i
Pengaruh Kerjasama Pertahanan India-Vietnam dalam
Menghadapi Tiongkok di Sengketa Laut China Selatan
(Periode 2014-2016)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Arifah Raihana RA
1113113000048
PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
ii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
Pengaruh Kerjasama Pertahanan India-Vietnam dalam
Menghadapi Tiongkok di Sengketa Laut China Selatan
(Periode 2014-2016)
1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudan hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli
saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 2 Januari 2018
Arifah Raihana RA
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:
Nama : Arifah Raihana RA
NIM : 1113113000048
Program Studi : Ilmu Hubungan Internasional
Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:
Pengaruh Kerjasama Pertahanan India-Vietnam dalam
Menghadapi Tiongkok di Sengketa Laut China Selatan
(Periode 2014-2016)
dan telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 2 Januari 2018
Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Pembimbing,
Muhammad Adian Firnas, S.IP, M.Si Teguh Santosa M.A
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI Pengaruh Kerjasama Pertahanan India-Vietnam dalam
Menghadapi Tiongkok di Sengketa Laut China Selatan
(Periode 2014-2016)
oleh
Arifah Raihana RA
1113113000048
telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal Januari
2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional.
Ketua, Sekretaris,
Muhammad Adian Firnas, S.IP, M.Si Eva Mushoffa, MHSPS
Penguji I Penguji II
Ahmad Syaifuddin Zuhri S.IP, LM Inggrid Galuh Mustikawati MHSPS
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal
Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional
FISIP UIN Jakarta
Muhammad Adian Firnas, S.IP, M.Si
v
ABSTRAK
Skripsi ini menganalisis upaya power balancing Vietnam terhadap
Tiongkok melalui kerangka kerjasama pertahanan dengan India dalam
pengembangan kapabilitas militer laut di lingkup internal. Tujuan penelitian ini
ialah untuk mengemukakan pengaruh kerjasama India dan Vietnam dalam
membantu Vietnam menghadapi sengketa di Laut China Selatan. Penelitian ini
dilakukan melalui wawancara dan studi pustaka. Peneliti menemukan bahwa
terdapat keterlibatan India dalam mengembangkan pertahanan Vietnam yang
dilakukan dengan cara memfasilitasi memodernisasi pertahanan laut Vietnam.
Selain itu India juga mendukung kebebasan navigasi di Laut China Selatan yang
terancam karena militerisasi Tiongkok. Isu Laut China Selatan menjadi
kepentingan bersama India dan Vietnam. Kerjasama India-Vietnam adalah salah
satu cara dari strategi multidimensional Vietnam menghadapi Tiongkok selain
strategi diplomasi multilateral, kerjasama ekonomi, dan politik.
Kerangka teoretis yang digunakan dalam skripsi ini yaitu teori balance of
power, detterent, dan national interest. Dari hasil analisis dengan menggunakan
ketiga teori tersebut dapat disimpulkan bahwa kerjasama pertahanan India-
Vietnam merupakan upaya balancing Vietnam mempertahankan kepentingan
nasionalnya yaitu kedaulatan negara. Adanya security dilemma juga menjadi
alasan upaya internal balancing Vietnam memodernisasi pertahanannya. Vietnam
memanfaatkan momentum kedekatan hubungannya dengan India pada strategi
detterent dalam memenuhi kebutuhan pertahanannya. Kerjasama ini juga
menunjukkan kolaborasi aktor negara dalam menjaga stabilitas dalam kawasan.
Kata kunci: Laut China Selatan, India, Vietnam, Tiongkok, hubungan bilateral,
national interest, security dilemma, kerjasama pertahanan.
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,
dengan topik pengaruh kerjasama pertahanan India-Vietnam. Topik ini penting
dan menarik untuk diangkat sebagai penelitian, lebih-lebih karena isu Laut China
Selatan masih menjadi perbincangan dalam forum regional maupun Internasional
saat ini.
Tidak lupa pula, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-
pihak dibalik penulisan skripsi ini:
1. Pak Teguh Santosa, selaku dosen pembimbing skripsi, tanpa
dukungan, bimbingan dan revisi beliau, penulis belum tentu mampu
menyelesaikan skripsi ini dengan baik,
2. Orang Tua, adik dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan
support, motivasi dan bantuan, sehingga memacu penulis untuk segera
menyelesaikan skripsi,
3. Kak Labib Syarief, Maulida, Farah, Sherly, Dunde dan grup
bimbingan skripsi Pak Teguh, terima kasih atas bantuan saran dan
kerelaannya menjadi tempat berkeluh-kesah penulis dalam
mengerjakan skripsi,
4. Dosen penguji, keluarga HI UIN Jakarta 2013, dosen-dosen, kolega,
teman-teman, saudara-saudara, yang tidak bisa disebutkan satu persatu
disini, terima kasih atas segala dukungan, bantuan, atau kesediaannya
menjadi tempat curahan hati penulis selama mengerjakan skripsi,
5. Para Narasumber penelitian yang meluangkan waktu untuk berbagi
pengalaman dan ilmunya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna dan
masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saran-saran akan
vii
sangat berguna bagi penulis. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi banyak orang, pengembangan ilmu hubungan
internasional, dan semoga bagian dari topik skripsi ini dapat dilanjutkan
dalam penelitian mengenai kelanjutan isu internasional Laut China
Selatan.
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………… v
KATA PENGANTAR……………………………………………………... vi
DAFTAR ISI………………………………………………………………. viii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. x
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………. xi
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….. xii
DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………… xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah…………………………………….. 1
B. Pertanyaan Penelitian………………………………….... 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………. 10
D. Tinjauan Pustaka………………………………………... 11
E. Kerangka Teoretis………………………………………. 13
F. Metode Penelitian………………………………………. 16
G. Sistematika Penulisan…………………………………... 17
BAB II HUBUNGAN BILATERAL INDIA DAN VIETNAM
A. Dinamika Hubungan India dan Vietnam………………. 23
B. Hubungan India-Vietnam Periode 2007-2013…………. 26
C. Hubungan India Vietnam Periode 2014-2016…...……... 29
BAB III GAMBARAN UMUM KONFLIK LAUT CHINA SELATAN
ANTARA VIETNAM DENGAN TIONGKOK
A. Potensi Strategis Kawasan Laut China Selatan………... 36
B. Sengketa Klaim Teritori di Laut China Selatan.............. 39
C. Tumpang tindih klaim pada Kepulauan Paracel dan
Spartly.………………………………………………….. 42
1. Klaim Tiongkok di wilayah Laut China Selatan…… 42
2. Klaim Vietnam di wilayah Laut China Selatan…….. 46
D. Deklarasi Kedaulatan Kepulauan Spartly dan Paracel…. 50
E. Sikap Tiongkok terhadap Vietnam……………………... 51
F. UNCLOS dalam sengketa Laut China Selatan…………. 57
G. Upaya penyelesaian sengketa di Laut China Selatan melalui
ASEAN…………………………………………………. 62
BAB IV STRATEGI POWER BALANCING VIETNAM TERHADAP
AGRESIVITAS TIONGKOK
A. Kepentingan Nasional dan Ekspansi Militer Tiongkok di Laut
China Selatan …………………………...……………… 65
B. Pelanggaran Kedaulatan Negara Pesisir dan Kepentingan
Kebebasan Navigasi………………….…………………. 67
C. Mengatasi Security Dilemma atas Ancaman Keamanan. 70
D. Strategi Balancing Power Vietnam……………………... 74
ix
1. Strategi Internal Balancing…………………………. 74
2. Strategi External Balancing………………………… 77
E. Kerjasama Pertahanan Vietnam-India dalam Membangun
Pertahanan Vietnam……………………………………. 80
1. Pembangunan Kapabilitas Pertahanan Vietnam…… 80
2. Perlindungan Kepentingan Ekonomi dan Strategis di Laut
China Selatan………………………………………. 85
BAB V PENUTUP
Kesimpulan………………………………………………. 91
Daftar Pustaka……………………………………………………………. xiii
Lampiran-Lampiran
x
DAFTAR TABEL
Tabel I.C.1 Dokumen-Dokumen Klaim Historis Tiongkok………….... 43
Tabel I.C.2 Dokumen-Dokumen Klaim Historis Vietnam .………….... 46
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar III.1 Area Klaim Negara-negara di Laut China Selatan .…………. 40
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Joint Statement between THE SOCIALIST REPUBLIC OF VIET
NAM AND THE REPUBLIC OF INDIA
Lampiran 2 Historical Evidence To Support China's Sovereignty over Nansha
Islands
Lampiran 3 Transkrip wawancara Letjen TNI Dr. I Wayan Midhio, M.Phil ……..
……..………………………………………………………….xxii
Lampiran 4 Transkrip email Profesor Dr. Carlyle A Thayer……………...xxxiii
Lampiran 5 Transkrip wawancara Brigadir Arun Saghal………………….xxxviii
Lampiran 6 Transkrip wawancara dan paper Profesor Dr. Hasyim Djalal..xlv
xiii
DAFTAR SINGKATAN
ADMM ASEAN Defence Ministrial Meeting
ADMM+ ASEAN Defence Ministrial Meeting dengan 8 negara Dialogue
Partner seperti Australia, Tiongkok, India, Jepang, New Zealand,
Taiwan, Rusia, Amerika Serikat.
APEC Asia Pasific Economic Cooperation
ARF ASEAN Regional Forum
AS Amerika Serikat
ASEAN Association of Southeast Asia Nation
ASEM Asia-Europe Meeting
BP British Petroleum
CLCS Commission on the Limits of the Continental Shelf
CNOOC China National Offshore Oil Corporation
CNPC China National Petroleum Corporation
COC Code of Conduct
DNSO Decom North Sea
DOC Declaration of the Conduct of Parties
EAS East Asia Summit
EIA Energy Information Administration
ISRO Indian Space Research Organization
KTT Konferensi Tingkat Tinggi
LCS Laut China Selatan
LEP Look East Policy
LoC Line of Credit
MMBO Million Barrels of Oil
MoU Memorandum of Understanding
xiv
NSG Nuclear Supplier Group
ONGC The Oil and Natural Gas Corporation
OVL The Oil and Natural Gas Corporation (ONGC) Videsh Limted
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
PLA People‟s Liberation Army
PM Perdana Menteri
PoK Pakistan-occupied Kashmir
PRC People‟s Republic of China
RMA Revolution in Military Affairs
RRT Republik Rakyat Tiongkok
Sekjen Sekertaris-Jenderal
SIPRI Stockholm International Peace Research Institute
SLOC Sea Lanes of Communication
TAC Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia
UNCLOS United Nations Convention on the Law of the Sea
UNSC United Nations Security Council
USGS US Geological Survey
VPA Vietnam People‟s Army
WTO World Trade Organization
ZEE Zona Ekonomi Eksklusif
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Hubungan bilateral India dan Vietnam semakin erat setelah kedua negara
sepakat mengubah status ―strategic partnership‖ menjadi ―comprehensive
strategic partnership‖ yang bertujuan meningkatkan stabilitas dalam kawasan
menandingi Tiongkok.1 Peningkatan hubungan bilateral tersebut terjadi ketika
Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi mengunjungi Hanoi pada 3
September 2016.2 Vietnam juga meningkatkan hubungan militernya dengan
negara yang memiliki kekuatan regional seperti India pasca hubungannya
memburuk dengan Tiongkok.3
Upaya Vietnam tersebut merupakan respon atas tindakan asertif Tiongkok
yang beraktifitas di wilayah perairan yang disengketakan di Laut China Selatan
(LCS). Tensi semakin meningkat akibat benturan klaim kedaulatan. Eskalasi
konflik yang terjadi menyebabkan dinamika perluasan hubungan kerjasama
Vietnam dengan negara-negara strategic partner meningkat untuk membantu
Vietnam melindungi diri.
1 Rajeev R. Chaturvedy, “ Is India Making Waves in South China Sea?”, Institute of South Asian
Studies(ISAS) Working Paper, 2014: 6-7. 2 Rajeev R.Chaturvedy, “India-Vietnam Ties: The Stamp of „Modi Doctrine‟, ISAS Insight, 2016:
1. 3 Joshua Kurlantzick, “A China-Vietnam Military Clash”, Council on Foreign Relation.
(September 2015): 2.
2
Karena konfliknya dengan Tiongkok, Vietnam beresiko mengalami
perubahan kekuasaan perbatasan maritim sehingga Vietnam perlu membangun
kapabilitas pertahanannya. Vietnam meningkatkan kerjasama pertahanan bilateral
dan multilateral dengan negara lain untuk mengatasi tantangan bagi kepentingan
nasionalnya. Dalam kerjasama multilateral, sektor pertahanan Vietnam membahas
isu keamanan ini dalam forum yang terkait dengan pertahanan seperti ASEAN
Defence Ministrial Meeting (ADMM) dan ADMM+ dan berpartisipasi dalam
proses confidence-building dengan negara-negara mitranya.4
Keperluan Vietnam untuk membangun kapabilitas militernya disebabkan
tidak ada militer lain dalam wilayah Laut China Selatan yang dapat menandingi
Tiongkok dalam kuantitas maupun dalam kualitas. Angkatan bersenjata milik
Tiongkok, Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) telah mampu untuk memperoleh
sistem militer terdepan, Tiongkok juga telah menambah lebih banyak landasan
terbang daripada semua pesaingnya di kawasan sengketa.5 Landasan terbang
tersebut mampu membuat Tiongkok menempatkan pasukan lebih banyak dari
sebelumnya, bebas beraktifitas dan membangun pangkalan militernya.
Selain negara ASEAN yang lain, Vietnam adalah negara yang terdesak
oleh ekspansi teritori maritim yang diklaim Tiongkok. Tiongkok memperebutkan
90% klaimnya pada Laut China Selatan sebagai Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
4 Tran Truong Thuy, “Rebalancing: Vietnam‟s South China Sea Challenges and Responses”,
National Asian Security Studies Program (NASSP) Issue Brief Series No.2.3 (Desember 2016): 15-
16. 5 Richard A.Bitzinger, “The Growth of Chinese Military power and its implications for military
modernization in Southeast Asia”, hlm 19. 21 Januari 2013. Program for East Sea (South China
Sea) Studies. Tersedia di http://southchinaseastudies.org atau www.nghiencuubiendong.vn.
3
miliknya.6 Tiongkok sendiri mengklaim bahwa Laut China Selatan adalah bagian
Tiongkok dengan alasan bukti historis.
Pernyataan tersebut tercantum dalam situs kementrian hubungan luar
negeri Republik Rakyat Tiongkok (RRT) yang berjudul Historical Evidence To
Support China‘s Sovereignty over Nansha Islands pada 17 September tahun 2000.
Pernyataan tersebut berisi penegasan bahwa “Tiongkok adalah yang pertama
menemukan, menamai, mengembangkan, dan menjalankan aktifitas ekonomi dan
yuridiksi di pulau Nansha (Spartly).”7 Dalam pernyataaan resmi pemerintah
tersebut secara singkat menjelaskan bukti-bukti sejarah bahwa tuan rumah dari
Laut China Selatan adalah orang-orang Tiongkok, yang pertama kali menemukan
dan mengembangkan kepulauan Nansha dan bahwa pemerintah Tiongkok telah
lama memiliki “kedaulatan” dan yuridiksi pada pulau-pulau ini. “Kepulauan
Nansha telah menjadi bagian hak yang tidak dapat dicabut dari teritori Tiongkok
sejak masa dahulu kala.”8
Terdapat banyak referensi dan peta kuno yang menunjukan pulau
“Shitang” atau “Nansha” sebagai bagian dari teritori Tiongkok sejak jaman
Dinasti Han. Referensi tersebut juga merujuk pada pulau-pulau, batu karang, dan
pulau kecil yang berada di Laut China Selatan, termasuk kepulauan Nansha
(Spartly) dan Xisha (Paracel).
6 Kurlantzick, A China-Vietnam Military Clash, 1.
7 Ministry of Foreign Affairs of the People‟s Republic of China, “Historical Evidence To Support
China‟s Sovereignty over Nansha Islands”. 2000. Tersedia di
http://www.fmprc.gov.cn/mfa_eng/topics_665678/3754_666060/t19231.shtml. 8 MFA, Historical Evidence To Support China‘s Sovereignty.
4
Pada Laut China Selatan terdapat potensi sumberdaya alam dalam jumlah
besar yang dapat dieksplorasi. U.S. Geological Surveys (USGS) mendeteksi
sumberdaya potensial seperti gas dan minyak yaitu sebanyak 2,522 MMBO
(million barrels of oil) terdapat di Laut China Selatan.9 Selain itu laut merupakan
wilayah yang penting. Laut sangat vital bagi aktivitas perdagangan yang akan
berdampak pada ekonomi negara-negara yang menggunakan laut untuk
kepentingan pengiriman impor dan ekspor barang logistik.
Tiongkok merupakan negara yang lebih kuat secara ekonomi, militer
maupun politik. Meskipun memiliki kesamaan ideologi dengan Tiongkok, status
Vietnam sebagai mitra strategis bagi Tiongkok tampaknya tidak akan membuat
Tiongkok menarik klaimnya pada teritori yang juga di klaim oleh Vietnam.
Meskipun Tiongkok dan Vietnam telah lama memiliki hubungan bilateral, namun
semenjak 2011 kedua negara berkonflik memperebutkan wilayah Laut China
Selatan.10
Tiongkok maupun Vietnam saling memperebutkan klaimnya di wilayah
Laut China Selatan yang meliputi pulau Paracels dan Kepulauan Spartly dengan
alasan eksplorasi sumberdaya. Eksplorasi dari pihak Tiongkok melibatkan
perusahaan milik pemerintah China National Petroleum Corporation (CNPC)
yang membuat pengeboran minyak di perairan yang diklaim Vietnam.11
9 US Geological Survey (USGS), “Assesment of Undiscovered Oil and Gas Resources of
Southeast Asia”, USGS Fact Sheet. 2010. Tersedia di https://pubs.usgs.gov/fs/2010/3015/. 10
Kurlantzick, A China-Vietnam Military Clash, 1. 11
Kurlantzick, A China-Vietnam Military Clash, 1.
5
Ketegangan dalam kawasan kembali muncul setelah kapal patroli
Tiongkok memotong kabel kapal eksplorasi Vietnam pada 26 Mei 2011 yang
sedang melakukan penelitian seismik di 120 mil laut dari pantai Vietnam. Aksi ini
dianggap telah melanggar Declaration of the Conduct of Parties tahun 2002
antara Tiongkok dan ASEAN.12
Pada Juni 2011 tensi kembali meningkat,
Vietnam melaporkan bahwa kapal angkatan laut Tiongkok menembaki kapal
pemancingan ikan milik Vietnam di wilayah teritori perairan Vietnam.13
Selain itu pada September 2011, Tiongkok juga menolak kerjasama
eksplorasi minyak dan gas antara perusahaan ONGC Videsh Ltd (OVL) milik
India dengan Vietnam di dua blok wilayah Vietnam. Ini adalah percobaan lain
dari Tiongkok untuk menegaskan kedaulatannya dalam kawasan yang
disengketakan kepada Vietnam maupun negara-negara lain. 14
Peningkatan status diplomatik antara India dan Vietnam menunjukan
berkurangnya ketergantungan Vietnam terhadap negara mitra strategis lain seperti
Rusia. Vietnam dan Rusia juga telah meningkatkan statusnya menjadi kemitraan
komprehensif strategis, namun posisi Rusia terhadap Laut China Selatan
cenderung mendukung pihak Tiongkok. Selain mendukung keinginan Tiongkok
12
S.D Pradhan, “Growing Tension in South China Sea-Causes and Cures”, Program for East Sea
(South China Sea) Studies. Tersedia di http://southchinaseastudies.org atau
www.nghiencuubiendong.vn. 13
Raman Puri dan Arun Saghal, “The South China Sea Dispute: Implications for India,” Indian
Foreign Affairs Jornal Vol.6 (Oktober-Desember 2011): 445. 14
Pradhan, Growing Tension in South China Sea.
6
untuk menyelesaikan sengketa maritimnya, Rusia juga melakukan pelatihan
militer bilateral di Laut China Selatan.15
India mendukung posisi Vietnam pada sengketa LCS dan membuat Joint
Statement terkait konflik Laut China Selatan dengan menganjurkan resolusi damai
berdasarkan United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS).16
Dalam kunjungan PM Vietnam Nguyen Tan Dung ke India pada Oktober 2014,
pernyataan bersama tersebut ditunjukan bagi kebebasan pelayaran di Laut China
Selatan dan menghimbau seluruh pihak menerapkan Code of Conduct.17
India dan Vietnam merupakan negara yang dekat sejak jaman kedua
pemimpin negara yaitu Presiden Rajendra Prasad dan Perdana Menteri (PM)
Nehru memperjuangkan kemerdekaan nasional.18
Pandit Jawaharlal Nehru adalah
salah satu pejabat negara yang mengunjungi Vietnam setelah kemerdekaannya
pada tahun 1954. Vietnam merupakan mitra regional yang penting bagi India di
Asia Tenggara. Kedua negara bergabung dalam forum regional seperti
Association of South East Asian Nation (ASEAN), East Asia Summit (EAS),
Mekong Gangga Cooperation, Asia Europe Meeting (ASEM) dan forum
internasional seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan World Trade
Organization (WTO).19
15
Thuy, Rebalancing: Vietnam‘s South China Sea, 13-14. 16
Dr.Rahul Mishra,” India-Vietnam: New Waves of Strategic Engagement. Indian Council of
World Affairs”,( 20 Januari 2014):7. 17
Dharsana M. Baruah, “South China Sea: Time For India Mark Its Presence,” S.Rajaratman
School of International Studies (RSIS) Commentary. 2014:2. 18
India Embassy ―Hanoi, Vietnam.” 2016. Tersedia di http://indembassy.com.vn/cms.php?id=8 19
―Hanoi, Vietnam.” 2016.
7
Dalam hubungan bilateralnya, India dan Vietnam bekerjasama dan saling
menguntungkan dalam bidang teknologi dan ekonomi. Kedua negara juga saling
mengadakan kunjungan di tingkat menteri yang menghasilkan pernyataan
bersama dan berbagai perjanjian bilateral.20
Pada tahun 2016, PM India Narendra Modi mengunjungi Hanoi dan
membuat pernyataan kepada publik rencana untuk memperluas dan
memodernisasi persenjataan militer di tengah-tengah persengketaan wilayah dan
jalur stategis dengan Beijing.21
Pada kunjungannya Perdana Menteri India
Narendra Modi kembali menawarkan bantuannya kepada Vietnam berupa dana
pinjaman sebesar $500 juta dolar untuk pertahanan militer yang sedang
dikembangkan oleh Vietnam, sebelum itu India juga memberikan pinjaman
kepada Vietnam sebesar $100 juta dolar untuk membuat kapal patroli pada
2014.22
Akhirnya Vietnam menerima perpanjangan bantuan Line of Credit (LoC)
tersebut pada penandatangan bersama 12 perjanjian lainnya.
Perjanjian-perjanjian yang ditandatangani atas kunjungannya ke Hanoi
yaitu 12 perjanjian termasuk kerjasama dalam bidang pertahanan laut.23
Dalam
pertahanan laut, India telah berkontribusi membantu dalam memodernisasi
20
―Hanoi, Vietnam.” 2016. 21
Suhasini Haidar, “India to modernize Vietnam‟s defence forces,” The Hindu, 29 Oktober 2014. 22
Ho Binh Minh, “India offers $500 milion defense credit as Vietnam seeks arms boost,” Reuters,
3 September 2016. 23
“India grants $500 to Vietnam for defence ties,” The Hindu, 4 September 2016.
8
kapabilitas pertahanan dengan menyediakan beberapa kapal perang, kapal patroli,
misil BrahMos, pelatihan pelaut dan kapal selam.24
Selain kepentingan keamanan, India memiliki kepentingan strategis karena
eksplorasi energi dan jalur perdagangan India melalui Laut China Selatan.25
Semenjak India menjalankan kebijakan „Act East‟, India memang meningkatkan
hubungan bilateralnya dengan negara-negara Asia dalam bidang keamanan,
pertahanan, dan budaya.26
Sengketa ini memberikan potensi bagi India untuk
membentuk identitas sebagai penyedia keamanan dalam regional Asia.
Dalam sengketa di LCS, India meningkatkan keberadaannya di Asia
Pasifik dengan turut memberikan dukungannya dalam peningkatan kemampuan
militer dengan menjual senjata dan menjadi investor bagi negara-negara yang
terlibat persengketaan maritim. Vietnam merupakan negara penting bagi India
untuk menjalin ikatan ekonomi dan diplomatik di Asia Timur. Pada East Asia
Summit ke-9 dan India-ASEAN Summit ke-12 pada November 2014 di
Myanmar, India menyatakan adanya keingian politik untuk terlibat dalam isu
keamanan regional.27
Laut China Selatan menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera
Hindia. Sebagian wilayah yang dipersengketakan antara Tiongkok dan Vietnam
meliputi kepulauan Spartly dan wilayah perairan ZEE yang diperkirakan
24
Carlyle Thayer, “How India Vietnam Strategic Ties are mutually beneficial,” The Diplomat.3
Desember 2013. 25
Puri, Sahgal, The South China Sea Dispute:Implication for India, 445-446. 26
Chaturvedy, India-Vietnam Ties, 6-7. 27
Baruah, South China Sea: Time For India, 1.
9
menyimpan banyak cadangan minyak.28
Sebagai negara yang sama-sama
membutuhkan minyak untuk industrialisasi, pembangunan pulau oleh Tiongkok
telah meningkatkan kewaspadaan Vietnam untuk meningkatkan kekuatan
militernya.
Perdana Menteri Vietnam Nguyen setuju semua pihak yang mengklaim
Laut China Selatan harus menyelesaikan persengkengketaan dengan damai
berdasarkan hukum internasional. Namun bantuan India terhadap Vietnam
membuat Tiongkok kritis terhadap hubungan kerjasama pertahanan tersebut.
Vietnam termasuk dalam kategori negara yang paling banyak mengimpor
persenjataan.29
Tindakan Vietnam dalam memperkuat pertahanan militernya,
khususnya dalam pertahanan laut merupakan kebijakan defense. Karena klaim
Tiongkok sudah mengancam wilayah yang menjadi aset negara. Bagian yang
diklaim oleh Tiongkok tumpang tindih di wilayah ZEE yang dapat dimanfaatkan
Vietnam.
Posisi Vietnam terdesak sehingga mencari dukungan dari kekuatan
regional lain. Dengan meningkatnya ketegangan akibat sengketa teritorial dan
maritim di Laut China Selatan, negara-negara yang tidak memiliki kapabilitas
pertahanan sekuat Tiongkok mencari kekuatan regional untuk mempertahankan
nasional interest.30
Dengan kerjasama bilateral, kedua negara dapat saling
menguntungkan karena keduanya membutuhkan satu sama lain. Bagi India,
28
Jason J. Blazevic, “Navigating the Security Dilemma: China, Vietnam, and the South China
Sea”, Journal of Current Southeast Asian Affairs. (2012): 85. 29
Phuc Thi Tran, Alena V, Laura C, “ Vietnam‟s strategic hedging vis-à-vis China: the roles of the
European Union and Russia,”Revista Brasileira de Politica Internacional 56 (1) (2013): 178-180. 30
Baruah, South China Sea: Time For India, 1.
10
Vietnam adalah negara yang penting yang dapat membuka hubungannya dengan
negara Asia Pasifik lain. Vietnam juga mendapat keuntungan karena
kebutuhannya atas teknologi pertahanan menjadi terpenuhi.
Hubungan India-Vietnam yang saling menguntungkan dapat menjadi
motif bagi Vietnam memilih India sebagai partner yang dapat membantu upaya
meningkatkan pertahanan dan menstabilkan kekuatannya dalam sengketa di Laut
China Selatan. India bukan termasuk claimant state namun tetap memiliki
kepentingan di Laut China Selatan.
B. Pertanyaan penelitian
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut membawa kepada
pertanyaan penelitian yaitu:
1. Bagaimana pengaruh kerjasama pertahanan India dan Vietnam dalam
menghadapi Tiongkok di sengketa Laut China Selatan tahun 2014-
2016?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan ditulisnya karya ilmiah ini adalah:
1. Untuk menjelaskan perkembangan peristiwa yang terjadi pasca munculnya
kembali tendensi konflik di Laut China Selatan.
11
2. Menganalisis proses implementasi kerjasama pertahanan India-Vietnam
terhadap resolusi konflik dengan cara bilateral maupun diplomasi
multilateral.
3. Mengetahui apa yang menjadi pengaruh kebijakan kerjasama pertahanan
India dan Vietnam dalam sengketa menghadapi Tiongkok.
Adapun manfaat dari pemecahan masalah penelitian, diantaranya :
1. Memperkaya studi pustaka, khususnya mengenai respon dan strategi
Vietnam dengan India.
2. Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya menyelesaikan konflik
secara damai.
D. Tinjauan Pustaka
Terdapat banyak penelitian yang mmbahas tentang kerjasama pertahanan
India dan Vietnam untuk mengkonter asertifitas Tiongkok. Salah satunya Rajev
R.Chatuverdy (2014) yang menjelaskan mengenai konflik Laut Tiongkok Selatan
sebagai konflik yang rumit di India-Pasifik. Jalur strategis bagi perdagangan dan
keamanan juga sumberdaya yang dimilikinya meliputi gas, minyak, dan mineral
menjadikannya kawasan sumber konflik. Negara-negara disekitarnya saling
mempertahankan kepentingan nasionalnya.
Dalam tulisan Rajev ini juga menjelaskan bahwa India memperkuat diplomasi
maritimnya untuk terlibat dalam konflik. India muncul melakukan ekspansinya
12
kepada negara-negara Asia yang bersengketa dengan melakukan perjanjian-
perjanjian sebagai partner strategis yang. menjamin keamanan di dalam kawasan.
Perkembangan isu yang diangkat dianggap masih sangat relevan dikarenakan
periode studi kajian terjadi dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Analisis
hubungan kerjasama India dan Vietnam telah dianalisis sebelumnya tetapi
perkembangannya dalam beberapa tahun ini belum dikaji kembali. Oleh karena
itu dapat kita lihat perbedaan penelitian ini dari perkembangan kajian kasus yang
lebih aktual.
Jurnal kedua yakni Jason Blazevic (2012) yang menjelaskan secara
komperehensif gambaran mengenai kompetisi yang terjadi antara negara-negara
yang memperjuangkan jalur laut dan sumberdaya dalam konflik laut Tiongkok
Selatan. Tulisan ini memaparkan latar belakang dan strategi dari Vietnam dan
Tiongkok. Dalam menganalisa kepentingan kedua negara Jason menggunakan
kerangka teori realisme ofensif, realism defensive, dan neoliberal.
Namun jurnal ini tidak menjelaskan mengenai strategi Vietnam bekerjasama
dengan Negara lain maupun India. Jurnal ini juga hanya menyinggung tentang
kerjasama keamanan yang mungkin dilakukan, bukan kerjasama yang sudah
terjadi. Penelitian ini akan lebih fokus terhadap security dilemma yang terjadi
setelah adanya persengketaan Laut Tiongkok Selatan(LCS) dan strategi Vietnam-
India yang memiliki kesamaan kepentingan dalam konflik ini. Kajian penelitian
juga akan berfokus kepada negara India sebagai non-claimant state dan Vietnam
sebagai salah satu pihak yang terlibat konflik. Melihat kecenderungan dan
13
perkembangan konflik saat ini, teori akan lebih disesuaikan dan direduksi sebagai
sudut pandang objektif.
Yang terakhir yaitu Joshua Kurlantzick (2015) yang memaparkan berbagai
analisa cara alternatif yang dapat digunakan guna penyelesaian konflik sengketa
ini, yaitu kerjasama, mitigasi, mediasi atas intervensi pihak ketiga yaitu Amerika
Serikat(AS). Namun, kajian penelitian kali ini fokus kepada strategi India sebagai
non-claimant state dan Vietnam sebagai salah satu pihak yang terlibat konflik.
E. Kerangka Teoretis
Analisis yang dilakukan menggunakan pemikiran grand theory
Neorealisme, konsep yang digunakan yaitu national interest, detterent (self-
defence) dan upaya Balance of Power akibat terjadi security dilemma.
Kepentingan nasional merupakan aspek utama yang harus diraih setiap Negara-
bangsa untuk bisa tetap eksis/survive dengan topik utama pada isu high politics
seperti keamanan melalui instrumen military power. Setiap negara akan selalu
berupaya tercipta balance of power agar tidak terjadi over dominasi.31
Alternatif resolusi konflik menggunakan Hukum Internasional
(UNCLOS), diplomasi bilateral dan multilateral. Dalam menganalisis kebijakan
politik luar negeri Vietnam akan dikaji melalui kacamata teori neorealisme sesuai
perspektif realisme yaitu negara sebagai aktor utama.
31
Robert Keohane (1986). “Neo-Realism and its Critics”. (New York: Columbia University Press)
164-165.
14
Laut China Selatan telah diklaim secara sepihak oleh Tiongkok dan
menimbulkan ketegangan dalam kawasan Asia Timur. Tiongkok menolak untuk
bekerjasama dengan negara-negara yang melakukan protes karena Tiongkok
menetapkan kawasan yang diklaimnya sebagai "core interest". Klaimnya
berkaitan dengan kepentingan ekonomi berupa perebutan sumber daya. Klaimnya
menyebabkan ketegangan dalam kawasan sehingga timbul security dilemma.
Akibat yang muncul dari security dilemma yang dialami Vietnam adalah mencari
alternatif kerjasama bilateral dengan India. Terbatasnya lembaga keamanan
maritim di Asia tenggara merupakan faktor yang dapat dilihat sebagai alasan
Vietnam melakukan kerjasama bilateral. Usaha rebalancing perkembangan
kapabilitas Tiongkok melibatkan India untuk mendukung national security.
Menggunakan Neorealisme dimana Vietnam memposisikan dirinya dalam
konsep anarki dan melihat segala sesuatu sebagai konflik maka demi menjaga
keamanan negerinya atau keamanan kepentingannya, Vietnam harus menjadi
kuat. Dalam hal ini Vietnam mencoba mempertahankan kedaulatannya. Karena
semakin kuatnya pengaruh suatu negara akan semakin memperbesar potensinya
mendapatkan kepentingan nasionalnya.
Tindakan Vietnam juga menunjukan posisinya dalam struktur yang
didefinisikan melalui anarki Neorealisme. Dalam politik internasional, sistem
terdiri dari struktur dan interaksi unit.32
Vietnam sebagai unit (negara) yang
berinteraksi dengan unit lain. Dalam sistem internasional Vietnam termasuk
32
Kenneth N.Waltz, “Theory of International Politics: Political Structures”, (Addison-Wesley
Publishing Company, Inc.,1979) :79.
15
dalam negara ketiga yang berada dalam pengaruh negara superpower. Vietnam
tergantung dengan negara yang lebih besar yaitu Tiongkok. Vietnam lebih
condong mencari kekuatan regional lain seperti India untuk mengubah keadaan
security dilemma yang dialaminya. Sedangkan Tiongkok lebih cenderung
mengambil kebijakan unilateral karena posisinya sebagai negara superpower.
Karena tindakan unit dipengaruhi posisi mereka dalam sistem internasional, sikap
mereka dipengaruhi oleh kapabilitas mereka sebagai negara, maka penting melihat
bagaimana hubungan mereka dalam sistem internasional.
Tindakan Vietnam merefleksikan tindakan yang bertujuan untuk
mempertahankan status quo sebagai kepentingan survival. Juga mendeskripsikan
tentang ancaman yang akan dihadapi jika negara kehilangan pengaruhnya maka
akan membuat negara lain dapat lebih berkuasa.
Teori neorealisme adalah teori yang paling tepat dan dan relevan dalam
menjelaskan kasus kerjasama pertahanan India-Vietnam. Teori neorealime untuk
menjelaskan mengenai fakta-fakta yang dapat diobservasi lebih jauh. Karena teori
ini mendukung penulis menjelaskan realitas yang ada dalam kerjasama pertahanan
India-Vietnam. Kerjasama pertahanan bukanlah hal yang baru dan lumrah terjadi
namun terdapat pula sebab-sebab khusus yang akan diuraikan dalam penelitian
ini, sehingga dapat menunjukan korelasi maupun penjelasan deduksi yang
dijelaskan melalui teori neorealisme. Penelitian juga bertujuan menjawab
pertanyaan mengapa kerjasama terjadi dengan menjelaskan apa penyebab
kerjasama tersebut, menunjukkan bagaimana kerjasama itu terjadi untuk
mengkonter pengaruh China.
16
F. Metode penelitian
Metode penelitian menggunakan metode penelitian kualitatif. Yaitu metode
yang memiliki beberapa langkah penerapan dengan tujuan untuk membuat
deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta
yang ada.33
Teknik pengumpulan data menggunakan studi pustaka dan wawancara
narasumber melalui email dan wawancara langsung. Berasal dari sumber-sumber
primer yaitu pernyataan resmi dari situs website pemerintah sebagai sumber yang
mengutip langsung kebijakan luar negeri, wawancara narasumber dan sumber
sekunder seperti buku, jurnal, dokumen elektronik, dan lain-lain yang terkait
dengan isu.
Pengolahan data menunjukan besaran jumlah sumberdaya Laut China Selatan,
jumlah anggaran pertahanan serta jumlah bantuan luar negeri India. Gambaran
cost dan benefit dijabarkan melalui variabel yang luas. Penelitian bersifat
eksplanatif untuk menunjukan bagaimana kerjasama pertahanan India-Vietnam di
Laut China Selatan dalam sengketa teritori antara Vietnam dan Tiongkok. Hasil
penelitian bersifat multiinterpretatif yang tidak hanya mendukung satu pendapat,
melainkan banyak pendapat analis.
Menggunakan metode kualitatif karena hipotesis melihat banyak faktor
terjadinya kerjasama berdasarkan argumen tertentu. Meskipun kerjasama
pertahanan mengandung data mengenai jumlah bantuan luar negeri namun tidak
33
Nazir Mohammad, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 63. Diambil dari
skripsi Natiqoh, Kebijakan ASEAN dalam Menangani Masalah Drugs Trafficking di Indonesia
Periode 2003-2008, (Jakarta: UIN Jakarta, 2011), 24.
17
menunjukkan besaran pengaruh yang signifikan mengenai perubahan kemajuan
kekuatan militer Vietnam dan dampaknya terhadap rebalancing kekuatan
Tiongkok. Banyak terdapat prediksi dan persepsi untuk menunjukan latar
belakang kerjasama pertahanan namun tidak memberikan kepastian yang absolut
tentang hasil kebijakan tersebut. Data-data tersebut akan diolah dengan penjelasan
kualitatif dan sudut pandang teori sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan
penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Adapun susunan sistematika penulisan dari penelitian ini terdiri dari 5 bab
yang akan diuraikan sebagai berikut:
1. BAB I PENDAHULUAN
Merupakan bab pendahuluan yang berisikan pernyataan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kerangka teoritis, metode penelitian, dan
sistematika penulisan. Secara garis besar, hal-hal mendasar dijelaskan dalam bab
ini.
2. BAB II HUBUNGAN BILATERAL INDIA DAN VIETNAM
Merupakan bab dengan materi pembahasan yang berisi gambaran dinamika
hubungan bilateral India dengan Vietnam pada masa kedua negara menjalin
kerjasama dalam bidang pertahanan. Penulis akan menarasikan sejarah hubungan
18
bilateral dan gaya diplomatik India-Vietnam yang harmonis serta bagaimana fase
kerjasama pertahanan dimulai. Dalam bab ini akan disebutkan apa saja kerjasama
yang menghubungkan kedua negara. Dalam bab ini juga dikutip pernyataan resmi
dari tokoh pembuat keputusan kedua negara sehingga dapat diketahui visi misinya
dalam membangun kerjasama.
3. BAB III GAMBARAN UMUM KONFLIK LAUT CHINA
SELATAN ANTARA VIETNAM DENGAN TIONGKOK
Merupakan bab yang berisi tentang gambaran umum kondisi Laut China
Selatan yang telah disengketakan sejak dahulu hingga saat ini. Studi kajian
disebutkan pada bentuk-bentuk kasus Laut Tiongkok Selatan pada periode 2010-
2016 berupa konflik, penyelesaian, status kedudukan India dalam hal itu, dan
manfaat serta latar belakang terjadinya masalah.
4. BAB IV STRATEGI POWER BALANCING VIETNAM
TERHADAP AGRESIVITAS TIONGKOK
Merupakan pembahasan inti analisis dengan menyertakan materi tentang
bagaimana implemetasi Kerjasama India-Vietnam dalam menghadapi tantangan
eskalasi sengketa dengan Tiongkok di Laut Tiongkok Selatan pada periode 2014-
2016. Pada bab ini pembahasan teori dilakukan secara spesifik dengan
menitikberatkan kepada aspek permasalahan LCS dan Kerjasama Pertahanan
India-Vietnam sebagai poin kebijakan politik Vietnam dan India. Pada bab ini
juga dijelaskan bagaimana hubungan antara teori neorealis dengan pemahaman
konsep keamanan nasional dalam kajian isu kontemporer.
19
5. BAB V KESIMPULAN
Merupakan rangkuman yang menerangkan bab-bab sebelumnya dan juga
sebagai penutup. Merupakan penegasan kembali atas jawaban dari pertanyaan
yang ada pada pertanyaan penelitian.
20
BAB II
HUBUNGAN BILATERAL INDIA DAN VIETNAM
A. Dinamika Hubungan India dan Vietnam
Perkembangan hubungan yang cukup signifikan antara India dan Vietnam
dalam satu dekade terakhir tidak terjadi begitu saja melainkan terjadi oleh karena
beberapa hal. Faktor yang membentuk hubungan kerjasama antara India dan
Vietnam sehingga menjadi lebih dekat adalah kesamaan pandangan dalam
kebijakan luar negeri dan sikap asertif Tiongkok dalam sengketa Laut China
Selatan (LCS).
Hubungan kerjasama India dan Vietnam terjadi disebabkan bertemunya
kepentingan kedua negara. Vietnam membutuhkan negara lain untuk menandingi
pengaruh kebangkitan Tiongkok. Tiongkok secara unilateral mengklaim wilayah
yang berada dalam zona maritim Vietnam. Dalam hal sengketa, India mendukung
klaimVietnam karena lokasi teritori tersebut juga terdapat kepentingan strategis
India.
Dalam mengatasi sengketa teritori dengan Tiongkok, pemerintah Vietnam
harus mengimbangi kebijakannya dalam politik domestik dan politik
internasional. Secara internal, kondisi pemerintah Vietnam yang berada dalam
tekanan isu ini harus mampu melindungi integritas teritori negara, mengamankan
kepentingan maritim, dan tetap mempromosikan kesejahteraan rakyatnya. Oleh
21
karena itu pemerintah harus menunjukan posisinya pada sengketa Laut China
Selatan karena hal tersebut penting bagi keamanan nasionalnya.34
Secara eksternal, pemerintah menghindari pendekatan konfrontatif dengan
pengklaim lain agar tidak memperburuk keadaan.35
Namun Vietnam tetap harus
mewaspadai gerakan dan motif Tiongkok. Tiongkok merupakan negara yang
kuat secara kapabilitas ekonomi dan militer. Benturan klaim yuridiksi kedaulatan
dengan Tiongkok di Laut China Selatan perlu ditanggapi Vietnam dengan serius.
Pendekatan hubungan dengan India membuat Vietnam dapat memperoleh
dukungan dalam isu keamanan ini.
Dalam bidang pertahanan, fondasi untuk menguatkan keseluruhan
pertahanan dan sebagian kerjasama maritim antara dua negara sudah terinisiasi
pada Mei 2003 dengan persetujuan India pada ―Joint Declaration on Framework
of Comprehensive Cooperation‖.36
Pada Juli 2007 India dan Vietnam menjadi
partner strategis dengan ditanganinya Joint Declaration ‗Establisment of a
Strategic Partnership‘ oleh PM India Manmohan Singh dan PM Vietnam Nguyen
Tan Dung.37
Kerjasama dalam bidang pertahanan dilanjutkan kedua negara pada
pelaksanaan―Security Dialogue‖ yang ke 8 pada 8 November 2013 di Ho Chi
34
Tran, Alena, Laura, Vietnam‘s strategic hedging vis-à-vis China, 169. 35
Tran, Alena, Laura, Vietnam‘s strategic hedging vis-à-vis China, 170. 36
Dr. Pankaj Jha, ―India-Vietnam; Strategic and Economic Complementaries‖ , (afg venture
group newsletter: Afg Venture Group, 2016) tersedia di
http://www.afgventuregroup.com/dispatches/afg-venture-group-newsletter/india-vietnam-
strategic-and-economic-complementarities-dr-pankaj-jha-associate-fellow-institute-for-defence-
studies-and-analyses/. 37
Satu Limaye, “India-East Asia Relations: A full Year of „Acting East‟.”Comparative
Connection, (Januari 2016); 162.
22
Minh, MoU on Defense Cooperation ditandatangani kedua negara. Pasukan
bersenjata India sepakat berlatih capacity building dengan pasukan bersenjata
Vietnam yang terutama diikuti oleh Angkatan Laut. Fokus area terletak pada
pelatihan, perbaikan, dan bantuan pemeliharaan, pertukaran think tanks¸study tour
dan kunjugan kapal.38
Langkah-langkah kerjasama tersebut akhirnya membawa
critical point pada hubungan kerjasama pertahanan India-Vietnam yaitu
penandatanganan kerjasama terbaru yaitu Joint Vision Statement on Defense
Cooperation meliputi periode 2015-2020 pada Mei 2015.39
Kerjasama pertahanan tersebut berkaitan dengan implementasi “Act East
Policy” yang diambil pemerintahan Modi. Perdana Menteri (PM) Narendra Modi
mulai menjabat pada Mei 2014, dalam East Asia Summit yang diadakan bulan
November, PM Modi mengumumkan bahwa pemerintahannya akan merubah dua
dekade “Look East Policy” yang lama menjadi “Act East Policy”.40
Dengan
kebijakan Act East, India lebih mengarahkan kebijakan luar negerinya kepada
negara-negara partnernya dikawasan Indo-Pasifik. Kebijakan luar negerinya ini
lebih mementingkan dan berkiblat pada negara-negara tersebut. Kebijakan ini
terlihat sebagai usaha untuk membangun keterikatan politik untuk mengikat
partner penting.
Implementasi kebijakan Act East telah mulai dilakukan India pada tahun
2015. Pemerintah India melakukan beberapa kunjungan dan berupaya
menciptakan hubungan baru di negara Asia Pasifik. Kunjungan tersebut
38
Ministry of External Affairs of goverment India, India-Vietnam Relations [database online] (
Mei 2017); tersedia di http://www.mea.gov.in/Portal/ForeignRelation/Vietnam_May_2017.pdf. 39
Limaye, India-East Asia Relations, 162. 40
Limaye, India-East Asia Relations, 153.
23
diantaranya kunjungan Perdana Menteri Modi ke Mongolia, kunjungan wakil
Presiden Hamid Ansari ke Brunei, India juga membuka misi barunya ke ASEAN
dengan duta besar yang bertugas, dan dialog pertama trilateral India-Australia-
Jepang berlangsung pada bulan Juni 2015. PM Modi juga menekankan dimensi
politis dan strategis pada pencapaian Asia Timur dan India dalam domain
maritim.41
Langkah kerjasama India dan Vietnam saat ini dipengaruhi perubahan
kepemimpinan dan kebijakan luar negeri India tersebut. Hubungan luar negeri
selalu terjadi setelah kunjungan kepala negara yang bertujuan menjalin hubungan
diplomatik. Saat mempererat hubungannya dengan Vietnam pada 2016,
kunjungan ke negara-negara Asia adalah agenda India pada saat itu.
Kunjungan kepada Vietnam dilakukan pada 2016, yang merupakan
kunjungan bilateral pertama setelah tahun 2001 pemerintahan India di bawah
Perdana Menteri Atal Bihari Vajpayee. Perdana Menteri Narendra Modi
mengunjungi Hanoi pada 3 September dan bertemu dengan ketua Partai Komunis
Nguyen Xuan Phu. Dalam kunjungan tersebut status Strategic Partnership India
dan Vietnam dirubah menjadi Comprehensive Strategic Pertnership.42
Dalam kunjungan PM Narendra Modi tersebut, menurut peneliti R.Rajev
Chatuverdy menegaskan alasan India dan Vietnam meningkatkan hubungan
bilateralnya, yaitu: menaruh partnernya dalam level politik tertinggi, artinya India
berupaya membangun hubungan politik yang lebih kuat dari sebelumnya. Kedua,
41
Limaye, India-East Asia Relations, 153. 42
Chaturvedy, India-Vietnam Ties, 1-2.
24
menerapkan kebijakan “Act East” nya. India lebih menguatkan hubungannya
dengan negara-negara partnernya di kawasan Asia-Pasifik. Alasan ketiga untuk
mengambil tanggung jawab pemimpin regional yang menjaga kestabilan dan
keamanan. “Dari menjadi penyeimbang menjadi pemimpin, dari mengikuti aturan,
menjadi membuat aturan dan membuat agenda.”43
Usaha mengikat negara yang menjadi partner adalah usaha yang secara
sengaja dilakukan untuk meningkatkan hubungan politik bersama dengan
ekonomi dan aspek lain. Modi ingin memberi arah baru dan momentum untuk
hubungan India-Vietnam. Dalam konferensi pers, Narendra Modi menjelaskan
mengenai keputusan India untuk meningkatkan statusnya menjadi kemitraan
strategi komprehensif menggambarkan niat dan jalan kerjasama di masa
mendatang. Status tersebut akan menyediakan arah baru, momentum, dan mengisi
kerjasama bilateral antara keduanya. Upaya bersama juga akan berkontribusi pada
stabilitas, keamanan dan kesejahteraan dalam kawasan.44
Dengan mengubah wacana „Look East‟ ke dalam „Act East‟ untuk
mengikat partner India di kawasan Timur, peningkatkan kerjasama dan pertukaran
high-level terus dilakukan dengan menugaskan menteri luar negeri kedua negara
untuk berkolaborasi dan juga melibatkan agensi lain. Menteri-menteri diberi tugas
merumuskan rencana aksi untuk mengimplementasikan kemitraan strategis
komprehensif. Dengan demikian, rencana aksi dan tindak lanjutnya akan
43
Chaturvedy, India-Vietnam Ties, 2. 44
Ministry of External Affairs Government of India, ―Press Statement by Prime Minister during
his visit to Vietnam” [database online] ( September 2016 ); tersedia di
http://www.mea.gov.ind/SpeechesStatements.htm?dtl/27363/Press_Statement_by_Prime_Minister
_during_his_visit_to_Vietnam_September_03_2016.
25
menyediakan arah dan mengisi hubungan India-Vietnam.45
Misalnya dalam
kerjasama antar agensi coast guard. Pada Oktober 2016, kapal laut India INS
Sahyadri berkunjung selama empat hari ke Da Nang sebagai bagian dari
perkembangan operasionalnya di LCS dan kawasan barat laut Pasifik.46
B. Hubungan India-Vietnam Periode 2007-2013
Hubungan bilateral India dan Vietam adalah hubungan yang relatif terjalin
dengan baik dan damai sejak keduanya memulai hubungan diplomatik. Keduanya
tidak pernah terlibat konflik yang subtantif. Selama satu dekade hubungan
Strategic Partnership berlangsung, hubungan India dan Vietnam telah dilandasi
persahabatan tradisional, saling memahami, kepercayaan yang kuat, dan saling
mendukung.47
Vietnam adalah negara yang beberapa kali diambang kehancuran karena
menghadapi peperangan dengan negara adikuasa seperti AS dan Tiongkok pada
pertarungan meraih kemerdekaannya. India adalah negara yang mendukung
dekolonisasi Vietnam semenjak Vietnam memperjuangkan kemerdekaannya.
India tidak seperti dua negara penguasa lain di Timur, Tiongkok dan Jepang, yang
45
Chaturvedy, India-Vietnam Ties, 3. 46
Dao, Taon. “ Indian Coast Guard visits Central Vietnam for joint drill.” VNExpress, Oktober
2016. 47
Ministry of External Affairs Government of India, “Joint Statement on the state visit of Prime
Minister of the Socialist Republic of Vietnam to India” 28 Oktober 2014 [database online];
tersedia di http://www.mea.gov.in/bilateral-documents.htm.
26
memiliki sejarah menginvasi dan dominasi dalam kawasan.48
Semenjak itu,
keberlanjutan hubungan kedua negara terus berjalan berdasarkan saling percaya
yang kuat. Dalam kunjungan negara Perdana Menteri Republik Sosialis Vietnam,
H.E. Nguyen Tan Dung ke India pada 27-28 Oktober 2014, pada pidato jamuan
makan Modi mengatakan bahwa hubungan bilateral Hanoi-Delhi adalah
berdasarkan „saling percaya yang kuat‟, dan memahami, dan „bertemunya
pandangan‟ pada beragam isu regional dan internasional.49
Disaat „berkonflik‟ dengan negara yang kuat telah membuat Vietnam
berhati-hati dalam hubungan luar negerinya, akan lebih mudah bagi Vietnam
untuk mempercayai negara yang tidak pernah terlibat konflik dengannya. India
dan Vietnam telah menjadi negara yang percaya satu sama lain karena rekaman
hubungan historis yang baik. Meskipun India bukan menjadi satu-satunya negara
yang menyokong Vietnam secara ekonomi pada masa lalu, namun citra India
sebagai kekuatan regional yang bersahabat menjadi hal positif yang sangat
dipertimbangkan negara manapun untuk menjadi partnernya.
Dibandingkan negara-negara Asia lain Vietnam juga merupakan mitra
penting bagi India. Vietnam memainkan peran sebagai pilar penting dari
kebijakan Look East Policy India50
yang digagas oleh Perdana Menteri
Narasimha Rao pada tahun 1992. Look East Policy (LEP) bertujuan untuk
integrasi ekonomi India dengan negara-negara Asia, menjadi institusi politik di
48
Walter C.Ladwig, “Delhi‟s Pasific Ambition: Naval Power, Look East,”and India‟s Emerging
Influence in the Asia-Pasific,” Asian Security, vol.5 no.2 (2009): 94. 49
Chaturvedy, India-Vietnam Ties, 4. 50
MEA, Joint Statement on the state visit of Prime Minister of the Socialist Republic of Vietnam.
27
ASEAN dengan mengadakan kerjasama di bidang pertahanan dan pertemuan di
East Asia Summit untuk memperluas konsultasi pertahanan, dan memperluas
kebijakan termasuk di Jepang, Korea Selatan dan Australia.51
Pada sejarahnya, Vietnam telah membantu India dalam keanggotaannya
dalam forum multilateral seperti United Nations Security Council (UNSC), Asia-
Pacific Economic Cooperation (APEC), dan East Asia Summit (EAS). Dalam
bidang ekonomi, kedua negara telah bersepakat bergabung dalam eksplorasi
minyak di Laut China Selatan. Kerjasama ini terancam oleh adanya tindakan
unilateral Tiongkok. Namun India tetap menganjurkan resolusi damai berdasarkan
UN Convention on the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982.52
India melibatkan perusahaan negara bernama The ONGC Videsh Limted
(OVL) dalam kerjasama eksplorasi ini. OVL di Vietnam sudah memulai
eksplorasi di perairan Vietnam pada 1988 dalam asosiasi dengan Uni Soviet. Pada
1992 ONGC India bergabung dengan joint venture bersama dengan perusahaan
asing lain seperti Petro Vietnam, British Petroleum UK dan DNSO (Stat Oil)
Norwegia. 53
Sedangkan dalam kerjasama bilateral pertahanan, India membantu dalam
bidang pertahanan militer laut. India memberikan pinjaman untuk biaya capacity
building. Kerjasama strategis India dan Vietnam semakin bergerak maju sejak
kunjungan Menteri Pertahanan India George Fernandes ke Vietnam tahun 2001.
51
Mishra, India-Vietnam: New Waves of Strategic Engagement, 2. 52
Mishra, India-Vietnam: New Waves of Strategic Engagement, 2-7. 53
Dr. Munmun Majundar, “India Stakes in The South China Sea, “International Journal of
Humanities and Social Science Vol 3.No 13 (2013): 245.
28
Kunjungan kapal laut India ke Vietnam sejak saat itu rutin mengunjungi pantai
Vietnam. 54
Pada 2001 lahan minyak India di Vietnam adalah yang terbesar dalam sektor
energi. Perusahaan India milik negara ONGC memegang 45% bagian dalam
kerjasamanya dengan Petro-Vietnam dan grup British Petroleum (BP) Inggris.,
Gas mulai mengalir pada November 2002 dari ONGC di Nam Con Son Vietnam.
Dari Vietnam, India menjual minyak ini pada pasar internasional karena
kekurangan fasilitas India dalam menyaring minyak mentah. 55
Fungsional
pertama joint venture eksplorasi minyak dan gas alam di Lan Tay Vietnam
bersama dengan Petro Vietnam dan BP terjadi pada 2003. Penandatanganan
kontrak bagi produksi dengan Petro-Vietnam oleh OVL India telah ditandatangani
pada Mei 2006.56
Disaat hubungan Vietnam dan Tiongkok sedang mengalami ketegangan
karena Tiongkok merusak kapal survey milik Vietnam, dan melarang
pemancingan di wilayah sengketa, Presiden Vietnam Truong Tan Sang bertemu
Perdana Menteri India Manmohan Singh di New Delhi pada Oktober 2011. Dalam
pertemuan tersebut kedua sisi mengikrarkan untuk menjaga perdamaian dan
keamanan di LCS saat memperluas isi persekutuan mereka yang termasuk
keputusan untuk melanjutkan kerjasama eksplorasi. Peningkatkan perjanjiannya
54
Majundar, India Stakes in The South China Sea, 245. 55
Majundar, India Stakes in The South China Sea, 245. 56
Majundar, India Stakes in The South China Sea, 245.
29
dengan Vietnam, dengan keterlibatan dalam isu LCS dilihat sebagai perluasan
kebijakan Look East nya (LEP).57
Vietnam salah satu negara yang terpenting bagi India di wilayah Asia. Seperti
yang disampaikan oleh Ketua Angkatan Udara India Norman Anil saat kunjungan
Kepala Tentara Vietnam, Sekjen Senior Do Bay Ty ke India pada September
2013, “pendekatan India lebih penting untuk memperkuat hubungan dengan
Vietnam, khususnya dalam pertahanan dan melihat Vietnam sebagai patner utama
di kawasan Asia Tenggara”.58
C. Hubungan India-Vietnam Periode 2014-2016
Laut China Selatan menjadi tantangan perkembangan dan keamanan untuk
Vietnam. Dalam pandangan Hanoi, situasi di Laut China Selatan mempengaruhi
hampir segala aspek keamanan nasional dan perkembangan integrasi. Vietnam
mencoba mempertahankan hak kedaulatan dan keadilan dalam Zona Ekonomi
Eksklusif (ZEE) dan batas kontinen, termasuk pengaturan dan penggunaan
hidrokarbon, sumberdaya mineral, dan sumberdaya alam lainnya.
Konflik berawal dari klaim sepihak Tiongkok. Tindakan tegas Tiogkok di
Laut China Selatan (LCS) dimulai sejak 2007. Ketegasan Tiongkok yang
unilateral terlihat dari tindakan memperluas infrastruktur berupa pembangunan
pangkalan militer dan mencegah aktivitas nelayan. Pembatasan sepihak
57
Majundar, India Stakes in The South China Sea, 246. 58
Mishra, India-Vietnam: New Waves of Strategic Engagement, 3.
30
penangkapan ikan tersebut memunculkan insiden dalam area tumpang tindih di
wilayah klaim Tiongkok yang berbentuk-U dengan zona eksklusif Vietnam di
Laut China Selatan. 59
Tindakan Tiongkok menunjukan gesture yang tidak bersahabat dan
mengganggu kesejahteraan nelayan ini dianggap akan membahayakan bagi hak
teritori laut Vietnam. Di lingkup domestik, tindakan Tiongkok menghasilkan
protes diplomasi.60
Namun Tiongkok tampaknya masih bersikukuh pada
pendiriannya dengan tidak menarik mundur klaimnya.
Dalam hal ini Vietnam berusaha mengatasi isu maritim yang dihadapinya.
Vietnam telah menunjukan niat baiknya dalam strategi penyelesaian sengketa
teritori dan maritim secara ekslusif dengan maksud perdamaian. Dibuktikan
dengan diterbitkannya The White Paper pada 2009 oleh Menteri Pertahanan
Negara yang menegaskan bahwa „kebijakan Vietnam yang konsisten untuk
menyelesaikan sengketa historis dan sengketa yang baru muncul atas kedaulatan
teritori di darat dan laut melalui cara damai pada aturan hukum internasional.‟
Melalui White Paper tersebut setidaknya Vietnam berusaha agar isu tersebut
tidak berpengaruh negatif pada kerjasama maupun keseluruhan hubungan bilateral
Vietnam-Tiongkok. 61
Namun Tiongkok melakukan reklamasi di pulau Spartly sehingga semakin
membuat khawatir Vietnam dan komunitas Internasional.62
Laut China Selatan
59
Thuy, Rebalancing: Vietnam's South China Sea, 5. 60
Thuy, Rebalancing: Vietnam's South China Sea, 5. 61
Thuy, Rebalancing: Vietnam's South China Sea, 7. 62
Thuy, Rebalancing: Vietnam's South China Sea Challenges and Responses, 7.
31
juga merupakan lautan global yang dilewati banyak negara. Oleh karena itu
kebebasan pelayaran (freedom of navigation) di wilayah ini penting bagi
kelangsungan kerjasama multilateral. Lautan ini seharusnya bebas dari
kepentingan politik suatu negara.
Pada Mei 2014 Tiongkok menempatkan pengeboran minyak di dalam
wilayah ZEE Vietnam, namun menariknya kembali pada bulan Juli.63
Hal tersebut
mungkin sempat menurunkan ketegangan antara Vietnam-Tiongkok. Namun
reklamasi daratan yang besar dan aktivitas konstruksi oleh Tiongkok di Spartly
pada 2014 telah secara permanen menghilangkan normalisasi hubungan
Tiongkok-Vietnam pasca kejadian pengeboran minyak di dalam wilayah
sengketa.64
Untuk mengatasi tekanan yang ditimbulkan Tiongkok , maka Vietnam
perlu mencari pihak ketiga untuk mencegah konfrontasi secara langsung dengan
Tiongkok. Selain forum regional seperti ASEAN, Vietnam juga mengandalkan
negara lain yang memiliki hubungan strategis dengannya, termasuk India.
Peran India diantaranya bermain dalam usaha detterent Vietnam yaitu
meningkatkan kapasitas dalam lingkup militer, terutama dalam memodernisasi
angkatan laut dan menguatkan kapasitas penegakan hukum dalam Coast Guard.
Sejak Vietnam berhadapan dengan Tiongkok untuk perebutan legalitas klaim
maritim, strategi hubungan luar negeri Vietnam dipenuhi oleh tindakan
memperkuat kerjasama pertahanan bilateral dan multilateralnya dengan kekuatan
63
Carlyle A. Thayer , e-mail kepada penulis, 18 Desember 2017. 64
Thuy, Rebalancing: Vietnam's South China Sea Challenges and Responses, 6.
32
lain untuk menghadapi tantangan keamanan nasional. Pada saat-saat ini kerjasama
India dan Vietnam semakin meningkat.
Meskipun India bukan termasuk dalam pihak pengklaim di pulau LCS
namun penyelesaian kasus ini menjadi concern bagi India sehingga setiap
perkembangan yang terjadi dalam LCS selalu menjadi pantauannya. Apalagi
dengan tensi ketegangan yang terus meningkat. Daratan India terhubung dengan
LCS dari jalur pulau Andaman dan Nicobar. Melalui jalur tersebut India
melakukan aktifitas perdagangan lautnya. Kepedulian India yang besar terhadap
penyelesaian konflik LCS selain menyangkut kepentingan nasional berupa energi
juga mengenai perdagangan dengan Jepang dan Korea Selatan telah berkembang.
Kebebasan pelayaran di LCS krusial untuk dipertahankan karena merupakan rute
perdagangan yang dilewati antara India dan negara Asia Timur. Pada tahun 2013
terdapat perkiraan bahwa hampir 25 persen dari ikatan perdagangan laut India
melintasi LCS.65 Pada 2016 perdagangan tersebut terus bertambah menjadi 55
persen.
Pulau-pulau timur India hanya berjarak sekitar 90 mil dari barat ke Selat
Malaka, dan Laut Cina Selatan menghubungkan dua samudera besar di mana
India semakin bergantung pada kemakmurannya. India terpisah dari wilayah Asia
lainnya oleh Himalaya, sehingga bisnis India sangat bergantung pada perdagangan
yang terbawa laut.66
65
Majundar, India Stakes in The South China Sea, 243. 66
Gordon G.Chang, “India and Vietnam Unite Against China,” Wolrds Affairs Journal, 7
September 2016.
33
Klaim Tiongkok pada teritori maritim tidak banyak mengubah hubungan
kerjasama India-Vietnam. Hingga saat ini kerjasama eksplorasi India-Vietnam
masih berjalan meskipun pernah diprotes oleh Tiongkok pada tahun 2011.
Menteri Luar Negeri India S.M Krishna yang menghadiri pertemuan Joint
Commission India-Vietnam ke 14 pada September 2011 mengatakan bahwa
perusahaan sektor publik milik India, OVL (ONGC Videsh Limted), akan
melanjutkan eksplorasi minyak dan gas di blok pantai yang disengketakan
Tiongkok sebagai bagian dari ZEE nya. Kedua pihak telah memutuskan untuk
memperpanjang pekerjaaan eksplorasi minyak dan gas ONGC Videsh.67
Pernyataan Menteri Luar Negeri menunjukan keterlibatan India dalam eksplorasi
minyak adalah benar berada dalam ZEE Vietnam dan juga berarti tidak menyalahi
aturan UNCLOS tahun 1982.
Kemudian Persetujuan ditandatangani saat kunjungan India ke Presiden
Vietnam Truong Tan Sang satu bulan setelah pertemuan tersebut yaitu pada
Oktober 2011. Persetujuan itu berisi promosi investasi, eksplorasi, penyaringan,
transportasi dan suplai minyak dan gas dalam perairan Vietnam di LCS.
Kesepakatan untuk eksplorasi minyak ditandatangani antara perusahaan minyak
dan gas alam milik India ONGC Videsh Ltd (OVL), Petro Vietnam dan
Vietnam‟s Oil and Gas Group. Perjanjian akan berlaku dalam tiga area.68
Perjanjian berisi bahwa dua negara akan bekerjasama pada “beragam front
dalam sektor gas dan minyak aktifitas hulu, dalam penyaringan, dalam proses gas
67
Majundar, India Stakes in The South China Sea, 244. 68
Majundar, India Stakes in The South China Sea, 246.
34
di Vietnam, di India dan negara ketiga. Kemudian sebagai bagian kerjasama yang
berlangsung dengan Vietnam di dua blok- 128 dan 6.1.” ONGC menandatangani
kesepakatan dengan Petro Vietnam untuk membeli saham British Petroleum (BP)
dalam perkembangan minyak dan gas dalam perairan pantai Vietnam. Blok telah
berada di tengah pertarungan diplomatik antara Tiongkok, Vietnam, dan India
yang termasuk demarkasi, panggilan dan pengesahan kedaulatan terhadap bagian
laut yang sama.69
Kemudian hal yang menjadi pendorong bagi India untuk tetap bekerja
sama dalam eksplorasi sumberdaya minyak dan gas dengan Vietnam adalah
keyakinan bahwa teritori yang disengketakan merupakan “jalur air internasional”
yang letaknya masuk dalam ZEE Vietnam dan berhak atas jalur laut internasional.
Menteri luar negeri S.M. Khrisna bereaksi dengan kekhawatiran Tiongkok
terhadap kerjasama India dengan Vietnam dalam sengketa LCS mengatakan,
“posisi India sangat jelas bahwa ini semua jalur air internasional untuk
meningkatkan perdagangan antar negara, lalu kami akan melihatnya dari
sudut pandang itu. kita harus menguatkan sudut pandang itu. India siap
untuk melakukannya dengan negara lain jadi hubungan itu akan terdorong
lewat jalur air ini.”70
Reaksi tersebut wajar terjadi karena kerjasama India dan Vietnam telah
ada sejak sebelum Tiongkok mengklaim hak teritori serta kandungan sumberdaya
yang ada dalam LCS. Walaupun penolakan Tiongkok pada kerjasama tersebut
69
Majundar, India Stakes in The South China Sea, 246. 70
Majundar, India Stakes in The South China Sea, 244.
35
menganggu, namun India dan Vietnam tetap melanjutkan kerjasamanya. Apa
yang hadir setelah terjadinya kesepakatan antar dua negara mungkin dianggap
sebagai tantangan yang harus diatasi dan ditemukan solusinya oleh pelaksana
kerjasama. Selain itu Tiongkok juga belum memiliki hak yang jelas untuk
menetapkan yuridiksinya. Pendiri Vietnam Studies Association dan penulis di The
Diplomat, Profesor Carlyle A Thayer menjelaskan kepada penulis bahwa Vietnam
memiliki tanggungjawab untuk melindungi pengeboran minyak asing yang berada
dalam wilayah ZEE nya. Oleh karena itu, Vietnam menunjukan
tanggungjawabnya dengan menyediakan keamanan bagi India untuk beroperasi di
wilayahnya. 71
Pada 2016, mejadi momentum hubungan India dengan Vietnam. Statusnya
mencapai ―comprehensive strategic partnership‖ yang merupakan status tertinggi
dalam bentuk kemitraan strategis. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya,
hubungan India dan Vietnam semakin menguat setelah Perdana Menteri Narendra
Modi mulai memerintah dan mengubah kebijakan luar negerinya yang memberi
arah baru. Momentum ini yang membawa India pada revolusi identitas yang baru,
yaitu partner yang strategis bagi negara-negara Asia. Act East menjadi kerangka
politik eksternal yang dijadikan pedoman bagi India untuk tindakan yang lebih
realistis. Bersama dengan Vietnam, India bekerjasama pada ranah yang sangat
dibutuhkan bagi Vietnam, yaitu dukungan eksternal untuk membangun kapabilitas
pertahanan.
71
Carlyle A. Thayer , e-mail kepada penulis, 18 Desember 2017.
36
BAB III
GAMBARAN UMUM KONFLIK LAUT CHINA SELATAN
ANTARA VIETNAM DENGAN TIONGKOK
A. Potensi Strategis Kawasan Laut China Selatan
Laut pada umumnya adalah aset yang penting bagi suatu negara dalam
menunjang ekonomi. Laut mengandung sumber daya laut seperti perikanan
maupun kandungan minyak. Selain dimanfaatkan kekayaannya, laut juga menjadi
sarana transportasi bagi distribusi perdagangan. Laut dipilih karena lebih efektif
dan efisien secara jarak dalam menembus batas-batas negara. Sejak dahulu kala
jalur laut sudah digunakan negara-negara untuk aktivitas perdagangan maupun
menyuplai bahan logistik.
Laut mengandung potensi nilai ekonomi dan keuntungan strategis, hal
inilah yang menyebabkan laut menjadi salah satu sumber konflik perbatasan antar
negara sebagaimana konflik perbatasan di darat. Menurut teori G Colombos
(1976), dasar justifikasi suatu negara pada penguasaan kedaulatan perairan
adalah:72
a. Keamanan negara menuntutnya harus memiliki kekuasaan ekslusif
atas daerah pantai sehingga dapat melindungi dari serangan dari
luar.
72
Rose Varghese, “Territorial Sea and Contigous Zone-Concept and Development”, Cochin
University Law Review Vol.IX 1985, 437.
37
b. Untuk tujuan mengembangkan perdagangan, perpajakan dan
kepentingan politik. Suatu negara harus dapat mengawasi setiap
kapal yang masuk dan keluar atau berhenti di wilayahnya.
c. Pengolahan dan pemanfaatan yang ekslusif atas kekayaan laut yang
berada dalam wilayah perairannya demi kelangsungan hidup dan
kesejahteraan bangsanya.
Ini menunjukan betapa pentingnya wilayah laut bagi kepentingan
geopolitik suatu negara. Sama pentingnya dengan bidang ekonomi, laut juga
penting bagi bidang pertahanan. Keamanan perbatasan laut adalah salah satu
aspek yang penting bagi pertahanan suatu negara karena dapat laut dapat
mencegah ancaman masuknya invasi musuh dari luar.
Konflik teritori laut di antaranya adalah disebabkan tumpang tindih
perbatasan dan perebutan sumber daya ekonomi. Konflik ini terjadi antara
sejumlah negara di Laut China Selatan. Laut yang meliputi area seluas 800,000
kilometer persegi (310,000 mil persegi), semi-enclosed73
, dengan 90% kelilingnya
dilingkari oleh kenampakan alam.74
Laut China Selatan memiliki peran geostrategis dalam menghubungkan
perdagangan Asia Timur dengan seluruh dunia, terutama yang melalui Selat
Taiwan di Utara dan Selat Malaka di Selatan. Signifikansi LCS saat ini lebih
diperhatikan karena menyangkut kepentingan komersial strategis, jalan laut
73
Berdasarkan UNCLOS pasal 22, definisi laut semi-enclosed terdiri dari „sebagian atau
keseluruhan laut yang merupakan laut territorial dan zona ekonomi ekslusif dari dua atau lebih
negara pantai‟. 74
Puri & Saghal, The South China Sea Dispute, 437.
38
militer, mata pencaharian dan sumberdaya mineral untuk negara-negara pesisir.
Hampir 50% kebutuhan protein populasi dunia ada di LCS yang penuh dengan
aktivitas pemancingan yang melimpah di kawasan.75
Dengan signifikansi inilah,
negara-negara pengklaim saling bersinggungan mempertahankan klaim
kedaulatannya pada kawasan ini.
Laut China Selatan adalah salah satu jalur laut internasional tersibuk di
dunia, Robert Kaplan menjelaskannya sebagai ‗the throat of global sea routes‘. 76
Lebih dari setengah lalu lintas dunia pada tangki minyak dan armada niaga
berlayar melalui perairan ini setiap tahunnya. Laut China Selatan menghubungkan
beberapa Sea Lines of Communication (SLOC). Jalur komunikasi laut di LCS
merupakan yang paling strategis di dunia dan menghubungkan Kawasan Eropa
dan Asia, Asia Timur dan Samudera Hindia dan Timur Tengah.
Selain itu, Laut China Selatan kaya akan sumber daya alam, termasuk
stok perikanan yang berlimpah dan cadangan minyak dan gas alam yang
potensial.77
U.S. Geological Surveys (USGS) mendeteksi sumberdaya potensial
seperti gas dan minyak yaitu sebanyak 2.522 MMBO (million barrels of oil)
terdapat di Laut China Selatan.78
Perkiraan akan potensi sumberdaya alam yang besar di Laut China Selatan
juga dipercaya oleh Lembaga Informasi Energi Amerika (Energy Information
Administration -EIA) bahwa terdapat cadangan minyak sebesar 11 milyar barrels
75
Puri, Saghal, The South China Sea Dispute, 438. 76
Robert D.Kaplan, “The South China Sea is the Future of Conflict”, Foreign Policy,
September/Oktober 2011. 77
South China Sea Report, U.S Energy Information Administration, 7 Februari 2013. 78
USGS Fact Sheet 2010-3015, Assesment of Undiscovered Oil.
39
of oil (bbl) dan 190 trilliun kaki kubik gas alam.79
Selain cadangan minyak dan
gas alam juga diperkirakan terdapat caangan hidrokarbon. Namun untuk
memastikan jumlah yang sumberdaya alam yang tersedia di Laut China Selatan
mengalami hambatan akibat wilayah tersebut adalah wilayah sengketa.
B. Sengketa Klaim Teritori Laut di Laut China Selatan
Menurut jenis tipe konflik teritorial, sengketa LCS dapat dikategorikan
dalam tipe konflik teritorial yang disebutkan oleh Huth & Alle dalam bukunya :80
Sengketa antar negara-negara yang berpusat pada klaim atas hak-hak
teritorial untuk wilayah air dan tanah di pedalaman laut. Sengketa ini
berkaitan dengan perpanjangan hak teritorial atas air sepanjang wilayah
pantai dan pulau, wilayah dasar laut di bawah perairan teritorial dan lokasi
cekungan kontinental yang berada di wilayah pantai negara-negara
tersebut.
Sengketa yang terjadi di LCS adalah sengketa mengenai tumpang tindih
klaim kedaulatan wilayah maritim. Sengketa ini pada dasarnya adalah sengketa
laut antar negara. Jika negara telah memperoleh kedaulatannya atas suatu wilayah
laut maka negara tersebut dapat mendapatkan hak mengelola potensi sumberdaya
yang terkandung di dalamnya berupa kandungan mineral, minyak, dan gas alam.
Namun sengketa ini juga menjadi masalah keamanan karena potensi
perlombaan peningkatan militer laut negara-negara pengklaim dan tindakan tegas
79
Energy Information Administration,South China Sea, 7 Februari 2013, [database online],
tersedia di https://www.eia.gov/beta/international/regions-topics.cfm?RegionTopicID=SCS 80
The Democratic Peace and Territorial Conflict in the 20th
Century ( Diambil dari Thesis
Pascasarjana Nuri W. Veronika, ―Pengaruh komponen Geopolitik terhadap konflik di Laut China
Selatan antara China-Vietnam pada periode 2009-2011.‖, Universitas Indonesia.2012), 22-23.
40
dari Tiongkok. Dari semua negara pengklaim, Tiongkok adalah pihak yang paling
dominan atas luas daerah yang di klaimnya dalam Laut China Selatan.
Gambar III.1 Peta Area Klaim Negara-negara di Laut China Selatan
Sumber: Wall Street Journal, 2012.
Dalam skema tersebut dapat dilihat bahwa terdapat saling tumpang tindih
klaim Tiongkok, Taiwan, Filipina, Vietnam, dan Malaysia di Laut China Selatan.
Sengketa yang terjadi sangat kompleks, khususnya pada klaim yang dibuat
Tiongkok yang bertumpang tindih dengan wilayah Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) dan perbatasan laut negara-negara di daerah sekitar kepulauan Spartly dan
Paracel. Tiongkok mengklaim seluruh kelompok kepulauan dalam Laut China
Selatan sebagai teritorinya.
Tiongkok mengklaim daerah paling luas yang berada di dalam nine-dash
line sebagai wilayah kedaulatannya yang meliputi seluruh pulau di Laut China
41
Selatan. Peta Laut China Selatan yang termasuk garis berbentuk-U dengan tujuh
garis putus awalnya dipublikasikan pertama kali oleh pemerintahan Kuomintang
pada Februari 1948 oleh RRT dan menjadi dasar klaim Tiongkok saat ini.81
Klaim
Tiongkok ditegaskan kembali melalui peta Laut China Selatan sebagai teritori
Tiongkok, mulai April 2012, bentuk-U atau sembilan garis putus muncul sebagai
bagian pada peta Tiongkok. Pada Januari 2013, media Tiongkok
mempublikasikan peta Tiongkok yang menggambarkan sepuluh garis putus di
Laut China Selatan.82
LCS terdiri dari empat gugusan utama, yakni Pratas, Macclesfield, Paracel,
dan Spartly. Sengketa kedaulatan teritorial di Laut China Selatan sesungguhnya
merujuk pada kawasan laut dan daratan di dua gugusan Kepulauan Paracel dan
Spratly. Dalam kedua gugusan kepulauan tersebut terdapat pulau yang tidak
berpenghuni. Wilayah yang menjadi ajang perebutan klaim kedaulatan wilayah ini
terbentang ratusan mil dari Selatan hingga Timur dari Provinsi Hainan
Tiongkok.83
Kepulauan Paracel tersebar di area laut sekitar 15.000 sampai 16.000
kilometer kubik diklaim oleh Vietnam, Taiwan, dan Tiongkok. Sedangkan
kepulauan Spartly tersebar di wilayah sekitar 160.000 sampai 180.000 kilometer
kubik dari area Samudera. Spartly diklaim sepenuhnya oleh Vietnam, Taiwan,
Tiongkok dan sebagian juga diklaim oleh 3 negara lain yaitu Filipina, Malaysia,
dan Brunei. Semua pengklaim, kecuali Brunei telah mendirikan pos militer pada
daerah daratnya.
81
Leszek Buszynski & Christopher Roberts, “The South China Sea and Australia‟s Regional
Security Environment,” National Security College 5 (September 2013): 5. 82
Buszynski & Roberts, The South China Sea, 7. 83
Partogi, Konflik Laut China Selatan, viii.
42
C. Tumpang tindih klaim pada Kepulauan Paracel dan Spartly
1. Klaim Tiongkok di wilayah Laut China Selatan
a. Berdasarkan Bukti Sejarah
Tiongkok mulai menetapkan posisinya kembali pada Laut China Selatan
secara resmi dengan publikasi di situs Kementrian Luar Negeri Republik Rakyat
Tiongkok (RRT) pada Juni tahun 2000 dalam dokumen yang berjudul „The Issue
of South China Sea‘. 84
Kemudian pada September, dalam situs yang sama
Tiongkok mempublikasikan kembali pernyataan berjudul ‗Historical Evidence To
Support China's Sovereignty over Nansha Islands‘. Pernyataan tersebut
menunjukan klaimnya pada kepulauan yang disebutnya sebagai Nansha (Spartly)
di Laut China Selatan berdasarkan pembuktian historis.
Dalam publikasi tersebut dijelaskan bahwa Tiongkok adalah yang pertama
menemukan, menamai, mengembangkan, serta menjalankan aktifitas ekonomi dan
yuridiksi di pulau Nansha (Spartly). Tiongkok merujuk klaimnya atas pulau
Spartly saat ini dari referensi dokumen kuno dan peta sejak zaman Dinasti Han.
Referensi-referensi tersebut mencantumkan „penemuan‟ sejak 2000 tahun yang
lalu berupa kenampakan alam yang saat ini dianggap kepulauan Spartly. Tulisan
84
Raul Pedrozo,“China versus Vietnam: An Analysis of the Competing Claims in the South China
Sea”, A CNA Occasional Paper. (Agustus 2014): 5.
43
kuno ini juga menyebutkan penemuan pulau pertama kali dilakukan oleh orang
Tiongkok85
:
Tabel 1.C.1 Dokumen-Dokumen Klaim Historis Tiongkok
No. Judul Buku dan
Peta
Nama Pengarang Jaman/
Tahun
Daerah klaim yang
disebutkan
1 Yiwu Zhi (Records of
Rarities)
Yang Fu Dinasti Han
(23-220 M)
Kepulauan Nansha
2. Funan Zhuan
(Journeys to and from
Phnom/Cambodia)
Jenderal Kang Tai
(Navigator
terkenal Tiongkok
tiga periode
kerajaan)
(220-280 M) Kepulauan Nansha
3. Buku sejarah dan
geografi
- Dinasti
Tang dan
Dinasti
Song
Kepulauan Nansha
(Spartly) dan Xisha
(Paracel)
4. Buku-buku - diterbitkan
pada dinasti
Song
(960‐1279),
Yuan, Ming
dan Qing
Kepulauan Nansha
Islands yang
disebutkan dalam
nama Shitang atau
Changsha
5. Abridged Records of
Islands and
Barbarians.
Wang Dayuan
(Navigator)
Dinasti
Yuan
(1271‐1368)
Kepulauan Nansha
dengan deskripsi
lokasi geografis dan
posisi spesifik
6. Consolidated Map of
Territories and
Geography and
Capitals of Past
Dynasties
- Dinasti
Ming
(1368‐1644)
"Shitang" dan
"Changsha"
7. Official Chinese
maps “Hunyijiangli
Hdai Guodu zhi Tu
(Consolidated Map of
Territories and
Geography and
Capitals of Past
Dynasties‖
Dinasti
Ming 1402
Kepulauan Paracel
dan Spartly di Laut
China Selatan,
termasuk keterangan
Tiongkok sebagai
pemilik kedaulatan.
85
The Ministry of Foreign Affairs of the People‟s Republic of China (PRC), Historical Evidence
To Support China's Sovereignty over Nansha Islands, 2000. Tersedia di
http://www.fmprc.gov.cn/mfa_eng/topics_665678/3754_666060/t19231.shtml.
44
8. The Road Map
Dinasti Qing
- Dinasti Qing
(1644‐1911)
Kepulauan Nansha,
termasuk keterangan
Nansha sebagai
tempat nelayan dari
pulau Hainan biasa
berkunjung, terdapat
73 pulau yang
dinamakan
Kepulauan Nansha.
9. Sihai Zongtu
(General Maps of the
Four Seas) dan
Haikuo Wenchien Lu
(Notes on Lands
Across the Sea)
Chen Lunjiong Dinasti Qing
1730
Paracels dan Spratly
Keterangan:
kesimpulan bahwa
“LCS dituju menjadi
target penaklukan
saat Dinasti Zhou
Timur (770‐221
SM)” “penemuan
dan penaklukan
secara alami
membawa
penguasaan
Tiongkok dan rakyat
percaya bahwa Laut
China Selatan
adalah bagian dari
Tiongkok lewat
sejarah, dari Dinasti
Xia ke Dinasti
Qing”.86
Sumber : The Ministry of Foreign Affairs of the People‟s Republic of China, 2000.
Namun pada akhirnya klaim hak historis yang diajukan oleh Tiongkok
ditolak Pengadilan Permanen Arbitrase PBB pada 12 Juli 2016 yang
mendiskualifikasi hak sejarah China ke Laut Cina Selatan dan juga menolak
militerisasi Tiongkok yang meningkat di Laut China Selatan. Vietnam turut
menjadi pihak penggugat utama. Award tersebut menegaskan bahwa tidak ada
86
Pedrozo, China versus Vietnam,7.
45
basis legal bagi Tiongkok untuk mengklaim hak sumberdaya dalam bagian Laut
China Selatan meliputi yang disebut sembilan-garis putus (nine-dash line).87
b. Konflik Militer dalam wilayah sengketa
Pendudukan paksa oleh Tiongkok di wilayah sengketa Tiongkok dengan
Vietnam terjadi pada 1974 di Paracel. Tiongkok merebut Paracel dari Vietnam,
konflik militer ini menewaskan 18 tentara pada konflik di salah satu pulau di
Paracel. Sejak itu Tiongkok menduduki bagian kepulauan Paracels dengan
menerapkan kontrol penuh pada daerah tersebut dan mempertahankan penaklukan
kekuasaannya hingga saat ini. Pendudukan pada beberapa wilayah Spartly juga
terjadi pada 1988 dan menimbulkan konfrontasi militer dalam area tersebut. 88
Diawali patroli besar-besaran yang dilakukan oleh angkatan laut RRT di wilayah
sengketa sepanjang Mei-Juni 1987 dan berakhir dengan bentrokan dengan
diserangnya angkatan laut Republik Vietnam pada Maret 1988 di Fiery Cross
Reef. Pertarungan di wilayah perairan ini berakibat pada tenggelamnya tiga kapal
milik Vietnam dan 73 orang pelaut menghilang dan berhasilnya pendudukan
pulau oleh Tiongkok.89
87
Stratfor Worldview, What an U.N. Ruling Against China Means, 12 Juli 2016. 88
Vera Dicke & Heike Holbig, Rising Sino-Vietnamese Tensions in South China Sea,‖hal.3 [buku
online](Hamburg: German Institute and Global and Area Studies/GIGA Focus, 2014); Tersedia di
www.giga-hamburg.de/giga-focus. 89
Buszynski & Roberts, The South China Sea, 6-7.
46
2. Klaim Vietnam di wilayah Laut China Selatan
a. Berdasarkan Bukti Sejarah
Vietnam mengklaim bagian Kepulauan Spartly dan Paracel sebagai daerah
kedaulatannya dalam White Paper pada tahun 1974 yang diterbitkan oleh
Kementrian Luar Negeri Vietnam. Berdasarkan bukti historis yang mengutip
keterangan dari White Paper pertama tersebut, jejak kedaulatan Vietnam di LCS,
tepatnya di Paracel (Hoang Sa) dapat dilacak sejak abad ke-17 dalam Hong Duc
Atlas.
Klaim juga disebutkan secara formal dalam White Paper tahun 1979, 1981,
dan 1988 yang mencantumkan data historis. Setelah masa peperangan berakhir
dan kolonial feudal Perancis meninggalkan kekuasaan penjajahannya di Vietnam
di abad ke-17, otoritas administratif mulai didapatkan pemerintah Vietnam dan
daerah kekuasaan sebelumnya diserahkan pada Vietnam. Termasuk dari wilayah
yang diserahkan yaitu laut bagian Timur Vietnam (Laut China Selatan).
Vietnam membantah keterangan klaim Tiongkok atas gugusan kepulauan
Spartly dan Paracels dengan menyebut Kepulauan Hoang Sa (Paracel) dan Truong
Sa (Spartly) yang juga diklaim secara historis sejak jaman Dinasti Nguyen pada
abad ke-17, dengan bukti berupa dokumen-dokumen:
Tabel 2.C.2 Dokumen-Dokumen Klaim Historis Vietnam
No. Judul Buku dan Peta Nama
Pengarang
Tahun Daerah klaim yang
disebutkan
1. Peta Vietnam yang dibuat
di bagian ketiga Hong Duc
Atlas
Do Ba Paracel
Dengan catatan “indikasi
bahwa jauh di abad ke-
17, otoritas Vietnam
47
telah mengirim…kapal
dan orang..” ke Paracel
dalam jumlah yang
biasa.
2. Atlas Toan Tap Thien
Nam Tu Chi Lo Do Thu
(Route Map from the
Capital to the
FourDirections)
abad ke-
17
Kepulauan Spartly dan
Paracel
Ket: Kepulauan Spartly
dan Paracel dibawah
kontrol keluarga
Nguyen.
3. Đại Nam thực lục tiền
biên/ The Early Chapter of
The Chronicles of Đại
Nam
1600–
1775
4. Giap Ngo Binh Nam Do/
The Map for the
Pacification of the South
in the Giap Ngo Year
1774
5. The Authentic Writings on
Đại Nam
1821 dan
1844
6. Đại Nam nhất thống chí–
the geography and history
of Đại Nam (The Record
of The Unified Đại Nam)
di edit
pada
1865‐188
2
7. Việt sử thông giám cương
mục khảo lược/Outline of
The Chronicles of The Viet
History
1876
8. Peta Belanda dan Portugis abad ke-
17
9. „Mystery of the atolls—
Journal of the voyage to
the Paracel Islands‘
Amphitrie
(misioaris
Perancis)
1701 Kepulauan Spartly dan
Paracel
Ket: Kepulauan Spartly
dan Paracel adalah
bagian dari Vietnam
10. Voyage to Cochinchina
(Dinh Tuong/provinsi di
Vietnam)
John Barrow 1806 Paracel
Ket: Mendeskripsikan
secara detail tipe perahu
yang digunakan
Cochinchinese ke
Paracel
11. Note on the Geography of
Cochinchina danHistory
and Description of the
Religion, Customs, and
Morals of All Peoples
Monseigneu
r Jean‐Louis
Taberd
1837 dan
1838
Paracel
Ket: mendeskripsikan
Kepulauan Paracel (Cat
Vang) sebagai bagian
Cochinchina
Sumber: Raul Pedrozo, China versus Vietnam: An Analysis of the Competing Claims in the South
China Sea, A CNA Occasional Paper, 2014.
48
Meskipun sama-sama memiliki dokumen yang menunjukan bukti historis,
klaim berdasarkan hal ini tidak memberi perubahan yang signifikan terhadap
penyelesaian kasus karena klaim ini dianggap rancu. Masing-masing kedua negara
yang berbeda pandangan ini menganggap wilayah sengketa adalah wilayah
tradisionalnya masing-masing. UNCLOS tidak mengakui klaim historis sebagai
landasan klaim kedaulatan, sehingga Vietnam menegaskan sikapnya atas
penyelesaian sengketa ini dalam White Paper terbaru tahun 2009. Dokumen yang
diterbitkan oleh Kementerian Pertahanan Negara ini menegaskan „kebijakan
Vietnam yang konsisten untuk menyelesaikan sengketa historis dan sengketa yang
baru muncul atas kedaulatan teritori di darat dan laut melalui cara damai pada
aturan hukum internasional.90
b. Kegiatan Ekonomi dan Administrasi Efektif
Selain data historis, Vietnam juga menegaskan klaimnya berdasarkan
keberadaan kegiatan ekonomi di Paracel (Hoang Sa) berupa eksploitasi
sumberdaya sejak abad ke-15 yang dilakukan oleh perusahaan milik dinasti
Nguyen. Pada abad ke-18 juga dijelaskan bahwa “faktanya tidak ada konter klaim
yang dibuat negara lain...bukti bahwa hak kedaulatan Nguyen terhadap pulau
tidak dihalangi oleh suatu negara” dan “diketahui oleh orang Tiongkok sebagai
penerapan hak legitimasi terhadap pulau”. Dan pada abad ke-19 dibuktikan
90
Thuy, Rebalancing: Vietnam's South China Sea, 7.
49
dengan penghargaan yang diberikan pada perusahaan Vietnam Phosphate
Company atas eksploitasi komersialnya di Paracels.91
Klaim Vietnam di Paracels ditambah dengan klaim administrasi efektif
oleh Vietnam yang dipercaya dimulai pada tahun 1802. Vietnam menegaskan
klaimnya di Paracel, kepemilikannya pada Paracel disimbolkan upacara formal
kenaikan bendera Vietnam. Pada 1833, bahkan Vietnam menunaikan
tanggungjawab internasional terhadap keamanan pelayaran di Paracel untuk
kepentingan komunitas internasional dengan menanam tanda berupa pepohonan
untuk mencegah kecelakaan kapal.92
Kekuasaan administrasi di Paracel diketahui sempat hilang dari Vietnam
saat invasi Perancis ke Vietnam pada 1858. Pada masa tersebut Perancis banyak
mengambil alih wilayah Vietnam. Setelah beberapa dekade perjuangannya
melawan penyerangan dan penguasaan teritori oleh Perancis, pada 11 Maret 1945
Vietnam merdeka dari kolonial Perancis. Penandatangan Perjanjian Ha Long Bay
pada 5 Juni 1948 menjadi mula unifikasi Vietnam (Tonkin, Annam, dan
Cohinchina). Dengan unifikasi ini bermakna penyerahan kekuasaan kepada
Vietnam yang termasuk Paracels dan Spartly. 93
91
Pedrozo, China versus Vietnam, 41-42. 92
Sebuah negara yang berdaulat memiliki kewajiban atas kedaulatan maritimnya untuk memberi
kebebasan navigasi pada entitas lain yang menggunakan laut sesuai ketentuan dalam hukum
internasional dan kebebasan navigasi merupakan kewajiban internasionalnya. 93
Pedrozo, China versus Vietnam, 54.
50
D. Deklarasi Kedaulatan Kepulauan Spartly dan Paracel
Pada 1951 kedaulatan atas Spartly dan Paracel disebutkan kembali oleh
Perdana Menteri Vietnam Tran Van Huu dalam The San Francisco Peace
Conference “…kami menegaskan hak kami di kepulauan Spartly dan Paracel,
yang termasuk dalam Vietnam.” Setelah konferensi tersebut beragam aktivitas di
Paracel dan Spartly oleh Vietnam terus dilakukan untuk menegaskan
kedaulatannya. Pelaksanaan kedaulatan dilakukan dengan pendudukan oleh
angkatan laut, survey sumberdaya, patroli rutin, eksplorasi, hingga pemancingan
oleh penduduk lokal Vietnam.94
Namun pada tahun yang sama setelah pernyataan dikeluarkan oleh
Vietnam, deklarasi kedaulatan atas kepulauan Spartly dan Paracel juga dilakukan
Tiongkok. Tiongkok tidak termasuk sebagai anggota konferensi San Fancisco.
Pada saat itu deklarasi dilakukan Perdana Menteri Zhou Elai pada 15 Agustus
1951, deklarasi kedaulatan Tiongkok termasuk di dalamnya terhadap Spartly,
Paracels, kepulauan Pratas dan Macclesfield bank.95
Tidak adanya kesepakatan pada saat itu atas keputusan kepemilikan
kedaulatan dalam Paracel dan Spartly menjadi mula perebutan klaim hingga saat
ini. Masing-masing pihak baik Vietnam maupun Tiongkok tetap
mempertahankan klaimnya. Vietnam mengklaim hak kedaulatan yang diwariskan
oleh bekas kekuasaan negara kolonial Perancis, sedangkan Tiongkok yang tidak
terlibat dalam konferensi tidak pernah mengakui keputusan yang dibuat dalam
konferensi San Francisco.
94
Pedrozo, China versus Vietnam, 51-56. 95
Buszynski & Roberts, The South China Sea, 7.
51
Kehadiran administrasi Vietnam di kepulauan Paracel kembali menghilang
setelah pendudukan oleh Tiongkok di Paracel pada 1974, namun tahun berikutnya
Vietnam kembali menguatkan klaimnya terhadap Paracels maupun Spartly setelah
reunifikasi Vietnam pada 1975.96
Lalu pada 1992 Tiongkok menetapkan Law on
the Territorial Sea and Contiguous Zone yang secara spesifik mengklaim
kedaulatan terhadap seluruh kepulauan di Laut China Selatan yaitu Pratas
Islands (Dongsha), Paracel Islands (Xinsha), Macclesfield Bank (Zhongsha), dan
Spratly Islands (Nansha).97
E. Sikap Tiongkok terhadap Vietnam
Tiongkok menetapkan klaimnya pada sebagian besar wilayah di Laut China
Selatan sehingga menimbulkan tumpang tindih klaim dengan beberapa negara di
Asia Tenggara. Sengketa Tiongkok dengan Vietnam adalah sengketa yang
berkepanjangan sejak perebutan Paracels oleh Tiongkok pada 1974, konflik antara
Tiongkok dan Vietnam terjadi akibat klaim yang bertentangan. Sejak kehadiran
Tiongkok dalam kawasan Laut China Selatan, perlombaan di kawasan tersebut
selalu terjadi. Vietnam dan Tiongkok adalah negara yang paling sering terlibat
konflik dalam sengketa ini karena wilayah geografi mereka yang paling
berdekatan diantara negara pengklaim lain.
96
Buszynski & Roberts, The South China Sea, 6. 97
Peter Dutton, “ Three dispute and Three objectives: China and the South China Sea”[database
online] (20 Juli 2011); program for East Sea (South China Sea) Studies. Juga tersedia di
www.nghiencuubiendong.vn.
52
Tahun 1990an konfrontasi militer terjadi di kawasan laut teritorial Tiongkok
di kawasan eksplorasi minyak Tu Chinh milik Vietnam.98
Tahun 2006 Tiongkok
memasang penanda baru di kawasan Paracel. Tensi meningkat dan menyebabkan
kemarahan Vietnam. Vietnam memprotes keputusan Tiongkok untuk mendirikan
Kota Sansha untuk mengelola Paracel dan Spartly. Tiongkok merespon dengan
memberhentikan bantuannya ke Vietnam.99
Pada 25 Agustus 2006, Tiongkok juga
menolak mekanisme penyelesaian sengketa dari UNCLOS.100
Aktifitas pemancingan ikan oleh para nelayan Vietnam dalam kawasan Laut
China Selatan mendapatkan perlawanan berupa kekerasan dari angkatan laut
Tiongkok. Pada April 2007, terjadi penangkapan 4 buah kapal nelayan Vietnam di
Spartly. Lalu pada Juli kapal nelayan Vietnam ditembak oleh Tiongkok dan
tenggelam, satu orang tewas. 101
Dalam periode uniteralnya dideklarasikan larangan memancing antara
Mei dan Agustus- dipaksakan secara biasa sejak 1999- angkatan keamanan
maritim Tiongkok telah berulang kali menangkap nelayan Vietnam,
menyita kapal, dan meminta denda untuk kebebasannya. Tipe insiden ini
muncul paling sering di Pulau Paracels selama nelayan Vietnam
melanjutkan penangkapan ikan yang mereka anggap tempat tradisional
memancing.102
Dalam konflik yang terjadi, Tiongkok sering menunjukan kekuatannya dengan
berbagai tindakan koersif sehingga memicu ketegangan diplomatik. Protes juga
98
Buszynski & Roberts, The South China Sea, 23. 99
Pedrozo, China versus Vietnam,123. 100
Rodolfo C Severino, “The South China Sea: ten myths and ten realities” 21 November 2012.
paper di 4th International Workshop on the South China Sea. Program for East Sea (South China
Sea) Studies. Tersedia di http://southchinaseastudies.org atau www.nghiencuubiendong.vn. 101
Buszynski & Roberts, The South China Sea, 37. 102
Thuy, Rebalancing: Vietnam's South China Sea Challenges and Responses, 5.
53
muncul dari pernyataan resmi pemerintah kedua negara. Pada 2009 Tiongkok
mengeluarkan nota verbal setelah Vietnam dan Malaysia membuat joint
submission terkait klaimnya pada landas kontinen di dalam ZEE nya di LCS
kepada the Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS).103
Penangkapan kapal terjadi lagi pada 2010, Tiongkok melakukan pelarangan
menangkap ikan tahunan (unilateral annual fishing ban) di kawasan utara LCS
dan menangkap belasan kapal nelayan Vietnam. Tiongkok juga menahan nelayan
tersebut karena dianggap telah melakukan kegiatan yang illegal dalam daerah
kekuasaan Tiongkok. Sembilan orang nelayan Vietnam ditahan oleh militer
Tiongkok pada 11 September 2010 di Laut Cina Selatan, atas penahanan ini
Kementerian Luar Negeri Vietnam menolak perampasan nelayan dan perahunya
dan menuntut "segera dan tanpa syarat" pelepasan nelayan yang ditahan oleh
Tiongkok. Tindakan Tiongkok adalah "dengan serius melanggar kedaulatan
Vietnam". Dalam beberapa tahun sebelumnya Tiongkok telah menyita puluhan
kapal nelayan Vietnam, ini membuat pejabat Vietnam waspada terhadap
Tiongkok. Atas insiden ini Vietnam menyampaikannya pada pertemuan menteri
pertahanan dan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pemimpin Asia Tenggara di
Hanoi.104
Pada tahun 2011, eskalasi ketegangan terjadi akibat sejumlah peristiwa yang
ditimbulkan oleh Tiongkok yang cenderung menjadi semakin agresif kepada
Vietnam sehingga terlibat konflik langsung dengan Tiongkok. Beberapa benturan
keamanan dan konflik kepentingan terjadi lebih intensif. 26 Mei dan 9 Juni 2011,
103
Buszynski & Roberts, The South China Sea, 23. 104
Ben Bland & Geoff Dyer, “Vietnam demand release of fishermen” The Financial Times, 6
Oktober 2010.
54
kapal survey Vietnam dirusak Tiongkok dengan cara pemotongan kabel
eksplorasi seismik kapal milik PetroVietnam oleh kapal CMS milik Tiongkok
dalam wilayah ZEE Vietnam. Peristiwa pertama menimpa kapal Binh Minh 02 di
kawasan Dai Lanh, yaitu 116 mil laut Vietnam. Dan yang kedua kali dialami oleh
Viking 2 yang sedang beroperasi di 60 mil laut dari pantai Vietnam.105
Tindakan
oleh Angkatan Laut Tiongkok ini menimbulkan protes masal anti-RRC terbesar di
Hanoi dan ibukota Ho Chi Minh.106
Adanya protes publik anti-Tiongkok adalah
tanda meningkatnya tensi bilateral.107
Gangguan yang dilakukan pemerintah Tiongkok terhadap Vietnam bukan
hanya tindakan unilateral berupa annual fishing ban, namun juga pelarangan
secara sepihak terhadap kerjasama eksplorasi sumber daya alam antara Vietnam
dengan negara lain. Pada 22 September 2011, Menteri Luar Negeri Tiongkok
menolak kerjasama eksplorasi minyak dan gas oleh ONGC Videsh Ltd. India
dengan perusahaan yang dikelola negara PetroVietnam di blok Laut China Selatan
dalam daerah klaim ZEE Vietnam. Eksplorasi yang dilakukan tanpa izin dari
Tiongkok dianggap melanggar kedaulatan Tiongkok sehingga illegal dan tidak
valid.108
30 November 2012, kapal Binh Minh 02 yang sedang melakukan survey
seimik kembali mengalami pemotongan kabel oleh kapal Tiongkok dalam 43 mil
laut pantai Vietnam. Tiongkok beraktivitas di dalam kawasan yang menjadi
daerah sengketa, Tiongkok juga terus-menerus mengganggu aktifitas negara lain
105
Pedrozo, China versus Vietnam,11-12. 106
Partogi, Konflik Laut China Selatan, ix. 107
Kurlantzick, A China-Vietnam Military Clash, 5. 108
Bland & Dyer, Vietnam demand release of fishermen.
55
dalam kawasan tersebut sehingga menyebabkan eskalasi sengketa permasalahan
kedaulatan tetap terjadi.109
Tiongkok melarang aktifitas eksplorasi Vietnam di wilayah sengketa namun
dirinya sendiri justru membangun fasilitas yang sama setelah mengutuk tindakan
Vietnam. Pada 3 May 2014 Tiongkok mengumumkan bahwa perusahaan milik
negara China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) akan
mengembangkan pengeboran minyak dekat area Paracel yang juga masih di
klaim Vietnam sebagai teritori perairannya. Pernyataan ini ditolak oleh
pemerintah Vietnam dengan mendeklarasikan bahwa operasi tersebut berada
dalam zona maritimnya. Namun Tiongkok tetap melaksanakan proyek minyak
tersebut di platform Haiyang Shiyou 981 dan mengamankan pengeboran tersebut
dengan penjagaan 80 kapal militer PLA dan coast guard dalam 3 mil zona
luar.110
Rencana pengeboran minyak oleh Tiongkok di area sejauh 140 mil dari
lepas pantai pesisir Vietnam menimbulkan bentrokan dengan Vietnam. Kapal
perlindungan polisi dan perikanan milik Vietnam diserang oleh kapal Coast
Guard Tiongkok dengan cara ditabrak dan ditembakkan meriam air bertenaga
tinggi sehingga melukai pelaut yang bertugas. Bentrokan tersebut telah
berlangsung secara berulang sejak 1 mei 2014 saat armada kapal militer dan sipil
Tiongkok mulai beraktifitas di wilayah yang disengketakan di Laut Cina
Selatan.111
109
Pedrozo, China versus Vietnam,12. 110
Dicke & Holbig, Rising Sino-Vietnamese Tensions, 2. 111
Dailymail, “Chinese ships ram Vietnamese vessels and fire water cannon injuring sailors in
maritime clash over new oil rig that Hanoi says is in its territorial waters”, 7 Mei 2014.
56
Tindakan penempatan pengeboran minyak dan penyerangan ini
meningkatkan ketegangan diplomatik diantara Tiongkok dan Vietnam dan juga
menarik banyak perhatian negara-negara lain. Meskipun demikian Tiongkok tetap
menolak klaim Vietnam dalam wilayah pengeboran minyaknya dan justru
menuduh pelarangan Vietnam telah melanggar hak kedaulatan Tiongkok. Juru
bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Hua Chunying menegaskan bahwa
pengebor yang dimiliki oleh perusahaan minyak milik negara Tiongkok CNOOC,
berada di perairan teritorial Tiongkok dan oleh karena itu pengeboran adalah
'normal dan legal'.112
Pernyataan ini kemudian dibalas dengan keras oleh juru
bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Jen Psaki menyebut
tindakan Tiongkok „provokatif‟ dan tidak membantu pemeliharaan perdamaian
dan stabilitas di wilayah ini.
Selain pembangunan fasilitas ekonomi, ketegasan Tiongkok dalam
ekspansi wilayah di Laut China Selatan juga ditunjukan oleh pembangunan
fasilitas militer yang dilakukan di daerah yang masih disengketakan dengan
Vietnam di Laut China Selatan. Reklamasi Spartly pada 2014 dilakukan untuk
memperluas basis legal pihak Tiongkok.
Reklamasi dan penempatan pengeboran minyak ini menjadi ketegasan
Tiongkok yang paling mengkhawatirkan. Selain dapat memberikan manfaat
sumber energi baru, Tiongkok melihat eksplorasi laut sebagai alat penting untuk
112
Dailymail, Chinese ships ram Vietnamese vessels.
57
menetapkan kehadiran fisik (demikian dengan otoritas) dalam perairan yang
disengketakan.113
Laut China Selatan bagi Tiongkok merupakan aset yang akan memberikannya
keuntungan ekonomi maupun militer. Tiongkok terus mengupayakan kedaulatan
yuridiksi dan selalu menggunakan angkatan lautnya. Konselor Negara Dai
Bingguo pernah menyebut bahwa Laut China Selatan telah menjadi ―core
national interest‖ Tiongkok dalam pertemuan privatnya dengan pejabat senior
pemerintahan Obama, yaitu Jeffrey A.Bader dan James B.Steinberg saat
kunjungan mereka pada 2 Maret 2010.114
Agresifitas Tiongkok untuk menandingi
dominasi negara lain dalam kawasan direfleksikan ambisi angkatan lautnya.
Analis Tiongkok mengatakan militer Tiongkok memproyeksikan kekuatan
militernya jauh hingga Pasifik. Strategi ―far sea defense‖ ini ditegaskan
laksamana Tiongkok agar kapal perangnya dapat mengantar kapal komersial
yang krusial bagi ekonomi negara dan mengamankan kepentingan Tiongkok
dalam laut Selatan dan Timur yang kaya sumberdaya.115
F. UNCLOS dalam sengketa Laut China Selatan
Klaim negara-negara pada kedaulatan kepulauan Spartly di Laut China
Selatan masih menimbulkan perdebatan. Upaya memperoleh laut teritori dengan
reklamasi yang dilakukan Tiongkok tidak sesuai dengan hukum UNCLOS. LCS
113
Stratfor Worldview, What a U.N. Ruling Against China Means. 114
Carlyle A. Thayer, “Recent Developments in The South China Sea: Grounds For Cautions
Optimism”[database online] ( 15 Juli 2011); Program for East Sea (South China Sea) Studies.
Tersedia di http://southchinaseastudies.org atau www.nghiencuubiendong.vn. 115
Edward Wong, “Chinese Military Seeks to Extend Its Naval Power”, New York Times, 23 April
2010.
58
sesungguhnya tidak memiliki pulau, Spartly adalah jenis pulau kecil. Didalamnya
dan di sekitarnya telah dibuat artificial island berupa platform minyak dan
landasan terbang. Pulau buatan tersebut dikonstruksi diatas batu dan karang alami.
Tiongkok telah menduduki berapa karang di Spartly sejak 1988 dan
menempatkan stasiun militer, struktur baru terbentuk di karang-karang di dalam
Mischief Reef dan Fiery Cross Reef. Banyaknya penambahan struktur baru di
Spartly membuat strukturnya kini sulit dibedakan yang asli dan buatan.
Tujuan penambahan karang-karang tersebut adalah untuk membuat pulau.
Berdasarkan pasal 10 UNCLOS hanya pulau yang dapat memiliki laut
teritorial.116
Namun berdasarkan fakta yang ada ciri-ciri gugusan karang sangat
berbeda:
Pertama, bentuk wilayah yang disengketakan tidak dapat disebut sebagai
“pulau”. Denifinisi tentang pulau sudah dijelaskan dalam Pasal 121 (1) yaitu
pulau adalah “sebuah kawasan daratan yang terbentuk secara alamiah, dikelilingi
oleh perairan, dan berada diatas permukaan laut ketika air pasang”.117
Jika
memiliki ciri-ciri yang berbeda dari definisi tersebut maka tidak termasuk ke
dalam pulau. Berdasarkan definisi tersebut pulau bebeda dari bebatuan karang
yang diklaim selama ini oleh pihak yang bersengketa sebagai pulau.
Kedua, Spartly tidak dapat menunjang kehidupan ekonomi sesuai pasal 121
(3) sehingga tidak dapat memperoleh ZEE. “Bebatuan yang tidak dapat
116
Zou Keyuan, “The Impact of Artificial Islands on Territorial Disputes Over The Spartly
Islands,” [database online]( 21 Juli 2011); Program for East Sea (South China Sea) Studies.
Tersedia di http://southchinaseastudies.org atau www.nghiencuubiendong.vn. 117
Dr. Nguyễn Thị Lan Anh, “UNCLOS and Maritime Security in the South China Sea” [database
online] ( 21 Juli 2011); program for East Sea (South China Sea) Studies. Juga tersedia di
www.nghiencuubiendong.vn.
59
menyokong habitat manusia atau kehidupan ekonominya sendiri tidak memiliki
ZEE atau landas kontinen”. Seperti keterangan yang disebutkan Raman Puri dan
Arun Saghal:118
Dari seluruh area luas Kepulauan Spartly diperkirakan terdapat 400
daratan, yang hanya 33 diantaranya diatas rata-rata permukaan laut dan hanya
tujuh punya area yang lebih besar dari 0,5 meter persegi. Dengan berkisar dari
2-6 meter, pulau yang dipetakan sebagai Spartly, termasuk teritori air dangkal.
Spartly terlalu kecil dan tidak subur untuk mendukung kebutuhan
permanen manusia secara independen, dan beberapa memiliki air bersih
atau suatu sumberdaya bebasis tanah.
. Lokasi “terra nullius”119
ini tidak memenuhi kriteria karena tidak dapat
menunjang kehidupan manusia dan kehidupan ekonomi sehingga statusnya dalam
hukum laut tidak dapat dikategorikan sebagai “subjek” sengketa karena tidak
tergolong sebagai pulau (klaim yang dapat disengketan untuk memperoleh laut
teritorial).120 Walaupun pulau buatan dapat memiliki karakteristik yang dibuat
sama dengan pulau yang terbentuk secara alami namun pada kenyataannya sangat
berbeda pada status legalnya dan oleh karena itu tidak dapat memperoleh ZEE.
Ketiga, ketentuan garis teritori laut berdasarkan pasal 7(4): garis dasar
lurus tidak dapat digambarkan ke dan dari kenaikan elevasi surut (low tide
elevations), kecuali terdapat mercusuar atau instlasasi sejenis, yang secara
permanen berada di atas permukaan laut.
118
Puri dan Saghal, The South China Sea Dispute, 438. 119
Menurut Black‟s Law Dictionary 7th
edition, adalah “a territory not belonging to any particular
country.” Atau tanah yang tidak bertuan. 120
Anh, UNCLOS and Maritime Security, 8.
60
Suatu pihak tidak dapat membuat konstruksi untuk merubah permukaan
yang terendam (submerged) atau peningkatan elevasi surut untuk membuat klaim
teritori. Hal tersebut untuk membatasi negara memperluas teritori laut secara
illegal, kecuali untuk tujuan pemeliharaan kedaulatan teritori yang mengalami
degradasi lingkungan seperti naiknya air laut akibat pemanasan global. Dan
pembangunan pulau buatan pun tidak diperbolehkan jika terletak di wilayah
tumpang tindih klaim dan tanpa ijin dari negara pesisir. Terlebih lagi
pembangunan pulau buatan tersebut telah mengganggu kebebasan pelayaran
negara lain yang dijamin dalam UNCLOS mengenai freedom of navigation and
over flight in the exclusive economic zone dan pasal 17-26 tentang the right of
innocent passage.121
Meskipun peraturan tentang cara menentukan batas maritim telah diatur
oleh badan organisasi internasional PBB dalam hasil konvensi United Nations
Convention on The Law of The Sea tahun 1982 (UNCLOS), namun Tiongkok
mencoba mendapatkan perluasan wilayah dengan cara reklamasi pada daerah
yang masih disengketakan oleh para pengklaim lain.
UNCLOS adalah legal framework multilateral dan komprehensif yang
membantu negara-negara mempromosikan perdamaian, persamaan dan
pengaturan penggunaan wilayah laut dengan berdasar kedaulatan satu sama
lain.122
UNCLOS 1982 adalah suatu paket perjanjian, yang disimpulkan setelah 9
tahun dan 11 sesi negosiasi dari 1973 hingga 1982. Konvensi ini dikenal sebagai
121
Keyuan, The Impact of Artificial Islands. 122
Anh, UNCLOS and Maritime Security, 1.
61
konstitusi laut dengan lebih dari 300 artikel dan ketentuan eksploitasi dan
manajemen samudera.123
Legal framework ini dapat menyediakan dasar bagi pihak-pihak untuk
membuat klaim maritim yang sesuai undang-undang dan menentukan hak dan
kewajiban. Dengan kata lain untuk membuat suatu klaim pada teritori, teritori
tersebut harus memenuhi dasar-dasar seperti yang tercantum dalam UNCLOS
agar suatu negara dapat mendapatkan kedaulatan atas klaimnya.
Dengan definisi ini UNCLOS telah membatasi kriteria daerah yang dapat
diintervensi dan layak dijadikan subjek sengketa. Wilayah yang selama ini
disengketakan tidak memenuhi syarat sebagai “pulau” (subjek dari sengketa
teritori) karena hak suatu negara atas wilayah laut yang boleh dikuasai
hanya terbatas pada perpanjangan dari wilayah daratan dan pulau, bukan
pulau buatan. Oleh karena itu daerah yang diklaim tidak termasuk dalam subjek
yang bisa diklaim dalam sengketa teritori.
Alasan yang mendorong negara-negara tetap mempertahankan posisi
klaimnya adalah karena posisi geostrategis dari kepulauan Spartly yang menjadi
pertimbangan negara-negara pengklaim:
Namun, sejauh ini itu dipertimbangkan sebagai aset politis, ekonomis,
dan strategis bagi negara pesisir, terutama karna dapat menyediakan poin
dasar hukum bagi negara untuk proyeksi klaim yuridiksi eksklusif terhadap
perairan dan sumberdaya di LCS. Area Spartly memegang kepentingan
strategis untuk semua negara dalam kawasan, karena pulau-pulau ini
123
www.un.org
62
mengandung jalur laut yang kapal komersial pasti berlayar kearah dan dari
pelabuhan Asia Selatan. 124
Secara kapasitas legalitasnya, UNCLOS seharusnya telah mampu menjadi
pedoman yang dipatuhi seluruh negara untuk menyelesaikan sengketa maritim.
Ditandatangani oleh 147 negara, UNCLOS telah terbukti menjadi customary law
yang diterima mayoritas negara, termasuk pihak-pihak yang terlibat dalam
sengketa di Laut China Selatan.
Sebagai pihak yang bersikap asertif dalam sengketa, Tiongkok sendiri
telah menandatangani pada 10 Desember 1982 dan meratifikasi hukum laut
internasional ini pada 7 Juni 1996 dan memiliki kewajiban untuk patuh sebagai
konsekuensi dari keterlibatannya sebagai anggota perjanjian. Namun sengketa
kedaulatan pada daerah yang dianggap oleh Tiongkok sebagai ‗Indisputable
sovereignity‘ ini sepertinya tidak dapat dihentikan dengan mudah oleh UNCLOS.
G. Upaya penyelesaian sengketa di Laut China Selatan melalui
ASEAN
Upaya untuk menstabilkan kawasan regional dari sengketa antara Vietnam
dan Tiongkok di Laut China Selatan secara multilateral pertama kali dilakukan
dengan Manila Declaration pada tahun 1992. Kemudian Code of Conduct (COC)
diinisiasi secara resmi sejak ASEAN Ministrial Meeting ke-29 pada Juli 1996,
namun draft yang awalnya dibuat oleh Filipina dan Vietnam tersebut tidak juga
mencapai konsensus para anggotanya sehingga digantikan oleh Declaration on
the Conduct of Parties in the South China Sea (DOC).
124
Puri dan Saghal,The South China Sea Dispute, 438.
63
Pada 4 November 2002 di ASEAN Summit ke-8 di Kamboja, ASEAN berhasil
membuat People‟s Republic of China (PRC) menandatangani DOC. Perjanjian
tersebut mengacu pada instrumen legal untuk mengatur perilaku para pihak yaitu
Treaty of Amity and Coperation in Southeast Asia (TAC) yang berisi tentang
panduan bagi pihak terlibat untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara damai,
tanpa ancaman atau penggunaan kekerasan.125
Awalnya Tiongkok menolak interferensi penyelesaian sengketa secara
multilateral yang diajukan ASEAN, Tiongkok lebih memilih menggunakan
negosiasi bilateral. Setelah insiden pendudukan Tiongkok di Mischief Reef pada
1995, diskusi mulai dilakukan dengan ASEAN di ARF Meeting pada bulan Juli.
Persetujuan Tiongkok pada diskusi ini dianggap sebagai taktik untuk
menenangkan suasana dan menjaga posisinya setelah berhasil melakukan
pendudukan baru dan untuk mencegah interferensi AS pada sengketa LCS, karena
pada saat itu AS sedang gencar dalam kerjasama keamanan dengan negara-negara
ASEAN.126
Dengan kata lain persetujuan Tiongkok dengan ASEAN hanya untuk
membuat organisasi regional tersebut menerimanya dalam kawasan dan lebih
terintegrasi untuk melibatkan Tiongkok dalam program politik dan ekonominya,
tak dapat dipungkiri ASEAN adalah pasar yang besar bagi Tiongkok.
125
Tran Truong Thuy, “Compromise and cooperation on the sea: The case of signing the
declaration on the conduct of parties in the South China Sea ” [database online] ( 24 February
2011); Program for East Sea (South China Sea) Studies. Tersedia di
http://southchinaseastudies.org atau www.nghiencuubiendong.vn. 126
Tran Truong Thuy, Compromise and cooperation on the sea.
64
DOC berisi tiga poin utama berupa norma dasar hubungan state-to-state dan
penyelesaian sengketa, aturan confidence building, dan aktifitas kerjasama.
Dengan prinsip-prinsip tersebut diharapkan dapat mencegah kemungkinan
Tiongkok menggunakan militernya kembali. Namun harapan Vietnam untuk
penyelesaian sengketa dengan UNCLOS maupun DOC tidak dapat terpenuhi.
Deklarasi yang telah disetujui tersebut tidak diimplementasikan serius oleh
Tiongkok karena setelah penandatanganan tersebut Tiongkok masih mengulangi
tindakan yang dapat memicu eskalasi sengketa menjadi konflik dan juga
Tiongkok tidak menahan dirinya untuk tidak menyerang pengklaim lain.
Tiongkok tidak menghentikan aktivitasnya dalam menduduki wilayah
sengketa, tetap melakukan pembangunan dan justru menghadirkan lebih banyak
militer dan sehingga penyelesaian damai menjadi semakin rumit. Tidak adanya
keinginan politik yang kuat dari Tiongkok menjadi indikasi faktor mengapa
perlawanan terhadap Tiongkok masih dilakukan negara-negara pengklaim lain.
Ekspansi maritim Tiongkok tidak mengarah pada resolusi yang damai sehingga
situasi di Laut China Selatan rentan dengan ketidakstabilan.
65
BAB IV
STRATEGI POWER BALANCING VIETNAM TERHADAP
AGRESIVITAS TIONGKOK
A. Kepentingan Nasional dan Ekspansi Militer Tiongkok di Laut
China Selatan
Klaim kedaulatan Tiongkok di LCS dipengaruhi oleh kebutuhan energi
yang besar. Perkembangan ekonomi Tiongkok yang pesat membutuhkan jaminan
keamanan energi jangka panjang dengan keharusan suplai konstan dan rute
transportasi dalam menjaga kelanjutan perkembangan ekonominya. LCS
mengandung sumberdaya energi dalam jumlah yang besar, area ini diperjuangkan
Tiongkok sebagai “strategic stability belt” yaitu inti dari kepentingan geostrategis
dan bagian parimeter pertahanan.127
Oleh karena itu, kekuatan laut Tiongkok
dianggap sangat penting bagi pengamanan pada sumberdaya dalam perairan ini.
Untuk melindungi akses suplai energi dan jalur laut dari kekuatan luar,
penguasaan wilayah perairan bagi Tiongkok sangat penting untuk mencsegah
kemungkinan masalah yang timbul jika Tiongkok berkonflik dengan negara lain,
seperti kemungkinan pemblokiran suplai minyak. Penguasaan Laut China Selatan
bukan hanya demi tujuan akses laut namun juga kepentingan strategis sebagai
wilayah penghalang masuknya kekuatan besar lainnya dari luar kawasan, seperti
kehadiran militer AS yang dianggap sebagai ancaman. Dalam area di tengah
127
Dutton, Three dispute and Three objectives.
66
samudera ini, Tiongkok dapat menjadikannya pangkalan untuk melatih
kekuatan militer maritim dan berbagai tes teknologi senjata yang mengandung
kekuatan nuklir.
Sebagai negara adidaya dari kawasan Tiongkok memimpin pada peringkat
biaya pengeluaran anggaran militer dibandingkan negara Asia lain. Dalam tren
belanja militer dunia tahun 2016, Stockholm International Peace Research
Institute (SIPRI) menyebutkan Tiongkok termasuk dalam lima negara teratas
dalam 15 negara global yang paling banyak pengeluaran militernya di Asia dan
kepulauan Oceania. Tiongkok sejauh ini negara yang tertinggi pengeluarannya
dalam regional yang diperkirakan sebesar US$215 juta dolar, atau 48% dari total
pengeluaran regional. Sedangkan posisi kedua diduduki India dengan US$55,9
juta dolar. Beberapa tensi yang terjadi dalam kawasan, salah satunya perebutan
klaim sengketa LCS antara Tiongkok dan beberapa negara Asia Tenggara
memberi pengaruh terhadap kebutuhan negara-negara Asia untuk memodernisasi
kapabilitas militernya, dan membuat pengeluaran militer terus bertambah.128
Setiap tahun Tiongkok mengeluarkan biaya yang besar dan semakin
bertambah untuk memperkuat pertahan. Misalnya pada tahun 2009, Tiongkok
menaikan anggaran belanja militer untuk pemeliharaan peralatan perang,
pembelian senjata, peningkatan kemampuan serta pembiayaan personil dari
US$84,9 milyar dolar di tahun 2009. Tiongkok mengembangkan persenjataannya
128
Nan Tian, Aude F, Pieter D & Siemon T, “Trends in World Military Expenditure, 2016”,
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) Fact Sheet [database online]
(Swedia:Stockholm International Peace Research Institute, April 2017); tersedia di
https://www.sipri.org/sites/default/files/Trends-world-military-expenditure-2016.pdf.
67
di setiap divisi PLA.129
Sebagian besar digunakan untuk modernisasi sejata dan
peralatan angkatan laut seperti pengadaan pangkalan kapal selam nuklir di pulau
Hainan, aircraft carrier, dan senjata modern lain.130
Menurut Richard A Bitzinger, pemikiran militer Tiongkok saat ini
terpengaruh “revolusi dalam hubungan militer” (RMA) dan konsep “peperangan
network-centric” yang menjadi fokus dari peningkatan sisi informasi-teknologi.
Tiongkok juga mempersiapkan persenjataan untuk peperangan asimetris yang
dirancang sebagai senjata yang efektif untuk melumpuhkan musuh dan
persenjataan ini telah diakselerasi.131
B. Pelanggaran Kedaulatan Negara Pesisir dan Kepentingan
Kebebasan Navigasi
Suatu negara memiliki kekuasaan dalam wilayah yuridiksinya. Dalam
hukum laut negara pesisir memiliki yuridiksi perairan seluas 200 mil laut dari
garis dasar pantai yang dinamakan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE). Dalam
yuridiksi perairan tersebut negara memiliki “hak kedaulatan” pada sumberdaya
dan otoritas yuridiksi terkait, untuk tujuan mengelola sumberdaya tersebut. Sesuai
dengan pasal 56 UNCLOS ayat (1) (a) ditentukan bahwa dalam ZEE, “negara
pesisir memiliki hak kedaulatan untuk tujuan eksplorasi dan ekploitasi, konservasi
dan mengatur sumberdaya alam, living or not-living, dari perairan dasar laut dan
129
Adam P.Liff dan Andrew S. Erickson,“Demystifying China‟s Defence Spending: Less
Mysterious in the Aggregate”. Cambride Journal 216. ( Desember 2013): 805-819. 130
Anh, UNCLOS and Maritime Security,3-4. 131
Richard A Bitzinger, “The Growth of Chinese Military Power and its Implications for Military
Modernization in Southeast Asia”, hlm.2 [database online], Program for East Sea (South China
Sea) Studies. Tersedia di http://southchinaseastudies.org atau www.nghiencuubiendong.vn.
68
lapisan tanah”.132
Maka, perairan internal dan laut teritorial adalah dibawah
kedaulatan negara pesisir. Negara pesisir juga mempunyai yuridiksi terhadap
pembuatan dan penggunaan pulau buatan, instalasi, dan struktur, penelitian
sainstis laut dan perlindungan dan pemeliharaan lingkungan laut.
Sedangkan negara luar berhak melalui jalan lintas innocent passage dalam
laut teritorial, dan hak untuk kebebasan pelayaran.133
Kebebasan
navigasi/pelayaran penting bagi semua negara yang membutuhkan kebebasan
untuk mencapai kepentingan nasionalnya. Menurut Menteri Luar Negeri AS
Hilary Clinton kebebasan navigasi untuk semua tujuan, termasuk aktivitas militer,
adalah kepentingan nasional vital AS dan bagi kepentingan dari „semua‟ negara
yang bergantung pada jalur laut yang terbuka dan aman.134
Bagi pihak selain
negara pengklaim keamanan maritim adalah jaminan kebebasan penggunaan laut
untuk transportasi dan perdagangan.
Menurut ahli hukum laut internasional Profesor Dr.Hasyim Djalal dalam
keterangannya kepada penulis, Laut China Selatan adalah semi-enclosed. Dalam
konteks UNCLOS, diminta adanya kejasama antara pihak yang berbatasan. Legal
basisnya adalah pasal 121, 122, 123 hukum UNCLOS. Itulah pasal UNCLOS
yang dipakai untuk menghendaki pengelolaan kerjasama di dalam living
resources, pengelolaan lingkungan, dan pengelolaan marine scientific research.
Menurut hukum internasional yang berlaku, perairan internasional harus tetap
132
United Nation Conventions on the Law of the Sea of 10 December 1982, dapat diunduh di
http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e.pdf. 133
Anh, UNCLOS and Maritime Security,13. 134
Dutton, Three dispute and Three objectives.
69
bebas dan terbuka untuk kepentingan yang diperbolehkan secara hukum. Negara
lain wajib menghormati hak dan kewajiban negara pesisir dan sebaliknya.135
Maka kekerasan pada kegiatan dengan tujuan eksplorasi adalah melanggar
UNCLOS karena sesungguhnya kegiatan tersebut adalah menjadi hak sepenuhnya
dari negara pesisir dalam ZEE miliknya. Begitupun larangan memancing.
penahanan kapal pemancingan, penggunaan ancaman, kekerasan pada kapal
survey seismik dalam ZEE dan landasan kontinen dari negara pesisir (Vietnam)
merupakan pelanggaran hak kedaulatan negara pesisir di bawah ketentuan
UNCLOS. Hak negara-negara pesisir telah dijamin dalam batas laut 200 mil dan
di luar wilayah tersebut juga telah berlaku hukum yang menjamin kebebasan
pelayaran bagi seluruh negara, oleh karena itu kontrol monopoli terhadap wilayah
laut yang dijamin kebebasan navigasi ini adalah illegal karena membatasi hak
negara lain yang dijamin dalam hukum internasional.
Untuk mendukung klaim kedaulatan pada pulau, hukum internasional
mengharuskan negara pesisir untuk menunjukan pendudukan efektif atau
administrasi dan kontrol yang berkelanjutan. Area yang ditandai garis U di Laut
China Selatan menggambarkan kepentingan keamanan maritim jangka panjang
Tiongkok dan kepentingan ini harus memiliki perlindungan legal.136
Tiongkok
telah mencoba melegalkan kehadirannya dengan menunjukan kehadiran fisik di
Laut China Selatan.
135
Dr. Hasyim Djalal,wawancara dengan penulis, 21 Desember 2017. 136
Dutton, Three dispute and Three objectives.
70
C. Mengatasi Security Dilemma atas Ancaman Keamanan
Klaim Tiongkok atas seluruh Laut China Selatan menimbulkan security
dilemma negara-negara akan kebebasan navigasi dalam wilayah yang sangat
ramai dipakai oleh negara Asia Timur dan Tenggara untuk aktivitas jalur
perdagangannya. Akibat pendudukan Tiogkok dan kehadiran militernya,
kebebasan navigasi dalam kawasan ini terancam hilang.
Diantara negara tetangga maritim lain, Vietnam adalah negara yang paling
terpengaruh dari ambisi Tiongkok. Oleh karena itu, sebagian besar perselisihan
Tiongkok yang terjadi di laut adalah dengan Vietnam.137
Jika Tiongkok berhasil
mendapatkan kedaulatan atas klaim yuridiksinya dan merebut seluruh teritori Laut
China Selatan maka akan membatasi gerak transaksi Vietnam dengan negara di
kawasan Asia dan membatasi kegiatan eksplorasi negara pengklaim lain yang
klaim ZEE nya tumpang tindih dengan Tiongkok. Tiongkok menjadi ancaman
bersama bagi stabilitas kawasan regional ini selain karena bentuk ekspansi area
teritori dan militernya. Kekhawatiran utama negara-negara dalam kawasan adalah
potensi militerisasi dari sengketa Laut China Selatan yang mengancam stabilitas
dan kesejahteraan negara Asia, termasuk Vietnam.138
Perselisihan akibat benturan klaim di LCS tidak dapat dihindarkan,
Tiongkok memiliki kapasitas yang lebih unggul dibanding negara-negara tetangga
maritimnya secara teknologi dan kemampuan ekonomi, yang memudahkan untuk
menempatkan klaimnya di area yang dikelilingi oleh negara ASEAN ini. Muncul
137 Jason J Blazevic, Navigating the Secuity Dilemma, 80. 138
Tran, Vietnam‘s strategic hedging vis-à-vis China, 165.
71
kekhawatiran bahwa kebangkitan Tiongkok hanya akan menguntungkan dirinya
sendiri dan tidak mengakomodir atau bahkan mengganggu kepentingan nasional
negara lain dan kepentingan bersama negara-negara secara global (kebebasan
navigasi).
―Chinese creeping maritime militarization‖ adalah masalah yang akan
dihadapi negara-negara dalam kawasan. Ada kekhawatiran bahwa Tiongkok akan
menghentikan perdagangan atau mengambil tindakan yang akan mengganggu
perdagangan.139
Bila Tiongkok menjadi satu-satunya kekuatan unipolar dalam
LCS justru akan semakin menambah ketergantungan negara lain kepada
Tiongkok, khususnya bagi negara yang ekonominya bergantung pada jalur
ekonomi maritim seperti Vietnam.
Sama halnya dengan Tiongkok yang memiliki motif ekonomi, sejak dua
dekade yang lalu perdagangan laut juga menjadi prioritas bagi Vietnam.
Penguatan klaim Vietnam pada Spartly dan Paracel berhubungan dengan
kebijakan Doi Moi atau diversification and multilateralisation pada 1986,
Vietnam yang bertujuan menciptakan lingkungan eksternal yang stabil dan damai
untuk perkembangan ekonominya mengubah negara sosialis ini untuk
meningkatkan hubungannya dengan negara tetangga lain.140
Kebijakan ini juga berpengaruh terhadap kerjasama pemanfaatan sumber
daya maritim di wilayah Vietnam, perusahaan energi milik negara PetroVietnam
bekerjasama dalam eksplorasi maritim dengan India, Inggris, AS dll. Vietnam
juga membuka pantainya untuk transaksi perdagangan dengan negara-negara lain
139
Arun Saghal, wawancara oleh penulis, 19 Desember 2017. 140
Roberts, The South China Sea,27.
72
yang menjadikan jalur laut sangat penting. Untuk mempertahankan kondisi yang
stabil demi terjaganya tujuan dalam kebijakan DoiMoi, memelihara perdamaian di
lepas pantai Vietnam sangat dibutuhkan dan menjadi kepentingannya.
Pada Februari 2007 dikeluarkan resolusi 09–NQ/TW on Vietnam‟s
Maritime Strategy to 2020 oleh Partai Komunis Vietnam yang bertujuan
mengembangkan Vietnam menjadi kekuatan besar maritim untuk lebih baik
mengeksplorasi dan mengontrol domain maritimnya. Karena perkembangan
ekonomi maritim dianggap akan memperkuat pertahanan nasional, keamanan
maritim dan kerjasama internasional. 141
Selain itu, sikap asertif Tiongkok di Laut
China Selatan juga mendorong kesadaran pada kepentingan maritim ini.
Gangguan otoritas resmi Tiongkok terhadap kapal seismik Vietnam
menunjukan posisi Tiongkok yang jelas menolak aktivitas eksplorasi minyak dan
gas Vietnam. Aktivitas Vietnam dianggap mengganggu kepentingan penetapan
kedaulatan dan dalam penyerangan tersebut Tiongkok menegaskan bahwa negara
lain tidak boleh memasuki daerah klaim tiongkok tanpa izin.
Tidak hanya berakhir dengan pelarangan penelitian sumberdaya,
penegasan berlanjut pada penempatan pengeboran minyak oleh Tiongkok di
daerah sengketa menjelaskan bahwa Tiongkok tidak akan menarik klaim
teritorinya di Laut China Selatan. Cara ofensif Tiongkok dalam mengkontrol
negara tetangganya yang lebih kecil, Vietnam, agar tidak menginterfensi daerah
sekitar pengeboran minyaknya menimbulkan hegemoni penguasaan sepihak oleh
Tiongkok atas sumberdaya di daerah sengketa. Dengan penjagaan 80 kapal militer
141
Roberts, The South China Sea,27.
73
dan kapal Coast Guard yang mengelilingi area pengeboran Hainyang Sinyou 981,
kapal penjagaan Vietnam tidak berdaya menghalangi serangan tiba-tiba dari
angkatan laut Tongkok.
Pertarungan kedaulatan yang sering terjadi ini merupakan pertarungan yang
tidak seimbang. Menurut Letjen TNI Dr. I Wayan Midhio “Tiongkok terlalu besar
untuk dihadapi. Pengaruh Tiongkok tidak terbendung.”142
Tidak dapat diragukan
bahwa Tiongkok adalah kekuatan militer superior di dalam Laut China Selatan
jika dibandingkan dengan negara-negara dalam kawasan.143 Dalam kondisi
struktur yang anarki Vietnam tidak sebanding jika dihadapkan dengan power
Tiongkok.
Bagaimanapun persaingan Vietnam dan Tiongkok di Laut China Selatan
adalah persaingan yang asimetris. Struktur ini bukan hanya berpengaruh pada
hubungan kedua negara namun juga mempengaruhi tindakan Tiongkok yang
unilateral kepada Vietnam dalam sengketa di Laut China Selatan. Terdapat
kesenjangan yang besar antara kapabilitas Tiongkok dan Vietnam. Oleh karena itu
bagi Vietnam sebagai pihak yang lebih lemah, dukungan pihak luar sangat
dibutuhkan dalam mempertahankan posisi kedaulatan nasional dan
menyeimbangkan hubungannya dengan Tiongkok.
142
I wayan Midhio, wawancara oleh penulis. 18 Desember 2017. 143
Carlyle A Thayer, e-mail kepada penulis pada 18 Desember 2017.
74
D. Strategi Balancing Power Vietnam
Kapabilitas militer Tiongkok menunjang untuk tindakan agresinya terhadap
Vietnam. Sebagai negara yang terancam, Vietnam meningkatkan pertahanannya
untuk survive dan meningkatkan keamanan. Sebagai pembelaan atas pelanggaran
kedaulatannya Vietnam mencoba melakukan power balancing. Menurut teori
Neorealisme keseimbangan kekuatan dipercaya sebagai pembawa stabilitas pada
sistem internasional.
Menurut Kenneth Waltz, balancing memiliki dua bentuk yaitu internal dan
external.144
Internal Balancing artinya negara akan berusaha meningkatkan
kekuatan militer, kemampuan ekonomi dan meningkatkan kecerdasan strategi
demi mengurangi kesenjangan kekuatan dengan negara yang menjadi ancaman.
Sedangkan exsternal balancing adalah suatu negara akan bergabung untuk
membangun suatu aliansi tertentu untuk menambah kekuatan sehingga kekuatan
negara lawan dapat diminimalisir.145
1. Strategi Internal Balancing
Meskipun akan mempengaruhi hubungan bilateralnya dengan Tiongkok
namun balancing secara internal ini bertujuan akhir untuk meningkatkan
kemampuan militer laut Vietnam agar dapat menjaga perairannya. Semua negara
yang berdaulat berhak mengembangkan sistem pertahanannya dengan cara yang
legal dan upaya perimbangan tersebut merupakan self-defense dan tidak bertujuan
144
Kenneth N. Waltz,. Theory of international politics. 1st ed. Boston, Massachussets: Mass
Addison-Wesley Pub. Co (1979) :118. 145
Liff dan Erickson, Demystufying China‘s Defence Spending,
75
untuk menantang Tiongkok. Untuk menghindari ancaman konflik bersenjata yang
sebelumnya pernah terjadi saat perebutan Paracels dan Spartly oleh Tiongkok,
perimbangan yang dilakukan Vietnam dilakukan dengan cara mengembangkan
pertahanannya.
Kesadaran akan kondisi realitas yang kritis di perairan Vietnam membuat
Vietnam memilih kebijakan mengembangkan internal pertahanan lautnya di
tengah perlawanan yang semakin intensif diterima dari Tiongkok. Vietnam
berupaya melakukan internal balancing dengan meningkatkan kapabilitas militer
untuk mengatur perilaku Tiongkok di daerah sengketa. Vietnam mencoba
mempertahankan “national interest‖ berupa survive dari hegemoni negara
tetangga pesaingnya yang merupakan beberapa tahun ini bersikap lebih agresif.
Menghadapi ketidakeseimbangan kapabilitas militer maritim Tiongkok
yang jauh melebihi Vietnam dan negara-negara tetangga lain di sekitar Asia
membuat modernisasi pertahanan laut semakin mendesak. Vietnam meningkatkan
anggaran pertahanan dan meningkatkan persejataan militer laut. Peningkatan juga
berfungsi untuk mencegah eskalasi konflik dan mencegah negaranya melemah
menghadapi konfrontasi yang mungkin akan terjadi di kemudian hari.
Upaya modernisasi untuk mengembangkan pertahanan ini direalisasikan
dengan rekstuktrisasi dan penambahan yang signifikan pada jumlah unit fasilitas
keamanan laut oleh Vietnam seperti kapal selam dan kapal perang pertahanan laut
Vietnam. Pada 2013 unit Marine Police di restuktrisasi, diberi pangkat Coast
Guard dan ditempatkan di bawah komando langsung Menteri Pertahanan.
76
Restruktur ini bertujuan untuk menghindari disalahkan karena memakai kapal
militer untuk penegakan hukum dan untuk memperluas tujuan kerjasama internal
dengan Coast Guard dari negara lain. Pada 2013 Vietnam juga mendukung
Fisheries Resources Surveillance (dibawahi Vietnam Directorate of Fisheries) dan
pandangan untuk meningkatkan proteksi dari hak kedaulatan negara terkait
Fisheries dalam Zona Ekonomi Eksklusifnya sebagai kapal penegak hukum untuk
menjaga aset lautnya.146
Dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain, Vietnam memiliki lebih
banyak kuantitas persenjataan laut. Namun kekuatan Vietnam saat ini tidak dapat
dibandingkan dengan Tiongkok karena kesenjangan yang jauh pada biaya
anggaran militer, perbedaan jenis senjata yang dimiliki maupun kuantitas pasukan
angkatan laut dan jumlah kapal. Vietnam telah muncul sebagai pengimpor senjata
terbesar kedelapan di dunia dari tahun 2011 sampai 2015.147
Anggaran pertahanan Vietnam mengalami peningkatan yang cukup
signifikan dalam rangka modernisasi pertahanan militer. Anggaran pertahanannya
dalam jangka waktu 9 tahun berkembang 258 %, dari US$1,3 juta dolar pada
tahun 2006 menjadi US$4,6 dolar pada 2015. Pada tahun tersebut Vietnam
menjadi negara keempat pengeluaran belanja militer terbesar di Asia Tenggara.
146
Thuy, Rebalancing: Vietnam's South China Sea Challenges and Responses, 16. 147
Vu Trong Khanh, “India and Vietnam Boost Military, Commercial Ties,” Wallstreet jornal, 3
September 2016.
77
Pertahanan Vietnam sebesar 8,3% dari belanja pemerintah, ketiga terbesar negara
ASEAN, diungguli oleh Singapura (16 %) dan Myanmar (13,3 %).148
Dalam satu dekade terakhir kapabiltas Tentara Rakyat Vietnam (VPA)
mengalami perubahan yang fundamental, ditandai dengan kemampuan
memproyeksikan kekuatan dan membela kepentingan maritim untuk pertama
kalinya. Tahun 2011 menjadi awal pengimporan kapal perang bersenjata bagi
Vietnam. Pada tahun 2016 Vietnam telah memiliki senjata yang digunakan untuk
menunjang pelatihan pertahanan di LCS. Senjata-senjata tersebut yakni enam
kapal selam Kilo-class buatan Rusia, dua pergat Gepard-class yang merupakan
kapal perang modern di permukaan, dua misil cepat Molniya yang mampu
menembak hingga ke daratan dan dilengkapi anti misil. Tahun 2011-2015 impor
pertahanan yang digunakan untuk kapal laut mencapai 44%.149
2. Strategi External Balancing
Terlepas dari upayanya untuk meningkatkan kemampuan militer,
ketidakseimbangan dalam kapabilitas militer membuat Vietnam semakin
mengembangkan hubungannya dengan kekuatan regional lain dalam kawasan
Asia Timur, salah satunya adalah India.150
Sebagai pihak yang lebih lemah,
dukungan pihak luar sebagai counter-balancing sangat dibutuhkan Vietnam dalam
mempertahankan posisi kedaulatan nasional dan menyeimbangkan hubungannya
dengan Tiongkok. Untuk merealisasikan tujuannya terhadap perkembangan
148
Zachary Abuza, Nguyen Nhat Anh, “Vietnam's Military Modernization” The Diplomat, 28
Oktober 2016. 149
Abuza, Anh,Vietnam‘s Military Modernization. 150
Xuan Loc Doan, “Why India, Vietnam upgraded their ties”, Asia times, 10 September 2016 .
78
kapabilitas militer, Vietnam melakukan perjanjian dalam bidang pertahanan
dengan negara lain yang memiliki kekhawatiran yang sama terhadap bangkitnya
Tiongkok. Soft balancing telah dilakukan dengan cara diplomasi yaitu melibatkan
Tiongkok pada DOC dengan ASEAN, joint submission, bekerjasama dengan
negara eksternal, dll.
Klaim Vietnam di LCS berdasarkan pada klaim Perancis dari era kolonial
dan berdampak pada sengketa yang terjadi, namun daerah yang menjadi sengketa
Vietnam-Tiongkok juga masuk dalam yuridiksi ZEE nya sehingga tidak semata
berdasar pada klaim historis. Vietnam menyerahkan Joint Submission bersama
Malaysia ke Komisi Batas Landasan Kontinen (the Commission on the Limits of
the Continental Shelf) pada Agustus 2009 untuk menjelaskan batas yuridiksinya
secara spesifik di bagian selatan LCS. Vietnam mengklaim sebuah zona ekonomi
eksklusif yang "bersebelahan dengan laut teritorial Vietnam dan membentuknya
dengan zona 200 mil laut dari garis dasar yang digunakan untuk mengukur luas
wilayah lautan Vietnam." Sesuai dengan hukum laut modern yang berlaku
UNCLOS pasal 76 Mengenai Kepulauan Spratly.151
Dalam satu dekade terakhir Vietnam mengalami momentum kedekatan
hubungan dengan India. Mengelola dukungan India terhadap peningkatan
pertahannya adalah strategi Vietnam untuk memobilisasi posisinya menghadapi
persaingan dengan Tiongkok dalam insiden yang sering melibatkannya di wilayah
sengketa. India adalah mitra negara Asia yang telah mampu menjadi negara yang
151
UN Oceans and Law of the Sea, “Commission on the Limits of the Continental Shelf (CLCS):
Joint Submissions by Malaysia and the Socialist Republic of Viet Nam,” di updated 3 Mei 2011
[database online]; tersedia di http://www.un.org .
79
memasok peralatan pertahanan untuk Vietnam dan berperan pada upaya internal
balancing Vietnam.
Dalam kawasan regional, India dan Tiongkok adalah dua kekuatan besar yang
sedang bangkit dalam kemampuannya dalam kapabilitas militer. Jika dibadingkan
dengan negara Asia lain kedua negara memiliki keunggulan. India pun telah
meningkatkan level nya yaitu beralih dari negara pengimpor senjata terbesar
menjadi negara yang mulai mengekspor senjata.152
Dipengaruhi perkembangan
teknologi yang pesat dalam negara tersebut, India telah berangsur menjadi negara
yang mandiri untuk menopang perkembangan pertahanannya, maupun membantu
negara lain memperoleh teknologi pertahanannya.
Melawan militerisasi Tiongkok di LCS, PM India Narendra Modi
menunjukan kepeduliannya pada pertemuan dengan PM Vietnam Tan Dung pada
2014. Keduanya setuju dengan wacana kebebasan pelayaran dan penerbangan
dalam Laut China Selatan tidak boleh dihalangi dan menganjurkan pihak lain
peduli, mengendalikan dan menghindari penggunaan ancaman senjata dan
menyelesaikan sengketa dengan cara damai dengan undang-undang UNCLOS
1982. India juga mendukung komitmen kode etik yang telah disusun oleh ASEAN
dalam penerapan Declaration on the Conduct of Parties in the South China
Sea.153
Pernyataan bersama Vietnam juga disampaikan lagi setelah
dikeluarkannya Award dari Pengadilan Arbitrase pada tanggal 12 Juli 2016.154
152
Shaheli Das, “Modi's Visit to Vietnam: What's on the Agenda?,”The Diplomat, 30 Agustus
2016. 153
MEA, Joint Statement on the state visit of Prime Minister of the Socialist Republic of Vietnam. 154
Doan, Why India, Vietnam upgraded their ties.
80
Pengadilan Arbitrase menolak klaim Tiongkok di wilayah dalam 9 garis putus
yang tidak memiliki dasar hukum.155
E. Kerjasama Pertahanan Vietnam-India dalam Membangun
Pertahanan Vietnam
1. Pembangunan Kapabilitas Pertahanan Vietnam
Penandatangan „Pernyataan Bersama pada Kerjasama Pertahanan‟ untuk
periode 2015-2020 di New Delhi pada Mei 2015 didorong kepentingan India di
Vietnam. Lokasi geostrategis Vietnam merupakan gerbang ke Pasifik yang
menghubungkan rute penting antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik dan
berada sepanjang koridor penting kepada beragam pasar potensial di timur
India.156
Dalam rangka mempromosikan keamanan regional dan global yang
menjadi salah satu dari prioritas utama hubungan India-Vietnam. PM Modi
menegaskan “kerjasama pertahanan kami dengan Vietnam adalah salah satu yang
paling penting…India tetap berkomitmen untuk modernisasi pasukan pertahanan
dan keamanan Vietnam,".157
Sebagian besar bantuan datang untuk hal paling diperlukan yaitu
pengamanan dan penjagaan sekitar wilayah maritim. Bentuk konkret kerjasama
pertahanan India dan Vietnam meliputi pertemuan high level, Security Dialogue
155
Carlyle A. Thayer, “Vietnam‟s strategies in the South China Sea,” East Asia Forum 28 Juli
2017; tersedia di http://www.eastasiaforum.org. 156
Chaturvedy, India-Vietnam Ties, 5. 157
Devirupa, “Modi to visit Vietnam as India‟s „Act East‟ policy takes it to South China Sea, “The
Wire, 31 Juli 2016.
81
tahunan, kerjasama service to service, ship visits, pelatihan, capacity building,
study tour, pertukaran think tanks dan bantuan Line of Credit (LoC) sebesar
US$100 juta dolar untuk membeli peralatan pertahanan berupa pengadaan kapal
patroli lepas pantai yang digunakan oleh Vietnam untuk penjaga perbatasan.
Pada pertemuan di Hanoi antara Perdana Menteri India Narendra Modi
dan PM Nguyen Xuan Phuc pada 7 September 2016, LoC ini ditambahkan
sebesar US$ 500 dan untuk tujuan "memfasilitasi kerja sama pertahanan yang
lebih dalam," bersamaan dengan penandatanganan 12 perjanjian di berbagai
bidang utama, mulai dari perdagangan dan investasi, melalui energi dan teknologi,
sampai keamanan dan pertahanan 158
Vietnam dan India juga menandatangani
sebuah kesepakatan untuk India Larsen & Toubro Ltd. untuk merancang dan
membangun kapal untuk Coast Guard Vietnam, menjual kapal patroli cepat
buatan India ke Vietnam, dan untuk mentransfer teknologi pembuatan kapal ke
Vietnam.159
Fasilitasi proyek dan investasi kepada Vietnam dapat
mendistribusikan sebagian pertahanan India. India adalah mitra yang berperan
dalam pendanaan dan suplai fasilitas pertahanan laut.
Sementara Tiongkok mengembangkan sistem informasi dan teknologi,
Vietnam menerima bantuan dalam teknologi militer berupa pembiayaan oleh
India untuk pembangunan pusat pelacakan satelit (a Centre for Satellite Tracking
and Data Reception) dan fasilitas Imaging dalam mekanisme Kerjasama ASEAN-
India. Satelit yang akan dioperasikan oleh agensi Indian Space Research
158
Gordon G. Chang, “India and Vietnam Unite Againts China,”World Affairs Journal, 7
September 2016. 159
Mitra, Modi to visit Vietnam.
82
Organization (ISRO) ini akan menggunakan data yang disediakan satelit India
dan digunakan untuk aplikasi pengembangan multiple.160
Proyek ini diusulkan
untuk pembentukan stasiun data penerimaan, penerimaan data dan fasilitas
pemrosesan data di Vietnam di bawah ASEAN, dengan proyek tersebut dapat
berimplikasi pada kemampuan Vietnam untuk memantau perkembangan di Laut
China Selatan dengan memiliki akses terhadap citra satelit dari lingkungannya
yang mudah berubah, yang dapat memiliki tujuan militer.161
Dalam bidang pelatihan militer laut, Angkatan Bersenjata India dan
Vietnam pernah terlibat dalam capacity building bilateral yang diikuti oleh
angkatan laut. Empat kapal Angkatan Laut India termasuk kapal INS SAPUTRA
dan armada tanker INS SHAKTI dengan awak sekitar 1200 orang mengunjungi
pelabuhan Da Nang dari 6-10 Juni 2013. Kujungan lainnya terjadi pada 26-30
Agustus 2015 oleh kapal Coast Guard India yang mengunjungi Ho Chi Minh.162
Angkatan Laut India telah jauh lebih aktif. Diplomasi maritim India telah
dimulai secara besar-besaran. Sejak September 2016, kapal angkatan laut telah
mengunjungi 50 pelabuhan di seluruh Eropa, Asia dan Afrika.163
India dapat
berperan menjadi deterrence bagi Tiongkok, walaupun kerjasama India dan
Vietnam bukan membentuk aliansi militer. Dalam struktur Internasional, India
tergolong dalam negara middle power dalam regional kawasan Asia Timur. India
160
MEA of goverment India, India-Vietnam Relations. 161
Mitra, Modi to visit Vietnam. 162
MEA of goverment India, India-Vietnam Relations. 163
Seema Guha, “Post Asean summit, India is ready to project its naval presence in the Asia-
Pacific region”, First Post, 11 September 2016.
83
memiliki hubungan yang dekat dan suportif dengan Vietnam menjadi kekuatan
pendukung bagi posisi negara tetangganya.
Sejak awal PM Modi menjabat, pemerintahannya telah menunjukan
kepedulian terhadap isu regional yang seringkali dibahas dalam forum regional
ini. penyataan bersama atas LCS disampaikan pada kunjungan pertamanya
sebagai Perdana Menteri ke AS pada 2014. Dukungan politik atas penyelesaian
sengketa tersebut disampaikan sebagai ekspresi kepedulian India bersama dengan
pemimpin lain. Laut China Selatan menghubungkan dua samudera besar di mana
India semakin bergantung pada kemakmurannya. India terpisah dari wilayah Asia
lainnya oleh Himalaya, sehingga bisnis India sangat bergantung pada perdagangan
yang terbawa laut.164
Melindungi keamanan navigasi LCS berarti melindungi
keamanan jalur setengah perdagangan lautnya.
Sebagai negara pendukung India tidak hanya mendorong penyelesaian
melalui cara diplomasi politik. India penganut prinsip non-interferensi pada hak
kedaulatan negara lain dan menghormati hukum internasional sebagai landasan
legal penyelesaian sengketa.165
Sehingga kemungkinan kecil bagi India untuk
melakukan strategi yang ofensif. India telah menyampaikan aspirasinya untuk
memproyeksikan kekuatan lautnya secara global pada pernyataannya untuk
menghadirkan angkatan lautnya di Asia dan lebih berkontribusi pada keamanan
Asia. Kehadiran India dengan memperluas kerjasama dengan partnernya dalam
164
Chang, India and Vietnam Unite. 165
Ladwig, Delhi,s Pasific Ambition, 94.
84
bidang maritim dan secara tidak langsung melibatkan dirinya dalam strategi
deterrence pengaruh Tiongkok.
Strategi partisipasi aktif India dalam maritim kawasan dapat dimanfaatkan
bagi Strategi Balancing Vietnam yang terdesak tindakan unilateral Tiongkok.
Kebijakan Act East yang merupakan komitmennya dalam menempatkan
partnernya dalam level politik tertinggi turut menaruh Vietnam sebagai prioritas
untuk mengikat partnernya tersebut.
Zhou Fangyin, juru bicara Pemerintah Tiongkok, menyatakan bahwa 'India
dan Vietnam tampaknya memiliki banyak kesamaan kepentingan dan kesamaan
dalam hal kebijakan mereka terhadap Beijing'.166
Disisi lain, hubungan India dan
Tiongkok juga rumit, keduanya terlibat dalam hubungan perdagangan yang terus
berkembang dan ikatan politik yang menguntungkan, Tiongkok adalah mitra
dagang terbesar India dan India adalah pasar ke-9 terbesar Tiongkok. Namun
sejak kekalahan India pada tahun 1962 yang menyisakan sengketa perbatasan
hingga saat ini menjadi penyebab perpecahan serta sumber tensi hubungan
keduanya, serta potensi hubungan yang konfliktual karena persaingan dalam
pencarian energi dimana Tiongkok telah mengalahkan India untuk mendapatkan
aset minyak di beberapa negara (Kazakhstan, Ekuador, dan Nigeria).167
Ekspansi Tiongkok dideskripsikan sebagai salah satu tantangan keamanan
oleh Menteri Luar Negeri India karena mengancam kepentingan strategis di
166
Prakhar Gupta, “Why the new India-Vietnam Bonhomie Annoys China (Hint: South China
Sea),” Swarajyamag, 06 September 2016. 167
Ladwig, Delhi,s Pasific Ambition, 88.
85
Samudera Hindia. Tiongkok mengamankan akses sumber energinya dengan
strategi “String of Pearls” dengan membangun jaringan pelabuhan dan kemitraan
di negara-negara pesisir dan ekspansi PLA. Keaktifan Tiongkok dalam daerah ini
dapat digunakan untuk memproyeksikan kekuatan Tiongkok yang terletak di
„halaman belakang‟ India yaitu Samudera Hindia.168
Dibanding pertimbangan
resiko yang akan diterima ketika menunjukan oposisi pada Tiongkok dengan
peningkatan hubungan dengan Vietnam, India optimis menjalankan arah
kebijakan yang telah ditentukannya dalam kebijakan Act East.
2. Perlindungan Kepentingan Ekonomi dan Strategis di Laut China Selatan
Kebebasan pelayaran di Laut China Selatan penting bagi perdagangan
India. Setiap perdagangan membutuhkan SLOC. Pada 2010-2011 saja
perdagangan India-ASEAN telah mencapai US$ 57,89 juta dolar. Konflik di
kawasan LCS akan mempengaruhi kepentingan ekonomi India. SLOC akan
terganggu jika terjadi konflik bersenjata. Kekhawatiran lain yaitu jika Tiongkok
akan mendikte lalu lintas maritim kepada militer maupun sipil. Oleh karena itu,
kebebasan pelayaran di laut adalah prioritas menjaga keamanan di wilayah yang
menjadi kunci keamanan energinya.169
Hal ini juga dibenarkan oleh mantan Indian Army dan ketua forum think
tank Strategic Initiative, Brigadir Arun Saghal, atas tujuan India menjadi penyedia
keamanan bagi Vietnam, “dari perspektif kebijakan Act East, India memiliki
kepentingan komersial dengan Vietnam, India memiliki perdagangan yang baik
168
Ladwig, Delhi,s Pasific Ambition, 89. 169
Majundar, India Stakes in The South China,243.
86
dengan Vietnam. India mencoba membangun hubungan yang baik dengan
Vietnam karena Vietnam adalah Negara yang penting di Asia Tenggara. Itu
mempengaruhi banyak hal dalam bagian upaya India menjadi penyedia keamanan
dan untuk menghasilkan stabilitas pada kerjasama dengan negara-negara Asia.
Vietnam adalah negara yang penting dalam kerjasama tersebut.” Oleh karena itu
untuk menjaga kestabilan dalam kawasan, India berupaya agar SLOC tetap bebas,
tidak ada yang menekan Vietnam dan kebutuhan Vietnam akan pertahanan tetap
terpenuhi, “India ingin memastikan jalur laut tetap terbuka, ada perdagangan,
tidak ada pihak yang dibawah tekanan dan semua dapat melakukan bisnisnya
seperti biasa.”170
Kerjasama pertahanan Vietnam-India dapat mempengaruhi bidang
ekonomi-militer keduanya di masa depan. Sebelumnya pada September 2011,
Tiongkok menolak eksplorasi gas dan minyak di dua blok Vietnam oleh ONGC
Videsh Ltd (OVL) India.171
Tiongkok menolak eksplorasi dalam blok 127 dan 128
di Phu Kanh Basin. Aktivitas eksplorasi dengan Vietnam dalam Laut China
Selatan dianggap mencampuri internal hubungan luar negeri Tiongkok. Tiongkok
juga memerintahkan kapal INS Airavat India yang mengunjungi Vietnam untuk
mengidentifikasikan dan menjelaskan kehadirannya yang disebut-sebut berada
dalam „perairan Tiongkok‟.172
Untuk merespon tuduhan Tiongkok, Presiden Vietnam Troung Tan Sang
menyatakan, “semua kerjasama proyek antara Vietnam dan mitra lain, termasuk
170
Arun Saghal, wawancara dengan penulis, 19 Desember 2017. 171
Pradhan, Growing Tension in South China Sea. 172
Mishra, India-Vietnam: New Waves of Strategic Engagement, 5.
87
ONGC, dalam bidang minyak dan gas berlokasi di landas kontinen dalam ZEE
dan dibawah hak kedaulatan dan yuridiksi Vietnam..sesuai dengan UNCLOS
1982.”173
Saat India dan Vietnam menghadapi tantangan tuduhan pelanggaran
kedaulatan dari Tiongkok, khususnya pada perjanjian eksplorasi minyak dan gas
ONGC dan Petro Vietnam dalam teritori perairan Vietnam, India akhirnya terus
melanjutkan perjanjian.
Perdana Menteri Nguyen Tan Dung mengunjungi India pada 2014, dalam
kunjungannya PM Tandung menyampaikan terimakasih pada PM Modi untuk
posisi India terhadap isu „Laut Timur‟nya dan karena India menlanjutkan
kerjasama eksplorasi dengan Vietnam dalam ZEE nya.174
Vietnam menyambut
kehadiran India yang lebih besar dalam kawasan untuk mengimbangi kebangkitan
Tiongkok. India tidak memiliki kebijakan luar negeri dalam containment kepada
Tiongkok, namun India memiiki kebijakan Act East yang kuat yang membuat
New Delhi mempertahankan keberadaannya.175
Presiden Tran Dai Quang telah meminta peningkatan investasi India di sektor
minyak dan gas. Para Perdana Menteri setuju untuk lebih meningkatkan
kerjasama di sektor minyak dan gas dan mendesak kedua belah pihak untuk secara
aktif menerapkan perjanjian yang ditandatangani pada tahun 2014 antara
Petroleum VN dan OVL untuk kerja sama di blok baru di Vietnam.176
173
Mishra, India-Vietnam: New Waves of Strategic Engagement, 5-6. 174
Dharsana M. Baruah, “India as a Middle Power in South China Sea Dispute,” NASPP Issue
Brief No 42 .2016:5. 175
Baruah, India as a Middle Power, 7. 176
Devirupa Mitra, “India and Vietnam Upgrade to Comprehensif Strategic Partnership,” The
Wire, 04 September 2016.
88
Dengan penguatan India sebagai partner strategis yang dapat saling
menguntungkan dapat menjadi solusi alternatif bagi Vietnam untuk mencegah
ketergantungan yang lebih besar lagi pada investasi Tiongkok. Sebelumnya
Vietnam hanya memiliki dua "kemitraan strategis yang komprehensif," satu
dengan Tiongkok dan yang satunya lagi dengan Rusia, namun kedua hubungan
khusus tersebut sekarang diragukan karena intimidasi Tiongkok dan Rusia yang
lebih mendukung Tiongkok.177
Kemitraan strategis India dan Vietnam, yang
pertama yang telah ditingkatkan menjadi "komprehensif" ini mengisi perubahan
hubungan kemitraan strategis Vietnam. PM Modi menegaskan "Upaya bersama
kita juga akan berkontribusi pada stabilitas, keamanan dan kemakmuran di
wilayah ini."178
“kemakmuran ekonomi membutuhkan keamanan, India dan
Vietnam telah sepakat untuk memperdalam keterlibatan pertahanan dan keamanan
kita untuk memajukan kepentingan bersama kita”.179
Bersama dengan peningkatan status komprehensif pada 2016, Termasuk
dalam 12 perjajian yang ditandatangani, yaitu; - Heads of Agreement between
ONGC Videsh Limited and PetroVietnam, perjanjian ini bertujuan meningkatkan
kerjasama saling menguntungkan antara India dan Vietnam dalam sektor
hidrokarbon. Perjanjian menggarisbawahi undangan Vietnam kepada OVL untuk
memperluas kehadirannya di Vietnam dan kerjasama konsolidasi lebih jauh dalam
eksplorasi dan area lain antar kedua negara dalam sektor energy. -PetroVietnam
Memorandum of Understanding between ONGC dan PetroVietnam, MoU ini
menandakan penguatan partnership antara India dan Vietnam dalam sektor
177
Chang, India and Vietnam Unite. 178
Khanh, India and Vietnam Boost Military. 179
Mitra, India and Vietnam Upgrade.
89
energi.180
India menyambut partisipasi Vietnam dalam blok yang sudah disetujui
dalam MoU. MoU tersebut membuka jalan untuk kolaborasi dimasa depan dalam
area ini.
Keikutsertaan India dalam membangun pertahanan Vietnam bukan semata-
mata dilandasi oleh hubungan ekonomi di Laut China Selatan namun juga
membangun stabilitas Vietnam. Baik India dan Vietnam memiliki sejarah
perselisihan perbatasan dengan Tiongkok. India dan Tiongkok memiliki sejarah
konflik perbatasan darat, dukungan Beijing terhadap Pakistan mengenai isu-isu
yang berkaitan dengan terorisme dan Kashmir yang diduduki Pakistan (PoK) juga
memperburuk hubungan India-Tiongkok. Kini keduanya juga saling bersaing
dalam pengaruhnya di kawasan Asia. Tiongkok berusaha untuk memblokir usaha
India untuk bergabung dengan Nuclear Suppliers Group (NSG) pada tahun 2016
dengan menolak mendukung keanggotaan India.181
Dalam struktur keamanan internasional, kehadiran India diterima dan
cukup dipercaya sebagai kekuatan penyeimbang sehingga dianjurkan AS untuk
mengambil peran yang lebih besar dalam kawasan Asia-Pasifik. Mantan Menteri
Luar Negeri AS Condolezza Rice menggambarkan India sebagai “kebangkitan
kekuatan global yang dapat menjadi pilar dari stabilitas dalam Asia yang berubah
dengan cepat”. Tampaknya hal tersebut juga disetujui oleh negara-negara
ASEAN seiring dengan partisipasi India yang diterima dalam agenda-agenda
180
Ministry of External Affairs Government of India, “List of documents signed during the State Visit of
Prime Minister of Vietnam to India (October 27-28, 2014)”, 28 Oktober 2014 [database online]; tersedia di
http://www.mea.gov.in/bilateral-documents.htm. 181
Das, Modi's Visit to Vietnam.
90
keamanan ASEAN. Diplomat Singapura K. Kesavapany menyebutkan bahwa
negara-negara ASEAN “mempertimbangkan India bersikap sebagai counter-
balance pada kemungkinan over-dominansi Tiongkok di masa depan”.182
Upaya bilateral yang dimulai sebagai upaya memasuki ekonomi Vietnam
kini telah berkembang menjadi pertahanan dan strategi. Dengan berintegrasi
dalam kerjasama ekonomi yang menguntungkan, kerangka kerjasama bantuan
membangun kapabiltas militer, serta pemberian bantuan dukungan diplomasi
politik diharapkan mampu mendistribusikan kekuatan India kepada Vietnam.
Lebih jauh lagi, peningkatan hubungan strategisnya dengan Vietnam melibatkan
India sebagai aktor yang berkontribusi dalam upaya balancing power Vietnam
mengatasi kesenjangan kekuatan, menjaga keseimbangan maritim dan mencegah
Tiongkok mencapai hegemoni di Laut China Selatan.
182
Ladwig, Delhi,s Pasific Ambition, 95-102.
91
BAB V
PENUTUP
Klaim Tiongkok atas wilayah dalam 9 garis putus di Laut China Selatan
yang bertumpang tindih dengan wilayah ZEE beberapa negara ASEAN tidak
memiliki dasar hukum yang jelas, agresivitas Tiongkok dalam meraih kepentingan
nasional berupa ekspansi yuridiksi kedaulatan teritori laut dan militerisasi
Tiongkok dalam wilayah sengketa menjadi sumber adanya Security Dilemma
dalam kawasan. Militerisasi Tiongkok dikhawatirkan akan mengganggu aktivitas
jalur laut dan kebebasan navigasi mengancam kestabilan dalam wilayah laut
internasional ini.
Vietnam adalah negara yang paling sering terlibat konflik dengan
Tiongkok. Kondisi Vietnam yang terdesak kondisi asimetris pertahanan dengan
Tiongkok di LCS menjadi dasar bagi strategi Vietnam untuk melakukan internal
balancing. Kerjasama India-Vietnam dilakukan untuk meningkatkan power
sehingga Vietnam dapat melindungi kepentingan nasionalnya baik kedaulatan,
keamanan jalur laut, maupun sumbedaya laut.
Kebutuhan akan power ini meningkatan hubungan/interaksi India yang
merupakan middle power dalam kawasan agar terjadi perimbangan kekuatan
antara Vietnam dengan pengaruh lain dalam kawasan yang lebih besar. Selain
menjadikan negara lain sebagai perisai untuk menangkal dampak ancaman militer
92
yang lebih buruk di masa depan, kerjasama pertahanan ini dapat mempengaruhi
kelanjutan ekonomi-militer keduanya.
Vietnam selama ini bersikap defensive pada kebijakan luar negerinya
terhadap Tiongkok. Vietnam mencoba melindungi diri dari ancaman yang
potensial dari sengketanya dengan Tiongkok untuk mempertahankan klaim yang
vital bagi kesejahteraan ekonominya. Vietnam mempersiapkan diri dengan
memodernisasi pertahanannya yang selama ini tertinggal dari teknologi Tiongkok.
Tiongkok sebagai negara adidaya di Asia Timur sebagian besar tindakannya
menimbulkan konfrontasi dengan bebagai pihak pengklaim lain yaitu negara-
negara tetangganya yang lebih kecil.
Vietnam membangun pertahanannya dalam kerangka kerjasama bilateral
dengan India untuk meningkatkan kapasitas domestik dalam sektor pertahanan
maritim disamping juga mengembangkan dan mempertahankan potensi
ekonominya di Laut China Selatan. Vietnam memanfaatkan objektif kepentingan
ekonomi India untuk mengikutsertakannya dalam strategi deterrent dengan
memfasilitasi pertahanannya.
Dalam menunjukan kepedulian stabilitas keamanan maritim dan jalur
maritim, kebijakan Act East India memberi arah baru dan momentum yang
dimanfaatkan untuk menghadirkan dirinya sebagai penyedia keamanan dalam
kawasan Asia. Kesepakatan dalam meningkatkan hubungan strategis menjadi
―comprehensive strategic partnership‖ akhirnya dapat menguntungkan bagi
kedua negara dalam politik ekonomi dan saling memperkuat. India menjadi
93
alternatif bagi Vietnam untuk mengatasi ketidakseimbangan kapabilitas dengan
Tiongkok.
Declaration of conduct dan hukum internasional UNCLOS 1982 belum
mampu menyelesaikan kasus sengketa Tiongkok dengan Vietnam di Laut China
Selatan. Konflik justru semakin meningkat setelah Tiongkok dan Vietnam
kembali mengalami benturan keamanan. Meskipun joint statement yang dilakukan
India dengan Vietnam merupakan tindakan politik untuk mendorong Tiongkok
menghentikan asertifitasnya di dalam Laut China Selatan, namun membangun
kapabilitas pertahanan masih dibutuhkan Vietnam untuk melindungi diri jika
pasukan Tiongkok mengganggu pelaksanaan kedaulatannya di Laut China
Selatan.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Abuza, Zachary dan Nguyen Nhat Anh. “Vietnam's Military Modernization.” The
Diplomat, 28 Oktober 2016.
Anh, Nguyễn Thị Lan. “UNCLOS and Maritime Security in the South China
Sea,” Program for East Sea (South China Sea) Studies, 21 Juli 2011
[database online]; Tersedia di Tersedia di http://southchinaseastudies.org
atau www.nghiencuubiendong.vn.
Baruah, Dharsana M. “India as a Middle Power in South China Sea Dispute.”
NASPP Issue Brief No 4 (2 Desember 2016): 5.
Baruah, Dharsana M. “South China Sea: Time For India Mark Its Presence.”
S.Rajaratman School of International Studies (RSIS) Commentary 225 (17
November 2014): 2.
Bitzinger, Richard A. “The Growth of Chinese Military power and its
implications for military modernization in Southeast Asia.” Program for
East Sea (South China Sea) Studies, 21 Januari 2013. Database online.
Tersedia di http://southchinaseastudies.org atau
www.nghiencuubiendong.vn.
Bland, Ben dan Geoff Dyer, “Vietnam demand release of fishermen” The
Financial Times , 6 Oktober 2010.
Blazevic, Jason J. “Navigating the Security Dilemma: China, Vietnam, and the
South China Sea.” Journal of Current Southeast Asian Affairs 4 (2012):85.
Buszynski, Leszek dan Christopher Roberts, “The South China Sea and
Australia‟s Regional Security Environment,” National Security College 5
(September 2013): 5.
Chang, Gordon G. “India and Vietnam Unite Against China.” Wolrds Affairs
Journal, 7 September 2016.
Chaturvedy, Rajeev R. “India-Vietnam Ties: The Stamp of „Modi Doctrine‟.”ISAS
Insight No.346 (21 September 2016): 1.
Chaturvedy, Rajeev R. “Is India Making Waves in South China Sea?.” Institute of
South Asian Studies(ISAS) Working Paper No.185 ( 26 Maret 2014): 2.
xvi
Dailymail, “Chinese ships ram Vietnamese vessels and fire water cannon injuring
sailors in maritime clash over new oil rig that Hanoi says is in its territorial
waters”, 7 Mei 2014.
Dao, Taon. “ Indian Coast Guard visits Central Vietnam for joint drill.”
VNExpress, Oktober 2016.
Das, Shaheli. “Modi's Visit to Vietnam: What's on the Agenda?.”The Diplomat,
30 Agustus 2016.
Devirupa. “Modi to visit Vietnam as India‟s „Act East‟ policy takes it to South
China Sea.”The Wire, 31 Juli 2016.
Dicke, Vera dan Heike Holbig, Rising Sino-Vietnamese Tensions in South China
Sea,” Hamburg: German Institute and Global and Area Studies/GIGA
Focus, 2014.
Doan, Xuan Loc. “Why India, Vietnam upgraded their ties.” Asia times, 10
September 2016.
Dutton, Peter. “Three dispute and Three objectives: China and the South China
Sea, Program for East Sea (South China Sea) Studies. 20 Juli 2011
[database online]; Tersedia di http://southchinaseastudies.org atau
www.nghiencuubiendong.vn.
Energy Information Administration,South China Sea, 7 Februari 2013, [database
online], tersedia di https://www.eia.gov/beta/international/regions-
topics.cfm?RegionTopicID=SCS.
Guha, Seema. “Post Asean summit, India is ready to project its naval presence in
the Asia-Pacific region.” First Post, 11 September 2016.
Gupta, Prakhar. “Why the new India-Vietnam Bonhomie Annoys China (Hint:
South China Sea).” Swarajyamag, 06 September 2016.
Haidar, Suhasini. “India to modernize Vietnam‟s defence forces.” The Hindu, 29
Oktober 2014.
India Embassy “Hanoi, Vietnam.” 2016. Tersedia di
http://indembassy.com.vn/cms.php?id=8.
Jha, Pankaj. “India-Vietnam; Strategic and Economic Complementaries.” Afg
venture group newsletter, 2016.
Kaplan, Robert D. “The South China Sea is the Future of Conflict”, Foreign
Policy, September/Oktober 2011
xvii
Keohane, Robert (1986). “Neo-Realism and its Critics.” (New York: Columbia
University Press) 164-165.
Keyuan, Zou. “The Impact of Artificial Islands on Territorial Disputes Over The
Spartly Islands,” Program for East Sea (South China Sea) Studies, 21 Juli
2011 [database online]; Tersedia di http://southchinaseastudies.org atau
www.nghiencuubiendong.vn.
Khanh, Vu Trong. “India and Vietnam Boost Military, Commercial Ties,”
Wallstreet jornal, 3 September 2016.
Kurlantzick, Joshua. “A China-Vietnam Military Clash.” Council on Foreign
Relation. No. 26 (September 2015): 2.
Ladwig, Walter C. “ „Delhi‟s Pasific Ambition: Naval Power, Look East,‟and
India‟s Emerging Influence in the Asia-Pasific.” Asian Security, vol.5 no.2
(2009): 94.
Liff, Adam P dan Andrew S. Erickson. “Demystufying China’s Defence Spending:
Less Mysterious in the Aggregate”, Cambride Journal 216, 2013. 805-
810.
Limaye, Satu. “India-East Asia Relations: A full Year of „Acting
East‟.”Comparative Connection, (Januari 2016); 162.
Majundar, Munmun. “India Stakes in The South China Sea. “International
Journal of Humanities and Social Science Vol 3.No 13 (2013): 245.
Minh, Ho Binh. “India offers $500 milion defense credit as Vietnam seeks arms
boost.” Reuters, 3 September 2016.
Ministry of External Affairs of goverment India, “India-Vietnam Relations”, Mei
2017 [database online]; tersedia di
http://www.mea.gov.in/Portal/ForeignRelation/Vietnam_ May_2017. pdf.
Ministry of External Affairs Government of India, “Joint Statement on the state
visit of Prime Minister of the Socialist Republic of Vietnam to India”, 28
Oktober 2014 [database online]; tersedia di
http://www.mea.gov.in/bilateral-documents.htm.
Ministry of External Affairs Government of India, “List of documents signed during the
State Visit of Prime Minister of Vietnam to India (October 27-28, 2014)”, 28 Oktober
2014 [database online]; tersedia di http://www.mea.gov.in/bilateral-
documents.htm.
xviii
Ministry of External Affairs of government of India, “Press Statement by Prime
Minister during his visit to Vietnam”, September 2016 [database online];
tersedia di
http://www.mea.gov.ind/SpeechesStatements.htm?dtl/27363/Press_Statem
ent_by_Prime_Minister_during_his_visit_to_Vietnam_September_03_201
6
Ministry of Foreign Affairs of the People‟s Republic of China. “Historical
Evidence To Support China‟s Sovereignty over Nansha Islands.” 2000.
Database online. Tersedia di
http://www.fmprc.gov.cn/mfa_eng/topics_665678/3754_666060/t19231.sh
tml; diunduh pada 18 September 2017.
Mishra, Rahul. “India-Vietnam: New Waves of Strategic Engagement.” Indian
Council of World Affairs ( 20 Januari 2014): 7.
Mitra, Devirupa. “India and Vietnam Upgrade to Comprehensif Strategic
Partnership.” The Wire, 04 September 2016.
Mohammad, Nazir. Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), 63.
Diambil dari skripsi Natiqoh, Kebijakan ASEAN dalam Menangani
Masalah Drugs Trafficking di Indonesia Periode 2003-2008 (Jakarta: UIN
Jakarta, 2011), 24.
Partogi, Poltak. Konflik Laut China Selatan dan Implikasinya Terhadap Kawasan,
Jakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi, 2013.
Pedrozo, Raul. “China versus Vietnam: An Analysis of the Competing Claims in
the South China Sea”, A CNA Occasional Paper. (Agustus 2014): 5.
Puri, Raman, dan Arun Saghal. “The South China Sea Dispute: Implications for
India.” Indian Foreign Affairs Jornal Vol.6 (Oktober-Desember 2011):
445.
Pradhan, S.D. “Growing Tension in South China Sea-Causes and Cures.”
Program for East Sea (South China Sea) Studies, 29 Desember 2011.
Database online. Tersedia di http://southchinaseastudies.org atau
www.nghiencuubiendong.vn.
Severino, Rodolfo C. “The South China Sea: ten myths and ten realities”, paper di
4th International Workshop on the South China Sea. Program for East Sea
(South China Sea) Studies. 21 November 2012 [database online]; Tersedia
di http://southchinaseastudies.org atau www.nghiencuubiendong.vn.
Stratfor Worldview, What an U.N. Ruling Against China Means, 12 Juli 2016.
xix
Thayer, Carlyle A. “How India Vietnam Strategic Ties are mutually beneficial.”
The Diplomat, 3 Desember 2013.
Thayer, Carlyle A. “Recent Developments in The South China Sea: Grounds For
Cautions Optimism”, Program for East Sea (South China Sea) Studies, 15
Juli 2011 [database online]; Tersedia di http://southchinaseastudies.org
atau www.nghiencuubiendong.vn.
Thayer, Carlyle A. “Vietnam‟s strategies in the South China Sea,” East Asia
Forum , 28 Juli 2017 [jurnal online]; tersedia di
http://www.eastasiaforum.org.
The Hindu “India grants $500 to Vietnam for defence ties,” 4 September 2016.
Thuy, Tran Truong. “Compromise and cooperation on the sea: The case of signing
the declaration on the conduct of parties in the South China Sea”, Program
for East Sea (South China Sea) Studies, 24 February 2011 [database
online]; Tersedia di http://southchinaseastudies.org atau
www.nghiencuubiendong.vn.
Thuy, Tran Truong. “Rebalancing: Vietnam‟s South China Sea Challenges and
Responses.” National Asian Security Studies Program (NASSP) Issue Brief
Series No.2.3 (Desember 2016): 15-16.
Tian, Nan, dan Aude F, Pieter D, Siemon T. “Trends in World Military
Expenditure, 2016.” Stockholm International Peace Research Institute
(SIPRI) Fact Sheet [database online] (Swedia:Stockholm International
Peace Research Institute, April 2017); tersedia di
https://www.sipri.org/sites/default/files/Trends-world-military-
expenditure-2016.pdf.
Tran, Phuc Thi, Alena V, dan Laura C, “ Vietnam‟s strategic hedging vis-à-vis
China: the roles of the European Union and Russia,”Revista Brasileira de
Politica Internacional 56 (1) (2013): 169.
United Nation Conventions on the Law of the Sea of 10 December 1982,
[database online]; tersedia di
http://www.un.org/depts/los/convention_agreements/texts/unclos/unclos_e
UN Oceans and Law of the Sea, “Commission on the Limits of the Continental
Shelf (CLCS): Joint Submissions by Malaysia and the Socialist Republic
of Viet Nam,” di updated 3 Mei 2011 [database online]; tersedia di
http://www.un.org.
xx
U.S Energy Information Administration, South China Sea Report , 7 Februari
2013. Database online.
US Geological Survey (USGS). “Assesment of Undiscovered Oil and Gas
Resources of Southeast Asia.” USGS Fact Sheet. 2010. Database online.
Tersedia di https://pubs.usgs.gov/fs/2010/3015/.
Varghese, Rose. “Territorial Sea and Contigous Zone-Concept and
Development.” Cochin University Law Review Vol.IX (1985); 437.
Veronika, Nuri W. The Democratic Peace and Territorial Conflict in the 20th
Century ( Diambil dari Thesis Pascasarjana Nuri W. Veronika, “Pengaruh
komponen Geopolitik terhadap konflik di Laut China Selatan antara China-
Vietnam pada periode 2009-2011.”, Universitas Indonesia.2012), 22-23.
Waltz, Kenneth N. “Theory of International Politics: Political Structures.” (United
States: Addison-Wesley Publishing Company, Inc.,1979) :79, 118.
Wong, Edward. “Chinese Military Seeks to Extend Its Naval Power.” New York
Times, 23 April 2010.
xxi
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xxii
Lampiran 3 Transkrip wawancara Letjen TNI Dr. (Cand) I Wayan Midhio,
M.Phil
Narasumber : Letjen TNI Dr. (Cand) I Wayan Midhio, M.Phil
Lokasi : Universitas Pertahanan, Bogor
Waktu : 18 Desember 2017
Letnan Jenderal (Letjen) TNI Dr. (Cand) I Wayan Midhio, M.Phil adalah Rektor
Universitas Pertahanan (Unhan), sebelumnya menjabat sebagai Wakil
Rektor II (Warek II) Unhan. Penugasan di luar negeri sebagai Atase Pertahanan di
New Delhi, India tahun 2003. Pangkat Brigadir Jenderal. Pernah menjadi Kepala
Biro Hubungan Masyarakat (Humas) Setjen Kemhan, Direktur Kebijakan
Strategis Direktorat Jenderal Strategi Pertahanan (Dir Jakstra Ditjen Strahan)
Kemhan, Sekretaris Direktur Jenderal Strategi Pertahanan (Ses Ditjen Strahan)
Kemhan, Sekretaris Direktur Jenderal Potensi Pertahanan (Ses Ditjen Pothan)
Kemhan.
Kursus Athan RI tahun 2003 dan National Defence Colegge /NDC (Lemhannas)
India tahun 2008. Sejumlah tanda jasa yang dimiliki atas pengabdian kepada
bangsa dan negara antara lain, Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, Bintang Yudha
Dharma Nararya, Satya Lencana Dharma Bantala, Satya Lencana Dwidya
Sistha dan Satya Lencana Kesetiaan XXIV tahun.
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Vietnam menghadapi ancaman keamanan dari Tiongkok berupa
penyerangan kapal survey, penahanan nelayan hingga larangan melakukan
eksplorasi di wilayah ZEE nya. Apakah jika Vietnam kemudian
memodernisasi pertahanan lautnya dan bekerjasama dengan negara lain
xxiii
akan menimbulkan eskalasi konflik?
JAWABAN: Modernisasi militer Tiongkok untuk mengukuhkan klaimnya pada
beberapa kepulauan seperti Spartly dan Paracels di LCS, klaimnya di LCS juga
berpengaruh umum pada negara-negara claimant state lain. Klaimnya pada nine
dash line terkait dengan kepentingan minyak. Masing-masing pihak tidak merasa
merebut wilayah dari negara lain namun mereka mempertahankan wilayah yang
dianggap wilayah tradisionalnya. Dari pihak Tiongkok tidak ada penjelasan resmi
namun muncul dalam peta mereka begitu saja. Tiongkok memiliki kapabilitas
yang kuat dan pemilik hak veto. Sebelumnya hubungan Tiongkok-Vietnam sangat
baik karena ikatan emosional sesama negara komunis. Tiongkok tidak pernah mau
terlibat penyelesaian multilateral, hanya bilateral saja. Hal tersebut seperti
kamuflase.
Pengaruh Tiongkok sangat kuat di negara-negara Asia, Tiongkok
menanamkan banyak investasi dan periniagaan. Selain itu etnis Tiongkok sudah
banyak menyebar dan menetap di Asia. Jika Vietnam mencoba menghadapi
penyeragan Tiongkok, respon perlawanan dari Vietnam hanya dalam case
tersebut saja, maka Vietnam tidak akan mampu menghalau kekuatan Tiongkok,
Vietnam tidak akan berani melakukan konfrontasi langsung dengan Tiongkok,
kecuali jika terjadi penyerangan lebih dulu dari Tiongkok, namun sebenarnya
Vietnam tidak bisa melawan Tiongkok. Klaim Tiongkok menimbulkan
kekhawatiran dalam kawasan.
Vietnam dan India bukan aliansi pertahanan. Kerjasamanya terpengaruh
dari aspek keamanan yang berjanjut ke niaga. Tidak ada yang bisa melawan
Tiongkok. Walaupun menggunakan forum-forum dialog internasional. Posisi
Tiongkok akan terus begitu karena memiliki kapasitas yang kuat, hak veto dan
juga didukung oleh Rusia. Jepang, Korea Selatan, dan Filipina tidak dianggap
dengan serius oleh Tiongkok. Ini menyebabkan negara-negara khawatir dan
kekhawatiran tersebut juga dalam hal konflik yang terlihat saat ini ditakutkan
xxiv
hanya permukaan saja, tidak diketahui jika terdapat hubungan yang kuat dalam
internal pemerintahan akibat terdapat pengaruh etnis Tiongkok.
India dengan Vietnam tidak untuk melawan Tiongkok secara langsung, namun
komitmen kerjasama hubungan baik dan bantuan. Jika India-Vietnam adalah
aliansi dalam konteks keamanan-niaga dengan Jepang untuk bisa lepas dari LCS,
kelompok perompak, lalu hal tersebut mungkin, karena dulu pernah terjadi
angkatan bersenjata India sudah ada di medan konflik. Jadi kerjasama dalam
konteks pelatihan, capacity building, dan sebagainya.
2. Jika Tiongkok tidak dapat dihadapi lalu apakah kepentingan India dalam
kerjasamanya dengan Vietnam?
JAWABAN: Mungkin mencoba ingin membentuk aliansi, namun kembali lagi
India sangat tahu dan sadar bahwa sangat sulit membendung Tiongkok karena
Laut China Selatan tembus ke Samudera Hindia. Keberpihakan negara-negara
ASEAN juga diragukan India karena pemikiran politik negara-negara ASEAN
yang berbeda, misalnya Indonesia dengan politik bebas aktifnya, Singapura yang
hubungan persahabatannya kuat dengan India dan kemungkinan tidak mendukung
Tiongkok, hubungan Singapura dengan Tiongkok juga tergantung hubungan
Tiongkok dengan Malaysia dan Indonesia. Tiongkok terlalu besar untuk dihadapi.
Pengaruh Tiongkok tidak terbendung. Tiongkok telah menguasai banyak wilayah,
seperti Timor Leste, Kamboja, Myanmar, banyak aset di Pakistan dan Sri Langka.
Yang tersisa Indonesia, Malaysia, Singapura, dan daerah selatan lain, bahkan
pengaruh Tiongkok pun sudah masuk kedalam Thailand dengan investasi
Tiongkok yang banyak memasuki Thailand, misalnya pembiayaan pembangunan
kanal Kra. Misalnya di Sri langka, walaupun hubungannya dekat antar etnis India,
tetapi bermusuhan, di Sri Langka sudah terdapat banyak aset dan investasi
Tiongkok. Bahkan Amerika pun tak dapat membendung pengaruh Tiongkok di
Asia Selatan.
xxv
3. Bagaimana India memandang Tiongkok? Adakah statement dari India
yang menggambarkan bahwa dirinya tidak mampu membendung pengaruh
Tiongkok?
JAWABAN: India adalah negara besar yang memiliki pasukan yang besar.
Namun India tahu persis bahwa mereka musuh. Mereka pernah berperang pada
tahun 1971 karena Tiongkok membantu Pakistan. Dan wilayah Kashmir yang
dikuasai Pakistan sepertiganya diberikan kepada Tiongkok. Hal ini mendapat
ketidaksetujuan dari India karena wilayah yang diduduki Pakistan dianggap milik
India, namun wilayah tersebut malah diserahkan kepada Tiongkok. Walaupun
Pakistan juga mengakui bahwa Kashmir adalah wilayah Pakistan. Begitulah kira-
kira posisi kedua negara tersebut. Namun sebaliknya pengaruh Tiongkok sudah
terlanjur kuat. India juga belum dapat membendung pengaruh Tiongkok karena
hubungannya yang belum bersahabat dengan negara-negara-negara seperti
Bangladesh, Myanmar, Sri Langka dan Pakistan. Walaupun India sudah berupaya
menjalin asosiasi Indian Ocean-Rim (IOR). Australia dan Indonesia belum
diketahui keberpihakannya. Indonesia dianggap masih bergantung pada pihak
mana yang lebih banyak memberikan bantuan yang mungkin akan mendekatkan
hubungannya.
4. Lalu apakah tujuan India mengumumkan kesiapan menghadirkan
maritimnya di Asia? Semenjak pemerintahan Modi, India juga
membangun kapabilitasnya, bagi kemanan laut dirinya siap berperan
dalam keamanan laut di Asia dan kehadiran maritim yang lebih luas?
JAWABAN: Memang India memiliki angkatan bersenjata laut yang khususnya
masuk kedalam ranah blue ocean water Navy, bukan lagi yellow Navy atau
strategi laut dangkal. Konteksnya untuk menguasai Indian Ocean, alasan India
melakukan hal tersebut adalah karena peran Amerika Serikat yang memerintahkan
xxvi
India. Walaupun hubungan sebelumnya tidak begitu baik dengan India karena
aliansi Uni Soviet dimasa lalu, namun AS berkepentingan membendung pengaruh
Tiongkok. Sehingga bantuan-bantuan AS sangat banyak baik dalam bentuk
kegiatan seminar-seminar. Sebelumnya Modi dituduh sebagai orang yang
berbahaya karena merupakan orang yang mempelopori kasus pertikaian di Gujarat
yang menimbulkan banyak korban sehingga dianggap sebagai tokoh Hindu yg
berbahaya, namun saat dirinya menjadi Perdana Menteri dan diperkirakan dapat
membawa kepentingan AS, mereka berdamai dan Modi diundang ke AS setelah
sebelumnya pernah dilarang masuk ke AS. Kira-kira kepentingan AS yang
terbanyak untuk menghambat Tiongkok, namun tetap sulit.
Di Afrika pengaruh Tiongkok sangat kuat. Dulu pengaruh India di Afrika
memang kuat karena banyaknya bantuan kepada masyarakat, namun masyarakat
Afrika menyadari mereka tidak mampu dan menjual banyak aset ke Tiongkok
sehingga pengaruh Tiongkok tidak terbendung oleh AS maupun India.Begitulah
kira-kira posisi India, di back-up oleh AS. Memang India berkepentingan
mengontrol Samudera Hindia sampai Laut Antartika. India melakukan riset-riset
sehingga mengetahui dengan jelas negara-negara yang memiliki laut Samudera
Hindia, mungkin ada kesamaan dengan LCS.
5. Apakah LCS mengandung nilai bagi pertahanan India?
JAWABAN: Kedepannya banyak akan ditemukan mineral-mineral tertentu yang
sangat dibutuhkan, seperti Noduls di bawah laut yang bisa digunakan untuk bahan
komposit material pesawat anti radar. Karena masa depan di laut menjanjikan,
berbeda dengan di darat yang sudah penuh dengan eksploitasi. Kandungan
kekayaan alam dalam Samudera Hindia sampai Antartika sangat besar walaupun
sudah dikavling oleh semua negara. Kedepannya mineral sangat penting, belum
lagi sumberdaya ikan.
xxvii
6. Apakah moto membangun kekuatan untuk perdamaian benar-benar
diterapkan oleh Tiongkok karena Tiongkok justru menggunakan
militernya untuk mengganggu aktivitas-aktivitas negara lain di LCS?
JAWABAN: Dalam diplomasi yang dilakukan selama ini dengan semua negara
Tiongkok tidak mau dilaksanakan dalam multilateral, selalu bilateral antar negara,
sehingga pasti negara yang menghadapinya kalah, apalagi negara kecil seperti
Vietnam dan Filipina sehingga untuk multilateral di ASEAN claimant state tidak
sepakat, banyak negara ASEAN yang tidak mau, seperti Myanmar, Laos dan
Kamboja tidak mau menghadapi Tiongkok dan tidak akan pernah satu suara
karena investasi Tiongkok sangat besar sekali. Beberapa kali ASEAN gagal
mencapai sepakat. Dalam konteks multilateral menolak. Walapun keinginan
bersatu ASEAN sangat kuat tapi didalam pecah, Laos, Myammar, Kamboja tidak
mau. Bahkan karena banyaknya investasi Tiongkok di Thailand kemungkinan
kedepan akan berubah walaupun militernya tidak mau berhubungan dengan
Tiongkok, tapi pada kenyataannya investasi terus berjalan.
7. Apakah posisi Tiongkok sebagai Negara adidaya dibandingkan Negara
pengklaim lain mempengaruhi tindakan untuk bersikap unilateral?
JAWABAN: Sebenarnya kita yang meganggapTiongkok sewenang-wenang,
namun Tiongkok sendiri tidak menganggap demikian karena ia melakukan
kegiatan di wilayahnya. Jika Tiongkok membangun fasilitas di wilayah tersebut,
Tiongkok mengklaimnya sebagai keperluannya. Selalu kata-kata tersebut yang
disampaikan. Artinya Tiongkok akan terus melakukannya, dalam melihat sikap
Tiongkok kepada negara-negara lain, nyatanya Tiongkok dapat mempengaruhi
dengan investasinya. Bahkan Filipina menganggap hubungannya dengan negara
AS tidak menguntungkan karena janji-janji AS tidak terwujud di Filipina sehingga
Filipina mulai mendekat ke Tiongkok walaupun wilayahnya juga di klaim oleh
Tiongkok.
xxviii
8. Jika Tiongkok tetap mempertahankan klaimnya, kira-kira resiko apa yang
akan diterima negara pengklaim lain?
JAWABAN: Karena Tiongkok memiliki kebijakan membangun kekuatan untuk
perdamaian ia akan memanfaatkan kekuatannya untuk meredam kepentingan
negara-negara pengklaim lain dengan invstasi. Jika itu berhasil maka secara
langsung memang kebijakan secara damai dengan memberikan investasi yang
banyak dan membantu mengatasi konflik internal dalam negara merupakan hal
yang tidak sulit untuk dilakukan Tiongkok. Dan pada akhirnya negara-negara
menerima bantuan dan akan setuju melepas pulau-pulau kecilnya.
9. Apakah ada kepentingan lain dari Tiongkok selain sumberdaya minyak?
ataukah mengandung kepentingan strategis dan politis untuk membendung
pengaruh AS di LCS?
JAWABAN: First Chin-chin island, second Chin island dari Indonesia-Filipina-
Jepang-semenanjung Korea mulai pulau-pulau kecil yang ada di Samudera
Pasifik. Jadi yang dihadapi adalah AS, jika hubungan AS dengan negara-negara
seperti Australia, Singapura dan India menguat mungkin akan membangun
aliansi. Karena hubungan diplomasi yg baik. Untuk Singapura jika terjadi konflik
tidak diketahui pihak mana yang akan dipilih, secara emosional dekat dengan
Tiongkok tapi diplomasi dekat dengan AS. Pengaruh Tiongkok tidak akan bisa
dibendung sepanjang kekuatan ekonomi dibuat untuk menekan negara-negara.
Caranya terbendung, adalah dengan ASEAN harus bersatu, namun kenyataannya
masih terpecah.
xxix
10. Kerjasama pertahanan India-Vietnam seiring dengan meningkatnya status
hubungan strategic partnership ke comprehensive strategic partnership.
Apakah ini berarti ketergantungan Vietnam terhadap Negara partner
komperensif lain seperti Rusia dan Tiongkok berkurang?
JAWABAN: Boleh saja, tetapi konflik yang dimiliki di kepulauan Spartly dan
Paracel, Investasi banyak namun ada konflik kepentingan menyangkut etnis, dan
sebagainya, etnis Tiongkok banyak di Vietnam. Boleh saja menjalin aliasi dengan
India karena comprehensive adalah hak segala negara. Mungkin iya, saya melihat
Vietnam ambigu karena secara emosional sangat kuat dengan Tiongkok sebagai
Negara komunis. Dan masalahnya di LCS. Menurut saya tidak ada kepentingan
tertentu kecuali AS mem-back up nya mungkin India akan mau ke LCS.
11. Bagaimana dengan Vietnam, apakah Vietnam melakukan Internal
balancing dengan memperkuat pertahanan dan eksternal balancing dengan
menerima India yang melawan asertifitas Tiongkok?
JAWABAN: Mungkin upaya mereka dalam hal untuk menakut-nakuti Tiongkok,
hal itu bisa terjadi, disamping wilayah Laut China Selatan sangat dekat dengan
mereka. Namun Tiongkok terlalu besar untuk dihadapi kedua negara tersebut. AS
pun mencoba menjalin aliansi pertahanan dengan Vietnam namun hal itu belum
terjadi, mungkin karena trauma masa lalu Vietnam dengan AS sehingga belum
membentuk aliansi pertahanan tapi aliansi dalam ekonomi. Mungkin kerjasama
India-Vietnam mencoba untuk menakut-nakuti namun saya tidak melihat
hubungan kedua negara ini seperti aliansi pertahanan. Beberapa kapal Vietnam
ditenggelamkan, namun tidak ada yang membela. Sulit bagi India untuk
menggerakan kapal induknya, kemungkinan kapalnya akan hanya dapat sampai
hingga perairan Andaman dimana terletak pasukan gabungan India-Vietam di
Andaman-Nicobar untuk menghambat jika Tiongkok menerobos masuk. Dalam
konteks jika Tiongkok menggunakan diplomasi damai, kemungkinan besar India-
Vietnam hanya mencari minyak. Namun belakangan India mencoba
xxx
menggunakan sungai Mekong, yang menembus dari Laos hingga Myanmar yang
akan mereka gunakan sebagai jalur masuk jika Selat Malaka tidak memungkinkan
Angkatan Laut mereka masuk. Sehingga jalur logistik dalam bentuk minyak dan
mineral bisa melewati jalur tersebut. Asosiasi Gangga-Mekong dirancang karena
akses langsung energi sudah mulai terhambat, India sudah mulai takut jika akses
langsung di selat Malaka. Yang menarik adalah saat ini sudah muncul One Belt
One Road (OBOR) yang konsepnya lebih luas dan mendunia.
12. Apakah dengan kekhawatiran tersebut terjadi security dilemma dalam
kawasan?
JAWABAN: Saya pikir begitu, Indonesia khawatir. Namun prinsip kita dengan
politik luar negeri bebas aktif, kemudian zero enemy and thousand friend, dan
sebagainya, artinya kita tidak mencari musuh. Tapi jika wilayah kita di klaim
seperti Vietnam mungkin saja kita melakukan perlawanan. Seperti wilayah kita di
Laut Natuna pun juga diklaim.
13. Jika Vietnam melakukan upaya pertahanan apakah itu merupakan upaya
defensive?
JAWABAN: Saya pikir begitu, Tiongkok tidak bisa dilawan karena terlalu kuat
dan selama ini Vietnam sudah melakukan upaya defensif. Vietnam sudah
mempertahankan wilayah. Seperti yang diketahui wilayah Vietnam yang
terbentang dari Utara hingga selatan, jika datang 10 kapal saja maka Vietnam
akan habis, tidak ada wilayah yang bisa dilindungi. Berbeda dengan wilayah
Indonesia, jika bagian Selatan kita diserang dengan meriam jarak 60 kilo dari
Samudera, masih jauh untuk mengenai kita. Tidak ada wilayah Vietnam yang bisa
dilindungi jika diserang, apalagi dengan perkembangan senjata modern.
Kedalaman pantai Vietnam jika dibandingkan dengan negara Kamboja dan Laos
tidak sampai 60 kilo, jika Vietnam diserang senjata dari laut maka akan runtuh.
xxxi
Vietnam hanya negara kecil, hanya upaya defensive yang bisa dilakukan, dan
kepentingannya hanya melindungi diri. Apalagi dengan konflik dengan Tiongkok
di Spartly.
14. Dari segi pertahanan bagaimana jika negara berada di dalam kondisi
seperti Vietnam? Bagaimana prosedur pertahanan yang berlaku?
JAWABAN: Di Indonesia sudah jelas, geopolitik kita berkaitan dengan wilayah
geografi Indonesia yaitu negara kepulauan sehingga kita memposisikan geopolitik
yang disebut wawasan nusantara. Satu kepulauan wilayah pulau disatukan oleh
daratan. Jika diserang pulau kecil pun dalam wilayah kita maka akan dilakukan
pembelaan. Itu konsepnya. Seumpama jika suatu pulau kita yang jauh dari pantai
dikuasai oleh Tiongkok, pasukan kita terlalu jauh dikirim ke pulau tersebut. Tapi
jika gangguan tersebut konsisten dilakukan oleh Tiongkok maka pertama-tama
akan dilakukan upaya-upaya damai yang dikerahkan. Strategi detterent itu
bagaimana kita bisa membangun kekuatan dan membangun kemampuan,
komunikasikan, dan aksi. Bagus jika suatu negara mampu mengerahkan
detterentnya. Yang terpenting adalah upaya damai yang dilakukan terlebih dahulu,
diplomasi, bukan dengan kekerasan. Kalau bisa aliansi pertahanan dengan negara
lain. Vietnam tidak mau membangun aliansi karena tidak mau mengulang
masalalu dengan AS.
15. Adakah signifikansi lain yang terkait kerjasama India-Vietnam atau upaya
Vietam dalam mempertahankan klaimnya?
JAWABAN: Vietnam adalah negara yang pernah trauma dengan AS, AS pun
mendekatkan diri dengan aliansi ekonomi. Vietnam akan menggunakan ASEAN.
Peran Indonesia juga didorong bicara lantang pada aksi Tiongkok, namun
Indonesia sebagai negara pendiri ASEAN menganggap kekompakan adalah hal
yang lebih penting daripada dianggap membela satu kepentingan anggotanya.
xxxii
Yang jelas akan kita bela, namun untuk bisa mendorong seluruh anggota ASEAN
untuk mendukung Vietnam, ASEAN tidak akan pernah satu suara. Pengalaman
kami selama ini seperti itu, ada Laos, Myanmar, Kamboja yang tidak setuju.
Terlebih lagi India, tergantung lobby yang kuat. Jika lobbying Tiongkok kuat pada
India tidak akan berpihak pada Vietnam, kapal India sudah bisa lewat selat
Malaka. Kedepannya kita tidak tahu, sekarang kita bisa bicara tentang politik luar
negeri kita yang bebas aktif, namun jika terjadi konflik kita harus memilih, entah
kita akan membiarkan Tiongkok lolos atau membatasinya. Sebab jika kapal
Tiongkok lewat dan terjadi pertempuran, ini merupakan masalah yang kita hadapi.
Kita tidak mau mereka bertempur di perairan Selat Kalimantan, atau di selat
perbatasan Indonesia dengan Malaysia. Kapal induk Tiongkok bisa dihadang
disana. Itulah masalah kita.
xxxiii
Lampiran 4 Transkrip e-mail Dr. Professor Carlyle A Thayer
Tanggal: 18 Desember 2017
Dr. Professor Carlyle A Thayer was Emeritus Professor in School of Humanities
and Social Sciences, The University of New South Wales at the Australian
Defence Force Academy, Canberra. Director of Thayer Consultancy, and
columnist for The Diplomat. He was educated at Brown, holds an M.A. in
Southeast Asian Studies from Yale and a PhD in International Relations from the
ANU. He served in Vietnam with the International Voluntary Services (1967-68)
and has been a regular visitor to Vietnam since 1981. He was a founding member
of the Vietnam Studies Association of Australia and served as National Secretary
from 1994-98. He was the C.V. Starr Distinguished Visiting Professor at the
School of Advanced International Studies at Johns Hopkins University (2005) and
the Inaugural Frances M. and Stephen H. Fuller Distinguished Visiting Professor
at Ohio University (2008). He is author of over 500 publications including Need
for Reform and Governance Capacities in Asia: Country Report Vietnam (2013)
with Aurel Croissant and Jörn Dosch).1
QUESTIONS AND ANSWERS
Q1. How Vietnam respond to its rival (China) in sovereignty dispute in South
China Sea? Does Vietnam respond belong to defensive act because it decide to
modernizing its military? Then what if its act escalate conflict with China?
ANSWER: Vietnam commenced the modernization of its naval and air forces in
the mid to late 1990s in response to China‟s 1992 Law on Territorial Sea and
Contiguous Zone that laid claim to both the Paracel and Spratly islands that
Vietnam also claimed. There were also maritime confrontations and clashed in
1994 and 1996 in the Vanguard Bank area. After this initial first phase of
1 www.policyforum.net
xxxiv
modernization, Vietnam stepped up the pace this last decade. It acquired missile
patrol craft, fast missile attack craft, and Gepard frigates. At the same time,
Vietnam acquired first Su-27s and then Su030s. The most significant development
was the acquisition of six enhanced Kilo-class submarines armed with heavy
torpedoes, anti-ship missile and land attach cruise missiles.
Vietnam has adopted a very defensive posture aiming to create a deterrent force
that can provide a measure of area denial-anti-access to superior Chinese forces.
Vietnam would also use diplomacy to rally the international community in the
event it was attacked by China.
Q2. In your opinion, is Vietnam facing asymmetrical war against China in South
China Sea dispute?
ANSWER: By any measure, China is undoubtedly the superior military power in
the South China Sea compared to regional states. Vietnam cannot afford to fight a
conventional naval engagement or a protracted conflict with Beijing. There is
definitely an aspect of asymmetric warfare in how Vietnam has configured (or
postured) its military. The enhanced Kilo-class submarines are stealthy and
difficult to defect. China does not have a highly developed capacity for anti-
submarine warfare. Vietnam has also acquired a range of shore based coastal
missiles (Bastion) and anti-aircraft defences (including the Israeli SPYDER
system) that can reach out into the South China Sea.
Q3. Vietnam modernizing its navy military force and accept an external power
(India) to assist its capability development. Did India and Vietnam‟s defence
cooperation have made for against China‟s power in region?
ANSWER: Vietnam-India defence cooperation is long-standing and they formed
a strategic partnership before Vietnam and China did. This defence cooperation is
based is based in part on affinity in anti-colonialism and their shared relationship
with the Soviet Union. It is clear, however, that defence cooperation was raised
xxxv
and institutionalized during the same period when China modernized its military
and engaged in assertive behavior in the South China Sea. Some Indian strategists
characterize Vietnam and “China‟s Pakistan.” India upgraded Vietnam MiG 21 air
arm until these planes were decommissioned from service. India now provides
training for Vietnamese Sukhoi pilots and submariners for its Kilo-class
submarines. India has also offered two Lines of Credit, one for U.S. $100 million
and the other for U.S. $500 million, for the construction of naval ships for the
Coast Guard and Navy. India has provided Vietnam access to date from one of its
satellites and is assisting in building a military IT park in the coastal city of Nha
Trang. The bottom line is that India is building up Vietnam‟s defence capability to
counter-balance China.
Q4. Does India-Vietnam cooperation intend to wining the territorial dispute with
China?
ANSWER: No. Both India and Vietnam share border disputes with China, on land
and sea respectively. Neither country wants to use force to push China out of the
South China Sea. Vietnam pursues a multidimensional – diplomatic, political,
economic and military – strategy to oppose China or, in Vietnamese terms “to
struggle against China.”
Q5. Does Vietnam need support from other country to built its military capability
because tribunal‟s ruling and code of conduct unable to stop China‟s
assertiveness?
ANSWER: Vietnam‟s defence modernization is part of an approach of “hope for
the best (a binding COC) and prepare for the worst (Chinese assertiveness).”
Vietnamese officials are very realistic about the limited ability of a Code of
Conduct to restrict China‟s actions. No country has the ability to enforce the COC
if China does not want to comply. A COC adds legal, political and moral pressure
on China behave responsibility and not use force or the threat of force. The COC
xxxvi
is a necessary component of Vietnam„s multi-dimensional strategy directed
towards China but it is not a sufficient component to get China to change its
assertiveness in the South China.
Q6. What the most significant effect from Vietnam unite with India in building
capability in case South China Sea?
ANSWER: As noted, Indian defence cooperation with Vietnam has improved
Vietnam‟s air and naval capacity to operate in the South China Sea maritime
domain. India has also invested in oil and gas exploration and supports freedom of
navigation.
India is put a part of a web of strategic partners that Vietnam has developed since
2001 when the Russian Federation became its first strategic partner. Other
partners include, besides China, Japan, France, and the United Kingdom. Vietnam
also has comprehensive partnerships with Australia and the United States.
Vietnam-Australia bilateral relations will be raised to a strategic partnership early
next year. Now that a Quad has formed – India, Japan, Australia and the United
States – India is a more important player in Vietnam‟s eyes.
Q7. India and Vietnam engaged in oil and gas exploration. In 2011, China
opposed their exploration project and build an oil rig in Vietnam territorial sea.
Does india and Vietnam‟s defence cooperation related to protecting its
exploration?
ANSWER: In 2014 China placed a mega-oil drilling rig within Vietnam‟s
Exclusive Economic Zone in May 2014 but withdrew it in July 2014. This year
China pressured Vietnam to halt oil and gas exploration in the waters around
Vanguard Bank, located much further south than the 2014 incident. China does
not have any oil rigs operating in Vietnamese waters.
Vietnam has responsibility to protect foreign oil rigs operating in its EEZ. In the
case of India, one of its oil companies wanted to withdraw from an unproductive
xxxvii
exploration block. At the same time, Vietnam offered India a nearby oil block. In
the end, both sides agreed to jointly maintain the unproductive block; that is, to
share responsibility. In other words Vietnam took equity and thus indicated its
responsibility to provide security. China has so far refrained from physical action
against foreign operated oil and gas production in Vietnam‟s waters.
Q8. As a regional power, is India the most suitable partner for Vietnam strategic
hedging vis-à-vis China than other Vietnam‟s partner?
ANSWER: Using Vietnamese terminology, Vietnam pursues a policy of
“diversification and multilateralization” of its foreign relations through strategic
partnerships. While India is a most suitable strategic partner, it would be
misleading to characterize India or any other strategic partner as the most suitable.
Vietnam uses multiple strategic partnerships to hedge against China. Besides.
Vietnam and China have a comprehensive strategic cooperative partnership, the
highest form of strategic partnership. Vietnam “cooperates and struggles” with
China at the same time.
Q9. Can India presence in managing South China Sea dispute make
counterbalance for Vietnam in the region?
ANSWER: India can only play a secondary role in counter-balancing China in the
South China Sea because its prime maritime strategic concerns lie in the Indian
Ocean. The Indian Navy makes regular visits to Vietnam but does not conduct
constant patrols in the South China Sea. To repeat, India is one part of a network
of strategic partners that Vietnam relies on to advance its objective counter-
balancing China in the South China Sea. Vietnam supports U.S. freedom of
navigation operational patrols and next year will host for the first time a visit by a
U.S. Navy aircraft carrier. Vietnam relies even more on Japan that has a greater
interest than India in constraining Chinese maritime power in East Asia.
xxxviii
Lampiran 5 Transkrip wawancara Brig. Arun Saghal
Narasumber : Brigadier Arun Saghal
Lokasi : Jakarta
Waktu : 19 Desember 2017
Arun Saghal a retired Brigadier of the Indian Army is Executive Director of the
Forum for Strategic Initiative, a policy think tank focusing on national security,
diplomacy and Track II dialogues. He was previously the founding Director of the
Office of Net Assesment, Indian Integrated Defense Staff (IDS), Head of the
Center for Strategic Studies and Simulation, United Services Institutefor Defense
Studies and Analyses, New Delhi. His research comprise screnario planning
workshops, geopolitical and strategic assessments related to Asian security, and
issues concerning nuclear doctrine and strategic stability in South Asia. His
publications include co-authored books and net assessments for the IDS, Defense
Research and Development Organization (DRDO), And the Indian National
Security Council (NSC), among other clients. He has been a member of the Task
Force on Net Assessment and Simulation, under the NSC, and a consultant of
DRDO. He recently finish a monograph on Strategic Stability in South Asia for
Sandia Laboratories, USA. He conducts simulation and strategic games at IDS,
the Ministry of Defense, National Defense College, College of Defense
Management, and other international client. He is member of many Track 1.5 and
2 initiatives. 2
QUESTIONS AND ANSWERS
Q1. What do you think about India-Vietnam‟s defense cooperation in Vietnamese
maritime?
2 www.delhipolicygroup.org
xxxix
ANSWER: They had traditional gold relationship with Vietnam and as you know
Vietnam is developing country and to rebel itself of the long years of wars with
America, India is helping to build Vietnam arm forces and providing them with
arm and equipment to the extend that we can do. We have numbers of program
with them, we have neighborhood program and we are training their marine
person including submarines training because we have Russian submarines and
they had Russian submarines too. Then we have building joint exercises, we have
ship visits, and Coast Guard relationship. So this is kind of relationship, it is not
against China but its basically to have strong military like every country want to
have or based on their threat perception they want to buy arms and equipment. So
Vietnam want to be a country with arm and equipment, Vietnam buy from
America and other country also.
Q2. What about India‟s possibility to be mediator in South China Sea case? Does
India have any purpose for being mediator between Vietnam and China?
ANSWER: From perspective of Act East Policy, India has commercial interest
with Vietnam, India has good trade with them.Vietnam and us have been closed
friend during period of its fight America.We try to build up good relationship with
them because Vietnam an important country of South East Asia. And it impact
much in order it has been part of India‟s effort to be security provider and for
result the stability we are trying to look at cooperation among Asian countries.
Vietnam was important partner of that cooperation. But in future we also looking
an architecture of cooperation which its include India, Indonesia, Vietnam and
Japan. So, basically Vietnam is important place where we locate satellite station
and growing satelite. Its not so much against China, but to drag all space base
satelite system.As been known India very advance country in space technology,
so basically its to drag that satellite. But what have to understand fundamentally is
what I understand about Vietnam, Vietnam is very rational country, it will have
relationship with India, not so much to contain China but to ensure that its trade,
economic and military needs fulfilled. But what talking with Vietnam is that they
realize China is their neighbor and you have to live in harmony neighborhood but
xl
sometimes neighbor have a fight. Like a children fight at home and sometimes the
fight can become nasty. So to ensure that China does not exploit Vietnam,
Vietnam kind of build up their military capabilities. Second point is Beijing is also
developing very fast, the one of the fastest developing economy in Southeast Asia,
so as their developed its threat is gonna increase,its requirement of urgent service
gonna increase, so they try to build up opportunity to be partner with Vietnam in
helping Vietnam build up its economy.
Q3. Then if India was the security provider to Vietnam, does its relation with
Vietnam makes China feel distrupted by their cooperation?
ANSWER: China is an emerging power. When its regime of Deng Xiaoping it
noticed China‟s rise pose should not be threatening, its should not challenging to
neighboring countries. But when Xi Jinping lead, its growing to very dramatic
circumstances, many corruption happen in China, China GDP is going down and
so he try to clean up corruption and bring an administration efficiency. What
happen is he has try to rise nationalistic feeling in China and he try to make China
as the next global power. Vietnam has been fighting the French for nearly four
decades, they will not except any other country trying to rule over them. And then
its clear in 1976 they have huge border problem in which relate to resolution
border dispute with China, there is always concern in Vietnam‟s mind that China
is the big brother who can be a partner and also be a threat or challenges.
The second thing is the area of Hoang bae of north Vietnam is link to province in
Southwest, South China, Southeast China, in land lock area there should be
accepted China‟s product from Hoang Bae to the global market. As Vietnam‟s
economic growing, GDP of Vietnam is increasing, so in the sense of concern of
China is if Vietnam has common interest with India and US, they will lose access
to this road and they will become a country who against China‟s interest, so
Chinese wont Vietnamese to play a friendly China role. Vietnam says we will
xli
play a friendly China role but will not compromise our national interest to friendly
China role. There is very different perception are posing misunderstanding.
Then in this global issue in South China Sea. In South China sea by declaring
nine dash line, Vietnam say if China want our territory and China not providing
them oil exploration right. Vietnam will give right to any other country or to India
if they want to explore, and Vietnam will give exploration rights. If China try to
push and will scare by its oil exploration, Vietnam will continue their exploration.
That be the friction between them. Lastly and importantly Vietnam in the last
couple of years have become very friendly with United States and US now having
Indo-Pasific policy. For free and open Indo-Pasific policy. Actually initiated by
Japan but adopted by US. Now China believe that US, India, Japan are working
together to bring India-Vietnam to ensure there be new trade pose to China in the
Southeast. If Vietnam become powerfull it can stole Chinese import and export
from the Hoang bae corridor. And so therefore China response very rapidly to
what against its interest. So there is two dynamic, one level is China relationship
with Vietnam which is important to brought and not adversarial or nor trade base
but on the other hand in the larger geopolitic Vietnam seeing larger partner as US,
Japan and India and this trilateral seems by China sometimes threat their interest.
There two game of play, small game between China and Vietnam and bigger
game, rises Japan, India, US and Vietnam to contain China. Vietnam and China is
fine but if Vietnam join game it will be in under belly of China.
Q4. If India have US support for more greater India‟s role in South China Sea,
will India take more responsibility?
ANSWER: No, India will not. South China Sea is issue between ASEAN
countries with China, India‟s interest along with the others lies in ensuring
China‟s South China Sea militaries in South China Sea do not take any step to
raise attention in the region and do not stop legitimate maritme traffic of this the
sea lanes which covered trade have US$5 trillion. India has trade under US$ 50
xlii
billion with Japan, and include Asia. Any trade will need Sea Lanes of
Communication (SLOC). South China Sea issue would be against India interest.
Even in Indian Ocean also. We are not regional power but we have strong navy.
India, Indonesia and Japan including Vietnam cooperate maritime cooperation
that will ensure that SLOC have to open and there is no enemical or forces that
can disturb. But in 2020 China will be able to use aircraft carrier base. So because
of this Chinese creeping maritime militarization the problem will be facing by
country in the region. There is concern danger of they will stoping trade or taking
action which disturb trade. Although China is not says it that be always concern of
what they can do tomorrow. Therefore, the interest lies in countries which are
dependent on trade like ASEAN countries, countries like India who have billion
dollars of trade, country like Japan who has billion of trade, must work together to
create regional architecture which provide security of SLOC and any other threat
that disturbing trade. It already become topic discussion between government
nowadays.
Q5. We know that China‟s investment very large in ASEAN countries, will it
make China intimidate ASEAN countries like Vietnam to give up their claim on
unhibited small island?
ANSWER: We just have discussion about it with CSIS. Under an One Belt One
Road (OBOR) initiative, China is providing development assistance for
infrastructure in a numbers of countries. Now the country like Indonesia are not
taking rules or assistance or development aid. As example in train project from
there to Sumatera. Indonesia have collaborative project with China, Indonesia
development partner for 45% is China. In other example is OBOR intiative in Sri
Langka. China have US$11 bilion dollars loan to China. Now, the country cant
pay it back because nobody goes to that place. So as a result, Sri Langka has to
more engage, Sri Langka has allowed China in 1991 to establish an industrial base
over there. The result is the Southeast Asia countries which are looking China as a
xliii
partner of choise need to understand that Chinese investment and Chinese
resources. How may it cost? Are they have take an advantage of the cost? Some of
politicals leadership in this countries working close with the Chinese to get aid
which they don‟t need. But what is happening is fully understand which can
become serious soveignity takes or country‟s dead tomorrow. Sri Langka is one
example and can be happen with other country too. So the Chinese invest project
is Chinese want to use their capacity to ensure jobs in home are not lost and
people got to do their business. But the problem in receiving country is that they
have to pay very high cost of investment and for development of infrastructure
and they have no quality control. This is the issue.
Q6. As we know the natural resource become the most national interest for all
country and it become a long term interest. Doesn‟t it become India‟s main
concern in South China Sea? How India‟s respond to China?
ANSWER: We not gonna involved directly, we support local countries in
Southeast Asia. But Southeast Asia cannot fight China in South Chna Sea, so we
have to negotiate. Therefore, because they can‟t fight China in South China Sea
they need outside partners. Therefore India and Japan and possible US, can be a
partner in this. But don‟t depend so much in US, India and Japan. Along with
regional helping like Indonesia can ensure regional stability. The most important
and noticed is regional stability. We not fight Chinese, not fight in South China
Sea, we not fight anybody, but we want to ensure sea lanes remain open, there is
trade, nobody under pressure and all can do their business usually.
Q7. Did you think India-Vietnam‟s defence cooperation have really significant
effect?
ANSWER: Yes. Absolutely. Trade, oil, we looking for oil because on the East
coast of Vietnam there is an oil. Vietnam gives India the right for exploit their oil
xliv
and then China denied it. But we are not move out our exploration of oil
resources. Trade, we building up capacity, ensuring country like Vietnam and any
other country have enough capability to ensure SLOC are open.
xlv
Lampiran 6 Transkrip wawancara Profesor. Dr. Hasyim Djalal
Narasumber : Profesor. Dr. Hasyim Djalal
Lokasi : Jakarta
Waktu : 21 Desember 2017
Profesor. Dr. Hasyim Djalal adalah diplomat Indonesia yang pernah menjadi Duta
Besar Indonesia untuk PBB, Duta Besar di Jerman, Kanada, dan Amerika Serikat
(AS), serta Duta Besar keliling pada masa pemerintahan Presiden Soeharto dan BJ
Habibie. Dr. Hasyim adalah ahli hukum laut internasional, pernah menjadi Ketua
dan Presiden dari International Seabed Authority, anggota dewan maritim
Indonesia, penasihat senior Menteri Kelautan dan Perikanan, penasehat kepala
staf TNI Angkatan Laut dan di kantor Menteri Percepatan Pembangunan
Indonesia Timur.
PERTANYAAN DAN JAWABAN
1. Bagaimana status legal dari Laut China Selatan serta konflik sengketa di
Laut China Selatan menurut hukum laut internasional?
JAWABAN: menurut hukum internasional Laut China Selatan itu semi-enclosed,
dalam konteks tersebut diminta adanya kejasama antara pihak yang berbatasan.
Pihak-pihak yang berbatasan itu yang kita usahakan kerjasama selama ini. Jadi
dasar daripada kegiatan kita mengenai Laut China Selatan itu justru hukum laut.
Legal basisnya adalah pasal 121,122,123 hukum UNCLOS. Itulah pasal UNCLOS
yang dipakai untuk menghendaki pengelolaan kerjasama di dalam living
resources, pengelolaan lingkungan, dan pengelolaan marine scientific research.
Itu tiga area yang dipakai pasal-pasal tersebut. Itu yang kita usahakan. Kalau
territorial dispute tidak terlalu jelas di dalam hukum laut, legal basis-nya harus
dispesifikasikan oleh pihak terkait. Kecuali kalau ada regional agreement. Tapi
Tiongkok selalu berpegang dengan pihak terkait itu saja, regional agreement tidak
ada. Jadi Tiongkok tidak suka meregionalisasikan soal Laut China Selatan. Lantas
xlvi
Filipina, Malaysia, Vietnam mau hal tersebut diregionalkan. Tiongkok hanya mau
bilateral saja.
2. Sebenarnya seperti apa perkembangan hukum laut internasional sehingga
klaim historis atau pendudukan aktif tidak dapat dijadikan dasar bagi
klaim oleh Tiongkok?
JAWABAN: klaim historis itu bisa dipakai, dan biasanya klaim historis seringkali
menjadikan basis. Tapi dimana klaim histors sudah tidak cocok lagi, maka
dilakukan pengembangan-pengembangan. Klaim historis Indonesia bahwa kita
mewarisi wilayah Hindia-Belanda. Wilayah Hindia-Belanda tersebut adalah
pulau-pulaunya beserta tiga mil dari pantai. Kita sudah tidak cocok lagi, kita
kembangkan ke wilayah kepulauan. Itu kita perjuangkan secara internasional dan
diakui oleh dunia internasional. Di Laut China Selatan banyak yang memiliki
klaim historis itu.Tiongkok,Vietnam, Filipina, tapi mereka tidak
memperjuangkannya untuk diakui oleh dunia internasional.
Itu perbedaannya dengan Indonesia. Kita memperjuangkan dan melegalisirnya
dengan memperjuangkan hak itu di dunia internasional dan diakui di dunia
internasional dengan hukum laut. Tidak mudah. Memakan waktu 25 tahun, sejak
Deklarasi Juanda 1957 sampai Konferensi Hukum Laut tahun 1982. Baru
kemudian berlaku tahun 1994, jadi ditambah 12 tahun lagi menjadi 37 tahun. Di
Laut China Selatan tidak ada perjuangan masing-masing untuk mengklaim atau
mendapatkan pengakuan pengesahan historic claim-nya itu. Jadi mereka
melakukan sendiri saja. Indonesia, saya, selama 37 tahun sudah berusaha agar
klaim-klaim tersebut tidak bertabrakan dengan mencoba mengembangkan
kerjasama di sekitar Laut China Selatan berdasarkan pasal UNCLOS. Yang
sesungguhnya saya sudah memulai sebelum UNCLOS selesai. UNCLOS baru
1982, sedangkan isu munculnya LCS sudah sejak tahun 70-an. Tapi benih-benih
isu sudah ada sebelum persiapan konferensi UNCLOS. Maka dari itu isu laut
semi-enclosed sudah masuk dalam pemikiran panitia persiapan konferensi.
xlvii
3. Mahkamah Arbitrase mendiskualifikasi hak historis Tiongkok pada Juli
2016. Apakah UNCLOS secara otomatis menjadi penyebab yang
membatasi Tiongkok untuk mendapatkan hak klaim historisnya?
JAWABAN: Tidak juga membatasi diri, malah mengembangkan diri dengan
UNCLOS itu. Misalnya mengapa terjadi pertengkaran-pertengkaran di LCS?
Karena tidak ada rules antar negara, kecuali PBB. Tapi tidak ada rules dan tidak
semua negara di LCS itu anggota PBB. Taiwan bukan anggota PBB. Jadi lantas
kita kembangkan bermacam-macam rules. Antara lain misalnya sejak declaration
yang kita kembangkan sejak 1991 dalam Deklarasi Bandung, baru kemudian
tahun 2002 muncul Declaration of the Code of Conduct (DOC). Jadi 11 tahun
kemudian baru muncul declaration, belum berbentuk code. DOC hanya semacam
pernyataan politik, belum pernyataan atau kesepakatan hukum. Lantas kita
kembangkan lagi DOC itu menjadi semacam code of conduct. Tiongkok tidak
setuju dengan code of conduct karena itu hukum. DOC bagi Tiongkok sudah
cukup. Tapi lambat laut Tiongkok akhirnya setuju. Sekarang sudah mulai
dikerjakan code of conduct itu. Baru ada kesepakatan tentang framework-nya tapi
belum ada teksnya. Saya kira masih memakan banyak waktu, cukup lama sampai
code of conduct itu muncul.
Malah Tiongkok mempersoalkan masalah DOC tahun 2002 karena kita
awalnya menganggap LCS itu persoalan antara Tiongkok dengan ASEAN. “Kita
tidak ada persoalan dengan ASEAN” kata Tiongkok. DOC adalah persoalan
Tiongkok dengan masing-masing negara terlibat, tidak dengan ASEAN karena
Tiongkok tidak mau meregionalkan sengketa LCS. Itulah perkembangannya
sampai hari ini. Jadi ada isu politik yang sedikit complicated. Isu hukum itu
berbeda dengan isu politik. Isu politik is what is possible and what is not possible.
Isu hukum is what is right and what is not right. Penerapannya berbeda. Kita
sudah berusaha mencoba membuat isu hukum itu, tapi tidak mudah. Saya
xlviii
menganggap DOC bisa di transformasi menjadi code of conduct. Itu tugas kita
kedepan untuk membuat DOC menjadi code of conduct.
Dalam paper saya menjelaskan tentang sepuluh langkah berikutnya, misalnya
agar Indonesia mengambil inisiatif untuk membawa negara-negara yang
bertengkar itu ke meja perundingan untuk berkonsultasi bagaimana
menyelesaikan masalah. Tapi Indonesia tidak mau. Saya sarankan kepada
ASEAN. Setiap saya sarankan kepada ketua-ketua ASEAN tidak ada yang mau.
Padahal Indonesia banyak sekali pengalaman-pengalaman di masa lalu. Tapi
kemudian tidak selalu bisa dilaksanakan dengan baik. Misalnya saat Indoesia
menjadi ketua ASEAN, saya sarankan, tidak juga mengambil inisiatif, begitu juga
Malaysia, Brunei, dan Myanmar. Harus bagaimana lagi kita memikirkan tahap-
tahap selanjutnya? Kalau kita baca LCS itu yang mengklaim hanya empat negara.
Yaitu Malaysia, Brunei, Vietnam, Filipina. Enam negara lain bukan pengklaim.
“apa kaitannya dengan Laos? Kamboja/ atau Myanmar yang jauh di Samudera
Hindia?” kata Tiongkok. Indonesia sudah declare sebagai non-claimant. Jadi
Indonesia bisa mengambil inisiatif mengajak keenam non-claimant ASEAN,
meyakinkan empat claimant agar bisa duduk bersama dengan dua pihak
pengklaim lain yaitu Tiongkok dan Taiwan. Tapi tidak ada yang mengambil
inisiatif.
Setiap kali saya bicara soal itu di Tiongkok dan Taiwan tidak ada yang
membantah. Tiongkok tidak membantah. Taiwan juga tidak membantah.
Diperlukan inisiatif dari enam negara lain. Agar keenam negara bertindak saya
sarankan kepada ketua ASEAN yang meng-encouraged, tidak bisa dilakukan
karena kartu ASEAN tidak berupa parties seperti Myanmar yang menjadi ketua
saat itu. Hal lain yaitu seperti developing some rule of engagement, yang penting
disini adalah poin 9 dan 10. Nomor 9. Negara-negara di sekitar LCS yang bukan
pengklaim disini jangan terlalu banyak ribut pula, seperti AS, sehingga seolah-
olah LCS itu adalah milik AS. Konsekuensinya dianggap oleh pihak lain,
khususnya Tiongkok, AS mencampuri to complicated the issue. Sebaliknya saya
sarankan pula di no.10, negara-negara yang lebih besar dalam kawasan di LCS
xlix
juga harus hati-hati supaya tidak dituduh sebagai memeras yang kecil-kecil. Saya
sampaikan disini, merasakan pengalaman Indonesia sendiri. Indonesia saat
konfrontasi dengan Malaysia dianggap karena merasa yang lebih besar sehingga
mem-bully yang kecil. Indonesia ditentang oleh Malaysia sehingga terjadi
keributan bertahun-tahun mengenai konfrontasi. Dalam LCS juga begitu,
Tiongkok sebagai negara yang besar jangan mem-bully negara yang kecil seperti
Vietnam, Malaysia, Brunei, Filipina. Bisa dikira mem-bully dan menimbulkan isu
yang tidak enak. Tapi banyak diantara saran-saran ini didengar namun belum
tentu diikuti. Mudah-mudahan saja akan diikuti.
Sekarang saya melihat ada kemajuan-kemajuan misalnya kerjasama yang kita
sarankan tetap jalan walaupun akhir-akhir ini ada yang tidak enak, seperti sidang
terakhir, misalnya tentang kerjasama kita yang sudah bertahun-tahun pada
pengembangan sciense dan teknologi di LCS , dalam training and education.
Selama ini Taiwan dan Tiongkok bekerjasama dengan membagi waktu. Misalnya
tahun ini di Taiwan, tahun berikutnya di Tiongkok, begitu seterusnya, dengan
partisipasi dari semua negara LCS yang hadir dalam workshop. Termasuk negara-
negara ASEAN yang bukan pengklaim LCS. Seperti Myanmar, Laos, Kamboja
dalam training and education itu. Dalam meeting yang terakhir di Borobudur
yang ke-27, Tiongkok memberikan pernyataan bahwa mungkin ia tidak akan lagi
melanjutkan joint program itu. Tapi ia sendiri yang akan melanjutkan program
itu. Kita tidak tahu bagaimana hasilnya, bisa kita tahu di tahun depan.
4. Jadi apakah dapat disimpulkan bahwa Tiongkok hanya memakai LCS
untuk kepentingannya sendiri?
JAWABAN: Semua yang melakukan begitu, kita juga menggunakan LCS untuk
kepentingan kita, dalam arti kita ingin menghindari potensi konflik. Sebab kalau
ada konflik di LCS kita akan kena. Ada teori dalam hubungan internasional “if
your neighbor house on fire, you will never feel save”. LCS bukan rumah kita tapi
rumah-rumah tetangga kita. Jadi dengan jalan demikian justru disitu saya
l
merasakan sangat concern saat terjadi konflik Tiongkok dengan Vietnam di tahun
1988 .
5. Negara-negara seperti India membuat joint statement dengan tujuan agar
Tiongkok berhenti melakukan kegiatan yang dapat mengancam kebebasan
pelayaran (freedom of navigation). Bagaimana sesungguhnya
aktivitasTiongkok dapat menyebabkan negara-negara beranggapan bahwa
Tiongkok mengancam kebebasan di LCS?
JAWABAN: Kalau menurut ucapan Tiongkok, ia mengatakan bahwa tidak akan
mengancam. Tapi ketika negara lain mengancam, Tiongkok akan membalas.
Terus terang saja, yang banyak bertindak adalah Amerika. Indonesia tidak pernah
mengancam. Kapan kapal perang Indonesia ke LCS? kapan kapal selam kita
pernah kesana? yang mengancam Amerika. Justru terjadinya ancaman di LCS ini
karena Amerika melakukan pengintaian terhadap angkatan laut Tiongkok di
Hainan dari udara. Pada saat pengintaian itu kapal Amerika diserbu oleh
Tiongkok, sehingga terjadi tabrakan. Bagaimana jika pasukan Tiongkok yang
mengintai San Fransisco?. Amerika yang mengintai pangkalan angkatan laut
Tiongkok. Yang terjadi akhir-akhir ini Amerika menaruh underwater devices di
dasar laut LCS. 50 mil utara dari Tiongkok. Untuk apa Amerika menaruh itu?
Tidak jelas. Bagi saya tentu saja tujuannnya untuk mengawasi kapal-kapal selam
Tiongkok jika keluar dari wilayah Tiongkok. Detecting devices itu diambil oleh
Tiongkok, diprotes oleh Amerika berdasarkan freedom of navigation,
dikembalikan lagi oleh Tiongkok kepada Amerika untuk membawa pulang
devices tersebut.
Jadi ada faktor-faktor bahwa pihak-pihak negara luar juga menimbulkan
rangsangan-rangsangan. Bisa anda bayangkan jika Tiongkok menaruh underwater
devices atau drone, alat yang bisa ditembakkan dari bawah laut. Andaikan 50 mi
laut di San Fransisco atau Los Angles, Amerika tidak akan bisa tidur. Malah
Amerika yang mula-mula mengajarkan doktrin dalam hukum laut Internasional
li
Air Defense Identification Zone (ADIZ). Kapal-kapal yang lewat dalam batas
250/200 mil dari pantai AS harus melapor. Waktu Tiongkok mau mengadakan
ADIZ di Laut China Timur dan Laut China Selatan, AS marah. Jadi kepentingan
asing kadang-kadang harus kita lihat apakah membantu proses menurunkan
ketegangan atau menambah ketegangan. Dalam pengamatan saya, ada yang
memicu ketegangan, walaupun maksudnya adalah untuk meredakan ketegangan.
„Jika kita melihat seseorang di depan rumah berdiri dengan parang, kita bisa
melihatnya apakah membantu mengamankan kita atau bisa mengancam kita.‟
Tergantung bagaimana kita melihat.
AS selalu berpegang pada freedom of navigation, terkadang saya bertentangan
juga dengan pihak AS, saya mengatakan “the concept of freedom navigation itu
sudah beratus-ratus tahun ada, hampir 400 tahun, sejak tahun 1608, justru freedom
navigation itu yang kita atur dalam hukum laut, mengapa? Karena bagi Indonesia
freedom navigation itu yang membawa kolonialisme ke dalam negara kami
selama 350 tahun.” Jika AS masih bicara tentang itu, sudah tidak terlalu cocok
lagi dengan Indonesia. Kita mau mengatur perairan kepulauan kita, kita mau
mengatur zona ekonomi kita, daerah laut dan dasar kita. Jika freedom navigation
masih ada Jepang masih akan menangkap ikan di Laut Banda sampai sekarang.
Tahun 1957 Jepang sudah tidak lagi melakukannya. Jika freedom navigation
masih ada Jepang akan menghabiskan Laut Banda itu. Sampai tahun 1952 Jepang
masih menangkap ikan tuna di sana. Justru itu yang kita bilang kita sudah
kerjakan dalam konferensi hukum laut tentang arti dari freedom navigation.
Begitulah situasi yang dibuat tidak enak. AS selalu mangatakan freedom
navigation pada setiap forum Asia. Saya sudah katakan pada pihak AS, bahwa
yang selama ini tidak meratifikasi hukum laut adalah AS, apakah AS
menghormati freedom navigation itu sendiri? Padahal AS tidak
menandatanganinya. Lain ucapan, lain perbuatan. Dalam konferensi di Sidney
misalnya saya menyampaikan “are US really democratic country? I understand
lot of people in US who supported the law of convention, who wants to ratified
the convention, only two senators who don’t like it because of seabed mining
lii
issues. We work so many years to formulate this kind of seabed mining issues. And
we had already international seabed area in Jamaica, why US still don’t ratified
the convention just because of two senators?”. Itu pendapat pribadi saya saat itu.
6. Selain kebebasan pelayaran, bagaimana dengan isu penyerangan yang
sering dialami Vietnam pada kapal survey dan nelayannya oleh Tiongkok
yang menjadi konflik antara keduanya? Menurut anda bagaimana sikap
Tiongkok dalam hal ini?
JAWABAN: Mereka harus tetap berunding, saya juga menyatakan dalam paper
saya untuk kalau perlu bantuan pihak ketiga. Itu adalah bilateral issue, maka perlu
diselesaikan. Ada bilateral issue yang sudah mereka selesaikan. Kita dorong saja
kedua pihak itu untuk menyelesaikannya. Seperti di Tonkin Bay, mereka sudah
sampai agreement perbatasan laut dan kerjasama mengenai perikanan juga disana.
Kalau dibicarakan kedua belah pihak secara langsung hasilnya akan memuaskan.
Pihak ketiga boleh dimintai bantuan. Seperti Indonesia yang sudah sampai
meminta bantuan hingga internasional dalam kasus Sipadan-Lingitan. Kalau tidak
mau maka tidak perlu, hanya berunding saja.
AS memerintahkan Filipina agar menuntut ke Mahkamah Arbitrase, penasihat
Filipina adalah AS, tentu disana menang. mereka menang, namun apakah
menyelesaikan masalah? Kita katakan jika masalah arbitrase atau pihak ketiga
bagus, memberikan kemenangan politik kepada Filipina, tapi tidak menyelesaikan
masalah. Saya sarankan pada pihak Filipina, apakah tidak bisa Filipina dan
Tiongkok menyelesaikan masalah pada daerah-daerah yang tidak terkait dengan
negara lain? Antara pulau-pulau di sebelah Utara misalnya, yang tidak ada
kaitannya dengan negara Asia yang lain. Di daerah-daerah yang komplikasi
misalnya bisa dibacarakan dengan mereka. Namun terkadang sulit. Filipina dan
Malaysia juga berbeda pandangannya dalam LCS. Mereka juga terdapat konflik
teritori antara Sabah dengan Palawan, tapi selama ini tidak selesai. Jadi
perundingan langsung terkadang lebih banyak membantu daripada
liii
menggantungkan diri dalam bantuan pihak luar. Hanya dalam kondisi kritis yang
tidak bisa apa-apa lagi, barangkali bantuan luar bisa membantu.
7. Apakah jika diselesaikan secara bilateral tidak akan merugikan bagi
negara yang lebih kecil dibandingkan Tiongkok, karena Tiongkok
dianggap dapat mengintimidasi dalam keputusan bilateral karena
ketergantungan negara kepada Tiongkok?
JAWABAN: Belum tentu, misalnya apakah masalah Indonesia dan Malaysia
merugikan Malaysia dalam sengketa Sipadan Lingitan? Malah Indonesia yang
merasa dirugikan. Itu adalah bagaimana perundingan itu dilakukan, jika negara
yang besar menggunakan kekuatannya mungkin bisa merugikan yang kecil. Itu
yang saya tegaskan dalam poin saya di no. 10. Negara yang besar dan kuat harus
hati-hati agar tidak dianggap mem-bully negara-negara smaller neigbour. Sebab
kalau di-bully tidak akan maju. Indonesia pernah dituduh mem-bully Malaysia
dalam konfrontasi. Kasusnya tidak maju, tapi setelah dianggap mencari damai dan
bagaimana baiknya baru ada kesepakatan. Padahal Indonesia punya banyak
territorial dispute dengan Malaysia di darat dan laut, sampai saat ini tidak selesai
tetapi bisa terus berunding. Waktu persoalan Sipadan-Lingitan dulu mau dibawa
ke Mahkamah Internasional saya kurang setuju, tapi Indonesia mau. Tiongkok
tidak mau seperti itu, paling tidak jika Tiongkok tidak mau ke Makamah, carilah
bantuan dengan siapa yang lebih bisa membantu. Terserah mereka melihat siapa
yang ditunjuk. Saya melihat Indonesia untuk mengambil inisiatif mengumpulkan
mereka.
8. Apakah tidak lebih baik jika persoalan LCS diselesaikan secara
multilateral? Karena efek isu LCS juga berdampak secara umum dan
meluas?
liv
JAWABAN: Tergantung pada situasi. Multilateral solution ada yang terkadang
berdampak positif selama pihak yang terkait menghormati pihak yang mengikuti.
Tapi multilateral initiatives bisa juga complicating the issue selama pihak yang
terkait merasa bahwa pihak yang berinisiatif tersebut membela satu pihak.
Misalnya dalam soal LCS. “should we invite US and Australia and Japan?” saya
harus berhati-hati karea saya mengundang pihak AS dan juga Australia dulu di
dalam lokakarya, saya pernah kerjasama dengan pihak Jepang berkali-kali. Tapi
kelamaan di dalam LCS, pihak luar yang ikut lebih banyak menjaga
kepentingannya daripada mencoba mencari penyelesaian. Jika itu yang terjadi,
maka akan kacau. Dalam situasi pertengkaran, harus dipikirkan juga dalam
memilih pihak yang menjadi penengah. Apakah ia orang yang berpihak? Apakah
ia mempunyai kepentingan? Jika ia punya kepentingan, apa kepentingannya?.
Seperti saya misalnya saya tidak percaya dengan AS sebagai penengah, karena
kepentingannya terlalu banyak di LCS. Dia boleh membela hak kepentingannya,
itu haknya. Tapi untuk menengahi konflik, ia pihak yang terlibat. Malah saya pikir
pada satu ketika Australia dan Jepang lebih baik daripada AS. Australia dan
Jepang juga ada kepentingan namun tidak terlalu banyak kepentingannya. Lantas
kemudian ketika kepentingan penengah itu tidak lagi berjalan, siapakah yang bisa
menjadi penengah? Menurut saya ketua ASEAN yang harus meng-encouraged
pihak terkait. Tapi rupaya ASEAN tidak bersemangat. Saya tidak mengatakan
Tiongkok menyetujui, hanya dia tidak ada reaksi, barangkali ia juga menunggu
inisiatif. Itulah sulitnya diplomasi, bagaimana kita melihat kepentingan orang lain,
mana yang lebih baik, mana yang tidak membahayakan. Itu faktor-faktor
diplomasi yang harus diperhatikan.
9. Demi mengukuhkan klaimnya, Tiongkok berseberangan dengan beberapa
negara-negara lain. Menurut anda apakah kepentingannya di LCS?
JAWABAN: Banyak. Salah satunya historis yang saya bantah berkali-kali.
Apakah itu historis freedom of the sea? atau kalau klaim Tiongkok itu merupakan
lv
historis of the sea. Saya pernah berguyon dengan pihak Tiongkok. “Ceng Ho dulu
pernah ke Cirebon dan Semarang dan mengawini ratu Cirebon, apakah Tiongkok
juga akan akan menuntut Cirebon dan Semarang sebagai bagian dari Tiongkok?”.
Jadi historis Tiongkok di LCS harus jelas apa yang yang menjadi klaim historis
itu. Berapa lama historis itu harus kita anggap sebagai hak? Apakah masa yang
dulu bisa kita anggap historis sebagai hak? Kalau di dalam UNESCO Convention
mengenai cultural heritage historis itu adalah 100 tahun. Jika belum memegang
wilayah selama 100 tahun maka baru dianggap memiliki hak historis. Tetapi
banyak kepentingan lain di LCS.