presus arifah

33
PRESENTASI KASUS EVALUASI PASIEN IKTERUS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Di RSUD Saras Husada Purworejo Pembimbing: dr. Danang, Sp.PD Disusun Oleh: Arifatul Unsiyanah NIM: 20070310025 SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN 1

Upload: arifatul-unsiyanah

Post on 07-Aug-2015

57 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Presus Arifah

PRESENTASI KASUS

EVALUASI PASIEN IKTERUS

Disusun Untuk Memenuhi

Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Di RSUD Saras Husada Purworejo

Pembimbing:

dr. Danang, Sp.PD

Disusun Oleh:

Arifatul Unsiyanah

NIM: 20070310025

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2012

1

Page 2: Presus Arifah

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

EVALUASI PASIEN IKTERUS

Telah disetujui pada

16 April 2012

Oleh:

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Saras Husada Purworejo

dr. Danang, Sp.PD

2

Page 3: Presus Arifah

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Definisi ikterus

Ikterus adalah perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya (membrane

mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat

konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Jaringan permukaan yang kaya elastin, seperti sclera

dan permukaan bawah lidah, biasanya menjadi kuning pertama kali. Ikterus yang ringan dapat

dilihat paling awal pada sclera mata, dan kalau ini terjadi konsentrasi bilirubin sudah berkisar

antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L). Jika ikterus sudah jelas, dapat dilihat dengan nyata maka

bilirubin mungkin sebenarnya sudah mencapai angka 7 mg%.

1.2 Metabolisme bilirubin

Tahapan metabolisme bilirubin berlangsung dalam 3 fase: prehepatik, intra hepatic dan

pasca hepatic. Penjelasan yang lebih detail menambahkan 2 fase lagi sehingga tahapan

metabolism bilirubin menjadi 5 fase, yaitu fase 1). Pembentukan bilirubin, 2) transport

plasma, 3). Liver uptake, 4). Konjugasi, dan 5). Ekskresi bilier.

Fase prehepatik

1) Pembentukan bilirubin.

Sekitar 250-350 mg bilirubin atau sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk

setiap harinya. 70-80% berasal dari pemecahan sel darah merah yang matang. Sedangkan

sisanya 20-30% (early labeled bilirubin) dating dari protein hem lainnya yang berada

terutama di dalam sumsum tulang dan hati. Sebagian dari protein hem dioecah menjadi

besi dan produk antara biliverdin dengan perantaraan enzim hemeoksidase. Enzim lain,

biliverdin reduktase, mengubah biliverdin menjadi bilirubin. Tahapan ini terjadi terutama

dalam sel system retikuloendotelial (mononuklir fagositosis). Peningkatan hemolisis sel

darah merah merupakan penyebab utama peningkatan pembentukan bilirubin.

Pembentukan early labeled bilirubin meningkat pada beberapa kelainan dengan

eritropoiesis yang tidak efektif namun secara klinis kurang penting.

2) Transport plasma.

Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin tak terkonjugasi ini

transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak dapat melalui membrane

glomerulus, karenanya tidak muncul dalam air seni. Ikatan melemah dalam beberapa

keadaan seperti asidosis, dan beberapa bahan seperti antibiotika tertentu, salisilat

berlomba pada tepat ikatan albumin.

3

Page 4: Presus Arifah

Fase intrahepatik.

3) Liver uptake.

Proses pengambilan bilirubin tak terkonjugasi oleh hati secara rinci dan

pentingnya protein pengikat seperti ligandin atau protein Y, belum jelas. Engambilan

bilirubin melalui transport yang aktif dan berjalan cepat, namun tidk termasuk

pengambilan albumin.

4) Konjugasi.

Bilirubin bebas yang terkonsentrasi di dalam sel hati mengalami konjugasi

dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukoronida atau bilirubin konjugasi atau

bilirubin direk. Reaksi ini yang dikatalisasi oleh enzim mikrosomal glukoronil transferase

menghasilkan bilirubin yang larut air. Dalam beberapa keadaan, reaksi ini hanya

menghasilkan bilirubin monoglukoronida, dengan bagian asam glukoronik kedua

ditambahkan dalam saluran empedu melali system enzim yang berbeda, namun reaksi ini

tidak dianggap fisiologik. Bilirubin konjugasi lainnya selain diglukoronid juga terbentuk

namun kegunaannya tidak jelas.

Fase pasca hepatic.

5) Ekskresi bilirubin.

Bilirubin konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya.

Anion organic lainnya atau obat dapat mempengaruhi proses yang kompleks ini. Di

dalam usus flora bakteri men-dekonjugasi dan mereduksi bilirubin menjadi

4

Page 5: Presus Arifah

sterkobilinogen. Dan mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi

warna coklat. Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam

jumlah kecil mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat mengeluarkan

diglukoronida tapi tidak bilirubin unkonjugasi. Hal ini menerangkan bahwa air seni yang

gelap yang khas pada gangguan hepatoselular atau kolestasis intrahepatik. Bilirubin tak

terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air namun larut dalam lemak. Karenanya bilirubin

tak terkonjugasi dapat melewati barier darah otak atau masuk ke dalam plasenta. Dalam

sel hati, bilirubin tak terkonjugasi mengalami proses konjugasi engan gula melalui enzim

glukoroniltransferase dan larut dalam empedu cair.

1.3 Penyakit gangguan metabolism bilirubin

1) Hiperbilirubinemia tak terkonjugasi

i. Peningkatan produksi bilirubin

Hemolisis

Peningkatan jumlah hemoglobin yang dilepas dari sel darah merah yang sudah

tua atau yang mengalami hemolisis akan meningkatkan produksi bilirubin.

Penghancuran eritrosit yang menimbulkan hiperbilirubinemia paling sering akibat

hemolisis intravaskular (kelainan autoimun, mikroangiopati atau

hemoglobinopati) atau akibat resorbsi hematom yang besar. Ikterus yang timbul

sering disebut ikterus hemolitik.

Konjugasi dan transfer bilirubin berlangsung normal, tetapi suplai bilirubin tak

terkonjugasi/indirek melampaui kemampuan sel hati. Akibatnya bilirubin indirek

meningkat dalam darah. Karena bilirubin indirek tidak larut dalam air maka tidak

dapat diekskresikan ke dalam urine dan tidak terjadi bilirubinuria. Tetapi

pembentukkan urobilinogen meningkat yang mengakibatkan peningkatan ekskresi

dalam urine (warna gelap). Beberapa penyebab ikterus hemolitik : hemoglobin

abnormal (anemia sel sickle), kelainan eritrosit (sferositosis heriditer), antibodi

serum (Rhesus Inkompatibilitas transfusi) dan malaria tropika berat.

Ineffective erithropoiesis

Selama pematangan eritroid, hemoglobin dalam jumlah yang kecil mungkin

hilang ketika nuclear extraction, dan beberapa fraksi sel eritroid dihancurkan

dalam sumsum tulang. Proses tersebut normalnya dalam jumlah yang kecil dari

bilirubin yang dihasilkan. Pada beberapa gangguan, termasuk thalasemia mayor,

5

Page 6: Presus Arifah

anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat atau vitamin B12, porofiria

congenital eritropoiesis, keracunan, dan beberapa diseritropoietik anemia dapatan

dan bawaan, produksi total fraksi bilirubin yang dihasilkan dari ineffective

erithropoiesis meningkat, mencapai 70% dari total. Hal ini memungkinkan

hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dalam jumlah sedang.

Lain-lain

Degradasi hemoglobin dari penimbunan eritrosit ekstravaskular, seperti infark

jaringan yang massif atau hematoma yang luas mungkin menyebabkan hiperbilirubinemia

tak terkonjugasi.

ii. Penurunan clearance bilirubin hepatic

Penurunan uptake hepatal

Penurunan uptake bilirubin dipercaya menyebabkan hiperbilirubinemia pada

gilbert’s syndrome (GS), meskipun dasar molekularnya belum jelas. Beberapa

obat, termasuk asam flavaspidic, novobiosin, dan beberapa agen kontras

cholecystografi dilaporkan menghambat uptake bilirubin.

iii. Kegagalan konjugasi

Physiologic neonatal jaundice

Bilirubin yang diproduksi fetus dibersihkan melalui plasenta dan dikeluarkan

melalui maternal liver. Segera setelah lahir, neonatal liver bertanggung jawab

dalam bilirubin clearance dan ekskresinya. Akan tetapi, beberapa proses fisiologi

hepar belum sepenuhnya berkembang ketika lahir. Level glucoronosil transferase

rendah, intestinal flara juga belum berkembang sehingga seringkali neonates

mengalami mild unconjugated hyperbilirubinemia antara hari ke 2 dan 5 setelah

lahir.

Defek konjugasi dapatan

Penurunan kapasitas konjugasi bulirubin dapat diamati pada hepatitis atau

sirosis. Beberapa obat, termasuk pregnanediol, novobiocin, kloramfenikol dan

gentamisin dapat menyebabkan hiperbilirubinemia tak terkonjugasi dengan

menghambat aktivitas glukoronosil transferase.

6

Page 7: Presus Arifah

iv. Defek herediter pada konjugasi bilirubin

Sindrom crigler najjar

Penyakit yang diturunkan dan jarang ini disebabkan oleh karena adanya

keadaan kekurangan glukoroniltransferase, dan terdapat dalam 2 bentuk. Pasien

dengan penyakit autosom resesif tipe 1 (lengkap=komplit) mempunyai

hiperbilirubinemia yang berat dan biasanya meninggal pada umur 1 tahun. Pasien

dengan penyakit autosom resesif tipe 2 (sebagian=parsial) mempunyai

hiperbilirubinemia yang kurang berat (<20 mg/dl,< 342 umol/L) dan biasanya

sampai dewasa tanpa kerusakan neurologic.

Sindrom gilbert.

Gangguan yang bermakna adalah hiperbilirubinemia indirek (tak

terkonjugasi), yang menjadi penting secara klinis, karena keadaan ini sering

disalah artikan sebagai penyakit hepatitis kronis. Penyakit ini menetap, sepanjang

hidup dan mengenai sejumlah 3-5% penduduk dan ditemukan pada kelompok

umur dewasa muda dengan keluhan tidak spesifik secara tidak sengaja. Beberapa

anggota keluarga sering terkena, tetapi bentuk genetika yang pasti belum dapat

dipastikan. Patogenesisnya belum dapat dipastikan.adanya gangguan/defek yang

kompleks dalam proses pengambilan bilirubin dari plasma yang berfluktuasi

antara 2-5 mg/dl (34-86 umol/L) yang cenderung naik dengan berpuasa dan

7

Page 8: Presus Arifah

keadaan stress lainnya. Keaktifan enzim glukoronil trasferase rendah, karenanya,

mungkin ada hubungan dengan sindrom crigler najjar tipe 2. Banyak pasien juga

memiliki masa hidup sel darah merah yang berkurang, namun demikian tidak

cukup untuk menjelaskan keadaan hiperbilirubinemia.

Sindron gilbert dapat dengan mudah dibedakan dengan hepatitis dengan tes

faal hati yang normal, tidak terdapatnya empedu dalam urin, dan fraksi bilirubin

indirek yang dominan. Hemolisis dibedakan dengan hepatitis dengan tidak

terdapatnya anemia atau retikulositosis. Histology hati normal, namun biopsy hati

tidak diperlukan untuk diagnosis. Pasien harus diyakinkan bahwa tidak ada

penyakit hati.

2) Hiperbilirubinemia konjugasi

i. Hiperbilirubinemia konjugasi non kolestasis

Sindrom dubin-johnson

Penyakit autosomal resesif ini ditandai dengan ikterus yang ringan dan tanpa

keluhan. Kerusakan dasar terjadinya gangguan ekskresi berbagai anion organic

seperti juga bilirubin, namun ekskresi garam empedu tidak terganggu. Berbeda

dengan sindrom gilbert hiperbilirubinemi yang terjadi adalah bilirubin konjugasi

dan empedu terdapat dalam urin.

Hati mengandung pigmen sebagai akibat bahan seperti melanin, namun

gambaran histology normal. Penyebab desposisi pigmen belum diketahui. Nilai

aminotransferase dan fosfatase alkali normal. Oleh karena sebab yang belum

diketahui gangguan yang khas ekskresi korpoporifirin urin dengan rasio reversal

isomer I; III menyertai keadaan ini.

Sindrom rotor

Penyakit yang jarang ini menyerupai sindrom dubin Johnson, tetapi hati tidak

mengalami pigentasi dan perbedaan metabolic lain yang nyata ditemukan.

ii. Hiperbilirubinemia konjugasi kolestasis

Kolestasis intrahepatik

Istilah kolestasis lebih disukai untuk pengertian ikterus obstruktif sebab

obstruksi yang bersifat mekanis tidak perlu selalu ada.aliran empedu dapat

terganggu pada tingkat mana saja dari mulai sel hati (kanalikulus), sampai ampula

vater. Untuk kepentingan klinis, membedakan penyebab sumbatan intrahepatik

atau ekstrahepatik sangat penting. Penyebeb paling sering kolestatik intrahepatik

8

Page 9: Presus Arifah

adalah hepatitis, keracunan obat, penyakit hati karena alcohol, dan penyakit

hepatitis autoimmune. Penyebab yang kurang sering adalah sirosis hati bilier

primer, kolestasis pada kehamilan, karsinoma metastatic, dan penyakit-penyakit

lain yang jarang.

Virus hepatitis, alcohol, keracunan obat (drug induced hepatitis) dan kelainan

autoimmune merupakan penyebab yang paling sering. Peradangan intrahepatik

mengganggu transport bilirubin konjugasi dan menyebabkan ikterus. Hepatitis A

merupakan penyakit self limited dan dimanifestasikan dengan adanya ikterus yang

timbul secara akut. Hepatitis B dan C akut sering tidak menimbulkan ikterus pada

tahap awal (akut), tetapi bias berjalan kronik dan menahun dan mengakibatkan

gejala hepatitis menahun atau bahkan sudah menjadi sirosis hati. Tidak jarang

penyakit hati menahun juga disertai gejala kuning, sehingga kadang-kadang

didiagnosis salah sebagai penyakit hepatitis akut.

Alcohol bias mempengaruhi gangguan pengambilan empedu dan sekresinya,

dan mengakibatkan kolestasis. Pemakaian alcohol secara terus menerus bias

menimbulkan perlemakan (steatosis), hepatitis dan sirosis dengan berbagai tingkat

ikterus. Perlemakan hati merupakan penemuan yang sering, biasanya dengan

manifestasi yang ringan tanpa ikterus, tetapi kadang-kadang bias menjurus ke

sirosis. Hepatitis karena alcohol biasaya member gejala ikterus, sering timbul akut

dan dengan keluhan dan gejala yang lebih berat. Jika ada nekrosis sel hati ditandai

dengan peningkatan transaminase yang tinggi.

Penyebab yang lebih jarang adalah hepatitis autoimun yang biasanya sering

mengenai kelompok muda terutama perempuan. Data terakhir menyebutkan juga

kelompok yang lebih tua bias dikenai. Dua penyakit autoimun yang berpengaruh

terhadap system bilier tanpa terlalu banyak menyebabkan reaksi hepatitis adalah

sirosi bilier primer dan kolangitis sklerosing. Sirosis bilier primer merupakan

penyakit hati bersifat progresif dan terutama mengenai perempuan paruh baya.

Gejala yang mencolok adalah rasa lelah dan gatal yang merupakan penemuan

awal, sedangkan kuning merupakan gejala yang timbul kemudian.

Kolangitis sklerosing primer (primary sclerosing sholangitis/PSG) merupakan

penyakit kolestatik lain, lebih sering dijumpai pada laki-laki, dan sekitar 70%

menderita panyakit peradangan usus. PSG bias menjurus ke kolangio-karsinoma

banyak obat mempunyai efek dalam kejadian ikterus kolestatik, seperti

9

Page 10: Presus Arifah

asetaminofen, penisilin, obat kontrasepsi oral, klorpromazin (torazin) dan steroid

estrogenic atau anabolic.

Kolestatik ekstrahepatik

Penyebab paling sering pada kolestasis ekstrahepatik adalah batu duktus

koledokus dan kanker pancreas. Penyebab lainnya yang relative lebih jarang

adalah striktur jinak (operasi terdahulu) pada duktus koledokus, pancreatitis atau

pseudocys pancreas, karsioma duktus koledokus dan kolangitis sklerosing.

Kolestasis mencerminkan kegagalan sekresi empedu. Mekanismenya sangat

kompleks, bahkan juga pada obstruksi mekanis empedu.

Efek patofisiologi mencerminkan efek backup konstituen empedu (yang

terpenting bilirubin, garam empedu, dan lipid) ke dalam sirkulasi sistemik dan

kegagalannya untuk masuk usus halus untuk ekskresi. Retensi bilirubin

menghasilkan camputan hiperbilirubinemia dengan kelebihan bilirubin konjugasi

masuk ke dalam urin. Tinja sering berwarna pucat karena lebih sedikit yang bias

mencapai saluran cerna usus halus. Peningkatan garam empedu dalam sirkulasi

selalu diperkirakan sebagai penyebab keluhan gatal (pruritus), walaupun

sebenarnya hubungannya belum jelas sehingga patogenesisnya gatal masih belum

bias diketahui dengan pasti.

Garam empedu dibutuhkan untuk penyerapan lemak, dan vitamin k, gangguan

ekskresi garam empedu dapat berakibat steatorrhea dan hipoprotrombinemia. Pada

keadaan kolestasis yang berlangsung lama (primary billiary cirrhosis), gangguan

penyerapan Ca dan vitamin D dan vitamin lain yang larut lemak dapat terjadi dan

dapat menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia. Retensi kolesterol dan

fosfolipid mengakibatkan hiperlipidemia, walaupun sintesis kolesterol di hati dan

esterifikasi yang berkurang dalam darah turut berperan; konsentrasi trigliserida

tidak terpengaruh. Lemak beredar dalam darah sebagai lipoprotein densitas rendah

yang unik dan abnormal yang disebut sebagai lipoprotein X.

10

Page 11: Presus Arifah

BAB II. LAPORAN KASUS

2.1 Identitas pasien

Nama pasien : Ny. J

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 68 tahun

Alamat : Dlisen Wetan RT/RW. 01/01 Pituruh Purworejo

Pekerjaan : -

Agama : Islam

Tanggal masuk RS : 21-02-2012

Tanggal keluar RS : 24-02-2012

2.2 Anamnesis

Keluhan Utama : kuning pada kulit dan mata.

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang dengan keluhan kuning pada mata dan kulit. Keluhan ini dirasakan sejak

sebulan yang lalu. Pasien juga mengeluh perut terasa sebah, nafsu makan menurun, berat

badan menurun sebulan terakhir. Pasien mengatakan BAK seperti teh pekat dengan volume

dan frekuensi yang normal, sedangkan BAB normal. Adanya demam dan nyeri perut

disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien mengatakan telah menjalani pengobatan hepatitis di puskesmas sebulan yang lalu.

Riwayat hipertensi dan diabetes melitus disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga yang menderita sakit serupa disangkal.

2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : tampak lemah

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit, isi dan tegangan cukup, teratur

Respiratory rate : 20 x/menit, reguler

11

Page 12: Presus Arifah

Suhu : 36,6 °C

Status Generalisata

Pemeriksaan Kepala

Kepala : Bentuk mesochepal, tidak ada deformitas

Wajah : Simetris, pigmentasi (-), tanda-tanda radang (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), hiperemis (-/-), pupil

isokor

Hidung : Deformitas (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-)

Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-)

Telinga : Discharge (-), nyeri tekan tragus (-), pendengaran normal

Pemeriksaan Leher

Kelenjar parotis tidak membesar, limfonodi cervikalis kanan dan kiri tidak membesar,

tidak ada peningkatan JVP.

Pemeriksaan Thoraks

Cor Inspeksi : ictus kordis tak terlihat

Palpasi : ictus kordis teraba

Perkusi : redup pada batas-batas jantung

Auskultasi : bunyi jantung S1 S2 reguler, bising jantung (-)

Pulmo Inspeksi : simetris, deformitas (-), sikatrik (-), spider nevi (-)

ketinggalan gerak (-), retraksi (-)

Palpasi : ketinggalan gerak (-), vokal fremitus kanan = kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Pemeriksaan Abdomen :

Inspeksi : tidak ada sikatrik, datar

Auskultasi : peristaltik (+)

Perkusi : redup di abdomen kanan atas, tympani (+), tidak ditemukan asites

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) kanan atas, hepar teraba 4 jari di bawah arcus

costa, tepi licin, lien tidak teraba

Pemeriksaan Ekstremitas

Akral hangat, CRT <2 detik, deformitas ( - ), edema (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang Darah Rutin

12

Page 13: Presus Arifah

AL: 11,53

HB: 11,2

AT: 485

Kimia Darah

Glukosa Darah Sewaktu : 121 (70-140 mg/dl)

Urea : 18 (10-50 mg/dl)

Creatinin : 0,64 (0,5-1,2 mg/dl)

Bilirubin total : 22,20 (0,1-1,1 mg/dl)

Bilirubin direk : 12,27 (0-0,25 mg/dl)

Bilirubin indirek : 9,93 (0,1-0,7 mg/dl)

Total protein : 5,7 (6,6-8,7 gr/dl)

Albumin : 3,6 (3,8-5,1 gr/dl)

Globulin : 2,1 (1,5-3 mg/dl)

GOT : 99 (0-31 U/L)

GPT : 42 (0-32 U/L)

HBsAg : negative

USG UPPER ABDOMEN:

Hepar : tampak pelebaran systema bilier intra hepatal

Tak tampak lesi hyperechoic

Sudut tumpul, tepi licin

VF : tak tervisualisasi

Pancreas : normoechoic, ukuran normal

Ren dextra et sinistra : normoechoic, SPC tidak melebar

Lien : normoechoic, ukuran normal

Kesan :Hepatomegali dengan pelebara systema bilier intra hepatal

Pancreas, lien, dan kedua ren normal

VF tak tervisualisasikan

2.5 Follow up 22 Februari 2012

S : badan kuning, perut terasa sebah, nafsu makan menurun, BAK coklat seperti teh, BAB normal.

O : KU: tampak lemas, Compos Mentis Vital sign:HR: 80 x/mRR: 20 x/mTD: 120/70 mmHgT: 36,5oC

13

Page 14: Presus Arifah

Darah Rutin

AL: 11,53

HB: 11,2

AT: 485

Kimia Darah

Glukosa Darah Sewaktu : 121 (70-140 mg/dl)

Urea : 18 (10-50 mg/dl)

Creatinin : 0,64 (0,5-1,2 mg/dl)

Bilirubin total : 22,20 (0,1-1,1 mg/dl)

Bilirubin direk : 12,27 (0-0,25 mg/dl)

Bilirubin indirek : 9,93 (0,1-0,7 mg/dl)

Total protein : 5,7 (6,6-8,7 gr/dl)

Albumin : 3,6 (3,8-5,1 gr/dl)

Globulin : 2,1 (1,5-3 mg/dl)

GOT : 99 (0-31 U/L)

GPT : 42 (0-32 U/L)

HBsAg : negative

A :IKTERUS, DD hepatitis, kolestasis

P :inj. Cefotaxim 3x1

Methioson 3 x 1

USG Abdomen

23 Februari 2012S : badan kuning, perut terasa sebah, nafsu makan mulai membaik, BAK

kuning, BAB normal.

O : KU: sedang, Compos Mentis

Vital sign:

HR: 78 x/m

RR: 20 x/m

TD: 120/80 mmHg

T: 36,7oC

USG UPPER ABDOMEN:

Hepar : tampak pelebaran systema bilier intra hepatal

Tak tampak lesi hyperechoic

Sudut tumpul, tepi licin

14

Page 15: Presus Arifah

VF : tak tervisualisasi

Pancreas : normoechoic, ukuran normal

Ren dextra et sinistra : normoechoic, SPC tidak melebar

Lien : normoechoic, ukuran normal

Kesan :Hepatomegali dengan pelebara systema bilier intra

hepatal

Pancreas, lien, dan kedua ren normal

VF tak tervisualisasikan

A : ikterus obstruktif

P : inj. Cefotaxim 3 x 1

Methioson 3 x 1

Saran rujuk

24 Februari 2012S : badan kuning, perut terasa membaik, nafsu makan mulai membaik, BAK

kuning jernih, BAB normal.

O : KU: sedang, Compos Mentis

Vital sign:

HR: 78 x/m

RR: 20 x/m

TD: 120/80 mmHg

T: 36,6oC

A : ikterus obstruktif

P : inj.cefotaxim 3 x 1

Methioson 3 x 1

15

Page 16: Presus Arifah

BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Pembahasan

Ny. J, 68 tahun datang dengan keluhan kuning pada kulit dan mata. Keluhan ini

dirasakan sejak sebulan yang lalu. Pasien juga mengeluh perut terasa sebah, nafsu makan

menurun, berat badan menurun sebulan terakhir. Pasien mengatakan BAK seperti teh pekat

dengan volume dan frekuensi yang normal, sedangkan BAB normal. Adanya demam dan

nyeri perut disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan telah menjalani pengobatan hepatitis di

puskesmas sebulan yang lalu. Riwayat hipertensi dan diabetes melitus disangkal.

Dilakukan pemeriksaan fisik:

Keadaan Umum : tampak lemah

Kesadaran : Compos Mentis

Vital Sign

Tekanan darah : 120/70 mmHg

Nadi : 80 x/menit, isi dan tegangan cukup, teratur

Respiratory rate : 20 x/menit, reguler

Suhu : 36,6 °C

Status Generalisata

Pemeriksaan Kepala

Kepala : Bentuk mesochepal, tidak ada deformitas

Wajah : Simetris, pigmentasi (-), tanda-tanda radang (-)

Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (+/+), hiperemis (-/-), pupil

isokor

Hidung : Deformitas (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-)

Mulut : Bibir kering (-), lidah kotor (-)

Telinga : Discharge (-), nyeri tekan tragus (-), pendengaran normal

Pemeriksaan Leher: Kelenjar parotis tidak membesar, limfonodi cervikalis kanan dan

kiri tidak membesar, tidak ada peningkatan JVP.

Pemeriksaan Thoraks

Cor : ictus kordis tak terlihat, ictus kordis teraba, redup pada batas-batas jantung,

bunyi jantung S1 S2 reguler, bising jantung (-)

Pulmo: simetris, deformitas (-), sikatrik (-), spider nevi (-), ketinggalan gerak (-),

retraksi (-), vokal fremitus kanan = kiri, sonor pada kedua lapang paru, suara

dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

16

Page 17: Presus Arifah

Pemeriksaan Abdomen : tidak ada sikatrik, datar, peristaltik (+), redup di abdomen

kanan atas, tympani (+), tidak ditemukan asites, supel, nyeri tekan (+) kanan atas,

hepar teraba 4 jari di bawah arcus costa, tepi licin, lien tidak teraba

Pemeriksaan Ekstremitas: Akral hangat, CRT <2 detik, deformitas ( - ), edema (-)

Pemeriksaan Penunjang

Darah Rutin

AL: 11,53

HB: 11,2

AT: 485

Kimia Darah

Glukosa Darah Sewaktu : 121 (70-140 mg/dl)

Urea : 18 (10-50 mg/dl)

Creatinin : 0,64 (0,5-1,2 mg/dl)

Bilirubin total : 22,20 (0,1-1,1 mg/dl)

Bilirubin direk : 12,27 (0-0,25 mg/dl)

Bilirubin indirek : 9,93 (0,1-0,7 mg/dl)

Total protein : 5,7 (6,6-8,7 gr/dl)

Albumin : 3,6 (3,8-5,1 gr/dl)

Globulin : 2,1 (1,5-3 mg/dl)

GOT : 99 (0-31 U/L)

GPT : 42 (0-32 U/L)

HBsAg : negative

USG UPPER ABDOMEN:

Hepar : tampak pelebaran systema bilier intra hepatal

Tak tampak lesi hyperechoic

Sudut tumpul, tepi licin

VF : tak tervisualisasi

Pancreas : normoechoic, ukuran normal

Ren dextra et sinistra : normoechoic, SPC tidak melebar

Lien : normoechoic, ukuran normal

Kesan :Hepatomegali dengan pelebara systema bilier intra hepatal

Pancreas, lien, dan kedua ren normal

VF tak tervisualisasikan

17

Page 18: Presus Arifah

Ikterus merupakan perubahan warna kulit, sclera mata atau jaringan lainnya

(membrane mukosa) yang menjadi kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat

konsentrasinya dalam sirkulasi darah. Bilirubin dalam serum melambangkan keseimbangan

input dari produksi bilirubin dan hepatic/biliary removal dari pigmen tsb.

Skema di atas merupakan skema evaluasi pasien dengan gejala ikterik. Tahap awal

untuk mengevaluasi pasien dengan ikterus adalah menentukan:

1. Apakah hiperbilirubinemia predominan bilirubin konjugasi atau tak terkonjugasi?

2. Apakah tes biokimia hati abnormal?

Jika hanya bilirubin direk atau bilirubin indirek yang meningkat, maka differential

diagnosisnya:

18

Page 19: Presus Arifah

Jika terjadi kenaikan bilirubin serum dengan abnormalitas tes fungsi hati, maka dapat

dikategorikan lagi ke dalam dua kelompok, yaitu: proses hepatoselular primer dan intra atau

ekstra hepatic kolestasis.

Pemeriksaan penunjang lain yang diperlukan adalah

bilirubin direk dan bilirubin total

alanin aminotransferase (ALT/ SGPT). Enzim ini berada di dalam sel hati.

Aspartate aminotrasferase (AST/SGOT). Selain di hati, enzim ini ditemukan

di beberapa tempat lain di tubuh seperti jaringan dan otot.

Alkalin phosphatase (ALP), enzim tsb terkait dengan saluran empedu.

Albumin

Protrombin time test.

Enzim test (ALT, AST dan ALP) sangat membantu untuk membedakan proses

hepatoselular dan proses kolestasis. Pada hepatocellular prosess, terjadi umumnya terjadi

kenaikan aminotransferase dibandingkan dengan alkalin phosphatase. Sedangkan pada

kolestasis proses, terjadi kenaikan alkalin phosphatase dibandingkan dengan

aminotransferase.

Sebagai tambahan, semua pasien dengan ikterik harus melakukan pemeriksaan darah

tambahan, khususnya albumin level dan protrombin time untuk menilai fungsi hati. Nilai

albumin yang rendah menunjukkan sebuah proses kronik seperti sirosis atau kanker. Nilai

albumin yang normal menunjukkan proses akut seperti hepatitis virus akut atau

19

Page 20: Presus Arifah

choledocholelithiasis. Kenaikan protrombin time mengindikasikan defisiensi vitamin k

karena prolonged ikterik dan malabsorbsi vitamin k atau disfungsi hepatoselular.kegagalan

koreksi protrombin time dengan pemberian vitamin k secara parenteral menunjukkan adanya

severe hepatoselular injury.

Nilai bilirubin, enzim, albumin dan protrombin time mengindikasikan apakah pasien

memiliki gangguan hepatoselular atau kolestasis.

Hepatocelular condition

Penyakit hepatoselular yang dapat menyebabkan ikterik diantaranya:

Wilson’s disease ditemukan pada dewasa muda. Autoimmune hepatitis biasanya

ditemuka pada wanita muda hingga setenga baya tetapi dapat terjadi pula pada laki-

laki dan wanita pada usia berapapun. Hepatitis alcoholic dapat dibedakan dengan viral

dan hepatitis terkait toxin dengan pola daro aminotransferase. Pasien dengan

alcoholichepatitis memiliki AST:ALT kurang lebih 2:1, dengan AST jarang mencapai

300 U/L. pasien dengan hepatitis virus akut dan toxin related injury memiliki

aminotransferase lebih dari 500 U/L dengan ALT lebih dari atau sama dengan AST.

Peningkatan aminotransferasakadang-kadang dapat membantu dalam membedakan

hepatoselular atau kolestasis proses. Ketika ALT dan AST kurang dari 8 x normal

dapat ditemukan pada hepatoselular dan kolestasis disease, tetapi jika nilainya 25x

normal atau lebih tinggi, umumnya didapatkan pada hepatoselular akut. Pasien ikterik

karena sirosis memiliki nilai aminotransferase normal atau sedikit naik.

Cholestatis condition

Ketika pola dari liver test menunjukkan cholestasis disorder, langkah

selanjutnya yaitu membedakan intra atau extra hepatal kolestasis. Untuk

20

Page 21: Presus Arifah

membedakannya agak sulit. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan laborat kurang

membantu. Pemeriksaan lanjutan yang diperlukan yaitu USG. Tidak adanya diatasi

bilier menunjukkan intra hepatal kolestasis. Sedangkan adanya dilatasi bilier

menunjukkan ekstrahepatal kolestasis. Hasil negative palsu didapatkan pada sumbatan

parsial yang serig ditemukan pada pasien sclerosing cholangitis primer (PSC).

Meskipun USG dapat mengindikasikan adanya kolestasis ekstrahepatal, tetapi

jarang sekali dapat menunjukkan letak obstruksinya. Duktus biliaris komunis dstal

sulit sekali untuk dilihat karena tertutup bowel gas. Pemeriksaan lanjutan yang tepat

adalah computed tomography (CT) dan endoscopy retrograde

sholangiopancreatography (ERPC). CT SCAN lebih baik daripada USG untuk

mengidentifikasi caput pancreas dan untuk mengisentifikasi choledocholelithiasis

pada duktus biliaris komunis distal, ketika duktusnya tidak berdilatasi. ERPC

merupakan gold standart untuk mengidentifikasi choledocholilithiasis.

Pada pasien dengan intrahepatal cholestasis, diagnosis sering ditegakkan

dengan tes serologis dikombinasi dengan biopsy hepar perkutaneus. Penyebab

kolestasis intrahepatal:

21

Page 22: Presus Arifah

Pada pasien ini, dari anamnesis pasie mengeluhkan kulit dan mata yang

kuning sejak sebulan yang lalu, perut terasa sebah. Dari hasil pemeriksaan fisik

ditemukan ikterik pada seluruh badan, hepatomegali, dan tidak ditemukan asites. Dari

hasil pemeriksaan penunjang, ditemukan:

Bilirubin total : 22,20 (0,1-1,1 mg/dl)

Bilirubin direk : 12,27 (0-0,25 mg/dl)

Bilirubin indirek : 9,93 (0,1-0,7 mg/dl)

Total protein : 5,7 (6,6-8,7 gr/dl)

Albumin : 3,6 (3,8-5,1 gr/dl)

Globulin : 2,1 (1,5-3 mg/dl)

GOT : 99 (0-31 U/L)

GPT : 42 (0-32 U/L)

HBsAg : negative

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan alkaline phosphatase, sehingga

tidak bias dihitung perbandingan ALP dan aminotransferase. Hasil usg pasien ini

menunjukkan adanya hepatomegali dengan pelebaran systema bilier intra hepatal. Hal ini

menunjukkan bahwa penyebab ikterus pada pasien ini adalah kolestasis ekstrahepatal.

Untuk pemeriksaan lebih lanjut, diperlukan CT SCAN/ ERCP.

22

Page 23: Presus Arifah

3.2 Kesimpulan

Telah dilaporkan kasus kolestasis ekstrahepatal dengan penyebab yang belum diketahui.

Diperlukan pemeriksaan penunjang berupa SC SCAN atan ERCP untuk mengetahui lokasi

obstruksi.

23

Page 24: Presus Arifah

DAFTAR PUSTAKA

Lindseth, Glenda N. (2003). Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas. In Price, S., Wilson, L. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC

Pratt, D. S., Kaplan, M. M. (2005). Jaundice. In Kasper, D. L et al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine: 16th edition. Mc Graw Hill: Medical Publishing division

Pratt, D. S., Kaplan, M. M. (2005). Evaluation of Liver Function. In Kasper, D. L et al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine: 16th edition. Mc Graw Hill: Medical Publishing division

Wolkoff, Allan W. (2005). The Hyperbilirubinemias. In Kasper, D. L et al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine: 16th edition. Mc Graw Hill: Medical Publishing division

24