PENGARUH PEMBERIAN TERAPI MUSIK KLASIK
TERHADAP TINGKAT KECEMASAN PADA WANITA
MENOPAUSE DI WILAYAH PISANGAN, CIPUTAT TIMUR,
TANGERANG SELATAN
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Keperawatan (S.Kep)
OLEH
FARHATUN HAYATI
1113104000030
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
TAHUN 2017/ 1438 H
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
SCHOOL OF NURSING SCIENCE
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF
JAKARTA
Undergraduate Thesis, July 2017
Farhatun Hayati, NIM: 1113104000030
The Effect of Classical Music Therapy on Anxiety Level Menopausal Women
at Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
xx + 122 pages + 10 tables + 2 charts + 8 attachments
ABSTRACT
Menopause is the time in most woman’s lives when the period stops permanently.
It usually occurs naturally after the age 45 years. When menopause happens,
women will experience various changes. Changes are both in terms of physical
and psychological like anxiety could disrupt the women’s daily life so that it can
cause anxiety for women in dealing with menopause. One of the way to reduce the
anxiety during menopause is using distraction techniques "classical music
therapy". This quantitative study aimed to determine the effect of classical music
therapy on anxiety levels in postmenopausal women in the Region Pisangan, East
Ciputat, South Tangerang. The research method used pre-experimental method
with One Group Pre-Post Test Design. Sampling technique used is purposive
sampling with 22 respondents. Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS)
instrument was employed to assess the anxiety. The data were analyzed
statistically using Wilcoxon test. The result indicates that there is an influence of
classical music therapy on anxiety level of menopausal women with values (p =
0.000). The result of this study are expected to be considered for the nurse to
make the therapy as one of the independent nursing interventions to help out
anxiety in menopausal women who experience anxiety.
Keywords: menopausal woman, anxiety, classical music therapy
Referencens: 57 (2003-2016)
iv
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2017
Farhatun Hayati, NIM: 1113104000030
Pengaruh Terapi Musik Klasik terhadap Tingkat Kecemasan pada Wanita
Menopause di Wilayah Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan
xx + 122 halaman + 10 tabel + 2 bagan + 8 lampiran
ABSTRAK
Menopause merupakan suatu waktu dalam kehidupan seorang wanita ketika
berhenti haid atau menstruasi. Menopause terjadi secara alami setelah usia 45
tahun. Saat menopause, seorang wanita akan mengalami berbagai macam
perubahan dalam dirinya. Perubahan-perubahan yang muncul, baik dari segi fisik
maupun psikologis seperti kecemasan dapat mengganggu kehidupan sehari-hari
seorang wanita sehingga hal tersebut dapat menimbulkan kecemasan bagi wanita
dalam menghadapi menopause. Salah satu cara untuk menurunkan kecemasan
adalah menggunakan teknik distraksi “terapi musik klasik”. Penelitian kuantitatif
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat
kecemasan pada wanita menopause di Wilayah Pisangan, Ciputat Timur,
Tangerang Selatan. Metode penelitian menggunakan metode pra-eksperiment
dengan One Group Pre-Post Test Design. Teknik sampling yang digunakan
adalah purposive sampling dengan 22 responden. Instrumen yang digunakan
untuk menilai kecemasan adalah Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Data
hasil penelitian dianalisis dengan uji statistik yaitu uji Wilcoxon. Hasil penelitian
ini menunjukkan terdapat pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap
tingkat kecemasan wanita menopause dengan nilai (p=0,000). Hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi perawat untuk menjadikan terapi
tersebut sebagai salah satu intervensi mandiri keperawatan dalam membantu
meringankan kecemasan pada wanita menopause yang mengalami kecemasan.
Kata Kunci: wanita menopause, kecemasan, terapi musik klasik
Daftar Bacaan: 57 (2003-2016)
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
vi
LEMBAR PENGESAHAN
vii
LEMBAR PENGESAHAN
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Farhatun Hayati
Tempat, tanggal Lahir : Bogor, 6 Oktober 1994
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Perdana Ujung, No. 3, RT 01/01, Sukadamai,
Tanah Sareal, Kota Bogor, 16165
No. HP : 087784183686/ 081293208220
E-mail : [email protected]
Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program
Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. TK Nurul Rahmah Bogor 2000-2001
2. SD Negeri Sukadamai 3 Bogor 2001-2007
3. SMP Negeri 5 Bogor 2007-2010
4. MA Negeri 1 Garut 2010-2011
5. MA Negeri 2 Bogor 2012-2013
6. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2013-sekarang
ix
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat dan rahmat-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Berkat kuasa dan
kehendak Allah SWT, peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
penelitian: Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik terhadap Tingkat
Kecemasan pada Wanita Menopause di Wilayah Pisangan, Ciputat Timur,
Tangerang Selatan.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini banyak mengalami
kesulitan dan tantangan, namun berkat pertolonganMu Ya Allah, peneliti banyak
menerima bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan
ini peneliti menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan.
2. Maulina Handayani, S.Kp, M.Sc. selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ernawati, S.Kep, M.Kep, S.KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Kedua orang tua saya, Drs. H. Hawasi, M.Pd.I dan Munyati, S.Pd.I yang telah
memberi dukungan baik doa, psikis maupun materil.
x
5. Ns. Fuad Almubarok, M.Kep, Sp.K.M.B selaku dosen pembimbing 1 saya
yang senantiasa meluangkan waktu untuk memberi bimbingan, arahan,
semangat dan motivasi kepada saya dalam proses penyusunan proposal ini.
6. Ratna Pelawati, S.Kp, M. Biomed selaku dosen pembimbing 2 saya yang
telah meluangkan waktu untuk memberi bimbingan dan masukan kepada saya
dalam proses penyusunan proposal ini.
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Ilmu Keperawatan.
8. Segenap staff bidang akademik dan karyawan fakultas dan jurusan yang
sudah banyak membantu.
9. Seluruh teman-teman PSIK 2013 yang berjuang bersama dalam suka maupun
duka serta selalu memberikan dukungan selama proses penulisan skripsi ini
yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
10. Sahabat-sahabat semasa duduk di bangku kuliah (Karen, Alin, Mira, Yuni,
Nabilah, Sari, Lisnani, Hanna) yang selalu memberikan dukungan hingga saat
ini.
11. Sahabat-sahabat semasa SMA selama di MAN 1 Garut dan MAN 2 Bogor
yang tak lupa memberikan dukungan selama proses penyusunan proposal
skripsi ini.
Atas bantuan serta segala dukungan yang telah diberikan, semoga Allah
SWT senantiasa membalas dengan pahala yang berlimpah. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca. Semoga kita semua
senantiasa diberikan petunjuk, rahmat, dan hidayah yang tak terhingga oleh Allah
SWT.
xi
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ciputat, Juli 2017
Farhatun Hayati
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii
ABSTRACT ........................................................................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN .......................................................................... v
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... vi
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................... xvii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xviii
DAFTAR BAGAN............................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xx
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................... 9
xiii
1. Tujuan Umum ........................................................................................... 9
2. Tujuan Khusus ........................................................................................ 10
D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 10
E. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 12
A. Menopause ................................................................................................... 12
1. Pengertian ............................................................................................... 12
2. Fase Klimakterium .................................................................................. 13
3. Klasifikasi Menopause ............................................................................ 15
4. Perubahan Fisiologis Selama Menopause ............................................... 16
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Menopause ..................................... 21
6. Upaya yang Dilakukan Selama Masa Menopause .................................. 24
B. Kecemasan ................................................................................................... 25
1. Pengertian ............................................................................................... 25
2. Teori Kecemasan .................................................................................... 26
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan ..................................... 29
4. Respon Terhadap Kecemasan ................................................................. 32
5. Tingkat Kecemasan ................................................................................. 35
6. Terapi Kecemasan ................................................................................... 38
C. Terapi Musik ................................................................................................ 40
xiv
1. Pengertian ............................................................................................... 40
2. Manfaat Musik Sebagai Terapi ............................................................... 41
3. Jenis-jenis Musik Sebagai Terapi ........................................................... 42
4. Terapi Musik Klasik ............................................................................... 43
5. Durasi dan Volume Mendengarkan Musik ............................................. 45
6. Pengaruh Musik Sebagai Terapi ............................................................. 46
D. Penelitian Terkait ......................................................................................... 49
E. Kerangka Teori ............................................................................................ 52
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL .................. 53
A. Kerangka Konsep ........................................................................................ 53
B. Hipotesis ...................................................................................................... 54
C. Definisi Operasional .................................................................................... 56
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN .............................................................. 57
A. Desain Penelitian ......................................................................................... 57
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 58
1. Lokasi Penelitian ..................................................................................... 58
2. Waktu Penelitian ..................................................................................... 58
C. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................................... 58
1. Populasi Penelitian .................................................................................. 58
2. Besar Sampel Penelitian ......................................................................... 58
xv
3. Sampel Penelitian.................................................................................... 60
D. Instrumen Penelitian .................................................................................... 60
E. Prosedur Pengumpulan Data ....................................................................... 63
1. Prosedur Administrasi ............................................................................. 63
2. Prosedur Pelaksanaan.............................................................................. 63
F. Prosedur Pengolahan Data ........................................................................... 65
G. Teknik Analisis Data ................................................................................... 66
H. Etika Penelitian ............................................................................................ 67
BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................... 70
A. Analisis Univariat ........................................................................................ 70
1. Tingkat Kecemasan Sebelum Diberikan Terapi Musik Klasik............... 70
2. Tingkat Kecemasan Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik ............... 71
B. Analisis Bivariat .......................................................................................... 71
1. Uji Normalitas Shaphiro-Wilk ................................................................ 71
2. Perbedaan Rerata Skor Tingkat Kecemasan Wanita Menopause pada
Pretest dan Posttest ................................................................................. 72
BAB VI PEMBAHASAN ...................................................................................... 74
A. Pembahasan Hasil ........................................................................................ 74
1. Tingkat Kecemasan Sebelum Diberikan Terapi Musik Klasik terhadap
Responden ............................................................................................... 74
xvi
2. Tingkat Kecemasan Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik terhadap
Responden ............................................................................................... 77
3. Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik terhadap Tingkat Kecemasan
Responden ............................................................................................... 79
B. Keterbatasan Penelitian ............................................................................... 81
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 83
A. Kesimpulan .................................................................................................. 83
B. Saran ............................................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 85
LAMPIRAN .......................................................................................................... 92
xvii
DAFTAR SINGKATAN
ANA = American Nurses Association
Balitbang = Badan Penelitian dan Bangunan
FSH = Follicle Stimulating Hormone
HARS = Hamilton Anxiety Rating Scale
InfoDATIN = Info Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI
Lansia = Lanjut Usia
LH = Luteinizing Hormone
Posbindu = Pos Binaan Terpadu
Puskesmas = Pusat Kesehatan Masyarakat
SPSS = Statistical Product and Service Solution
Susenas = Survey Sosial Ekonomi Nasional
WHO = World Health Organization
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Respon Kecemasan Ringan ................................................................... 35
Tabel 2.2 Respon Kecemasan Sedang .................................................................. 36
Tabel 2.3 Respon Kecemasan Berat...................................................................... 37
Tabel 2.3 Respon Panik......................................................................................... 38
Tabel 3.1 Definisi Operasional ............................................................................. 56
Tabel 4.1 Rancangan Penelitian Eksperimen ........................................................ 57
Tabel 5.1 Tingkat Kecemasan Responden Sebelum Dilakukan Terapi Musik
Klasik ................................................................................................. 70
Tabel 5.2 Tingkat Kecemasan Responden Sesudah Dilakukan Terapi Musik
Klasik ................................................................................................. 71
Tabel 5.3 Uji Normalitas Shaphiro-Wilk ........................................................... 72
Tabel 5.4 Perbedaan Rerata Skor Tingkat Kecemasan Wanita Menopause pada
Pretest dan Posttest ............................................................................ 73
xix
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Kerangka Teori .................................................................................... 52
Bagan 3.1 Skema Kerangka Konsep ..................................................................... 54
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Studi Pendahuluan 1
Lampiran 2 Surat Izin Studi Pendahuluan 2
Lampiran 3 Surat Izin Studi Pendahuluan 3
Lampiran 4 Surat Izin Studi Pendahuluan 4
Lampiran 5 Surat Izin Penelitian
Lampiran 6 Informed Consent
Lampiran 7 Kuesioner Penelitian
Lampiran 8 Hasil Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menopause adalah suatu waktu dalam kehidupan seorang wanita ketika
berhenti haid atau menstruasi. Menopause terjadi karena adanya penurunan
fungsi ovarium dalam memproduksi hormon estrogen dan progesteron
dengan tetap terjadinya peningkatan Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan
Luteinizing Hormone (LH) (Jack-Ide, Emelifeonwu & Adika, 2014; Jafari,
Hadizadeh, Zabihi & Ganji, 2014). Hal ini biasanya terjadi secara alami
setelah usia 45 tahun (Jafari dkk, 2014). Ada juga yang menyatakan bahwa
rata-rata usia menopause adalah 51 tahun (dari 47-53 tahun) (Noroozi,
Dolatabadi, Eslami, Hassanzadeh & Davari, 2013).
Data yang diperoleh World Health Organization (WHO), pada tahun
2000, total populasi wanita yang mengalami menopause di seluruh dunia
mencapai 645 juta orang, pada tahun 2010 mencapai 894 juta orang dan
diperkirakan pada tahun 2030 mendatang akan mencapai 1,2 milyar orang.
Artinya, sebanyak 1,2 milyar perempuan akan memasuki usia 50 tahun dan
angka tersebut merupakan tiga kali lipat dari angka sensus tahun 1990
(Mulyani, 2013).
Data WHO (2010), menyatakan jumlah wanita menopause di Asia pada
tahun 2025 akan mencapai 373 juta jiwa. Data yang diperoleh Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia yang dikeluarkan tahun 2016, menyebutkan
2
bahwa berdasarkan data Susenas tahun 2014, jumlah Lansia di Indonesia
mencapai 20,24 juta jiwa atau sekitar 8,03% dari seluruh penduduk Indonesia.
Data tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan hasil
Sensus Penduduk tahun 2010 yaitu 18,1 juta jiwa atau 7,6% dari total jumlah
penduduk (Balitbang Kemenkes RI, 2016).
Data Badan Pusat Statistik Republik Indonesia tahun 2015,
menyebutkan bahwa hasil proyeksi penduduk Indonesia pada tahun 2010 –
2035, Indonesia akan memasuki periode lansia (ageing), dimana 10 %
penduduk pada tahun 2020 akan berusia 60 tahun ke atas dan akan terus
meningkat hingga mencapai 15,8 % pada tahun 2035. Bila dilihat berdasarkan
jenis kelamin, mayoritas penduduk lansia adalah perempuan yaitu 9,0 %
sedangkan laki-laki yaitu 8,0%. Hal ini menunjukkan bahwa harapan hidup
yang paling tinggi adalah perempuan (InfoDATIN, 2016). Secara demografi
terjadinya peningkatan kelompok lanjut usia akan menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang memerlukan penanganan khusus (Prawirohardjo, 2007).
Masalah kesehatan yang kemungkinan muncul saat menopause akan
mempengaruhi aspek psikologis terutama terhadap sikap seorang perempuan
dalam menjalankan kehidupannya saat menopause. Avis dkk (2004),
menyatakan bahwa sikap perempuan terhadap menopause dan penuaan akan
berdampak pada pencarian perilaku kesehatan, persepsi kualitas hidup dan
kehidupan seksual. Bagi banyak wanita, transisi menopause merupakan
masalah dalam periode kehidupannya dan sering dikaitkan dengan penurunan
kesejahteraan maupun sejumlah gejala (Jack-Ide dkk, 2014).
3
Wanita pada masa transisi menopause umumnya melaporkan beberapa
tanda dan gejala, seperti tanda gejala vasomotor yaitu rasa panas (hot flushes)
dan berkeringat di malam hari (night sweats), tanda gejala pada area vagina,
inkontinensia urin, gangguan tidur, disfungsi seksual, depresi, kecemasan,
suasana hati labil, kehilangan memori, kelelahan, sakit kepala, nyeri pada
tulang dan berat badan berlebih. Selain perubahan hormon, banyak faktor lain
seperti psikologis, faktor sosiologis dan gaya hidup yang mempengaruhi
bagaimana wanita memandang menopause mereka (Jack-Ide dkk, 2014).
Walaupun bukan penyakit, peristiwa ini mempunyai dampak dalam
kehidupan wanita terutama bagi wanita yang aktif, sehingga dirasakan
sebagai suatu gangguan atau masalah. Masalah-masalah yang timbul dari
perubahan psikis akan menimbulkan rasa cemas pada kebanyakan wanita
(Mulyani, 2013).
Kecemasan adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa tidak nyaman atau takut
atau mungkin memiliki firasat akan ditimpa malapetaka padahal ia tidak
mengerti mengapa emosi yang mengancam tersebut terjadi. Tidak ada obyek
yang dapat diidentifikasi sebagai stimulus ansietas (Videbeck, 2008).
Perubahan hormon seringkali menjadi akar penyebab kecemasan wanita saat
menopause. Perubahan hormon yang berupa penurunan hormon estrogen
memiliki efek pada regulasi suasana hati (mood) dan regulasi emosi di otak.
Para ahli mengetahui bahwa perubahan kadar estrogen memiliki efek
langsung pada serotonin, norepinephrine, dopamine dan melatonin yang
4
kesemuanya memiliki peran dalam regulasi emosi dan suasana hati (North
American Menopausal Society, 2016). Selain hormonal, kecemasan yang
timbul saat menopause sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran
dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan
(Sastrawinata, 2008).
Penelitian yang dilakukan oleh Bansal dkk (2015) yang berjudul
“Depression and anxiety among middle‑aged women: A community based
study”, menunjukkan bahwa 180 wanita berusia 40-60 tahun mengalami
depresi dan cemas yang masing-masing sebesar 86,7% dan 88,9%. Artinya,
sebesar 88,9% wanita berusia 40-60 tahun mengalami kecemasan. Penelitian
lain yang berjudul “Comparison of depression, anxiety, quality of life, vitality
and mental health between premenopausal and postmenopausal women”,
menunjukkan bahwa sebanyak 110 wanita postmenopause (45-55 tahun)
mengalami kecemasan sebesar 54,36% dan 108 wanita premenopause (35-45
tahun) mengalami kecemasan sebesar 44,68%. Artinya wanita postmenopause
mengalami kecemasan yang lebih tinggi persentasenya dibandingkan dengan
wanita premenopause (Jafari dkk, 2014).
Merespon kecemasan atau melakukan usaha koping umumnya
dilakukan dengan berbagai cara, namun dengan tujuan yang sama, yaitu
untuk mereduksi kecemasan agar dapat kembali ke dalam keadaan normal
dan seimbang (Analia & Moekroni, 2016). Tindakan keperawatan untuk
menangani kecemasan pasien yaitu dapat berupa tindakan mandiri oleh
perawat, contoh seperti teknik relaksasi dan distraksi. Salah satu teknik
5
distraksi yang digunakan untuk mengatasi kecemasan adalah dengan musik
klasik, karena distraksi merupakan tindakan untuk mengalihkan perhatian
seperti mendengarkan musik klasik (Potter & Perry, 2010).
Musik memiliki kekuatan yang luar biasa yang berdampak bagi
kejiwaan. Musik dapat membantu seseorang menjadi lebih rileks, mengurangi
stress, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa sedih,
membuat jadi gembira, dan membantu serta melepaskan rasa sakit atau nyeri.
Musik yang didengarkan secara intensif dapat memberikan kekuatan penuh,
dalam arti untuk merefleksikan emosi diri, penerangan jiwa dan ekspresi.
Musik dapat memperlambat dan mempercepat gelombang listrik yang
terdapat di otak sehingga dapat merubah kerja sistem tubuh (Djohan, 2009).
Pada dasarnya semua jenis musik sebenarnya dapat digunakan dalam
usaha menurunkan tingkat kecemasan (Campbell, 2006). Ada beberapa jenis
musik yang dapat diterapkan sebagai intervensi untuk mengurangi
kecemasan, antara lain MusiCure, musik klasik Mozart, musik klasik
Vivaldi’s Four Seasons, musik klasik yang diputar bersamaan dengan suara
alam (suara laut, hujan, dan suara air) serta musik klasik lain yang telah
banyak diteliti oleh para peneliti (Analia & Moekroni, 2016; Heijden, Araghi,
Dijk, Jeekel & Hunink, 2015; Mohammadi, Ajorpaz, Torabi, Mirsane &
Moradi, 2014; Trappe, 2012). Namun, seringkali dianjurkan untuk memilih
musik dengan tempo sekitar 60 ketukan/ menit sehingga didapatkan keadaan
istirahat yang optimal (Campbell, 2006).
6
Musik yang paling bermanfaat bagi kesehatan seorang pasien yaitu
jenis musik klasik. Telah terbukti bahwa musik yang disusun oleh Bach,
Mozart, dan komposer Italia lainnya adalah yang paling efektif dalam
memberikan efek distraksi pada pasien (Trappe, 2012). Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Muhammad Luqman Prihananda & Arina
Maliya (2011) yang berjudul “Effect of classical music therapy on the anxiety
level of hemodialysis patients at the PKU Muhammadiyah Hospital of
Surakarta”, menunjukkan adanya pengaruh pemberian terapi musik klasik
terhadap tingkat kecemasan pada pasien hemodialisa di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta. Pemilihan musik klasik didasarkan pada
keyakinan banyak ahli bahwa irama dan tempo kebanyakan musik klasik
mengikuti kecepatan denyut jantung manusia yaitu sekitar 60 detak/ menit
(Campbell, 2006). Pasien yang paling banyak menerima manfaat dari terapi
musik klasik antara lain pasien dengan kecemasan, sindrom depresi,
gangguan kardiovaskular dan mereka yang menderita gangguan nyeri, stress
atau gangguan tidur (Trappe, 2012).
Musik klasik yang didengarkan seseorang akan masuk telinga dalam
bentuk suara (audio), menggetarkan gendang telinga, mengguncangkan cairan
di telinga dalam serta menggetarkan sel-sel rambut di dalam koklea untuk
selanjutnya melalui saraf koklearis menuju otak dan menciptakan imajinasi di
otak kanan dan otak kiri yang akan memberikan dampak berupa kenyamanan
dan perubahan perasaan seseorang. Perubahan perasaan diakibatkan karena
musik klasik dapat menjangkau wilayah kiri korteks serebri (Mindlin, 2009).
7
Setelah itu, jaras dilanjutkan ke hipokampus dan diteruskan ke amigdala yang
merupakan area perilaku kesadaran yang bekerja pada tingkat bawah sadar,
sinyal kemudian diteruskan ke hipotalamus (Ganong, 2005). Hipotalamus
akan mengaktifkan hormon endorfin dan hormon serotonin. Perubahan
tingkat serotonin menjadi hormon melatonin memiliki efek regulasi terhadap
relaksasi tubuh sehingga dapat memperbaiki suasana hati (mood), baik itu
menciptakan suasana tenang, rileks, aman, maupun menyenangkan, sehingga
mampu membuat pasien merasa nyaman (Djohan, 2006 & Murtisari dkk,
2014).
Terdapat beberapa jenis musik klasik yang dipopulerkan oleh Mozart.
Salah satu jenis musik klasik karya Mozart yang paling menarik beberapa
kalangan baik dokter maupun ilmuwan dibandingkan dengan komposer
lainnya yaitu jenis sonata for Two Pianos in D Major, K. 448. Penelitian
yang dilakukan oleh Dastgheib dkk (2014) yang berjudul “The effects of
Mozart’s music on interictal activity in epileptic patients: Systematic review
and meta-analysis of the literature”, menunjukkan bahwa dengan
mendengarkan musik klasik karya Mozart khususnya sonata for Two Pianos
in D Major, K. 448 dapat memberikan efek terapeutik untuk pasien yang
menderita epilepsy.
Studi pendahuluan yang dilakukan di wilayah Pisangan, Ciputat Timur,
Tangerang Selatan didapatkan populasi pra lansia (45-59 tahun) sebesar 147
orang. Sebanyak delapan orang wanita yang sudah memasuki masa
menopause menunjukkan bahwa empat orang wanita mengalami kecemasan
8
ringan, tiga orang wanita mengalami kecemasan sedang dan satu orang
wanita tidak mengalami kecemasan. Mayoritas mekanisme koping yang
digunakan untuk mengurangi rasa cemas hanya sebatas beristirahat dengan
tidak melakukan aktifitas apapun. Dari itulah peneliti tertarik untuk meneliti
“Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik terhadap Tingkat
Kecemasan pada Wanita Menopause di Wilayah Pisangan, Ciputat
Timur, Tangerang Selatan”.
B. Rumusan Masalah
Menopause merupakan peristiwa alamiah dan normal yang terjadi pada
setiap perempuan. Tanda dan gejala yang muncul saat menopause
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti perubahan hormon, faktor
psikologis, faktor sosiologis serta gaya hidup. Perubahan hormon yang berupa
penurunan hormon estrogen seringkali menjadi penyebab utama yang
menyebabkan wanita mudah mengalami stress maupun depresi. Perubahan-
perubahan yang muncul, baik dari segi fisik maupun emosi (psikologis) dapat
mengganggu kehidupan sehari-hari seorang wanita sehingga hal tersebut
dapat menimbulkan kecemasan bagi wanita dalam menghadapi menopause.
Ketika merasa cemas, seseorang tidak boleh larut dalam kecemasan,
diperlukan mekanisme koping yang baik agar tidak berdampak lebih buruk
bagi kesehatan. Salah satu teknik koping yang selama ini terbukti efektif
mengatasi kecemasan yaitu teknik distraksi dengan mengalihkan fokus
perhatian ke stimulus yang lain, seperti mendengarkan musik (terapi musik).
9
Dalam berbagai penelitian terkait dengan terapi musik, salah satu jenis musik
yang mempunyai pengaruh dalam menurunkan tingkat kecemasan yaitu
musik klasik. Terapi musik klasik yang digunakan merupakan musik karya
Mozart. Musik karya Mozart merupakan musik klasik yang memiliki nada
lembut sehingga mampu menurunkan tingkat kecemasan seseorang dan jenis
Mozart yang didengarkan yaitu sonata for Two Pianos in D Major, K. 448
karena dapat memberikan efek terapeutik bagi pendengarnya.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di wilayah Pisangan, Ciputat
Timur, Tangerang Selatan didapatkan populasi pra lansia (45-59 tahun)
sebesar 147 orang. Sebanyak delapan orang wanita yang sudah memasuki
masa menopause menunjukkan bahwa empat orang wanita mengalami
kecemasan ringan, tiga orang wanita mengalami kecemasan sedang dan satu
orang wanita tidak mengalami kecemasan. Mayoritas mekanisme koping
yang digunakan untuk mengurangi rasa cemas hanya sebatas beristirahat
dengan tidak melakukan aktifitas apapun. Dari itulah peneliti tertarik untuk
meneliti “Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik terhadap Tingkat
Kecemasan pada Wanita Menopause di Wilayah Pisangan, Ciputat Timur,
Tangerang Selatan”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi
musik klasik terhadap tingkat kecemasan pada wanita menopause.
10
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu:
a. Diketahui tingkat kecemasan wanita menopause sebelum diberikan
terapi musik klasik.
b. Diketahui tingkat kecemasan wanita menopause setelah diberikan
terapi musik klasik.
c. Diketahui pengaruh pemberian terapi musik klasik dalam menurunkan
tingkat kecemasan wanita saat menopause.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memperkaya ilmu
keperawatan dan menjadi tambahan literatur serta informasi untuk
perkembangan ilmu keperawatan, khususnya keperawatan maternitas dalam
memberikan intervensi bagi wanita menopause yang mengalami kecemasan.
Tidak hanya dalam bidang keperawatan, diharapkan penelitian ini dapat
menjadi pedoman bagi masyarakat untuk dapat mengurangi rasa cemas saat
menopause sehingga tetap dapat menjalankan aktifitas sehari-hari dengan
baik. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat
menjadi evidence based practice dalam upaya menurunkan rasa cemas pada
wanita yang mengalami menopause.
11
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang
Selatan. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pra-eksperiment
dengan rancangan One Group Pre-Post Test Design. Sampel dalam penelitian
ini yaitu wanita yang sudah memasuki masa menopause yang diperoleh
melalui teknik purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan
kuesioner pengukur kecemasan dan alat pemutar musik berupa MP3 dengan
menggunakan earphone.
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Menopause
1. Pengertian
Menopause berasal dari bahasa Yunani, yaitu men yang berarti
bulan dan peuseis berarti “penghentian sementara” yang digunakan untuk
menggambarkan berhentinya haid (Andira, 2010). Dalam pandangan
medis, menopause adalah suatu waktu dalam kehidupan seorang wanita
ketika berhenti haid atau menstruasi. Hal ini biasanya terjadi secara alami
setelah usia 45 tahun (Jafari dkk, 2014). Ada juga yang menyatakan
bahwa rata-rata usia menopause adalah 51 tahun (dari 47-53 tahun)
(Noroozi dkk, 2013).
Siklus menstruasi dikontrol oleh dua hormon yang diproduksi oleh
kelenjar hipofisis yang ada di otak yaitu Follicle Stimulating Hormone
(FSH) dan Luteinizing Hormon (LH). Saat perempuan berada pada masa
menjelang menopause, FSH dan LH tetap diproduksi oleh kelenjar
hipofisis secara normal (Andira, 2010). Menopause terjadi karena adanya
penurunan fungsi kedua ovarium yang memproduksi estrogen dan
progesteron dalam merespon FSH dan LH. Akibatnya estrogen dan
progesteron yang diproduksi juga semakin berkurang sehingga tidak bisa
mempertahankan siklus menstruasi (Andira, 2010; Jack-Ide dkk, 2014;
Jafari dkk, 2014). Masa menopause ini tidak bisa serta merta diketahui,
13
tetapi biasanya akan diketahui setelah setahun atau 12 bulan berlalu
(Andira, 2010).
2. Fase Klimakterium
Klimakterium merupakan masa peralihan antara masa reproduksi
dan masa senium. Bagian klimakterium sebelum menopause disebut
pramenopause dan bagian sesudah menopause disebut
pascamenonopause. Klimakterium bukan suatu keadaan patologik,
melainkan suatu masa peralihan yang normal (Sastrawinata, 2004).
Menurut Prawirohardjo (2007), fase klimakterium terbagi dalam empat
fase:
a. Pramenopause
Fase pramenopause yaitu masa 4-5 tahun sebelum menopause,
sekitar usia 40 tahun dan merupakan fase dimulainya klimakterik.
Fase ini ditandai dengan siklus haid yang tidak teratur, memanjang
dan jumlah darah haid yang relatif banyak, kadang-kadang disertai
rasa nyeri. Pada wanita tertentu telah muncul keluhan vasomotorik
atau keluhan sindroma prahaid (Prawirohardjo, 2007; Sastrawinata,
2004).
Berdasarkan hasil analisis hormonal dapat ditemukan kadar
FSH dan estrogen yang tinggi atau normal. Kadar FSH yang tinggi
dapat mengakibatkan terjadinya stimulasi ovarium yang berlebihan
sehingga kadang-kadang dijumpai kadar estrogen yang sangat tinggi.
14
Keluhan yang muncul pada fase pramenopause ini ternyata dapat
terjadi baik pada keadaan sistem hormon yang normal maupun
tinggi, hingga kini belum diketahui (Sastrawinata, 2004).
b. Perimenopause
Fase perimenopause merupakan fase peralihan antara
pramenopause dan pascamenopause. Fase ini ditandai dengan siklus
haid yang tidak teratur. Pada kebanyakan wanita, siklus haidnya >38
hari, dan sisanya <18 hari. Sebanyak 40% wanita siklus haidnya
anovulatorik. Pada sebagian wanita telah muncul keluhan
vasomotorik atau keluhan sindroma prahaid Meskipun terjadi
ovulasi, kadar progesterone tetap rendah. Sedangkan kadar FSH, LH,
dan estrogen bervariasi (Prawirohardjo, 2007; Sastrawinata, 2004).
c. Menopause
Setelah memasuki usia menopause selalu ditemukan kadar
FSH yang tinggi (>35 mIU/ml). Pada awal menopause kadang-
kadang kadar estrogen rendah. Pada wanita gemuk, kadar estrogen
biasanya tinggi. Bila seorang wanita tidak haid selama 12 bulan dan
dijumpai kadar FSH >35 mIU/ml dan kadar estradiol <30 pg/ml,
maka wanita tersebut dapat dikatakan telah mengalami menopause
(Sastrawinata, 2004).
d. Pascamenopause
Fase pascamenopause adalah masa setelah menopause sampai
senium yang dimulai setelah 12 bulan amenorea. Kadar FSH dan LH
15
sangat tinggi (>35 mIU/ml) dan kadar estradiol yang rendah (<30
pg/ml) mengakibatkan endometrium menjadi atropi sehingga haid
tidak mungkin terjadi lagi (Baziad, 2008; Sastrawinata, 2004).
Namun, pada wanita yang gemuk masih dapat ditemukan kadar
estradiol yang tinggi. Hampir semua wanita pasca menopause
umumnya telah mengalami berbagai macam keluhan yang
diakibatkan oleh rendahnya kadar estrogen (Sastrawinata, 2004).
3. Klasifikasi Menopause
Berdasarkan proses terjadinya, menopause dibedakan menjadi
menopause alamiah (natural) dan buatan (artifisial). Menopause alami
umumnya terjadi pada usia diakhir 40 tahun atau diawal 50 tahun yang
dilalui secara bertahap selama beberapa tahun. Sedangkan menopause
buatan yaitu menopause yang terjadi akibat proses medis seperti
pembedahan atau penyinaran. Menopause akibat pembedahan terjadi
akibat histerektomi dan ooforektomi bilateral. Pengangkatan ovarium
dilakukan sebagai tindakan preventif terhadap karsinoma ovarium
(Sastrawinata, 2008).
Menopause juga dapat dibedakan berdasarkan kelainan jadwal
menopause, yang terdiri dari menopause yang terjadi terlalu dini
(menopause premature) dan menopause yang terlambat.
16
a. Menopause prematur
Menopause prematur yaitu menopause yang terjadi sebelum
usia 40 tahun dan dapat disebut juga dengan menopause dini.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan menopause prematur ialah
herediter, gangguan gizi yang cukup berat, penyakit-penyakit
menahun, dan penyakit-penyakit yang merusak jaringan kedua
ovarium (Sastrawinata, 2008). Selain itu juga bisa disebabkan
karena polusi lingkungan seperti gas kendaraan bermotor, asap
rokok, asap limbah industri (radikal bebas) (Kumalaningsih, 2008).
b. Menopause terlambat
Batas usia menopause umumnya yaitu 52 tahun, apabila
seorang perempuan masih mendapat menstruasi di atas usia 52
tahun disebut menopause terlambat, maka hal ini perlu
diindikasikan untuk penyelidikan lebih lanjut. Penyebab yang dapat
dihubungkan dengan menopause terlambat ialah konstitusional,
fibromioma uteri, dan tumor ovarium yang menghasilkan estrogen
(Sastrawinata, 2008).
4. Perubahan Fisiologis Selama Menopause
Wanita pada masa transisi menopause umumnya melaporkan
beberapa tanda dan gejala, seperti tanda gejala vasomotor yaitu rasa
panas (hot flushes) dan berkeringat di malam hari (night sweats), tanda
gejala pada area vagina, inkontinensia urin, gangguan tidur, disfungsi
17
seksual, depresi, kecemasan, suasana hati labil, kehilangan memori,
kelelahan, sakit kepala, nyeri pada tulang dan berat badan berlebih.
Selain perubahan hormon, banyak faktor lain seperti psikologis, faktor
sosiologis dan gaya hidup yang mempengaruhi bagaimana wanita
memandang menopause mereka (Jack-Ide dkk, 2014).
Menurut Sastrawinata (2008), perempuan yang akan memasuki
masa menopause akan mengalami beberapa perubahan dalam dirinya,
diantaranya yaitu:
a. Perubahan sistem saluran kemih dan organ genital (urogenital)
Estrogen memegang kendali atas sistem saluran kemih dan
organ genital dalam tubuh, dan ketika kadar estrogen mulai turun
yang mengarah pada menopause, mengakibatkan perubahan-
perubahan yang perlu diperhatikan. Estrogen dibutuhkan oleh kulit
dan jaringan pendukung dalam vulva (bagian luar organ genital
wanita) agar tetap kuat dan elastis. Ketika hanya terdapat sedikit
estrogen, area kulit di daerah tersebut menjadi tipis dan vulva dapat
kehilangan keelastisitasannya.
Estrogen juga meningkatkan produksi mukus dalam vagina
oleh kelenjar mucus. Berkurangnya produksi mukus setelah
menopause menyebabkan vagina mengalami kekeringan. Hal ini,
ditambah dengan rentannya kulit di sekitar vulva dan vagina,
menyebabkan rasa perih selama dan sesudah berhubungan seksual.
Selain itu, estrogen sangat berperan dalam mengendalikan kondisi
18
sistem urogenital, yaitu berfungsi mengatur pH agar tidak terlalu
tinggi sehingga memastikan bahwa pH tetap dalam kondisi sedikit
asam agar tetap terlindung dari infeksi. Setelah menopause, mungkin
berisiko tinggi terhadap infeksi tersebut
Otot dan sendi yang menopang rahim dan kandung kemih
sangat sensitif terhadap estrogen. Saat estrogen menurun, otot dan
sendi melemah, dan rahim mulai prolaps (turun menuju ke vagina).
Turunnya kadar estrogen juga dapat melemahkan otot dasar panggul
(pelvic floor), yang menopang kandung kemih dan uretra, sehingga
sulit untuk menahan keluarnya urin dari kandung kemih
(inkontinensia). Namun demikian, terdapat beberapa faktor yang
juga mempengaruhi inkontinensia, seperti kehamilan, konstipasi, dan
pembedahan (Spencer & Brown, 2007).
b. Perubahan hormon
Adanya penurunan fungsi ovarium menyebabkan
berkurangnya kemampuan ovarium untuk menjawab rangsangan
gonadotropin. Keadaan ini akan mengakibatkan terganggunya
interaksi hipotalamus-hipofisis. Pertama-tama akan terjadi kegagalan
fungsi korpus luteum. Kemudian, produksi steroid ovarium menurun
menyebabkan berkurangnya reaksi umpan balik terhadap
hipotalamus. Keadaan ini akan meningkatkan produksi FSH dan LH.
Dari kedua gonadotropin ini, yang paling mencolok adalah adanya
peningkatan FSH (Sastrawinata, 2008).
19
c. Perubahan vasomotorik
Perubahan ini dapat muncul sebagai gejolak panas (hot
flushes), keringat banyak, rasa kedinginan, sakit kepala, desing
dalam telinga, perubahan tekanan darah, berdebar-debar, susah
bernafas, jari-jari atrofi dan gangguan usus. Gejolak panas (hot
flushes) biasanya timbul pada saat darah menstruasi mulai berkurang
dan berlangsung sampai menstruasi benar-benar berhenti. Gejolak
panas ini disertai oleh rasa menggelitik disekitar jari-jari kaki
maupun tangan serta pada kepala, atau bahkan timbul secara
menyeluruh (Baziad, 2003; Sastrawinata, 2008).
Simptom vasomotor mempengaruhi sampai pada 75% wanita
perimenopause. Simptom ini berakhir satu sampai dua tahun setelah
menopause pada kebanyakan wanita, tetapi dapat juga berlanjut
sampai sepuluh tahun atau lebih pada beberapa lainnya. Gejolak
panas (hot flushes) merupakan alasan utama wanita untuk mencari
pertolongan dan mendapatkan terapi hormon (Shifren & Schiff,
2007).
Keluhan awal yang muncul dapat berupa rasa panas secara
tiba-tiba disertai dengan keringat banyak. Pertama kali muncul pada
malam hari atau menjelang pagi dan lambat laun akan dirasakan
pada siang hari. Penyebabnya yaitu karena kadar estrogen mulai
menurun dan penurunan ini tidak sampai mencapai kadar yang
rendah (Baziad, 2003).
20
d. Perubahan emosi
Perubahan emosi menjelang menopause muncul dalam bentuk
mudah tersinggung, kecemasan, depresi, kelelahan, semangat
berkurang dan susah tidur. Wanita lebih mudah tersinggung dan
marah terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak
mengganggu. Hal ini mungkin disebabkan dengan datangnya
menopause maka wanita menjadi sangat menyadari proses mana
yang sedang berlangsung dalam dirinya (Baziad, 2003).
Perubahan hormon seringkali menjadi akar penyebab
kecemasan wanita saat menopause. Fluktuasi hormon terutama
hormon estrogen memiliki efek pada regulasi suasana hati (mood)
dan regulasi emosi di otak. Para ahli mengetahui bahwa perubahan
kadar estrogen memiliki efek langsung pada serotonin,
norepinephrine, dopamine dan melatonin. Karena semua
neurotransmitter tersebut memiliki peran integral dalam regulasi
emosi dan suasana hati (mood). Gangguan yang disebabkan oleh
fluktuasi estrogen dapat menyebabkan kecemasan pada wanita
menopause (North American Menopausal Society, 2016). Selain
hormonal, kecemasan yang timbul saat menopause sering
dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi
yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan (Sastrawinata, 2008).
Wanita yang mengalami depresi sering merasa sedih karena
kehilangan kemampuan untuk bereproduksi, sedih karena kehilangan
21
kesempatan untuk memiliki anak dan sedih karena kehilangan daya
tarik. Wanita merasa tertekan karena kehilangan perannya sebagai
wanita dan harus menghadapi masa tuanya. Selain itu, insomnia
(sulit tidur) juga lazim terjadi pada waktu menopause, tetapi hal ini
mungkin ada kaitannya dengan rasa tegang akibat berkeringat malam
hari atau terbangun di tengah malam karena perlu pergi ke kamar
mandi sehingga sulit untuk tidur kembali. Selain itu, kesulitan tidur
juga dapat disebabkan karena rendahnya kadar serotonin yang
dipengaruhi oleh kadar endorfin dalam tubuh (Baziad, 2003;
Proverawati, 2010).
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Menopause
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi setiap perempuan
yang memasuki fase menopause. Faktor genetik kemungkinan berperan
terhadap usia menopause. Faktor-faktornya yaitu :
a. Usia menarche
Menarche adalah usia pertama kali menstruasi dalam rentang
usia 10-16 tahun atau pada masa awal remaja di tengah masa
pubertas sebelum memasuki masa reproduksi. Beberapa penelitian
menemukan terdapat hubungan antara umur pertama mendapat haid
pertama dengan umur sewaktu memasuki menopause. Semakin
muda/ dini menarche terjadi, makin lambat menopause timbul.
Sebaliknya, makin lambat menarche terjadi, makin cepat menopause
22
timbul (Prawirohardjo, 2007; Proverawati, 2010). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Rohmatika, Sumarni, & Prabandari
(2012), menunjukkan bahwa ada pengaruh usia menarche yaitu
sebesar 13,9% (kategori lemah) terhadap usia menopause pada
wanita menopause dan sisanya 86,1% dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain.
b. Faktor psikis
Perubahan-perubahan psikologis maupun fisik berhubungan
dengan kadar estrogen, gejala yang menonjol adalah berkurangnya
tenaga dan gairah, berkurangnya konsentrasi dan kemampuan
akademik, timbulnya perubahan emosi seperti mudah tersinggung,
susah tidur, rasa kekurangan, rasa sepi, ketakutan, keganasan, tidak
sabar. Perubahan psikis ini berbeda-beda tergantung dari
kemampuan setiap wanita untuk menyesuaikan diri (Proverawati,
2010).
c. Jumlah anak (paritas)
Sejauh ini, belum ditemukan hubungan antara jumlah anak
dengan menopause, namun ada peneliti yang menemukan bahwa
semakin sering melahirkan maka semakin tua atau lama memasuki
usia menopause. Sedangkan wanita yang belum pernah melahirkan
sama sekali (nullipara) lebih awal memasuki menopause
dibandingkan wanita yang telah melahirkan lebih dari satu kali
23
(multipara) yang akan mengalami menopause lebih lambat (Baziad,
2003).
d. Usia melahirkan
Semakin tua seseorang melahirkan anak, maka semakin tua ia
mulai memasuki usia menopause. Hal ini terjadi karena kehamilan
dan persalinan akan memperlambat sistem kerja organ reproduksi
bahkan memperlambat proses penuaan (Baziad, 2003).
e. Pemakaian alat kontrasepsi
Pada wanita usia perimenopause haid tidak berhenti selama
wanita tersebut memakai kontrasepsi jenis hormonal. Perdarahan
terus terjadi selama wanita masih menggunakan pil kontrasepsi
secara siklik dan wanita itu tidak mengalami keluhan klimakterium.
Untuk menentukan diagnosis menopause, pil kontrasepsi harus
segera dihentikan. Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi ini
akan lebih lama memasuki usia menopause (Baziad, 2003).
f. Merokok
Perilaku hidup sehat sangat berperan penting dalam
pencegahan sindrom premenopause, misalnya tidak merokok,
menghindari kopi, alkohol dan makanan pedas. Merokok dapat
mempercepa terjadinya sindrom premenopause karena wanita yang
merokok mempunyai kadar estrogen yang lebih rendah daripada
wanita yang tidak merokok (Proverawati, 2010).
24
6. Upaya yang Dilakukan Selama Masa Menopause
Tidak semua wanita yang mengalami menopause membutuhkan
pengobatan medis untuk mengatasi gejala-gejala yang muncul akibat
perubahan hormon. Pada umumnya, ada dua alasan utama individu
berhak mendapatkan pengobatan, yaitu: 1) Individu mengalami
ketidaknyamanan tingkat menengah atau tinggi dari gejala-gejala
menopause, misal: pengobatan untuk mengurangi efek akibat hot flushes
bisa diberikan dalam jangka pendek, dan 2) Individu dianggap berisiko
mengalami komplikasi seperti osteoporosis, misalnya karena adanya
riwayat keluarga atau masalah kesehatan sebelumnya, atau karena
menopause dini (Spencer & Brown, 2007).
Berikut ini upaya-upaya yang dilakukan agar tubuh dapat
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang timbul saat menopause:
a. Menjaga pola makan yang teratur dengan gizi yang seimbang dan
tidak berlebihan.
b. Menjaga asupan vitamin, kalsium, dan mineral yang cukup. Kalsium
sangat baik untuk kekuatan tulang sehubungan dengan meningkatnya
risiko terkena osteoporosis saat menopause yang dapat
mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Vitamin D diperlukan untuk
kesehatan tulang dan gigi dan membantuk tubuh menyerap kalsium
dari makanan. Selain itu, vitamin E bersama dengan antioksidan lain
dalam makanan juga dibutuhkan karena dapat mengatasi hot flushes
dan berkeringat di malam hari.
25
c. Olahraga teratur sesuai kemampuan fisik, seperti jalan kaki, jogging,
olahraga dengan menggunakan beban yang ringan.
d. Menghentikan kebiasaan buruk seperti merokok atau mengkonsumsi
alkohol.
e. Berkonsultasi dengan dokter jika menderita penyakit tertentu, supaya
mendapat pengobatan yang tepat dan aman serta apabila ingin
menggunakan terapi hormon, supaya mendapatkan dosis yang sesuai
kebutuhan. Terapi hormon yang paling sering digunakan untuk
menghilangkan gejala-gejala menopause dan mengurangi risiko
masalah kesehatan di masa depan adalah terapi sulih hormon
(hormone replacement therapy, HRT). Namun, ada beberapa risiko
yang menyertai pengobatan HRT ini, khususnya jika digunakan
untuk jangka waktu yang lama (lebih dari 5 tahun), seperti kanker
payudara, masalah penyumbatan pembuluh darah misalnya stroke,
dan penyakit jantung koroner (Spencer & Brown, 2007).
B. Kecemasan
1. Pengertian
Cemas dalam bahasa latin “anxius” dan dalam bahasa Jerman
“angst” kemudian menjadi “anxiety” yang berarti kecemasan, merupakan
suatu kata yang dipergunakan oleh Freud untuk menggambarkan suatu
efek negatif dan keterangsangan. Kecemasan adalah kekhawatiran yang
tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan
26
tidak berdaya dan keadaan emosi ini tidak memiliki obyek yang spesifik
(Stuart & Sundeen, 2007).
Pengertian lain tentang kecemasan adalah perasaan takut yang tidak
jelas dan tidak didukung oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu
merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan
ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang
mengancam tersebut terjadi. Tidak ada obyek yang dapat diidentifikasi
sebagai stimulus ansietas (Videbeck, 2008). Sedangkan menurut
Nursalam (2011), cemas adalah emosi dan merupakan pengalaman
subjektif individual yang dikomunikasikan secara interpersonal,
mempunyai kekuatan tersendiri dan sulit untuk diobservasi secara
langsung.
2. Teori Kecemasan
Menurut Stuart & Sundeen (2007), ada beberapa teori yang telah
dikembangkan untuk menjelaskan terjadinya kecemasan, antara lain:
a. Faktor Predisposisi
Teori yang dikembangkan untuk menjelaskan penyebab ansietas
adalah:
1) Teori Psikoanalitik
Menurut Freud (1969), kecemasan dilihat sebagai konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian: id dan
superego. Id merupakan dorongan insting dan impuls primitive
27
seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya. Ego dan
Aku, berfungsi menengahi tuntunan dari dua elemen yang
bertentangan, dan fungsi cemas adalah meningkatkan ego bahwa
terdapat bahaya.
2) Teori Interpersonal
Sullivan (1953) tidak setuju dengan Freud. Menurutnya,
kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya
penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan
berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan
dan kehilangan, yang menimbulkan kelemahan fisik. Individu
dengan harga diri rendah rentan mengalami kecemasan yang
sangat berat.
3) Teori Perilaku
Berdasarkan teori behaviour (perilaku), kecemasan
merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Pakar perilaku menganggap kecemasan
sebagai suatu dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan
dari dalam untuk menghindari kepedihan.
4) Teori Keluarga
Intensitas cemas yang dialami individu mungkin
memiliki dasar genetik. Orang tua yang memiliki gangguan
28
cemas tampaknya memiliki risiko tinggi untuk memiliki anak
dengan gangguan cemas. Kajian keluarga menunjukkan bahwa
gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam
suatu keluarga.
5) Teori Perspektif Biologi
Kajian biologi menunjukkan bahwa otak mengandung
reseptor khusus untuk Benzodiazepines. Reseptor ini mungkin
membantu mengatur kecemasan. Penghambat asam
aminobutirik-gamma neroregulator (GABA) dan endorphin juga
memainkan peran utama dalam mekanisme biologis yang
berhubungan dengan kecemasan.
b. Faktor Presipitasi
Stressor pencetus kecemasan mungkin berasal dari sumber internal
atau eksternal yang dapat dikelompokkan dalam dua kategori:
1) Ancaman terhadap integritas fisik
Ancaman terhadap integritas diri seseorang meliputi
ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan
dasar dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari yang terdiri
dari sumber eksternal dan internal. Sumber eksternal
diantaranya adalah terpapar oleh virus dan infeksi bakteri, polusi
lingkungan, risiko keamanan, perumahan yang tidak memadai,
makanan, pakaian, dan trauma. Sumber internal terdiri dari
kegagalan tubuh atau pusat pengatur suhu. Pada masa
29
menopause terjadi penurunan fungsi fisiologis dari beberapa
organ tubuh akibat penurunan hormon estrogen. Hal ini dapat
menyebabkan gangguan fungsi beberapa organ tubuh yang
merupakan ancaman terhadap integritas fisik seseorang (Stuart
& Sundeen, 2007).
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang
Ancaman terhadap sistem diri meliputi ancaman
terhadap identitas diri, harga diri dan hubungan interpersonal,
kehilangan serta perubahan status atau peran. Ancaman ini
terdiri dari dua sumber, yaitu eksternal dan internal. Sumber
eksternal diantaranya adalah kehilangan seseorang yang berarti
karena kematian, perceraian, perubahan status pekerjaan,
dilemma etik, tekanan dari kelompok sosial budaya. Sumber
internal terdiri dari kesulitan dalam hubungan interpersonal dan
asumsi terhadap peran baru. Pada masa menopause, terjadi
perubahan-perubahan bentuk tubuh, seperti kulit menjadi kering
dan keriput, obesitas, penurunan fungsi seksual, inkontinensia
urin, yang mengakibatkan perubahan terhadap gambaran diri
seseorang (Stuart & Sundeen, 2007).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan
Menurut Stuart & Sundeen (2007), ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kecemasan seseorang, antara lain:
30
a. Usia
Usia mempengaruhi psikologis seseorang, semakin tinggi usia
semakin baik tingkat kematangan emosi seseorang serta kemampaun
dalam menghadapi berbagai persoalan.
b. Nilai budaya dan spiritual
Budaya dan spiritual mempengaruhi cara pemikiran seseorang.
Religiusitas yang tinggi menjadikan seseorang berpandangan positif
atas masalah yang dihadapi.
c. Pendidikan
Tingkat pendidikan rendah pada individu akan menyebabkan orang
tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan individu
akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir. Semakin tinggi
tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan
menangkap informasi baru termasuk dalam menyelesaikan masalah
yang baru.
d. Keadaan fisik
Individu yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, penyakit
badan, operasi, cacat badan lebih mudah mengalami stress. Selain itu
orang yang mengalami kelelahan fisik juga akan lebih mudah
mengalami stress.
31
e. Respon koping
Mekanisme koping digunakan seseorang saat mengalami kecemasan.
Ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif sebagai
penyebab terjadinya perilaku patologis.
f. Dukungan sosial
Dukungan sosial dan lingkungan sebagai sumber koping, dimana
kehadiran orang lain dapat membantu seseorang mengurangi
kecemasan dan lingkungan mempengaruhi area berfikir seseorang.
g. Tahap perkembangan
Pada tahap perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas
stressor yang berbeda sehingga resiko terjadinya stress pada tiap
perkembangan berbeda atau pada tingkat perkembangan individu
membentuk kemampuan adaptasi yang semakin baik terhadap
stressor.
h. Pengalaman masa lalu
Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan seseorang
dalam menghadapi stressor yang sama.
i. Pengetahuan
Ketidaktahuan dapat menyebabkan kecemasan dan pengetahuan
dapat digunakan untuk mengatasi masalah.
32
4. Respon Terhadap Kecemasan
Respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas
menimbulkan aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dalam
mekanisme pertahanan diri. Serabut saraf simpatis “mengaktifkan”
tanda-tanda vital pada setiap tanda bahaya untuk mempersiapkan
pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal melepas adrenalin (epinefrin), yang
menyebabkan tubuh mengambil lebih banyak oksigen, dilatasi pupil, dan
meningkatkan tekanan arteri serta frekuensi jantung sambil membuat
konstriksi pembuluh darah perifer dan memirau darah dari sistem
gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan glikogenolisis
menjadi glukosa bebas guna menyokong jantung, otot, dan sistem saraf
pusat. Ketika bahaya telah berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik
proses ini dan mengembalikan tubuh ke kondisi normal sampai tanda
ancaman berikutnya mengaktifkan kembali respon simpatis (Videbeck,
2008).
Menurut Stuart & Sundeen (2007), respon terhadap kecemasan
dapat meliputi respon fisiologis, perilaku, kognitif, dan afektif yaitu:
a. Respon fisiologis
Respon kecemasan terhadap sistem kardiovaskular (jantung
dan pembuluh darah) adalah takikardia (denyut jantung cepat),
jantung berdebar-debar, nyeri dada, rasa lesu/lemas seperti mau
pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun. Respon
kecemasan terhadap sistem pernapasan adalah merasa nafas
33
pendek/sesak napas, terengah-engah, rasa tertekan di dada, sensasi
tercekik, sering menarik nafas panjang. Respon kecemasan terhadap
sistem neuromuskular adalah reflek meningkat, reaksi terkejut,
insomnia, tremor, rigiditas, gelisah, mondar-mandir, wajah tegang,
kelemahan umum, tungkai lemah, gerakan yang janggal.
Respon kecemasan terhadap sistem gastrointestinal adalah
kehilangan nafsu makan, menolak makan, sulit menelan, rasa tidak
nyaman pada abdomen, rasa penuh atau kembung, mual, muntah,
buang air besar lembek, sukar buang air besar (konstipasi). Respon
kecemasan terhadap sistem perkemihan (urogenital) adalah tidak
dapat menahan kencing, sering berkemih, tidak datang bulan (tidak
ada haid), masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan,
menjadi dingin (frigid), ejakulasi dini. Respon kecemasan terhadap
kulit adalah wajah kemerahan, berkeringat setempat (telapak
tangan), gatal, rasa panas dan dingin pada kulit, wajah pucat,
berkeringat seluruh tubuh
b. Respon perilaku
Respon kecemasan terhadap perilaku adalah gelisah,
ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat, kurang
koordinasi, cenderung mengalami cedera, menarik diri dari
hubungan interpersonal, inhibisi, melarikan diri dari masalah,
menhindar, hiperventilasi dan sangat waspada.
34
c. Respon kognitif
Respon kecemasan terhadap kognitif adalah perhatian
terganggu, konsentrasi buruk, pelupa, salah dalam memberikan
penilaian, preokupasi, hambatan berpikir, lapang persepsi menurun,
kreativitas menurun, produktivitas menurun, bingung, sangat
waspada, kesadaran diri, kehilangan objektivitas, takut kehilangan
kendali, takut pada gambaran visual, takut cedera atau kematian,
kilas balik, mimpi buruk.
d. Respon afektif
Respon kecemasan pada afektif adalah mudah terganggu, tidak
sabar, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, kengerian,
kekhawatiran, kecemasan, mati rasa, rasa bersalah dan malu.
Menurut Suliswati (2005), respon afektif klien akan
mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan
sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.
Untuk mengurangi perasaan tidak nyaman, individu mencoba
mengurangi tingkat ketidaknyamanan tersebut dengan melakukan
perilaku adaptif yang baru atau mekanisme pertahanan. Perilaku adaptif
dapat menjadi hal yang positif dan membantu individu beradaptasi dan
belajar, misalnya: menggunakan teknik imajinasi untuk memfokuskan
kembali perhatian pada pemandangan yang indah, relaksasi tubuh secara
berurutan dari kepala sampai jari kaki, dan pernafasan yang lambat dan
teratur untuk mengurangi ketegangan otot dan tanda-tanda vital. Respon
35
negatif terhadap ansietas dapat menimbulkan perilaku maladaptif, seperti
sakit kepala akibat ketegangan, sindrom nyeri, dan respons terkait stres
yang menimbulkan efisiensi imun (Videbeck, 2008).
5. Tingkat Kecemasan
Menurut Peplau dalam Videbeck (2008), ada empat tingkat
kecemasan yang dialami oleh individu yaitu ringan, sedang, berat dan
panik yaitu:
a. Kecemasan Ringan
Adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang berbeda dan
membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori meningkat dan
membantu individu memfokuskan perhatian untuk belajar,
menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan, dan
melindungi diri sendiri. Menurut Videbeck (2008), respon dari
kecemasan ringan adalah sebagai berikut:
1Tabel 2.1
Respon Kecemasan Ringan
Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional
- Ketegangan otot
ringan
- Sadar akan
lingkungan
- Rileks atau
sedikit gelisah
- Penuh perhatian
- Rajin
- Lapang persepsi luas
- Terlihat tenang, percaya
diri
- Perasaan gagal sedikit
- Waspada dan
memperhatikan banyak
hal
- Mempertimbangkan
informasi
- Tingkat pembelajaran
optimal
- Perilaku otomatis
- Sedikit tidak sadar
- Aktivitas
menyendiri
- Terstimulasi
- Tenang
(Sumber: Videbeck, 2008)
36
b. Kecemasan Sedang
Merupakan perasaan yang mengganggu bahwa ada sesuatu
yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau agitasi.
Menurut Videbeck (2008), respon dari kecemasan sedang adalah
sebagai berikut:
2Tabel 2.2
Respon Kecemasan Sedang
Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional
- Ketegangan otot
sedang
- Tanda-tanda vital
meningkat
- Pupil dilatasi, mulai
berkeringat
- Sering mondar-mandir,
memukul tangan
- Suara berubah:
bergetar, nada suara
tinggi
- Kewaspadaan dan
ketegangan meningkat
- Sering berkemih, sakit
kepala, pola tidur
berubah, nyeri
punggung
- Lapang persepsi
menurun
- Tidak perhatian
secara selektif
- Fokus terhadap
stimulus meningkat
- Rentang perhatian
menurun
- Penyelesaian masalah
menurun
- Pembelajaran terjadi
dengan
memfokuskan
- Tidak nyaman
- Mudah tersinggung
- Kepercayaan diri
goyah
- Tidak sabar
- Gembira
(Sumber: Videbeck, 2008)
c. Kecemasan Berat
Pada tingkat ini, ada sesuatu yang berbeda dan ada ancaman,
memperlihatkan respon takut dan distress. Menurut Videbeck
(2008), respon dari kecemasan sedang adalah sebagai berikut:
37
3Tabel 2.3
Respon Kecemasan Berat
Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional
- Ketegangan otot berat
- Hiperventilasi
- Kontak mata buruk
- Pengeluaran keringat
berlebih
- Bicara cepat, nada
suara tinggi
- Tindakan tanpa tujuan
dan serampangan
- Rahang menegang,
menggeretakkan gigi
- Mondar-mandir,
berteriak
- Meremas tangan,
gemetar
- Lapang persepsi
sempit atau terbatas
- Proses berpikir
terpecah-pecah
- Sulit berpikir
- Penyelesaian masalah
buruk
- Tidak mampu
mempertimbangkan
informasi
- Hanya memerhatikan
ancaman
- Preokupasi dengan
pikiran sendiri
- Egosentris
- Sangat cemas
- Agitasi
- Takut
- Bingung
- Merasa tidak
adekuat
- Menarik diri
- Penyangkalan
- Ingin bebas
(Sumber: Videbeck, 2008)
d. Panik
Panik merupakan kondisi dimana individu kehilangan kendali
dan detail perhatian hilang, karena hilangnya kontrol, maka tidak
mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Panik
berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan terror. Rincian
terpecah dari proporsinya. Individu yang mengalami panic tidak
mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan, hal itu
dikarenakan individu tersebut mengalami kehilangan kendali, terjadi
peningkatan aktifitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan
kehilangan pemikiran yang rasional. Menurut Videbeck (2008),
respon dari kecemasan sedang adalah sebagai berikut:
38
4Tabel 2.3
Respon Panik
Respon Fisik Respon Kognitif Respon Emosional
- Flight, fight, atau
freeze
- Ketegangan otot
sangat berat
- Agitasi motorik kasar
- Pupil dilatasi
- Tanda-tanda vital
meningkat kemudian
menurun
- Tidak dapat tidur
- Hormon stress dan
neurotransmitter
berkurang
- Wajah menyeringai,
mulut ternganga
- Lapang persepsi
sangat sempit
- Pikiran tidak logis,
terganggu
- Kepribadian kacau
- Tidak dapat
menyelesaikan
masalah
- Fokus pada pikiran
sendiri
- Tidak rasional
- Sulit memahami
stimulus eksternal
- Halusinasi, waham,
ilusi mungkin terjadi
- Merasa terbebani
- Merasa tidak
mampu, tidak
berdaya
- Lepas kendali
- Mengamuk, putus
asa
- Marah, sangat takut
- Mengharapkan hasil
yang buruk
- Kaget, takut
- Lelah
(Sumber: Videbeck, 2008)
6. Terapi Kecemasan
Intervensi yang dapat diberikan pada pasien yang mengalami
kecemasan dapat dikelompokkan menjadi terapi farmakologi dan non
farmakologi, yaitu:
a. Terapi Farmakologi
Terapi untuk mengurangi kecemasan antara lain yaitu
benzodiazepine, obat ini digunakan untuk jangka pendek dan tidak
dianjurkan untuk jangka panjang karena pengobatan ini
menyebabkan toleransi dan ketergantungan. Obat anti kecemasan
nonbenzodiazepine seperti buspiron (buspar) dan berbagai
antidepresan juga digunakan (Isaacs, 2005).
39
b. Terapi Nonfarmakologi
1) Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan
kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain
sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami.
Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan
endorphin yang bisa menghambat stimulus cemas yang
mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan
ke otak (Potter & Perry, 2010).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Analia &
Moekroni (2016), salah satu teknik koping yang selama ini
terbukti efektif mengatasi kecemasan yaitu teknik distraksi dan
relaksasi. Teknik distraksi merupakan pengalihan fokus
perhatian ke stimulus yang lain. Salah satu teknik yang efektif
yaitu seperti mendengarkan musik (terapi musik). Musik dapat
membantu seseorang menjadi lebih rileks, mengurangi stress,
menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa sedih,
membuat jadi gembira, dan membantu serta melepaskan rasa
sakit.
2) Relaksasi
Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi,
meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi otot
40
progresif yakni teknik relaksasi otot dalam yang tidak
memerlukan imajinasi, ketekunan, atau sugesti (Isaacs, 2005).
C. Terapi Musik
1. Pengertian
Terapi musik terdiri dari dua kata, yaitu “terapi” dan “musik”. Kata
“terapi” berkaitan dengan serangkaian upaya yang dirancang untuk
membantu atau menolong orang. Sedangkan kata “musik” dalam “terapi
musik” digunakan untuk menjelaskan media yang digunakan secara
khusus dalam rangkaian terapi (Campbell, 2006). Djohan (2009) dalam
bukunya Psikologi Musik, mendefinisikan terapi musik sebagai sebuah
aktivitas terapeutik yang menggunakan musik sebagai media untuk
memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik, dan kesehatan
emosi. Hal ini disebabkan karena musik memiliki beberapa kelebihan,
yaitu musik memberikan rasa nyaman, menenangkan, membuat rileks,
berstruktur dan universal (Murtisari, Ismonah & Supriyadi, 2014).
Wigram (2002) dalam Djohan (2006) mendefinisikan terapi musik
adalah penggunaan musik dalam lingkup pendidikan dan sosial bagi klien
atau pasien yang membutuhkan pengobatan, pendidikan atau intervensi
pada aspek sosial dan psikologis. Berdasarkan beberapa pengertian
diatas, dapat disimpulkan bahwa terapi musik adalah bentuk terapi yang
menggunakan musik sebagai media dalam memberikan intervensi bagi
41
klien untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik,
dan kesehatan emosi (aspek psikologis).
2. Manfaat Musik Sebagai Terapi
Terapi musik dapat memberikan banyak manfaat untuk membantu
klien yang mengalami masalah. Seorang terapis musik akan
menggunakan musik dan aktivitas musik untuk memfasilitasi proses
terapi dalam membantu kliennya. Dengan bantuan musik, pikiran klien
dibiarkan untuk mengembara, baik untuk mengenang hal-hal yang
membahagiakan, membayangkan ketakutan-ketakutan yang dirasakan,
mengangankan hal-hal yang diimpikan atau langsung mencoba
menguraikan permasalahan yang dihadapi (Djohan, 2006).
Terapi musik dirancang dengan pengenalan yang mendalam
terhadap keadaan dan permasalahan klien, sehingga akan berbeda untuk
setiap orang. Ada klien yang lebih sesuai menggunakan model terapi
musik tertentu, ada pula yang terbantu dengan model yang lain. Setiap
terapi musik juga akan berbeda maknanya untuk orang yang berbeda.
Namun, setiap terapi musik mempunyai tujuan yang sama, yaitu
membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi fisik,
memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi,
meningkatkan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk
berinteraksi dan membangun kedekatan emosional. Dengan demikian,
terapi musik juga dapat membantu mengatasi stress, mencegah penyakit,
42
dan meringankan rasa sakit atau nyeri (Djohan, 2006). Musik juga
dianggap menjadi terapi yang bersifat non-invasif, murah dan berguna
sebagai intervensi untuk mengurangi rasa sakit, kecemasan dan untuk
meningkatkan relaksasi (Heijden dkk, 2015).
3. Jenis-jenis Musik Sebagai Terapi
Pada dasarnya semua jenis musik sebenarnya dapat digunakan
dalam usaha menurunkan tingkat kecemasan (Campbell, 2006). Ada
beberapa jenis musik yang dapat diterapkan sebagai intervensi untuk
mengurangi kecemasan, antara lain MusiCure, musik klasik Mozart,
musik klasik Vivaldi’s Four Seasons, musik klasik yang diputar
bersamaan dengan suara alam/ nature sounds (suara laut, hujan, dan
suara air), serta musik klasik yang telah banyak diteliti oleh para peneliti
(Analia & Moekroni, 2016; Heijden dkk, 2015; Mohammadi dkk, 2014;
Trappe, 2012).
Menurut pakar terapi musik, tubuh manusia memiliki pola getar
dasar. Kemudian vibrasi musik yang terkait erat dengan frekuensi dasar
tubuh atau pola getar dasar memiliki efek penyembuhan yang sangat
hebat pada seluruh tubuh, pikiran, dan jiwa manusia yang menimbulkan
perubahan emosi, organ, hormon, enzim, sel-sel dan atom (Kozier, Erb,
Berman, & Snyder, 2010). Frekuensi mengacu pada tinggi dan rendahnya
nada serta tinggi rendahnya kualitas suara yang diukur dalam Hertz, yaitu
jumlah daur per detik dimana gelombang bergetar. Manusia memiliki
43
batasan untuk tinggi rendahnya frekuensi yang bisa diterima oleh korteks
auditori (Chiang, 2012; Nilsson, 2009; Wigram, 2002).
Bunyi dengan frekuensi tinggi (3000-8000 Hz atau lebih) lazimnya
bergetar di otak dan mempengaruhi fungsi kognitif seperti berfikir,
persepsi spasial dan memori. Bunyi dengan frekuensi sedang 750-3000
Hz cenderung merangsang kerja jantung, paru dan emosional.
Sedangkan, bunyi dengan frekuensi rendah 125-750 Hz akan
mempengaruhi gerakan-gerakan fisik (Campbell, 2006).
Karakteristik musik yang bersifat terapi adalah musik yang
nondramatis, dinamikanya bisa diprediksi, memiliki nada yang lembut,
harmonis dan tidak berlirik, dengan tempo 60-80 bpm (beat per minute).
Musik yang bersifat sebaliknya adalah musik yang menimbulkan
ketegangan, tempo yang cepat, irama yang keras, ritme yang irregular,
tidak harmonis, atau dibunyikan dengan volume keras tidak akan
menimbulkan efek terapi. Efek yang timbul adalah meningkatkan denyut
nadi, tekanan darah, laju pernafasan, dan meningkatkan stress (Nilsson,
2009).
4. Terapi Musik Klasik
Musik yang paling bermanfaat bagi kesehatan seorang pasien yaitu
jenis musik klasik. Telah terbukti bahwa musik yang disusun oleh Bach,
Mozart, dan komposer Italia adalah yang paling efektif dalam
memberikan efek distraksi pada pasien (Trappe, 2012). Terapi musik
44
klasik adalah usaha untuk meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan
rangsangan nada atau suara yang mengandung irama, lagu, dan
keharmonisan yang merupakan suatu karya sastra zaman kuno yang
bernilai tinggi yang terdiri dari melode, ritme, harmoni, bentuk dan gaya
yang diorganisir sedemikian rupa sehingga tercipta musik yang
bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental. Musik klasik juga
mempunyai kategori frekuensi alfa dan theta 5000-8000 Hz (Murtisari
dkk, 2014).
Dalam pemilihan jenis musik, dianjurkan memilih musik dengan
tempo sekitar 60 ketukan/ menit sehingga didapatkan keadaan istirahat
yang optimal. Musik klasik sering menjadi acuan karena berirama tenang
dan mengalun lembut. Pemilihan musik klasik lebih didasarkan pada
keyakinan banyak ahli bahwa irama dan tempo kebanyakan musik klasik
mengikuti kecepatan denyut jantung manusia yaitu sekitar 60 detik/
menit. Getaran musik klasik senada dengan getaran saraf otak, sehingga
bisa merangsang saraf otak untuk berayun dan bergetar (Campbell,
2006). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Muhammad
Luqman Prihananda & Arina Maliya (2011) yang berjudul “Effect of
classical music therapy on the anxiety level of hemodialysis patients at
the PKU Muhammadiyah Hospital of Surakarta”, menunjukkan adanya
pengaruh pemberian terapi musik klasik terhadap tingkat kecemasan
pada pasien hemodialisa di RS PKU Muhammadiyah Surakarta.
45
Salah satu musik klasik yang bermakna medis yaitu musik karya
Mozart. Musik karya Mozart merupakan musik klasik yang memiliki
nada lembut. Nada-nada tersebut menstimulasi gelombang alfa yang
memberikan efek ketenangan, kenyamanan, ketentraman dan memberi
energi untuk menutupi, mengalihkan perhatian dan melepaskan
ketegangan maupun rasa sakit (Analia & Moekroni, 2016). Hampir
semua karya Mozart memiliki nada-nada dengan frekuensi tinggi,
rentang nada luas dan tempo yang dinamis (Murtisari dkk, 2014).
Salah satu jenis musik klasik karya Mozart yang paling menarik
beberapa kalangan baik dokter maupun ilmuwan dibandingkan dengan
komposer lainnya yaitu yang berjudul sonata for Two Pianos in D Major,
K. 448. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dastgheib
dkk (2014), menyatakan bahwa mendengarkan musik Mozart khususnya
sonata for Two Pianos in D Major, K. 448 dapat memberikan efek
terapeutik untuk pasien yang menderita epilepsy.
5. Durasi dan Volume Mendengarkan Musik
Terapi musik dapat dilakukan di rumah, disaat santai dan dimana
saja, jaraknya sekitar setengah meter (50 cm) dari tape dapat juga
menggunakan walkman. Usahakan suara (volume) tidak terlalu keras
atau lemah (Satidarma, 2004). Nilsson (2009) dan Chiang (2012)
menyarankan menggunakan earphone, karena bantalan earphone bisa
46
diganti untuk mencegah penularan bakteri dari telinga pasien yang satu
ke pasien yang lainnya.
Durasi pemberian terapi musik selama 10-15 menit dapat
memberikan efek relaksasi, pemberian terapi musik selama 15-20 menit
memberikan efek stimulasi sedangkan untuk memberikan efek terapi,
musik dapat diberikan selama 30 menit. Musik harus didengarkan
minimal 15 menit supaya mendapatkan efek terapeutik (Potter & Perry,
2005). Satuan volume untuk mendengarkan getaran suara adalah decibel
(dB). Staum dan Broton (2000) meneliti bahwa volume yang bisa
menimbulkan efek terapeutik adalah 40-60 dB.
6. Pengaruh Musik Sebagai Terapi
Terapi musik berdampak positif untuk mengatasi cemas dan stress
karena dapat mengaktifkan sel-sel pada sistem limbik dan saraf otonom
klien. Musik merupakan getaran udara harmonis yang ditangkap oleh
organ pendengaran melalui saraf di dalam tubuh kita, serta disampaikan
ke susunan sarah pusat (Atwater, 2009; Djohan, 2006). Otak manusia
terbagi ke dalam dua hemisfer, yaitu hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer
kanan sudah diidentifikasi menjadi bagian yang berperan dalam
mengapresiasi musik dan hemisfer kiri pada kebanyakan orang dapat
memproses atau mengubah frekuensi dan intensitas, baik dalam musik
maupun kata-kata. Keduanya, baik hemisfer kiri maupun kanan sama-
sama diperlukan untuk mempersepsikan ritme. Bagian frontal otak, selain
47
berfungsi sebagai memori juga berperan dalam ritme dan melodi
sedangkan bagian otak yang lain berurusan dengan emosi dan
kesenangan. Musik Mozart dan musik barok, dengan tempo 60 detik/
menit dapat mengaktivasi hemisfer kiri dan kanan (Trappe, 2012).
Saat seseorang mendengarkan musik klasik, maka harmonisasi
dalam musik klasik yang indah akan masuk telinga dalam bentuk suara
(audio), menggetarkan gendang telinga, mengguncangkan cairan di
telinga dalam serta menggetarkan sel-sel rambut di dalam koklea untuk
selanjutnya melalui saraf koklearis menuju otak dan menciptakan
imajinasi di otak kanan dan otak kiri yang akan memberikan dampak
berupa kenyamanan dan perubahan perasaan. Perubahan perasaan ini
diakibatkan karena musik klasik dapat menjangkau wilayah kiri korteks
serebri (Mindlin, 2009).
Jaras pendengaran kemudian dilanjutkan ke hipokampus dan
meneruskan sinyal musik ke amigdala yang merupakan area perilaku
kesadaran yang bekerja pada tingkat bawah sadar, sinyal kemudian
diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus merupakan area pengaturan
sebagian fungsi vegetatif dan fungsi endokrin tubuh seperti halnya
banyak aspek perilaku emosional. Jaras pendengaran diteruskan ke
formation retikularis sebagai penyalur impuls menuju serat otonom. Serat
saraf tersebut mempunyai dua sistem saraf, yaitu saraf simpatis dan para
simpatis. Kedua saraf ini dapat mempengaruhi kontraksi dan relaksasi
48
organ-organ. Relaksasi dapat merangsang pusat rasa ganjaran sehingga
timbul ketenangan (Ganong, 2005).
Gelombang suara musik yang dihantar ke otak berupa energi listrik
akan membangkitkan gelombang otak yang dibedakan atas frekuensi
alfa, beta, tetha, dan delta. Gelombang alfa membangkitkan relaksasi,
beta terkait dengan aktivitas mental, gelombang tetha dikaitkan dengan
situasi stress, depresi dan upaya kreativitas. Sedangkan gelombang delta
dikaitkan dengan situasi mengantuk. Suara musik yang didengar dapat
mempengaruhi frekuensi gelombang otak sesuai dengan jenis musik
(Atwater, 2009; Djohan, 2006).
Musik klasik yang mempunyai kategori frekuensi alfa dan tetha
5000-8000 Hz dapat merangsang tubuh dan pikiran menjadi rileks
sehingga merangsang otak menghasilkan hormon serotonin dan
endorphin yang menyebabkan tubuh menjadi rileks dan membuat detak
jantung menjadi stabil (Murtisari dkk, 2014). Serotonin merupakan zat
kimia yang mentransmisikan impuls saraf di seluruh ruang antara sel-sel
saraf atau neuron dan memiliki peran dalam mencegah kecemasan,
muntah, dan migrain. Perubahan tingkat serotonin menjadi hormon
melatonin memiliki efek regulasi terhadap relaksasi tubuh sehingga dapat
memperbaiki suasana hati (mood), baik itu menciptakan suasana tenang,
rileks, aman, maupun menyenangkan, sehingga mampu membuat pasien
merasa nyaman (Djohan, 2006).
49
D. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan oleh Bansal dkk (2015) yang berjudul
Depression and anxiety among middle-aged women: A community-based
study. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif
dengan rancangan cross-sectional. Pada penelitian ini besar sampel
seluruhnya sebanyak 180 orang dengan rentang usia 40-60 tahun dan
teknik pengambilan sampelnya menggunakan proportionate sampling
technique. Pengukuran depresi dan kecemasan masing-masing
menggunakan Zung-self-rating depression dan Zung-self-rating anxiety
masing-masing terdiri dari 20 pertanyaan. Hasilnya menunjukkan bahwa
dari 180 wanita berusia 40-60 tahun yang mengalami depresi dan cemas,
masing-masing sebesar 86,7% dan 88,9%. Artinya, sebesar 88,9% wanita
berusia 40-60 tahun mengalami kecemasan.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Mahadewi & Purnawati (2015) yang
berjudul Hubungan antara dukungan suami dan pengetahuan ibu terhadap
tingkat kecemasan pada menopause di Desa Sidemen Kecamatan
Sidemen Kabupaten Karangasem. Metode penelitian yang digunakan
adalah cross sectional analitik dengan pemilihan sampel secara simple
random sampling dengan besar sampel sebanyak 115 orang. Pengukuran
variabel bebas yaitu dukungan suami dan tingkat pengetahuan diukur
dengan instrument kuesioner. Hasil statistik mengenai karakteristik
sampel didapatkan hasil bahwa tingkat kecemasan yang paling tinggi
yaitu tingkat kecemasan sedang (n=97) yaitu sebesar 84,3%. Hasil
50
keseluruhan penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna, signifikan dan berbanding terbalik antara dukungan suami
terhadap proporsi kecemasan pada menopause dengan nilai p = 0.000 dan
tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat
kecemasan saat mengalami menopause dengan nilai p = 0.501.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Simbolon (2015) yang berjudul Pengaruh
terapi musik terhadap tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di ruang
rawat bedah Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2015. Metode
penelitian yang digunakan adalah eksperimental design dengan
rancangan one-group pre-post test design. Teknik pengambilan
sampelnya menggunakan purposive sampling technique dengan besar
sampel sebanyak 20 orang. Pengukuran kecemasan menggunakan
kuesioner tingkat kecemasan. Hasilnya menunjukkan bahwa sebelum
dilakukan intervensi, 65% mengalami kecemasan berat, 35% mengalami
kecemasan sedang. Setelah dilakukan intervensi, hasilnya menunjukkan
bahwa sebesar 90% mengalami kecemasan sedang dan 10% mengalami
kecemasan ringan. Uji statistik menggunakan uji Wilcoxon sign rank test
diperoleh p = 0.000 (p < 0.05), artinya terdapat pengaruh yang bermakna
antara terapi musik terhadap perubahan tingkat kecemasan pada pasien
pre operasi di ruang rawat bedah Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan
tahun 2015.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Prihananda, Muhammad Luqman &
Maliya, Alina Kartinah (2011) yang berjudul Effect of classical music
51
therapy on the anxiety level of hemodialysis patients at the PKU
Muhammadiyah Hospital of Surakarta. Metode penelitian yang
digunakan adalah quasi eksperimen dengan rancangan nonequivalent
control group design. Pada penelitian ini teknik pengambilan sampelnya
menggunakan accidental sampling dengan besar sampel sebanyak 30
orang (n = 15 orang kelompok kontrol dan n = 15 orang kelompok
perlakuan) menggunakan rumus baku dari Taro Yamane. Instrumen
penelitian dengan menggunakan kuesioner HRS-A (Hamilton Rating
Scale Anxiety). Uji statistik menggunakan uji independent t-test dan uji
paired t-test. Berdasarkan uji paired t-test, diperoleh hasil pre test
perlakuan > post test perlakuan. Hal ini menunjukkan adanya penurunan
kecemasan setelah diberikan musik klasik. Sedangkan pada kelompok
kontrol, diperoleh data pre test < post test. Hal ini menunjukkan
kecemasan terdapat kenaikan. Pengujian dengan independent t-test
didapatkan Thitung = -5.956 dengan p value = 0.000, dengan syarat p value
< 0.05, maka terdapat perbedaan antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan. Dari dua pengujian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
Ho ditolak, maka terdapat pengaruh pemberian terapi musik klasik
terhadap tingkat kecemasan pada pasien hemodialisa di RS PKU
Muhammadiyah Surakarta.
52
E. Kerangka Teori
agan 1Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Baziad (2003), Djohan (2006), Ganong (2005), Isaacs (2005), North
American Menopausal Society (2016), Potter & Perry (2010), Sastrawinata (2008),
Shifren & Schiff (2007), Stuart & Sundeen (2007), Videbeck (2008
Rentang Respon
Kecemasan:
- Kecemasan ringan
- Kecemasan sedang
- Kecemasan berat
- Panik
(Videbeck, 2008)
Intervensi untuk mengurangi kecemasan
Non farmakologi
Relaksasi
Farmakologi
Distraksi
Terapi musik klasik
Musik karya Mozart
Musik menggetarkan gendang
telinga
Menggetarkan sel-sel rambut dalam
koklea
Mengguncangkan cairan telinga dalam
Kekhawatiran/
Kecemasan
(North
American
Menopausal
Society, 2016)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan:
- Usia, nilai budaya dan spiritual, pendidikan, keadaan fisik, respon koping, dukungan
sosial, tahap perkembangan, pengalaman masa lalu dan pengetahuan (Stuart &
Sundeen, 2007)
Mekanisme
musik
mengurangi
cemas
Menciptakan imajinasi di otak kanan
dan kiri
Hipokampus
Amigdala
Menjangkau wilayah kiri korteks serebri
Hipotalamus
+ hormon endorfin & hormon serotonin
Rileks, tenang,aman, menyenangkan
Mengurangi kecemasan
Perubahan
pada serotonin,
norepinephrine,
dopamine dan
melatonin
(North
American
Menopausal
Society, 2016)
Fluktuasi
hormon
estrogen
(North
American
Menopausal
Society, 2016;
Sastrawinata,
2008)
53
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Konsep adalah suatu diagram sederhana yang menunjukkan variabel dan
hubungan antar variabel (Dahlan, 2008). Menurut Nursalam (2008), konsep
adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan
membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar variabel (baik
variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti). Sedangkan kerangka konsep
yaitu konsep yang dipakai sebagai landasan berfikir dalam kegiatan ilmu
yang akan membantu peneliti menghubungkan hasil penemuan dengan teori.
Kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yang
menggambarkan ada tidaknya pengaruh terapi musik dalam menurunkan
kecemasan pada wanita menopause, yaitu:
1. Variabel bebas (independent variable) adalah terapi musik klasik.
2. Variabel terikat (dependent variable) adalah kecemasan pada wanita
menopause yang diukur dengan kuesioner tingkat kecemasan.
3. Variabel perancu (confounding variable) meliputi usia, nilai budaya dan
spiritual, pendidikan, keadaan fisik, respon koping, dukungan sosial,
tahap perkembangan, pengalaman masa lalu dan pengetahuan.
54
Keterangan:
Variabel independen
Variabel dependen
Variabel perancu (confounding)
B. Hipotesis
Hipotesis berasal dari bahasa Yunani, yaitu hupo dan thesis. Hupo
berarti lemah, kurang, atau di bawah dan thesis berarti teori, proporsi.
Ataupun pernyataan yang disajikan sebagai bukti. Jadi, hipotesis dapat
diartikan sebagai dugaan yang sifatnya masih sementara (Harianti, 2012),
maka hipotesis penelitian ini adalah:
Terapi musik klasik Tingkat kecemasan pada
wanita menopause
- Usia - Dukungan sosial
- Nilai budaya dan spiritual - Tahap perkembangan
- Pendidikan - Pengalaman masa lalu
- Keadaan fisik - Pengetahuan
- Respon koping
Bagan 2Bagan 3.1 Skema Kerangka Konsep
55
1. Hipotesis negatif (H0) : tidak terdapat pengaruh pemberian terapi
musik klasik terhadap tingkat kecemasan pada wanita menopause di
wilayah Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan, dan
2. hipotesis positif (Ha) : terdapat pengaruh pemberian terapi musik
klasik terhadap tingkat kecemasan pada wanita menopause di wilayah
Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan.
56
C. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
1. Variabel
independen: Terapi
musik klasik
Mozart jenis sonata
for Two Pianos in
D Major, K. 448
Pemberian intervensi terapi
musik klasik melalui
earphone kepada wanita
menopause yang mengalami
kecemasan dengan
memperdengarkan musik
klasik karya Mozart yang
telah ditentukan peneliti
sebagai musik untuk terapi,
yang ada di dalam MP3
peneliti. Waktu untuk
mendengarkan musik selama
15 menit.
MP3 dengan
earphone
Observasi/ pengamatan
yang dilakukan peneliti
Semua responden
mendengarkan terapi musik
klasik Mozart
-
2. Variabel dependen:
Tingkat kecemasan
Perasaan takut yang tidak
jelas, terbagi dalam beberapa
tingkatan yang masing-masing
tingkatan menunjukkan gejala
yang berbeda-beda.
Kuesioner Pre-
post test
Pengisian kuesioner
Hamilton Anxiety Rating
Scale (HARS), yang
terdiri atas 14 kelompok
gejala, masing-masing
kelompok gejala diberi
penilaian antara 0-4
(Videbeck, 2008).
1. Skor < 14 = tidak ada
kecemasan
2. Skor 14-20 =
kecemasan ringan
3. Skor 21-27 =
kecemasan sedang
4. Skor 28-41 =
kecemasan berat
5. Skor 42-56 = panik
(Videbeck, 2008)
Cat: yang diambil sebagai
responden hanya skor
kecemasan ringan dan skor
kecemasan sedang.
Interval
5Tabel 3.1 Definisi Operasional
57
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan studi
desain pra-eksperiment, karena desain ini belum merupakan eksperimen
sungguh-sungguh (Nursalam, 2008). Desain pra-eksperiment merupakan
desain penelitian yang tidak memiliki kelompok pembanding (kontrol) namun
sudah dilakukan observasi pertama (pre test) yang memungkinkan peneliti
dapat menguji perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen (Setiadi,
2007). Peneliti menggunakan pendekatan one group pre post test design,
yaitu mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan satu
kelompok subjek. Kelompok subjek diobservasi sebelum dilakukan
intervensi, kemudian diobservasi lagi setelah intervensi (Nursalam, 2008).
Subjek Pre test Perlakuan Post test
K O I O1
6Tabel 4.1 Rancangan Penelitian Eksperimen
Keterangan:
K : Subjek wanita menopause
O : Observasi tingkat kecemasan sebelum terapi musik klasik
I : Intervensi (terapi musik klasik)
O1 : Observasi tingkat kecemasan sesudah terapi musik klasik
58
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada tanggal 12 April - 10 Mei 2017.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Menurut Sugiono dalam Hidayat (2007), populasi adalah subjek
atau objek yang mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan untuk
dipelajari dalam suatu penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah
wanita yang sudah memasuki masa menopause di wilayah kerja
Puskesmas Pisangan. Berdasarkan data Posbindu yang ada di Puskesmas
Pisangan, jumlah pra lansia (45-59 tahun) yang ada di wilayah Pisangan
berjumlah 147 orang.
2. Besar Sampel Penelitian
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007).
Besar sampel pada penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus uji
hipotesis beda 2 mean berpasangan dengan rumus sebagai berikut
Dharma 2011):
n ═ 2σ2 (𝑧1−∝ +𝑧1 − 𝛽)2
(𝜇1 − 𝜇2)2
59
Keterangan:
n : Jumlah sampel
𝜎 : Standar deviasi dari penelitian sebelumnya
𝑧1−∝ : Derajat kemaknaan
𝑧1 − 𝛽 : Kekuatan uji
𝜇1 : Rerata pada keadaan sebelum intervensi penelitian terkait
sebelumnya
𝜇2 : Rerata pada keadaan sesudah intervensi penelitian terkait
sebelumnya
Pada penelitian yang dilakukan oleh Çiftçi & Öztunç (2015) tentang
The effect of music on comfort, anxiety and pain in the intensive care
unit: A case in Turkey. Dari penelitian ini didapatkan hasil Standar
Deviasi 8,6, hasil penurunan rata-rata sebelum intervensi (µ1 = 43,6) dan
hasil penurunan rata-rata sesudah intervensi (µ2 = 34,7). Uji hipotesis
menggunakan derajat kemaknaan 5% (𝑧1−∝) sebesar 1,96 dengan
kekuatan uji 90% (𝑧1 − 𝛽) sebesar 1,282, maka besar sampe minimal
yang diperoleh pada penelitian ini adalah:
n ═ 2 (8,6)2 (1,96 + 1,282)2
` (43,6 – 34,7)2
═ 19,62 (dibulatkan menjadi 20 sampel)
Hasil perhitungan tersebut menunjukkan hasil 19,62 dan dibulatkan
menjadi 20, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 20 sampel.
60
Untuk menghindari terjadi drop out sample, maka dilakukan koreksi
sebesar 10%. Sehingga total sampel pada penelitian ini adalah 22 sampel.
3. Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling
yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono,
2016). Hal ini dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan
didasarkan atas strata, random atau daerah melainkan atas dasar adanya
tujuan tertentu. Adapun kriteria inklusi dan eksklusi sampel penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Kriteria inklusi
1) Bersedia menjadi responden.
b. Kriteria eksklusi
1) Tingkat kecemasan yang dirasakan yaitu tingkat kecemasan
berat dan panik.
2) Wanita yang mengalami gangguan pendengaran.
3) Wanita yang sedang menderita penyakit.
4) Wanita yang tidak tinggal dengan kerabat/ keluarga terdekat.
5) Menolak menjadi responden.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini menggunakan kuesioner
atau angket dan satu jenis musik klasik karya Mozart. Jenis musik klasik
61
karya Mozart yang digunakan yaitu sonata for Two Pianos in D Major, K.
448. Pemilihan jenis musik tersebut dikarenakan sudah pernah diteliti
sebelumnya oleh Dastgheib dkk (2014) dan sudah dibuktikan dapat
memberikan efek terapeutik bagi pendengarnya. Pemberian terapi musik
dilakukan di dalam rumah. Responden mendengarkan musik melalui
earphone dari MP3 peneliti selama 15 menit (Potter & Perry, 2005).
Pelaksanaan terapi musik dimulai dengan pengisian kuesioner yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian dan mengacu pada kerangka konsep
yang telah dibuat. Kuesioner yang digunakan bertujuan untuk mengetahui
biodata dari responden dan untuk menentukan tingkat kecemasan. Kuesioner
A berisi beberapa pertanyaan, pertanyaan untuk data demografi responden
berisi inisial nama, umur, alamat, status perkawinan, jumlah anak,
pendidikan, suku bangsa dan pekerjaan. Sedangkan kuseioner B untuk
pertanyaan tingkat kecemasan, peneliti menggunakan kuesioner Hamilton
Anxiety Rating Scale (HARS).
Kecemasan dapat diukur dengan menggunakan alat ukur kecemasan,
yaitu alat ukur Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Hamilton Anxiety
Rating Scale (HARS) merupakan salah satu dari skala penilaian yang pertama
kali diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar
untuk mengukur tingkat keparahan gejala kecemasan seseorang, apakah
seseorang tergolong kecemasan ringan, sedang, berat atau panik. HARS
terdiri atas 14 item penilaian, antara lain yaitu: suasana hati, ketegangan,
ketakutan, insomnia, konsentrasi, depresi, tonus otot, sensori somatik, gejala
62
kardiovaskuler, gejala sistem respirasi, gejala sistem gastrointestinal, gejala
sistem genitourinaria, gejala otonom dan perilaku (Videbeck, 2008).
Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan
kategori:
Nilai 0 = tidak ada gejala yang muncul,
Nilai 1 = gejala ringan (hanya satu dari gejala yang muncul),
Nilai 2 = gejala sedang (sebagian gejala yang muncul),
Nilai 3 = gejala berat/ lebih dari ½ gejala yang muncul, dan
Nilai 4 = seluruh gejala muncul
Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dari item
1-14 dengan hasil:
1) Skor <14 = tidak ada kecemasan
2) Skor 14-20 = kecemasan ringan
3) Skor 21-27 = kecemasan sedang
4) Skor 28-41 = kecemasan berat
5) Skor 42-56 = kecemasan berat sekali/ panik
Format asli kuesioner HARS dalam bahasa inggris, bentuk terjemahan
dalam bahasa Indonesia diambil dari buku Konsep dan Penerapan
Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan karya Nursalam (2008). Nursalam
(2008) juga telah melakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner HARS.
Hasil dari penelitiannya didapatkan korelasi dengan HARS (rhitung = 0,57-
0,84) dan (rtabel = 0,349). Hasil koefisien dianggap reliabel jika r > 0,40. Hal
ini menujukkan bahwa kuesioner HARS cukup valid dan reliabel. Izin
63
penggunaan resmi kuesioner ini peneliti peroleh dari Library of Scales
(Outcometracker.org).
E. Prosedur Pengumpulan Data
Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung saat penelitian yaitu
wanita yang telah memasuki masa menopause yang mengalami kecemasan
ringan dan sedang yang diambil sebelum diberikan terapi musik klasik dan
sesudah diberikan terapi musik klasik. Adapun prosedur pengumpulan data
yang akan dilakukan peneliti terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Prosedur Administrasi
a. Mendapatkan surat izin penelitian dari Bidang Akademik Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
b. Mendapatkan izin melakukan penelitian dari Puskesmas Pisangan
sebagai tempat penelitian.
c. Menjelaskan tentang rencana penelitian kepada staf Puskesmas
Pisangan yang bertanggung jawab dalam penelitian yang dilakukan
oleh peneliti.
2. Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan yang dilakukan merupakan prosedur
pemberian terapi musik klasik Mozart secara individual dengan teknik
peneliti mendatangi rumah responden satu per satu. Berikut prosedur
pelaksanaan yang dilakukan peneliti:
64
a. Peneliti memilih responden yang sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi.
b. Peneliti menemui calon responden dan menjelaskan tentang tujuan
dan manfaat penelitian sesuai dengan etika penelitian.
c. Meminta calon responden untuk bersedia menjadi responden.
Responden yang bersedia akan diberikan surat persetujuan (informed
consent) menjadi responden untuk ditanda tangani tanpa paksaan.
d. Sebelum memberikan terapi musik pada responden, peneliti
melakukan pretest dengan memberikan lembar kuesioner kecemasan
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) kode A.
e. Setelah kuesioner diisi, peneliti akan memeriksa kembali kuesioner
yang sudah diisi oleh responden dan menghitung jumlah skor
kecemasan responden.
f. Apabila kecemasan yang dirasakan responden adalah kecemasan
ringan dan atau kecemasan sedang, maka responden dapat diberikan
terapi musik klasik.
g. Peneliti melakukan intervensi dengan memperdengarkan terapi
musik klasik Mozart sonata for Two Pianos in D Major, K. 448 pada
responden dalam keadaan senyaman mungkin selama 15 menit dari
MP3 peneliti dengan menggunakan earphone.
h. Peneliti langsung melakukan posttest dengan memberikan lembar
kuesioner kecemasan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) kode
B.
65
i. Setelah kuesioner diisi, peneliti akan memeriksa kembali kuesioner
yang sudah diisi oleh responden menghitung jumlah skor kecemasan
responden.
j. Setelah lembar kuesioner terkumpul, peneliti akan mengolah data.
F. Prosedur Pengolahan Data
Setelah data dikumpulkan selanjutnya dilakukan pengolahan data. Ada
empat tahapan dalam pengolahan data yang harus dilalui (Hastono, 2006):
1. Editing
Editing merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan isian formulir
atau kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah: a) lengkap:
semua pertanyaan sudah terisi jawabannya, b) jelas: jawaban pertanyaan
apakah relevan dengan pertanyaan, c) relevan: jawaban yang tertulis
apakah relevan dengan pertanyaan, d) konsisten: apakah antara beberapa
pertanyaan yang berkaitan isi jawabannya konsisten.
2. Coding
Coding merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data
berbentuk angka/ bilangan. Kegunaan dari coding adalah untuk
mempermudah pada saat analisis data dan juga mempercepat pada saar
entry data. Pada penelitian ini, peneliti memberikan kode-kode pada
kuesioner. Untuk kuesioner pretest peneliti memberikan kode A dan
untuk kuesioner posttest peneliti memberikan kode B.
66
3. Processing
Setelah semua kuesioner terisi penuh dan benar, serta sudah melewati
pengkodean, maka langkah selanjutnya adalah memproses data agar data
yang sudah di-entry dapat dianalisis. Pemrosesan data dilakukan dengan
cara meng-entry data dari kuesioner ke paket program komputer. Salah
satu paket program yang sudah umum untuk digunakan untuk entry data
adalah paket program SPSS for window versi 16.
4. Cleaning
Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali
data yang sudah di-entry untuk melihat apakah ada kesalahan atau tidak,
jika ada maka kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.
G. Teknik Analisis Data
Analisa data merupakan pengumpulan data dari seluruh responden yang
dikumpulkan. Teknik analisis data dalam penelitian kuantitatif menggunakan
statistik (Sugiyono, 2016).
Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini ada 2, yaitu:
1. Analisis Univariat
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik
masing-masing variabel yang diteliti. Bentuknya tergantung dari jenis
datanya. Analisis univariat dalam penelitian ini menggunakan nilai mean
atau rata-rata, median dan standar deviasi. Variabel independennya yaitu
terapi musik klasik dan variabel dependennya yaitu tingkat kecemasan
67
pada wanita menopause yang merupakan jenis data numerik. Sebelum
dilakukan analisis bivariat perlu dilakukan uji normalitas data untuk
melihat apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Saphiro Wilk, hal ini
dikarenakan dalam penelitian ini respondennya berjumlah < 50 sampel
(Dahlan, 2013).
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mengidentifikasi hubungan
antara dua variabel, yaitu pengaruh terapi musik klasik terhadap tingkat
kecemasan pada wanita menopause sebelum dan sesudah diberikan
intervensi. Pada penelitian ini, karena sudah diuji normalitas data dan
hasilnya menunjukkan bahwa data terdistribusi tidak normal maka
analisis bivariat yang digunakan adalah uji alternatif non parametrik
Wilcoxon (Dahlan, 2013).
H. Etika Penelitian
Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk
setiap kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang
diteliti (subjek penelitian) dan masyarakat yang akan memperoleh dampak
hasil penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Prinsip etik menurut American
Nurses Association (ANA) yang berkaitan dengan peran perawat sebagai
peneliti dalam Wasis (2008) adalah sebagai berikut:
68
1. Otonom
Peneliti memberikan hak atau kebebasan kepada calon responden untuk
memilih apakah bersedia atau tidak untuk menjadi bagian dalam
penelitian sebagai subjek penelitian dengan menanyakan terlebih dahulu
kesediaan calon responden dengan tanpa memaksa.
2. Informed Consent
Peneliti memberikan informed consent agar responden mendapatkan
informasi tentang prosedur penelitian ini dan menentukan keputusan
untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian. Apabila bersedia
berpartisipasi maka responden diminta untuk menandatangani lembar
tanda tangan pada kolom yang tersedia.
3. Beneficence
Peneliti berupaya agar segala tindakan yang diberikan kepada responden
adalah baik baginya.
4. Nonamaleficence
Peneliti mengupayakan agar responden tidak mengalami bahaya dan
tidak mengalami kerugian saat penelitian dilakukan dengan selalu
menanyakan keadaan responden saat penelitian berlangsung.
5. Confidentiality
Peneliti merahasiakan data-data yang sudah dikumpulkan. Data-data
pribadi seperti nama, nomor telepon, alamat atau data lain yang diperoleh
peneliti jaga kerahasiaannya dengan tidak mempublikasikan hal-hal yang
berkaitan dengan responden di luar kehendak responden.
69
6. Veracity
Peneliti menjelaskan manfaat dan efek peneliti yang melibatkan
responden dengan jujur kepada responden.
7. Justice
Peneliti berbuat adil kepada subjek penelitian dengan cara tidak
membeda-bedakan perlakuan saat prosedur penelitian berlangsung
maupun pada saat pemberian reward kepada responden.
70
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat
1. Tingkat Kecemasan Sebelum Diberikan Terapi Musik Klasik
Tujuan pertama dalam penelitian ini yaitu mengetahui bagaimana
gambaran tingkat kecemasan responden sebelum diberikan terapi musik
klasik. Pengukuran tingkat kecemasan ini menggunakan kuesioner HARS,
berikut ini hasilnya:
7Tabel 5.1
Tingkat Kecemasan Responden Sebelum Dilakukan Terapi Musik Klasik
Tingkat Kecemasan Jumlah Persentase
Ringan 10 45,5
Sedang 12 54,5
Total 22 100
Tabel 5.1 menunjukkan hasil skor kecemasan responden sebelum
dilakukan terapi musik klasik pada wanita menopause. Kriteria inklusi
dalam penelitian ini mencakup responden yang mengalami kecemasan
ringan dan sedang. Tingkat kecemasan responden yang mengalami
kecemasan ringan (14-20) yaitu sebanyak 10 orang (45,5%) dan yang
mengalami kecemasan sedang (21-27) sebanyak 12 orang (54,5%).
71
2. Tingkat Kecemasan Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik
Tujuan kedua dalam penelitian ini yaitu mengetahui bagaimana
gambaran tingkat kecemasan responden setelah diberikan terapi musik
klasik. Pengukuran tingkat kecemasan ini menggunakan kuesioner HARS,
berikut ini hasilnya:
8Tabel 5.2
Tingkat Kecemasan Responden Sesudah Dilakukan Terapi Musik Klasik
Tingkat Kecemasan Jumlah Persentase
Ringan Tidak ada
kecemasan 8 36,4
Sedang Ringan 14 63,6
Total 22 100
Tabel 5.2 menunjukkan hasil skor kecemasan responden sesudah
dilakukan terapi musik klasik pada wanita menopause. Tingkat kecemasan
responden sesudah dilakukan terapi musik klasik mayoritas mengalami
kecemasan ringan (14-20) yaitu sebanyak 14 orang (63,6%). Sedangkan
responden yang menjadi tidak mengalami kecemasan sebanyak 8 orang
(36,4%).
B. Analisis Bivariat
1. Uji Normalitas Shaphiro-Wilk
Sebelum dilakukan analisis bivariat perlu dilakukan uji normalitas
data untuk melihat apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji
normalitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji Saphiro Wilk, hal
72
ini dikarenakan dalam penelitian ini respondennya berjumlah < 50 sampel
(Dahlan, 2013). Hasil uji normalitas yang didapatkan yaitu:
9Tabel 5.3
Uji Normalitas Shaphiro-Wilk
Variabel N Saphiro-Wilk
Statistic df Sig.
Pre test 22 ,891 22 ,020
Post test 22 ,906 22 ,040
Tabel 5.3 menunjukkan hasil uji normalitas Shaphiro-Wilk yang
hasilnya diperoleh nilai untuk variabel pretest sebesar 0,020 dan variabel
posttest sebesar 0,040 dimana nilai Sig < 0,05. Hal ini menunjukkan
bahwa data pre test maupun post test berdistribusi tidak normal (p<0.05).
Pengujian hipotesis untuk data yang berdistribusi tidak normal
menggunakan uji alternatif dari uji t berpasangan yaitu uji non parametrik
Wilcoxon.
2. Perbedaan Rerata Skor Tingkat Kecemasan Wanita Menopause pada
Pretest dan Posttest
Analisis bivariat dalam penelitian ini digunakan untuk
mengidentifikasi hubungan antara dua variabel, yaitu pengaruh terapi
musik klasik terhadap tingkat kecemasan pada wanita menopause sebelum
dan sesudah diberikan intervensi. Analisis bivariat dilakukan dengan
menggunakan uji statistik non parametrik two related sample test wilcoxon
karena data berdistribusi tidak normal (Dahlan, 2013). Hasil uji alternatif
yang didapatkan yaitu:
73
10Tabel 5.4
Perbedaan Rerata Skor Tingkat Kecemasan Wanita Menopause pada
Pretest dan Posttest
Variabel N Median Std.
Deviation
Minimum -
Maksimum
P
Pre test 22 21 4,065 14 – 26 0.000
Post test 22 15,5 3,594 9 - 20
Tabel di atas menunjukkan rerata skor tingkat kecemasan antara pre
test dan post test dengan analisis uji Wilcoxon yaitu didapatkan nilai
significancy 0,000 (p<0,05). Hal ini berarti setelah diberikan terapi musik
klasik maka tingkat kecemasan responden mengalami penurunan. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa “terdapat perbedaan tingkat
kecemasan bermakna antara sebelum dan sesudah diberikan terapi musik
klasik pada wanita menopause di wilayah Pisangan, Ciputat Timur,
Tangerang Selatan”.
74
BAB VI
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pengaruh terapi musik
klasik terhadap tingkat kecemasan pada wanita menopause di Wilayah Pisangan,
Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hasil
penelitian dan keterbatasan penelitian. Interpretasi hasil penelitian yang telah
didapatkan akan dikaitkan dengan teori maupun hasil penelitian terkait.
Keterbatasan penelitian akan dibahas dengan membandingkan proses pelaksanaan
penelitian yang telah dilakukan dengan kondisi ideal yang seharusnya dicapai.
A. Pembahasan Hasil
1. Tingkat Kecemasan Sebelum Diberikan Terapi Musik Klasik terhadap
Responden
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan sebelum
dilakukan terapi musik klasik pada wanita menopause mayoritas berada
dalam tingkat kecemasan sedang yaitu sebanyak 12 orang (54,5%). Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mahadewi &
Purnawati (2015) yang menunjukkan bahwa tingkat kecemasan pada
wanita menopause yang paling tinggi yaitu berada dalam tingkat
kecemasan sedang (84,3%).
Menopause merupakan suatu waktu dalam kehidupan seorang wanita
ketika berhenti haid atau menstruasi. Hal ini biasanya terjadi secara alami
75
setelah usia 45 tahun (Jafari dkk, 2014). Ada juga yang menyatakan bahwa
rata-rata usia menopause adalah 51 tahun (dari 47-53 tahun) (Noroozi dkk,
2013).
Saat wanita mengalami menopause, wanita mengalami berbagai
macam perubahan dalam dirinya, antara lain perubahan sistem saluran
kemih dan organ genital (urogenital), perubahan hormon, perubahan
vasomotorik serta perubahan emosi (Sastrawinata, 2008). Masalah-
masalah yang timbul dari perubahan psikis tersebut akan menimbulkan
kecemasan pada kebanyakan wanita (Mulyani, 2013). Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa wanita
menopause dapat mengalami kecemasan dengan berbagai tingkat
kecemasan, baik itu kecemasan ringan maupun kecemasan sedang.
Lazarus mengatakan kecemasan merupakan suatu respon dari
pengalaman yang dirasa tidak menyenangkan dan diikuti perasaan gelisah,
khawatir dan takut. Kecemasan merupakan aspek subjektif dari emosi
seseorang karena melibatkan faktor perasaan yang tidak menyenangkan
yang sifatnya subjektif dan timbul karena menghadapi tegangan, ancaman
kegagalan, perasaan tidak aman dan konflik dan biasanya individu tidak
menyadari dengan jelas apa yang menyebabkan ia mengalami kecemasan
(Tim MGBK, 2010). Perasaan cemas yang timbul saat menopause
seringkali disebabkan oleh perubahan hormonal dalam tubuh. Para ahli
menyebutkan bahwa adanya perubahan kadar hormon estrogen
memberikan efek langsung pada serotonin, neurokimia, norepinephrine,
76
dopamine dan melatonin. Semua neurotransmitter tersebut memainkan
peran dalam regulasi emosi dan regulasi suasana hati (mood) (North
American Menopausal Society, 2016).
Tingkat kecemasan yang dirasakan oleh responden dapat
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain yaitu usia, nilai budaya dan
spiritual, pendidikan, keadaan fisik, respon koping, dukungan sosial, tahap
perkembangan, pengalaman masa lalu dan pengetahuan (Stuart &
Sundeen, 2007). Hasil penelitian Mahadewi & Purnawati (2015) mengenai
hubungan antara dukungan suami dan pengetahuan ibu terhadap tingkat
kecemasan pada wanita menopause di Desa Sidemen Kecamatan Sidemen
Kabupaten Karangasem didapatkan bahwa salah satu hal yang dapat
mempengaruhi tingkat kecemasan pada wanita menopause yaitu ada
tidaknya dukungan suami (dukungan keluarga).
Perbedaan kecemasan yang dialami responden pun berbeda antara
yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dikarenakan masing-masing
responden memiliki keadaan psikis yang berbeda sehingga mereka juga
mempunyai sikap yang berbeda dalam menyikapi setiap perubahan yang
terjadi pada saat menopause. Perubahan yang muncul saat menopause
membuat mereka merasa khawatir bagaimana menjalani kehidupan
mereka selanjutnya. Sastrawinata (2008) juga menyebutkan bahwa
kecemasan yang muncul saat menopause sering dihubungkan dengan
adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak
pernah dikhawatirkan. Berdasarkan teori tersebut, dapat disimpulkan
77
bahwa kecemasan yang muncul saat menopause disebabkan oleh adanya
penurunan hormon estrogen yang menyebabkan munculnya berbagai
macam keluhan fisik yang dapat mempengaruhi suasana hati (mood) dan
emosi seseorang sehingga membuat wanita menopause menjadi merasa
gelisah dan cemas.
2. Tingkat Kecemasan Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik terhadap
Responden
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kecemasan sesudah
dilakukan terapi musik klasik pada wanita menopause mayoritas berada
dalam tingkat kecemasan ringan yaitu sebanyak 14 orang (63,6%).
Artinya, terdapat penurunan tingkat kecemasan setelah mendengarkan
musik klasik. Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Prihananda dkk
(2011) dengan uji statistik menggunakan uji paired t-test diperoleh hasil
pre test perlakuan > post test perlakuan, artinya terdapat adanya penurunan
kecemasan setelah diberikan terapi musik klasik.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Qulsum, Ismonah,
& Meikawati (2012) mengenai perbedaan tingkat kecemasan pada pasien
pre operasi sebelum dan sesudah pemberian terapi musik klasik di RSUD
Tugurejo Semarang. Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat adanya
perbedaan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah pemberian terapi
musik klasik dengan menggunakan uji Wilcoxon yang menunjukkan nilai p
0,000 atau < 0,05.
78
Hal ini sesuai dengan pernyataan Djohan (2006) yang menjelaskan
bahwa terapi musik mempunyai tujuan membantu mengekspresikan
perasaan, membantu rehabilitasi fisik, memberi pengaruh positif terhadap
kondisi suasana hati dan emosi, meningkatkan memori, serta menyediakan
kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan
emosional. Dengan demikian, terapi musik juga dapat membantu
mengatasi stress, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit atau
nyeri.
Pemilihan terapi musik dengan memilih musik klasik sudah sesuai
dengan karakteristik musik yang bersifat terapi yaitu musik yang
nondramatis, dinamikanya bisa diprediksi, memiliki nada yang lembut,
harmonis dan tidak berlirik, dengan tempo 60-80 bpm (beat per minute)
(Nilsson, 2009). Oleh karena itu, diharapkan dengan mendengarkan terapi
musik klasik karya Mozart ini dapat membantu menurunkan kecemasan
pada wanita yang sudah menopause.
Penurunan tingkat kecemasan sesudah diberikan terapi musik pada
wanita menopause terjadi karena mendengarkan musik dapat
mengaktifkan sel-sel pada sistem limbik yang berhubungan dengan
perilaku emosional serta saraf otonom klien, sistem limbik teraktivasi dan
individu menjadi rileks (Djohan, 2006). Trappe (2012) juga menjelaskan
bahwa musik klasik karya Mozart dengan tempo 60 detik/menit dapat
mengaktivasi hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Kedua hemisfer tersebut
sama-sama diperlukan untuk mempersepsikan ritme musik. Sehingga
79
membuat seseorang menjadi lebih rileks dan nyaman setelah
mendengarkan alunan musik klasik.
3. Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik terhadap Tingkat Kecemasan
Responden
Intervensi pada penelitian ini menggunakan musik klasik yang
diberikan pada wanita menopause yang mengalami tingkat kecemasan
ringan dan tingkat kecemasan sedang. Hasil analisa uji statistik
menunjukkan terdapat perbedaan tingkat kecemasan bermakna antara
sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik pada wanita
menopause di wilayah Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan dengan
p value 0.000 atau p < 0.05.
Hasil penelitian ini didukung penelitian yang dilakukan oleh
Simbolon (2015) tentang Pengaruh terapi musik terhadap tingkat
kecemasan pada pasien pre operasi di ruang rawat bedah Rumah Sakit
Santa Elisabeth Medan tahun 2015. Kesimpulan dari penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang bermakna antara terapi musik
terhadap perubahan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di ruang
rawat bedah Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan tahun 2015.
Potter dan Perry (2010) menjelaskan bahwa tindakan keperawatan
untuk menangani kecemasan pasien yaitu dapat berupa tindakan mandiri,
contohnya seperti teknik relaksasi dan distraksi. Distraksi merupakan
tindakan mengalihkan perhatian dan bekerja memberikan pengaruh yang
80
baik untuk jangka waktu yang singkat. Salah satu teknik distraksi yang
digunakan untuk mengatasi kecemasan adalah dengan mendengarkan
musik klasik.
Alur yang terjadi dalam tubuh seseorang ketika mendengarkan
musik klasik yang masuk ke telinga dalam bentuk suara (audio) akan
menggetarkan gendang telinga, kemudian mengguncangkan cairan di
telinga dalam serta menggetarkan sel-sel rambut di dalam koklea untuk
selanjutnya melalui saraf koklearis menuju otak dan menciptakan imajinasi
di otak kanan dan otak kiri yang akan memberikan dampak berupa
kenyamanan dan perubahan suasana hati. Perubahan suasana hati
(perasaan) diakibatkan karena musik klasik dapat menjangkau wilayah kiri
korteks serebri (Mindlin, 2009). Dari korteks limbik, jaras pendengaran
dilanjutkan ke hipokampus dan meneruskan sinyal musik ke amigdala
yang merupakan area perilaku kesadaran yang bekerja pada tingkat bawah
sadar, lalu sinyal kemudian diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus
merupakan area pengaturan sebagian fungsi vegetatif dan fungsi endokrin
tubuh seperti halnya banyak aspek perilaku emosional (Ganong, 2005).
Peneliti menyimpulkan bahwa wanita menopause yang mengalami
kecemasan mengalami penurunan tingkat kecemasan setelah diberikan
terapi musik klasik karya Mozart jenis Sonata for Two Pianos in D Major,
K. 448. Hal ini disebabkan karena musik klasik yang mempunyai kategori
frekuensi alfa dan tetha 5000-8000 Hz dapat merangsang tubuh dan
pikiran menjadi lebih rileks sehingga merangsang otak menghasilkan
81
hormon serotonin dan hormon endorphin yang menyebabkan tubuh
menjadi rileks dan membuat detak jantung menjadi stabil (Murtisari dkk,
2014). Serotonin merupakan zat kimia yang mentransmisikan impuls saraf
di seluruh ruang antara sel-sel saraf atau neuron dan memiliki peran dalam
mencegah kecemasan, muntah dan migrain. Perubahan tingkat serotonin
menjadi hormon melatonin memiliki efek regulasi terhadap relaksasi tubuh
sehingga dapat memperbaiki suasana hati (mood), baik itu menciptakan
suasana tenang, rileks, aman, maupun menyenangkan, sehingga mampu
membuat pasien merasa nyaman (Djohan, 2006).
B. Keterbatasan Penelitian
Dalam penyusunan penelitian ini, terdapat keterbatasan yang belum dapat
dipenuhi dan menjadi kekurangan dalam penelitian ini. Kekurangan tersebut
antara lain:
1. Pada saat pengisian lembar kuesioner, beberapa responden sudah
mengalami penurunan penglihatan sehingga hanya dapat membaca jika
menggunakan kaca mata. Namun, karena ada responden yang tidak
mempunyai kaca mata dan tidak membawa kaca mata, responden menjadi
kesulitan dalam membaca dan mengisi kuesioner. Sehingga dalam
pengisiannya harus dibantu oleh peneliti dan hal tersebut dianggap peneliti
dapat mempengaruhi hasil akhir skor tingkat kecemasan.
2. Kuesioner kecemasan yang digunakan bukan khusus untuk wanita
menopause tetapi merupakan kuesioner kecemasan secara umum. Namun,
82
dalam hal ini peneliti sudah dilakukan usaha menghomogenkan faktor-
faktor yang mempengaruhi kecemasan wanita pada saat menopause seperti
responden sedang tidak menderita penyakit, tidak mengalami gangguan
pendengaran dan responden tinggal dengan keluarga/ kerabat dekat.
83
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan di
dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan beberapa hal dari
penelitian sebagai berikut:
1. Mayoritas tingkat kecemasan sebelum dilakukan terapi musik klasik (pre
test) pada wanita menopause di wilayah Pisangan, Ciputat Timur,
Tangerang Selatan adalah mengalami tingkat kecemasan sedang yaitu
sebanyak 12 orang (54,5%).
2. Mayoritas tingkat kecemasan sesudah dilakukan terapi musik klasik (post
test) pada wanita menopause di wilayah Pisangan, Ciputat Timur,
Tangerang Selatan adalah mengalami tingkat kecemasan ringan yaitu
sebanyak 10 orang (63,6%).
3. Terdapat pengaruh terapi musik klasik terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada wanita menopause di wilayah Pisangan, Ciputat Timur,
Tangerang Selatan.
B. Saran
Penelitian mengenai terapi musik klasik ini diharapkan dapat menjadi
pertimbangan bagi perawat untuk menjadikan terapi tersebut sebagai salah
satu intervensi mandiri keperawatan dalam membantu meringankan
84
kecemasan pada wanita menopause yang mengalami kecemasan, baik
kecemasan ringan maupun kecemasan sedang. Bagi institusi pendidikan,
diharapkan dapat menambawah wawasan dan pengetahuan tentang terapi
musik klasik dalam penanganan kecemasan, kemudian dapat digunakan
sebagai bahan tambahan untuk penelitian lebih lanjut serta sebagai keperluan
referensi ilmu keperawatan khususnya keperawatan maternitas dalam
penanganan kecemasan bagi wanita yang sudah memasuki masa menopause.
Sedangkan bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini direkomendasikan
untuk penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh terapi musik klasik pada
wanita menopause yang mengalami kecemasan atau jenis kecemasan lainnya
dengan jumlah responden yang lebih banyak dan menggunakan desain
metode penelitian eksperimen dengan adanya kelompok kontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Analia, & Moekroni, R. (2016). Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik dalam
Menurunkan Tingkat Kecemasan Ibu Hamil Menjelang Persalinan. Majority,
5.
Andira, D. (2010). Seluk Beluk Kesehatan Reproduksi Wanita. Yogyakarta: A
Plus Books.
Atwater, H. (2009). Binaural Beats and the Regulation of Arousal Levels.
Balitbang Kemenkes RI. (2016). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI.
Bansal, P., Chaudhary, A., Soni, R. K., Sharma, S., Gupta, V. K., & Kaushal, P.
(2015). Depression and Anxiety among Middle-Aged Women: A
Community-Based Study. Journal of Family Medicine and Primary Care,
4(4), 576–81. http://doi.org/10.4103/2249-4863.174297
Baziad, A. (2003). Menopause, Andropause, dan Terapi Pulih Hormon. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Baziad, A. (2008). Kontrasepsi Hormonal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Campbell, D. (2006). Music: Physician For Times to Come (3rd ed.). Wheaton:
Quest Books.
Chiang, et all. (2012). The Effects of Music and Nature Sounds on Cancer Pain
and Anxiety in Hospice Cancer Patients.
Çiftçi, H., & Öztunç, G. (2015). The Effect of Music on Comfort , Anxiety and
Pain in the Intensive Care Unit : A Case in Turkey. International Journal of
Caring Sciences, 8(3), 594–602.
Dahlan, M. S. (2008). Langkah-langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang
Kedokteran dan Kesehatan (1st ed.). Jakarta: CV Sagung Seto.
Dahlan, M. S. (2013). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan (3rd ed.).
Jakarta: Salemba Medika.
Dastgheib, S. S., Layegh, P., Sadeghi, R., Foroughipur, M., Shoeibi, A., & Gorji,
A. (2014). The Effects of Mozart’s Music on Interictal Activity in Epileptic
Patients: Systematic Review and Meta-Analysis of the Literature. Current
Neurology and Neuroscience Reports, 14(1). http://doi.org/10.1007/s11910-
013-0420-x
Dharma. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan Melaksanakan
dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta: CV Trans Info Media.
Djohan. (2006). Terapi Musik, Teori dan Aplikasi. (L. L. Hidajat, Ed.) (1st ed.).
Yogyakarta: Galangpress.
Djohan. (2009). Psikologi Musik. Bandung: Best Publisher.
Ganong, W. (2005). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Harianti, A. (2012). Statistika II. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Hastono, S. P. (2006). Analisis Data. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Heijden, M. J. E. Van Der, Araghi, S. O., Dijk, M. Van, Jeekel, J., & Hunink, M.
G. M. (2015). The Effects of Perioperative Music Interventions in Pediatric
Surgery : A Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized
Controlled Trials. PLoS ONE, 1–12.
http://doi.org/10.1371/journal.pone.0133608
Hidayat. (2007). Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika.
InfoDATIN. (2016). Situasi Lanjut Usia (LANSIA). Jakarta: Pusat Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI.
Isaacs, A. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa Psikiatri (3rd ed.). Jakarta: EGC.
Jack-Ide, I.O., Emelifeonwu, E.A., & Adika, A. V. (2014). Psychological Effects
and Experiences of Menopausal Women in a Rural Community in Niger
Delta R of Nigeria. International Journal of Nursing and Midwifery, 6, 74–
79. http://doi.org/10.5897/IJNM2014.0134
Jafari, F., Hadizadeh, M. H., Zabihi, R., & Ganji, K. (2014). Comparison of
depression, anxiety, quality of life, vitality and mental health between
premenopausal and postmenopausal women. Climacteric : The Journal of the
International Menopause Society, 17(6), 660–665.
http://doi.org/10.3109/13697137.2014.905528
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S. (2010). Fundamentals of Nursing,
Concepts, Process, and Practice. (8, Ed.). California: Addison-Wesley.
Kumalaningsih, S. (2008). Sehat + Bahagia Menjelang dan Saat Menopause.
Surabaya: Tiara Aksa.
Mahadewi, I. G. A. W., & Purnawati, S. (2015). Hubungan antara dukungan
suami dan pengetahuan ibu terhadap tingkat kecemasan pada menopause di
Desa Sidemen Kecamatan Sidemen Kabupaten Karangasem. Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana.
Mindlin. (2009). Brain Musik. http://www.editinternational.com. Tanggal Akses:
15 Desemberr 2016.
Mohammadi, A., Ajorpaz, N. M., Torabi, M., Mirsane, A., & Moradi, F. (2014).
Effects of Music Listening on Preoperative State Anxiety and Physiological
Parameters in Patients Undergoing General Surgery: A Randomized Quasi-
Experimental Trial. Cent Eur J Nurs Midw, 5(4), 156–160.
http://doi.org/10.15452/CEJNM.2014.05.0011
Mulyani, S. (2013). Menopause Akhir Siklus Menstruasi Pada Wanita di Usia
Pertengahan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Murtisari, Y., Ismonah, & Supriyadi. (2014). Pengaruh Pemberian Terapi Musik
Klasik Terhadap Penurunan Depresi pada Pasien Stroke Non Hemoragik di
RSUD Salatiga, 1–13.
Nilsson, U. (2009). Caring Music: Music Intervention For Improved Health.
Retrieved from www.orebroll.se/uso/page2436.aspx
Noroozi, E., Dolatabadi, N. K., Eslami, A. A., Hassanzadeh, A., & Davari, S.
(2013). Knowledge and attitude toward menopause phenomenon among
women aged 40-45 years. Journal of Education and Health Promotion,
2(May), 25. http://doi.org/10.4103/2277-9531.112701
North American Menopausal Society. (2016). Symptoms of Menopause. IOSR
Journal of Nursing and Health Science (IOSR-JNHS).
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. (2011). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik
Keperawatan Profesional (3rd ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Potter, & Perry. (2005). Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik
(4th ed.). Jakarta: EGC.
Potter, & Perry. (2010). Fundamentals of Nursing. (A. M. Nggie. Adrina F., Ed.)
(7th ed.). Jakarta: Salemba Medika.
Prawirohardjo, S. (2007). Menopause dan Andropause. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prihananda, M. L., Maliya, A., & Kartinah. (2011). Hemodialysis Patients At the
Pku Muhammadiyah Hospital of Surakarta.
Proverawati, A. (2010). Menopause dan Sindroma Premenopause. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Qulsum, A., Ismonah, & Meikawati, W. (2012). Perbedaan tingkat kecemasan
pada pasien pre operasi sebelum dan sesudah pemberian terapi musik klasik
di RSUD Tugurejo.
Rohmatika, D., Sumarni, & Prabandari, F. (2012). Pengaruh usia menarche
terhadap usia menopause pada wanita menopause di Desa Jingkak Babakan
Kacamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas tahun 2012. Jurnal Ilmiah
Kebidanan, 3(2), 89–100.
Sastrawinata, S. (2004). Ilmu Kesehatan Reproduksi: Obstetri Patologi (2nd ed.).
Jakarta: EGC.
Sastrawinata, S. (2008). Wanita dalam Berbagai Masa Kehidupan. In Ilmu
Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Satidarma, M. P. (2004). Cerdas dengan Musik (1st ed.). Jakarta: Puspa Suara.
Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan (1st ed.). Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Shifren, J., & Schiff, I. (2007). Menopause (14th ed.). Stanford, California:
Lippincott Williams & Wilkins.
Simbolon, P. (2015). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Tingkat Kecemasan pada
Pasien Pre Operasi di Ruang Rawat Bedah Rumah Sakit Santa Elisabeth
Medan tahun 2015, 0.
Spencer, R. F., & Brown, P. (2007). Menopause. (R. Astikawati & A. Safitri,
Eds.). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Stuart, G. W., & Sundeen, S. J. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa (5th ed.).
Jakarta: EGC.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (13th ed.).
Bandung: Alfabeta.
Suliswati. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Tim MGBK. (2010). Bahan Dasar untuk Pelayanan Konseling pada Satuan
Pendidikan Menengah (1st ed.). Jakarta: PT Grasindo.
Trappe, H. (2012). Role of music in intensive care medicine. International
Journal of Critical Illness and Injury Science |, 2(1), 27–32.
http://doi.org/10.4103/2229-5151.94893
Videbeck, S. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Wigram, A. L. (2002). The effects of vibroacoustic therapy on clinical and non-
clinical population. St. Georges Hospital Medical School London University
(Unpublished Dissertation Paper).
LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 1 Surat Izin Studi Pendahuluan 2
Lampiran 3
Lampiran 2 Surat Izin Studi Pendahuluan 3
Lampiran 4
Lampiran 3 Surat Izin Studi Pendahuluan 4
Lampiran 5
Lampiran 6
No. Responden: ……………
INFORMED CONSENT
Saya yang bernama Farhatun Hayati (1113104000030) adalah mahasiswi
Program Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya
sedang melakukan penelitian dengan judul penelitian “Pengaruh Terapi Musik
Klasik Terhadap Tingkat Kecemasan pada Wanita Menopause di Wilayah
Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang Selatan”. Penelitian ini merupakan salah satu
kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Untuk itu saya harapkan kesediaan ibu menjadi responden dalam
penelitian ini. Selanjutnya jika ibu bersedia, saya mohon untuk dapat mengisi
kuesioner yang telah saya sediakan dengan jujur dan apa adanya. Sehingga
hasilnya dapat memberikan gambaran yang baik untuk penelitian ini. Saya selaku
peneliti akan merahasiakan identitas dan jawaban ibu sebagai responden. Besar
harapan saya agar ibu bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Jika ibu
bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesediaan
ibu.
Terima kasih atas partisipasi ibu dalam penelitian ini.
Ciputat, April 2017
Peneliti Responden
Farhatun Hayati ( ……………………….. )
Lampiran 4 Informed Consent
Lampiran 7
Kode Responden:…………..
KUESIONER PENELITIAN
Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Kecemasan
pada Wanita Menopause di Wilayah Pisangan, Ciputat Timur, Tangerang
Selatan
Identitas Responden
A. Data Demografi
1. Nama (Inisial) : …………………………………………
2. Umur : …………………………………………
3. Alamat rumah : …………………………………………
…………………………………………
4. Status perkawinan : …………………………………………
5. Jumlah anak : …………………………………………
6. Suku Bangsa : …………………………………………
7. Pendidikan terakhir : …………………………………………
8. Pekerjaan : …………………………………………
9. Tinggal dengan : …………………………………………
10. Penyakit yang diderita : …………………………………………
11. Gangguan pendengaran : …………………………………………
Lampiran 5 Kuesioner Penelitian
B. Skala Kecemasan Hamilton (HARS)
Petunjuk Pengisian:
Berilah tanda ceklis (√) pada setiap kolom jawaban yang tersedia dibawah
ini sesuai dengan gejala-gejala yang Anda alami.
Keterangan:
0 : Tidak ada gejala
1 : Ada gejala ringan (hanya satu dari gejala yang muncul)
2 : Ada gejala sedang (sebagian gejala yang muncul)
3 : Ada gejala berat (lebih dari ½ gejala yang muncul)
4 : Ada gejala sangat berat (seluruh gejala muncul)
Berikut ini adalah pernyataan-pernyataan tentang tingkat kecemasan
menggunakan Skala Kecemasan Hamilton (HARS):
No
Gejala Kecemasan
Keterangan
0 1 2 3 4
1. Firasat buruk/ Takut akan pikiran sendiri/
Mudah tersinggung
2. Merasa tegang/ Lesu/ Tidak bisa istirahat
nyenyak/ Mudah terkejut/ Mudah menangis/
Gemetar/ Gelisah
3. Takut pada gelap/ Pada orang asing/ Ditinggal
sendiri/ Pada kerumunan banyak orang
4. Sukar memulai tidur/ Terbangun malam hari/
Tidak tidur nyenyak/ Mimpi buruk/ Mimpi
menakutkan
5. Susah untuk konsentrasi/ Sering bingung/
Daya ingat buruk
6. Hilangnya minat/ Berkurangnya kesukaan
pada hobi/ Merasa sedih/ Bangun dini hari/
Perasaan berubah-ubah sepanjang hari
7. Sakit dan nyeri otot/ Kaku/ Kedutan otot/ Gigi
menggerutuk/ Suara tidak stabil
8. Tinitus (telinga berdengung)/ Muka merah
atau pucat/ Merasa lemas/ Penglihatan kabur/
Perasaan ditusuk-tusuk
9. Takikardi (denyut jantung cepat)/ Berdebar-
debar/ Nyeri dada/ Denyut nadi mengeras/
Rasa lemah seperti mau pingsan/ Detak
jantung hilang sekejap
10. Rasa tertekan di dada/ Perasaan tercekik/
Sering menarik nafas/ Nafas pendek/ sesak
11. Sulit menelan/ Perut melilit/ Berat badan
menurun/ Nyeri lambung sebelum dan
sesudah makan/ Perasaan terbakar di perut/
Rasa penuh atau kembung/ Mual/ Muntah/
Susas BAB (konstipasi)
12. Sering BAK, tidak dapat menahan BAK/
Menjadi dingin (frigid)
13. Mulut kering/ Muka merah/ Mudah
berkeringat/ Kepala pusing/ Kepala terasa
berat/ Kepala terasa sakit/ Bulu-bulu berdiri
sendiri
14. Gelisah/ Tidak tenang/ Gemetar/ Kening
mengkerut/ Muka tegang/ Otot tegang/
Mengeras/ Nafas pendek dan cepat/ Muka
merah
Total Skor
Lampiran 8
Tingkat Kecemasan Responden
Statistics
Kategoripretest
N Valid 22
Missing 0
Mean 2.5455
Median 3.0000
Mode 3.00
Std. Deviation .50965
Minimum 2.00
Maximum 3.00
Kategoripretest
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Ringan 10 45.5 45.5 45.5
Sedang 12 54.5 54.5 100.0
Total 22 100.0 100.0
Statistics
Kategoriposttest
N Valid 22
Missing 0
Mean 1.64
Median 2.00
Mode 2
Std. Deviation .492
Minimum 1
Maximum 2
Kategoriposttest
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak
cemas 8 36.4 36.4 36.4
Ringan 14 63.6 63.6 100.0
Total 22 100.0 100.0
Uji Normalitas
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pretest 22 100.0% 0 .0% 22 100.0%
Posttest 22 100.0% 0 .0% 22 100.0%
Descriptives
Statistic Std. Error
Pretest Mean 19.64 .867
95% Confidence Interval
for Mean
Lower Bound 17.83
Upper Bound 21.44
5% Trimmed Mean 19.60
Median 21.00
Variance 16.528
Std. Deviation 4.065
Minimum 14
Maximum 26
Range 12
Interquartile Range 8
Skewness -.229 .491
Kurtosis -1.477 .953
Posttest Mean 14.59 .766
95% Confidence Interval
for Mean
Lower Bound 13.00
Upper Bound 16.18
5% Trimmed Mean 14.61
Median 15.50
Variance 12.920
Std. Deviation 3.594
Minimum 9
Maximum 20
Range 11
Interquartile Range 7
Skewness -.289 .491
Kurtosis -1.393 .953
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Pretest .177 22 .072 .891 22 .020
Posttest .152 22 .200* .906 22 .040
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Uji Wilcoxon
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Posttest - Pretest Negative Ranks 22a 11.50 253.00
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 0c
Total 22
a. Posttest < Pretest
b. Posttest > Pretest
c. Posttest = Pretest
Test Statisticsb
Posttest -
Pretest
Z -4.138a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test