PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY LEARNING DAN
MODEL KONVENSIONAL UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU
TANGGUNGJAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG
(Tesis)
Oleh
PURILEILA
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN IPS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRACT
THE INFLUENCE USE OF MODEL DISCOVERY LEARNING IS
CONVENTIONAL MODEL TO IMPROVE BEHAVIOR
RESPONSIBILITY IN LEARNING CIVIC EDUCATION
STUDENTS CLASS VIII SMP NEGERI 19
BANDAR LAMPUNG
By
PURILEILA
This research on a low such behavior responsible from the classroom VIII SMPN
19 Bandar Lampung.The purpose of this research which is to enhance behavior
responsibility students at learning civic education use the model discovery
learning .Methods used comparative approach experiment. The result showed that
(1) the use of discovery learning model in learning to increase behavior is
responsible for students and is better than the conventional learning model, and
(2) the use of discovery learning model in learning to increase study results on the
kids and better than conventional learning model.
Key words: discovery learning, conventional , learning outcome , responsible
behavior.
ABSTRAK
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY
LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL TERHADAP
PENINGKATAN PERILAKU TANGGUNG JAWAB
PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS
VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG
Oleh
PURILEILA
Penelitian ini di latar belakangi rendahnya perilaku bertanggung jawab siswa di
Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung. Tujuan penelitian ini yaitu untuk
meningkatkan perilaku tanggungjawab siswa pada pembelajaran PKn
menggunakan model discovery learning. Metode yang digunakan komparatif
pendekatan eksperimen. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa (1) penggunaan
model discovery learning dalam pembelajaran dapat meningkatkan perilaku
bertanggungjawab pada siswa dan lebih baik dibandingkan dengan model
pembelajaran konvensional, dan (2) penggunaan model discovery learning dalam
pembelajaran dapat meningkatkan hasil belajar pada siswa dan lebih baik
dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional.
Kata kunci: discovery learning,konvensional, hasil belajar, dan perilaku
bertanggung jawab
PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY
LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL UNTUK
MENINGKATKAN PERILAKU TANGGUNGJAWAB
PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA KELAS
VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG
Oleh
PURILEILA
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
MAGISTER PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Magister Pendidikan IPS
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Negara Batin, tanggal 30 Januari 1988. Anak
keenam dari tujuh bersaudara. Pasangan bapak Sahri dengan
Ibu Rohida. Penulis menyelesaikan pendidikan di sekolah
dasar di SDN 1 Negara Batin, Waykanan berijazah tahun
2000. SMPN 1 Negara Batin, Waykanan tamat dan berijazah
tahun 2003. Selanjutnya penulis melanjutkan jenjang pendidikan di SMAN 1
Negara Batin, Waykanan dan diselesaikan pada tahun 2006.
Tahun 2006, penulis terdaftar sebagai mahasiswa FKIP Universitas Lampung
Jurusan Pendidikan IPS, Program Studi PPKN. Kemudian mendapatkan gelar S-1
Pendidikan PPKN pada tahun 2010. Selanjutnya penulis melanjutkan ke jenjang
S-2 pada tahun 2014 di Program Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
MOTO
“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.
(Qs. Al-Insyirah: 6)
“Hidup adalah perjuangan, perjuangan adalah kehidupan”.
(Penulis)
“Guru yang berhasil adalah guru yang bisa mengubah sikap para
siswanya menjadi baik, dan juga bisa menambah pengetahuan
para siswanya”.
(Penulis)
PERSEMBAHAN
Puji Syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahNya. Dengan penuh ucapan syukur dan
cinta kupersembahkan lembaran-lembaran sederhana ini
kepada:
Kedua orang tuaku Ayah Sahri dan Ibu Rohida di surga yang
kasih sayangnya, perhatiannya dan motivasi yang masih aku
rasakan.
Suamiku tercinta Slamet Harpen Susilo, S.Pd. yang dengan
sabar membantu, memberikan semangat, perhatian serta
motivasi.
Anakku tercinta Alzhalea Asheeqa Mypela yang selalu
menjadi penyemangat hidup dan pengobat dikala lelah.
Almamaterku tercinta
SMP Negeri 19 Bandar Lampung
SANWACANA
Dengan mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT karena
hanya dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
tesis yang berjudul “PENGARUH PENGGUNAAN MODEL DISCOVERY
LEARNING DAN MODEL KONVENSIONAL UNTUK MENINGKATKAN
PERILAKU TANGGUNGJAWAB PADA PEMBELAJARAN PKN SISWA
KELAS VIII SMP NEGERI 19 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN
2015/2016 “. Tesis ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan untuk
memperoleh gelar Magister Pendidikan di Program Pascasarjana Pendidikan IPS
Fakultas Kegurun dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini berkat dukungan dari berbagai
pihak yang secara langsung atau tidak langsung telah memberikan dukungan dan
kontribusi dalam penyelesaian tesis ini. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P, selaku Rektor Universitas
Lampung.
2. Bapak Prof. Dr. Hi. Sudjarwo, M.S, selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Lampung dan sekaligus Pembahas utama dalam tesis ini yang
dengan sabar telah memberikan ide, saran dan masukan
3. Bapak Dr. H Muhammmad Fuad, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan
4. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan IPS
5. Ibu Dr. Trisnaningsih, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan IPS
6. Bapak Dr. M.Thoha B.S. Jaya, M.S, selaku Pembimbing utama yang dengan
sabar telah memberikan ide, saran dan masukan selama penyusunan Tesis ini.
7. Bapak Dr. Darsono, M.Pd , selaku Pembimbing 2 yang dengan sabar telah
memberikan ide, saran dan masukan selama penyusunan Tesis ini.
8. Ibu Dr. Adelina Hasyim, M.Pd. selaku pembahas 2 yang dengan sabar telah
memberikan, ide, saran, dan masukan
9. Bapak/Ibu Dosen Pascasarjana Pendidikan IPS Universitas Lampung yang
senantiasa menambah dan membuka wawasan penulis.
10. Ibu Hj.Sri Chairattini EA, S.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 19 Bandar
Lampung.
11. Keluargaku khususnya,Tuti Ratna, Mahroni, Praka. Bazarsah, Ori Alatas dan
Herman Effendi yang telah membantu, memberikan perhatian dan
motivasinya.
12. Ponakan kesayanganku, Cinta Revalina Herman, Cantika Chika Stevani
Herman, M. Chicco Ar-Ridho Herman, M. Rizki Firman Saputra, M. Rifki
Farsad Firmansyah dan Vannesa Zarvia yang selalu menghibur saat lelah
menghampiri dan menjadi penyemangat hidupku.
13. Teman-teman mahasiswa Pascasarjana PIPS angkatan 2014 khususnya
Resmawati, M.Pd. Febby Rulya Rasyid, M.Pd. Herawati, M.Pd. Yulia
Prasetyowati, M.Pd. Emaret Silastuti, M.Pd. Dewi Kusumawati, M.Pd.
Bunda Ermaita, M.Pd. Dwi Rohmanita, M.Pd. Deni Sandra, M.Pd. Dwi
Asmayanti, M.Pd.dan semua teman-teman mahasiswa pascasarjana angkatan
14 yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan,
dukungan dan persahabatan kita selama ini, kalian bukan sahabat bagiku tapi
keluarga bagiku.
14. Teman-teman Staf Tata Usaha SMPN 19 Bandar Lampung, Bapak Supian
Tarwanto, S.Pd.I. Ibu Pendawati, S.Sos. Ibu Sustini, S.Sos. Ibu Sri Widarti,
dan Indri Syafitri Alam, S.Pd. yang telah memberikan semangat dan
dukungan.
15. Anak-anak Kelas VIII.C dan VIII.D SMP Negeri 19 Bandar Lampung.
16. Semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini jauh dari sempurna untuk itu segala
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak selalu penulis
harapkan. Akhirnya peneliti berharap semoga tesis ini dapat memberikan
sumbangsih bagi dunia pendidikan yang selalu menghadapi tantangan zaman yang
selalu berubah seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, Juli 2016
Penulis
Purileila
NPM. 1423031059
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.2 Identifikasi masalah ................................................................................................ 11
1.3 Pembatasan Masalah ............................................................................................... 11
1.4 Rumusan Masalah ................................................................................................... 11
1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 12
1.6 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 13
1.7 Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran ........................................................................... 18
2.1.1 Pengertian Belajar .......................................................................................... 18
2.1.2 Teori Belajar ................................................................................................... 19
2.2 Model Pembelajaran Konvensional ......................................................................... 27
2.3 Model PembelajaranDiscovery Learning ............................................................... 32
2.3.1. Tujuan Pembelajaran Discovery Learning .................................................... 38
2.3.2 Macam-Macam Discovery Learning ............................................................. 39
2.3.3 Tahapan Discovery Learning Teori Belajar ................................................... 41
2.3.4 Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning Di Kelas ................................... 41
2.3.5 Prosedur Aplikasi Discovery Learning .......................................................... 42
2.3.6 Langkah-Langkah Model Pembelajaran ........................................................ 45
2.3.7 Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning ............................... 46
2.3.8 Keunggulan dan Kelemahan Model Discovery Learning .............................. 49
2.4 Konsep dan Pengertian Perilaku ............................................................................. 50
2.4.1 Bentuk Perilaku.............................................................................................. 52
2.4.2 Proses Pembentukan Perilaku ........................................................................ 53
2.5 Pengertian Tanggung Jawab .................................................................................... 54
2.5.1 Ciri-Ciri Perilaku Tanggung Jawab ............................................................... 58
2.5.2 Indikator Seseorang Memiliki Tanggung Jawab ........................................... 59
2.5.3 Indikator Kualitas Bertanggungjawab ........................................................... 59
2.6 Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan .................................................................. 61
2.6.1 Pengertian ...................................................................................................... 61
2.6.2 Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ....................................... 63
2.6.3 Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan ...................................... 63
2.6.4 Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan .................................... 64
2.7 Hasil Penelitian yang Relevan ............................................................................... 64
2.8 Kerangka Pikir ........................................................................................................ 67
2.9 Hipotesis ................................................................................................................. 69
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian .............................................................................................. 71
3.2 Populasi dan Sampel ............................................................................................... 71
3.2.1 Populasi .......................................................................................................... 71
3.2.2 Sampel ........................................................................................................... 72
3.3 Variabel Penelitian .................................................................................................. 73
3.4 Definisi Operasional ............................................................................................... 73
3.4.1 Model Discovery Learning ............................................................................ 73
3.4.2 Meningkatkan Perilaku Bertanggungjawab .................................................. 74
3.5 Gambar Alur Penelitian .......................................................................................... 74
3.6 Desain Penelitian .................................................................................................... 75
3.7 Teknik Pengembangan Instrumen .......................................................................... 76
3.8 Teknik Pengumpulan Data ...................................................................................... 82
3.9 Teknik Analisis Data .............................................................................................. 84
3.10 Prosedur Pelaksanaan Penelitian ........................................................................... 89
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum SMP 19 Bandar Lampung .......................................................... 92
4.1.1 Sejarah Singkat Bedirinya SMPN 19 Bandar Lampung ............................... 92
4.1.2 Visi ................................................................................................................ 93
4.1.3 Misi ................................................................................................................ 93
4.1.4 Tujuan ............................................................................................................ 94
4.2 Hasil Penelitian ....................................................................................................... 95
4.2.1 Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal ................................................. 95
4.2.2 Proses Pelaksanaan Pembelajaran .................................................................. 96
4.2.3 Analisis Hasil Uji Coba Instrumen ................................................................ 101
4.2.4 Statistik Deskriptif Data Penelitian ............................................................... 104
4.3 Pengujian Hipotesis ................................................................................................ 118
4.3.1 Pengujian Hipotesis Pertama ........................................................................ 118
4.3.2 Pengujian Hipotesis Kedua ........................................................................... 119
4.4 Pembahasan ............................................................................................................ 120
4.4.1 Ada Perbedaan Perilaku Tanggungjawab Siswa pada Pembelajaran PKn
yang Menggunakan Model Discovery Learning dan Model Konvensional
Di Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2015/2016 ...................................................................................... 120
4.4.2 Ada Pengaruh Penggunaan Model Discovery Learning terhadap Peningkatan
Perilaku Bertanggung Jawab Siswa pada Mata Pelajaran PKn Di Kelas VIII
SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2015/2016 .................... 125
4.5 Keterbatasan Penelitian ........................................................................................... 129
BAB IV KESIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI
5.1 Kesimpulan .............................................................................................................. 130
5.2 Saran ....................................................................................................................... 131
5.3 Implikasi ................................................................................................................. 132
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1 Ciri-ciri perilaku siswa yang kurang menunjukan tanggungjawab ....... 7
2.1 Indikator Perilaku umum siswa yang bertanggungjawab ...................... 60
3.1 Jumlah Seluruh Siswa ............................................................................. 72
3.2 Tabel Pretest-Postest Control Group Design ........................................ 76
3.3 Tabel Tingkat Hubungan dengan Interval Koefisiensi ........................... 77
3.4 Tingkat Reliabilitas ................................................................................. 79
3.5 Klasifikasi Indeks Kesukaran ................................................................ 81
3.6 Kriteria Koefisiensi Daya Pembeda ....................................................... 82
3.7 Kisi-Kisi Angket Perilaku Tanggung Jawab Siswa ............................... 83
3.8 Lembar Perilaku Bertanggung Jawab .................................................... 85
3.9 Lembar Hasil Belajar ............................................................................. 86
3.10 Silang Antara Tanggung Jawab dan Hasil Belajar ............................... 86
4.1 Statistik Deskriptif Data Kemampuan Awal Siswa .................................. 96
4.2 Rangkuman Hasil Perhitungan Tingkat Kesukaran ................................... 102
4.3 Rangkuman Hasil Perhitungan Daya Pembeda.......................................... 103
4.4 Statistik Deskriptif Data Perilaku Bertanggungjawab .............................. 104
4.5 Statistik Deskriptif Data Perilaku Bertanggung Jawab Di Kelas DL ....... 107
4.6 Statistik Deskriptif Data Perilaku Tanggung Jawab Kelas Konvensional . 109
4.7 Statistik Data Hasil Belajar ........................................................................ 110
4.8 Statistik Hasil Belajar Kelas DL ................................................................ 112
4.9 Statistik Deskriptif Hasil Belajar Kelas Konvensional .............................. 114
4.10 Statistik Hasil Belajar dan Perilaku Bertanggung Jawab ........................ 116
DAFTAR GAMBAR
Gambar
2.1 Kerangka Pikir Penelitian ............................................................ 67
4.1 Guru Memberikan Arahan Terkait Model Pembelajaran .............. 98
4.2 Siswa Sedang Berdiskusi .............................................................. 99
4.3 Guru Sedang Mengawasi Siswa yang Sedang Berdiskusi ............. 100
4.4 Rerata Perilaku Bertanggung Jawab Siswa ................................... 106
4.5 Rerata Perilaku Tanggung Jawab Kelas Discovery Learning ........ 108
4.6 Rerata Perilaku Tanggung Jawab Kelas Konvensional .................. 110
4.7 Rerata Hasil Belajar PKn ............................................................... 111
4.8 Rerata Hasil Belajar Kelas Discovery Learning ............................ 113
4.9 Rerata Hasil Belajar Kelas Kontrol ................................................ 115
4.10 Rerata Hasil Belajar dan Perilaku Tanggungjawab ...................... 117
Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1. Kisi-Kisi Perilaku Tanggung Jawab................................................. 132
2. Lembar Observasi Perilaku Tanggung Jawab.................................. 133
3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)...................................... 134
4. Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)............................................... 167
5. Hasil Observasi Perilaku Tanggung Jawab Kelas Eksperimen......... 171
6. Hasil Observasi Perilaku Tanggung Jawab Kelas Kontrol................ 172
7. Rekapitulasi Hasil Belajar Kelas Eksperimen................................... 173
8. Rekapitulasi Hasil Belajar Kelas Kontrol.......................................... 174
9. Pembagian Perilaku Tanggung Jawab Kelas Eksperimen................. 175
10. Pembagian Hasil Belajar Kelas Eksperimen..................................... 176
11. Pembagian Perilaku Tanggung Jawab Kelas Kontrol........................ 177
12. Pembagian Hasil Belajar Kelas Kontrol........................................... 178
13. Hasil Uji Coba Instrumen.................................................................. 179
14. Uji T Test Hipotesis 1....................................................................... 180
15. Uji T Test Hipotesis 2....................................................................... 182
16. Surat Keterangan izin Penelitian....................................................... 183
17. Surat Keterangan Penelitian.............................................................. 184
Halaman
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,
melatih dan mengembangkan kemampuan siswa guna mencapai tujuan pendidikan
nasional antara lain menjadi manusia yang taqwa, warga negara yang baik dan
manusia yang berbudi pekerti luhur. Sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 3
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional. Dalam Undang-Undang itu telah dirumuskan tujuan pendidikan
nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan potensi siswa
agar menjadi manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berahlak
mulia, berilmu, kreatif, sehat jasmani dan rohani, berkepribadian mantap dan mandiri,
serta bertanggungjawab”.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab (Depdiknas, 2006: 11).
2
Sekolah adalah salah satu wahana strategis untuk mengembangkan dan mencapai
tujuan pendidikan melalui proses pendidikan yang menyatukan pengembangan ranah
pengetahuan, keterampilan serta perilaku dan nilai untuk mengembangkan
kepribadiaan dan perwujudan diri peserta didik. Hal ini disebabkan sekolah memiliki
program terarah dan terencana, serta memiliki komponen-komponen pendidikan yang
saling berinteraksi dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan. Secara integratif
membina tercapainya sifat-sifat diharapkan dimiliki oleh seorang Warga Negara
Indonesia yang terdidik.
Pencapaian tujuan pendidikan ditentukan oleh banyak faktor, baik faktor internal
(dalam diri), maupun faktor eksternal (dari luar diri). Faktor internal dipengaruhi oleh
situasi yang ada dalam diri masing-masing siswa misalnya, salah satu indikasi
perilaku tanggungjawab harus ada dalam diri siswa. Sedangkan faktor eksternal
terdiri dari mutu pendidikan, fasilitas belajar mengajar, situasi belajar serta sarana dan
prasarana. Dalam pembentukan perilaku tanggungjawab warga negara peran mata
pelajara PKn sangat penting. Karena mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran
yang memfokuskan pada pebentukan warga negara yang memahami dan mampu
melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia
yang cerdas, terampil dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD
1945.
Mata pelajaran PKn sangat menekankan perkembangan moral dan budi pekerti anak.
PKn sebelumnya dikenal dengan nama Pendidikan Moral Pancasila (PMP), yang
3
selanjutnya diganti dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn)
namun selanjutnya diganti dengan nama Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).
Sebagai mata pelajaran yang penting pada semua jenjang pendidikan, mata pelajaran
PKn tentu saja memiliki tujuan. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam
menaggapi isu kewarganegaraan. Berpartisipasi secara aktif, bertanggungjawab, dan
bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bernegara serta
anti-korupsi. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri
berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama
dengan bangsa- bangsa lainnya. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam
peraturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi, (Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar
dan Menengah, 2006: 12).
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa tujuan yang diajarkan PKn
adalah menanamkan perilaku dan prilaku kepada siswa yang didasarkan atas nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila agar siswa menjadi warganegara yang
bertanggungjawab dan dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.hakikatnya tidak
hanya bertanggungjawab dalam mengembangkan ranah pengetahuannya saja, lebih
jauh diharapkan pula mampu secara integratif memadukan pengembangan ranah
pengetahuan, keterampilan, serta perilaku dan nilai untuk mengembangkan
kepribadian dan perwujudan diri peserta didik. Dengan kata lain siswa tidak hanya
berhasil secara teoritis atau hanya sebatas penguasaan materi saja, namun diharapkan
4
mampu dan proaktif dalam mengaplikasikan hasil belajar dalam perilaku dan perilaku
di kehidupan sehari-hari, baik lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pada kenyataan tidak semua peserta didik mau dan mampu memadukan atau
menyeimbangkan antara penguasaan materi dengan perilaku dan prilakunya dalam
kehidupan sehari-hari. Pendidikan harus mengembangkan anak didik agar mampu
menolong dirinya sendiri, untuk itu anak didik perlu mendapatkan berbagai
pengalaman dalam mengembangkan konsep-konsep, prinsip, generalisasi, intelek,
inisiatif, kreativitas, kehendak dan emosi.
Dalam mewujudkan tujuan tersebut adalah bidang studi PKn. Sebagai bidang studi
PKn membawa misi khusus dalam pencapaian tujuan pendidikan tersebut. Tujuan
pendidikan yang pencapaiannya dibebankan kepada bidang studi (tujuan- kurikuler),
dalam hal ini bidang studi PKn adalah membimbing generasi muda untuk
mengembangkan warga negara yang cerdas terampil, berkarakter dan
bertanggungjawab yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan
merefleksikan dirinya dalamkebiasaan bertanggungjawab dan bertindak sesuai
dengan amanat Pancasila dan UUD 1945.
Merujuk pada semua rumusan aturan normatif tersebut dapat dikemukakan bahwa
untuk dapat mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mencapai tujuan berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
5
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab, perlu dikembangkan proses pendidikan yang bermutu,
membelajarkan sepanjang hayat, optimalisasi pembentukan kepribadian yang
bermoral, akuntabilitas lembaga pendidikan sebagai pusat pembudayaan ilmu
pengetahuan, keterampilan, pengalaman, perilaku, nilai berdasarkan standar nasional
dan global serta memperdayakan peran serta masyarakat.
Dalam konteks itulah maka perlu dilakukan upaya sistematis dan sistemik untuk
menjadikan sekolah sebagai wahana pengembangan warga negara yang
bertanggungjawab melalui PKn. Sekolah sebagai lembaga pendidikan merupakan
suatu masyarakat dalam skala kecil, sehingga gagasan untuk mewujudkan masyarakat
madani perlu dilakukan dalam tata kehidupan sekolah. Salah satu caranya adalah
melalui PKn yang dapat dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari oleh peserta didik,
sedini mungkin sehingga kelak menjadi warga negara yang bertanggungjawab.
Proses pembelajaran dan penilaian dalam PKn pada umumnya lebih menekankan
pada dampak intruksional yang terbatas pada penguasaan materi atau dengan kata lain
hanya menekankan pada dimensi kognitif saja. Hakikatnya PKn tidak hanya
berlangsung dalam pembelajaran didalam kelas, melainkan pula melalui pendidikan
secara lebih luas.
Diharapkan dengan mempelajari PKn siswa menjadi berfikir secara kritis, rasional,
dan kreatif dalam mempelajari isi kewarganegaraan dan dapat bertanggungjawab
6
dalam tindakannya sehingga tidak terjadi salah mengartikan kata demokrasi dan
perilaku tanggungjawab yang seharusnya tetap pada kaidah-kaidah hukum, norma
yang ada untuk menghargai dan menghormati kewajiban dan hak orang lain.
PKn diberikan kepada peserta didik untuk dapat mewujudkan peserta didik yang
bertanggungjawab tentu menemui hambatan yang kiranya dapat mempengaruhi akan
hasil pemberian materi PKn, yang sudah tentu pula berpengaruh bagi kehidupan
dalam maupun luar sekolah, dapat di analisis bahwa hal tersebut akan berdampak
sebagai berikut :
1. Proses pembelajaran dan penilaian PKn lebih menekankan pada dampak
instruksional yang terbatas pada penguasaan materi atau dengan kata lain hanya
menekankan pada dimensi kognitif saja.
2. Pengelolaan kelas belum mampu menciptakan suasana kondusif dan produktif
untuk memberikan pengalaman belajar kepada siswa melalui perlibatannya
secara proaktif dan interaktif baik dalam proses pembelajaran di kelas maupun di
luar kelas, sehingga berakibat pada miskinnya pengalaman belajar siswa yang
bermakna untuk mengembangkan kehidupan dan perilaku siswa.
3. Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler sebagai wahana sosio pedagogis untuk
mendapatkan konstribusi yang signifikan untuk menyeimbangkan antara
penguasaan teori dan praktik pembiasaan prilaku dan keterampilan dalam
berkehidupan yang bertanggungjawab.
7
Berdasarkan uraian di atas, maka fokus penelitian ini mencoba menggunakan model
discovery learning (model pembelajaran menemukan) untuk meningkatkan perilaku
tanggung jawab peserta didik melalui pembelajaran PKn. Berdasarkan hasil observasi
tanggung jawab siswa di kelas VIII SMP Negeri 9 Bandar Lampung, diperoleh data
sebagai berikut.
Tabel 1.1. Ciri-Ciri Perilaku Siswa yang Kurang Menunjukkan Tanggung
Jawab.
No Kelas
Prilaku Siswa Keterangan
1 2 3 4 5
Kurang
bertanggu
bgjawab
Cukup
Bertanggu
ngjawab
Sangat
Bertangg
ungjawab
1 VIII A 0 1 1 0 2 √
2 VIII B 3 4 4 3 4 √
3 VIII C 13 8 15 6 16 √
4 VIII D 14 10 5 8 9 √
5 VIII E 2 3 2 4 2 √
6 VIII F 4 5 6 2 4 √
7 VIII G 3 5 6 2 4 √
8 VIII H 0 0 1 0 1 √
9 VIII I 3 4 5 2 4 √
Sumber: Absensi harian siswa dan berdasarkan pengamatan dari bulan Juli-November
tahun 2015.
Keterangan Prilaku Siswa
1. Siswa yang terlambat masuk sekolah
2. Siswa jarang mengerjakan tugas dengan baik dan tepat waktu
3. Siswa yang tidak mengembalikan buku perpustakaan tepat waktu
4. Siswa yang belum menunaikan kewajiban seperti melaksanakn tugas piket dan
upacara
5. Siswa yang ribut saat proses pembelajaran berlangsung
8
Berdasarkan Tabel 1.1. di atas menunjukkan bahwa masih ada dua kelas yang
memiliki tanggung jawab dalam kriteria kurang, lima kelas dalam kriteria cukup
bertanggung jawab, dan 2 kelas dalam kriteria sangat bertanggung jawab. Dengan
demikian masih banyak siswa SMP Negeri 19 Bandar Lampung kurang memiliki
perilaku Tanggungjawab sebagai pelajar dan sebagai warga Negara, yang dapat
diandalkan sebagai penerus bangsa, dan dapat melahirkan warga negara yang
bertanggungjawab dan demokratis.
Salah satu faktor eksteren yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah model
pembelajaran. Oleh karena itu untuk mengatasi permasalahan tersebut diperlukan
model pembelajaran yang tepat, menarik dan melibatkan siswa untuk menemukan
sendiri konsep yang sedang diajarkan. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh
untuk melibatkan siswa dalam menemukan suatu konsep yaitu dengan model
discovery learning atau model pembelajaran menemukan, diharapkan agar dengan
model pembelajaran ini hasil belajar siswa dapat ditingkatkan. Model discovery
learning sebagai sebuah teori belajar dapat didefinisikan sebagai belajar yang terjadi
bila pelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi siswa diharapkan untuk
mengorganisasi sendiri.
Model discovery learning (pembelajaran penemuan) adalah model mengajar yang
mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang
sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau
seluruhnya ditemukan sendiri.
9
Belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, apabila tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai dengan baik. Demikian pula dengan kegiatan belajar mengajar PKn akan
berhasil, jika tujuan dari pengajaran PKn tercapai dengan baik pula.Agar tujuan
pengajaran dapat tercapai dengan baik maka dibutuhkan model mengajar yang tepat.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar
dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,
metode, dan teknik pembelajaran. Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan
makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama Pembelajaran
berlangsung.
Penggunaan model discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif
menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student
oriented. Merubah modus ekspository, siswa hanya menerima informasi secara
keseluruhan dari guru ke modus discovery, siswa menemukan informasi sendiri.
Penggunaan model discovery learning dipilih oleh peneliti karena metode ini
diharapkan dapat meningkatkan perilaku tanggungjawab peserta didik dalam proses
belajar mengajar, selain itu model discovery learning ini memiliki keunggulan
sebagai berikut:
1. Teknik ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak
kesiapan, serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif/pengenalan
siswa.
10
2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi Individual
sehingga dapat kokoh/mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut. dapat
membangkitkan kegairahan belajar mengajar para siswa.
3. Teknik ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan
maju sesuai dengan kernampuannya masing-masing.
4. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang
kuat untuk belajar lebih giat.
5. Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri
sendiri dengan proses penemuan sendiri.
Model discovery learning ini berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya
sebagai teman belajar saja, membantu bila diperlukan. Idealnya guru bertindak
sebagai fasilitator yang memberikan gambaran secara umum tentang materi pelajaran
yang akan di bahas, kemudian siswa lebih berperilaku aktif untuk mengetahui lebih
dalam tentang materi yang di ajarkan. Sehingga dengan sendirinya siswa dapat
menggambarkan dan mampu menyerap dengan maksimal materi yang diajarkan guru.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 41 tahun 2007 pasal 1 ayat 1 tentang standar proses, bahwa standar
proses untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mencakup perencanaan proses
pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan
pengawasan proses pembelajaran.
11
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka masalah ini dapat diidentifikasi
sebagai berikut :
1. Rendahnya perilaku tanggung jawab dalam pembelajaran.
2. Rendahnya hasil belajar siswa dalam pembelajaran PKn.
3. Penggunaan model pembelajaran PKn menggunakan model Discovery Learning
di SMP Negeri 19 Bandar Lampung belum pernah dilakukan guru.
4. Pembelajaran terpusat pada guru (teachers centered) dan lebih menekankan pada
aspek ingatan.
1.3. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak meluas jangkauannya, maka penelitian ini masalahannya
akan dibatasi pada model discovery learning dan model konvensional serta
peningkatan perilaku tanggungjawab pada pembelajaran PKn siswa kelas VIII SMP
negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan, identifikasi dan pembatasan masalah di atas maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : rendahnya perilaku tanggung jawab
siswa pada pembelajaran PKn siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung
tahun pelajaran 2015/2016. Maka permasalahan penelitian ini adalah :
12
1. Apakah terdapat perbedaan perilaku bertanggung jawab siswa yang
pembelajarannya menggunakan model discovery learning dan model konvensional
pada pembelajaran PKn di kelas VIII SMP negeri 19 Bandar Lampung tahun
pelajaran 2015/2016?
2. Apakah terdapat pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap
peningkatan perilaku tanggung jawab siswa pada mata pelajaran PKn di kelas VIII
SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016?
Dengan demikian judul penelitian ini adalah pengaruh penmggunaan model discovery
learning dan model konvensional untuk meningkatkan perilaku tanggung jawab pada
pembelajaran PKn siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung.
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis perbedaan perilaku tanggungjawab siswa pada pembelajaran PKn
yang menggunakan model discovery learning dan model konvensional di kelas
VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.
2. Mengetahui pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap
peningkatan perilaku bertanggung jawab siswa pada mata pelajaran PKn di kelas
VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.
13
1.6. Manfaat Penelitian
Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian antara lain.
1. Bagi Siswa
- Dengan pembelajaran PKn siswa dapat menunjukkan perilaku yang
bertanggungjawab.
- Siswa mengerti pentingnya perilaku tanggungjawab.
2. Bagi Guru
Memberikan bahan masukan pada guru untuk meningkatkan aktivitas belajar
pada mata pelajaran PKn.
3. Bagi Sekolah
Memberikan informasi mengenai penggunaan model discovery learning untuk
meningkatkan perilaku tanggungjawab. Informasi tersebut diharapkan dapat
dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan dan menetapkan kebijakan
sesuai dengan kondisi sekolah.
1.7. Ruang Lingkup Penelitian
1 Ruang lingkup subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar
Lampung.
2. Ruang lingkup Objek penelitian adalah Model Discovery Learning, model
konvensional dan perilaku tanggung jawab.
3. Ruang lingkup Waktu penelitian adalah Tahun Pelajaran 2015/2016.
4. Ruang lingkup Keilmuan
14
Menurut NCSS (1991) merumuskan IPS (social studies) sebagai berikut:“Social
studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote
Civiccompetence. Within the school program, social studies provides coordinated,
systematic study drawing upon such diciplines as antrhopology, archaelogy,
economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology,
religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities,
mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help
youg people develop the ability to make informed and reasoned dicisions for the
public good as citizen of a culturally diverse, democratic socety in an interpedent
world”.
IPS atau studi sosial itu merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan
dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi,
politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial. Pembelajaran geografi memberikan
kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah
memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa-peristiwa dari berbagai periode.
Antropologi meliputi studi-studi komparatif yang berkenaan dengannilai-nilai,
kepercayaan, struktur sosial, aktivitas-aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi-
ekspresi dan spiritual, teknologi, dan benda-benda budaya dari budaya-budaya
terpilih.Ilmu politik dan ekonomi tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan
pada aktivitas-aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan
psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran,
kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif konsep-konsep
seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi sosial.
Menurut Pargito (2010: 11), tujuan utama pendidikan IPS pada dasarnya adalah
mempersiapkan siswa sebagai warga negara agar dapat mengambil keputusan secara
reflektif dan partisipasi sepenuhnya dalam kehidupan sosialnya sebagai pribadi,
15
warga masyarakat, bangsa dan warga dunia. Untuk mencapai tujuan pendidikan IPS,
maka dalam pembelajaran pendidikan IPS diterapkan dengan 5 tradisi pendidikan IPS
yaitu:
1. IPS sebagai transmisi kewarganegaraan (social studies as citizenship
transmission).
IPS sebagai program pendidikan pelestarian kebudayaan suatu bangsa,
pendidikan nilai-nilai idealistic dan manusia. Tujuan instruksional citizenship
transmission menyiapkan warga negara yang baik dengan pengetahuan dan
apresiasi terhadap nenek moyangnya (sejarah bangsa).
2. IPS sebagai pendidikan ilmu-ilmu sosial (social studies as social sciences).
Pendidikan ilmu sosial tidak hanya mengajarkan ilmu pengetahuan kepada
peserta didik, tetapi juga harus mengajarkan makna dan nilai-nilai atas ilmu
pengetahuan sosial itu untuk kepentingan kehidupannya kearah lebih baik.
Pendidikan ilmu pengetahuan sosial merupakan kemasan pengetahuan sosial
yang telah dipertimbangkan secara psikologis untuk kepentingan pendidikan.
3. IPS sebagai pendidikan reflektif (social studies as reflective inquiry) Pendidikan
reflektif bukan sekedar mengajarkan disiplin ilmu pengetahuan dan pemindahan
nilai secara akumulatif, tetapi kurikulum sekolah harus mampu memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dan minat siswa. Siswa hendaknya tidak sekedar
menghafal materi pelajaran, tetapi siswa bisa mendapat pengalaman-pengalaman
edukatif dalam proses pembelajaran pendidikan IPS.
16
4. IPS sebagai kritik kehidupan sosial (social studies as social criticism).
Pendidikan IPS sebagai media pengembangan kritisme siswa. Pendidikan IPS
mengutamakan pengembangan kemampuan pengetahuan dan memupuk
keberanian mengemukakan pendapat atau argument. Untuk itu pendidikan IPS
harus dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis dengan berbagai metode
pemecahan masalah.
5. IPS sebagai pengembangan pribadi seseorang (social studies as personal
development of the individual).
Pengembangan pribadi seseorang melalui pendidikan IPS tidak langsung tampak
hasilnya, tetapi setidaknya melalui pendidikan IPS akan membekali kemampuan
seseorang dalam pengembangan diri melalui berbagai ketrampilan sosial dalam
kehidupan (social life skill).
Ruang lingkup keilmuan dalam penelitian ini adalah IPS sebagai transmisi
kewarganegaraan (social studies as citizenship transmission). IPS sebagai program
pendidikan pelestarian kebudayaan suatu bangsa, pendidikan nilai-nilai idealistik dan
manusia.
Tujuan instruksional citizenship transmission menyiapkan warga negara yang baik
dengan pengetahuan dan apresiasi terhadap nenek moyangnya (sejarah bangsa). Guru
yang mengajarkan IPS sebagai transmisi kewarganegaraan harus memiliki keyakinan
bahwa cara ini merupakan sarana yang baik untuk mempersiapkan warga negara yang
dapat berpikir seperti ahli ilmu sosial. Pembinaan warga negara atau warga
17
manyarakat tidak hanya ditekankan pada aspek kemampuan intelektuanya, tetapi
diseimbangkan dengan aspek kemampuan emosional dan keterampilannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS
2.1 Konsep Belajar dan Pembelajaran
2.1.1 Pengertian Belajar
Belajar (learning) adalah proses multisegi yang biasanya dianggap sesuatu yang biasa
saja oleh individu sampai mereka mengalami kesulitan saat menghadapi tugas yang
kompleks (Margareth, 2011: 2). Menurut Woolfolk dalam Baharuddin, (2007: 14)
menyatakan bahwa ”learning occurs when experience causes a relatively change in
an individual’s knowledge” (belajar terjadi ketika pengalaman menyebabkan
perubahan yang relatif dalam pengetahuan individual). Disengaja atau tidak
perubahan yang terjadi melalui proses belajar ini bisa ke arah yang lebih baik atau
sebaliknya. Pengertian belajar berarti adanya “perubahan” berarti setiap orang yang
belajar pasti mengalami perubahan, baik pengetahuan, keterampilan maupun perilaku,
semua perubahan yang terjadi itu diharapkan menuju ke arah yang lebih baik. Belajar
menurut Witherington (Sukmadinata, 2004: 155) merupakan perubahan dalam
kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons yang baru yang
berbentuk ketrampilan, perilaku, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan.
19
2.1.2 Teori Belajar
Belajar merupakan proses yang harus ditempuh seseorang dalam mencapai kemajuan
dalam hidupnya, baik secara formal maupun nonformal. Seseorang dikatakan telah
mengalami pembelajaran jika dalam dirinya terjadi perubahan berupa kemampuan,
ketrampilan, nilai, dan perilaku yang bermanfaat bagi diri sendiri maupun orang lain.
Perubahan-perubahan tersebut terjadi dengan tahapan-tahapan tertentu dan
berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan perubahan itu terjadi karena adanya
usaha. Ada banyak alasan mengapa seorang guru harus menguasai teori-teori belajar:
Teori belajar akan sangat membantu guru, supaya memiliki kedewasaan dan
kewibawaan dalam hal mengajar, mempelajari muridnya, menggunakan prinsip-
prinsip psikologi maupun dalam hal menilai cara mengajarnya sendiri. Adapun teori
yang mendasari penelitian ini yaitu teori kognitivisme, konstruktivisme, dan
behaviorisme.
a. Teori belajar kognitif, belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman, yang
tidak selalu berbentuk tingkah laku yang dapat diamati dan dapat diukur.
Pengetahuan seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran. Menurut aliran ini, kita
belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan peristiwa/ kejadian
yang terjadi di dalam lingkungan. Oleh karena itu, dalam aliran kognitivisme
lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Karena
menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berfikir kompleks. Tokoh-
tokoh penting dalam teori kognitif salah satunya adalah Piaget dan Brunner.
Menurut Piaget (1998: 90) perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana
20
anak aktif membangun sistem makna dan pemahaman realistis melalui
pengalaman-pengalaman dalam proses belajar dan interaksi-interaksi mereka.
Perkembangan kognitif sebagian besar tergantung kepada seberapa jauh anak
aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya (Trianto, 2011:
29). Sedangkan menurut Brunner, dengan teorinya free discovery learning
mengatakan bahwa belajar terjadi lebih ditentukan oleh cara seseorang mengatur
pesan/informasi, dan bukan ditentukan oleh umur.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap yang
ditentukan oleh bagaimana cara lingkungan, yaitu: enactive, iconic, dan symbolic.
Tahap enactive, seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upaya untuk
memahami lingkungan sekitarnya, artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak
menggunakan pengetahuan motorik, misalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan,
dan sebagainya. Tahap iconic, seseorang memahami objek-objek atau dunianya
melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia
sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan
(komparasi). Tahap symbolic, seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau
Gagasan-gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam
berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui
simbol-simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya (Trianto, 2011: 32).
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang
seseorang dalam proses berpikirnya, semakin dominan sistem simbolnya. Secara
21
sederhana teori perkembangan dalam fase enactive, iconic dan symbolic adalah anak
menjelaskan sesuatu melalui perbuatan (ia bergeser ke depan atau kebelakang di
papan mainan untuk menyesuaikan beratnya dengan berat temannya bermain) ini fase
enactive. Kemudian pada fase iconic ia menjelaskan keseimbangan pada gambar atau
bagan dan akhirnya ia menggunakan bahasa untuk menjelaskan prinsip keseimbangan
ini disebut sebagai fase symbolic (Sukmadinata, 2004: 85).
Menurut Ausubel, belajar dapat diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi
pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran itu disajikan
kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Selanjutnya dimensi kedua
menyangkut bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif
yang telah ada. Struktur kognitif ialah fakta, konsep, dan generalisasi yang telah
dipelajarai dan diingat oleh siswa. Jika siswa menghubungkan atau mengaitkan
informasi baru itu dengan struktur kognitifnya maka yang terjadi adalah belajar
bermakna (meaningful learning).Sebaliknya jika siswahanya mencoba menghafalkan
informasi baru itu tanpa menghubungkan dengan struktur kognitifnya, maka
terjadilah belajar dengan (Dahar, 2006: 94). Empat prinsip belajar bermakna Ausubel
adalah sebagai berikut.
1. Pengatur awal (advance organizer)
Pengatur awal dapat digunakan untuk membantu mengaitkan konsep yang lama
dengan konsep yang baru yang lebih tinggi maknanya.
22
2. Diferensiasi Progregsif
Dalam pembelajaran bermakna perlu ada pengembangan dan kolaborasi konsep-
konsep. Caranya unsur yang inklusif diperkenalkan terlebih dahulu kemudian
baru lebih mendetail.
3. Belajar Super ordinat
Belajar super ordinat adalah proses struktur kognitif yang mengalami
pertumbuhan kearah deferensiasi, terjadi sejak perolehan informasi dan
diasosiasikan dengan konsep dalam struktur kognitif tersebut. Proses
belajartersebut akan terus berlanjut hingga suatu saat ditemukan hal-hal baru.
4. Penyesuaian Integratif
Nama konsep digunakan untuk menyatakan konsep yang sama atau bila nama
yang sama diterapkan pada lebih satu konsep.
Inti dari teori belajar bermakna Ausubel adalah proses belajar akan mendatangkan
hasil atau bermakna kalau guru dalam menyajikan pelajaran yang baru dapat
menghubungkannya dengan konsep yang relevan yang sudah ada dalam struktur
kognisi siswa.
b. Teori belajar kontruktivisme, belajar adalah suatu proses mengasimilasikan dan
mengkaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang
sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan. Pembelajaran
konstruktivisme membiasakan siswa untuk memecahkan masalah dan
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, mencari dan menemukan ide-ide
dengan mengkonstruksi pengetahuan dibenak mereka sendiri. Teori belajar
23
konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit demi
sedikit, yang kemudian hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan
tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep-konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil atau diiingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna meallui pengalaman nyata
(Baharuddin, 2007: 116).
Menurut teori belajar konstruktivisme, satu prinsip yang paling penting dalam
pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada
siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam benaknya. Guru dapat
memberikan kemudahan untuk proses ini dengan memberi kesempatan siswa untuk
menemukan atau menerapkan ide-ide mereka sendiri, dan mengajar siswa menjadi
sadar dan secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar
(Herpratiwi, 2009: 72). Teori belajar konstruktivisme adalah sebuah teori yang
memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari
kebutuhannya dengan kemampuan menemukan keinginan atau kebutuhannya tersebut
dengan bantuan fasilitas orang lain. Sehingga teori ini memberikan keaktifan terhadap
manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi pengetahuan atau teknologi
dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Piaget merupakan
psikolog pertama yang menggunakan filsafat konstruktivisme mengemukakan bahwa
pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan.
Bahkan perkembangan kognitif anak tergantung pada seberapa jauh mereka
memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan perkembangan
24
kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak
seimbangan dan keadaan keseimbangan (Herpratiwi, 2009: 79).
Berbeda dengan kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang
dikembangkan oleh Vygotsky yaitu belajaradalah sebuah proses yang melibatkan dua
elemen penting. Pertama, belajar merupakan proses secara biologis sebagai proses
dasar. Kedua, proses secara psikososial sebagai proses yang lehih tinggi dan esensi
berkaitan dengan lingkungan sosial budaya (Elliot, 2003: 52). Seperti Piaget,
Vygotsky juga menyatakan bahwa anak secara aktif mengkonstruksi pengetahuan.
Bedanya ialah bahwa Piaget lebih menekankan interaksi anak dengan objek fisik
dalam proses konstruksi pengetahuan, sedangkan Vygotsky menekankan pentingnya
konteks sosial. Konteks sosial mempengaruhi bagaimana seseorang berfikir,
berperilaku dan berprilaku. Konteks sosial meliputi seluruh lingkungan dimana anak
tinggal yang secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh kultur
masyarakatnya (Herpratiwi, 2009: 82). Inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi
antara aspek internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam
belajar, metode ini sangat membebaskan peserta didik untuk belajar sendiri. Prinsip-
prinsip pembelajaran dengan pendekatan konstruktivisme telah melahirkan berbagai
macam model-model pembelajaran diantaranya adalah discovery learning.
Pendekatan ini mengarahkan peserta didik untuk belajar secara discovery learning
(Baharuddin, 2007: 128).
25
Menurut Glaserfeld pengetahuan bukanlah suatu barang yang dapat dipindahkan dari
pikiran seseorang yang mempunyai pengetahuan (guru) kepikiran orang yang belum
punya pengetahuan (siswa). Bahkan bila guru bermaksud untuk mentransfer konsep,
ide dan pengertiannya kepada siswa, pemindahan itu harus diinterpretasikan dan
dikonstruksikan oleh siswa sendiri dengan pengalaman mereka (Herpratiwi, 2009:
83).
Berkaitan dengan anak dan lingkungan belajarnya menurut pandangan
konstruktivisme Driver dan Bell mengajukan karakteristik sebagai berikut.
1. Siswa tidak dipandang sebagai suatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
2. Belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
3. Pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara
personal,
4. Pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan melainkan melibatkan pengaturan
situasi kelas,
5. Kurikulum bukanlah sekedar siswa melainkan seperangkat pembelajaran materi
dan sumber (Herpratiwi, 2009: 80).
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat dikatakan bahwa pembelajaran yang
mengacu kepada teori belajar konstruktivisme lebih memfokuskan pada kesuksesan
siswa dalam mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam
refleksi atas apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain
siswa lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui
asimilasi dan akomodasi. Aliran konstruktivisme ini merupakan yang paling
mendekati dan bertalian dengan sistem pembelajaran pada penelitian tindakan kelas
yang akan dilakukan. Aliran konstruktivistik menekankan bahwa pengetahuan adalah
hasil konstruksi (bentukan) manusia. Manusia mengkonstruksi pengetahuannya
26
melalui interaksi dengan objek, fenomena, pengalaman dan lingkungannya. Peran
seorang guru disini adalah sebagai mediator dan fasilitator. Guru menyediakan dan
menciptakan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa serta
membantu mereka mengekspresikan gagasannya, menyediakan sarana yang
merangsang siswa untuk berpikir secara produktif serta memberi semangat belajar.
Berdasarkan pengertian-pengertian belajar yang diungkapkan oleh para ahli di atas,
dapat diketahui bahwa belajar merupakan proses yang dilakukan oleh individu untuk
memperoleh perubahan perilaku secara keseluruhan melalui interaksi dengan
lingkungannya. Keberhasilan proses belajar mengajar ditentukandengan tercapai atau
tidaknya tujuan pembelajaran. Jika tujuan pembelajaran tercapai maka proses belajar
mengajar tersebut dapat dikatakan berhasil.
c. Teori belajar behaviorisme
Teori belajar behaviorisme menurut Skinner yaitu suatu pembelajaran dianggap perlu
dalam mendasari sebuah penelitian mengikuti perkembangan psikologi dari segi
jasmaniah dan aspek mental peserta didik.
Teori Behaviorisme Skinner ini sesuai dengan model pembelajaran Value
Clarification Technique (VCT) yang akan diterapkan, karena model pembelajaran
Value Clarification Technique (VCT) ini akan membiasakan siswa untuk belajar
menanamkan nilai keterampilan sosial. Sehingga siswa tidak hanya mengejar hasil
belajar semata tetapi membiasakan siswa untuk lebih kritis dan lebih mempunyai
keterampilan sosial.
27
Menurut teori behavioristik, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari
adaya interaksi antara stimulus dan respon. Dengan kata lain, belajar adalah
perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku
dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang
dianggap telah belajar sesuatu jika ia dapat menujukkan perubahan tingkah lakunya.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus
dan keluaran atau output yang berupa respons. Stimulus adalah apa saja yang
diberikan guru kepada siswa misalnya daftar perkalian, alat peraga, pedoman kerja,
atau cara –cara tertentu, untuk membantu belajar siswa. Sedangkan respons adalah
reaksi atau tanggapan siswa terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut
(Budiningsih, 2005:20).
Berdasarkan teori di atas, yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa
stimulus dan keluaran atau output yang berupa respon yang bisa diamati hanyalah
stimulus dan respon. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik adalah
terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.
2.2 Model Pembelajaran Konvensional
Model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru dalam pembelajaran sehari-hari
adalah model pembelajaran konvensional. Model ini sebenarnya kurang baik untuk
kita gunakan sepenuhnya dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran
konvensional yang biasa digunakan biasanya terdiri dari metode ceramah dan
penugasan (Ali, 2007: 34).
28
Menurut Aunurrahman, (2009: 55) mengatakan bahwa pembelajaran konvensional
ditandai dengan penyajian pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan konsep
yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan pemberian informasi oleh guru, tanya jawab,
pemberian tugas oleh guru, pelaksanaan tugas oleh siswa sampai pada akhirnya guru
merasa bahwa apa yang telah diajarkan dapat dimengerti oleh siswa. Meski metode
ini lebih banyak menuntut keaktifan guru dari pada anak didik, tetapi metode ini tetap
tidak bisa ditinggalkan begitu saja dalam kegiatan pengajaran (Djamarah, 2010: 97).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
konvensional adalah cara mengajar yang menuntut keaktifan guru untuk menyajikan
pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan konsep yang akan dipelajari. Sintaks
model pembelajaran konvensional, yaitu: 1) guru menyampaikan materi secara lisan,
2) guru mengadakan tanya jawab kepada siswa secara individual, 3) guru
memberikan tugas kepada siswa secara individual, 4) secara bersama-sama
membahas tugas, 5) guru dan murid menyimpulkan materi, 6) pemberian evaluasi.
Menurut Djamarah (2010: 78), metode pembelajaran konvensional adalah metode
pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu
metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak
didik dalam proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode
konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta
pembagian tugas dan latihan.
29
Pembelajaran pada metode konvesional, peserta didik lebih banyak mendengarkan
penjelasan guru di depan kelas dan melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan
soal-soal kepada peserta didik. Yang sering digunakan pada pembelajaran
konvensional antara lain metode ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi,
metode penugasan.
Secara umum menurut Djamarah, (2010: 67) menyebutkan ciri-ciri pembelajaran
konvensional sebagai berikut:
1. Peserta didik adalah penerima informasi secara pasif, dimana peserta didik
menerima pengetahuan dari guru dan pengetahuan diasumsinya sebagai badan dari
informasi dan keterampilan yang dimiliki sesuai standar.
2. Belajar secara individual.
3. Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis.
4. Perilaku dibangun berdasarkan kebiasaan.
5. Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.
6. Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
7. Perilaku baik berdasarkan motivasi ekstrinsik.
8. Interaksi di antara peserta didik kurang.
9. Guru sering bertindak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam
kelompok-kelompok belajar.
Namun perlu diketahui bahwa pembelajaran dengan model ini dipandang cukup
efektif atau mempunyai keunggulan, terutama:
1. Berbagai informasi yang tidak mudah ditemukan di tempat lain
2. Menyampaikan informasi dengan cepat
3. Membangkitkan minat akan informasi
4. Mengajari peserta didik yang cara belajar terbaiknya dengan mendengarkan
30
5. Mudah digunakan dalam proses belajar mengajar.
Sedangkan kelemahan dari pembelajaran model ini, menurut Putra (2005: 90) antara
lain sebagai berikut:
1. Kegiatan belajar adalah memindahkan pengetahuan dari guru ke peserta didik.
Tugas guru adalah memberi dan tugas peserta didik adalah menerima.
2. Kegiatan pembelajaran seperti mengisi botol kosong dengan pengetahuan. Peserta
didik merupakan penerima pengetahuan yang pasif.
3. Pembelajaran konvensional cenderung mengkotak-kotakkan peserta didik.
4. Kegiatan belajar mengajar lebih menekankan pada hasil daripada proses.
5. Memacu peserta didik dalam kompetisi bagaikan ayam aduan, yaitu peserta didik
bekerja keras untuk mengalahkan teman sekelasnya. Siapa yang kuat dia yang
menang.
Metode lainnya yang sering digunakan dalam metode konvensional antara lain adalah
ekspositori. Metode ekspositori ini seperti ceramah, di mana kegiatan pembelajaran
terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Ia berbicara pada
awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Peserta
didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Guru bersama peserta didik
berlatih menyelesaikan soal latihan dan peserta didik bertanya kalau belum mengerti.
Guru dapat memeriksa pekerjaan peserta didik secara individual, menjelaskan lagi
kepada peserta didik secara individual atau klasikal.
Menurut Suherman (2001: 21), mendefenisikan bahwa pendekatan konvensional
ditandai dengan guru mengajar lebih banyak mengajarkan tentang konsep-konsep
bukan kompetensi, tujuannya adalah peserta didik mengetahui sesuatu bukan mampu
untuk melakukan sesuatu dan pada saat proses pembelajaran peserta didik lebih
31
banyak mendengarkan. Di sini terlihat bahwa pendekatan konvensional yang
dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai
“pentransfer ilmu, sementara peserta didik lebih pasif sebagai “penerima” ilmu.
Menurut Sanjaya (2006: 45) memandang pembelajaran ekspoisitori adalah proses
pembelajaran yang dilakukan sebagai mana umumnya guru membelajarkan materi
kepada peserta didiknya. Guru mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik,
sedangkan peserta didik lebih banyak sebagai penerima. Sistem pembelajaran
konvensional (faculty teaching) cenderung kental dengan suasana instruksional dan
dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang demikian pesat. Di samping itu sistem pembelajaran konvensional kurang
fleksibel dalam mengakomodasi perkembangan materi kompetensi karena guru harus
intensif menyesuaikan materi pelajaran dengan perkembangan teknologi terbaru.
Selanjutnya menurut Sagala, (2009: 66), menyatakan pembelajaran dikatakan
mengggunakan pendekatan konvensional apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Otoritas seorang guru lebih diutamakan dan berperan sebagai contoh bagi murid-
muridnya.
2. Perhatian kepada masing-masing individu atau minat sangat kecil
3. Pembelajaran di sekolah lebih banyak dilihat sebagai persiapan akan masa depan,
bukan sebagai peningkatan kompetensi peserta didik di saat ini.
4. Penekanan yang mendasar adala pada bagaimana pengetahuan dapat diserap oleh
peserta didik dan penguasaan pengetahuan tersebutlah yang menjadi tolak ukur
keberhasilan tujuan, sementara pengembangan potensi peserta didik terabaikan.
Jika dilihat dari tiga jalur modus penyampaian pesan pembelajaran, penyelenggaraan
pembelajaran konvensional lebih sering menggunakan modus telling (pemberian
32
informasi), ketimbang modus demonstrating (memperagakan) dan doing direct
performance (memberikan kesempatan untuk menampilkan unjuk kerja secara
langsung). Dalam kata lain, guru lebih sering menggunakan strategi atau metode
ceramah atau drill dengan mengikuti urutan materi dalam kurikulum secara ketat.
Guru berasumsi bahwa keberhasilan program pembelajaran dilihat dair ketuntasannya
menyampaikan seluruh meteri yang ada dalam kurikulum.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka pendekatan konvensional dapat dimaklumi
sebagai pembelajaran yang lebih banyak berpusat pada guru, komunikasi lebih
banyak satu arah dari guru ke peserta didik, metode pembelajaran lebih pada
penguasaan konsep-konsep bukan kompetensi. Meskipun banyak terdapat
kekurangan, model pembelajaran konvensional ini masih diperlukan, mengingat
model ini cukup efektif dalam memberikan pemahaman kepada para murid pada
awal-awal kegiatan pembelajaran.
2.3 Model Pembelajaran Discovery Learning
Belajar mengajar dapat dikatakan berhasil, apabila tujuan yang telah ditetapkan dapat
tercapai dengan baik. Demikian pula dengan kegiatan belajar mengajar PKn akan
berhasil, jika tujuan dari pengajaran PKn tercapai dengan baik pula.Agar tujuan
pengajaran dapat tercapai dengan baik maka dibutuhkan model mengajar yang tepat.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar
dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model
pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,
33
metode, dan teknik pembelajaran. Model dan proses pembelajaran akan menjelaskan
makna kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh pendidik selama pembelajaran
berlangsung.
Menurut Sagala (2009: 175) model diartikan sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Model dapat dipahami
sebagai:
a. Suatu tipe atau desain
b. Suatu deskripsi atau analogi yang dipergunakan untuk membantu proses
visualisasi sesuatu yang tidak dapat dengan langsung diamati
c. Suatu sistem asumsi-asumsi, data-data dan inferensi-inferensi yang dipakai
untuk menggambarkan secara matematis suatu objek atau peristiwa
d. Suatu desain yang disederhanakan dari suatu sistem kerja
e. Suatu deskripsi dari suatu sistem yang mungkin atau imajiner
f. Penyajian yang diperkecil agar dapat menjelaskan dan menunjukkan sifat
bentuk aslinya.
Menurut Joyce dan Weil dalam Sagala (2009: 176) mengatakan bahwa: “model
mengajar adalah suatu deskripsi dari lingkungan belajar yang menggambarkan
perencanaan kurikulum, kursus-kursus, desain unit-unit pelajaran dan pembelajaran,
perlengkapan belajar, buku-buku pelajaran, buku-buku kerja, program multi media
dan bantuan belajar melalui program komputer”. Selanjutnya Joyce dan Weil
mengemukakan ada empat kategori yang penting diperhatikan dalam model mengajar
34
yakni: model informasi, model personal, model interaksi dan model tingkah laku
(Sagala. 2009: 176).
Model pembelajaran mempunyai makna yang lebih luas dari pada strategi metode
atau prosedur, menurut Trianto (2011: 6) model pengajaran mempunyai empat ciri
khusus yang tidak dimiliki oleh strategi, metode atau prosedur, ciri-ciri tersebut
adalah:
a. Rasional teoritik logis yang disusun oleh para pencipta atau penggemarnya
b. Landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
pembelajaran yang akan dicapai)
c. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan dengan berhasil
d. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan itu dapat tercapai
Model discovery learning merupakan suatu model pembelajaran yang menitik
beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Jerome Bruner menyatakan bahwa siswa
didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Siswa belajar melalui aktif dengan
konsep-konsep dan prinnsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk mempunyai
pengalaman-pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip bagi diri mereka
sendiri (Slavin, 1994: 46). Dalam proses pembelajaran dengan model ini, guru hanya
bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang mengarahkan siswa untuk
menemukan konsep, dalil, prosedur, dan semacamnya.
35
Tiga ciri utama belajar penemuan (discovery learning) yaitu:
1. mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan;
2. berpusat pada siswa;
3. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang
sudah ada (Herdi, 2010: 65).
Model discovery learning (pembelajaran penemuan) adalah model mengajar yang
mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang
sebelumnya belum diketahuinya itu tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau
seluruhnya ditemukan sendiri.
Dalam discovery learning (pembelajaran penemuan) kegiatan atau pembelajaran yang
dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan
prinsip-prinsip melalui proses mentalnya sendiri. Dalam menemukan konsep, siswa
melakukan pengamatan, menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan, menarik
kesimpulan dan sebagainya untuk menemukan beberapa konsep atau prinsip.
Model discovery diartikan sebagai prosedur mengajar yang mementingkan
pengajaran perseorang, memanipulasi objek sebelum sampai pada generalisasi.
Sedangkan Bruner menyatakan bahwa anak harus berperan aktif didalam belajar.
Lebih lanjut dinyatakan, aktivitas itu perlu dilaksanakan melalui suatu cara yang
disebut discovery Discovery yang dilaksanakan siswa dalam proses belajarnya,
diarahkan untuk menemukan suatu konsep atau prinsip (Herdi, 2010: 78). Model
36
discovery learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui proses
intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (Budiningsih, 2005: 43).
Menurut Sund ”discovery adalah proses mental dimana siswa mampu
mengasimilasikan sesuatu konsep atau prinsip”. Proses mental tersebut ialah
mengamati, mencerna, mengerti, mengolong-golongkan, membuat dugaan,
menjelaskan, mengukur, membuat kesimpulan dan sebagainya (Roestiyah, 2001: 20)
Sedangkan menurut Jerome Bruner ”discovery/penemuan adalah suatu proses, suatu
jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item
pengetahuan tertentu”. Dengan demikian di dalam pandangan Bruner, belajar dengan
penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan
dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat
mencari jalan pemecahan (Markaban, 200: 45).
Model discovery learning menempatkan guru sebagai fasilitator. Guru membimbing
siswa dimana ia diperlukan. Dalam model ini, siswa didorong untuk berpikir sendiri,
menganalisis sendiri sehingga dapat ”menemukan” prinsip umum berdasarkan bahan
atau data yang telah disediakan guru (PPPG dalam Riensuciati, 2013: 4). Model
penemuan terbimbing atau terpimpin adalah model pembelajaran penemuan yang
dalam pelaksanaanya dilakukan oleh siswa berdasarkan petunjuk-petunjuk guru.
Petunjuk diberikan pada umumnya berbentuk pertanyaan membimbing (Ali, 2007:
87).
37
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model discovery learning
adalah model pembelajaran yang dimana siswa berpikir sendiri sehingga dapat
”menemukan” prinsip umum yang diinginkan dengan bimbingan dan petunjuk dari
guru berupa pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan.
Ciri utama belajar menemukan yaitu:
1. mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan,
menggabungkan dan menggeneralisasi pengetahuan;
2. berpusat pada siswa;
3. kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang
sudah ada.
Prinsip belajar yang nampak jelas dalam discovery learning adalah materi atau bahan
pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi
siswa sebagai peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui
dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau
membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu
bentuk akhir.
Dengan demikian dalam mengaplikasikan model discovery learning dalam sebuah
bahan ajar pada suatu bidang studi tertentu maka tidak semua materi pelajaran yang
harus dipelajari siswa dipresentasikan dalam bentuk final, beberapa bagian discovery
learning harus dicari diidentifikasikan oleh siswa sendiri. Pelajar mencari informasi
sendiri (Slameto, 2003: 24).
38
Penggunaan model discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif
menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student
oriented. Merubah modus ekspository siswa hanya menerima informasi secara
keseluruhan dari guru ke modus discovery siswa menemukan informasi sendiri.
2.3.1 Tujuan Pembelajaran Discovery Learning
Tujuan model discovery learning sebagai model belajar mengajar menurut (Azhar
dalam Nisbah, 2013: 34) yaitu: (1) kemampuan berfikir agar lebih tanggap, cermat
dan melatih daya nalar (kritis, analisis dan logis); (2) membina dan mengembangkan
perilaku ingin lebih tahu; (3) mengembangkan aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik; (4) mengembangkan perilaku, keterampilan kepercayaan murid dalam
memutuskan sesuatu secara tepat dan obyektif.
Bell mengemukakan beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan penemuan,
yakni sebagai berikut.
a. Dalam penemuan siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif
dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukan bahwa partisipasi siswa dalam
pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
b. Melalui pembelajaran dengan penemuan, siswa belajar menemukan pola
dalam situasi konkrit maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan
(extrapolate) informasi tambahan yang diberikan
c. Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan
39
menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat
dalam menemukan.
d. Pembelajaran dengan penemuan membantu siswa membentuk cara kerja
bersama yang efektif, saling membagi informasi, serta mendengar dan
menggunakan ide-ide orang lain.
e. Terdapat beberapa fakta yang menunjukan bahwa keterampilan
keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui
penemuan lebih bermakna.
f. Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam
beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktifitas baru dan diaplikasikan
dalam situasi belajar yang baru (Riensuciati, 2013: 65).
2.3.2 Macam-macam Discovery Learning
Model discovery learning/pembelajaran penemuan dibagi 3 jenis yaitu sebagai
berikut.
a. Penemuan Murni.
Pada pembelajaran dengan penemuan murni pembelajaran terpusat pada siswa
dan tidak terpusat pada guru. Siswalah yang menentukan tujuan dan
pengalaman belajar yang diinginkan, guru hanya memberi masalah dan situasi
belajar kepada siswa. Siswa mengkaji fakta atau relasi yang terdapat pada
masalah itu dan menarik kesimpulan (generalisasi) dari apa yang siswa
40
temukan. Kegiatan penemuan ini hampir tidak mendapatkan bimbingan guru.
Penemuan murni biasanya dilakukan pada kelas yang pandai.
b. Penemuan Terbimbing
Pada pengajaran dengan penemuan terbimbing guru mengarahkan tentang
materi pelajaran. Bentuk bimbingan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk,
arahan, pertanyaan atau dialog, sehingga diharapkan siswa dapat menyimpulkan
(menggeneralisasikan) sesuai dengan rancangan guru. Generalisasi atau
kesimpulan yang harus ditemukan oleh siswa harus dirancang secara jelas oleh
guru. Pada pengajaran dengan metode penemuan, siswa harus benar-benar aktif
belajar menemukan sendiri bahan yang dipelajarinya.
c. Penemuan Laboratory
Penemuan laboratory adalah penemuan yang menggunakan objek langsung
(media konkrit) dengan cara mengkaji, menganalisis, dan menemukan secara
induktif, merumuskan dan membuat kesimpulan.Penemuan laboratory dapat
diberikan kepada siswa secara individual atau kelompok. Penemuan laboratory
dapat meningkatkan keinginan belajar siswa, karena belajar melalui berbuat
menyenangkan bagi siswa yang masih berada pada usia senang bermain
(Slameto, 2003: 30).
Dari ketiga macam model discovery learning peneliti merasa model penelitian
terbimbing merupakan model yang dianggap paling tepat untuk di terapkan pada saat
penelitian tindakan kelas untuk mata pelajaran PKn.
41
2.3.3 Tahapan Discovery Learning
Tahap-tahap penggunaan model discovery learning/belajar penemuan dalam
pembelajaran menurut Amien (2006: 39) dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Tahap pertama adalah diskusi. Pada tahap ini guru memberikan pertanyaan
kepada siswa untuk didiskusikan secara bersama-sama sebelum lembaran kerja
siswa diberikan kepada siswa. Tahap ini dimaksudkan untuk mengungkap
konsep awal siswa tentang materi yang akan dipelajari.
b. Tahap kedua adalah proses. Pada tahap ini siswa mengadakan
kegiatanlaboratorium sesuai dengan petunjuk yang terdapat dalam lembar
kerjasiswa guna membuktikan sekaligus menemukan konsep yang sesuai dengan
konsep yang benar.
c. Tahap ketiga merupakan tahap pemecahan masalah. Setelah mengadakan
kegiatan laboratorium siswa diminta untuk membandingkan hasil diskusi
sebelum kegiatan laboratorium dengan hasil setelah laboratorium sesuai dengan
lembaran kerja siswa hingga menemukan konsep yang benar tentang masalah
yang ingin dipecahkan.
2.3.4 Aplikasi Pembelajaran Discovery Learning di Kelas
Seorang guru bidang studi, dalam mengaplikasikan model discovery learning di kelas
harus melakukan beberapa persiapan. Berikut ini tahap perencanaan menurut Bruner,
yaitu:
a. Menentukan tujuan pembelajaran.
42
b. Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainya).
c. Memilih materi pelajaran.
d. Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari contoh-
contoh generalisasi).
e. Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas
dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
f. Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang
konkrit ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke simbolik.
g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa (Suciati dan Irawan dalam
Budiningsih, 2005: 50)
2.3.5 Prosedur Aplikasi Discovery Learning
Adapun menurut (Syah, 2004: 244) dalam mengaplikasikan model discovery learning
di kelas tahapan atau prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar
mengajar secara umum adalah sebagai berikut:
1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan).
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan
kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi generalisasi, agar
timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri (Affan, 2008: 14). Tahap ini Guru
bertanya dengan mengajukan persoalan, atau menyuruh anak didik membaca
atau mendengarkan uraian yang memuat permasalahan. Stimulation pada tahap
43
ini berfungsi untuk menyediakan kondisi interaksi belajar yang dapat
mengembangkan dan membantu siswa dalam mengeksplorasi bahan. Dalam hal
ini Bruner memberikan stimulation dengan menggunakan teknik bertanya yaitu
dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menghadapkan siswa
pada kondisi internal yang mendorong eksplorasi.
2. Problemstatement (pernyataan/ identifikasi masalah).
Setelah dilakukan stimulation langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-
agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
3. Data collection (pengumpulan data).
Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para siswa
untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Affan, 2008: 14). Pada tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidak hipotesis,
dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati
objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya (Djamarah, 2002: 22).
4. Data processing (pengolahan data).
Menurut Syah, (2004: 244) data processing merupakan kegiatan mengolah data
dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
44
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Data processing disebut juga dengan
pengkodean coding/ kategorisasi yang berfungsi sebagai pembentukan konsep
dan generalisasi. Dari generalisasi tersebut siswa akan mendapatkan
penegetahuan baru tentang alternatif jawaban/ penyelesaian yang perlu mendapat
pembuktian secara logis.
5. Verification (pentahkikan/pembuktian).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan dengan
baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih, 2005: 41).
6. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)
Tahap generalitation/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi (Syah,
2004: 24). Atau tahap dimana berdasarkan hasil verifikasi tadi, anak didik belajar
menarik kesimpulan atau generalisasi tertentu (Djamarah, 2002: 22). Akhirnya
dirumuskannya dengan kata-kata prinsip-prinsip yang mendasari generalisasi
(Affan dalam Riensuciati, 2013: 198).
45
2.3.6 Langkah-langkah Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing
Menurut Markaban (2006: 16) agar pelaksanaan model pembelajaran penemuan
terbimbing ini berjalan dengan efektif, beberapa langkah yang mesti ditempuh oleh
guru adalah sebagai berikut :
a. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data
secukupnya, perumusannya harus jelas, hindari pernyataan yang menimbulkan
salah tafsir sehingga arah yang ditempuh siswa tidak salah.
b. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir, dan
menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh
yang diperlukan saja. Bimbingan ini sebaiknya mengarahkan siswa untuk
melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan, atau
LKS.
c. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya.
d. Bila dipandang perlu, konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diatas diperiksa
oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan
siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai.
e. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka
verbalisasi konjektur sebaiknya diserahkan juga kepada siswa untuk
menyusunnya. Disamping itu perlu diingat pula bahwa induksi tidak menjamin
100% kebenaran konjektur.
f. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal
latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar.
46
2.3.7 Peranan Guru dalam Pembelajaran Discovery Learning
Peran guru dalam penemuan terbimbing sering diungkapkan dalam Lembar Kerja
Siswa (LKS). LKS ini biasanya digunakan dalam memberikan bimbingan kepada
siswa menemukan konsep atau terutama prinsip (rumus, sifat) (PPPG dalam
Riensuciati, 2013: 56).
Perlu diingat bahwa model ini memerlukan waktu yang relatif banyak dalam
pelaksanaannya, akan tetapi hasil belajar yang dicapai tentunya sebanding dengan
waktu yang digunakan. Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama apabila
siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan ’mengkonstruksi’
sendiri konsep atau pengetahuan tersebut (Ratumanan, 2002: 54)..
Dalam melakukan aktivitas atau penemuan dalam kelompok- kelompok kecil, siswa
berinteraksi satu dengan yang lain. Interaksi ini dapat berupa saling sharing atau
siswa yang lemah bertanya dan dijelaskan oleh siswa yang lebih pandai. Kondisi
semacam ini selain akan berpengaruh pada penguasaan siswa terhadap materi
pelajaran geografi, juga akan dapat meningkatkan social skills siswa, sehingga
interaksi merupakan aspek penting dalam pembelajaran. Menurut Burscheid dan
Struve (Voigt dalam Riensuciati, 2013: 65) belajar konsep-konsep teoritis di sekolah,
tidak cukup hanya dengan memfokuskan pada individu siswa yang akan menemukan
konsep-konsep, tetapi perlu adanya social impuls di sekolah sehingga siswa dapat
mengkonstruksikan konsep-konsep teoritis seperti yang diinginkan. Interaksi dapat
terjadi antar guru dengan siswa tertentu, dengan beberapa siswa, atau serentak dengan
47
semua siswa dalam kelas. Tujuannya untuk saling mempengaruhi berpikir masing-
masing, guru memancing berpikir siswa yaitu dengan pertanyaan-pertanyaan terfokus
sehingga dapat memungkinkan siswa untuk memahami dan mengkontruksikan
konsep-konsep tertentu, membangun aturan-aturan dan belajar menemukan sesuatu
untuk memecahkan masalah.
Model discovery learning, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui
keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip. Selain
itu, dalam pembelajaran penemuan siswa juga belajar pemecahan masalah secara
mandiri dan keterampilan-keterampilan berfikir, karena mereka harus menganalisis
dan memanipulasi informasi (Slavin, 1994: 134).Namun dalam proses penemuan ini
siswa mendapat bantuan atau bimbingan dari guru agar mereka lebih terarah sehingga
baik proses pelaksanaan pembelajaran maupun tujuan yang dicapai terlaksana dengan
baik. Bimbingan guru yang dimaksud adalah memberikan bantuan agar siswa dapat
memahami tujuan kegiatan yang dilakukan dan berupa arahan tentang prosedur kerja
yang perlu dilakukan dalam kegiatan pembelajaran (Ratumanan, 2002: 54).
Penemuan terbimbing yang dilakukan oleh siswa dapat mengarah pada terbentuknya
kemampuan untuk melakukan penemuan bebas di kemudian hari. Kegiatan
pembelajaran penemuan terbimbing mempunyai persamaan dengan kegiatan
pembelajaran yang berorientasi pada keterampilan proses. Kegiatan pembelajaran
penemuan terbimbing menekankan pada pengalaman belajar secara langsung melalui
kegiatan penyelidikan, menemukan konsep dan kemudian menerapkan konsep yang
48
telah diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan kegiatan belajar yang
berorientasi pada keterampilan proses menekankan pada pengalaman belajar
langsung, keterlibatan siswa aktif dalam kegiatan pembelajaran, dan penerapan
konsep dalam kehidupan sehari-hari, dengan demikian bahwa penemuan terbimbing
dengan keterampilan proses ada hubungan yang erat sebab kegiatan penyelidikan,
menemukan konsep harus melalui keterampilan proses. Hal ini didukung oleh Carin
(1993: 105), “Guided discovery incorporates the best of what is known about science
processes and product.” Penemuan terbimbing mamadukan yang terbaik dari apa
yang diketahui siswa tentang produk dan proses sains.
Model pembelajaran discovery merupakan suatu metode pengajaran yang
menitikberatkan pada aktivitas siswa dalam belajar. Dalam proses pembelajaran
dengan metode ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang
mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma dan
semacamnya.
Model discovery (penemuan) yang mungkin dilaksanakan pada siswa SMP adalah
metode penemuan terbimbing. Hal ini dikarenakan siswa SMP masih memerlukan
bantuan guru sebelum menjadi penemu murni. Oleh sebab itu model discovery
(penemuan) yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model guided discovery
(penemuan terbimbing).
49
2.3.8 Keunggulan dan kelemahan Model Discovery Learning
Memperhatikan Model Penemuan Terbimbing tersebut diatas dapat disampaikan
kelebihan dankekurangan yang dimilikinya. Kelebihan dari model penemuan
Terbimbingadalah sebagai berikut (Marzano; 1992: 67):
a. Siswa dapat berpartisipasi aktif dalam pembelajaran yang disajikan.
b. Menumbuhkan sekaligus menanamkan perilaku inquiry (mencari-temukan).
c. Mendukung kemampuan problem solving siswa.
d. Memberikan wahana interaksi antar siswa, maupun siswa dengan guru, dengan
demikian siswa juga terlatih untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar.
e. Materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih
lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukanya.
f. Siswa belajar bagaimana belajar (learn how to learn).
g. Belajar menghargai diri sendiri.
h. Memotivasi diri dan lebih mudah untuk mentransfer.
i. Pengetahuan bertahan lama dan mudah diingat.
j. Hasil belajar discovery mempunyai efek transfer yang lebih baik dari pada hasil
lainnya
k. Meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir bebas.
l. Melatih keterampilan-keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan
memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain.
50
Sementara itu kelemahannya adalah sebagai berikut :
a. Untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama.
b. Tidak semua siswa dapat mengikuti pelajaran dengan cara ini, di lapangan,
beberapa siswa masih terbiasa dan mudah mengerti dengan model ceramah.
c. Tidak semua topik cocok disampaikan dengan model ini. Umumnya topik-topik
yang berhubungan dengan prinsip dapat dikembangkan dengan model penemuan
terbimbing.
2.4 Konsep dan Pengertian Perilaku
Pengertian Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang
mempunyai bentangan arti yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian
tersebut bisa disimpulkan bahwa perilaku manusia adalah semua kegiatan atau
aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh
pihak luar (Notoatmodjo, 2003: 64). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku
adalah segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.
Pengertian perilaku dapat dibatasi sebagai keadaan jiwa untuk berpendapat, berfikir,
bersikap, dan lain sebagainya yang merupakan refleksi dari berbagai macam aspek,
baik fisik maupun non fisik. Perilaku juga diartikan sebagai suatu reaksi psikis
seseorang terhadap lingkungannya, reaksi yang dimaksud digolongkan menjadi dua,
yakni :
51
a. bentuk pasif (tanpa tindakan nyata atau konkrit),
b. dalam bentuk aktif (dengan tindakan konkrit),
Tentunya banyak juga para ahli memiliki pandangan masing-masing tentang
Pengertian perilaku ini, berikut daftar pengertian menurut para ahli di bidangnya:
1. Menurut Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi
organisme terhadap lingkungannya, hal ini berarti bahwa perilaku baru akan
terwujud bila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan tanggapan yang
disebut rangsangan, dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan
menghasilkan perilaku tertentu pula (Kwick, 1972: 213).
2. menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme
yang dapat diamati dan bahkan dipelajari.
3. Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003: 45),
merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap
stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui
proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut
merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus –
Organisme – Respon.
4. Menurut Purwanto, (2014: 56) perilaku adalah pandangan-pandangan atau
perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi.
52
2.4.1 Bentuk Perilaku
Pada dasarnya bentuk perilaku dapat diamati, melalui sikap dan tindakan, namun
demikian tidak berarti bahwa bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan
tindakannya saja, perilaku dapat pula bersifat potensial, yakni dalam bentuk
pengetahuan, motivasi dan persepsi.
Bloom (1956: 45), membedakannya menjadi 3 macam bentuk perilaku, yakni
Coqnitive, Affective dan Psikomotor, Ahli lain menyebut Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan, Sedangkan Ki Hajar Dewantara, menyebutnya Cipta, Rasa, Karsa atau Peri
akal, Peri rasa, Peri tindakan.
Bentuk perilaku dilihat dari sudut pandang respon terhadap stimulus, maka perilaku
dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Perilaku tertutup, Perilaku tertutup adalah respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk terselubung atau tertutup. Respon atau reaksi terhadap stimulus ini
masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang
terjadi belum bisa diamati secara jelas oleh orang lain.
2. Perilaku terbuka, Perilaku terbuka adalah respon seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap terhadap stimulus
tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek (practice).
53
2.4.2 Proses Pembentukan Perilaku
Proses pembentukan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari
dalam diri individu itu sendiri, faktor-faktor tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Persepsi, Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, dan sebagainya.
2. Motivasi, Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai
sutau tujuan tertentu, hasil dari pada dorongan dan gerakan ini diwujudkan dalam
bentuk perilaku
3. Emosi, Perilaku juga dapat timbul karena emosi, Aspek psikologis yang
mempengaruhi emosi berhubungan erat dengan keadaan jasmani, sedangkan
keadaan jasmani merupakan hasil keturunan (bawaan), Manusia dalam mencapai
kedewasaan semua aspek yang berhubungan dengan keturunan dan emosi akan
berkembang sesuai dengan hukum perkembangan, oleh karena itu perilaku yang
timbul karena emosi merupakan perilaku bawaan.
4. Belajar, Belajar diartikan sebagai suatu pembentukan perilaku dihasilkan dari
praktek-praktek dalam lingkungan kehidupan. Barelson (1964: 341) mengatakan
bahwa belajar adalah suatu perubahan perilaku yang dihasilkan dari perilaku
terdahulu.
Perilaku manusia terjadi melalui suatu proses yang berurutan. Penelitian Rogers
(1974: 65) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru
(berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:
54
1. Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari atau mengetahui stimulus
(objek) terlebih dahulu.
2. Interest (tertarik), yaitu orang mulai tertarik kepada stimulus.
3. Evaluation (menimbang baik dan tidaknya stimulus bagi dirinya). Hal ini berarti
sikap responden sudah lebih baik lagi.
4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,
dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini
didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif maka perilaku tersebut
akan menjadi kebiasaan atau bersifat langgeng (Notoatmodjo, 2003: 250).
2.5 Pengertian Tanggung Jawab
Tanggungjawab menurut kamus bahasa indonesia adalah keadaan wajib.
Menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab menurut kamus
umum bahasa indonesi adalah berkewajiban menanggung, memikul, menanggung
segala sesuatunya, dan menanggung akibatnya. Tanggung jawab adalah kesadaran
manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang di sengajamaupun yang tidak di
sengaja.tanggung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaranakan
kewajiban. Tanggung jawab itu bersifat kodrati,artinya sudah menjadi bagian hidup
manusia,bahwa setiap manusia di bebani dengan tangung jawab.apabila di kaji
tanggung jawab itu adalahkewajiban yang harus di pikul sebagai akibat dari
55
perbuatan pihak yang berbuat. Tanggung jawab adalah ciri manusia yang beradab.
Manusia merasa bertanggung jawab karena ia menyadari akibat baik atau buruk
perbuatannya itu, dan menyadari pula bahwa pihak lain memerlukan pengadilan
atau pengorbanan.
Menurut Hayek (2009: 12). Semua bentuk dari apa yang disebut dengan
tanggungjawab kolektif mengacu padatanggungjawab individu. Istilah
tanggungjawab bersama umumnya hanyalah digunakan untuk menutup-nutupi
tanggungjawab itu sendiri. Kebebasan dan tanggungjawab tidak dapat dipisahkan.
Orang yang dapat bertanggungjawab terhadap tindakannya dan
mempertanggungjawakan perbuatannya hanyalah orang yang mengambil keputusan
dan bertindak tanpa tekanan dari pihak manapun atau secara bebas. Liberalisme
menghendaki satu bentuk kehidupan bersama yang memungkinkan manusianya untuk
membuat keputusan sendiri tentang hidup mereka.Karenaitu bagi suatu masyarakat
liberal hal yang mendasar adalah bahwa setiap individu harus mengambil
alih tanggungjawab. Ini merupakan kebalikan dari konsep sosialis yang
mendelegasikan tanggungjawab dalam ukuran seperlunya kepada masyarakat atau
negara.
Menurut Shaw, (2000: 104) persaingan yang merupakan unsur pembentuk setiap
masyarakat bebas baru mungkinterjadi jika ada tanggungjawab individu. Seorang
manusia baru akan dapat menerapkanseluruh pengetahuan dan energinya dalam
bentuk tindakan yang efektif dan berguna jika iasendiri harus menanggung akibat dari
perbuatannya, baik itu berupa keuntungan maupunkerugian. $ustru di sinilah
56
gagalnya ekonomi terpimpin dan masyarakat sosial secara resmimemang semua
bertanggungjawab untuk segala sesuatunya, tapi faktanya tak
seorangpun bertanggungjawab. Akibatnya masih kita alami sampai sekarang.'alam
diskusi politik sering disebut-sebut istilah tanggungjawab sosial.Istilah ini dianggap
sebagai bentuk khusus, lebih tinggi dari tanggungjawab secara umum.
(namun berbeda dari penggunaan bahasa yang ada, tanggung jawab sosial
dan solidaritas muncul dari tanggung jawab pribadi dan sekaligus menuntut
kebebasan dan persaingan dalam ukuran yang tinggi.) untuk mengimbangi
tanggungjawab sosial tersebut pemerintah membuat sejumlah sistem, mulai dari
lembaga federal untuk pekerjaan sampai asuransi dana pensiun yang
dibiayai dengan uang pajak atau sumbangan-sumbangan paksaan. Institusi yang
terkait ditentukan dengan keanggotaan paksaan. Karena itu institusi-institusi
tersebut tidak mempunyai kualitas moral organisasi yang bersifat sukarela.
Orang yang terlibat dalam organisas-organisasi sepert ini adalah mereka yang
melaksanakan tanggungjawab pribadi untuk diri sendiri dan orang lain. Semboyan
umum semuabirokrat adalah perlindungan sebagai ganti tanggungjawab.
Horber (2003: 190) tanggungjawab terhadap orang lain. Setiap manusia mempunyai
kemungkinan dan di banyak situasi juga kewajiban moral atau hokum untuk
bertanggungjawab terhadap orang lain. Secara tradisional keluarga adalah tempat
dimana manusia saling memberikan tanggungjawabnya. Orang tua bertanggungjawab
kepada anaknya, anggota keluarga saling tanggungjawab. Dan nggota keluarga saling
membantu dalam keadaan susah, saling mengurus diusia tua dan dalam keadaan sakit.
57
Ini khususnya menyangkut manusia yang karena berbagaialasan tidak mampu atau
tidak mampu lagi bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri secara penuh.
Ini terlepas dari apakah kehidupan itu berbentuk perkawinan atau tidak.
Tanggungjawab terhadap orang lain seperti ini tentu saja dapat diterapkan di luar
lingkungankeluarga. Bentuknya bisa beranekaragam.yang penting adalah prinsip
sukarela/pada kedua belah pihak. Bertanggungjawaban manusia terhadap dirinya
sendiri tidak boleh digantikandengan perwalian.
Pengertian tanggungjawab dalam Demokrasi Pancasila adalah kesediaan dan kerelaan
dalam menetapkan dan melaksanakan keputusan musyawarah serta akibat atas prilaku
yang dilakukan demi kebajikan, kebenaran, keadilan terhadap diri sendiri, sesama
atau masyarakat, bangsa dan negara serta terhadap Tuhan yang Maha Esa,
(Depdiknas, 2003: 63).
Orang yang bertanggungjawab akan melaksanakan hak dan kewajibannya dengan
sebaik-baiknya. Seorang siswa yang bertanggungjawab akan belajar dengan
bersungguh-sungguh serta memanfaatkan waktunya semaksimal mungkin untuk
menuntut ilmu.Perilaku tanggungjawab sangat penting dalam kehidupan karena orang
yang bertanggungjawab tidak akan melepaskan dan melalaikan tugas maupun
kewajibannya selalu konsekuen dan konsisten dalam perilaku dan perbuatannya.
Jadi berdasarkan penjelasan diatas tanggungjawab merupakan perilaku dan prilaku
untuk menanggung segala akibat yang timbul dari suatu perbuatan yang dilakukan
oleh individu atau sekelompok orang dalam organisasi.
58
2.5.1 Ciri Perilaku Tanggungjawab
Ciri-ciri umum orang yang bertanggungjawab adalah
a. Setia dan cinta terhadap tugas
Orang yang bertanggungjawab akan selalu melaksanakan tugas dan
kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Hal ini disebabkan adanya rasa kecintaan
dan kesetiaan terhadap tugas yang dilakukannya.
b. Mau menanggung risiko
Orang yang bertanggungjawab jika menghadapi risiko dari perbuatannya maka ia
akan bersedia menaggung segala risiko tersebut.
c. Tidak menyia-nyiakan kewajiban dan tugas jika diberi pekerjaan
Orang yang bertanggungjawab akan melaksanakannya sesuai ketentuan yang
ada. Ia akan patut dan taat terhadap peraturan yang berlaku.
d. Berani dalam menghadapi tantangan
Setiap pekerjaan mengandung tantangan dan hambatan,maksudnya bahwa
dalammengerjakan suatu pekerjaan sering kali dihadapkan pada kegagalan. Bagi
mereka yang memiliki perilaku tanggungjawab maka tidak akan menyerah begitu
saja dalam menghadapi berbagai kesulitan.
Adapun ciri perilaku tanggungjawab pelajar (Departemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, 2001: 65).
a. Para siswa selalu memanfaatkan waktunya dengan seoptimal mungkin untuk
belajar.
59
b. Para siswa mengerjakan tugas yang diberikan guru dengan sebaik-baiknya.
c. Para siswa menunaikan kewajibannya seperti melaksanakan tugas piket dan
upacara bendera.
d. Melaksanakan sepenuhnya hasil musyawarah OSIS tentang kegiatan siswa.
2.5.2 Indikator seseorang memiliki tanggung jawab adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan melaksanakan tugas sesuai prosedur
2) Kemampuan melaksanakan tugas individu dengan baik
3) Kemampuan mengelola waktu dengan baik
4) Kesediaan menyelesaikan tugas
5) Menerima resiko dari tindakan yang dilakukan.
2.5.3 Indikator Kualitas Bertanggungjawab
Secara konseptual indikator kualitas bertanggungjawab memiliki ciri kualitatif dan
indikator prilaku. Ciri kualitatif merujuk pada tuntutan normatif-derivatif atau
tuntutan yang diturunkan dari ketentuan perundang-undangan secara ketentuan
normatif lainnya yang bersifat sosial-kultural yang koheren atau yang melekat dengan
tuntutan ketentuan yang dijabarkan: Apa saja yang menjadi ciri utama warga negara
yang bertanggungjawab itu? Secara konseptual warga negara yang bertanggungjawab
antara lain memiliki ciri-ciri umum atau generik berikut (Putra, 2005: 57).
60
Tabel 2.1. Indikator Perilaku Umum Siswa yang Bertanggungjawab
No Demokratis dan bertanggung
jawab Indikator perilaku siswa
1 Pro bono publico yaitu perilaku
mengutamakan kepentingan publik
diatas kepentingan pribadi atau
golongan
Bergotong royong
Mematuhi tata tertib sekolah
Tidak membuang sampah sembarangan
Menjaga kekayaan sekolah
Menjaga kelestarian sekolah
2 Pro particia primus patrialis yaitu
perilaku mengutamakan kepentingan
negara atau kepentingan umum dan
rela berkorban untuk negara atau
kepentingan umum
Membayar iuran sekolah secara rutin
Menjaga nama baik sekolah, keluarga,
dan pemimpin
Menjaga berbagai simbol kenegaraan
seperti bendera merah putih, lambang
negara, lagu indonesia raya, foto resmi
Presiden dan wakil presiden.
Mau menjadi relawan sosial bila
diperlukan
Mau menjadi relawan untuk membela
.negara
3 Menghormati kekuasaan yang sah Menjalankan ketentuan perundang-
undangan sesuai dengan kedudukan dan
perannya sebagai siswa.
Menghormati pemerintah pusat, daerah
dan tokoh panutan dalam masyarakat
Melaksanakan kebijakan pemerintah
dalam lingkungan sendiri, seperti sekolah
dan masyarakat.
Turut serta memantau pelaksanaan
kebijakan publik.
4 Menjaga dan melaksanakan amanah
dengan penuh tanggung jawab Selalu menyampaikan amanat yang
diperoleh kepada yang berhak.
Mau mengganti sesuatu amanat yang
hilang atau cacat karena kecerobohan
sendiri.
Melaksnakan tugas yang diberikan guru,
kepala sekolah dengan baik.
Melaksanakan tugas yang diberikan
dengan cara terbaik yang bisa dilakukan.
Berorientasi pada pencapaian hasil yang
terbaik dalam memenuhi tugas-tugas.
Sumber : Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2006.
61
Tabel 2.1 ini menjelaskan ciri utama warga negara yang bertanggungjawab serta
indikator-indikator perilaku umum siswa yang bertanggungjawab. Denagan demikian
perilaku demokratis dan bertanggungjawab merupakan perilaku yang mengutamakan
persamaan hak dan kewajiban secara santun, jujur, demokratis danbertanggungjawab
dengan segala tindakannya serta dimilikinya komitmen untuk mampu memelihara
dan mengembangkan cita-cita dan nilai-nilai demokratis.
2.6 Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan
2.6.1. Pengertian
Pengertian PKn/Civics menurut Dimond dan Peliger (1990: 18) adalah studi yang
berhubungan dengan tugas-tugas pemerintah dan hak-kewajiban warga negara.
Menurut majalah education 2006 mengatakan bahwa pengertian PKn adalah suatu
ilmu tentang kewarganegaraan yang berhubungan dengan manusia sebagai individu
dalam suatu perkumpulan yang terorganisir dalam hubungannya dengan negara.
Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. PKn merupakan salah
satu mata pelajaran yang penting dalam suatu jenjang pendidikan, karena dalam mata
pelajaran PKn perkembangan moral dan budi pekerti anak sangat ditekankan.PKn
sebelumnya dikenal dengan nama Pendidikan Moral pancasila (PMP), yang
62
selanjutnya diganti dengan nama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn), namun selanjutnya diganti dengan nama PKn sampai sekarang.
Berdasarkan modul Kapita Selekta PKn (2006: 7) pengertian PKn merupakan wahana
untuk mengembangkan dan melestarikan nilai lihur dan moral yang berakar pada
budaya bangsa Indonesia, yang diwujudkan dalam bentuk perilaku sehari-hari, baik
sebagai individu anggota masyarakat maupun makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha
Esa, yang membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan dasar
berkenaan dengan hubungan warga negara dengan negara, serta pendidikan
pendahuluan bela negara.
Berdasarkan pengertian di atas maka dapat dilihat bahwa PKn merupakan suatu
pelajaran yang membekali siswa dengan budi pekerti, pengetahuan dan kemampuan
dasar yang berkenaan dengan hubungan warga negara dengan negara, serta
pendidikan pendahuluan bela negara yang bertujuan untuk mengembangkan dan
melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia agar
menjadi warga negara yang mampu diandalkan oleh bangsa dan negara. Jadi, pada
dasarnya mata pelajara PKn merupakan suatu wahana untuk dapat
menciptakan manusia Indonesia yang memiliki perilaku yang mencerminkan nilai
luhur Pancasila.
63
2.6.2 Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Adalah mewujudkan proses pendidikan yang integral di sekolah untuk
mengembangkan kemampuan dan kepribadian warga negara yang cerdas, parsipatif
dan bertanggungjawab yang pada gilirannya akan menjadi landasan untuk
berkembangnya masyarakat Indonesia yang demokratis (Tim Direktorat Jendral
Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah).
2.6.3 Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
a) Mengembangkan kerangka berfikir baru yang dapat dijadikan landasan yang
rasional untuk menyusun PKn baru sebagai pendidikan intelektual kearah
pembentukan warga negara yang demokrasi.
b) Menyusun substansi PKn baru sebagai pendidikan demokrasi yang berlandaskan
pada latar belakang sosial budaya serta dalam konteks politik, kenegaraan dan
landasan konstitusi yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi Indonesia (Tim
Direktorat Jenderal manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006: 12).
Jadi, dari penjelasan diatas hakekat PKn merupakan suatu upaya untuk mengartikan
dan menyalurkan dan membina peran warga negara dari berbagai aspek kehidupan
agar terbentuk sebagai warga negara yang baik sesuai Pancasila dan UUD 1945.PKn
juga memiliki tujuan dan program yang sejalan dengan upaya pembentukan manusia
manusia dan warga negara Indonesia yang berkarakter dan demokratis.
64
2.6.4 Tujuan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut :
1. Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan.
2. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab dan bertindak secara cerdas
dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta anti-korupsi.
3. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan
karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan
bangsa-bangsa lainnya.
4. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung
atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
(Tim Direktorat Jenderal manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006:
12).
2.7 Hasil Penelitian yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini diantaranya:
1. Hasil penelitian yang dilakukan Muhammad Nursa’ban (2013) dengan judul
Meningkatkan perilaku tanggung jawab dan kemandirian mahasiswa
menggunakan metode tutorial dengan Penelitian Tindakan Kelas. Subjek
penelitian yaitu 60 mahasiswa kelas Nonreguler yang mengambil mata kuliah
65
Strategi Pembelajaran Geografi tahun ajaran 2012/2013. Data dikumpulkan
melalui angket dan observasi kemudian dianalisis secara univariat. Keberhasilan
tindakan ditunjukkan oleh setidaknya 70% mahasiswa mengalami peningkatan
perilaku tanggung jawab dan kemandirian dalam kategori baik. Hasil diperoleh
dari peningkatan persentase setiap aspek pada kondisi awal, siklus 1, dan siklus
2. Rata-rata perilaku tanggung jawab yaitu 81% atau 49 mahasiswa dengan
selisih 14% dari siklus 1 dan 39% dari kondisi awal. Hasil perilaku kemandirian
diperoleh rata-rata 79% atau 47 mahasiswa dengan selisih sebesar 16% dari
siklus 1 dan 32% dari kondisi awal.
2. Nafisah Amini ( 2013), dengan judul Peningkatan perilaku tanggungjawab
melalui bercerita dengan celemek cerita pada kelompok B TKIT Az Zahra
Gondong Sragen. Penelitian ini bersifat kolaboratif antara peneliti,kepala
sekolah, dan guru. Data dikumpulkan melalui observasi, catatan lapangandan
dokumentasi. Keabsahan data diperiksa dengan triangulasi. Data dianalisis secara
komparatif yaitu membandingkan hasil rata-rata perilaku tanggung jawab
anaksetiap siklus dengan indikator keberhasilan penelitian. Hasil penelitian
inimenunjukkan bahwa ada peningkatan perilaku tanggung jawab anak melalui
berceritadengan celemek cerita, dari 39,17% pada kondisi prasiklus meningkat
menjadi 50,83% pada siklus I, 66,25% pada siklus II dan menjadi 77,92% pada
siklus III. Peningkatan perilaku tanggung jawab anak dipengaruhi oleh
penggunaan metode bercerita dengan celemek cerita, isi cerita yang disampaikan,
dan penguasaan tehnik bercerita guru. Selain itu keberhasilan dalam peningkatan
66
perilaku tanggung jawab juga didukung metode pendukung yaitu dengan
memberitahukan hasil belajar dengan apresiasi berupa ucapan “Terima kasih
sudah bertanggung jawab dengan merapikanmainan, menyimpan tas di rak dsb”.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah berceritadengan celemek cerita dapat
meningkatkan perilaku tanggungjawab.
3. Ulfa Dinia (2014). Dengan judul Meningkatkan Tanggung Jawab Belajar Dengan
Layanan Konseling Individual Berbasis Self-Management Pada Siswa Kelas XI
Di SMK Negeri 1 Pemalang Tahun Pelajaran 2013/2014.. Penelitian ini
didasarkan data yang diperoleh dari studi pendahuluan pada siswa kelas XI SMK
Negeri 1 Pemalang yang menunjukkan indikator rendahnya tanggung jawab
belajar. Masalah penelitian ini adalah apakah tanggung jawab belajar pada siswa
kelas XI di SMK Negeri 1 Pemalang tahun pelajaran 2013/2014 dapat
ditingkatkan melalui layanan konseling individual berbasis selfmanagement?
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data empiris tentang
peningkatan tanggung jawab belajar pada siswa kelas XI di SMK Negeri 1
Pemalang tahun pelajaran 2013/2014 melalui layanan konseling individual
berbasis self-management. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian
eksperimen dengan desain penelitian one group pretest-postest design. Populasi
dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMK Negeri 1 Pemalang tahun
pelajaran 2013/2014. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah
purposive sampling (sampling bertujuan). Sampel dalam penelitian ini adalah
siswa yang memiliki tanggung jawab belajar rendah sebanyak 6 anak. Metode
67
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala psikologis.
Sedangkan metode analisis data yaitu analisis data deskriptif persentase dan uji
Wilcoxon. Hasil pre test, siswa termasuk dalam kriteria rendah dengan
persentase rata-rata 50.35%. Sedangkan hasil post test, kriteria tanggung jawab
belajar pada siswa menjadi tinggi dengan rata-rata sebesar 74.50%. Dari uji
Wilcoxon diperoleh Zhitung sebesar 2.20 dan nilai Ztabel pada taraf signifikansi
5% dan N=6 yaitu 0. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab belajar
pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Pemalang tahun pelajaran 2013/2014 dapat
ditingkatkan melalui layanan konseling individual berbasis self-management.
Simpulannya adalah bahwa terdapat peningkatan signifikan tanggung jawab
belajar pada siswa kelas XI SMK Negeri 1 Pemalang antara sebelum dan setelah
diberikan treatment layanan konseling individual berbasis selfmanagement.
Saran yang dapat diberikan adalah diharapkan konselor dapat melatih siswa
untuk bertanggung jawab belajar agar mampu meningkatkan tanggung jawab
belajarnya melalui tahap-tahap yang terdapat dalam layanan konseling individual
berbasis self-management.
2.8 Kerangka Pikir
Apabila dilihat dari input siswanya SMP Negeri 19 Bandar Lampung hampir
sebagian besar siswa masih mengalami kesulitan dalam memahami suatu pokok
bahasan yang dijelaskan gurusehinggan siswa kurang pemahaman akanpentingnya
perilaku tanggungjawab di lingkungan sekolah,keluarga maupun masyarakat. Selain
68
itu, ketika guru menjelaskan pokok bahasan yang baru yang masih berkaitan, kadang
mereka sudah lupa akan inti dari pokok bahasan sebelumnya. Hal ini disebabkan
karena siswa cenderung menghafal dari pada menguasai suatu konsep.Beberapa
kejadian tersebut menunjukkan bahwa perilaku tanggungjawab peserta didik perlu
ditingkatkan. Model pembelajaran Discovery Learning merupakan model
pembelajaran yang mengharuskan siswa mencari kemudian mengumpulkan data-data
atau kejadian-kejadian untuk digunakan dalam pembelajaran PKn. Dalam hal ini,
guru bertugas untuk membantu siswa untuk membuat panduan untuk siswa agar
menemukan data-data atau kejadian-kejadian yang berhubungan dengan materi yang
akan disampaikan.
Hal ini akan menuntun siswa dalam penyelidikan sehingga ditemukannya sebuah
konsep dari suatu pokok bahasan PKn. Melalui hasil penemuannya sendiri, seorang
siswa diharapkan akan jauh lebih menguasai akan suatu pokok bahasan yang sedang
dipelajari. Di samping itu, hasil temuan yang diperoleh para siswa sendiri diharapkan
dan bertahan lebih lama didalam ingatan dibandingkan hasil yang mereka peroleh
dari penjelasan guru secara langsung, sehingga siswa akan tetap mampu mengingat
meteri yang telah dipelajari dan dapat menunjukan perilaku yang bertanggungjawab.
Peningkatan perilaku tanggungjawab peserta didik pada pembelajaran PKn
memerlukan tindakan.
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (X) adalah model discovery
learning, sedangkan variabel terikat (Y) adalah peningkatan perilaku tanggungjawab.
69
siswa pada pembelajaran PKn. Siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung
memerlukan suatu tindakan yaitu penggunaan model discovery learning.
Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pikir penelitian ini sebagai berikut.
Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian
2.9 Hipotesis
Hipotesis adalah rumusan sementara mengenai suatu hal yang akan dibuat, untuk
menjelaskan, menentukan atau mengarahkan penelitian selanjutnya (Sudjana, 1982:
231). Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Ada perbedaan perilaku tanggungjawab siswa pada pembelajaran PKn yang
menggunakan model discovery learning dan model konvensional di kelas VIII
SMP Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016
Penerapan Model
Pembelajaran Observasi
1. Guru masih
menggunakan model
pembelajaran
konvensional
2. Rendahnya perilaku
tanggung jawab
Efektivitas pembelajaran
Model Discovery
Learning
Model Konvesional
Perilaku tanggung jawab Hasil belajar
70
2. Ada pengaruh penggunaan model discovery learning terhadap peningkatan
perilaku bertanggung jawab siswa pada mata pelajaran PKn di kelas VIII SMP
Negeri 19 Bandar Lampung tahun pelajaran 2015/2016.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini tergolong penelitian komparatif dengan pendekatan eksperimen, yaitu
suatu penelitian yang bersifat membedakan. Rancangan ini dipilih karena sesuai
dengan tujuan penelitian yang akan dicapai yaitu untuk mengetahui perbedaan suatu
variabel, yaitu sikap sosial dengan konsep diri yang berbeda. Sedangkan pendekatan
eksperimen yaitu suatu penelitian yang berusaha mencari pengaruh variabel terhadap
suatu variabel yang lain dalam kondisi terkontrol sangat ketat, Sugiyono (2005: 7).
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Menurut Hadari (2001: 36), populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang
dapat terdiri dari manusia, benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala,
nilai test atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik
tertentu di dalam penelitian. Berdasarkan pengertian tersebut, maka yang akan
menjadi populasi dalam penelitian ini adalah penggunaan Model Discovery Learning
apakah dapat meningkatkan perilaku bertanggungjawab pada pembelajaran PKn
siswa kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung.
72
Tabel 3.1 Jumlah Seluruh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun
Pelajaran 2015/2016
No. Kelas Laki-Laki Perempuan Jumlah
1. VIII A 20 18 38
2. VIII B 19 19 38
3. VIII C 15 17 32
4. VIII D 12 20 32
5. VIII E 17 21 38
6. VIII F 22 17 38
7. VIII G 15 23 38
8. VIII H 14 24 38
9. VIII I 13 25 38
Jumlah 147 159 304
Sumber : Guru PKn SMP Negeri 19 Bandar Lampung
3.2.2 Sampel
Teknik sampling yang digunakan pada peneletian ini adalah Cluster Random
Sampling, Cluster Random Sampling merupakan teknik memilih sampel dari
kelompok-kelompok unit yang kecil. Sampel penelitian yang diambil adalah satu
kelas yang diambil secara acak atau random. Berdasarkan metode eksperimen kuasi
yang ciri utamanya adalah tanpa penugasan random dan menggunakan kelompok
yang sudah ada (intact group), maka penelitian menggunakan kelompok-kelompok
yang sudah ada sebagai sampel, jadi penelitian ini tidak mengambil sampel dari
anggota populasi secara individu tetapi dalam bentuk kelas. Alasanya karena apabila
pengambilan sampel secara individu dikhawatirkan situasi kelompok sampel menjadi
tidak alami. Dari sembilan kelas yang ada, peneliti telah memilih kelas yakni kelas
VIIIC sebagai kelas eksperimen dengan jumlah siswa 32 orang dan kelas VIIID
sebagai kelas kontrol dengan jumlah siswa 32 orang.
73
3.3 Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Variabel yang mempengaruhi atau disebut juga variabel bebas (x) adalah
perilaku tanggungjawab siswa pada kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung
Tahun 2015/2016.
2. Variabel yang dipengaruhi atau disebut juga variabel terikat (y) adalah hasil
belajar siswa pada kelas VIII SMP Negeri 19 Bandar Lampung Tahun 2015/2016
3. Variabel yang menggabungkan anatara variable bebas (x) dan variabel terikat (y)
disebut variabel perantara (z) adalah model discovery learning dan model
konvensional.
3.4. Definisi Operasional
3.4.1 Model Discovery Learning
Model discovery learning merupakan suatu model pembelajaran yang menitik
beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Jerome Bruner menyatakan bahwa
siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri.Siswa belajar melalui
aktif dengan konsep-konsep dan prinnsip-prinsip dan guru mendorong siswa
untuk mempunyai pengalaman-pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip-
prinsip bagi diri mereka sendiri (Slavin, 1994: 76). Dalam proses pembelajaran
dengan model ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang
mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, dan semacamnya.
74
3.4.2 Model Konvensional
Metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau
disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam
proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran sejarah metode
konvensional ditandai dengan ceramah yang diiringi dengan penjelasan serta
pembagian tugas dan latihan (Djamarah, 2010: 78)
3.4.3 Meningkatkan Perilaku Bertanggung jawab
Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang
diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2003: 56). Sedangkan dalam pengertian umum perilaku adalah
segala perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh makhluk hidup.
3.5. Gambaran Alur Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dimana peneliti dalam penelitian
peneliti seperti biasa melakukan penelitian dengan harapan bahwa variabel bebas
memiliki pengaruh terhadap variabel terikat dan disertai variabel kontrol sebagai
indikator keberhasilan perlakuan yang dilakukan terhadapat variabel terikat. Adapun
gambaran tindak penelitian eksperimental sebagai berikut:
1. Pengontrolan variabel luar, dalam hal ini subjek utama yang akan diteliti adalah
siswa kelas VIIIC SMP Negeri 19 Bandar Lampung dan VIIID ditetapkan sebagai
variabel pengontrol
75
2. Menurut Emzir (2009: 56) Pemadanan, yaitu teknik untuk penyamaan kelompok
pada satu atau lebih variabel yang telah diidentifikasi peneliti sebagai hubungan
dengan performansi pada variabel terikat, dimana telah ditetapkan variabel terikat
yaitu Siswa kelas VIIIC SMP Negeri 19 Bandar Lampung sebagai variabel terikat
dengan pemdanan dilakukan terhadap siswa kelas VIIID SMP Negeri 19 Bandar
Lampung.
3. Perbandingan kelompok atau sub kelompok homogen, dalam hal ini dilakukan
perbandingan antara hasil belajar siswa kelas VIIIC SMP Negeri 19 dan kelas
VIIID SMP Negeri 19 Bandar Lampung, dimana siswa kelas VIIIC sebagai
variabel terikat atau yang diteliti sedangkan siswa kelas VIIID sebagai kontrol atau
pembandingnya.
4. Penggunakan subyek sebagai pengendali diri mereka sendiri, dalam hal ini subjek
pengendali adalah siswa kelas VIIID.
5. Analisis kovarian, yaitu suatu metode statistik untuk penyamaan kelompok yang
dibentuk secara random pada satu atau lebih variabel terkontrol. Ini merupakan
teknik analisis data yang berguna untuk penyamaan kelompok yang telah
ditentukan guna menentukan variabel kontrol yaitu, siswa kelas VIIID.
3.6. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest control
group design. Desain ini hanya menggunakan dua kelompok yaitu kelompok
eksperimen tanpa dan kelompok kontrol. Sebelum diberikan perlakuan atau treatment
dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning dan setelah itu
76
diberikan pretest. Setelah itu diberikan posttest. Berikut ini adalah tabel pretest-
posttest control group design
Tabel 3.2 Tabel Pretest-Posttest Control Group Design
Kelompok acak Tes awal Perlakuan Tes
akhir
Eksperimen
Kontrol
Y1
Y2
X1
X2
Y2
Y2
Keterangan:
Y1Y2: nilai tes sebelum perlakukan atau pretest
X1X2: perlakuan atau treatment
Y2Y2: nilai tes setelah perlakuan
Hal yang pertama dilakukan adalah menetapkan kelompok yang akan dijadikan
eksperimen dan kelompok yang akan dijadikan kontrol. Sebelum diberi perlakuan
kelompok diberikan tes terlebih dahulu tau pretest dan kemudian dengan meberikan
perlakukan dengan pendekatan Saintifik. Perlakuan diberikan sebanyak tiga kali
perlakuan (seri pertama, kedua dan ketiga). Setelah diberikan perlakuan kelompok
eksperimen diberikan posttest, sehingga diperoleh gain atau selisih antara hasil
pretest dan posttest.
3.7. Teknik Pengembangan Instrument
1. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang mengukur tingkat kevalitan atau keabsahan suatu
instrumen. Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diharapkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat.
77
Pengujian validitas dilakukan untuk mengetahui apakah tes yang digunakan
penelitian ini dapat atau tidak mengukur tingkat ketepatan tes yaitu mengukur apa
yang seharusnya diukur, maka dilakukan uji validitas soal. Untuk mengetahui
validitas yang dihubungkan dengan kriteria, digunakan uji statistik takni teknik
korelasi product moment sebagai berikut:
Keterangan:
Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y
y =Jumlah perkalian antara variabel x dan Y
Dijelaskan oleh Arifin (2009: 257) untuk dapat memberikan penafsiran terhadap
koefesien korelasi dapat menggunkan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3.3 Tabel Tingkat Hubungan Dengan Interval Koefesiensi
Interval Koefesiensi Tingkat Hubungan
0.81-1.00 Sangat tinggi
0.61-0.80 Tinggi
0.41-0.60 Cukup
0.21-0.40 Rendah
0.00-0.21 Sangat rendah
Setelah diuji validitasnya kemudia diuji tingkat signifikannya dengan rumus dari
Sugiyono (2010: 230).
78
Keterangan:
nilai t hitung
koefesien korelasi
jumlah banyk subjek
Nilai hitung dibandingkan dengan nilai tabel pada taraf nyata dengan derajat
kebebasan (dk) = n-2 apabila hitung> tabel berati korelasi tersebut signifikan atau
berarti.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas soal dimaksudkan untuk melihat keajegan atau kekonsitenan soal dalam
mengukur respon siswa sebenarnya. Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian
instrumen yang dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data
karensa instrumen itu sudah baik.
Instrumen dikatakan reliabel apabila memiliki tingkat keajegan dalam hasil
pengukuran. Uji reliabilitas dilakukan untuk memperoleh gambaran keajegan suatu
instrumen penelitian yang akan digunakan sebagai alat pengumpul data. Uji
reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus Kuder-Richarson dalam Arikunto
(2006: 180). Adapun rumus Kuder- Richarson adalah sebagai berikut:
{ }
79
Keterangan:
= reliabilitias tes secara keseluruhan
= proporsi subjek menjawab item secara benar
= proporsi subjek menjawab item secara salah (q-1-p)
∑pq = jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = banyaknya item
S = standar deviasi dan tes ( standar deviasi akan varians)
Alpha-Conbach merupakan salah satu koefesien reliabilitas yang paling sering
digunakan. Skala pengukuran yang reliabel adalah yang meiliki nilai Alpha-Conbach
minimal 0.70 dimana tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Conbach di ukur
berdasrkan skala alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikelompokan ke
dalam lima kelas yang sama, maka Triton (2006: 248) ukuran kemampuan alpha
dapat diinterpretasikan seperti tabel berikut:
Tabel 3.4 Tingkat Reliabilitas
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 ≤ < 0,20
0,20 ≤ < 0,40
0,40 ≤ < 0.60
0,60 ≤ < 0,80
0,80 ≤ ≤ 1,00
Sangat Rendah
Rendah
Cukup
Tinggi
Sangat Tinggi
Teknisnya soal-soal dibagi menjadi dua kelompok yaitu satu kelompok soal ganjil
(X) dan satu lagi kelompok soal genap (Y), kemudian dihitung terlebih dahulu
dengan menggunakan rumus product moment. Hasil antar skor dimasukan kedalam
rumus Spearman Kuder- Richarson dan hasilnya akan dibandingkan dengan r tabel.
Apabila nilai realibilitas lebih besar dari nila r tabel maka instrumen dinyatakan
reliabel.
80
3. Tingkat Kesukaran Soal
Taraf kesukaran soal perilaku tanggungjawab (afektif) dan pemahaman/ hasil belajar/
prestasi (kognitif) merupakan kesanggupan siswa dalam menjawab soal. Soal yang
baik adalah soal yang tidak terlalu mudah dan juga tidak terlalu sukar. Sedangkan
hasil analisis terhadap butir soal digunakan untuk mengetahui layak tidaknya suatu
soal dipakai sebagai instrumen penelitian, dan kemudian berguna untuk mengetahui
soal mana yang layak dipakai dan soal mana yang akan dibuang untuk diganti.
Menurut Arifin (2009: 266) untuk mencari mencari indeks kesukaran digunakan
rumus:
Keterangan:
P = indeks tingkat kesukaran
B = jumlah siswa yang menjawab benar
= jumlah seluruh siswa peserta tes
Adapun kriteria yang digunakan untuk menafsirkan tingkat kesukaran soal adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.5 klasifikasi indeks kesukaran
Nilai Indeks Kesukaran Tingkat Kesukaran
0.00-0.20
0.21-0.70
0.71-1.00
Sukar
Sedang
Mudah
81
4. Daya Beda
Daya pembeda soal adalah kemampuan soal untuk membedakan antara peserta didik
yang menguasai dengan peserta didik yang kurang menguasai kompetensi. Semakin
tinggi daya pembeda suatu butir soal, semakin mampu butir membedakan antara
peserta didik yang menguasai kompetensi dengan peserta didik yang kurang
mengusai kompetensi tersebut. Dijelaskan oleh Arifin (2009: 273) untuk menghitung
daya pembeda (DP) setiap butir soal dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
DP = daya pembeda
WL = jumlah peserta didik yang gagal dari kelompok bawah
WH = jumlah peserta didik yang gagal dari kelompok atas
n = 27% X n
Cara menghitung koefesien daya beda dijelakan oleh Arifin (2009: 274) untuk
menginterpretasikan koefesien daya pembeda tersebut dapat digunakan kriteria daya
pembeda dibandingkan dengan
82
Tabel 3.6 kriteria koefensiensi daya pembeda
Index of
discrimination
Item evaluation
0.40 and up Very good items
0.30-0.39 Reasonably good, but posibly
subject to improvement
0.20-0.29 Marginal items, ussually needing
and being subject to improvement
Below -0.19 Poor items, to be rejected or
improved by revision
3.8. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan alat
observasi, wawancara, tes dan photo.
1. Observasi
Pengamatan ini peneliti menggunakan lima prinsip dasar observasi seperti yang
dikemukakan oleh Hopkin (1993) dalam Aunrrahman (2009: 20) yaitu
perncanaan bersama, focus, membangun kriteria, keterampilan observasi, dan
umpan balik.
Perencanaan bersama adalah upaya membangun kesepakatan bersama antara
peneliti dengan kolaborator yang membantu proses pengamatan selama kegiatan
pembelajaran dilakukan. Perencanaan bersama ini bertujuan untuk membangun
rasa saling percaya dan menyepakati fokus yang akan diamati. Fokus yang akan
diamati dalam proses pembelajaran adalah motivasi belajar siswa yang berkaitan
dengan proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran
Teknologi Informasi.
83
Hasil observasi merupakan data faktual yang dicatat secara cermat dan sistematis
oleh peneliti dan kolaborator. Data tersebut disatukan dan diinterprestasikan
bersama untuk diperoleh hasil observasi yang objektif dan dapat dipertanggung
jawabkan yang merupakan balikan dari hasil observasi.
Pelaksanaan observasi menggunakan bentuk observasi yang terstruktur, yaitu
menggunkan instrument siap pakai, sehingga peneliti dan kolaborator hanya
tinggal membubuhkan tanda (√) pada tempat yang disediakan.
Tabel 3.7 Kisi-Kisi Pedoman Observasi Perilaku Tanggung Jawab Siswa
No Aspek Indikator No item
1.
2.
Pro bono
publico yaitu
perilaku
mengutamaka
n kepentingan
publik diatas
kepentingan
pribadi atau
golongan
Pro particia
primus
patrialis yaitu
perilaku
mengutamakan
kepentingan
negara atau
kepentingan
umum dan rela
berkorban
untuk negara
atau
kepentingan
umum
Bergotong royong
Mematuhi tata tertib sekolah
Tidak membuang sampah sembarangan
Menjaga kekayaan sekolah
Menjaga kelestarian sekolah.
Membayar iuran sekolah secara rutin
Menjaga nama baik sekolah, keluarga, dan
pemimpin
Menjaga berbagai simbol kenegaraan seperti
bendera merah putih, lambang negara, lagu
indonesia raya, foto resmi Presiden dan
wakil presiden.
Mau menjadi relawan sosial bila diperlukan
Mau menjadi relawan untuk membela
.negara
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
84
2. Tes
Alat evaluasi berbentuk tes tertulis pilihan ganda yang digunakan sebagai bahan
gambaran yang diperoleh dari hasil belajar peserta didik dan perubahan aktivitas
belajar pada proses pembelajaran. Tes dilaksanakan pada setiap akhir kegiatan
pembelajran dalam setiap siklus tindakan.
3. Alat Pengambilan Gambar atau Photo
Alat pengambilan gambar atau photo digunakan dalam penelitian ini, karena dengan
metode ini dapat merekam secara utuh tentang proses jalannya aktivitas
pembelajaran, dengan melihat photo memungkinkan peneliti melihat kelemahan-
kelemahannya sehingga dapat melakukan perbaikan pada tindakan selanjutnya.
Photo juga dapat mempermudah untuk mengingat kembali peristiwa yang sudah
terjadi, karena kemampuan mengingat peneliti sangat terbatas. Sehingga rekaman
photo menjadi salah satu pelengkap data danmerupakan bagian penting dalam
melaksanakan observasi maupun pencatatan berlangsungnya proses tindakan.
3.9. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah
dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 1995: 263). Data yang diperoleh dari hasil
penelitian akan dianalisi dalam beberapa tahap analisa, yaitu:
1. Analisis Tabel Tunggal
Merupakan suatu analisis yang dilakukan dengan membagi-bagikan variabel
penelitian ke dalam kategori-kategori yang dilakukan atas dasar frekuensi. Tabel
85
tunggal merupakan langkah awal dalam menganalisa data yang terdiri dari kolom,
sejumlah frekuensi dan presentase untuk setiap kategori. (Singarimbun, 1995:
266).
a. Analisis Data Perilaku Tanggungjawab
Perilaku tanggungjawab yang sesuai dengan yang diamati dalam lembar
perilaku siswa dalam proses pembelajaran berlangsung. Setiap siswa diamati
perilakunya secara klasikal dalam setiap pertemuan, setelah dilakukan
observasi kemudian dihitung jumlah perilaku siswa.
Tabel 3.8 Lembar Observasi Perilaku Bertanggungjawab
No Kategori Skor Frekuensi Keterangan
1 Bertanggung jawab
2 Kurang bertanggung jawab
3 Tidak Bertanggung jawab
Keterangan: I = Interval kelas
NR= Nilai Tertinggi
NR= Nilai Terendah
K = Kategori
b. Analisis Data Hasil Belajar
Pemahaman siswa tentang materi yang diajarkan akan mendapatkan hasil
yang lebih baik jika diukur dengan tes hasil belajar. Hasil belajar siswa dalam
pembelajaran PKn dengan menggunakan bahan ajar modul diambil dari nilai
tes siswa yang diberikan setelah proses pembelajaran.
86
Tabel 3.9 Lembaran Hasil Belajar
No Kategori Skor Frekuensi Keterangan
1 Tinggi
2 Sedang
3 Rendah
Keterangan: I = Interval kelas
NR= Nilai Tertinggi
NR= Nilai Terendah
K = Kategori
2. Analisa Tabel Silang
Merupakan analisa yang digunakan untuk mengetahui variable yang satu memiliki
hubungan dengan variable lainnya. Sehingga dapat diketahui apakah variable
tersebut bernilai positif atau negatif (Singarimbun, 1995: 273).
Tabel 3.10 Silang Antara perilaku tanggungjawab dan Hasil Belajar
No
Perilaku
Hasil Belajar
> 73 72 < 72
1 Bertanggung jawab
2 Kurang bertanggung jawab
3 Tidak bertanggung jawab
3. Analisis Uji Hipotesis t-test Dua Sampel Independen
Terdapat beberapa rumus t-test yang dapat digunakan untuk pengujian hipotesis
komparatif dua sampel independen
87
(Separated Varian)
(Polled Varian)
Keterangan:
XI : rata-rata perilaku bertanggung jawab yang diajar menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning
X2 : rata-rata perilaku bertanggung jawab yang diajar menggunakan model
pembelajaran konvensional
S12 : varian total kelompok 1
S22 :varian total kelompok 2
n1 : banyaknya sampel kelompok 1
n2 :banyaknya sampel kelompok 1
Terdapat beberapa pertimbangan dalam memilih rumus t-test yaitu.
a. Apakah ada dua rata-rata itu berasal dari dua sampel yang jumlahnya sama atau
tidak
b. Apakah varaians data dari dua sampl itu homogen atau tidak. Untuk menjawab
itu perlu pengujian homogenitas varian.
Berdasarkan dua hal diatas maka berikut ini diberikan petunjuk untuk memilih rumus
t-test
88
1) Bila jumlah anggota sampel n1=n2 dan varians homogeny, maka dapat
menggunakan rumus t-test baik separated varians maupun pooled varians untuk
melihat harga t-tabel maka digunakan dk yang besarnya dk= n1-n2-2.
2) Bila n1≠n2 dan varians homogeny dapat digunakan rumus t-test dengan pooled
varian, dengan dk=n1+n2-2
3) Bila n1= n2 dan varian tidak homogen, dapat digunakan rumus t-test dengan
polled varians maupun separated varians, dengan dk = n1 – 1 atau n2 -1, jadi dk
bukan n1+n2-2
4) Bila n1≠n2dan varians tidak homogeny, maka ini digunakan rumus t-test dengan
separated varians, harga t sebagai pengganti harga t-tabel hitung dari selisih harga
t-tabel dengan dk + (n1 – 1) dibagi dua kemudian ditambah dengan harga t yang
terkecil (Sugiyono, 2010:138).
4. Analisis Data dengan Regresi Sederhana
Untuk menguji hipotesis yang pertama, kedua, dan ketiga digunakan statistik t
dengan model regresi linier sederhana, pengaruh antara X dan Y dinyatakan ke dalam
persamaan, yaitu:
= a + bX
Keterangan :
α =
b =
= Subyek dalam variabel yang diprediksikan
89
a = Nilai intercept (konstanta) biaya pendidikan Y jika X = 0
b = Koefisien arah regresi penentu ramalan (prediksi) yang menunjukan nilai
peningkatan atau penurunan variabel Y
X = Subyek pada variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu
(Sugiono, 2007:204-207)
Setelah menguji hipotesis regresi linier sederhana dilanjutkan dengan uji
signifikan dengan rumus uji t sebagai berikut :
Keterangan :
B = Koefisien arah regresi linier
Sb = Standar Deviasi
Dengan kriteria uji adalah “Tolak dengan alternatif Ha diterima jika
> dengan taraf signifikan 0,05 dan dk n-2.
3.10. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Prosedur penelitian adalah langkah-langkah kegiatan dalam penelitian yang ditempuh
dalam melakukan penelitian, prosedur yang dipakai dalam penelitian ini ada tiga
tahap, yaitu:
90
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan observasi kesekolah yaitu SMP Negeri 19 Bandar Lampung
b. Mengumpulkan literatur dan melakukan studi literatur terhadapat mata pelajaran
PKn yang akan diajarkan kepada siswa
c. Menetapkan standar kompetensi, kompetensi dasar, pokok bahasan, dan sub
pokok bahasan yang akan digunakan dalam penelitian.
d. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan standar
kompetensi, dan kompetensi dasar yang akan digunakan dalam penelitian.
e. Mempersiapkan bahan ajar dengan model discovery learning berdasarkan pokok
bahasan dan subpokok bahasan.
f. Membuat kisi-kisi instrumen
g. Membuat instrumen penelitian berbentuk tes objektif
h. Membuat kunci jawaban
i. Melakukan uji coba sampel di luar kelas sampel
j. Menganalis item-item soal dengan cara menguji validitas, reliabelitas, tingkat
kesukaran, dan daya pembeda untuk mendapat instrumen penelitian yang benar.
2. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini peneliti terjun langsung ke lapangan. Dalam hal ini SMP
Negeri 19 Bandar Lampung dijadikan tempat penelitian. Tahap-tahap penelitian
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Mengambil sampel penelitian berupa kelas yang sudah ada
b. Memberikan pretest
91
c. Melaksanakan model pembelajaran dengan model pembelajaran discovery
learning kepada kelompok eksperimen sebanyak 2 kali pertemuan
d. Memberikan posttest
Secara lebih rinci pelaksanaan tiap pertemuan akan dijelaskan sebagai berikut:
Pertemuan pertama
a. Memberikan pretest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
b. Melakasanakan model pembelajaran dengan model discovery learning kepada
kelompok eksperimen dan pembelajaran dengan metode ceramah untuk
kelompok kontrol.
c. Memberikan posttest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Pertemuan kedua, ketiga, dan keempat
a. Melaksanakan proses pembelajaran
b. Melakasanakan model pembelajaran dengan model pembelajaran discovery
learning kepada kelompok eksperimen dan pembelajaran dengan metode
ceramah untuk kelompok kontrol.
c. Memberikan posttest kepada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
3. Tahap Pelaporan
a. Menganalisis dan mengolah data hasil penelitian
b. Pelaporan hasil penelitian
BAB V
SIMPULAN, SARAN, DAN IMPLIKASI
5.1 Simpulan
Berdasarkan temuan dan hasil analisis data dapat ditarik kesimpulan
didasarkan pada hasil penelitian sebagai berikut.
1. Penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran dapat
meningkatkan perilaku bertanggungjawab pada siswa dan lebih baik
dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional. artinya bahwa
model pembelajaran konvesional kurang efektif dibandingkan dengan
model Discovery Learning karena model pembelajaran konvesional lebih
menekan pembelajaran berpusat pada guru sehingga keterlibatan siswa
dalam proses pembelajaran masih sangat kurang. Dalam pembelajaran
konvesional siswa cenderung pasif hanya menerima pembelajaran dari
guru sehingga perubahan perilaku bertanggung jawab kurang berkembang.
Oleh karena itu, pembelajaran dengan model pembelajaran konvesional
menghasilkan kemampuan siswa yang lemah dalam menyelesaikan
permasalahan mengenai perubahan perilaku bertanggung jawab dan hasil
belajar.
2. Ada pengaruh penggunaan model discovery learning dalam pembelajaran
dalam meningkatkan perilku bertanggung jawab siswa. Semakin baik
131
penggunaan model pembelajaran Discovery Learning, maka akan semakin
baik perilaku bertanggung jawab siswa begitu juga sebaliknya.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan dan implikasi yang telah disampaikan di atas, dapat
dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.
1. Kepada Guru
1) Untuk meningkatkan kompetensi siswa, guru dapat menggunakan
model pembelajaran Discovery Learning dalam proses pembelajaran
sebagai salah satu alternatif dalam meningkatan kualitas
pembelajaran disekolah.
2) Hendaknya guru meningkatkan kemampuan pribadi, khususnya
berkenaan dengan penggunaan teknologi dalam pembelajaran,
sehingga dapat mengimbangi kemajuan teknologi dibidang
pendidikan.
2. Kepada Siswa
Bagi siswa agar dapat membangkitkan semangat dalam belajar
khususnya berkenaan dengan perilaku bertanggung jawab yang berasal
dari dalam diri sendiri misalnya memiliki tujuan atau cita-cita tinggi
untuk menjadi sukses dimasa depan.
132
3. Kepada Sekolah
1) Bagi sekolah model pembelajaran Discovery Learning dapat
memberikan suatu solusi untuk meningkatkan perilaku bertanggung
jawab siswa. Sehingga dapat meningkatkan kualitas siswa sekaligus
akan meningkatkan kualitas sekolahan tersebut.
2) Memberikan dorongan kepada para guru untuk meningkatkan kualitas
serta kemampuan khususnya dalam bidang informasi dan teknologi
sehingga dapat menggunakan model pembelajaran Discovery
Learning.
3) Melengkapi fasilitas yang dibutuhkan para guru khususnya sarana dan
prasarana pembelajaran. Selain itu, menciptakan hubungan kerja yang
harmonis dan kekeluargaan.
4) Mengadakan pendidikan dan latihan untuk meningkatkan kualitas
serta kemampuan guru dalam pembelajaran, atau mengirimkan para
guru-guru sebagai peserta bila ada pendidikan dan latihan dari
pemerintah dan swasta.
5.3 Implikasi
Implikasi dari penelitian ini berupa:
1. Implikasi Penelitian
Perlu dilakukan penelitian kembali dengan mengadakan perubahan baik
dari segi tempat atau lokasi yang baru dan juga dengan variabel yang
baru sehingga dapat menghasilkan sesuatu yang baru dan bermanfaat
bagi para guru.
133
2. Implikasi Teoritis
Upaya peningkatan kualitas guru serta pendidikan dapat dilakukan
dengan mengembangkan media pembelajaran yang tepat dan sesuai
dengan kondisi sekolah dan siswa. Peningkatan dan pembinaan
kemampuan guru serta kualitas pembelajaran dapat dilakukan melalui
kegiatan pendidikan dan pelatihan.
3. Implikasi Kebijakan
Pesan yang harus dikembangkan dalam rangka peningkatan perilaku
bertanggung jawab siswa hendaknya dilakukan oleh para siswa sendiri
dan usaha yang dilakukan diluar siswa seperti; sekolah, pimpinan, dan
teman sejawat.
4. Implikasi Praktis
Dalam upaya meningkatkan perilaku bertanggung jawab siswa perlu
dilakukan juga pada siswa di kelas lainnya dengan menggunakan model
pembelajaran Discovery Learning. Kepada sekolah hendaknya dapat
melengkapi sarana dan prasarana pembelajaran khususnya peralatan
komputer dan LCD proyektor. Bagi para guru yang belum mampu
mengoperasikan peralatan ICT hendaknya mengikuti pendidikan dan
latihan yang diadakan pemerintah, atau mengikuti kursus secara
mandiri untuk meningkatkan kemammpuan pribadi.
DAFTAR PUSTAKA
Affan dan Santoso Joko. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Badan Penerbit FKIP
UMS: Surakarta.
Ali, Mohamad (eds). 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bagian I: Ilmu Pendidikan
Teoritis. PT. IMTIMA: Bandung.
Amien, Sani Ridwan. 2006. Inovasi Pembelajaran. Bumi Aksara: . Jakarta.
Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pembelajaran, Prinsip, Teknik, Prosedur. P.T. Remaja
Rosdakarya: Bandung.
Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. PT BumiAksara:
Jakarta
Arikunto, Suharsimi. 2006. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. PT BumiAksara:
Jakarta
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara: Jakarta
Atmadja Wiria, Rochiati.2005.Model Penelitian Tindakan Kelas.Remaja
Rosdakarya: Bandung.
Aunurrahman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Alfabeta: Bandung.
Azwar, S.2011. Reliabilitas dan Validitas. Pustaka Pelajar: Yogyakarta
Baharuddin dan Wahyuni, N,. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Ar-Ruzz Media
Group: Yogjakarta.
Barelson, Thorset, Petter. 1964. Discovery Learning Theory.
(http://www.thinkingink.com/_contents/edu/phd_archives/EPRS8500_Disc
LrngThry.PDF) ( 14 Januari 2015. 20:00 ).
Bell, Frederick. 1978. Teaching and Learning Mathematics ( In Secondary School).
Iowa: Wm. C. Brown Company Publhisers.
Bloom, Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (Eds.). 1956. A taxonomy for learning,
teaching and assessing: A revision of Bloom's Taxonomy of educational
objectives: Complete edition, New York : Longman
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta: Jakarta.
Carin, Artur A., 1993. Teaching Modern Science. Sixth Edition. New York: Merrill
Publishers.
Dahar, 2006. Teori-teori Belajar. Erlangga: Jakarta.
Daryono M, dkk.1997.Pengantar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Rineka Cipta: Solo.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Balai Pustaka: Jakarta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Sekolah Sebagai Wahana Pengembangan
Warga Negara yan Demokratis dan Bertanggungjawab Melalui Pendidikan
Kewarganegaraan. Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta.
Depdiknas. 2006. Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Depdiknas:
Jakarta.
Diamond dan Peliger. 1990. Nasionalisme, Konflik Etnik, dan Demokarasi. (Edisi
Terjemahan Oleh Somardi). Penerbit ITB Bandung: Bandung.
Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Jakarta
Emetembun, N.A.1981. Supervisi pendidikan Penuntun bagi para Penilik,
Kepala Sekolah dan Guru-guru. Penerbit Suri: Bandung.
Elliot. 2003. Action Research For Educational Change. Open University Press:
Philadelphia.
Emzir. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan:Kuantitatif dan Kualitatif. Rajawali
Pers: Jakarta.
Gardner, H. 2012.Multiple Intelligences: Kecerdasan Majemuk Teori dalam Praktik.
Interaksara: Tangerang Selatan.
Gulo, W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Grasindo: Jakarta.
Hadari, Nawawi. 2001. Metode Penelitian Bidang Sosial. Gajah Mada University.
Press: Yogyakarta.
Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem.
Bumi Aksara: Jakarta
Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar Mengajar. PT Bumi Aksara: Jakarta.
Herdi. 2010. Mendidik Anak Agar Percaya Diri. Arcan: Jakarta.
Hayek, Trowbidge, L.W & Bybee, R.W. 2009. Becoming a secondary school science
teacher. Ohio: Merill Publising.
Herpratiwi. 2009. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Universitas Lampung. Bandar
Lampung
Hidayat, Kasan dan Kurnad.1994.Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.
Jelita Akademik: Jakarta.
Horber, Martin, David Jerner. 2003. Elementary Science Methods A Constructivist
Approach. New York: Thomson Wadsworth.
James A. Banks. 1977. Teaching Strategies for The Social Studies: Inquiry, Valuing,
and decision Making. Addison-wesley Publishing company Inc: Philippines
Kapita Selekta PKn. 2006. Pembelajaran Pembaharuan Paradigma. PKn-PIPS-PAI.
Laboratorium PKn UPI: Bandung.
Kwick, Kilpatrick, J., Swafford, J., & Findell, B. (Eds.). 1972. Adding it up: Helping
children learn mathematics. Washington, DC: National Academy Press.
Margareth, Farah. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Grasindo. Jakarta.
Markaban. (2006). Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Penemuan
Terbimbing. Departemen pendidikan nasional pusat pengembangan dan
penetaran guru matematika: Yogyakarta.
Marzano. 1992. Design A New Taxonomy of Education Objectives. diakses :
http://www.amazone.com/New-Taxonomy-Educational-Objectives ( 14 Januari
2015. 20:00 ).
Mulyono Abdurahman. 2003. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.
PT Rineka Cipta: Jakarta
Nana Sudjana. 1987. Dasar-dasar Belajar Mengajar. Sinar BaruAlgensindo:Bandung
Nana Syaodih Sukmadinata. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. PT
Remaja Rosdakarya: Bandung
NCSS.1994. Curriculum Standards for Social Studies. National Commission on
Social Studies in the School: Washington.
Nisbah, Faisal. 2013. “Pengertian dan Tujuan Pembelajaran IPS di Sekolah Dasar”
(on line) (http://faizalnizbah.blogspot.com/2013/10/pengertian-dan-
tujuanpelajaran-ips-di-sekolah-dasar.html?m=1 diakses tanggal 14 Januari 2016
jam 14.00 WIB)
Notoatmodjo. 2007. Perkembangan Psikologi Remaja. Bumi Aksara: Jakarta.
Pargito. 2011. Penelitian Tindakan Bagi Guru Dan Dosen. AURA Printing &
Publisher: Bandar Lampung
Piaget, Jean. 1998. Kesehatan & Perilaku Anak Usia Sekolah 7 - 12 tahun. Kencana:
Jakarta.
Purwanto, M. Ngalim. 2014. Psikologi Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya:
Bandung.
Putra, S. Udin, dkk. 2005. Teori Belajar dan Pembelajaran. Universitas Terbuka:
Jakarta
Ratumanan. 2002. Belajar Memotivasi Diri Sendiri. Grasindo: Jakarta.
Riensuciati. 2013. Proses Belajar Mengajar. PT. Rineka Cipta: Jakarta.
Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta: Jakarta.
Rodger W, Trowbridge, Leslie W, Bybee, &Carlson Powell, Janet. 1974. Teaching
Secondary School Science: Strategies for Developing Scientific Literacy.
Pearson Education: United States.
Sagala, Syaiful. 2009. Cooperatif Learning Teori dan Aplikasi. Pustaka Belajar:
Yogyakarta.
Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Kencana: Jakarta.
Shaw, Cronbach, L.J. 2003. Essentials of psychological testing. New York: Harper &
Brothers. Publishers.
Singarimbun. Masri. 1995. Metode Penelititan Survei. LP3S: Jakarta.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Penerbit Rineka
Cipta: Jakarta.
Slavin, R.E. 1994. Educational Psychology. Theory and Practice. Fifth Edition.
Allyn and Bacon. Boston.
Sudjana. 1982. Metoda Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito.
Suherman, Erman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Kontemporer. JICA-Universitas
Pendidikan Indonesia: Bandung
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Alfabeta: Bandung
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta
Sukmadinata, Nana S. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Remaja
Rosdakarya: Bandung.
Supardan Dadang. 2015. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Perspektif Filosofi
dan Kurikulum. Bumi aksara: Jakarta
Syah, M. 2004. Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru. PT Remaja
Rosdakarya: Bandung
Trianto. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik.
Prestasi Pustaka: Jakarta
Triton, Prawira. 2006. SPSS V.3.0 terapan Riset Statistik Parametrik. ANDI
OFFSET: Yogyakarta.
Undang-Undang No 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas. Depdiknas: Jakarta
Usman Moh. Uzer. 2002. Menjadi Guru Profesional. PT RemajaRosdakarya:
Bandung
Winkel W.S.. 2004. Psikologi Pengajaran. Media Abadi: Yogyakarta
Yaumi, M. 2012. Pembelajaran Berbasis Multiple Inteligences. Dian Rakyat: Jakarta