215
PENGARUH BELANJA LANGSUNG, BELANJA TIDAK LANGSUNG, INVESTASI, DAN TENAGA KERJA TERHADAP
PERTUMBUHAN EKONOMI DI WILAYAH EKS-KARESIDENAN SEMARANG PADA ERA OTONOMI DAERAH
DAN DESENTRALISASI FISKAL
INFLUENCE OF DIRECT SHOPPING, INDIRECT SHOPPING, INVESTMENT, AND LABOUR OF ECONOMIC GROWTH IN THE
EXTERNAL CREATURE OF SEMARANG IN REGIONAL AUTONOMIC AND FISCAL DESENTRALIZATION
Rudibdo, Hadi Sasana, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengeluaran langsung,
belanja tidak langsung, investasi non pemerintah dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan
ekonomi. Penelitian ini dilakukan di Kawasan Karesidenan Semarang, Provinsi Jawa Tengah
pada era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Data yang digunakan adalah data sekunder
time series selama periode 8 tahun (2008-2015).
Data dianalisis dengan menggunakan Software Eviews 8.1. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengeluaran langsung dan tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi. Sementara belanja tidak langsung dan investasi berpengaruh
negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Kata kunci: belanja langsung, belanja tidak langsung, tenaga kerja, investasi, pertumbuhan
ekonomi.
Abstract
This study aims to know and analyze direct expenditure, indirect spending, Non-
Government investment and labor to economic growth. This research was conducted in the area
of Ex-Residency of Semarang, Central Java Province in the era of regional autonomy and fiscal
decentralization. The data used is secondary data time series during the period of 8 years
(2008-2015).
Data is analyzed using Software Eviews 8.1. The results showed that direct expenditure
and labor had a positive and significant impact on economic growth. While indirect spending
and investment have negative and insignificant effect on economic growth.
Keywords: direct spending, indirect spending, labour, investment, economic growth.
216
PENDAHULUAN
Otonomi daerah efektif berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001, menurut Pujiati
(2008) penerapan otonomi daerah yang luas saat ini bertujuan untuk mengembangkan
seluruh potensi ekonomi yang ada, sehingga dapat memacu peningkatan aktivitas
perekonomian di daerah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan otonomi
daerah ini masyarakat bisa berpartisipasi dalam penyelenggaraan pembangunan melalui
kreativitas yang ditonjolkan dari potensi daerah (Nizar dkk,2013).
Upaya pemanfaatan sumber daya daerah otonom harus selalu berorientasi secara
intra-fromtier dan interfrontier, upaya meningkatkan kemakmuran daerah harus selalu
memperhatikan dampak negatif terhadap lingkungan daerahnya sendiri maupun daerah
otonom yang lainnya (Halim, 2003). Menurut Damanhuri dan Findi (2014) yang perlu
ditekankan dalam perekonomian adalah bagaimana mengaktifkan sektor riil yang
diharapkan memiliki peran langsung dalam pembangunan. Selain itu perlu mendorong
belanja yang efektif, investasi, dan tenaga kerja sehingga meningkatkan pertumbuhan
ekonomi.
Dalam upaya menumbukan perekonomian, setiap daerah harus senantiasa
menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang di tuju bukan
hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri tetapi juga investor asing
(Dumairy, 1996). Menurut Husnan (1996) proyek investasi merupakan suatu rencana
untuk menginvestasikan sumber-sumber daya, baik proyek besar atau proyek kecil
untuk memperoleh manfaat pada masa yang akan datang.
Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan faktor non
ekonomi salah satunya adalah jumlah penduduk (Jhingan, 2000). Penduduk sangat me-
nentukan jalannya perekonomian, karena perannya sebagai pelaku ekonomi. Pertum-
buhan ekonomi di Indonesia, Jawa Tengah, dan wilayah Eks-Karesidenan Semarang
(Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, Kota Semarang dan Kota
Salatiga) selama lima tahun terakhir dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 1
Pertumbuhan Ekonomi Di Eks-Karesidenan Semarang,
Provinsi Jawa Tengah, dan Indonesia Tahun 2011-2015 (dalam persen)
Daerah 2011 2012 2013 2014 2015
Eks-karesidenan
Semarang 5,763 5,380 5,763 5,215 5,570
Jawa Tengah 5,302 5,345 5,108 5,271 5,466
Indonesia 6,200 6,000 5,600 5,000 4,880
Sumber : BPS Jawa Tengah 2017 (diolah)
Pertumbuhan ekonomi di wilayah eks-Karesidenan Semarang, Provinsi Jawa
Tengah, dan Indonesia pada periode 2011-2015 secara keseluruhan mengalami fluk-
tusasi. Kondisi ekonomi makro yang fluktuatif tersebut sangat di pengaruhi oleh
sumber daya manusia, investasi, serta kapasitas fiskal. Kemampuan keuangan daerah
sebagai cerminan kemapanan fiskal daerah harus dikelola sebaik-baiknya Permasalahan
yang dihadapi oleh pemerintah daerah sebagai organisasi sektor publik adalah lemahnya
217
investasi swasta, serta terbatasnya anggaran (belanja langsung dan belanja tidak lang-
sung). Dengan sumber daya yang terbatas, pemerintah daerah harus dapat mengalo-
kasikan penerimaan yang diperoleh untuk belanja daerah yang bersifat produktif
(Kawedar, 2008).
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan studi ini adalah untuk menganaisis
pengaruh belanja pemerintah daerah, investasi swasta, dan tenaga kerja terserap
terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah eks-Karesidenan Semarang Jawa Tengah
pada era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal.
TINJAUAN PUSTAKA
Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal
Otonomi daerah adalah perwujudan pelaksanaan urusan pemerintah berdasarkan
asas desentralisasi yakni penyerahan urusan pemerintah kepada daerah untuk mengurus
rumah tangganya. Menurut Yani (2002), salah satu urusan yang diserahkan kepada
daerah adalah mengenai urusan yang memberikan penghasilan kepada Pemerintah
Daerah dan potensial untuk dikembangkan dalam penggalian sumber-sumber
pendapatan baru bagi daerah bersangkutan karena pendapatan asli daerah ini sangat
diharapkan dapat membiayai pengeluaran rutin daerah.
Menurut Saragih (2003), sejalan dengan bergulirnya pelaksanaan otonomi
daerah di tanah air, setiap Pemerintah Kabupaten dan Kota melakukan berbagai
pembenahan menuju kearah terselenggaranya otonomi di masing-masing daerah
Kabupaten dan Kota. Hal yang sangat penting dalam menjawab berbagai isu dalam
implementasi otonomi daerah tersebut adalah tersedianya sistem dan mekanisme kerja
organisasi perangkat daerah. Esensi dari otonomi daerah, adalah pengelolaan kekuasaan
berpusat pada tingkat lokal yang berbasis pada rakyat dan daerah diharapkan mampu
menggali serta mengembangkan sumber-sumber ekonomi.
Pada era otonomi daerah seperti saat ini kemandirian setiap daerah adalah
tuntutan utama yang tidak dapat dielakkan lagi. Kesiapan sumber daya pun harus dapat
diatasi, mengingat kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah dalam hal mengatur pemerintahan daerahnya masing-masing. Untuk
menjalankan kewenangan yang telah diberikan oleh pemerintahan pusat tersebut, daerah
memerlukan suatu instrumen kebijakan. Instrumen kebijakan yang paling utama bagi
daerah adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Halim, 2003).
Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Arsyad (1999), pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan
Produk Domestik Bruto/Pendapatan Nasional Bruto tanpa memandang apakah kenaikan
tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah
perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak. Pertumbuhan ekonomi akan mengalami
pelambatan dikarenakan faktor produksi yang terbatas, dampak selanjutnya akan
mengakibatkan buruknya pertumbuhan ekonomi jika tidak ada cara baru atau ide-ide
baru ditemukan (Mankiw,2000).
218
Teori pertumbuahan endogen menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi
merupakan suatu proses yang bersumber dari dalam suatu sistim. Pertumbuhan endogen
didasarkan pada perkembangan teknologi karena adanya pengembangan riset,
penciptaan ide-ide baru termasuk produk-produk inovatif, karena adanya tenaga kerja
yang dididik dan dilatih, dan adanya produk-produk akhir yang dihasilkan oleh tenaga
kerja yang belajar sehingga memperoleh stok pengetahuan yang tidak terbatas
(Romer,1990).
Dalam model pertumbuhan tersebut tidak terjadi penurunan hasil dari modal
fisik (diminishing marginal of capital) seperti pada teori neoklasik. Hal ini disebabkan
karena adanya berbagai eksternalitas (sumberdaya manusia, kemajuan teknologi) yang
dapat mengimbangi berbagai kecenderungan terjadinya penurunan hasil. Untuk
memperoleh inovasi dan stok pengetahuan tenaga kerja, Romer menekankan pentingnya
eksternalitas yang berhubungan dengan pembentukan modal manusia dan pengeluaran
untuk kegiatan riset (Kim,2014). Pentingnya peningkatan riset dan pengembangan stok
pengetahuan manusia untuk menjamin adanya pertumbuhan output jangka panjang.
Model pertumbuhan Romer terdiri dari empat faktor: modal (K), tenaga kerja
(L), modal manusia (H) dan teknologi (A). Modal (K) diukur oleh barang-barang input
tahan lama yang merupakan barang setengah jadi (intermediate goods) untuk produksi
barang akhir (final goods) dengan tingkat penggunaan teknologi tertentu. Tenaga kerja
(L) mewakili tenaga kerja yang tidak terampil. Pengetahuan merupakan komponen yang
melekat pada tenaga kerja yang diwujudkan oleh tenaga kerja dengan mengeluarkan
modal insani (H). Komponen teknologi (A) independen dari individu dan dapat
terakumulasi tanpa tergantung oleh indvidu lain. Teknologi direpresentasikan sebagai
lawan dai barang-barang produse, yang tumbuh dari waktu ke waktu dengan upaya
penelitian. Hasil dari stok pengetahuan akan menambah keahlian indvidu pekerja dan
akhirna meningkatkan produktivitas melalui inovasi produk akhir. Produk-poduk
inovasi meupakan monopoli bagi individu penemunya dan dapat dipatenkan (Zone,
2001; Kim ,2014).
Menurut Todaro (2000) model pertumbuhan endogen mencoba menjelaskan
terjadinya divergensi pola pertumbuhan ekonomi antar negara dalam jangka panjang,
meskipun teknologi tetap diakui memainkan peranan yang sangat penting, namun model
pertumbuhan endogen menyatakan bahwa faktor pertumbuhan teknologi tersebut tidak
perlu ditonjolkan untuk menjelaskan proses terciptanya pertumbuhan ekonomi jangka
panjang. Model Romer terbagi dalam tiga macam sector; pertama sector yang
memproduksi barang-barang akhir yang dijual pada konsumen akhir, kedua sector
produksi menghasilkan barang-barang setengah jadi intermediate good yang di jual
sektor. Sektor R & D (knowledge-production) menciptakan varietas baru dari barang
setengah jadi dengan mengeluarkan dana untuk inovasi, produk dari sector ini di jual ke
sektor 2 model Romer ditulis:
.................................................................... (2.1)
219
Produk barang setengah jadi di lambangkan dengan xj, yang merupakan produk
yang di hasilakan karena tenaga kerja memperoleh pengetahuan dari stok pengetahuan
yang di peroleh dari akumulasi capital insani. Produk ini bersifat tidak saling subtitusi
dan digunakan untuk produksi barang akhir. Lambang A menunjukan bahwa produk ini
di hasilkan dari kreativitas tenaga kerja terampil dan bersifat contains return to skill
Perusahaan akan memaksimumkan profit:
………... (2.2)
Agar optimal maka titik stasioner di dapat dengan turunan pertama untuk L dan
X sama dengan nol, dan diperoleh:
……………………………..…………….…………. (2.3)
persamaan 2.3 menunjukkan tingkat upah yang diterima tenaga kerja adalah :
………………………….………………………... (2.4)
persamaan 2.4 ini adalah fungsi permintaan untuk produk barang antara
……………………………...…………………… (2.5)
Perusahaan berusaha mengunakan tenaga kerja yang dikerjakan sampai tingkat
produksi marginalnya sama dengan upah tenaga kerja tersebut, dan perusahaan akan
menetapkan harga produk setengah jadi dengan menyamakan pada produk marginal
tenaga kerja yang dihasilkan. Produk intermediate diproduksi dengan mengeluarkan
biaya riset (R&D) dan bersifat sekali berupa baiaya tetap. Biaya riset dan
pengembangan dilambangkan r, maka profit masksimum didapat:
…………………………….…..……….. (2.6)
………..………. (2.7)
Didapat ……………………...………..…………… (2.8)
Stasioner fungsi profit maksimum didapatkan:
. dan …………..……………..…… (2.9)
dan diperoleh perusahaan memberikan harga yang sama untuk setiap unit
barang antara yang sejenis yang diproduksi dengan menyamakan pada biaya marginal
R&D yang dikeluarkan untuk penegembangan tenaga kerja.
Teori pertumbuhan Harrod-Domar (dalam Sukirno, 2004), dengan asumsi
barang modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan memiliki proporsional yang
ideal dengan tingkat pendapatan nasional, rasio antara modal dengan produksi (Capital
Output Ratio/COR) tetap perekonomian terdiri dari dua sektor (Y = C + I). Atas dasar
asumsi-asumsi khusus tersebut, Harrod-Domar menyimpulkan bahwa pertumbuhan
220
jangka panjang yang mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar)
hanya bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai berikut:
g = K = n ………..……..………………………………..…… (2.10)
dimana: g : growth (tingkat pertumbuhan output); K : capital (tingkat pertumbuhan
modal); n : tingkat pertumbuhan angkatan kerja
Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Solow (1970) dan Swan
(1956) menggunakan unsur pertumbuhan penduduk, akumulasi kapital, kemajuan
teknologi, dan besarnya output yang saling berinteraksi. Model pertumbuhan Solow
dibangun berdasar dua ide besar yaitu produksi dan persamaan fungsi akumulasi modal.
Fungsi produksi didasarkan pada capital (K) dan tenaga kerja (L), output dilambangkan
dengan Y. Fungsi produksi diasumsikan mengikuti produksi Cobb-Douglas sebagai
berikut (Jones, 2014):
……………………………….……….….. (2.11)
Dimana α bernilai 0 sampai dengan 1, fungsi produksi ini diasumsikan memiliki sifat
constant return scale. Perusahaan membayar upah sebesar W untuk tenaga kerja dan
membayar sewa sebesar r untuk capital yang digunakan.
METODE PENELITIAN
Studi ini menggunakan data sekunder dari Badan Pusat Statistik dan Bank
Indonesia. Data series selama tahun 2008-2015 di wilayah Eks-Karesidenan Semarang
(Kabupaten Demak, Kabupaten Kendal, Kabupaten Semarang, Kota Semarang dan Kota
Salatiga). Data dibagi menjadi dua variabel, yaitu variabel dependen dan variabel
independen. Variabel dependen yaitu pertumbuhan ekonomi. Variabel independen
meliputi: belanja langsung, belanja tidak langsung, tenaga kerja, dan investasi.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu
perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan regional (PDRB),
dengan satuan persen. Variabel independen merupakan variabel yang nilainya
mempengaruhi variabel dependen. Adapun variabel independen dalam penelitian ini
meliputi belanja langsung, belanja tidak langsung, tenaga kerja, dan investasi.
a) Belanja langsung adalah belanja yang dilakukan sebagai dampak langsung
karena adanya kegiatan dan program-program yang dilakukan pemerintah,
dengan satuan juta rupiah
b) Belanja tidak langsung adalah belanja yang tidak berkenaan atau tidak
dipengaruhi secara langsung oleh kegiatan ataupun program-program yang
dilakukan oleh pemerintah, dengan satuan juta rupiah
c) Tenaga kerja adalah semua orang yang melakukan pekerjaan guna meng-
hasilkan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun
untuk masyarakat dengan satuan jiwa.
d) Investasi adalah penanaman modal yang dilakukan oleh non pemerintah baik
berasal dari PMDN maupun PMA dalam satuan juta rupiah.
221
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan model analisis regresi
data panel dengan metode Fixed Effect Model. Model persamaan regresi panel adalah
sebagai berikut:
Y = f ( K, L) ……………………………………………..………….(3.1)
PE = β0+ β1 BTL + β2 BL + β3 I + β4 TK + e………….………..…...(3.2)
PE = β0+ β1 LnBL + β2 LnBTL + β3 LnI + β4 LnTK + e ….……..…(3.3)
Keterangan:
PE : Pertumbuhan ekonomi ; BTL : Belanja tidak langsung
BL : Belanja langsung ; I : Investasi ; TK : Tenaga kerja
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui beberapa penyimpangan yang terjadi
pada data yang digunakan untuk penelitian, hal ini agar penelitian bersifat BLUE (Best
Linier Unbiased Estimated).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh belanja
langsung, belanja tidak langsung, tenaga kerja, dan investasi di wilayah Eks Kari-
sidenan Semarang. Hasil estimasi variabel independen terhadap pertumbuhan ekonomi
terlihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1.
Hasil Estimasi Variabel Pertumbuhan Ekonomi Dengan Fixed Effect Model Variabel Koefisien Standar Error T-Statistik Probabilitas
Ln BL 0.066021 0.023238 2.841063 0.0072
Ln BTL -0.002693 0.035699 -0.075445 0.9403
Ln TK 0.292421 0.138206 2.115836 0.0410
Ln I -0.013896 0.012176 -1.141233 0.2609
Weighted Statistics
R-squared 0.620406 Sum square resid 44.94962
Adjusted R-squ. 0.530503 Durbin–Watson Statistic 2.731137
F-Statistic 6.900787
Prob (F-Stat) 0.000008
Jarque-Bera 0.674840
Prob (J.Bera) 0.713609
Unweighted Statistics
R-squared 0.405872 Sum squared resid 0.717369
Durbin–Watson Statistic 2.549720
Sumber: Data Eviews, diolah.
Berdasarkan hasil probabilitas F statistik, secara bersama-sama belanja
langsung, belanja tidak langsung, tenaga kerja, dan investasi berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Semarang. Secara parsial dapat
dijelaskan bahwa variabel belanja langsung menunjukkan pengaruh positif dan
signifikan pada tingkat signifikasi α = 5%. Artinya bahwa setiap peningkatan belanja
langsung akan meningkatkan nilai pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan
Semarang. Berdasarkan nilai koefisien variabel belanja langsung, bahwa peningkatan
belanja langsung sebesar 1% akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah eks
222
Karesidenan Semarang sebesar 6%. Penganggaran belanja langsung dalam rangka
melaksanakan program dan kegiatan pemerintah daerah, yang terdiri dari urusan wajib,
dan urusan pilihan. Belanja langsung dituangkan dalam bentuk program dan kegiatan
yang manfaat capaian kinerjanya dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat
dalam kualitas pelayanan publik, dan keberkepihakan pemerintah daerah kepada
kepentingan publik (Paseki dkk, 2014). Belanja langsung yang tepat sasaran dan efisien
dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Hal ini memberikan indikasi bahwa
anggaran belanja langsung sudah tepat sasaran, dan efisien dalam bentuk program dan
kegiatan yang capaiannya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat sehingga
mendorong pertumbuhan ekonomi di wilayah eks Karisidenan Semarang. Hasil studi ini
mendukung penelitian Harijono dan Utama (2013), temuan penelitian mereka menun-
jukkan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi serta kesempatan kerja di Provinsi Bali. Berdasarkan temuan ini alokasi
belanja langsung di daerah eks Karesidenan Semarang harus ditingkatkan untuk
menggerakkan perekonomian daerah. Karena nilai investasi swasta yang relatif kecil
tidak berpengaruh terhadap perekonomian daerah. Sehingga motor penggerak utama
ekonomi makro daerah adalah dari sektor pemerintah melalui alokasi belanja langsung.
Proporsi alokasi belanja langsung ke depan harus diperbesar supaya daya ungkit
perekonomin daerah menjadi lebih kuat.
Temuan selanjutnya bahwa tenaga kerja berpengaruh positif dan secara
statistik signifikan pada tingkat signifikasi α = 5%. Artinya bahwa peningkatan tenaga
kerja akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja merupakan
gambaran kondisi dari lapangan kerja yang tersedia. Semakin bertambah besar lapangan
kerja yang tersedia maka akan menyebabkan peningkatan total produksi di suatu daerah,
yang kemudian akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Menurut teori pertumbuhan
ekonomi Solow yang menyatakan bahwa tenaga kerja merupakan salah satu faktor
utama untuk pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menyatakan bahwa tenaga kerja
merupakan bagian penting dalam perekonomian yang bertujuan untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi. Hasil studi ini sesuai dengan temuan Agustina, dan Indrajaya
(2014), bahwa pengeluaran pemerintah dan tenaga kerja berpengaruh positif dan
signifikan, terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Bali. Studi ini
juga sesuai dengan temuan Sasana (2009) bahwa desentralisasi fiskal dan tenaga kerja
berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang positif terhadap laju
pertumbuhan ekonomi di daerah kabupaten/kota di Jawa Tengah. Fokus pemerintah
daerah adalah bagaimana mengembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) yang
besar menjadi kekuatan riil penggerak ekonomi daerah. Peningkatan kualitas SDM
menjadi kebutuhan mendesak di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), sehingga
peluang ini bisa menekan angka pengangguran.
Temuan selanjutnya menunjukan bahwa variabel belanja tidak langsung,
tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Tidak signi-
fikannya variabel belanja tidak langsung mengindikasikan bahwa belanja tidak langsung
pada kenyataannya bukanlah faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
di wilayah eks Karesidenan Semarang. Proporsi belanja tidak langsung di daerah lebih
223
dari 50% untuk gaji pegawai, hibah, bantuan sosial, bantuan keuangan, dan pengeluaran
tak terduga. Namun sebagian besar pengeluaran ini tidak produktif untuk menggerakkan
ekonomi daerah. Hasil studi ini sesuai dengan temuan Saidah (2011), bahwa belanja
fungsi pelayanan umum, belanja pelayanan fungsi lainnya justru menurunkan
pertumbuhan ekonomi di 22 daerah tertinggal. Selain itu belanja fungsi ekonomi juga
tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di 22 daerah tertinggal. Kondisi ini
menggambarkan bahwa alokasi belanja tidak langsung kurang memberikan efek
multiplier ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Sehingga proporsi alokasinya perlu
disesuaikan.
Variabel investasi secara statistik tidak signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi pada α = 0,05%. Artinya bahwa investasi yang di tanamkan di berbagai
wilayah eks Karisidenan Semarang tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
ekonomi. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sodik dan
Nuryanin (2005) yang menyatakan, sebelum diberlakukan otonomi, pertumbuhan
ekonomi dipengaruhi oleh PMA dan PMDN, sedangkan pasca otonomi investasi tidak
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pelayanan
publik, kurangnya kepastian hukum, dan peraturan daerah yang tidak sejalan dengan
bisnis, yang mengindikasikan bahwa iklim bisnis yang tidak kondusif. Selain itu
investasi yang ada sebagian besar bersifat padat modal sehingga efek multipliernya
kurang optimal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini juga
sejalan dengan temuan Menajang (2015).di Manado, bahwa tingkat investasi secara
parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap produk domesik regional bruto Kota
Manado. Penelitian Tandiawan, dkk, (2015), juga menemukan bahwa investasi swasta
tidak memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Belanja langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
di wilayah Eks Karesidenan Semarang.
2. Tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Semarang.
3. Belanja tidak langsung tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah
Eks Karesidenan Semarang.
4. Investasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks
Karesidenan Semarang.
5. Secara bersama-sama belanja langsung, tenaga kerja, belanja tidak langsung, dan
investasi berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan
Semarang.
Berdasarkan temuan penelitian yang dihasilkan, maka upaya-upaya yang harus
dilakukan oleh pemerintah daerah adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan efektivitas alokasi anggaran belanja langsung kepada sektor riil
seperti infrastruktur jalan, irigasi, serta fasilitas pubik lainnya yang bisa
224
menggerakkan ekonomi di daerah, sehingga dapat meningkatkan partumbuhan
ekonomi.
2. Meningkatkan kualitas tenaga kerja di daerah dengan memberikan pendidikan dan
pelatihan teknologi tepat guna khususnya di sektor pertanian dan industi pengolahan.
Sehingga bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah.
3. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di wilayah Eks Karesidenan Semarang
dari sisi investasi adalah mendorong investasi yang berbasis padat karya dengan
meningkatkan pelayanan publik, peningkatan iklim bisnis yang sehat, serta kepastian
hukum yang ada sehingga investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA
Aldian Akbar Naufal, Anifatul Hanim, Aisah Jumiati., (2014) Analisis Pengaruh
Pengeluaran Pemerintah, Investasi Swasta, Dan Tenaga Kerja Terhadap
Pertumbuhan Ekonomi Di Eks Karesidenan Besuki Tahun 2004-2012. Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan, Fakultas Ekonomi, Universitas Jember.
Artikel Ilmiah.
Agustina, Melasia dan Indrajaya., I Gusti Bagus.2014. Pengaruh Otonomi Daerah,
Belanja Pemerintah, dan Tenaga Kerja Terhadap Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Provinsi Bali Tahun 1993-2012.Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana E-Jurnal EP Unud, 3 [8]:
348-355. ISSN: 2303-0178.
Arsyad 1999. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: STIE YKPN, 1999.
Barker, Jones T, Britton C. (2014) An introduction to grounded theory [Internet],.
Available from [ Accessed 22 November 2010].
Barro, J. Robert., & Sala-I-Martin, Xavier. (1995). Economic Growth. McGrawHill.
Barro, Robert J. 1995. “Convergence Across States and Regions”. Brooking Papers on
Economic Activity.
Bartos, Basir, (1990), Manajemen Sumber Daya Manusia Suatu Pendekatan Makro.
Jakarta: bumi bartos.
Charles I Jones (1995). Time series test of endegenous growth models the quarterly
Journal of Economics, vol. 110, No 2 (may, 1995), pp495-525.
Damanhuri, D.S dan M. Findi. 2014. Masalah dan Kebijakan : Pembangunan Ekonomi
Indonesia. Bogor: Penerbit IPB Press.
Danis Ardiyanto., (2013) Analisa Keterkaitan Pengeluaran Pemerintah Dan Produk
Domestik Bruto Di Indonesia : Pendekatan Vector Error Correction Model
(Vecm). Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. Artikel
Ilmiah.
Darise, Nurlan, 2008, Akuntansi Keuangan Daerah (Akuntansi Sektor. Publik), PT
Indeks, Jakarta
Dumairy.1996. Perekonomian indonesia.Jakarta:Erlangga
Harijono, Gatot Setio dan Utama, I Made Suyana.. 2013. Analisis Pengaruh
Pengeluaran Pemerintah Dan Investasi Terhadap Kesempatan Kerja Melalui
Pertumbuhan Ekonomi. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (Unud), Bali,
Indonesia. Artikel Ilmiah.
Halim, Abdul. 2003 Analisis Investasi Edisi: 1. Jakarta: Salemba Empat.
225
Hariani, Erma Try. 2008. Pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Jawa Timur Tahun 1977-2005. Undergraduate Thesis. Airlangga
University. Surabaya. Tidak dipublikasikan.
Husnan, Suad. 1996. Teori Portofolio Dan Analisis Sekuritas. UPP AMP YKPN–
Yogyakarta.
Jhingan, 2000. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Jakarta : Rajawali. Press.
Kadafi, Muhammad Fuad. 2013. Analisis Faktor yang Mempengaruhi penyerapan
Tenaga Kerja pada Industri Konveksi Kota Malang. Jurnal Ilmiah. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis, Universitas Brawijaya Malang.
Kawedar, Warsito. 2008. Akuntansi Sektor Publik, Semarang UNDIP.
Kim, Joon K. 2014. “The Third-Order Multiculturalism: Civil Rights, Diversity and
Equality in Korea’s Multicultural Education,” Asia Pacific Education
Review 15(3):Hal.401-408.
Mankiw, N.Gregory, 2000, Teori Makro Ekonomi, Ed.4, Penerbit Erlangga, Jakarta
Meier, M.G, 1995, Leading Issues in Economics Development, Sixth Edition, Mc. Graw
Hill, International Edition Finance Series, Singapore.
Menajang, Heidy. 2015. Pengaruh Investasi Dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan
Ekonomi Kota Manado. Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi. Artikel
Ilmiah.
Mulyadi, 2001, Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Penerbit Salemba.
Empat, Jakarta.
Musgrave, Richard A Musgrave, Peggy B. Public Finance in Theory and Practise. 1989
Mc Graw Hill Book Company.
Nasiru, Inuwa. 2012. “Government Expenditure And Economic Growth In Nigeria:
Cointegration Analysis And Causality Testing”. Academic Research
International. Vol.2. Issue.3. Pages 718-723. Lodhran City, Pakistan.
Nizar, Chairul. Hamzah, Abubakar dan Syahnur, Sofyan.2013. Pengaruh Investasi Dan
Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Serta Hubungannya Terhadap
Tingkat Kemiskinan Di Indonesia. Magister Ilmu Ekonomi Program
Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. Jurnal Ilmu Ekonomi. ISSN 2302-0172.
Paseki, Meilen Greri, Amaran Naukoko, Patrick Wauran.2014. Pengaruh Dana Alokasi
Umum Dan Belanja Langsung Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan
Dampaknya Terhadap Kemiskinan Di Kota Manado Tahun 2004-2012. Jurnal
Berkala Ilmiah Efisiens, Volume 14 No.3
Pujiati., Amin. 2008. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Di Karesidenan Semarang Era
Desentralisasi Fiskal, Universitas Negeri Semarang. Jurnal Ekonomi
Pembangunan Kajian Ekonomi Negara Berkembang Hal: 61 – 70
Romer, P.M., 1990. Endegenous Technological Change, Journal of political Economy,
Vol. 98, pp.S71-S102.
Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam
Otonomi. Cetakan Pertama. Penerbit Ghalia Indonesia: Jakarta.
Sasana., Hadi. 2009. Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi
Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro Semarang. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 10, No.1, Juni
2009, hal. 103 – 124.
Solow, Robert. 1970. A Contribution ti The Theory of Economic Growth. Quarterly
Journal of Economics 70. 64-94.
Sukirno, Sadono, 2004. Makroekonomi : Teori Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada.
226
Swan, Trevor W. 1956. Economic Growth and Capital Accumulation. Economic Record
(John Wiley & Sons) 32 (2): 334–361.
Sodik, Jamzani dan Didi Nuryanin.2005. Investasi Dan Pertumbuhan Ekonomi
Regional (Studi Kasus Pada 26 Propinsi Di Indonesia, Pra Dan Pasca
Otonomi). Jurnal Ekonomi Pembangunan UPN “Veteran” Yogyakarta,
Volume 10 Halaman 157-170.
Tandiawan, Elvandry. Amran Naukoko dan Patrick Wauran. 2015. Pengaruh Investasi
Swasta Dan Belanja Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan
Dampaknya Terhadap Kesempatan Kerja Di Kota Manado Tahun 2001-2012.
Ekonomi Dan Bisnis Ekonomi Pembangunan. Universitas Sam Ratulangi
Manado.
Todaro. M.P., 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga (H.Munandar, Trans.
Edisi Ketujuh.). Jakarta: Erlangga.
Yani, Ahmad. 2009. Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di.
Indonesia. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada