95
BAB VI
PENELITIAN EKSPERIMEN
Jika ditinjau dari tujuan dan teknik analisis yang
digunakan, maka penelitian eksperimen termasuk
penelitian inferensial karena memiliki tujuan menguji suatu
hipotesis. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian
eksperimen berupa teknik statistik lanjut. Penelitian
eksperimen awalnya banyak dikembangkan oleh para
psikolog. Namun saat ini cukup banyak praktisi bidang
pendidikan juga menggunakan penelitian eksperimen. Pada
umumnya penelitian eksperimen berguna untuk menguji
suatu model atau metode pembelajaran, seperti yang
dijelaskan di bawah ini.
A. JENIS PENELITIAN EKSPERIMEN
Penelitian eksperimen ada 3 macam, yaitu pra-
eksperimen, eksperimen murni, dan eksperimen semu.
Ketiga macam eksperimen tersebut memiliki ciri-ciri yang
berbeda, sehingga calon peneliti eksperimen harus hati-hati
dalam memilih, merancang, dan melakukan eksperimennya.
Di bawah ini dijelaskan tentang ciri-ciri masing-masing
macam eksperimen.
1. Pra-Eksperimen
Pra-eksperimen merupakan penelitian eksperimen
yang dilakukan hanya untuk 1 kelompok, sebagai kelompok
eksperimen. Pra-eksperimen sangat dimungkinkan
dilakukan jika subjek yang dikenai treatment berjumlah
Penelitian Inferensial dalam Bidang Pendidikan
96
sedikit. Oleh karena itu, treatment eksperimen hanya
dilakukan pada kelompok eksperimen itu saja.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pemilihan
subjek dalam penelitian eksperimen dengan cara purposive,
yakni dipilih dengan ciri-ciri tertentu sesuai ketentuan si
peneliti. Ketentuan ciri-ciri tersebut yang digunakan sebagai
landasan penentuan subjek dalam pra-eksperimen.
Analisa dalam penelitian pra-eksperimen hanya
membandingkan hasil pre dan post test setelah treatment
penelitian berlangsung. Pengukuran pre-test dilakukan
sebelum penelitian berlangsung. Sebaliknya pengukuran
post-test dilakukan setelah treatment penelitian. Hasil
kedua test tersebut dibandingkan dengan menggunakan
teknik analisis statistik, antara lain berupa uji-t.
Seperti yang dijelaskan di atas, bahwa dalam pra-
eksperimen tanpa menggunakan kelompok kontrol atau
kelompok pembanding. Akibat kondisi inilah menimbulkan
kelemahan pada penelitian pra-eksperimen, yakni lemahnya
validitas internal akibat tanpa adanya kelompok
pembanding, sehingga hasil penelitian pra-eksperimen
belum dapat meyakinkan bahwa perubahan yang terjadi
memang benar-benar sebagai akibat treatment.
2. Eksperimen Murni
Pelaksanaan eksperimen murni pada umumnya untuk
meneliti kemungkinan adanya hubungan sebab-akibat
diantara variabel-variabel dengan cara menghadapkan
kelompok eksperimental pada beberapa macam kondisi
perlakuan dan membandingkan akibat (hasil)nya dengan
satu atau lebih kelompok kontrol yang tidak dikenai
perlakuan. Penelitian eksperimen murni pada umumnya
Penelitian Eksperimen
97
dilakukan pada bidang sains, misalnya bidang fisika, atau
bidang kimia.
Selain menggunakan kelompok kontrol, dalam
eksperimen murni sangat menekankan penggunaan variabel
kontrol, selain variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
kontrol yang dimaksud adalah kondisi subjek penelitian
yang harus sama melalui pengendalian oleh peneliti. Sebagai
contoh dalam penelitian tentang penerapan metode
discovery untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, maka
variabel kontrolnya antara lain berupa kecerdasan subjek
pada kategori yang sama, siswa sama-sama belum pernah
mendapatkan pembelajaran metode discovery, ketersediaan
sarana dan prasarana belajar subjek dalam kondisi relatif
sama.
Pengendalian terhadap kondisi (variabel kontrol)
dalam penelitian eksperimen murni merupakan satu
persyaratan yang harus dilakukan. Dalam bidang sains,
pengendalian terhadap kondisi ruangan misalnya, lebih
mudah dilakukan. Sebagai contoh eksperimen untuk
menghancurkan batu dengan pemanasan yang berbeda-
beda, maka pemilihan benda padat (batu) dengan tekstur,
berat, warna, kandungan zat di dalamnya, akan mudah
diatur. Namun, pemilihan subjek penelitian ekperimen
murni untuk bidang pendidikan maupun sosial jauh lebih
sulit, karena tidak ada seorangpun di dunia yang memiliki
sifat atau karakter, ciri-ciri yang sama.
Penelitian eksperimen murni memerlukan
pengelolaan variabel-variabel dan kondisi eksperimental
yang rumit baik lewat prosedur kontrol dan manipulasi
langsung atau lewat prosedur randomisasi. Seperti
dijelaskan sebelumnya bahwa penelitian ekperimen murni
lebih memusatkan perhatiannya pada cara pengendalian
Penelitian Inferensial dalam Bidang Pendidikan
98
variasi guna (a) memaksimalkan varians dari variabel-
variabel yang terlibat dalam hipotesis, (b) meminimalkan
varians variabel luar yang tidak dikehendaki yang
dikhawatirkan akan dapat mengganggu hasil eksperimen,
dan (c) meminimalkan varians eror atau varians random,
termasuk pula eror dalam pengukuran. Subjek yang diteliti
ditempatkan ke dalam kelompok secara random, yakni
dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Menurut Azwar (dalam Soesilo, 2015) validitas
internal merupakan kondisi esensial (sine qua non) dalam
desain penelitian eksperimen murni. Dalam hal ini validitas
internal sebagai tujuan utama eksperimen murni.
Penentuan validitas internal dalam penelitian eksperimen
murni mengacu pada apakah perbedaan yang terjadi di
antara kelompok subjek dalam eksperimen memang benar-
benar disebabkan oleh perbedaan perlakuan.
Hal yang masih perlu ditelaah adalah keberadaan
validitas eksternal, yang mengacu pada seberapa
representatifnya temuan penelitian. Selain itu, apakah
temuan tersebut dapat digeneralisasikan pada kelompok
subjek serupa yang lebih luas. Namun, perlu disadari bahwa
validitas eksternal sulit dicapai pada penelitian
eksperimental murni untuk bidang pendidikan. Hal ini
dikarenakan adanya keterbatasan dalam penelitian
eksperimen misalnya mengenai pemilihan subjek (bersifat
purposive), dan belum lengkapnya variabel kontrol yang
digunakan.
3. Eksperimen Semu
Penelitian eksperimen semu mirip kondisi penelitian
eksperimental murni, yakni ada kelompok eksperimen
maupun kelompok kontrol, namun pada kedua jenis
Penelitian Eksperimen
99
eksperimen tersebut tetap memiliki perbedaan. Pada
eksperimen semu, tidak semua variabel yang relevan dapat
dikendalikan dan dimanipulasi. Dalam ekperimen semu
lebih menekankan adanya kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen, tanpa mementingkan variabel kontrol. Kondisi
yang lain dari subjek dikesampingkan, atau tanpa dikontrol,
karena subjek dianggap memiliki kondisi yang relatif sama.
Padahal setiap subjek penelitian dalam eksperimen semu
memiliki kondisi yang beragam, tidak ada yang sama persis.
Oleh karena itu, sebaiknya peneliti menyadari betul
keterbatasan penelitian ini dan seberapa jauh validitas
internal dan eksternalnya.
Penelitian eksperimen dalam dunia pendidikan lebih
tepat jika menggunakan eksperimen semu. Dalam bidang
pendidikan, cara penentuan subjek dalam eksperimen semu
sama persis dengan eksperimen murni. Subjek penelitian
dipilih sesuai ciri-ciri khusus yang telah ditentukan oleh
peneliti, dan dikelompokkan secara random pada dua
kelompok, yakni kelompok eksperimen dan kelompok
kontrol. Pemilihan variabel dan manipulasi kondisi
eksperimental dalam eksperimen semu dilakukan melalui
prosedur kontrol dan lewat prosedur randomisasi.
Dalam eksperimen semu, pemberian treatment hanya
diberikan pada kelompok eksperimen. Sedangkan kelompok
kontrol diberi perlakuan yang berbeda, atau bahkan tanpa
ada perlakuan. Setelah pemberian treatment berlangsung,
selanjutnya subjek pada kedua kelompok diukur kembali
kondisi dan perubahan yang terjadi. Dalam penelitian
eksperimen semu, peneliti mengharapkan adanya
perbedaan perubahan kondisi subjek sebagai akibat
treatment.
Penelitian Inferensial dalam Bidang Pendidikan
100
B. PROSEDUR PENELITIAN EKSPERIMEN DALAM
BIDANG PENDIDIKAN
Dalam penelitian eksperimen, peneliti harus
memahami metodologi penelitian eksperimen dan
mengikuti prosedur langkah-langkah penelitiannya secara
tepat. Dibanding jenis penelitian inferensial lainnya,
prosedur penelitian eksperimen dapat dikatakan cukup
rumit. Peneliti harus memiliki desain penelitian yang jelas,
dan mengikuti langkah-langkah berdasar desain tersebut.
Pada umumnya penelitian eksperimen dimulai dari tahap
temuan masalah yang jelas dan konkrit, dikuti oleh kajian
teoritis untuk menentukan treatment (variabel bebas).
Penentuan dan pengelompokan subjek penelitian dilakukan
secara random. Setelah rancangan disusun dan subjek
sudah dikelompokkan secara random, dilanjutkan
implementasi (pemberian perlakuan) dan pengukuran hasil
treatment, serta diakhiri dengan analisis uji beda. Masing-
masing tahap dari prosedur penelitian eksperimen
dijelaskan di bawah ini.
1. Menyediakan Temuan Masalah Konkrit
Pada setiap penelitian, pihak peneliti harus dapat
mengemukakan masalah penelitiannya secara jelas. Seperti
pada penelitian tindakan, dalam penelitian eksperimen
perlu diawali dengan adanya temuan masalah oleh peneliti.
Permasalahan yang dikemukakan peneliti dalam penelitian
eksperimen harus konkrit atau benar-benar terjadi atau
memang dialami oleh diri calon subjek.
Temuan gejala masalah penelitian diuraikan dalam
latar belakang penelitian. Uraian tentang masalah penelitian
tersebut harus disertakan indikator-indikator yang jelas
tentang masalah tersebut. Gejala masalah tersebut perlu
Penelitian Eksperimen
101
disertai bukti yakni berupa data sebagai adanya fakta yang
dialami subjek. Hal ini terkait dengan ciri keilmiahan suatu
laporan penelitian bahwa penelitian harus bersifat objektif
atau berdasar fakta-fakta. Bukti adanya masalah tersebut
diwujudkan dengan adanya data yang disusun dalam suatu
tabel. Pengumpulan dan penyediaan data tersebut sering
kali yang disebut sebagai pra penelitian.
Dalam mengumpulkan data tentang masalah atau
gejala-gejala masalah penelitian, peneliti dapat
melakukannya dengan berwawancara, menyebarkan skala
sikap atau melakukan observasi kepada pihak-pihak yang
relevan. Tentu saja instrumen untuk pengumpulan data
tersebut harus berlandaskan teori yang terkait.
2. Menyusun Treatment yang Jelas
Setelah menguraikan masalah konkrit yang
diketemukan peneliti pada diri calon subjek penelitian maka
selanjutnya peneliti perlu mempersiapkan treatment
(perlakuan). Perlakuan disusun terkait dengan temuan
masalah konkrit yang dialami subjek. Rancangan perlakuan
harus memiliki ’benang merah’ atau keterkaitan yang jelas
dengan temuan masalah konkrit yang dialami subjek
penelitian. Rancangan tersebut disusun berlandaskan suatu
teori. Oleh karena itu, peneliti perlu mengkaji, mendalami
dan menentukan perlakuan yang tepat untuk menangani
masalah subjek dengan mengkaji teori-teori yang relevan.
Pada penelitian eksperimen tertentu yang hanya
menguji temuan suatu model atau metode temuannya,
justru rancangan treatment telah disiapkan lebih dahulu
oleh peneliti. Biasanya dalam penelitian tersebut peneliti
tidak perlu mencari masalah konkrit, meskipun pada
Penelitian Inferensial dalam Bidang Pendidikan
102
akhirnya peneliti tetap harus mencari subjek yang memiliki
ciri-ciri sesuai yang ditentukannya untuk diberi treatment.
Treatment atau perlakuan tersebut harus memiliki
definisi operasional yang jelas. Selain itu, treatment atau
perlakuan harus memiliki langkah-langkah atau tahap-tahap
implementasi selama eksperimen berlangsung. Dalam
pengujian suatu model atau metode pembelajaran, langkah-
langkah treatment juga harus terwujud dalam tahap
pembelajaran yang digunakan.
3. Penempatan Subjek Penelitian Secara Random
Dalam penelitian eksperimen, subjek dalam penelitian
ditentukan secara purposive, yakni berdasar atas ciri-ciri
(karakter) khusus sesuai ketentuan peneliti. Hal ini
disebabkan hasil penelitian eksperimen tidak dapat
digeneralisasikan. Penentuan subjek penelitian secara
purposive merupakan bagian pemilihan sampel dalam
kelompok Non-Probabilitas. Dengan pemilihan subjek
penelitian seperti hal tersebut, maka hasilnya tidak dapat
digeneralisasikan. Hasil penelitian eksperimen hanya
diperuntukkan untuk menggambarkan kondisi subjek pada
penelitian itu sendiri dan hanya berlangsung pada saat
tersebut.
Setelah subjek dipilih atau ditentukan oleh peneliti,
maka selanjutnya peneliti menempatkan subjek ke dalam
kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen secara
random. Peneliti tidak diperbolehkan semaunya sendiri
dalam menentukan kedudukan subjek dalam kelompoknya.
Hal ini terkait dengan kaidah objektivitas suatu penelitian.
Setelah penempatan subjek penelitian secara random,
maka seanjutnya peneliti perlu menguji homogenitas kedua
kelompok. Uji homogenitas diperlukan untuk membuktikan
Penelitian Eksperimen
103
bahwa kedua kelompok eksperimen dan kelompok kontrol
memang pada awalnya dalam kondisi yang sama, atau
memiliki kondisi variabel terikat yang berkedudukan sama.
Pelaksanaan treatment baru dapat diimplementasikan jika
kedua kelompok tersebut terbukti telah homogen.
Sebagai contoh di bawah ini hasil uji homogenitas penelitian
Wulandari (dalam Soesilo, 2015) yang berjudul Efektivitas
Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Kegiatan
Kelompok dalam Meningkatkan Harga Diri Siswa Kelas VII G
SMP N 1 Bringin Kabupaten Semarang.
Tabel 2. Mean dan Standar Deviasi Harga Diri Siswa kelas VIII G
SMP Negeri 1 Bringin Kabupaten Semarang Tahun Ajaran
2010/2011
Kelompok N Mean Standar Deviasi
Harga diri kelompok
eksperimen
15 27,3333 8,21729
Harga diri kelompok
control
15 27,6000 7,54794
Berdasar tabel di atas terlihat bahwa mean nilai rata-
rata harga diri pada kelompok eksperimen 27,3333 dengan
standar deviasi 8,21729. Sedangkan mean nilai rata-rata
harga diri pada kelompok kontrol sebesar 27,6000 dengan
standar deviasi 7,54794.
Homogenitas harga diri kedua kelompok yakni
kelompok eksperimen dengan kelompok control maka
dilakukan perhitungan dengan menggunakan Mann-
Whitney Test. Hasil perhitungannya dapat dilihat pada tabel
berikut:
Penelitian Inferensial dalam Bidang Pendidikan
104
Tabel 3. Mann-Whitney Pre Test Harga Diri Siswa Kelas VII G SMP
Negeri 1 Bringin Kabupaten Semarang Tahun Ajaran 2010/2011
Test Statisticsb
Nskor
Mann-Whitney U 112.500
Wilcoxon W 232.500
Z .000
Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000
Exact Sig. [2*(1-tailed
Sig.)] 1.000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
Berdasar tabel di atas diperoleh hasil penelitian yaitu
p = 1,000 ( p > 0,050) artinya tidak ada perbedaan yang
signifikan harga diri siswa pada kelompok kontrol dengan
kelompok eksperimen kelas VII G SMP Negeri 1 Bringin
Kabupaten Semarang, sehingga kedua kelompok ini dapat
digunakan sebagai kegiatan untuk penelitian eksperimen.
4. Menyusun Desain Rancangan Eksperimen
Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus
menyusun rancangan eksperimennya. Sesuai penjelasan
sebelumnya bahwa terdapat dua macam penelitian
eksperimen yang dianggap tepat untuk bidang pendidikan,
yakni pra-eksperimen, dan eksperimen semu. Rancangan
eksperimen pada kedua macam penelitian tersebut perlu
dipahami oleh para ahli pendidikan.
a. Rancangan pra-eksperimen
Rancangan penelitian pra-eksperimen lebih
sederhana dibanding penelitian eksperimen yang
Penelitian Eksperimen
105
lain. Kesederhanaan terebut terlihat dari jumlah
kelompok yang diteliti. Jumlah kelompok yang diteliti
pada penelitian eksperimen hanya satu kelompok.
Sedangkan penelitian eksperimen yang lain
berjumlah minimal dua kelompok.
Selain itu, teknik analisis statistik yang digunakan
juga cukup sederhana, yakni membandingkan antara
kondisi kelompok saat sebelum dengan sesudah
diberi perlakuan. Pada umumnya analisis yang
digunakan adalah uji-t atau disebut juga uji ulangan,
jika data yang didapatkan bersifat normal dan
berskala data interval. Gambar 3. Rancangan Pra-Eksperimen
Grup Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen : T1-------------------x------------------ T2
Keterangan:
Eksperimen: kelompok eksperimen, sebagai satu-
satunya kelompok yang diteiti dalam pra-
eksperimen
T1 : pretes sebagai pengukuran awal sebelum ada
pemberian perlakuan terhadap subjek
penelitian
T2 : postes sebagai pengukuran setelah pemberian
perlakuan terhadap subjek penelitian
x : treatment atau perlakuan yang akan
dikenakan pada subjek penelitian.
Adapun prosedur rancangan pra-eksperimen setelah
subjek ditentukan (dipilih) melalui pre-test (T1)
adalah sebagai berikut:
1. Peneliti merancang suatu perlakuan (treatment)
melalui kajian teori yang mendalam. Isi perlakuan
Penelitian Inferensial dalam Bidang Pendidikan
106
berupa metode dan strategi apa yang tepat,
berapa kali atau berapa lama dan kapan saja akan
diimplementasikan pada subjek penelitian.
2. Peneliti mempersiapkan instrumen untuk
mengukur perubahan-perubahan yang terjadi
pada subjek penelitian, dan panduan observasi
untuk mengamati keberlangsungan selama
proses eksperimen.
3. Peneliti memberi perlakuan (treatment) ‘x’ pada
subjek penelitian sesuai rancangan yang telah
disusun.
4. Setelah pemberian perlakuan, selanjutnya
peneliti melakukan pengumpulan data berupa
postes (T2) untuk mengukur perubahan-
perubahan diri subjek yang diduga akibat adanya
treatment, dengan menggunakan alat ukur
(instrumen) yang sudah disiapkan (sesuai tahap
no 2)
5. Peneliti melakukan analisis hasil penelitian
dengan membandingkan hasil selama pre-test
(T1) dengan post-test (T2).
b. Rancangan Ekperimen Semu
Dalam penelitian eksperimen semu terdapat dua
kelompok. Kelompok pertama disebut “kelompok
eksperimen”, yaitu kelompok yang akan diberi
treatment (perlakuan). Kelompok kedua disebut
“kelompok kontrol”, yaitu kelompok yang tidak
diberi atau dikenakan treatment (perlakuan).
Kelompok kontrol berfungsi sebagai pembanding
untuk mengetahui perbedaan yang mungkin tampak
antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Penelitian Eksperimen
107
Dalam eksperimen semu kedua kelompok harus
bersifat homogen. Oleh karena itu hasil tes awal (Pre
- Test) yang dilakukan sebelum eksperimen
diimplementasikan dapat digunakan untuk menguji
homogenitas kedua kelompok. Pembuktian kedua
kelompok dalam kondisi homogen dapat dilakukan
melalui uji homogentas melalui Mann Whitney.
Setelah dalam kondisi homogen, selanjutnya peneliti
dapat melangsungkan kegiatan eksperimennya
dengan member treatment (perlakuan) pada
kelompok eksperimen sesuai rancangan eksperimen
yang dibuat. Sedangkan kelompok kontrol dikenai
treatment (perlakuan) yang berbeda, atau tanpa ada
perlakuan.
Pelaksanaan tes akhir (Post - Test) dilakukan sesudah
treatment (perlakuan) eksperimen berakhir. Post-test
dilakukan kepada kedua kelompok, dan hasil post-
test kedua kelompok diperbandingkan untuk melihat
efektivitas, atau pengaruh treatment (perlakuan)
eksperimen terhadap kondisi subjek penelitian.
Gambar 4. Rancangan Eksperimen Semu
Grup Pretes Perlakuan Postes
Eksperimen : (R) T1-------------------x------------------ T2
Kontrol : (R) T1--------------------------------------- T2
Keterangan:
Eksperimen: kelompok eksperimen, sebagai
kelompok yang akan diberi treatment
(perlakuan) selama kegiatan eksperimen.
Kontrol: kelompok kontrol, sebagai kelompok
pembanding yakni kelompok yang diberi
treatment (perlakuan) berbeda atau tanpa
Penelitian Inferensial dalam Bidang Pendidikan
108
diberi perlakuan selama eksperimen
berlangsung.
R : prosedur random untuk menempatkan subjek
pada kelompok eksperimen atau kelompok
kontrol.
T1 : pretes sebagai pengukuran awal sebelum ada
pemberian perlakuan terhadap subjek
penelitian
T2 : postes sebagai pengukuran setelah pemberian
perlakuan terhadap subjek penelitian
x : treatment atau perlakuan yang akan
dikenakan pada subjek penelitian.
Adapun prosedur rancangan eksperimen semu
setelah subjek ditentukan (dipilih) melalui pre-test
(T1) adalah sebagai berikut:
1. Peneliti menentukan (menempatkan) setiap
subjek penelitian pada kelompok eksperimen
atau kelompok kontrol secara random.
2. Peneliti merancang suatu perlakuan (treatment)
melalui kajian teori yang mendalam. Isi perlakuan
berupa metode dan strategi apa yang tepat,
berapa kali atau berapa lama dan kapan saja akan
diimplementasikan pada subjek penelitian.
3. Peneliti mempersiapkan instrumen untuk
mengukur perubahan-perubahan yang terjadi
pada subjek penelitian, dan panduan observasi
untuk mengamati keberlangsungan selama
proses eksperimen.
4. Peneliti memberi perlakuan (treatment) ‘x’ pada
subjek penelitian kelompok eksperimen sesuai
rancangan yang telah disusun. Sedangkan
Penelitian Eksperimen
109
kelompok kontrol dikenakan dengan treatment
(perlakuan) yang berbeda.
5. Setelah pemberian perlakuan, selanjutnya
peneliti melakukan pengumpulan data berupa
postes (T2) pada kedua kelompok untuk
mengukur perubahan-perubahan diri subjek yang
diduga akibat adanya treatment, dengan
menggunakan alat ukur (instrumen) yang sudah
disiapkan (sesuai tahap no 2)
6. Peneliti melakukan analisis hasil penelitian
dengan membandingkan hasil post-test (T2) di
antara kedua kelompok.
5. Uji Hipotesis
Dalam penelitian inferensial apapun termasuk
eksperimen, peneliti harus mampu memahami makna dari
taraf signifikansi. Hal ini sangat penting dalam menganalisis
statistika guna menguji suatu hipotesis. Perlu dipahami oleh
peneliti bahwa dalam penggunaan analisis statistik pada
umumnya menggunakan teori tentang kemungkinan-
kemungkinan (probabilitas). Kesimpulan yang disandarkan
pada keputusan statistik, tidak dapat ditopang oleh taraf
kepercayaan mutlak seratus persen. Oleh karena itu, peneliti
memberi sedikit peluang untuk salah dalam menolak
hipotesis.
a. Interprestasi Hasil
Dalam analisa statistik, khususnya penelitian
inferensial, maka peneliti perlu membaca
(menginterpretasi) terutama hasil tentang: Sig (nilai
skorenya), setelah itu baru membaca skor t (hasil
uji-t), atau skor F (hasil Anova). Seperti yang
Penelitian Inferensial dalam Bidang Pendidikan
110
dijelaskan di atas bahwa peluang kesalahan dirujuk
dari taraf signifikansi yang diketemukan.
Jika sudah ada perbedaan, maka peneliti baru
membandingkan hasil rerata (jika data berskala
interval atau rasio), atau mean rank (jika data
berskala ordinal) pada kelompok-kelompok yang
dibandingkan. Di antara rerata tersebut manakah
yang lebih tinggi atau lebih besar? Dengan demikian,
jika peneliti menguji tentang efektivitas suatu
metode yang diimplementasikan melalui
ekesperimen, maka hasil efekivitasnya dapat dilihat
dari adanya perbedaan (lihat signikansinya) dan
lebih tingginya hasil kelompok eksperimen
dibanding kelompok kontrol. Sebaliknya, jika hasil
pada kelompok eksperimen lebih rendah hasilnya
dibanding kelompok kontrol maka metode yang
diterapkan dalam eksperimen tersebut dianggap
tidak efektif.
b. Menjawab Hipotesis Diterima atau Ditolak
Uji hipotesis dalam penelitian inferensial, termasuk
penelitian eksperimen, selalu berlandaskan pada
hasil signifikansi. Seperti yang sudah dijelaskan pada
bagian hipotesis bahwa hasil analisis untuk menguji
hipotesis ditelaah dari hasil taraf signifikansi yakni
simbol p atau sig. Misal, jika skore sig sebesar 0,015
atau 1,5% berarti dalam penelitian tersebut terdapat
peluang kesalahan sebesar 15 dari 1000 kejadian
penelitian sesuai topik, atau di antara 1000 kejadian
penelitian yang sama, terdapat 15 yang hasilnya
berbeda (salah). Dengan demikian hasil analisis uji
regresi tersebut tergolong signifikan, hipotesis
dinyatakan diterima. Adapun hasil signifikansi
Penelitian Eksperimen
111
(peluang kesalahan) dibagi dalam tiga kelompok
yaitu:
a. p < 0,01,
Jika hasil signifikansi (sig atau p) < 0,01 maka
penelitian tersebut tergolong sangat signifikan,
yang berarti dalam penelitian tersebut terdapat
efektivitas, pengaruh atau perbedaannya sangat
signifikan. Oleh karena itu, hipotesis yang terkait
tentang ”efektivitas, pengaruh atau perbedaan”
diterima!
b. p < 0,050 (antara 0,011 – 0,05)
Jika hasil signifikansi penelitian sebesar 0,011 –
0,05, maka penelitian tersebut tergolong
signifikan, yang berarti dalam penelitian tersebut
efektivitas, pengaruh atau perbedaannya terbukti
signifikan. Oleh karena itu, hipotesis yang terkait
tentang ”efektivitas, pengaruh atau perbedaan”
diterima!
c. P > 0,05,
Jika hasil signifikansi penelitian sebesar > 0,05,
maka penelitian tersebut tidak signifikan, yang
berarti dalam penelitian tersebut terbukti tidak
efektif, tidak ada pengaruh atau tidak ada
perbedaan karena hasilnya tidak signifikan
(nirsignifikan). Oleh karena itu, hipotesis yang
terkait tentang ”efektivitas, pengaruh atau
perbedaan” ditolak!
Sebagai contoh.
Contoh 1.
Terdapat suatu penelitian tentang ”Pengaruh Penggunaan
Metode Discovery terhadap Kemampuan Bekerjasama
Penelitian Inferensial dalam Bidang Pendidikan
112
Siswa”, peneliti melakukan eksperimen semu dengan dua
kelompok, dan menggunakan teknik analisis regresi. Setelah
diuji homogenitasnya ternyata homogen, dan hasil
analisisnya menghasilkan sig = 0,013, dan besarnya r
square (r kuadrat) 0,361. Hal tersebut berarti hasil
penelitian tersebut menemukan bahwa ada pengaruh yang
signifikan penggunaan metode discovery terhadap
kemampuan bekerjasama siswa - peneliti perlu mengkaji
hasil mean rank pada kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol -. Sumbangan metode discovery terhadap
kemampuan bekerjasama sebesar 36,1%. Dengan demikian,
hipotesis yang berbunyi ”ada pengaruh yang signifikan
metode discovery terhadap kemampuan bekerjasama
siswa” diterima.
Contoh 2.
Di bawah ini adalah hasi analisis penelitian Wulandari
(dalam Soesilo, 2015) yang berjudul Efektivitas Layanan
Bimbingan Kelompok dengan Teknik Kegiatan Kelompok
dalam Meningkatkan Harga Diri Siswa Kelas VII G SMP N 1
Bringin Kabupaten Semarang.
Hasil dari analisis pre test dan post test setelah pemberian
layanan bimbingan kelompok dapat dilihat pada tabel 4
berikut ini: Tabel 4. Sebaran Post Test Harga Diri Siswa Berdasar Kelompok
Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Kategori Frekuensi Persen
Eksperimen Kontrol Eksperimen Kontrol
Tinggi 11 8 73,3 % 53,3 %
Sedang 4 5 26,7 % 33,3 %
Rendah - 2 - 13,3 %
Jumlah 15 15 100 100
Penelitian Eksperimen
113
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat hasil post test
kelompok eksperimen setelah menerima layanan bimbingan
kelompok dengan teknik kegiatan kelompok. Pada
kelompok eksperimen, tingkat kategori harga diri siswa
kelas VII G SMP N 1 Bringin yang tertinggi sebanyak 73,3%,
berkategori sedang sebanyak 26,7%. Sedangkan siswa yang
tidak mendapatkan layanan bimbingan kelompok tingkat
harga diri yang berkategori tinggi sebanyak 53,3%,
berkategori sedang sebanyak 33,3%, dan berkategori
rendah sebanyak 13,3%.
Adapun hasil perbandingan rata-rata antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sesudah diberi
layanan bimbingan kelompok melalui teknik analisis Mann-
Whitney, dapat dilihat pada tabel 6 berikut:
Tabel 5. Hasil Uji Man Whitney Post Test Kelompok Eksperimen dan
Kelompok Kontrol
Ranks
Klmpk N Mean Rank Sum of Ranks
Jmlh Control 15 11.73 176.00
Eksperimen 15 19.27 289.00
Total 30
Test Statisticsb
Jmlh
Mann-Whitney U 56.000
Wilcoxon W 176.000
Z -2.349
Asymp. Sig. (2-tailed) .019
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .019a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: klmpk
Penelitian Inferensial dalam Bidang Pendidikan
114
Pada pengolahan uji statistik terhadap hasil post test
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan teknik
Mann Whitney nampak bahwa p = 0,019 < 0,050 dengan
mean rank kontrol 11,73 sedangkan mean rank kelompok
eksperimen adalah 19,27 maka ada kenaikan mean rank
sebesar 7,54, Artinya ada perbedaan Self Esteem yang
signifikan antara kelompok yang mendapatkan layanan dan
yang tidak mendapatkan layanan. Dengan demikian,
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima yaitu
“Layanan bimbingan kelompok dengan teknik kegiatan
kelompok efektif dalam meningkatkan harga diri siswa
kelas VII G SMP N 1 Bringin Kabupaten Semarang”.
Tugas 11.
1. Terdapat dua jenis penelitian eksperimen yang dapat
dilakukan oleh para praktisi pendidikan. Apa
perbedaan kedua jenis penelitian eksperimen
tersebut?
2. Carilah masing-masing dua contoh pada kedua jenis
penelitian eksperimen yang dapat dilakukan oleh
peneliti pendidikan! Telaah bagaimana rancangan
penelitian-penelitian tersebut!
3. Menurut anda, benarkah bahwa dalam penelitian
pendidikan kurang tepat jika menggunakan
eksperimen murni? (Jelaskan alasan anda!)
4. Syarat-syarat apa saja yang harus dipenuhi oleh
peneliti jika menggunakan eksperimen semu?
5. Jelaskan secara ringkas langkah-langkah penelitian
eksperimen semu!