i
PENGARUH LAMA PERENDAMAN AIR TERHADAP
PERKECAMBAHAN BIJI KEMIRI (Aleurites moluccana)
DENGAN METODE PERENDAMAN ASAM SULFAT (H2SO4)
DI CV.AGRI TECH INDONESIA KELURAHAN BERUA
KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
MIRANDA RIFDAYANTI
105950059615
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2020
ii
PENGARUH LAMA PERENDAMAN AIR TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI KEMIRI (Aleurites moluccana) DENGAN
METODE PERENDAMAN ASAM SULFAT (H2SO4) DI
CV.AGRI TECH INDONESIA KELURAHAN BERUA
KECAMATAN BIRINGKANAYA KOTA MAKASSAR
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Kehutanan
MIRANDA RIFDAYANTI
105950059615
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
MAKASSAR
2020
iii
iv
v
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Dengan ini saya meyatakan bahwa skripsi “Pengaruh Lama Perendaman
Air Terhadap Perkecambahan Biji Kemiri (Aleurites moluccana) dengan Metode
Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) adalah benar merupakan hasil karya yang
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua
sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun karya yang tidak diterbitkan telah disebutkan dalam teks yang di
cantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Makassar, Februari 2020
Penulis
vi
Hak Cipta milik Universitas Muhammadiyah Makassar 2019
@Hak Cipta Dilindungi Undang - Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh
Makassar.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar.
vii
ABSTRAK
MIRANDA RIFDAYANTI (105950059615). Pengaruh Lama Perendaman Air
Terhadap Perkecambahan Biji Kemiri (Aleurites moluccana) Dengan Metode
Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) Di CV.AGRI TECH INDONESIA Kelurahan
Berua Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar Di bawah bimbingan Andi Azis
Abdullah, S.Hut.,M.P. dan Ir. Muhammad Tahnur, S.Hut., M.Hut., IPM
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lama perendaman air terhadap
perkecambahan biji kemiri (Aleurites moluccana) dengan menggunakan metode
perendaman asam Sulfat (H2SO4). Jenis data yang dikumpulkan yakni data primer
dengan percobaan langsung dilapangan, percobaan meliputi jumlah kecambah
setiap perlakauan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pengaruh lama
perendaman air terhadap perkecambhan biji dengan metode perendaman Asam
Sulfat (H2SO4) pada perlakuan perendaman 3 hari, 4 hari, 5 hari dan kontrol.
Memberikan pengaruh sangat nyata terhadap perkecambahan biji kemiri,
sedangkan perlakuan perendaman 4 hari yang lebih tinggi dibandingkan dengan
perlakuan lainya.
Kata Kunci : Kemiri, Kecambah, Asam Sulfat (H2SO4).
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, karunia, dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul
“Pengaruh lama perendaman Air terhadap Perkecambahan Biji Kemiri (Aleurites
Moluccana) Dengan Metode Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) di
CV.AGRITECH INDONESIA Kelurahan Berua Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar, Sebagai salah satu syarat mendapat Gelar Sarjana Kehutanan. Salam
dan salawat semoga senantiasa dilimpahkan oleh Allah SWT kapada junjungan
Nabi Muhammad SAW sebagai suritauladan kepada kita semua. Penulis berharap
apa yang dipaparkan dalam skripsi ini dapat memberikan informasi baru bagi kita
semua.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan,
untuk itu saran dan masukan sangat Penulis hargai.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Orang tua saya tercinta Ayahanda Rifai dan Ibunda Nurida yang selalu
memberikan kasih sayang, doa serta dorongan moril maupun materil yang
tak terhingga.
2. Bapak Dr. H. Burhanuddin,S.Pi.,MP. Selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Makassar.
3. Ibunda Dr. Husnah Latifah ,S.Hut.,M.Si. Selaku Wakil Dekan I Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Dr. Hikmah,S.Hut.,M.Si.,IPM Selaku Ketua Program Studi Kehutanan
Universitas Muhammadiyah Makassar.
ix
5. Andi Azis Abdullah , S.Hut., M.P. Selaku pembimbing I dan Ir.
Muhammad Tahnur S.Hut., M. Hut.,IPM. Selaku pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi, pengetahuan dan
motivasi.
6. Dr.Irma Sribianti, S.Hut., M.P. selaku penguji I dan Dr.Ir. Hasanuddin
Molo, S.Hut, M,P,IPM. selaku penguji II yang tak hentinya memberi
arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kehutanan serta staf tata usaha
Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah
memberikan ilmu selama di bangku perkuliahan.
8. Ichmal, Faisal Basri, Riskawati Marsyam, Asmaun serta teman-teman
yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan doa
dan dukungan serta partisipasi yang sangat besar dalam penyusunan
Skripsi ini sehingga dapat terselesaikan.
Pada penyusunan Skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh
sebab itu Penulis hargai keritik dan saran yang bersifat konstruktif sehingga dapat
mendorong kesempurnaan Skripsi ini. Akhirnya semoga Allah SWT memberikan
rahmat dan kemanfaatan yang banyak atas penulisan Skripsi ini dan menjadikan
kita hamba-Nya yang pandai mensyukuri nikmat-Nya Amin YaRabbal’Alamin.
Makassar, februari 2020
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN.. ................................................................................. iii
HALAMAN KOMISI PENGUJI ............................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ................................................................... v
HAK CIPTA .............................................................................................................. vi
ABSTRAK ................................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR. ........................................................................................... .viii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. ..x
DAFTAR TABEL ................................................................................................... .xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xiv
I. PEDAHULUAN ...................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 4
1.4. Manfaat Penelitian ........................................................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5
2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) ................................................................... 5
2.2. Kemiri (Aleurites moluccana) .......................................................................... 8
2.2.1.Pengertian Kemiri ................................................................................... 8
2.2.2.Klasifikasi Kemiri ................................................................................. 10
xi
2.3. Perkecambahan ............................................................................................... 10
2.4. Asam Sulfat (H2SO4) ...................................................................................... 12
2.5. Air ................................................................................................................... 13
2.6. Kerangka Pikir ................................................................................................ 14
III. METODE PENELITIAN ................................................................................. 15
3.1. Waktu dan Tempat ......................................................................................... 15
3.2. Alat dan Bahan ............................................................................................... 15
3.3. Prosedur Penelitian ......................................................................................... 15
3.3.1. Pengumpulan Data .............................................................................. 15
3.3.2. Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 15
3.3.3. Analisis Data ....................................................................................... 16
3.3.4. Persentase Perkecambahan ................................................................... 17
3.3.5. Devinisi Oprasimal ............................................................................... 18
IV. KEADAAN UMUM LOKASI
4.1. Gambaran Umum Lokasi Persemaian CV. Agritech Indonesia ..................... 19
4.2. Gambaran Umum Kecamatan Biringkanaya .................................................. 19
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Rata-rata Biji Berkecambah Dengan pengaruh lama Perendaman Air ........ 23
5.2. Persentase Biji Berkecambah Dengan pengaruh lama Perendaman Air ........ 28
VI.PENUTUP
6.1. Kesimpulan ..................................................................................................... 31
6.2. Saran ............................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
xii
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Jumlah rata-rata berkecambah pada pengaruh lama perendaman air .............. 23
2. Jumlah Kecambah Pada Pengaruh lama perendaman air ................................. 25
3. Analisis Sidik Ragam Perlakuan pengaruh lama perendaman air .................... 25
4. Uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) 5% ............................................................... 26
5. Uji lanjut beda nyata jujur (BNj) 1% ............................................................... 27
6. Jumlah Persentase rata-rata berkecambah pada perlakuan lama perendaman
air………………………………… ............................................................... 28
7. Analisis Sidik Ragam Perlakuan pada pengaruh lama perendaman air ........... 30
xiii
DAFTAR GAMBAR
No Teks Halaman
1. Kerangka Pikir ..................................................................................................... 14
2. Rata-Rata Perkecambahan pada pengaruh lama perendaman air ...................... 23
3. Rata-rata persentase perkecambahan pada pengaruh lama perendaman air ...... 29
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
No Teks Halaman
1.Data Primer ............................................................................................... 34
2.Olah Data Statistik .................................................................................... 36
3.Analisis Sidik Ragam ................................................................................ 38
4.Uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) .............................................................. 39
5.Surat izin penelitian................................................................................... 41
6.Dokumentasi Penelitian ............................................................................ 42
7.F.Tabel 5% dan F.Tabel 1%. .................................................................... 48
8.Tabel HSD/Tukey 5% ............................................................................... 50
9. Tabel HSD/Tukey 1% .............................................................................. 51
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan menurut Undang – Undang tentang Kehutanan Nomor 41 tahun
1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya
yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahklan dan dibagi beberapa jenis hutan.
Hutan sebagai sistem sumber daya alam memiliki potensi untuk memberi
manfaat multiguna, di samping hasil kayu, hutan dapat memberi manfaat berupa
hasil hutan bukan kayu dan lingkungan. Hasil riset menunjukkan bahwa hasil
hutan kayu dari ekosistem hutan hanya sebesar 10 % sedangkan sebagian besar
(90%) hasil lain berupa hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang selama ini belum
dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.
HHBK dari ekosistem hutan sangat beragam jenis sumber penghasil
maupun produk serta produk turunan yang dihasilkannya. Sesuai Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu,
maka dalam rangka pengembangan budidaya maupun pemanfaatannya HHBK
dibedakan dalam HHBK nabati dan HHBK hewani. HHBK nabati meliputi
semua hasil non kayu dan turunannya yang berasal dari tumbuhan dan tanaman
salah satunya adalah adalah kemiri .
Tanaman kemiri ( Aleurites moluccana) tersebar luas didaerah tropis dan
sub tropis, ada sebelah timur asia hingga Fiji di kepulauan fasifik. Tanaman
kemiri adalah tanaman berpohon besar dengan ketinggian dapat mencapai 25-40
2
meter, tumbuh dipergunungan pada ketinggian 1.200 meter dari permukaan laut.
(Paimin, F.R., 1994).
kemiri banyak sekali kegunaannya terutama untuk bumbu masak, bahan
baku kosmetik, bahan dasar cat atau sebagai bahan pengawet kayu dan perabot
rumah tangga bahakan akhir-akhir ini diketahui bahwa kayu kemiri mempunyai
potensi untuk pembuatan batang korek api dan pembuatan kertas. Dilihat dari segi
bercocok tanam, tanaman kemiri berguna sebagai tanaman industry, reboisasi, dan
tanaman utama pada lahan kristis. Karena mampu menekan pertumbuhan alang-
alang. (Khadijah, N., 1996)
Budidaya tanaman kemiri ini dihalangi oleh sifat dormansi benih
tumbuhan kemiri. Tebalnya lapisan kulit biji dan sifat benih yang impermeabel
terhadap air dan gas, mengahalangi imbisisi air dan masuknya oksigen ke dalam
biji. Kulit biji yang keras menyebabkan biji menjadi dorman (istirahat), sehingga
sulit mendapatkan bibit yang tumbuh serempak dan dalam jumlah yang banyak.
Pemecahan dormansi kulit biji yang tebal dapat dilakukan dengan skarifikasi
menggunakan larutan kimia. Menurut (Nurfiana 2017), larutan asam sulfat pekat
(H2SO4) dapat melunakan kulit benih dan dapat diterapkan baik pada legume
maupun non legume.
Kulit kemiri mempunyai cangkang yang keras sehingga cangkang kemiri
susah untuk pecah, hal inilah yang membuat biji kemiri susah untuk di
kecambahkan. Salah satu metode untuk menghasilkan kecambah kemiri adalah
dengan menggunakan metode perendaman kemiri menggunkan bahan kimia.
Tujuan perendaman menggunakan bahan kimia ini yaitu untuk memecahkan
3
dormansi biji sehingga air mudah masuk kedalam biji dan benih cepat
berkecambah, Pemecahan dormansi secara kimia dilakukan dengan perendaman
dalam asam kuat encer (Skarifikasi kimia). Menurut Gardner, dkk (1991) bahwa
asam kuat sangat efektif untuk mematahkan dormansi pada biji yang memiliki
struktur kulit keras, asam sulfat (H2SO4)termasuk kuat yang dapat melunakan
kulit biji sehingga dapat dilalui oleh air dengan mudah.
Larutan asam kuat seperti asam sulfat (H2SO4) sering digunakan dengan
konsentrasi yang bervariasi sampai pekat tergantung jenis benih yang diperlukan.
Menurut Sutopo (2004) larutan H2SO4 jika digunakan secara berlebihan maka
akan menembus kulit biji dan merusak embrio sehingga dapat memperlambat
proses perkecambahan. membuat biji tidak dapat berkecambah. Menurut Harjadi
(1979) perendaman benih dalam asam sulfat pekat selama 20 menit berpengaruh
pada pelunakan kulit benih bagian luar dan menurut hasil penelitian Mali’ah
(2014) yang menyatakan bahwa Perendaman dengan menggunakan asam sulfat
pekat (H2SO4) kurang dari 1-10 menit tidak akan mampu mematahkan dormansi
biji sedangkan perendaman dengan 60 menit atau lebih akan membuat kerusakan
pada biji.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Berapa rata-rata Pengaruh lama perendaman Air terhadap perkecambahan biji
kemiri dengan menggunakan metode perendaman asam sulfat (H2SO4)?
2. Berapa persentase pengaruh lama perendaman air terhadap perkecambahan
biji kemiri dengan menggunakan metode perendaman asam sulfat (H2SO4)?
4
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui rata-rata lama perendaman air terhadap perkecambahan
biji kemiri dengan menggunakan metode perendaman asam sulfat (H2SO4)
2. Untuk mengeahui persentase lama perendaman air terhadap perkecambahan
biji kemiri dengan menggunakan metode perendaman asam sulfat (H2SO4)
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai pengaruh
lama waktu perendaman air terhadap perkecambahan biji kemiri dalam larutan
asam sulfat (H2SO4) untuk memecahkan dormansi benih tumbuhan kemiri
sehingga dapat dijadikan sebagai rujukan dalam kegiatan pembibitan tumbuhan
kemiri.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Menurut Peraturan Menteri No. P35/ Menhut-II/ 2007, Hasil Hutan Bukan
Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati
maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu (Menhut,
2007). Dalam upaya mengubah haluan pengelolaan hutan dari timber extraction
menuju sustainable forest management, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) atau
Non Timber Forest Products (NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis.Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan salah satu sumber daya hutan yang
memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat
sekitar hutan.Sehingga, tidak dipungkiri lagi bahwa masyarakat di dalam maupun
di sekitar kawasan hutan berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan
hasil hutan bukan kayu (Sihombing, 2011).
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan
dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak
lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) yang tertuang pada Pasal 1 (13) dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008 yang merupakan revisi dari
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2007, adalah izin usaha
yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam
pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan,
pemeliharaan, dan pemasaran (Kemenhut, 2007).
6
Sumberdaya hutan juga bersifat multi guna dan memuat multi kepentingan
serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu
yang hanya memberikan sumbangan 20%, melainkan juga manfaat Hasil Hutan
Bukan Kayu (HHBK) dan jasa lingkungan, yang memberikan sumbangan terbesar
yakni 80 %, namun hingga saat ini potensi HHBK tersebut belum dapat
dimanfaatkan secara optimal. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa
produk HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki
keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar
hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan
masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi
penambahan devisa Negara (Kemenhut, 2009).
Pemanfaatan hutan selama ini masih cenderung berorientasi pada
pengelolaan hutan sebagai penghasil kayu dalam kontek ekonomi. Kondisi ini
mendorong eksploitasi kayu secara intensif untuk memenuhi pasar dunia maupun
industri domestik tanpa memperhatikan nilai manfaat lain yang dapat diperoleh
dari hutan dan kelestarian ekosistem hutan. Oleh karena itu, paradigma tersebut
telah menyebabkan terjadinya penurunan luas, manfaat dan kualitas ekosistem
hutan. Padahal, di sisi lain, sumberdaya hutan (SDH) mempunyai potensi multi
fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi
kesejahteraan ummat manusia.Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil
Hutan Kayu (HHK) seperti yang terjadi saat ini, melainkan juga manfaat hasil
hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan (Kemenhut, 2009).
7
Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem
sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan
serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk
HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan
komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK
terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat
sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa
negara. Ke depan pembangunan kehutanan diharapkan tidak lagi hanya
berorientasi pada hasil hutan kayu, tetapi sudah selayaknya menggali potensi
HHBK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil hutan kayu dari ekosistem
hutan hanya sebesar 10% sedangkan sebagian besar (90%) hasil lain berupa hasil
hutan bukan kayu (HHBK) yang selama ini belum dikelola dan dimanfaatkan
secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kemenhut, 2009).
Kawasan hutan Indonesia mencapai luas 125,956,142.71 ha (KLHK,
2017) memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi 30 sampai dengan 40
ribu jenis tumbuhan tersebar di hampir seluruh pulau yang berpotensi
menghasilkan HHBK yang cukup besar (Kemenhut, 2009). Beberapa jenis HHBK
memiliki nilai cukup tinggi baik di pasar domestik maupun di pasar global antara
lain rotan, bambu, gaharu, atsiri, dan jenis lain. Secara ekonomis HHBK memiliki
nilai ekonomi tinggi dan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan pendapatan negara. Walaupun
memiliki nilai ekonomi tinggi namun pengembangan usaha dan pemanfaatan
8
HHBK selama ini belum dilakukan secara intensif sehingga belum dapat
memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan perekonomian
masyarakat dan peningkatan devisa Negara (Kemenhut, 2009).
2.2. Kemiri (Aleurites moluccana)
2.2.1. Pengertian kemiri
Kemiri (Aleurites moluccana) merupakan salah satu pohon serbaguna
yang sudah dibudidayakan secara luas di dunia. Jenis ini merupakan jenis asli
Indo-Malaysia dan sudah diintroduksikan ke Kepulauan Pasifik sejak jaman
dahulu. Di Indonesia, kemiri telah lama ditanam, baik untuk tujuan komersial
maupun subsisten untuk menunjang kehidupan masyarakat sehari-hari, terutama
bagi masyarakat Indonesia bagian timur. Jenis ini dapat digunakan untuk berbagai
tujuan. bijinya dapat digunakan sebagai bahan media penerangan, masakan dan
obat-obatan, sedangkan batangnya dapat digunakan untuk kayu. (Krisnawati.H,
2011).
Di Indonesia, kemiri dapat di jumpai pada ketinggian 0-800 m pada areal
yang berkonfigurasi datar hingga bergelombang (Direktur Hutan Tanaman
Industri 1990). Kemiri juga dikenal dapat beradaptasi dengan baik didaerah
lereng, bahkan dilembah yang curam.
Pohon kemiri tumbuh di daerah dengan curah hujan rata-rata tahunan
berkisar antara 640 sampai dengan 4290 mm atau rata-rata 1940 mm. Suhu rata-
rata tahunan untuk pertumbuhan kemiri berkisar antara 18 sampai 28oC. Suhu
maksimum pada bulan terpanas sekitar 26-30oC, sedangkan suhu minimum pada
bulan terdingin sekitar 8-13oC. Di Indonesia, kemiri juga dapat tumbuh pada
9
daerah yang kering dengan curah hujan tahunan hanya 200 mm seperti di
Sulawesi selatan dan Nusa Tenggara Timur dan bahkan di tempat yang basah
seperti di Jawa Barat (Ginoga dkk. 1989).
Pohon kemiri dapat tumbuh diberbagai jenis tanah, lempung merah, liat
berbatu, pasir dan batu kapur. Jenis ini bisa tumbuh pada tanah yang agak asam
dan sedikit basa dengan pH 5-8. Kemiri mampu berkembang dilingkungan yang
lembap, jenis ini juga dapat tumbuh dibawah naungan sampai dengan tingkat
penutupan 25% (Elevitch dan Manner 2006).
Pohon tinggi mencapai 40 m dan gemang hingga 1,5 m. Daun muda,
ranting, dan karangan bunga dihiasi dengan rambut bintang yang rapat, pendek,
dan berwarna perak mentega; seolah bertabur tepung. Daun tunggal, berseling,
hijau tua, bertangkai panjang hingga 30 cm, dengan sepasang kelenjar di ujung
tangkai. Helai daun hampir bundar, bundar telur, bundar telur lonjong
,berdiameter hingga 30 cm, dengan pangkal bentuk jantung, bertulang daun
menjari hanya pada awalnya, bertaju 3-5 bentuk segitiga di ujungnya. Bunga
berkelamin tunggal, putih, bertangkai pendek. Bunga betina berada di ujung malai
payung tambahan; bunga jantan lebih kecil dan mekar lebih dahulu berada di
sekelilingnya, berjumlah lebih banyak. Kelopak bertaju 2-3; mahkota bentuk
lanset, bertaju-5, panjang 6-7 mm pada bunga jantan, dan 9-10 mm pada bunga
betina. Buah batu agak bulat telur gepeng, 5-6 cm x 4-7 cm, hijau, berdaging
keputihan, tidak memecah, berbiji-2 atau 1. Biji bertempurung keras dan tebal,
agak gepeng, hingga 3 cm x 3 cm (Steenis, 1981).
10
Hampir semua bagian dari pohon kemiri seperti daun, buah, kulit kayu,
batang, akar, getah dan bunganya dapat dimanfaatkan. Pemanfaatannya untuk
obat-obatan tradisional, penerangan, bahan bangunan, bahan pewarna, bahan
makanan, dekorasi maupun berbagai kegunaan lain (Heyne 1987).
2.2.2 Klasifikasi Kemiri (Aleurites moluccana)
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Super Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Aleurites
Spesies : Aleurites moluccana
2.3. Perkecambahan
Perkecambahan benih sangat dipengaruhi oleh viabilitas benih dan
lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan dan perkembangan bibit. Benih yang
sedang berkecambahan sangat peka terhadap penyakit tanaman dan gangguan
fisik sehingga selama proses ini sangat memerlukan perlindungan.
Perlindungan kecambah atau bibit muda sebaiknya dilakukan dengan
memasang pelindung berupa naungan dari plastik atau paranet. Naungan
11
berfungsi sebagai pelindung kecambah dan bibit muda dari sengatan sinar mata-
hari, dan organisme pengganggu tanaman.
Biji dari berbagai spesies tumbuhan akan berkecambah apabila, suhu
menguntungkan, persediaan oksigen memadai dan kelembaban media tumbuh
cukup dan kontak secara langsung dengan biji. Pada beberapa spesies walaupun
kondisi di atas terpenuhi tetapi biji tidak dapat berkecambah. Hal tersebut
disebabkan oleh belum tuntasnya masa dormansi (istirahat) biji tersebut. Biji-biji
kelompok ini umumnya beasal dari daerah beriklim sub tropis. Periode dormansi
yang telah dilewati akan menyebabkan perkecambahan biji pada kondisi suhu
yang optimal, adanya persediaan oksigen dan air.
Perkecambahan dapat terjadi walaupun tanah atau media semai tidak
mengandung unsur hara karena di dalam biji sudah mengandung cukup persediaan
makanan agar lembaga dapat tumbuh selama masa persemaian. Benih akan
berkecambah, setelah keluar kotiledon harus ditambahkan air dan beberapa unsur
hara pada media tanamnya. Suhu yang paling optimal untuk perkecambahan biji
adalah 15-38°C. Oksigen bebas sangat diperlukan untuk respirasi yang akan
menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Ketidak
tersediaan oksigen akan memperlambat atau mencegah perkecambahan benih.
Kelembaban media tanam yang terlalu berlebihan akan menghambat proses
perkecambahan. Kondisi inipun akan mempertinggi kemungkinan benih terserang
oleh organisme pengganggu tanaman, terutama dari golongan bakteri dan akan
mengakibatkan benih mati atau tumbuh tidak normal. Benih harus mendapatkan
jumlah air yang tepat untuk berkecambah, kondisi kelebihan air akan
12
menyebabkan oksigen keluar dari dalam sel dan benih tidak dapat berkecambah.
Sebaliknya jika kelembaban media kurang optimal benih tidak akan dapat
menguraikan cadangan makanan dalam biji (jaringan endosperma) sehingga
epikotil dan hipokotil tidak akan tumbuh dan berkembang.( Nurwardani, P., 2008)
2.4. Asam Sulfat (H2SO4)
Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat
ini larut dalam air pada semua perbandingan. Asam sulfat merupakan senyawa
kimia yang paling banyak diproduksi dibandingkan dengan senyawa kimia lain.
Kegunaan utamanya antara lain : pemrosesan bijih mineral, sintesis kimia,
pemrosesan air limbah dan pengilangan minyak. Asam sulfat juga biasa
dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk, bahan peledak, detergen, zat
warna, insektisida, obat-obatan, plastik, baja, dan baterai. ( Khoirul, A., 2015)
Larutan asam sulfat pekat (H2SO4) dapat menyebabkan kerusakan pada
kulit biji, Lamanya perlakuan larutan asam harus benar-benar sesuai karena akan
membuat biji tidak dapat berkecambah.Sesuai dengan hasil penelitian Mali’ah
(2014) yang menyatakan bahwa Perendaman dengan menggunakan asam sulfat
pekat (H2SO4) kurang dari 1- 10 menit tidak akan mampu mematahkan dormansi
biji sedangkan perendaman dengan 60 menit atau lebih akan membuat kerusakan
pada biji.
Menurut (Kusmintardjo dkk 1986), lama perendaman asam sulfat
tergantung jenis benihnya biasanya antara 20 sampai 60 menit. Copeland dan
Mcdonald (1995) menambahkan biasanya asam sulfat yang digunakan untuk
skarifikasi dalam bentuk pekat dan penggunaanya dengan cara direndam
13
maksimal selama 1 jam. Lama perendaman dalam asam sulfat tergantung pada
ketebalan kulit, suhu, konsentrasi asam, pengadukan dan volume asam. Selain itu
lamanya perlakuan asam harus memperhatikan 2 hal yaitu kulit benih atau
pericarp dapat diretakan untuk memungkinkan imbibisi dan larutan asam tidak
mengenai embrio.
Purwarni (2006) menjelaskan perlakuan perendaman dengan larutan
(H2SO4) 40% selama 20 menit berpengaruh paling baik terhadap perkecambahan
dengan angka persentase kecambah 90%, daya berkecambah 83,33% dan rata-rata
hari berkecambah adalah 16 hari. Hasil dari penelitian tersebut dijadikan dasar
dalam pengambilan hipotesis pada penelitian ini, yaitu lama waktu yang paling
efektif dalam pemecahan dormansi kemiri adalah 30 menit.
2.5. Air
Air merupakan salah satu syarat penting bagi berlangsungnya proses
perkecambahan benih. Faktor yang mempengaruhi proses penyerapan air oleh
benih adalah sifat dari benih itu sendiri terutama lapisan kulit yang melapisinya
dan jumlah air yang tersedia pada medium disekitarnya. Banyaknya air yang
diperlukan tergantung pada jenis benih.
Beberapa jenis benih dapat juga diberi perlakuan perendaman dengan air
panas dengan tujuan memudahkan penyerapan air oleh benih.Prosedur yang
umum digunakan adalah dengan memasukan benih kedalam air panas 180 derajat
sampai 200 derajat fharenheit, dan direndam hingga air menjadi dingin sampai
beberapa waktu sebelum benih dikecambahkan.
14
2.6. Kerangka Fikir
Gambar 1. Kerangka Pikir
Pembibitan Kemiri
Bedeng Tabur
Metode perendaman
Perendaman Menggunakan Air
Lama Perendaman
3hari
Asam Sulfat (H2SO4) 20%
30 menit
Persentase Perkecambahan
Biji Kemiri (Aleurites
moluccana)
Lama Perendaman
5 hari
Lama Perendaman
4 hari
15
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di PT AGRI TECH INDONESIA selama
kurang lebih 2 bulan yakni dari bulan Oktober –November 2019.
3.2 Alat dan Bahan penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Biji kemiri
larutan asam sulfat (H2SO4) dengan kadar konsentrasi 20%, air aquades. Alat-alat
yang digunakan berupa ember, sarung tangan timbangan digital, cangkul, alat
tulis, kamera, stopwatch, tali rafiah, label, dan Pita meter.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer. Data primer, yaitu data yang
dikumpulkan dan diolah sendiri oleh peneliti langsung dari subjek atau objek
penelitian. Data yang dikumpulkan berupa hasil pengamatan perkecambahan
kemiri yang dilakukan setiap hari selama 1 bulan.
3.3.2 Pelaksanaan penelitian
Penelitian ini melalui beberapa tahap yaitu :
1. Pembuatan media tabur
Pembuatan media tabur ini dilakukan dengan cara membuat bedengan
dengan lebar 1 meter dan panjang 2,5 meter.
16
2. Persiapan biji kemri
Biji kemiri direndam terlebih dahulu untuk mengetahui Biji kemiri
yang sudah tidak layak untuk dikecambahkan, yaitu dengan cara
membuang biji kemiri yang terapung.
3. Perendaman dengan asam sulfat (H2SO4) 20%.
Biji kemiri yang sudah dipilih kemudian direndam menggunakan asam
sulfat (H2SO4) 20% selama 30 menit.
4. Perendaman dengan Air
Biji Kemiri yang sudah dipilih direndam menggunakan Air Selama 3
hari, 4 hari, dan 5 hari.
5. Penaburan biji kemiri
Biji kemiri yang sudah di rendam kemudian di tabur di bedengan yang
sebelumnya sudah dibuat.
6. Perawatan
Perawatan yang dilakukan dengan menyiram setiap hari untuk menjaga
kelembaban tanah.
7. Pengecekan
Pengecekan dilakukan setiap hari untuk mengetahui persentase
perkecambahan selama 1 bulan.
3.3.3 Analisis data
Data penelitian ini dianalisis dengan sidik ragam sesuai dengan metode
penelitian yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebagai
berikut:
17
Yij = μ + tI + eij
Dimana: i=1, 2, …, t dan j=1, 2, …,r
Yij = Pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ = Nilai tengah umum
tI = Pengaruh perlakuan ke-i
eij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i ulangan ke-j
Analisis Sidik Ragam
Sumber
Keragaman
Derajat
Bebas
Jumlah
Kuadrat
Kuadrat
Tengah F.Hitung
F.Tabel
5% 1%
Perlakuam t-1 JKP KTP KTP/KTG
Galat (t-1)(r-
1) JKG KTG
Total Tr-1 JKT
Keterangan :
Hipotesis untuk perlakuan yang diajukan adalah:
H0 : τ1 = τ2 = τ3 =............ = τt = 0 ( Berarti tidak ada pengaruh perlakuan
terhadap respon )
H1 : τ1 ≠ τ2 ≠ τ3 ≠..............≠ τt ≠ 0 (Berarti ada pengaruh perlakuan
terhadap respon)
3.3.4 Persentase Perkecambahan
Jumlah perkecabahan benih = ������ ������ � ����
� ��� ���� ���� ����������� x 100%
18
3.3.5 Devinisi Operasiomal
1. Kontrol
Kontrol yaitu melakukan perendaman biji kemiri selama 30 menit
dengan menggunakan bahan kimia asam sulfat (H2SO4) 20% Tanpa
melakukan perendaman Air.
2. Perendaman 3 Hari
Perendaman yang dilakukan menggunakan bahan kimia asam sulfat
(H2SO4) 20% yang direndam selama 30 menit kemudian direndam
dengan air selama 3 hari.
3. Perendaman 4 hari
Perendaman yang dilakukan menggunakan bahan kimia asam sulfat
(H2SO4) 20% yang direndam selama 30 menit kemudian direndam
dengan air selama 4 hari.
4. Perendaman 5 Hari
Perendaman yang dilakukan menggunakan bahan kimia asam sulfat
(H2SO4) 20% yang direndam selama 30 menit kemudian direndam
dengan air selama 5 hari.
19
IV KEADAAN UMUM LOKASI
4.1 Gambaran Umum Lokasi Persemaian CV. Agritech Indonesia
Lokasi persemaian CV. Agritech Indonesia terletak di Kelurahan Berua,
Kecamatan Biringkanaya, Kota Makassar, dengan luas persemaian Kurang lebih
1 Ha. Kegiatan persemaian dilakukan sejak tahun 2018. Adapun bibit yang
mendominasi lokasi persemaian yakni Kemiri (Aleurites Moluccana) .
4.2 Gambaran Umum Kecamatan Biringkanaya
4.2.1 Keadaan Wilayah
Kecamatan Biringkanaya merupakan salah satu dari 14 Kecamatan di
kota Makassar dengan luas wilayah 48,22 km2 , kecamatan ini berbatasan
dengan Kecamatan Ujung Tanah di sebelah utara, Kecamatan Tallo di
sebelah timur, Kecamatan Makassar di sebelah selatan dan di sebelah barat
berbatasan dengan Kecamatan Ujung Pandang. Kecamtan Biringkanaya
merupakan daerah bukan pantai dengan topografi ketinggian antara
permukaan laut. Kecamatan Biringkanaya terdiri dari 7 kelurahan yaitu
Kelurahan Paccerakkang, Kelurahan Daya, Kelurahan Pai, Kelurahan
Sudiang Raya, Kelurahan Sudiang, Kelurahan Bulurokeng dan Kelurahan
Untia. Menurut jaraknya, letak masing-masing kelurahahan ke ibukota
kecamatan berkisar 1-2 km.
4.2.2 Keadaan Penduduk
Keadaan Penduduk Menurut data kependudukan pada tahun 2009,
jumlah penduduk di Kecamatan Biringkanaya adalah sekitar 130.651 jiwa
dengan jumlah penduduk laki-laki sekitar 62.660 jiwa dan jumlah
20
penduduk perempuan sekitar 67.991 jiwa. Denga rasio jenis kelamin
adalah sekitar 92,16 persen yang berarti setiap 100 orang penduduk
perempuan terdapat sekitar 92 orang penduduk laki-laki.
4.2.3 Sarana dan Prasarana
1. Pendidikan
Pendidikan Pada tahun ajaran 2008 / 2009 jumlah TK di Kecamatan
Biringkanaya adalah 74 sekolah dengan 3.552 orang murid dan 285
orang guru. Pada tingkat SD, baik negeri maupun swasta berjumlah
sebanyak 48 sekolah dengan 19.765 orang murid dan 634 orang
guru. Untuk tingkat SMP sebanyak 25 sekolah dengan 13.890 orang
murid dan 509 orang guru. Sedangkan untuk tingkat SMA tedapat 9
sekolah dengan 3.378 orang murid dan 212 guru. selain itu terdapat
juga sekolah yang berada dibawah naungan Departemen Agama
yaitu Madrasah Ibtidayah terdapat 4 sekolah dengan 723 orang
murid dan 29 orang guru.
2. Kesehatan
Jumlah sarana kesehatan tahun 2009 di Kecamatan Biringkanaya
tercatat 2 rumah sakit umum / khusus, 2 pusksmas, 8 pustu, 1
BKIA, 7 rumah bersalin dan 88 posyandu. Untuk tenaga medis
tercatat 59 orang Dokter Umum, 9 Dokter Gigi dan 73 orang
Paramedis yang terdiri dari 30 orang Bidan, 31 orang Perawat /
Mantri, dan 12 orang Dukun bayi.
21
3. Agama
Mayoritas penduduk Kecamatan Biringkanaya adalah beragama
Islam, menyusul agama Protestan dan Katolik. Jumlah tempat
ibadah di Kecamatan Biringkanaya cukup memadai, terdapat 133
buah Mesjid, 7 buah Langgar / surau dan 8 buah Gereja.
4.2.4 Struktur Organisasi
Sebelum, dikemukakan struktur organisasi Kecamatan Biringkanaya
Kota Makassar, terlebih dahulu harus dipahami pengertian struktur
organisasi secara teoritis agar memudahkan dalam meneelah
pembahasan selanjutnya. Struktur oraganisasi menurut The Leang
Gie (1976) adalah sebagai berikut “ Struktur organisasi adalah yang
menunjukkan segenap tugas pekerjaan untuk mencapai tujuan
organisasi, hubungan antara fungsi-fungsi tersebut serta wewenang
dan tanggung jawab anggota organisasi yang memikul tiap-tiap
tugas pekerjaan itu”. Berdasarkan pengertian tersebut di atas, maka
jelaslah kiranya betapa besar peranan organisasi secara keseluruhan
di dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Ditinjau dari sudut organisasi, maka pemerintah Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar merupakan salah satu wujud organiasi
di dalam lembaga pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi
dalam proses pencapaian tujuan nasional.
Adapun susunan atau struktur organisasi kantor Kecamatan
Biringkanaya Kota Makassar dapat dijelaskan sebagai berikut :
22
1. Camat adalah Kepala Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar
2. Sekretariat Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar memimpin
unit kerja yang terdiri dari :
a. Urusan perencanaan
b. Urusan Umum
3. Seksi Pemerintahan
a. Sub Seksi Pemerintahan Umum dan Kelurahan
b. Sub Seksi Kependudukan
c. Sub Seksi Ketentraman dan Ketertiban
4. Seksi Pembangunan Masyarakat Kelurahan, terdiri dari :
a. Sub Seksi Sarana, Prasarana dan Pelayanan Umum
b. Sub Seksi Perekonomian, Produksi dan Distribusi;
c. Sub Seksi Kesejahteraan Sosial dan Lingkungan Hidup;
23
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Rata-rata Biji Berkecambah dengan Pengaruh Lama Perendaman Air
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Rata-rata perkecambahan biji
kemiri terhadap pengaruh lama perendaman air yang dilakukan selama 1 bulan,
dengan perlakuan perendaman Asam Sulfat (H2SO4) selama 30 menit tanpa
perendaman Air (Kontrol) menunjukan nilai rata-rata 0,17 biji berkecambah dari
150 biji kemiri yang disemaikan, perendaman menggunakan Asam Sulfat (H2SO4)
dengan perlakuan perendaman Air selama 3 hari menunjukan nilai rata-rata 2,67
biji berkecambah dari 150 biji kemiri yang disemaikan, perendaman
menggunakan Asam Sulfat (H2SO4) dengan perlakuan perendaman air selama 4
hari menunjukan nilai rata-rata 6,22 biji berkecambah dari 150 biji kemiri yang
disemaikan, perendaman menggunakan Asam Sulfat (H2SO4) dengan perlakuan
perendaman air selama 5 hari menunjukan nilai rata-rata 4,17 biji berkecambah
dari 150 biji kemiri yang disemaikan . Jumlah rata-rata dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah rata-rata berkecambah pada pengaruh lama perendaman Air
Perlakuan Total berkecambah
(Biji)
Rata-rata
(biji per 6 minggu)
Kontrol 3 0,17
3 hari 48 2,67
4 hari 112 6,22
5 hari 75 4,17
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019
24
Gambar 1. Rata-rata perkecambahan pada pengaruh lama perendaman Air
Pada Gambar 1. Menunjukkan bahwa jumlah rata-rata terendah yaitu 0,17
kecambah kemiri pada perlakuan perendaman Asam Sulfat selama 30 menit tanpa
perendaman air dan jumlah rata-rata tertinggi yaitu 6,22 kecambah kemiri pada
perlakuan perendaman menggunakan Asam Sulfat (H2SO4) dengan lama
perendaman Air selama 4 hari. Hasil ini diakibatkan pengaruh Asam Sulfat yang
membuat cangkang pada kemiri melunak sehinggga air mudah masuk kedalam
embrio biji sehingga terjadi proses perkecambahan, perendaman dengan waktu
yang kurang lama belum mampu memecahkan dormansi biji kemiri.
Hal ini pun sesuai dengan pernyataan Mali’ah (2014), menyatakan
bahwa perendaman melakukan asam sulfat (H2SO4) selama 1 sampai 10 menit
tidak berpengaruh terhadap permatahan dormansi beinih, sedangkan perendaman
selama 60 menit atau lebih dapat menyebabkan kerusakan pada benih secara
umum.
0.17
2.67
6.22
4.17
0.00
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
Kontrol 3 hari 4 hari 5 hari
Jum
lah
ke
ca
mb
ah
Lama Perendaman
Rata-rata perkecambahan pada pengaruh lama
perendaman Air
25
Namun jumlah kemiri yang berkecambah belum terlalu banyak jika
dengan lama persemain hanya 1 bulan hal itu dapat dilihat dari jumlah
perkecambahan menggunakan Asam Sulfat (H2SO4) pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Kecambah pada pengaruh lama perendaman air
Perlakuan Ulangan
Total 1 2 3
Kontrol 0,33 0,17 0,00 0,50
3 Hari 2,50 3,33 2,17 8,00
4 Hari 6,17 4,67 7,83 18,67
5 Hari 4,50 4,17 3,83 12,50
Total 13,50 12,33 13,83 39,67
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019
Hasil perhitungan disajikan kedalam analisis sidik ragam untuk mengetahui
adanya pengaruh nyata atau tidak nyata, pada Tabel 3:
Tabel 3. Analisis Sidik Ragam Perlakuan pengaruh lama perendaman air
SK D b JK KT F hit
F tabel
5% 1%
Perlakuan 3 58,52 19,50 25,93 ** 4,07 7,59
Galat 8 6,01 0,75
Total 11 64,54
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019
Keterangan : ** = berpengaruh sangat nyata
Berdasarkan Tabel 3. Analisis sidik ragam untuk mengetahui adanya
pengaruh nyata atau tidak nyata perlakuan terhadap kecambah kemiri, dapat
dilihat dari derajat bebas perlakuan 3, dan derajat bebas galat 8, maka diperoleh
26
F.Tabel 5 % dengan nilai 4,07 dan F.Tabel 1 % dengan nilai 7,59 dan F.Hitung
25,93 sehingga sumber keragaman perlakuan menunjukkan adanya pengaruh
sangat nyata terhadap jumlah kecambah Kemiri (F.Hit perlakuan > F.Tabel 5%
dan 1%).
Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan perendaman berpengaruh sangat
nyata terhadap jumlah kecambah tetapi penggunaan asam sulfat sudah mampu
memecahkan dormansi walaupun membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk
disemaikan.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam tabel Anova diketahui bahwa
nilai F. hitung lebih besar dari F. tabel sehingga perlu dilakukan uji lanjut beda
nyata jujur (BNJ).
Tabel 4. Uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) 5%
Perlakuan Rata-rata BNJ 5%
Rata-
rata+BNJ Simbol
Kontrol 0,17 2,265 2,435 a
3 hari 2,67 2,265 4,935 b
4 hari 6,22 2,265 8,485 b
5 hari 4,17 2,265 6,435 b
Sumber: data primer, setelah diolah 2019
Berdasarkan Tabel.4 hasil uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) 5% Dapat
disimpulkan bahwa perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak
berbeda nyata pengaruhnya. Dari hasil pengujian diatas, perlakuan perendaman 3
hari, 4 hari, 5 hari memiliki symbol yang sama yang artinya tidak berbeda nyata
pengaruhnya, sedangkan perlakuan kontrol berbeda nyata dengan perlakuan
lainya.
27
Untuk menentukan perlakuan mana yang terbaik, dilihat dari perlakuan
mana yang nilai rata-ratanya tertinggi. dalam hal ini perlakuan yang nilai rata-
ratanya tertinggi adalah perendaman 4 hari dengan nilai rata-rata 6,22.
Tabel 5. Uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) 1%
Perlakuan Rata-rata BNJ 1% Rata-rata+BNJ Simbol
Kontrol 0,17 3,1 3,27 a
3 hari 2,67 3,1 5,77 ab
4 hari 6,22 3,1 9,32 c
5 hari 4,17 3,1 7,27 bc
Sumber: data primer, setelah diolah 2019
Berdasarkan Tabel.5 hasil uji lanjut beda nyata jujur (BNJ) 1% dapat
disimpulkan bahwa perlakuan Kontrol dan perendaman 3 hari berbeda nyata
karena memiliki symbol yang beda, sedangkan perendaman ,4 hari, dan 5 hari
diikuti dengan simbol yang sama yaitu “c” dinyatakan tidak berbeda nyata
pengaruhnya menurut BNJ 1%.
Maka untuk menentukan perlakuan mana yang terbaik dapat dilihat dari
perlakuan mana yang nilai rata-ratanya tertinggi. dalam hal ini perlakuan yang
nilai rata-ratanya tertinggi adalah perendaman 4 hari dengan nilai rata-rata 6,22.
5.2. Persentase Biji Berkecambah Dengan pengaruh lama perendaman Air
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan persentase perkecambahan biji
kemiri yang dilakukan selama 1 bulan, perendaman menggunakan Asam Sulfat
(H2SO4) selama 30 menit tanpa perendaman Air (Kontrol) dengan perendaman
menunjukan rata-rata persentase berkecambah 2,66%, perendaman menggunakan
28
Asam Sulfat (H2SO4) dengan perlakuan perendaman Air selama 3 hari
mempunyai rata-rata persentase berkecambah 32%, perendaman menggunakan
Asam Sulfat (H2SO4) dengan perlakuan perendaman Air selama 4 hari
mempunyai rata-rata persentase berkecambah 74,66%, perendaman menggunakan
Asam Sulfat (H2SO4) dengan perlakuan perendaman Air selama 5 hari
mempunyai rata-rata persentase berkecambah 50% Jumlah rata-rata persentase
dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Jumlah persentase Rata-rata berkecambah pada perlakuan lama
perendaman Air
Perlakuan
Total Biji
Total
Berkecambah
(Biji)
Persentase
Perkecambahan
Kontrol 150 3 2,66%
3 hari 150 48 32%
4 hari 150 112 74%
5 hari 150 75 50%
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019
Gambar 2. Rata-rata persentase perkecambahan pada pengaruh lama
perendaman Air
2,66%
32%
74,66%
50%
0
2
4
6
8
10
12
14
Kontrol 3HARI 4HARI 5HARI
Lama Perendaman
Rata-rata persentase perkecambahan pada
pengaruh lama perendaman Air
29
Pada Gambar 2. Dapat dilihat jumlah persentase perkecambahan
menggunakan metode perendaman Asam Sulfat terendah yaitu 2,66% kecambah
kemiri pada perlakuan perendaman menggunakan Asam Sulfat selama 30 tanpa
perendaman air (Kontrol) sedangkan jumlah rata-rata tertinggi yaitu 74,66%
kecambah kemiri dengan lama perendaman 4 hari.
Berdasarkan Gambar diatas menujukkan bahwa persentase kecambah
masih rendah hal ini bisa jadi diakibatkan oleh lingkungan tempat persemaian biji
kemiri. Menurut Nurwardani (2008) perkecambahan akan terjadi Jika
suatu biji tanaman di tempatkan pada lingkungan yang menunjang dan memadai.
Perkecambahan diawali dengan penyerapan air dari lingkungan sekitar biji, baik
tanah, udara, maupun media lainnya. Waktu persemaian juga bisa mengakibatkan
persentase perkecambahan lebih rendah.
Jika biji kemiri langsung ditanam tanpa disemaikan terlebih dahulu maka
biji kemiri baru akan berkecambah sekitar 4-6 bulan dengan maksimal persentase
kecambah 50% sedangkan biji kemiri yang disemaikan terlebih dahulu akan
berkecambah sekitar 1-2 bulan dengan persentase kecambah 75%. Selain itu
faktor utama yang menyebabkan rendahnya kecambah adalah ketebalan kulit
kemiri semakin tebal kulit kemiri maka akan semakin lama pula proses kecambah
terjadi.
30
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa :
1. Rata-rata perkecembahan biji kemiri dengan pengaruh lama perendaman
air menggunakan metode perendaman asam sulfat (H2SO4) dapat
menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi pada perlakuan lama
perendaman air selama 4 hari dengan nilai 6,22 biji berkecambah
sedangkan nilai rata-rata terendah pada perlakuan perendaman asam sulfat
(H2SO4) selama 30 menit tanpa perendaman air (Kontrol) dengan nilai
0.17 biji berkecambah.
2. Persentase perkecambahan biji kemiri dengan pengaruh lama perendaman
air menggunakan perendaman asam sulfat (H2SO4) menunjukan bahwa
nilai persentase perkecambahan teringgi pada perlakuan perendaman asam
sulfat dan air selama 4 hari dengan nilai 74,66% biji berkecambah dan
nilai persentase terendah pada perlakuan perendaman asam sulfat (H2SO4)
selama 30 menit tanpa perendaman air (Kontrol) dengan nilai 2,66% biji
berkecambah.
6.2. Saran
Metode perendaman diatas belum mampu menghasilkan jumlah
kecambah kemiri dengan persentase yang tinggi untuk itu diperlukan penelitian
yang lebih lanjut terkait lama perendaman atau kadar bahan kimia.
31
DAFTAR PUSTAKA
Copeland, L.O. dan McDonald, M.B. 1995. Principles of Seed Science and
Technology 3Rd Edition. Buku. Chapman and Hall. New York. 480 hlm.
Direktur Hutan Tanaman Industri 1990 Teknik pembuatan Hutan Tanaman
Kemiri. Departemen Kehutanan, Jakarta, Indonesia
Ginoga, B., Ginting, A.N. dan Santoso, B. 1989 Hutan Tanaman Kemiri
(Aleurites Moluccana Willd.): Syarat Tempat Tumbuh dan Aspek
Ekonominya.
Hyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Buku. Yayasan
SaranaWana Jaya. Jakarta. 2521 hlm.
Kementrian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: P.21/Menhut-Ii/2009 Tentang Kriteria dan Indikator Penetapan
Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Unggulan . Kementrian Kehutanan.
Jakarta.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.
Khadijah, N., 1996, Bercocok Tanam Kemiri, CV Telaga Zamzan, Ujung
Pandang, 67 Hlm.
Khoirul, A., 2015, Kimia Dasar II Asam Sulfat, bali.
Krisnawati, H.Dkk., 2011 Aleurites moluccana (L.) Willd.: Ekologi, Silvikultur
Dan Produktivitas. Cifor, Bogor, Indonesia. Hlm 12.
Mali’ah, S. 2014. Pengaruh konsentrasi dan Lama Perendaman Dalam Asam
Sulfat (H2SO4) Terhadap Perkecambahan Benih Saga Pohon
(Adenanthera Pavonina L.).Skripsi.Universitas Islam Negri Maulana
Malik Ibrahim.
Nurfiana, R. 2017. Pengaruh Lama Waktu Skarifikasi terhadap Perkecambahan
Biji Lamtoro Sebagai Pakan Ternak. Skripsi. Universitas Islam Negeri
Alauddin. Makassar. 69 hlm
Nurwardani, P., 2008, Teknik Pembibitan Tanaman Dan Produksi Benih,
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Jakarta.
32
Paimin. 1994. Kemiri Budidaya dan Prospek Bisnis. PT. Penebar Swadaya
Anggota IKAPI. Jakarta
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.35/Menhut-II/2007.
Sihombing. 2011. Hasil Hutan Bukan Kayu . Bumi Aksara. Bandung.
Stenis. 1981. Flora, Untuk Sekolah di Indonesia. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Undang-Undang tentang Kehutanan No. 41 tahun 1999.
34
LAMPIRAN
1. Data primer
Data biji kemiri yang berkecambah menggunakan metode pada pengaruh lama
perendaman Air
a. Kontrol
Minggu
Total
ulangan K1 K2 K3 K4 K5 K6
1 0 2 0 0 0 0 2
2 0 0 0 1 0 0 1
3 0 0 0 0 0 0 0
Total 0 2 0 1 0 0 3
b. Perendaman 3 hari
Minggu Total
ulangan P11 P12 P13 P14 P15 P16
1 0 2 0 5 4 4 15
2 0 3 2 3 5 7 20
3 0 2 0 3 4 4 13
Total 0 7 2 11 13 15 48
35
c. Perendaman 4 hari
Minggu
Total
ulangan P21 P22 P23 P24 P25 P26
1 2 4 6 8 10 7 37
2 3 4 4 6 6 5 28
3 3 5 7 15 8 9 47
Total 8 13 17 29 24 21 112
d. Perendaman 5 hari
Minggu
Total
ulangan P31 P32 P33 P34 P35 P36
1 0 4 3 7 6 7 27
2 0 3 2 5 8 7 25
3 0 3 3 7 7 3 23
Total 0 10 8 19 21 17 75
36
2. Olah Data Statistik
a. Kontrol
Minggu
Total
Rata-
rata
ulangan K1 K2 K3 K4 K5 K6
1 0 2 0 0 0 0 2 0,33
2 0 0 0 1 0 0 1 0,17
3 0 0 0 0 0 0 0 0,00
Total 0 2 0 1 0 0 3
b. Perendaman 3 Hari
c.Minggu Total
Rata-
rata
ulangan P11 P12 P13 P14 P15 P16
1 0 2 0 5 4 4 15 2,50
2 0 3 2 3 5 7 20 3,33
3 0 2 0 3 4 4 13 2,17
Total 0 7 2 11 13 15 48
37
d. Perendaman 4 hari
Minggu
Total
Rata-
rata
ulangan P21 P22 P23 P24 P25 P26
1 2 4 6 8 10 7 37 6,17
2 3 4 4 6 6 5 28 4,67
3 3 5 7 15 8 9 47 7,83
Total 8 13 17 29 24 21 112
e. Perendaman 5 hari
Minggu
Total
Rata-
rata
ulangan P31 P32 P33 P34 P35 P36
1 0 4 3 7 6 7 27 4,50
2 0 3 2 5 8 7 25 4,17
3 0 3 3 7 7 3 23 3,83
Total 0 10 8 19 21 17 75
38
3. Analisis sidik ragam
a. Pengaruh lama perendaman Air terhadap perkecambahan biji kemiri dengan metode
perendaman asam sulfat (H2SO4.
Perlakuan Ulangan
total rata 1 2 3
Kontrol 0,50 0,17 0,00 0,50
3 hari 2,50 3,33 2,17 8,00
4 hari 6,17 4,67 7,83 18,67
5 hari 4,50 4,17 3,83 12,50
Total 13,50 12,33 13,83 39,67
Derajat bebas (dB)
dBt = N-1 = 11
dBp = t-1 = 3
dBg = t(r-1) = 8
Faktor Koreksi (FK)
FK = Yij^2/rt 131,12
Jumlah Kuadrat
(JK)
Jumlah Kuadrat Total (JKT)
JKT = Ʃ(Yij)²-FK 64,55
Jumlah Kuadrat Perlakuan (JKP)
JKP = ((Ʃ(Ʃyij)²)/r)-
FK 58,53
39
Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
JKG = JKT-JKG 6,01
D. Kuadrat Tengah (KT)
KTP = JKP/dbp 19,50
KTG = JKG/dpg 0,75
E. F Hitung
Fhit = KTP/KTG 25,93
4. Uji lanjut beda nyata terkecil (BNT) 5% dan 1%
a. Uji lanjut BNJ 5%
Perlakuan
Rata-
rata Bnj 5%
Rata-
rata+BNJ Simbol
Kontrol 0,17 2,265 2,435 a
3 hari 2,67 2,265 4,935 b
4 hari 6,22 2,265 8,485 b
5 hari 4,17 2,265 6,435 b
40
b. Uji Lanjut BNJ 1%
Perlakuan Rata-rata Bnt 1% Rata-rata+BNJ Simbol
Kontrol 0,17 3,1 3,27 a
3 hari 2,67 3,1 5,77 ab
4 hari 6,22 3,1 9,32 c
5 hari 4,17 3,1 7,27 bc
41
5. Surat izin penelitian
42
6. Dokumentasi penelitian
Bahan untuk perendaman Biji kemiri asam sulfat dan Aquades
Proses Pengeceran asam sulfat
43
Penyortiran Biji kemiri
Perendaman Asam Sulfat (H2SO4)
44
Proses Perendaman Air
Proses pembilasan Biji kemiri H2SO4 20%
45
Penimbunan biji kemiri asam sulfat (Kontrol)
Proses Penimbunan biji kemiri
46
Penimbunan Biji kemiri
Biji kemiri yang berkecambah
47
Kemiri berkecambah
48
7. Table Distribusi Frekuensi
a. F. Tabel 5%
49
b. F. Tabel 1 %
50
8. T. HSD/Tukey pada taraf nyata 5%
51
9. T. HSD/Tukey pada taraf nyata 1%
RIWAYAT HIDUP
Miranda Rifdayanti (105950059615), dengan judul Skripsi
“Pengaruh Lama Perendaman Air Terhadap
Perkecambahan biji Kemiri (Aleurites moluccana) dengan
Metode Perendaman Asam Sulfat (H2SO4) di CV. Agritech
Indonesia, Kelurahan Berua Kecamatan Biringkanaya Kota
Makassar” yang di bimbing oleh Bapak Azis dan Bapak Tahnur.
Penulis Lahir pada tanggal 26 juli 1997 di Dusun Sambote, Desa Bawalipu,
Kecamatan Wotu, Kabupaten Luwu Timur, Provinsi Sulawesi Selatan. Penulis
merupakan anak ke dua dari lima bersaudara, dari pasangan Bapak Rifai dan Ibu
Nurida. Penulis pertama kali menyelesaikan pendidikan formal di SDN 133 Banalara
pada Tahun 2004 dan tamat pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 1 Wotu dan tamat pada tahun 2012, Penulis
melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Wotu dan tamat pada tahun 2015 penulis
melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar Fakultas Pertanian
Jurusan Kehutanan.