PENGARUH TREADMILL TERHADAP KADAR
MALONDIALDEHID (MDA) DAN GAMBARAN
HISTOPATOLOGI AORTA PADA TIKUS
(Rattus norvegicus) MODEL DIABETES
MELITUS TIPE 2
SKRIPSI
Oleh:
BEKTI SRI UTAMI
135130100111037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
i
PENGARUH TREADMILL TERHADAP KADAR
MALONDIALDEHID (MDA) DAN GAMBARAN
HISTOPATOLOGI AORTA PADA TIKUS
(Rattus norvegicus) MODEL DIABETES
MELITUS TIPE 2
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
Oleh:
BEKTI SRI UTAMI
135130100111037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
PENGARUH TREADMILL TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID
(MDA) DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI AORTA PADA TIKUS
(RATTUS NORVEGICUS) MODEL DIABETES MELITUS TIPE 2
Oleh:
BEKTI SRI UTAMI
135130100111037
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji
pada tanggal 16 Agustus 2017
dan dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Kedokteran Hewan
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Chanif Mahdi, MS
NIP. 19520412 198002 1 001
drh. Herlina Pratiwi, M.Si
NIP. 19870518 201012 2 010
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
Prof. Dr. Aulanni’am, drh., DES
NIP. 19600903 198802 2 001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawa ini:
Nama : Bekti Sri Utami
NIM : 135130100111037
Program Studi : Pendidikan Dokter Hewan
Penulis Skripsi berjudul:
PENGARUH TREADMILL TERHADAP KADAR MALONDIALDEHID
(MDA) DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI AORTA PADA TIKUS
(RATTUS NORVEGICUS) MODEL DIABETES MELITUS TIPE 2
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Isi dari skripsi yang saya buat adalah benar-benar karya saya sendiri di
bawah paying penelitian dan tidak menjiplak karya orang lain selain nama-
nama yang termaktub di isi dan tertulis di daftar pustaka dalam skripsi ini.
2. Apabila dikemudian hari ternyata skripsi yang saya tulis terbukti hasil
jiplakan maka saya akan bersedia menanggung segala resiko yang akan
saya terima.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala kesadaran.
Malang, 21 Agustus 2017
Yang menyatakan,
(Bekti Sri Utami)
NIM. 135130100111037
iv
Pengaruh Treadmill terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) dan Gambaran
Histopatologi Aorta pada Tikus (Rattus norvegicus) Model
Diabetes Melitus Tipe 2
ABSTRAK
Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit metabolik yang
dicirikan dengan hiperglikemia kronis akibat resistensi insulin. Resistensi insulin
dapat menghambat kinerja enzim lipoprotein lipase sehingga lemak tidak dapat
dipecah dan menempel pada dinding aorta. Hiperglikemia dapat meningkatkan
malondialdehid melalui peroksidasi lipid. Treadmill merupakan salah satu terapi
yang dapat mengurangi efek DMT2 yaitu dengan meningkatkan sensitivitas
insulin. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh treadmill
terhadap kadar MDA dan gambaran histopatologi aorta pada tikus (Rattus
norvegicus) model DMT2. Penelitian ini menggunakan 3 kelompok perlakuan.
Kelompok kontrol negatif diberi pakan standar, kelompok kontrol positif diberi
high fat diet sebanyak 40 g/ekor/hari dan diinjeksi MLD STZ dengan dosis 30
mg/kgBB, dan kelompok perlakuan diberi high fat diet sebanyak 40 g/ekor/hari,
injeksi MLD STZ dengan dosis 30 mg/kgBB, dan dilakukan treadmill dengan
kecepatan dan durasi yang meningkat, yaitu 10 m/menit selama 10 menit, 14
m/menit selama 22 menit, 18 m/menit selama 34 menit, 22 m/menit selama 46
menit, dan 27 m/menit selama 60 menit. Pengukuran kadar MDA menggunakan
spektrofotometer dan dianalisa secara kuantitatif dengan uji one way ANOVA.
Sedangkan gambaran histopatologi aorta yang diwarnai dengan Hematoxylin
Eosin dianalisa secara kualitatif deskriptif. Hasil uji statistik dengan ANOVA
menunjukkan bahwa treadmill tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar MDA
(p>0,05). Analisa kualitiatif deskriptif gambaran histopatologi aorta menunjukkan
bahwa treadmill berpengaruh pada gambaran histopatologi aorta tikus dengan
berkurangnya infiltrasi lemak pada tunika media. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa treadmill tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan kadar MDA
tetapi dapat mengurangi infiltrasi lemak pada gambaran histopatologi aorta tikus
model DMT2.
Kata kunci: Aorta, DMT2, Histopatologi, MDA, Treadmill
v
Treadmill Effects on Malondialdehyde (MDA) Level and Aortic
Histopathology of Rats (Rattus norvegicus) Model of
Type 2 Diabetes Melitus
ABSTRACT
Diabetes melitus type 2 (DMT2) is a metabolic disease that were specified
with chronic hyperglycemia caused by insulin resistance. Insulin resistance can
inhibit lipoprotein lipase enzyme and the fat can’t be broken down and can stick
to the aortic. Hyperglycemia can increase malondialdehyde through lipid
peroxidation. Treadmill is one of physical therapy that could lessen the DMT2
effects with increasing the sensitivity of the insulin and glucose hemostasis. The
purpose of this study is to finds out the effects of treadmill on the level of
Malondialdehyde (MDA) and aortic histopathology of DMT2 rats (Rattus
norvegicus). This research used three treatment groups. Negative control given
standard feed, positive control group given each 40g/day high fat diet and
30mg/BW injection of STZ, treatment group is given each 40g/day high fat diet
and 30mg/BW injection of STZ then submitted for treadmill treatment.
Malondialdehyde reading is using spectrophotometry then analyzed quantitatively
using one way ANOVA as for aortic histopathology is using hematoxylin-eosin
(HE) staining then analyzed qualitatively. The result of statistic test with ANOVA
showed that treadmill no significant effect on decreasing MDA level (P-
velue>0.05). However, a qualitative analysis of aortic histopathology suggest that
treadmill can reduce fat infiltration in the tunica media by increasing glucose
uptake and insulin sensitivity. Concluded that treadmill has less effect on the
decrease of MDA level but can improve the histopathology of aortic of rat model
DMT2.
Keywords: Aortic, DMT2, Histopathology, MDA, Treadmill
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, hidayah, dan
anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pengaruh Treadmill terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) dan
Gambaran Histopatologi Aorta pada Tikus (Rattus norvegicus) Model
Diabetes Melitus tipe 2”.
Dengan penuh rasa hormat, penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Chanif Mahdi, MS selaku dosen pembimbing I atas segala
bantuan, kesempatan, bimbingan, arahan, nasehat, serta dukungan yang
diberikan kepada penulis.
2. drh. Herlina Pratiwi, M.Si selaku dosen pembimbing II atas segala bantuan,
kesempatan, bimbingan, arahan, nasehat, serta dukungan yang diberikan
kepada penulis.
3. Prof. Dr. dr. Achmad Rudijanto, Sp.PD.KE, dr. Aywar Zamri, Sp.PD, dr.
Yensuari, Sp.PD, dan dr. Lindawati, Sp.PD atas segala bantuan, kesempatan,
bimbingan, arahan, nasehat, serta dukungan moril dan materi yang diberikan
kepada penulis.
4. drh. Wawid Purwatiningsih, M.Vet selaku dosen penguji I atas saran,
masukan, koreksi, serta perbaikan yang diberikan kepada penulis.
5. drh. Albiruni Haryo, M.Sc selaku dosen penguji II atas saran, masukan,
koreksi, serta perbaikan yang diberikan kepada penulis.
vii
6. Prof. Dr. aulanni’am, drh. DES selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya.
7. Ayahanda Sutiman, S.Pd.SD, Ibunda Masri Fatun Na’im, kakak Ana Ria
Gustina, S.Pd yang saya cintai atas doa, kasih, sayang, dukungan, motivasi,
dan pengorbanan baik moril maupun materi selama ini.
8. Rekan-rekan penelitian “Tim Sukses DM” yaitu Tisun, Aziz, mbak Dita,
Rois, dan Alex atas kerja sama, waktu, dan motivasi selama penelitian.
9. Teman-teman seperjuangan angkatan 2013 FKH UB “Sixsense” khususnya
kelas D “Dexa” atas cinta, persahabatan, semangat, inspirasi, motivasi,
keceriaan, dan mimpi-mimpi yang luar biasa.
10. Keluarga besar Laboratorium Mikrobiologi dan Imunologi Fakultas
Kedokteran Hewan atas pembelajaran dan semangatnya.
11. Seluruh pihak yang telah terlibat dan membantu dalam penyelesaian skripsi
ini yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab
itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi
penyempurnaan selanjutnya.
Malang, 21 Agustus 2017
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
ABSTRACT .................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI ................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xii
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG ...................................................... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 4
1.3 Batasan Masalah ............................................................................... 5
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 7
2.1 Diabetes Melitus Tipe 2 .................................................................... 7
2.1.1 Definisi .................................................................................... 7
2.1.2 Patogenesis .............................................................................. 7
2.1.3 Pembuatan Tikus Model ......................................................... 9
2.2 Histologi dan Histopatologi Aorta Tikus Model DMT2 ................... 12
2.3 Malondialdehid (MDA) .................................................................... 14
2.4 Latihan Fisik ..................................................................................... 15
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN ......... 16
3.1 Kerangka Konseptual ........................................................................ 16
3.2 Hipotesis Penelitian .......................................................................... 19
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 20
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 20
4.2 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................. 20
4.2.1 Alat Penelitian ......................................................................... 20
4.2.2 Bahan Penelitian ..................................................................... 20
4.3 Sampel Penelitian .............................................................................. 21
4.4 Rancangan Penelitian ........................................................................ 22
4.5 Variabel Penelitian ............................................................................ 22
4.6 Tahapan Penelitian ............................................................................ 23
4.6.1 Persiapan Hewan Coba ........................................................... 23
4.6.2 Hewan Model Diabetes Melitus Tipe 2 .................................. 23
ix
4.6.3 Perlakuan Sedentari dan Treadmill ......................................... 24
4.6.4 Euthanasi dan Nekropsi .......................................................... 24
4.6.5 Pemeriksaan Kadar MDA ....................................................... 25
4.6.6 Pembuatan Histopatologi ........................................................ 26
4.6.7 Analisis Data ........................................................................... 27
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 28
5.1 Pengaruh Treadmill terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Aorta
Tikus (Rattus norvegicus) yang Diinduksi HFD dan MLD STZ ....... 28
5.2 Pengaruh Teadmill terhadap Gambaran Histopatologi Aorta Tikus
(Rattus norvegicus) yang Diinduksi HFD dan MLD STZ ................. 36
BAB 6 PENUTUP ......................................................................................... 43
6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 43
6.2 Saran ................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 44
LAMPIRAN .................................................................................................. 50
x
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Data Fisiologis Rattus norvegicus ............................................................ 10
2.2 Ketebalan Lapisan Aorta pada Rattus norvegicus ................................... 13
4.1 Rancangan Kelompok Penelitian ............................................................. 22
5.1 Rata-rata Kadar MDA Aorta .................................................................... 29
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Patogenesis DMT2 ................................................................................... 8
2.2 Mekanisme FFA Menginduksi Resistensi Insulin ................................... 12
2.3 Histologi Aorta Tikus (Rattus norvegicus) .............................................. 13
2.4 Histopatologi Aorta DMT2 ...................................................................... 14
3.1 Kerangka Konseptual ............................................................................... 16
4.1 Anatomi Aorta .......................................................................................... 25
5.1 Proses Peroksidasi Lipid .......................................................................... 30
5.2 Mekanisme Glukotoksisitas .................................................................... 32
5.3 HPA Axis dan Sistem Respon Stres ........................................................ 34
5.4 Gambaran Histopatologi Aorta Tikus (Rattus novegicus) dengan
Pewarnaan HE Perbesaran 400x ............................................................. 37
5.5 Mekanisme Resistensi Insulin Menginduksi Infiltrasi Lemak pada Aorta 39
5.6 Mekanisme Translokasi GLUT 4 dengan Exercise ................................. 40
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Sertifikat Laik Etik ..................................................................................... 51
2. Rancangan Perlakuan ................................................................................. 52
3. Kerangka Operasional ................................................................................ 54
4. Jadwal Treadmill ........................................................................................ 56
5. komposisi Larutan dan Pakan Tinggi Lemak ............................................ 57
6. Perhitungan Dosis ...................................................................................... 59
7. Perhitungan Volume Injeksi STZ .............................................................. 61
8. Hasil Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) ................................................ 63
9. Prosedur Pengukuran Kadar Malondialdehid ............................................ 64
10.Pembuatan Preparat Histopatologi Aorta .................................................. 66
11.Hasil Pengukuran Kadar MDA ................................................................. 68
12.Uji Statistika .............................................................................................. 69
13. gambaran Histopatologi Aorta Tikus (Rattus norvegicus)....................... 71
xiii
DAFTAR ISTILAH DAN LAMBANG
% : persen
± : kurang lebih
ᵒC : derajat celcius
α : alpha
β : beta
λ : lamda = panjang gelombang
µm : mikrometer
μl : mikroliter
ACTH : Adrenocorticotropic Hormone
AGEs : Advanced Glycosylation end-product
AMP : Adenosine Monophospat
AMPK : AMP- Activited Protein Kinase
ANOVA : Analysis of Variance
Apo-B : Apolipoprotein B
ATP : Adenosin Tripospat
AVP : Arginine Vasopressin
BW : Body weight
Ca2+ : ion kalsium
cc : cubic centimeter
CRH-CRF : Corticotrophin-releasing Hormone – Corticotrophin-releasing
Factor
DAG : Diacylglycerol
DM : Diabetes Melitus
DMT1 : Diabetes Melitus tipe 1
DMT2 : Diabetes Melitus tipe 2
DNA : Deoxyribonucleic Acid
eNOS : Endothelial Nitric Oxide Synthetase
FFA : Free Fatty Acid
g : gram
g/dL : gram per deciliter
g/kgBB : gram per kilogram berat badan
GLUT : Glikosa Transporter
HDL : High-density Lipoprotein
HE : Hematoxylin-eosin
HFD : High Fat Diet
HPA axis : Hipotalamus-hipofisis-adrenal axis
IGT : Impaired Glucose Tolerance
IKK : Inhibitor kB Kinase
IP : Intraperitoneal
IRS : Insulin Reseptor Substrat
JNK : c-JUN NH2-Terminal Kinase
L* : Lipid Radikal
LC/NE : Locus Caeruleus/Norepinephrine
LOO* : Lipid peroksil radikal
xiv
LOOH : Lipid hidroperoksida
LDL : Low-density Lipoprotein
LPL : Lipoprotein Lipase
M : mol
m : meter
mg/dL : miligram per deciliter
mg/kgBB : miligram per kilogram berat badan
ml : mililiter
mm : milimeter
mmHg : milimeter of mercury
MDA : Malondialdehid
MLD STZ : Multiple Low Dose Streptozotocin
NAD : Nikotinamide Adenine Dinukleotid
NADPH : Nikotinamide Adenine Dinukleotid Phospat
ng/ml : nanogram per mililiter
nm : nanometer
NO : Nitric Oxide
PBS : Phospat Buffer Saline
PBS-KCl : Phospat Buffer Saline-Kalium Chloride
PDGF : Platelet Derived Growth Factor
PI3K : Phospatidylinositol-3 Kinase
PKC : Protein Kinase C
PUFA : Polyunsaturated Fatty Acid
RAGE : Reseptor Advanced Glycosylation end-product
RAL : Rancangan Acak Lengkap
ROS : Reactive Oxygen Species
rpm : radian per menit
SPSS : Statistical Product and Service Solutions
STZ : Streptozotocin
TBA : Thiobarbituric Acid
TCA : Thiocarboxylic Acid
TG : Trigliserida
TTGO : Tes Toleransi Glukosa Oral
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan karakteristik
adanya peningkatan glukosa darah secara kronik, kelainan sekresi insulin,
kinerja insulin atau keduanya (American Diabetes Association dalam Fall,
2009). Menurut Pusat Data dan Infomasi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia (2014), pada tahun 2013, terdapat 382 juta orang di dunia yang
hidup dengan mengidap penyakit diabetes melitus. Diperkirakan pada tahun
2035 akan meningkat menjadi 592 juta orang, dan diperkirakan dari 382 juta
orang tersebut, 175 juta diantaranya belum terdiagnosis sehingga terancam
akan berkembang progresif menjadi komplikasi tanpa adanya pencegahan.
Menurut Setianto dalam Gandini dan Agustina (2013), prevalensi penderita
diabetes melitus di dunia adalah 195 juta dan sekitar 97% adalah penderita
DM tipe 2. Jumlah ini akan terus meningkat menjadi 330-350 juta penderita
pada tahun 2030.
Selain permasalahan kesehatan masyarakat, diabetes melitus
merupakan permasalahan pada pets animal, yaitu anjing dan kucing. Diabetes
melitus pada anjing merupakan penyakit dengan gangguan endokrin, yang
biasanya terjadi pada anjing yang berumur middle – geriatric dengan
karakteristik hiperglikemia, glycosuria, berat badan menurun, dan defisiensi
absolut/relatif dari insulin (Kumar et al., 2014). Menurut Banfield (2016),
kejadian diabetes melitus pada anjing meningkat 32% sejak 2006 dan kejadian
ini terus meningkat hingga 79,7% selama 10 tahun yaitu 2006-2015.
2
Prevalensi diabetes melitus pada kucing meningkat pada beberapa
dekade terakhir ini, sebanding dengan peningkatan prevalensi pada manusia.
Pada tahun 2011, kejadian diabetes pada kucing meningkat 16% dan terus
meningkat hingga 18,1% (Banfield, 2016). Kebanyakan kucing yang
menderita diabetes melitus memiliki kemiripan dengan diabetes melitus tipe 2
pada manusia, yang ditandai dengan defisiensi insulin relatif yang disertai
dengan resistensi insulin. Faktor resiko yang menyebabkan resistensi insulin
antara lain obesitas, umur, dan kurangnya aktivitas fisik (Ohlund et al., 2015).
Terdapat beberapa tipe diabetes melitus pada hewan, yaitu diabetes
melitus tipe 1 yang ditandai dengan kurangnya produksi insulin, diabetes
melitus tipe 2 disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh,
dan tipe lain atau sering disebut dengan diabetes melitus sekunder, yaitu efek
dari pankreatitis yang menyebabkan pankreas rusak, nekrosis pankreas, dan
proses dari tumor (Ciobotaru, 2013). Diabetes melitus tipe 2 yang dicirikan
dengan penggunaan insulin yang kurang efektif merupakan penyakit kronik
yang dapat diikuti dengan komplikasi penyakit lain. Komplikasi
mikrovaskuler dan makrovaskuler kronis dapat berupa retinopati, neuropati,
nefropati, dan penyakit jantung yang dapat menyebabkan kematian pada
penderita diabetes melitus tipe 2 (Morton et al. dalam Gandini dan Agustina,
2013).
Salah satu komplikasi DMT2 adalah pada pembuluh darah. Keadaan
hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan
penyempitan pembuluh darah yang berefek pada kerusakan organ. Diabetes
3
melitus tipe 2 juga sering disertai dengan dislipidemia yang merupakan salah
satu faktor timbulnya penyakit jantung koroner. Dislipidemia adalah gangguan
metabolisme lipid yang berupa peningkatan kadar kolesterol total, trigliserida
(TG), Low Density Lipoprotein (LDL), dan penurunan kadar High density
Lipoprotein (HDL). Gambaran dislipidemia yang sering dijumpai pada
penderita DMT2 yaitu peningkatan kadar TG dan penurunan kadar HDL
(Josten dkk, 2006). Dislipidemia dapat terjadi akibat resistensi insulin yang
menghambat kinerja enzim Lipoprotein Lipase (LPL). Lipoprotein lipase
merupakan enzim yang penting dalam metabolisme lemak dan gangguan pada
kinerja LPL dapat mengarah pada terjadinya aterosklerosis (Dugi et al. dalam
Handayani, 2003).
Komplikasi dari DMT2 dapat menyebabkan kondisi stres oksidatif.
Stres oksidatif adalah kondisi apabila radikal bebas dalam tubuh tinggi dan
tidak dapat dinetralisir oleh antioksidan sehingga dapat meningkatkan
peroksidasi lipid yang menghasilkan malondialdehid. Malondialdehid adalah
salah satu produk akhir dari peroksidasi lipid yang dapat menggambarkan
derajat stres oksidasi (Hendromartono dalam Sutari, 2013). Glukosa
autooksidasi, oksidasi seluler, dan interaksi glukosa darah tinggi dengan
protein di pembuluh darah juga berkontribusi meningkatkan pembentukan
stres oksidatif pada DMT2. Glikosilasi protein dapat menghasilkan produk-
produk kompleks yang stabil yang dikenal sebagai Advanced Glycosylation
End Products (AGEs). Advanced Glycosylation End Products juga berperan
sebagai sel sinyal dengan berinteraksi dengan reseptor seluler tertentu
4
(RAGE). Dengan demikian, reseptor ini mempercepat pembentukan
aterosklerosis dengan mengaktifkan molekul adhesi, sitokin proinflamasi, dan
growth factors (Thent et al., 2012).
Penatalaksanaan pada DMT2 salah satunya adalah latihan fisik
(Ndraha, 2014). Latihan fisik merupakan pergerakan tubuh yang dilakukan
otot dengan terencana dan berulang yang dapat meningkatkan pemakaian
energi. Latihan fisik yang teratur mempunyai efek positif yaitu perlindungan
terhadap penyakit, meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, dan menaikkan
kadar HDL (Kristanti, 2002). Salah satu bentuk latihan fisik yang dapat
dilakukan adalah dengan latihan treadmill. Latihan treadmill merupakan
latihan berjalan atau berlari di atas alat yang dapat diatur kecepatan dan
durasinya (Sulistyaningsih, 2012). Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui pengaruh treadmill terhadap kadar MDA dan gambaran
histopatologi aorta pada tikus yang diinduksi HFD dan STZ.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah treadmill berpengaruh pada kadar MDA aorta tikus (Rattus
norvegicus) diabetes melitus tipe 2 hasil induksi high fat diet dan
streptozotocin?
2. Apakah treadmill berpengaruh terhadap gambaran histopatologi aorta
tikus (Rattus norvegicus) diabetes melitus tipe 2 hasil induksi high fat
diet dan streptozotocin?
5
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka penelitian ini
dibatasi pada:
1. Hewan coba yang digunakan adalah tikus (Rattus norvegicus) jantan galur
wistar yang berumur 6-8 minggu dengan berat badan 100-150 gram dan
telah mendapatkan sertifikat laik etik dari Komisi Etik Penelitian
Universitas Brawijaya Nomor 737-KEP-UB (Lampiran 1).
2. Keadaan DMT2 pada hewan model dilakukan dengan pemberian high fat
diet dengan komposisi 58% lemak, 63% karbohidrat, dan 26% protein dari
total kalori yang dibutuhkan 4,73 kal/g (King, 2012) sebanyak 40 gram
setiap hari (Nugroho, 2015) selama 8 minggu (Holmes, et al., 2015) dan
induksi STZ dengan dosis 30 mg/kgBB yang diberikan dua kali secara
intraperitoneal (IP), yaitu pemberian pertama pada hari ke-29 dan
pemberian kedua pada hari ke-36 (Skovso, 2014). Tikus dinyatakan
DMT2 apabila kadar gula darah ≥ 200 mg/dl atau kadar glukosa darah
puasa ≥140 mg/dl dan/atau glukosuria (Anita, 2014).
3. Latihan fisik dilakukan dengan rodent treadmill dengan kecepatan dan
durasi yang meningkat, yaitu 10 m/menit selama 10 menit, 14 m/menit
selama 22 menit, 18 m/menit selama 34 menit, 22 m/menit selama 46
menit, dan 27 m/menit selama 60 menit yang dilakukan secara rutin
selama 6 hari dalam satu minggu.
6
4. Variabel yang diamati adalah kadar MDA aorta yang diukur dengan
spektrofotometri dan pengamatan gambaran histopatologi aorta
menggunakan pewarnaan HE.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh treadmill terhadap kadar MDA jaringan yang diukur
pada aorta tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi dengan HFD dan STZ.
2. Mengetahui pengaruh treadmill terhadap gambaran histologi aorta tikus
(Rattus norvegicus) yang diinduksi dengan HFD dan STZ.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai salah satu sumber kajian
untuk mengetahui pengaruh treadmill terhadap kadar MDA dan gambaran
histopatologi aorta tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi HFD dan STZ.
7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Diabetes Melitus Tipe 2
2.1.1 Definisi
Diabetes melitus merupakan penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia kronik efek dari sekresi insulin, kinerja
insulin, atau keduanya (Njolstad et al. dalam Ozougwu et al., 2013).
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit endokrin pada anjing dan
kucing. Terdapat beberapa kategori diabetes melitus pada hewan, yaitu
DMT1, DMT2, dan tipe lain atau sering disebut dengan diabetes melitus
sekunder, yaitu efek dari pankreatitis yang menyebabkan pankreas rusak,
nekrosis pankreas, dan proses dari tumor (Ciobotaru, 2013; Rand, 2004).
Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan metabolik
menahun yang diakibatkan sel β-pankreas tidak dapat memproduksi
insulin yang cukup pada diabetes melitus tipe 1 atau tubuh tidak dapat
menggunakan insulin secara efektif pada diabetes melitus tipe 2. Insulin
merupakan hormon yang bertugas mengatur keseimbangan kadar glukosa
darah. Sehingga, jika insulin tidak cukup atau tubuh tidak menggunakan
insulin secara efektif dapat menyebabkan peningkatan konsentrasi
glukosa dalam darah atau disebut hiperglikemia (InfoDATIN, 2014).
2.1.2 Patogenesis
Patogenesis dari diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan gangguan
sekresi insulin melalui disfungsi sel β-pankreas dan gangguan kinerja
8
insulin melalui resistensi insulin (Holt dalam Ozougwu et al.,2013)
seperti pada gambar berikut
Gambar 2.1 Patogenesis DMT2 ditandai dengan gangguan sekresi insulin
dan resistensi insulin (Ozougwu et al., 2013)
Hiperglikemia dapat memicu terjadinya kerusakan pembuluh darah
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui perubahan
metabolisme. Penderita DMT2 memperlihatkan gangguan vasodilatasi
endotelium-dependen dimana gangguan fungsi endotel ini merupakan
manifestasi iskemik penyakit arteri koroner dengan meningkatkan tekanan
darah (Oudut et al., 2009).
Gen Pola hidup
Resistensi
insulin
IGT
Gangguan
sekresi
insulin
Diabetes
Melitus tipe 2
Hiperglikemia
9
Stres oksidatif yang meningkat juga dapat menyebabkan resistensi
insulin dan berperan penting dalam patogenesis disfungsi endotel. Stres
oksidatif dapat menurunkan bioavailabilitas Nitric Oxide (NO) (Oudut et
al., 2009).
2.1.3 Pembuatan Tikus Model
Tikus yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
(Rattus novergicus) strain wistar. Rattus norvegicus merupakan hewan
coba yang sering digunakan sebagai hewan coba diabetes dibanding
rodentia lainnya karena Rattus norvegicus memiliki kemampuan
metabolik yang cepat sehingga cocok digunakan dalam penelitian yang
berkaitan dengan metabolism tubuh (King, 2012; Srinivasan et al., 2007).
Rattus norvegicus memiliki taksonomi sebagai berikut (Akbar,
2010)
Kingdom : animalia
Filum : chordata
Kelas : mamalia
Ordo : rodentia
Subordo : odontoceti
Familia : muridae
Genus : rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Sedangkan data fisiologis Rattus novergicus dapat dilihat pada tabel 2.1
berikut:
10
Tabel 2.1 Data Fisiologis Rattus norvegicus
Nilai Fisiologis Kadar
Berat tikus dewasa Jantan 450-520 gram
Betina 250-300 gram
Kebutuhan makan 5-10 g/100g BB
Kebutuhan minum 10 ml/100g BB
Jangka hidup 3-4 tahun
Temperatur rektar 36-40oC
Detak jantung
Sistol
Diastol
84-134 mmHg
60 mmHg
Laju pernapasan 70-115 kali/menit
Serum protein 5,6-7,6 g/dL
Albumin 3,8-4,8 g/dL
Globulin 1,8-3 g/dL
Glukosa 50-135 mg/dL
Nitrogen urea darah 15-21 mg/dL
Kreatinin 0,2-0,8 mg/dL
Total bilirubin 0,2 – 0,55 mg/dL
Kolesterol 40-130 mg/dL
(Wolfensohn and Lloyd, 2013)
Pembuatan tikus model DMT2 adalah dengan pemberian high fat
diet dan induksi senyawa yang bersifat diabetogenik. Senyawa
11
diabetogenik menyebabkan nekrosis dan degenerasi sel β-pankreas serta
dapat memberikan efek diabetogenik apabila diberikan secara parenteral
(intravena, intraperitoneal, dan subkutan). Salah satu senyawa yang
bersifat diabetogenik adalah streptozotocin. Streptozotocin adalah derivat
N-methyl-N-nitrosoureido D-glucosamine merupakan senyawa alami
yang diperoleh dari Streptomyces achromogenes dan bersifat toksik
terhadap sel β-pankreas sehingga, STZ dapat membangkitkan oksigen
reaktif yang dapat menyebabkan peningkatan Reactive Oxygen Species
(ROS) apabila diinduksikan pada hewan coba. Peningkatan ROS
menyebabkan peroksidasi membran sel melalui peroksidasi lipid sehingga
membran sel rusak dan dapat meningkatkan kadar MDA (Eleazu, 2013;
Pathak et al., 2008). Streptozotocin dapat menginduksi DMT2 pada
hewan coba dengan dosis rendah yaitu 30 mg/kgBB (Zhang et al., 2008).
Pakan tinggi lemak atau high fat diet mengandung 58% lemak,
63% karbohidrat, dan 26% protein dari total kalori yang dibutuhkan 4,73
kal/g. Pemberian HFD selama beberapa minggu dapat menyebabkan
peningkatan free fatty acid atau asam lemak bebas yang memicu
resistensi insulin (King, 2012). Free fatty acid dapat membentuk
diacylgliserol dan ceramide sehingga dapat mengaktifkan protein kinase
C. Protein kinase C dapat memicu aktivasi Inhibitor kB Kinase (IKK) dan
c-JUN NH2-Terminal Kinase (JNK) yang akan mengakibatkan terjadinya
fosforilasi Insulin Reseptor Substrate (IRS) pada asam amino serine.
Insulin reseptor substrate berperan dalam proses sinyal intraseluler
12
terhadap respon insulin (Gambar 2.2) (Gao et al., 2004; Regensteiner et
al., 2009). Efek pemberian HFD yang menyebabkan resistensi insulin
apabila dikombinasikan dengan pemberian streptozotocin akan
memperpendek masa induksi DMT2. Hal ini disebabkan karena
streptozotocin dapat berefek pada penurunan fungsi sel β pankreas
(Skovso, 2014).
Gambar 2.2 Mekanisme FFA Menginduksi Resistensi Insulin (Gao et
al., 2004)
2.2 Histologi dan Histopatologi Aorta Tikus Model DMT2
Dinding aorta mempunyai 3 lapisan, jika diurut dari luar ke dalam yaitu
tunika adventitia, tunika media, dan tunika intima seperti terlihat pada Gambar
2.3. Tunika adventitia merupakan jaringan ikat yang terdiri atas fibroblast, elastin,
dan sedikit serat kolagen. Pada tunika adventitia terdapat banyak pembuluh darah
dan persyarafan. Tunika media terdiri atas serat kolagen, elastin, dan sel otot
13
polos. Serat elastin tersusun secara sirkumferensial dalam unit-unit yang
selanjutnya disebut lamelar. Tunika intima merupakan jaringan subendotel yang
terdiri atas fibroblast, serat kolagen, elastin, dan substansi mukoid (Braverman
dkk, 2012).
Gambar 2.3 Histologi Aorta Tikus (Rattus norvegicus) (Spitalnik, 2016)
Ketebalan dari masing-masing lapisan dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut
Tabel 2.2 Ketebalan lapisan aorta pada Rattus novergicus
Lapisan Aortic Segment Ketebalan (μm)
Intimal Ascending thoracic
Descending thoracic
Abdominal
2.68
2.65
2.79
Medial Ascending thoracic
Descending thoracic
Abdominal
87.3
71.6
66.0
Adventitial Ascending thoracic
Descending thoracic
Abdominal
57.9
30.0
53.3
(Mello et al., 2004)
14
Pada keadaan DMT2, terjadi kerusakan pembuluh darah yaitu ditandai
dengan adanya infiltrasi lemak pada tunika intima dan terjadi perubahan ketebalan
pada tunika media (Komolafe et al., 2013).
Gambar 2.4 Histopatologi Aorta DMT2
Keterangan (A) deposit lipid (panah kuning) pada tunika media (Komolafe et al.,
2013) (B) ketebalan tunika media pada keadaan DMT2 (Thent, et al.,
2012) dimana TA: Tunika Adventitia, TM: Tunika Media, TI: Tunika
Intima
2.3 Malondialdehid (MDA)
Malondialdehid merupakan salah satu produk akhir peroksidasi lipid
dalam membran sel yang dapat menggambarkan derajat stress oksidatif. Diabetes
melitus yang ditandai dengan adanya hiperglikemia kronis akan mengakibatkan
meningkatnya produksi radikal bebas sehingga terjadi stres oksidatif (Kurnawat et
al. dalam Anita, 2014). Stres oksidatif merupakan keadaan ketidakseimbangan
jumlah peroksidan (radikal bebas) dengan jumlah antioksidan yang ada
(Candrawati, 2013). Radikal bebas adalah suatu gugus molekul atom atau ion
yang memiliki satu elektron bebas sehingga radikal bebas dalam tubuh dapat
menyebabkan kerusakan DNA, karbohidrat, protein, dan lipid (Hanachi et al.
dalam Anita, 2014, Lieberman et al., dalam Candrawati, 2013). Terjadinya stres
A B
15
oksidatif dapat meningkatkan peroksidasi lipid yang menghasilkan
malondialdehid (MDA) (Sutari dkk., 2013).
2.4 Latihan Fisik
Latihan fisik merupakan pergerakan tubuh akibat dari aktivitas otot
skeletal yang dapat mengeluarkan energi. Aktivitas fisik yang secara teratur dapat
mencegah terjadinya penyakit pembuluh darah, diabetes, kanker, dan lainnya.
Selain itu, aktivitas fisik yang teratur juga dapat mencegah osteoporosis,
meningkatkan sensitivitas terhadap insulin, meningkatkan kadar HDL, dan
mengurangi resiko penyakit jantung (Kristanti et al. dalam Irianti, 2008).
Latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik yang berupa gerakan
tubuh yang terencana, terstruktur, dan berulang dengan tujuan untuk memperbaiki
atau memulihkan komponen kebugaran fisik (Halliwell and Whiteman dalam
Olivia, 2011). Latihan fisik dapat menurunkan kadar glukosa dalam darah pada
penderita DMT2. Insulin dapat meningkatkan penyerapan glukosa oleh otot
selama dan setelah latihan. Latihan yang teratur yang dilakukan lebih dari 5 kali
dalam seminggu selama 1 tahun dapat menormalkan toleransi glukosa,
mengurangi atau menghilangkan hiperinsulinemia dan hipertrigliserida, dan
meningkatkan sensitivitas insulin (Ruderman et al., 1990).
16
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESA PENELITIAN
3.1 Kerangka konseptual
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Kinerja enzim LPL
LDL oksidasi
Tikus (Rattus
norvegicus)
Resistensi insulin
HFD Treadmill
Streptozotocin
Hiperglikemia
DMT2
Glukotoksisitas
Stres oksidatif
Peroksidasi lipid
MDA Aorta
Permiabilitas sel
Lemak pada tunika
media dan tunika
adventisia
Histopatologi Aorta
Kerusakan sel β
pankreas
Produksi insulin
Glucose Uptake
Sensitivitas insulin
17
Keterangan:
: pengaruh induksi HFD dan Streptozotocin : perlakuan
: pengaruh Treadmill : parameter yang diamati
: induksi untuk DMT2 : terapi
Tikus diberi pakan tinggi lemak dan induksi STZ untuk membuat model
diabetes melitus tipe2. High Fat Diet (HFD) atau pakan tinggi lemak diberikan
selama 63 hari untuk dapat melihat late DM, yaitu DM yang diikuti dengan
komplikasi dengan memicu terjadinya resistensi insulin. Resistensi insulin dapat
terjadi dengan mekanisme HFD yang dapat meningkatkan akumulasi lemak dalam
darah yang dapat memicu lipolisis sehingga FFA meningkat. Free Fatty Acid
yang meningkat dapat menyebabkan fosforilasi serine-Insulin Reseptor Substrate
(IRS) melalui pembentukan DAG dan Ceramide. Diacylglycerol dan ceramide
dapat mengaktifkan enzim protein kinase C yang dapat mengaktifkan IKK dan
JNK yang selanjutnya dapat menimbulkan fosforilasi serine pada IRS. Resistensi
insulin adalah tidak pekanya reseptor insulin sehingga glukosa darah tidak dapat
di-uptake ke dalam sel.
Streptozotocin yang diinduksikan pada hewan coba yang telah terpapar
HFD akan menyebabkan kerusakan sel β pankreas secara reversible. Kerusakan
sel β pankreas berefek pada penurunan produksi insulin sehingga memicu
terjadinya hiperglikemia. Hiperglikemia adalah tingginya kadar gula dalam darah
dan merupakan karakteristik pada penyakit DM. Kondisi hiperglikemia dapat
meningkatkan kadar glukosa di sirkulasi (glukotoxisitas) dan akan menyebabkan
18
terbentuknya radikal bebas. Radikal bebas dalam jumlah yang banyak dan tidak
dapat distabilkan oleh antioksidan dapat menyebabkan kondisi stres oksidatif.
Radikal bebas dapat merusak membran melalui peroksidasi lipid, yaitu berikatan
dengan polyunsaturated fatty acid (PUFA). Hasil reaksi peroksidasi lipid salah
satunya adalah malondialdehid.
Resistensi insulin dapat menghambat kinerja enzim LPL, yaitu enzim yang
berfungsi sebagai pemecah lemak, sehingga lemak pada aliran darah tidak dapat
dimetabolisme dan dapat menempel pada dinding pembuluh darah. Peningkatan
FFA dapat memicu Apo-B membentuk LDL. Low-density Lipoprotein dalam
jumlah yang banyak pada pembuluh darah dapat membentuk LDL oksidasi
(Herpandi, 2005). Low-density Lipoprotein oksidasi menyebabkan reaksi
inflamasi yang dapat memicu terjadinya vasodilatasi, yang menyebabkan
permeabilitas sel endotel terganggu. Sehingga lemak dapat masuk ke tunika
media. Selain itu, reaksi inflamasi juga dapat menyebabkan adanya penimbunan
sel inflamasi, makrofag, pelepasan peptida-peptida vasoaktif dan sel lemak pada
tunika media dan tunika adventitia (Taylor et al., 2005).
Otot yang bergerak melalui latihan fisik secara teratur dapat meningkatkan
uptake glukosa melalui jalur AMPK. Selain itu, latihan fisik juga meningkatkan
pertahanan antioksidan endogen, meningkatkan sensitivitas insulin, dan
menurunkan kadar lipid peroksidase. Peningkatan sensitivitas insulin dapat
memperbaiki kinerja enzim LPL yang berpengaruh pada pemecahan lemak yang
dapat dilihat pada gambaran histopatologi aorta.
19
Latihan fisik juga dapat memperbaiki kerusakan membran. Hal ini
dikarenakan adanya peningkatan pertahanan antioksidan endogen dan penurunan
kadar lipid peroksidase. Dengan menurunnya jumlah produk akhir glikasi, maka
dapat menurunkan radikal bebas dalam tubuh yang dapat dilihat dari kadar MDA
(Atalay and Laaksonen dalam Anita, 2014 ; McBride et al. dalam Candrawati,
2013).
1.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konsep penelitian, maka hipotesis dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Treadmill dapat menurunkan kadar MDA tikus (Rattus norvegicus) model
diabetes melitus tipe 2 yang diinduksi HFD dan streptozotocin.
2. Treadmill dapat memperbaiki gambaran histopatologi aorta tikus (Rattus
norvegicus) model diabetes melitus tipe 2 yang diinduksi HFD dan
streptozotocin.
20
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September 2016 - Juni 2017 di
laboratorium Biosains Universitas Brawijaya. Pengujian MDA dilakukan di
laboratorium faal Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya sedangkan
pembuatan histopatologi di laboratorium Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Brawijaya. Pembacaan preparat histopatologi dilakukan di
laboratorium Biologi molekuler dan seluler Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya.
4.2 Alat dan Bahan Penelitian
4.2.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang pelihara tikus,
kandang metabolik, tempat makan tikus, tempat minum tikus, timbangan, neraca
analitik, baskom, refrigerator, tabung valcon 15ml, spatula, microtube,
sentrifugator, spuit tuberculin 1cc, alat bedah, affendof, mikropipet, gelas objek,
rodent treadmill, glucose test kit, spektrofotometer, tabung reaksi, object glass,
mikroskop, jas laboratorium, glove, dan masker.
4.2.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus (rattus
norvegicus) jantan galur wistar yang memiliki bobot 100-150 g dan berumur 6-8
minggu, pakan standar, HFD, streptozotocin, buffer sitrat 0,1M, PBS, neutral
21
buffered formalin 10%, hemaktosilin eosin parafin, alkohol, xylol, etanol, TCA,
TBA, dan aquadest.
4.3 Sampel Penelitian
Hewan coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus (Rattus
norvegicus) galur wistar dengan kriteria jantan, berumur 6-8 minggu, bobot antara
100-150 g. Hewan coba diaklimatisasi selama tujuh hari dengan pemberian pakan
standar yang bertujuan untuk penyesuaian kondisi tikus dengan lingkungan dan
kondisi laboratorium.
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL), dimana tikus dibagi menjadi 3 kelompok secara acak
dengan estimasi jumlah sampel dihitung dengan rumus berikut (Kusriningrum,
2008):
p(n-1) ≥ 15
3(n-1) ≥ 15
3n-3 ≥ 15
3n ≥ 18
n ≥ 6
Keterangan dari rumus di atas yaitu jumlah kelompok perlakuan
dilambangkan dengan huruf p sedangkan ulangan sampel yang dibutuhkan
dilambangkan dengan huruf n. Melalui perhitungan di atas didapat bahwa dengan
kelompok perlakuan berjumlah 3, maka jumlah ulangan minimal setiap kelompok
adalah enam kali.
22
4.4 Rancangan Penelitian
Hewan coba dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 kelompok dengan
perlakuan sebagai berikut:
K (-) :Tikus tidak diinduksi dengan HFD dan Streptozotocin, serta tidak
melakukan treadmill
K (+) :Tikus diinduksi dengan HFD dan Streptozotocin, tetapi tidak
melakukan treadmill
K1 :Tikus diinduksi dengan HFD dan Streptozotocin, serta melakukan
treadmill
Tabel 4.1 Rancangan Kelompok Penelitian
Variabel yang diamati
MDA aorta dan Histopatologi aorta
Ulangan
1 2 3 4 5 6
Kelompok kontrol negatif (K-)
Kelompok kontrol positif (K+)
Kelompok perlakuan (K1)
4.5 Variabel Penelitian
Variabel yang dapat diamati pada penelitian ini adalah:
Variable bebas : Berat HFD, dosis Streptozotocin, dan intensitas serta
durasi Treadmill
Variabel tergantung : Kadar MDA aorta dan gambaran histopatologi aorta
Variabel kendali : strain wistar, jenis kelamin tikus, berat badan tikus, umur
tikus, dan pakan tikus
23
4.6 Tahapan Penelitian
4.6.1 Persiapan Hewan Coba
Tikus diaklimatisasi selama tujuh hari agar dapat beradaptasi dengan
lingkungan baru. Pakan yang diberikan adalah pakan standar dengan komposisi
5% lemak, 53% karbohidrat, dan 23% protein. Kemudian tikus dibagi menjadi 3
kelompok dengan 1 kelompok beranggotakan 6 ekor tikus.
Kandang tikus merupakan kandang individu yang terbuat dari plastik.
Suhu optimum lingkungan tikus adalah 22-25oC dengan kelembaban udara 50-
60%. Pencahayaan pada lingkungan kandang adalah terang 12 jam dan kondisi
gelap 12 jam.
4.6.2 Hewan Model Diabetes Melitus tipe 2
Induksi DMT2 dilakukan dengan pemberian pakan tinggi lemak dan
induksi streptozotocin. Pakan tinggi lemak dapat menyebabkan terjadinya
hiperglikemia sedangkan streptozotocin menyebabkan menurunnya fungsi sel β
pankreas. Pakan tinggi lemak dengan komposisi 58% lemak, 63% karbohidrat,
dan 26% protein dari total kalori yang dibutuhkan 4,73 kal/g (King, 2012). Pakan
diberikan sebanyak 40 gram/ekor/hari selama 63 hari (Nugroho, 2015).
Streptozotocin dengan sediaan serbuk diencerkan terlebih dahulu dengan
buffer sitrat 0,1 M. Dosis STZ yang diinjeksikan pada tikus adalah 30mg/kgBB
secara intraperitoneal (IP) sebanyak 2 kali dengan interval injeksi selama 1
minggu. Setelah 4 minggu pasca injeksi STZ yang kedua, tikus dipuasakan makan
selama 8-12 jam, kemudian dikoleksi darah untuk pemeriksaan kadar glukosa.
Selanjutnya dilakukan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan memberikan
24
beban glukosa untuk mengetahui pengaruh terhadap toleransi glukosa (Larasati,
2012). Beban glukosa yang diberikan adalah 2 g/kgBB dan diperiksa kadar
glukosa darah pada menit ke 0, 30, 60, dan 120 setelah pemberian beban (Holmes,
et al., 2015). Tikus dapat dinyatakan DM apabila nilai TTGO setelah 2 jam
pemberian beban glukosa adalah ≥200 mg/dL (American Diabetes Care dalam
Colberg et al., 2010).
4.6.3 Perlakuan Sedentari dan Treadmill
Perlakuan sedentari dilakukan pada tikus kelompok kontrol positif (K+)
dan kontrol negatif (K-). Perlakuan sedentari yaitu tikus tidak diberi latihan fisik.
Sedangkan treadmill dilakukan pada kelompok K1. Treadmill dilakukan
menggunakan alat rodent treadmill dengan kecepatan dan durasi yang meningkat
setiap 2 minggu. Sebelum pergantian kecepatan dan durasi treadmill, tikus
diistirahatkan selama 1 hari. Treadmill dilakukan selama 10 minggu dengan
kecepatan dan durasi sebagai berikut 10 meter/menit selama 10 menit, 14
meter/menit selama 22 menit, 18 meter/menit selama 34 menit, 22 meter/menit
selama 46 menit, dam 27 meter/menit selama 60 menit.
4.6.4 Euthanasi dan Nekropsi
Euthanasi dilakukan pada hari ke 134 dengan cara dislokasio leher.
Kemudian tikus diletakkan rebah dorsal agar memudahkan pembedahan melalui
abdomen. Organ aorta diisolasi dan dibersihkan dengan PBS kemudian
dimasukkan ke dalam larutan formaldehide. Aorta yang diambil adalah aorta
thoracalis yang terletak pada thorak seperti pada gambar 4.1 berikut.
25
a b
Gambar 4.1 (a) sirkulasi arteri (www.biologycorner.com) (b) anatomi aorta
(id.pinterest.com)
4.6.5 Pemeriksaan Kadar MDA
Pemeriksaan kadar MDA berprinsip pada kemampuan pembentukan
komplek berwarna merah jambu antara MDA dan Asam Tiobarbiturat (TBA).
Cara kerja pemeriksaan kadar MDA adalah organ aorta diambil dan ditimbang
seberat 0,5 g kemudian dicincang menjadi halus dan dimasukkan ke dalam tabung
sentrifus untuk diambil supernatannya. Ditambahkan PBS-KCl sebanyak 1 ml lalu
diaduk sampai rata. Selanjutnya disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama
20 menit dengan suhu ± 4oC dan diambil supernatannya. Sebanyak 0,5 ml
supernatan ditambah 2ml larutan TCA-TBA dan dihomogenkan. Larutan
disimpan dalam oven dengan suhu 80oC selama 1 jam. Setelah dingin, dilakukan
sentrifus dengan kecepatan 3.000 rpm selama 10 menit. Pembacaan kadar MDA
26
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang λ 532 nm (Sutari dkk,
2013).
4.6.6 Pembuatan Histopatologi
Preparat histopatologi aorta dibuat dengan metode parafin dan fiksatif
yang digunakan adalah larutan neutral buffered formalin 10%. Kemudian
dilakukan pemotongan (trimming) jaringan setebal 4 mm menggunakan scalpel
no. 22-24. Dehidrasi jaringan dilakukan menggunakan cairan dehidran seperti
etanol atau iso propyl alkohol yang bertujuan untuk mengeluarkan air yang
terkandung dalam jaringan. Dehidrasi dilakukan setelah trimming. Cairan
dehidran dibersihkan dengan reagen pembersih yaitu xylol. Tahap selanjutnya
adalah jaringan yang berada di dalam embedding cassette dipindahkan ke base
mold dan diisi dengan parafin cair dan dilekatkan pada embedding cassette yang
disebut blok. Jaringan yang berada dalam blok yang telah dingin selanjutnya
dipotong dengan ketebalan 4 μm dengan rotary microtome. Irisan ditempelkan
pada gelas objek yang telah diolesi dengan Mayer’s egg albumin dan ditetesi
dengan aquades dan dibiarkan kering pada suhu kamar. Preparat yang sudah
kering dilakukan pewarnaan dengan metode perwarnaan Hematoxylin Ehrlich-
Eosin. Kemudian dilakukan mounting dengan meneteskan entelen secukupnya dan
ditutup dengan cover slip (Isdadiyanto, 2015). Pengamatan preparat histopatologi
dilakukan menggunakan mikroskop cahaya dengan perbesaran 400x pada semua
lapangan pandang.
27
4.6.7 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kuantitatif
dan data kualitatif. Data kuantitatif untuk mengetahui kadar MDA yang dianalisis
dengan ANOVA menggunakan SPSS dengan α = 0,05. Data kualitatif deskriptif
untuk melihat gambaran histopatologi aorta.
28
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hewan model DMT2 dengan pemberian HFD dan MLD STZ dapat
dinyatakan DMT2 apabila kadar glukosa darah puasa ≥ 140 mg/dl atau kadar
glukosa darah post prandial ≥ 200 mg/dl (Anita, 2014). Pada penelitian ini,
pengukuran tes toleransi glukosa oral dilakukan pada hari ke-64 dengan hasil
terlampir (lampiran 8).
5.1 Pengaruh Treadmill terhadap Kadar Malondialdehid (MDA) Aorta
Tikus (Rattus novergicus) yang Diinduksi HFD dan MLD-STZ
Malondialdehid merupakan suatu produk akhir dari peroksidasi lipid yang
dapat digunakan sebagai indikator biologis kerusakan jaringan dan derajat stres
oksidatif serta dapat menunjukkan jumlah radikal bebas di dalam tubuh
(Hendromartono dalam Sutari, 2013; Lukas dkk, 2015). Pengukuran kadar
malondialdehid jaringan aorta tikus (Rattus norvegicus) dilakukan dengan metode
thiobarbituric acid dengan mengukur nilai absorbansi pada panjang gelombang
532 nm.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada tikus kontrol negatif (normal)
memiliki nilai kadar MDA jaringan aorta sebesar 889,83 ng/ml, dan terjadi
peningkatan nilai kadar MDA jaringan aorta pada tikus kontrol positif yaitu
sebesar 1024,00 ng/ml. Namun, pada kelompok perlakuan terlihat kadar MDA
lebih tinggi daripada kontrol positif, yaitu sebesar 1086,50 ng/ml seperti terlihat
pada tabel 5.1 berikut
29
Tabel 5.1 Rata-rata kadar MDA aorta tikus kontrol, tikus DMT2 tanpa perlakuan
treadmill, dan tikus DMT2 dengan perlakuan treadmil
Kelompok Rata-Rata Kadar
MDA (ng/ml) ± SD
Kadar MDA (%)
Peningkatan
berdasarkan
kontrol negatif
Peningkatan
berdasarkan
kontrol positif
Kontrol negatif
(normal) 889,83 ± 117,9265
Kontrol positif
(DMT2 sedentari) 1024,00 ± 181,6246 15,08
DMT2 dengan
Treadmill 1086,50 ± 364,7054 22,10 6,10
Berdasarkan tabel di atas, nilai kadar MDA kontrol positif mengalami
peningkatan sebesar 15,08% dari kontrol negatif. Pada kelompok perlakuan, nilai
kadar MDA mengalami peningkatan sebesar 22,10% dari kontrol negatif dan
sebesar 6,10% dari kontrol positif. Data di atas juga dianalisa secara statistik dan
menunjukkan hasil ANOVA dengan P>0,05 (Lampiran 12). Hal ini
menunjukkan bahwa treadmill tidak berpengaruh terhadap penurunan kadar MDA
aorta tikus (Rattus norvegicus) yang diinduksi MLD STZ dan HFD.
Pada kontrol negatif atau kondisi normal, malondialdehid tetap diproduksi.
Hal ini dijelaskan oleh Siswonoto (2008) bahwa radikal bebas dihasilkan selama
proses fisiologis normal. Droge (2002) juga menjelaskan bahwa radikal bebas
tetap diproduksi oleh tubuh dalam jumlah sedikit sebagai hasil samping
metabolisme sel yang dapat menghasilkan ROS. Namun, jumlah ROS yang
30
dihasilkan masih dapat dinetralisir oleh antioksidan dalam tubuh (Kumalaningsih,
2006).
Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang mempunyai elektron
bebas atau elektron tidak berpasangan pada orbital terluarnya. Apabila radikal
bebas bertemu dengan Polyunsatirated Fatty Acid (PUFA) akan terjadi proses
peroksidasi lipid. Proses peroksidasi lipid ini menghasilkan beberapa produk
akhir, diantaranya MDA (Yustika dkk, 2013). Proses peroksidasi lipid terdiri atas
beberapa fase berikut
Gambar 5.1 Proses Peroksidasi Lipid (Coricovac and Dehelean, 2014)
Peroksidasi Polyunsaturated Fatty Acid yang dinyatakan dengan LH
merupakan reaksi rantai radikal bebas yang diinisiasi oleh atom hidrogen pada
gugus metilen rantai asam lemak dan membentuk lipid radical (L*). Fase
berikutnya adalah propagasi. Pada fase ini, terjadi reaksi antara lipid radical
31
dengan oksigen yang menghasilkan lipid peroxy radical (LOO*) dan lipid
hidroperoxide (LOOH). Kecepatan reaksi pada fase ini ditentukan oleh energi
disosiasi ikatan karbon-hidrogen rantai lipid. Fase terminasi merupakan fase
terakhir yang merupakan terminasi reaksi oleh antioksidan. Antioksidan terbagi
atas antioksidan endogen dan antioksidan eksogen. Antioksidan endogen adalah
enzim atau senyawa yang disintesis dalam tubuh, sedangkan antioksidan eksogen
adalah antioksidan yang diperoleh dari luar tubuh seperti vitamin E, C, dan A
(Setiawan dan Suhartono, 2007; Candrawati, 2013).
Pada kontrol positif terjadi peningkatan nilai kadar MDA dibanding
dengan kontrol negatif sebesar 15.08%. Hal ini disebabkan karena induksi HFD
dan STZ dapat menyebabkan hiperglikemia pada penderita DMT2 karena insulin
tidak mampu meng-uptake glukosa ke jaringan. Akibatnya, glukosa dalam darah
meningkat dan menyebabkan glukotoksisitas yang dapat mempercepat
pembentukan senyawa oksigen reaktif. Pembentukan senyawa ini dapat
meningkatkan modifikasi lipid, DNA, dan protein di berbagai jaringan.
Modifikasi molekuler ini mengakibatkan ketidakseimbangan antara antioksidan
dan radikal bebas sehingga terjadi kerusakan oksidatif atau sering dikenal stres
oksidatif (Setiawan dan Suhartono, 2005). Peningkatan senyawa radikal bebas
dapa terjadi melalui jalur poliol, AGEs, autooksidasi glukosa, hexosamine
pathway, dan aktivitas PKC (Hanazaki et al., 2009; Luo et al., 2016).
32
Gambar 5.2 Mekanisme Glukotoksisitas
Keterangan:(1) Jalur poliol, (2) jalur heksosamin, (3) aktivasi PKC, (4)
pembentukan AGEs, dan autooksidasi glukosa (5) dan transport
elektron (6) (Luo et al., 2016).
Jalur pembentukan AGEs atau disebut jalur metabolik (metabolic
pathway) dicirikan dengan faktor metabolik yang diawali dengan hiperglikemia,
sehingga glukosa dapat bereaksi secara kimiawi dengan protein tanpa bantuan
enzim dan menghasilkan AGEs. Advanced Glycosylation end-product dapat
mempengaruhi fungsi kapiler dan dapat berikatan dengan reseptor sel endotel
sehingga dapat merusak sel (Dewi, 2012 ; Murnah, 2011).
Jalur poliol dapat terjadi akibat hiperglikemia intrasel dimana glukosa
dimetabolisme oleh aldose reduktase menjadi sorbitol. Akibat dari peningkatan
sorbitol adalah berkurangnya kadar inositol yang menyebabkan gangguan
osmolaritas membran basal. Aldose reduktase merupakan enzim utama pada jalur
poliol yang merupakan sitosolik numerik oxidoreduktase dan mengkatalis
33
NADPH-dependent reduction dari senyawa karbon termasuk glukosa. Aldose
reduktase mereduksi aldehid yang dihasilkan oleh ROS menjadi alkohol inaktif
serta mengubah glukosa menjadi sorbitol dengan kofaktor NADPH. Sorbitol dapat
dioksidasi oleh sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa dengan kofaktor NAD.
Nikotinamida Adenina Dinukleotida (NAD) juga sebagai kofaktor mekanisme
melalui produksi intraseluler precursor AGE dan menyebabkan kerusakan
pembuluh darah (Murnah, 2011).
Kondisi hiperglikemia akan meningkatkan sisntesis molekul diasil gliserol
(DAG) yang merupakan kofaktor pada aktivasi PKC yang dapat menimbulkan
efek ekspresi gen dan berpengaruh terhadap endothelial nitric oxide synthetase
(Enos) (Dewi, 2012 ; Murnah, 2011).
Pada kelompok perlakuan, diketahui bahwa nilai kadar MDA lebih tinggi
dibanding dengan kontrol positif. Hal ini menunjukkan bahwa treadmill tidak
berpengaruh terhadap penurunan kadar MDA aorta tikus DMT2. Menurut Anita
(2014), terdapat beberapa dugaan penyebab kadar MDA tikus kelompok
perlakuan lebih tinggi daripada kelompok positif, yaitu latihan fisik itu sendiri dan
tikus mengalami stres. Stres merupakan respon spesifik tubuh yang dapat
merangsang kerusakan atau mengganggu keseimbangan fisiologis (Hackney,
2006). Mekanisme respon tubuh terhadap stress diawali dengan adanya
rangsangan dari luar atau dalam tubuh yang dapat mengaktifkan HPA axis, sistem
syaraf simpatik, cortocotrophin-releasing hormone – corticotrophin-releasing
factor (CRH-CRF), dan arginine vasopressin (AVP) sehingga dapat meningkatkan
produksi ACTH dan mengaktifkan neuron andrenergik dari locus
34
caeruleas/norepinephrine (LC/NE). Sistem LC/NE bertanggung jawab untuk
merespon stressor yang didorong oleh epinefrin dan norepinefrin. Peningkatan
produksi ACTH dari kelenjar posterior dapat merangsang kortek adrenal untuk
mensekresikan kortisol (Gambar 5.3). Hormon kortisol memiliki efek metabolik,
yaitu meningkatkan glukoneogenesis, meningkatkan mobilisasi lemak dan
protein, serta menurunkan sensitivitas insulin, hormon pertumbuhan, dan respon
peradangan (Suguharto, 2012). Meningkatnya glukoneogenesis dan menurunnya
sensitivitas insulin menyebabkan tikus yang mengalami stres pad akelompok
perlakuan memiliki glukosa darah yang tinggi yang menyebabkan adanya
glukotoksisitas sehingga MDA juga tinggi.
Gambar 5.3 HPA Axis dan Sistem Respon Stres (Guilliams, 2010)
Beberapa faktor berikut juga dapat meningkatkan kadar MDA akibat
latihan fisik, yaitu konsumsi oksigen, kelemahan antioksidan, aktivasi enzim
antioksidan, dan level dari antioksidan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
nilai kadar MDA aorta tikus perlakuan sangat tinggi, hal ini juga dapat
35
diakibatkan oleh kepekaan organ aorta terhadap oksidan, biogenesis mitokondria,
dan terjadinya degenerasi akibat oksidan (Liu et al., 2000). Lemos (2011)
menambahkan bahwa adanya penurunan kadar MDA pada tikus yang dilakukan
treadmill mulai terjadi pada minggu ke-12 dengan latihan yang teratur dan
terukur.sedangkan pada penelitian ini, treadmill dilakukan selama 10 minggu.
Menurut Candrawati (2013), mekanisme terbentuknya stres oksidatif pada
latihan fisik sebagai berikut:
1. Cedera hyperoxic di mitokondria
Hyperoxic adalah kondisi dimana campuran gas lebih tinggi daripada
kandungan oksigen normal. Cedera ini dapat terjadi pada latihan fisik dengan
intensitas yang tinggi. Pada kondisi istirahat, 2-5% oksigen akan teroksidasi
menjadi radikal bebas. Pada keadaan latihan fisik, kebutuhan oksigen
meningkat 10-20 kali dibanding dengan kondisi istirahat. Hal ini menyebabkan
jumlah oksigen yang mengalir ke otot saat latihan fisik juga meningkat 100-
200 kali dibanding kondisi istirahat. Sehingga, dengan latihan fisik yang
dilakukan dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan peningkatan radikal
bebas (Candrawati, 2013).
2. Cedera Ischemia-reperfusion
Cedera ischemia-reperfusion ini melibatkan enzim xantin oksidase.
Reperfusi adalah rusaknya jaringan yang disebabkan oleh pasukan darah
kembali ke jaringan setelah terjadinya iskemia. Iskemia adalah ketidakcukupan
suplai darah ke jaringan. Selama melakukan latihan fisik, beberapa organ
mengalami hipoksia dan iskemia karena jumlah oksigen yang tinggi bekerja
36
pada otot. Pada kondisi hipoksia dan iskemia, ATP akan diubah menjadi ADP
(Adenosin Diphospate) dan AMP (Adenosin Monophospate) karena kebutuhan
energi. Apabila oksigen tidak mencukupi, maka AMP akan diubah menjadi
hipoxantin. Latihan fisik yang telah selesai, membuat kondisi aliran darah akan
normal melalui proses reperfusi. Pada proses reperfusi ini, dengan adanya
enzim xantin oksidase akan mengubah hipoxantin menjadi xantin dan asam
urat. Proses ini dapat menghasilkan radikal bebas (Candrawati, 2013).
5.1 Pengaruh Treadmill terhadap Gambaran Histopatologi Aorta Tikus
(Rattus novergicus) yang Diinduksi HFD dan MLD-STZ
Gambaran histologi merupakan salah satu parameter yang dapat diamati
untuk melihat pengaruh treadmill. Kerusakan yang terjadi pada aorta tikus (Rattus
norvegicus) yang diinduksi streptozotocin dan High Fat Diet (HFD) dapat
diketahui dengan mengamati gambaran histopatologi dengan pewarnaan
Hematoksilin-Eosin (HE) di bawah mikroskop binokuler olympus dengan
perbesaran 400x (gambar 5.4) dan dijelaskan secara deskriptif. Menurut Muntha
(2001), pewarnaan hematoksilin-eosin merupakan pewarnaan rutin yang paling
umum dipakai. Hematoksilin akan memberikan warna biru pada sitoplasma dan
eosin akan memberikan warna merah pada nukleus. Pewarnaan ini dapat
menggambarkan perubahan dari tiap-tiap jaringan yang diamati.
37
A B
C
Gambar 5.4 Gambaran Hitopatologi Aorta Tikus (Rattus norvegicus) dengan Pewarnaan
HE Perbesaran 400x
Keterangan (A) kontrol negatif (B) kontrol positif (C) kelompok perlakuan
( ) tunika intima, ( ) tunika media, ( ) tunika adventitia, ( ) infiltrasi
lemak
Kontrol negatif menunjukkan keadaan normal histologi aorta. Aorta
merupakan arteri yang bersifat elastis yang memiliki 3 lapisan, yaitu tunika
intima, tunika media, dan tunika adventitia. Tunika intima merupakan lapisan
aorta yang terletak paling dalam, yaitu yang mengalami kontak dengan suplai
darah. Tunika intima terdiri atas selapis sel endotel yang merupakan sel otot polos
sejajar dengan sumbu panjang aorta. Endotel ini berfungsi untuk menghambat
bekuan darah, mencegah terbentuknya sumbatan pada pembuluh darah, dan
30 µm 30 µm
30 µm
38
mensekresikan vasoaktif, yaitu endotelin, tromboksan A2, prostaglandin H2,
angiotensin, dan Platelet Derived Growth Factor (PDGF).Tunika media terdiri
atas otot polos yang tersusun secara spiral. Sel otot polos merupakan satu-satunya
jenis sel yang berada di tunika media. Pada otot polos terdapat sel-sel reseptor
LDL, insulin, stimulator dan inhibitor pertumbuhan. Tunika adventitia terdiri atas
jaringan fibril kolagen, serabut elastis, fibroblast, sel otot polos, serabut syaraf,
dan pembuluh darah. Tunika adventitia memberikan kekuatan utama pada
pembuluh darah, karena merupakan lapisan terluar dari pembuluh darah. Tunika
adventitia dan tunika media dibatasi oleh lemak ((Price and Wilson, 2006 ;
Spitalnik, 2016).
Pada kontrol positif, terlihat adanya infiltrasi lemak pada tunika media.
Hal ini menunjukkan bahwa diabetes melitus dapat menyebabkan terbentuknya
lipid di dalam pembuluh darah yang dapat membentuk plak aterosklerosis
sehingga menghambat aliran darah (Komolafe, 2013). Diabetes melitus yang
ditandai dengan hiperglikemia dapat menyebabkan glukotoksisitas.
Glukotoksisitas ini dapat meningkatkan radikal bebas dalam tubuh. Tingginya
radikal bebas ini dapat menyebabkan LDL dapat menempel pada dinding
pembuluh darah yang kemudian membentuk LDL oksidasi. Low Density
Lipoprotein oksidasi dapat menyebabkan reaksi inflamasi yang mengakibatkan
permeabilitas sel-sel endotel terganggu. Apabila permeabilitas sel terganggu,
lemak dapat masuk pada tunika media (Karunia, 2014).
39
Gambar 5.5 Mekanisme resistensi insulin menginduksi infiltrasi lemak Aorta
(Semenkovich, 2006)
Gambar 5.5 di atas menjelaskan bahwa resistensi insulin dapat menyebabkan
peningkatan lipolisis sehingga adiposit melepaskan banyak FFA ke hepar. Free
Fatty Acid yang meningkat di dalam hepar, menstimulus Apo B membentuk LDL
yang dapat membawa lemak dari hepar ke darah. Sehingga dengan meningkatnya
LDL dalam darah dapat menyebabkan penumpukan lemak pada tunika media.
Selain itu, resistensi insulin dapat menghambat kinerja enzim LPL sehingga
lemak tidak dapat dipecah (Semenkovich, 2006).
Pada kelompok perlakuan terlihat bahwa gambaran histologi mendekati
normal. Hal ini memperlihatkan bahwa treadmill dapat memperbaiki gambaran
histopatologi aorta.
40
Kelompok tikus model DMT2 yang melakukan treadmill, terjadi
peningkatan uptake glukosa. Pada saat kontraksi otot, terjadi depolarisasi plasma
membran T-tubule, sehingga ion Ca2+ memicu interaksi aktin dan myosin.
Kontraksi ini memerlukan banyak ATP sehingga meningkatkan AMP.
Peningkatan AMP dapat mengaktivasi AMPK yang dapat menstlimulasi
translokasi GLUT 4 ke membran sel dan dapat meng-uptake glukosa ke dalam sel
(Gambar 5.6). Sehingga, dapat mengurangi glukotoksisitas (Karunia, 2013 ;
Sakamoto et al.,1998 ; Pinto et al., 2015 ; Cho et al., 2014).
Gambar 5.6 Mekanisme Translokasi GLUT 4 dengan exercise (Prabawati, 2012)
Latihan fisik merupakan salah satu strategi non farmakologis yang dapat
mengurangi efek DMT2. Treadmill dapat meningkatkan sensitivitas insulin
melalui jalur AMPK yang dapat mengaktifkan kembali reseptor insulin. Insulin
yang kembali sensitif dapat berfungsi sebagai reaktor enzim LPL sehingga dapat
memecah lemak menjadi gliserol dan FFA. Hasil pemecahan lemak, dapat
41
kembali ke hepar dan dapat digunakan sebagai sumber energi melalui mekanisme
glukoneogenesis. Glukoneogenesis adalah sintesis glukosa dari senyawa selain
karbohidrat dan prosesnya terjadi di hepar. Gliserol dan FFA yang dibawa oleh
darah ke hepar akan diubah menjadi glukosa dan berlanjut pada proses glikolisis
untuk menghasilkan energi (Lemos et al., 2014; Djakani dkk., 2013).
High Fat Diet yang diberikan pada tikus (Rattus norvegicus) dapat
meningkatkan akumulasi lipid dalam darah sehingga dapat menyebabkan
hiperlipidemia dan dapat menginduksi resistensi insulin. Resistensi insulin dapat
menyebabkan uptake glukosa dalam sel berkurang sehingga glukosa dalam darah
meningkat (hiperglikemia). Hiperglikemia dapat menimbulkan adanya
glukotoksisitas yang menghasilkan radikal bebas. Tingginya radikal bebas dapat
menyebabkan disfungsi endotel yang dapat mengeluarkan molekul adhesi dan
faktor kemotaktik serta peningkatan permeabilitas endotel. Peningkatan
permeabilitas endotel dapat menyebabkan LDL masuk ke dalam jaringan dan
akan berubah menjadi LDL oksidasi melalui proses lipid peroksidase. Low
Density Lipoprotein oksidasi akan ditelan oleh makrofag melalui scavenger
reseptor dan berkembang menjadi sel busa. Disfungsi endotel dan aktivitas sel
busa menyebabkan migrasi dan proliferasi otot polos dan otot polos akan
menghasilkan matrik ekstraseluler berupa kolagen, elastin, dan proteoglikan. Sel
otot polos, makrofag, sel busa, serat kolagen, elastin, proteoglikan akan
menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah yang dapat terlihat pada
penebalan tunika media (Krisna dkk., 2015).
42
Aktivitas fisik akan meningkatkan kebutuhan energi. Peningkatan
kebutuhan energi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan oksigen. Konsumsi
oksigen yang meningkat pada sistem pernapasan akan meningkatkan radikal bebas
yang dihasilkan sehingga antioksidan tidak mampu menetralkan. Kondisi
ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan yang ada dalam tubuh
dapat menyebabkan terjadinya stress oksidatif. Radikal bebas dapat menimbulkan
disfungsi endotel yang memicu terbentuknya sitokin proinflamasi dan faktor
pertumbuhan yang menyebabkan terjadinya proliferasi sel otot polos dan sintesis
matriks ekstraseluler. Hal ini dapat terlihat pada penebalan tunika media dinding
aorta ( Manohara dkk., 2015). Sehingga pada penelitian ini terlihat bahwa pada
kelompok kontrol positif dan kelompok perlakuan adanya penebalan pada tunika
media.
43
BAB 6 PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa
1. Pemberian treadmill tidak berpengaruh secara signifikan pada kadar
malondialdehid (MDA) aorta pada tikus Rattus norvegicus model diabetes
melitus tipe 2 hasil induksi High Fat Diet dan streptozotocin
2. Pemberian treadmill dapat memperbaiki gambaran histopatologi aorta pada
tikus Rattus norvegicus model diabetes melitus tipe 2 hasil induksi High Fat
Diet dan streptozotocin dilihat dari berkurangnya infiltrasi lemak pada tunika
media.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat
diberikan adalah:
1. Sebaiknya dilakukan pengamatan terhadap kelompok normal yang
ditreadmill untuk dapat dijadikan banding.
2. Sebaiknya dilakukan pengujian terhadap intensitas dan durasi treadmill yang
berbeda untuk mengetahui intensitas dan durasi treadmill yang tepat yang
dapat menurunkan kadar MDA dan memperbaiki gambaran histopatologi
aorta pada tikus Rattus norvegicus model diabetes melitus tipe 2 yang
diinduksi dengan High Fat Diet dan Streptozotocin.
44
DAFTAR PUSTAKA
Akbar, B. 2010. Tumbuhan dengan Kandungan Senyawa Aktif yang Berpotensi
sebagai Bahan Antifertilitas. Edisi 1. Adabia Press. Jakarta. 4
American Diabetes Association. 2010. Clinical Practice Recommendations.
Diabetes Care. http://care.diabetesjournals.org [Diakses pada 7 Februari
2017]
Anita, D. C. 2014. Kadar Glukosa Darah dan Malondialdehid Ginjal Tikus
Diabetes yang Diberi Latihan Fisik. Muhammadiyah Journal of Nursing :
109
Banfield Pet Hospital. 2016. State of Pet health 2016 Report.
stateofpethealth.com.
Candrawati, S. 2013. Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Stres Oksidatif. Mandala
of Health. 6(1) : 456
Ciobotaru, E. 2013. Spontaneous Diabetes Melitus in Animals, Diabetes Melitus -
Insights and Perspectives, Prof. Oluwafemi Oguntibeju (Ed.), InTech,
DOI: 10.5772/48170. <http://www.intechopen.com/books/diabetes-
melitus-insights-and-perspectives/spontaneous-diabetes-melitus-in-
animals> [Diakses pada 12 Desember 2016]
Colberg, S.R., R.J. Sigal, B. Fernhall, J.G. Regensteiner, and B.J. Blissmer. 2010.
Exercise and Type 2 Diabetes. Diabetes Care. 33(12) : e147
Coricovac, D.E., and C. A. Dehelean.2014. Pathological Aspect with Global
Impact Induced by Toxicant at Celuler Level. Andreazza and Gustavo
Scola. DOI : 10.5772/59945
Dewi, S.S. 2012. Efek Ekstrak Etanol Morinda citrifolia L. Terhadap Kadar Gula
Darah, Jumlah Netrofil, Fibronektin Glomerulus Tikus Diabetes Melitus.
[Thesis]. ProgramPascasarjana Universitas Diponegoro : 9-12
Djakani, H., T. V. Masinem, dan Y.M. Mewo. 2013, Gambaran Kadar Gula Darah
Puasa pada laki-laki Usia 40-59 Tahun. Jurnal e-Biomedik. 1(1) : 71-75
Droge, W. 2002. Free Radicals in The Physiological Control of Cell Function.
Physiological Reviews. 82(1) : 47-95
Eleazu, C.O. 2013. Review of Mechanism of Cell Death Resulting from
Streptozotocin Challenge in Experimental Animals, Its Practical Use and
45
Potential Risk to Humans. Journal of Diabetes & Metabolic Disorders.
12:60
Fall, T. 2009. Characterisation of Diabetes Melitus in Dogs. [Doctoral Thesis].
Faculty of Veterinary Medicine and Animal Science, Swedish University
of Agricultural Sciences. Hal. 9
Fatimah,R.N. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. J. Majority. 4(5) : 93-101
Gandini, A.L.A. dan H.R. Agustina. 2013. Latihan Fisik pada Pasien Diabetes
Melitus Tipe 2. Jurnal Husada Mahakam.3(6) : 263-318
Gao, Z., X. Zhang, A. Zuberi, D. Hwang, M.J. Quon, M. Lefevre, dan J.Ye. 2004.
Inhibition of Insulin Sensitivity by Free Fatty Acids Requires Activation of
Multiple Serine Kinases in 3T3-L1 Adipocytes. Molecular Endocrinology.
18(8) : 2024-2034
Guilliams, T.G. dan L.Edwards. 2010. Chronic Stress and the HPA Axis : Clinical
Assessment and Therapeutic Considerations. A review of natural &
nutraceutical therapies for clinical practice. 9(2) : 1-12
Hackney, C.A. 2006. Exercise as Stressor to the Human Neuroendocrine System.
Medicina. 42(10) : 788-797
Hanazaki, K., H. Kitahata, dan S. Oshita. 2009. Problem Azzociated with Glucose
Toxicity: Role of Hyperglicemia-Induced Oxidative Stress. World Journal
of Gastroenterology. 15(33) : 4138
Handayani, D., Aulani’am, Soeadmadji, D.W., dan Widodo, M.A. 2003. Enzim
Lipoprotein Lipase Suati Alternatif Pemeriksaan Gangguan Metabolisme
Lemak pada Penderita DM Tipe 2 In Vitro. Maj. Kedok. Unibraw. 12(2)
Holmes, A. L.J. Coopey, E.P. Davidson, and M.A. Yorek. 2015. Rat Models of
Diet-Induced Obesity and High Fat/Low Dose Streptozotocin Type 2
Diabetes : Effect of Reversal of High Fat Diet Compared to Treatment
with Enalapril or Menhaden Oil on Glucose Utilization and Neurophatic
Endpoints. Journalof Diabetes Research. 2015 : 8
Irianti, E. 2008. Pengaruh Aktifitas Fisik Sedang terhadap Hitung Leukosit dan
Hitung Jenis Sel Leukosit pada Orang Tidak Terlatih. [Tesis]. Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Hal. 7
Isdadiyanto, S. 2015. Efek Chitosan pada Histopatologi Aorta Tikus putih yang
Diberi Pakan Lemak Tinggi. Buletin Anatomi dan Fisiologi. 23(1) : 57-68
46
Josten, S., Mutmainna, H, dan Hardjoeno. 2006. Profil Lipid Penderita Diabetes
Melitus Tipe 2. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory. 13(1) : 20-22
Karunia, B.P., D. Winarso, dan P. Trisunuwati. 2014. Pengaruh Ekstrak Ethanol
Curcuma Longa L. sebagai Terapi Diabetes Melitus 1 pada Tikus Model
Hasil Indksi Streptozotocin terhadap Kadar Trigliserida dan Gambaran
Histopatologi Aorta. Vet journal. 4(3)
King,A.J. 2012. The Use of Animal Models in Diabetes Research. British Journal
of Pharmacology. 166 : 883
Komolafe, O.A., D.A. Ofusori, O.S. Adewole, A.O. Ayoka, and R. Bejide. 2013.
Histological and Histochemical Studies of The Aorta and Pulmonary
Trunk in STZ-inducted Diabetic Wistar Rats Tread with Momordica
charantia. Int. J. Morphol. 31(2) : 716-723
Krisna, P.A., R. Ratnawati, dan E. Norahmawati. 2015. Pengaruh Theaflavin The
Hitam (Camelia sinensis) Gambung, Jawa Barat terhadap Ketebalan
Dinding Aorta Tikus Wistar (Rattus norvegicus) yang Diberi Diet
Atherogenik. Majalah Kesehatan FKUB. 2(2) : 62-69
Kristanti, Ch M. 2002. Kondisi Fisik Kurang gerak dan Instrumen Pengukuran.
Artikel Media Litbang Kesehatan. 7(1) : 1-5
Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami-Penangkal Radikal Bebas : Sumber,
Manfaat, Cara Penyediaan dan Pengolaha. Trubus Agrisarana : Surabaya
Kumar, P., R.R. Kumari, M. Kumar, S. Kumar, and A. Chakrabarti. 2014. Current
Practices and Research Updates on Diabetes Melitus in Canine. Article
Veterinary World : 952-959
Larasati, P.L. 2012. Efek Penurunan Kadar Glukosa darah Kombinasi Ekstrak
Etanol Daun Alpukat (Persea americana Mill) dan Buah Oyong (Luffa
acutangula (L. Roxb) pada Mencit Putih Jantan yang Dibebani Glukosa.
[SKRIPSI]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas
Indonesia. Hal. 15
Lukas, A.K., A.N. Fajar, dan P. Adi. 2015. Pengaruh Pemberian Susu Sapi Bubuk
terhadap Kadar MDA Hepar pada Tikus Putih (Rattus norvegius strain
Wistar) Jantan Model Diabetes Melitus Tpe 2. Jurnal Kedokteran
Brawijaya. 28(3) : 225
Manohara, G.D.I., R. Normasari, dan Z. Febianti. 2015. Pengaruh Pemberian
Ekstrak Tauge Kacang Hijau (Vigna Radiata (L.)) terhadap Ketebalan
47
Tunika Intima-Media Aorta Abdominalis pada Tikus Wistas Jantan yang
diberi Stres Fisik. E-jurnal Pustaka Kesehatan. 1
Mello, J.M.D., A.M.Orsi, C.R.Padovani. 2004. Structure of the Aortic Wall in the
Guinea Pig and Rat. Braz. J. Morphol. Sci. 21(1) : 36
Muntha, M. 2001. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi dari Jaringan Hewan
dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (H&E). Temu Teknis Non
Peneliti
Murnah. 2011. Pengaruh Ekstrak Etanol Mengkudu (Morinda citrifolia L)
terhadap Diabetik Nefropati pada Tikus Spraque Dawley yang Diinduksi
Streptozotocin.[TESIS]. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro :
10-13
Ndraha, S. 2014. Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Medicinus.
27(2) : 9-16
Ohlund, M., T. Fall, B.S. Holst, H.H. Hamlin, B. Bonnett, and A. Egenvall. 2015.
Incidence of Diabetes Melitus in Insured Swedish Cats in Relation to Age,
Breed, and Sex. Journal of Veterinary Internal Medicine. 29 : 1342-1347
Olivia, N. 2011. Pengaruh Pemberian Vitamin E terhadap Gambaran Histologis
Tubulus Proksimal Ginjal pada Mencit Betina Dewasa (Mus musculus L)
yang Mendapat Latihan Fisik Maksimal. [TESIS]. Program Studi Magister
Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Hal.8
Oudot, A., D.B. Roussel, S. Compagnie, S. Caisey, O.L. Coz, D. Gorny, L.
Alexandre, F. Giuliano. 2009. Endothelial Dysfunction in Insulin-Resistant
Rat is Associated with Oxidative Stress and COX Pathway Dysregulation.
Physiol. Res. 58 : 499-509
Ozougwu,J.C., K.C. Obimba, C.D. Bellonwu, and C.B. Unakalamba. 2013. The
Pathogenesis and Pathophysiology of Type 1 and Type 2 Diabetes Melitus.
Journal of Physiology and Pathophysiology. 4(4) : 46-57
Price, A.S., L.M.C. Wilson. 2006. Patofosologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Ed. 6. Terjemah oleh Peter Anugrah. ECG : Jakarta
Rand, J.S., L.M. Fleeman, H.A. Farrow, D.J. Appleton, and R. Lederer. 2004.
Canine and Feline Diabetes Melitus. The Journal of Nutrition. 2072S-
2080S
Regensteiner, J.G., J.E.B. Reusch, K.J. Stewart, dan A. Veves. 2009. Diabetes and
Exercise in Muscle and Liver. J. diabetes Metab . 2:127
48
Ruderman, N., A.Z. Apelian, and S.H. Schneider. 1990. Exercise in Therapy and
Prevention of Type II Diabetes, Implication for Blacks. Diabetes
Care.13(11) : 1163-1168
Sakamoto, S., K. Minami, Y. Niwa, M. Ohnaka, Y. Nakaya, A. Mizuno, M.
Kuwajima, and K. Shima. 1998. Effect of Exercise Training and Food
Restriction on Endothelium-Dependent Relaxion in the Otsuka Long
Evans Tokushima Fatty Rat, a Model of Spontaneus NIDDM. American
Diabetes Association. 47(1) : 82-86
Semenkovich, C. F. 2006. Insulin Resistance and Atherosclerosis. The Jounal of
Clinical Investigation. 116 (7) : 1814
Setiawan, B dan E. Suhartono. 2005. Stres Oksidatif dan Peran Antioksidan pada
Diabetes Melitus. Maj Kedokt Indon.55(2) : 87
Setiawan, B dan E. Suhartono. 2007. Peroksidasi Lipid dan Penyakit Terkait Stres
Oksidatif pad Bayi Prematur. Maj Kedokt Indon. 57(1) : 12
Siswonoto, S. 2008. Hubungan Kadar Malondialdehid Plasma dengan Keluaran
Klinis Stroke Iskemik Akut. [TESIS]. Program Pascasarjana Magister Ilmu
Biomedik dan Program Pendidikan Dokter Spesialis I Ilmu Penyakit Saraf
Universitas Diponegoro
Skovso, S. 2014. Modeling Type 2 Diabetes in Rats Using High Fat Diet and
Stresptozotocin. J. Diabetes Invest. 5 : 349-358
Spitalnik, P.F. 2016. Histology Laboratory Manual 2016-2017. College of
Physicians and Surgeons Columbia University : 49
Sugiharto. 2012. Fisioneurohormonal pada Stresor Olahraga. Jurnal Sains
Psikologi. 2(2). 54-66
Sulistyaningsih, I. 2012. Pengaruh Latihan Treadmill terhadap Peningkatan
Volume Oksiden Maksimal (VO2Max) pada Anggota Row of Power in
Motion (RPM) Body Fitness Center. [SKRIPSI]. Fakultas Ilmu Kesehatan.
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Sutari, V.T., Sugito, D. Aliza, dan Asmarida. 2013. Kadar Malondialdehid (MDA)
pada Jaringan Hati Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang Diberi
Cekaman Panas dan Pakan Suplementasi tepung Daun Jaloh (Salix
tetrasperma Roxb). Jurnal Medika Veterinaria. 7(1) : 35-38
Thent, Z.C., T.S. Lin, S. Das, Z. Zakaria. 2012. Histological Changes in The Heart
and Proximal Aorta in Experimental Diabetic Rats FED with Piper
Sarmentsoum. Afr J Tradit Complement Altern Med. 9(3) : 396
49
Wolfensohn, S dan M. Lloyd. 2013. Handbook of Laboratory Animal
Management and Welfare, 4th edition. Wiley-Blackwell, West Sussex. 234
Yustika, A. R., Aulanni’am, dan S. prasetyawan. 2013. Kadar Malondialdehid
(MDA) dan Gambaran Histopatologi pada Ginjal Tikus Putih (Rattus
norvegicus) Pasca Induksi Cylosporine-A. Kimia Student Jurnal.1(2) :
225-226
Zhang, M. 2008. The Characterization of High-fat Diet and Multiple Low-dose
Streptozotocin Induced Type 2 Diabetes Rat Model. Exp Diabetes Res.
PMCID: PMC2613511