Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 239
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENGARUH MODEL PROSAIN TERHADAP KETERAMPILAN MAHASISWA DALAM
MENULIS KARYA ILMIAH
Muhammad Iksan1; Lahmudin Zuhri
2; Adnan
3; Riadi Suhendra
4
1,2,3,4Universitas Samawa
e-mail: [email protected]
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model prosain terhadap
keterampilan mahasiswa dalam menulis karya ilmiah. Model prosain merupakan model
pembelajaran yang dikembangkan mengacu pada sintaks pendekatan proses dan pendekatan
saintifik. Subjek penelitian ini adalah 60 mahasiswa Universitas Samawa. Penelitian ini
menggunakan rancangan eksperimen semu. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
teknik penugasan. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen penelitian non-tes berupa
instruksi tugas dan rubrik penilaian keterampilan menulis karya ilmiah. Analisis data dilakukan
dengan menggunakan rumus t-tes berbantuan SPSS versi 16.00. Hasil uji hipotesis menunjukkan
bahwa nilai rerata kelas eksperimen lebih besar dari kelas kontrol (71.77 > 64.14). Nilai t-hitung lebih
besar dari t-tabel (4,19 > 2.00) pada taraf signifikansi 0.05 dengan db 58 dan harga sig juga lebih
kecil dari 0.05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model prosain terhadap
keterampilan menulis karya ilmiah mahasiswa. Model prosain menjadi salah satu model
pembelajaran menulis karya ilmiah yang dapat diintegrasikan dengan pemanfaatan IT.
Kata Kunci: pengaruh, model prosain, pembelajaran menulis, keterampilan menulis, karya
ilmiah
PENDAHULUAN
Pembelajaran merupakan aktivitas interaksi antara pendidik dengan peserta didik dan
antara pembelajar dengan sumber belajar. Keberhasilan program pembelajaran dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti sarana dan prasarana pembelajaran, strategi/pendekatan/model/metode
pembelajaran, lingkungan belajar dan lain-lain. Model pembelajaran menjadi salah satu faktor
penentu keberhasilan program pembelajaran. Model pembelajaran adalah kerangka konseptual
yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar yang
berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar agar tujuan
pembelajaran dapat tercapai (Soekamto & Winataputra, 1996/1997); Komaruddin, 2000; Arends,
2002); Sagala, 2005; Fathurrohman, 2015).
Joyce & Weil (2003) mengklasifikasikan model pembelajaran menjadi tiga jenis yaitu (1)
model interaksi sosial, (2) model pengelolaan informasi, (3) model personal humanis, dan (4) model
modifikasi tingkah laku. Ada banyak model pembelajaran yang dapat digunakan dalam
pembelajaran, seperti model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran ASSURE, dan model-
model pembelajaran lainnya. Model yang digunakan dalam pembelajaran harus bersesuaian dengan
karakteristik peserta didik, karateristik mata pelakaran/mata kuliah, dan karakteristik materi ajar.
Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat berdampak negatif pada capaian pembelajaran.
Materi ajar pengetahuan diajarkan dengan pola berbeda dengan materi ajar keterampilan. Materi
ajar pengetahuan dapat diajarkan kepada peserta didik dengan menggunakan model pembelajaran
berpusat pada pendidik seperti metode ceramah dan tanya jawab. Materi ajar keterampilan tidak
dapat diajarkan dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab.
Pengajaran materi ajar keterampilan harus menggunakan model pembelajaran aktif yang
berpusat pada peserta didik. Kegiatan pembelajaran harus didominasi oleh aktivitas praktif agar
peserta didik terampil mengimplemetasikan keterampilan tersebut untuk berbagai keperluan. Materi
ajar menulis karya ilmiah merupakan materi ajar keterampilan. Oleh karena itu, pembelajaran
menulis karya ilmiah harus menggunakan model pembelajaran aktif. Model pembelajaran yang
memberikan kesempatan yang luas kepada mahasiswa untuk praktik menulis. Model prosain
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 240
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
merupakan salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis
karya ilmiah. Model prosain dikembangkan pengacu pada unsur pendekatan proses dan penekatan
saintifik. Andayani (2015) dan Rusman (2017) menyatakan pendekatan saintifik memiliki beberapa
komponen yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan, dan
membuat jejaring. Sementara pendekatan proses juga memiliki bebera unsur, yaitu pramenulis, (2)
pembuatan draff, (3) merevisi, (4) menyunting, dan (5) berbagi (sharing) (Tompkins, 1990). Ada
empat tahap yang harus diperhatikan pada penerapan model prosain dalam pembelajaran, yaitu
tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap evaluasi dan penilaian, dan tahap tindak program
pembelajaran (Adnan, Iksan, Zuhri & Suhendra, 2018).
Pertama, tahap perencanaan pembelajaran; pada tahap perencanaan pembelajaran dosen
menyiapkan perangkat pembelajaran yang dimulai dengan kegiatan menentukan tujuan
pembelajaran, menyusun materi, menentukan model pembelajaran, pemilihan media, menyusun
RPS dan perangkat penilaian seperti instruksi tugas dan rubrik penilaian. Kedua, tahap pelaksanaan
pembelajaran; pada tahap ini ada dua pase kegiatan yang dilakukan, pase penanaman konsep dan
pase penugasan. Pada pase penanaman konsep ada beberapa aktivitas yang dilakukan oleh dosen,
yaitu: (1) menentukan tujuan pembelajaran; (2) menyajikan materi pembelajaran yang berhubungan
dengan konsep, prinsip, dan jenis-jenis karya ilmiah; (3) menjelaskan langkah-langkah menulis
karya ilmiah; (4) menugaskan mahasiswa untuk mencari karya ilmiah ilmiah berupa artikel ilmiah/
makalah ilmiah/proposal penelitian/ laporan hasil penelitian; (5) menugaskan hasil mahasiswa
untuk reviu karya ilmiah tersebut secara individual atau secara berkelompok; dan (6) mahasiswa
diminta untuk mengumpulkan hasil reviunya untuk dikoreksi dan dinilai kemudian dibahas secara
bersama-sama di kelas.
Pada pase penanaman konsep mahasiswa melakukan beberapa aktivitas yaitu: (1)
menyimak penjelasan dosen tentang tujuan pembelajaran; (2) menyimak penjelasan dosen tentang
konsep, prinsip, dan jenis-jenis karya ilmiah; (3) mahasiswa menyimak penjelasan dosen tentang
langkah-langkah menulis karya ilmiah; (4) mencari artikel ilmiah/makalah ilmiah/proposal
penelitian/ laporan hasil penelitian untuk direviu; (5) mereviu karya ilmiah tersebut secara individu
atau secara berkelompok di luar jam perkuliahan di kelas; dan (6) mengumpulkan hasil reviunya
kepada dosen untuk dibahas secara bersama-sama di kelas.
Pada pase penugasan ada beberapa aktivitas yang dilakukan dosen, yaitu: (1) menugaskan
mahasiswa untuk menyusun karya ilmiah dengan mengukuti prosedur atau langkah-langkah
menulis karya ilmiah; (2) memonitoring aktivitas mahasiswa saat mencari literatur dan penyusunan
draf awal, (3) mengoreksi dan mereviu draf awal karya tulis mahasiswa; (4) memberikan umpan
balik terhadap hasil reviunya di kelas; (5) menugaskan mahasiswa untuk merevisi karya ilmiah
yang telah disususnnya; (6) menugaskan mahasiswa untuk mengumpulkan karya ilmiah yang telah
direvisinya; (7) mengoreksi kembali karya ilmiah tersebut dan kemudian mengembalikannya
kepada mahasiswa; dan (8) menugaskan mahasiswa untuk mempublikasikan karya ilmiah yang
telah disusunnya melalui jurnal atau seminar jika dianggap sudah baik. Adapun aktivitas mahasiswa
adalah sebagai berikut, yaitu: (1) menentukan topik-topik karya ilmiah yang akan disususnnya; (2)
mencari literatur penunjang dengan berkunjung ke perpustakaan, ke toko buku atau brosing melalui
internet; (3) setelah literatur terkumpul, mahasiswa menyusun draf awal; (4) membaca karya ilmiah
yang telah disusun secara berulang-ulang untuk meminimalkan kesalahan penulisan; (5) merevisi
draf karya ilmiahnya sesuai dengan kritikan dan saran yang diberikan oleh dosen; (6)
mengumpulkan karya ilmiah yang telah direvisi kepada dosen; (7) memperbaiki karya ilmiah sesuai
dengan saran terakhir yang diberikan dosen; dan (8) mengirim karya ilmiah yang telah disusunnya
ke jurnal atau seminar ilmiah.
Ketiga, tahap penilaian; pada tahap ini pendidik melakukan penilaian, mengolah hasil
penilaian, dan menginterpretasi hasil penilaian sehingga diketahui pencapaian tujuan pembelajaran.
Keempat,pendidik mengevaluasi keberhasilan program pembelajaran. Hasil evaluasi menjadi dasar
untuk memperbaiki kegiatan proses dan hasil belajar.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 241
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Model prosain diimplementasikan pada pembeljaran menulis karya ilmiah karena model
ini bersesuaian dengan karakteristik materi ajar menulis karya ilmiah. Karya ilmiah merupakan
Menulis dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan penyampaian pesan (komunikasi) dengan
menggunakan bahasa tulis sebagai medianya (Suparno dan Yunus, 2003: 3). Menulis karya ilmiah
merupakan salah satu kegiatan yang sangat konflek. Penulis dituntut untuk memiliki pengetahuan
dan pemahaman memadai tentang topik yang akan ditulis. Penulis juga harus memiliki pengtehuan
dan keterampilan kebahasaan yang baik. Selain itu, praktik menulis secara rutin dapat
meningkatkan keterampilan dalam menulis karya ilmiah.
Model prosain dianggap tepat untuk digunakan dalam pembelajaran menulis karya ilmiah
karena model pembelajaran ini merefleksikan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa untuk
menulis. Mahasiswa diperkenalkan teori dan konsep tentang menulis karya ilmiah kemudian
mahasiswa dilatih untuk praktik menulis karya ilmiah secara kontinyu dan berkelanjutan. Menurut
Adnan, Iksan, Zuhri & Suhendra (2018), ada beberapa keunggulan model prosain, yaitu: (1)
pembelajaran di kelas bersifat praktis dan aplikatif; (2) pembelajaran perpusat pada mahasiswa dan
dosen berperan sebagai konselor pembelajaran; (3) mahasiswa memiliki waktu yang cukup dalam
belajar menulis; (4) pembejakaran bersifat interaktif, pendidik dan peserta didik berperan sebagai
patner belajar; (5) mahasiswa dituntut untuk dapat menulis karya ilmiah sesuai dengan kaidah
penulisan karya ilmiah, (6) pembelajaran dan penilaian dilakukan secara autentik; (7) mahasiswa
dapat mengukur keterampilan menulisnya secara mandiri; dan (8) otput pembelajaran, mahasiswa
menghasilkan karya ilmiah.
Karya tulis ilmiah dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis diantaranya adalah (1)
laporan hasil kegiatan ilmiah/penelitian seperti skripsi, tesis, disertasi (2) tulisan ilmiah seperti
makalah, artikel ilmiah, artikel ilmiah populer, (3) prasaran, (4) buku, dan (5) karya terjemahan
(Slamet, Waluyo, & Suyanto, 2014; Dalman, 2014) mengklasifikasikan karya ilmiah menjadi
beberapa jenis, yaitu (1) makalah, (5) artikel ilmiah, (6) artikel ilmiah populer, (7) kertas kerja, (8)
resensi, (9) kritik, dan (10) esai. Model prosain dapat digunakan pada pembelajaran semua jenis
karya ilmiah tersebut.
Secara umum penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh model prosain terhadap
keterampilan mahasiswa dalam menulis karya ilmiah. Secara spesifik penelitian ini dilakukan untuk
meningkatkan keterampilan mhasiswa menulis karya ilmiah. Adapun yang menjadi rumusan
mahasalah penelitian ini sebagai berikut: (1) Apakah ada perbedaan rerata nilai keterampilan
mahasiswa karya ilmiah pada kelas eksperimen dan (2) untuk mengetahui pengaruh model prosain
terhadap keterampilan mahasiswa dalam menulis karya ilmiah.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan kuasi eksperimen. Penelitian kuasi eksperimen
merupakan penelitian yang dalam pelaksanaannya diberikan perlakukan terhadap salah satu
variabelnya. Pada penelitian guasi eksperimen peneliti tidak dapat mengendalikan semua variabel
berpengaruh. Penelitian ini terdiri dua variabel yaitu variabel independen dan veriabel dependen.
Model prosain sebagai variabel independen dan keterampilan menulis karya ilmiah sebagai variabel
dependen. Rancangan eksperimen yang digunakan adalah postest group desain.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah 60 mahasiswa pada sebuah program studi di Universitas
Samawa. Mereka terbagi ke dalam dua kelas, yaitu kelas A 31 orang dan kelas B 27 orang. Kelas A
dijasdikan sebagai kelas eksperimen dan kelas B dijadikan kelas control.
Teknik Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik non-tes (penugasan),
observasi, dan dokumentasi. Teknik non-tes (penugasan) digunakan untuk mengumpulkan data
keterampilan mahasiswa menulis karya ilmiah. Teknik observasi digunakan untuk memastikan
bahwa skenario pembelajaran pada kelas eksperimen mengikuti prosedur penerapan model prosain
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 242
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
dalam pembelajaran menulis karya ilmiah. Teknik dkumentasi digunakan untuk mengumpulkan
dokumen perangkat pembalajaran.
Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data penelitian ini adalah instruksi tugas dan rubrik penilaian
keterampilan menulis karya ilmiah. Instruksi tugas dapat berupa deskripsi perintah atau penjelasan
aktivitas yang dikerjakan mahasiswa dalam menyelesaikan tugasnya. Rubrik penilaian adalah
panduan penskoran yang digunakan pada saat penilaian dokumen makalah karya mahasiswa.
Lembar observasi aktivitas pembelajaran pada kelas eksperimen juga menjadi instrumen
pengumpulan data dalam penelitian ini. Instrumen penelitian divalidasi dengan meminta batuan
orang lain untuk menelaah instrumen tersebut menggunakan lembar validasi instrumen.
Teknik Analisis Data
Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif (mean, median,
modus, nilai tertinggi, nilai terendah, dan menyusun tabel distribusi prekuensi disertai dengan
histogram) dan statistic inferensial (uji T-tes) berbantuan SPSS versi 16.00. Sebelum dilakukan uji
T-tes terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas data dengan formula
Kolmogorov-smirnov berbatuan SPSS versi 16.00. Interpretasi hasil uji hipotesis dilakukan dengan
membandingkan nilai T-hitung dengan T-tabel. Apabila nilai (T-hitung > T-tabel) atau nilai sig. lebih kecil
dari 0.05 (sig < 0.05), maka HO ditolak dan apabila nilai (T-hitung < T-tabel) atau nilai sig. lebih besar
dari 0.05 (sig > 0.05), maka HO diterima.
HASIL DAN PEMBAHAHASAN
Hasil Penelitian
Pendeskripsian Data
Penelitian ini melibatkan 60 mahasiswa yang menempu perkuliahan menulis karya ilmiah.
Mereka terbagi dalam dua kelas, yaitu kelas A 31 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas B 27
orang sebagai kelas kontrol. Pembelajaran pada kelas eksperimen menggunakan model prosain,
sedangkan kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional (metode ceramah, tanya
jawab dan penugasan. Pembelajaran pada kelas eksperimen berlangsung selama lima kali
pertemuan. Pada pertemuan pertama dosen menjelaskan materi ajar konseptual, seperti pengertian
karya ilmiah, ciri-ciri karya ilmiah, prinsip-prinsip menulis karya ilmiah, bahasa karya ilmiah, dan
jenis-jenis karya ilmiah. Materi tersebut diajarkan pada mahasiswa dengan menggunakan metode
ceramah dan tanya jawab. Materi tersebut disajikan kepada mahasiswa dengan memanfaatkan
media powerpoint. Setelah menjelaskan materi dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa
bertanya. Terdapat 2 mahasiswa yang bertanya, penanya pertama menanyakan tentang perbedaan
struktur makalah deduktif dengan makalah induktif. Penanya kedua menanyakan perbedaan
karangan ilmiah popular dengan karangan ilmiah murni. Kemudian dosen menjawab pertanyaan
kedua mahasiswa tersebut. Dosen menyarankan kepada mahasiswa agar memperdalam
pemahamannya tentang konsep karya ilmiah dengan membaca literatur-literatur terkait yang
terdapat pada silabus mata kuliah.
Pada pertemuan kedua, dosen menyajikan contoh karya ilmiah kepada mahasiswa berupa
makalah ilmiah deduktif, makalah induktif, dan artikel jurnal. Mahasiswa ditugaskan secara
berkelompok untuk mereviu karya ilmiah tersebut. Setelah itu, setiap kelompok ditugaskan untuk
menyajikan secara singkat hasil reviunya. Kegiatan diskusi terjadi saat sesi penyampaian hasil reviu
artikel. Pada akhir pertemuan dosen menjelaskan langkah-langkah menulis karya ilmiah, kemudian
mahasiswa ditugaskan untuk menyusun karya ilmiah. Pada pertemuan ketiga dosen mereviu tugas
mahasiswa dan memberikan saran-saran perbaikan. Mahasiswa ditugaskan untuk memperbaiki
karya ilmiah yang mereka tulis sesuai saran. Kemudian pada pertemuan keempat dosen juga
mereviu tugas-tugas mahasiswa secara klasikal di kelas dan mahasiswa diberikan kesempatan untuk
menyempurnakan kembali tugas yang telah dikerjakan. Pada pertemuan kelima, mahasiswa
ditugaskan untuk mengumpulkan makalah yang telah mereka tulis untuk dinilai. Setelah dinilai
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 243
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
kemudian makalah tersebut dikembalikan dan mahasiswa ditugaskan untuk mempublikasikannya
melalui seminar ilmiah atau jurnal.
Pembelajaran pada kelas kontrol memiliki desain yang berbeda dengan kelas eksperimen.
Rancangan desain pembelajaran pada kelas control diserahkan sepenuhnya pada dosen. Dosen
mengajarkan materi konseptual seperti pengertian karya ilmiah, ciri-ciri karya ilmiah, prinsip-
prinsip menulis karya ilmiah, bahasa karya ilmiah, dan jenis-jenis karya ilmiah. Materi tersebut
diajarkan pada mahasiswa dengan menggunakan metode ceramah dan tanya jawab. Materi tersebut
disajikan kepada mahasiswa dengan memanfaatkan media powerpoint. Setelah menjelaskan materi
dosen memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya. Pada pertemuan kedua dosen
menjelaskan langkah-langkah menulis karya ilmiah kemudian dilanjutkan dengan penugasan.
Dosen menugaskan mahasiswa untuk menyusun karya ilmiah. Dosen memberikan waktu kepada
mahasiswa untuk mengumpulkan tugas tersebut pada akhir pertemuan ke lima.
Pada akhir pertemuan kelima, tugas mahasiswa pada kelas eksperimen dan kelas control
telah terkumpul. Selanjutnya dosen memberikan penilaian terhadap tugas-tugas tersebut. Penilaian
dokumen makalah siswa dilakukan dengan menggunakan rubrik penilaian makalah. Skor data
penilaian makalah mahasiswa dijumlahkan dan dikonversi menjadi nilai. Hasil penilaian
menunjukkan bahwa pada kelas eksperimen nilai rata-rata 71,77, median 70, modus 65, nilai
tertinggi 90, dan nilai terendah 65. Nilai rata-rata pada kelas control 64,14, median, 65, modus 60,
nilai tertinggi 85, dan nilai terendah 55. Untuk lebih jelas pada tabel 1 berikut ini disajikan
ringkasan data hasil nilai makalah mahasiswa.
Tabel 1. Ringkasan Nilai Mahasiswa makalah mahasiswa
pada kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas
Eksperimen Kelas Kontrol
N 31 29
Rerata 71.77 64.14
Median 70 65
Modus 65 60
Nilai tertinggi 90 85
Nilai terendah 65 55
Tabel di atas menunjukkan bahwa nilai rerata, median, modus, nilai tertinggi dan nilai
terendah pada kelas eksperimen lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelas eksperimen. Nilai
mahasiswa pada kelas eksperimen sebagian besar berada pada interval 61 – 66 ke atas sementara
pada kelas control berada pada interval 61 – 66 ke bawah. Untuk lebih jelas berikut ini disajikan
tabel distribusi nilai makalah mahasiswa pada kelas eksperimen dan kelas control disertai dengan
gambar histogram.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Nilai Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
No Interval F. Eksperimen F. Kontrol
1 55 – 60 0 14
2 61 – 66 11 8
3 67 – 72 8 4
4 73 – 78 5 1
5 79 – 84 5 1
6 85 – 90 2 1
Jumlah 31 29
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 244
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Gambar 1. Histogram Distribusi Frekuensi Nilai kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan rumus T-tes independen. Uji T-tes
digunakan untuk mengetahui pengaruh model prosain terhadap keterampilan mahasiswa menulis
karya ilmiah. Sebelum dilakukan uji T-tes terlebih dilakukan uji prasarat analisis (uji normalitas dan
homogenitas data). Hasil uji normalitas data mnunjukkan bahwa nilai sig. pada kelas eksperimen
dan kelas control lebih besar dari 0.05 (0.11 > 0.05) dan 0.16 > 0.05) yang berarti data nilai pada
kelas eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal. Hasil uji homogenitas menunjukkan
bahwa nilai sig > 0.05 (0.75 > 0.05) yang berarti bahwa data nilai kelas eksperimen dan kelas
kontrol berdistribusi normal. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa nilai rerata kelas eksperimen
lebih besar dari kelas kontrol (71.77 > 64.14). Nilai thitung lebih besar dari ttabel (4,19 > 2.00) pada
taraf signifikansi 0.05 dengan db 58 dan harga sig juga lebih kecil dari 0.05. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model prosain terhadap keterampilan menulis karya ilmiah
mahasiswa.
Pembahasan
Model prosain merupakan salah satu model pembelajaran yang tergolong model pembelajaran
aktif dan dapat diimplementasikan secara kooperatif. Model ini berpusat pada siswa/mahasiswa,
mereka diberikan kesempatan untuk mengeksplorasi keterampilan menulisnya. Pendidik berperan
sebagai fasilitator dan konselor pembelajaran. Implementasi model prosain pada pembelajaran
menulis karya ilmiah berdampak positif pada keterampilan mahasiswa menulis karya ilmiah. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa nilai rerata keterampilan menulis karya ilmiah lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas kontrol. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa ada pengaruh model
prosain terhadap keterampian mahasiswa menulis karya ilmiah. Hal ini berarti bahwa secara empiris
model prosain efektif digunakan dalam pembelajaran menulis karya ilmiah.
Model prosain efektif digunakan dalam pembelajaran karena pembelajaran dilaksanakan
secara terbimbing. Mahasiswa tidak hanya diajarkan tentang konsep-konsep karya ilmiah tetapi
mahasiswa ditugaskan untuk praktik menulis karya ilmiah. Praktik menulis karya ilmiah
dilaksanakan secara terbimbing. Dosen meminitoring dan mereviu tugas mahasiswa secara
berkelanjutan, kemudian mahasiswa memperbaiki tugas tersebut sesuai dengan hasil reviu dosen
atau rekan kelasnya. Model prosain menjadi jawaban terhadap hasil studi Rahmini (2014) yang
menyatakan bahwa rendahnya kemampuan mahasiswa dalam menulis karya ilmiah disebabkan oleh
mahasiswa kurang membaca, kurang berlatih menulis, metode pembelajaran yang kurang tepat, dan
lingkungan belajar yang tidak kondusif.
Kelas Eksperimen, 55 - 60, 0
Kelas Eksperimen, 61 - 66, 11
Kelas Eksperimen, 67 - 72, 8
Kelas Eksperimen, 73 - 78, 5
Kelas Eksperimen, 79 - 84, 5
Kelas Eksperimen, 85 - 90, 2
Kelas Kontrol, 55 - 60, 14
Kelas Kontrol, 61 - 66, 8
Kelas Kontrol, 67 - 72, 4
Kelas Kontrol, 73 - 78, 1
Kelas Kontrol, 79 - 84, 1
Kelas Kontrol, 85 - 90, 1
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 245
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Pada implementasi model prosain mahasiswa dittuntut untuk banyak membaca dengan
mereviu karya ilmiah karya orang lain. Pembelajaran berlangsung secara interaktif karena setiap
mahasiswa dituntut untuk aktif dalam belajar. Mahasiswa memperoleh porsi waktu yang cukup
untuk bereksplorasi, menuangkan ide dan gagasannya dalam menulis. Dosen memberikan
bimbingan secara intensif kepada mahasiswa dalam praktik menulis. Slamet (2008), menyatakan
bahwa menulis merupakan keterampilan berbahasa yang sangat kompleks. Seseorang dapat
meningkatkan keterampilannya dalam menulis dengan memperbanyak berlatih menulis secara terus
menerus.
Implementasi model prosain dalam pembelajaran menulis karya ilmiah dapat meningkatkan
kompetensi mahasiswa dalam menulis karya ilmiah. Meningkatnya ketermpilan menulis mahasiswa
juga berdampak positif pada bertambahnya jumlah dokumen karya tulis ilmiah Indonesia yang
dipublikasikan pada jurnal ilmiah. Data pada pertengahan Oktober 2018 menunjukkan bahwa
peringkat publikasi ilmiah Indonesia pada jurnal terindeks skopus berada pada urutan ke 52 dari 239
negara. Peringkat Indonesia berada di bahwa Tunisia (51), thailand (42) New Sealand (36),
Malaysia (34) dan Singapura (32). Jumlah perguruan tinggi di Indonesia jauh lebih banyak bisa
dibandingkan dengan negara-negara tesebut namun produktivitas menulisnya sangat tinngi. Ke
depan diharapkan jumlah dokumen karya tulis Indonesia pada jurnal beriputasi internasional
bertambah. Hal tersebut dapat digapai jika ditunjang oleh adanya dorongan dan motivasi dosen dan
mahasiswa untuk terus menelurkan karya tulis ilmiah.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model
prosain dalam pembelajaran menulis karya ilmiah dapat meningkatkan keterampilan mahasiswa
menulis karya ilmiah. Hal tersebut dilihat dari nilai rata-rata perolehan mahasiswa pada kelas
eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Hasil uji T juga menunjukan bahwa nilai t-hitung lebih
tinggi dari nilai t-tabel (4,19 > 2.00) dan harga sig juga lebih kecil dari 0.05. Penerapan model
prosain berdampak positif pada keterampilan mahasiswa menulis karya ilmiah karena model ini
berpusat pada mahasiswa. Mahasiswa diberikan kesempatan yang luas untuk praktik menulis. Hasil
penelitian ini dapat menjadi acuan bagi dosen dalam memilih model pembelajaran yang akan
digunakan dalam pembelajaran menulis karya ilmiah.
SARAN
1. Pembelajaran menulis karya ilmiah diperguruan tinggi hendaknya menggunakan model
pembelajaran yang berpusat pada mahasiswa dan memberikan kesempatan yang seluas-luas pada
mahasiswa untuk praktik menulis.
2. Model prosain dapat menjadi salah satu pilihan model yang digunakan dalam pembelajaran
menulis karya ilmiah karena model ini memberikan konstribusi positif terhadap keterampilan
mahasiswa menulis karya ilmiah.
3. Mahasiswa perlu memperbanyak bacaan dan menyediakan waktu yang cukup untuk praktik
menulis karya ilmiah.
4. Perguruan tinggi perlu mempertimbangkan agar menulis karya ilmiah dapat dijadikan sebagai
salah satu mata kuliah yang wajib ditempu oleh mahasiswa pada semua program studi.
DAFTAR RUJUKAN Adnan, Iksan, M., Zuhri, L., & Suhendra, R. (2018). Model Pembelajaran Menulis Karya Ilmiah
Berbasis Pendekatan Proses dan Pendekatan Saintifik (Model Prosain). Unpublikasi:
Universitas Samawa.
Andayani. (2015). Problema dan Aksioma dalam Metodologi Pembelajaran Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Budi Utama.
Arends, R. (1997). Classroom Instruction Management. New York: The Mc Graw-Hill Company.
Bruce, Joyce. Marsha, Weill. Emily, Calhoun. (2003). Models of Teaching. New Jersey: Prentice-
Hall Inc.
Dalman. (2014). Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 246
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Fatrhurrahman, M. (2015). Model-Model Pembelajaran Inovatif: Alternatif Pembelajaran yang
Menyenangkan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Iksan, M., Adnan, & Suhendra, R. (2018). Studi Eksplorasi Proses Pembelajaran Menulis Karya
Ilmiah di Perguruan Tinggi. Jurnal Kependidikan FKIP-UNSA, 3 (1), 20 – 31.
Komaruddin. (2000). Model Pembelajaran Aktif. Bansdung: Rosdakarya.
Rahmiati. (2014). Analisis Kendala Internal Mahasiswa dalam Menulis Karya Ilmiah. Jurnal Al-
Daulah,. 3, (2), 254 – 269.
Rusman. (2017). Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana.
Sagala, Syaiful. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Soekamto dan Winataputra. (1996/1997). Model Pembelajaran. Surabaya: Giri Surya.
Slamet, St. Y. (2008). Dasar-Dasar Keterampilan Berbahasa Indonesia. Surakarta: LPP UNS dan
UNS Press.
Slamet, St. Y., Waluyo, Herman, dan Suyanto, M. I. (2014). Metode Menulis Karya Ilmiah.
Surakarta: UNS Press.
Suparno dan M. Yunus. (2003). Keterampilam Dasar Menulis. Jakarta: UT.
Tompkins, G., E. and Hoskisson, K. (1995). Language Art: Content and Teaching Strategies.
Michigan: Merrill/Prentice Hall.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 247
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENGEMBANGAN MODUL BERBASIS PENDEKATAN SAINTIFIK DIPADU
PENDIDIKAN KARAKTER UNTUK MENINGKATKAN SIKAP
ABAD 21 SISWA
Muhammad Irwansyah1, Ariyansyah
2 dan Olahairullah
3
1,2,3Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Bima
e-mail: [email protected]
Abstrak: Pendekatan saintifik dan penguatan pendidikan karakter merupakan pendekatan
pembelajaran yang direkomendasikan pemerintah untuk diterapkan dalam proses pembelajaran di
sekolah. Oleh karna itu dilakukanya penelitian ini, dengan tujuan pengembangan modul
pembelajaran biologi berbasis pendekatan saintifik dipadu pendidikan karakter dapat meningkatkan
sikap abad 21 siswa atau memenuhi kriteria valid, praktis dan efektiv. Sikap abad 21 siswa yang
diamati yaitu: religius, jujur, disiplin, kerjasama, kemampuan berkomunikasi dan kreatif. Jenis
penelitian yang digunakan yaitu penelitian pengembangan (Research & Development) yang
mengikuti tahapan pengembangan Thiagarajan yaitu pendefenisian (define), perancangan (design),
pengembangan (develop) dan penyebaran (disseminate). Subjek penelitian adalah siswa SMAN 2
kota bima kelas X yang berjumlah 26 orang. Adapun instrumen yang digunakan yaitu lembar
validasi, lembar observasi, instrumen penilaian sikap, dan angket respon siswa.. Berdasarkan hasil
ujicoba dapat disimpulkan bahwa modul pembelajaran biologi berbasis pendekatan saintifik dipadu
pendidikan karakter hasil pengembangan dapat meningkatkan sikap abad 21 siswa.
KATA KUNCI: Modul, Pendekatan Saintifik, Pendidikan Karakter, Sikap Abad 21.
PENDAHULUAN
Di tahun 2013 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyarankan agar diterapkanya
kurikulum 2013 diseluruh jenjang pendidikan yang ada di Indonesia. Alasan pemerintah menerapkan
kurikulum 2013 disebabkan karena terjadinya degradasi moral dikalangan peserta didik dan tuntutan
untuk menghadapi abad 21. Adapun kompetensi yang harus dimiliki SDM untuk menghadapi abad
21 yaitu memiliki kemampuan berkomunikasi, kerjasama, berpikir kritis, berpikir kreatif, pemecahan
masalah, berbudaya dan berkarakter. Sementara kurikulum sebelumnya masih berputar pada
pengembangan kompetensi kognitif semata. Oleh karna itu tema besar kurikulum 2013 adalah
menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif melalui penguatan sikap,
keterampilan dan pengetahuan yang terintegrasi (Mulyasa, 2013).
Pendekatan saintifik dan penguatan pendidikan karakter merupakan pendekaatan
pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru untuk mencapai tujuan kurikulum 2013. Pendekatan
saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang dengan sedemikian rupa agar siswa secara aktif
mengonstruksi konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati (untuk
mengidentifikasi atau menemukan masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan
hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikan konsep hukum atau prinsip yang ditemukan (Daryanto, 2014). Hasil akhir
penerapan pendekatan saintifik dalam pembelajaran adalah peningkatan dan keseimbangan antara
kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan
dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik (Kemendikbud, 2013).
Sementara itu, menurut Suyitno (2012) pendidikan karakter merupakan suatu sistem
pendidikan yang berupaya menanamkan nilai-nilai luhur kepada warga sekolah yang meliputi
kompenen pengetahuan, kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai
tersebut. Adapun nilai-nilai karakter yang ditanamkan dan dikembangkan di sekolah yaitu religius,
jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingintahu, cinta tanah air,
peduli sosial dan tanggung jawab (Sudrajat, 2011: 55-56). Penerapan pendidikan karaktek disekolah
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 248
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
perlu didukung oleh berbagai pihak terutama guru. Oleh karenanya dalam pelaksanaan pembelajaran
di sekolah dan penyusunan perangkat pembelajaran (silabus, RPP, LKS, dan modul pembelajaran)
guru dapat menggunakan pendekatan saintifik dipadu dengan pendidikan karakter.
Namun, menurut Agustin (2011: 81) pembelajaran yang dilakukan di lembaga-lembaga
pendidikan formal saat ini masih banyak menggunakan model pembelajaran yang bersifat
konvensional yang meniti beratkan pada dimensi pengetahuan (kognitif) dan pada akhirnya siswa
tidak terbiasa berpikir kreatif, kritis, komunikasi dan kerjasama. Padahal kurikulum 2013
menginginkan agar siswa terbiasa berpikir kompleks (kritis, kreatif dan pemecahan masalah) agar
siswa memiliki bekal untuk bertahan hidup diabad 21. Selain dari pada itu, perangkat pembelajaran
yang digunakan guru disekolah adalah perangkan pembelajaran yang dibeli dipasaran tanpa ada
upaya merencanakan dan menyusunya sendiri. Padahal perangkat pembelajaran tersebut hanya
berisikan soal-soal latihan tanpa ada kegiatan ilmiah dan penguatan pendidikan karakter, sehingga
menyebabkan siswa tidak termotivasi untuk belajar dan minat belajarnya rendah (Prastowo, 2011).
Oleh karena itu dilakukannya penelitian ini dengan judul pengembangan modul berbasis
pendekatan saintifik dipadu pendidikan karakter untuk meningkatkan sikap abad 21 siswa. Adapun
sikap abad 21 siswa yang dijadikan objek penelitian yaitu religius, jujur, disiplin, kerjasama,
kemampuan berkomunikasi dan kreatif. Penelitian ini termotivasi dari hasil penelitian sebelumnya
seperti penelitian Machin (2014), Mustami & Irwansyah (2015), Putri dkk (2016) serta Wahyuni
dkk (2016) bahwa penerapan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan saintifik dengan
penguatan pendidikan karakter dapat meningkatkan sikap abad 21 siswa.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian pengembangan (Reseach and Development) dengan
menggunakan model pengembangan Thiagarajan yang dikenal dengan 4-D yaitu pendefenisian
(define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebaran (disseminate). Uji coba
modul pembelajaran hasil pengembangan dilaksanakan di SMAN 2 Kota Bima pada siswa kelas X
semester genap tahun pelajaran 2017/2018.
Kualitas perangkat pembelajaran yang diharapkan dalam penelitian ini diukur dengan
meggunakan instrumen berdasarkan aspek-aspek kualitas, antara lain: (a) kevalidan; diukur dengan
penilaian validator ahli, (b) kepraktisan; diukur dengan penilaian keterlaksanaan pembelajaran dan
(c) keefektivan; diukur dengan menggunakan instrumen penilaian sikap dan angket respon siswa.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik analisis statistik
deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun hasil penelitian dari masing-masing tahapan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pendefenisian
Setelah dilakukan observasi awal didapatkan modul pembelajaran biologi yang
digunakan oleh guru adalah modul yang dibeli dipasaran. Modul tersebut berisikan materi, soal
uraian dan pilihan ganda. Cakupan materi dalam modul sangat banyak sehingga siswa tidak
termotivasi untuk mempelajarinya. Selain itu didalam modul pembelajaran tidak terdapat
kegiatan ilmiah dan penguatan pendidikan karakter. Perangkat pembelajaran tersebut tidak sesuai
dengan konteks pendidikan abad 21. Dimana dalam konteks pendidikan abad 21 perangkat
pembelajaran yang dikembangkan oleh guru harus berbasis pendekatan saintifik dan penguatan
pendidikan karakter sehingga siswa memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi dan berkarakter.
2. Tahap Perancangan
Modul pembelajaran biologi yang dirancang adalah modul berbasis pendekatan saintifik
dipadu pendidikan karakter. Didalam modul tersebut terdapat kegiatan ilmiah yang terdiri dari
5M yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar dan mengkomunikasikan.
Setiap tahapan kegiatan ilmiah terdapat penguatan pendidikan karakter. Selain dari pada itu
didalam modul pembelajaran yang dirancang terdapat permasalahan atau kasus yang sifatnya
kontekstual. Modul pembelajaran ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi siswa dan berkarakter.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 249
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
3. Tahap Pengembangan
a. Hasil validasi
Modul pembelajaran biologi hasil pengembangan dinilai oleh 2 orang validator ahli
yaitu ahli materi dan ahli perangkat pembelajaran. Adapun hasil validasi modul pembelajaran
biologi berbasis pendekatan saintifik dipadu pendidikan karakter dapat dilihat pada tabel 1
berikut:
Tabel 1. Hasil Validasi Modul Pembelajaran Biologi
No. Aspek pengamatan ̅ Keterangan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kontruksi isi
Teknik penyajian
Kelengkapan penyajian
Kesesuaian RPP, LKS, dan
THB
Bahasa
Manfaat/kegunaan
3,14
3,69
3,50
3,00
3,60
3,62
Valid
Sangat valid
Sangat valid
Valid
Sangat valid
Sangat valid
Rata-rata penilaian total 3,43 Valid
Data tabel 1 menunjukkan bahwa modul pembelajaran biologi berbasis pendekatan
saintifik dipadu pendidikan karakter secara umum dinyatakan valid (M= 3,43). Data tersebut
dinyatakan valid karna telah memenuhi kriteria kevalidan 3,5 ≤ M < 4,0 (Nurdin, 2007).
Namun walaupun modul pembelajaran memenuhi kriteria kevalidan terdapat beberapa saran
dari validator diantaranya penguatan pendidikan karakter harus kelihatan secara jelas disetiap
tahap pembelajaran saintifik, sebaiknya dicantumkan juga permasalahan yang sesuai dengan
konteks kehidupan nyata dan gambar hewan yang ada didalam modul diusahakan berbasis
kearifan lokal daerah bima. Menurut Arsyad (2013) perangkat pembelajaran yang dibuat harus
disesuaikan dengan kebutuhan atau psikologis siswa dan konteks kehidupan nyata agar proses
pembelajaran dapat terlaksana secara efektiv. Berdasarkan saran tersebut maka dilakukan
perbaikan atau revisi kecil. Setelah itu dilakukan uji coba terbatas pada siswa SMAN 2 kota
bima.
b. Hasil uji coba modul
1) Data keterlaksanaan modul
Data keterlaksanaan modul pembelajaran biologi berbasis pendekatan saintifik
dipadu pendidikan karakter didapatkan dari penilaian 2 orang pengamat. Adapun yang
menjadi pengamat yaitu 1 orang guru biologi dan 1 orang dosen penididikan biologi.
Adapun hasil analisis keterlaksanaan modul dapat dilihat pada tabel 2 berikut:
Tabel 2. Hasil Analisis Keterlaksanaan Modul
No Aspek Pengamatan Rata-rata hasil
pengamatan
Kategori
1.
2.
3.
Sintaks
Interaksi Sosial
Prinsip reaksi
3,58
3,45
3,65
Sangat Baik
Sangat Baik
Sangat Baik
Rata-rata total 3,56 Sangat Baik
Data tabel 2 diatas menunjukkan bahwa secara keseluruhan penggunaan modul
pembelajaran biologi berbasis pendekatan saintifik dipadu pendidikan karakter terlaksana
sangat baik M=3,56. Hal ini menandakan bahwa modul pembelajaran yang dikembangkan
dapat mengaktifkan siswa. Dimana siswa aktif dalam berdiskusi, aktif menyampaikan
pertanyaan dan menjawab pertanyaan. Selain itu proses pembelajaran berlangsung sesuai
sintaks yang ada sehingga siswa termotivasi untuk belajar.
2) Data angket respon siswa
Angket dibagikan kepada siswa, setiap siswa mendapatkan 1 rangkap angket.
Angket digunakan untuk memperoleh data respon siswa terhadap modul pembelajaran
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 250
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
biologi berbasis pendekatan saintifik dipadu pendidikan karakter. Adapun data angket
respon siswa dapat dilihat pada tabel 3 berikut:
Tabel 3. Hasil Analisis Angket Respon Siswa
Berdasarkan data diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran dengan
menggunakan modul pembelajaran biologi berbasis pendekatan saintifik dipadu pendidikan
karakter berada pada kategori positif dan sangat positif. Respon positif memperoleh nilai
11, 54%, respon sangat positif memperoleh nilai 88,64% sedangkan respon negatif 0%.
Data tersebut menunjukkan bahwa modul pembelajaran hasil pengembangan sesuai dengan
kebutuhan siswa. Dimana dalam konteks pembelajaran abad 21 yang aktif adalah siswa
sedangkan guru hanya bertindak sebagai fasilitator.
3) Data penilaian sikap abad 21 siswa.
Adapun sikap abad 21 siswa yang dinilai selama proses pembelajaran menggunkan
modul pembelajaran biologi berbasis pendekatan saintifik dipadu pendidikan karakter yaitu
religius, jujur, disiplin, kerjasama, kemampuan berkomunikasi dan kreatif. Data
selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4 berikut:
Tabel 4. Hasil Penilaian Sikap Abad 21 Siswa
No. Kategori Sikap Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Baik 12 46,15
2. Baik 14 53,84
3. Cukup 0 0
4. Kurang 0 0
Berdasarkan tabel 4 diatas diperoleh data dari penilaian sikap abad 21 siswa yaitu
sebanyak 12 orang siswa menunjukkan sikap sangat baik sedangkan 14 orang siswa
menunjukkan sikap baik selama pembelajaran dengan menggunakan modul pembelajaran
berbasis pendekatan saintifik dipadu pendidikan karakter. Hasil penilaian sikap dalam
kategori baik dan sangat baik disebabkan karna setiap pembelajaran peneliti menggunakan
pengguatan pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah proses pendidikan yang
dilakukan sekolah melalui pemberian pengetahuan dan penanaman nialai-nilai karakter
yang baik pada peserta didik melalui contoh atau teladan agar peserta didik memiliki
karakter berhubungan dengan tuhan, diri sendiri, sesama sosial dan lingkungan, serta nilai
karakter kebangsaan (Furkan, 2013).
4. Tahap Penyebaran
Tahap penyebaran bertujuan untuk mengetahui respon guru selaku pengguna terkait modul
pembelajaran biologi berbasis pendekatan saintifik dipadu pendidikan karakter. Penyebaran
modul pembelajaran biologi hasil pengembangan hanya terbatas pada guru mata pelajaran
biologi SMAN 2 kota Bima melalui forum musyawarah guru mata pelajaran (MGMP). Setelah
dilakukakan analisis data ternyata respon guru pada modul pembelajaran biologi berada pada
kategori positif dan sangat positif. Hasil tersebut menandakan bahwa modul pembelajaran
biologi berbasis pendekatan saintifik dipadu pendidikan karakter dapat digunakan oleh guru
secara luas.
SIMPULAN
No. Respon
Respon siswa terhadap
Modul
pembelajaran
Kegiatan
pembelajaran
% %
1.
2.
3.
Sangat positif
Positif
Negatif
34,62
65,38
0
88,46
11,54
0
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 251
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Setelah dilakukanya penelitian tentang pengembangan modul pembelajaran biologi berbasis
pendekatan saintifik dipadu pendidikan karakter maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Modul pembelajaran biologi berbasis pendekatan saintifik dipadu pendidikan karakter memenuhi
kriteria kevalidan dengan nilai M= 3,43.
2. Penerapan modul pembelajaran biologi berbasis pendekatan saintifik dipadu pendidikan karakter
terlaksana sangat baik dengan nilai M= 3,56.
3. Pengembangan modul pembelajaran biologi berbasis pendekatan saintifik dipadu pendidikan
karakter memenuhi kriteria keefektivan dengan nilai angket respon siswa sangat positif 88,46%
sedangan penilaian sikap siswa kategori baik 46,15% dan kategori sangat baik 53, 84%. Nilai
tersebut mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan sikap abad 21 siswa setelah menggunkan
modul pembelajaran biologi hasil pengembangan.
Terima kasih kami sampaikan kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
(Kemenristek-dikti) yang telah mendanai penelitian ini melalui hibah penelitian dosen pemula
(PDP).
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, M. 2011. Permasalahan Belajar dan Inovasi Pembelajaran. Bandung: PT. Refika
Aditama.
Arsyad, A. 2013. Media Pembelajaran (Edisi Revisi Cetakan ke- 16). Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Daryanto. 2014. Pendekatan Pembelajaran Saintifik Kurikulum 2013. Yogyakarta: Gava Media.
Furkan, N. 2013. Pendidikan Karakter Melalui Budaya Sekolah. Yogyakarta: Magnum Pustaka
Utama.
Kemendikbud. 2013. Diklat Guru dalam Rangka Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Machin A. (2014). Implementasi Pendekatan Saintifik Penanaman Karakter dan Konservasi pada
Pembelajaran Materi Pertumbuhan. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia. Vol. III. (1). 28
Mulyasa. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Mustami MK & Irwansyah M. (2015). Pengembangan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)
Berorientasi Pendekatan Saintifik di SMA. Lentera Pendidikan. Vol. 18 (2). 236.
Nurdin. (2007). Model Pembelajaran Matematika yang Menumbuhkan Kemampuan Metakognitif
untuk Menguasai Perangkat Pembelajaran. Disertasi: PPs Universitas Negeri Surabaya.
tidak Diterbitkan.
Prastowo A. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif “Menciptakan Metode
Pembelajaran yang Menarik dan Menyenangkan”. Jogjakarta: Diva Press.
Putri, RH., Ibrahim, M & Soetjipto. (2016). Pengembangan Perangkat Pembelajaran IPA
Terintegrasi dengan Pendekatan Saintifik untuk Melatihkan Kemampuan Berpikir Kreatif
Siswa Kelas VII SMP. Pendidikan Sains Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. Vol. 5 (2).
942.
Sudrajat, A. 2011. Mengapa Pendidikan Karakter? Jurnal Pendidikan Karakter. Tahun I (1). 55-56.
Suyitno, I. 2012. Pengembangan Pendidikan Karakter dan Budaya Bangsa Berwawasan Kearifan
Lokal. Jurnal Pendidikan Karakter. Tahun II (1). 4-5.
Wahyuni, Wiyasa & Putra. (2016). Penerapan Pendekatan Saintifik Berorientasi Pendidikan
Karakter untuk Meningkatkan Penguasaan Kompetensi Pengetahuan IPS dan Sikap Sosial. E-
Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 4 (1). 1.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 252
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
ANALISIS KESULITAN SISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL CERITA
MATEMATIKA PADA MATERI KELILING DAN LUAS LINGKARAN
SMPN 3 NARMADA DITINJAU DARI PETA KOGNITIF
Nellyda Andriani 1; Sutarto
2; Baiq Rika Ayu Febrilia
3
1,2,3Pendidikan Matematika, FPMIPA, IKIP Mataram
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesulitan-kesulitan yang
dialami siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada materi keliling dan luas lingkaran SMPN 3
Narmada ditinjau dari peta kognitif. Penelitian dilakukan di SMPN 3 Narmada. Subjek penelitian
ini terdiri dari 2 subjek di kelas IX C SMPN 3 Narmada. Jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Instrument yang digunakan adalah soal tes dan pedoman wawancara. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan wawancara. Analisis data mengacu pada
pendapat Miles dan Huberman adalah reduksi data, analisis data, dan kesimpulan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kesulitan yang dihadapi siswa sebagai berikut: kesulitan memahami soal yaitu
siswa tidak bisa mengubah soal kedalam bentuk matematika, kesulitan merencanakan penyelesaian
yaitu siswa tidak bisa menemukan langkah-langkah yang digunakan untuk menyelesaikan soal,
kesulitan melaksanakan perencanaan yaitu siswa sering melakukan kesalahan dalam menggunakan
pengoperasian perkalian dan pengurangan, kesulitan dalam memeriksa kembali solusi yang
diperoleh yaitu siswa tidak bisa menyelesaikan permasalahan secara tepat dan hasil jawaban akhir
tidak sesuai dengan konteks soal.
Kata Kunci: Kesulitan, Peta Kognitif
PENDAHULUAN
Matematika merupakan ilmu hitung berupa angka yang menjadi sarana dalam kehidupan
sehari-hari yang membantu manusia dalam menyelesaikan masalah. Matematika perlu diajarkan
kepada siswa karena selalu digunakan dalam segi kehidupan, semua membutuhkan keterampilan
matematika dan matematika dapat meningkatkan kemampuan berpikir logis (Ardiyanti, 2014).
Matematika masih dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit dan tidak menyenangkan
oleh banyak siswa, bahkan sejumlah siswa menganggap matematika sebagai hal yang
menakutkan, kemudian pandangan tersebut menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam
belajar matematika sehingga siswa juga sulit dalam menyelesaikan soal matematika terutama pada
soal cerita (Julianti, 2016). Meskipun demikian, semua orang harus mempelajari matematika
karena matematika merupakan suatu sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-
hari. Dari hasil wawancara yang dilakukan guru kelas VIII SMPN 1 Narmada, SMPN 3 Narmada
dan setelah dilihat dari beberapa jurnal, masih banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam
mempelajari materi lingkaran dan siswa masih sering melakukan kesalahan dalam mengerjakan
soal cerita. Menurut pendapat Wibowo (2016) kesulitan-kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal
cerita dapat dilihat dari kesalahan yang dilakukan siswa dalam proses menyelesaikan soal cerita.
Oleh karena itu pentingnya kita mencari tau kesulitan siswa yaitu untuk memudahkan guru dalam
membuat strategi pembelajaran yang tepat untuk siswa dan untuk mengurangi banyaknya
kesalahan yang dilakukan siswa.
Soal cerita matematika adalah soal terapan dari pokok bahasan matematika yang disajikan
dalam bentuk kalimat dan dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari (Juliyanti, 2016). Soal cerita
merupakan soal yang berbentuk cerita dalam matematika yang terkait dengan kehidupan sehari-
hari untuk dicari penyelesaianya menggunakan kalimat matematika yang memuat simbol.
Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam menyelesaikan soal cerita menurut Wibowo
(2016) kesulitan dalam memahami soal, kesulitan merancanakan penyelesaian masalah, kesulitan
dalam melaksanakan perencanaan penyelesaian masalah, kesulitan pengambilan kesimpulan
jawaban.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 253
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Langkah-langkah dalam pemecahan masalah matematika dalam bentuk soal cerita menurut
Polya (dalam Hidayah, 2016) yaitu: memahami masalah, merencanakan pemecahan masalah,
melaksanakan rencana pemecahan masalah, dan memeriksa kembali solusi yang diperoleh.
Adanya kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal matematika perlu mendapat perhatian
lebih (Utami, 2017). Salah satu yang menyebabkan belum maksimalnya hasil belajar siswa yaitu
kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam mengerjakan soal (Zahara, 2016). Jika
kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal dibiarkan, maka tujuan pembelajaran tidak akan
tercapai dengan baik dan akan berdampak pada prestasi belajar siswa di sekolah.
Salah satu materi pembelajaran yang membuat siswa kesulitan dalam belajar yaitu pada
materi lingkaran. Materi lingkaran merupakan salah satu materi pokok dalam matematika yang
erat kaitannya dalam kehidupan sehari-hari (Sutriningsih, 2015). Banyak permasalahan-
permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang memerlukan pemahaman konsep lingkaran dalam
pemecahannya. Namun faktanya, materi ini merupakan salah satu kajian matematika yang
dianggap sulit untuk dipahami oleh siswa.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut dapat diteliti dan dikaji lebih lanjut bagaimana
kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal cerita. Untuk mengetahui bentuk kesulitan tersebut
perlu dianalisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita keliling dan luas lingkaran pada
pembelajaran matematika kelas IX.C SMPN 3 Narmada. Hal ini bertujuan untuk menganalisis
kesulitan-kesulitan yang dialami siswa.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Bungin (2007) deskriptif adalah bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi,
berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi
objek penelitian, dan berupa menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat,
modal, tanda, atau gambaran tentanng kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu. Menurut
pendapat Sugiyono (2015) metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, objek
pengumpulan data dilakukan secara triangulasi.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX.C di SMPN 3 Narmada. Peneliti
memilih 2 siswa sebagai pembanding. Dari 2 siswa yang terpilih akan mewakili siswa yang lain
untuk di wawancara.
Instrumen dalam penelitian ini adalah instrumen utama dan instrumen bantu. Instrumen
utama dalam penelitian adalah peneliti itu sendiri dan instrumen bantu dalam penelitian ini adalah
soal tes dan pedoman wawancara. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah teknik tes teknik wawancara.
Teknik analisis data yang digunakan peneliti untuk menganalisis data kualitatif yang
bersifat induktif yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 September 2018 di SMPN 3 Narmada. Adapun
hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut :
Hasil
a) Deskripsi data Sa
1) Soal 1
Pemaparan data dalam menyelesaikan masalah subjek Sa kesulitan dalam memahami soal
yang diberikan untuk menyelesaikan soal cerita keliling dan luas lingkaran. Subjek Sa
Kesulitan dalam Memahami Soal (KMS), ini ditandai dengan hasil pekerjaan siswa. Ketika
subjek Sa disuruh menggambar lingkaran yang mempunyai diameter 140, subjek Sa
menggambar sebuah lingkaran yang diinginkan peneliti, namun ketika subjek ditanya “mana
yang disebut dengan diameter ?” subjek Sa menjawab “tidak tau”. Kemudian peneliti
menunjuk gambar yang telah digambar oleh subjek Sa dan peneliti bertanya lagi “ini disebut
dengan apa ?” subjek Sa menjawab “garis”, peneliti bertanya lagi “ ini kan lingkaran, ada
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 254
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
tidak diameternya ?” subjek sa menjawab “tidak ada”. Dari pernyataan subjek Sa, bahwa
siswa tidak memahami soal yang diberikan. Hal ini ditunjukkan dari hasil pekerjaan siswa dan
hasil wawancara yang terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1. Lembar Jawaban Subjek Sa
P : coba perhatikan gambar yang adek buat, mana yang disebut dengan diameter ?
Sa : tidak tau
P : tadi kan kakak suruh gambar lingkaran yang ada berdiameter
Sa : iya
P : lingkaran ini ada tidak diameternya ?
Sa : tidak ada
Selanjutnya dalam mengerjakan soal subjek Sa juga mengalami Kesulitan dalam Merencanakan
Penyelesaian (KRS). Ketika siswa pertama kali melihat soal yang diberikan peneliti, peneliti
mengamati bahwa subjek Sa tampak kebingungan dalam merencanakan penyelesaian. Subjek
Sa tidak tau cara mencari biaya keseluruhan lampu hias. Dalam lembar jawaban subjek Sa,
terlihat bahwa subjek Sa tidak bisa merencanakan penyelsaian. Langkah pertama yang
dilakukan subjek Sa yaitu mengalikan diameter 140 dengan biaya pemasangan satu lampu hias
11.000. Kemudian subjek Sa melihat kembali soal yang diberikan, ternyata ada jarak antar
setiap tiang lampu adalah 8 meter. Sehingga subjek Sa menjumlahkan jarak tiang dengan hasil
perkalian diameter dan biaya pemasangan satu lampu hias sehingga ketemu hasil keseluruhan
biaya pemasangan lampu hias yaitu 140 x 11 + 8 = 1 548.000. Setelah subjek Sa mendapatkan
hasil keseluruhan biaya pemasangan, kemudian subjek Sa mencari berapa lampu yang dipasang
dalam lingkaran. Subjek Sa berfikir jika pemasangan satu lampu hias adalah 11.000 maka jika
dipasang 2 lampu berati biayanya 22.000, jika dipasang 4 lampu maka biayanya 44.000,
sehingga siswa menuliskan bahwa banyak lampu yang akan dipasang adalah 88 lampu. Hal ini
menunjukkan bahwa subjek Sa kesulitan dalam merencanakan penyelesaian. Seperti yang
terlihat dalam gambar hasil pekerjaan subjek Sa dan kutipan wawancara yang dilakukan
peneliti terhadap subjek Sa yang ditunjukkan dalam gambar dibawah ini.
Gambar 2. Lembar Jawaban Subjek Sa
P : bagaimana caranya menghitung biaya keseluruhan ?
S2 : geleng-geleng
P : di dalam lembar jawaban adek kan udah ada jawabannya. Bagaimana caranya adek
mendapatkan jawabannya ?
S2 : 140 x 11 = 1.540.000
P : 1.540.000 adalah keseluruhan biayanya ?
S2 : iya
P : kemudian jaraknya di apain ?
S2 : di tambah sehingga hasilnya 1548 adalah biaya keseluruhan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 255
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Selanjutnya dalam mengerjakan soal, subjek Sa juga mengalami kesulitan dalam melaksanakan
perencanaan (KLR). Subjek Sa pertama kali melihat soal, yang difikirkan adalah 11 x 140
sehingga menghasilkan 1400. Siswa tidak bisa mengalikan apa yang direncanakan. Ketika
peneliti menanyakan dari mana dapat 1400, siswa menjawab 140 x 11. Hal ini dapat dilihat dari
lembar jawaban subjek Sa dan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap subjek Sa, yang
terlihat dalam gambar dibawah ini.
Gambar 3. Lembar jawaban subjek Sa
P : dalam lembar soal adek, ini berapa ?
S2 : 1400
P : dapat dari mana ?
S2 : 11 x 140
Selanjutnya dalam mengerjakan soal, subjek Sa juga Kesulitan dalam Pengambilan Kesimpulan
(KMS). Subjek Sa menuliskan jawaban akhir akan tetapi tidak sesuai dengan konteks soal atau
jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan yang diinginkan peneliti. Kesulitan subjek Sa
dalam dalam pengambilan kesimpulan yaitu ditandai dengan adanya jawaban akhir yang tidak
sesuai. Seperti yang dipaparkan dalam gambar dan hasil wawancara peneliti terhadap subjek
Sa, seperti yang terlihat dalam gambar dibawah ini.
Gambar 4. Lembar jawaban subjek Sa
P : di dalam lembar jawaban adek kan udah ada jawabannya. Bagaimana caranya adek
mendapatkan jawabannya ?
Sa : 140 x 11 = 1.540.000
P : 1.540.000 adalah keseluruhan biayanya ?
Sa : iya
2) Soal 2
Pemaparan data dalam menyelesaikan masalah subjek Sa pada soal nomor 2 yaitu
kesulitan dalam memahami soal yang diberikan untuk menyelesaikan soal cerita keliling dan
luas lingkaran. Dalam soal nomor 2 Subjek Sa mengalami Kesulitan dalam Memahami Soal
(KMS). Hal ini dilihat dari hasil pekerjaan subjek Sa dan hasil wawancara yang dilakukan
peneliti terhadap subjek Sa. Dalam soal yang diberikan, subjek Sa tidak bisa membedakan apa
yang yang ditanyakan dan apa yang diketahui. Di dalam soal sudah jelas bahwa ada jari-jari
berukuran 14 meter, namun subjek Sa menganggap itu adalah yang ditanyakan dari soal.
Kemudian dalam lembar jawaban subjek Sa terdapat lingkaran dan 8 jari-jari. Subjek Sa
menganggap bahwa hanya 8 jari-jari yang terdapat dalam sebuah lingkaran. Subjek Sa tidak
paham mengenai jari-jari lingkaran. Seperti yang terlihat dalam gambar dan hasil wawancara
peneliti terhadap subjek Sa sebagai berikut:
Gambar 5. Lembar Jawaban Subjek Sa
P : apa yang adek ketahui dari soal ini ? adek ngerti dengan soal ini ?
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 256
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Sa : sedikit
P : sedikitnya itu dimana ?
Sa : sedikitnya itu di jari-jarinya
P : berapa jari-jarinya ?
Sa : 14 meter
P : 14 meter itu disebut diketahui atau ditanyak ?
Sa : ditanyakan
Selanjutnya dalam mengerjakan soal, subjek Sa juga Kesulitan dalam Merencanakan
Penyelesaian (KRS). Untuk mencari luas dari taplak meja yang tidak diletakkan mangkuk,
subjek Sa mencari luas mangkuknya terlebih dahulu. Subjek Sa mengalikan diameter
mangkuk dengan jari-jari untuk menghasilkan luas mangkuknya yaitu 15 meter. Setelah
subjek Sa menemukan luas mangkuknya, selanjutnya subjek Sa akan mencari luas taplak meja
yang tidak diletakkan mangkuk yaitu dengan mengurangi luas mangkuk 15 meter dan jari-jari
14 meter, sehingga menghasilkan 1 meter. Seperti yang terlihat pada gambar dan hasil
wawancara peneliti terhadap subjek Sa sebagai berikut :
Gambar 6. Lembar Jawaban Subjek Sa
P : kalau kita kalikan 0,7 dengan 14, bisa tidak kita temukan luas yang tidak diletakkan
mangkuk ?
S2 : 15 meter luas semuanya
P : luas keseluruhan buat yang mana ? taplak meja atau mangkuk ?
S2 : mangkuk
Selanjutnya dalam menyelseaikan soal, subjek Sa juga Kesulitan dalam Melaksanakan
Perencanaan (KLR). Subjek Sa kesulitan dalam melaksanakan perencanaan yang dibuat sendiri.
subjek Sa memilih operasi yang digunakan untuk menyelesaikan soal, namun subjek Sa salah
dalam menjumlahkan hasilnya. Subjek Sa mengalikan 0,7 dengan 14, namun hasilnya tidak
sesuai dengan hasil sebenarnya. Subjek Sa tidak bisa mengalikan dan menjumlahkan dengan
benar. Seperti yang terlihat dalam gambar dan hasil wawancara peneliti terhadap subjek Sa,
sebagai berikut :
Gambar 7. Lembar Jawaban Subjek Sa
P : untuk mencari luas taplak meja yang tidak diletakkan mangkuk, langkah awal apa yang
harus kita lakukan ?
Sa : 0,7 dikali dengan 14
P : hasilnya berapa ?
Sa : 15 meter
Selanjutnya dalam mengerjakan soal, subjek Sa juga Kesulitan dalam Pengambilan Kesimpulan
(KPK). Subjek Sa tidak bisa mengambil kesimpulan untuk mencari luas dari taplak meja yang
tidak diletakkan mangkuk, subjek Sa menuliskan hasil akhir jawaban, namun tidak sesuai
dengan konteks soal. Subjek Sa tidak menuliskan dengan benar hasil akhir jawaban seperti
yang dituliskan dalam lembar jawaban subjek Sa. Subjek Sa menuliskan dalam lembar
jawabannya bahwa 15 meter adalah luas mangkuk dan 1 meter adalah luas yang tidak
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 257
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
diletakkan mangkuk. Hal ini dapat dilihat dari gambar dan hasil wawancara peneliti terhadap
subjek Sa, sebagai berikut:
Gambar 8. Lembar Jawaban Subjek Sa
P : dari 15-14 yang yang tadi ? berarti 1 meter ini apanya ?
Sa : luas yang tidak diletakkan mangkuk.
b) Deskripsi data Sb
1) Soal 1
Pemaparan data dalam menyelesaikan masalah subjek Sb pada soal nomor 1 yaitu kesulitan
dalam memahami soal yang diberikan untuk menyelesaikan soal cerita keliling dan luas
lingkaran. Dalam soal nomor 1 Subjek Sb mengalami Kesulitan dalam Memahami Soal (KMS).
Subjek Sb mengalami kesulitan dalam memahami soal. Hal ini dapat dillihat dari hasil
wawancara yang dilakukan peneliti terhadap subjek Sb, seperti yang dilihat dalam kutipan
wawancara sebagai berikut :
P : yang diketahui dari soal ini sebenarnya apa ?
Sb : diameter lingkaran dan jarak antara lampu hias
P : Cuma itu yang diketahui ?
Sb : iya
Selanjutnya dalam menyelesaikan soal subjek Sb juga mengalami Kesulitan dalam
Merencanakan Penyelesaian (KRS). Untuk menyelesaikan soal mencari keseluruhan biaya
pemasangan lampu hias subjek Sb mencari rumus diameter yaitu
selanjutnya
subjek mengalikan . Subjek Sb bingung dengan diameter dan jarak lampu
hias. Subjek Sb tidak tau apa yang harus dicari sebelum menemukan biaya keseluruhan lampu
hias, kemudian subjek Sb menyelesaikan soal dengan menggunakan rumus diameter. Hal ini
dilihat dari gambar dan hasil wawancara peneliti terhadap subjek Sb, sebagai berikut :
Gambar 9. Lembar Jawaban Subjek Sb
P :bagaimana caranya kita menyelesaikan soal ini ?
Sb : bingung
P : bingungnya dimana ?
Sb : yang diameter
P : ada apa dengan diameternya ? tau namanya diameter ?
Sb : iya
P : terus bingungnya dimana ?
Sb : jarak antar lampu
Selanjutnya dalam menyelesaikan soal, subjek Sb juga mengalami kesulitan dalam
Melaksanakan Perencanaan (KLR). Dalam menyelesaikan soal subjek Sb kesulitan dalam
melaksanakan perencanaan yang telah dibuat. Dalam lembar jawaban subjek Sb, terlihat bahwa
subjek tidak bisa mengalikan angka yang digunakan. Subjek Sb mengalikan . Hal ini dapat dilihat dalam gambar dan hasil wawancara subjek Sb, sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 258
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Gambar 10. Lembar Jawaban Subjek Sb
P : apakah adek yakin dengan jawaban adek ?
Sb : yakin
P : coba liat 3.420 ini apa ?
Sb : biaya keseluruhan, 22 x 20 x 8 = 3.420
Selanjutnya dalam menyelesaikan soal, subjek Sb juga mengalami Kesulitan dalam
Pengambilan Kesimpulan (KPK). Subjek Sb mengerjakan soal, namun tidak sesuai dengan
konteks soal atau tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh soal. Subjek Sb sudah bisa
menemukan rumus diameter, akan tetapi dalam mengambil kesimpulan subjek Sb mengalami
kesulitan. Seperti yang terlihat dalam gambar dan hasil wawancara peneliti terhadap subjek Sb,
sebagai berikut:
Gambar 11. Lembar Jawaban Subjek Sb
P : apakah adek yakin dengan jawaban adek?
Sb : yakin
P : coba liat 3.420 ini apa?
Sb : biaya keseluruhan, 22 x 20 x 8 = 3.420
2) Soal 2
Paparan dalam hasil lembar jawaban subjek Sb bahwa subjek Sb mengalami kesulitan dalam
memahami soal. Subjek Sb tidak paham dengan soal yang diberikan. Ketika Subjek Sb ditanya
apa yang diketahui dalam soal, subjek Sb menjawab hanya diameterlah yang diketahui. Hal ini
dilihat dari petikan hasil wawancara subjek Sb, sebagai berikut :
P : apa yang diketahui dari soal ?
Sb : jari-jarinya 14 meter
P : itu aja ?
Sb : iya
Selanjutnya dalam menyelesaikan soal subjek Sb juga kesulitan dalam merencanakan
penyelesaian (KRS). Subjek sb menggunakan rumus untuk mengetahui luas taplak meja
yang tidak diletakkan mangkuk, sehingga menghasilkan
. Subjek sb tidak tau
rumus yang digunakan dalam mencari luas dari taplak meja yang tidak diletakkan mangkuk
jika jari-jarinya diketahui. Subjek sb kebingungan dalam menyelesaikan soal yang diberikan.
Seperti yang terlihat dalam gambar dan hasil wawancara peneliti terhadap subjek sb,sebagai
berikut :
Gambar 12. Lembar Soal Subjek Sb
P : apa yang harus dicari untuk mengetahui taplak meja yang tidak diletakkan mangkuk ?
S3 : cari hasil jari-jarinya
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 259
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Selanjutnya dalam menyelesaikan soal subjek sb juga Kesulitan dalam Melaksanakan Perencanaan
(KLR) ini ditandai dengan hasil pekerjaan siswa. Dalam menyelesaikan soal yang diberikan,
subjek sb mencari biaya keseluruhan dengan menggunakan rumus . Dilihat dari lembar
jawaban subjek sb, tampak kebingungan dalam mencari luas yang tidak diletakkan mangkuk.
Siswa mencoba mencari jumlah luas keseluruhannya, namun subjek sb bingung bagaimana cara
mencari jumlahnya. Seperti yang terlihat dalam kutipan wawancara sebagai berikut :
P : luas taplak meja yang mana ? kan tadi udah ketemu luas yang tidak diletakkan mangkuk
S3 : jumlah keseluruhannya bingung
P : adek bingung gimana mau dicari ?
S3 : iya
P : untuk mencari luasnya apa sih rumusnya jika diketahui jari-jarinya?
S3 : lupa
Selanjutnya subjek sb juga mengalami kesulitan dalam penarikan kesimpulan. Seperti yang
terlihat dalam lembar jawaban subjek sb. Dalam hal ini, subjek sb menuliskan langkah-langkah
dalam menyelesaikan soal, akan tetapi jawaban subjek sb tidak sesuai dengan yang diinginkan
peneliti. Subjek sb tidak bisa mencari luas taplak meja yang tidak diletakkan mangkuk. Siswa
sangat yakin dengan jawaban yang ia tulis pada lembar jawaban, namun subjek masih sangat
kebingungan dengan soal yang diberikan. Seperti yang terlihat dalam gambar dan hasil wawancara
peneliti terhadap subjek sb, sebagai berikut :
Gambar 13. Lembar Soal Subjek sb
P : 44 disebut nilai apa ?
S3 : nilai jari-jari dari taplak meja
P : terus jawabannya apa ? yakin dengan jawabannya
S3 : tidak yakin
PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan dideskripsikan tentang kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita
keliling dan luas lingkaran pada subjek Sa dan subjek Sb. Pada subjek Sa dan Sb dalam
menyelesaikan soal cerita nomor 1 dan nomor 2 dilihat dari jawaban siswa terlihat bahwa siswa
tidak mampu menentukan penyelesaian yang diharapkan. Ini menunjukkan bahwa siswa tidak
memahami permasalahan dalam soal. Dari analisis terhadap lembar jawaban dan hasil wawancara
dapat dikatakan bahwa siswa kesulitan dalam menfokuskan pikiran, lupa rumus-rumus dalam
mencari keliling dan luas lingkaran.
Untuk masalah soal nomor 1 dan 2, subjek Sa dan Sb menunjukkan bahwa Sa dan Sb memulai
dengan melihat permasalahan yang diberikan kemudian menghitung setiap yang diketahui pada
soal. Subjek Sa dan Sb tidak bisa menyelesaikan permasalahan yang diberikan karena subjek Sa dan
Sb tidak mengingat pelajaran yang diajarakan pada kelas sebelumnya, subjek Sa dan Sb tidak
mengingat atau lupa rumus untuk mencari keliling dan luas lingkaran. Hal ini sejalan dengan
pendapat Gafoor dan Kurukkan (2015) menyimpulkan bahwa siswa kesulitan dalam mengingat
materi yang diajarkan pada kelas sebelumnya, cepat melupakan materi belajar dan kesulitan dalam
memahami konsep-konsep matematika.
Dalam menyelesaikan soal Subjek Sa dan Sb mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal.
Hal ini ditandai dengan kesalahan-kesalahan yang dilakukan subjek Sa dan Sb. Kesulitan yang
dialami siswa akan memungkinkan siswa melakukan kesalahan dalam menyelesaikan soal
matematika pada setiap pokok bahasan dalam pembelajaran (Untari, 2013).
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 260
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Pada saat subjek mengerjakan soal, peneliti mengamati aktivitas siswa, pertama-tama setelah
diminta mengerjakan soal, siswa membaca soal setelah itu siswa terlihat mengamati soal (membaca
dalam waktu singkat beberapa detik) dan mulai mengerjakan.
Subjek Sa dan Sb tidak bisa menggunakan data penting dalam soal yang diberikan. subjek Sa
dan Sb tidak memahami soal yang diberikan, sehingga subjek Sa dan subjek Sb tidak bisa
mengubah soal cerita ke dalam bentuk matematika. Subjek Sa dan Sb tidak bisa mengerjakan soal,
sehingga subjek Sa dan Sb tidak bisa mengambil kesimpulan dengan benar.
Subjek Sa dan subjek Sb sering melakukan kesalahan yang sama dalam menyelesaikan soal
nomor 1 dan soal nomor 2, yaitu kesalahan dalam menentukan apa yang diketahui dan apa yang
ditanyakan, kesalahan dalam menentukan langkah-langkah dalam menyelesaikan soal, kesalahan
perhitungan, kesalahan dalam pengambilan kesimpulan.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada BAB sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa kesulitan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal yaitu :
a. Kesulitan memahami soal.
Dalam kesulitan memahami soal, siswa tidak bisa membedakan apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan dalam soal. Tidak bisa mengubah soal kedalam bentuk matematika, terutama
dalam membuat gamabar yang terkait dengan soal.
b. Kesulitan merencanakan penyelesaian.
Dalam kesulitan merencanakan penyelesaian. Siswa tidak bisa menemukan langkah-langkah
yang digunakan untuk menyelesaikan soal. Siswa bisa mengerjakan soal yang diberikan
namun tidak sesuai dengan langkah-langkah yang benar.
c. Kesulitan melaksanakan perencanaan
Dalam kesulitan melaksanakan perencanaan, siswa sering melakukan kesalahan dalam
menggunakan pengoperasian perkalian dan pengurangan. Siswa mengetahui operasi atau
metode yang akan digunakan, namun tidak bisa menjumlahkannya.
d. Kesulitan pengambilan kesimpulan
Dalam kesulitan pengambilan kesimpulan, siswa tidak bisa menyelesaikan permasalahan
secara tepat dan hasil jawaban akhir tidak sesuai dengan konteks soal.
B. Saran
Disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk menganalisis lebih lanjut faktor penyebab
kasulitan siswa dalam menyelasaikan soal cerita keliling dan luas lingkaran ditinjau dari peta
kognitif.
DAFTAR RUJUKAN
Ardiyanti., Bharata, H., & Yunarti, T.
(2014). Analisis Kesalahan dalam Mengerjakan Soal Cerita Matematika. Jurnal Pendidikan
Matematika Unila, 2(7).
Arifin, Y, T. (2011). Analisis Kesalahan Siswa Kelas VIII SMP Negeri 10 Semarang Tahun
Pelajaran 2010/2011 dalam Menyelesaikan Soal Matematika pada Materi Pokok Lingkaran
dengan Panduan Kriteria Watson. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Esterberg, K, G. (2002). Qualitative Methods In Social Research. New York: MC Graw Hill.
Eva, W, M. (2011). Analisis Kesalahan Siswa di Kelas VIII B Sekolah Menengah Pertama Kanisius
Pakem dalam Mengerjakan Soal Cerita pada Topik Perbandingan Senilai dan Berbalik
Nilai Tahun Ajaran 2011/2012. Yogyakarta: Universitas Senata Dharma.
Gafoor, K, A., & Kurukkan, A. (2015). Learner and Teacher Perception on Difficulties in Teaching
Mathematics: Some Implications. Nasional Conference on Mathematics Teaching-
Approacher and Challenges. 4(1), 233-242.
Hadar, M, N., Zaslavsky, O., & Shlomoinbar. (1987). An Empirical Classification Model For Errors
in High School Mathematics. Journal For Research In Mathematics Education, 18(1), 3-14.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 261
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Hidayah, S. (2016). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita SPLDV
Berdasarkan Langkah Penyelesaian Polya. Jurnal Pendidikan, 1.
Imawati, T. (2016). Diagnosis Kesulitan Belajar Matematika Pada Materi Luas dan Keliling
Lingkaran di Kelas VIII E SMP Negeri 2 Jatinom. Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.
Jamaris, M. (2014). Kesulitan Belajar: Perspektif, Asesmen, dan Penanggulangannya. Ghalia
Indonesia: Bogor.
Juliyanti (2016). Analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal cerita matematika materi
pecahan pada siswa kelas IV di SD Negeri se-gugus lodan semarang utara. Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
Kusumaningtyas, Yoga, D. (2014). The Implementation Of Cooperative Learning Based on
Newman’s Error Analysis Procedures to Improve Students Mathematical Learning
Achievement. Prosiding Konferensi Nasional Matematik. XVII – 2014, ITS.
Lestari, A. P., Hasbi, M., & Lefrida, R. (2016). Analisis Kesalahan Siswa Kelas IX Dalam
Menyelesaikan Soal Cerita Keliling dan Luas Lingkaran di SMP Al-azhar Palu. Jurnal
Elektronik Pendidikan Matematika Tadulako. 3(04).
Miles, M, B., Huberman, M, A. (1984). Qualitative Data Analysis: A Sourccebook Of New
Methods. London: Sage Publications.
Negoro, ST., & Harahap, B. (2014). Ensiklopedia matematika. Bogor: Ghalia Indonesia.
Polya, G. (2014). How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Methods. New Jersey: Princeton
University Press.
Pratikipong, N., & Nakamura, S. (2006). Analysis of Mathematics Performance of Grade Five
Students in Thailand Using Newman Procedure. Journal of International Cooperation in
Education. 9(1): 111-122.
Robert, A. (1988). Error Patterns In Computation. New Jersey: Prentice Hall.
Sari, A, W. (2015). Analisis Kesulitan dalam Pemecahan Masalah Matematika Materi Lingkaran
Menurut Taksonomi Bloom Ditinjau dari Ranah Kognitif pada Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 4 Tulungagung . IAIN Tulungagung: Tulungagung.
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suharnan. (2005). Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi.
Sutriningsih,N. (2015). Pembelajaran lingkaran Melalui Strategi Pemecahan Masalah Sistematis.
STKIP Muhammadiyah Pringsewu Lampung.
Tampomas, H. (2006). Matematika Plus SMP Kelas VIII Semester Kedua. Yudhistira.
Trapsilasiwi, D., Setiawani, S., & Ummah, I. K. (2017). Analisis Kesalahan Pengolahan
Matematika dalam Menyelesaiakan Masalah Lingkaran. Pancaran Pendidikan, 5(4), 159-
168.
Ugi, L. E. (2016). Analisis Kesalahan Siswa pada Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat dan
Alternatif Pemecahannya. Daya Matematis: Jurnal Inovasi Pendidikan Matematika, 4(1),
34-50.
Untari, E. (2013). Diagnosis Kesulitan Belajar Pokok Bahasan Pecahan pada Siswa Kelas V
Sekolah Dasar. Jurnal Ilmiah STKIP PGRI Ngawi, 13(01), 1-8.
Utami, N, D. (2017). Kesulitan pada Siswa Kelas XI dalam Menyelesaikan Soal Geometri Ditinjau
dari Level Berpikir. Surakarta: Universitas Muhammadiyah.
Wibowo, A, T. (2016). Analisis Kesulitan Siswa Kelas VIII C dan VIII F SMP Negeri 2 Piyungan
dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Pokok Bahasan Kubus dan Balok. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Zahara, A. C., Hastari, R. C., & Ma’ruf, H. F. (2016). Analisis Kesalahan dalam Menyelesaikan
Soal pada Materi Lingkaran Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1
Pogalan Semester Genap Tahun Pelajaran 2015/2016. Inspirasi Jurnal Ilmiah Ilmu
Sosial, 13(3).
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 262
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
KEARIFAN LOKAL DALAM PEMANFAATAN TUMBUHAN OBAT TRADISIONAL
OLEH MASYARAKAT DAERAH BIMA
Nikman Azmin1; Anita Rahmawati
2
Program Studi Pendidikan Biologi, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Bima
e-mail: [email protected]
Abstrak: Pemanfaatan tumbuhan obat dalam pengobatan tradisional oleh masyarakat
disekitar kawasan hutan Kabupaten Bima merupakan salah satu bentuk kearifan lokal yang harus
dipertahankan oleh masyarakat .Tujuannya yaitu untuk mengetahui pemanfaatan tanaman obat
Tradisional oleh Masyarakat Daerah Bima. Informasi ini guna memperkaya data bioekologi,
sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengelolaan berbagai tanaman obat sebagai berbasis
kesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan masyarakat Bima. Oleh karena itu penelitian
ini dilakukan untuk mengkaji pemanfaatan tanaman obat yang dilakukan oleh masyarakat pada zona
wilayah yang dekat dengan hutan. Metode yang digunakan adalah wawancara secara mendalam,
survei lapangan, dan teknik kuesioner.
Kata Kunci: Tumbuhan Obat Tradisional, Kearifan Lokal, Masayarakat Daerah Bima
PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kawasan hutan yang sangat luas, kawasan hutan Indonesia merupakan
salah satu sumber penghasil berbagai jenis plasma nutfah yang sangat berkualitas dunia, hal ini
dikarenakan banyaknya berbagai jenis tumbuhan dan tanaman yang tergolong endemik,langka dan
unik yang ditemukan di berbagai wilayah kawasan indonesia. Potensi tersebut telah dimanfaatkan
oleh masyarakatyang bermukim di sekitar lereng dan hutan pada berbagai aspek bidang seperti
pertanian, ketahanan pangan, kehutanan dan kedokteran. Menurut Abubakar et al (2015)
mengatakan bahwa plasma nutfah sangat potensial untuk dikembangkan bagi kesejahteraan
masyarakat, salah satunya sebagai bahan herbal.
Hutan yang dimiliki Indonesia menyimpan potensi tanaman maupun tumbuhan obat sebanyak
30.000 jenis dari total 40.000 jenis tumbuhan dunia. Sebanyak 940 jenis diantaranya telah
dinyatakan berkhasiat sebagai obat,atau sekitar 90% dari seluruh tanaman dan tumbuhan obat yang
ada di Benua Asia. Dari sekian banyak jenis tanaman obat, baru 20-22% yang dibudidayakan,
sedangkan sekitar 78% diperoleh melalui pengambilan langsung dari hutan (Nugroho, 2010).
Pemanfaatan tanaman obat telah banyak dipraktekkan sejak lama oleh para orang tuan
maupun leluhur yang kemudian berkembang pesat dan menghasilkan sebuah kearifanlokal yang
sangat khas yang dimiliki oleh masyarakat. Kearifan tersebut muncul dalam bentuk kebiasaan atau
budaya pemanfaatan nilai dan khasiat dari tanaman obat, dimana kebiasaan tersebut dapat dijumpai
dibeberapa negara antara lain Cina, Korea dan Jepang (Nurrani et al, 2015).Sedangkan di Benua
Asia khususnya di Indonesia kebiasaan mengkonsumsi obat tradisional telah lama dikembangkan
dalam bentuk jamu-jamuan, kebiasaan atau tradisi ini pertama kali oleh masyarakat Kalimantan dan
dipopulerkan oleh masyarakat Jawa (Lis et al, 2015). Hal yang serupa pada kondisi yang sama juga
ditemukan dan dijumpai di ujung timur Indonesia yaitu di pulau NTB dan NTT, dimana masyarakat
Kabupaten Bima, Dompu dan masyarakat Papua, memiliki kebiasaan mengkonsumsi buah merah
yang terbukti sebagai obat yang sangat mujarab.
Pengelolaan dan pemanfaatan berbagai tanaman obat tradisional oleh masyarakat pada
umumnya didasarkan pada pengetahuan lokal dan kebijakan yang telah dipatuhi sebagai tradisi dan
hukum adat yang diwariskan secara turun temurun (Selawa dan Citraningtyas, 2013). Mengingat
berbagai tekanan dan ancaman pada kawasan konservasi dan masih minimnya informasi dan
publikasi ilmiah mengenai potensi tanaman obat, maka diperlukan penelitian yang bertujuan untuk
mengkaji pemanfaatan tanaman alam yang berkhasiat obat. Dengan informasi tersebut dapat
digunakan untuk memperkuat data base bioekonservasi dan bioekologi serta menjadi acuan bagi
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 263
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
pengelolaan kawasan berbasis kesejahteraan masyarakat dan kelestarian kehidupan. Berdasarkan
kajian tersebut beberapa jenis tanaman potensial yang harus dilakukan pembuktian secara ilmiah
dengan identifikasi kandungan senyawa sekunder dan uji fitokimia. Hasil ini diharapkan menjadi
data untuk lebih mengkaji potensi alam kemudian menjadi dasar pertimbangan dalam
pengembangannya kearifan lokal, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Kabupaten Bima
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada 2 zona yang keselurahan arealnya merupakan wilayah
Kabupaten Bima di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Pengamatan dan pengambilan data
dilakukan di 2 Desa yaitu Desa Kambilo Kecamatan Wawo dan Desa Desa Madawau Kecamatan
Madapangga.
Gambar 1. Alur Penelitian
ANALISIS DATA
Identifikasi herbarium untuk jenis-jenis yang belum diketahui di Laboratorium Biologi STKIP
Bima dan Laboratorium Kimia. Ekstraksi sampel tumbuhan di Laboratorium Biologi STKIP Bima.
Data potensi, jenis, manfaat tumbuhan obat berikut hasil analisis laboratorium ditabulasi dan
interaksi masyarakat dianalisis secara deskriptif
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian teridentifikasi sebanyak 15 jenis tumbuhan berkhasiat obat
yang digunakan oleh masyarakat Bima dalam pengobatan tradisional pada Desa Kambilo
Kecematan Wawo dan Desa Madawau Kecamatan Madapangga. Berdasarkan hasil wawancara di
lapangan Umumnya masyarakat Bima mengelola dan memanfaatkan berbagai bagian-bagian
tanaman dan tumbuhan obat, seperti pohon, perdu, herbal dan gulma misalnya menggunakan kulit,
daun, bunga, akar dan batang sebagai bahan ramuan jamu dalam pengobatan penyakit.
Tabel 1. Tumbuhan Obat tradisional Untuk pengobatan tubuh baik di minum maupun di oleskan
dari luar tubuh
Sampel/ Bagian
yang di gunakan Nama ilmiah
Nama
daerah
Bima
Kegunaan dan Cara meramunya
Belimbing (Daun) Averrhoa
carambola
Limbi Mengobati penyakit maag: Siapkan
lebih kurang 10 helai daun belimbing,
seujung jari kunyit, seujung jari temu
kunci dan setengah gelas air. Rebus
semua bahan dengan api sedang ,
saring dan minum satu 1x sehari.
Bawang merah
(umbi)
Allium cepa L. Bawa Mengobati demam, masuk angin:
Ambil 2-3 bawang merah,,kupas, cuci
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 264
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
,parut .tambah dengan 2 sendok makan
minyak kayu putih, campurkan , lalu
gosokkan di kepala, ketiak ,perut dan
telapak kaki
Jambu klutuk
(Daun)
Psidium
guajava L.
Jambu doro Menyembuhkan diare: Siapkan 3-5
lembar daun jambu klutuk dan 3 gelas
air , rebus daun jambu tersebut dalam
3 gelas air hingga tersisa satu gelas.
Saring dan minum air rebusan
tersebut.
Jeruk nipis (daun
dan buah)
Citrusx
aurantiifolia
Dungga
ncia
Meredakan batuk: Siapkan satu buah
jeruk nipis , iris dan peras , tambahkan
satu dendok kecap manis , aduk dan
siap dikonsumsi , ulangi dalam 3 kali
sehari .
Jarak (Daun) Jatropha
curcas L
Tatanga Sakit perut: Pilih daun jarak yang
dengan permukaan yang lebar ,
oleskan minyak kelapa terlebih dahulu
lalu tempelkan pada perut dan tunggu
hasilnya.
Jahe (Rimpang) Zingibesr
officinale
Rosceo
Rea Menghilangkan lelah: Siapkan
beberapa rimpang jahe, lalu diparut,
tambahkan 1 gelas air lalu disaring,.
Air saringan tersebut ditambah madu
secukupnya, aduk lalu diminum.
Katuk (Daun) Sauropus
androgynous
Ro’o
kambesi
Memperlancar ASI: Olah daun katuk
menjadi sayur dan di konsumsi untuk
memperlancar asi dan Panas dalam
pada anak : siapkan beberapa helai
daun katuk ,kemudian tumbuk halus .
tambahkan sedikit air matang
kemudian peras ambil
airnya.campurkan sedikit gula lalu
minumkan.
Kencur (rimpang) Kaempferia
galapanga L.
Soku Mengobati batuk: Siapkan beberapa
ruas kencur,cuci bersih lalu diparut .
setelah itu peran dan ambil sarinya
.tambahkan sedikit air agar rasanya
tidak terlalu pekat.campurkan sedikit
garam ,aduk rata dan siap diminum.
Minumlah sesudah makan dan
sebelum tidur.
Bidara (Daun) Zizipus
mauritiana
Rangga Meredakan panas dalam: Siapkan 1-2
gelas air bersih , tuangkan air
kedalam panci , masukkan 3-5 lembar
daun bidara yang sudah dicuci.
Panaskan panci hingga air dan daun
nya mendidih lalu matikan apinya.
Tunggu ramuan nya hangat kuku lalu
diminum dua kali sehari .
Kemangi (Daun Ocimum Pataha Menghilangkan bau badan : Daun
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 265
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
dan batang) xcitriodorum kemangi dimakan begitu saja / dilalap.
Kumis kucing
(Daun dan batang)
Orthosiphoon
staineus benth
Kumis
kucing
Mengobati sakit pinggang: Sediakan
daun kumis kucing segar, sepotong
kulit batang papaya. masukan kedalam
air sebanyak satu gelas, panaskan
dengan api kecil hingga menjadi
setengah gelas . kemudian saring
.ramuan ini diminum sekali sehari.
Lengkuas
(rimpang)
Alpinia
galangal
Mengobati batuk dan Mengobati diare
dan sakit gigi: rimpang direbus
tambahkan bawang putih, gula dan
garam sedikit kemudian diminum,
sedangkan sakit gigi hanya digunakan
untuk kumur
Lidah buaya
(batang atau lendir)
Aloe vera L. Lidah buaya Menyuburkan rambut: Lidah buaya
dikupas, diambil lendirnya dan
digosokkan ke kepala , diamkan sesaat
setelah itu bilas.
Mengkudu (daun
dan buah)
Mirinda
citrifola
Nonu Menurunkan darah tinggi: ambil
beberapa mengkudu matang,cuci
berih, diparut ,kemudian di peras
airnya.tambahkan madu murni 1-2
sendok makan . aduk rata dan siap
untuk di konsumsi , satu kali sehari.
Pacar kuku (Daun) Lawsonia
inermis L.
Kapanca Ambil segenggam daun pacar kuku ,
lalu tumbuk hingga halus , dan
tempelkan kebagian yang bengkak.
Sumber data : Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil penelitian teridentifikasi sebanyak 15 jenis tumbuhan berkhasiat obat yang
digunakan oleh masyarakat Bima dalam pengobatan tradisional pada Desa Kambilo Kecematan
Wawo dan Desa Madawau Kecamatan Madapangga. Berdasarkan hasil wawancara di lapangan
Umumnya masyarakat Bima mengelola dan memanfaatkan berbagai bagian-bagian tanaman dan
tumbuhan obat, seperti pohon, perdu, herbal dan gulma misalnya menggunakan kulit, daun, bunga,
akar dan batang sebagai bahan ramuan jamu dalam pengobatan penyakit. Masyarakat Daerah Bima
dalam meningkatkan kearifan lokal untuk memanfaatkan tumbuhan obat mereka memiliki cara
untuk membuat atau meramu obat yang sering digunakan dan diterapkan diantaranya yaitu bahan
ramuan obat direbus hingga air rebusannya mendidih menjadi setengah gelas, ada juga kebiasaan
masyarakat Bima yang mengkombinasikan beberapa jenis tanaman obat atau bagian tumbuhan dan
tanaman.
Gambar 2. Pemanfaatan Tumbuhan Berdasarkan bagian dan Habitusnya
Dari gambar 2 diatas dapat dilihat bahwa penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat
berdasarkan habitus lebih banyak digunakan adalah habitus perdu sebanyak 40%, pohon 30%,
Gulma 20% dan semak 10% dikarenakan habitus perdu dan pohon merupakan tumbuhan yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 266
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
menurut masyarakat mempunyai khasiat yang baik untuk bahan obat. Kebanyak masyarakat
memanfaatkan tumbuhan obat tradisional hanya sebagian kecil yang menggunakan seluruh bagian
tumbuhan. Umumnya kategori ini merupakan jenis-jenis tumbuhan perdu. Pernyataan ini didukung
dengan hasil penelitian (Tabba et al, 2014) bahwa perdu dan pohon merupakan kelompok famili
dengan spesies terbanyak yang dimanfaatkan sebagai obat tradisonal tumbuhan obat merupakan
senyawa hasil metabolik sekunder yang bermanfaat sebagai obat. Menurut Rahayu et al (2006)
mengatakan bahwa kearifan lokal dalam pemanfaatan tumbuhan obat tradisional merupakan
pengetahuan eksplisit yang muncul dari periode panjang yang berevolusi dan tumbuh di masyarakat
menjadi identitas penentu dalam pembangunan peradaban komunitas masyarakat dalam pengunaan
obat tradisional.
KESIMPULAN
Masyarakat Daerah Kabupaten Bima telah memanfaatkan jenis-jenis tumbuhan dalam
mengobati berbagai macam penyakit mulai dari pengobatan luar hingga penyakit dalam, hal ini
sudah dilakukan dari generasi-kegenerasi. Namun pemanfaatan tumbuhan obat tradisional masih
sangat terbatas misalnya pengunaan tumbuhan obat hanya untuk dikonsumsi secara pribadi dan
keluarga serta bahan baku herbalnya itu masih tergantung pada ketersediannya di alam
1. Jenis-jenis tumbuhan obat tradsisional yang dimanfaatkan oleh masyarakat Daerah Bima yaitu
ada sebanyak 15 jenis
2. Habitus dan Organ tumbuhan obat yang paling banyak manfaatkan oleh masyarakat Daerah
Bima antara lain daun dan batang. Sedangkan habitus tumbuhan yang paling banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat Bima adalah gulma.
SARAN
Diharapkan kepada masyarakat Kabupaten Bima dapat mamanfaatkan tumbuhan obat secara
maksimal dan mengtahui tentang jenis-jeins tumbuhan obat tradisional serta mengetahui cara
pengelohannya. Sehingga dapat meningkatkan pengetahuan tentang berbagai jenis tumbuhan obat
dan nilai manfaat tumbuhan obat seta dapat menjadi alternatif pengobatan bagi masyarakat.
DAFTAR RUJUKAN
Abubakar, S. K., Zainuddin, L dan MOH. 2015. Inventory of medicinal plants and local wisdom
of Bune Ethnic in utilizing plant medicine in Pinogu, Bonebolango District, Gorontalo
Province. Prosiding Semnas Biodiv Indon 1 (1): 78-84
Lis Nurrani, Supratman Tabba & Hendra S. Mokodompit. 2015.Local Wisdom in the Utilization of
Medicine Plants by Community Around Aketajawe Lolobata National Park, North Maluku
Province. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 12 No. 3, Hal. 163-175
Nugroho, I.A. (2010). Lokakarya Nasional Tumbuhan Obat Indonesia.Asian PacificForest Genetic
Resources ProgrammeKer j asa ma Pusat Penelitian dan Pengembangan Peningkatan
Produktivitas Hutan. Jurnal Apforgen news Letter, vol. 2, No (2), Hal 1-2
Nurrani, L. &Tabba, S. 2015. Kearifan sukuTogutil dalam konservasi Taman Nasional Aketajawe
di wilayah hutan Tayawi Provinsi Maluku Utara. Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian
Balai Penelitian Kehutanan Manado (pp.227-244). Manado: Balai Penelitian Kehutanan
Manado
Selawa, W., Runtuwene, M.R.J. &Citraningtyas, G.2013. Kandungan flavonoid dan kapasitas
antioksidan total ekstrak etanol daun binahong (Anredera cordifolia (Ten.).Jurnal Ilmiah
Farmasi Universitas Sam Ratulangi, Vol.2, No (1), Hal 18-22
Rahayu, M. Siti Sunarti, Diah Sulistiarini., Suhardjono P. 2006. Pemanfaatan Tumbuhan Obat
secara Tradisional oleh Masyarakat Lokal di Pulau Wawonii, Sulawesi Tenggara. Jurnal
BiodiversitasVol. 7, No. 3, hal. 245-250
Tabba & Hendra S. Mokodompit. 2015. Local Wisdom in the Utilization of Medicine Plants by
Community Around Aketajawe Lolobata National Park, North Maluku Province. Jurnal
Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 12 No. 3, Hal. 163-175
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 267
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENINGKATAN KETERAMPILAN MOTORIK MAHASISWA PENDIDIKAN BIOLOGI
SEMESTER II MELALUI PENDEKATAN INKUIRI PADA MATAKULIAH
PENGGELOLAAN LABORATORIUM
Nurfathurrahmah1; Erni Suryani
2; Ariyansyah
3
1,2,3Program Studi Pendidikan Biologi STKIP Bima
e-mail: [email protected]
Abstrak: Menghahadapi tantangan di era globalisasi di abad XXI, mahasiswa dituntut
menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan sejumlah keterampilan yang mendorong terciptanya
sumber daya manusia berkualitas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu menerapkan
pendekatan pembelajaran melalui pengalaman otentik, pengamatan, berkesperimen sampai
menyimpulkan. Pendekatan inkuiri menunjang dalam pengembangan keterampilan motorik yaitu
menampilkan keterampilan (skill)/ terampil mempraktekkan serta bereksperimen sampai
menyimpulkan pada matakuliah pengelolaan laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan
keterampilan motorik mahasiswa paling banyak berada pada kategori sangat tinggi. Dalam
penelitian ini peningkatan keterampilan motorik mahasiswa pendidikan Biologi semester II melalui
pendekatan inkuiri pada matakuliah pengelolaan laboratorium dapat memberikan kontribusi positif
dalam mendukung kesiapan mahasiswa berada di abad XXI.
Kata Kunci: Keterampilan Motorik, Pendekatan Inkuiri, Matakuliah Pengelolaan
Laboratorium
PENDAHULUAN
Era globalisasi di abad XXI, mendorong terjadinya persaingan yang ketat pengetahuan,
teknologi dan keterampilan akan menjadi pemenang (the winner). Sebaliknya bangsa yang tidak
mampu menguasai pengetahuan, teknologi dan keterampilan akan menjadi pecundang (the losser).
Oleh kerena itu, sumber daya manusia yang berkualitas yang menguasai ilmu pengetahuan,
teknologi dan sejumlah keterampilan mutlak diperlukan agar dapat memenangkan persaingan di era
global (Redhana, 2012).
Pencapaian dalam memenangkan persaingan di era global dapat terlaksana melalui proses
belajar yang diarahkan terdapat berbagai pengalaman, keterampilan, mengamati, memahami serta
nilai-nilai kesusilaan. Dalam mendukung proses belajar tentunya membutuhkan pendekatan, salah
satunya pendekatan inkuiri yang menekankan pembelajaran melalui pengalaman serta secara aktif
melibatkan scientific thinking, perencanaan dan membangun pengetahuan. Pendekatan inkuiri
menekankan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh mahasiswa diharapakan bukan hasil
mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Peran dosen diharapkan
menjadi fasilitator baik dalam menentukan tujuan pembelajaran, merancang kegiatan yang merujuk
pada kegiatan menemukan maupun dalam bentuk prosedur penilaian berpusat pada domain
keterampilan psikomotorik.
Pengalaman yang dilakukan oleh dosen prodi pendidikan Biologi, khususnya pada
matakuliah yang dipraktikumkan, selama ini hanya sebatas pada pelaksanaan praktikum secara
berkelompok yang terkadang hanya diberikan berupa pretest dan posttest dalam bentuk tes tertulis
sebatas melihat kemampun kognitif mahasiswa. Padahal dalam tujuan pembelajaran terkait evaluasi
pencapaian hasil belajar mencakup tiga penilaian yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.
Terkait uraian di atas, salah satu upaya yang dapat diterapkan yaitu meningkatkan
keterampilan motorik mahasiswa pendidikan biologi semester II melalui pendekatan inkuiri.
Keterampilan motorik merupakan salah satu tujuan pembelajaran. Menurut Bloom dan
Krathwol dan Bloom dan Maria (dalam Rusman 2010) klasifikasi tujuan terdiri dari tiga domain,
yaitu: 1) domain kognitif; 2) domain afektif; 3) domain psikomotorik. Domain psikomotorik
menekankan pada gerakan-gerakan, kecakapan, keterampilan fisik serta berhubungan dengan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 268
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
kemampuan skill atau keterampilan seseorang. Dalam penelitian ini keterampilan motorik
bermakna kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa dalam menampilkan keterampilan (skill)/
terampil mempersiapkan alat dan bahan, mempraktekkan atau bereksperimen, menyajikan hasil
pengamatan, menjelaskan sampai menyimpulkan pada matakuliah pengelolaan laboratorium yang
dilakukan dalam tahap inkuiri. Dalam hal ini matakuliah pengelolaan laboratorium di pendidikan
Biologi STKIP Bima, merupakan matakuliah yang diajarkan pada semester dua, bertujuan menjadi
dasar atau pemula dalam memberikan pengalaman belajar di laboratorium, mahasiswa tidak hanya
mempelajari teori akan tetapi dapat diaplikasikan dalam bentuk aktivitas penelitian dalam
menunjang pengetahuan awal untuk matakuliah lainnya yang melakukan praktikum atau penelitian.
Penelitian ini, didukung oleh kajian Abbassyakhrin (2012) menyatakan pembelajaran secara
inkuiri menitiberatkan pada kemampuan mahasiswa untuk mempelajari keterampilan proses
biologi, seperti melakukan pengamatan dan bereksperimen serta menarik sebuah kesimpulan dari
proses tersebut. Dosen harus melibatkan mahasiswa dalam inkuiri dengan memberikan peluang
kepada mahasiswa untuk bertanya mengenai berbagai masalah, menjelaskan fenomena alam,
menguji ide dan berkomunikasi tentang apa yang dipelajari.
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan motorik mahasiswa
pendidikan biologi semester II melalui pendekatan inkuiri pada matakuliah penggelolaan
laboratorium. Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah menjadi informasi serta
sumber teknik penilaian untuk melihat kemampuan keterampilan motorik mahasiswa pada mata
kuliah yang dipraktikumkan. Serta bagi mahasiswa melatih keterampilan motorik agar tidak hanya
paham terhadap teori tetapi mampu untuk mengaplikasikannya dalam tahapan inkuiri.
METODE PENELITIAN
Penelitain ini merupakan penelitian kuantitatif deskriptif yaitu data yang diperoleh dalam
bentuk angka yang menunjukkan peningkatan kemudian diuraikan dalam kalimat.
Subjek penelitian seluruh mahasiswa semester II pendidikan biologi STKIP Bima berjumlah
32 mahasiswa. Instrumen yang digunakan adalah lembar penilaian petik kerja berupa keterampilan
motorik yang diperoleh melalui penilai tes praktik (tes kinerja). Data dianalisis mengguanakan
analisis kuantitatif deskriptif. Penilaian ini dilakukan berdasarkan skor mulai 0 sampai 5, pada
tingkatan bobot 5 sampai 20 sesuai tingkat kesulitan pada aspek yang dinilai kemudian diakumulasi
menggunakan rumus:
Nilai = (bobot x skor) : 5.
Kemudian dinyatakan dalam 5 kategori menurut Trysdiyanto, 2009 (dalam
Nurfathurrahmah, 2014) sebagai berikut:
Tabel 1 Kategori Kemampuan Keterampilan Motorik
Rentang Nilai Kategori
0 – 34
35 – 44
55 - 64
65 – 84
85 – 100
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Data yang dikumpulkan menggunakan lembar penilaian petik kerja berupa keterampilan
motorik yang diperoleh melalui penilai tes praktik (tes kinerja) pada saat praktikum secara
individual setelah seluruh kegiatan praktikum selesai yang dinilai berdasarkan kemampuan dalam
mendemontrasikan ulang dari salah satu acara praktikum (inventarisasi alat dan bahan pada
laboratorium, tes buta warna, pengukuran suhu tubuh manusia, respirasi pada makhluk hidup, uji
makanan, uji vitamin C). Pemilihan acara praktikum untuk didemontrasikan dilakukan secara
undian dengan alokasi waktu 10 sampai 20 menit per-acara yang disesuaikan dengan tingkat
kerumitannya.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 269
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Adapun tabel 2. Rangkuman hasil keterampilan motorik mahasiswa semester II prodi
Pendidikan Biologi STKIP Bima matakuliah pengelolaan laboratorium.
Tabel 2 Keterampilan Motorik Mahasiswa Semester II
Data di atas bahwa keterampilan motorik mahasiswa semester II prodi Pendidikan Biologi
STKIP Bima matakuliah pengelolaan laboratorium melalui pendekatan inkuiri dominan berada pada
kriteria sangat tinggi.
PEMBAHASAN
Pencapaian yang diperoleh bahwa keterampilan motorik mahasiswa semester II prodi
Pendidikan Biologi STKIP Bima matakuliah pengelolaan laboratorium melalui pendekatan inkuiri
dominan berada pada kriteria sangat tinggi.
Hal ini menjelaskan bahwa mahasiswa tidak hanya memiliki kemampuan dalam memahami
materi secara kognitif dan kemampuan afektif tetapi juga mampu mengimplementasikan
kemampuan sebelumnya dalam menunjang kemampuan motoriknya. Mustachfidoh, 2013 (dalam
Hendrasti, 2016), Aktivitas di laboratorium memiliki potensi untuk memberi peluang siswa belajar
mengkonstruksi pengetahuan sains yang dimiliki, sehingga pembelajaran dengan menggunakan
model pembelajaran inkuiri dapat membantu siswa untuk mengintegrasikan konsep-konsep yang
telah mereka ketahui sebelumnya dengan peristiwa-peristiwa yang mereka amati di laboratorium.
Peranan pendekatan inkuiri dalam mengembangkan kemampuan keterampilan psikomotorik
sangatlah penting karena secara lebih spesifik inkuiri dalam pendidikan biologi dapat menjelaskan
sebagai apa yang dikerjakan oleh seorang ilmuan dalam memperoleh jawaban tentang fonemena
alam. Pekerjaan ini berkaitan dengan teknik dan prosedur untuk melakukan kegiatan inkuiri
(Margono, 2000). Hal ini dikarenakan dalam menentukan kemampuan keterampilan psikomotorik
mahasiswa sangat tinggi atau bahkan sangat rendah tergantung dari bagaimana mahasiswa itu
mampu merumuskan masalah (menentukan judul, tujuan, menyebutkan dan menentukan alat dan
bahan praktikum), mengamati atau melakukan observasi (mempraktekkan sesuai cara kerja yang
terstruk), menganalsis dan menyajikan hasil dalam bentuk pengisian hasil dalam tabel pengamatan,
mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya dengan cara menjelaskan mulai dari penentuan
judul sampai menyimpulkan.
Melihat pentingnya pendekatan inkuiri dalam meningkatkan keterampilan motorik,
khususnya pada kegiatan praktikum pada matakuliah pengelolaan laboratorium umumnya mata
kuliah yang dipraktikumkan oleh karena demikian sangatlah disarankan untuk diterapkan dalam
memberikan nuansa baru dalam pengajaran serta menjadi acuan dalam menentukan hasil belajar
mahasiswa bukan saja berpusat pada penilaian kognitif, afektif tetapi untuk menunjang kedua
penilaian tersebut dosen/guru perlu juga menilai dari kemampuan psikomotorik. Karena dalam
pengajaran IPA, khususnya Biologi terdiri dari tiga komponen yaitu produk, proses dan sikap
(Nurfathurrahmah, 2014).
Schwab (Abbassyahrin, 2002) menyarankan dosen mengajukan masalah pada tiga tingkatan
untuk tujuan pengembangan dan orientasi inkuiri. Tingkat pertama, dosen memberi masalah yang
tidak dibicarakan dalam teks, dan menjelaskan dengan cara lain untuk mendekati penyelesaiannya.
Tingkat kedua, dosen mengajukan masalah tanpa memberi metodenya. Tingkat ketiga, dosen
memberikan fonemana biologi untuk merangsang mahasiswa agar dapat mengidentifikasi masalah.
Pada masing-masing tingkat dibutuhkan kecakapan yang lebih tinggi dalam menggunakan
keterampilan proses dibandingkan tingkat sebelumnya.
Kriteria Jumlah Rentang Nilai
Sangat Tinggi 14 85-100
Tinggi 4 65 – 84
Sedang 6 55 - 64
Rendah 3 35 – 44
Sangat Rendah 5 0 – 34
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 270
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimpulkan peningkatan keterampilan motorik
mahasiswa pendidikan biologi semester II melalui pendekatan inkuiri pada matakuliah
penggelolaan laboratorium terbanyak berada pada kategori sangat tinggi.
Saran dalam penelitian ini adalah dianjurkan bagi pendidik pada setiap mata kuliah,
khususnya mata kuliah yang dipraktekkan domain psikomotorik/motorik dapat dijadikan sebagai
acuan dalam menentukan hasil belajar mahasiswa. Disarankan menerapkan pendekatan ikuiri
karena menekankan pembelajaran melalui pengalaman serta secara aktif melibatkan scientific
thinking, perencanaan dan membangun pengetahuan dapat menjadi pendekatan yang
mempersiapkan mahasiswa berkompetensi di era globalisasi abad XXI.
DAFTAR RUJUKAN
Abbassyakhrin. (2012). Pendekatan Inkuiri Dalam Kegiatan Laboratorium Pendidikan Biologi.
Oryza Jurnal Pendidikan Biologi Vol. 1 Nomor 1 Mei 2012, 18-23. Bima: STKIP Bima.
Hendasti, K.P, dkk. (2016). Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Disertai Teknik Peta Konsep
Dalam Pembelajaran Fisika Di SMA. Jurnal Pembelajaran Fisika, Vol 4 No 4 Maret 2016, Hal
321-326. Jember: FKIP Universitas Jember.
Margono, H. (2000). Metode Laboratorium. Malang: Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA
Universitas Negeri Malang Press.
Nurfathurrahmah. (2014). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Pair
Share (TPS) Dengan Metode Resitasi Pada Materi Sistem Ekskresi Untuk Siswa SMA Kelas XI.
Oryza Jurnal Pendidikan Biologi Vol. 3 Nomor 1 April 2014. Bima: STKIP Bima.
Rendhana, I. W. (2012). Model Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pertanyaan Socratik Untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Cakrawala Pendidikan November 2012 Th.
XXXI No 3. Denpasar: FPMIPA Universitas Pendidikan Ganesha.
Rusmana. (2010). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 271
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA BAHASA INGGRIS DENGAN
STRATEGI CHORAL READING (PADA SISWA KELAS X
TKJ SMKN 1 LABUAPI TAHUN AKADEMIK 2018/2019)
IMPROVING STUDENTS READING SKILL
USING CHORAL READING STRATEGIES
Rima Rahmaniah1; Budiman
2
1Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Mataram 2SMKN 1 Labuapi
Abstrak: Tujuan Penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui penerapan strategi
pembelajaran choral reading dalam pembelajaran bahasa inggris; (2) untuk mengetahui efektivitas
penerapan strategi pembelajaran choral reading dalam pembelajaran bahasa inggris terhadap
kemampuan membaca descriptive text siswa. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
yang terdiri dari 2 siklus, Subyek dalam penelitian adalah peserta didik kelas X jurusanTKJ yang
berjumlah 19 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, dokumentasi, dan
tes. Teknik analisis data dengan kualitatif yaitu dengan melakukan catatan refleksi, yakni pemikiran
yang timbul pada saat mengamati dan merupakan hasil proses membandingkan, mengaitkan atau
menghubungkan data yang ditampilkan dengan data sebelumnya. Hasil Penelitian Tindakan Kelas
ini ada peningkatan dari kemampuan awal dibanding dengan siklus 1 yaitu siswa yang tuntas di
siklus 1 berjumlah 11 siswa atau 57.89%. Dari hasil siklus ke 2 dapat dituliskan siswa yang sudah
tuntas adalah 15 siswa dari 19 siswa atau 78.94%. Dari siklus 1 ke siklus 2 ada peningkatan
21,05%. Ini membuktikan bahwa penggunaan strategi pembelajaran choral reading sangat efektif
dalam pengajaran reading.
Kata Kunci: Strategi Choral Reading, Membaca, Descriptive Text.
PENDAHULUAN
Membaca merupakan keterampilan yang kompleks, (Khuddaru Sadhono, 2012:65)
memaknai membaca sebagai proses kognitif yang kompleks untuk mengolah isi bacaan, yang
bertujuan memahami ide˗ide dan pesan˗pesan penulis serta menjadikannya sebagai bagian
pengetahuannya. Selain itu, kompleks berarti bahwa dalam proses membaca terlibat faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi intelegensi (IQ), minat, sikap, bakat, motivasi, dan
tujuan membaca; sedangkan faktor eksternal meliputi sarana membaca, teks bacaan, faktor
lingkungan atau faktor latar belakang sosial ekonomi, kebiasaan dan tradisi membaca.
Berdasarkan hasil pengamatan atau observasi terhadap kemampuan membaca siswa kelas X
TKJ masih rendah, dikarenakan beberapa alasan, antara lain terhadap penggunaan media
pembelajaran, strategi pembelajaran, sarana prasarana maupun dilihat dari segi siswa itu sendiri
dalam hal membaca bahwa sebagian besar dari siswa masih kurang termotivasi untuk membaca
serta sulit memahami isi bacaan berbahasa inggris, hal tersebut dikarenakan masih kurangnya
kesadaran dari siswa itu sendiri tentang pentingnya membaca, kurang nya vocab dalam bahasa
inggris sehingga siswa kesulitan dalam memahami isi bacaan serta mendapat point dari teks yang
dibaca, hal itu berakibat pada motivasi dan keinginan siswa dalam membaca serta memahami teks.
Siswa kelas X TKJ di SMKN 1 Labuapi rata-rata belum memiliki motivasi dan kemauan
untuk membaca terutama bacaan yang berbahasa inggris. Hampir sebagian besar kalimat yang
dibaca oleh peserta didik belum sesuai dengan kaidah yang benar. Selain itu peserta didik
membutuhkan Media pembelajaran yang bervariasi sehingga menyebabkan siswa tidak tertarik
untuk mengikuti pelajaran terutama ketika skill nya adalah membaca. Para siswa berbicara sendiri,
ada yang merenung/ngalamun, mengantuk, kadang ada juga yang bernyanyi dikelas, keluar masuk
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 272
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
sesuka hati, dan mereka terkesan meremehkan pelajaran yang diikuti. Sehingga materi yang
disampaikan oleh guru belum mengenai sasaran. Sebagian besar siswa diam, acuh tak acuh terhadap
pelajaran yang disampaikan oleh guru, asyik dengan aktifitas sendiri, bahkan ada siswa yang tidur.
Hampir tidak ada seorangpun siswa yang memiliki kampus bahasa inggris sebagai modal dasar
dalam belajar bahasa inggris. Sehingga pembelajaran hanya tergantung guru yang ada di depan
kelas dan buku paket yang disediakan. Hal ini menyebabkan kemampuan membaca siswa belum
mencapai kompetensi yang standar.
Berdasarkan dari hasil pembelajaran yang telah dilakukan selama ini, kompetensi yang
diharapkan belum dapat tercapai karena penerapan strategi yang belum sesuai, penggunaan media
yang belum tepat. Oleh karena itu perlu diterapkan strategi choral reading sehingga siswa menjadi
lebih tertarik, kreatif, inovatif untuk mengikuti pelajaran sehingga dapat meningkatkan kemauan
dan kelancaran serta meningkatkan kemampuan dalam membaca.
Pembelajaran yang kreatif dan inovatif merupakan upaya dalam mewujudkan pembelajaran
yang bermakna bagi siswa sesuai tujuan yang diharapkan dalam setiap mata pelajaran. Dalam
penelitian ini dapat kami rumuskan bahwa untuk meningkatkan kemampuan membaca siswa dapat
ditingkatkan dengan menggunakan strategi pembelajaran choral reading.
Metode belajar mengajar merupakan faktor utama dan paling berpengaruh terhadap proses
pembelajaran yang pada akhirnya akan bermuara pada hasil pembelajaran itu sendiri. Dangan
metode yang jelas, terarah, sistemtik, kreatif dan inovatif serta menarik minat baca siswa, siswa
akan mempunyai keinginan untuk belajar dan yang paling penting mereka tahu apa dan bagaimana
mereka harus bertindak dan memulai. Dan itu artinya proses pembelajaran menemukan arah dan
tujuan. Dengan kondisi seperti ini, belajar membaca akan menjadi terarah, sistematik, komunikatif,
efisien, efektif, kreatif dan inovatif serta dapat menarik dan meningkatkan minat siswa untuk
membaca yang pada akhirnya pemahaman membaca mereka meningkat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui a) Langkah-langkah model pembelajaran
choral reading dalam meningkatkan keaktifan dan hasil belajar siswa kelas X TKJ di SMKN 1
Labuapi. b) Peningkatan kemampuan membaca siswa kelas X TKJ di SMKN 1 Labuapi melalui
penerapan model pembelajaran choral reading. c) Peningkatan hasil belajar siswa kelas X TKJ di
SMKN 1 Labuapi melalui penerapan model pembelajaran choral reading.
Choral Reading means reading out loud with your child, the same text at the same time
(Wood, 2006:216). You read together in unison, and your child gets to hear your voice, guiding and
supporting, all the while. Based on Stoodt, Amspaugh, & Hunt (1996), use a single selection with
various Choral Reading Methods so students learn about the various ways of expressing meaning.
Yang dikemukakan oleh (Wood, 2006:206) bahwa Choral reading berarti membacakan dengan
keras dengan teks yang sama pada saat bersamaan. Menurut Wood dengan membaca bersama
secara serentak, dan anak mendengar suara kita, itu otomatis membimbing dan mendukung dalam
membaca. Sedangkan menurut Stoodt, mspaugh, & Hunt, (1996), menggunakan satu pilihan dengan
berbagai Metode Bacaan Choral sehingga siswa belajar tentang berbagai cara untuk
mengungkapkan makna. Dengan memilih salah satu metode dari choral siswa dapat
mengungkapkan makna dengan benar karena dengan membaca secara bersama-sama dan keras itu
memudahkan siswa untuk menangkap makna.
Choral reading is reading aloud in unison with a whole class or group of students. Choral
reading helps build students' fluency, self-confidence, and motivation. Because students are reading
aloud together, students who may ordinarily feel self-conscious or nervous about reading aloud
have built-in support. Sehingga dengan membaca dengan suara bulat bersamaan dengan seluruh
kelas atau kelompok siswa dapat membantu kelancaran, kepercayaan diri, dan motivasi siswa.
Karena dengan membaca dengan suara keras, siswa yang biasanya merasa gugup membaca dengan
keras memiliki dukungan langsung. Dengan menggunakan strategi pembelajaran Choral Reading
dapat meningkatkan kemampuan membaca dalam pelajaran bahasa inggris pada siswa kelas X TKJ
di SMKN 1 Labuapi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 273
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah Penelitian ini adalah penelitian Tindakan Kelas, berarti
membahas setting penelitian, persiapan penelitian, siklus penelitian, teknik pengumpulan data dan
teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.
Proses penelitian tindakan biasanya menggunakan siklus/putaran dengan menggunakan
desain dari Kemmis, McTaggart. Model penelitian tindakan dari Kemmis, McTaggart melalui siklus
yang terdiri dari tahap perencanaan, observasi, tindakan, dan refleksi. Penelitian ini dilaksanakan
dalam dua siklus, tiap siklus dua kali pertemuan. Setiap pertemuan dua jam pelajaran. Setiap
siklus/putaran terdapat perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi menurut Kemmis,
McTaggart siklus itu digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1. Spiral PTK Kemmis Mc Taggart
1. Perencanaan
Penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian tindakan kelas
merupakan suatu tindakan pengamatan yang terjadi di dalam kelas saat pembelajaran sedang
berlangsung. (Arikunto, 2006:19). Penelitian tindakan kelas merupakan suatu pencermatan terhadap
kegiatan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas.
Program tindakan yang direncanakan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan membaca di kelas
X TKJ di SMK N 1 Labuapi. Pembelajaran yang direncanakan dua siklus setiap siklus dua kali
pertemuan dengan cara memberi motivasi, menyampaikan indikator pembelajaran, menyampaikan
tujuan pembelajaran, menyampaikan manfaat materi pembelajaran, menyampaikan rencana
kegiatan kerja kelompok dan melakukan observasi, menyusun lembar kerja siswa termasuk pre test,
menyiapkan sumber belajar, mengembangkan format penilaian, mengembangkan format observasi.
Pre test diberikan pada siklus satu jam pelajaram sebelum pembelajaran dimulai, dilanjutkan
dengan menyampaian materi reading “descriptive text” dengan pendekatan saintifik yang meliputi
mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan. Karena hanya dua jam
pelajaran setiap pertemuan, sehingga tidak semua pendekatan itu bisa dilakukan. Pendekatan yang
selanjutnya diteruskan untuk pertemuan berikutnya. Dalam penyampaian materi menggunakan
strategi choral reading. Langkah – langkah yang digunakan dalam choral reading (Katherine D.
Wiesendanger, 2001:157) antara lain (1) memilih materi reading yang berjudul “ my best friends”
yang familiar dengan siswa, (2) situasi dibuat rileks. Memahami isi dari reading yang berkaitan
dengan ungkapan deskripsi. Posisi duduk siswa dibuat melingkar atau berhadapan saat membaca,
(3) guru membaca keras kemudian seluruh siswa membaca bersama-sama. Bacaannya dipilih yang
meyakinkan, sungguh - sungguh sesuatu yang nyata, menyenangkan, menggembirakan, dan
merupakan sebuah pengalaman yang berhasil, (4) siswa membaca maju ke depan kelas dengan
kelompoknya secara bergantian untuk mengetahui kemampuan membaca siswa secara individu, (5)
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 274
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
melakukan diskusi sebagai tindak lanjut dari proses membaca untuk mengetahui keberhasilan dalam
kemampuan membaca.
Perencanaan yang lain yang dipersiapkan adalah: pembuatan RPP, mencermati langkah-langkah
strategi choral reading, dan pembuatan alat pengumpulan data.
2. Implementasi Tindakan
Pelaksanakan tindakan sesuai dengan skenario pembelajaran dan lembar kerja siswa. Implementasi
tindakan yang dilakukan menggunakan langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan sebagai
upaya peningkatan kemampuan membaca. Proses penelitian tindakan merupakan kerja berulang
atau (siklus), sehingga diperoleh pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam meningkatkan
kemampuan membaca di kelas X SMKN 1 labuapi. Penelitian ini dilaksanakan dengan dua siklus.
Tiap siklus dilakukan dua kali pertemuan dan dua jam pelajaran. Pada setiap siklus terdapat
rencana, tindakan, observasi dan refleksi. Menurut Kemmis, McTaggart (1994).
3. Observasi dan monitoring
Observasi dan monitoring dilakukan saat kegiatan belajar mengajar sedang berlangsung. Yang akan
melakukan penelitian adalah peneliti, kolaborator, dan siswa. Yang diobservasi dan dimonitoring
adalah aktifitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung serta apa yang terjadi selama
proses kegiatan belajar dan mengajar sedang berlangsung. Alat yang digunakan untuk observasi dan
monitoring adalah pedoman observasi, catatan lapangan, jurnal, angket, tes.
4. Analisis dan refleksi
Peneliti melakukan analisis dan refleksi saat proses belajar mengajar selesai. Analisis dan refleksi
dilakukan oleh peneliti dan kolaborator. Kegiatan analisis yang dilakukan adalah Melakukan
evaluasi tentang kekurangan dan kelebihan dari proses pembelajaran, efektifitas waktu setiap
langkah kegiatan, kesesuaian penggunaan alat evaluasi, mengevaluasi proses dan hasil evaluasi.
Kegiatan yang dilakukan dalam refleksi adalah mengkaji dan mempertimbangkan hasil yang
diperoleh dari pengamatan sehingga dapat dilakukan revisi terhadap proses pembelajaran
selanjutnya untuk memperbaiki pelaksanaan tindakan pada siklus berikutnya. Dengan kata lain
kekurangan dari hasil pengamatan selama proses berlangsung dari awal sampai akhir tindakan
digunakan untuk menentukan tindakan selanjutnya /siklus berikutnya. Kekurangan yang dimaksud
adalah hasil observasi dan monitoring yang belum maksimal yang menyebabkan kemampuan
membaca belum kompeten seperti yang diharapkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap pratindakan merupakan tahapan yang dilakukan peneliti untuk mengetahui kondisi awal
siswa sebelum dilakukan tindakan. Sebagai guru, peneliti menemukan permasalahan dalam
pembelajaran bahasa Inggris khususnya dalam kemampuan membaca. Berdasarkan pengamatan
saat pembelajaran berlangsung, peserta didik kurang antusias dan malas ketika diberi tugas untuk
membaca, jika ada temannya yang membaca, mereka tidak mau menyimak malah mengerjakan
aktivitas lain. Ternyata setelah ditanya mereka merasa bosan ketika materi nya membaca. Setiap
kali pembelajaran membaca, guru menyuruh siswa membaca dalam hati sebuah teks atau bahan
bacaan secara individu, atau menyuruh salah satu siswa untuk membaca secara nyaring dan siswa
yang lain mendengarkan. Kemudian setelah selesai membaca mereka diberi pertanyaan atau
menceritakan kembali isi teks yang dibacanya. (Lampiran 1)
Hasil skor tes kemampuan membaca peserta didik kelas X pada siklus I, dihitung berdasarkan aspek
kognitif siswa. Skor kognitif diperoleh dari tes individu yang diberikan pada akhir pertemuan, untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 2.
Berikut ini adalah hasil aspek kognitif yang diperoleh peserta didik setelah menggunakan metode
Coral reading pada siklus I yang ditunjukkan pada tabel 1 sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil Tes Membaca Siklus I
No Kategori Jumlah siswa presentase
1 Memenuhi KKM 11 57.89%
2 Tidak memenuhi KKM 8 42.10%
3 Rata-rata 69.47
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 275
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dari hasil yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal tes pada siklus 1 di atas dapat diperoleh
hubungan yang menunjukkan perkembangan antara hasil pratindakan dengan hasil siklus 1sebagai
berikut.
Tabel 2. Perbandingan Hasil Tes Pratindakan dengan Siklus I
No Kategori Hasil Tes Membaca
Pratindakan Siklus 1 Selisih
1 Nilai rata-rata 57.63 69.47 + 11.84
2 Memenuhi KKM 31.58% 57.89% 26.31%
3 Tidak memenuhi KKM 68.42% 42.10% -
26.32%
Dari tabel di atas terlihat bahwa tindakan pada siklus I dapat meningkatkan kemampuan membaca
siswa. Nilai rata-rata siswa dan ketuntasan belajar minimal dapat digambarkan dalam diagram
batang berikut ini.
Gambar 1. Diagram Ketuntasan Belajar Pratindakan dan Siklus I
Sedangkan untuk nilai rata-rata siswa, perkembangannya dapat dilihat pada diagram batang berikut
ini.
Gambar 2. Diagram Nilai Rata-Rata Pratindakan dan Siklus I
Hasil skor tes kemampuan membaca pemahaman siswa kelas X pada siklus I, dihitung berdasarkan
aspek kognitif siswa. Skor kognitif diperoleh dari tes individu yang diberikan pada setiap
pertemuan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 2.
Berikut ini adalah hasil tes yang diperoleh siswa setelah menggunakan metode Coral Reading pada
siklus II yang ditunjukkan pada tabel 5 sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Tes Membaca Pemahaman Tindakan Siklus II
No Kategori Jumlah siswa presentase
1 Memenuhi KKM 15 78.94%
2 Tidak memenuhi KKM 4 21.05%
3 Rata-rata 72.63
0
20
40
60
80
pratindakan siklus 1
KKM
Nilai rata-rata
0
20
40
60
80
100
pratindakan siklus 1
target
memenuhi kkm
tidak memenuhiKKM
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 276
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Dari hasil yang diperoleh siswa dalam mengerjakan soal tes pada siklus II di atas dapat diperoleh
hubungan yang menunjukkan perkembangan antara hasil tindakan siklus I dengan siklus 1I sebagai
berikut.
Tabel 4. Perbandingan Hasil Tes Tindakan Siklus I dan II
No Kategori Hasil tes membaca
Siklus 1 Siklus 2 Selisih
1 Nilai rata-rata 69.47 72.63 + 3.16
2 Memenuhi KKM 57.89% 78.94% 21.05%
3 Tidak memenuhi KKM 42.10% 21.05% - 21.05%
Dari tabel di atas terlihat bahwa tindakan pada siklus I dapat meningkatkan kemampuan membaca
siswa. Nilai rata-rata siswa dan ketuntasan belajar minimal dapat digambarkan dalam diagram
batang berikut ini.
Gambar 3. Diagram Perbandingan Ketuntasan Belajar Siklus I dan Siklus II
Sedangkan untuk nilai rata-rata siswa, perkembangannya dapat dilihat pada diagram batang berikut
ini.
Gambar 4. Diagram Perbandingan Nilai Rata-Rata Siklus I dan II
Dari hasil pretes yang dilakukan, peneliti menemukan bahwa masih banyak siswa yang belum
mencapai KKM. Dari 19 siswa yang ada di kelas X baru ada 6 siswa atau 31.58% yang mampu
mencapai dan atau melebihi KKM yang telah ditentukan yaitu 70. Sedangkan rata-rata dalam pretes
ini adalah 57.63 masih jauh dari KKM.
Rendahnya kemampuan membaca siswa disebabkan selama ini pembelajaran didominasi guru.
Setiap kali pembelajaran membaca, guru menyuruh siswa membaca dalam hati sebuah teks atau
bahan bacaan secara individu, atau menyuruh salah satu siswa untuk membaca secara nyaring dan
siswa yang lain mendengarkan. Kemudian setelah selesai membaca mereka diberi pertanyaan atau
menceritakan kembali isi teks yang dibacanya. Pembelajaran seperti itu mengakibatkan siswa
merasa bosan dan tidak antusias dalam mengikuti pembelajaran membaca.
Dilihat dari hasil tes siswa mengalami peningkatan. Nilai rata-rata sebelum tindakan adalah 57.63
meningkat menjadi 69.47. Tingkat ketuntasan belajar siswa juga mengalami peningkatan yang
signifikan yaitu sebesar 26.31%% dimana kondisi awal siswa yang mencapai KKM adalah 31.58%
meningkat menjadi 57.89%. Dari hasil tes yang dicapai siswa tersebut terlihat bahwa penggunaan
0
20
40
60
80
100
siklus 1 siklus 2
target
tuntas
tidak tuntas
67
68
69
70
71
72
73
siklus 1 siklus 2
KKM
Nilai rata-rata
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 277
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
metode Coral Raeding dalam pembelajaran membaca, dapat meningkatkan kemampuan membaca
siswa kelas X. Namun demikian jika dilihat dari target dalam penelitian ini, kenaikan pada siklus I
belum mencapai target yang ditentukan. Hal ini disebabkan karena kurangnya antusiasme dan
semangat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Siswa yang aktif masih berpusat pada beberapa
siswa saja, dan juga masih ada siswa yang mengganggu temannya terutama saat diskusi kelompok.
Oleh karena itu dilakukan tindakan siklus II dengan memberi beberapa perbaikan pada langkah
kegiatan pembelajaran tertentu untuk menciptakan suasana yang aktif, kompetitif, dan menarik bagi
siswa.
Dari 2 pertemuan siklus II ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan metode Coral Raeding dapat
meningkatkan kemampuan membaca siswa. Dilihat dari rata-rata hasil tes siswa mengalami
peningkatan sebesar 3.6 dari kondisi awal 69.47 meningkat menjadi 72.63. Ketuntasan belajar
jugan mengalami peningkatan sebesar 21.05% dari kondisi awal 57.89% meningkat menjadi
78.94%. Dari hasil tersebut target penelitian telah terpenuhi, maka penelitian ini dihentikan pada
siklus II. Peningkatan tersebut di atas tidak lepas dari adanya rangkaian pembelajaran yang
mengedepankan keterlibatan seluruh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Keterlibatan siswa
tersebut terlihat dari partisipasi aktif di dalam kegiatan kooperatif untuk saling bekerja sama satu
sama lain. Dominasi guru dalam pembelajaran juga sangat sedikit sehingga ketergantungan siswa
pada guru dapat terkurangi.
Rata-rata hasil tes kemampuan membaca pemahaman dan ketuntasan belajar siswa mulai dari
kondisi awal, siklus I, hingga siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 5. Hasil Tes Membaca Pratindakan, Siklus I dan II
No Kategori Hasil tes membaca Peningkatan
Pratindakan Siklus 1 Siklus 2
1 Nilai rata-rata 57.63 69.47 72.63 15
2 Memenuhi KKM 31.58% 57.89% 78.94% 47.63%
3 Tidak memenuhi KKM 68.42% 42.10% 21.05% -47.37%
Ketuntasan belajar siswa mulai dari kondisi awal, siklus I, hingga siklus II dapat digambarkan
dalam grafik dibawah ini.
Gambar 5. Kondisi Awal, Siklus I, Hingga Siklus II
Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi choral reading siswa diharapkan
mampu mengembangkan kemampuan kognitif,afektif maupun psikomotornya. Kemampuan siswa
dalam model pembelajaran choral reading sangat dibutuhkan untuk menentukan tingkat
keberhasilan dalam penggunaan model pembelajaran. Model pembelajaran dengan menggunakan
strategi choral reading membutuhkan keterampilan berfikir, keterampilan sosial, keterampilan
berkomunikasi dan berpartisipasi yang dimiliki siswa. Hal ini sangat penting dan berkaitan dengan
keberhasilan dalam pembelajaran di kelas.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
pratindakan siklus 1 siklus 2
rata-rata
memenuhi KKM
tidak memenuhi KKM
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 278
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : Hasil Penelitian Tindakan
Kelas ini ada peningkatan dari kemampuan awal dibanding dengan siklus 1 yaitu siswa yang tuntas
di siklus 1 berjumlah 11 siswa atau 57.89%. Dari hasil siklus ke 2 dapat dituliskan siswa yang
sudah tuntas adalah 15 siswa dari 19 siswa atau 78.94%. Dari siklus 1 ke siklus 2 ada peningkatan
21,05%. Ini membuktikan bahwa penggunaan strategi pembelajaran choral reading sangat efektif
dalam pengajaran reading. Kegiatan pembelajaran bahasa Inggris khususnya membaca dengan
menggunakan metode Coral reading memberikan pengaruh yang positif. Ini dibuktikan dengan
dapat meningkatkan proses pembelajaran membaca siswa kelas X SMK Negeri 1 Labuapi. Hal-hal
yang meningkat yaitu kinerja selama pembelajaran yang mencakup antusiasme, keaktifan dan
konsentrasi. Penggunaan metode Corel reading dalam pembelajaran bahasa Inggris khususnya
membaca ini digunakan untuk mempermudah kemampuan pemahaman siswa dalam membaca
bacaan descriptive text. Dalam metode ini siswa saling bekerja sama dalam kelompok kooperatif
untuk membaca bahan bacaan, menganalisis unsure-unsur instrinsik, membuat kesimpulan, hingga
mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih peneliti sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyelesaian penelitian ini, dari tahap perencanaan, pelaksanaan, serta sampai kepada penyusunan
laporan. Terimakasih kami ucapkan kepada ketua Tim PDS, Tim PDS, kepala sekolah SMKN 1
Labuapi, Guru Pamong di SMKN 1 Labuapi serta seluruh staf dan guru yang ada di sekolah SMKN
1 Labuapi.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.Edisi Revisi VI. PT
Rineka Cipta, Jakarta
Anas Sudijono (2005). Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press.
Farida Rahim. (2008). Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar .Jakarta: Bumi Aksara.
Stoodt, B. D., Amspaugh, L. B., & Hunt, J. (1996). Children's literature: Discoveryfor a
lifetime. Scottsdale, AZ: Gorsuch Scarisbrick.
Kemmis, S., McTaggart, R., & Nixon, R. (2013). The action research planner: Doing
critical participatory action research. Springer Science & Business Media.
Mulyasa, E. (2010). Praktek penelitian Tindakan Kelas (cetakan ke 3). Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset.
Nurhadi. (2005). Bagaimana Cara Meningkatkan Kemampuan Membaca? Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Pardjono,dkk (2007). Panduan PENELITIAN TINDAKAN KELAS. Yogyakarta: Lembaga Penelitian
UNY
Samsu Somadayo. (2011). Strategi dan Teknik Pembelajaran Membaca. Yogyakarta: GrahaIlmu.
Wiesendanger, Katherine D. 2001. Strategies for Literacy Education. Ohio:Merill Prentice Hall
Wood, T. (2011). Overcoming dyslexia for dummies. John Wiley & Sons.
Khuddaru Sadhono dan St. Y. Slamet. (2012). Meningkatkan Keterampilan berbahasa Indonesia
(teori dan Aplikasi). Bandung: Karya Putra Darwati.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 279
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
LAMPIRAN 1
NO Nama Siswa Nilai Ketuntasan
Ya Tidak
1 AA 45 √
2 AS 50 √
3 BA 50 √
4 DRF 55 √
5 HAR 50 √
6 LDS 60 √
7 LH 60 √
8 KMJ 55 √
9 MRA 60 √
10 ML 70 √
11 MAY 70 √
12 NFNR 75 √
13 SJ 65 √
14 SP 70 √
15 SU 60 √
16 SBA 50 √
17 SB 70 √
18 UT 75 √
19 TBRM 55 √
Jumlah 1145 6 13
Rerata 60.26
Presentase 31.58% 68.42%
LAMPIRAN 2
NO Nama Siswa Nilai Ketuntasan
Ya Tidak
1 AA 65 √
2 AS 70 √
3 BA 60 √
4 DRF 55 √
5 HAR 60 √
6 LDS 70 √
7 LH 70 √
8 KMJ 75 √
9 MRA 75 √
10 ML 80 √
11 MAY 75 √
12 NFNR 75 √
13 SJ 65 √
14 SP 75 √
15 SU 65 √
16 SBA 60 √
17 SB 80 √
18 UT 80 √
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 280
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
19 TBRM 65 √
Jumlah 1320 11 8
Rerata 69.47
Presentase 57.89% 42.10%
LAMPIRAN 3
NO Nama Siswa Nilai Ketuntasan
Ya Tidak
1 AA 75 √
2 AS 70 √
3 BA 70 √
4 DRF 65 √
5 HAR 70 √
6 LDS 75 √
7 LH 80 √
8 KMJ 85 √
9 MRA 75 √
10 ML 75 √
11 MAY 75 √
12 NFNR 75 √
13 SJ 70 √
14 SP 75 √
15 SU 65 √
16 SBA 60 √
17 SB 75 √
18 UT 80 √
19 TBRM 65 √
Jumlah 1380 15 4
Rerata 72.63
Presentase 78.94% 21.05%
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 281
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENERAPAN METODE INQUIRY DENGAN MEMANFAATKAN
LEMBAR KERJA SISWA (LKS) UNTUK MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR MATEMATIKA PADA KELAS VII
SMP NEGERI 3 BATUKLIANGTAHUN 2018/2019
Salma1, I Ketut Sukarma
2, Pujilestari
3
¹Mahasiswa Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram
²·³Dosen Pendidikan Matematika FPMIPA IKIP Mataram
e-mail: [email protected]
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar matematika dengan menerapkan
metode inquiry pada materi himpunan. Metode penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas, sabjek
penelitian ini adalah siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Batukliang, Lombok Tengah dengan jumlah
siswa 20 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan tes akhir. Nilai LKS dan tes akhir digunakan
untuk mengetahui hasil belajar siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan menggunakan inquiry.
Nilai rata-rata siswa pada siklus I adalah 59,85 % sedangkan pada siklus II nilai rata-rata siswa
adalah 71,8% kategori baik. Sehingga dapat di simpulkan bahwa pembelajaran dengan
menggunakan metode inquiry dapat meningkatkan hasil belajar lebih baik.
Kata Kunci: Inquiry, Hasil Belajar, Matematika
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kebutuhan manusia selama manusia hidup. Tanpa adanya
pendidikan, maka dalam menjalani kehidupan ini manusia tidak akan dapat berkembang dan bahkan
akan terbelakang. Pendidikan yang terencana, terarah dan berkesinambungan dapat membantu
peserta didik untuk mengembangkan kemampuannya secara optimal, baik aspek kognitif, aspek
efektif, maupun aspek psikomotorik. Dalam mencapai tujuan pendidikan perlu diupayakan suatu
sistem pendidikan yang mampu membentuk kepribadian dan keterampilan peserta didik yang
unggul, yakni manusia yang kreatif, cakap terampil, jujur, dapat dipercaya bertanggung jawab dan
memiliki solidaritas sosial yang tinggi.
Matematika adalah suatu cara untuk menemukan jawaban terhadap masalah yang dihadapi
manusia; suatu cara menggunakan informasi, menggunakan pengetahuan tentang bentuk dan
ukuran, menggunakan pengetahuan tentang menghitung, dan yang paling penting adalah
memikirkan dalam diri manusia itu sendiri dalam melihat dan menggunakan hubungan- hubungan.
James dalam kamus matematikanya menyatakan bahwa “Matematika adalah ilmu tentang logika
mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang
banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan goemetri (Hasratuddin, 2014).
Hadi, & Dolk (2008) dalam Wahyu dan Sofyan (2016) yang menyatakan bahwa guru
matematika yang menerapkan pembelajaran matematika tradisional yang dicirikan dengan alur
opening-example-exercise-closing membuat siswa pasif dan memiliki sedikit kemampuan dalam
berpikir dan memberikan alasan secara matematis (mathematical thinking and reasoning). Dengan
karakteristik tersebut, pembelajaran matematika hanya sebatas pemindahan pengetahuan
(transmission of knowledge) atau belum mencapai pembelajaran sebagai proses membangun
pengetahuan (construction of knowledge) .
Adapun metode pembelajaran yang digunakan yaitu metode inquiry. Yang dimana metode
inquiry adalah suatu cara menyampaikan pelajaran yang meletakkan dan mengembangkan cara
berpikir ilmiah dimana siswa mengasimilasi suatu konsep atau prinsip, misalnya mengamati,
menggolongkan, membuat dugaan, menjelaskan,mengukur, dan membuat kesimpulan. Melalui
metode inquiry ini sebagai salah satu cara mengajar efektif untuk melatih dan meningkatkan hasil
belajar siswa.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 282
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 3 Batukliang kelas VII. Penelitian dilakukan pada
materi Himpunan semester 1 tahun pelajaran 2018/2019. Sabjek penelitian ini adalah siswa kelas
VII A SMP Negeri 3 Batukliang tahun pelajaran 2018/2019 dengan jumlah siswa 20 orang siswa
dengan kemampuan akademis heterogen.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) Penelitian Tindakan Kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh guru dikelasnya sendiri
melalui refleksi diri dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sehingga hasil belajar siswa
meningkat (Aqib, 2008).
Penelitian tindakan kelas ini merupakan tindakan kolaboratif antara peneliti dan guru.
Peneliti dan guru saling berkolaborasi dalam menerapkan metode pembelajaran inquiry melalui
kegiatan belajar mengajar. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai pelaksana tindakan dan inovator,
sedangkan guru sebagai observer. Peneliti sebagai pelaksana tindakan artinya, peneliti sebagai
orang yang melaksanakan tindakan dan menerapkan metode yang digunakan kepada siswa. Peneliti
sebagai inovator artinya, peneliti sebagai orang yang mempunyai tindakan atau yang memberikan
solusi tindakan. Guru sebagai observer artinya, guru mengobservasi (mengamati) proses
pembelajaran pada saat diterapkan tindakan. Dalam penelitian ini peneliti terlibat langsung sejak
perencanaan penelitian hingga penyusunan laporan. Jenis penelitian ini digunakan untuk
meningkatkan hasil belajar matematika siswa dengan memanfaatkan Lember Kerja Siswa ( LKS)
materi pokok himpunan pada kelas VIII SMP Negeri 3 Batukliang Lombok Tengah tahun
pelajaran 2018/ 2019.
Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif dan
kuantitatif. Pendekatan kualitatif adalah suatu pendekatan yang dilakukan oleh para peneliti berupa
kata, tindakan, pengamatan, dan data mendalam yang mengandung arti makna sebenarnya.
Pendekatan kuantitatif adalah data yang bisa diukur atau dinilai secara langsung. Pada pendekatan
kulaitatif yang digunakan peneliti untuk mengelola data hasil observasi dan pelaksanaan
pembelajaran, sedangkan pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengelola data hasil belajar siswa
dengan menggunakan data statistik (sugiyono)
Rancangan penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa siklus, apabila siklus I tidak tuntas
maka akan dilakukan hal yang sama pada siklus II dan seterusnya. Setiap siklus memiliki 4 tahapan
yaitu tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Sehingga menghasilkan suatu keputusan
sebagai hasil dari penelitian. Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Gambar 1: Tahapan Siklus Model Penelitian Tindakan Kelas (PTK) Modifikasi (Arikunto, 2013).
Indikator dalam penelitian ini adalah pencapaian dalam peningkatan hasil belajar siswa
melalui metode inquiry dengan memanfaatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan ketentuan
sebagai berikut, “Hasil belajar siswa dikatakan tuntas secara individu apabila hasil belajar siswa
Perencanaan
Refleksi
Laporan
Observasi/ Evaluasi
Pelaksanaan
SIKLUS
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 283
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
minimal 80 sesuai KKM yang ditetapkan. Sedangkan siswa dikatakan tuntas secara klasikal tercapai
minimal 85% siswa telah tuntas”.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tes evaluasi hasil belajar matematika siswa yang dilaksanakan di akhir siklus 1 Tes
dilaksanakan dengan waktu yang digunakan untuk menjawab soal evaluasi adalah 60 Menit, soal
tes untuk meningkatkan hasil belajar matematika terdiri dari lima butir soal jumlah siswa yang
mengikuti tes sebanyak 20 siswa.
Data evaluasi siklus 1 diolah berdasarkan teknik yang telah di ciptakan dan dihasilkan dapat
dilihat pada tabel 1 berikut ini :
Tabel 1. Data Hasil Evaluasi Belajar Siswa Siklus 1
Analisis Hasil Belaja Siswa Nilai
Banyak siswa yang mengikuti tes evaluasi 20 siswa
Nilai tertinggi 85
Nilai terendah 30
Nilai rata-rata 59.85 %
Jumlah siswa yang tuntas 7 siswa
Jumlah siswa yang tidak tuntas 13 siswa
Ketuntasan klasikal 35 %
Jumlah siswa yang tidak hadir tidak ada
Kategori Tidak tuntas
Dari data di atas terlihat bahwa siswa yang tidak mencapai KKM masih banyak yaitu 13
orang siswa, maka perlu diadakan refleksi sebelum melanjutkan ke siklus ke II.
Pada siklus 1I tes evaluasi hasil belajar matematika siswa yang dilaksanakan dengan waktu
yang digunakan untuk menjawab soal evaluasi adalah 60 Menit, soal tes untuk meningkatkan hasil
belajar matematika terdiri dari lima butir soal jumlah siswa dikelas VII A sebanyak 20 siswa.
Data evaluasi siklus I1 diolah berdasarkan teknik yang telah di ciptakan dan dihasilkan dapat
dilihat pada tabel 2 berikut ini :
Tabel 2. Data Hasil Evaluasi Belajar Siswa Siklus 1I
Analisis Hasil Belajar Siswa Nilai
Banyak siswa yang mengikuti tes evaluasi 20 siswa
Nilai tertinggi 90
Nilai terendah 50
Nilai rata-rata 71.8%
Jumlah siswa yang tuntas 17 siswa
Jumlah siswa yang tidak tuntas 3 siswa
Ketuntasan klasikal 85 %
kategori Tuntas
Berdasarkan hasil evaluasi menggunakan metode pembelajaran Inquiry dengan
memanfaatkan LKS pada siklus II yang berlangsung di kelas VII A SMP NEGERI 3
BATUKLIANG pada proses belajar mengajar dengan bahwa secara umum hasil penelitian
observasi kegiatan siswa dan observasi dalam pembelajran sudah berlangsung dengan baik sesuai
dengan skenario, sedangkan presentasi ketutansan belajar siswa mengalami peningkatan dengan
jumlah siswa yang tuntas 17 siswa, nilai rata-rata 71.8%, dengan ketuntasan klasikal 85% .
Dengan melihat hasil tes siswa dari siklus I sampai II diketahui bahwa penerapan metode
pembelajaran Inquiry dengan memanfaatkan LKS dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII
A pada materi pokok Himpunan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa penerapan metode
Inquiry dengan memanfaatkan LKS pada pembelajaran materi Himpunan dapat meningkatkan hasil
belajar siswa kelas VII A SMP Negeri 3 Batukliang. Hal ini terlihat dari hasil evaluasi belajar
siswa, yang mana dari 20 orang siswa yang ikut hanya 3 orang siswa yang belum tuntas.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 284
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
SARAN
Bagi guru yang menerapkan metode pembelejaran Inquiry harus memperhatikan pengaturan waktu
dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan karena metode pembelajaran metode Inquiry
membutuhkan waktu yang cukup banyak
Mempersiapkan segala kebutuhan yang digunakan dan diperlukan dalam proses pembelajaran
secara matang dengan sebaik-baiknya
Metode pembelajaran Inquiry memerlukan tempat diruang kelas. Hal ini disebabkan karena metode
pembelajaran ini diterapkan dengan kegiatan pembelajaran yang membutuhkan tampat
penelitian/eksperimen.
DAFTAR RUJUKAN
Abidin, Yunus. 2013.Desain sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: PT
Refika Aditama.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Renika Cipta.
Aqib.2008. penelitian tindakan kelas. Bandung : CV. Yrama Widya.
Budiyanto, Agus Krisno.2016. Sintaks 45 metode pembelajaran dalam student Centered Learning
(SCL). Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Effendi, dkk. 2014. Peningkatan Hasil Belajar Matematika Dengan Metode Inkuiri Terbimbing Di
Kelas VI SDN 12 Matan Hilir Utara. Jurnal Pendidikan dan pembelajaran vol.3,No 3
Hasratuddin.2014. Pembelajaran Matematika Sekarang dan Yang Akan Datang Berbasis Karakter.
Jurnal Didaktik Matematika,Vol. 1, No. 2, ISSN: 2355-4185.
Istiani, Ana.2016. Penerapan Metode Inquiry Pada Materi Himpunan. Jurnal e-DuMath Volume 2
No. 1, Hlm.95-101.
Kusumaningtyas, Wahyu.2016. Efektivitas Metode Inquiry Terhadap Hasil Belajar Matematika
Siswa. Jurnal e-Dumath volume 2 No.1,102-108.
Suarja, Zainal Abidin.2014. Penggunaan lembaran Kerja Siswa Dalam Pembelajaran
Materi Virus Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa SMA Negeri 14 Banda Aceh.Jurnal
Bio-Natural Vol. 1, No. 1, hlm 33-54.
Untari dan Zahra. 2016 Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Materi Lingkaran berbasis
pembelajaran guided discoveri untuk siswa SMP Negeri kelas VII. Jurnal Pendidikan
Matematika, Vol, 2 No, 1.
Wahyu dan sofian.2016. Sejarah Matematika alternative strategi pembelajaran matematika. Jurnal
tatdris matematika vol.9 No. 1, Hlm 89-110.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 285
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN TEMATIK SD
BERBASIS BULETIN BOARD DISPLAY
Sintayana Muhardini1; Sukron Fujiaturrahman
2; Mahsup
3
1,2,3PGSD FKIP,Universitas Muahmmadiyah Mataram
Abstrak: Pengembangan media pembelajaran tematik berbasis bulletin board display
diharapkan dapat mengatasi masalah yang ada di sekolah yang berkaitan dengan minimnya media
pembelajaran tematik yang menarik dan efektif di kelas. Bulletin board merupakan salah satu jenis
media display yang berupa media pajangan atau papan buletin yang bisa ditempatkan dimana saja
didalam kelas yang sifatnya terbuka sehingga bisa dibaca dan dilihat kapan saja oleh siswa
meskipun materi dalam pembelajaran tertentu telah selesai dijelaskan Pengembangan media
pembelajaran tematik berbasis bulletin board display diharapkan dapat membentuk kemampuan
literasi siswa yang kaitannya dengan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara dan melek visual
siswa yang dimana didalamnya meliputi kemampuan membaca, menulis. Tujuan jangka panjang
dari pengembangan media pembelajaran ini adalah agar seluruh Sekolah Dasar dapat melaksanakan
kegiatan pembelajaran dengan di dukung media pembelajaran tematik yang menarik dan efektif.
Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah model prosedural yaitu model
yang bersifat deskriptif yang dikemukakan oleh Borg & Gall (1983). Validasi produk dilakukan
oleh ahli dan feedback dari siswa. Instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data berupa
lembar kuesioner kelayakan produk dan tes kemampuan literasi siswa. Hasil ujicoba menunjukkan
bahwa secara umum peneltian ini melalui 3 tahap utama, yaitu: (1) studi pendahuluan, (2) dan
pembuatan dan pengembangan produk, (3) evaluasi.. Hasil uji coba terbatas yang dilakukan di SDN
1 Anyar Kelas IV A dan VI B yang dikembangkan menunjukan bahwa media yang dikembangkan
layak digunkan dengan presentasi kelayakan sebesar 92,5% dan 91,13 %. Dalam uji coba lapangan
kemampuan literasi siswa meningkat sebesar 0,6 dan 0,5 dengan kategori peningkatan sedang.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1) produk
media yang telah dikembangkan telah layak untuk digunakan; 2) produk pengembangan
berpengaruh terhadap keamampuan literasi siswa..
Kata Kunci: Media Pembelajaran Tematik, Bulletin Board Display
PENDAHULUAN
Pembelajaran tematik berkaitan dengan cara membelajarkan anak didik secara holistic dan
terpadu, konsep atau materi pelajaran termuat dalam suatu tema tertentu sehingga pembelajaran
tematik tidak berpedoman pada pengkhususan mata pelajaran. Proses pembelajarannya menekankan
pada pemberian pengalaman langsung dan pembahasan tema guna mengembangkan kompetensi
siswa dalam memahami materi pelajaran secara menyeluruh. Pembelajaran tematik menurut Trianto
(2011: 147) adalah pembelajaran yang dirancang berdasarkan tema-tema tertentu, unit yang tematik
adalah epitome dari seluruh bahasa pembelajaran yang memfasilitasi siswa untuk secara produktif
menjawab pertanyaan yang dimunculkan sendiri dan memuaskan rasa ingin tahu dengan
penghayatan secara alamiah tentang dunia disekitar mereka. Selain itu pembelajaran tematik adalah
salah satu model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa (Depdiknas, 2006:5).
Keberhasilan akan proses pembelajaran tidak lepas karena dukungan sarana yang
menunjang salah satunya adalah dalam penggunaan media pembelajaran, pada praktiknya
pembelajaran tematik menuntut siswa untuk aktif dalam pembelajaran sehingga siswa akan mampu
menemukan ide-ide terbaik, dengan demikian guru harus bisa menciptakan proses pembelajaran
yang menarik, seperti yang dikemukakan oleh Hasbullah (2009: 4) bahwa dengan adanya suatu
informasi yang dilakukan dengan teknik yang baru, dengan kemasan yang bagus, serta didukung
oleh alat-alat yang berupa sarana atau media akan lebih menarik perhatian siswa untuk belajar.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 286
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Media pembelajaran yang digunakan bisa secara visual, seperti yang dikemukakan oleh Gagne dan
Brigs (1975) dalam (Arsyad, 2009:4) secara eksplisit menjelaskan bahwa media pembelajaran
meliputi alat yang secara fisik digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran yang terdiri
dari buku, tape recorder, kaset, video, kamera, film, slide (gambar bingkai) foto, gambar, grafik,
televisi dan komputer.
Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Ari Krisnawati (2013) mengungkapkan
bahwa hasil belajar siswa akan lebih meningkat jika guru menggunakan media tiga dimensi dalam
kegiatan pembelajarannya. Karena keunggulan media tiga dimensi adalah siswa dapat mengamati
secara langsung benda yang tidak mungkin dihadirkan di dalam kelas bukan hanya sekedar dalam
bentuk gambar, tetapi dapat mengamati secara konkret atau nyata. Sejalan dengan penelitian
tersebut Sri Saparinsih (2010) dalam penelitiannya tentang pengaruh penggunaan media
pembelajaran display terhadap penguasaan kompetensi siswa, menunjukkan bahwa terdapat
interaksi antara media pembelajaran dan minat siswa terhadap penguasaan kompetensi dasar Ilmu
Pengetahuan Sosial siswa sehingga penggunaan media tersebut terbukti kebenarannya mampu
memberikan pengaruh positif dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru SD di Kabupaten Lombok Utara
menyatakan bahwa sebagian besar guru masih mengalami masalah dalam mengimplementasikan
kurikulum 2013 yang dimana dalam kurikulum 2013 menekankan pada pembelajaran tematik
mulai dari jenjang kelas 1 sampai kelas 6. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa salah satu
faktor yang membuat kurang efektifnya pembelajaran tematik yang diterapkan di sekolah
disebabkan karena terbatasnya media pembelajaran yang tersedia, implemantasi pembelajaran
tematik dikelas hanya terfokus pada buku teks dari pemerintah yaitu berupa buku guru dan buku
siswa, sehingga pengembangan media pembelajaran yang sifatnya tematik kerap tidak dilakukan.
Berdasarkan hasil observasi awalan di SDN 1 Anyar dan SDN 2 Anyar terlihat bahwa guru kelas
tidak memiliki media pembelajaran tematik, yang memadukan beberapa mata pelajaran dalam satu
tema tertentu.
Pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan baik jika semua aspek yang mendukung
proses pembelajaran terpenuhi, salah satunya menyangkut media pembelajaran tematik, sedangkan
pada kenyataan di beberapa sekolah yang sudah digambarkan sebelumnya bahwa penggunaan
media pembelajaran tersebut tidak diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas. Oleh sebab itu,
maka diperlukan suatu pengembangan media pembelajaran tematik. Media pembelajaran tematik
bulletin board display adalah salah satu bentuk media pembelajaran yang bisa dikembangkan,
media pembelajaran berbasis bulletin board display merupakan salah satu jenis media display yang
berupa media pajangan didinding kelas yang sifatnya terbuka sehingga bisa di baca dan dilihat
kapan saja oleh siswa meskipun materi dalam pembelajaran tertentu telah selesai dijelaskan pada
saat tatap muka dikelas. Media bulletin board display ini dikembangkan berdasarkan prinsip
pelaksanaan pembelajaran tematik yang menekankan pada keterpaduan materi dalam satu media
pembelajaran yang digunakan, siswa diajak untuk melihat, mempelajari dan memahami konsep-
konsep dari berbagai mata pelajaran yang terkait dalam satu tema yang termuat disatu media
pembelajaran, serta dalam pembuatan media pembelajaran tematik berbasis bulletin board display
ini juga dikembangkan dengan melihat pengalaman langsung siswa dimana ada upaya untuk
mendekatkan siswa dengan kenyataan sehari-hari yang mereka hadapi disekitar mereka, sehingga
konsep-kosep dalam kehidupan sehari-hari tersebut tertuang dalam media pembelajaran tematik
yang dibuat. Penggunaan media pembelajaran tematik bulletin board display ini menekan pula pada
proses pembelajaran inqury terbimbing artinya bahwa pada proses pembelajarannya siswa diajak
dan dibimbing untuk menemukan sendiri ide dan memahami konsep yang termuat dalam media
yang ditampilkan, guru bertindak sebagai fasilitator yang selama proses pembelajaran memiliki
tugas untuk mengarahkan dan membimbing siswa dalam upaya mengembangkan kemampuan
literasi siswa. Proses pembelajaran dengan menggunakan media pembelajaran tematik berbasis
bulletin board display ini menekankan pada upaya pembentukan kemampuan literasi siswa
berkaitan dengan kualitas atau kemampuan melek huruf/aksara dan melek visual siswa yang
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 287
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
meliputi kemampuan membaca, menulis, dan kemampuan untuk mengenali serta memahami ide-ide
yang disampaikan secara visual pada media pembelajaran yang ditampilkan.
Berdasarkan analisis situasi yang telah diuraikan menunjukkan bahwa pengembangan media
pembelajaran tematik berbasis bulletin board display diperlukan. Pernyataan ini diperkuat oleh
keterangan dari guru-guru SD dan kepala sekolah yang ada di lokasi survey awalan peneliti, yang
menyatakan bahwasanya perlu pengembangan media pembelajaran tematik yang berbasis bulletin
board display dalam mendukung proses pembelajaran. Pengembangan media pembelajaran tematik
SD berbasis bulletin board display diharapkan dapat mengatasi masalah sekolah dikarenakan
minimnya media pembelajaran tematik yang menunjang proses pembelajaran sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran di sekolah.
METODE PENELITIAN
MODEL PENGEMBANGAN
Prosedur pengembangan yang digunakan dalam penelitian pengembangan ini adalah
pengembangan secara prosedural, langkah-langkahnya akan dijelaskan secara rinci. Media
pembelajaran tematik berbasis bulletin board display dibuat berdasarkan uraian materi yang ada
dalam buku tematik yang digunakan oleh guru dan siswa. Prosedur pengembangan yang dilakukan
mengacu kepada prosedur Borg & Galls. Adapun penjabaran dari model pengembangan ini
dijelaskan pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Penjabaran Model Pengembangan
PROSEDUR PENGEMBANGAN
Studi Pendahuluan
a. Studi pustaka yaitu melakukan kajian literatur yang relevan dengan penelitian. Studi pustaka
dilakukan untuk mengumpulkan infomasi, diantaranya dengan mempelajari kurikulum 2013
yang berkaitan dengan materi pembelajaran tematik di SD, mempelajari alokasi waktu yang
tersedia, membaca jurnal atau laporan hasil penelitian tentang pengembangan media
pembelajaran. Selain itu studi pustaka dipustakan juga memerlukan suatu analisis untuk
merumuskan indikator, tujuan pembelajaran, menentukan materi pembelajaran serta membuat
evaluasi.
b. Survei lapangan dilakukan untuk melihat secara langsung keadaan sekolah, potensi-potensi
yang dimiliki, proses pembelajaran dan dokumen hasil belajar siswa.
Memproduksi Media Pembelajaran Tematik SD Berbasis Bulletin Board Display
Adapun tahap produksi/pengembangan media pembelajaran tematik SD berbasis bulletin board
display adalah sebagai berikut:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 288
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
a. Mengidentifikasi setiap tema pada buku guru dan buku siswa di SD
b. Menyusun media pembelajaran tematik berbasis bulletin board display, isi dari media
pembelajaran tematik bebasis bulletin board display ini adalah memuat konten-konten materi
yang sesuai dengan tema tertentu dalam kurikulum yang dikemas dengan penggunaan desain
grafis agar tampilan lebih menarik perhatian siswa.
Evaluasi
Tahap evaluasi produk dilakukan setelah produk media pembelajaran tematik berbasis
bulletin board display selesai dibuat. Adapun tahap evaluasi produk yaitu sebagai berikut:
a. Memvalidasi produk pada responden ahli materi pembelajaran, ahli media pembelajaran,
dilanjutkan dengan analisis dan revisi produk berdasarkan komentar dan saran dari ahli materi
pembelajaran dan ahli media pembelajaran.
b. Melakukan peer reviewer pada 3 orang pendidik di kabupaten Lombok Utara, dilanjutkan
dengan analisis dan revisi produk berdasarkan saran dari peer reviewer. Selanjutnya melakukan
uji coba terbatas pada dua kelas di SDN 1 Anyar dan untuk uji coba lapangan menggunakan di
satu kelas di SDN 2 Anyar di Kabupaten Lombok Utara.
UJI COBA PRODUK
1. Desain Uji coba
a. Review Ahli isi bidang Studi dan Ahli Media Pembelajaran
Review ini bertujuan untuk mendapatkan data penilaian, pendapat dan saran terhadap
keseluruhan isi dan media. Review ini dilakukan dengan cara memberikan komentar dan saran
terhadap angket tanggapan penilaian ahli isi bidang studi dan media terhadap bahan ajar, perangkat
dan media pembelajaran
b. Uji coba terbatas (kelompok kecil)
Uji coba kelompok kecil ini klasifikasikan kepada 3 tingkatan, yaitu 4 orang yang
mempunyai kemampuan di atas rata-rata,sedang, dan rendah. uji coba ini dilakukan dengan
memberikan komentar dan saran terhadap media pembelajaran yang digunakan melalui angket
tanggapan uji coba kelompok kecil.
c. Uji Coba Lapangan
Tujuan dari uji coba dilapangan ini adalah: (a) memperoleh tanggapan mengenai media
pembelajaran tematik bulletin board display, (b) menentukan keefektifan, (c) mengidentifikasi
masalah-masalah dalam memahami media ini yang mungkin dialami oleh siswa, dan (d)
mengetahui apakah media ini nerpengaruh terhadap kemampuan literasi siswa
2. Subyek Uji Coba
a. Tahap review para ahli
Pada tahap ini, review dilakukan oleh satu 2 ahli isi bidang studi, satu orang ahli media
pembelajaran dan 3 orang pendidik.
b. Tahap uji coba kelompok kecil
Uji coba kelompok kecil ini di klafikasikan kepada 3 tingkatan, yaitu 4 orang yang
mempunyai kemampuan berprestasi tinggi, 4 orang yang mempunyai kemampuan sedang dan 4
orang yang mempunyai kemampuan prestasinya rendah.
c. Tahap uji coba lapangan
Pada tahap ini subjek uji coba terdiri dari 24 siswa yang telah mengikuti pembelajaran
dikelas.
3. Jenis Data
Jenis data yang digunakan yaitu kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif diperoleh dari kajian
ahli bidang studi, ahli media ,hasil review uji coba terbatas , serta hasil review uji coba lapangan,
dan hasil review pendidik melalui angket dan wawancara.
4. Instrumen pengumpulan data
Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data untuk keperluan pengembangan bahan
ajar dengan menggunakan : dokumentasi, observasi, angket, diskusi dan konsultasi.
5. Teknis Anlaisis Data
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 289
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Ada dua teknik data yang digunakan untuk mengelola data yang dihimpun dari hasil
review dan uji coba pengembangan produk media, yaitu dengan menggunakan analisis deskriptif
kualitatif dan analisis statistik deskriptif.
a. Analisis Deskriptif Kualitatif
Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk mengolah data dari hasil review ahli isi
bidang studi dan ahli media pembelajaran, siswa dan guru bidang studi . Analisis deskriptif
kualitatif ini dilakukan dengan mengelompokkan informasi-informasi dari data kualitatif yang
berupa masukan, tanggapan, kritik, saran perbaikan yang terdapat pada angket. Hasil analisis ini
kemudian digunakan sebagai dasar merevisi produk ajar.
b. Analisis Statistik Deskriptif
Teknik analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengolah data yang diperoleh
melalui angket dalam bentuk analisis persentase. Rumus yang digunakan untuk menghitung
persentase dari masing-masing subyek adalah :
∑
∑ x 100%
(Walpole, 1992)
Keterangan :
P = Presentase penilaian
∑ xi = Jumlah jawaban dari Validator
∑ x = Jumlah jawaban tertinggi
Selanjutnya untuk mnghitung persentase keseluruhan subyek/komponen digunakan
rumus sebagai berikut:
∑
∑ x 100%
(Walpole, 1992)
Keterangan :
P = persentase keseluruhan subyek/komponen
∑ p = jumlah persentase keseluruhan komponen
∑ n = banyak komponen
HASIL PENGEMBANGAN
Uji Coba Terbatas
Uji coba terbatas dilakukan di SDN 1 Anyar pada kelas IV A dan IV B, sampel yang diambil
adalah masing-masing 12 siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang berbeda-beda. Produk
pengembangan yang telah mendapatkan review dari ahli dan pendidik dibelajarkan di kelas secara
menyeluruh, serta angket penilaian produk diserahkan pada 12 siswa di dua kelas yang berbeda,
untuk mendapatkan revisi dan komentar serta saran. Berikut ini disajikan data yang diperoleh dari
uji coba terbatas terhadap penggunaan media pembelajaran.
Tabel.1 Data Hasil Uji Coba Terbatas Media Bulletin Board Display kelas IV A
Item
Pertanyaan
Frekuensi Dengan Skala 5
1 2 3 4 5 Jmlh % Komentar/
Saran
1 - - - 2 10 12 96,67
2 - - - 3 9 12 95 Tidak ada
3 - - - 6 6 12 90,00 Tidak ada
4 - - - 6 6 12 90,00 Tidak ada
5 - - - 6 6 12 90,00 Tidak ada
6 - - - 3 9 12 95 Tidak ada
7 - - - 1 11 12 98,33 Tidak ada
8 - - - 7 5 12 88,33 Tidak ada
9 - - - 8 4 12 86,67 Tidak ada
10 - - - 3 9 12 95 Tidak ada
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 290
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Jumlah 925,00
Rata-rata 92,5
Berdasarkan penilaian/ tanggapan sebagaimana tercantum dalam tabel diatas diketahui
bahwa rata-rata persentase tingkat pencapaian produk media pembelajaran 92,5%, rerata
tersebut bila dikonversikan dengan tabel kelayakan, maka bahan ajar berada dalam kualifikasi
sangat baik dan tidak perlu direvisi. Rangkuman masukan, saran, dan komentar 12 orang siswa
dalam uji coba terbatas yang berkenaan dengan media pembelajaran bulletin board display
adalah sebagai berikut :
Berikut ini disajikan data yang diperoleh dari uji coba terbatas terhadap penggunaan
media pembelajaran di kelas yang berbeda dalam satu sekolah yang sama yaiu di kelas IV B
SDN 1 Anyar.
Tabel 2. Data Hasil Uji Coba Terbatas Media Bulletin Board Display kelas IV B
Item
Pertanyaan
Frekuensi Dengan Skala 5
1 2 3 4 5 Jmlh % Komentar/
Saran
1 - - - 3 9 12 95%
2 - - - 3 9 12 95% Tidak ada
3 - - - 6 5 12 81,6% Tidak ada
4 - - - 6 6 12 90% Tidak ada
5 - - - 5 7 12 91,3% Tidak ada
6 - - - 4 8 12 93,2% Tidak ada
7 - - - 2 10 12 96,3% Tidak ada
8 - - - 7 5 12 87,6% Tidak ada
9 - - - 8 4 12 86,3% Tidak ada
10 - - - 3 9 12 95% Tidak ada
Jumlah 911,3
Rata-rata 91,13%
Berdasarkan penilaian/ tanggapan sebagaimana tercantum dalam tabel diatas diketahui
bahwa rata-rata persentase tingkat pencapaian produk media pembelajaran 91,13%, rerata
tersebut bila dikonversikan dengan tabel kelayakan, maka media tersebut berada dalam
kualifikasi sangat baik dan tidak perlu direvisi. Rangkuman masukan, saran, dan komentar 12
orang siswa dalam uji coba terbatas yang berkenaan dengan media pembelajaran bulletin board
display adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Revisi Masukan, Saran dan komentar Uji Coba Terbatas
No Masukan,Saran, dan Komentar Revisi
1 Bahan ajar mudah dipahami Tidak ada revisi
2. Sebaiknya gambar lebih cerah Penambahan kecerahan warna
pada gambar
3 Gambarnya yang menarik Tidak ada revisi
UJI COBA LAPANGAN Hasil revisi berdasarkan saran dan masukan siswa serta guru dalam uji coba terbatas
,dibawa ke kelas yang sebenarnya dalam uji lapangan. Uji lapangan dilaksanakan di SDN 2 Anyar
kecamtaan Bayan Kab. Lombok Utara pada kelas IV (empat) yang berjumlah 27 siswa, uji
lapangan dilakukan pada tanggal 2 Agustus 2018. Produk pengembangan yang diuji coba kepada
siswa yaitu media pembelajaran tematik bulletin board display. Selama pembelajaran guru
mengajar berpedoman pada RPP yang sudah ada serta dibantu dengan media pembelajaran yang
sudah disiapkan. Strategi pembelajaran yang digunakan yaitu dengan metode diskusi kelompok,
tanya jawab, dan pemberian tugas. Adapun materi yang digunakan adalah tema 1 dan sub tema 1
pada pembelajaran 1.
Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan meminta siswa untuk membaca buku
panduan siswa terlebih dahulu, setelah itu guru menyampaikan tujuan pembelajaran kepada siswa
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 291
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
dan dilanjutkan dengan menyampaikan kerangka isi dari materi yang akan diajarkan. Selanjutnya
siswa diminta untuk duduk secara berkelompok, siswa berdiskusi terkait subtema satu dalam
pembelajaran satu, setiap kelompok mendapatkan media yang sudah dipersipakan. Pembelajaran
berlangsung selama 2 x 35 menit, hasil belajar siswa diperoleh setelah melalui proses
pembelajaran tersebut.
Berikut ini disajikan data yang diperoleh dari uji coba terbatas terhadap penggunaan media
pembelajaran di kelas yang berbeda dalam satu sekolah yang sama yaiu di kelas IV B SDN 1
Anyar.
Tabel 4. Data Hasil Uji Lapangan Media Bulletin Board Display kelas IV B
Item
Pertanyaan
Frekuensi Dengan Skala 5
1 2 3 4 5 Jmlh % Komentar/
Saran
1 - - - 7 20 27 94,8%
2 - - - 6 21 27 95,5% Tidak ada
3 - - - 9 18 27 93,3% Tidak ada
4 - - - 6 21 27 95,5% Tidak ada
5 - - - 6 21 27 95,5% Tidak ada
6 - - - 5 22 27 96,2% Tidak ada
7 - - - 10 17 27 92,5% Tidak ada
8 - - - 11 16 27 91,7 Tidak ada
9 - - - 8 19 27 93,8% Tidak ada
10 - - - 8 19 27 93,87% Tidak ada
Jumlah 942,7%
Rata-rata 94,2%
Berdasarkan penilaian/ tanggapan sebagaimana tercantum dalam tabel di atas diketahui
bahwa rata-rata persentase tingkat pencapaian produk media pembelajaran sebesar 94,2%, rerata
tersebut bila dikonversikan dengan tabel kelayakan, maka media tersebut berada dalam
kualifikasi sangat baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil validasi ahli dan penilaian pendidik dapat disimpulkan bahwa produk media
yang telah dikembangkan telah layak untuk digunakan.
2. Berdasarkan hasil uji coba terbatas diketahui bahwa produk hasil pengembangan layak
digunakan.
DAFTAR RUJUKAN
Walpole, Ronald E. 1992. Pengantar Statistika edisi ke -3. Jakarta : PT. Gramadia Pustaka Utama.
Arsyad, A. 2009. Media Pembelajaran. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada
Borg, W. R. & Gall, M. D. (1983). Educational research: An introduction (4 th
ed). New York:
Longman Inc.
Bryce, T.G.K., J. McCall, J. MacGregor, I.J. Robertson, & R.A.J. Weston. (1990). Techniques for
Assesing Process Skills in Practical Science: Teacher’s Guide. Oxford: Heinemann
Educational Books.
Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta :Depdiknas
Hasbullah. 2009. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Krisnawati, Ari dan Supriyono. 2013. Penggunaan Media Tiga Dimensi untuk Meningkatkan Hasil
Belajar di Sekolah Dasar. Jurnal: JPGSD Volume 01 Nomor 02 Tahun 2013, 0-216
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 292
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PRAKTIKUM SEBAGAI MEDIA PENERAPAN KONSEP DASAR SAINS BAGI
GURU-GURU SD DI KABUPATEN LOMBOK TENGAH
Siti Raudhatul Kamali1; Surya Hadi
2; Mamika Ujianita Romdhini
3
1,2Program Studi Kimia Fakultas MIPA Universitas Mataram
3Program Studi Matematika Fakultas MIPA Universitas Mataram
e-mail: [email protected]
Abstrak: Kreativitas guru memiliki peranan penting dalam pembelajaran sains di tingkat
Sekolah Dasar (SD). Salah satu metode pembelajaran sains yang bisa diterapkan pada tingkat
Sekolah Dasar adalah praktikum. Kegiatan ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman konsep
dasar IPA bagi guru-guru SD di Kabupaten Lombok Tengah, mengingat beberapa orang guru SD
memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda untuk mengajar IPA. Kegiatan ini memberikan
pelatihan berupa praktikum IPA bagi guru-guru SD yang bersifat sederhana, melalui tahapan
praktek, diskusi, dan evaluasi. Evaluasi yang dilakukan selama kegiatan berlangsung adalah
evaluasi proses praktikum dan evaluasi akhir berupa laporan praktikum. Rata-rata persentase hasil
untuk semua indikator dari percobaan 1 sampai percobaan 4 berkisar antara 74% sampai dengan
91% sedangkan rata-rata nilai praktikum berkisar antara 85 sampai 91. Kegiatan praktikum ini
berjalan lancar dan peserta kegiatan antusias selama pelaksanaan kegiatan berlangsung.
Kata Kunci: Praktikum, Konsep Dasar IPA, Guru-Guru SD, Kabupaten Lombok Tengah
PENDAHULUAN
Sains merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang alam dan proses yang terjadi
di dalamnya yang diperoleh dari proses percobaan dan observasi (Samatowa, 2011). Pada
pembelajaran IPA SD, guru berperan sebagai wahana untuk mengembangkan konsep-konsep ilmiah
kepada siswa sehingga siswa mendapat konsep yang bermakna. Produk sains berupa fakta, konsep,
prinsip, hukum, dan teori dapat dicapai melalui proses sains yakni bekerja ilmiah. Hal penting bagi
siswa dalam belajar sains adalah memberikan kesempatan kepada siswa dalam berbuat, berpikir,
dan bertindak seperti ilmuwan (scientist) serta dapat menerapkan pengetahuannya dalam kehidupan
sehari-hari dengan cara yang benar sesuai etika yang berlaku. Sebagai upaya pencapaian hal ini, maka kompetensi guru sangat diperlukan mengingat latar
belakang pendidikan guru SD khususnya di Kabupaten Lombok Tengah sangat beragam. Jumlah
Sekolah Dasar di Kabupaten Lombok Tengah berdasarkan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Kemdikbud (2018) berjumlah 602 sekolah, terdiri atas 575 SD Negeri dan 27 SD Swasta. Dari
jumlah Sekolah Dasar yang ada, terdapat peserta didik sejumlah 511.240 terdiri atas 266.376 laki-
laki dan 244.864 perempuan sedangkan jumlah guru 36.175 meliputi 14.444 guru laki-laki dan
21.731 orang perempuan.
Kompetensi guru berdasarkan UU RI No. 14 Tahun 2005, merupakan seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan prilaku yang harus dimiliki, dihayati dan dikuasai oleh guru dalam
melaksanakan tugas keprofesionalannya. Guru dikatakan profesional jika mampu menselaraskan
antara kemampuan teoritik dengan praktek yakni aplikasi secara nyata di lapangan/lingkungan.
Pada pembelajaran IPA/sains sesuai kurikulum 2013, siswa di arahkan untuk mencari tahu
sendiri pengetahuannya melalui pendekatan pembelajaran yang didasarkan pada prinsip bekerja
ilmiah. Selain itu juga, guru memegang peran penting dalam menghasilkan komitmen dari siswa
untuk mencapai tujuan atau target tertentu yang telah ditetapkan. Umumnya, seorang guru merasa
puas dengan rancangan pembelajaran yang sudah dibuat, yakni mereka yakin bisa memberikan
pengetahuan yang baik kepada peserta didik meskipun tanpa adanya kegiatan praktikum. Namun,
hal tersebut ternyata menyebabkan kebutuhan pengembangan pengetahuan siswa menjadi
terhambat. Hal ini mengabaikan kemampuan dasar pada diri siswa. Guru bertanggung jawab dalam
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 293
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
memahami kemampuan dasar siswa kemudian memfasilitasinya untuk memahami persoalan yang
dihadapi berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
Pada pembelajaran IPA, perwujudan kemampuan profesional guru diterapkan melalui
kegiatan praktikum. Umumnya, pengetahuan sesorang akan terbentuk berdasarkan pengalaman
yang dialami (Wisudawati & Sulistyowati, 2014). Melalui kegiatan praktikum, diharapkan siswa
akan mampu mengembangkan potensi dirinya, mampu memahami dan menyesuaikan diri terhadap
fenomena alam sekitar dirinya melalui bekal pengetahuan, keterampilan dan sikap yang
dimilikinya. Praktikum merupakan kegiatan yang berfungsi sebagai penerapan konsep dasar sains
melalui penerapan keterampilan proses sains dalam rangka meperoleh suatu pengetahuan atau
produk sains.
METODE
Kegiatan praktikum sebagai media penerapan konsep dasar sains ini diselennggarakan bagi
guru-guru tingkat Sekolah Dasar di Kabupaten Lombok Tengah. Kegiatan dilakukan melalui
beberapa tahap yakni; tahap persiapan, tahap pelaksanaan praktikum, dan tahap evaluasi. Tahap
pelaksanaan terdiri atas penentuan tujuan praktikum, persiapan alat dan bahan, penjelasan teknis
praktikum, pembagian jumlah kelompok. Tahap pelaksanaan praktikum yang terdiri atas 4
percobaan yakni percobaan uji makanan terdiri atas uji karbohidrat dan uji pada makanan,
percobaan pencemaran lingkungan, percobaan kelistrikan, percobaan alam semesta.
Tahap evaluasi terdiri atas evaluasi proses praktikum dan evaluasi akhir berupa laporan
praktikum. Kegiatan diskusi dilakukan pada tahap evlausi laporan praktikum yakni membahas
tentang konsep dan kedalaman pokok bahasan praktikum yang dilaksanakan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan pelatihan praktikum sebagai media penerapan konsep sains bagi guru-guru
Sekolah Dasar di Kabupaten Lombok Tengah dihadiri oleh 20 orang peserta yang berasal dari guru-
guru baik negeri maupun swasta. Kegiatan praktikum yang dilakukan terdiri atas 4 percobaan,
terdiri atas 2 percobaan biologi dan 2 percobaan fisika. Beberapa kegiatan praktikum yang
dilakukan antara lain; percobaan uji makanan terdiri atas uji karbohidrat dan uji pada makanan,
percobaan pencemaran lingkungan, percobaan kelistrikan, percobaan alam semesta.
Sebelum kegiatan praktikum di mulai, terlebih dahulu dilakukan pembagian kelompok yang
terdiri dari 4 kelompok dan setiap kelompok terdiri atas 5 orang. Selanjutnya dilakukan pengenalan
alat dan bahan yang akan digunakan, serta fungsinya masing-masing.
Pada percobaan makanan terdiri atas uji bahan makanan yakni mengidentifikasi zat
makanan karohidrat dan lemak dalam berbagai bahan makanan kemudian mengelompokkan bahan-
bahan makanan yang dapat dijadikan sumber karbohidrat dan lemak. Karbohidrat dan lemak
merupakan jenis dari senyawa makromolekuler yang tersusun atas unsur utaama yakni karbon dan
hidrogen. Adapun jenis bahan makanan yang di uji antara lain nasi,gula pasir, pisang, apel, tahu
putih, margarin, tepung terigu, biskuit, kentang, telur, minyak goring, santan, susu, seledri, wortel,
dan lain-lain.
Pada percobaan pencemaran lingkungan bertujuan untuk mempelajari pencemaran air dalam
kehidupan sehari-hari yang disebabkan karena penggunaan deterjen. Deterjen pada kadar terenetu
dapat mengganggu kehidupan organisme. Percobaan ini menggunakan kacang hijau yang
ditumbuhkan pada medium air tanpa deterjen dan medium dengan deterjen berbagai konsentrasi.
Percobaan kelistrikan bertujuan untuk mempelajari listrik statis dan listrik dinamis. Suatu
benda akan bermuatan listrik negatif jika mendapat tambahan elektron dari benda lain, sedangkan
benda bermuatan positif jika benda tersebut mengalami pengurangan elektron.
Percobaan alam semesta bertujuan untuk mempelajari matahari sebagai sumber panas dan
membuktikan terjadinya gerhana. Matahari merupakan sumber energi yang mudah didapatkan dan
merupakan jenis energy yang dapat diperbaharui. Persitiwa gerhana merupakan proses penggelapan
cahaya dari benda-benda langit yang disebabkan oleh benda-benda langit lainnya. Terlihatnya
benda-benda langit dalam tata surya disebabkan karena benda-benda langit tersebut dapat
memantulkan berkas cahaya matahari.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 294
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kegiatan evaluasi dilaksanakan selama kegiatan praktikum, terdiri atas evaluasi proses dan
evaluasi laporan praktikum Evaluasi proses bertujuan untuk mengetahui kemampuan afektif dan
psikomotorik peserta sedangkan evaluasi laporan praktikum bertujuan untuk mengetahui
kemampuan kognitif peserta. Hasil evaluasi proses praktikum dan evaluasi laporan bagi guru-guru
SD di Kabupaten Lombok Tengah untuk masing-masing percobaan sesuai Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Evaluasi Proses Praktikum Guru-Guru SD di Kabupaten Lombok Tengah
Pada evaluasi proses praktikum terdapat tujuh indikator penilaian yang dilakukan pada
setiap percobaan. Adapun rata-rata persentase hasil untuk semua indikator dari percobaan 1 sampai
percobaan 4 adalah sebagai berikut; 1) kesiapan mahasiswa dalam mengikuti praktikum sebesar
86%, kemampuan dalam improvisasi percobaan sebesar 74%, keterampilan dalam melakukan
percobaan sebesar 88%, ketelitian dalam melakukan pengamatan dan percobaan sebesar 84%,
ketepatan data hasil pengamatan sebesar 80%, kerjasama dalam kelompok sebesar 91%, dan
kebersihan, kerapihan dan keamanan kerja sebesar 90%.
Gambar 2. Evaluasi Laporan Praktikum Guru-Guru SD di Kabupaten Lombok Tengah
Pada evaluasi laporan praktikum, dilakukan berdasarkan kesesuaian sistematika laporan dan
kedalaman isi laporan. Adapun rata-rata nilai praktikum yang diperoleh untuk 20 orang peserta dari
semua percobaan berkisar antara 85-91.
SIMPULAN
Berdasarkan uraian kegiatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kegiatan pelaksanaan
praktikum sebagai upaya penerapan konsep dassar sains bagi guru-guru SD di Kabupaten Lombok
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
Percobaan 1 Percobaan II Percobaan III Percobaan IV
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Uji makanan Pencemaranlingkungan
Kelistrikan Alam semesta
88 85 91 88
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 295
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tengah berjalan lancar dan hasil evaluasi proses maupun evaluasi akhir praktikum berupa laporan
praktikum mendapat hasil yang baik. Rata-rata persentase hasil untuk semua indikator dari
percobaan 1 sampai percobaan 4 berkisar antara 74% sampai dengan 91% sedangkan rata-rata nilai
praktikum yang diperoleh untuk 20 orang peserta dari semua percobaan berkisar antara 85 sampai
91.
DAFTAR RUJUKAN Anonim. 2005. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen. Jakarta: Depdiknas
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2018. Data Pokok Pendidikan Dasar dan Menengah.
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
www.dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id/sp/2/230200. Diakses tanggal 23 Juli 2018.
Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Pendidikan. Konsep dan Implementasi
Kurikulum 2013. Jakarta : Kemdikbud
Wisudawati dan Sulistyowati. 2014. Metodologi Pembelajaran IPA. Jakarta: Bumi Aksara.
Samatowa. 2011. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta : Indeks
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 296
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENERAPAN PEMBELAJARAN KIMIA BERBASIS LINGKUNGAN MELALUI MODEL
PROJECT BASED LEARNING UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PEDULI
LINGKUNGAN MAHASISWA
Magfirah Perkasa1; Nurfidianty Annafi
2; Putri Ayu Mutmainnah
3
1,2,3 Pendidikan Kimia STKIP Bima
e-mail: [email protected]
Abstrak: Kimia merupakan ilmu alam, mempelajari tentang sifat dan karakteristik zat-zat
serta unsur yang hampir banyak ditemui di alam. Sebagian besar kerusakan di alam yang juga
menjadi masalah global saat ini disebabkan oleh zat-zat dan limbah kimia dari pengelolaan yang tidak
benar. Beberapa isu global yang disebabkan oleh zat dan limbah kimia, diantaranya: penumpukan
sampah, global warming, acid rain, pelubangan ozon, dan masalah lainnya. Masalah tersebut butuh
penyelesaian secara berkesinambungan karena tidak dapat diselesaikan secara instan. Pembelajaran
menggunakan model project based learning diharapkan dapat menjadi wadah implementasi untuk
menerapkan pembelajaran kimia berbasis lingkungan sehingga dapat meningkatkan sikap peduli
lingkungan mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan sikap peduli lingkungan
mahasiswa melalui penerapan pembelajaran berbasis lingkungan dengan menggunakan model project
based learning. Instrumen pengumpulan data meliputi lembar observasi dan lembar penilaian diri.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pembelajaran kimia berbasis lingkungan melalui
model project based learning dapat meningkatakan sikap peduli lingkungan mahasiswa.
Kata Kunci: Project Based Learning, Pembelajaran Berbasis Lingkungan, Peduli Lingkungan
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki keragaman sumber daya alam yang
melimpah. Kehidupan abad 21 menuntut tersedianya SDM yang dapat memanfaatkan potensi alam
tersebut secara bijak demi pembangunan berkelanjutan untuk Indonesia. Hal ini menjadi tantangan
bagi para pengambil kebijakan, akademisi dan stakeholders untuk dapat membentuk generasi
yangdapat menjawab tantangan global namun juga berwawasan lingkungan. Pendidikan sebagai
salah satu bidang investasi untuk pembangunan SDM juga memiliki peran penting untuk dapat
mencetak generasi yang dituntut pada kehidupan abad 21 bervisi lingkungan.
Pembelajaran berbasis lingkungan dinilai sebagai sebuah inovasi dan visi pendidikan sebagai
salah satu upaya untuk menjaga lingkungan dan pengembangan berbasis kelanjutan karena dapat
memberikan paradigm bagi generasi mendatang untuk dapat menjaga lingkungan dan mengelola
potensi sumber daya alam dengan bijak. Pembelajaran berbasis lingkungan dapat menjadi wadah
untuk mengintegrasikan nilai, pengetahuan, keterampilan dan kesadaran pada mahasiswa sehingga
dapat berkontribusi untuk lingkunga dan sosial (WWF-Malaysia, 2008). Mahasiswa dituntut untuk
terampil dan mampu memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar sains untuk
menunjang tercapainya tujuan intruksional pembelajaran yang telah ditetapkan dan menumbuhkan
sikap peduli lingkungan. Melalui pemanfaatan sumber belajar dari lingkungan sekitar dan kehidupan
sehari-hari, siswa dapat mengembangkan kreativitas dalam sains, keterampilan proses sains,
kemampuan berpikir, bersikap ilmiah, dan mampu menyelesaikan masalah-masalah secara ilmiah
(scientific literacy). Terdapat beberapa dimensi sains yang diharapkan mampu dikuasai oleh siswa,
dimensi tersebut diantaranya: produk ilmiah berupa pengetahuan (scientific product), proses ilmiah
(scientific process), sikap ilmiah (scientific attitude), aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari
(application) dan kreativitas (creativity).
Kimia merupakan salah satu ilmu alam, mempelajari tentang sifat dan karakteristik zat-zat
serta unsur yang hampir banyak ditemui di alam. Sebagian besar kerusakan di alam yang juga
menjadi masalah global saat ini disebabkan oleh zat-zat dan limbah kimia dari pengelolaan yang
tidak benar. Beberapa isu global yang disebabkan oleh zat dan limbah kimia, diantaranya:
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 297
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
penumpukan sampah, global warming, acid rain, pelubangan ozon, dan masalah lainnya. Masalah
tersebut butuh penyelesaian secara berkesinambungan karena tidak dapat diselesaikan secara instan.
Oleh karena itu, perlu adanya penanaman sikap peduli lingkungan sedini mungkin khususnya pada
pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi.
Permasalahan tentang kurangnya kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan juga terjadi
pada generasi di beberapa negara lainnya. Masalah tersebut dapat diminimalisir dengan
pembelajaran kimia berbasis pendidikan lingkungan berkelanjutan. Sikap peduli lingkungan
(environmental care) merupakan representasi pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa melalui
pembelajaran kimia untuk dapat menyelesaikan permasalahan lingkungan di sekitarnya. Seorang
siswa dinyatakan memiliki kesadaran terhadap lingkungan apabila mampu mengimplementasikan
konsep kimia yang telah diketahuinya untuk menyelesaikan permasalahan serta mencegah terjadinya
kerusakan lingkungan. Sikap peduli lingkungan merupakan salah satu domain dalam literasi
lingkungan (environmental literacy), selengkapnya disajikan pada Gambar 2. Terdapat lima
komponen yang terdapat dalam literasi lingkungan, yaitu : pengetahuan (knowledge) kesadaran
(awareness), perilaku (behavior), keterlibatan (involvement) dan sikap (attitude) (Perkasa &
Wiraningtyas , 2017; Perkasa & Aznam, 2016; Jannah, et al., 2013; Saxena & Srivastava, 2012).
Gambar 1. Domain Literasi Lingkungan
Pembelajaran berbasis pendidikan lingkungan berkelanjutan telah dilakukan di beberapa
negara dan menjadi landasan penerapan beberapa strategi belajar oleh United Nations Educational,
Scientific, and Cultural Organization (UNESCO) untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian
pembelajar terhadap lingkungan (environmental awareness) (UNESCO, 2002: 4). Organization for
Economic Co-operation and Development (OECD) juga merekomendasikan bahwa sikap peduli
lingkungan mahasiswa dapat ditingkatkan salah satunya dengan konsep pembelajaran berbasis
pendidikan pendidikan berkelanjutan (OECD, 2013: 37). Beberapa strategi dan model pembelajaran
untuk menyisipkan sikap peduli lingkungan meliputi: project based learning, story-telling, values
education, inquiry learning, appropriate assessment, future problem-solving, learning outside the
classroom, & community problem solving (UNESCO, 2002: 5).
Pada penelitian ini, diterapkan model project based learning untuk dapat meningkatkan sikap
peduli lingkungan mahasiswa. Model pembelajaran berbasis proyek merupakan model yang
menstimulasi siswa untuk dapat melakukan suatu proses penelitian terhadap suatu permasalahan,
diakhiri dengan adanya sebuah hasil proyek yang dikomunikasikan dan disajikan. Sintaks model
pembelajaran berbasis proyek, yaitu : menganalisis masalah; membuat desain dan jadwal
pelaksanaan proyek; melaksanakan penelitian; menyusun draft/prototype/produk; mengevaluasi
produk dan finalisasi serta publikasi produk (Perkasa, 2017; Abidin, 2014). Oleh karena itu, untuk
menyelesaikan beberapa masalah di atas, perlu adanya penerapan pembelajaran kimia berbasis
lingkungan melalui model project based learning untuk meningkatkan sikap peduli lingkungan
mahasiswa.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) dengan
satu siklus. Desain penelitian menggunakan one group pretest-posttest. Instrumen pengumpulan
data meliputi lembar observasi dan lembar penilaian diri.Subjek penelitian ini merupakan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 298
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
mahasiswa kelas A semester II Program Studi Pendidikan Kimia STKIP Bima sebanyak 10 orang
yang diperoleh dengan menggunakan purposive sampling. Penelitian dilaksanakan pada semester
genap tahun akademik 2017/2018. Prosedur penelitian mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi. Prosedur penelitian ditunjukkan pada Gambar 2.
Gambar 2. Prosedur Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data Penelitian
Pada pengisian lembar penilaian diri awal, perolehan skor mahasiswa menunjukkan hasil
yang beragam. Rata-rata skor perolehan mahasiswa pada awal yaitu 29,60 dengan skor tertinggi 34
dan skor terendah 26. Hal ini menunjukkan bahwa pada dasarnya sikap peduli lingkungan telah
tertanam pada pribadi mahasiswa sebagai hasil interaksi mahasiswa dengan lingkungan sejak kecil.
Penelitian ini memberikan alternatif sehingga sikap peduli lingkungan yang telah ada dalam diri
mahasiswa ini agar dapat dioptimalkan dan diasah melalui penerapan pembelajaran kimia berbasis
lingkungan melalui model project based learning. Hasil perolehan mahasiswa pada pengisian
lembar penilaian diri akhir, setelah diberikan tindakan, menunjukkan hasil yang berbeda. Rata-rata
skor perolehan mahasiswa pada awal yaitu 44,20 dengan skor tertinggi 40 dan skor terendah 48.
Data hasil penelitian diperoleh dengan mengukur sikap peduli lingkungan mahasiswa sebelum dan
sesudah pemberian tindakan disajikan berikut.
Tabel 1. Skor Hasil Sikap Peduli Lingkungan Mahasiswa
No. Kode Subjek Skor Awal Skor Akhir Gain Skor Kategori Gain Skor
1. 1 26 40 0.64 sedang
2. 2 34 45 0.79 tinggi
3. 3 32 44 0.75 tinggi
4. 4 28 46 0.90 tinggi
5. 5 27 42 0.71 tinggi
6. 6 30 43 0.72 tinggi
7. 7 29 48 1.00 tinggi
8. 8 31 47 0.94 tinggi
9. 9 32 41 0.56 sedang
10. 10 27 46 0.90 tinggi
Skor Terendah 26 40 0.56 -
Perencanaan
Pelaksanaan
Observasi
Refleksi
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 299
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Skor Tertinggi 34 48 1.00 -
Rata-rata 29.60 44.20 0.79 -
PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 1 diperoleh informasi bahwa pada tahap awal
pretest semua mahasiswa masih memperoleh nilai dibawah standar capaian (35). Perolehan gain
skor sikap peduli lingkungan mahasiswa menunjukkan peningkatan dengan keragaman skor yang
berbeda. Peningkatan sikap peduli lingkungan mahasiswa ditandai dengan 80% subjek yang telah
berkategori gain skor tinggi yaitu lebih dari 0,7. Capaian skor rata-rata pada awal yaitu 29,60 dan
akhir yaitu 44,20. Gain skor yang diperoleh mahasiswa merepresentasikan capaian sikap peduli
lingkungan mahasiswa yang mengalami peningkatan.
Gain skor tertinggi mahasiswa yaitu 1,00 dimana perolehan skor awal sebesar 29 dan perolehan
skor akhir 48. Gain skor terendah mahasiswa yaitu 0,56 dimana skor awal sebesar 32 dan perolehan
skor akhir 41. Hasil analisis dan pengamatan selama proses pembelajaran, sikap peduli lingkungan
siswa telah ada dan tertanam dalam pribadi mahasiswa, hanya sikap ini masih berkategori
Functional Environmental Literacy. Hal ini bermakna bahwa sikap peduli lingkungan mahasiswa
masih berupa sikap yang didasari atas pengetahuian tentang definisi, konsep sains secara ilmiah
yang dipelajari, belum berlandaskan kesadaran yang utuh dan keterlibatan penuh secara
menyeluruh. Analogi kategori ini dijelaskan seperti berikut: semua orang memahami bahwa sampah
plastik tidak dapat diurai oleh mikroba tanah, sehingga harus dibuang pada tempat sampah sehingga
dapat diolah secara berkelanjutan. Namun, pengetahuan ini tidak lahir dari kesadaran yang penuh,
sehingga masih memungkinkan terjadinya pelanggaran dan membuat sampah plastik sembarang
jika tidak dilihat oleh orang lain.
KESIMPULAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penerapan
pembelajaran kimia berbasis lingkungan melalui model project based learning dapat meningkatkan
sikap peduli lingkungan mahasiswa. Sikap peduli lingkungan mahasiswa berkategori Functional
Environmental Literacy yang bermakna bahwa sikap peduli lingkungan mahasiswa masih berupa
sikap yang didasari atas pengetahuian tentang definisi, konsep sains secara ilmiah yang dipelajari,
belum berlandaskan kesadaran yang utuh dan keterlibatan penuh secara menyeluruh.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih dan apresiasi tertinggi penulis sampaikan kepada Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat, Kemenritekdikti yang telah membantu mendanai penelitian ini melalui
hibah dosen pemula (PDP).
DAFTAR RUJUKAN
Abidin , Y. (2014). Desain Sistem Pembelajaran Dalam Konteks Kurikulum 2013. Bandung: Refika
Aditama.
Jannah, M., Halim, L., & Meerah, S. M. (2013). Impact of Environmental Education Kit on
Students’ Environmental Literacy. Asian Social Science, 9(12), 1-12.
OECD. (2013). PISA 2015: Draft Science Framework. New York: OECD Printing Office.
Perkasa, M., & Aznam, N. (2016). Pengembangan SSP Kimia Berbasis Pendidikan Berkelanjutan
untuk Meningkatkan Literasi Kimia dan Kesadaran Terhadap Lingkungan. Jurnal Inovasi
Pendidikan IPA, 2(1), 46-57.
Perkasa, M., & Wiraningtyas , A. (2017). Pembelajaran Kimia Berorientasi Sustainable
Development untuk Meningkatkan Kesadaran Siswa Terhadap Lingkungan. Jurnal
Sainsmat, VI(2), 63-72.
Saxena, P., & Srivastava, P. (2012). Environmental Awareness of Senior Secondary Students in
Relation to Their Eco-Friendly Behaviour. Research Scapes, I(II), 1-8.
UNESCO. (2002). Teaching and Learning for A Sustainable Future. Australia: Griffith University
Publisher.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 300
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
WWF-Malaysia. (2008). Strengthening Environmental Education in existing National Curriculum.
Malaysia: WWF-Malaysia.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 301
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING UNTUK
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA
SISWA SMPN 21 MATARAM
Mahsup1; Sintayana Muhardini
2
1Pendidikan Matematika FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram
2Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram
e-mail: [email protected]
Abstrak: Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Pengaruh Model Pembelajaran
Snowball Throwing Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Pada Materi Pokok Bilangan
Bulat Kelas VII SMPN 21 Mataram. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Penelitian Eksperimen. Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa-siswi SMPN 21 Mataram dan
sampel yang diambil dalam penelitian ini sebanyak dua kelas yaitu kelas VIIB sebagai kelas
eksperimen dan siswa kelas VIIC sebagai kelas kontrol. Data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini adalah tes hasil belajar dan observasi. Adapun hasil penelitian berdasarkan hasil pengujian
yang telah dilakukan, didapatkan thitung = 2,593 lebih besar dari ttabel = 2,02 (t hitung = 2,593> t tabel
=2,02) sehingga hipotesis alternatif (Ha) diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak. Sedangkan hasil
observasi aktivitas siswa pada pemebelajaran I diperoleh persentase 50% yang termasuk kategori
cukup, pembelajaran II diperoleh 55% dengan kategori baik, pembelajaran III diperoleh 65%
dengan kategori baik. Sedangkan hasil observasi untuk guru pada pembelajaran I diperoleh
persentase 58,33% yang termasuk kategori baik, pembelajaran II diperoleh persentase 61,36% yang
termasuk kategori baik, pembelajaran III diperoleh persentase 65,90 yang termasuk kategori baik.
Kata Kunci: Snowball Throwing, Hasil Belajar
PENDAHULUAN
Pendidikan umumnya dan proses pendidikan khususnya, penggunaan metode yang tepat
dalam pengajaran merupakan hal sangat penting, karena keberhasilan pengajaran sangat tergantung
kepada cocok tidaknya penggunaan metode pengajaran terhadap suatu topik yang diajarkan
sehingga tujuan pengajarannya tercapai dengan baik. Jika pengetahuan tentang metode dapat
mengaplikasikannya dengan tepat maka sasaran untuk mencapai tujuan akan makin efektif dan
efisien.
Metode atau cara ataupun pendekatan yang diharapkan dapat terlaksana dengan baik, jika
materi yang akan diajarkan dirancang terlebih dahulu, misalnya saja dalam menerapkan suatu
metode dalam pengajaran matematika sebelumnya menyusun strategi belajar mengajar. Dengan
demikian strategi belajar mengajar yang telah disusun dapat ditentukan metode mengajarnya, alat
peraga yang digunakan, media pelajaran serta materi pendukung dalam pembelajaran. Suatu
pembelajaran dikatakan efektif bila menghasilkan sesuatu sesuai dengan yang diharapkan atau
dengan kata lain tujuan tercapai, bila makin tinggi kekuatannya untuk menghasilkan sesuatu makin
efektif metode tersebut. Sedangkan metode mengajar dikatakan efisien jika penerapannya dalam
menghasilkan yang diharapkan itu relatif menggunakan tenaga, usaha pengeluaran biaya, dan waktu
minimum atau semakin kecil tenaga, usaha, biaya dan waktu yang dikeluarkan semakin efisien
metode tersebut (Simanjuntak dalam Junaidi, 2012). Matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang diajarkan di sekolah dengan persentase jam pelajaran yang lebih dibandingkan
dengan mata pelajaran lain. Ironinya, matematika termasuk pelajaran yang tidak disukai. Banyak
siswa yang takut akan pelajaran matematika karena menurut mereka matematika itu suatu pelajaran
yang sulit dipahami dan membosankan. Salah satunya dapat disebabkan oleh model pembelajaran
guru.
Sebagai ilmu dasar, matematika menjadi salah satu pelajaran yang sulit, kurang diminati dan
disenangi oleh siswa, sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Demikian
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 302
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
juga halnya yang terjadi pada siswa-siswi SMPN 21 Mataram, banyak siswa – siswi yang kurang
meminati pelajaran matematika bahkan adapula yang tidak suka dengan pelajaran matematika hal
ini sangatlah berpengaruh terhadap prestasi belajar, sebagaimana hasil observasi awal diperoleh
data Rata-rata Prestasi Belajar Matematika pada Kelas VII Semester 2 SMPN 21 mataram dapat
dijabarkan sebagai berikut kelas VII terdiri dari 4 kelas yaitu kelas VIIA, VII
B, VII
C dan VII
D. Kelas
VIIA dengan jumlah siswa 18 orang memiliki rata-rata nilai 62,22 dan KK 56%, kelas VII
B dengan
jumlah siswa 18 rata-rata nilai 61,39 dan KK 67%, kelas VIIC dengan jumlah siswa 20 orang
memiliki rata-rata nilai 42 dan KK 10%, selanjutnya kelas VIID dengan jumlah siswa 17 orang
memiliki rata-rata nilai 24,11 dan KK 6%.
Dari data tersebut terlihat bahwa prestasi belajar matematika siswa masih jauh dari
harapan dan sangat memprihatinkan. Kriteria ketuntasan minimum (KKM) yang diterapkan oleh
SMPN 21 mataram untuk rata-rata nilai matematika adalah 65, sehingga semua kelas VII belum
memenuhi KKM tersebut terutama pada kelas VIIC dan VII
D, selain dari itu KK yang diterapkan di
sekolah tersebut belum tercapai yaitu 80%. Seorang siswa telah tuntas belajar bila telah mencapai
skor 65% atau nilai 65, dan kelas disebut tuntas belajar bila di kelas tersebut terdapat 85% yang
telah mencapai daya serap lebih dari sama dengan 65. Rendahnya prestasi belajar tersebut
dipengaruhi banyak faktor diantaranya adalah dari siswa itu sendiri seperti, minat, keinginan,
motivasi, intelegensi dan dari guru itu sendiri yang berkaitan dengan cara mengajar dan metode
yang digunakan.
Permasalahan yang sering terjadi adalah motode pembelajaran guru. Metode mengajar guru
yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Metode yang kurang baik
itu dapat terjadi misalnya karena guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan pelajaran
sehingga guru tersebut menyajikannya tidak jelas atau sikap guru terhadap siswa dan atau terhadap
mata pelajaran itu sendiri tidak baik, sehingga siswa kurang senang terhadap pelajaran atau
gurunya. Akibatnya siswa malas untuk belajar. Guru biasanya mengajar dengan metode ceramah
dan tanya jawab saja. Siswa menjadi bosan, mengantuk, pasif dan hanya mencatat saja. Khususnya
Guru matematika saat ini cenderung kurang bervariasi dalam mengajar, latihan yang diberikan
kurang bermakna dan umpan balik serta korelasi dari guru jarang diterapkan. Padahal guru
merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam peningkatan prestasi belajar siswa bahkan
merupakan center aktivitas di kelas. Guru bertanggung jawab mengatur, mengelola dan
mengorganisir kelas. Oleh karena itu, keberhasilan siswa di kelas yang paling berpengaruh dan
dominan adalah guru.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut diperlukan Penggunaan strategi mengajar, pemilihan
strategi pembelajaran yang menarik dan dapat memicu siswa untuk ikut serta secara aktif dalam
kegiatan belajar mengajar yaitu model pembelajaran aktif. Pada dasarnya pembelajaran aktif adalah
suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif. Dimana peserta didik di
ajak untuk turut serta dalam proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan
fisik. Salah satu model pembelajaran aktif yang dapat mengatasi permasalahan tersebut yaitu model
pembelajaran snowball throwing.
Model pembelajaran Snowball Throwing merupakan suatu cara penyajian pelajaran dengan
cara siswa berkreatifitas membuat soal matematika dan menyelesaikan soal yang telah dibuat oleh
temannya dengan sebaik- baiknya. Penerapan model Snowball Trowing ini dalam pembelajaran
matematika melibatkan siswa untuk dapat berperan aktif dengan bimbingan guru, agar peningkatan
kemampuan siswa dalam memahami konsep dapat terarah lebih baik. Salah satu kelebihan model
pembelajaran snowball throwing adalah pembelajaran menjadi efektif dan siswa terlibat aktif dalam
pembelajaran. Adapun kekurangan dalam model pembelajaran snowball throwing adalah murid
yang nakal cenderung untuk berbuat onar dan kelas sering kali gaduh karena kelompok dibuat oleh
murid.
TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui Pengaruh Model Pembelajaran Snowball Throwing Terhadap Prestasi
Belajar Matematika Siswa Pada Materi Pokok Bilangan Bulat Kelas VII SMPN 21 Mataram.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 303
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Eksperimen.
Penelitian Eksperimen ini digunakan untuk menyelidiki kemungkinan ada tidaknya Pengaruh
Model Pembelajaran Snowball Throwing Terhadap Prestasi Belajar Matematika Siswa Pada Materi
Pokok Bilangan Bulat Kelas VII SMPN 21 Mataram. Dalam penelitian ini terdapat dua kelompok
atau kelas yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen. Desain pembelajaran yang digunakan dalam
penelitian ini adalah The Static Group Comparison : Randomized control group only design.
Rancangan ini terdiri atas dua kelompok, satu kelompok Eksperimen yang diberikan perlakuan dan
satu kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan. Pada keduanya dilakukan pasca-uji dan
hasilnya dibandingkan.
Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen - X T2
Kontrol - - T2
M. Subana dan Sudrajat ( 2001 : 100 )
2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini seluruh siswa-siswi SMPN 21 Mataram dan sampel yang
diambil dalam penelitian ini sebanyak dua kelas yaitu kelas VIIB sebagai kelas eksperimen dan
siswa kelas VIIC sebagai kelas kontrol.
3. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Adapun sumber
data yang digunakan oleh peneliti adalah primer dan data sekunder.
4. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi digunakan untuk mengamati aktivitas siswa dan aktivitas guru selama proses
pembelajaran matematika berlangsung. Alat bantu yang digunakan adalah lembar observasi
aktivitas belajar siswa dan lembar observasi aktivitas guru.
b. Tes
Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur
keterampilan, penetahuan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh siswa. Penelitian ini yaitu
penelitian eksperimen murni, artinya tidak ada refleksi untuk mengulang kembali hal-hal yang telah
diteliti, penelitian ini hanya ingin mengetahui hasil akhir dari proses belajar mengajar dengan
menggunakan Model Pembelajaran Snowball Throwing.
5. Uji instrument
Instrumen yang digunakan adalah lembar tes berupa tes pilihan ganda. Untuk menjamin
suatu tes yang disusun tersebut dapat menggambarkan kemampuan siswa dengan tepat maka
terlebih dahulu dilakukan uji validitas, reliabilitas,dan tingkat kesukaran dari tes tersebut.
a. Uji Validitas
Sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu dapat tepat mengukur apa yang hendak diukur.
Istilah “ valid “ sangat sukar dicari gantinya. Untuk menguji validitas dapat menggunakan rumus
korelasi product moment yang dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2011 : 72 ), yaitu :
∑ (∑ )(∑ )
√* ∑ (∑ ) +* ∑ (∑ ) +
Nilai rxy dikonsultasikan dengan tabel r-product moment dengan taraf signifikan 5%. Kriteria soal
valid, yaitu : Jika nilai rxy > rtabel, maka soal tersebut dikatakan valid. Jika nilai rxy< rtabel, maka soal
tersebut dikatakan tidak valid.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 304
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
b. Uji Reliabilitas
Uji reabilitas dengan menggunakan rumus K-R 20 (Suharsimi Arikunto, 2011 : 101), yaitu:
2
2
11
∑ 1 SB
pqSB
k
kr
Rumus ntuk mencari simpangan baku atau varians total yaitu :
∑
(∑ )
Nilai r11 dikonsultasikan dengan tabel r-product moment. Kriteria soal reliabel, yaitu : Jika nilai
r11>rtabel, maka soal tersebut dikatakan reliabel. Jika nilai r11<r tabel, maka soal tersebut dikatakan
tidak reliabel.
c. Uji analisis tingkat kesukaran soal
Rumus untuk menentukan Indeks kesukaran butir soal (Suharsini Arikunto, 2011: 208), yaitu :
6. Analisis Data
Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah menggunakan uji t. Sebelum
dilakukan uji tersebut sebelumnya dilakukan uji persyaratan yaitu uji normalitas data dan
homogenitas varians.
a. Uji Normalitas Data
Untuk mencari kecocokan atau untuk menguji apakah data tersebut terdistribusi normal atau
tidak, uji normalitas dapat dihitung dengan rumus:
h
ho
f
ffX
2
2 )(
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah untuk menguji varians tersebut homogen atau tidak, uji dilakukan
dengan rumus sebagai berikut:
ecilVarianterk
esarVarianterbF
Dengan kriteria penguji sebagai berikut:
Jika Fhitung ≥ Ftabel, berarti tidak homogen.
Jika Fhitung ≤ Ftabel, berarti homogen.
7. Pengujian Hipotesis
Kriteria hasil uji t-tes sebagai berikut:
- Jika thitung ≥ ttabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima
- Jika thirung < ttabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Data yang diperoleh untuk mengetahui prestasi belajar matematika siswa yaitu melalui
pemberian postes setelah semua submateri pokok bilangan bulat yang telah ditentukan pada silabus
selesai dipelajari.
Tabel 1. Deskripsi Data Hasil Penelitian
No Kelompok Nilai Maks Nilai Min Rata-rata Standar Deviasi
1 Eksperimen 90 40 70,24 153,51
2 Kontrol 75 40 60,00 100
Data pada tabel 1.3 di atas merupakan data hasil postes yang digunakan untuk menguji
normalitas, homogenitas serta hipotesis yang telah ditentukan dengan menggunakan rumus t-tes(uji-
t).
JS
BP =
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 305
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
2. Hasil Pengujian Asumsi a. Uji Validitas
Uji Validitas soal-soal tes sebanyak 20 butir soal yang diujikan kepada siswa kelas VIII
SMPN 21 Mataram didapatkan sebanyak 10 item butir soal yang valid dengan ketentuan rhitung rtabel
dan 10 diantaranya tidak valid dengan ketentuan rhitung rtabel dengan taraf segnifikan 5%.
b. Uji Reliabilitas
Dari 10 soal yang valid diatas, kemudian dilakukan uji reliabilitas. Setelah dilakukan uji
reliabilitas didapatkan r11
c. Uji Tingkat Kesukaran Soal
Uji analisis tingkaran kesukaran item soal memiliki variasi yang berbeda – beda yaitu sangat
sukar, sedang dan mudah. Dari 20 item soal yang diujikan terdapat 2 soal yang sukar, 12 soal yang
sedang dan 6 soal mudah.
3. Hasil Pengujian Hipotesis a. Uji Normalitas
Tabel 2. Uji Normalitas Data Pre-Tes
Kelas N hitungX 2
tabelX 2 Kesimpulan
Eksperimen 21 -43,73 11,07 Normal
Kontrol 21 -11,42 11,07 Normal
Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil perhitungan uji normalitas data pre-test kelas eksperimen
dan kelas kontrol dengan membandingkan harga chi kuadrat hitung dengan chi kuadrat tabel. Dari
hasil analisis diperoleh = -43,73 dan
= 11,07. Karena <
berarti data
pada kelas eksperimen yang diperoleh berdistribusi normal. Sedangkan hasil uji normalitas pada
kelas kontrol diperoleh = -11,42 dan
= 11,07. Karena <
berarti data
yang diperoleh berdistribusi normal. Jadi nilai awal pada kelompok kontrol dan eksperimen
berdistribusi normal. Tabel 3. Uji Normalitas Data Postes
Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil perhitungan uji normalitas data pos-test kelas
eksperimen dan kelas kontrol dengan membandingkan harga chi kuadrat hitung dengan chi kuadrat
tabel. Dari hasil analisis diperoleh = -23,83 dan
= 11,07. Karena <
berarti data pada kelas eksperimen yang diperoleh berdistribusi normal. Sedangkan hasil uji
normalitas pada kelas kontrol diperoleh = -23,16 dan
= 11,07. Karena <
berarti data yang diperoleh berdistribusi normal. Jadi nilai akhir pada kelompok eksperimen
dan kontrol berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Tabel 4. Uji Homogenitas Data Postes
Kelas N F-hitung F-tabel Keterangan
Eksperimen 21 1,535 2,12 Homogen
Kontrol 21
Tabel 1.6 menunjukan bahwa hasil perhitungan pada data postes diperoleh Fhitung = 1,535
dan Ftabel = 2,12 pada taraf signifikan 5% dengan dk pembilang (n-1) = 21-1 = 20 dan dk
penyebut (n-1) = 21-1 = 20, tampak bahwa Fhitung < Ftabel sehingga menunjukkan varians
homogeny.
c. Uji Hipotesis
Untuk menguji kreteria “t” maka diajukan hipotesis yaitu “Ha diterima jika t hitung > t tabel”
dengan dk = N1 + N2 – 2 pada taraf signifikan 5% dengan uji satu pihak. Berdasarkan pengujian
Kelas N hitungX 2
tabelX 2 Kesimpulan
Eksperimen 21 -23,83 11,07 Normal
Kontrol 21 -23,16 11,07 Normal
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 306
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
yang dilakukan, maka didapatkan thitung = 2,593 sedangkan ttabel = 2,02 dapat disimpulkan bahwa t
hitung = 2,593> t tabel =2,02 ini berarti bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima.
4. Hasil Observasi Berdasarkan hasil observasi siswa pada pembelajaran I terdapat beberapa hambatan dan
kekurangan, antara lain :
a. Kurangnya semangat siswa untuk belajar.
b. Siswa terpengaruh terhadap gangguan dari luar selama pembelajaran berlangsung.
c. Tidak semua siswa aktif dalam proses pembelajaran.
Tabel 5. Hasil Observasi Siswa Pada Pembelajaran I
Item Hasil yang Diperoleh
Jumlah siswa seluruhnya 21
Banyak aspek yang diamati 5
Skor total 20
Skor yang diperoleh 10
Pesentase 50%
Kategori Cukup
Pada pembelajaran I skor yang diperoleh 10 dengan persentase aktivitas siswa selama
pembelajaran sebesar 50%. Selengkapnya perkembangan aktivitas siswa selama pembelajaran
terdapat pada lampiran 28. Selanjutnya hasil observasi guru pada pembelajaran I secara ringkas
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Hasil Observasi Guru Pada Pembelajaran I
Item Hasil yang diperoleh
Jumlah skor aktivitas guru 28
Jumlah skor seluruhnya 48
Banyak aspek yang diamati 12
Persentase 58,33%
Kategori Baik
Berdasarkan hasil observasi pengelolaan pembelajaran oleh guru pada kelas eksperimen
selama pembelajaran memperoleh skor 28 dengan persentase kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran sebesar 58,33 %. Selengkapnya perkembangan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran terdapat pada lampiran 27. Selanjutnya hasil observasi siswa pada pembelajaran II
secara ringkas dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Hasil Observasi Siswa Pada Pembelajaran II
Item Hasil yang Diperoleh
Jumlah siswa seluruhnya 21
Banyak aspek yang diamati 5
Skor total 20
Skor yang diperoleh 11
Pesentase 55 %
Kategori Baik
Pada pembelajaran II skor yang diperoleh 11 dengan persentase aktivitas siswa selama
pembelajaran sebesar 55%. Selengkapnya perkembangan aktivitas siswa selama pembelajaran
terdapat pada lampiran 28. Selanjutnya hasil observasi guru pada pembelajaran II secara ringkas
dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Hasil Observasi Guru Pada Pembelajaran II
Item Hasil yang diperoleh
Jumlah skor aktivitas guru 27
Jumlah skor seluruhnya 44
Banyak aspek yang diamati 11
Persentase 61,36 %
Kategori Baik
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 307
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Berdasarkan hasil observasi pengelolaan guru pada pembelajaran II kelas eksperimen
selama pembelajaran memperoleh skor 27 dengan persentase kemampuan guru mengelola
pembelajaran 61,36%. Untuk selengkapnya perkembangan kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran terdapat pada lampiran 27. Berdasarkan hasil observasi siswa pada pembelajaran III
secara ringkas dapat dilihat pada tabel 9.
Tabel 9. Hasil Observasi Siswa Pada Pembelajaran III
Item Hasil Yang Diperoleh
Jumlah siswa seluruhnya 21
Banyak aspek yang diamati 5
Skor total 20
Skor yang diperoleh 13
Persentase 65%
Kategori Baik
Pada pembelajaran III skor yang diperoleh 13 dengan persentase aktivitas siswa selama
pembelajaran sebesar 65%. Selengkapnya perkembangan aktivitas siswa selama pembelajaran
terdapat pada lampiran 28. Selanjutnya hasil observasi guru pada pembelajaran III secara ringkas
dapat dilihat pada tabel 10.
Tabel 10. Hasil Observasi Guru Pada Pembelajaran III
Item Hasil yang diperoleh
Jumlah skor aktivitas guru 29
Jumlah skor seluruhnya 44
Banyak aspek yang diamati 11
Persentase 65,90%
Kategori Baik
Berdasarkan hasil observasi pengelolaan guru pada pembelajaran III kelas eksperimen
selama pembelajaran memperoleh skor 29 dengan persentase kemampuan guru mengelola
pembelajaran 65,90%.
5. Pembahasan Hasil Penelitian Penggunaan model pembelajaran snowball throwing ini telah membuat siswa melakukan
kegiatan dalam belajar dengan baik yang tentunya berpengaruh baik pula terhadap pencapaian
prestasi belajar siswa itu sendiri. Selain itu, dengan penggunaan model pembelajaran snowball
throwing, proses pembelajaran menjadi menyenangkan.
Dalam penelitian ini dimana siswa yang mendapatkan perlakuan model pembelajaran
snowball throwing mempunyai prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang
tidak mendapatkan perlakuan model pembelajaran snowball throwing. Kondisi ini terjadi karena
proses belajar mengajar dengan pengajaran model snowball throwing dapat menuntut siswa untuk
lebih dalam berbagai kegiatan yang diberikan serta mempertimbangkan proses berpikir akan
ditimbulkan pada diri siswa. Siswa yang mendapat perlakuan model pembelajaran snowball
throwing artinya siswa dapat memperoleh perlakuan yang istimewa dalam pelajaran matematika.
Setiap guru menyadari bahwa dalam proses belajar mengajar selalu ada siswanya yang
mengalami kesulitan belajar sehingga siswa tidak mampu mencapai ketuntasan belajar. Kesadaran
tersebut belum sepenuhnya ditindaklanjuti oleh guru untuk mengupayakan solusinya. Dalam
pembahasan ini, diajukan salah satu bentuk bantuan yang dapat diberikan oleh guru untuk mencapai
ketuntasan belajar yaitu memberikan kegiatan pembelajaran menggunakan metode snowball
throwing. Dimana dalam hal ini menuntut siswa untuk lebih aktif dalm kegiatan proses belajar
mengajar sehingga para siswa akan berusaha dengan berbagai cara untuk memahami setiap
pelajaran yang diberikan melalui diskusi dan interaksi dengan teman-temannya di kelas. Dengan
diperolehnya pengajaran yang lebih banyak kualitasnya, maka jelas akan memberikan pengaruh
pada kemampuan siswa. Siswa yang mendapatkan model pembelajaran snowball throwing, baik
dalam bentuk tugas / latihan yang berbeda disetiap minggunya oleh guru akan memberikan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 308
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
pemahaman dan pengalaman yang lebih, maka siswa yang memperoleh pemahaman dan
pengalaman yang lebih banyak akan mempunyai hasil yang lebih baik.
KESIMPULAN
1. Simpulan
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan, maka didapatkan thitung = 2,593 lebih
besar dari ttabel = 2,02 (t hitung = 2,593> t tabel =2,02) sehingga hipotesis alternatif (Ha) diterima dan
hipotesis nol (Ho) ditolak.
Sesusai dengan hasil observasi aktivitas siswa pada pemebelajaran I diperoleh persentase
50% yang termasuk kategori cukup, pembelajaran II diperoleh 55% dengan kategori baik,
pembelajaran III diperoleh 65% dengan kategori baik. Sedangkan hasil observasi untuk guru pada
pembelajaran I diperoleh persentase 58,33% yang termasuk kategori baik, pembelajaran II
diperoleh persentase 61,36% yang termasuk kategori baik, pembelajaran III diperoleh persentase
65,90 yang termasuk kategori baik.
2. Saran
a. Kepada Guru Bidang Studi Matematika
Kepada Bapak / Ibu guru SMP Negeri 21 Mataram khususnya guru bidang studi
matematika diharapkan agar lebih meningkatkan kiprahnya dalam setiap kegiatan siswa baik
yang dilakukan didalam kelas maupun diluar kelas sesuai dengan program dan kurikulum yang
ada, dalam mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan apa yang diharapkan.
b. Kepada Siswa
Bagi siswa diharapkan membiasakan diri untuk menanyakan materi yang dianggap sulit dan
belum dimengerti serta tanpa ragu menanggapi pertanyaan-pertanyaan dari guru maupun teman-
temannya.
c. Bagi Peneliti
Bagi peneliti untuk kedepannya diharapkan dapat lebih profesional dalam menerapkan
model pembelajaran snowball throwing dan mencoba menerapkannya pada materi pokok yang lain
dengan cakupan yang lebih luas.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 2011. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Djamarah, S. B. 2012. Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.
Fikri, Yusuf. 2013. Model Pembelajaran Snowball Throwing.
Irzani, 2010. Matematika 1 Untuk Calon Guru SD/MI. Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta.
Junaidi, Wawan. 2012. Metode Mengajar Matematika dalam Simanjuntak, Lisnawati Dra.,dkk.
Metode Mengajar Matematika 1. Nuharini, Dewi. 2008. Matematika Konsep dan
Aplikasinya Kelas 7 SMP. Bandung: CV Usaha Makmur.
Purwanto, Ngalim. 2012. Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi Pengajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Slameto, Drs. 2010. Belajar dan Fakto-Faktor Yang Mempengaruhi. Jakarta: Rineka Cipta.
Subana, dkk. 2000. Statistik Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.
Subana, M dan Sudrajat. 2001. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV Pustaka Setia.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Syahrir. 2010. Metodologi Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Naufan Pustaka.
Tim Penyusun. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Makalah, Artikel, dan Laporan
Penelitian). Mataram: UNW Mataram
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan
Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Wati, Patma. 2012. Penerapan Metode Snowball Throwing Dalam Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan (PKn).
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 309
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Watik Y, Istiqomah, Agus Budi H, dkk.2008. Matematika untuk SMP/MTs Kelas VII. Solo: CV.
Sindunata.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 310
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
ANALISIS KESULITAN SISWA AUTIS DALAM MENYELESAIKAN SOAL OPERASI
BILANGAN BULAT DI SLBN PEMBINA MATARAM
TAHUN PELAJARAN 2018/2019
Yulia Permata Sari 1; Sutarto
2; Yuntawati
3
1,2,3Pendidikan Matematika Fakultas FPMIPA Ikip Mataram
e-mail: [email protected]
Abstrak: Berdasarkan masalah yang ditemukan pada siswa tunagrahita yaitu sulitnya siswa-
siswa tungrahita meneyelesaikan operasi penjumlahan dan pengurangan pada bilangan bulat.
Sehingga tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kesulitan yang dihadapi siswa
tunagrahita dalam menyelesaikan operasi penjumlahan dan pengurangan. Penelitian dilakukan di
SMPLB NEGERI PEMBINA Mataram pada semester ganjil tahun ajaran 2018/2019. Subjek
penelitian terdiri dari 3 siswa tuna grahita kelas VII SMPLB Negeri Pembina Mataram. Jenis
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, metode dalam penelitian menggunakan metode penelitian
kualitatif. Teknik pemilihan subjek penelitian ini adalah purposive sampling. Analisis data yang
mengacu pada pendapat Miles dan Huberman adalah reduksi data, pemaparan data, analisis data,
dan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan yang dihadapi siswa tunagrahita
sebagai berikut: (1) siswa tidak dapat melakukan operasi penjumlahan dan pengurangan dengan
benar (Dyscalculia), dan (2) tidak dapat membedakan simbol pengurangan (Visual Processing
Disorder).
Kata Kunci: Analisis, Kesulitan, Penjumlahan dan Pengurangan, Tunagrahita
PENDAHULUAN
Matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang diajarkan di lembaga pendidikan pada
setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ada sejumlah alasan perlunya siswa belajar matematika, yaitu:
(1). Matematika merupakan sarana berfikir yang jelas dan logis, (2). Sarana untuk memecahkan
masalah sehari-hari, (3). Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi pengalaman (4).
Sarana untuk mengembangkan kreativitas dan (5). Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya (Murtadlo, 2013). Oleh karena itu, mata pelajaran ini diberikan kepada
setiap peserta didik agar bisa dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula untuk
peserta didik dengan berkebutuhan khusus yang menempuh pendidikan khusus maupun di sekolah
luar biasa.
Menurut (Peeters, 2012) autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan
pemahaman/gangguan pervasif, dan bukan suatu bentuk penyakit mental. Dengan berperilaku
berupa kurangnya interaksi sosial, penghindaran kontak mata, kesulitan dalam mengembangkan
bahasa dan pengulangan tingkah laku. Selain itu menurut saya bahwa individu autis merupakan
sosok yang unik sehingga cara belajar dan penerimaan informasi juga berbeda dengan individu
lainnya. Untuk itu, bagi peserta didik berkebutuhan khusus (autis) juga perlu diberikan bidang studi
ini. Keterbatasan atau hambatan tertentu yang menghambat mereka di dalam mempelajari
matematika diperlukan dalam pembelajaran dimodifikasi ke arah konkrit dan fungsional, atau
dengan mediasi pesan melalui indera yang masih berfungsi. Modifikasi itulah yang sebagai bentuk
layanan khusus untuk anak-anak autis sesuai golongannya masing-masing. Dapat dipahami bahwa
pendidikan khusus di SLB merupakan kebebasan hak anak dalam memperoleh pendidikan, tidak
mengesampingkan adanya diskriminasi atas dasar dari kondisi fisik, intelektual, sosial atau kondisi
lainnya. Oleh karena itu, semua anak mendapatkan perlakuan yang sama dan mempunyai hak
maupun kewajiban yang sama begitupun juga dengan anak berkebutuhan khusus (autis).
Melihat pentingnya matematika untuk setiap kalangan tanpa adanya pengecualian,
pemerintahpun mendirikan tempat khusus untuk anak-anak yang berkebutuhan khusus (autis) salah
satunya di Sekolah Luar Biasa. Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai lembaga pendidikan khusus
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 311
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
yang menampung anak dengan jenis kelainan yang sama. Pemerintah sudah berusaha untuk
memberikan pelayanan pendidikan bagi mereka yang memiliki kelainan atau kecerdasan luar biasa
untuk memperoleh kesempatan belajar. Melalui layanan Sekolah Luar Biasa, potensi yang dimiliki
oleh anak berkebutuhan khusus, diharapkan dapat dikembangkan secara optimal, sehingga
eksistensi kebutuhan anak berkebutuhan khusus di masyarakat tidak menjadi beban bagi
lingkungannya. Dan tidak menutup kemungkinan dengan keadaan anak-anak autis yang kita
ketahui, mereka juga penting untuk mempelajari pelajaran matematika seperti anak-anak normal
lainnnya.
Adapun masalah yang ditemukan oleh peneliti saat melakukan observasi awal, yaitu para
siswa-siswi tidak terlalu memperhatikan guru yang menjelaskan, cendrung melakukan kegiatan
masing-masing, dan tidak peduli keadaan sekitar. Kemudian informasi melalui wawancara yang
peneliti lakukan pada salah satu guru matematika bernama Riana yang mengajar kelas VII SLBN
Pembina Mataram, yaitu sebagian besar siswa-siswi memiliki kekurangan dalam belajar
matematika. Salah satu kekurangan pada anak-anak SLBN Pembina Mataram yaitu sulitnya mereka
memahami operasi penjumlahan dan pengurangan pada materi bilangan bulat.
Dalam kamus besar bahasa indonesia menyatakan bahwa kesulitan berasal dari kata “sulit”
yang mempunyai arti “sukar sekali” atau “perkara yang sukar diselesaikan” (KBBI, 2005).
Kesulitan belajar adalah kondisi proses belajar yang ditandai hambatan-hambatan tertentu untuk
mencapai hail belajar. Kesulitan belajar adalah suatu gangguan dalam satu atau lebih dari proses
psikologis dasar yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa ajaran atau tulisan
Abdurahman (dalam Haryatni, 2014). Perlunya dilakukan analisis kesulitan siswa dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk kesulitan siswa-siswa autis tersebut dalam
menyelesaikan operasi penjumlahan dan pengurangan dalam materi bilangan bulatserta akan
menjadi acuan guru-guru autis untuk melakukan perbaikan kedepannya atau untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan siswa dalam pemahaman mereka.
Berdasarkan permasalahan diatas, peneliti berupaya untuk menganalisis kesulitan siswa
dengan mengadakan penelitian jenis kualitatif dengan judul “Analisis Kesulitan Siswa Autis Dalam
Menyelesaikan Soal Operasi Bilangan Bulat Di SLBN Pembina Mataram Tahun Pelajaran
2017/2018 ”.
RUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
“Bagaimanakah Bentuk kesulitan Siswa autis SLBN Pembina Mataram Dalam menyelesaikan soal
operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat ?”. Dan maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menganalisis bentuk kesulitan Siswa autis SLBN Pembina Mataram Dalam
menyelesaikan soal operasi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat.
RUANG LINGKUP PENELITIAN
Adapun pembatasan ruang lingkup ini bertujuan membatasi hal yang dibahas untuk
memperlancar proses penelitian. Cakupan dari ruang lingkup tersebut adalah sebagai berikut:
1. Subjek Penelitian
Adapun subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPLB/C SLBN Pembina Mataram tahun
pelajaran 2017/2018, yang merupakan siswa Tunagrahita.
2. Materi dalam penelitian adalah materi Operasi Penjumlahan dan Pengurangan pada Bilangan
Bulat
DEFINISI OPERASIONAL
Penjelasan istilah-istilah judul yang dipakai dalam judul ini perlu dijelaskan sebagai berikut:
1. Analisis
Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk
megetahui kekadaan yang sebenarnya.
2. Kesulitan dalam menyelesaikan soal
Kesulitan adalah kesusahan atau kesukaran.
3. Autis
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 312
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Autis merupakan gangguan perkembangan, gangguan pemahaman atau gangguan pervasive.
4. Tunagrahita
Tunagrahita merupakan anak yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata daya tangkap lemah,
mengalami kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungan, memiliki kelainan atau cacat mental.
LANDSAN TEORI
1. Autis
Kata autis sendiri berasal dari perkataan Yunani, auto yang berarti diri sendiri atau sendiri. Eugen
Blueler adalah orang pertama yang menggunakan istilah autis yang merujuk kepada sebuah arti
kurang atau tidak ada hubungan dengan orang lain dan dunia luar. Istilah autis sekarang lebih
mengarah kepada masalah perkembangan khususnya masalah perkembangan mental. Masalah
perkembangan mental pada individu autis dapat diamati dari perilaku yang ditunjukkan, sebagian
besar tidak sesuai dengan harapan lingkungannya (Kamid, 2012).
Autisme adalah gejala menutup diri sendri secara total tidak mau berhubungan lagi dengan dunia
luar, serta merupakan gangguan yang kompleks, mempengaruhi prilaku, dengan akibat kekurangan
kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain (Mulyati, 2010).
Jadi, Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan, gangguan pemahaman/gangguan
pervasif, dan bukan suatu bentuk penyakit mental. Sekolah Luar Biasa (SLB) sebagai lembaga
pendidikan khusus yang menampung anak dengan jenis kelainan yang sama. Pemerintah sudah
berusaha untuk memberikan pelayanan pendidikan bagi mereka yang memiliki kelainan atau
kecerdasan luar biasa untuk memperoleh kesempatan belajar.
2. Tunagrahita
Tunagrahita merupakan seseorang yang memiliki kemampuan di bawah rata-rata, mengalami
kesulitan untuk berinteraksi dengan lingkungan, berfikir logis dan memusatkan perhatian. Salah
satu karakteristik anak tunagrahita adalah ketidakmampuan dalam berpikir abstrak dan mudah lupa,
oleh sebab itu maka dalam mengajarkan materi pelajaran matematika tidak langsung pada tahap
pembelajaran secara abstrak tetapi harus bertahap mulai dari tahap konkrit, semi konkrit dan
abstrak. Kemampuan penalaran anak tunagrahita terbatas pada tahap berpikir konkrit (Saputri, dkk,
2017).
Menurut American Asociation on Mental Deficiency dalam (Yosiani, 2014) mendefinisikan
Tunagrahita sebagai suatu kelainan yang fungsi intelektual umumnya di bawah rata- rata. Biasanya
anak- anak tunagrahita akan mengalami kesulitan dalam “Adaptive Behavior” atau penyesuaian
perilaku. Hal ini berarti anak tunagrahita tidak dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan
ukuran (standard) kemandirian dan tanggung jawab sosial anak normal yang lainnya dan juga akan
mengalami masalah dalam keterampilan akademik dan berkomunikasi dengan kelompok usia
sebaya. Definisi yang ditetapkan American Asociation on Mental Deficiency yang dikutip oleh
Grossman yang mengatakan artinya bahwa ketunagrahitaan mengacu pada sifat intelektual umum
yang secara jelas dibawah rata-rata, bersama kekurangan dalam adaptasi tingkah laku dan
berlangsung pada masa perkembangan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa :
a. Anak tunagrahita memiliki kecerdasan dibawah rata-rata sedemikian rupa dibandingkan dengan
anak normal pada umumnya.
b. Adanya keterbatasan dalam perkembangan tingkah laku pada masa perkembangan.
c. Terlambat atau terbelakang dalam perkembangan mental dan sosial.
d. Mengalami kesulitan dalam mengingat apa yang dilihat, didengar sehingga menyebabkan
kesulitan dalam berbicara dan berkomunikasi.
e. Mengalami masalah persepsi yang menyebabkan tunagrahita mengalami kesulitan dalam
mengingat berbagai bentuk benda (visual perception) dan suara (audiotary perception).
f. Keterlambatan atau keterbelakangan mental yang dialami tunagrahita menyebabkan mereka tidak
dapat berperilaku sesuai dengan usianya.
3. Kesulitan Menyelesaikan soal
Kesulitan adalah kesusahan atau kesukaran (Poerwadarminta 2007:121). Fenomena kesulitan
belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 313
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
belajarnya. Rendahnya tingkat keberhasilan dalam pembelajaran matematika dikarenakan beberapa
alasan, diantaranya karena faktor kesulitan siswa dalam menerima materi pada pelajaran
matematika, dan faktor yang lain disebabkan karena ketidakmampuan siswa dalam memecahkan
masalah matematika. Penyelesaian soal atau pemecahan suatu soal adalah aplikasi dari konsep dan
keterampilan. Dalam pemecahan soal biasanya melibatkan beberapa kombinasi konsep dan
keterampilan dalam situasi baru atau situasi yang berbeda (Sholekah, dkk, 2017).
Kesulitan belajar dan masalah belajar menjadi istilah yang menggambarkan seorang anak mulai
mengalami kesulitan belajar di sekolah. Di beberapa negara juga digunakan sebagai sinonim untuk
ketidakmampuan belajar. Setiap orang mungkin mengalami kesulitan belajar ringan dan berat, yang
disebabkan oleh faktor internal atau eksternal. Jenis-jenis Kesulitan Belajar menurut Murtadlo
(2013) adalah sebagai berikut:
a. Disleksia
b. Dyspraxia (Gangguan Integrasi Sensory)
c. Dyscalculia
d. Dysgraphia
e. Auditory Processing Disorder
f. Visual Processing Disorder
g. Attention Deficit Disorder (ADD)
Dalam penelitian ini definisi kesulitan yang digunakan menurut Cooney (dalam Sholekah, 2017)
yang dikategorikan dalam 2 jenis, yaitu: a). kesulitan dalam menerapkan prinsip, b). kesulitan
dalam menyelesaikan masalah verbal atau soal cerita.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif bertujuan
menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi atau berbagai fenomena realitas
sosial yang ada dimasyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu
kepermukaan sebagai suatu ciri, karater, sifat, model, atau gambaran tentang kondisi, situasi,
ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2007). Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitan ini
adalah metode penelitian kualitatif (Sugiyono, 2015)
Adapun instrumen utama yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri, yang
bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan data secara langsung dari sumber data. Sedangkan
instrumen bantu dalam penelitian ini adalah lembar soal, pedoman wawancara dan
dokumentasi.Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisi data
kualitatif. Teknik analisis data kualitatif dimaksudkan untuk memberikan informasi mengenai data
yang diamati agar bermakna dan komunikatif. Analisis yang dilakukan adalah analisis data menurut
model Miles dan Huberman yang terdiri dari reduksi data, display data, dan mengambil kesimpulan
dan verifikasi (Sugiyono, 2013).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. S1 AR
Gambar 1. Lembar jawaban S1 AR
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 314
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
2. S2 AN
Gambar 2. Lembar jawaban S2 AN
3. S3 EG
Gambar 3. Lembar jawaban S3 EG
PEMBAHASAN
Dari jawaban siswa terlihat bahwa siswa tidak mampu menentukan penyelesaian yang
diharapkan, siswa rata-rata langsung menuliskan jawaban tanpa adanya langkah penyelesaian soal
yang diharapkan dan tanpa adanya coretan dari jawaban tersebut, meskipun hasil operasinya itu
tidak benar. Ini menunjukkan bahwa siswa tidak memahami permasalahan dalam soal dan Siswa
tidak melakukan proses berpikir serta mengevaluasi hasil pekerjaanya. Dari analisis terhadap
lembar jawaban dapat dikatakan bahwa siswa Tuna Grahita memiliki kemampuan di bawah rata-
rata, daya tangkap lemah, memiliki kecenderungan mengalami kesulitan seperti dalam
menfokuskan pikiran, tidak dapat berhitung dengan benar,tidak mengenal bilangandengan baik,dan
tidak dapat membedakan simbol pengurangan.
Diamati dari aktivitas siswa mengerjakan soal adalah sebagai berikut: Pertama-tama setelah
diminta mengerjakan soal, siswa terlihat mengamati soal (membaca dalam waktu singkat beberapa
detik) dan mulai mengerjakan (tanpa berpikir atau mangamati soal sejenak tentang soal yang
diberikan). Siswa menggerak-gerakkan pena dan kemudian menuliskan jawaban (mungkin jawaban
soal yang diberikan), kadang-kadang terlihat berhitung menggerakkan jari. Menurut Ibraheem &
Khan dalam (Hardianto: 38) gerakan fisik yang berarti dari jari-jari, tangan, lengan atau bagian lain
dari tubuh yang menyertai lisan dalam berkomunikasi, bertujuan untuk mempertegas informasi
yang disampaikan. Tidak terlihat ekspresi kesulitan, raut muka terlihat datar. Akan tetapi
terkadangpada soal lain terlihat alis berkerut beberapa detik (hanya sesaat). Sesuai dengan yang
dikatakan Amynarto (2018) bahwa ekspresi wajah sangat penting untuk menggambarkan
emosiyang dialami oleh seseorang dan gerakan wajah singkat yang mengungkapkan emosi disebut
emosi mikro yang ditampilkan dalam durasi yang sangat pendek. Dari hasil penelitian di atas
terlihat bahwa siswa Tuna Grahita tidak terlihat merasa sulit dan secara lancar menuliskan jawaban
yang diperkirakan merupakan jawaban dari soal yang diberikan. Siswa tidak terlihat melakukan
pengecekan ulang terhadap jawaban yang diberikan. Tidak dapat melakukan analisis terhadap
masalah yang terdapat dalam soal, Ia hanya menuliskan jawaban-jawaban yang tidak menuju pada
jawaban yang diminta. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa siswa terlihat tidak berpikir, ia
seakan tidak memutar kembali informasi yang pernah diterima. Selanjutnya menunjukkan bahwa
siswa autis khususnya Tuna Grahita tidak dapat menyelesaikan soal cerita yang komplek. Dan
Siswa memiliki kesulitan dalam menfokuskan kosentrasi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa bentuk
kesulitan siswa autis SLBN Pembina Mataram dalam menyelesaikan soal operasi penjumlahan dan
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 315
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
pengurangan pada bilangan bilangan bulat yang berhasil diidentifikasi dalam lembar jawaban siswa,
video, hasil wawancara dan pengamatan langsung peneliti adalah (1) siswa tidak dapat melakukan
operasi penjumlahan dan pengurangan dengan benar (Dyscalculia), dan (2) tidak dapat
membedakan simbol pengurangan (Visual Processing Disorder).
DAFTAR RUJUKAN
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, kebijakan Publik, daan Ilmu
Sosial Lainnya. Surabaya: PRENADA MEDIA GRUP.
Dewi, Anita, dan Imam, Sujadi, dan Riyadi.. 2014. Strategi Guru Dalam Membelajarkan
Matematika Pada Materi Lingkaran Kepada Anak Tunagrahita. Jurnal Elektronik
Pembelajaran Matematika, ISSN: 2339-1685 Vol.2, No.8
Haryatni, Anggina Pratiwi. 2014. Identifikasi Faktor-Faktor Penyebab Kesulitan Belajar Pada
Siswa SMP Negeri 5 Kota Jambi. Program Studi Bimbingan Dan Konseling Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi : Jambi.
Hasibuan, Irwitadia. 2015. Hasil belajar siswa pada materi bentuk aljabardi kelas vii smp negeri 1
banda aceh tahun pelajaran 2013/2014. Jurnal peluang: volume 4, nomor 1
Kamid, 2012. Analisis Kendala Siswa Autis dalam Menyelesaikan Soal Matematika Bentuk Cerita
(Kasus Low Function), Aksioma: Volume 01 Nomor 1
Kuntjojo, 2009. Metodologi Penelitian. kediri
Limardani, Gathut.2015. Analisis Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Operasi Aljabar
Berdasarkan Teori Pemahaman SKEMP Pada Siswa Kelas VIII D SMP Negeri 4 Jember.
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Jember : Jember
Mulyati, Sri. 2010. Pennanganan Tehadap Anak Autis. Semarang: SINDUR PRES
Murtadlo, Ali. 2013. Kesulitan Belajar (Learning Difficult) Dalam Pembelajaran Matematika. Edu-
Math:Vol 4
Nuraini, Fauziah. 2009. Strategi Dan Teknik Pembelajaran Pada Anak Dengan Autisme. Forum
Kependidikan:Volume 29, Nomor 1
Peeters, Theo. 2004. Panduan Autisme Terlengkap. Jakarta: Diang Rakyat
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan Memiliki Potensi
Kecerdasan atau Bakat Istimewa
Saputri, Shinta, dan Eka Fitria Ningsih dan Santi Widyawati. 2017. Analisis Kesulitan Anak
Tunagrahita Dalam Menyelesaikan Soal Operasi Penjumlahan Di Sekolah Luar Biasa
(Slb) Harapan Ibu Metro. MaPan
Jurnal Matematika dan Pembelajaran p-ISSN: 2354-6883 ; e-ISSN: 2581-172X Volume 5, No 2
Sholekah, Lailli Ma’atus, dan Anggreini, Dewi dan Waluyo, Adi.2017. Analisis Kesulitan Siswa
Dalam Menyelesaikan Soal Matematika Ditinjau Dari Koneksi Matematis Materi Limit
Fungsi. Wacana Akademika: Volume 1 No 2 Tahun 2017
Sudibyo, Bambang. 2009. Pendidikan Inklusif Bagi Peserta Didik Yang Memiliki Kelainan Dan
Memiliki Potensi Kecerdasan Dan/Atau Bakat Istimewa. Jakarta: Menteri Pendidikan
Nasional
Sugiyono,2013. Metode Penelitian Kuantitatif , Kualitatif dan R&D. Bandung: Hak Cipta
Sugiyono, 2016. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung:Alfabeta
Yosiani, Novita. 2014. Relasi Karakteristik Anak Tunagrahita Dengan Pola Tata Ruang Belajar Di
Sekolah Luar Biasa. Architecture Vol. 1, No. 2 (2014) ISSN: 2355-4274
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 316
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
KREATIFITAS MAHASISWA DALAM MENYELESAIKAN SOAL TERBUKA PADA
MATERI VEKTOR
Zukhrufurrohmah
Universitas Muhammadiyah Malang
e-mail: [email protected]
Abstrak: Kreatifitas merupakan hal terpenting yang perlu dimiliki untuk menghadapi dan
menyelesaikan masalah. Melatih kreatifitas diri terus dilakukan untuk meningkatkan kemampuan
menyelesaikan masalah. Penelitian ini bertujuan untuk medeskripsikan kreatifitas matematis
mahasiswa tingkat tiga dalam menyelesaikan soal terbuka materi vektor. Kreatifitas matematis pada
penelitian ini diukur dengan indikator berdasarkan aspek kelancaran, keluwesan, dan keaslian.
Penelitian kualitatif ini dilakukan dengan tahapan pertama, identifikasi fenomena, kreatifitas
mahasiswa dalam menyelesaikan soal terbuka materi vektor. Kedua, identifikasi subjek penelitian, 41
mahasiswa tingkat tiga. Ketiga, dugaan umum, cara menyelesaikan soal terbuka vektor dapat
menggambarkan kreatifitas mahasiswa. Keempat, mengumpulkan data, hasil jawaban mahasiswa dan
data dianalisis menggunakan indikator berfikir kritis. Kelima, interpretasi dan simpulan, dengan
menggunakan indikator untuk mendeskripsikan hasil pekerjaan siswa dan menyimpulkan. Hasil
penelitian menunjukkan 10% mahasiswa dapat dikatakan kreatif dalam menyelesaikan permasalahan
yang diberikan karena memenuhi ketiga aspek kreatifitas yang telah ditetapkan, 22% mahasiswa
dikatakan cukup kreatif karena memenuhi dua aspek dari ketiga aspek yang ditetapkan, dan 68%
mahasiswa termasuk kategori kurang kreatif karena memenuhi kurang dari atau sama dengan satu
aspek dari tiga aspek yang ditentukan. Simpulan yang diperoleh menunjukkan bahwa aspek yang
paling sedikit terpenuhi adalah aspek keluwesan yang menunjukkan bahwa mahasiswa tidak dapat
menyajikan lebih dari satu cara berbeda.
Kata Kunci: Kreatifitas, Soal Terbuka, Vektor
PENDAHULUAN
Kreatif diartikan sebagai suatu hal baru yang dihasilkan dari suatu yang sudah ada atau
perwujudan dari yang baru dalam kenyataan (Elfitra, 2017). Kreatif dapat diartikan juga sebagai
sajian selesaian permasalahan dari sudut pandang berbeda sehingga permasalahan yang tidak dapat
diselesaikan menjadi terselesaikan atau masalah yang diselesaikan dengan cara rumit menjadi
terselesaikan dengan cara sederhana. Kreatif akan nampak dari ide menjadi perwujudan nyata dalam
menyelesaikan masalah.
Kreatif dapat dikaitkan dengan berfikir matematis, yang lebih dikenal dengan berfikir kreatif
matematis. Kemampuan berfikir matematis dapat diartikan sebagai kemampuan mahasiswa yang
dapat menyajikan selesaian masalah dengan lebih dari satu penyelesaian, berfikir lancar, luwes,
mengelaborasi berbagai konsep, dan memiliki orisinalitas dalam menyelesaikan matematika
(Marliani, 2015). Di sisi lain berfikir kreatif dapat dipandang sebagai suatu daya yang dapat
menciptakan gagasan baru, konsep dan ide baru, bersifat asli dan imajinatif dalam menyelesaikan
permasalahan dengan memanfaatkan data, informasi dan konsep yang ada (Elfitra, 2017).
Manfaat berfikir kreatif dapat dirasakan pada kehidupan seseorang seperti menambah
pengetahuan baru dan menciptakan penyelesaian masalah baru (Marliani, 2015). Berfikir kreatif
akan sangat berguna untuk menyelesaikan permasalahan matematika dan permasalahan sehari-hari
yang dihadapi mahasiswa, terlebih lagi di era industry 4.0 (Novita & Putra, 2016). Oleh karena hal
tersebut, penting bagi pembelajara dan pengajar matematika untuk selalu melatih dan
mengembangkan kemampuan berfikir kreatif.
Kreatifitas mahasiswa dapat menjadi salah satu indikator kemampuan pemecahan masalah
yang dimiliki. Penelitian Amidi (2018) dan Murtafiah (2017) menyatakan bahwa kemampuan
berfikir kritis searah dengan tingkat kemampuan mahasiswa. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 317
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
bahwa terdapat pengaruh positif antara berfikir kreatif mahasiswa terhadap prestasi belajar
matematika mahasiswa (U.S, 2012). Dengan kata lain, kemampuan kreatifitas mahasiswa yang
rendah akan berdampak pada buruknya kemmapuan menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Kemampuan berfikir kreatif meliputi beberapa aspek yaitu aspek kelancaran yaitu mahasiswa
menjawab masalah matematika secara tepat dan tidak bertele-tele, keluwesan yaitu mahasiswa
menjawab masalah memalayi cara yang tidak baku, keaslian yaitu kemampuan mahasiswa
menjawab dengan menggunakan bahasa sendiri berdasar ide yang digunakan, dan elaborasi yaitu
kemampuan memunculkan gagasan baru dalam menjawab masalah yang diberikan (Setiyani, 2013).
Amidi (2018) memaparkan aspek kreatifitas menjadi empat aspek, yaitu: (1) bersifat lancar yang
berarti menghasilkan banyak gagasan yang relevan dan disajikan dengan lancar, (2) berfikir luwes
yangartinya menghasilkan gagasan beragam dengan pendekatan dan arus beragam, (3) berfikir
orisinil yang artinya memberikan jawaban yang tidak lazim atau lain dari yang lain, (4) berfikir
terperinci yang artinya mengembangkan, menambah dan memperkaya secara detail gagasan yang
disajikan. Siswaono (2011) mengelompokkan aspek kreatifitas diukur melalui aspek fluency dalam
penyelesaian masalah mengarah pada kemampuan mahasiswa untuk memperoleh selesaian masalah,
aspek flexibility dalam penyelesaian masalah merujuk pada kemampuan mahasiswa dalam
menyelesaikan masalah menggunakan cara yang berbeda beda, dan aspek novelty pada penyelesaian
masalah merujuk pada kemmapuan mahasiswa untuk menyelesaikan permasalahan dengan berbagai
cara yang berbeda dan dengan tepat. Lebih lanjut, Siswono (2011), menjelaskan bahwa aspek novelty
merupakan aspek terpenting yang menunjukkan kreatifitas seseorang. Kemudian disusul dengan
aspek flexibility yang menunjukkan kemampuan menyajikan ide untuk menyelesaikan masalah, dan
disusul aspek fluency yang mengindikasikan kelancaran dalam menyajikan ide selesaian berbeda.
Berdasar berbagai pandangan pada peneliti lainnya untuk menentukan aspek dan indikator
kreatif, peneliti merangkum aspek dan indikator yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 1 di
bawah menunjukkan aspek dan indikator yang digunakan pada penelitian ini.
Tabel 1. Aspek dan Indikator Berfikir Kreatif
Aspek Indikator
Kelancaran
(Fluency)
1. Memberikan jawaban yang tepat dan tidak
bertele-tele
2. Memperinci gagasan/jawaban untuk
menyelesaikan masalah
Keluwesan
(Flexibility)
1. Menyelesaikan permasalahan dengan lebih
dari satu cara pendekatan secara jelas dan
runtun
Keaslian
(Novelty)
1. Menuliskan ide penyelesaian dengan
kalimat sendiri secara tepat dan jelas
Salah satu cara untuk mengetahui dan sekaligus mengembangkan kemampuan berfikir kreatif
matematis mahasiswa adalah memberikan permasalahan yang bersifat terbuka, atau lebih dikenal
dengan open ended problem. Permasalahan yang bersifat open ended dapat digunakan untuk
mengevaluasi keberagaman pengetahuan mahasiswa dan mendorong berfiikir kreatif (Panaoura &
Panaoura, 2014) (Putri, 2017). Pendekatan dengan masalah terbuka dicirikan sebagai pembelajaran
dengan memberikan kesempatan mahasiswa menyelesaikan masalah menggunakan cara, metode,
dan pengetahuan yang berbeda (Mursidik, Samsiyah, & Rudyanto, 2015). Permasalahan terbuka
(open ended problem) merupakan permasalahan yang mengizinkan adanya respon benar yang
beragam dan dapat pula berupatugas dengan banyak cara menyelesaikan hingga menemukan
jawaban yang benar (Mihajlović & Dejić, 2015).
Berdasar berbagai paparan yang telah dijelaskan, pentingnya kemampuan berfikir kreatif
mahasiswa dan adanya masalah terbuka (open ended problem) yang dapat digunakan untuk menguji
dan meningkatkan kemampuan kreatif mahasiswa, penelitian ini bertujuan untuk memanalisa
kreatifitas mahasiswa dalam menyelesaikan permasalahan terbuka terkait materi vector. Sebagai
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 318
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
penelitian awal mengenai kemampuan berfikir kreatif mahasiswa, diharapkan temuan penelitian ini
dapat memberikan ide untuk melakukan penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan dan
meningkatkan kemampuan berfikir kreatif mahasiswa.
METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan
kreatifitas mahasiswa tingkat tiga dalam menyelesaikan soal terbuka pada materi vektor. Penelitian
kualitatif merupakan penelitian mengenai kualitas hubungan, kegiatan, kegiatan, situasi atau materi
(Novita & Putra, 2016). Meski penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan secara deskriptif
kreatifitas mahasiswa dalam menyelesaikan masalah terbuka yang diberikan, akan digunakan istilah
kreatif jika mahasiswa memenuhi ketiga aspek yang ditentukan, cukup kreatif jika hanya memenuhi
dua aspek dari tiga aspek yang ditentukan dan tidak kurang kreatif jika hanya memenihi satu aspek
dari tiga aspek kreatifitas yang ditentukan.
Sampel penelitian ini terdiri dari 41 mahasiswa jurusan pendidikan matematika. Mahasiswa
diberikan soal yang bersifat open ended dan diminta menuliskan hasil pemikiran/ide selesaian soal
terbuka yang diberikan dengan jelas dan benar. Di sisi lan, dikaji mengenai aspek kreatifitas dalam
menyelesaikan permasalahan vektor kemudian ditentukan indikator yang digunakan dalam
menganalisis data. Kemudian hasil pekerjaan mahasiswa dianalisis berdasar indikator kreatifitas
dan dipilih tiga hasil selesaian yang dapat mewakili indikator yang ditentukan.
Langkah penelitian kualitataif pada penelitian ini mengikuti lima langkah (Fraenkel, Wallen,
& Hyun, 2012) yaitu: (1) identifikasi fenomena/fakta yang akan dikaji, dalam penelitian ini adalah
kreatifitas mahasiswa dalam menyelesaikan soal terbuka materi vector, (2) identifikasi subjek
penelitian, 41 mahasiswa tingkat tiga dan studi litelatur untuk menentukan indikator berfikir kritis
yang digunakan, (3) Dugaan umum, cara menyelesaikan soal terbuka vektor dapat menggambarkan
kreatifitas mahasiswa, (4) Mengumpulkan data, hasil jawaban mahasiswa dan data dianalisis
menggunakan indikator berfikir kritis, dan (5) Interpretasi dan simpulan, dengan menggunakan
indikator untuk mendeskripsikan hasil pekerjaan siswa dan menyimpulkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini diperoleh dari hasil pengerjaan soal oleh mahasiswa. Dipilih
permasalahan yang menarik untuk dibahas dan dapat memuat kriteria berfikir kritis mahasiswa pada
materi vector. Gambar 1 di bawah ini merupakan permasalahan yang akan dibahas.
Gambar 1. Soal Jarak Titik dan Bidang pada R3
Soal tersebut meminta mahasiswa menyajikan 2 cara berbeda untuk menemukan jarak titik
ke bidang yang ditentukan. Jika mahasiswa lebih jeli dan cermat, persamaan bidang yang diberikan
tidak memuat bidang Y, atau dengan kata lain persamaan tersebut adalah persamaan garis. Namun
mahasiswa terpaku dengan bidang R3 dan rumus jarak titik ke bidang.
Jawaban Mahasiswa A terhadap ditampilkan pada Gambar 2 di bawah ini.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 319
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Gambar 2. Jawaban Mahasiswa A terhadap Soal Pertama
Jawaban Mahasiswa A di atas menunjukkan bahwa mahasiswa kreatif dalam menyelesaikan
masalah. Hal ini dapat dilihat dari terpenuhinya aspek kelancaran, keaslian dan keluwesan berdasar
indikator yang telah ditentukan. Mahasiswa memenuhi aspek kelancaran karena dapat memberikan
jawaban yang tepat dan benar, memperinci jawaban dengan memberikan ilustrasi gambar dan
menuliskan rumus yang digunakan dan menyajikan lebih dari satu cara selesaian yaitu
menggunakan rumus jarak titik terhadap bidang dan proyeksi vektor. Aspek keaslian terpenuhi
berdasarkan kejelasan mahasiswa menyajikan ide selesaian dengan cara sendiri. Aspek keluwesan
mahasiswa dilihat dari terpenuhinya indicator untuk menuliskan lebih dari satu cara selesaian
dengan tepat dan benar. Mahasiswa A menggunakan rumus jarak titik ke bidang dan konsep
proyeksi dengan tepat dan benar untuk menyelesaikan masalah yang diberikan.
Mahasiswa B menyelesaikan permasalahan yang diberikan menggunakan lebih dari satu
cara namun pada cara kedua terdapat kesalahan perhitungan sehingga indikator memberikan
jawaban dengan tepat dan benar tidak terpenuhi. Hasil jawaban Mahasiswa B disajikan pada
Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Jawaban Mahasiswa B terhadap Soal Pertama
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 320
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Berdasar jawaban Mahasiswa B dan indicator kreatif yang telah peneliti tetapkan,
Mahasiswa B dapat dikatakan cukup kreatif dalam menyelesaikan permasalahan vektor. Hal ini
dikarenakan terpenuhinya aspek keluwesan dan keaslian namun tidak kelancaran. Aspek keluwesan
dapat dilihat dari pendekatan lain yang disajikan mahasiswa untuk menyelesaikan permasalahan
yang diberikan dengan jelas. Dengan kata lain, mahasiswa dapat memberikan lebih dari satu cara
menjawab dan melakukan pendekatan berbeda dengan jelas. Aspek keaslian dapat dilihat dari
mahasiswa menyampaikan ide penyelesaian masalah dengan bahasa atau kalimatnya sendiri.
Ketidak terpenihnya aspek kelancaran dapat dilihat dari kesalahan mahasiswa dalam melakukan
perhitungan perkalian dot vector. Hal ini Nampak pada angka yang peneliti lingkari saat membaca
sajian penyelesaian masalah Mahasiswa B pada Gambar 3 di atas.
Hasil pemikiran Mahasiswa C disajikan pada Gambar 4 di bawah ini.
Gambar 4. Jawaban Mahasiswa C terhadap Soal Pertama
Hasil pekerjaan mahasiswa pada gambar di atas menunjukkan bahwa mahasiswa kurang
kreative dalam menyelesaikan permasalahan. Hal ini karena hanya terpenuhinya aspek keaslian,
namun tidak terpenuhinya aspek kelancaran dan keluwesan. Terpenuhinya aspek keaslian jawaban
Mahasiswa C dapat dilihat dari cara mahasiswa menyampaikan ide secara tertulis yang sesuai
dengan pemikiran mahasiswa. Aspek keaslian juga didukung dengan adanya pengemukaan ide
berbeda mahasiswa dalam jawaban tersebut (tulisan mahasiswa di bagian bawah pada gambar).
Tidak terpenuhinya aspek keluwesan Mahasiswa C dapat dilihat dari ketidakjelasan pendekatan
selesaian lain yang coba dituliskan Mahasiswa B. Aspek kelancaran tidak dapat dipenuhi pada
indikator memberikan jawaban dengan lebih dari 1 cara, karena kedua cara yang dituliskan sama.
Hasil sajian selesaian masalah mahasiswa yang telah dipaparkan di atas merupakan
perwakilan dari mahasiswa yang memiliki kreatifitas tinggi, sedang dan kurang, dengan indicator
yang telah ditetapkan peneliti. Sebaran aspek kreatifitas dalam menyelesaikan masalah vector dari
seluruh ruang sampel, kelas, disajikan pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Sebaran Aspek Kreatifitas Menyelesaikan Masalah Vector secara Klasikal
Aspek Kreatifitas Kelancaran Keluwesan Keaslian
Banyak Mahasiswa 15 5 39
Persentase Mahasiswa 36% 12% 95%
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 321
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Tabel di atas menyampaikan bahwa aspek kreatifitas yang kurang dimiliki mahasiswa
adalah aspek keluwesan. Dengan kata lain, sebagian besar mahasiswa tidak melakukan pendekatan
lain dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Hal ini dapat terjadi karena tidak terbiasanya
mahasiswa menyelesaikan permasalahan dengan menggunakan lebih dari satu ide penyelesaian.
Kurangnya aspek keluwesan dapat digunakan sebagai indicator kemampuan mahasiswa mengaitkan
materi satu dengan materi yang lain sehingga mahasiswa tidak menemukan ide selesaian lain selain
rumus jawak titik ke bidang. Kurang dari 50% mahasiswa tidak tepat dalam perhitungan dan
menyajikan ide selesaian yang ditemukan. Hal ini dapat dilihat dari persentase aspek kelancaran
yang hanya 36%. Kurangnya aspek kelancaran ditemukan karena kesalahan mahasiswa dalam
mengaplikasikan rumus yang akan digunakan dan kesalahan memahami konsep jarak titik ke
bidang, selain kesalahan perhitungan. Aspek keaslian di tidak terpenuhi oleh 2 mahasiswa dari 41
mahasiswa karena ketidakjelasan ide yang disampaikan. Berdasar hasil persentase sebaran aspek
kreatifitas, secara klasikal dapat dikatakan bahwa kemampuan mahasiswa dalam menyelesaikan
masalah vector adalah kurang kreatif.
Amidi (2018) dan Murtafiah (2017) pada penelitiannya menyatakan bahwa kemampuan
berfikir kreatif mahasiswa berbeda sesuai dengan kemampuan mahasiswa. Pada penelitiannya,
Amidi (2018) dan Mutafiah (2017), menyimpulkan bahwa mahasiswa dengan kemampuan tinggi
cenderung memiliki kreatifitas yang tinggi, mahasiswa dengan kemampuan sedang cenderung
memiliki kreatifitas sedang, dan mahasiswa dengan kemampuan kurang cenderung memiliki
kreatifitas yang kurang. Pada penelitian ini peneliti tidak memperhatikan aspek kemampuan
mahasiswa, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa mahasiswa yang kreatif memiliki kemampuan
tinggi. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa secara tidak langsung, mahasiswa yang memiliki
kemampuan tinggi akan cenderung kreatif dalam menyelesaikan permasalahan yang diberikan.
Pada Taberl 3 di bawah ini disajikan persentase mahasiswa kreatif, cukup kreatif dan kurang kreatif
dalam menyelesaikan masalah vector.
Tabel 3. Persentase Tingkat Kreatifitas Mahasiswa
Tingkat Kemampuan
Kreatifitas Kreatif
Cukup
Kreatif
Kurang
Kreatif
Persentase 10 % 22% 68%
KESIMPULAN
Berdasar hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa aspek kreatifitas keluwesan kurang
dimiliki mahasiswa dalam menyelesaikan masalah yang diberikan. Hal ini nampak dari tidak
beragamnya sajian hasil selesaian masalah yang dituliskan mahasiswa atau mahasiswa tidak
menyajikan lebih dari satu jawaban. Setelah aspek keluwesan, aspek kelancaran banyak tidak
terpenuhi disebabkan karena kesalahan mahasiswa dalam perhitungan, kesalahan mahasiswa dalam
menggunakan/ mengaplikasikan ide yang diperoleh. Aspek keaslian banyak dimiliki mahasiswa
karena mahasiswa menulskan ide selesaian dengan kalimat mereka sendiri dan dituliskan secara
jelas.
Hasil analisis dan temuan penelitian menunjukkan bahwa perlu adanya pembelajaran yang
dapat membantu dan memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melatih kemampuan kreatif
dalam menyelesaikan masalah. Selain itu perlu adanya kesempatan dan wawasan mahasiswa untuk
mengaitkan antar konsep dalam pembelajaran matematika. Tentusaja, motivasi mahasiswa sendiri
perlu dibangun untuk tidak mudah menyerah ketika belum menemukan cara lain dalam
menyelesaikan masalah yang diberikan. kesempatan yang dibuat dan diberikan lingkungan belajar
dan motivasi diri akan membangun pribadi yang kreatif dalam menyelesaikan masalah akademik
terlebih lagi masalah dalam kehidupan dunia nyata.
DAFTAR RUJUKAN
Amidi. (2018). Kemampuan Berfikir Kreatif Mahasswa Semester 1 pada Mata Kuliah Matematika
Dasar. PRISMA (Prosiding Seminar Nasional Matematika) (pp. 936-942). Semarang:
PRISMA.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 322
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Elfitra. (2017, Mei 6). Penerapan Strategi Treffinger untuk Meningkatkan Kemampuan Berfikir
Kreatif Mahasiswa dengan R Program pada Mata Kuliah Metode Statistik. Peran Alumni
Matematika dalam Membangun Jejaring Kerja dan peningkatan Kualitas Pendidikan, pp. 1-
13.
Fraenkel, J. R., Wallen, N. E., & Hyun, H. H. (2012). How to Design and Evaluate Research in
Education (8th ed.). New York: Mc Graw Hill.
Marliani, N. (2015). Peningkatan Kemampuan Berfikir Kreatif Matematis Siswa Melalui Model
Pembelajaran Missouri Mathematics project (MMP). Jurnal Formatif, 5(1), 14-25.
Mihajlović, A., & Dejić, M. (2015). Using Open-Ended Problem Posing Activities in Elementary
Mathematics Classroom. The 9th International MCG Conference (pp. 34-40). Sinia,
Romania: MCG Conference.
Mursidik, E. M., Samsiyah, N., & Rudyanto, H. E. (2015). Kemampuan Berfikir Kreatif dalam
Memecahkan Masalah Matematika Open Ended Ditinjau dari Tingkat kemampuan
Matematika pada Siswa Sekolah Dasar. Journal Pedagogia, 23-33.
Murtafiah, W. (2017). Profil Kemampuan Berfikir Kreatif Mahasiswa dalam Mengajukan Masalah
Persamaan Differensial. JIPM (Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika), 2(5), 72-83.
Novita, R., & Putra, M. (2016, January). Using Task Like PISA's Problems to Support Student's
Creativity in Mathematics. Journal on Mathematics Education, 7(1), 31-42.
Panaoura, A., & Panaoura, G. (2014, June). Teacher's Awareness of Creativity in Mathematical
Teaching and Teir Practice. IUMPST: The Journal, 4, 1-11.
Putri, O. R. (2017, Juni). Pengembangan Buku Siswa Bbercirikan Open Ended Mathematics
Problem untuk Membangun Berfikir Kreatif. Jurnal Silogisme: Kajian Ilmu Matematika dan
pembelajarannya, 2(1), 7-14.
Setiyani. (2013). Mengembangkan Kemampuan Berfikir Kreatif Sswa Melalui pembelajaran Topk
Bangun Ruang Sisi Datar. Prosiding Seminar Nasional Matematika VII INNES (pp. 351-
360). Semarang: UNNES.
Siswono, T. Y. (2011, July). Level of Student's Creative Thinking in Clasroom Mathematics.
Educational Research and Review, 6(7), 548-553.
U.S, S. (2012). Peran Berfikir Kreatif dalam Proses Pembelajaran Matematia. Jurnal Formatif, 2(3),
248-262.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 323
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA MAHASISWA (LKM) BERBASIS SCAFFOLDING
UNTUK MEMAHAMKAN KONSEP FUNGSI PADA MAHASISWA
Arif Hidayatul Khusna Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Malang
e-mail: [email protected]
Abstrak: Mahasiswa baru mengalami miskonsepsi pengertian fungsi sehingga diperlukan
LKM sebagai media pembelajaran sebagai upaya untuk memahamkan konsep fungsi baru.
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan bagaimana pengembangan LKM berbasis
scaffolding untuk memahamkan konsep fungsi pada mahasiswa baru yang valid dan praktis. Model
pengembangan yang digunakan adalah model pengembangan Borg&Gall (1983) yang terdiri dari 4
tahap yaitu pengumpulan informasi, perencanaan, pengembangan produk, dan uji coba produk.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah lembar validasi LKM dan lembar respon mahasiswa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa LKM yang dikembangkan memenuhi kategori valid dengan
skor 3,7 dan memenuhi kategori praktis dengan skor 3,7.
Kata Kunci: LKM Scaffolding, Pemahaman Konsep Fungsi
PENDAHULUAN
Materi fungsi merupakan materi yang dipelajari dalam beberapa bidang matematika seperti
aljabar dan analisis. Materi fungsi selalu menjadi materi yang pertama kali dibahas. Hal ini
menunjukkan bahwa materi fungsi merupakan materi yang penting untuk dipahami sebagai dasar
untuk mempelajari materi-materi selanjutnya pada bidang matematika. Clement (2001) menyatakan
bahwa konsep fungsi berhubungan dengan variabel, parameter yang berubah, menginterpretasi dan
menganalisis grafik sehingga mahasiswa harus memahami konsep fungsi. Lebih lanjut pada standar
pembelajaran matematika mahasiswa harus memahami pola, relasi dan fungsi (NCTM, 2000).
Berdasarkan hasil tes dan observasi pada mahasiswa semester pertama program studi
pendidikan matematika tingkat pemahaman mahasiswa terhadap materi fungsi cenderung masih
rendah. Hal ini terlihat dari hasil jawaban mahasiswa ketika diminta untuk memberikan pendapat
tentang pengertian fungsi. 80% mahasiswa menjawab fungsi merupakan istilah dimatematika yang
berhubungan dengan titik puncak, sumbu simetri, nilai maksimum, nilai minimum, variabel, dan
konstansta dan terkait aljabar. Beberapa mahasiswa percaya bahwa fungsi pasti berbentuk aljabar
(Tall,1998;Williams,1998)
Scaffolding merupakan strategi pembelajaran yang dapat meningkatkan pemahaman
mahasiswa terhadap suatu konsep baik konsep yang telah diketahui siswa maupun konsep yang
baru. Pada pembelajaran berbasis scaffolding siswa difasilitasi untuk mengembangkan konsep yang
telah dipelajari sebelumnya (Stuyf, 2000). Scaffolding merupakan teknik pemberian dukungan
belajar secara terstruktur, yang dilakukan pada tahap awal untuk mendorong mahasiswa untuk dapat
memahami konsep secara benar (Chang, Sung, & Chen, 2002). Wood, Bruner, dan Ross
menyatakan bahwa ide scaffolding untuk menggambarkan cara belajar anak yang dapat didukung,
dukungan pada akhirnya dihapus ketika anak dapat belajar secara mandiri. (Anghileri, 2006).
Pemberian dukungan belajar berarti pemberian bimbingan secara bertahap sehingga mahasiswa
mampu memahami suatu konsep. Pemberian bimbingan dapat berupa pemberian petunjuk,
pemberian suatu permasalahan atau suatu contoh analogi.
Pembelajaran melalui pemberian LKM berbasis scaffolding diharapkan mampu
memahamkan konsep fungsi pada mahasiswa. Tujuan pembuatan LKM adalah untuk
memaksimalkan aktivitas mahasiswa dalam mempelajari materi fungsi. Menurut Anghileri (2006)
pembelajaran berbasis scaffolding memiliki tiga level. Level pertama adalah Environmental
Provisions, level kedua adalah Explaining, Reviewing, and Restructing, dan level ketiga adalah
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 324
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Developing Conceptual Thinking. Level yang digunakan pada LKM ini adalah level dua yaitu
reviewing. Aktivitas reviewing ini digolongkan menjadi tiga kategori yaitu: 1) mengajak mahasiswa
untuk melihat, menyentuh dan melisankan (look, touch, and verbalise); 2) mahasiswa menjelaskan
dan memberikan pembenaran (explain and justify); 3) menafsirkan tindakan dan bicara mahasiswa
(intepreting students’ action and talk). Penerapan pada LKM berbasis scaffolding meliputi 1) look,
touch, and verbalise dimana terdapat perintah kepada mahasiswa untuk menuliskan apa yang
diketahui pada permasalahan yg diberikan, 2) explain and justify dimana a mahasiswa diminta
untuk menganalisis kebenaran konsep yang diberikan, 3)prompting and probing dimana terdapat
pertanyaan yang mendorong dan menggali pengetahuan mahasiswa untuk menjawab dengan benar.
METODE PENELITIAN
Pengembangan LKM menggunakan model pengembangan Borg&Gall (1983) yang terdiri
dari empat tahap yaitu (1) tahap pengumpulan informasi, yaitu tahap peneliti menemukan
permasalahan tentang miskonsepsi yang dialami oleh mahasiswa. Kemudian peneliti melakukan
tinjauan pustaka dengan tujuan menghasilkan suatu solusi bagi permasalahan yang ditemukan. (2)
tahap perencanaan, yaitu tahap dimana peneliti memutuskan solusi yang tepat untuk menyelesaikan
permasalahan yang ditemukan. Selain itu pada tahap perencanaan peneliti juga menentukan
instrumen-instrumen yang digunakan dalam penelitian untuk mengumpulkan data yang akurat. (3)
tahap pengembangan produk, yaitu tahap dimana peneliti melakukan proses mengembangkan suatu
produk beserta instrumen penelitian. Kemudian peneliti melakukan proses validasi kepada validator
terpilih untuk menguji kevalidan produk yang dikembangkan sebelum produk tersebut diuji coba.
(4) tahap uji coba produk, yaitu tahap dimana peneliti menerapkan produk yang telah valid dan
sudah direvisi berdasarkan saran dari validator.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) lembar validasi LKM untuk
mengetahui kevalidan dari LKM yang dikembangkan, 2) angket respon mahasiswa untuk
mengetahui tingkat keprakisan LKM. Masing-masing instrumen penelitian memuat indikator-
indikator yang telah disesuaikan dengan apa yang akan diukur.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam mengembangkan LKM berbasis scaffolding peneliti menggunakan empat tahapan.
Tahap pertama adalah tahap pengumpulan infomasi. Pada tahap ini peneliti menemukan
miskonsepsi pada mahasiswa baru tentang konsep fungsi. Pengumpulan data tentang miskonsepsi
tersebut diperoleh peneliti dengan cara meminta mahasiswa untuk menuliskan definisi fungsi
(secara informal) berdasarkan apa yang telah mereka peroleh dari Sekolah Menengah Atas (SMA).
Hasilnya 80% mahasiswa menjawab fungsi merupakan istilah dimatematika yang berhubungan
dengan titik puncak, sumbu simetri, nilai maksimum, nilai minimum, variabel, dan konstansta dan
terkait aljabar. Berdasarkan data yang telah diperoleh tersebut peneliti kemudian melakukan
tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka dilakukan dengan mengkaji beberapa teori. Peneliti membaca
berbagai literatur tentang 1) metode pembelajaran, 2) bahan ajar yang bertujuan untuk mengetahui
indikator kualitas bahan ajar, 3) teori perkembangan peserta didik yang bertujuan untuk mengetahui
skema berpikir mahasiswa baru sehingga tercapai pemahaman yang benar tentang konsep fungsi.
Setelah peneliti melakukan tinjauan pustaka peneliti melakukan tahap ketiga yaitu tahap
perencanaan. Pada tahap ini peneliti memutuskan menggunakan LKM berbasis scaffolding untuk
memahamkan konsep fungsi pada mahasiswa baru. Agar LKM yang dikembangakan peneliti
berkualitas maka LKM haruslah memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif. Untuk mengukur
kevalidan LKM peneliti menggunakan lembar validasi LKM yang diisi oleh seorang validator yaitu
dosen matematika. Lembar angket respon mahasiswa digunakan untuk mengetahui tingkat
kepraktisan LKM berbasis scaffolding yang telah dikembangkan.
Tahap selanjutnya adalah tahap pengembangan produk. Terdapat tiga kegiatan pokok pada
tahap ini yaitu kegiatan mengembangkan LKM berbasis scaffolding, kegiatan mengembangkan
instrumen penelitian, dan kegiatan validasi produk LKM.
1. Kegiatan mengembangkan LKM berbasis scaffolding
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 325
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
LKM yang dikembangkan oleh peneliti dirancang berbasis scaffolding. LKM berisikan review
materi dan bercirikan pertanyaan-pertanyaan arahan yang dapat menggiring mahasiswa menemukan
konsep. Konsep yang dimaksud pada penelitian ini merupakan konsep secara informal. Pada LKM
ini terdapat tiga tahapan antara lain 1) look, touch, and verbalise dimana terdapat perintah kepada
mahasiswa untuk menuliskan apa yang diketahui pada permasalahan yg diberikan, 2) explain and
justify dimana mahasiswa mahasiswa diminta untuk menganalisis kebenaran konsep yang diberikan,
3) prompting and probing dimana terdapat pertanyaan yang mendorong dan menggali pengetahuan
mahasiswa untuk menjawab dengan benar.
Gambar 1. Aktivitas Pertama
Gambar 1. Aktivtias Pertama Pada LKM
Aktivitas pertama pada LKM ditunjukkan oleh Gambar 1. Aktivitas tersebut merupakan aktivitas
yang bercirikan prompting and probing. Pada Gambar 1 mahasiswa diminta untuk mengggali
pengetahuan mereka sebelumnya tentang konsep relasi. Agar jawaban mahasiswa tidak kacau
peneliti memberikan bantuan dengan cara memberikan kalimat yang belum lengkap. Cara tersebut
termasuk memberikan dukungan tahap pertama pada pembelajaran berbasis scaffolding
Gambar 2. Aktivitas Kedua
Gambar 2 menunjukkan ativitas kedua. Aktivitas juga berkarakteristik prompting and probing yaitu
mahasiswa diberikan bantuan berupa pemberian contoh fungsi dan bukan fungsi. Kemudian
meminta mahasiswa untuk mendefinisikan pengertian fungsi berdasarkan bantuan yang diberikan.
Gambar 3. Aktivitas Ketiga
Pada aktivitas ketiga mahasiswa diberikan bantuan berupa contoh dengan berdasarkan pada
aktivitas sebelumnya. Diharapkan mahasiswa dapat menghubungkan contoh yang diberikan dengan
aktivitas pertama sehingga dapat memberikan pengertian invers yang tepat. Pada aktivitas ketiga
ini masih menggunakan prompting and probing sampai pada aktivitas kelima..
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 326
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Gambar 4. Aktivitas Keempat
Aktivitas keempat meminta mahasiswa untuk mengubah contoh pada aktivitas ketiga sehingga
berhubungan dengan aktivitas kedua. Serta pada kegiatan ini mahasiswa diminta untuk menjelaskan
jawaban mereka sesuai dengan pengetahuan yang diperoleh dari aktivitas sebelumnya. Aktivitas
serupa juga terdapat pada aktivitas kelima berikut ini.
Gambar 5. Aktivitas kelima
Aktivitas keenam berkarakteristik look, touch, and verbalise dimana terdapat perintah kepada
mahasiswa untuk menuliskan apa yang diketahui pada permasalahan yg diberikan. Mahasiswa
diminta untuk menyebutkan syarat suatu fungsi dimana inversnya juga merupakan fungsi
berdasarkan hasil dari aktivitas sebelumnya.
Gambar 6. Aktivitas keenam
Pada aktivitas terakhir mahasiswa diminta untuk explain and justify yaitu mahasiswa diminta untuk
menganalisis kebenaran konsep yang diberikan.
Gambar 7. Aktivitas Ketujuh
2. Kegiatan mengembangkan instrumen penelitian
Instrumen yang pertama dibuat adalah instrumen validasi LKM. Indikator dari instrumen validasi
antara lain isi dari LKM, struktur LKM, karaketristik scaffolding, serta peningkatan pemahaman
konsep. Instrumen kedua yang dibuat adalah angket respon mahasiswa. Angket ini menggunakan
skala 4. Dalam angket ini memuat indikator untuk mengukur kepraktisan LKM yaitu kemudahan
dalam memahami petunjuk dan masalah yang terdapat pada LKM, pemberian kesempatan untuk
menyatakan gagasan dan menyelesaikan masalah yang diberikan, serta terjadinya pembelajaran
yang komunikatif.
3. Kegiatan validasi LKM
Validasi dilakukan pada pakar pendidikan matematika yaitu salah satu dosen matematika. Hasil
validasi memperoleh skor 3,6. Hal ini menunjukan bahwa LKM tersusun secara sistematis dari segi
isi, struktur, karakteristik scaffolding, serta dapat digunakan dengan tujuan meningkatkan
pemahaman konsep fungsi. Terdapat sedikit revisi yaitu untuk kesalahan pengetikan.
Tahap pengembangan selanjutnya adalah tahap ujicoba. Pada tahap ini LKM diujicobakan
kepada mahasiswa. Pada saat ujicoba kelas juga diseting dengan pembelajaran berbasis scaffolding
untuk memaksimalkan kualitas pembelajaran. Setelah kegiatan pembelajaran berakhir mahasiwa
diberikan angket respon mahasiswa. berdasrakan hasli angket tersebut LKM yang dikembangkan
mendapatkan skor 3,7. Hal ini berarti LKM yang dikembangkan bersifat parktis.
KESIMPULAN
LKM berbasis scaffolding yang valid dan praktis untuk memahamkan materi fungsi pada
mahasiswa baru dikembangkan melalui empat tahap berdasarkan model pengembangan Borg&Gall
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 327
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
(1998) yaitu tahap pengumpulan informasi, tahap perencanaan, tahap pengembangan, dan tahap
ujicoba produk. Penerapan pada LKM berbasis scaffolding meliputi 1) look, touch, and verbalise
dimana terdapat perintah kepada mahasiswa untuk menuliskan apa yang diketahui pada
permasalahan yg diberikan, 2) explain and justify dimana a mahasiswa diminta untuk menganalisis
kebenaran konsep yang diberikan, 3)prompting and probing dimana terdapat pertanyaan yang
mendorong dan menggali pengetahuan mahasiswa untuk menjawab dengan benar.
LKM yang dikembangkan divalidasi oleh validator ahli dan memperoleh nilai 3.6. Hal ini
berarti bahwa LKM tersusun secara sistematis dari segi isi, struktur, karakteristik scaffolding, serta
dapat digunakan dengan tujuan meningkatkan pemahaman konsep fungsi. Hasil angket respon
mahasiswa juga menunjukka kategori praktis. Hal ini dilihat dari skor yang diperoleh dari hasil
angket sebesar 3.7. Dengan kata lain LKM yang dikembangkan dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Anghileri, J. (2006). Scaffolding Practices That Enhance Mathematics Learning. Journal of
Mathematics Teacher Education (9) :33-52
Clement, L.L. (2001). What Do Students Really Know about Functions. Connnecting Research to
Teaching Vol.94 (9)
Chang, K., Chen, I., & Sung, Y. (2002). The effect of concept mapping to enhance text
comprehension and summarization. The Journal of Experimental Education 71(1), 5-23.
Gall, M.D., Gall, J. P., & Borg, W. R. (2003). Educational Research: An Introduction (7th
edition).
Boston, MA: Allyn and Bacon.
National Council of Teachers Mathematics (NCTM). 2000. Principles and Standars for School
Mathematics.
Tall, David. (1996). Function and Calculus. International al Handbook of Mathematic Education
Vol.4: 289-325
Williams, C.G. (1998). Using Concept Maps to Assess Conceptual Knowledge of Functions.
Journal for Research in Mathematics Education Vol. 29 : 414-441.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 328
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
PENINGKATAN KEMAMPUAN MENELAAH TEKS EKSPLANASI MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN CRITICAL THINKING PADA SISWA
KELAS XI SMA NEGERI 1 LABUAPI
1Baiq Desi Milandari;
2Nurul Hasanah
1Universitas Muhammadiyah Mataram
2SMA Negeri 1 Labuapi
e-mail: [email protected]
Abstrak; Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan kemampuan menelaah
teks eksplanasi melalui model pembelajaran critical thinking pada siswa kelas XI MIPA 1 SMA
Negeri 1 Labuapi. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan subjek penelitian
siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Labuapi yang berjumlah 23 siswa. PTK ini dilaksanakan dua
siklus. Tiap siklus dilaksanakan dalam satu kali pertemuan. Pengumpulan data dilakukan melalui
teknik observasi dan penugasan. Analisis data dilakukan menggunakan rumus ketutasan belajar.
Hasil penelitian ini ialah adanya peningkatan hasil belajar yang diperoleh melalui evaluasi belajar.
Pada siklus I, rata-rata hasil belajar siswa tergolong masih rendah yakni 66.67 dengan persentase
ketuntasan 43.5%. Hasil siklus II, rata-rata hasil belajar siswa sudah mengalami peningkatan yang
signifikan dan memenuhi standar ketuntasan belajar yaitu 76.2 dengan persentase ketuntasan 91%.
Dengan demikian, kemampuan menelaah teks eksplanasi menggunakan model pembelajaran
critical thinking pada siswa XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Labuapi telah mencapai indikator kinerja
standar ketuntasan belajar minimal yakni 75%.
Kata Kunci: Peningkatan, Teks Eksplanasi, Critical Thinking
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan sarana berkomunikasi antar individu yang ada di dunia. Setiap orang
tentu menginginkan dirinya dapat menguasai bahasa. Penguasaan bahasa dapat dilakukan melalui
proses pembelajaran bahasa. Melalui bahasa, seseorang dapat mengembangkan pemikiran,
pengalaman, serta pengetahuan. Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah saat ini bertujuan untuk
mempersiapkan siswa agar mampu berpikir kritis terhadap setiap permasalah. Pembelajaran bahasa
Indonesia tidak hanya terbatas pada kemampuan bahasa secara teknis yang terpisah, melainkan
terangkai dalam teks dan konteks.
Hal semacam itu tampaknya belum mampu dilakukan siswa secara keseluruhan. Butuh
adanya usaha-usaha yang dilakukan guru untuk membantu siswa mencapai tujuan itu. Terlebih
Kurikulum 2013 yang dipakai pada setiap sekolah berlandaskan pada pendekatan sintifik. Dengan
demkian, para peserta didik diminta untuk dapat berpikir kritis dan ilmiah. Selain itu, penetapan
K13 sebagai kurikulum pendidikan nasional digunakan dalam rangka meningkatkan kualitas
pendidikan di Indonesia. Kurikulum ini menuntut adanya kreativitas dari guru guna terlaksananya
kegiatan pembelajaran yang dapat meningkatkan minat belajar dari para siswa. Kreativitas yang
dihasilkan oleh guru dapat berasal dari keterampilannya menggunakan model pembelajaran.
Penerapan model pembelajaran yang tepat akan menghasilkan suasana yang lebih variatif,
inovatif, dan menyenangkan. Hal ini penting sebagai upaya meningkatkan minat siswa yang masih
rendah agar apa yang ingin dicapai melalui proses pembelajaran tersebut tercapai secara maksimal.
Tujuan yang ingin dicapai dalam hal ini adalah siswa mampu menguasai setiap bidang kebahasaan
seperti keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis secara terintegrasi.
Pembelajaran bahasa Indonesia dalam K13 adalah berbasis teks. Oleh karena itu, teks dipelajari
melalui pengintegrasian keterampilan berbahasa. Pengintegrasian tersebut dapat berupa aktivitas
menelaah suatu teks. Salah satu materi di dalam pelajaran Bahasa Indonesia tingkat SMA ialah
materi tentang teks eksplanasi.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 329
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Teks eksplanasi merupakan salah satu teks yang bersifat faktual. Karena sifatnya faktual,
maka dituntut adanya pemikiran yang kritis dari para siswa dalam menelaah teks tersebut. Telebih
lagi pada siswa SMA yang secara psikologi telah mampu berpikir kritis. Salah satu model
pembelajaran yang dapat digunakan dalam berpikir kritis ialah model critical thinking.
Critical thinking adalah proses disiplin intelektual aktif dan kemahiran dalam mengonsep,
menerapkan, menyintesa, dan atau mengevaluasi informasi dari hasil pengumpulan atau
ditimbulkan dari pengamatan, pengalaman, perenungan, penalaran atau komunikasi sebagai
petunjuk yang dapat dipercaya dan dalam bertindak (Ivone, 2010: 1-2). Dalam menelaah sebuah
teks eksplanasi dbutuhkan kecerdasan dalam mengonsep dan mengevaluasi informasi yang tertuang
dalam teks berdasarkan pada pengalaman, pengetahuan, dan penalaran. Oleh sebab itu, peneliti
menggunakan pendekatan critical thinking untuk meningkatkan kemampuan menelaah teks
eksplanasi, peneliti menggunakan pendekatan critical thinking.
Menurut Salamah (2008 : 9), model Pembelajaran Critical thinking memiliki kelebihan di
antaranya: (1) Critical thinking digunakan untuk melatih siswa berpikir kritis, dan imajinatif,
menggunakan logika, menganalisis fakta-fakta dan melahirkan imajinatif atas ide-ide lokal dan
tradisional; (2) Critical thinking merupakan model pembelajaran yang dapat dikolaborasikan
dengan metode yang telah ada dan digunakan oleh guru selama proses pembelajaran; (3) Critial
thinking merupakan dua sisi mata uang, dan merupakan hal yang inhernt dalam kehidupan peserta
didik oleh karena itu dalam proses pembelajaran Critical Thinkig selalu berkaitandengan kehidupan
nyata sehingga memudahkan siswa untuk mengerti dan memahami manfaat dari isi pelajaran; (4)
Critical thinking menekankan pada nilai, sikap dan kepribadian, mental, emosional dan spiritual
sehingga peserta didik belajar dengan menyenagkan dan bergairah; (5) Melalui model pembelajaran
Critical thinking baik guru maupun siswa akan dapat memperoleh pengetahuan dan pengalaman.
Berdasarkan paparan di atas, peneliti mengambil penelitian dengan judul Peningkatan
Kemampuan Menelaah Teks Eksplanasi Melalui Model Pembelajaran Critical thinking Pada Siswa
Kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Labuapi. Rumusan masalah pada penelitian ini yaitu,
bagaimanakah peningkatan kemampuan menelaah teks eksplanasi melalui model pembelajaran
critical thinking pada siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Labuapi. Berdasarkan rumusan
masalah tersebut, tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui peningkatan kemampuan menelaah teks
eksplanasi melalui model pembelajaran critical thinking pada siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri
1 Labuapi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan untuk meningkatkan
kemampuan siswa menelaah teks eksplanasi. Tindakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan menggunakan pendekatan critical thinking untuk meningkatkan kemampuan menelaah teks
eksplanasi pada siswa kelas XI MIPA 1 di SMA Negeri 1 Labuapi. Proses pelaksaaan tindakan
melalui empat tahapan secara ulang (sebagai siklus) mulai dari (1) tahap perencanaan tindakan (2)
tahap pelaksaaan tindakan, (3) tahap pengamatan/observasi dan (4) tahap evaluasi dan refleksi.
Subjek penelitian adalah siswa kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 1 Labuapi yang berjumlah 23
orang terdiri atas 8 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Kegiatan ini dilaksanakan dua kali
siklus. Data diperoleh melalui (1) metode observasi yang dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan,
berupa rambu-rambu analisis proses kegiatan guru dan siswa dalam pembelajaran menelaah teks
eksplanasi; (2) data hasil belajar siswa melalui pemberian tes kemampuan pada akhir tiap-tiap
siklus; dan (3) metode dokumentasi yang berupa foto-foto tindakan selama proses pembelajaran
berlangsung. Metode analisis data dilakukan dengan menggunakan rata-rata nilai keseluruhan
(klasikal) dari materi yang dinilai dan persentase jumlah siswa yang memiliki nilai lebih atau sama
dengan standar minimal nilai.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus. Siklus I dilaksanakan pada Selasa, 25
September 2018 pukul 07.15-08.45 Wita. Siklus II dilaksanakan pada Rabu, 26 September 2018
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 330
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
pukul 9.15-10.45 Wita. Penelitian tersebut masing-masing dilaksanakan dalam satu kali pertemuan
(2 × 45 menit).
Setiap siklus dilaksanakan dalam empat tahapan yakni tahap perencanaan, pelaksanaan,
observasi dan refleksi. Tahap perencanaan dilakukan melalui kolaborasi peneliti dan guru dalam
melakukan perencanaan dan persiapan terkait dengan penelitian yang akan dilakukan yang meliputi
pembuatan RPP terkait dengan materi teks eksplanasi, menyusun lembar observasi untuk menilai
situasi belajar mengajar selama pembelajaran berlangsung (baik lembar observasi guru maupun
lembar observasi siswa), mempersiapkan media pembelajaran berupa lembar kerja siswa yang akan
digunakan pada saat pembelajaran berlangsung, membuat tes untuk mengetahui hasil belajar siswa
dalam menelaah teks eksplanasi, dan menyiapkan daftar hadir siswa.
Tahap pelaksanaan dilaksanakan sesuai dengan RPP yang telah disusun bersama. Pada
siklus I dan II, guru meminta siswa untuk menelaah teks eksplanasi dari segi struktur dan
kebahasaan. Akan tetapi, teks yang diberikan pada siklus I berbeda dengan siklus II. Dalam
kegiatan tersebut pun guru bertindak sebagai observer dengan melihat segala aktivitas yang terjadi
selama proses pembelajaran berlangsung. Hal ini penting untuk mengetahui sejauh mana
perkembangan dan keberhasilan melaksanakan proses pembelajaran sesuai dengan perencanaan.
Berikut hasil observasi pada siklus I akan digambarkan melalui diagram di bawah ini.
Gambar 1. Diagram Hasil Observasi Siswa Siklus I
Dari hasil persentase di atas, dapat dilihat bahwa kegiatan pembelajaran yang telah
terlaksana dan melibatkan semua siswa hanya sebesar 28%, yang melibatkan sebagian besar siswa
33%, sebagian kecil siswa 11%, dan kegiatan yang tidak melibatkan siswa berjumlah 28%.
Berdasarkan data tersebut, ditemukan beberapa hambatan, di antaranya kondisi kelas yang belum
kondusif akibat gempa, masih banyak siswa yang sibuk sendiri di kelas dan kurang memperhatikan
guru, belum memiliki keberanian mengungkapkan pendapat, dan waktu yang tidak mencukupi
sehingga kesempatan untuk melakukan penyimpulan dengan guru dan penyampaian kesan terkait
materi pembelajaran tidak terlaksana.
Selain data hasil observasi siswa, diperoleh pula data hasil observasi guru. Hasil ini
diperoleh dari pengamatan observer terhadap realisasi perencanaan yang telah disusun. Berikut hasil
observasi guru pada saat menyampaikan materi teks eksplanasi akan digambarkan melalui diagram
2 berikut.
28%
33%
11%
28%
Semua Siswa Sebagian Besar Siswa
Sebagian Kecil Siswa Tidak Ada Siswa
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 331
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Gambar 2. Hasil Observasi Guru Siklus I
Berdasarkan diagram tersebut, dapat dilihat bahwa 78% indikator telah dilaksanakan secara
maksimal. Ini berarti guru telah melaksanakan kegiatan dengan baik. Namun demikian, masih
terdapat 13% kegiatan yang dilaksanakan dengan kurang maksimal. Hal tersebut dikarenakan masih
terdapat adanya beberapa kekurangan, seperti kondusi kelas yang belum kondusif pasca gempa,
kondisi siswa yang belum siap belajar, dan waktu yang belum dikelola dengan baik.
Jika melihat data hasil observasi siswa dan guru pada siklus I, dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan pembelajaran menelaah teks eksplanasi masih belum terlaksana dengan maksimal
meskipun secara umum berjalan dengan baik dan lancar. Temuan hasil observasi pada siklus II
sedikit berbeda. Dalam pelaksanaan siklus II diperoleh hasil observasi yang telah mengalami
peningkatan daripada siklus I. berikut di diagram bawah ini menunjukkan hasil observasi siswa
pada siklus II.
Gambar 3. Hasil Observasi Siswa Siklus II
Jika melihat diagram di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan siswa pada siklus II
mengalami peningkatan dibanding dengan kegiatan siswa siklus I. Adanya peningkatan tersebut
dapat kita ambil dari jumlah persentase aktivitas yang dilakukan oleh siswa yakni 53%
dilaksanakan oleh semua siswa dan 47% dilakukan oleh sebagian besar siswa. Dengan demikian,
tidak ada indikator observasi yang tidak terlaksana. Begitu juga dengan hasil observasi guru pada
siklus II mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kegiatan guru pada siklus I. Berikut ini
hasil observasi guru di siklus II.
Gambar 4. Hasil Observasi Guru Siklus II
Berdasarkan diagram tersebut, terlihat adanya peningkatan aktivitas guru yang terjadi saat
proses pembelajaran pada siklus II. Dapat dilihat pada diagram di atas persentase kegiatan
maksimal yang dilakukan guru mencapai 95%. Ini artinya, guru telah melaksanakan pembelajaran
sesuai dengan rencana yang telah disusun.
53% 47%
0%
0%
Semua Siswa
Sebagian Besar Siswa
Sebagian Kecil Siswa
Tidak Ada Siswa
95%
5% 0%
Maksimal Kurang Maksimal Tidak Maksimal
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 332
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Setelah selesai melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rencana yang telah dibuat,
saatnya guru melakukan postes sebagai bentuk dari tahap evaluasi. Melalui evaluasi ini, bisa
diketahui kemampuan siswa dalam menelaah teks ekspanasi dengan menerapkan model
pembelajaran critical thinking. Adapun hasil evaluasi menelaah teks eksplanasi menggunakan
model pembelajaran critical thinking pada siklus I memperlihatkan bahwa persentase jumlah siswa
yang tuntas dan tidak tuntas mengalami perbedaan yang sangat jauh. Dapat dilihat bahwa siswa
yang tuntas masih di bawah rata-rata yaitu 43.5% dan yang belum tuntas berjumlah 56.5 %. Hal ini
menggambarkan bahwa akan ada upaya parbaikan yang akan dilakukan peneliti dengan
melaksanakan siklus II yang diharapkan mampu meningkatkan jumlah ketuntasan siswa dalam
proses menelaah teks eksplanasi menggunakan model pendekatan critical thinking.
Tabel 1. Rincian Hasil Evaluasi Siklus I
No Aspek yang diperhatikan Keterangan
1. Nilai tertinggi 80
2. Nilai terendah 60
3. Jumlah nilai keseluruhan 1533.5
4. Rata-rata kelas 66.67
5. Jumlah siswa yang tuntas 10
6. Jumlah siswa yang tidak tuntas 13
7. Persentase ketuntasan 43.5%
Indikator kinerja yang ditetapkan yakni rata-rata nilai kelas siswa ≥70 dengan ketuntasan
klasikal ≥ 75%. Dengan demikian, nilai rata-rata yang diperoleh masih belum memenuhi ketuntasan
belajar siswa sehingga harus ada perbaikan dengan melaksanakan siklus II.
Dari hasil siklus II, telah terjadi peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan dengan
hasil evaluasi pada siklus I. Berikut ini rincian hasil evaluasi siklus II.
Tabel 2. Rincian Hasil Evaluasi Siklus I
No Aspek yang diperhatikan Keterangan
1. Nilai tertinggi 88
2. Nilai terendah 61
3. Jumlah nilai keseluruhan 1753
4. Rata-rata kelas 76.2
5. Jumlah siswa yang tuntas 21
6. Jumlah siswa yang tidak tuntas 2
7. Persentase ketuntasan 91%
Dengan mendapatkan hasil 91%, ini berarti hasil evaluasi siklus II telah mengalami
peningkatan dan telah mencapai standar ketuntasan yaitu nilai rata-rata kelas ≥ 70 dengan
ketuntasan klasikal ≥ 75%. Oleh karena itu, penelitian yang mengangkat tentang kemampuan
menelaah teks eksplanasi dengan menggunakan model pembelajaran critical thinking telah
mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Untuk lebih jelasnya, peneliti akan memaparkan
melalui gambar grafik di bawah ini.
Gambar 5. Perbedaan Hasil Siklus I dan Siklu II
0
5
10
15
20
25
SiklusI
SiklusII
Siswa yang Tuntas
Siswa yang TidakTuntas
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 333
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Berdasarkan hasil penelitian dari siklus I sampai siklus II terlihat adanya peningkatan. Ini
berarti bahwa kemampuan menelaah teks eksplanasi siswa kelas XI MIPA 1 mengalami
peningkatan. Adanya peningkatan hasil tersbut tidak terlepas dari model pembelajaran yang
digunakan yakni model pembelajaran critical thinking. Melalui model pembelajaran tersebut siswa
memiliki kesempatan untuk menjawab segala pertanyaan-pertanyaan kecil yang ada dalam kepala
mereka sampai mereka mampu menjawab pertanyaan tersebut secara mandiri (Maro, 2016: 7).
Dengan adanya pertanyaan kecil di kepala siswa akan memudahkan mereka dalam proses menelaah
teks eksplanasi.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan menelaah teks eksplanasi menggunakan model pembelajaran critical thinking dapat
meningkat dari siklus I ke siklus II. Hasil evaluasi siklus I, rata-rata hasil belajar siswa tergolong
masih rendah yakni 66.67 dengan persentase ketuntasan 43.5%. Hasil evaluasi siklus II, rata-rata
hasil belajar siswa sudah mengalami peningkatan yang signifikan dan memenuhi standar ketuntasan
belajar yaitu 76.2 dengan persentase ketuntasan 91%. Dengan demikian, kemampuan menelaah
teks eksplanasi menggunakan model pembelajaran critical thinking pada siswa MIPA 1 SMA
Negeri 1 Labuapi telah mencapai indikator kinerja standar ketuntasan belajar minimal yakni 75%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian tindakan kelas ini. Tanpa
adanya bantuan dari pihak-pihak tersebut, tentunya PTK ini tidak dapat dibuat sesuai harapan.
Untuk itu, penelitia menyampaikan terima kasih kepada 1) Ristek Dikti, khususnya bidang
Belmawa yang telah memberikan hibah PDS, 2) Dekan FKIP Universitas Muhammadiyahh
Mataram yang telah memberikan izin untuk melaksanakan PDS di sekolah mitra, 3) Tim Hibah
PDS FKIP Universitas Muhammadiyah Mataram yang telah melibatkan peneliti sebagai anggota
PDS, 3) Kepala SMA Negeri 1 Labuapi yang menjadi mitra dalam pelaksanaan PDS, dan 4) Guru
mata pelajaran Bahasa Indonesia yang begitu banyak membantu dan memberikan masukan selama
pelaksanaan PDS dari awal hingga akhir kegiatan.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara
Ivone, July. 2010. “Critical thinking, Intelectual Skills, Reasoning And Clinical Reasoning”.
Diakses melalui http://repository.maranatha.edu/id/eprint/1652 pada tanggal 16 Oktober 2018
Maro, RK. 2016. “Strategi Pembelajaran K-13 Melatih Critical Thinking”. Diakses melalui
http://eprints.uad.ac.id/id/eprint/4935 pada tanggal 17 Oktober 2018
Salamah, 2008, Penggunaan Model Pembelajaran Yang Inovatif. Jakarta: Gramedia
Suherli, dkk. 2017. Buku Guru Bahasa Indonesia Kelas XI Revisi Tahun 2017. Jakarta: Pusat
Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 334
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
ANALISIS BIPLOT MENGGUNAKAN SINGULAR VALUE DECOMPOSITION PADA
PENGELOMPOKKAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA PROVINSI NTB
Baiq Pipin Sri Rohana1, Desy Komalasari
2, dan Ni Wayan Switrayni
3
1,2,3 Jurusan Matematika FMIPA Universitas Mataram
e-mail: [email protected]
Abstrak: Pembangunan manusia adalah suatu indikator keberhasilan pembangunan yang
menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan. Salah satu indikator yang bisa
digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan manusia adalah Indeks Pembangunan
Manusia (IPM). Terdapat banyak variabel yang mempengaruhi IPM di Provinsi NTB yaitu
diantaranya persentase kemiskinan, Upah Minimum Provinsi, buta huruf, laju pertumbuhan
ekonomi, pendidikan tertinggi yang ditamatkan, rata-rata kawin pertama wanita, jumlah sarana
kesehatan dan kepadatan penduduk. Penelitian ini bertujuan untuk mengelompokkan
kabupaten/kota berdasarkan karakteristik variabel-variabel yang mempengaruhi IPM dan
mengidentifikasi keragaman karakteristik IPM berdasarkan kabupaten/kota di Provinsi NTB dengan
metode analisis biplot. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh ukuran ketepatan biplot sebesar
71.9%. Hal ini menunjukkan bahwa interpretasi yang dihasilkan oleh biplot mampu memberikan
penyajian yang cukup baik mengenai informasi data yang sebenarnnya. Kabupaten/Kota di Provinsi
NTB yang memiliki kesamaan karakteristik terbagi menjadi 6 kelompok. Kelompok I yaitu Kota
Bima dan Kabupaten Sumbawa Barat, kelompok II yaitu Kabupaten Sumbawa dan Bima, kelompok
III yaitu Kabupaten Lombok Utara, kelompok IV yaitu Kabupaten Lombok Barat dan Dompu,
kelompok V yaitu Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Tengah, dan kelompok VI yaitu Kota
Mataram. Sedangkan karakteristik IPM yang memiliki keragaman terbesar di Provinsi NTB yaitu
Upah Minimum (X6).
Kata Kunci: Indeks Pembangunan Manusia, Analisis Biplot, Singular Value Decomposition
PENDAHULUAN
Pembangunan manusia merupakan suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan bagi
masyarakat khususnya pendapatan, kesehatan dan pendidikan. Pembangunan manusia tidak dapat
berhasil tanpa adanya kerjasama antara masyarakat dan pemerintah. Dalam hal ini pemerintah
mempunyai peranan penting untuk pengembangan kualitas hidup manusia. Salah satu tolak ukur
yang digunakan untuk melihat kualitas hidup manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Sebagai ukuran kualitas hidup manusia, IPM dibangun melalui pendekatan tiga dimensi dasar.
Dimensi trsebut mencakup umur panjang dan sehat, pengetahuan dan standar hidup layak. Ketiga
dimensi tersebut memiliki generalisasi dalam pengertian terkait banyaknya variabel yang
mempengaruhi IPM (Melliana dan Zain, 2013).
Indeks Pembangunan Manusia Provinsi NTB berada di urutan 32 dengan nilai 66,23 yaitu satu
tingkat di atas Papua dengan nilai 65,36. Hal ini menjadi tugas seluruh pemerintah NTB untuk
mencari solusi terhadap peningkatan kualitas pembangunan manusia. Tentunya diperlukan berbagai
upaya agar target peningkatan kualitas IPM meningkat tiap tahunnya. Salah satunya adalah
mengelompokkan kabupaten/kota yang memiliki kemiripan karakteristik variabel-variabel yang
mempengaruhi IPM Provinsi NTB. Sehingga dengan pengelompokkan dapat membantu pemerintah
Provinsi NTB dalam menyusun program kebijakan yang lebih tepat dalam rangka meningkatkan
IPM di Provinsi NTB (BPS, 2012).
Analisis statistik yang dapat digunakan untuk merealisasikan penglompokkan kabupaten/kota
berdasarkan karakteristik variabel-variabel yang mempengaruhi IPM adalah analisis biplot. Analisis
biplot merupakan teknik statistika deskriptif dimensi ganda yang dapat disajikan secara visual dari
sekumpulan objek dan variabel dalam suatu grafik. Analisis biplot didasarkan pada Singular Value
Decomposition (SVD) (Mattjik dan Sumertajaya, 2011). Perrmasalahan yang diangkat pada
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 335
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
penelitian ini yaitu bagaimana pengelompokkan kabupaten/kota berdasarkan karakteristik IPM
serta bagaimana keragaman variabel (karakteristik IPM) di Provinsi NTB. Adapun tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk menentukan pengelompokkan kabupaten/kota berdasarkan karakteristik
IPM dan untuk mengidentifikasi keragaman variabel (karakteristik IPM) di Provinsi NTB
menggunakan analisis biplot.
METODE PENELITIAN Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yag bersumber dari Badan Pusat
Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu data tentang variabel-variabel yang
mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia menurut kabupaten/kota di Provinsi NTB Tahun
2016. Data terdiri dari sepuluh kabupaten/kota di Provibnsi NTB sebagai objek penelitian,
sedangkan variabel yang digunakan adalah variabel-variabel yang mempengaruhi IPM yaitu X1
Persentase penduduk miski, X2 Persentase Buta huruf, X3 Persentase penduduk yang tamat
SMP/sederajat, X4 Jumlah sarana kesehatan, X5 Laju pertumbuhan ekonomi, X6 Upah Minimum,
X7 Kepadatan penduduk dan X8 Rata-rata usia kawin pertama wanita.
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan yaitu perumusan masalah, studi literatur,
pengumpulan data, menyusun matriks X, analisis data dengan biplot, serta penarikan kesimpulan.
Tahapan analisis data menggunakan analisis biplot yaitu mencari matriks data yang terstandarisasi
dengan menggunakan Z-score. Selanjutnya mencari Singular Value Decomposition (SVD) untuk
mendapatkan matriks , , dan . Setelah diperoleh matriks , , dan langkah selanjutnya
menentukan matriks (objek) dan (variabel). Kemudian membuat grafik biplot dengan program
Microsoft Excel 2007. Setelah membuat grafik biplot langkah selanjutnya menginterpretasikan hasil
biplot.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel berikut ini menyajikan informasi mengenai karakteristik variabel-variabel yang
mempengaruhi IPM pada setiap kabupaten/kota di Provinsi NTB.
Tabel 1. Data Variabel-variabel yang Mempengaruhi IPM di NTB
Kabupaten/Kota Variabel-variabel yang mempengaruhi IPM
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
Lombok Barat 16.73 18.62 24.53 77 5.73 1500000 631.10 20.24
Lombok Tengah 15.80 19.06 30.09 122 5.67 1484150 762.96 19.57
Lombok Timur 18.46 12.53 32.22 119 5.18 1488525 731.08 19.14
Sumbawa 16.12 7.46 19.84 120 5.26 1564000 68.11 21.21
Dompu 14.23 8.26 28.53 57 5.40 1520000 100.30 20.75
Bima 15.31 9.52 26.96 113 4.69 1650000 107.96 21.23
Sumbawa Barat 16.50 5.46 21.90 38 7.14 1609300 74.13 21.39
Lombok Utara 33.21 18.96 20.20 39 4.99 1600000 273.19 20.25
Kota Mataram 9.80 726 24.41 40 8.06 1550000 7492.89 21.09
Kota Bima 9.51 4.21 22.71 27 5.78 1650000 718.72 21.41
Setelah data karakteristik IPM dari setiap kabupaten/kota diperoleh, maka dapat disusun matriks X*
sebagai berikut.
[
]
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 336
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Transformasi matriks X* menjadi matriks X dengan cara standarisasi data. Dalam analisis biplot,
perhitungan jarak euclid dan juga korelasi sangat rentan terhadap perbedaan satuan pengukuran
antar variabel.karena satuan pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini tidak sama maka data
yang digunakan perlu distandarisasi dengan Z-score terlebih dahulu. Standarisasi data dilakukan
dengan bantuan software SPSS 16.0 yang hasilnya adalah sebagai berikut.
[
]
Setelah diperoleh matriks X maka dihitung nilai eigen dari matriks XTX, dimana hasilnya yaitu
sebagai berikut.
[ ]
Dengan dua nilai eigen yang terbesar adalah 31.589 sebagai λ1 dan 18.266 sebagai λ2 dan
seterusnya. Setelah diperoleh nilai eigen maka langkah selanjutnya yaitu mencari matriks U, L dan
matriks A. Dengan bantuan software Matlab R2015a diperoleh matriks U, L dan A sebagai berikut.
[
]
[
]
[
]
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 337
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Setelah penguraian nilai singular pada matriks X, maka pengkonstruksian grafik biplot
dilakukan dengan membuat matriks G dan H dengan menggunakan α = 0.5, maka G = U L0.5
dan
HT = L
1-0.5 A
T. Dari pendekatan matriks pada dimensi dua matriks G dan H diperoleh dengan cara
mengambil dua kolom pertama dari matriks G dan dua kolom pertama dari matriks H. Matriks G
dan H yang diperoleh adalah sebagai berikut.
[
]
[
]
Setelah memperoleh matriks G dan H, langkah selanjutnya adalah membuat grafik biplot dengan
bantuan sotfware Microsoft Excel 2007. Pada pembuatan grafik biplot dalam dimensi dua, analisis
biplot dapat menjelaskan 71.9% dari keseluruhan informasi yang terkandung dalam data sebenarnya
yang seharusnya ditampilkan dalam dimensi delapan. Berdasarkan prosedur analisis biplot
diperoleh hasil grafik biplot seperti pada gambar berikut.
Gambar 1. Grafik Biplot Antara Objek (Kabupaten/Kota) dengan Variabel-variabel yang
Mempengaruhi IPM) di NTB
Pada penelitian ini dihasilan grafik biplot dengan α = 0.5 . Alasan dipilihnya biplot dengan α =
0.5 yaitu hasil kali matriks koordinat objek (G) dan matriks koordinat variabel (H) sama dengan
elemen-elemen pada matriks data awal atau hasil biplot lebih menekankan pada matriks baris
(representasi objek) dan matriks kolom (representasi variabel). Ada beberapa informasi yang dapat
di ambil dari tampilan biplot yaitu sebagai berikut (Rifkhatussa’diyah dkk, 2014)
a. Kedekatan antar Objek
Informasi ini dapat dijadikan panduan mengenai kabupaten/kota mana yang memiliki kemiripan
karakteristik IPM dengan kabupaten/kota lainnya. Jarak terdekat ada pada Kabupaten Lombok
Tengah dan Lombok Timur dengan jarak Euclid sebesar 0.071. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur memiliki karakteristik IPM yang relatif sama
(berdekatan). Oleh karena itu Kabupaten Lombok Tengah dan Lombok Timur dapat dikelompokkan
menjadi satu kelompok. Interpretasi yang sama untuk kabupaten/kota lainnya.
b. Variansi Variabel
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 338
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Informasi ini dapat digunakan untuk melihat keragaman karakteristik Indeks Pembangunan
Manusia setiap kabupaten/kota di Provinsi NTB. Dengan informasi ini juga, bisa memperkirakan
bahwa karakteristik IPM yang mana yang harus ditingkatkan atau diturunkan dalam rangka
meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. Variabel dengan keragaman yang kecil digambarkan
sebagai vektor pendek, sedangkan variabel yang variansinya besar dapat digambarkan sebagai
vektor panjang. Karakteristik IPM yang memiliki keragaman terbesar yaitu Upah Minimum (X6)
sebesar 1.476 . Sedangkan karakteristik IPM yang memilki keragaman terkecil yaitu jumlah sarana
kesehatan (X4) sebesar 0.777.
c. Korelasi Antar Variabel
Informasi ini dapat digunakan untuk menilai bagaimana variabel yang satu mempengaruhi
atau dipengaruhi oleh variabel yang lain atau untuk menilai karakteristik IPM yang satu dipengaruhi
oleh karakteristik IPM lainnya. Variabel yang mempunyai hubungan yang paling kuat yaitu variabel
laju pertumbuhan ekonomi (X5) dan jumlah sarana kesehatan (X4). Artinya, laju pertumbuhan
ekonomi (X5) dan jumlah sarana kesehatan (X4) berkorelasi positif, Sedangkan variabel yang
mempunyai hubungan paling kecil yaitu antara laju pertumbuhan ekonomi (X5) dan kepadatan
penduduk (X7). Artinya, kepadatan penduduk (X7) dengan laju pertumbuhan ekonomi (X5)
berkorelasi negatif.
d. Nilai Variabel pada Suatu Objek
Informasi ini digunakan untuk menentukan karakteristik IPM di setiap wilayah
(kabupaten/kota). Jika suatu kabupaten/kota yang terletak searah dengan vektor variabel
karakteristik IPM menunjukkan tingginya nilai karakteristik IPM pada daerah tersebut atau dapat di
interpretasikan bahwa karakteristik IPM untuk kabupaten/kota tersebut memiliki nilai diatas rata-
rata seluruh kabupaten/kota di Provinsi NTB. Sebaliknya, jika suatu kabupaten/kota terletak
berlawanan arah dengan vektor variabel karakteristik IPM maka nilai karakteristiknya rendah atau
dibawah nilai rata-rata seluruh kabupaten/kota di Provinsi NTB. Nilai variabel pada suatu objek
dapat dilihat dengan melakukan proyeksi orthogonal dari objek ke vektor variabel.
Gambar 2. Hasil Proyeksi Orthogonal
Berdasarkan Gambar 2, dapat diidentifikasi bahwa hasil pengelompokan objek
(kabupaten/kota) berdasarkan variabel-variabel yang mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia
yaitu kelompok I yaitu Kota Bima dan Kabupaten Sumbawa Barat. Dimana Kota Bima dan
Kabupaten Sumbawa Barat dominan terhadap variabel rata-rata usia kawin pertama wanita (X8)
dan jumlah sarana kesehatan (X4). Kelompok II yaitu Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Bima.
Dimana kabuapen tersebut dominan terhadap variabel persentase penduduk yang tamat SMP (X3)
dan variabel Upah Minimum Provinsi (X6). Kelompok III yaitu Kabupaten Lombok Utara. Dimana
Prosiding Seminar Nasional Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia dengan Tema “Peningkatan
Profesionalisme Pendidik di Era Revolusi Industri 4.0”. Pendopo Gubernur NTB 27 Oktober 2018. ISSN 2598-1978
Asosiasi Pendidik dan Pengembang Pendidikan Indonesia (APPPI) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat | 339
Kerjasama Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia (HIPKIN) Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
Kabupaten Lombok Utara dominan terhadap variabel persentase penduduk miskin (X1). Kelompok
IV yaitu Kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Dompu. Dimana Kabupaten Lombok Barat dan
Kabupaten Dompu dominan terhadap variabel jumlah sarana kesehatan (X4), rata-rata usia kawin
pertama wanita (X8), Upah Minimum Provinsi (X6) dan persentase penduduk yang tamat SMP (X3).
Kelompok V yaitu Kabupaten Lombok Timur dan Kabupaten Lombok Tengah. Dimana Kabupaten
kedua kabupaten tersebut dominan terhadap variabel jumlah sarana kesehatan (X4). Kelompok VI
yaitu Kota Mataram. Dimana kota Mataram dominan terhadap variabel laju pertumbuhan ekonomi
(X5) dan kepadatan penduduk (X7).
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis biplot, kabupaten-kabupaten pada Provinsi Nusa Tenggara Barat
dikelompokkan menjadi enam kelompok berdasarkan karakteristik variabel-variabel yang
mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia. Kelompok I memiliki karakteristik variabel rata-rata
usia kawin pertama wanita (X8) dan jumlah sarana kesehatan (X4). Kelompok II memiliki
karakteristik variabel persentase penduduk yang tamat SMP (X3) dan variabel Upah Minimum
Provinsi (X6). Kelompok III memiliki karakteristik variabel persentase penduduk miskin (X1).
Kelompok IV memiliki karakteristik variabel jumlah sarana kesehatan (X4), rata-rata usia kawin
pertama wanita (X8), Upah Minimum Provinsi (X6) dan persentase penduduk yang tamat SMP (X3).
Kelompok V memiliki karakteristik variabel jumlah sarana kesehatan (X4). Kelompok VI memiliki
karakteristik variabel laju pertumbuhan ekonomi (X5) dan kepadatan penduduk (X7).
Karakteristik IPM yang memiliki keragaman terbesar yaitu Upah Minimum (X6). Sedangkan
karakteristik IPM yang memilki keragaman terkecil yaitu jumlah sarana kesehatan (X4). Artinya
semakin sedikit jumlah sarana kesehatan (X4), maka semakin rendah pembangunan manusia di
NTB. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan jumlah sarana kesehatan (X4), agar pembangunan
manusia di Provinsi NTB semakin meningkat.
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh, maka disarankan diharapkan program-program
pemerintah dalam mensejahterakan rakyat lebih tepat sasaran, dengan melihat karakteristik IPM
masing-masing kelompok kabupaten/kota, sehingga nantinya akan meningkatkan IPM di Provinsi
NTB.
DAFTAR RUJUKAN
Badan Pusat Statistik, 2012, Indeks Pembangunan Manusia, Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Mattjik, A.A. dan Sumertajaya, I.M., 2011, Sidik Peubah Ganda Dengan Menggunakan SAS,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Melliana, A., dan Zain, I., 2013, Analisis Statistika Faktor yang Mempengaruhi Indeks
Pembangunan Manusia di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur dengan Menggunakan
Regresi Panel, Jurnal Sains dan Seni Pomits, Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X
Print).
Rifkhatussa’diyah, E.F., Yasin, H., dan Rusgiyono, A., 2014, Analisis Biplot Komponen Utama
pada Bank Umum yang Beroperasi di Jawa Tengah, Jurnal Gaussian Vol.3, No.1, Tahun
2014, Hal 61-70.