuan Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 3 : Lembar Permintaan Menjadi Responden
Lampiran 4 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5 : Lembar Observasi
Lampiran 6 : Pengajuan Ijin Penelitian
Lampiran 7 : Surat Ijin Penelitian ke RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri
Lampiran 8 : Pengajuan Ijin Penelitian Kesbangpol Wonogiri
Lampiran 9 : Surat Telah Selesai Penelitian
Lampiran 10 : Hasil Analisis
Lampiran 11 : SOP Tripod Position
Lampiran 12 : Lembar Konsultasi
xiii
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Sri Suyanti
PENGARUH TRIPOD POSITION TERHADAP FREKUENSI
PERNAFASAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DI RSUD dr. SOEDIRAN
MANGUN SUMARSO
ABSTRAK
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang tidak sepenuhnya
reversibel. Penyakit ini merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
yang kronik di dunia. Setiap tahun banyak orang yang menderita dan meninggal
dunia karena penyakit ini maupun karena komplikasinya. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi pernafasan pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan
penelitian one-group pre-post test design. Sampel pada penetian ini menggunakan
20 Responden yang menderita PPOK. Analisis bivariat menggunakan uji
Wilcoxon yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel dengan skala
nominal dan ordinal yaitu variabel Tripod Position dan frekuensi pernafasan.
Hasil analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon didapatkan nilai p value
= 0,008 maka p value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada
Pengaruh Tripod Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Posisi tubuh klien Tripod Position akan
mempengaruhi kekuatan otot inspirasi dan dapat mengurangi dyspnea karena
posisi tersebut membantu peningkatan fungsi paru. Posisi Orthopniec (Tripod
Position) menyebabkan organ-organ abdominal tidak menekan diafragma dan
posisi ini dapat membantu menekan bagian bawah dada kepada ujung meja
sehingga membantu pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah. Proses
ventilasi yang meningkat pada pasien PPOK yang diposisikan tripod position
akan meningkatkan pengeluaran CO2 dan meningkatkan asupan oksigen kedalam
intraalveolus.
Kesimpulan penelitian ini adalah adanya pengaruh tripod position
terhadap frekuensi pernafasan pada pasien PPOK.
Kata Kunci : PPOK, Frekuensi Pernafasan, Tripod Position
Daftar Pustaka : 33 (2002-2014)
xiv
BACHELOR OF NURSING PROGRAM
SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2016
Sri Suyanti
The Contribution of Tripod Position to Respiratory Rates of Patients with
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) ) of dr. Soediran Mangun
Sumarso Regional Public Hospital
ABSTRACT
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is a lung disease
characterized by the increase of airflow obstruction that is not fully reversible.
This type of ailment is the major determining factor of chronic morbidity and
mortality in the world. Each year, many people suffer from and die for either this
disease or COPD-related complications. This study aims at investigating the
contribution of tripod position to the respiratory rates of patients with Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD).
This is a qualitative research with one-group pre-post test design. The
samples were 20 respondents suffering from COPD. Bivariate analysis was
conducted with Wilcoxon sign test to measure the influence of variables with
nominal and ordinal scales, including tripod position and respiratory rate.
The results of bivariate analysis using Wilcoxon sign test indicate p-value =
0.008, with p-value < 0.05, and therefore H0 is rejected and H1 is accepted, which
means that tripod position contributes to the respiratory rates of patients with
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). The tripod position of clients
influences the inspiratory muscle power and has a tendency to reduce dyspnea
since the position helps improve the pulmonary function. Orthopneic position
(tripod position) allows the diaphragm to be free from the pressure of abdominal
organs and helps suppress the lower part of chest towards table edge, and
therefore it helps the process of exhalation. The increased ventilation in COPD
patients with tripod position improves C02 exhalation and oxygen intake into
intra-alveolar vessels.
This research concludes that the tripod position contributes to the
respiratory rates of patients with Chronic Obstructive Pulmonary Disease
(COPD).
Keywords : COPD, respiratory rates, tripod position
Bibliography : 33 (2002-2014)
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit paru yang
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara yang tidak
sepenuhnya reversibel (David et al, 2010). Penyakit ini merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas yang kronik di dunia. Setiap tahun banyak
orang yang menderita dan meninggal dunia karena penyakit ini maupun
karena komplikasinya.
WHO menyatakan bahwa PPOK merupakan penyebab kematian ke-4 di
duna dengan prevalensi mencapai 340 juta pada tahun 2009 (Davey, 2011).
Kasus PPOK juga menempati urutan ke-4 sebagai penyakit yang
menyebabkan kematian tersering di Amerika pada tahun 2000 (Asih &
Effendy, 2004). Angka kematian akibat PPOK di Eropa bervariasi pada setiap
negara. WHO menyatakan jumlah kasus PPOK di Asia tiga kali lipat lebih
banyak dibanding dengan bagian dunia lainnya. Word Health Organisation
(WHO) memperkirakan bahwa pada tahun 2020 prevalensi PPOK akan terus
meningkat dari peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 di dunia dan dari
peringkat ke-6 menjadi peringkat ke-3 penyebab kematian tersering di dunia
(Depkes RI, 2008). Menurut WHO pada tahun 2010 PPOK adalah masalah
kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian no 4 di Indonesia (PDPI,
2006).
2
Sesak nafas atau dyspnoea merupakan gejala yang umum dijumpai pada
penderita PPOK (Ambrosino & Serradori, 2006). Penyebab sesak nafas
tersebut bukan hanya karena obstruksi pada bronkus atau bronkhospasme saja
tapi lebih disebabkan karena adanya hiperinflansi. Keadaan tersebut
berdampak kepada menurunnya saturasi oksigen (SaO2). Serangkaian
penelitian tentang PLB (Pursed Lips Breathing) yang telah dilakukan, seperti
dilakukan oleh Bianchi (2004), Ambrosino & Serradori (2006), Ramos et al
(2009), dan Kim, et al (2012) menunjukan bahwa PLB (Pursed Lips
Breathing) dapat meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK, yaitu
meningkatkan SaO2.
Penelitian lain menyebutkan bahwa posisi prone sangat mempengaruhi
perbaikan saturasi oksigen, pengembangan paru, pengembangan dinding dada
dan penurunan insiden apnea pada bayi prematur (Wilawan Patcharee &
Chavee, 2009). Pada peneliti ini menganalisis sekumpulan penelitian, 35
diantaranya menyimpulkan bahwa posisi prone mempunyai banyak
keuntungan karena posisi ini dapat mengurangi pengeluaran energi,
mempercepat pengosongan isi lambung, meningkatkan respirasi, menurunkan
frekuensi nafas, meningkatkan kemampuan bernafas dan meningkatkan
saturasi oksigen (Bayuningnish, 2011).
Tindakan keperawatan lain yang dapat dilakukan untuk membantu
meningkatkan kondisi pernafasan pasien PPOK adalah memberikan Tripod
Position. Tripod Position meningkatkan tekanan intraabdominal dan
menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama inspirasi
3
(Bhatt, et al, 2009). Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al (2012)
Tripod Position dapat membantu meningkatkan kondisi pernafasan. Hasil
penelitian Khasanah (2013), menunjukan posisi Tripod Position dan PLB
yang dilakukan secara bersama-sama dan hanya dilakukan satu kali tindakan
didapatkan hasil bahwa tindakan tersebut efektif untuk meningkatkan SaO2
Peningkatan tanda-tanda vital terutama frekuensi nadi dan nafas sering
diikuti dengan peningkatan saturasi oksigen. Penurunan kondisi ditandai
dengan penurunan saturasi oksigen, frekwensi nadi, dan nafas. Dengan
meningkatnya saturasi, nadi dan nafas, maka proses weaning bisa dilakukan
sehingga lama kelamaan ventilator bisa dilepas dan pasien bisa bernafas
spontan (Kozier & Erb, 2009).
Pemantauan saturasi oksigen, frekuensi nafas, frekuensi nadi pada bayi
dan neonatus merupakan tindakan rutin yang dilakukan untuk melihat kondisi
dan penampilan klinis bayi yang menggunakan ventilator. Kegiatan rutin
yang utama dalam pemantauan status oksigenasi bayi yang menggunakan
ventilator adalah memonitor saturasi oksigen. Saturasi oksigen diukur dengan
alat sensor (prone) yang disebut oksimetri. Hasil dari pemantauan ini dapat
dilihat dilayar monitor (Asih, 2003).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD dr.Mangun Sumarso
Wonogiri ditemukan terdapat 20 pasien PPOK dalam waktu sebulan.
Penatalaksanaan PPOK masih memerlukan penggunaan alat bantu nafas yang
memerlukan biaya mahal untuk itu penulis tertarik melakukan penelitian
untuk meningkatkan frekuensi pernafasan dan nadi dengan judul “Pengaruh
4
Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK)”.
1.2. Rumusan Masalah
Adakah pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi pernafasan pada
pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi
pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi karakteristik responden
b. Mengidentifikasi frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) sebelum diberikan Tripod Position.
c. Mengidentifikasi frekuensi pernafasan pada Pasien dengan Penyakit
Paru Obstruktif Kronik (PPOK) setelah diberikan Tripod Position.
d. Melakukan analisa pengaruh Tripod Position terhadap frekuensi
pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK).
5
1.4. Manfaat Penelitian
1. Rumah Sakit
Hasil penelitian dapat dijadikan acuan dalam memberikan
penanganan pendukung pada pasien PPOK dalam meningkatkan frekuensi
pernafasan sehingga saturasi oksigen dapat meningkat.
2. Intitusi
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber pustaka tentang
penanganan PPOK.
3. Peneliti
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah pengalaman dan aplikasi
teori yang sudah didapatkan.
4. Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah sumber informasi tentang
cara mengurangi keluhan sesak nafas.
5. Peneliti Lain
Hasil penelitian ini dapat memotivasi peneliti lain dalam melakukan
penanganan PPOK dengan mengkombinasi Tripod Position, semi fowler
dan High Fowler dalam menstabilkan frekuensi pernfasan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teori
2.1.1. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
1. Pengertian
PPOK adalah keadaan penyakit yang ditandai oleh keterbatasan
aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran
darah ini biasanya progresif dan berhubungan dengan respon
peradangan yang abnormal dari paru terhadap partikel atau udara yang
berbahaya (David et al, 2010). PPOK merupakan keadaan sesak nafas
saat aktivitas meningkat secara progresif dalam beberapa tahun,
seringkali > 5 tahun. Biasanya disertai dengan bronkitis kronis (batuk
produktif) di pagi hari > 3 bulan selama 2 tahun berturut-turut (Davey,
2011). PPOK adalah istilah umum yang digunakan untuuk
menggambarkan kondisi obstruksi ireversibel progresif aliran udara
ekspirasi (Asih & Effendy, 2004).
2. Tipe PPOK
Berdasarkan kesepakatan para pakar (PDPI/ Perkumpulan Dokter
Paru Indonesia) tahun 2005 maka PPOK dikelompokkan ke dalam
(0emiati, 2013) :
a. PPOK ringan adalah pasien dengan atau tanpa batuk. Dengan atau
tanpa produksi sputum dan dengan sesak napas derajad nol sampai
7
satu. Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP =
80% prediksi (normal) dan VEP 11 /KVP < 70 %
b. PPOK sedang adalah pasien dengan gejala klinis dengan atau batuk.
Dengan atau produksi sputum dan sesak napas dengan derajad dua.
Sedangkan pemeriksaan Spirometrinya menunjukkan VEP 1 = 70%
dan VEP/KVP < 80% prediksi 1
c. PPOK berat adalah pasien dengan gejala klinis sesak napas derajad
tiga atau empat dengan gagal napas kroniki. Eksaserbasi lebih sering
terjadi. Disertai komplikasi kor pulmonum atau gagal jantung kanan.
Adapun hasil spirometri menunjukkan VEP 1/KVP < 70 %, VEP<
30 % prediksi atau VEP > 30 % dengan gagal napas kronik. Hal ini
ditunjukkan dengan hasil pemeriksaan analisa gas darah dengan
kriteria hipoksemia dengan normokapnia atau hipoksemia dengan
hiperkapnia.
3. Tingkat Keparahan PPOK
Tingkat keparahan PPOK diukur dari skala sesak napas. Menurut
American Thoracic Society (ATS) 4 penggolongan PPOK berdasarkan
derajat obstruksi saluran napas yaitu ringan, sedang, berat dan sangat
berat. Gejala ini ditandai dengan sesak napas pada penderita yang
dirinci sebagai berikut (Oemiati, 2013):
a. Tidak ada sesak kecuali dengan aktivitas berat dengan skala 0.
8
b. Terganggu oleh sesak napas saat bergegas waktu berjalan atau
sedikit mendaki nilai 1 skala ringan. Serta pengukuran spirometri
menunjukkan nilai VEP = 50 %
c. Berjalan lebih lambat daripada orang lain yang 1sama usia karena
sesak napas, atau harus berhenti sesaat untuk bernapas pada saat
berjalan walau jalan mendatar nilai 2 skala sedang.
d. Harus berhenti bila berjalan 100 meter atau setelah beberapa menit
berjalan nilai 3 skala berat.
e. Sesak napas tersebut menyebabkan kegiatan sehari-hari terganggu
atau sesak napas saat menggunakan atau melepaskan pakaian, nilai
4 skala sangat berat.
Pada penderita PPOK derajat berat sudah terjadi gangguan
fungsional sangat berat serta membutuhkan perawatan teratur dan
spesialis respirasi.
4. Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko antara lain (Oemiati, 2013) :
a. Pajanan dari partikel antara lain :
1) Merokok
Merokok merupakan penyebab 1 PPOK terbanyak (95%
kasus) di negara berkembang. Perokok aktif dapat mengalami
hipersekresi mucus dan obstruksi jalan napas kronik. Dilaporkan
ada hubungan antara penurunan volume ekspirasi paksa detik
pertama (VEP) dengan jumlah, jenis dan lamanya merokok. Studi
9
di China menghasilkan risiko relative merokok 2,47 (95% CI:
1,91-2,94), Perokok pasif juga menyumbang terhadap symptom
saluran napas dan PPOK dengan peningkatan kerusakan paru-
paru akibat menghisap partikel dan gas-gas berbahaya. Merokok
pada saat hamil juga akan meningkatkan risiko terhadap janin dan
mempengaruhi pertumbuhan paru-parunya.
2) Polusi indoor
Memasak dengan bahan biomass dengan ventilasi dapur
yang jelek misalnya terpajan asap bahan bakar kayu dan asap
bahan bakar minyak diperkirakan memberi kontribusi sampai
35%. Manusia banyak menghabiskan waktunya pada lingkungan
rumah (indoor) seperti rumah, tempat kerja, perpustakaan, ruang
kelas, mall, dan kendaraan. Polutan indoor yang penting antara
lain SO2, NO dan CO yang dihasilkan dari memasak dan kegiatan
pemanasan, zat-zat organik yang mudah menguap dari cat, karpet,
dan mebelair, bahan percetakan dan alergi dari gas dan hewan
peliharaan serta perokok pasif. WHO melaporkan bahwa polusi
indoor bertanggung jawab terhadap kematian dari 1,6 juta orang
setiap tahunya. Pada studi kasus kontrol yang dilakukan di
Bogota, Columbia, pembakaran kayu yang dihubungkan dengan
risiko tinggi PPOK (adjusted OR 3,92, 95 % CI 1,2 – 9,1).
10
3) Polusi outdoor
Polusi udara mempunyai pengaruh buruk pada VEP,
inhalan yang paling kuat menyebabkan PPOK adalah Cadmium,
Zinc dan debu. Bahan asap pembakaran/pabrik/tambang.
Bagaimanapun peningkatan relatif kendaraan sepeda motor di
jalan raya pada dekade terakhir ini. saat ini telah
mengkhawatirkan sebagai masalah polusi udara pada banyak kota
metropolitan seluruh dunia. Pada negara dengan income rendah
dimana sebagian besar rumah tangga di masyarakat menggunakan
cara masak tradisional dengan minyak tanah dan kayu bakar,
polusi indoor dari bahan sampah biomassa telah memberi
kontribusi untuk PPOK dan penyakit kardio respiratory,
khususnya pada perempuan yang tidak merokok PPOK adalah
hasil interaksi antara faktor genetik individu dengan pajanan
lingkungan dari bahan beracun, seperti asap rokok, polusi indoor
dan outdoor.
Di Mexico, Tellez–Rojo et al, menemukan bahwa
peningkatan materi partikel 10µg/m dikaitkan dengan
peningkatan penyakit saluran napas 2,9% (95% CI 0,9 – 4,9) dan
kematian PPOK 4,1% (95% CI 1,3 – 6,9 ), respectively, Di
Hongkong sebuah studi kohort prospektif menemukan bahwa
prevalensi dari kebanyakan gejala sakit pernafasan meningkat
lebih selama periode 12 tahun dan diperoleh data bahwa
11
prevalensi yang terdiagnosa emfisema meningkat dari 2,4%-3,1%
dengan OR 1,78 (95% CI 1,12 – 2,86), hal ini mungkin
disebabkan oleh faktor lingkungan khususnya peningkatan polusi
udara di kota Hongkong. Beberapa penelitian menemukan bahwa
pajanan kronik di kota dan polusi udara menurunkan laju fungsi
pertumbuhan paru-paru pada anak-anak.
4) Polusi di tempat kerja
Polusi dari tempat kerja misalnya debu-debu organik (debu
sayuran dan bakteri atau racun-racun dari jamur), industri tekstil
(debu dari kapas) dan lingkungan industri (pertambangan, industri
besi dan baja, industri kayu, pembangunan gedung), bahan kimia
pabrik cat, tinta, sebagainya diperkirakan mencapai 19%.
b. Genetik (defisiensi Alpha 1-antitrypsin)
Faktor risiko dari genetic memberikan kontribusi 1 – 3% pada
pasien PPOK.
c. Riwayat infeksi saluran napas berulang
Infeksi saliran napas akut adalah infeksi akut yang melibatkan
organ saluran pernafasan, hidung, sinus, faring, atau laring. Infeksi
saluran napas akut adalah suatu penyakit terbanyak diderita anak-
anak. Penyakit saluran pernafasan pada bayi dan anak-anak dapat
pula memberi kecacatan sampai pada masa dewasa, dimana ada
hubungan dengan terjadinya PPOK.
12
d. Gender, usia, konsumsi alkohol dan kurang aktivitas fisik
Studi pada orang dewasa di Cina didapatkan risiko relative pria
terhadap wanita adalah 2,80 (95% C I ; 2,64-2,98). Usia tua RR 2,71
(95% CI 2,53-2,89). Konsumsi alkohol RR 1,77 (95% CI : 1,45 –
2,15), dan kurang aktivitas fisik 2,66 (95% CI ; 2,34 – 3,02)
(Oemiati, 2013).
5. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan harus mencakup pemeriksaan dan pengukuran
faktor risiko selain penatalaksanaan PPOK yang stabil maupun
eksaserbasi. Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain (David,
et al, 2010) :
a. Rehabilitasi untuk penghentian merokok dan berolahraga
b. Bronkodilator yang digunakan untuk mencegah dan mengurangi
gejala
c. Obat steroid inhalasi yang digunakan pada pasien simtomatik untuk
meningkatkan spirometri
2.1.2. Tripod Position
1. Definisi Tripod Position
Pada pasien PPOK , pergerakan diafragma dan kontribusinya
terhadap volume tidal seperti orang yang beristirahat. Diafragma dapat
diperpanjang dengan meningkatkan tekanan perut selama ekspirasi aktif
atau dengan mengadopsi posisi tubuh Tripod Position. Latihan otot
13
pernafasan (respiratory muscle training) dan penggunaan abdominal
belt dapat meningkatkan kekuatan dan kapasitas daya tahan otot
(Gosselink, 2013).
2. Langkah Prosedur Tripod Position
Tripod Position merupakan posisi yang umum diadopsi oleh
pasien dengan penyakit paru. Langkah-langkah Tripod Position sebagai
berikut :
a. Tripod Position adalah Posisi duduk di tempat tidur dengan punggung
membungkuk kedepan membentuk sudut 135 derajat
b. Kepala serta lengan disangga/ diletakan di atas meja atau bantal
c. Lengan ditopang kepala atau lengan ditopang paha.
d. Posisi tersebut diberikan pada pasien yang tidak mendapatkan oksigen
e. Posisi ini diberikan setelah pasien mendapatkan obat bronkhodilator
setelah 4 jam pemberian obat
f. Tindakan posisi dilakukan selama 10 menit pertama dan dilanjutkan 30
menit dengan jeda istirahat setiap 5 menit (KNGF, 2008).
3. Manfaat Posisi Tripod Position
Posisi Tripod Position menigkatkan tekanan intraabdominal dan
menurunkan penekanan diafragma kebagian rongga abdomen selama
inspirasi (Bhatt, et al, 2009). Hasil penelitian sebelumnya menunjukan
penurunan aktifitas otot scalene (SM) dan sternocleidomastoid (SCM)
pada Tripod Position. Penelitian yang lain juga menunjukan bahwa
Tripod Position dengan bahu disangga oleh otot (seperti otot pectoralis
mayor dan minor ) berkontribusi secara signifikan terhadap
14
pengembangan tulang rusuk. Pengembangan tulang rusuk dengan
lengan dan kepala disangga berkontribusi terhadap inspirasi
(Gosselink, 2013).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Kim, et al (2012) aktifitas
otot SM dan SCM meningkat secara signifikan pada posisi condong
kedepan dengan lengan disangga pada paha ataupun lengan disangga
kepala dibandingkan posisi netral. Beberapa mekanisme yang dapat
dijelaskan dari hasil tersebut adalah adanya restriksi pergerakan
diafragma, meningkatkan tekanan intraabdomen dengan mendekatkan
tulang rusuk ke pelvis dan peningkatan tekanan abdomen ini membuat
diafragma kesulitan untuk menekan abdomen kebelakang selama
inspirasi, dengan pengembalian aktifitas otot dengan kekuatan yang
dipertahankan oleh tangan yang ditopang ke muka/ kepala dan lengan
yang ditopang oleh paha serta stabilnya tangan dan lengan , sternum,
clavicula dan tulang rusuk dapat ditarik ke atas oleh otot SM dan SCM
(Kim, et al, 2012).
Teknik kontrol pernafasan untuk mengoptimalkan gerakan
thoracoabdominal dapat dilakukan dengan pernafasan diafragma dan
bernafas lambat dan dalam. Kegiatan otot aksesori berhubungan positif
dengan sensasi Dyspnea , sedangkan aktivitas diafragma berhubungan
negatif dengan sensasi Dyspnea (Brislin, Garroutte, Cilli, 1990 dalam
Gosslink, 2013). Akibatnya , pernapasan diafragma , atau pernafasan
lambat dan dalam, seperti umumnya diterapkan dalam praktek
15
fisioterapi, bermanfaat untuk memperbaiki kelainan gerakan dinding
dada, mengurangi kerja pernapasan , aktivitas otot aksesori dan
Dyspnea serta untuk meningkatkan efisiensi pernapasan dan
meningkatkan distribusi ventilasi (KNFG, 2008).
2.1.3. Tanda-Tanda Vital
Pemantauan status hemodinamik pasien dapat dinilai baik dengan
parameter non invasif maupun invasif. Menurut Marik dan Baram (2007)
parameter non invasif yang sering digunakan untuk menilai hemodinamik
pasien adalah:
1. Pernafasan
a. Inspeksi
Pada pemeriksaan inspeksi pada pernafasan normal didapatkan
data bahwa bentuk dada simestris, tidak ada tarikan otot bantu
pernafasan dan tidak ada jejas atau luka di daerah sekitar dada.
b. Palpasi
Pada pemeriksan palpasi pada pernafasan normal didapatkan data
bahwa traktil fremitus teraba dan pengembangan dada kanan kiri
sama.
c. Perkusi
Pada pemeriksaan perkusi pada pernafasan normal didapatkan
data sonor di seluruh lapang paru.
16
d. Auskultasi
Pada pemeriksaan auskultasi pada pernafasan normal didapatkan
data bahwa bunyi nafas vesikuler diseluruh lapang paru.
Frekuensi pernapasan pada orang dewasa : normal 16-24,
bradipnea kurang dari 16 dan takipnea lebih dari 25. Pengaturan RR
pada anak disesuaikan dengan usia anak (Sundana, 2008). Frekuensi
pernapasan normal pada usia neonates: 30 sampai dengan 60
kali/menit, 1 bulan sampai 1 tahun: 30 sampai dengan 60 kali/menit, 1
sampai 2 tahun: 25 sampai dengan 50 kali/menit, 3 sampai 4 tahun: 20
sampai dengan 30 kali/menit, 5 sampai 9 tahun dan usia lebih dari 10
tahun: 15 sampai dengan 30 kali/menit (Matondang, Wahidiyat &
Sastroasmoro, 2009).
2. Tekanan darah
Perhitungan tekanan darah dilakukan dengan alat bantu monitor.
Nilai normal sesuai usia anak adalah sebagai berikut: usia 1 bln: 85/50
mmHg, 6 bulan: 90/53 mmHg, 1 tahun: 91/54 mmHg, 2 tahun: 91/56
mm Hg, 6 tahun: 95/57 mmHg, 10 tahun: 102/62 mm Hg, 12 tahun:
107/64 mmHg, 16 tahun: 117/67 mmHg (Ramesh, 2003).
3. Frekuensi denyut jantung (Heart Rate)
Perhitungan frekuensi denyut jantung dilakukan dengan alat
bantu monitor. Frekuensi nadi pada orang dewasa: normal 60-100
x/mnt, bradikardi kurang dari 60 x/mnt dan takikardi lebih dari 60
x/mnt. Frekuensi jantung anak usia 1 bulan: 100 sampai dengan 180
17
kali/menit, 6 bulan: 120 sampai dengan 160 kali/ menit, 1 tahun 90
sampai dengan 140 kali/menit, 2 tahun: 80 sampai dengan 140
kali/menit, 6 tahun: 75 sampai dengan 100 kali/menit, 10 tahun: 60
sampai dengan 90 kali/menit, 12 tahun: 55 sampai dengan 90
kali/menit, 16 tahun: 50 sampai dengan 90 kali/menit (Ramesh, 2003).
18
2.2. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
(Sumber : Oemiati (2010), Suratun, dkk (2008))
Pajanan Dari Partikel Genetik Riwayat Infeksi Saluran Nafas Gender
PPOK
Tripod Position
Frekuensi Nafas
19
2.3. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
2.4. Hipotesis
H0 : Tidak ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan
pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
H1 : Ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan pada
Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Frekuensi Nafas
Pre Terapi Tripod
Position
Frekuensi RR Post
Terapi Tripod
Position
Terapi
Tripod
Position
20
2.5. Keaslian Penelitian Tabel 2.1 Keaslian Penelitian
No Nama
Pengarang Judul
Metodologi
penelitian Hasil penelitian
1 Ritianingsih,
Irawaty &
Handiyani
(2011)
Peningkatan
Fungsi
Ventilasi Paru
Pada Klien
Penyakit Paru
Obstruksi
Kronis
Dengan Posisi
High Fowler
Dan Orthopneic
Penelitian kuasi
eksperimen dengan
pendekatan pre-test
post-test
group melibatkan 36
responden yang
diambil secara
consecutive
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
posisi high fowler dan
orthopneic dapat
meningkatkan nilai
arus puncak ekspirasi
(APE) (p= 0,0005, a=
0,05). Fungsi ventilasi
paru klien terlihat
lebih baik dengan
posisi orthopneic
daripada posisi high
fowler (p= 0,0005, a=
0,05). Ada hubungan
antara usia dan fungsi
ventilasi paru. Tinggi
badan, berat badan,
dan jenis kelamin
tidak mempengaruhi
fungsi ventilasi paru
2 Khasanah
& Maryoto
(2014)
Efektifitas
Posisi Condong
Ke Depan
(Ckd) Dan
Pursed Lips
Breathing
(PLB)
Terhadap
Peningkatan
Saturasi
Oksigen
Pasien Penyakit
Paru Obstruktif
Kronik (PPOK)
Desain penelitian
adalah randomized
control trial pre post
test with control
group.
Populasi pada
penelitian ini adalah
para pasien PPOK
yang dirawat di rumah
sakit Margono
Soekarjo dan
sekitarnya. Teknik
sampling
menggunakan simple
random sampling.
Besar
sampel yang diteliti
adalah 25 responden,
terdiri dari 9 pasien
PPOK sebagai
kelompok
intervensi/ klp 1, 8
1. Posisi CKD dan
PLB yang
dilakukan
bersama-sama
dengan lama
waktu setiap
latihan 5 menit
sebanyak 3 kali
dengan durasi
istirahat 5 menit
yang dilakukan
selama tiga hari
efektif untuk
meningkatkan
SaO2 pada pasien
PPOK.
2. Posisi CKD dan
PLB yang
dilakukan selama
tiga hari lebih
efektif untuk
meningkatkan
21
pasien PPOK sebagai
kelompok kontrol 2/
klp 2 dan 8 pasien
PPOK sebagai
kelompok kontrol 2/
klp 3. Kriteria sampel
meliputi: bersedia
menjadi responden,
kemmapuan
inspirasi maksimal
kurang sama dengan
1000 ml, SaO2
kurang sama dengan
95%, pasien yang
mengeluh sesak nafas
dan mendapatkan
terapi bronchodilator.
SaO2 dari pada
posisi CKD dan
natural breathing.
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan rancangan
penelitian one-group pre-post test design yaitu penelitian yang menilai hasil
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi atau tindakan yang dinilai dalam
satu kelompok saja. Pada penelitian ini peneliti menilai frekuensi pernafasan
sebelum dan sesudah dilakukannya Tripod Position pada pasien dengan
penyakit paru obstruktif kronis (Nursalam, 2014).
3.2. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah kumpulan subjek yang dijadikan sebagai responden
suatu penelitian (Nursalam, 2014). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua pasien yang menderita penyakit paru obstruktif kronis di RSUD dr.
Soediran Mangun Sumarso Wonogiri. Hasil studi pendahuluan yang
dilakukan didapatkan data bahwa dalam 1 bulan diperkirakan terdapat 20
pasien yang menderita PPOK.
2. Sampel
Sampel adalah beberapa subjek yang dijadikan sebagai responden
penelitian. Pada penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel
23
purposive sampling yaitu responden dipilih berdasarkan atas kriteria yang
ditetapkan oleh peneliti ( Nursalam, 2014).
Kriteria-kriteria sampel pada penelitian ini adalah :
Kriteria Inklusi :
1. Pasien yang menderita PPOK
2. Pasien yang composmentis atau sadar
3. Mendapat obat bronkodilator 4 jam yang lalu
4. Tidak pakai oksigen
5. Pasien yang mau menjadi responden dan menandatangani informed
consent
Kriteria Eksklusi :
1. Pasien yang emergency
Rumus Penghitungan Sampel
n��
������
Keterangan :
n : Sampel
N : Populasi
d : Konstanta tingkat kesalahan (0,05)
n��
������� � = 19,04 = 19 Responden
24
Sampel pada penetian ini menggunakan 19 Responden yang
menderita PPOK.
3.3. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang penyakit dalam Teratai, Anggrek,
PAV A, PAV B dan Bougenville RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso
Wonogiri pada bulan September-Oktober 2015.
3.4. Variabel, Definisi Operasional, dan Skala Pengukuran
Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran
Variabel Definisi Alat ukur Penilaian Skala
Tripod
Position
Posisi duduk di
tempat tidur
dengan punggung
membungkuk
kedepan
membentuk sudut
135 derajat dan
kepala serta
lengan disangga/
diletakan di
atasmeja atau
bantal atau lengan
ditopang kepala
atau lengan
ditopang paha
Lembar
Observasi
1 = tidak
2 = iya�
Nominal
Frekuensi
Pernafasan
Jumlah inspirasi
ekspirasi yang
dihitung dalam
jangka waktu
satu menit
Lembar
Observasi
RR
1. Bradipnea
(<16)
2. Normal
(16-24)
3. Takypnea
(>24)
Ordinal
25
3.5. Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.5.1. Alat penelitian
Alat penelitan yang digunakan meliputi lembar observasi
untuk penilaian frekuensi nadi dan pernafasan, bolpoin, kertas, dan
jam.
3.5.2. Cara Pengumpulan Data
1. Mengurus surat ijin penelitian
2. Melakukan Koordinasi dengan Kepala Ruang
3. Mencari sampel yang sesuai dengan kriteria inklusi
4. Memberikan penjelasan penelitian dan meminta responden untuk
menandatangani inform consent jika responden mau dijadikan
sebagai objek penelitian
5. Mengukur RR sebelum dilakukan Tripod Position
6. Memberikan oksigen dan obat bronkodilator selama 4 jam
sebelum terapi Tripod Position
7. Memberikan Tripod Position selama kurang lebih 15-30 Menit.
8. Mengukur RR sesudah dilakukan Tripod Position
9. Mencatat hasil pengukuran pada lembar observasi
3.6. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
3.6.1. Pengolahan Data
Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data dengan tahap
sebagai berikut :
26
1. Editing
Pada tahap ini peneliti melakukan koreksi data untuk melihat
kebenaran pengisian dan kelengkapan pengukuran data hasil
pengukuran responden. Hal ini dilakukan di tempat pengumpulan
data sehingga bila ada kekurangan segera dapat dilengkapi. Selama
proses penelitian ada beberapa data yang tidak maka peneliti
meminta responden untuk melengkapinya sehingga didapatkan data
yang lengkap.
2. Coding
Peneliti melakukan pemberian kode pada data untuk
mempermudah mengolah data, hanya 1 variabel diberi kode yaitu
variabel dependen (Nursalam 2013). Kode data pengukuran
frekuensi RR diberi angka 1 jika bradipnea, 2 jika normal, 3 jika
takypnea.
3. Entry data
Merupakan suatu proses pemasukan data kedalam komputer
untuk selanjutnya dilakukan analisa data dengan menggunakan
program komputer.
4. Cleaning
Cleaning adalah memastikan bahwa seluruh data yang
dimasukkan kedalam mesin pengolah data sudah sesuai dengan
sebenarnya atau proses pembersihan data. Dalam proses ini peneliti
melakukan pengecekan ulang untuk memastikan bahwa semua data
27
yang dimasukkan dalam program komputer telah sesuai dengan
data asli yang didapat di lapangan.
5. Tabulating
Kegiatan memasukkan data hasil penelitian kedalam tabel
kemudian diolah dengan bantuan komputer.
3.6.2. Analisa Data
Analisa data dilakukan untuk menjawab hipotesis penelitian.
Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan teknik statistik
kuantitatif dengan menggunakan analisis unviariat dan bivariat. Pada
penelitian ini menggunakan sistem komputer dalam penghitungan
data. Adapun analisa yang digunakan sebagai berikut:
1. Analisa Univariat
Analisa univariat merupakan suatu analisa yang digunakan
untuk menganalisis tiap-tiap variabel dari hasil penelitian yang
menghasilkan suatu distribusi frekuensi dan prosentase dari
masing-masing variabel (Nursalam, 2014).
Analisa univariat dalam penelitian ini adalah distribusi
tentang lama menderita, umur, jenis kelamin.
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat menggunakan uji Wilcoxon yang bertujuan
untuk mengetahui pengaruh variabel dengan skala nominal dan
ordinal yaitu variabel Tripod Position dan frekuensi pernafasan
(Nursalam, 2014)
28
Analisa hasil uji statistik : Apabila p value > 0,05 maka Ho
diterima dan H1 ditolak artinya tidak ada Pengaruh Tripod
Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK). Apabila p value < 0,05 maka Ho
ditolak dan H1 terima artinya ada Pengaruh Tripod Position
Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru
Obstruktif Kronik (PPOK).
3.7. Etika Penelitian
Ada beberapa etika yang dilakukan untuk mendukung kelancaran
penelitian ini antara lain sebagai berikut :
1. Informed consent (Lembar Persetujuan)
Informed consent merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan
calon responden dengan memberikan lembar persetujuan. Peneliti
menjelaskan tujuan penelitian kepada calon responden. Calon responden
bersedia menjadi responden maka dipersilahkan menandatangani lembar
persetujuan.
2. Anonimity (Kerahasiaan Identitas)
Anonimity merupakan etika penelitian dimana peneliti tidak
mencantumkan nama responden dan tanda tangan pada lembar alat ukur,
tetapi hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data. Kode yang
digunakan berupa nama responden.
29
3. Confidentiality (Kerahasiaan Informasi)
Peneliti menjamin kerahasiaan hasil penelitian baik informasi atau
masalah lain yang menyangkut privacy klien. Hanya kelompok data
tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.
30
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Analisa Univariat
4.1.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persen (%)
Laki-laki 13 65
Perempuan 7 35
Total 20 100
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling
banyak sesuai dengan tabel 4.1 adalah jenis kelamin laki-laki
sebanyak 13 orang (65%).
4.1.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur (Depkes, 2008)
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Klasifikasi Umur Frekuensi Persen (%)
Dewasa Awal (26-35 Tahun) 3 15
Dewasa Akhir (36-45 Tahun) 2 10
Lansia Awal (46-55 Tahun) 1 5
Lansia Akhir (56-65 Tahun) 5 25
Manula (>65 Tahun) 9 45
Total 20 100
Karakteristik responden berdasarkan umur yang paling banyak sesuai
dengan tabel 4.2 adalah umur > 65 tahun sebanyak 9 orang (45%).
33
4.1.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Sakit
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Sakit
Lama Sakit Frekuensi Persen (%)
< 5 Tahun 16 80
� 5Tahun 4 20
Total 20 100
Karakteristik responden berdasarkan lama sakit yang paling banyak
sesuai dengan tabel 4.3 adalah <5 tahun sebanyak 16 orang (80%)
4.1.4. Distribusi Respirasi rate Sebelum Diberikan Tripod Position
Tabel 4.4 Distribusi Respirasi rate Sebelum Diberikan Tripod
Position
Respirasi Rate Frekuensi Persen (%)
Bradipnea 0 0
Normal 11 55
Takypnea 9 45
Total 20 100
Distribusi respirasi rate sebelum diberikan tripod position yang
paling banyak sesuai dengan tabel 4.4 adalah normal sebanyak 11
orang (45%).
4.1.5. Distribusi Respirasi rate Setelah Diberikan Tripod Position
Tabel 4.5 Distribusi Respirasi rate Setelah Diberikan Tripod Position
Respirasi Rate Frekuensi Persen (%)
Bradipnea 0 0
Normal 18 90
Takypnea 2 10
Total 20 100
34
Distribusi respirasi rate setelah diberikan tripod position yang paling
banyak sesuai dengan tabel 4.5 adalah normal sebanyak 18 orang
(90%).
4.2. Analisis Bivariat
4.3.1. Pengaruh Tripod Position Terhadap Respirasi Rate
Tabel 4.6 Pengaruh Tripod Position Terhadap Respirasi Rate
Tripod
Position
Respirasi Rate p value
Bradipnea Normal Takypnea
Pre 0 11 9 0,008
Post 0 18 2
Berdasarkan Tabel 4.6 hasil analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon
didapatkan nilai p value = 0,008 maka p value < 0,05 sehingga H0 ditolak
dan H1 diterima artinya ada Pengaruh Tripod Position Terhadap
Pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
35
BAB V
PEMBAHASAN
5.1. Karakteristik Responden
4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin yang paling
banyak sesuai dengan tabel 4.1 adalah jenis kelamin laki-laki
sebanyak 13 orang (65%).
Hasil penelitian Ritianingsih, Irawaty & Handiyani (2011)
menunjukkan bahwa karakteristik klien berdasarkan jenis kelamin
paling banyak adalah laki-laki sabanyak 21 orang (58,3%). Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Fajrin, Indra &
Burhanuddin (2015) menunjukkan karakteristik responden yang
paling banyak berdasarkan jenis kelamin adalah jeniskelamin
terbanyak yaitu laki- laki 38(88,4%) orang.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Rahmatika di Rumah Sakit
Aceh Tamiang pada tahun 2007-2008 didapatkan berdasarkan tingkat
keparahan PPOK berat banyak diderita oleh laki-laki karena
kesadaran berobat meningkat setelah penyakit menjadi parah
(Rahmatika, 2009).
Hal ini kemungkinan karena pengaruh pergaulan. Lebih
sedikitnya wanita yang merokok kemungkinan karena adanya
pengaruh norma di masyarakat yaitu perokok wanita dinilai memiliki
36
perilaku negatif (Almagro et al, 2010) . Data Riset Kesehatan Dasar
(RISKASDES) tahun 2010 menunjukkan prevalensi perokok 16 kali
lebih tinggi pada laki-laki 65,9% dibandingkan perempuan 4,2%.
Data Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada tahun 2004
didapatkan prevalensi merokok lebih besar pada laki-laki 34,4%
daripada perempuan 4,5% (KemenKes, 2012).
4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur
Karakteristik responden berdasarkan umur yang paling banyak
sesuai dengan tabel 4.2 adalah umur > 65 tahun sebanyak 9 orang
(45%). Hasil penelitian Fajrin, Indra & Burhanuddin (2015)
menunjukkan karakteristik responden berdasarkan umur terbanyak
pada pasien PPOK stabil yaitu >65 tahun (58,1%).
Hasil ini kemungkinan karena pada pasien usia lanjut sistem
kardio respirasi mengalami penurunan daya tahan serta penurunan
fungsi. Terjadinya perubahan pada dinding dada menyebabkan
compliance dinding dada berkurang dan terdapat penurunan elastisitas
parenkim paru, bertambahnya kelenjar mukus dan penebalan pada
mukosa bronkus. Terjadi peningkatan tahanan saluran napas dan
penurunan faal paru seperti kapasitas vital paksa / Force Vital
Capacity (FVC) dan volume ekspirasi paksa detik pertama / Force
Expiration Volume 1 (FEV1) ( Khairani, 2010).
37
5.1.3. Frekuensi nafas sebelum Tripod Position
Hasil penelitian Fajrin,Yovi & Burhanuddin (2015)
menunjukkan Fungsi paru penderita PPOK stabil di Poli Paru RSUD
Arifin Achmad berdasarkan derajat keparahan didapatkan sebanyak
21 (48,8%) orang dengan fungsi paru berat. Fungsi paru yang berat
mengakibatkan peningkatan frekuensi nafas dalam upaya memenuhi
kebutuhan seluruh tubuh.
5.1.4. Frekuensi nafas setelah Tripod Position
Hasil penelitian Heijdra, Dekhuijzen, van Herwaarden, dan
Folgering (1994) yang mengatakan bahwa posisi tubuh klien Tripod
Position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi. Lapier dan
Donovan (1999) telah melakukan penelitian terhadap sebelas klien
PPOK dengan hasil nilai FEV1/FVC lebih tinggi setelah klien diberi
posisi duduk membungkuk dibandingkan dengan posisi duduk tegak.
Eltayara, Ghezzo, dan Milic-Emili (2001) dan Landers, McWhorter,
Filibeck, dan Robinson (2006) menyatakan bahwa Tripod Position
dapat mengurangi dyspnea karena posisi tersebut membantu
peningkatan fungsi paru. Pada Tripod Position organ-organ abdominal
tidak menekan diafragma dan pada posisi ini dapat membantu
menekan bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga membantu
pengeluaran nafas untuk menjadi lebih mudah (Kozier dalam
Ritianingsih, Irawaty & Handiyani, 2011).
38
5.2. Pengaruh Tripod Position Terhadap Respirasi Rate
Hasil analisis menggunakan uji Wilcoxon didapatkan nilai p value =
0,008 makap value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya ada
Pengaruh Tripod Position Terhadap Frekuensi Pernafasan pada Pasien
dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
Hasil penelitian Ritianingsih, Irawaty & Handiyani (2011)
menunjukkan posisi orthopneic (Tripod Position ) dapat meningkatkan fungsi
ventilasi paru klien PPOK lebih baik dibandingkan posisi high fowler. Posisi
tubuh klien Tripod Position akan mempengaruhi kekuatan otot inspirasi dan
dapat mengurangi dyspnea karena posisi tersebut membantu peningkatan
fungsi paru. Posisi Orthopniec (Tripod Position ) menyebabkan organ-organ
abdominal tidak menekan diafragma dan posisi ini dapat membantu menekan
bagian bawah dada kepada ujung meja sehingga membantu pengeluaran nafas
untuk menjadi lebih mudah.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Bhatt et al (2009)
yang menunjukan bahwa tidak ada perbedaan tidal volume (TV) dan RR ,
rasio Forced Expiratory Volume toForced Vital Capacity (FEV/FVC),
maxsimum inspiratory pressure (MIP), maximal exspiratorypressure (MEP),
pergerakan diafragma selama tidal breathing atau forced breathing pada
posisi duduk atau supinasi, atau posisi Tripod Position dengan tangan di
support pada lutut (Tripod Position ) pada pasien dengan PPOK.
Posisi Tripod Position akan meningkatkan otot diafragma dan otot
interkosta eksternal pada posisikurang lebih 45 derajat. Otot diafragma
39
merupakan otot utama inspirasi dan otot interkosta eksternal juga merupakan
otot inspirasi. Otot diafragma yang berada pada posisi 45 derajat
menyebabkan gaya grafitasi bumi bekerja cukup adekuat pada otot utama
inspirasi tersebut dibandingkan posisi duduk atau setengah duduk. Gaya
grafitasi bumi yang bekerja pada otot diafragma memudahkan otot tersebut
berkontraksi bergerak ke bawah memperbesar volume rongga toraks dengan
menambah panjang vertikalnya. Begitu juga dengan otot interkosta eksternal,
gaya grafitasi bumi yang bekerja pada otot tersebut mempermudah iga
terangkat keluar sehingga semakin memperbesar rongga toraks dalam
dimensi anteroposterior (Kim et al. 2012).
Rongga toraks yang membesar menyebabkan tekanan di dalam rongga
toraks mengembang dan memaksa paru untuk mengembang, dengan
demikian tekanan intraalveolus akan menurun. Penurunan tekanan
intraalveolus lebih rendah dari tekanan atmosfir menyebabkan udara mengalir
masuk ke dalam pleura. Proses tersebut menujukan bahwa dengan posisi
Tripod Position mempermudah pasien PPOK yang mengalami obstruktif
jalan nafas melakukan inspirasi tanpa banyak mengeluarkan energi. Proses
inspirasi dengan menggunakan energi yang sedikit dapat mengurangi
kelelahan pasien saat bernafas dan juga meminimalkan penggunaan oksigen.
Peningkatan kontraksi pada otot diafragma dan otot interkosta eksternal saat
proses inspirasi juga meningkatkan kontraksi otot intra abdomen saat otot-
otot inspirasi tersebut melemas. Otot intra abdomen merupakan otot utama
ekspirasi. Peningkatan kontraksi otot intra abdomen akan meningkatkan
40
tekanan intra abdomen. Peningkatan tekanan intra abdomen akan mendorong
diafragma ke atas semakin terangkat kerongga toraks sehingga semakin
memperkecil ukuran rongga toraks. Otot ekspirasi yang lain yaitu otot
interkosta internal dengan diposisikan Tripod Position menepatkan otot
tersebut pada sudut sekitar 45 derajat, yang memungkinakan gaya grafitasi
bekerja lebih optimal. Gaya grafitasi bumi tersebut akan membantu menarik
otot interkosta interna ke bawah sehingga ukuran rongga toraks semakin
kecil. Ukuran rongga toraks yang semakin kecil membuat tekanan
intraalveolus semakin meningkat. Peningkatan tekanan intraalveolus yang
melebihi tekanan atmosfir menyebabkan udara mengalir keluar dari paru.
Proses ventilasi yang meningkat pada pasien PPOK yang diposisikan Tripod
Position akan meningkatkan pengeluaran CO2 dan meningkatkan asupan
oksigen kedalam intraalveolus (Bhatt et al, 2009).
Peningkatan proses ventilasi pada pasien yang diposisikan Tripod
Position didasarkan pada teori yang disampaikan oleh Sherwood (2001)
bahwa bulkflow udara ke dalam dan keluar paru terjadi karena perubahan
siklus tekanan intraalveolus yang secara tidak langsung ditimbulkan oleh
aktifitas otot-otot pernafasan. Hal senada disampaikan oleh Gorman (2002);
Kleinman (2002) dalam Gosselink (2003), bahwa pada pasien PPOK ,
pergerakan diafragma dan kontribusinya terhadap volume tidal seperti orang
yang beristirahat. Diafragma dapat diperpanjang dengan meningkatkan
tekanan perut selama ekspirasi aktif atau dengan mengadopsi posisi tubuh
Tripod Position . Hal ini juga senada dengan penelitian Willeput dan
41
Sergysels (1991, dalam Landers et al.,2006) yang menunjukan adanya
peningkatan tingkat ekspirasi akhir dan ekspirasi yang aktif pada posisi
Tripod Position dari pada duduk bersandar. Hal senada juga didapatkan
melalui penelitian Landers et al (2006) bahwa posisi condong kedepan
dengan menempatkan kepala dan leher pada posisi yang sejajar atau selaras
dapat mengurangi obstruksi jalan nafas dan membantu meningkatkan fungsi
paru (Khasanah & Maryoto, 2014).
Pendapat peneliti juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kim, et al (2012). Hasil penelitian Kim, et al (2012) menunjukan bahwa
aktifitas otot SM (scalene muscle) dan SCM (sternocleidomastoid muscle)
meningkat secara signifikan pada posisi Tripod Position dengan lengan
disangga pada paha ataupun lengan disangga kepala dibandingkan posisi
netral.
.
42
BAB VI
PENUTUP
6.1. Kesimpulan
e. Karakteristik responden meliputi karakteristik responden berdasarkan
jenis kelamin yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.1 adalah jenis
kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (65%), karakteristik responden
berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak sesuai dengan tabel 4.1
adalah jenis kelamin laki-laki sebanyak 13 orang (65%), karakteristik
responden berdasarkan lama sakit yang paling banyak sesuai dengan
tabel 4.3 adalah <5 tahun sebanyak 16 orang (80%).
f. Frekuensi pernafasan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) sebelum diberikan tripod position yang paling banyak
sesuai dengan tabel 4.4 adalah normal sebanyak 11 orang (45%).
g. Frekuensi pernafasan pada Pasien dengan Penyakit Paru Obstruktif
Kronik (PPOK) setelah diberikan tripod position yang paling banyak
sesuai dengan tabel 4.5 adalah normal sebanyak 18 orang (90%).
h. Hasil analisis bivariat menggunakan uji wilcoxon didapatkan nilai p value
= 0,008 maka p value < 0,05 sehingga H0 ditolak dan H1 diterima artinya
ada Pengaruh Tripod Position Terhadap Pernafasan pada Pasien dengan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).
43
6.2. Saran
6. Rumah Sakit
Hasil penelitian dapat menjadikan bahan dalam memberikan
penanganan pendukung pada pasien PPOK dalam meningkatkan
frekuensi nadi dan pernafasan sehingga saturasi oksigen dapat
meningkat.
7. Intitusi
Hasil penelitian ini dijadikan sumber pembelajaran dalam
penanganan PPOK.
8. Peneliti
Hasil penelitian ini dapat memberikan motivasi bagi peneliti dalam
mengembangkan penelitian tentang penanganan PPOK secara
keperawatan serta upaya dalam mengurangi gejala PPOK seperti
memberikan posisi high fowler, tripod position, semi fowler dalam
mengatasi takypnea atau bradypnea.
9. Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi oleh
masyrakat sebagai penaganan non medis yang dapat mengurangi gejala
sesak nafas dengan posisi tripod position.
DAFTAR PUSTAKA
Almagro P, Garcia FL,Cabrera F, Montero L,Morchon D, Diez J, et
al.2010.Comorbidity and genderrelatedin patients differences in patiens
hospitalized for COPD. Respir Med.;104:253–9.
Ambrosino, N. Serradori, M. 2006. Comprehensive Treatment of Dyspnoea in
ChronicObstructive Pulmonary Disease Patients. University Hospital of
Pisa: Long TermhealthCare
Ambrosino, N., Giorgio, M.D., Paco, A.D. 2006. Strategies to improve
breathlessness andexercise tolerance in chronic obstructive pulmonary
disease. Elsevier Respiratory Medicine. 2:2-8. diakses 19 Juli 2015 dari
doi:10.1016/j.rmedu.2006.06.002
Asih, Niluh Gede Yamin & Effendy, Cristianti.2004.Keperawatan Medikal Bedah
Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta : Erlangga
BayuningsihRatih. 2011. EfektifitasPenggunaanNesting
danPosisiProneTerhadapSaturasiOksigendanFrekuensiNadipadaBayiPrem
atur di RumahSakitUmum Daerah (RSUD) Kota Bekasi. Tesis.
FakultasIlmuKeperawatan Program Magister IlmuKeperawatan. Depok
Bhatt, S.P., Guleria, R., Luqman-Arafath, T.K., Gupta, A.K., Mohan, A., Nanda,
S., & Stoltzfus, J.C. 2009. Effect of tripod position on objective
parameters of respiratoryfunction in stable chronic obstructive pulmonary
disease. Indian J Chest Dis Allied Sci.51:83–85
Curley, M.A., Thompson, J.E., & Arnold, J.H., (2000). The effects of early
andrepeated prone positioning in pediatric patients with acute lung injury.
CHEST Journal, 118, 156-163.
Davey, Patrick.2011. At A Glance Medicine,Jakarta : Erlangga
David et al.2010.Kedokteran Klinis.Jakarta : Erlanggga
Fajrin, Ofisa, Yovi, Indra & Burhanuddin, Laode.2015.Gambaran Status Gizi Dan
Fungsi Paru Pada PasienPenyakit Paru Obstruktif Kronik Stabil Di Poli
Paru RSUD Arifin Achmad. Jom FK Volume 2 No. 2
Fineman, L.D., LaBrecque, M.A., Mei, C.H., & Curley, M.A. (2006). Prone
positioning can be safely performed in critically ill infant and children.
Pediatric Critical Care Med, 7, 413-422.
Flores, J.C., De Azagra, A.M., Lopez, M.J., Ruiz, M., & Serrano, A. (2002).
Pediatric ARDS: effect of supine-prone postural changes on oxygenation.
Intensive Care Med, 28, 1792-1796.
Gosselink, R. (2003). Controlled breathing and dyspnea in patients with chronic
obstructive pulmonary disease (COPD). Journal of Rehabilitation
Research and Development. Vol. 40, No. 5. Supplement 2. 25-34
Hockenberry, M. J., & Wilson, D. (2009). Wong’s essentials of pediatric nursing.
(8th ed.) St. Louis: Mosby Elseiver.
Kementrian kesehatan RI.2012.Data dan informasi penyakittidak menular. p: 301
Khasanah, Suci & Maryoto, Madyo.2014.Efektifitas Posisi Condong Ke Depan (CKD)
dan Pursed Lips Breathing (PLB) terhadap Peningkatan Saturasi Oksigen Pasien
Penyakit Paru Kronik (PPOK).Jurnal Ilmiah.Stikes Harapan Bangsa Purwokerto
Khairani R.2010.Pola distribusiPenyakit Paru Obstruktif Kronik Berdasarkan
Usia, Jenis Kelamin dan Perilaku Merokok di RSU dr Soedarso Pontianak
Periode Februari – Juni 2009. Pontianak: Universitas Tanjungpura
Kim et al. 2012. Effects of breathing maneuver and sitting posture on muscle
activity ininspiratory accessory muscles in patients with chronic
obstructive pulmonary disease.Multidisciplinary Respiratory Medicine.
7:9. diakses 13 Juni 2015 darihttp://www.mrmjournal.com/content/7/1/9
KNGF. (2008). Chronic Obstructive Pulmonary Disease: Practice Guidelines.
England:Royal Dutch Society for Physical Therapy
Marik, P. E., & Baram, M. (2007). Noninvasive hemodynamic monitoring in
theIntensive Care Unit. Critical Care Clinics, 23, 383-400.
Matondang, C.S., Wahidiyat, I., &Sastroasmoro, S. (2003). Diagnosis
fisispadaanak. Jakarta: SagungSeto.
Nursalam.2014.Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.Jakarta:Salemba
Medika
Oemiati, Ratih.2013.Kajian Epidemiologis Penyakit ParuObstruktif Kronik
(PPOK).Media Litbangkes Vol. 23 No. 2
Pelosi, P., Brazzi, L., &Gattinoni, L. (2002). Prone position in acute respiratory
distress syndrome. ERS Journals, 20, 1017-1028.
Pelosi, P., Brazzi, L., &Gattinoni, L. (2002). Prone position in acute respiratory
distress syndrome. ERS Journals, 20, 1017-1028.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronik
PedomanDiagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Depkes
RI
Rahmatika A.2009.Karakteristikpenderita penyakit paruobstruktif kronik yang
dirawat inap di RSUD AcehTamiang tahun 2007-2008.Medan: Universitas
SumatraUtara.
Ramesh, S. (2003). Paediatric intensive care-update. Indian J. Anaesth, 47, 338-
344.
Ramos, et al. 2009. Influence of pursed-lip breathing on heart rate variability
andcardiorespiratory parameters in subjects with chronic obstructive
pulmonary disease(COPD). Rev Bras Fisioter, São Carlos. v. 13, n. 4, p.
288-93
Relvas, M.S., Silver, P.C., &Sagy, M. (2003). Prone positioning of pediatric
patients with ARDS results in improvement in oxygenation if maintained
> 12 h daily. CHEST Journal, 124, 269-274.
Ritianingsih,Nieniek, Irawaty,Dewi & Handayani, Hanny.2011.Peningkatan
Fungsi Ventilasi Paru Pada Klien Penyakit Paru Obstruksi Kronis Dengan
Posisi High Fowler dan Orthopneic.Jurnal Keperawatan Indonesia.Vol.14
No.1 Hal 31-36.
Suratun dkk.2008.Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal.Jakarta : EGC
Wilawan, P., Patcharee, W., &Chavee, B. 2009. Poisitioning of Preterm infants
for Optimal physiological Development: A Systemic Review. JBI Libary
of Systemic Review, 7(7): 224-259.EBSCO diakses 8 Agustus 2015 dari
http://www.ui.ac.id