Penerapan Pidana Denda oleh Hakim Pasca Berlakunya
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012
Lestari Hotmaida Sianturi, Nathalina Naibaho
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Abstrak
Pidana denda adalah salah satu pidana pokok yang ditentukan dalam Pasal 10 KUHP yang digunakan sebagai
pidana alternatif atau pidana tunggal dalam Buku II dan Buku III KUHP. Menurunnya nilai rupiah
mengakibatkan penegak hukum enggan untuk menerapkan pidana denda. Pada tahun 2012, Mahkamah Agung
telah mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak
Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP (PERMA). Salah satu pengaturannya adalah bahwa maksimum
hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali. Tipologi penelitian
ini adalah deskriptif analitis yang bersifat yuridis normatif. Penelitian ini menunjukkan bahwa Hakim belum
menerapkan pidana denda meskipun nilai rupiah telah disesuaikan. Dalam menerapkan PERMA ini, Hakim
mengalami beberapa kendala, salah satunya mengenai hierarki PERMA yang lebih rendah dari KUHP.
Penelitian ini juga menjabarkan tentang RUU KUHP versi 2013 berusaha untuk mengatasi kendala yang dialami
hakim dalam menerapkan PERMA.
Title: Application of Fine Punishment by Judges After The Validity of Supreme Court
Regulation Number 2 Year 2012
Abstrack
Fine punishment is one of the main punishments, which is regulated in Article 10 of Indonesian Criminal Code,
it is used as an alternative punishment or as a sole punishment in Book II and Book III of the Criminal Code. The
decreasing value of Rupiah caused law enforcers unwilling to apply the fine punishment. In the year of 2012, the
Supreme Court released Supreme Court Regulation (PERMA) Number 2 year 2012 about The Limitation
Adjustment for Light Criminal Offense and The Amount of Fine in Criminal Code (KUHP). One of its
arrangement is that the maximum amount of fine regulated in Criminal Code is to be multiplied by 1.000 (a
thousand) times. The typology of this research is descriptive analysis in normative juridical characteristic. The
research shows that have not yet applied the fine punishment even when the Rupiah‟s value has been adjusted. In
applying this PERMA, Judges experienced some problems, one of which is the hierarchial position of PERMA
that is lower than KUHP. This research also explains about the 2013 version of the New Criminal Code Draft
(RUU KUHP 2013 version) that tried to settle the problems experienced by Judges in applying PERMA.
Key words: fine punishment; PERMA; RUU KUHP 2013 version
Pendahuluan
Sanksi pidana adalah bagian yang tidak terpisahkan dari hukum pidana. Bukan
merupakan hukum pidana apabila suatu peraturan hanya mengatur norma tanpa diikuti dengan
ancaman sanksi pidana. KUHP selain mengenal perampasan kemerdekaan, juga mengenal
pidana denda sebagai sanksi pidana pokok. Untuk melihat bagaimana kedudukan dan pola
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
pidana denda dalam hukum pidana positif Indonesia, terdapat dalam ketentuan Pasal 10
KUHP, yang menyatakan bahwa:1
1. Pidana pokok, terdiri dari:
a) Pidana mati
b) Pidana penjara
c) Pidana kurungan
d) Pidana denda
e) Pidana Tutupan
2. Pidana tambahan, terdiri atas:
a) Pencabutan hak-hak tertentu
b) Perampasan barang-barang tertentu
c) Pengumuman keputusan hakim.
Dari beberapa jenis pidana pokok yang diancamkan, pidana perampasan kemerdekaan
yaitu pidana penjara atau pidana kurungan paling tidak disukai pelaku tindak pidana .2
Berdasarkan urutan, terkesan bahwa pidana denda adalah pidana pokok yang paling ringan.
Walaupun tidak ada ketentuan yang dengan tegas menyatakan demikian. Ternyata prakteknya
di pengadilan, pidana perampasan kemerdekaan yaitu pidana penjara dan kurungan masih
merupakan pilihan utama para hakim. Hal ini disebabkan karena pidana denda dianggap
kurang memenuhi rasa keadilan dari masyarakat korban.
KUHP Indonesia yang merupakan ciptaan Pemerintah Kolonial Belanda berlaku
mulai 1 Januari 1918 setelah diundangkan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946,
mengalami perubahan sangat sedikit. Ancaman pidana denda sudah tidak sesuai lagi seiring
dengan terjadinya inflasi. Pembuat undang-undang (DPR bersama pemerintah) sangat lalai
dalam hal ini. Selama ini, pidana denda yang ditentukan dalam KUHP dan Undang-Undang di
luar KUHP belum mendapat perhatian dari aparat penegak hukum. Jenis pidana denda ini
tidak semenarik pidana perampasan kemerdekaan yang dianggap lebih mempunyai efek jera.
Padahal sebenarnya banyak permasalahan dan pertanyaan akibat dari sistem pemasyarakatan
dalam penjara (lembaga pemasyarakatan). Penerapan pidana denda masih merupakan
alternatif terakhir di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyak putusan pengadilan yang
lebih mengutamakan penjatuhan pidana penjara dibanding penjatuhan pidana denda.
Padahal berdasarkan hasil-hasil penelitian sering diungkapkan bahwa pidana denda
merupakan jenis sanksi pidana yang lebih efektif dan lebih penting sebagai alternatif dari
1 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) & KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, (Bandung: Citra Umbara, 2007), Pasal. 10.
2 Niniek Suparni, Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2007), hlm. 6.
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
pidana pencabutan kemerdekaan.3 Namun, bukan berarti tidak ada pandangan yang kontra
terhadap eksistensi pidana denda. Kelemahan/ segi negatif yang sering diajukan ialah bahwa
pidana denda lebih menguntungkan yang kaya.
Banyak faktor yang menyebabkan hakim di Indonesia jarang menjatuhkan pidana
denda. Sanksi denda yang demikian di dalam KUHP yang mungkin menjadi salah satu faktor
para hakim jarang menjatuhkan pidana denda. Padahal akan dirasakan kurang efektif apabila
terhadap tindak-tindak pidana berupa pencurian, pencurian ringan, penggelapan, penggelapan,
penggelapan ringan, penipuan ringan, penadahan, penadahan ringan serta tindak pidana lain
yang mengancamkan pidana denda sebagai alternatif dijatuhkan pidana denda yang
jumlahnya sudah tidak sesuai lagi .
Salah satu kebijakan legislatif tersebut adalah KUHP Indonesia pernah mengalami
sedikit Perubahan dengan dikeluarkan Perpu Nomor 6 Tahun 1960 tentang Beberapa
Perubahan Dalam KUHP. Ketentuan yang diubah dalam Perpu tersebut yang perlu mendapat
perhatian adalah terkait dengan Tindak Pidana Ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 3644,
3735, 379
6, 384
7, 407 ayat (1)
8, dan 482
9 KUHP. Ketentuan nilai barang dalam perkara Tindak
3 Misalnya: R. Hood, Research on the effectiveness of punishment and treatments, 1967: 79; Hall
Williams, The English Penal System in Transition, 1970: 288: R.M. Jackson, Enforcing the law, 1972: 307;
Sudarto, Suatu Dilema dalam Pembaharuan Sistem Pidana di Indonesia, 1974:21.
4 Pasal 364 KUHP yang berbunyi: “Perbuatan yang diterangkan dalam pasal 362 dan pasal 363 butir
4, begitu pun perbuatan yang diterangkan dalam pasal 363 butir 5, apabila tidak dilakukan dalam sebuah
rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika harga barang yang dicuri tidak lebih dari dua puluh
lima rupiah, diancam karena pencurian ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana
denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah”.
5 Pasal 373 KUHP yang berbunyi: “Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 372 apabila yang
digelapkan bukan ternak dan harganya tidak lebih dari dua puluh lima rupiah, diancam sebagai penggelapan
ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh
rupiah.
6 Pasal 379 KUHP yang berbunyi: “Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 378, jika barang yang
diserahkan itu bukan ternak dan harga daripada barang, hutang atau piutang itu tidak lebih dari dua puluh lima
rupiah diancam sebagai penipuan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda
paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.
7 Pasal 384 KUHP yang berbunyi: “Perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 383, diancam dengan
pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah, jika jumlah
keuntungan yang di peroleh tidak lebih dari dua puluh lima rupiah.
8 Pasal 407 ayat (1) KUHP yang berbunyi: “Perbuatan-perbuatan yang dirumuskan dalam pasal 406
jika harga kerugian tidak lebih dari dua puluh lima rupiah diancam dengan pidana penjara paling lama tiga
bulan atau pidana denda paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.
9 Pasal 482 KUHP yang berbunyi: “Perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 480, diancam
karena penadahan ringan dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak
sembilan ratus rupiah, jika kejahatan dari mana benda tersebut diperoleh adalah salah satu kejahatan yang
dirumuskan dalam pasal 364, 373, dan 379.
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
Pidana Ringan dengan dikeluarkannya Perpu tersebut diubah menjadi dua ratus lima puluh
rupiah yang sebelumnya hanya bernilai dua puluh lima rupiah. Hal ini didasarkan pada
penyesuaian nilai barang yang mengalami kenaikan.
Akan tetapi, pada selang waktu dikeluarkannya Perpu Nomor 16 Tahun 1960 sampai
dengan akhir tahun 2011 Pembuat Undang-Undang belum dilakukan penyesuaian nilai rupiah
pada batasan tindak pidana Ringan dalam KUHP tersebut. Hal ini tentu berimplikasi pada
tidak efektifnya pasal-pasal yang mengatur Tindak Pidana Ringan dalam KUHP karena
hampir tidak ada kasus-kasus yang memiliki objek perkara bernilai dua ratus lima puluh
rupiah. Beberapa kasus dengan nilai objek perkara tidak seberapa namun harus disidangkan
dan diganjar dengan hukuman perampasan kemerdekaan demi untuk menjamin kepastian
hukum. Banyak perkara pencurian ringan yang dilakukan oleh golongan marjinal diadili di
pengadilan. Hal ini menimbulkan keresahan dalam masyarakat. Perkara-perkara tersebut
semakin disorot saat proses peradilan tindak pidana pencurian ringan bersamaan dengan kasus
korupsi. Pejabat Negara yang „mencuri‟ uang rakyat dalam jumlah yang sangat besar hanya
dihukum beberapa bulan saja bahkan ada yang dibebaskan.
Mengingat proses perubahan KUHP oleh Pemerintah dan DPR akan memakan waktu
yang sangat lama. Hal tersebut belum menjadi prioritas Pemerintah dan DPR. Untuk itu
Mahkamah Agung memandang perlu menerbitkan PERMA (Peraturan Mahkamah Agung)
Nomor 2 Tahun 2012 untuk menyesuaikan nilai uang yang menjadi batasan tindak pidana
ringan dan jumlah denda dalam KUHP. Untuk melakukan penyesuaian nilai rupiah tersebut
Mahkamah Agung berpedoman pada harga emas yang berlaku pada sekitar tahun 1960
tersebut.
Selain mengatur tentang tindak pidana ringan (Bab I), PERMA tersebut juga mengatur
tentang tentang Denda (Bab II) yaitu:
“Pasal 3: Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP
kecuali Pasal 303 ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan
menjadi 1.000 (seribu) kali.”
“Pasal 4: dalam menangani perkara tindak pidana yang didakwa dengan Pasal-Pasal
KUHP yang dapat dijatuhkan pidana denda, Hakim wajib memperhatikan Pasal 3 di
atas”
Dengan penyesuaian seluruh nilai uang yang ada dalam KUHP terhadap pasal-pasal
tindak pidana ringan maupun terhadap denda diharapkan kepada seluruh Pengadilan untuk
memperhatikan implikasi terhadap penyesuaian ini. Namun, Peraturan Mahkamah Agung
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
tidak otomatis disamakan dengan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam Pasal 7
ayat (1) UU 12/2011 (Pasal 7 ayat (1) berbicara tentang “jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-Undangan”).10
Oleh karena itu untuk mengetahui upaya penerapan pidana denda oleh hakim pasca
ditetapkan PERMA Nomor 2 Tahun 2012 ini, maka penulis melakukan penelitian dengan
mengumpulkan data-data yang terkait di lingkungan Pengadilan Negeri Depok dan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Penulis juga melakukan wawancara dengan 3 orang hakim
dan 2 orang ahli hukum pidana untuk melengkapi informasi yang diperoleh. Pada saat Penulis
melakukan wawancara dengan Para Hakim, Penulis mendapatkan petunjuk untuk melakukan
analisis terhadap 6 (enam) putusan.
Berdasar pada latar belakang permasalahan tersebut penulis tertarik untuk mengkaji
tentang penerapan pidana denda oleh hakim pasca berlakunya PERMA Nomor 2 Tahun 2012,
kendala-kendala yang dihadapi hakim Pengadilan Negeri Depok dan Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan saat berupaya menerapkan PERMA tersebut serta rumusan pidana denda di
dalam RKUHP dalam menanggulangi kendala tersebut. Berdasarkan Permasalahan yang telah
diuraikan, maka diambil rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, yakni sebagai
berikut :
1. Bagaimana penerapan pidana denda oleh hakim pasca berlakunya PERMA Nomor 2
Tahun 2012 ?
2. Apakah kendala-kendala yang dialami oleh hakim dalam upaya penerapan pidana
denda pasca berlakunya PERMA Nomor 2 Tahun 2012?
3. Apakah rumusan pidana denda di dalam RKUHP dapat menanggulangi kendala
tersebut?
Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian berbentuk yuridis normatif yaitu
suatu penelitian yang menekankan penggunaan hukum positif dan norma hukum tertulis.11
10 Indonesia, Ibid., Pasal 7 ayat 1, adalah ”Jenis dan hierarki PeraturanPerundang-undangan terdiri
atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.”
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-Press, 2010), hal. 29.
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
Selanjutnya alat pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi studi dokumen12
atau studi
kepustakaan dan wawancara sebagai pelengkap. Wilayah penelitian adalah Pengadilan negeri
Depok dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tipologi Penelitian ini adalah deskriptif
analitis. Ditinjau dari segi sifat, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena
memberikan gambaran bagaimana penerapan pidana denda oleh hakim pasca berlakunya
PERMA Nomor 2 Tahun 2012. Dilihat dari segi bentuk, tipe penelitian ini adalah analitis
karena mengkaji penerapan pidana denda oleh hakim pasca berlakunya PERMA Nomor 2
Tahun 2012 dan penulis juga menemukan beberapa putusan.
Nomor putusan Pengadilan yang dianalisis dalam skripsi ini diantaranya: Nomor
59/Pid.B/2013/PN.Dpk, Nomor 371/Pid/Sus/2012/PN.Dpk, Nomor 01/Pid.S/
2013/PN.Jkt.Sel, Putusan Sela Nomor 631/Pid.B/2013/PN.Jkt.Sel, Nomor 12/Pid.C/2014/PN-
RAP, Nomor 11/Pid.B/2012/PN.SLK. Putusan-putusan tersebut dipilih berdasarkan petunjuk
yang diberikan oleh Hakim pada saat wawancara di Pengadilan Negeri Depok dan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan yang dalam penelitian ini adalah buku-buku,
peraturan perundang-undangan, jurnal ilmiah, makalah, artikel atau bahan lain yang
berhubungan dengan penelitian.
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah studi pustaka dan wawancara.
Wawancara dilakukan kepada beberapa orang Hakim di Pengadilan Negeri Depok ( Hakim
Muh. Djauhar Setyadi Dan Hakim Moehammad Pandji Santoso) dan Hakim di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan (Achmad Dimyati R.S.). Studi kepustakaan dilakukan dengan
penelusuran literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian. Untuk melengkapi penelitian
ini penulis melakukan wawancara dengan pakar hukum pidana. Data yang diperoleh dari
penelitian ini, baik data primer hasil wawancara maupun data sekunder yang terdiri dari bahan
hukum primer, sekunder, maupun primer dideskripsikan untuk kemudian dianalisis sehingga
pada akhirnya akan dihasilkan laporan penelitian yang bersifat deskriptif analitis.
Pembahasan
A. Pengaturan Pidana Denda di Indonesia
Jenis pidana di dalam KUHP dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan. Adapun
perbedaan antara jenis-jenis pidana pokok dengan jenis-jenis pidana tambahan adalah:
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
1. Penjatuhan salah satu jenis pidana pokok bersifat keharusan (imperatif) sedangkan
penjatuhan pidana tambahan sifatnya fakultatif. Maksudnya impertatif, yaitu
menjatuhkan salah satu jenis pidana pokok, sesuai dengan yang diancamkan pada
tindak pidana yang dianggap terbukti adalah suatu keharusan. Sifat imperatif ini
sesungguhnya sudah terdapat dalam setiap rumusan tindak pidana, dimana dalam
rumusan kejahatan maupun pelanggaran hanya ada 2 kemungkinan, ialah :
a. Pertama diancamkan satu jenis pidana pokok saja
b. Kedua, tindak pidana yang diancamkan dengan dua atau lebih jenis pidana
pokok, yang artinya hakim harus memilih salah satu saja.
2. Penjatuhan jenis pidana pokok tidak harus dengan demikian menjatuhkan jenis pidana,
tetapi menjatuhkan jenis pidana tambahan tidak boleh tanpa dengan menjatuhkan jenis
pidana pokok, artinya jenis pidana tambahan tidak dapat dijatuhkan sendiri secara
terpisah dengan pidana pokok, melainkan harus bersama dengan jenis pidana pokok.
3. Jenis pidana pokok yang dijatuhkan, bila telah mempunyai kekuatan hukum tetap
diperlukan suatu tindakan pelaksanaan.13
Jenis-jenis pidana yang diatur Pasal 10 KUHP meliputi :
A. Pidana Pokok
1. Pidana Mati
2. Pidana Penjara
3. Pidana kurungan
4. Pidana Denda
B. Pidana Tambahan
1. Pencabutan hak-hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman keputusan hakim
Pidana denda adalah merupakan salah satu jenis pidana pokok yang diancamkan dan
terutama ditujukan terhadap harta kekayaan atau harta benda dari seseorang pelaku karena
melanggar ketentuan hukum pidana yang berlaku. Jika pidana ,ati adalah suatu pidana yang
ditujukan kepada nyawa orang, pidana penjara dan kurungan kepada kebebasan/ kemerdekaan
orang, maka pidana denda tertuju kepada harta benda orang berupa kewajiban membayar
sejumlah uang tertentu.
13 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, bagian 1 (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002), hlm. 26-27.
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
Sejak terbentuknya Undang-Undang No. 1 Tahun 1946, pidana denda telah banyak
mengalami perkembangan. Untuk memudahkan penulis dalam menjabarkan perkembangan
tersebut. Maka penulis perkembangan tersebut menjadi tiga periode, yaitu:
1. Periode KUHP;
Penetapan ancaman jumlah (besarnya) pidana denda dalam KUHP menerapkan
perumusan “minimum umum” (algemene minima) dan “maksimum khusus”
(speciale maxima). Minimum umum pidana denda, berdasarkan Pasal 30 ayat (1)
ditetapkan sebesar Rp 25 sen. Sedangkan maksimum khususnya ditetapkan sendiri-
sendiri dalam rumusan delik yang terdapat dalam Buku II dan III dengan jumlah yang
bervariasi.
2. Periode Perpu. No.18 tahun 1960;
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 18 Tahun 1960 tentang
Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam KUHP dan dalam ketentuan pidana lainnya
yang dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945. Mengingat Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 18 Tahun 1960, maka batas minimum yang umum
denda itu menjadi : 15 x 25 sen = Rp. 3,75 (tiga rupiah tujuh puluh lima sen).
3. Periode PERMA No. 2 Tahun 2012.
Tiap jumlah maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali Pasal
303 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 303 bis ayat (1) dan (2) dilipatgandakan menjadi
1000 (seribu) kali. Dengan penyesuaian seluruh nilai uang yang ada dalam KUHP
terhadap pasal-pasal tindak pidana ringan maupun terhadap denda diharapkan kepada
seluruh Pengadilan untuk memperhatikan implikasi terhadap penyesuaian ini. Namun
penerapan PERMA ini mendapatkan respon yang beragam. Dimana terdapat pihak
yang pro dan pihak yang kontra.
Penetapan pidana denda dalam KUHP diancamkan dengan berbagai bentuk
perumusan. Mulai Pasal 104 sampai Pasal 488 untuk kejahatan (buku II). Selain diatur dalam
Buku II KUHP, pidana denda juga diatur di dalam Buku III KUHP. Pidana yang
mendominasi dalam Buku III KUHP adalah pidana denda yang diancamkan dengan sistem
tunggal terdiri dari 40 pasal (50%). Di urutan kedua adalah pidana denda yang diancamkan
alternatif dari pidana kurungan terdiri dari 34 pasal (42%). Pidana kurungan yang diancamkan
dengan sistem tunggal hanya terdapat dalam 6 pasal (7,5 %) dari keseluruhan pasal dalam
Buku III. Sesuatu yang wajar karena tindak pidana yang terdapat dalam Buku III merupakan
jenis pelanggaran bukan kejahatan. Berbeda dengan Buku II (Kejahatan), dimana pidana
penjara masih sangat dominan (68,67%).
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
Denda merupakan merupakan jenis pidana pokok yang paling jarang dijatuhkan oleh
para hakim, khususnya dalam praktek peradilan di Indonesia. Setiap jenis sanksi pidana apa
pun pada prinsip mengandung kebaikan di satu sisi dan kelemahan di sisi lainnya. Padahal
Dari segi ekonomi, tidak disangkal lagi bahwa pelaksanaan pidana penjara bila dihitung dari
biaya yang mesti dikeluarkan (social cost) begitu besar, karena dengan dipenjara seorang
pelaku (terpidana) harus dibiayai dan harus disediakan fasilitas bangunan-bangunan untuk
menempatkan mereka dalam lembaga tersebut. Dan ini seringkali menimbulkan masalah
keuangan bagi negara.
Keadaan buruk akibat penerapan pidana penjara, ternyata tidak hanya disebabkan
pidana penjara jangka waktu lama saja. Pidana penjara jangka pendek (pidana penjara jangka
waktu di bawah satu tahun) mempunyai akibat lebih buruk lagi, karena selain harus menerima
seluruh kemungkinan akibat buruk yang dapat terjadi terhadap pidana penjara jangka panjang
(pidana penjara jangka waktu di atas satu tahun) , maka pidana penjara jangka pendek tidak
mempunyai peluang yang memadai untuk dilakukan pembinaan/rehabilitasi dibanding pidana
penjara jangka panjang.
Sehingga sebagai upaya untuk mengefektifkan kembali pidana denda, Mahkamah
Agung Republik Indonesia mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun
2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.
B. Pidana denda dan Pengaturannya Pasca PERMA Nomor 2 Tahun 2012
Langkah yang diambil MA dengan mengeluarkan PERMA merujuk pada keseluruhan
peraturan yang dibuat sebagai upaya penyesuaian terhadap kondisi non hukum yang terjadi di
luar proses peradilan yang dilatarbelakangi :
1. tudingan masyarakat terkait dengan kinerja pengadilan yang dinilai bersikap tidak adil
tanpa pemahaman yang utuh atas criminal justice system. Masyarakat hanya melihat
proses persidangan yang mengadili para terdakwa yang dinilai masyarakat hanya
melakukan kejahatan „kecil‟ apabila dibandingkan dengan korupsi milyaran rupiah.
2. peraturan ini tidak hanya berbicara mengenai batasan penyesesuai batasan jumlah
denda, namun ada itikad baik dari MA untuk memperbaiki proses peradilan. Upaya
memperbaiki proses peradilan berdasarkan kewenangan MA hanya dapat diterapkan di
lingkungan pengadilan. Peraturan ini tidak mampu secara hukum menjangkau pihak
lain yang berada pada sistem peradilan pidana seperti penyidik maupun penuntut.
Melalui PERMA ini Mahkamah Agung ingin menyatakan bahwa inilah cara kita
mengintepresikan UU yang peningggalan kolonial itu. Perma tersebut juga merupakan
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
jawaban MA terhadap kritik yang dilakukan oleh masyarakat atas berbagai kasus tindak
pidana ringan, seperti pencurian sandal, dua biji kakao yang dibawa sampai dipengadilan,
bahkan ada perkara yang sampai ke MA. Ibaratnya biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan proses peradilan tersebut jauh lebih mahal dari nilai perkara atau kerugian yang
diakibatkan pidana itu sendiri.
Nilai denda dalam KUHP dinilai sudah tidak sesuai dengan nilai rupiah saat ini. Hal
ini menyebabkan penjatuhan pidana denda tidak dilirik oleh Hakim. Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 2 Tahun 2012 berusaha menyesuaikan nilai uang dalam KUHP dengan nilai
uang pada tahun 2012. Melihat pengaturan dalam PERMA, penulis berpendapat bahwa
Indonesia memang membutuhkan perubahan terkait dengan nilai uang dalam KUHP. Namun
dikeluarkannya peraturan ini melahirkan pro dan kontra di kalangan ahli hukum, praktisi
hukum, dan masyarakat. Pro dan kontra tersebut terkait eksistensi peraturan mahkamah agung
di dalam perundang-undangan Indonesia dan ruang lingkup yang diatur oleh PERMA yang
seolah-olah mengubah ketentuan dalam KUHP dan KUHAP yang merupakan undang-
undang.
Untuk lebih mengefektifkan PERMA ini, perlu diterapkan bahkan pada tingkat
penyidikan dan penuntutan. Oleh karena itu PERMA harus ditindaklanjuti dengan
mengeluarkan nota kesepakatan bersama (NKB). Dalam tujuan NKB tersebut dinyatakan,
untuk memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat dalam penyelesaian tindak pidana ringan,
mengefektifkan pidana denda, dan mengatasi permasalahan kelebihan kapasitas Lapas atau
Rutan untuk mewujudkan keadilan berdimensi Hak Asasi manusia.
C. Penerapan Pidana Denda Oleh Hakim
Hakim belum menerapkan pidana denda pasca berlakunya PERMA terhadap pasal-
pasal di dalam KUHP. Namun menerapkan pidana denda berdasarkan undang-undang khusus
dan PERDA. Hal ini Penulis temukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Penulis di
Pengadilan Negeri Depok, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan analisis putusan. Penulis
akan menjabarkannya menjadi 3 (bagian) yaitu:
a. Penerapan PERMA oleh Hakim di Pengadilan Negeri Depok.
Pengadilan Negeri Depok berlokasi di Jalan Boulevard, Sektor Anggrek Komplek
Perkantoran Kota Kembang No. 7 Depok, Jawa Barat. Pada tahun 2014 Pengadilan ini masih
berusia 8 tahun. Pengadilan Negeri Depok di resmikan oleh Ketua Mahkamah Agung pada
tanggal 6 Februari 2006. Pengadilan ini adalah pecahan dari Pengadilan Negeri Cibinong
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 20 Juli 2005 Nomor: 20 Tahun
2005 Tentang pembentukan Pengadilan Negeri Depok, Pengadilan Negeri Kota Agung,
Pengadilan Negeri Siak Sri Indrapura.14
Hingga saat ini Kota Depok tidak memiliki Lembaga Pemasyarakatan (LP).
Pembangunan LP kelas II A Cilodong Depok dimulai sejak tahun 2011, tetapi pembangunan
tersebut belum selesai hingga tahun 2014. Narapidana yang berasal dari Depok ditampung di
LP Kelas II A Pondok Rajeg, Cibinong Bogor. LP saat ini mengalami kelebihan muatan.
Menurut Kepala LP Pondok Rajeg, ada beberapa faktor yang menyebabkan warga binaan
terus meningkat, yaitu angka kriminalitas di wilayah Depok yang terus meningkat.15
Dari data
yang Penulis dapatkan bahwa jumlah tindak kejahatan sejak tahun 2012 di jajaran Polresta
Depok meningkat 6,19 persen. Jika tahun 2011 jumlah kasus adalah 3.445 kasus, pada tahun
2012 menjadi 3.658 kasus.16
Penulis telah menguraikan pada Bab.1 bahwa berdasarkan
penelusuran putusan yang tersedia di Direktori Mahkamah Agung17
diperoleh gambaran
bahwa kejahatan yang banyak terjadi di Depok adalah kejahatan terhadap harta kekayaan.
Namun, Hakim di Pengadilan Negeri Depok belum tertarik untuk menerapkan
PERMA Padahal dengan meminimalisir penjatuhan pidana penjara dapat mengurangi
kelebihan kapasitas yang dialami oleh LP Pondok Rajeg Cibinong, mengingat Kota Depok
belum memilik LP sendiri. Meskipun kejahatan terhadap harta kekayaan sering terjadi di
Depok, Hakim tidak pernah menjatuhkan pidana denda berdasarkan KUHP. Pidana denda
dijatuhkan hanya terhadap tindak pidana yang diancam berdasarkan undang-undang khusus
(misalnya Undang-Undang Narkotika, UU Perlindungan Anak, dan lain-lain), dan
pelanggaran PERDA (Peraturan Daerah) karena nilai nya dianggap realistis untuk diterapkan.
Bagi Hakim pidana denda masih sebagai pidana tambahan. Untuk tindak pidana pelanggaran
seperti pelanggaran minuman keras, Hakim lebih cenderung menggunakan PERDA.
14 Pengadilan Negeri Depok, Sejarah Pengadilan Negeri Depok, http://pn-depok.go.id/page/sejarah-
pengadilan-negeri-depok, diunduh 26 Mei 2014.
15
Penghuni Lapas Bogor Over Load, http://www.indopos.co.id/2014/03/penghuni lapas-bogor-
load.html#.UxrzNic-q0U diunduh 8 Februari 2014
16
Angga, Tindak Pidana di Depok Meningkat, www.poskotanews.com/2012/12/ 29/tindak-kejahatan-
di-depok-meningkat , diunduh 21 Februari 2014
17
Direktori Mahkamah Agung, http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/pn-
depok/direktori/pidana, diunduh 8 Maret 2014
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
Hakim memiliki cara tersendiri untuk mengurangi beban lembaga pemasyarakatan
yang mengalami over kapasitas. Untuk tindak pidana kejahatan di dalam KUHP yang
dianggap ringan, daripada menjatuhkan pidana denda, Hakim lebih memilih menjatuhkan
pidana penjara bersyarat. Pidana penjara bersyarat sering dijatuhkan pada tindak pidana yang
dianggap ringan oleh Hakim. Nilai uang di dalam KUHP menjadi salah satu alasan utama
bagi Hakim Pengadilan Negeri Depok ragu untuk menerapkan pidana denda yang diancamkan
secara alternatif di dalam KUHP.18
Menurut Penulis, PERMA seharusnya mampu menjadi
jawaban atas keraguan Hakim tersebut. Namun, hingga saat ini Pengadilan Negeri Depok
belum menerapkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012. Berdasarkan hasil
wawancara kepada Hakim, penelusuran perkara dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara
Pengadilan Negeri Depok19
.
b. Penerapan PERMA oleh Hakim di Pengadilan Jakarta Selatan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (disingkat: PN Jaksel) merupakan sebuah lembaga
peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di Jakarta Selatan. Untuk
memulai penelitian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Penulis terlebih dahulu melakukan
penelusuran putusan untuk mengetahui gambaran tindak pidana yang paling sering ditangani
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Berdasarkan penelusuran putusan yang tersedia di
direktori Mahkamah Agung20
, Penulis mendapatkan gambaran bahwa kejahatan yang banyak
terjadi di Jakarta Selatan adalah pencurian, penipuan, penggelapan yang termasuk kejahatan
terhadap harta kekayaan . Gambaran tersebut sama dengan jenis kejahatan yang sering terjadi
di Depok. Sebagian besar kejahatan tersebut diancam dengan pidana penjara alternatif denda,
atau pidana denda.
Pidana denda dijatuhkan hanya pada tindak pidana narkotika, lalu lintas, dan tindak
pidana yang diatur di dalam undang-undang khusus karena nilai uang yang diancamkan
cukup realistis untuk diterapkan karena telah disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Berbeda dengan nilai uang di dalam KUHP, nilainya sudah tidak sesuai lagi dengan
18 Hasil wawancara Penulis dengan Hakim M. Djauhar Setyadi di Pengadilan Negeri Depok, tanggal 25
April 2014.
19
Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Depok, http://cts.pn-
depok.go.id/index/index.php , diunduh 26 Mei 2014.
20
Direktori Mahkamah Agung, http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/pn-jakarta-
selatan/direktori/ pidana , 10 Juni 2014.
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
perkembangan zaman. Hakim semakin ragu untuk menerapkan pidana denda karena
kejahatan terhadap harta kekayaan yang marak terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan banyak dilakukan oleh masyarakat tidak mampu.21
Hakim belum berminat menerapkan pidana denda berdasarkan PERMA. Tidak hanya
terkait dengan penyesuaian nilai uang di dalam KUHP (Pasal 3 PERMA), tetapi keseluruhan
hal yang diatur di dalam PERMA. Untuk mengatasi masalah beban LP yang melampaui
kapasitas, hakim menyatakan akan menjatuhkan pidana penjara dengan masa penjara dengan
masa percobaan (pidana bersyarat). Pidana denda dijatuhkan hanya pada tindak pidana
narkotika, lalu lintas, dan tindak pidana yang diatur di dalam undang-undang khusus dimana
nilai pidana uang telah sesuai dengan perkembangan zaman.
c. Penerapan PERMA berdasarkan analisis putusan
Penulis akan melakukan analisis terhadap 6 (enam) putusan dari pengadilan negeri
yang berbeda. Putusan ke-1 dan ke-2 berasal dari PN Depok, Putusan ke-3 dan ke-4 berasal
dari PN Jakarta Selatan, sedangkan putusan ke-5 dan ke-6 berasal dari Pengadilan lain (luar
Pulau Jawa). Pemilihan putusan yang dianalisis dilakukan berdasarkan petunjuk para hakim
pada saat wawancara.
1. Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 59/Pid.B/2013/PN.Dpk
Putusan ini relevan dengan hasil wawancara Hakim di Pengadilan Negeri Depok, hakim
lebih cenderung memilih menjatuhkan putusan dengan pidana penjara dan untuk tindak
pidana yang dianggap ringan diputus dengan pidana bersyarat.
2. Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 371/Pid/Sus/2012/PN.Dpk
Dalam perkara ini Majelis Hakim Pengadilan Negeri Depok menjatuhkan pidana penjara
dan pidana denda. Selain menjatuhkan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan 15 (lima
belas) hari, juga menjatuhkan pidana denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah)
subsidair 2 (dua) bulan kurungan. Adanya ketentuan bilamana denda tidak dibayar
subsidair (diganti) 2 (dua) bulan kurungan merupakan pencerminan bahwa Majelis Hakim
tidak dapat menjamin efektifitas pelaksanaan pidana denda. Sanksi denda menjadi tidak
produktif bila dilihat dari penerapan pada praktik peradilan yang menjadikan pidana denda
21 Hasil wawancara Penulis dengan Hakim Achmad Dimyati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
tanggal 3 Juni 2014.
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
sebagai baying-bayang dari pidana penjara atau kurungan. Terlebih lagi dengan
disediakannya pidana kurungan pengganti denda bagi yang tidak mampu atau tidak mau
membayar denda, Dalam hal apabila pidana denda yang dijatuhkan relatif tinggi maka
terpidana akan cenderung memilih pidana kurungan pengganti daripada membayar denda.
3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 01/Pid.S/2013/PN.Jkt.Sel.
Dalam perkara ini majelis hakim menjatuhkan pidana denda sebesar Rp.12.000.000,- (dua
belas juta rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan
pidana kurungan selama 20 (dua puluh) hari. Pidana denda yang dijatuhkan relatif tinggi,
hal ini dapat membuat terpidana akan cenderung memilih pidana kurungan pengganti
yang hanya 20 (dua puluh) hari daripada membayar denda.
4. Putusan Sela Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 631/ Pid.B/2013/PN.Jkt.Sel
Putusan ini menjadi gambaran hasil penelitian yang dilakukan Penulis di Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. Hakim belum memahami hal-hal yang diatur di dalam PERMA.
Hal ini menjadi wajar karena Hakim yang menjadi narasumber Penulis menyatakan belum
membaca secara utuh naskah PERMA, hakim mendapatkan informasi dari media massa.
5. Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat Nomor 12/Pid.C/2014/PN-RAP
Dari putusan ini terlihat gambaran Hakim Pengadilan Negeri Rantau Prapat memiliki
kecenderungan yang sama dengan Hakim Pengadilan Negeri Depok dan Hakim di
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim lebih memilih pidana percobaan (pidana
bersyarat) sebagai alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan terhadap perkara-
perkara yang melanggar ketentuan KUHP. Walaupun hakim telah memperhatikan
PERMA dan menjadikannya sebagai dasar pertimbangan sebelum menjatuhkan putusan,
Hakim belum tertarik untuk menerapkan pidana denda.
6. Putusan Pengadilan Negeri Solok Nomor 11/Pid.B/2012/PN.SLK
Dalam putusan ini terjadi perbedaan pendapat (dissenting opinion) di antara Hakim. Dari
putusan ini hakim anggota satu menginginkan terdakwa dikenakan pidana denda sebesar
Rp. 100.000. Memang nilai tersebut kurang berkeadilan mengingat nilai kerugian akibat
tindak pidana adalah sekitar Rp. 475.000,- (empat ratus tujuh puluh lima ribu rupiah).
Ancaman pidana denda yang seyogyanya harus memberikan nestapa bagi terpidana maka
nilai ancaman pidana denda hendaknya harus lebih besar dari kerugian yang timbul akibat
tindak pidana. Menurut Penulis ketentuan pada Pasal 3 PERMA tersebut seharusnya
bukan dilipatgandakan menjadi 1.000 kali akan tetapi dilipatgandakan menjadi 10.000 kali
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
sesuai dengan pertimbangan maupun penjelasan umum dalam PERMA tersebut sehingga
antara pertimbangan, penjelasan umum dan ketentuan pasal menjadi konsisten.
Berdasarkan 6 (enam) putusan yang telah dianalisis, terdapat kecenderungan bahwa
apabila Hakim mempergunakan PERMA sebagai dasar hukum/pertimbangan, tidak serta
merta membuat Hakim menjatuhkan pidana denda. PERMA digunakan hanya untuk
memperingan hukuman bagi terdakwa. Hakim tetap menjatuhkan pidana penjara atau pidana
bersyarat. Ternyata PERMA belum mampu mempengaruhi para hakim untuk menjatuhkan
pidana denda walaupun nilainya telah disesuaikan.
Hakim tidak menerapkan PERMA, bukan tanpa alasan. Hakim menyatakan betapa
PERMA ini menjadi „buah simalakama‟ bagi mereka. Untuk mempermudah pemahaman akan
kendala-kendala tersebut, Penulis akan menjabarkannya menjadi 5 (lima) bagian besar
sebagai berikut :
1. Secara hierarki kedudukan PERMA lebih rendah dari KUHP.
Hakim berpendapat bahwa yang diatur di dalam PERMA ini sangat bagus, tetapi legalisasinya
tidak kuat dibandingkan KUHP yang merupakan undang-undang. PERMA sifatnya hanya
sebagai pedoman bagi Hakim, sehingga pengaturan tentang pidana denda ini seharusnya
diatur di peraturan perundang-undangan yang setingkat dengan undang-undang. . Pada Pasal 7
Ayat (1) Undang-Undang tersebut mengenal jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan
sebagai:
a. Undang-Undang Dasar 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah provinsi;
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Letak kedudukan peraturan Mahkamah Agung. Berdasarkan Pasal 8 Ayat (1) Undang-
Undang No. 12 tahun 2011 mengenal jenis peraturan perundang-undangan selain yang
dimaksud pada Pasal 7 Ayat (1) mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah
Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan
Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. . Pengakuan Perma sebagai peraturan
perundang-undangan tidak disertai penempatannya dalam hierarki perundang-undangan di
dalam Pasal 7 Ayat (1).
Terkait dengan kendala ini, Suhariyono menyatakan apa yang dilakukan oleh Mahkamah
Agung untuk menyesuaikan nilai rupiah sangat logis. Seharusnya PERMA ini dilaksanakan/
diterapkan oleh Hakim karena akan sangat membantu Hakim. PERMA ini ada karena tuntutan
masyarakat yang merasa di perlakukan sewenang-wenang karena nilai rupiah di dalam KUHP
yang belum disesuaikan. Apalagi jika pelaku tindak pidana tersebut adalah anak. Daripada
Hakim harus memasukkan anak tersebut ke dalam penjara yang berakibat merusak masa
depan anak tersebut.22
2. Tindak pidana dilakukan oleh masyarakat yang tidak mampu.
Terdakwa yang melakukan tindak pidana terhadap harta kekayaan adalah mereka yang secara
ekonomi kurang mampu. Sehingga sekalipun dijatuhkan pidana denda, mereka tetap saja akan
memilih pidana subsidernya yaitu penjara atau kurungan. Terkait dengan kendala ini,
Mardjono Reksodiputro berpendapat pemasyarakatan idenya adalah mendidik supaya dapat
kembali ke masyarakat. Hanya sekarang penjara bukan tempat pendidikan lagi. Kapasitasnya
sudah berlebihan, tempat yang seharusnya untuk 1.000 orang diisi 5.000 orang. Bahkan
awalnya si terpidana yang tertangkap karena menghisap ganja ketika dimasukkan ke dalam
penjara, dia belajar bagaimana meracik ganja dan mengedarkan ganja. . Satu hal yang penting
adalah, orang kaya masuk penjara tidak akan merasakan sakit, orang miskin masuk penjara
rasanya sakit, terlebih lagi orang kaya yang dimiskinkan.23
Jadi baik bagi masyarakat tidak
22 Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 23 (2)
menyatakan bahwa: “pidana pokok yang dapat djatuhkan kepada anak Nakal ialah: a. Pidana
penjara, b. pidana kurungan, c. pidana denda, d.pidana pengawasan”. Berbeda dengan yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak Pasal 71 menyatakan
bahwa : “pidana pokok bagi anak terdiri atas: a. pidana peringatan; b. pidana dengan syarat; c.
pelatihan kerja; d. pembinaan dalam lembaga; dan penjara. Undang-Undang ini akan berlaku pada
bulan Agustus 2014. Pada saat UU ini berlaku berarti tidak diperbolehkan penjatuhan pidana denda
bagi anak.
23
Hasil wawancara Penulis dengan Mardjono Reksodiputro di Universitas Indonesia Pasca Sarjana
Krimonologi, tanggal 16 Mei 2014
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
mampu, maupun masyarakat mampu, pidana denda tetap dapat menimbulkan efek jera.
Dalam hal ini Hakim berperan untuk menyesuaikan pidana denda dengan penghasilan si
Terpidana.
3. Sosialisasi yang dilakukan tidak merata.
Saat ini dapat dikatakan bahwa PERMA hanya di atas kertas saja, Hakim belum pernah
mendapatkan surat himbauan dan petunjuk teknis untuk menerapkannya. Selama ini tidak ada
sosialisasi yang dilakukan secara formal, informasi yang diperoleh terkait PERMA ini hanya
pada saat diskusi sesama hakim di Pengadilan Negeri Depok, website Mahkamah Agung dan
Website Pengadilan Negeri Depok. Hal ini membuat Hakim enggan menerapkan PERMA24
Hak serupa juga disampaikan oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bahwa
sosialisasi yang diperoleh hanya sebatas pembicaraan di dalam forum Hakim.25
Agar Hakim
tidak dibingungkan tentang pelaksanaan PERMA, Mahkamah Agung seharusnya mengadakan
sosialisasi di semua Pengadilan di Indonesia, sehingga PERMA ini dapat diefektifkan dan
tidak menjadi peraturan yang tertulis tanpa adanya penerapan.
4. PERMA harus melibatkan berbagai unsur menurut criminal justice system.
Sejak dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Pada saat Kejaksaan melimpahkan perkara
ke Pengadilan dengan menuntut pidana penjara, tidak serta merta Hakim dapat mengubahnya
dengan pidana denda. Saat ini NKB telah ada tetapi sosialisasinya tidak ada. Hakim belum
pernah menemukan tuntutan pidana denda yang menggunakan PERMA sebagai dasar hukum.
Terkait dengan hal tersebut, Suhariyono berpendapat bahwa untuk melaksanakan PERMA ini
harus melibatkan semua pihak di dalam sistem peradilan pidana. NKB yang telah ada sangat
diperlukan dan memang harus dilaksankan semua pihak. Saat ini yang harus dilakukan adalah
melakukan sosialisasi terus menerus dan memerintahkan semua pihak terutama Kejaksaan
untuk melaksanakan Nota Kesepakatan Bersama ini.26
Mardjono Reksodiputro menyatakan
bahwa dengan adalanya NKB, berarti tinggal menunggu “perintah” dari Jaksa Agung kepada
jajarannya agar dalam surat dakwaan berdasarkan kepada PERMA dan NKB.
24 Hasil wawancara dengan Hakim Moehammad Pandji Santoso di Pengadilan Negeri Depok, tanggal
14 Mei 2014.
25
Hasil wawancara Penulis dengan Hakim Achmad Dimyati di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan,
tanggal 3 Juni 2014.
26
Hasil wawancara Penulis dengan Suhariyono AR di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,
tanggal 28 Mei 2014.
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
Berbagai kendala yang dihadapi hakim menjadi alasan bagi penegak keadilan ini
untuk tidak „menghidupkan‟ pidana denda berdasarkan PERMA. Oleh karena itu untuk lebih
mengoptimalkan upaya penerapan pidana denda maka di dalam RUU KUHP disusun dengan
mengutamakan pidana denda.
Dalam proses penyusunan RUU KUHP, tim RUU Hukum Pidana juga harus
menetapkan ancaman pidana setiap tindak pidana yang bersangkutan dengan berdasarkan
suatu “sistem pemidanaan” tertentu. Dalam hal ini Tim telah berpegang pada pedoman, antara
lain:27
1. Mempergunakan ancaman pidan amati secara selektif dank arena itu mencantumkan
pidana mati sebagai “pidana khusus”;
2. Lebih banyak mempergunakan ancaman pidana denda dan untuk mempermudah
perubahan nilai denda karena inflasi uang, maka dipergunakan sistem “kategori
denda”, dan
3. Membatasi penggunaan ancaman pidana penjara jangka pendek dengan “mengganti”
pidana denda dibawah dua tahun dengan ancaman pidana denda.
Pola pidana denda yang ditentukan dalam RUU KUHP 2013 diatur dalam Pasal 80
hingga Pasal 85 RUU KUHP versi 2013. Rumusan pidana denda dalam RUU KUHP versi
2013 nampaknya dapat menanggulangi kendala-kendala yang dihadapi oleh para hakim.
Karena terkait pengaturan pidana denda, RUU KUHP memberikan perhatian khusus. Pidana
denda ditentukan berdasarkan kategori, pertimbangan kemampuan terpidana, pidana denda
yang dapat dibayar secara dicicil dan apabila pidana denda tidak dapat dibayar dapat diambil
harta atau pendapatan terpidana atau diganti dengan pidana kerja sosial dan lain-lain. Dengan
sistem kategori di dalam RUU KUHP akan sangat mempermudah dalam hal apabila terjadi
perubahan nilai rupiah. Dengan mengubah satu Pasal maka seluruh ketentuan pidana denda di
dalam KUHP dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. RUU KUHP menetapkan
bahwa perubahan tersebut dapat ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan RUU
KUHP ini cukup memadai untuk diterapkan karena karena dapat mengatasi permasalahan
perubahan nilai uang yang selama ini menjadi penghambat penerapan pidana denda.
Namun, Hakim menilai bahwa RUU KUHP memiliki kelemahan. Ketentuan pidana
pengganti di dalam Pasal 83 RUU KUHP dinilai terlalu rendah. Hakim kuatir jika pidana
penggantinya terlalu ringan maka terpidana lebih memilih pidana pengganti, mengingat
27 Mardjono Reksodiputro, Pembaharuan Hukum Pidana : Kumpulan Karangan Buku Keempat, Pusat
Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (d/h Lembaga Kriminologi) Universitas Indonesia, Jakarta, Hlm. 6.
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
terpidana yang berasal dari kalangan tidak mampu. Seharusnya pidana pengganti yang
ditawarkan oleh RUU KUHP harus lebih berat, agar terpidana bersedia membayar denda.
Agar pidana denda tetap dapat dilaksanakan walaupun terpidana berasal dari kalangan tidak
mampu, RUU KUHP dalam Pasal 82 mengatur bahwa pidana denda dapat dicicil dalam
jangka waktu sesuai dengan putusan Hakim.
Penutup
A. Kesimpulan
1. Hakim belum menerapkan pidana denda pasca berlakunya PERMA terhadap pasal-pasal
di dalam KUHP. Namun menerapkan pidana denda berdasarkan undang-undang khusus
dan PERDA. Hal ini Penulis temukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Penulis
di Pengadilan Negeri Depok, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dan analisis putusan.
2. Terdapat beberapa hal yang menjadi kendala sekaligus alasan hakim untuk tidak
menerapkan pidana denda di dalam KUHP dengan menjadikan PERMA sebagai
pertimbangan yaitu:
a. Secara hierarki kedudukan PERMA lebih rendah dari KUHP.
b. Tindak pidana dilakukan oleh masyarakat yang tidak mampu
c. Sosialisasi yang dilakukan tidak merata. Saat ini dapat dikatakan bahwa PERMA
hanya di atas kertas saja, Hakim belum pernah mendapatkan surat himbauan dan
petunjuk teknis untuk menerapkannya.
d. Untuk menerapkan PERMA harus melibatkan berbagai unsur menurut criminal justice
system, sejak dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.
3. Rumusan pidana denda dalam RUU KUHP versi 2013 nampaknya dapat menanggulangi
kendala-kendala yang dihadapi oleh para hakim. Karena terkait pengaturan pidana denda,
RUU KUHP memberikan perhatian khusus. Pidana denda ditentukan berdasarkan
kategori, pertimbangan kemampuan terpidana, pidana denda yang dapat dibayar secara
dicicil dan apabila pidana denda tidak dapat dibayar dapat diambil harta atau pendapatan
terpidana atau diganti dengan pidana kerja sosial dan lain-lain. Dengan sistem kategori di
dalam RUU KUHP akan sangat mempermudah dalam hal apabila terjadi perubahan nilai
rupiah. Dengan mengubah satu Pasal maka seluruh ketentuan pidana denda di dalam
KUHP dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Namun, Hakim menilai bahwa
RUU KUHP memiliki kelemahan. Ketentuan pidana pengganti di dalam Pasal 83 RUU
KUHP dinilai terlalu rendah. Hakim kuatir jika pidana penggantinya terlalu ringan maka
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
terpidana lebih memilih pidana pengganti, mengingat terpidana yang berasal dari kalangan
tidak mampu.
B. Saran
Terkait dengan penerapan pidana denda terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh
hakim. Berdasarkan hasil penelitian, Penulis dapat memberikan beberapa saran dengan
harapan agar keberadaan PERMA mampu mengefektifkan pidana denda, antara lain:
1. Agar Hakim memiliki keyakinan untuk menerapkan pidana denda, maka PERMA
perlu diperkuat dengan bentuk peraturan perundang-undangan lainnya yang
kedudukan dan hierarkinya jelas misalnya melalui Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (PERPU).
2. Mahkamah Agung harus memberikan penjelasan asal-usul bahwa nilai pidana denda
dikali 1.000. Hakim menyatakan bahwa tersebut masih terlalu rendah untuk
diterapkan. Pasal 3 PERMA seharusnya bukan dilipatgandakan menjadi 1.000 kali
akan tetapi dilipatgandakan menjadi 10.000 kali. Sehingga antara pertimbangan,
penjelasan umum dan ketentuan pasal menjadi konsisten.
3. PERMA harus diedarkan dan disosialisasikan secara merata ke seluruh Pengadilan di
Indonesia, dan Mahkamah Agung perlu memberikan petunjuk lebih lanjut tentang
teknis pelaksanaan PERMA.
4. Penerapan PERMA harus melibatkan berbagai unsur menurut criminal justice system,
sejak dari kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. NKB yang telah ada harus
disosialisasikan oleh setiap lembaga. Bila diperlukan Kepala Kejaksaan Agung
memberikan perintah kepada jajarannya untuk menerapkan PERMA dan NKB.
5. Ketentuan pidana pengganti yang diatur di dalam RUU KUHP dinilai terlalu ringan
oleh hakim dikuatirkan Terpidana akan memilih menjalankan pidana pengganti denda,
oleh karena itu pada saat RUU tersebut dibahas di DPR, sebaiknya ketentuan tentang
pidana pengganti dirumuskan ulang.
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
DAFTAR PUSTAKA
I. BUKU
Abdussalam, R. Hukum Penentensier. Jakarta: PTIK, 2003.
Arief, Barda Nawawi. Kapita Selekta Hukum Pidana. Bandung: Citra Aditya Bakti,
2003.
Bakhri, Syaiful. Perkembangan Stelsel Pidana Indonesia. Jakarta: Total Media, 2009.
Chazawi, Adami. Bagian 1: Pelajaran Hukum Pidana, cet. 5. Jakarta: PT RajaGrafindo,
2010.
Departemen Hukum dan HAM, Badan Pembinaan Hukum Nasional. Laporan Akhir
Pengkajian Hukum Tentang Eksistensi Peraturan Perundang-Undangan di Luar
Hierarki Berdasarkan UU No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2010.
Fitriasih, Surastini.Et al. Pengaruh Nilai Mata Uang dalam Perumusan Ketentuan Pidana
Terhadap Sistem Pemidanaan: Implementasi. PERMA Nomor 2 Tahun 2012 dalam
Praktik Peradilan. Laporan Akhir Hibah Riset Madya Fakultas Hukum Universitas
Indonesia, 2013.
Hamzah, Andi. Delik-Delik Tertentu (Speciale Delicten) di dalam KUHP. Jakarta:
Penerbit Universitas Trisakti, 2011.
________.Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: PT Pradnya Paramita,
1986.
Harahap, Yahyah. “Kekuasaan Mahkamah Agung: Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan
Kembali Perkara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) & KUHAP (Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana). Bandung: Citra Umbara, 2007.
Mamudji, Sri. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2010..
Moeljatno. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yogjakarta: Bumi Aksara, 2007.
Muladi. Lembaga Pidana Bersyarat. Bandung: Alumni, 1985.
Muladi dan Nawawi, Barda, Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Bandung: Penerbit
Alumni, 1984.
Remmelink, Jan. Hukum Pidana- Komentar atas Pasal-Pasal terpenting dari KUHP
Belanda dan Pidananya dalam KUHP Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2003.
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
Reksodiputro, Mardjono. Pembaharuan Hukum Pidana: Kumpulan Karangan Buku
Keempat. Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Universitas
Indonesia, 1995.
Saleh, K. Wantjik. Pelengkap KUHP: Undang-Undang Pidana Baru dan Perubahan
KUHP. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976.
Saleh, Roeslan. Stelsel Pidana Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1987.
Sholehuddin, M. Sistem Sanksi dalam Hukum Pidana (Ide Dasar Double Track System &
Implementasinya). Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007.
Soesilo, R. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-
Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politea, 1983.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI-Press, 2010.
Sudarto, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986.
Suparni, Niniek. Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan,
Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Utrecht. Hukum Pidana II: Rangkaian Sari Kuliah. Surabaya: Pustaka Tintamas, 1987.
Peraturan Perundang-undangan
Indonesia, Undang-Undang Tentang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985, LN. Nomor
73 Tahun 985, TLN. Nomor 3316.
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan
Nomor 12 Tahun 2011, LN. Nomor. 83, TLN. Nomor 5234.
Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian
Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.
Indonesia, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 16 tahun 1960
tentang Beberapa Perubahan Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
sebagaimana telah ditetapkan dengan Undang-undang melalui Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1961;
Indonesia, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 18 tahun 1960
tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda dalam Kitab Undang- Undang Hukum
Pidana dan Ketentuan Pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum 17 Agustus 1945
sebagaimana telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1961
Indonesia, Nota Kesepakatan Bersama Ketua MA, jaksa Agung, Kapolri, dan Menteri
Hukum dan HAM RI tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan
Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, serta
Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice), No. 131/KMA/SKB/X/2012,
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014
No. M.HH-)&.HM. 03.02 Tahun 2012,No.KEP-06/E/EJP/10/2012, dan No.
B/39/X/2012, tanggal 17 Oktober 2012.
Indonesia. “Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Tahun 2013.
Wawancara
Wawancara dengan Hakim Achmad Dimyati pada 3 Juni 2014 dari Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta.
Wawancara dengan Hakim M. Djauhar Setyadi, pada tanggal 25 April 2014 di Pengadilan
Negeri Depok, Depok.
Wawancara dilakukan dengan Hakim Moehammad Pandji Santoso, pada tanggal 14 Mei
2014 di Pengadilan Negeri Depok, Depok.
Wawancara dengan Suhariyono AR, pada tanggal 28 Mei 2014 di Kementerian Hukum dan
Hak Asasi Manusia, Jakarta.
Wawancara dilakukan dengan Mardjono Reksodiputro, pada tanggal 16 Mei 2014 di
Universitas Indonesia Pasca Sarjana Krimonologi, Jakarta.
Jurnal/Makalah/Artikel
Redaksi. “PERMA Tipiring: Mengurai: “Benang Kusut” Peradilan.” Desain Hukum Vol
12 No. 3, ( Tahun 2012)
Sahetapy, J.E. “Tanggapan Terhadap Pembaharuan Hukum Pidana Nasional.” Majalah
Hukum Pro justitia (Tahun VIII Nomor 3, Juli 1989): 22.
Wiwiho, Jamal. “Reformasi Peradilan di Indonesia dan PERMA No. 02 Tahun 2012
Tentang Tindak Pidana Ringan.” Desain Hukum Vol 12 (No. 3 Tahun 2012).
Internet
Direktori Mahkamah Agung.” http://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/.”
Diakses 8 Maret 2014.
Indopos.”Penghuni Lapas Bogor Over Load,” http://www.indopos.co.id/ 2014/03/penghuni
lapas-bogor-load.html#.UxrzNic-q0U. Diakses 8 Februari 2014
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, http://www.pn-jakartaselatan.go
.id/index.php?option=com_content&view=article&id=238&Itemid=344. Diakses
pada 27 Mei 2014.
Pengadilan Negeri Depok, http://pn-depok.go.id/page/sejarah-pengadilan- negeri- depok.
Diakses 26 Mei 2014.
Pengadilan Negeri Depok, Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri
Depok, http://cts.pn-depok.go.id/index/index.php . Diakses 26 Mei 2014.
Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Depok, “http://cts.pn- depok.go.id
/index/index.php.” diakses 10 Juni 2014.
Penerapan pidana..., Lestari Hotmaida Sianturi, FH, 2014