PENGARUH SELF-ESTEEM, SOCIAL COMPARISON, THIN IDEAL INTERNALIZATION, DAN RASA SYUKUR
TERHADAP BODY DISSATISFACTION IBU PASCAMELAHIRKAN
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Psikologi (S.Psi)
Oleh: Ismi Faiza Shawli
NIM: 1113070000131
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA 1440 H / 2019
PENGARUH SELF-ESTEEM, SOCIAL COMPARISON, THIN
IDEAL INTERNALIZATION, DAN RASA SYUKUR TERHADAP BODY DISSATISFACTION IBU
PASCAMELAHIRKAN
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Psikologi (S.Psi)
Oleh: Ismi Faiza Shawli
NIM. 1113070000131
Pembimbing
Ikhwan Luthfi, M. Psi NIP. 197307102005011006
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA 1440 H / 2019
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “PENGARUH SELF-ESTEEM, SOCIAL COMPARISON, THIN IDEAL INTERNALIZATION DAN RASA SYUKUR TERHADAP BODY DISSATISFACTION IBU PASCAMELAHIRKAN” telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 4 September 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.
Sidang Munaqosyah
Dekan/ Wakil Dekan/ Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si Bambang Suryadi, Ph.D NIP. 196207241989032001 NIP. 197005292003121002 Anggota Neneng Tati Sumiati, M.Si., Psikolog Ilmi Amalia, M.Psi., Psikolog NIP. 197303282000032003 NIP. 198210142011012005
Ikhwan Lutfi, M.Psi NIP. 19730710200511006
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 22 Agustus 2019
Ismi Faiza Shawli NIM. 1113070000131
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi B) September 2019 C) Ismi Faiza Shawli D) Pengaruh Self-Esteem, Social Cmparison, Thin Ideal Internalization dan
Rasa Syukur terhadap Body Dissatisfaction ibu pascamelahirkan E) xiii + 87 F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variable self-esteem,
social comparison, thin ideal internalization dan rasa syukur terhadap body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan di Jabodetabek. Subjek penelitian ini berjumlah 201 ibu pascamelahirkan yang diambil dengan teknik non-probability sampling. Penulis memodifikasi alat ukur yang terdiri dari Body Image Rating Scale (BIRS), Upward and Downward Comparison Scale (UDACS), State Self-Esteem Scale (SSES), Sociocultural Attitudes Toward Appearance Questionnaire-3 (SATAQ-3), CFA (Confirmatory Factor Analysis) digunakan untuk menguji validitas alat ukur dan Multiple Regression Analysis digunakan sebagai teknik untuk menguji hipotesis penelitian.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh secara bersama sama dari self-esteem, social comparison, thin ideal internalization dan rasa syukur pada ibu pascamelahirkan di Jabodetabek sebesar 78%. Hasil uji hipotesis minor menunjukan bahwa tiga variabel memiliki pengaruh yang signifikan antara lain upward comparison, thin ideal internalization dan rasa positif bersyukur.
Saran untuk penelitian selanjutnya agar dapat memperkaya IV dari body dissatisfaction dengan variabel demografi, seperti tingkat konsumsi media massa, media sosial ataupun perkembangan zaman pada saat ini. Penelitian selanjutnya juga dapat menyempurnakan penelitian ini dengan variabel usia, agar dapat diperluas atau dispesifikasi lagi sehingga hasil penelitiannya lebih baik.
G) Bahan bacaan: 47; 8 buku + 36 jurnal + 3 skripsi
ABSRACT
A) Faculty of Psychology B) September 2019 C) Ismi Faiza Shawli D) The Influence of Self-Esteem, Social Comparison, Thin Ideal
Internalization and Gratitude on Postpartum Mother Body Dissatisfaction E) Xiii + 87 F) This study aims to determine the effect of variable self-esteem, social
comparison, thin ideal internalization and gratitude on body dissatisfaction of postpartum mothers in Jabodetabek. The subject in research is 201 postpartum mothers in Jabodetabek which were taken with non-probability sampling techniques. The researchers modify scales consist of Body Image Rating Scale (BIRS), Upward and Downward Comparison Scale (UDACS), State Self-Esteem Scale (SSES), Sociocultural Attitudes Toward Appearance Questionnaire-3 (SATAQ-3). CFA (Confirmatory Factor Analysis) was used to test the validity of instrument and Multiple Regression Analysis was used as technique to test the research hypothesis.
The results showed that there is an effect of social comparison, self-esteem, thin ideal internalization and gratitude on body dissatisfaction of postpartum mothers at 78%. Minor hypothesis test result indicated three variables that have significant influences among others; upward comparison, thin ideal internalization and gratitude.
Any suggestion for another research is to enrich body dissatisfaction’s independent variable with demographic variable as if quantity of use media massa, social media or the development of the times as this time. Another research can improve age as independent variable to be enlarge or to be specified to make this research better.
G) Refrence: 47; 8 books + 36 journals + 3 thesis
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur peneliti ucapkkan kehadirat Allah SWT
atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan-Nya sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penelitian ini lancer. Shalawat serta salam semoga tetap Allah
limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita
dapat merasakan indahnya hidup dibawah naungan Islam.
Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menyadari bahwa terselesaikannya
skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Zahrotun Nihayah, M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya, yang memberikan peneliti
kesempatan belajar selama 4 tahun lebih di Fakultas Psikologi.
2. Ikhwan Luthfi, M.Psi., sebagai dosen pembimbing skripsi. Peneliti
mengucapkan terima kasih atas segala arahan, bimbingan, masukan,
motivasi, kritik, serta koreksi dalam pengerjaan skripsi ini.
3. Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi., Psikolog, sebagai dosen pembimbing kelas
D angkatan 2013.
4. Para Dosen & Staff akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan selama peneliti
menyelesaikan studi.
5. Orang tua, mertua dan suami peneliti; Bapak Drs. Syauki Muchsin, M.Pd,
Ibu Yeli Yulianingsih, Ibu Syahriah, M.Pd serta suami tercinta Faqih
Khairul Fikri, S.Psi yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, pengertian,
perhatian dan dukungan baik moril maupun materil.
6. Ainayya Shakeela Jasmine, penyemangat nomor 1 Ibu. Terimakasih Nak
sudah hadir dalam hidup Ibu. Semoga Ibu bisa jadi contoh yang baik untuk
Nayya. Aamiin.
7. Teman-teman “HYT” khususnya Acah, Karin, Ani yang dengan suka rela
membantu peneliti menyelesaikan olah data, terimakasih atas waktu yang
disediakan dan bersedia membantu.
8. Para responden penelitian yang sudah membantu berjalannya penelitian ini.
Tanpa kalian penelitian ini tidak bisa berlangsung, terima kasih banyak.
9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
berkontribusi dalam penelitian ini. Pencapaian ini tidak akan terwujud tanpa
bantuan dari kalian semua.
Peneliti menyadari bahwa segala bentuk kekurangan yang disengaja
maupun tidak disengaja akan menjadi bahan perbaikan untuk menjadi lebih
baik. Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat
kepada setiap pembaca.
Jakarta, 22 Agustus 2019 Peneliti
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab pendahuluan peneliti menjelaskan mengenai latar belakang masalah,
pembatasan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika
penelitian.
1.1 Latar Belakang
Fenomena mengenai ketidakpuasan bentuk tubuh atau body dissatisfaction yang
menunjukan kondisi tidak sesuai fakta dengan keinginan telah dialami oleh pria
maupun wanita. Khususnya pada wanita, body dissatisfaction kerap kali menjadi
masalah tersendiri (Neumark-Sztainer, Paxton, Hannan, Haines & Story, 2006).
Neumark-Sztainer, Paxton, Hannan, Haines & Story (2006) memaparkan bahwa
sebagain besar wanita menyatakan tidak puas atau tidak senang terhadap tubuh
(body dissatisfaction), karena adanya gambaran negatif mengenai bentuk tubuh
mereka. Wanita memiliki perhatian yang besar terhadap penampilannya sehingga
rela melakukan berbagai cara demi penampilan yang memuaskan.
Baik pria maupun wanita memiliki rentang kehidupan yang berbeda. Pada
masa dewasa awal, biasanya seorang wanita telah memasuki gerbang kehidupan
yang baru (menikah, memiliki anak, dll). Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa
dewasa awal dimulai pada usia 18 hingga 40 tahun. Sedangkan Papalia, Olds &
Feldman (2001) mengungkapkan bahwa kelompok dewasa awal (young adulthood)
berkisar antara usia 20 – 40 tahun dimana pada masa ini terjadi pelepasan peran
sebagai remaja ke peran baru sebagai orang dewasa. Hurlock (2002) orang dewasa
adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima
kedudukannya dalam masyarakat bersama orang dewasa lainnya. Masa dewasa ini
adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang
penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode
komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas, dan
penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.
Ketika seorang wanita telah masuk gerbang pernikahan, tentu tidak lama
lagi akan merasakan masa-masa kehamilan. Masa kehamilan adalah salah satu
tugas perkembangan yang didambakan oleh sebagian besar wanita yang telah
memasuki kehidupan berumah tangga (Sari, 2009). Kehamilan dan proses
melahirkan menyebabkan terjadinya perubahan kondisi biologis dan psikologis
seorang wanita, sehingga diperlukan beberapa penyesuaian (Hasni, Karini &
Andayani, 2013). Selama masa kehamilan, perempuan juga mengalami perubahan
yang khas dalam segi fisik. Sari & Siregar (2012) menyatakan bahwa perubahan
fisik meliputi payudara mengencang, sering buang air kecil dan merasa lelah serta
adanya kenaikan berat badan dan pembesaran pada bagian perut. Diketahui bahwa
kenaikan berat badan yang ideal pada wanita selama kehamilan sekitar 6,5 – 16,5
kg (Sari, 2009).
Sikap terhadap berat dan bentuk tubuh selama kehamilan memiliki dampak
penting terhadap kenaikan berat badan selama kehamilan dan kesehatan mental ibu
setelah melahirkan (Sari, 2009). Sikap dan persepsi terhadap berat dan bentuk tubuh
disebut juga sebagai body image (Warren & Rio, 2012). Perubahan fisik selama
kehamilan berkonsekuensi terhadap perubahan body image perempuan (Sari &
Siregar, 2012). Henderson & Jones (2006) mengidentifikasi bahwa selain khawatir
tentang bagaimana mereka akan mengatasi nyeri proses melahirkan, ibu juga
mengkhawatirkan tentang body image mereka, terutama apakah mereka akan
kembali ke bentuk tubuh mereka semula setelah melahirkan atau tidak.
Periode pascamelahirkan (post partum) adalah periode setelah kelahiran
bayi atau persalinan, yaitu masa ketika sang ibu menyesuaikan diri baik fisik
maupun psikis dengan proses pengasuhan anak. Periode ini berlangsung kira-kira
selama enam minggu atau hingga tubuh melakukan penyesuaian diri ke keadaan
yang dimiliki sebelum kehamilan (Santrock, 2005). Matlin (2004) menyatakan
bahwa perubahan fisik yang terjadi pascamelahirkan juga berhubungan dengan
bertambahnya ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh (body dissatisfaction) pada
wanita. Ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh pada wanita ini dikarenakan
kehamilan membawa perubahan pada ukuran dan bentuk tubuh yang
mempengaruhi kondisi fisik yang tampak dari luar pada diri seorang ibu
pascamelahirkan. Stein & Fairbun (dalam Jordan, Cadevila & Johnson, 2005)
menjelaskan bahwa setelah melahirkan, tubuh jarang cepat kembali seperti bentuk
tubuh sebelum hamil sehingga banyak wanita yang tidak siap dengan perubahan
fisiknya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hisner (dalam
Jordan, Cadevila, & Johnson, 2005) yang mengemukakan bahwa 75% wanita
dewasa muda pascamelahirkan gelisah akan berat badannya dan khawatir dengan
kemungkinan tubuh mereka akan kembali normal seperti sebelum kehamilan.
Terdapat penelitian lain oleh Fischman (Jordan, Cadevila & Johnson, 2005) yang
menemukan bahwa 70% wanita tidak puas dengan tubuhnya enam bulan
pascamelahirkan dan 30% lainnya masih merasa tidak puas lebih dari satu tahun
pascamelahirkan.
Kehamilan dan kelahiran berhubungan dengan perubahan pada bentuk
tubuh dan ukuran tubuh wanita, dan bagi banyak wanita hal tersebut dirasakan
secara negatif sehingga menyebabkan dirinya merasa ketidakpuasan terhadap
bentuk tubuhnya atau merasa citra tubuh negatif (Jenkin & Tiggermann, 1997;
Rallis, Skouteris, Wetheim & Paxton, 2007; Skouteris, Carr, Wetheim, Paxton &
Duncombe, 2005). Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa terdapat perbedaan
yang cukup signifikan antara berat badan dan kepuasan bentuk tubuh wanita
sebelum hamil dan setelah melahirkan, hasil penelitian itu menunjukan bahwa
wanita yang telah melahirkan lebih berat 4.88 kg dibandingkan berat badan sebelum
hamil, sehingga hal itu menyebabkan berkurangnya kepuasan pada berat badan dan
bentuk tubuh mereka setelah melahirkan (Jenkin & Tiggemann, 1997). Penelitian
yang sama juga menunjukan bahwa pengalaman ketidakpuasan wanita pada tubuh
ada di posisi puncak yaitu ketika periode setelah melahirkan dibandingkan waktu
sebelum hamil atau kehamilan akhir (Rallis, Skouteris, Wertheim & Paxton, 2007).
Sementara, penurunan ketidakpuasan pada tubuh selain penting untuk
dirinya sendiri, juga ternyata mengacu pada masalah lain. Sebagai contoh, wanita
yang kepuasan tubuhnya rendah pada bentuk tubuhnya, juga kecil kemungkinannya
untuk menyusui (Bames, Stein, Smith, & Pollock, 1997; Foster, Slade, & Wilson,
1996; Walker & Freeland-Graves, 1998). Body dissatisfaction pada wanita dewasa
muda pascamelahirkan menyebabkan menimbulkan keinginan untuk memiliki
bentuk dan ukuran tubuh ideal yang menyebabkan perilaku diet. Perilaku diet yang
dilakukan pada wanita dewasa muda pascamelahirkan berkontribusi pada
perubahan fungsi tubuh wanita sehingga dapat mengakibatkan berkurangnya
asupan nutrisi dan kalori serta menurunnya kualitas ASI (Erbil, Senkul & Basara,
2012).
Kajian mengenai body dissatisfaction ini menjadi penting untuk para ibu
pascamelahirkan. Hal ini terbukti dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh
peneliti pada bulan Maret 2019 terhadap sepuluh ibu pascamelahirkan yang
memiliki rentang usia dewasa awal. Sembilan dari sepuluh ibu menyatakan bahwa
mereka merasa tidak puas dengan kondisi tubuhnya saat ini, sehingga sangat
menginginkan tubuhnya kembali seperti semula sebelum masa kehamilan.
Beberapa penelitian sebelumnya mendapatkan beberapa faktor yang
dianggap mempengaruhi body dissatisfaction. Faktor-faktor yang mempengaruhi
body dissatisfaction meliputi: self-esteem (Heatherton & Polivy, 1991), thin ideal
internalization (Vartanian et al., 2013), sensitivitas, poor coping skill (Vander Walk
& Thomas, 2004), locus of control (Pokrajac-Bulian & Zivic-Becirevie, 2005),
kecemasan, depression controlling (Konstanski & Gullone, 1998), emotion
regulation difficulty (Lavender & Tanderson, 2010), self-concept (Thomas,
Ricciardelli & Williams, 2000), kepribadian dan negative affect (Vander Wal &
Thelen, 2000). Parental and peer emphases, karakteristik keluarga (Vander Wal &
Thomas, 2004), marital satisfaction, peer relationship, body mass index (Friedman,
Dixon, Brownwell, Whisman & Wiffley, 1999), parenting style menopausal status
(Sleeve & Tiggerman, 2010), social comparison (Myers & Crowther, 2009),
pendapatan keluarga dan usia (Gjerdingen et al., 2009). Faktor-faktor tersebut
berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya dianggap memiliki korelasi yang
cukup signifikan terhadap body dissatisfaction.
Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa body dissatisfaction
merupakan hasil dari perilaku membandingkan antara ukuran tubuh seseorang
dengan ukuran tubuh ideal. Pada body dissatisfaction ini perilaku membandingkan
dikaitkan dengan teori social comparison atau perbandingan sosial. Perbandingan
sosial merupakan salah satu penyebab munculnya perasaan tidak puas (body
dissatisfaction) terutama pada wanita. Hal ini dibuktikan oleh Myers & Crowther
(2009) dalam penelitian meta analisisnya yang menyebutkan bahwa ketika individu
telah berindikasi dalam perilaku perbandingan sosial, maka mereka memiliki
tingkat kecenderungan yang tinggi terhadap body dissatisfaction. Sependapat
dengan Myres & Crowther (2009), Vartanian & Dey (2013) dalam penelitiannya
juga menyimpulkan bahwa perbandingan sosial berkorelasi secara positif terhadap
body dissatisfaction. Perbandingan sosial dapat menjadi variabel moderator dalam
korelasi antara thin ideal internalization dan body dissatisfaction. Selain menjadi
moderator, perbandingan sosial juga secara langsung dapat mempengaruhi body
dissatisfaction.
Semakin sering seorang wanita membandingkan tubuhnya dengan tubuh
wanita lain menyebabkan mereka semakin tidak puas dengan tubuhnya.
Perbandingan sosial merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam
pembentukan body image yang kemudian akan mempengaruhi kepuasan tubuh
seseorang (Jones, 2001). Perbandingan sosial dibedakan menjadi dua dimensi yaitu
upward comparison (perbandingan ke atas) dan downward comparison
(perbandingan ke bawah). Seseorang tidak membandingkan diri dengan target yang
setara dengannya, melainkan melakukan perbandingan dengan berbagai tingkat
preferensi terhadap target yang lebih tinggi atau lebih rendah dari dirinya (O’Brien
et al., 2009).
O’Brien et al., (2009) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa
seseorang yang melakukan perbandingan sosial ke atas (upward comparison)
cenderung mengalami ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh karena target yang
dijadikan perbandingan merupakan orang dengan bentuk tubuh yang jauh lebih baik
daripada dirinya sehingga pada akhirnya terjadi kompensasi beresiko terhadap
perilaku tidak puas. Seseorang yang melakukan perbandingan ke bawah (downward
comparison) ditemukan cenderung puas dengan bentuk tubuhnya. Hal ini
dikarenakan dengan membandingkan diri terhadap orang lain yang tidak lebih baik
bentuk tubuhnya membuat seseorang mendapatkan perasaan yang positif yang
membuat dirinya puas dengan bentuk tubuhnya terlepas dari titik awal evaluasi diri
yang dilakukannya.
Faktor lainnya yang cukup berpengaruh dengan body dissatisfaction adalah
self-esteem. Pada kasus body dissatisfaction, self-esteem atau harga diri sangat
dipengaruhi oleh persepsi negatif dari individu yang berhubungan dengan berat
badan dan bentuk tubuh (Daley et al., 2008). Penelitian Daley et al., (2008) ini
mengenai pasien penderita bulimia nervosa, ia mendapatkan hasil bahwa
kemungkinan besar penderita bulimia nervosa yang memiliki self-esteem yang
rendah berhubungan dengan body dissatisfaction. Penelitian Porkarajac-Bulian &
Zivic-Becirevic (2005) memaparkan bahwa penghargaan terhadap diri (self-
esteem) sangat penting dalam pengembangan citra tubuh yang positif, karena tubuh
menurut pandangan orang lain merupakan hal pertama yang dinilai dalam kontak
sosial. Sementara seorang individu dapat berhasil menyembunyikan beberapa
karakterisitiknya, kadang-kadang bahkan untuk jangka waktu yang lama, tubuh
selalu terkena tatapan dan penilaian dari orang lain.
Menurut Heatherton & Polivy (1991) self-esteem dibedakan menjadi tiga
dimensi yaitu performance self-esteem, social self-esteem, dan physical
appearance self-esteem. Dalam penelitiannya, Heatherton & Polivy (1991)
mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki performance self-esteem yang
tinggi percaya bahwa mereka cukup pintar dan memiliki kemampuan yang baik
dalam caranya memperoleh tubuh yang ideal. Dibuktikan dengan hasil
penelitiannya bahwa performance self-esteem mempengaruhi body dissatisfaction
dengan nilai koefisien negatif, yang berarti performance self-esteem yang rendah
mempengaruhi individu mengalami body dissatisfaction. Sedangkan seseorang
yang memiliki social self-esteem yang tinggi cenderung peduli terhadap pandangan
orang lain tentang bentuk tubuhnya dan berpengaruh terhadap body dissatisfaction.
Sehingga individu yang rendah social self-esteem-nya sering kali cemas dalam
pengalam sosialnya dan kerap khawatir akan bagaimana orang lain memandang
tubuhnya. Sementara physical appearance self-esteem mempengaruhi seseorang
dalam melihat kondisi fisik tubuhnya, bagaimana agar terlihat menarik dan
menjadikan stigma positif untuk dirinya.
Thin ideal internalization juga memiliki pengaruh terhadap body
dissatisfaction. Thin ideal internalization atau internalisasi mengenai tubuh yang
ideal merupakan bagaimana seorang individu dengan kemampuan kognisinya
memandang lingkungan sosial dan mendefinisikan tubuh yang ideal berdasarkan
kedekatannya dengan lingkungan sosial tersebut (Thompson & Heinberg, 1999).
Thin ideal internalization ini menurut Vartanian & Dey (2013) dalam penelitiannya
merupakan frekuensi yang ditampilkan media kepada kebanyakan wanita terhadap
sesuatu yang diinginkannya. Konsekuensinya, wanita yang menginternalisasikan
tubuh ideal menurutnya dan gagal memperoleh penilaian yang ideal akan
cenderung memiliki perasaan negatif terhadap bentuk tubuhnya. Dalam
penelitiannya ini, Vartanian & Dey (2013) menyimpulkan bahwa thin ideal
internalization pada wanita setelah melakukan perbandingan dengan figur yang
diinternalisasikan memiliki tubuh ideal olehnya membuat konsep diri terhadap
persepsi tuuhnya rendah. Dalam kondisi ini, wanita cenderung mempersepsikan
tubuh secara negatif dan mengalami body dissatisfaction.
Selain beberapa faktor tersebut, terdapat pula pengaruh usia menjadi
variabel moderator antara social comparison terhadap body dissatisfaction (Myers
& Crowther, 2009). Disebutkan juga dalam penelitiannya bahwa individu dengan
usia muda memiliki afeksi negatif yang lebih besar dalam penampilan tubuhnya
dibanding individu dengan usia yang lebih tua. Augustus-Horvath & Tylka (2011)
melalui penelitiannya mendapatkan hasil bahwa individu dengan rentang usia
dewasa muda dan dewasa madya memiliki kesamaan tingkat body dissatisfaction-
nya, sedangkan pada individu dalam rentang usia dewasa akhir cenderung tidak
pedulu dalam penampilan fisiknya lagi.
Faktor lain yang mempengaruhi body dissatisfaction adalah rasa syukur.
Listiyandini et al., (2015) mendefinisikan bersyukur sebagai perasaan berterima
kasih, bahagia, serta apresiasi atas hal-hal yang diperoleh selama hidup, baik dari
Tuhan, manusia, makhluk lain, dana lam semesta yang kemudian mendorong
seseorang untuk melakukan hal yang sama seperti yang ia dapatkan. Peneliti
memilih rasa syukur menjadi variable dalam penelitian mengenai body
dissatisfaction ini karena ketika kita bersyukur, akan memunculkan rasa puas
terhadap sesuatu yang dimiliki maupun peristiwa yang sedang atau telah dialami.
Smolak (2004) menyatakan bahwa seseorang yang mengalami ketidakpuasan
terhadap bentuk tubuhnya jika gemuk akan mengalami depresi dan gangguan pada
nafsu makannya. Ketidaksesuaian bentuk tubuh akan memunculkan sifat tidak puas
pada dirinya. Sesorang yang merasa bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan yang
diinginkan akan merasa orang tersebut cenderung kurang puas atau kurang senang
terhadap bentuk tubuh yang dimiliki, sehingga menimbulkan rasa tidak bersyukur
atas apa yang dimiliki saat ini.
Berdasarkain uraian diatas menunjukkan beberapa faktor yang
mempengaruhi body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan. Maka peneliti ingin
melakukan penelitian tentang pengaruh self esteem, social comparison, thin ideal
internalization dan rasa syukur terhadap body dissatisfaction ibu pascamelahirkan.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan Masalah
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku body dissatisfaction, akan
tetapi masalah utama yang menjadi fokus penelitian ini adalah pengaruh self
esteem, thin ideal internalization, social comparison & rasa syukur pada body
dissatisfaction ibu pascamelahirkan di JABODETABEK. Agar masalah yang
dibahas tidak meluas, penulis memberikan batasan masalah sebagai berikut:
a) Body dissatisfaction yang dibahas dalam penelitian ini mengacu pada
definisi yang dikemukakan oleh Shroff et al., (2009) yaitu persepsi negatif
akan citra tubuh pada komponen afektif, kognitif dan perilaku terhadap
penampilan fisiknya yang mencakup bentuk tubuh, dan menyebabkan
perasaan tidak senang atau tidak puas terhadap tubuhnya.
b) Self-esteem dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang dikemukakan
oleh Heatherton & Polivy (1991) yaitu penilaian pribadi tentang
keberhargaan terhadap kondisi fisik tubuhnya, aktivitas yang dilakukan,
serta sikap terhadap lingkungan sosial yang diekspresikan kedalam tingkah
laku yang ditunjukkan pada dirinya sendiri.
c) Thin ideal internalization dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang
dikemukakan oleh Thompson & Heinberg (1999) yaitu bagaimana seorang
individu dengan kemampuan kognisinya memandang lingkungan sosial dan
mendefinisikan tubuh yang ideal berdasarkan kedekatannya dengan
lingkungan sosial tersebut.
d) Social comparison dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang
dikemukakan oleh Festinger (1954) yaitu suatu perilaku membandingkan
yang timbul dari kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self-evaluation)
dalam hal ini menilai bentuk tubuh dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan
membandingkan bentuk tubuhnya dengan orang lain.
e) Rasa syukur dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang dikemukakan
oleh Listiyandini et al., (2015) mendefinisikan bersyukur sebagai perasaan
berterima kasih, bahagia, serta apresiasi atas hal-hal yang diperoleh selama
hidup, baik dari Tuhan, manusia, makhluk lain, dan alam semesta yang
kemudian mendorong seseorang untuk melakukan hal yang sama seperti
yang ia dapatkan.
f) Objek dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Gjerdingen at al.,
(2009) yaitu ibu pascamelahirkan (postpartum) selama 0-12 bulan.
g) Usia objek penelitian mengacu pada penelitian dari August Horvath &
Tylka (2011) adalah usia dewasa muda & dewasa madya namun peneliti
memilih untuk usia dewasa muda saja karena pada usia dewasa muda
seseorang memiliki concern yang tinggi terhadap body dissatisfaction,
dibuktikan pada banyak penelitian yang dilakukan salah satunya yang
dilakukan oleh Dolesjova (2018) dimana subjeknya adalah wanita usia
dewasa awal yang memiliki body dissatisfaction yang tinggi.
1.2.2 Perumusan Masalah
Merujuk pada latar belakang yang terlah diuraikan maka peneliti merumuskan
masalah penelitian sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh self esteem (performance self-esteem, social self-
esteem, physical appearance self-esteem), thin ideal internalization, social
comparison (upward comparison, downward comparison), dan rasa syukur
terhadap body dissatisfaction ibu pascamelahirkan?
2. Berapa besar sumbangan self esteem, thin ideal internalization, social
comparison, dan rasa syukur terhadap body dissatisfaction pada ibu
pascamelahirkan?
3. Dimensi apakah dari self esteem, thin ideal internalization, social
comparison, dan rasa syukur yang berpengaruh secara signifikan terhadap
body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan?
4. Prediktor mana yang paling besar pengaruhnya terhadap body
dissatisfaction pada ibu yang baru melahirkan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Secara pokok penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yang telah
disampaikan di atas. Karenanya penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh self-esteem, social
comparison, thin ideal internalization dan rasa syukur terhadap body
dissatisfaction ibu pascamelahirkan.
2. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi
yang diberikan oleh self-esteem, thin ideal internalization, social
comparison, dan rasa syukur dalam memprediksi body dissatisfaction pada
ibu pascamelahirkan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan
psikologi, khususnya ilmu psikologi sosia, psikologi klinis dan psikologi
perkembangan yg terkait body dissatisfaction, self-esteem, social comparison, thin
ideal internalization dan rasa syukur. Sehingga menambah ilmu baru bagi peneliti
dan para pembaca. Selain itu, instansi terkait seperti Departemen Kesehatan untuk
dapat memberikan promosi kesehatan mengenai body dissatisfaction.
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para ibu
pascamelahirkan. Sebagai pengetahuan dan gambaran dalam memahami
konsekuensi terhadap bentuk tubuh setelah baru melahirkan dan meningkatkan self-
esteem terhadap dirinya sehingga mampu mengatasi permasalahan mengenai
bentuk tubuh yang ideal.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Body Dissatisfaction
2.1.1 Definisi body dissatisfaction
Body dissatisfaction merupakan bagian dari body image (citra tubuh), yang
mana citra tubuh negatif akan menimbulkan rasa ketidakpuasan terhadap tubuh.
Body image oleh Grogan (2008) didefinisikan sebagai persepsi, pemikiran, dan
perasaan seseorang mengenai tubuhnya dan biasa diartikan bersamaan dengan
bagaimana seseorang mempersepsikan ukuran tubuhnya, menilai apakah tubuhnya
menarik atau tidak, dan emosi yang berkaitan dengan bentuk dan ukuran tubuh
seseorang.
Menurut Cash, Flenning, Alindogan, Steadman, dan Whitehead (2002) citra
tubuh negatif berarti adanya ketidakpuasan dengan beberapa aspek penampilan
fisik seseorang. Seorang individu bisa saja menunjukkan ketidakpuasan terhadap
salah satu tampilan fisik meskipun menujukkan kepuasan pada tampilan fisik yang
lain. Dengan kata lain, ada beberapa aspek dan penampilan individu yang dinilai
negatif.
Willamson et al., (1993) mengatakan bahwa body dissatisfaction
merupakan kesenjangan yang terjadi pada seseorang akibat adanya perbedaan
antara bentuk tubuhnya sendiri dengan bentuk tubuh ideal yang diharapkan. Cash
dan Henry (1995) mengungkapkan body dissatisfaction sebagai pikiran dan
perasaan negatif individu terkait dengan ukuran, bentuk, berat tubuhnya dan
bisanya meliputi perbedaan antara penilaian seseorang terhadap tubuhnya dengan
tubuh yang diidealkan.
Menurut Cash et al., (2002) body dissatisfaction merupakan evaluasi negatif
seseorang terhadap penampilannya dan keinginan untuk terlihat lebih menarik
secara fisik. Begitu pula Grogan (2008) yang menyebutkan seseorang dengan body
dissatisfaction merupakan seseorang dengan pandangan dan perasaan negatif
mengenai tubuhnya. Selanjutnya Shroff et al., (2009) mendefinisikan body
dissatisfaction sebagai ketidaksenangan atau ketidakpuasan seseorang terhadap
aspek-aspek dari tubuh.
Body dissatisfaction menurut Hall (2009) ialah evaluasi negatif seseorang
terhadap tubuhnya. Individu menilai dan mempersepsikan negatif terhadap
tubuhnya, yakni merasa tidak memiliki tubuh yang bagus. Menurut Silberstain,
Striegel-Moore, Timko dan Rodin (1988) body dissatisfaction adalah
ketidakpuasan seseorang terhadap bentuk tubuh dan berkeinginan untuk mengubah
diri sesuai standar ideal. Individu merasa tidak puas dan mencoba segala sesuatu
yang dapat mengubah bentuk tubuhnya. Grogan (2006) mendefinisikan body
dissatisfaction sebagai persepsi negatif dan rasa tidak puas terhadap bagian tubuh
tertentu yang dimiliki.
Dari definisi-definisi yang tersebut diatas, peneliti memilih menggunakan
teori yang diusung oleh Shroff et al. (2009) yang mengatakan bahwa body
dissatisfaction ialah ketidaksenangan atau keidakpuasan seseorang terhadap aspek-
aspek dari tubuh.
2.1.2 Dimensi body dissatisfaction
Body dissatisfaction pengukurannya dapat dengan disosiasikan dengan tiga
kategori (kompenen afektif, kognitif dan perilaku) seperti yang terdapat dalam
gangguan citra tubuh (Shroff et al., 2009):
1. Komponen afektif. Komponen ini berbicara tentang perasaan dan emosi
individu terhadap penampilan dan bentuk fisiknya. Dikatakan pula bahwa
seseorang yang mengalami body dissatisfaction mengalami perasaan
negatif terhadap bentuk tubuhnya. Ia tidak menyukai bentuk tubuhnya.
2. Komponen kognitif. Komponen ini merupakan persepsi dari pemikiran
individu tentang penampilan tubuhnya. Dalam komponen ini, pengetahuan
dan informasi yang berkaitan dengan citra tubuh disimpan dan diproses.
Informasi-informasi tersebut berupa pengetahuan mengenai bentuk dan
ukuran tubuhnya sendiri dengan bentuk dan ukuran tubuh yang dianggap
positif atau negatif oleh lingkungan sosial.
3. Komponen perilaku. Komponen ini muncul berdasarkan pengaruh
komponen kognitif dan afektif. Komponen ini menitikberatkan pada
penghindaran situasi yang menyebabkan individu mengalami
ketidaknyamanan yang berhubungan dengan penampilan fisik.
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi body dissatisfaction
Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi body dissatisfaction. Beberapa ahli
mengemukakan faktor-faktor yang berbeda, antara lain:
1. Self-esteem
Self-esteem atau harga diri merupakan perasaan dan pemikiran individu
tentang penilaian terhadap diri sendiri yang menganggap dirinya berharga.
Penilaian tersebut berupa penilaian positif atau negatif terhadap dirinya
sejauh mana individu tersebut merasa berharga menerima dirinya sendiri
(Heatherton & Polivy, 1991). Self-esteem merupakan penilaian pribadi
tentang keberhargaan yang diekspresikan ke dalam tingkah laku yang
ditunjukkan pada dirinya sendiri. Penilaian tersebut berupa penolakan atau
penerimaan terhadap dirinya. Penolakan atau penerimaan mengindikasikan
sejauhmana orang tersebut mempunyai kemampuan, kesuksesan dan rasa
berharga pada dirinya sendiri.
2. Social comparison
Social comparison merupakan proses saling mempengaruhi dan perilaku
saling bersaing dalam interaksi sosial yang ditimbulkan oleh adanya
kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self-evaluation) dan kebutuhan ini
dapat dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain (Festinger,
1954). Myers & Crowther (2009) dalam penelitian meta analisisnya yang
menyebutkan bahwa ketika individu telah berindikasi dalam perilaku
perbandingan sosial, maka mereka memiliki tingkat kecenderungan yang
tinggi terhadap body dissatisfaction.
3. Thin Ideal Internalization
Vartanian & Dey (2013) menyimpulkan bahwa thin ideal internalization
pada wanita setelah melakukan perbandingan dengan figur yang
diinternalisasikan memiliki tubuh ideal olehnya membuat konsep diri
terhadap persepsi tubuhnya rendah. Dalam kondisi ini, wanita cenderung
mempersepsikan tubuh secara negatif dan mengalami body dissatisfaction.
4. Rasa syukur
Listiyandini et al., (2015) mendefinisikan bersyukur sebagai perasaan
berterima kasih, bahagia, serta apresiasi atas hal-hal yang diperoleh selama
hidup, baik dari Tuhan, manusia, makhluk lain, dana lam semesta yang
kemudian mendorong seseorang untuk melakukan hal yang sama seperti
yang ia dapatkan.
5. Kepuasan pernikahan
Clayton (1975) menyatakan kepuasan pernikahan merupakan evaluasi
secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi
perkawinan atau evaluasi suami istri terhadap seluruh kehidupan
perkawinan.
6. Self compassion
Neff (2003) menjelaskan bahwa self compassion merupakan suatu bentuk
sikap dan perilaku untuk mengurangi penderitaan akibat individu
mengalami kekurangan, kegagalan dan kesulitan. Kekurangan, kegagalan
dan kesulitan tersebut memunculkan pemikiran dan perasaan negative yang
mengakibatkan penderitaan diri. Individu perlu menerima dan terbuka
terhadap pikiran dan perasaan akibat kekurangan dan kegagalannya agar
mampu bersikap lebih baik terhadap diri.
7. Usia
Penelitian yang dilakukan oleh Myres & Crowther (2009) menyebutkan
bahwa usia menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi body
dissatisfaction. Dapat disimpulkan bahwa apabila usia bertambah maka
intensitasi individu memperhatikan tubuhnya secara detail tidak terlalu
sering sehingga individu merasa puas dengan tubuhnya. disebutkan juga
dalam penelitiannya bahwa individu dengan usia muda memiliki afeksi
negatif yang lebih besar dalam penampilan tubuhnya dibanding individu
dengan usia yang lebih tua.
8. Media sosial
Tiggeman (Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa media yang
muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur
perempuan yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh ideal seseorang.
Penjabaran diatas menunjukan bahwa terdapat berbagai factor yang mempengaruhi
body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan. Maka peneliti memilih variable
bebas yang pengaruhnya cukup signifikan dengan body dissatisfaction yaitu self
esteem, social comparison, thin ideal internalization dan rasa syukur.
2.1.4 Pengukuran body dissatisfaction
Terdapat beberapa teknik yang seringkali digunakan dalam pengukuran body
dissatisfaction pada wanita. Grogan (2008) menjelaskan secara singkat
perkembangan teknik pengukuran yang digunakan dalam mengukur tingkat body
dissatisfaction, diantaranya:
a. Figural rating scale/skala figur tubuh. Skala pengukuran ini dikenal juga
dengan teknik siluet. Dikembangkan pada tahun 1950-an dan tetap banyak
digunakan dalam pengukuran kualitastif terhadap tingkat dana rah
ketidakpuasan tubuh. Dalam teknik yang terakhir dikembangkan oleh
stunckard pada tahun 1983 ini, terdapat 9 figur/siluet yang ditampilkan
mulai dari ukuran yang sangat kupus hingga yang sangat gemuk, dan
kemudian partisipan diminta untuk memilih figur/siluet yang paling
mendekati ukuran tubuhnya sendiri dan yang mempresentasikan ukuran
tubuh ideal menurutnya. Perbedaan antara kedua figur yang dipilih ini
dipandang sebagai indikasi kepuasan/ketidakpuasan yang dialami
partisipan, dan figur yang dipilih juga mengindikasikan apakah tubuh ideal
menurutnya lebih kurus atau lebih gemuk dari ukuran tubuhnya saat ini.
b. Questionnaire/kuesioner. Cara lain untuk menilai body dissatisfaction
adalah dengan kuesioner. Kuesioner gambaran tubuh dirancang untuk
memberikan ukuran kuantitatif dari aspek citra tubuh. Fokus utamanya
adalah langkah-langkah yang dirancang untuk menilai ketidakpuasan tubuh
secara global, dan juga sebagai review yang lengkap dalam pengukuran
terhadap seluruh aspek body dissatisfaction. Kuesioner yang sering
digunakan antara lain:
(1) The Body Cathexis Scale yang dikembangkan pada tahun 1950-an oleh
Scord dan Jourard (1953). Pengukuran dengan 10 poin skala
pengukuran (1 = sangat tidak puas, sampai 10 = sangat puas) ini untuk
mendapatkan indikasi skor ketidakpuasan.
(2) The Eating Disorder Inventory (EDI) oleh Garner, Olmsted, dan Polivy
(1983). Untuk mengukur citra tubuh seseorang dalam hubungannya
dengan gangguan makan.
(3) The Body Shape Questionnaire (BSQ) oleh Cooper, Taylor, dan
Fairburn (1987). Terdiri dari 34 item yang berkaitan dengan
konsekuensi bentuk tubuh.
(4) The Body Attitude Questionnaire (BAQ) yang dikembangkan oleh Ben-
Tovim dan Walker pada tahun 1001. Terdiri dari 6 aspek: fatness, self-
dispragement, strength, salience of weight, attractiveness, dan
consciousness of lower-body fat.
(5) The Body Image Rating Scale (BIRS) oleh Gonzales-Marti, Bustos,
Jordan dan Mayville (2012) yang mengadospsi teori dari Shroff et al.,
(2009). Terdiri dari 15 item yang mengukur 3 aspek: kognitif, afektif &
perilaku.
Pada penelitian ini peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik
pengukuran kuesioner dengan menggunakan skala yang dikembangkan oleh
Gonzales-Marti et al., (2012) yaitu The Body Image Rating Scale (BIRS). Peneliti
menggunakan skala ini dan mengadaptasinya karena dianggap cukup mewakili
teori yang diutarakan Shroff et al., (2009) dengan segala pembahasannya. Selain itu
alat ukur ini juga dinilai konsisten (a = .73-.80), BIRS memiliki tingkat relabilitas
dengan test-retest setelah dua minggu (r = .76-.89) serta validitas konstruk yang
diakui mengukur body dissatisfaction.
2.2 Thin Ideal Internalization
2.2.1 Definisi Thin Ideal Internalization
Thompson dan Heinberg (1999) mendefinisikan thin ideal internalization adalah
kondisi dimana individu memaknai tubuh ideal dari stimulus dan informasi yang
diterimanya, sehingga individu tersebut menginterpretasikan tubuh ideal.
Thomspon dan Small (2011) mendefinisikan thin ideal internalization
sebagai proses dimana seseorang telah didukung atau dibawa untuk melihat ke titik
yang menjadi bagian dari system kepercayaan mereka. Proses internalisasi ini
disebut juga sebagai reinforcement social atau penguatan ulang dalam lingkungan
sosial (Stice & Whitenton, 2002).
Dalam proses sosialisasi, seperti sosialisasi citra tubuh ideal oleh media
massa, reinforcement social merupakan fackor lain dalam terjadinya proses
peniruan terhadap model-model sehingga apa yang telah ditiru menjadi sebagian
tingkah laku ideal yang dipromosikan oleh media, seperti: bentuk tubuh yang
langsing/berototo identic dengan kecantikan/ketampanan (faktor attractiveness),
layak mendapat perhatian lebih dalam pergaulan, mudah mendapatkan pekerjaan,
pujian, dan hal-hal positif lainnya.
Dari definisi diatas peneliti memilih menggunakan teori Thompson dan
Heinberg (1999) yang menyatakan bahwa thin ideal internalization adalah
bagaimana individu memaknai tubuh ideal dari stimulus dan informasi yang
diterimanya, sehingga individu tersebut menginterpretasikan tubuh ideal.
2.2.2 Pengukuran thin ideal internalization
Penelitian ini menggunakan skala yang dikembangkan oleh Thompson dan
Heinberg (1999) yaitu The Sociocultural Attitudes Toward Appearance
Questionnaire-3 (SATAQ-3). Instrumen ini terdiri dari 30 item yang mengukur
tingkat kesadaran dan hal yang mendukung seseorang terhadap persepsi bentuk
tubuh ideal. Masing-masing item terdiri dari 5 poin skala, namun dalam penelitian
ini hanya menggunakan 4 poin skala (1 = sangat tidak setuju, hingga 4 = sangat
setuju. Skor yang tinggi mengindikasikan bahwa responden memiliki tingkat thin
ideal internalization yang cukup tinggi. Alat ukut ini memiliki nilai validitas
sebesar 0.95 yang diakui mengukur thin ideal internalization terhadap body
dissatisfaction.
2.3 Social Comparison
2.3.1 Definisi social comparison
Teori social comparison dikembangkan oleh Festinger (1954) yang pada mulanya
mempunyai hipotesis bahwa setiap orang mempunyai dorongan (driver) untuk
menilai pendapat dan kemampuannya sendiri dengan cara membandingkannya
dengan pendapat dan kemampuan orang lain. Dengan cara itulah orang bisa
mengetahui bahwa pendapatnya benar atau tidak dan seberapa jauh kemampuan
yang dimilikinya.
Teori social comparison dari Festinger (1954) ini menjelaskan bahwa setiap
individu menginginkan penilaian yang tepat dalam mengevaluasi kemampuan,
perilaku, dan penampilannya. Ketika individu dapat mengevaluasi diri secara
langsung, individu mencari cara untuk melakukan hal tersebut dengan cara
melakukan perbandingan antara diri sendiri dengan individu lain, atau yang biasa
disebut dengan perbandingan sosial (social comparison). Festinger (1954) mencatat
bahwa individu akan melakukan perbandingan sosial ketika cara-cara obyektif
untuk evaluasi diri tidak tersedia, maka membandingkan diri sendiri kepada orang
lain dilakukan dalam upaya memenuhi dorongan dasar manusia untuk evaluasi diri.
Festinger (1954) menyebut social comparison sebagai proses saling mempengaruhi
dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial ditimbulkan oleh adanya
kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self-evaluation) dan kebutuhan ini dapat
dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain.
Menurut Festinger (1954) seseorang selalu ingin terlihat lebih baik dari
orang lain karena lebih baik dari orang lain merupakan sesuatu yang membuatnya
dapat menyesuaikan diri dengan kultur barat dalam kehidupannya. Hal inilah yang
kemudian mendorong seseorang untuk melakukan perbandingan ke atas (upward
comparison). Setelah penelitian oleh Festinger pada 1954, banyak penelitian
selanjutnya yang mulai fokus pada social comparison sebagai cara peningkatan
diri, memperkenalkan konsep perbandingan bawah dan keatas (downward &
upward) dan memperluas motivasi perbandingan sosial (Van Lange et al., 2012).
Jones (2001) mendefinisikan social comparison sebagai penilaian kognitif
yang dibuat oleh individu tentang sesuatu yang dimilikinya dibandingkan dengan
sesuatu milik orang lain. Wheeler (dalam Van Lange et al., 2012) menjelaskan
bahwa social comparison dilakukan seseorang sebagai bentuk dari kognisi sosial.
Seseorang berpikir untuk membuat evaluasi terhadap dirinya serta peningkatan diri
yang bertujuan agar dirinya lebih baik. Selain itu, dalam konteks objek
perbandingan seseorang melakukan perbandingan sosial tergantung dengan jenis
mereka. Dimana setiap wanita akan membandingkan dirinya dengan wanita juga,
begitupula dengan pria yang akan membandingkan dirinya dengan sesama pria.
Bahkan perbandingan dilakukan dengan objek yang lebih spesifik. Sebagai contoh,
seorang wanita yang telah menikah akan membandinakan dirinya dengan wanita
yang telah menikah pula, perbandingan bisa dilakukan dalam hal kebahagiaan
dalam pernikahan dan sebagainya. (Wheeler dalam Van Lange et al., 2012)
Menurut Wheleer (dalam Van Lange et al., 2012) hal yang menjadikan
motif seseorang melakukan social comparison adalah evaluasi diri. Seseorang
berharap dapat meningkatkan kualitas dirinya dengan membandingkan diri dengan
orang lain. Dalam perilaku membandingkan ini seseorang akan menemukan dua
jenis perbandingan yaitu ke atas dan ke bawah (upward & downward comparison).
Seseorang melakukan perbandingan ke bawah ketika dirinya sedang merasa senang
sehingga implikasi berikutnya pun demikian. Sedangkan ketika melakukan
perbandingan ke atas, seseorang tersebut boleh dikatakan ingin mendapatkan reaksi
positf setelah melakukan jenis perbandingan tersebut.
Van Lange et al., (2012) kemudian berpendapat bahwa motivasi seseorang
dalam melakuan perbandingan meluas tidak hanya sekedar bentuk evaluasi diri
melainkan meningkatkan kemampuan diri. Seseorang melakukan perbandingan ke
bawah ketika dirinya hendak mengurangi kecemasannya serta meningkatkan
wellbeing pada dirinya. Sedangkan ketika dia menginginkan inspirasi dan
mendapatkan informasi agar dirinya terus berkembang maka ia melakukan
perbandingan ke atas. Jadi social comparison baik itu upward comparison ataupun
downward comparison yang dilakukan oleh seseorang memiliki tujuan agar dapat
meningkatakn diri menjadi individu yang lebih baik.
Berdasarkan pengertian diatas, peneliti menggunakan teori dari Festinger
(1954) yang dapat disimpulkan bahwa social comparison merupakan proses saling
mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial yang
ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self-evaluation) dan
kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain.
Dibedakan menjadi dua yaitu upward comparison dan downward comparison.
2.3.2 Dimensi social comparison
Menurut Festinger (1954) teori social comparison ini dibedakan menjadi dua tipe:
a) Upward comparison atau perbandingan ke atas, yaitu ketika individu
membandingkan dirinya dengan orang lain yang mereka percaya lebih baik
daripada dirinya.
b) Downward comparison perbandingan ke bawah, yaitu ketika individu
membandingkan dirinya dengan orang lain yang mereka percaya lebih
buruk daripada dirinya.
Upward comparison lebih kepada membuat konsekuensi negatif,
termasuk merendahkan self-esteem. Sedangkan downward comparison
lebih kepada membuat konsekuensi positif, termasuk meningkatkan self-
esteem (Myers dan Cworther, 2009).
2.3.3 Pengukuran social comparison
Pengukuran terhadap social comparison telah banyak dilakukan salah satunya oleh
O’Brien et al., (2009) dengan alat ukur yang dinamakan The Upward and
Downward Appearance Comparison Scale (UDACS). UDACS ini mengukur
seberapa sering individu melakukan perbandingan dirinya terhadap orang lain yang
terdiri dari dua subskala: upward dan downward. Untuk kedua subskala tersebut,
setiap item menggunakan 5 poin skala (1 = sangat tidak setuju, hingga 5 = sangat
setuju), yang kemudian diadaptasi oleh peneliti menjadi 4 poin skala. Rata-rata item
dengan skala tinggi diindikasikan dengan keseringan subjek dalam melakukan
perbandingan sosial atau penampilannya. Peneliti menggunakan alat ukur UDACS
dalam penelitian ini karena dimensi dari pengukuran ini sesuai dengan teori yang
diungkapak Festinger (1954) dan dengan segala pembaharuan yang diadaptasi oleh
O’Brien et al., (2009). Selain itu validitas alat ukur ini dianggap cukup baik dengan
nilai 0.66 sedangkan nilai reliabilitas sebesar 0.79
2.4 Self-Esteem
2.4.1 Definisi self-esteem
Istilah self-esteem dalam Bahasa Indonesia disebut dengan penghargaan diri.
Hearherton dan Polivy (1991) mendefinisikan self-esteem sebagai penilaian pribadi
tentang keberhargaan yang diekspresikan ke dalam tingkah laku yang ditunjukkan
pada dirinya sendiri. Penilaian tersebut berupa penolakan atau penerimaan terhadap
dirinya. Penolakan atau penerimaan mengindikasikan sejauhmana orang tersebut
mempunyai kemampuan, kesuksesan dan rasa berharga pada dirinya sendiri.
Menurut Minchinton (1993) self-esteem adalah penelitian terhadap diri
sendiri. Self-esteem dijadikan tolak ukur harga diri sebagai seorang manusia,
berdasarkan pada kemampuan penerimaan atau penolakan diri dan perilaku.
Adapun menurut Rosenberg (Martin, Nuflez, Navarro dan Grijalvo, 2007) self-
esteem merupakan perasaan dan pemikiran individu tentang penilaiain terhadap diri
sendiri yang menganggap dirinya berharga. Penilaian tersebut berupa penilaian
positif atau negatif terhadap dirinya sejauh mana individu tersebut merasa berharga
dan menerima dirinya sendiri. Dideskripsikan juga sebagai keberhagaan terhadap
diri sendiri atau perasaan menerima diri sendiri secara menyeluruh berdasarkan
pada keyakinakan mengenai apa dan siapa diri kita sebenarnya.
Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori
Heatherton dan Polivy (1991) yang mendefinisikan self-esteem sebagai penilaian
peribadi tentang keberhargaan yang diekspresikan ke dalam tingkah laku yang
ditunjukkan pada dirinya sendiri. Dibagi menjadi tiga dimensi yaitu performance
self-esteem, social self-esteem, physical appearance self-esteem.
2.4.2 Dimensi self-esteem
Menurut Heatherton dan Polivy (1991) self-esteem dapat dikonstruk menjadi tiga
komponen utama, yakni:
a) Performance self-esteem, mengacu pada kompetensi umum seseorang
meliputi kemampuan intelektual, performa hasil sekolah, kapasitas diri,
percaya diri, self-efficacy dan self-agency.
b) Social self-esteem, mengacu pada bagaimana seseorang mempercayai
pandangan orang lain menurut mereka. Apabila orang lain terutama
significant others menghargai mereka, maka akan memiliki social self-
esteem yang tinggi. Seseorang dengan social self-esteem yang rendah akan
merasakan kecemasan ketika berada di public dan akan sangat khawatir
mengenai image mereka dan bagaimana orang lain memandangan mereka.
c) Physical appearance self-esteem, mengacu pada bagaimana seseorang
melihat fisik mereka meliputi skills, penampilan menarik, body image dan
juga stigma mengenai ras dan etnis.
2.4.3 Pengukuran self-esteem
Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat beberapa cara untuk mengukur self-
esteem seseorang, yaitu:
a) Janis-Field Feelings of Indequacy Scale (JFS) terdiri dari 23 item yang
dikembangkan oleh Janis dan Field pada tahun 1959. Skala ini mengukur
self-regard, kemampuan akademik, kepercayaan sosial, dan penampilan.
Kemudian pada tahun 1980, JFS dimodifikasi oleh Flenning dan Courtney
pada tahun 1984 dengan mengganti format responnya (5-7 skala) dan
menambahkan pertanyaan untuk dimensi lain dari self-esteem (Heatherton
& Polivy, 1991).
b) Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) adalah alat ukur yang dikembangkan
oleh Rosenberg pada tahun 1965, terdiri dari 10 item dengan menggunakan
skala likert 1 sampai 4 (Martin et al., 2007).
c) State Self-Esteem Scale (SSES) adalah alat ukur yang dikembangkan oleh
Heatherton & Polivy pada tahun 1991 merupakan pengembangan dari Janis-
Field Feelings of Indequency Scale (JFS). Terdiri dari 20 item dengan
format respon skala likert 1 sampai 5 (Heatherton & Polivy, 1991).
Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada State Self
Esteem Scale (SSES) yang dikembangkan oleh Heatherton & Polivy (1991).
Instrument yang digunakan peneliti dalam penelitian ini terdiri dari 7 item yang
mengukur aspek performance self esteem, 7 item mengukur social self-esteem, dan
6 item mengukur physical appearance self-esteem. Alat ukur ini memiliki nilai
validias cukup baik yaitu sebesar 0.92.
2.5 Rasa Syukur
2.5.1 Definisi rasa syukur
Terdapat beberapa definisi bersyukur yang diungkapkan oleh beberapa
tokoh. Berikut definisi-definisi tersebut:
Listiyandini et al., (2015) mengungkapkan bersyukur adalah perasaan
berterima kasih, bahagia, serta apresiasi atas hal-hal yang diperoleh selama hidup,
baik dari Tuhan, manusia, makhluk lain, dana lam semesta yang kemudian
mendorong seseorang untuk melakukan hal yang sama seperti yang ia dapatkan.
Peterson & Seligman (2004) mendefinisikan bersyukur sebagai perasaan
berterima kasih dan bahagia sebagai respon atas suatu pemberian, baik pemberian
tersebut merupakan keuntungan yang nyata dari orang tertentu ataupun kedamaian
yang diperoleh dari keindahan alamiah. Bersyukur menurut Peterson & Seligman
menyiratkan adanya perasaan positif; baik itu puas, bahagia, damai, maupun
berterima kasih karena suatu hal yang sedikit tetapi dinilainya positif atau
menguntungkan. Misalnya orang yang hidup miskin tetapi merasa bahagia karena
ia bersyukur masih dapat hidup sampai sekarang, atau sebagai contoh ibu
pascamelahirkan yang merasa tidak percaya diri akan kondisi tubuhnya tetapi tetap
bahagia karena ia baru saja melahirkan seorang anak. Penderitaan juga dapat
mengingatkan seseorang untuk bersyukur. Adanya apresiasi yang tinggi terhadap
suatu hal yang kecil maupun hal yang menyedihkan dapat menumbuhkan perasaan
bersyukur dalam diri individu.
Bersyukur membuat seseorang akan memiliki pandangan yang lebih positif
dan perspektif secara lebih luas mengenai kehidupan, yaitu pandangan bahwa hidup
adalah suatu anugerah (Peterson & Seligman, 2004). Dengan melihat dan
merasakan penderitaan sebagai sesuatu yang positif, maka seseorang akan bisa
meningkatkan kemampuan coping barunya baik secara sadar maupun tidak, dapat
memicu timbulnya pemaknaan terhadap diri yang akan membawa hidup seseorang
ke arah yang lebih positif (Mc Millen dalam Krause, 2006). Beberapa studi juga
menunjukkan bahwa bersyukur dapat mencegah kondisi depresif dan patologis
(Peterson & Seligman, 2004). Seseorang yang bersyukur memiliki control yang
lebih tinggi terhadap lingkungannya, perkembangan personal (personal growth),
memiliki tujuan hidup dan penerimaan diri. Orang yang bersyukur juga memiliki
coping yang positif dalam menghadapi kesulitan hidup, mencari dukungan sosial
dari orang lain, menginterpretasikan pengalaman dengan sudut pandang berbeda,
memiliki rencana dalam memcahkan masalah (McCullough, Tsang & Emmons,
2004). Bersyukur juga dapat membantu seseorang untuk dapat meningkatkan
kemampuan dirinya dalam menghadapi masalah dan menemukan penyelesaian
yang terbaik bagi masalahnya. Watkins et al., (2003) juga menyatakan bahwa rasa
bersyukur yang dimiliki oleh seseorang dapat mengindikasikan seberapa jauh ia
merasa bahagia (well-being) yang dilihat dari kepuasan terhadap hidupnya
(satisfaction with life).
Fitzgerald (1998) mengatakan bahwa bersyukur terdiri dari tiga komponen,
yaitu: (1) perasaan apresiasi yang hangat terhadap seseorang atau sesuatu; (b)
keinginan atau kehendak baik (goodwill) yang ditunjukan kepada seseorang atau
sesuatu; dan (c) kecenderungan untuk bertindak positif berdasarkan rasa apresiasi
dan kehendak baik yang dimiliknya. Menurut Fitzgerald (1998), ketiga komponen
ini merupakan komponen yang saling berkaitan dan tidak terpisahkan, karena
seseorang tidak mungkin melakukan perilaku bersyukur tanpa merasakan apresiasi
dalam hatinya. Selain Fitzgerald (1998), Watkins dkk (2003) juga mengemukakan
empat karakteristik orang yang bersyukur. Menurut Watkins (2003), individu yang
bersyukur memiliki ciri: 1) tidak merasa kekurangan dalam hidupnya, 2)
mengapresasi adanya kontribusi pihak lain terhadap kesejahteraan (well-being)
dirinya, 3) memiliki kecenderungan untuk menghargai dan merasakan kesenangan
yang sederhana (simple pleasure), yaitu kesenangan-kesenangan dalam hidup yang
sudah tersedia pada kebanyakan orang, seperti udara untuk bernafas, air untuk
hidup sehari-hari, dan sebagainya, serta 4) menyadari akan pentingnya mengalami
dan mengekspresikan bersyukur.
Peneliti memilih menggunakan definisi bersyukur yang dikemukakan oleh
Listiyandini et al., (2015) yaitu bersyukur merupakan perasaan berterima kasih,
bahagia, serta apresiasi atas hal-hal yang diperoleh selama hidup, baik dari Tuhan,
manusia, makhluk lain, dana lam semesta, yang kemudian mendorong seseorang
untuk melakukan hal yang sama seperti yang ia dapatkan.
2.5.4 Dimensi Rasa Syukur
Fitzgerald (1998) mengatakan bahwa bersyukur terdiri dari tiga komponen,
yaitu: (a) perasaan apresiasi yang hangat terhadap seseorang atau sesuatu; (b)
keinginan atau kehendak baik (goodwill) yang ditujukan kepada seseorang atau
sesuatu; dan (c) kecenderungan untuk bertindak positif berdasarkan rasa apresiasi
dan kehendak baik yang dimilikinya. Menurut Fitzgerald (1998), ketiga komponen
ini merupakan komponen yang saling berkaitan dan tidak terpisahkan, karena
seseorang tidak mungkin melakukan perilaku bersyukur tanpda merasakan
apresiasi di dalam hatinya. Selain Fitzgerald (1998), Watkins dkk (2003) juga
mengemukakan empat karakteristik orang yang bersyukur, menurutnya individu
yang bersyukur memiki ciri: 1) tidak merasa kekurangan dalam hidupnya, 2)
mengapresiasi adanya kontribusi pihak lain terhadap kesejahteraan (well-being)
dirinya, 3) memiliki kecenderungan untuk menghargai dan merasakan kesenangan
yang sederhana (simple peasure), yaitu kesenangan-kesenangan dalam hidup yang
sudah tersedia pada banyak orang, seperti udara untuk bernafas, air untuk hidup
sehari-hari dan sebagainya, serta 4) menyadari akan pentingnya mengalami dan
mengekspresikan bersyukur.
Listiyandini (2015) meranggabungkan teori Fitzgerald (1998) dan Watkins
(2003) komponen bersyukur menjadi tiga. Ketiga komponen berikut akan
digunakan dalam penyusunan alat ukur bersyukur, yaitu:
a) Memiliki rasa apresiasi (sense of appreciation) terhadap orang lain
ataupun Tuhan dan kehidupan.
Komponen ini berasal dari komponen pertama Fitzgerald (1998) yaitu
perasaan apresiasi yang hangat terhadap seseorang atau sesuatu, dan
diperjelas oleh Watkins (2003) dengan karakteristik orang bersyukur
kedua dan ketiga, yaitu mengapresiasi kontribusi orang lain terhadap
kesejahteraan (well-being) dirinya, dan memiliki kecenderungan untuk
mengapresiasi kesenangan yang sederhana (simple pleasure).
b) Perasaan positif terhadap kehidupan yang dimiliki.
Komponen ini berasal dari karakteristik orang bersyukur menurut
Watkins dkk (2003), yaitu tidak merasa kekurangan dalam hidupnya
atau dengan kata lain memiliki sense of abundance. Seseorang yang
tidak merasa kekurangan akan memiliki perasaan positif dalam dirinya.
Ia akan merasa berkecukupan terhadap apa yang dimilikinya, puas
dengan kehidupan yang dijalaninya.
c) Kecenderungan untuk bertindak positif sebagai ekspresi dari perasaan
positif dan apresiasi yang dimiliki.
Komponen bersyukur yang kedua dan ketiga dari Fitzgerald (1998),
yaitu kehendak baik kepada seseorang atau sesuatu, serta
kecenderungan untuk bertindak berdasarkan apresiasi dan kehendak
baik yang dimilikinya, berkaitan dengan karakteristik terakhir dari
individu yang bersyukur menurut Watkins dkk (2003), yaitu menyadari
akan pentingnya mengekspresikan bersyukur. Ketiga hal ini
menunjukan bahwa bersyukur tidak hanya berkaitan dengan apresiasi
terhadap apa yang diperoleh, tetapi juga terdapat unsur pengekspresian
dan apresiasi perasaan yang dimiliki yang dapat diwujudkan dalam
tindakan maupun kehendak baik.
2.5.6 Pengukuran Rasa Syukur
Terdapat beberapa skala yang sudah dikembangkan oleh peneliti di Negara
Barat dengan tujuan untuk mengukur rasa syukur, diantaranya adalah Gratitude
Questionanire-6 (McCullough, Emmons, & Tsang, 2002), Gratitude Resentment
and Appreciation Test (GRAT)-short form (Thomas & Watkins, 2003).
Peneliti menggunakan alat ukur yang digunakan oleh Listyadini (2015)
yang memodifikasi teori Fitzgerald (1998) dan Watkins (2003) dan menyelipkan
juga aspek ketuhanan dalam alat ukur yang dibuat.
2.5 Kerangka Berpikir
Berdasarkan latar belakang dan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
dapat dirangkum dalam suatu kerangka berpikir bahwa pada umumnya kaum ibu
pascamelahirkan ingin memiliki tubuh yang ideal menurut dirinya. Hal tersebut
didapat dari hasil membandingkan dirinya dengan orang lain, sehingga
mendapatkan internalisasi tubuh yang ideal menurutnya. Ketidakpuasan terhadap
tubuh (body dissatisfaction) pada ibu pascamelahirkan memunculkan beberapa
faktor yang dianggap penting untuk diteliti.
Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah social comparison. Ketika
individu telah berindikasi dalam perilaku membandingkan diri dengan situasi
sosial, maka mereka memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi terhadap body
dissatisfaction. Ibu yang cenderung mengalami body dissatisfaction ini akibat dari
perilaku social comparison tersebut. Menurut Festinger (1954), terkadang wanita
membandingkan dirinya dengan yang lebih baik daripada dirinya (upward
comparison), namun seringkali pula wanita membandingkan dirinya dengan yang
lebih buruk daripada dirinya (downward comparison). Karenanya, perasaan tidak
puas akan selalu muncul dari individu akibat perbandingan yang dilakukannya
terhadap orang lain.
Rasa tidak puas terhadap bentu tubuh muncul akibat perbandingan ke atas
(upward comparison) yang dilakukan oleh ibu. Melakukan perbandingan terhadap
orang yang lebih baik, selain dapat memberi informasi dan mendapatkan inspirasi
positif juga dapat membuat seorang ibu pascamelahirkan tersebut merasa tertekan
dan khawatir dengan bentuk tubuhnya sendiri. Hal ini dikarenakan individu selalu
merasa lebih buruk dibanding orang lain setelah melakukan perbandingan ke atas
(upward comparison). Seringnya intensitas ibu pascamelahirkan dalam melakukan
perbandingan ke atas semakin mempengaruhi rasa tidak puas terhadap bentuk
tubuhnya.
Begitu pula ketika individu melakukan perbandingan ke bawah (downward
comparison). Ketika seorang ibu pascamelahirkan melakukan perbandingan ke
bawah, maka ia akan mendapat objek perbandingan yang lebih buruk dari dirinya.
Dengan membandingkan tubuhnya dengan orang lain yang lebih buruk, seseorang
berharap akan tampil lebih percaya diri dengan penampilan tubuhnya. Namun
seringkali justru reaksi negatif muncul dengan implikasi rasa kecewa dan tidak puas
terhadap bentuk tubuhnya.
Selain itu faktor berpengaruh lainnya adalah self-esteem (harga diri).
Penghargaan terhadap diri yang rendah membuat seseorang tidak percaya diri
dengan apa yang telah dimilikinya. Termasuk juga dalam hal body dissatisfaction,
dengan self-esteem yang rendah sangat memungkinkan bagi ibu pascamelahirkan
dalam persepsinya terhadap bentuk tubuh. Dibuktikan juga dalam beberapa
fenomena serta penelitian yang telah dilakukan belakangan, yang menyebutkan
bahwa wanita yang mengalami body dissatisfaction kemudian melakukan diet, hal
ini dikarenakan self-esteem mereka berada pada tingkat yang cukup rendah. Dengan
self-esteem yang rendah wanita cenderung memiliki persepsi yang negatif terhadap
bentuk tubuh dan berat badan.
Dimensi self-esteem dibagi menjadi tiga yaitu performance self-esteem,
social self-esteem dan physical appearance self-esteem (Heatherton & Polivy,
1991). Seseorang dengan performance self-esteem, social self-esteem dan physical
appearance self-esteem yang rendah cenderung memiliki ketidakpuasan tubuh yang
tinggi. Dengan performance self-esteem tinggi seorang ibu pascamelahirkan
percaya bahwa mereka cukup pintar dan memiliki kemampuan yang baik dalam
caranya memperoleh tubuh yang ideal. Seorang ibu yang yakin dengan usahanya
dalam memperoleh tubuh ideal tentunya akan puas dengan penampilan tubuhnya.
Sebaliknya, ketika seorang ibu pascamelahirkan tidak yakin dalam usahanya
meraih tubuh ideal meskipun usaha yang dilakukannya sudah cukup banyak,
cenderung akan mengalami ketidakpuasan terhadap tubuhnya.
Dimensi social self-esteem, seorang ibu cenderung peduli terhadap
pandangan orang lain tentang bentuk tubuhnya. Sehingga ibu yang rendah social
self-esteem-nya seringkali cemas dalam pengalaman sosialnya dan kerap khawatir
akan pandangan orang lain tentang bentuk tubuhnya. Ibu yang khawatir dengan
pandangan orang lain mengenai kondisi fisik tubuhnya cenderung mengalami
ketidakpuasan terhadap tubuhnya karena dengan seringnya ibu merasa khawatir,
maka semakin menunjukkan bahwa dirinya tidak yakin dengan penampilan
tubuhnya dihadapan lingkungan sosialnya. Lain halnya dengan ibu yang memiliki
social self-esteem yang tinggi, mereka tentunya tampil didepan lingkungan sosial
dengan harga diri tinggi sehingga kepuasan yang dialami olehnya.
Dimensi physical appearance self-esteem mempengaruhi seorang ibu dalam
melihat kondisi fisik tubuhnya, bagaimana agar ia terlihat menarik dan menjadikan
stigma positif untuk dirinya. Seorang ibu yang baru melahirkan akan mengalami
body dissatisfaction jika dirinya tidak memiliki harga diri terhadap bentuk
tubuhnya. Ibu yang kurang menghargai bentuk tubuhnya sendiri terbilang jarang
memperhatikan kondisi fisik tubuhnya sehingga pada akhirnya ketika dia sadari
bahwa kondisi tubuhnya sangat buruk, maka yang terjadi adalah rasa tidak puas
terhadap diirnya.
Thin ideal internalization merupakan variabel lain yang mempengaruhi
body dissatisfaction. Internalisasi tubuh ideal membuat ibu memiliki afeksi negatif
terhadap bentuk tubuh yang dimilikinya saat ini. Beberapa penelitian juga telah
membuktikan, pada umumnya ibu menginternalisasi tubuh yang ideal melalui
frekuensi yang ditampilkan media, kemudian ketika mereka gagal mencapai apa
yang mereka internalisasikan maka muncul perasaan negatif mengenai tubuh
mereka. Perasaan negatif inilah yang membawa seorang ibu ke arah ketidakpuasan
terhadap bentuk tubuh (body dissatisfaction).
Rasa bersyukur sangat berhubungan dengan ketidakpuasan bentuk tubuh
seseorang. Perubahan fisik yang terjadi pada ibu pascamelahirkan sangat
berhubungan dengan penampilan seseorang tersebut. Penampilan adalah cara
seseorang memandang wajah, bentuk tubuh dan gaya danri sisi fisiknya. Media
massa dan masyarakat memiliki pernanan yang penting dalam memberi tekanan
pada ibu pascamelahirkan agar memiliki bentuk tubuh dan keterampilan tertentu.
Umumnya wajah dan bentuk tubuh yang dianggap cantik oleh wanita ialah dia yang
langsing, tinggi, berkulit putih, hidung mancung dan lain sebagainya. Penilaian
seperti itu akan membuat seorang ibu pascamelahirkan menjadi stress, gagal
menjadi dirinya sendiri dan kehilangan percaya diri. Sesungguhnya kesempurnaan
atau kecantikan dan ketampanan adalah suatu hal yang relatif, karena perbedaan
antara individu yang satu dengan yang lainnya. Dan Allah SWT telah melimpahkan
banyak kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya di dunia ini. Mereka diberi
pendengaran, penglihatan dan hati. Kenikmatan tersebut begitu banyak dan tak
terhingga, sehingga tidak ada satupun diantara manusia yang mampu menghitung
betapa banyak nikmat yang telah diberikan-Nya kepada manusia. Salah satu wujud
syukur itu ialah mensyukuri semua pemberian atau nikmat yang diberikan oleh
Allah SWT melalui kepuasan terhadap bentuk tubuh individu itu sendiri.
Maka berdasarkan penjabaran di atas, dalam penelitian ini self esteem,
social comparison, thin ideal internalization serta rasa syukur berperan sebagai
independent variable (IV), sedangkan body dissatisfaction berperan sebagai factor
yang dipengaruhi/dependent variable (DV). Kerangka berpikir tersebut jika
digambarkan dalam bentuk bagan adalah sebagai berikut:
BODY DISSATISFACTION
SELF-ESTEEM
SOCIAL COMPARISON
THIN IDEAL INTERNALIZATION
Social self-esteem
Physical self-estem
Performance self-esteem
Upward comparison
Downward comparison
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Pengaruh Self-esteem, Social comparison, Thin ideal internalization dan rasa syukur terhadap Body Dissatisfaction
2.6 Hipotesis Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh independent variable yang
diketahui terhadap dependent variable. Dependent variable dalam penelitian ini
adalah body dissatisfaction sedangkan variable yang digunakan sebagai
independent variable berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya mengenai body
dissatisfaction yaitu: self-esteem, social comparison, thin ideal internalization &
rasa syukur.
Hipotesis ini merupakan dugaan jawaban dari rumusan masalah yang
diajukan, maka hipotesis mayor dari penelitian ini adalah: ada pengaruh yang
signifikan dari self esteem, social comparison, thin ideal internalization & rasa
syukur terhadap body dissatisfaction ibu pascamelahirkan usia dewasa awal di
JABODETABEK.
Sedangkan hipotesis minornya adalah:
H1 : Ada pengaruh yang signifikan dari performance self esteem
terhadap body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa
awal di JABODETABEK.
RASA SYUKUR
Apresiasi
Rasa positif
Kecenderungan bertindak
H2 : Ada pengaruh yang signifikan dari social self-esteem terhadap
body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa awal di
JABODETABEK.
H3 : Ada pengaruh yang signifikan dari physical appearance self-
esteem terhadap body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia
dewasa awal di JABODETABEK.
H4 : Ada pengaruh yang signifikan dari upward comparison terhadap
body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa awal di
JABODETABEK.
H5 : Ada pengaruh yang signifikan dari downward comparison
terhadap body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa
awal di Tangerang JABODETABEK.
H6 : Ada pengaruh yang signifikan dari thin ideal internalization
terhadap body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa
awal di JABODETABEK.
H7 : Ada pengaruh yang signifikan dari sense of appreciation terhadap
body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa awal di
JABODETABEK.
H8 : Ada pengaruh yang signifikan dari kecenderungan bertindak
terhadap body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa
awal di JABODETABEK.
H9 : Ada pengaruh yang signifikan dari rasa positif terhadap body
dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa awal di
JABODETABEK.
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini diuraikan tentang populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel,
variabel penelitian dan definisi operasional variabel, instrument pengumpulan data,
uji validitas konstruk, teknik analisis data serta prosedur penelitian. Pada penelitian
ini, yang hendak diteliti adalah apakah ada pengaruh dari masing-masing
independent variable (self-esteem, social comparison, thin ideal internalization,
dan rasa syukur) terhadap body dissatisfaction. Pendekatan yang digunakan untuk
menjawab pertanyaan penelitian tersebut adalah pendekatan kuantitatif.
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini merupakan ibu dewasa awal pascamelahirkan yang
berdomisili di JABODETABEK.
Sampel merupakan sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan prosedur
tertentu dan diharapkan dapat mewakili satu populasi. Pada penelitian ini, subjek
yang dijadikan sampel adalah kaum ibu pascamelahirkan pada usia dewasa awal di
JABODETABEK sebanyak 201 orang. Adapun karaktrisik sampel pada penelitian
ini adalah para ibu pascamelahirkan selama 1 tahun terakhir di wilayah
JABODETABEK.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini bersifat
non-probability sampling, yakni purposive sampling, yaitu anggota sampel yang
dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti menentukan
populasinya, yaitu kaum ibu pascamelahirkan selama 1 tahun terakhir di daerah
JABODETABEK. Cara pengambilan data ini ditempuh dengan cara menggunakan
google docs (kuesioner yang disebar melalui link internet). Teknik ini dilakukan
dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.
3.2 Variabel penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.2.1 Identifikasi variable
Variabel pada penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu:
a) Dependent variable
b) Independent variable
Pada penelitian ini, variable yang akan diteliti dan menjadi dependent variable
adalah body dissatisfaction.
Sedangkan yang termasuk dalam independent variable adalah:
1. Self-esteem
2. Social comparison
3. Thin ideal internalization
4. Rasa syukur
3.2.2 Definisi operasional variabel
Definisi operasional dari variabel penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Body dissatisfaction merupakan ketidakpuasan dan ketidaknyamanan yang
berkaitan dengan perasaan dan persepsi perilaku terhadap aspek-aspek
tertentu dari tubuh yang dialami oleh ibu pascamelahirkan.
2. Self esteem adalah penilaian pribadi tentang keberhargaan terhadap kondisi
fisik tubuhnya, aktivitas yang dilakukan, serta sikap terhadap lingkungan
sosial yang diekspresikan kedalam tangkah laku yang ditunjukkan pada
dirinya sendiri.
3. Social comparison adalah perilaku membandingkan yang dilakukan oleh
seseorang terhadap individu lain yang menurutnya memiliki bentuk tubuh
yang lebih baik ataupun buruk daripada dirinya.
4. Thin ideal internalization adalah bagaimana seorang ibu yang baru
melahirkan dengan kemampuan kognisinya memandang lingkungan sosial
dan mendefinisikan tubuh yang ideal berdasarkan kedekatannya dengan
lingkungan sosial tersebut.
5. Rasa syukur adalah perasaan berterima kasih, bahagia, serta apresiasi atas
hal-hal yang diperoleh selama hidup, baik dari Tuhan, manusia, makhluk
lain, dan alam semesta yang kemudian mendorong seseorang untuk
melakukan hal yang sama seperti yang ia dapatkan.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan penyataan tertutup.
Di mana pernyataan tertutup merupakan penyataan yang pilihan jawabannya
tersedia, dengan cara memilih jawaban yang sudah ditentukan yang menggunakan
skala Likert terhadap empat pilihan jawaban, yakni sebagai berikut: Sangat Setuju
(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).
Adapun perolehan skor dari item-item berdasarkan dari jawaban yang
dipilih sesuai dengan jenis penyataan yakni favorable atau unfavorable. Untuk
jawaban favorable skornya bergerak dari kanan ke kiri (SS, S, TS, STS) dengan
nilai (1, 2, 3, 4). Sedangkan untuk unfavorable cara skornya bergerak sebaliknya
dari kiri ke kanan (STS, TS, S, SS) dengan nilai (4, 3, 2, 1).
3.3.1 Skala body dissatisfaction
Skala body dissatisfaction yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur
seberapa besar tingkat ketidakpuasan terhadap tubuh pada ibu pascamelahirkan
dilihat menggunakan skala yang dikembangkan oleh Gonzales-Marti et al., (2012)
yaitu The Body Image Rating Scale (BIRS).
Kemudian diadaptasi itemnya oleh peneliti agar mudah dimengerti oleh responden
dengan mempertimbangkan perbedaan etnis dan intisari tujuan. Peneliti
menggunakan skala ini dan mengadaptasinya karena dianggap cukup mewakili
teori yang diutarakan oleh Shroff et al., (2009).
Skala ini menggunakan model skala Likert. Respon jawaban yang diberikan
terdiri dari empat poin skala, yaitu mulai dari 1 (Sangat Tidak Setuju) hingga 4
(Sangat Setuju). Total terdapat 12 item yang mengukur 3 aspek (4 item aspek
kognitif, 4 item aspek afektif dan 4 item aspek perilaku). Tanggapan untuk item
dari skala tersebut dijumlahkan untuk membuat skor keseluruhan dari body
dissatisfaction. Adapun blue print skala BIRS dijelaskan pada table 3.2 sebagai
berikut:
Tabel 3.2 Blue Print The Body Image Rating Scale (BIRS)
No Dimensi Indikator Item Jumlah Fav Unfav
1 Afektif Merasa puas atau tidak puas terhadap penampilan dan bentuk tubuhnya
1 ,4 2, 3 4
2 Kognitif Mempersepsikan cara memeroleh tubuh yang ideal 5, 8 6, 7 4
3 Perilaku Mengalami ketidaknyamanan yang berhubungan dengan penampilan dan bentuk tubuhnya
9, 10, 12 11 4
Jumlah 12
3.3.2 Skala self-esteem
Skala yang digunakan untuk mengukur self-esteem dalam penelitian ini
menggunakan skala yang dikembangkan oleh Heatherton & Polivy (1991) yaitu
State Self-Esteem Scale (SEES). Instrumen terdiri dari 4 item yang mengukur aspek
performance self-esteem, 4 item mengukur social self-esteem, dan 4 item mengukur
physical appearance self-esteem. Respon jawaban yang diberikan dalam skala
model Likert ini diadaptasi menjadi empat poin, yaitu mulai dari 1 (Sangat Tidak
Setuju) hingga 4 (Sangat Setuju). Tanggapan untuk setiap item dari skala SEES
tersebut dijumlahkan untuk membuat skor keseluruhan dari variabel self-esteem.
Adapun blue print skala SEES dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 3.3 Blue Print State Self-Esteem Scale
3.3.3 Skala social comparison
Skala social comparison yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur
seberapa sering individu melakukan perbandingan dirinya terhadap orang lain,
menggunakan skala yang dikembangkan oleh O’Brien et al. (2009) dengan alat
ukur yang dinamakan The Upward and Downward Appearance Comparison Scale
(UDACS). Instrumen ini terdiri dari dua subskala, upward dan downward. Untuk
kedua subskala tersebut setiap item menggunakan 5 poin skala (1 – Sangat Tidak
Setuju, hingga 5 – Sangat Setuju), yang kemudian diadaptasi oleh peneliti menjadi
4 poin skala. Keseluruhan terdapat 8 item (4 item mengukur upward comparison
dan 4 item mengukur downward comparison) yang diadaptasi oleh peneliti agar
lebih mudah dipahami responden. Peneliti menggunakan alat ukur UDACS dalam
penelitian ini karena dimensi dari pengukuran ini sesuai dengan teori yang
diungkapkan Festinger (1954). Adapun blue print skala social comparison ini
dijelaskan pada table 3.4 berikut ini:
No Dimensi Indikator Item Jumlah Fav Unfav
1 Performance self-esteem
Kemampuan intelektual, kapasitas diri dan keyakinan dalam usaha memperoleh tubuh ideal
10, 12 9, 11 4
2 Social self-esteem
Mempercayai pandangan orang lain tentang bentuk tubuhnya 1, 3 2, 4 4
3 Physical Appearance self-esteem
Pandangan tentang penampilan menarik dan gambaran tubuhnya 5 6, 7, 8 4
Jumlah 12
Tabel 3.4 Blue Print The Upward and Downward Appearance Comparison Scale
No Dimensi Indikator Item Jumlah Fav Unfav
1 Upward comparison
Membandingkan bentuk tubuhnya dengan model majalah, artis film dan orang lain yang bentuk tubuhnya lebih baik
1, 2, 3 4 4
2 Downward comparison
Membandingkan bentuk tubuhnya dengan orang yang kelebihan berat badann, kurang atletis dan orang lain yang bentuk tubuhnya lebih buruk
5, 6 7, 8 4
Jumlah 8
3.3.4 Skala thin ideal internalization
Penelitian ini menggunakan skala yang dikembangkan oleh Thompson dan
Heinberg (1998) yaitu Sociocultural Attitudes Toward Appearance Questionnaire
(SATAQ-3). Instrumen ini terdiri dari 30 item yang mengukur tingkat kesadaran
dan persepsi seseorang terhadap bentuk tubuh ideal, namun dalam penelitian ini
hanya menggunakan 5 item. Masing-masing item terdiri dari 5 poin skala, namun
dalam penelitian ini diadaptasi hanya menggunakan 4 poin skala (1 = Sangat Tidak
Setuju, hingga 4 = Sangat Setuju). Adapun blue print skala SATQ-3 dijelaskan pada
table 3.5 berikut ini:
Tabel 3.5 Blue Print Skala The Sociocultural Attitudes Toward Appearance Questionnaire-3 (SATAQ-3)
No Variabel Indikator Item Jumlah Favorable Unfavorable
1 Thin Ideal Internalization
Mendefinisikan tubuh yang ideal berdasarkan orang lain yang diamati (model majalah, bintang film, dll)
1, 2, 3, 4, 5 5
Jumlah 5 3.3.5 Skala Rasa Syukur
Lisyandini (2015) merangkum komponen bersyukur dari Fitzgerald (1998) dan
Watkins (2003) yang mengatakan bahwa bersyukur memiliki tiga komponen, yaitu:
(1) Memiliki rasa apresiasi (sense of appreciation) terhadap orang lain ataupun
Tuhan dan kehidupan. (2) Perasaan positif terhadap kehidupan yang dimiliki. (3)
Kencenderungan untuk bertindak positif sebagai ekspresi dari perasaan dan
apresiasi yang dimiliki
Tabel 3.6 Tabel Blue Print Skala Mengukur Rasa Syukur Fitzgerald (1998) dan Watkins (2003)
No Dimensi Indikator Item Jumlah Fav Unfav
1 Sense of appreciation
Memiliki rasa apresiasi terhadap orang lain ataupun Tuhan dan kehidupan
1, 2, 3, 4 4
2 Perasaan positif
Memiliki perasaan positif terhadap kehidupan yang dimiliki 8 5, 6, 7 4
3 Ekspresi rasa syukur
Kecenderungan untuk bertindak positif sebagai ekspresi dari
perasaan positif dan apresiasi yang dimiliki
12 9, 10, 11 4
Jumlah 12
3.3.5 Variabel Demografis
Dalam penelitian ini, variabel demografis didapat dari self-report dimana
responden diminta untuk mengisi data diri. Variabel demografis dalam penelitian
ini adalah baby feeding choices, tingkat pendidikan, latar belakang pekerjaan dan
jumlah penghasilan keluarga.
3.4 Uji Validitas Konstruk
Dalam rangka pengajuan validitas alat ukur, peneliti melakukan uji validitas
konstruk instrument tersebut. Oleh karena itu digunakan CFA (Confirmatory
Factor Analysis) untuk pengujian validitas instrument. Adapun logika dari CFA
adalah (Thompson, 2004):
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
secara operasional sehingga disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran
terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atau item-
itemnya.
2. Diteorikan setiap item hanya megukur satu faktor saja, bergitupun juga tiap
subtes hanya mengukur satu factor juga. Artinya baik item maupun subtes
bersifat unidimensional.
3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matrik
korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.
Matriks korelasi ini disebut sigma (Σ), kemudian dibandingan dengan
matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. jika teori tersebut benar
(unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks Σ
dengan matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan Σ - S = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan
chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p > 0,05) maka hipotesis
nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensional tersebut dapat
diterima bahwa item ataupun subtes instrument hanya mengukur satu faktor
saja.
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya apakah item signifikan atau tidak
mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil
t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur
apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di-drop dan
sebaliknya.
6. Terakhir, apabila hasil dari CFA terdapat item yang koefisien muatan
faktornya negatif, maka item tersebut harus di-drop. Sebab hal ini tidak
sesuai dengan sifat item, yang bersifat favorable.
Kemudian setelah didapat model fit dihitung faktor skornya.
Penggunaan faktor skor ini adalah untuk menghindari hasil penelitian yang bisa
akibat dari kesalahan pengukuran. Jadi skor yang dianalisis dalam penelitian ini
bukanlah skor yang diperoleh dari variable pada umumnya, melainkan justru
true score yang diperoleh dengan memperhitungkan perbedaan validitas dari
setiap item. Namun demikian, untuk menghindari faktor skor yang bertanda
negative dan positif (Z-score), maka peneliti mentransformasikan factor
tersebut menjadi T-score dengan rumusnya yaitu (Umar, 2012):
T skor = 50 + (10 x factor skor)
Dalam hal ini, T-score akan memiliki mean = 50 dan SD = 10 dan
diharapkan seluruh skor merupakan bilangan positif yang memiliki rentangan
perkiraan antara 0 dan 100. Setelah didapatkan factor skor yang telah diubah
menjadi t score, nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis
korelasi dan refresi. Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan
dengan bantuan software LISREL 8.70.
3.4.1 Uji validitas alat ukur body dissatisfaction
Peneliti menguji apakah 12 item yang ada bersifat unidimensional, artinya
benar hanya mengukur variabel body dissatisfaction. Dari hasil analisis CFA
yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square
= 406.39, df= 54, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.181. Oleh karena itu, peneliti
melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 23 kali, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 39.03, df = 28, P-value =
0.08047, RMSEA = 0.044. Nilai Chi-square menghasilkan P-value > 0.05
(tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu body dissatisfaction.
Tahap selanjutnya, peniliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai
tentang koefisien muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.7
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Body Dissatisfaction
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 1 0.85 0.07 12.92 ⎷
2 0.21 0.07 2.84 ⎷ 3 0.49 0.07 7.24 ⎷ 4 0.58 0.07 8.22 ⎷ 5 0.64 0.06 10.1 ⎷ 6 0.21 0.07 3.06 ⎷ 7 0.53 0.07 7.84 ⎷ 8 0.41 0.07 5.8 ⎷ 9 0.42 0.07 6.09 ⎷
10 0.6 0.07 8.79 ⎷ 11 0.19 0.07 2.72 ⎷ 12 0.9 0.06 14.16 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan ( t > 1,96)
Berdasarkan tabel 3.7, peneliti melihat muatan faktor dari tiap item.
Kemudian diketahui bahwa semua item > 1,96. Dengan demikian 12 item
yang diatas dinyatakan signifikan dan selanjutnya akan diikut sertakan
dalam analisis perhitungan skor faktor.
3.4.2 Uji validitas alat ukur self esteem
3.4.2.1 Uji validitas alat ukur dimensi social self-esteem
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel social self-esteem. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 0.79,
df = 2, P-value = 0.67301, RMSEA = 0.000. Oleh karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.00, df = 1, P-value = 0.97348, RMSEA = 0.00. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu dimensi social self-esteem.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien
muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi
setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.7
Berdasarkan tabel 3.8, nilai t bagi koefisien muatan faktor ada yang dibawah
1,96. Dengan demikian secara keseluruhan terdapat 1 item yang di-drop dan 3
lainnya diikut sertakan dalam analisis perhitungan skor faktor.
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Social Self-Esteem
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.85 0.07 12.73 ⎷ 2 -0.09 0.08 -1.13 x 3 0.82 0.07 12.28 ⎷ 4 0.65 0.07 9.52 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) X = tidak signifikan
3.4.2.2 Uji validitas alat ukur dimensi physical self-esteem
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel physical self-esteem. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 10.66,
df = 2, P-value = 0.00484, RMSEA = 0.147. Oleh karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.45, df = 1, P-value = 0.50164, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu physical (fisik).
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien
muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi
setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.9
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Physical Self-Esteem
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.61 0.07 8.97 ⎷ 2 0.96 0.06 15.36 ⎷ 3 0.8 0.07 12.15 ⎷ 4 0.6 0.07 8.72 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan ( t > 1,96)
Berdasarkan tabel 3.9, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Dengan demikian, secara keseluruhan item tidak
ada yang di-drop dan seluruhnya 4 item akan diikut sertakan dalam analisis
perhitungan skor faktor.
3.4.2.3 Uji validitas alat ukur performance self-esteem
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variable performance self-esteem. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 8.93,
df = 2, P-value = 0.01148, RMSEA = 0.132. Oleh karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model sebanyak 2 kali, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item tibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.71, df = 1, P-value = 0.39988, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-
square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
item mengukur satu saja yaitu performance self-esteem.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien
muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi
setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.9
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Performance Self-Esteem
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.69 0.07 10.36 ⎷ 2 0.78 0.07 11.82 ⎷
3 0.87 0.06 13.44 ⎷ 4 0.68 0.07 9.76 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96)
Berdasarkan tabel 3.10, peneliti melihat muatan faktor dari tiap item.
Kemudian diketahui bahwa keseluruhan item signifikan karena t > 1,96. Dengan
demikian, secara keseluruhan item tidak ada yang di-drop dan seluruhnya 4 item
akan diikut sertakan dalam analisis perhitungan skor faktor.
3.4.3 Uji validitas alat ukur social comparison
3.4.3.1 Uji validitas alat ukur upward comparison
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel upward comparison. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 25.51,
df = 2, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.242. Oleh karena itu, peneliti melakukan
modifikasi sebanyak 2 kali, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebasakan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang artinya
model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu upward comparison.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien
muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi
setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.9
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Upward Comparison
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 1.02 0.06 16.71 ⎷ 2 0.77 0.07 11.7 ⎷ 3 0.74 0.07 11.35 ⎷ 4 0.62 0.07 9.25 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan ( t > 1,96)
Berdasarkan tabel 3.9, peneliti meliihat muatan faktor dari tiap item. Kemudian
diketahui bahwa semua item signifikan karena t > 1,96 sehingga secara keseluruhan
item tidak ada yang di-drip dan seluruh 4 item akan diikut sertakan dalam analisis
perhitungan skor faktor.
3.4.3.2 Uji validitas alat ukur downward comparison
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variable downward comparison. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 41.19,
df = 2, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.313. Oleh karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu downward comparison.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien
muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi
setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.12
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Downward Comparison
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.49 0.07 6.71 ⎷ 2 0.59 0.07 8.35 ⎷ 3 0.79 0.07 11.33 ⎷ 4 0.87 0.07 12.68 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96)
Berdasarkan tabel 3.12, peneliti melihat muatan faktor dari tiap item.
Kemudian dikertahui bahwa semua item signifikan karena t > 1,96 sehingga secara
keseluruhan item tidak ada yang di-drop dan seluruhnya 4 item akan diikut sertakan
dalam analisis perhitungan skor faktor.
3.4.4 Uji Validitas Alat Ukur Thin Ideal Internalization
Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variable thin ideal internalization. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 22.41,
df = 2, P-value – 0.00001, RMSEA = 0.226. Oleh karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.93, df = 1, P-value = 0.33398, RMSEA = 0.0000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu thin ideal internalization.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien
muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi
setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.13.
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Thin Ideal Internalization
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.4 0.09 4.71 ⎷ 2 0.46 0.12 3.97 ⎷ 3 0.56 0.1 5.77 ⎷ 4 0.72 0.12 5.87 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96)
Berdasarkan tabel 3.13, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Dengan demikian, secara keseluruhan item tidak
ada yang di-drop dan seluruhnya 5 item akan diikut sertakan dalam analisis
perhitungan skor faktor.
3.4.5 Uji validitas alat ukur rasa syukur
3.4.5.1 Uji validitas alat ukur apresiasi rasa syukur
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variable apresiasi rasa syukur. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 47.27,
df = 2, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.336. Oleh karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model sebanyak 2 kali, dimana kesalahan pengukuran pada
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-
Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh
item mengukur satu faktor saja yaitu apresiasi rasa syukur.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien
muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi
setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.12.
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Apresiasi Rasa Syukur
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.82 0.06 12.92 ⎷ 2 0.99 0.06 16.63 ⎷ 3 0.64 0.07 9.71 ⎷ 4 0.71 0.07 10.83 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96)
Berdasarkan tabel 3.12, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Dengan demikian, secara keseluruhan item tidak
ada yang di-drop dan seluruhnya 4 item akan diikut sertakan dalam analisis
perhitungan skor faktor.
3.4.5.2 Uji validitas alat ukur perasaan positif
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel perasaan positif rasa syukur. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit dengan Chi-Square = 2.47, df = 2,
P-value = 0.29049, RMSEA = 0.034. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value >
0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja
yaitu perasaan positif rasa syukur.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien
muatan faktor dari tiap item. Pengujianya dilakukan dengan melihat nilai t bagi
setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.13.
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Perasaan Positif
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.92 0.06 15.44 ⎷ 2 0.66 0.07 10 ⎷ 3 0.79 0.06 12.62 ⎷ 4 0.64 0.07 9.65 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96).
Berdasarkan tabel 3.13, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan
item signifikan karena t > 1,96. Dengan demikian, secara keseluruhan item tidak
ada yang di-drop dan seluruhnya 4 item akan diikut sertakan dalam analisis
perhitungan skor faktor.
3.4.5.3 Uji validitas alat ukur kecenderungan untuk bertindak
Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel kecenderungan untuk bertindak rasa syukur. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
Chi-Square 1.13, df = 2, P-value = 0.56809, RMSEA = 0.000. Oleh karena itu,
peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.02, df = 1, P-value = 0.88393, RMSEA
= 0.0000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan
RMSEA < 0.05, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu kecenderungan untuk
bertindak rasa syukur.
Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut
perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien
muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi
setiap koefisien muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.14
Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Kecenderungan Bertindak
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.19 0.09 2.1 ⎷ 2 -0.11 0.07 -1.48 x 3 1.04 0.29 3.63 ⎷ 4 0.56 0.17 3.39 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96)
Berdasarkan tabel 3.14, peneliti melihat muatan faktor dari tiap item.
Kemudian diketahui bahwa terdapat satu item yang muatan faktornya < 1,96 yaitu
item nomor 2. Dengan demikian, secara keseluruhan item yang akan di-dropnya
yaitu item nomor 2 yang artinya item tersebut tidak akan dianalisis dalam
perhitungan skor faktor. Sehingga kesimpulannya terdapat 3 item yang dinyatakan
signifikan dengan nilai t > 1,96 dan selanjutnya akan diikut sertakan dalam analisis
perhitungan skor faktor.
3.6 Teknik Analisis Data
Untuk melihat pengaruh independent variable terhadap dependent variable, peneliti
akan menggunakan analisis regresi berganda. Regresi berganda merupakan metode
statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara DV dengan
lebih dari satu IV. Persamaan regresi berganda penelitian ini adalah:
Y=a + b1 + X1 + b2 + X2 + b3 + X3 + b4 + X4 + b5 + X5 + b6 + X6 + X7 + X8 + X9 + e
Keterangan:
Y = body dissatisfaction a = intersep atau konstanta b = koefisien regresi X1 = social self-esteem X2 = physical self-esteem X3 = performance self-esteem X4 = upward comparison X5 = downward comparison X6 = thin ideal internalization X7 = rasa apresiasi syukur X8 = perasaan positif rasa syukur X9 = kecenderungan untuk bertindak rasa syukur e = error Selanjutnya, untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model
yang paling sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan
analisis sebagai berikut:
1. R2 (koefisien determinasi berganda)
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu regresi berganda
antara self-esteem (social self-esteem, performance self-esteem, physical
self-esteem), social comparison (upward comparison, downward
comparison), thin ideal internalization, rasa syukur (rasa apresiasi, perasaan
positif, kecenderungan untuk bertindak). Besarnya kecenderungan
mengalami ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh yang disebabkan oleh
faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, ditunjukkan oleh koefisien
determinasi berganda atau R2. R2 menunjukan variasi oleh perubahan
variabel dependen (Y) yang disebabkan variabel independen (X) atau
digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen (X)
terhadap variabel dependen (Y) atau merupakan proporsi varians dari self-
esteem (social self-esteem, performance self-esteem, physical self-esteem),
social comparison (upward comparison, downward comparison), thin ideal
internalization, rasa syukur (rasa apresiasi, perasaan positif, kecenderungan
untuk bertindak). Untuk mendapat nilai R2 digunakan rumus sebagai
berikut:
R2 = ##$%&##'
2. Uji F
Selanjutnya R2 diuji untuk membuktikan apakah regresi Y pada X
signifikan atau tidak maka digunakanlah uji F. Untuk membuktikan hal
tersebut menggunakan rumus:
𝐹 = +,/.(01+,)/31.10
3. Uji t
Kemudian dilanjutkan dengan uji t dimana ini digunakan untuk melihat
apakah pengaruh yang diberikan IV (X) signifikan terhadap DV (Y). Oleh
karena itu sebelum didapat nilai t dari setiap IV, harus didapat dahulu nilai
standard error estimate dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui
akar mean square dibagi SS. Setelah didapat nilai Sb barulah bija dilakukan
uji t, yaitu hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Uji t
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
R2 = 4#4
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standard error dari b. Hasil
uji t ini akan diperoleh dan hasil regresi yang akan diperoleh oleh peneliti
nantinya.
3.7 Prosedur penelitian
Secara garis besar penelitian akan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
1) Tahap persiapan
a. Dimulai dengan perumusan masalah penelitian yang akan diteliti
melalui analisa terhadap fenomena yang terjadi
b. Menentukan variabel yang akan diteliti.
c. Melakukan studi pusaka untuk mendapatkan landasan teori yang
tepat mengenai variabel penelitian.
d. Menentukan subjek penelitian.
e. Melakukan observasi berupa wawancara terhadap sepuluh orang
yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian.
f. Persiapan alat pengumpulan data dengan menggunakan dan
menyusun alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
berupa skala model Likert yang terdiri dari skala body
dissatisfaction, self-esteem, social comparison, thin ideal
internalization dan rasa syukur.
g. Persiapan segala hal mengenai perizinan, termasuk di dalamnya
perizinan memperoleh data penelitian.
2) Tahap pelaksanaan
a. Menentukan jumlah sampel penelitian
b. Memberikan penjelasan tujuan penelitian dan meminta kesediaan
responden untuk mengisi skala dalam penelitian
c. Melaksanakan pengambilan data
3) Tahap uji validitas alat ukur
a. Melakukan uji validitas terhadap alat ukur yang dibuat
b. Memilih item yang valid dan reliable dengan cara men-drop item
yang tidak valid dan tidak reliable, sehingga tidak digunakan dalam
analisis data.
c. Menyusun kembali item-item yang calid dan reliable untuk diikut
sertakan dalam analisis data penelitian.
4) Tahap pengolahan data
a. Melakukan skoring terhadap skala hasil jawaban responden
b. Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh dan
membuat tabel data
c. Menganalisis data dengan menggunakan metode statistic untuk
menguji hipotesis penelitian
d. Membuat kesimpulan dan laporan akhir.
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pada bab ini, peneliti membahas hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan
meliputi empat bagian, yaitu gambaran umum subjek penelitian, deskripsi data
penelitian, kategorisasi variable penelitian, dan uji hipotesis penelitian.
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian
Pada sub bab yang pertama dideskripsikan tentang subjek penelitian yang
berjumlah 201 orang. Gambaran subjek penelitian dijelaskan berdasarkan
pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah anak dan pemilihan pemberian
susu pada bayi (baby feeding choices). Gambaran subjek penelitian dijelaskan pada
table berikut ini:
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan Keluarga, Jumlah Anak dan Pemilihan Pemberian Susu (Baby Feeding Choices) Frekuensi Persentase Pendidikan SMA/sederajat 63 31.3 D3 22 10.9 S1 115 57.2 S2 11 5.4 Pekerjaan Guru 12 5.9 Karyawan/pegawai 59 29.3 IRT 80 39.8 Wirausaha 50 24.8 Pendapatan < 5 juta 63 31.3 > 5 juta 138 68.6 Jumlah anak 1 130 64.6 > 1 71 35.3
Baby feeding choices ASI 176 87.5 Susu Formula 25 12.5
Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa subjek penelitian dengan latar
belakang pendidikan terakhir S1 jumlahnya paling banyak yaitu 115 orang atau
memiliki nilai presentase 57,2%. Subjek penelitian dengan latar belakang
pekerjaan, Ibu Rumah Tangga jumlahnya paling banyak yaitu 80 orang atau
memiliki nilai presentase 39,8% dibandingkan dengan pekerjaan lain. Total
pendapatan keluarga paling banyak adalah > 5 juta yaitu 138 orang atau 68,6%.
Pemilihan pemberian susu pada bayi (baby feeding choices) ASI berjumlah 176
orang dengan nilai presentase sebesar 87,5%.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Pada penelitian ini, peneliti melakukan uji statsistika deskriptif dari sampel yang
berjumlah 201 orang. Berdasarkan table 4.2 dapat diketahui nilai minimum dan
maksimum dari tiap variabel yang diteliti. Tabel 4.2 juga menunjukan nilai mean
dan standar deviasi dari masing-masing variabel.
Tabel 4.2 Hasil Statistika Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation Body dissatisfaction 201 21.13 78.21 50 1.00E+01 Social self-esteem 201 26.94 75.2 50 1.00E+01 Performance self-esteem 201 32.44 80.45 50 1.00E+01 Physical appearance self-esteem 201 32.19 78.36 50 1.00E+01 Upward comparison 201 25.84 75.48 50 1.00E+01 Downward comparison 201 25.12 79.66 50 1.00E+01 Thin Ideal Internalization 201 21.42 80.88 50 1.00E+01 Apresiasi rasa syukur 201 36.36 78.41 50 1.00E+01 Kecenderungan bertindak rasa syukur 201 26.3 82.96 50 1.00E+01 Rasa positif syukur 201 34.29 87.19 50 1.00E+01
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui jumlah subjek dalam penelitian
berjumlah 201 orang, dengan nilai mean 50 dan standard deviation 1.00E + 01,
masing-masing variable memiliki nilai minimum & maximum yang berbeda, tetapi
dari seluruh variable memiliki nilai maximum yang lebih tinggi dibanding nilai
minimum.
4.3 Kategorisasi Skor Variabel
Pada penelitian ini, peneliti membuat klasifikasi body dissatisfaction, self-esteem
(social self-esteem, performance self-esteem, physical appearance self-esteem),
social comparison (upward comparison, downward comparison), thin ideal
internalization & rasa syukur menjadi dua skor, yaitu skor rendah dan tinggi.
Kategorisasi didapat berdasarkan rumus pada table 4.3
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor
Kategorisasi Rumus
Rendah X < Mean Tinggi X > Mean
Adapun kategorisasi skor tiap variabel akan dijelaskan pada table 4.4 sebagai
berikut:
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Variabel Frekuensi % Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Body Dissatisfaction 99 102 49.3 50.7 Social Self-Esteem 111 90 55.2 44.8 Performance Self-Esteem 86 115 42.8 57.2 Physical Appearance Self-Esteem 136 65 67.7 32.3 Upward Comparison 96 105 47.8 52.2 Downward Comparison 103 98 51.2 48.8
Berdasarkan pada table 4.4 dapat dilihat dari 201 subjek penelitian,
memiliki tingkat frekuensi dan presentase yang berbeda-beda. Pada variable body
dissatisfaction terdapat 102 orang yang memiliki rasa body dissatisfaction yang
tinggi.
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian
Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 1.7. Seperti yang sudah disebutkan pada bab
3, dalam regresi ada 3 hal yang dilihat yaitu besaran R square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah secara
keseluruhan IV berpengaruh signifikan terhadap DV dan signifikan atau tidaknya
koefisien regresi dari masing-masing IV.
Seperti yang sudah disebutkan pada bab 3, dalam regresi ada 3 hal yang
dilihat yaitu besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV
yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah keselruruhan IV berpengaruh signifikan
terhadap DV dan signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV.
Langkah pertama peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui
berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk table R
square dapat dilihat pada table 4.5 berikut:
Tabel 4.5
Thin Ideal Internalization 114 87 56.7 43.3 Apresiasi Rasa Syukur 87 114 43.3 56.7 Kecenderungan Untuk Bertindak 86 115 42.8 57.2 Perasaan Positif 108 93 53.7 46.3
Model R R Square Adjusted R Square
Std. error of the
estimate
1 0.883 0.78 769 4.80498 Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat perolehan R square sebesar 0.78 atau 78,0%.
Artinya proporsi varians dari body dissatisfaction yang dijelaskan oleh self-esteem
(social self esteem, physical self-esteem, performance self-esteem), social
comparison (upward comparison, downward comparison), thin ideal
internalization, dan rasa syukur (rasa apresiasi, perasaan positif, kecenderungan
untuk bertindak) dalam penelitian ini adalah sebesar 78% sedangkan 22% sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independen
variabel terhadap body dissatisfaction. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada table
4.6 berikut:
Tabel 4.6 Anova
Model Sum of squares df Mean square F Sig. Regression 15590.228 9 1732.248 75.029 0 Residual 4409.772 191 23.088 Total 20000 200
Jika dilihat dari kolom keenam dari kiri (Sig.) pada table 4.6 dapat diketahui
bahwa nilai signifikan lebih kecil (p < 0.05). Maka hipotesis nihil yang menyatakan
tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh independen variable terhadap dependen
variabel yaitu body dissatisfaction ditolak, dan yang diterima adalah hipotesis
alternatif. Artinya adalah ada pengaruh yang signifikan self-esteem (social self
esteem, physical self-esteem, performance self-esteem), social comparison (upward
comparison, downward comparison), thin ideal internalization, dan rasa syukur
(rasa apresiasi, perasaan positif, kecenderungan untuk bertindak) terhadap body
dissatisfaction.
Pada tahap selanjutnya peneliti melihat koefisien regresi dari masing-
masing IV. Jika sig < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti
variabel independen tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen. Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-masing variabel
independen terhadap variabel dependen dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini
Tabel 4.7 Koefisien Regresi
Model Unstandardized Coefficients Standardized Coefficents Sig B Std. Error Beta
Body Dissatisfaction 6.567 2.694 0.016 Social Self-Esteem -0.049 0.04 -0.049 0.090 Performance Self-Esteem -0.076 0.045 -0.076 0.051 Physical Self-Esteemr 0.335 0.053 0.335 0.392 Upward Comparison 0.608 0.05 0.608 0.000 Downward Comparison 0.128 0.054 0.128 0.941 Thin Ideal Internalization -0.035 0.051 -0.035 0.000 Apresiasi rasa syukur -0.083 0.042 -0.083 0.496 Kecenderungan bertindak 0.045 0.052 0.45 0.223 Rasa positif -0.004 0.05 -0.04 0.020
Berdasarkan pada tabel 4.7, dapat disimpulkan bahwa persamaan regresinya
sebagai berikut:
Body dissatisfaction = 6.567 – 0.0049 social self esteem – 0.076 performance self-
esteem + 0.335 physical self esteem + 0.608 upward comparison* + 0.128
downward comparison – 0.035 thin ideal internalization* – 0.083 apresiasi rasa
syukur + 0.045 kecenderungan untuk bertindak – 0.004 rasa positif syukur*.
Keterangan:
Tanda (*) = variabel signifikan
Dari persamaan diatas terdapat tiga koefisien regresi yang signifikan yaitu
upward comparison, thin ideal internalization, dan perasaan positif syukur
sedangkan 6 variabel lainnya tidak signifikan pengaruhnya. Penjelasan dari nilai
koefisien regresi yang diperoleh masing-masing IV adalah sebagai berikut:
1. Variabel social self-esteem memiliki signifikansi sebesar 0.090 dengan arah
koefisien negatif. Karena nilai sig > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis nihil (H0) diterima. Jadi, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan social self-esteem terhadap body dissatisfaction
pada ibu yang baru melahirkan.
2. Variabel performance self-esteem memiliki signifikansi sebesar 0.051
dengan arah koefisien negatif. Karena nilai sig > 0.05 maka dapat
disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) diterima. Jadi, dapat dikatakan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan social self-esteem terhadap
body dissatisfaction ibu yang baru melahirkan.
3. Variabel physical self-esteem memiliki signifikansi sebesar 0.392 dengan
arah koefisien positif. Karena nilai sig > 0.05 maka dapat disimpulkan
bahwa hipotesis nihil (H0) diterima. Jadi, dapat dikatakan bahwa tidak
terdapat pengaruh yang signifikan physical self-esteem terhadap body
dissatisfaction ibu yang baru melahirkan.
4. Variabel upward comparison memiliki signifikansi 0.000 dengan arah
koefisien positif. Karena nilai sig < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Jadi dapat
dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara upward
comparison terhadap body dissatisfaction. Artinya semakin tinggi nilai
upward comparison seseorang maka tingkat body dissatisfaction akan
semakin tinggi pula. Atau sebaliknya, semakin rendah nilai upward
comparison seseorang maka tingkat body dissatisfaction semakin rendah
pula.
5. Variabel downward comparison memiliki signifikansi 0.941 dengan arah
koefisien positif. Karena nilai sig >0.05 maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis nihil (H0) diterima. Jadi dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
pengaruh yang signifikan downward comparison terhadap body
dissatisfaction ibu yang baru melahirkan.
6. Variabel thin ideal internalization memiliki signifikansi 0.000 dengan arah
koefisien negatif. Karena nilai sig < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Jadi dapat
dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan thin ideal
internalization terhadap body dissatisfaction. Artinya semakin tinggi nilai
thin ideal internalization seseorang maka tingkat body dissatisfaction akan
semakin rendah. Atau sebaliknya, semakin rendah nilai thin ideal
internalization seseorang, maka semakin tinggi tingkat body dissatisfaction
yang dimiliki.
7. Variabel sense of appreciation memiliki signifikansi 0.496 dengan arah
koefisien negative. Karena nilai sig > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesisi nihil (H0) diterima. Jadi dapat dikatakan tidak terdapat pengaruh
yang signifikan apresiasi rasa syukur terhadap body dissatisfaction.
8. Variabel ekspresi rasa syukur memiliki signifikansi 0.223 dengan arah
koefisien positif. Karena nilai sig > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa
hipotesis nihil (H0) diterima. Jadi dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh
yang signifikan kecenderungan bertindak terhadap body dissatisfaction.
9. Variabel rasa positif memiliki signifikansi 0.020 dengan arah koefisien
negatif. Karena nilai sig < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis
nihil (H0) ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Jadi dapat disimpulkan
terdapat pengaruh yang signifikan rasa positif terhadap body dissatisfaction.
Artinya semakin tinggi rasa syukur, body dissatisfaction semakin rendah.
Atau sebaliknya, semakin rendah rasa syukur, body dissatisfaction semakin
tinggi.
4.5 Analisis Proporsi Varians pada Masing-Masing Independent
Variable
Peneliti menjelaskan mengenai proporsi varians. Pengujian pada tahapan ini
bertujuan untuk mengetahui bagaimana proporsi varians dari masing-
masing variable independen tersebut dianalisis satu per satu. Pada tabel 4.8
akan dipaparkan besarnya proporsi varians pada body dissatisfaction dan
juga akan menjelaskan seberapa banyak sumbangan setiap variabel
independen yang digunakan dalam penelitian memberikan pengaruh
terhadap dependen variabel body dissatisfaction. Besarnya proporsi varians
pada body dissatisfaction dapat dilihat pada table 4.8
Tabel 4.8 Proporsi Varian Sumbangan Masing-Masing Independent Variable
Model R R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
Change statistic R
Square Change
F Change df1 df2 Sig. F Change
1 .078 .006 .001 9.99424 .006 1.231 1 199 .269 2 .27 .137 .128 9.33623 .131 30.039 1 198 .000 3 .692 .479 .472 7.26931 .342 129.604 1 197 .000 4 .877 .769 .764 4.85581 .289 245.499 1 196 .000 5 .88 .774 .768 4.81311 .005 4.493 1 195 .035 6 .88 .775 .768 4.81616 .001 0.753 1 194 .387 7 .882 .779 .771 4.7894 .004 3.174 1 193 .076 8 .883 .78 .77 4.79252 .001 0.749 1 192 .388 9 .883 .78 .769 4.80498 .000 0.005 1 191 .941
a. Predictors: (constant), kecenderungan untuk bertindak, social self-esteem, upward comparison, thin ideal internalization, rasa positif, apresiasi rasa syukur, performance self-esteem, physical self-esteem, downward comparison
Berdasarkan tabel 4.8 didapatkan informasi sebagai berikut:
1. Sumbangan variabel kecenderungan bertindak terhadap body
dissatisfaction 0,6%. Sumbangan tersebut tidak berpengaruh secara
statistik karena sig > 0.05.
2. Sumbangan variabel social self-esteem terhadap body dissatisfaction
13,1%. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik karena sig < 0.05.
3. Sumbangan variabel upward comparison terhadap body dissatisfaction
34,2%. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik karena sig < 0.05.
4. Sumbangan variabel thin ideal internalization terhadap body
dissatisfaction sebesar 28,9%. Sumbangan tersebut signifikan secara
statistik karena sig < 0.05.
5. Sumbangan variabel rasa positif terhadap body dissatisfaction sebesar
0,5%. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik karena sig < 0.05.
6. Sumbangan variabel apresiasi rasa syukur terhadap body dissatisfaction
sebesar 0,1%. Sumbangan tersebut tidak berpengaruh secara statistik
karena sig > 0.05.
7. Sumbangan variabel performance self-esteem terhadap body
dissatisfaction sebesar 0,4%. Sumbangan tersebut tidak berpengaruh
secara statistik karena sig > 0.05.
8. sumbangan variabel physical self-esteem terhadap body dissatisfaction
sebesar 0,1%. Sumbangan tersebut tidak berpengaruh secara statistik
karena sig > 0.05.
9. sumbangan variabel downward comparison terhadap body
dissatisfaction sebesar 0%. Artinya variabel downward comparison
tidak memberikan sumbangan atau pengaruh bagi bervariasinya body
dissatisfaction dalam diri seseorang.
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan, diskusi dan saran. Adapun
penjelasannya sebagai berikut.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini
adalah terdapat pengaruh yang signifikan dari social comparison, thin ideal
internalization dan rasa syukur terhadap body dissatisfaction pada ibu
pascamelahirkan di JABODETABEK. Besarnya pengaruh IV sebesar 78%.
Berdasarkan hasil uji hipotesis dari masing-masing independen variabel
terhadap dependen variabel, terdapat 3 variabel yang memiliki pengaruh signifikan,
yaitu; upward comparison, thin ideal internalization dan rasa positif. Sedangkan
prediktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap body dissatisfaction pada ibu
pascamelahirkan adalah variabel upward comparison dengan nilai beta 0.608.
5.2 Diskusi
Penelitian ini bertujuan untuk melihat hal-hal yang mempengaruhi perilaku body
dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan di JABODETABEK. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa dari sembilan independent
variable yang diteliti terdapat tiga variabel yang mempengaruhi body
dissatisfaction secara signifikan. Ketiga variabel tersebut antara lain upward
comparison, thin ideal internalization dan rasa positif.
Berdasarkan hasil pada penelitian ini, upward comparison memiliki
pengaruh yang signifikan dengan arah hubungan positif terhadap perilaku body
dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan di JABODETABEK. Dari arah hubungan
tersebut dapat diartikan jika skor upward comparison seseorang tinggi maka skor
body dissatisfaction akan tinggi ataupun sebaliknya. Temuan ini selaras dengan
penelitian Swami et al. (2008) yang menyebutkan bahwa wanita selalu merasa tidak
puas karena seringkali figur yang dilihat sebagai perbandingan merupakan seorang
model yang notabene memiliki tubuh yang sempurna, dengan kata lain individu
melakukan perbandingan ke atas atau upward comparison.
Hal ini dapat terjadi karena seseorang, khususnya ibu pascamelahirkan,
mengalami body dissatisfaction disebabkan oleh perilaku membandingkan
tubuhnya dengan orang lain yang terlihat lebih baik. Perilaku tersebut memberi
dampak negatif yang menimbulkan persepsi bahwa dirinya memiliki tubuh yang
tidak ideal dibandingkan objek yang dilihatnya sebagai perbandingan.
O’Brien et al., (2009) melalui penelitiannya juga mendapatkan hasil bahwa
seseorang yang melakukan perbandingan sosisial ke atas (upward comparison)
cenderung mengalami ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh karena target yang
dijadikan perbandingan merupakan orang dengan bentuk tubuh yang jauh lebih baik
daripada dirinya sehingga pada akhirnya terjadi kompensasi beresiko terhadap
perilaku tidak puas. Pada penelitian ini, ibu pascamelahirkan membandingkan
dirinya dengan figur lain yang terlihat lebih baik dibandingkan dirinya, seperti dari
terlevisi, melihat para artis yang terlihat sudah langsing kembali setelah melahirkan,
atau melihat sesama ibu yang memiliki berat badan ideal, dan lain sebagainya.
Variabel lainnya yang memiliki pengaruh signifikan dengan arah hubungan
yang positif terhadap body dissatisfaction adalah thin ideal internalization. Dari
arah hubungan tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat thin ideal
internalization maka semakin rendah tingkat body dissatisfaction yang dialami ibu.
Hasil ini selaras dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vartanian dan
Dey (2013) yang mengatakan bahwa wanita yang melihat model dan kemudian
menginternalisasi bentuk tubuh ideal menurutnya kemudian gagal mendapatkan
keidealan akan cenderung memiliki perasaan negatif terhadap bentuk tubuhnya.
Dengan begitu semakin tinggi thin ideal internalization yang dilakukan individu,
semakin rendah body dissatisfaction yang dialami.
Ibu pascamelahirkan dalam penelitian ini memiliki tingkat internalisasi
tubuh ideal yang cukup tinggi sehingga ketika melihat bentuk tubuhnya sendiri
mereka merasa kecewa dan body dissatisfaction pun muncul. Thin ideal
internalization yang terjadi dalam masyarakat Indonesia yang didapat dalam
kehidupan sehari-hari adalah ketika seseorang dikatakan “cantik” jika tubuhnya
langsing, para model atau artis yang dijumpai di sosial media maupun televisi pun
secara tidak langsung memberikan anggapan bahwa seorang perempuan yang
cantik ialah yang memiliki ciri-ciri seperti itu, sehingga hal itu membuat para ibu
pasca-melahirkan memiliki thin ideal internalization yang cukup tinggi.
Ibu melihat figur yang diinternalisasikan memiliki tubuh yang ideal olehnya
membuat persepsi terhadap tubuhnya rendah. Mereka menjadi sering kali
mempersepsikan tubuhnya secara negative dan mengalami body dissatisfaction.
Vartanian dan Dey (2013) juga menjelaskan ketika wanita menginternalisasi tubuh
ideal dan mendapatkan kesenjangan dengan tubuh yang dimilikinya, maka dalam
kondisi inilah ia melahirkan persepsi negatif tentang tubuhnya.
Variabel terakhir yang signifikan mempengaruhi body dissatisfaction dalam
penelitian ini adalah rasa positif dengan arah negatif. Dapat dikatakan bahwa
semakin tinggi rasa positif dalam diri individu, semakin rendah rasa body
dissatisfaction yang dialami. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Watkins, dkk (2003) yaitu seseorang yang tidak merasa kekurangan akan memiliki
perasaan positif dalam dirinya, ia merasa berkecukupan terhadap apa yang
dimilikinya, puas dengan kehidupan yang dijalaninya. Sedangkan variabel lain
yang tidak signifikan pengaruhnya terhadap body dissatisfaction adalah social self-
esteem, performance self-esteem, physical self-esteem, downward comparison,
sense of appreciation, dan ekspresi bersyukur.
Variabel self-esteem (social self-esteem, performance self-esteem, physical
self-esteem) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap body dissatisfaction.
Temuan ini tidak sejalan dengan Cash dan Pruzinsky (2002) yang menyatakan
bahwa self-esteem memiliki pengaruh yang signifikan dengan arah yang negatif.
Dapat diartikan seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi akan
mengembangkan evaluasi yang positif terhadap tubuhnya, namun sebaliknya
seseorang yang memiliki harga diri yang rendah akan meningkatkan persepsi tubuh
yang negatif sehingga muncul body dissatisfaction. Hasil yang berbeda dikarenakan
subjek penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah ibu pasca-melahirkan,
sehingga berbeda dengan Cash & Pruzinsky yang melakukan penelitian kepada
para remaja.
Variabel downward comparison tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap body dissatisfaction dengan arah yang positif. Temuan ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya oleh O’Brien et al., (2009) yang mengatakan bahwa
seseorang yang membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih buruk
darinya cenderung puas dengan bentuk tubuhnya. Hal ini dikarenakan dengan
membandingkan dirinya terhadap orang lain yang lebih buruk bentuk tubuhnya
membuat seseorang mendapatkan perasaan positif yang membuat dirinya puas
dengan bentuk tubuhnya, terlepas dari titik awal evaluasi diri yang dilakukannya.
Variabel sense of appreciation tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap body dissatisfaction. Temuan ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Fitzgerald (1998) dan Watkins, Woodward, Stone & Kolts (2003)
yang menyatakan bahwa rasa apresiasi (sense of appreciation) yang dimiliki
seseorang akan lebihmudah menghargai sesuatu hal termasuk kesenangan-
kesenangan yang sederhana, termasuk menghargai dirinya sendiri. Hasil penelitian
yang berbeda antara yang dilakukan oleh peneliti dengan Fitzgerald (1998) dan
Watkins, Woodward, Stone & Kolts (2003) adalah karena penelitian sebelumnya
tidak berfokus pada objek ibu pasca-melahirkan, yaitu laki-laki dan perempuan usia
20 – 70 tahun sehingga memiliki hasil yang tidak sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh mereka.
Variabel terakhir yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
body dissatisfaction adalah ekspresi rasa syukur. Hal ini tidak sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fitzgerald (1998) yaitu kecenderungan untuk
bertindak positif sebagai ekspresi dari perasaan positif dan rasa syukur yang
dimiliki, sehingga tidak memiliki rasa body dissatisfaction pada dirinya sendiri.
Hasil penelitian yang berbeda antara yang dilakukan oleh peneliti dengan Fitzgerald
(1998) dikarenakan penelitian sebelumnya mengukur body dissatisfaction yang
tidak terfokus pada ibu pasca-melahirkan, melainkan penelitian yang dilakukan
ditujukan kepada siapa saja baik laki-laki maupun perempuan di rentang usia 20 –
70 tahun sehingga mengakibatkan perbedaan hasil.
5.3 Saran
Dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan.
Untuk itu, peneliti memberikan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan untuk
dapat melengkapi penelitian selanjutnya, baik berupa saran teoritis maupun saran
praktis.
5.3.1 Saran metodologis
1. Pada penelitian ini masih ada variabel yang terkait secara teoritis dengan
body dissatisfaction yang tidak ikut dianalisis sebagai IV, secara
statistika sesuai dengan besarnya proporsi varian independent variable
memiliki proporsi sebesar .780 artinya proporsi varian dari body
dissatisfaction yang dapat dijelaskan oleh semua independent variable
dalam penelitian ini adalah 78%. Sedangkan 22% lainnya dipengaruhi
oleh variabel lain diluar penelitian ini. Maka peneliti menyarankan agar
penelitian mengenai body dissatisfaction selanjutnya dapat menambah
variable lainnya diluar penelitian ini, misalnya karektristik keluarga
(Vander Wal et al., 2004).
2. Untuk penelitian selanjutnya dapat diperkaya dengan variabel
demografi seperti tingkat konsumsi media masa maupun media sosial,
seiring perkembangan zaman pada saat ini.
3. Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, salah satunya
adalah variable usia. Untuk penelitian selanjutnya dapat diperluas atau
lebih dispesifikasi lagi sehingga hasil penelitiannya lebih sempurna.
5.3.2 Saran praktis
1. Berdasarkan hasil penelitian ini, upward comparison merupakan
prediktor terbesar terhadap body dissatisfaction. Oleh karena itu peneliti
menyarankan agar setiap ibu pascamelahirkan memahami dan
menerima kondisi tubuhnya sebagai suatu proses perkembangan sebagai
seorang wanita dewasa, bahwa setiap perempuan yang dikaruniai
anugerah oleh Tuhan untuk memiliki anak akan mengalami masa-masa
hamil dan melahirkan, dua hal tersebut pasti akan mempengaruhi bentuk
tubuh ibu. Tidak perlu melihat orang lain yang terlihat lebih baik
daripada ibu sehingga membandingkan tubuh ibu dengan orang lain
yang bertubuh lebih indah ataupun hal lain yang membuat persepsi
negatif tentang tubuh. Setiap wanita yang melahirkan dianjurkan untuk
tetap percaya diri dengan tubuhnya.
2. Rasa syukur merupakan prediktor yang juga signifikan mempengaruhi
body dissatisfaction, peneliti menyarankan agar para ibu
pascamelahirkan mensyukuri apa yang sudah dianugerahkan kepada
dirinya yaitu memiliki keturunan.
3. Thin ideal internalization juga mempengaruhi secara signifikan dalam
penelitian ini, peneliti berharap agar ibu tidak perlu melihat seseorang
yang dianggap lebih baik dari ibu, karena setiap orang pasti memiliki
kelebihan dan kekurangan yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Ata, R. N., Thompson, J. K., & Small, B. J. (2011). Effects of exposure thin ideal
media images on body dissatisfaction: testing the inclusion of a disclaimer versus warning label. Body image, 10, 472-480.
Augustus-Horvath, C., & Tylka, T. L. (2011). The acceptance model of intuitive
eating: a comparison of woman in emerging adulthood, early adulthood, and middle adulthood. Journal of counseling psychology, 58(1), 110-125.
Bucchianeri, M. M., Arikian, A. J., Hannan, P. J., Eisenberg, M. E., & Neumark-
Sztainer, D. (2013). Body dissatisfaction from adolescence to young adulthood: findings from a 10-year longitudinal study. Body image, 10(1), 1-15.
Cash, T. E. & Henry, P. E. (1995). Women’s body images: the results of a national
survery in the USA. Sex roles, 33(1/2), 19-28. Cash, T. F., Flemming, E. C., Alindogan, J., Steadman, L., & Whitehead, A. (2002).
Beyond body image as a trait the development and validation of the body image states scale. Eating disorders, 10)2), 103-113.
Cash, T. F., & Pruzinsky, T. 2002. Body image: A handbook of theory, research
and clinical. New York: Guilford Publication. Dolesjova, Barbora (2018). Predictors of Body Image Dissatisfaction in Postpartum
Women. Charles, N. & Kerr, M. (1986). Food for feminist thought. Sociological Review,
34(3): 537-72. Cooper, P. J., Taylor, M. J., Cooper, Z., & Fairburn, C. G. (1987). The devolepment
and validation of the body shape questionnaire. International journal of eating disorder, 6(4), 485-494.
Daley, K. A., Jimerson, D. C., Heatherton, T. F., Metzger, E. D., & Wolfe, B. E.
(2008). State self-esteem ratings in women with bulimia nervosa and bulimia nervosa remission. Eat disorder, 55(2), 339-353.
Erbil, N., Senkul, A., & Basara, G. F. (2012). Body Image among Turkish women
during the first year postpartum. Health Care Women International. 33(2) : 125-137.
Festinger, L. (1954). A theory of social comparison processes. Human relation, 7, 117-140.
Fitzgerald, P. (1998). Gratitude and justice. Ethics, 109, 119-153. Friedman, M. A., Dixon, A. E., Brownell, K. D., Whisman, M. A., & Wilfley, D.
E. (1999). Marital status, marital satisfaction, and body image dissatisfaction. International journal of eating disorders, 26(1), 81-85.
Garner, D. M., Olmsted, M. P., & Polivy, J. (1983). The eating disorder inventory:
a measure of cognitive-behavioral dimensions of anorexia nervosa and bulimia. Anorexia Nervosa, 173-184.
Gjerdingen, D., Fontaine, P., Crow, S., McGovern, P., Center, B., & Miner, M.
(2009). Predictor of mother’s postpartum body dissatisfaction. Women health, 49(6), 491-504.
Gonzales-Marti, L., Bustos, J. G. F., Jordan, O. R. C., & Mayville, S. B. (2012).
Validation of a spanish version of the muscle appearance satisfaction scale: escale de satisfaction muscular. Body image, 9, 517-523.
Grogan, S. (2008). Body image: understanding body dissatisfaction in men, women,
and children, 2nd edition. London: Routledge. Gunarsa, S. (1982). Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung
Mulia. Hasni, N. I., Karini, S. M., & Andayani, T. R. (2013). Hubungan antara citra tubuh
saat hamil dan kestabilan emosi dengan postpartum blues di Puskesmas Grogol Sukoharjo. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 1(2), 30-42.
Heatherton, T. F. (1993). Body dissatisfaction, self-focus, and dieting status among
women. Psychology of addictive behaviors, 7(4), 225-231. Heatherton, T. F., Polivy, J. (1991). Development and validation of a scale for
measuring state self-esteem. Journal of personality and social psychology, 60(6), 895-910.
Henderson, C., & Jones, K. (2006). Buku ajar konsep kebidanan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. Hurlock, E. B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Alih Bahasa: Isti Widayati & Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. B. 2002. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih Bahasa: Isti Widayati dkk. Jakarta: Erlangga.
Jenkin W, Tiggemann M. Psychological effects of weight retained after pregnancy.
Woman Health. 1997; 25:89-98. Jones, D. C. (2001). Social comparison and body image: attractiveness comparisons
to models and peers among adolescent girls and boys. Sex roles, 45(9/10), 645-664.
Jordan, K., Cadevila, R., dan Johnson, S. (2005). Baby or beauty: A Q study into
post pregnancy body image. Journal of Reproductive and Infant Psychology. 23(1): 19-31.
Kostanski, M., & Gullone, E. (1998). Adolescent body image dissatisfaction:
relationships with self-esteem, anxiety, and depression controlling for body mass. Journal of child psychology and psychiatry, 39(2), 225-262.
Krause, N. (2006). Gratitude toward god, health and stress in late life. Research in
Aging, 28(2), 163. Lavender, J. M., & Anderson, D. A. (2010). Contribution of emotion regulation
difficulties to disordered eating and body dissatisfaction in college men. International journal of eating disorders, 43(4), 352-357.
Listiyandini Ratih A., Nathania A., Syahniar D., Sonia L., Nadya R. (2015).
Mengukur rasa syukur: perkembangan model awal skala bersyukur versi Indonesia. Jurnal Psikologi Ulayat. 2(2), 473-496.
Martin J., Nunez L., Navarro & Grijalvo. (2007). The Rosenberg self-esteem scale:
translation and validation in university students. The Spanish journal of psychology. 10(2), 458-467.
Matlin, A. W. (2004). Psychosocial adaptation in pregnancy. New Jersey: Pretince
Hall. Michinton, J,. (1993). Maximum self-esteem. Golden Books Centre SDN. BHD:
Kuala Lumpur. Myers, T. A., & Crowther, J. H. (2009). Social comparison as a predictor of body
dissatisfaction: a meta-analytic review. Journal of abnormal psychology, 118(4), 683-698.
Neumark-Sztainer, D., Paxton, S. J., Hannan, P. J., Haines, J. & Story, M. (2006).
Does body satisfaction matter? Five-year longitudinal associations between
body satisfaction and health behaviors in adolescent females and males. Journal of adolescent health, 39, 244-251.
O’Brien, K. S., Caputi, P., Minto, R., Peoples, G., Hooper, C., Kell, S., Sawley, E.
(2009). Upward and downward physical appearance comparisons: development of scales and examination of predictive qualities. Body image, 6, 201-206.
Paap, C. E. & Gardner, R. M. (2011). Body image disturbance and relationship
satisfaction among collage students. Personality and individual differences, 51, 715-719.
Papalia, D. E., Old, S. W., Feldman, R & D. (2001). Perkembangan manusia.
Jakarta: Salemba Humanika. Pokrajac-Bulian, A., & Zivcic-Becirevic, I. (2005). Locus of control and self-
esteem as correlates of body dissatisfaction in Croatian university students. European eating disorder review, 13(1), 54-60.
Rallis S., Skouteris, H., Wertheim, E, H., Paxton, S. J., Predictors of body image
during the first year postpartum: a prospective study. Women Health. 2007; 45:87-104.
Santrock, J. W. (2012). Life-span development, edisi ketigabelas (terjemahan).
Jakarta: Erlangga. Sari, S. H. (2009). Pengaruh body image terhadap penyesuaian diri wanita pada
kehamilan pertama. Naskah Puslikasi Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Sari, A. P. (2011). Hubungan antara citra tubuh terhadap harga diri pada ibu
postpartum primipara di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta. Jurnal Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Sari, S. H., & Siregar, A. R. (2012). Peran body image terhadap penyesuaian diri
perempuan dewasa dini pada kehamilan pertama. Jurnal Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Sarwer, D., Thompson, J. K., & Cash, T. F. (2008). Body image and obesity in
adulthood. Psychiatric clinics of North America. 28, 69-87. Secord, P. F., & Jourard, S. M. (1953). The appraisal of body cathexis: body-
cathexis and the self. Journal of consulting psychology, 17(5), 343-347.
Shroff, H., Calogero, R. M., & Thompson, J. K. (2009). Assessment of body image. Handbook of assessment of methods for eating behaviors and weight-related problems, 115-136.
Silberstein, L. R., Striegel-Moore, R. H., Timko, C., Rodin, J., 1988. Behavioral and psychological implication of body dissatisfaction. Do men and women differ? Sex roles, 19, 219-232. Slevec, J. H., & Tiggermann, M. (2010). Predictors of body dissatisfaction and
disordered eating in middle-aged women. Clinical psychology review, 31, 515-524.
Stice, E., & Whitenton, K. (2002). Risk factor for body dissatisfaction in adolescent
girls a longitudinal investigation. Developmental psychology, 38(5), 669-678.
Swami, V., Salem, N., Furnham, A., & Tovee, M. J. (2008). Initial examination of
the validity and reliability of the female photographic figure rating scale for body image assessment. Personality and individual differences, 44, 1752-1761.
Thomas, K., Ricciardelli, L. A., & Williams, R. J. (2000). Gender traits and self-concept as indicators of problem earing and body dissatisfaction among children. Sex roles, 43(7-8), 441-458.
Thompson, B. (2004). Exploratory and confirmatory factor analysis:
Understanding concepts and applications. Washington DC: American Psychological Association.
Thompson, J. K. & Heinberg, L. J. (1999). The media’s influence on body image
disturbance and eating disorders: we’ve reviled them, nor can we rehabilitate them. Journal of social issues, 55(2), 339-353.
Van Lange, P. A. M., Kruglanski, A. W., & Higgins, E. T. (2012). Handbook of
theorie of social psychology, volume I. California: SAGE Publications. Vander Wal, J. S. Thelen, M. H. (2000). Predictors of body image dissatisfaction
in elementary-age school girls. Eating behaviors, 1(2), 105-122. Vander Wal, J. S., & Thomas, N. (2004). Predictors of body image dissatisfaction
and disturbed eating attitudes and behaviors in African American and Hispanic girls. Eating behaviors, 5(4), 291-301.
Vartanian, L. R., & Dey, S. (2013). Self-concept clarity, thin-ideal internalization,
and appearance-related social comparison as predictors of body dissatisfaction. Body image, 10(4), 495-500.
Warren, C. S. & Rio, R. M. (2012). The relationship among acculturation, acculturative stress, endorsement of western media, social comparison and body image Hispanic male college student. Journal of American Psychological Association. Vol. 14, No. 2, 192-201.
Watkins, P. C., Woodward, K., Stone T., dan Kolts, R. L. (2003). Gratitude and
happiness: Development of a measure of gratitude, and relatishionsip with subjective well-being. Social Behavior and Personality, 31 (5), 431-452.
Williamson, D. A., Gleaves, D. H., Watkins, P. C., & Schlundt, D. G. (1993).
Validation of self-ideal body size discrepancy as a measure of body dissatisfaction. Journal of psychopathology and behavioral assessment, 15(1), 47-68.
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum wr wb Salam sejahtera untuk kita semua, semoga Ibu senantiasa dalam lindungan Tuhan YME Saya Ismi Faiza Shawli mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, saat ini sedang melaksanakan penelitian mengenai Body Dissatisfaction pada Ibu pasca-melahirkan, sebagai salah satu syarat memperoleh strata 1 (S1) Sarjana Psikologi. Silakan ibu mengisi kuesioner ini dengan memilih salah satu yang sesuai dengan kondisi ibu saat ini, dan TIDAK ADA JAWABAN SALAH dalam kuesioner ini. Data diri dan semua jawaban ibu akan diolah secara general, bukan perorangan. Data dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya untuk kepentingan penelitian, oleh karena itu diharapkan ibu mengisi jawaban dengan sejujur-jujurnya. Bantuan ibu dalam mengisi pertanyaan pada kuesioner dibawah amat berarti bagi keberhasilan penelitian ini, untuk itu saya ucapkan terima kasih. Wassalamualaikum wr. Wb Hormat saya, Ismi Faiza Shawli
Saya setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini Alamat email : Nama/identitas : Usia : Pendidikan terakhir : Pekerjaan : Jumlah anak : Usia anak : Total pendapatan keluarga : Pilihan pemberian susu kepada anak : No Pernyataan SS S TS STS 1 Menurut saya penggunaan vitamin baik untuk
membentuk tubuh ideal
2 Keindahan tubuh bukanlah hal penting bagi saya 3 Saya dapat melihat sisi positif dari berat badan saya 4 Saya berpikir bahwa saya harus membentuk tubuh
seperti yang saya inginkan
5 Harga diri saya sangat tergantung pada penampilan tubuh saya
6 Saya merasa puas dengan tubuh saya ketika saya melihat di cermin
7 Saya tidak peduli bagaimana keadaan tubuh saya 8 Saya tidak puas dengan tubuh saya 9 Saya akan melakukan apa saja demi memperindah tubuh
saya
10 Saya menghabiskan banyak waktu untuk bercermin 11 Saya tidak mengupayakan apapun untuk memperindah
tubuh saya
12 Saya selalu melakukan pengecekan berat badan saya 13 Saya membandingkan diri saya dengan orang yang
tubuhnya terlihat lebih baik dari saya
14 Ketika melihat seseorang dengan tubuh yang sempurna, saya bertanya bagaimana agar saya dapat seperti mereka
15 Di pesta atau acara lainnya, saya membandingkan penampilan fisik saya dengan penampilan fisik orang lain yang lebih menarik dari saya
16 Saya berpikir bagaimana agar tubuh saya lebih menarik dibandingkan orang yang kelebihan berat badan
17 Saya tidak pernah membandingkan diri saya dengan orang lain yang terlihat lebih menarik dari saya
18 Pada pesta atau acara lainnya, saya membandingkan penampilan fisik saya dengan penampilan fisik orang lain yang kurang menarik
19 Saya tidak pernah membandingkan diri saya dengan orang lain yang terlihat lebih besar tubuhnya dibanding saya
20 Saya tidak mempedulikan orang lain yang ukuran tubuhnya lebih besar dibanding saya
21 Saya khawatir dengan anggapan orang lain mengenai kesuksesan atau kegagalan saya
22 Saya merasa bahwa orang lain menghormati dan mengagumi saya
23 Saya khawatir dengan apa yang orang lain pikirkan tentang saya
24 Saya tidak pernah mempedulikan apa yang orang lain pikirkan tentang saya
25 Saya merasa diri saya tidak semenarik dulu 26 Saya merasa tubuh saya tetap menarik bagaimanapun
keadaannya
27 Saya percaya diri dengan keadaan diri saya sekarang 28 Saya yakin walaupun saya sudah menjadi ibu-ibu, saya
tetap menarik
29 Saya sangat percaya diri dengan kemampuan yang saya miliki saat ini
30 Saya merasa bahwa kemampuan intelektual saya rendah 31 Saya yakin atas kemampuan intelektual saya dapat
bersaing dengan yang lain
32 Saya merasa tidak ada yang bisa saya banggakan dari kemampuan saya
33 Saya ingin tubuh saya terlihat lebih ideal seperti orang kebanyakan
34 Saya merasa tubuh saya jauh dari kata ideal 35 Saya percaya diri dengan tubuh saya walaupun tubuh
saya tidak ideal
36 Saya merasa tidak ada kepentingan saya membentuk tubuh agar ideal
37 Saya pikir walaupun tubuh saya tidak ideal, saya akan baik-baik saja
38 Saya merasa kelangsingan badan saya sama seperti badan orang lain yang ideal di luar sana
39 Saya yakin dengan keadaan tubuh saya saat ini saya tetap bahagia
40 Saya merasa dicintai oleh orang sekitar saya dengan keadaan diri saya sepenuhnya
41 Saya merasa beruntung ada di dunia ini bagaimanapun keadaan diri saya
42 Saya bersyukur sampai saat ini saya baik-baik saja 43 Saya yakin bahwa keadaan tubuh saya yang sekarang
adalah yang terbaik untuk saya
44 Saya merasa kesehatan anak saya lebih berharga dibandingkan tubuh saya sekarang
45 Saya puas dengan apa kondisi tubuh saya sekaran 46 Saya sedih dengan keadaan diri saya 47 Saya menjaga tubuh saya sebagai bentuk syukur atas
karunia Tuhan
48 Saya tidak memperhatikan pola hidup saya karena saya yakin tubuh saya akan selalu seperti ini
49 Saya menggunakan waktu yang saya punya untuk berolahraga untuk menjaga tubuh saya
50 Saya tidak punya banyak waktu untuk berolahraga
SYNTAX DAN PATH DIAGRAM
UJI VALIDITAS KONSTRUK BODY DISSATISFACTION DA NI=12 NO=201 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12
PM SY FI=BDBARU11.COR MO NX=12 NK=1 LX=FR TD=SY LK BDBARU11 FR TD 8 6 TD 11 6 TD 2 1 TD 10 7 TD 11 8 TD 8 2 TD 8 4 TD 10 8 TD 6 5 TD 7 4 TD 7 3 TD 11 10 TD 10 9 TD 10 1 TD 12 1 TD 12 4 TD 4 2 TD 8 3 TD 6 3 TD 11 7 TD 7 6 TD 10 3 TD 9 4 PD OU TV SS MI Path Diagram Body Dissatisfaction
UJI VALIDIRAS KONSTRUK PHYSICAL SELF-ESTEEM DA NI=4 NO=201 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 PM SY FI=PHYSE1.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK PHYSE1 FR TD 4 3 PD OU TV SS MI Path Diagram Physical Self-Esteem
UJI VALIDITAS KONSTRUK PERFORMANCE SELF-ESTEEM DA NI=4 NO=201 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 PM SY FI=PERSE1.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK PERSE1 FR TD 4 2 PD OU TV SS MI Path Diagram Performance Self-Esteem
UJI VALIDITAS KONSTRUK SOCIAL SELF-ESTEEM DA NI=4 NO=201 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 PM SY FI=SOCSE1.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK SOCSE1 FR TD PD OU TV SS MI Path Diagram Social Self-Esteem
UJI VALIDITAS KONSTRUK UPWARD COMPARISON DA NI=4 NO=201 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 PM SY FI=UPSC2.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK UPSC2 FR TD 4 3 TD 3 2 PD OU TV SS MI Path Diagram Upward Comparison
UJI VALIDITAS KONSTRUK DOWNWARD COMPARISON DA NI=4 NO=201 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 PM SY DI=DOWNSC1.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK DOWNSC1 FR TD 2 1 PD OU TV SS MI Path Diagram Downward Comparison
UJI VALIDITAS KONSTRUK THIN IDEAL INTERNALIZATION DA NI=4 NO=201 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 PM SY FI=TII1.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK TII1 FR TD 4 2 PD OU TV SS MI Path Diagram Thin Ideal Internalization
UJI VALIDITAS KONSTRUK APRESIASI RASA SYUKUR DA NI=4 NO=201 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 PM SY FI=APRSY1.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK APRSY1 FR TD 4 3 TD 4 1 PD OU TV SS MI Path Diagram Apresiasi Rasa Syukur
UJI VALIDITAS KONSTRUK POSITIF SYUKUR DA NI=4 NO=201 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 PM SY FI=POSSY1.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK POSSY1
FR TD 4 3 PD OU TV SS MI Path Diagram Positif Syukur
UJI VALIDITAS KONSTRUK KECENDERUNGAN BERTINDAK DA NI=4 NO=201 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 PM SY FI=TINSY12.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK TINSY12 FR TD 4 2 PD OU TV SS MI Path Diagram Kecenderungan Bertindak
Output Regresi Stepwise