PENGARUH IKLIM TERHADAP MUSIM TANAM RUMPUT LAUT,Kappaphycus alvarezii DI TELUK GERUPUK
KABUPATEN LOMBOK TENGAH, NUSA TENGGARA BARAT
I Nyoman Radiarta*), Erlania*), dan Rusman**)
*) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan BudidayaJl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540
E-mail: [email protected]
**) Balai Budidaya LautPo Box I Sekotong Barat, Desa Gili Genting Sekotong Barat, Kabupaten Lombok Barat
(Naskah diterima: 26 Juni 2013; Disetujui publikasi: 4 September 2013)
ABSTRAK
Rumput laut merupakan komoditas unggulan perikanan budidaya di Indonesia.Pengembangan kawasan budidaya rumput laut dapat dipengaruhi oleh kondisilingkungan biofisik perairan dan kondisi iklim. Salah satu faktor pembatas dalambudidaya rumput laut adalah musim tanam. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengkaji pola musim tanam rumput laut yang dihubungkan dengan perubahan iklimyang terjadi di Teluk Gerupuk Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Dataprimer yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data keragaan budidaya rumputlaut dan pola musim tanam. Data sekunder diperoleh dari berbagai instansi terkaitmeliputi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, NOAA Center for Weather andClimate Prediction, dan Dinas Kelautan dan Perikanan. Data yang terkumpul dianalisisdan dibahas secara deskriptif yang disertai dengan gambar. Hasil dari penelitian inimenunjukkan bahwa produktivitas lahan pengembangan rumput laut sangatdipengaruhi oleh kondisi iklim. Adanya perubahan iklim baik nasional maupun global(El Niño dan La Niña) sangat memengaruhi pola musim tanam rumput laut di TelukGerupuk. Musim tanam produktif umumnya terjadi pada bulan di mana curah hujanrendah (musim kemarau) dan suhu udara juga rendah (24oC-27oC).
KATA KUNCI: perubahan iklim, musim tanam, rumput laut, Lombok Tengah
ABSTRACT: Impact of climate on seaweed, Kappaphycus alvarezii plantingperiods in Gerupuk Bay, Central Lombok Regency, West NusaTenggara. By: I Nyoman Radiarta, Erlania, and Rusman
Seaweed is an important aquaculture commodity in Indonesia. Seaweed cultivationcan be affected by environmental and climate conditions. One of the limiting factorsin seaweed cultivation is the planting/growing periods. The purpose of this study wasto examine seaweed planting/growing periods associated with climate change thatoccurred in Gerupuk Bay Central Lombok Regency, West Nusa Tenggara. Primarydata were used in this study including variability seaweed cultivation and plantingperiods. Secondary data were obtained from various agencies such as MeterologyClimatology and Geophysics Agency (BMKG), NOAA Center for Weather and ClimatePrediction, and Local Agency for Marine Affair and Fisheries. All data were then analyzedand discussed descriptively, in order to observe the connectivity among them relatedwith the climate condition. The results show that productivity of seaweed cultivationwas strongly influenced by climatic conditions. Climate change, both nationally and
Pengaruh iklim terhadap musim tanam rumput laut ..... (I Nyoman Radiarta)
453
globally (El Niño and La Niña) was influenced the seaweed planting/growing periods inGerupuk Bay. Productive planting/growing periods generally occurs in low rainfall(dry season) and also low temperature (24oC-27oC).
KEYWORDS: climate change, planting periods, seaweed, Central Lombok
PENDAHULUAN
Rumput laut merupakan komoditas ung-gulan perikanan budidaya di Indonesia. Mela-lui program minapolitan dan industrialisasiKementerian Kelautan dan Perikanan (KKP),komoditas ini merupakan satu dari empatkomoditas unggulan pengembangan per-ikanan budidaya di tahun 2012, ketiga ko-moditas lainnya adalah udang, ikan patin, danikan bandeng. Produksi rumput laut di Indone-sia menunjukkan peningkatan yang sangatsignifikan, yaitu dari sekitar 205 ribu ton ditahun 2000 menjadi sekitar 3,9 juta ton ditahun 2012 (FAO Fisheries and AquacultureDepartment, 2012). Upaya peningkatan pro-duksi tersebut terus dilakukan melalui iden-tifikasi kawasan potensial pengembangandi setiap kabupaten/provinsi. Selain konsepminapolitan dan industrialisasi, prinsip pem-bangunan ekonomi biru (blue economy) me-rupakan konsep pembangunan kelautan danperikanan yang belakangan ini menjadi per-hatian KKP. Melalui konsep ini diharapkandapat memperkuat ketahanan pangan danekonomi demi mencapai pertumbuhan yangberkelanjutan. Budidaya rumput laut dapatdijadikan sebagai aktivitas dalam penerapankonsep ekonomi biru karena: (1) Meng-integrasikan antara sosial, ekonomi, danlingkungan; (2) Pengembangannya berbasiskawasan; (3) Sistem produksi bersih efisienbebas pencemaran, tidak merusak lingkungan,dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat; serta(4) Berkelanjutan dengan cara menjaga ke-seimbangan antara pemanfaatan sumberdayaalam dan pelestarian lingkungan dan antaraproduksi dan konsumsi (Anonim, 2012a).
Pengembangan kawasan budidaya rum-put laut dapat dipengaruhi oleh kondisi ling-kungan biofisik perairan dan kondisi iklim.Kajian kelayakan lahan rumput laut yang telahbanyak dilakukan baik dianalisis secara manualataupun spasial (Radiarta et al., 2012), belumsepenuhnya dapat dijadikan jaminan ke-berhasilan budidaya rumput laut pada suatukawasan. Hal ini disebabkan kondisi perairanyang bersifat sangat dinamik, serta adanyapengaruh iklim yang belakangan ini sulit
untuk diprediksi (anomali iklim). Kegagalanpanen yang sering dialami oleh pembudidayarumput laut banyak disebabkan oleh pengaruhgelombang besar yang menghancurkan me-dia dan biota budidaya, serta adanya anomalidan iklim berupa curah hujan yang sangattinggi ataupun musim panas yang berkelan-jutan sehingga dapat berakibat pada muncul-nya penyakit (ice-ice) atau membusuknyarumput laut yang dibudidayakan (Santosa &Nugraha, 2008). Berdasarkan kondisi tersebut,menunjukkan bahwa iklim menjadi salah satufaktor yang sangat penting diperhatikan dalamkeberlanjutan usaha budidaya rumput laut.
Salah satu faktor pembatas dalam budi-daya rumput laut adalah musim tanam. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa respons per-tumbuhan rumput laut berbeda antar waktudan musim dalam setahun (Pratiwi & Ismail,2004; Pong-Masak et al., 2009; Rusman, 2012).Pendekatan budidaya berdasarkan perubahanmusim dan kondisi lingkungan perairan yangoptimal bagi pertumbuhan rumput laut, di-harapkan dapat menjadi acuan pengelolaandan pemanfaatan lahan budidaya laut bagipeningkatan produksi rumput laut secara op-timal dan produktif.
Kabupaten Lombok Tengah merupakansatu kabupaten kawasan pengembanganbudidaya rumput laut baik melalui programnasional minapolitan maupun PIJAR (sapi,jagung, dan rumput laut; program ProvinsiNusa Tenggara Barat). Dua kawasan pengem-bangan utama yang telah ditentukan adalahGerupuk dan Awang dengan total luasanpotensi lahan yang ada sebesar 475 ha(Anonim, 2011a). Kebutuhan data dan informasitentang karakteristik lahan pengembanganbudidaya rumput laut di dua lokasi tersebutsangat diperlukan guna mendukung pening-katan produksi yang maksimal. Kajian yangdapat dilakukan baik berupa kajian potensilahan yang memadukan antara kondisi bio-fisik perairan dan sosial kemasyarakatan, dankondisi iklim yang berpengaruh terhadaplingkungan perairan. Tujuan dari penelitian iniadalah untuk mengkaji pola musim tanamrumput laut yang dihubungkan dengan pe-
454
J. Ris. Akuakultur Vol. 8 No. 3 Tahun 2013: 453-464
rubahan iklim yang terjadi di Teluk GerupukKabupaten Lombok Tengah, Nusa TenggaraBarat. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikandata dasar bagi penentuan musim tanam rum-put laut, sehingga dapat membantu pembudi-daya untuk dapat memaksimalkan produksiberdasarkan musim tanam yang sesuai.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di Teluk GerupukKabupaten Lombok Tengah Provinsi NusaTenggara Barat. Secara geografis, TelukGerupuk terletak di pantai Selatan PulauLombok yang berhadapan langsung denganSamudera Hindia (Gambar 1). Luas perairanteluk sekitar 814 ha. Karakteristik perairan didalam teluk yang cukup terlindung dan relatifdangkal menjadikan perairan ini sangatberpotensi untuk pengembangan budidayarumput laut.
Data yang dikumpulkan dalam penelitianini meliputi data primer dan sekunder. Dataprimer berupa keragaan budidaya rumputlaut dan pola musim tanam telah dikumpulkanpada bulan Oktober 2012. Data ini diperolehdengan metode survai cepat melalui wawan-cara dengan responden dan pengisian kuisi-
oner. Responden ditentukan berdasarkanpemilihan secara sengaja (purposive samp-ling; Tangco, 2007) terhadap kelompok aktifyang melakukan budidaya rumput laut diTeluk Gerupuk.
Data sekunder yang dikumpulkan dalampenelitian ini meliputi: (1) Data musim tanamrumput laut tahun 2007-2011; (2) Data iklim(suhu udara, kecepatan angin, dan curahhujan) yang diperoleh dari Badan MeteorologiKlimatologi dan Geofisika (BMKG) stasiunpengamatan Selaparang (data tahun 2005-2007) dan stasiun pengamatan BandaraInternasional Lombok, Lombok Tengah (datatahun 2008-2012); (3) Data nilai indeks yangmenunjukkan kejadian El Niño dan La Niña(Oceanic Niño Index/ONI) yang diperoleh dariNOAA Climate Prediction Center website(http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/analysis_monitoring/ensostuff/ensoyears.shtml); dan (4) Laporan dan masterplanpengembangan wilayah dari Dinas Kelautandan Perikanan.
Data yang dikumpulkan kemudian diana-lisis dengan melihat hubungannya dan di-bahas secara deskriptif yang disertai dengangambar.
Gambar 1. Lokasi penelitian di Teluk Gerupuk Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara BaratFigure 1. The study area in Gerupuk Bay Central Lombok Regency, West Nusa Tenggara
8o54’S
116o22’E 116o23’E116o21’E
8o55’S
8o54’S
8o55’S
Pengaruh iklim terhadap musim tanam rumput laut ..... (I Nyoman Radiarta)
455
HASIL DAN BAHASAN
Pengembangan Rumput Laut di LombokTengah
Melalui program PIJAR, Provinsi NusaTenggara Barat telah menetapkan tiga ko-moditas unggulan yaitu: sapi, jagung, danrumput laut (Anonim, 2011a). Program inidiharapkan sebagai terobosan untuk dapatmempercepat penanggulangan kemiskinan,memperkuat ketahanan pangan sekaligusmendorong ketersediaan bahan baku untuktumbuh dan berkembangnya industri olahan.Implementasi program PIJAR khususnya untukkomoditas rumput laut telah disesuaikandengan program nasional dari KementerianKelautan dan Perikanan (KKP) yaitu minapolitandan industrialisasi. Sesuai dengan KeputusanMenteri Kelautan dan Perikanan No.: KEP.39/MEN/2011 telah menetapkan lima kabupatendi Provinsi Nusa Tenggara Barat sebagaikawasan minapolitan perikanan budidayakhususnya untuk pengembangan komoditasrumput laut yaitu: Lombok Barat, LombokTengah, Sumbawa Barat, Sumbawa, dan Bima.
Untuk mendukung program PIJAR danKKP, Kabupaten Lombok Tengah berdasarkanSurat Keputusan Bupati Lombok TengahNomor 1 Tahun 2011 tanggal 3 Januari 2011dan Surat Keputusan Bupati Nomor 417 Tahun2011 tanggal 27 Oktober 2011 tentangpembentukan kelompok kerja minapolitanKabupaten Lombok Tengah, telah menetapkan
kawasan minapolitan di Gerupuk dan Awangsebagai sektor unggulan perikanan danindustri (Anonim, 2011b). Kedua kawasantersebut memiliki total luasan mencapai 475ha, di mana pada tahun 2011 tingkat peman-faatan lahannya baru mencapai 424,63 ha(Anonim, 2011a). Saat ini kegiatan pengem-bangan budidaya rumput laut telah berjalandi kedua kawasan prioritas tersebut. Rumputlaut yang banyak dibudidayakan adalah jenisKappaphycus alvarezii. Rumput laut jenis inibanyak dikembangkan karena pertumbuhan-nya cepat, lahan pengembangannya yangmemenuhi syarat masih luas, mempunyaipotensi pasar yang besar, teknologinya sangatsederhana, dan dapat menyerap tenaga kerja.
Teluk Gerupuk merupakan kawasan poten-sial pengembangan rumput laut di KabupatenLombok Tengah. Dengan luasan teluk yangtidak terlalu besar (834 ha), teluk ini telahdimanfaatkan untuk berbagai aktivitas diantaranya perikanan budidaya (ikan, lobster,dan rumput laut), perikanan tangkap, danpariwisata (surfing). Hasil analisis pemanfaatanlahan menunjukkan bahwa luasan kawasanteluk yang dapat dimanfaatkan untuk budi-daya rumput laut mencapai 322 ha (Radiarta &Rasidi, 2012). Produksi rumput laut dari ka-wasan ini menunjukkan fluktuasi yang cukupnyata (Gambar 2). Pada tahun 2009, produksirumput laut kering mencapai 13.300 ton.Produksi tersebut terus mengalami penurunantahun 2010 dan 2011 yaitu 10.228,51 ton dan8.266,99 ton (Anonim, 2011a). Fluktuasi pro-
Gambar 2. Produksi rumput laut tahun 2009-2011 di kawasan mina-politan Gerupuk, Awang, dan Kabupaten Lombok Tengah
Figure 2. Seaweed production from 2009-2011 in minapolitan areaof Gerupuk, Awang, and Central Lombok Regency
Tahun (Years)
Prod
uksi
(1.0
00 t
on)
Pro
duc
tion
(1
,00
0 t
ons)
2009
30
2010 2011
25
20
15
10
5
0
GerupukAwangLombok Tengah
456
J. Ris. Akuakultur Vol. 8 No. 3 Tahun 2013: 453-464
duksi tersebut dapat disebabkan karena ber-bagai hal di antaranya kondisi lingkunganperairan dan iklim yang sangat memengaruhipola musim tanam rumput laut (Pong-Masak etal., 2009; Parenrengi et al., 2011; Rusman,2012). Kondisi ini secara otomatis akan me-mengaruhi produktivitas lahan untuk men-dukung hasil yang maksimal.
Keragaan Budidaya Rumput Laut
Potensi pengembangan budidaya rumputlaut di Kabupaten Lombok Tengah mencapai1.200 ha yang tersebar di empat kecamatanyaitu: Kecamatan Pujut, Praya Barat, PrayaBarat Daya, dan Praya Timur (Anonim, 2011a).Dari keempat kecamatan tersebut, potensiterbesar dimiliki oleh Kecamatan Pujut, yangmeliputi wilayah Teluk Gerupuk. Jenis rumputlaut yang dibudidayakan di Teluk Gerupukadalah jenis K. alvarezii. Sesuai dengan ka-rakteristik lahan yang tersedia, pembudidayadi kawasan menggunakan metode rawai (longline) sebagai media budidaya dengan ukuransatu unitnya adalah 50 m x 50 m. Tabel 1menyajikan keragaan budidaya rumput laut diTeluk Gerupuk.
Dari keragaan budidaya rumput laut yangberkembang di Teluk Gerupuk umumnya telahsesuai dengan protokol (petunjuk teknis)budidaya rumput laut (Parenrengi et al., 2011;Anonim, 2012b; Pong-Masak et al., 2012), diantaranya: umur bibit yang digunakan sekitar25-30 hari, jarak antar titik berkisar antara 15-
25 cm, dan jarak antar tali ris sekitar 1-2 m.Budidaya rumput laut di Teluk Gerupukberkembang dengan baik karena didukungoleh kondisi lingkungan perairan yang sesuai(Radiarta & Rasidi, 2012), ketersediaan saranabudidaya, dan ketersediaan bibit sepanjangtahun. Di lokasi ini, bibit umumnya diperolehdari hasil budidaya sendiri dengan mengem-bangkan kawasan kebun bibit. Bibit yangdihasilkan dari lokasi ini selain digunakansendiri juga dipasarkan ke lokasi lainnya (PulauLombok dan Sumbawa). Dengan berkembang-nya usaha budidaya rumput laut di lokasi ini,para pembudidaya telah bergabung dalamkelompok pembudidaya. Adanya lembagateknis berupa Instalasi Balai Budidaya LautLombok, di Gerupuk Kecamatan Pujut yangsecara langsung ikut membina baik secarateknis maupun non-teknis kepada kelompokpembudidaya di kawasan ini. Dukungan teknisdilakukan melalui pelatihan kepada kelompokpembudidaya untuk dapat mensosialisasikanprotokol budidaya rumput laut yang baik danbenar, sehingga diharapkan dapat memaksi-malkan produksi yang dicapai. Sedangkandukungan non-teknis berupa sosialisasi in-formasi tentang pola/kalendar musim tanamyang berlaku di kawasan pengembangan.
Kondisi Iklim
Menurut Kartono et al. (2008), pertum-buhan biomassa rumput laut dipengaruhiantara lain oleh faktor iklim dan lingkunganperairan, di antaranya intensitas cahaya, suhu,
Tabel 1. Keragaan budidaya rumput laut di Teluk Gerupuk, Lombok TengahTable 1. Seaweed aquaculture variability in Gerupuk Bay, Central Lombok
Peubah Parameter
Satuan Units
Rawai Long line
Asal bibit Seed sources
- Kebun bibit Seed garden
Umur bibit (Seed age ) hari 25-30Bobot bibit per titik (Weight of seed ) g 90-500Jarak antar titik (Distance between points ) cm 15-25Jarak antar tali ris (Distance between rope ) m 1-2Kedalaman tali ris dari pemukaan Depth of rope from the surface
cm 0-15
Kedalaman lokasi budidaya Water depth in aquaculture area
m 15-20
Jarak lokasi ke pantai (Distance to the beach ) m 400-500
Pengaruh iklim terhadap musim tanam rumput laut ..... (I Nyoman Radiarta)
457
salinitas, dan gerak air. Pengaruh faktor iklimterhadap lingkungan perairan sangat eratkaitannya (Blenckner, 2005; Radiarta et al.,2011). Oleh karena itu, data iklim (klimatologi)perlu diperhatikan sejalan dengan kondisilingkungan perairan di lokasi penelitian.Keperluan akan pentingnya data iklim (klima-tologi dan meteorologi) juga telah dibahassecara komprehensif oleh Kapetsky (2000)terutama untuk aplikasinya bagi pengem-bangan budidaya ikan air tawar.
Data klimatologi yang dikumpulkan selamadelapan tahun (2005-2012) menunjukkan fluk-tuasi suhu udara, curah hujan, dan kecepatanangin yang cukup berbeda di setiap tahunnya(Gambar 3). Suhu udara selama tahun 2005-
2012 menunjukkan tren yang relatif sama tiaptahunnya. Namun ada indikasi penurunansuhu pada tahun 2012, terutama pada bulanJuli-Agustus (Gambar 3a). Suhu terendah ter-jadi pada bulan Juli 2012, sedangkan suhutertinggi terjadi pada Bulan Desember 2006.Kecenderungan terjadinya penurunan suhuudara (suhu udara minimum) terjadi sekitarbulan Juni-Agustus setiap tahun pengamatan.
Curah hujan selama periode 2005-2012dapat dilihat pada Gambar 3b. Jika diperhati-kan curah hujan selama periode tersebutterjadi fluktuasi yang sangat berbeda tiaptahunnya. Pada akhir tahun 2010 dapat di-ketahui curah hujan tertinggi dibandingkandengan tahun sebelum atau sesudahnya. Dari
Gambar 3. Data bulanan klimatologi hasil pemantauan dari stasiun BMKG Selaparang dan BandaraInternasional Lombok tahun 2005-2012: (a) suhu udara, (b) curah hujan, dan (c)kecepatan angin
Figure 3. Monthly climatologi data obtained from Selaparang and Lombok International Air-port stations in 2005-2012: (a) air temperature (oC), (b) rain fall (mm), and (c) windspeed (knot)
Bulan (Months)
Suhu
uda
raA
ir t
emper
atu
re (
o C) 32
2005
A
B
C
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Cura
h hu
jan
Ra
in f
all (m
m)
Kece
pata
n an
gin
Win
d s
pee
d (
knot
)
30
28
26
24
22160
120
80
40
0
3025201510
50
458
J. Ris. Akuakultur Vol. 8 No. 3 Tahun 2013: 453-464
delapan tahun pengamatan, curah hujan yangtinggi umumnya terjadi pada bulan November-Maret. Sedangkan curah hujan yang rendahterjadi sekitar bulan Juni-Oktober setiap tahun-nya kecuali tahun 2010 (Gambar 3b). Pada saatcurah hujan minimum, suhu udara umumnyamenunjukkan nilai terendah (Gambar 3a, 3b).Kondisi ini sangat mendukung bagi aktivitasbudidaya rumput laut yang berkembang diTeluk Gerupuk. Rendahnya suhu udara ten-tunya akan berkorelasi terhadap rendahnyasuhu permukaan perairan. Suhu perairan yangideal untuk budidaya rumput laut adalahberkisar antara 28oC-30oC (Tiensongrusmee,1990; Mubaraket al., 1990). Sedangkanrendahnya curah hujan akan berpengaruhterhadap kestabilan salinitas perairan danmeminimalkan terjadinya serangan penyakitterhadap rumput laut.
Data kecepatan angin menjadi pentingkarena dapat memengaruhi kondisi gelombangperairan di lokasi penelitian. Teluk Gerupukyang posisinya menghadap langsung keSamudera Hindia, sangat dipengaruhi olehkondisi gelombang perairan. Kondisi gelom-bang ini tentunya akan sangat memengaruhiaktivitas budidaya rumput laut terutamaterhadap media budidaya yang dioperasikan.Kecepatan angin maksimal umumnya terjadipada awal tahun sekitar bulan Februari-April(Gambar 3c). Dalam kurun waktu delapan tahun(2005-2012), kecepatan angin maksimumterjadi pada awal tahun 2012. Pada bulan dimana kecepatan angin maksimum umumnyapembudidaya rumput laut tidak melakukanusaha budidaya secara maksimal, namun hanyabersifat mempertahankan bibit yang berlokasidi kawasan yang cukup terlindung. Denganmemperhatikan fluktuasi tiga parameterklimatologi ini, sangat memengaruhi pola/kalendar musim tanam yang berlaku di TelukGerupuk.
Kondisi Iklim Global (El Niño dan LaNiña)
Untuk melihat perubahan iklim yang ter-jadi, para ahli telah melakukan berbagai carauntuk mengkarakterisasi perubahan yangterjadi baik regional maupun global. Kondisiiklim secara global di perairan Indonesiaumumnya dikaitkan dengan fenomena El Niñodan La Niña. El Niño dan La Niña merupakansuatu kejadian perubahan iklim dunia yangtidak lazim jika dibandingkan dengan iklimnormal yang terjadi dalam kurun waktu ter-
tentu, yaitu suatu keadaan iklim berubah ataumenyimpang dalam jangka waktu pendekyang disebabkan oleh adanya gejala aIam yangtidak normal dengan ditandai oleh naiknyasuhu permukaan air laut di atas rata-rata (Thatjeet al., 2008). Kejadian El Niño berhubunganerat dengan tingkat kekeringan atau kurangnyacurah hujan yang terjadi. Sedangkan La Niñaberhubungan dengan tingginya curah hujanyang terjadi.
Satu pendekatan yang umum digunakanuntuk melihat anomali iklim adalah melalui zonaindeks. Oceanic Niño Index (ONI) merupakansatu zona indeks yang sangat populer diwilayah Pasifik tropis, yang dapat berdampakpada perubahan lingkungan perairan dandaratan. Pendekatan menggunakan zona in-deks ini secara umum sangat bermanfaat untukmelihat dampak perubahan iklim terhadapperubahan lingkungan. Hal ini disebabkanindeks ini mengintegrasikan berbagai variabeliklim (misalnya suhu, curah hujan, dan tutupanawan) dan memungkinkan melihat variasinyasecara tahunan untuk iklim regional. Ber-dasarkan ONI tahun 1995-2012 menunjukkanbahwa fenomena El Niño yang paling ekstrimterjadi pada tahun 1997-1998, dengan nilaiONI lebih dari 2 (Gambar 4; http://www.cpc.n c e p . n o a a .g o v / p ro d u c t s/ a n a l ys i s _monitoring/ensostuff/ensoyears.shtml).Indikasi adanya fenomena El Niño dan La Niñaditunjukkan dari nilai ONI. Jika Nilai ONImelebihi 0,5 berarti terjadi El Niño, dansebaliknya jika nilai ONI lebih kecil dari -0,5berarti terjadi La Niña (ditunjukkan dengangaris putus-putus pada Gambar 4). Dalambidang perikanan, dampak dari El Niño dan LaNiña ini sudah sangat dirasakan terutamaberhubungan dengan tingkat kesuburanperairan (Susanto & Marra, 2005) dan polamigrasi ikan (Anda-Montañez et al., 2004).Untuk perikanan budidaya, Baba et al. (2009)melakukan kajian pada budidaya scallop danmenemukan bahwa terjadinya El Niño dapatmemengaruhi rendahnya kelimpahan spatyang tersedia, sedangkan La Niña menunjuk-kan pengaruh yang sangat signifikan terhadapreproduksi dan pertumbuhan dari scallop.
Kondisi iklim global ini sangat berhubunganerat dengan kondisi iklim lokal di Indonesia.Dari Gambar 3 dan 4 dapat dilihat bahwa ke-jadian La Niña dengan kategori medium padatahun 2010-2011 berimplikasi pada tingginyacurah hujan yang terjadi di Kabupaten LombokTengah. Kondisi El Niño (kering/kemarau) dan
Pengaruh iklim terhadap musim tanam rumput laut ..... (I Nyoman Radiarta)
459
La Niña (curah hujan tinggi) menjadi perhatiantersendiri pada saat penyusunan kalendarmusim tanam budidaya rumput laut (Pong-Masak et al., 2009; Rusman, 2012). Keduafenomena ini secara nyata telah memengaruhidan menurunkan produktivitas lahan budidayarumput laut.
Pola Musim Tanam Rumput Laut
Pola (kalendar) musim tanam rumput lautdapat dipengaruhi oleh kondisi lingkunganperairan dan kondisi iklim (klimatologi danmeteorologi). Kondisi iklim yang paling di-perhatikan dalam penyusunan kalendar musimtanam rumput laut adalah musim panas danpenghujan. Intensitas curah hujan yang sangattinggi akan memengaruhi kondisi salinitasperairan berupa turunnya nilai salinitas yangsesuai untuk budidaya rumput laut. Rumputlaut jenis K. alvarezii merupakan rumput lautyang tidak tahan terhadap kisaran salinitasyang lebar. Salinitas yang sesuai untuk per-tumbuhannya adalah 28-35 ppt, namunpertumbuhan optimal dicapai pada salinitas32-35 ppt (Sudradjat, 2009; Parenrengi etal., 2011). Menurut Dawes (1976), perubahansalinitas yang lebih rendah berpengaruhterhadap proses osmoregulasi pada rumputlaut. Pada saat salinitas perairan rendah ter-jadi proses penyerapan air oleh rumput lautlebih banyak, akibatnya kondisi rumput lautmenjadi rapuh dan secara perlahan akanrontok. Kondisi seperti ini sering terjadi padawaktu musim penghujan. Rendahnya salinitas
perairan (kurang dari 20 ppt) juga dapat me-micu terjadinya peyakit ice-ice. Sebaliknyamusim panas yang berkepanjangan yangmengakibatkan suhu air laut meningkatmencapai sekitar 33oC-35oC yang disertaidengan kondisi arus dan kecerahan yangkurang mendukung dapat juga menyebabkantimbulnya penyakit ice-ice atu dikenal jugadengan nama white spot (Pong-Masak et al.,2009; Parenrengi et al., 2011). Penyakit inimerupakan kendala utama yang dapat menye-babkan kegagalan panen budidaya rumputlaut. Ice-ice merupakan penyakit dengantingkat infeksi cukup tinggi di negara Asiapenghasil Eucheuma (Santosa & Nugraha,2008).
Hasil penelitian menunjukkan musim tanamrumput laut jenis K. alvarezii di Teluk Gerupukcukup berfluktuatif pada kurun waktu enamtahun terakhir (Tabel 2). Pada tahun 2007musim tanam yang produktif mulai bulan April-Oktober. Sedangkan musim tanam yang kurangproduktif di bulan Januari, November, danDesember. Tahun 2008 musim tanam yangproduktif mulai bulan Juni-Oktober. Sedangkanmusim tanam yang kurang produktif padabulan Januari-April dan Desember. Pola musimtanam yang terjadi tahun 2007 dan 2008menunjukkan bulan musim produktif yangserupa, namun di tahun 2008 bulan produktifrelatif lebih singkat dibandingkan dengantahun 2007. Serangan penyakit (ice-ice danlumut) di tahun 2007 umumnya dijumpai padabulan Januari-Maret, Mei-Juni, dan November-
Gambar 4. Oceanic Niño Index (ONI) dari tahun 1995-2012 yang digunakan sebagai indikasifenomena El Niño dan La Niña
Figure 4. Oceanic Niño Index (ONI) from 1995-2012 that commonly used as indication forEl Niño and La Niña events
Tahun (Years)
Oce
an
ic N
iño I
nd
ex (
ONI
)
3.0
-2.0
2.0
1.0
0
-1.0La Niña
El Niño
460
J. Ris. Akuakultur Vol. 8 No. 3 Tahun 2013: 453-464
Desember. Kejadian serangan penyakit inilebih sering terjadi dibandingkan dengantahun 2008 (Tabel 2).
Pola musim tanam untuk tahun 2009 dan2010 juga berbeda dengan musim tanam duatahun sebelumnya. Musim tanam untuk duatahun ini menunjukkan pola yang serupa.Musim tanam produktif pada tahun 2009berkisar antara bulan Januari-Februari dan Sep-tember-Desember, sedangkan tahun 2010berkisar antara bulan Januari-Februari danNovember-Desember. Musim tanam yang ku-rang produktif pada tahun 2009 dan 2010terjadi pada kurun waktu yang bersamaanyaitu antara bulan Mei-Agustus. Seranganpenyakit terjadi lebih sering pada tahun 2009dibandingkan dengan tahun 2010 (Tabel 2).
Untuk tahun 2011 dan 2012, memiliki polamusim tanam yang serupa baik itu musimproduktif, musim tidak produktif, dan seranganpenyakit. Musim tanam produktif untuk tahun2011 terjadi pada kisaran bulan Juni-Oktober,sedangkan tahun 2012 berkisar antara bulan
Mei-Oktober. Tahun 2011, serangan penyakitlebih sering ditemui dibandingkan dengantahun 2012 (Tabel 2).
Perubahan musim tanam rumput laut di-lihat dari perubahan iklim di antaranya suhuudara, intensitas curah hujan, dan kecepatanangin di Teluk Gerupuk menunjukkan keter-kaitan yang jelas (Gambar 3 dan Tabel 2). Musimtanam produktif umumnya terjadi pada bulandi mana curah hujan rendah (musim kemarau)dan suhu udara juga rendah (24oC-27oC). Padaperiode bulan tersebut ditandai juga dengankondisi kecepatan angin yang minimum.Kondisi klimatologi ini sangat mendukunguntuk melakukan penanaman secara maksimalsehingga produksi rumput laut yang dihasilkandapat maksimal. Sebaliknya musim tidak pro-duktif umumnya terjadi pada saat curah hujantinggi dan angin kencang sehingga sangatmemengaruhi kondisi lingkungan perairan dankondisi gelombang (Gambar 3). Perubahankecepatan angin akan memengaruhi peru-bahan tinggi gelombang air laut terutama
Tabel 2. Musim tanam rumput laut di Teluk Grupuk Kabupaten Lombok TengahTable 2. Planting period for seaweed in Gerupuk Bay Central Lombok Regency
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
200720082009201020112012
200720082009201020112012
200720082009201020112012
Serangan penyakit Disease periods
Musim tanam Planting periods
Tahun Years
Bulan (Months)
Musim produktif Productive periods
Musim tidak produktif Non-productive periods
Pengaruh iklim terhadap musim tanam rumput laut ..... (I Nyoman Radiarta)
461
di Teluk Gerupuk yang berhadapan langsungdengan Samudera Hindia. Seperti terlihat padatahun 2012, musim tanam produktif terjadipada kisaran bulan Juni-September di manapada saat bulan tersebut kondisi curah hujandan kecepatan angin relatif kecil (Gambar 3dan Tabel 2). Sebagai pembanding, Rusman(2012) melakukan kajian musim tanam diPerairan Sekotong. Hasil kajian tersebutmenunjukkan bahwa musim produktif terjadipada bulan Juni-November. Sedangkan se-rangan penyakit (ice-ice) terjadi pada bulanMaret-Juni. Pada saat musim penghujan bulanNovember-Maret umumnya rumput laut tidakberproduksi. Pada saat bulan tersebut, pem-budidaya hanya mempertahankan rumput lautsebagai bibit.
Berdasarkan data klimatologi dan polamusim tanam yang ada di Teluk Gerupukmenunjukkan dengan jelas adanya dampakperubahan iklim terhadap musim tanam yangberlaku. Pemantauan selama enam tahun me-nunjukkan bahwa pola musim tanam ini tidaksama setiap tahunnya tergantung pada ka-rakteristik iklim yang dapat memengaruhikondisi perairan setempat. Secara umumperubahan pola musim tanam ini dapatmemengaruhi tingkat produktivitas lahanpengembangan (Gambar 2). Penerapan polamusim tanam yang baik akan menjadi bagiandari pemeliharaan lingkungan perairan, di manapada saat musim pertumbuhan rumput lautyang tidak menguntungkan maka sebaiknyapembudidaya rumput laut berhenti untukmenanam sehingga lingkungan dapat kembalipulih seperti keadaan semula. Hal ini dilakukanselain dapat meminimalkan kegagalan panenkarena iklim dan kejadian penyakit (Pratiwi &Ismail, 2004), juga berfungsi untuk menjagatingkat kesuburan perairan.
Perspektif Pengembangan Kedepan
Pemanfaatan data iklim (klimatologi danmeteorologi) untuk menduga secara cepatpola/kalendar musim tanam rumput laut me-rupakan suatu langkah strategis yang dapatditempuh guna dapat meningkatkan produk-tivitas lahan, serta meminimalkan terjadinyakegagalan panen yang dapat disebabkankarena kondisi iklim dan lingkungan yang tidakmendukung. Penyusunan pola musim tanamrumput laut umumnya memperhatikan be-berapa masalah atau parameter meliputi:musim puncak (produktif), musim rusak, musimsurvival, serangan ice-ice, serangan epifit dan
lumut, musim hujan, dan musim kemarau. Untukmemperoleh semua data dan informasi ter-sebut harus dilakukan kajian yang sangatdetail sehingga masalah dan parametertersebut dapat diidentifikasi dengan jelas.Untuk memberikan gambaran umum tentangpola musim tanam rumput laut, data iklim da-pat dimanfaatkan. Melalui data iklim tersebut,musim produktif dapat diidentifikasi denganmudah berdasarkan musim kemarau dan musimpenghujan. Contoh aplikasi pola musim tanamdengan memanfaatkan data iklim/cuaca terkiniadalah dalam bidang pertanian (Hidayati &Chrisendo, 2010; Widayati, 2012). Kalendertanam untuk padi ini telah pula disosialisasikanmelalui website: www.katam.litbang.deptan.go.id, sehingga masyarakat umum dapatmengakses data dan informasi yang tersedia.Dengan adanya kalender musim tanam ini,pemerintah dapat mengumumkan kalendartanam dua bulan sebelum masa tanam, baikmasa tanam musim hujan maupun musimkemarau.
Dengan melihat sistem yang telah dibentukoleh pertanian, bukan suatu hal yang tidakmungkin, ke depan pola musim tanam rumputlaut yang disusun berdasarkan kondisi iklim/cuaca terkini juga dapat disusun baik spesifiklokasi suatu kawasan, regional, dan nasional.Untuk dapat membentuk sistem tersebut,tentunya harus didukung dengan penelitiandi beberapa lokasi pengembangan rumputlaut di Indonesia dan kerja sama antar instansidi antaranya Badan Meteorologi Klimatologidan Geofisika (BMKG) dan Balai PenelitianObservasi Laut (BPOL), Badan Penelitian danPengembangan Kelautan dan Perikanan. PeranBMKG adalah menyediakan kondisi iklim secarareal time, sedangkan BPOL dapat menyedia-kan data karakteristik kondisi perairan lautbaik melalui data lapangan maupun pende-katan citra satelit. Melalui kerja sama tersebutdiharapkan data yang tersedia dapat diman-faatkan untuk menyusun pola musim tanamyang akurat.
KESIMPULAN
Kondisi perubahan iklim sangat memenga-ruhi produktivitas lahan, di antaranya lahanpengembangan budidaya rumput laut di TelukGerupuk, Lombok Tengah. Hasil yang dipe-roleh dari penelitian ini dapat disimpulkanbahwa: Produktivitas lahan pengembanganrumput laut sangat dipengaruhi oleh kondisiiklim. Adanya perubahan iklim baik nasional
462
J. Ris. Akuakultur Vol. 8 No. 3 Tahun 2013: 453-464
maupun global (El Niño dan La Niña) sangatmemengaruhi pola musim tanam rumput lautdi Teluk Gerupuk. Musim tanam produktifumumnya terjadi pada bulan di mana curahhujan rendah (musim kemarau) dan suhu udarajuga rendah (24oC-27oC).
Belajar dari sistem kalender musim tanamproduk pertanian, pola musim tanam rumputlaut juga bisa disusun. Dukungan penelitiandan kerja sama antar instansi perlu dilakukanguna mencapai tujuan tersebut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepadaIdil Ardi dan Rasidi, tim survai pemanasan glo-bal Pusat Penelitian dan PengembanganPerikanan Budidaya yang telah membantukelancaran pengumpulan data. Penelitian inimerupakan bagian dari penelitian “dampakpemanasan global terhadap perikanan budi-daya” Pusat Penelitian dan PengembanganPerikanan Budidaya T.A. 2012.
DAFTAR ACUAN
Anda-Montañez, J.A.D., Amador-Buenrostro, A.,Martines-Anguilar, S., & Muhlia-Almazan, A.2004. Spatial analysis of yellowfin tuna(Thunus albacares) catch rate and its rela-tion to El Niño and La Niña events in theeastern tropical Pacific. Deep-Sea ResearchII, 51: 575-586.
Anonim. 2011a. Pijar. Evaluasi kegiatan pro-gram 2011 & rencana kinerja tahun 2012.Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat,71 hlm.
Anonim. 2011b. Rencana induk pengembangankawasan minapolitan Kabupaten LombokTengah. Pemerintah Kabupaten LombokTengah. Dinas Kelautan dan Perikanan, 144hlm.
Anonim. 2012a. Blue economy: Pembangunankelautan dan perikanan berkelanjutanuntuk kesejahteraan masyarakat (sustain-ability-social inclusiveness-innovative in-vestment). Kementerian Kelautan danPerikanan, 32 hlm.
Anonim. 2012b. Petunjuk teknis budidayarumput laut. Balai Budidaya Laut Lombok,Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,Kementerian Kelautan dan Perikanan,Jakarta, 31 hlm.
Baba, K., Sugawara, R., Nitta, H., Endou, K., &Miyazono, A. 2009. Relationship betweenspat density, food availability, and growth
of spawners in cultured Mizuhopectenyessoensis in Funka Bay: concurrence withENSO. Canadian Journal of Fisheries andAquactic Sciences, 12: 6-17.
Blenckner, T. 2005. A conceptual model of cli-mate-related effects on lake ecosystems.Hydrobioilogia, 533: 1-14.
Dawes, C.J. 1976. Marine Botany. University ofSouth Florida, 628 pp.
FAO Fisheries and Aquaculture Department.2012. Global aquaculture production(online query). http://www.fao.org/figis/servlet/TabSelector, diunduh tanggal 28Desember 2012.
Hidayati, R. & Chrisendo, D.N. 2010. Predictionof planting date and growing period usingsea surface temperature (SST) anomaliesin NINO 3.4 for Indramayu District. J.Agromet., 24(2): 1-8. Available online at:http://journal.ipb.ac.id/index.php/agromet.
Kapetsky, J.M., 2000. Present applications andfuture needs of meteorology and climatol-ogy data in inland fisheries and aquacul-ture. Agricultural and Forest Meteorology,103: 109-117.
Kartono, Izzati, M., Sutimin, & Insani, D. 2008.Analisis model dinamik pertumbuhanbiomassa rumput laut Gracillaria verrucosa.Jurnal Matematika, 11(1): 20-24.
Mubarak, H., Ilyas, S., Ismail, W., Wahyuni, I.S.,Hartati, S.H., Pratiwi, E., Jangkaru, Z., &Arifuddin, R. 1990. Petunjuk teknis budi-daya rumput laut. Badan Litbang Pertanian,Puslitbang Perikanan. IDRC, Infish. 93 hlm.
Parenrengi, A., Rachmansyah, & Suryati, E. 2011.Budidaya rumput laut penghasil karagi-nan (Karaginofit). Balai Riset PerikananBudidaya Air Payau, Badan Penelitian danPengembangan Kelautan dan Perikanan,Kementerian Kelautan dan Perikanan,Jakarta, 54 hlm.
Pratiwi, E. & Ismail, W. 2004. Perkembanganbudidaya rumput laut di Pulau Pari. WartaPenelitian Perikanan Indonesia, 10(2): 11-15.
Pong-Masak, P.R., Tjaronge, M., & Madeali, M.I.2009. Musim tanam rumput laut di perairanTonra Kabupaten Bone, pantai TimurSulawesi Selatan. Prosiding Forum InovasiTeknologi Akuakultur 2009. Pusat RisetPerikanan Budidaya, Badan Riset Kelautandan Perikanan, Jakarta, hlm. 413-421.
Pong Masak, P.R., Parenrengi, A., Tjaronge, M.,& Rusman. 2012. Protokol seleksi varietas
Pengaruh iklim terhadap musim tanam rumput laut ..... (I Nyoman Radiarta)
463
bibit unggul rumput laut. Balai Penelitiandan Pengembangan Budidaya Air Payau,Pusat Penelitian dan PengembanganPerikanan Budidaya, Badan Penelitian danPengembangan Kelautan dan Perikanan,Kementerian Kelautan dan Perikanan,Jakarta, 27 hlm.
Radiarta, I N. & Rasidi. 2012. Analisa spasialkondisi kualitas perairan untuk mendukungbudidaya rumput laut di Teluk GerupukKabupaten Lombok Tengah Provinsi NusaTenggara Barat. Prosiding Seminar Nasio-nal Perikanan Indonesia 2012. SekolahTinggi Perikanan Jakarta. (inpress).
Radiarta, I N., Saputra, A., & Albasri, H. 2012.Pemetaan kelayakan lahan budidaya rum-put laut (Kappaphycus alvarezii) di Kabu-paten Bintan Provinsi Kepulauan Riaudengan pendekatan sistem informasigeografis dan penginderaan jauh. J. Ris.Akuakultur, 7(1): 145-147.
Radiarta, I N., Kristanto, A. H., & Saputra, A. 2011.Kondisi meteorologi, klimatologi, danperikanan di kawasan Waduk Cirata, JawaBarat: Analisis awal kemungkinan dampakpemanasan global terhadap perikananbudidaya. J. Ris. Akuakultur, 6(3): 495-506.
Rusman. 2012. Kesesuaian musim tanam rumputlaut jenis kotoni (Kappaphycus alvarezii)di Perairan Sekotong, Lombok Barat, NusaTenggara Barat. Laporan hasil penelitian(tidak dipublikasi). 14 hlm.
Santosa, L. & Nugraha, Y.T. 2008. Pengendalianpenyakit ice-ice untuk meningkatkanproduksi rumput laut Indonesia. JurnalSaintek Perikanan, 3(2): 37-43.
Sudradjat, A. 2009. Budidaya 23 komoditas lautmenguntungkan. Cetakan ke 2. PenebarSwadaya. Jakarta, 172 hlm.
Susanto, R.D. & Marra, J. 2005. Effect of the1997/1998 El Nino on chlorophyll a vari-ability along the southern coasts of Javaand Sumatra. Oceanography, 18(4): 124-127.
Tangco, A.D.C. 2007. Purposive sampling as atool for informant selection. EthnobotanyResearch & Applications, 5:147-158.
Thatje, S., Heilmayer, O., & Laudien, J. 2008.Climate variability and El Nino SouthternOscillation: implication for natural coastalresources and management. Helgol. Mar.Res., 62 (suppl. 1): S5-S14.
Tiensongrusmee, B. 1990. Site selection forEucheuma spp. farming. UNDP/FAO Re-gional Seafarming Development and Dem-onstration Project (RAS/90/002). KasetsartUniversity Campus, Bangkok, Thailand.http://www.fao.org/docrep/field/003/AB738E/AB738E00.htm#TOC disadurtanggal 30 November 2010.
Widayati, S. 2012. Kalender tanam berbasisinformasi cuaca terkini. Majalah Sain Indo-nesia. PT Sarana Komunikasi Utama, edisi7 Juli 2012, hlm. 38-39.
464
J. Ris. Akuakultur Vol. 8 No. 3 Tahun 2013: 453-464