-
i
PENDAYAGUNAAN DANA ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH
(ZIS) BAGI PENYANDANG DISABILITAS (STUDI KASUS
ATAS PENGELOLAAN ZAKAT DI BAZNAS KABUPATEN
SEMARANG)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
ARRUM FAIDA
NIM 214 14 022
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2019
-
ii
-
iii
-
iv
-
v
MOTTO
Jika saya tidak dapat melakukan hal-hal yang besar, saya akan melakukan hal
kecil dengan cara yang hebat
(If I Can’t do great things, I can do small thing in a great way)
-
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan untuk:
1. Kedua orang tua saya tercinta, Bapak Supriyanto dan Ibu Suwarmi yang selalu
mendukung dan mendoakan serta memberikan segalanya untuk saya.
2. Kakak dan adik yang selalu mendukung, mendoakan, dan membantu saya
Annisatul Aminah, Zain Nur Raichan, dan Najwa Riska Sabilla
3. Dosen pembimbing favorit saya Ibu Tri Wahyu Hidayati, M.Ag., yang telah
rela meluangkan waktunya untuk membimbing saya selama ini.
4. Sahabat-sahabatku Lia Rahmawati, Fitri Handayani, Ruli, Linda yang selalu
memberikan semangat, doa, dan dukungannya.
5. Seluruh keluarga besar saya, keluarga Bani Abu Ilyas dan keluarga Bani
Salim.
6. Teman seperjuanganku seluruh mahasiswa Hukum Ekonomi Syari‟ah
angkatan 2014
-
vii
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik. Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi
Agung Muhammad SAW yang senantiasa dinanti-nantikan syafa‟atnya kelak di
yaumul qiyamah.
Penyusunan skripsi dengan Judul “Pendayagunaan Dana Zakat Infaq dan
Shadaqah (ZIS) Bagi Penyandang Disabilitas (Studi Kasus Atas Pengelolaan
Zakat di BAZNAS Kabupaten Semarang)” adalah untuk memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar akademik Sarjana Hukum di Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak
akan berjalan dengan baik tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu,
penyusun menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy, M.Ag. selaku Rektor Institut
Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Ibu Dr. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah
3. Ibu Tri Wahyu Hidayati, M.Ag., selaku Dosen Pembimbing skripsi yang
telah memberikan arahan dan bimbingan hingga skripsi ini selesai.
4. Ibu Heni Satar Nurhaida, S.H., M.Si., selaku Ketua Jurusan Hukum
Ekonomi Syariah dan Dosen Pembimbing skripsi yang telah memberikan
arahan dan bimbingan hingga skripsi ini selesai.
-
viii
5. Bapak Moh. Khusen, MA., M.Ag. selaku dosen pembimbing akademik
yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiranya guna memberikan
bimbingan dan arahan dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.
6. Bapak dan Ibu dosen serta seluruh karyawan IAIN Salatiga yang telah
memberikan ilmu dan bimbinganya kepada penulis.
7. Kedua orang tua serta keluarga yang selalu memberikan dukungan moral
dan material.
8. Kepada seluruh narasumber yang telah berkenan memberikan informasi
9. Seluruh sahabat, teman-teman seperjuangan Hukum Ekonomi Syariah
2104
10. Dan seluruh pihak yang telah berkontribusi hingga terselesaikannya skripsi
ini
Selanjutnya penulis hanya dapat berdo‟a “jazakumullahu khairal jaza‟
jazaan katsiran”. Penyusun sangat menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari
pembaca sangat berharga bagi kesempurnaan skripsi ini. Penulis hanya bisa
berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penyusun pada khususnya.
Salatiga, 12 September 2019
Penulis,
Arrum Faida
NIM 21414022
-
ix
ABSTRAK
Faida, Arrum. 2019. Pendayagunaan Dana Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS) Bagi
Penyandang Disabilitas (Studi Kasus Atas Pengelolaan Zakat di BAZNAS
Kbupaten Semarang). Skripsi fakultas syari‟ah program studi Hukum
Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Pembimbing: Tri Wahyu Hidayati, M.Ag
Kata Kunci: Pendayagunaan, ZIS, Disabilitas, Efektifitas
Pendayagunaan dana zakat adalah bentuk pemanfaatan sumber daya (dana
zakat) secara maksimum sehingga berdayaguna untuk mencapai kemaslahatan
bagi umat. BAZNAS Kabupaten Semarang memberdayakan dana ZIS untuk
usaha produktif salahsatunya usaha produktif untuk penyandang disabilitas. Para
penyandang disabilitas memiliki potensi yang besar tetapi mereka tidak
mempunyai wadah untuk mengembangkan keahliannya.
Dari latar belakang tersebut, dilakukan penelitian guna mengkaji rumusan
masalah, diantaranya yaitu: Bagaimanakah pendayagunaan dana Zakat, Infaq, dan
Shadaqah (ZIS) bagi penyandang disabilitas di Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) Kabupaten Semarang dan apa kendala yang dihadapi dalam
pendayagunaan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) bagi penyandang
disabilitas di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Semarang.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reserch) yaitu peneliti
terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian pada objek yang
dibahas. Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah penekatan
kualitatif. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bukan berupa angka-
angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan,
dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi lainnya
Dari penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan,
BAZNAS Kabupaten Semarang mendayagunakan dana ZIS untuk penyandang
disabilitas, yaitu dengan memberikan modal usaha serta pendampingan kepada
penyandang disabilitas bertujuan membantu menggali potensi para penyandang
diabilitas. BAZNAS Kabupaten Semarang juga memberikan edukasi sekaligus
motivasi kepada para penyandang disabilitas melalui pelatihan membaca Al
Qur‟an braille serta tausiyah keagamaan yang bekerjasama dengan PERTUNI
(Persatuan Tunanetra Indonesia) Kabupaten Semarang. Efektifitas pendayagunaan
dana ZIS untuk para penyandang disabilitas belum efektif karena pendapatan para
penyandang disabilitas masih rendah dan hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari, dalam hal ini ada beberapa faktor yang menjadi
penghambat BAZNAS Kabupaten Semarang yaitu BAZNAS Kabupaten
Semarang belum memiliki tenaga monitoring serta monitoring yang dilakukan
tidak menentu. Selain itu kemampuan menejerial para penyandang disabilitas juga
masih kurang sehingga dibutuhkan pelatihan wirausaha.
-
x
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING ..................................................................................... ii
PERNYATAAN KEASLIAN .......................................................................... iii
PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................................... iv
MOTTO ............................................................................................................. v
PERSEMBAHAN ............................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
ABSTRAK ........................................................................................................ ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ............................................................ 8
D. Telaah Pustaka ........................................................................................ 9
E. Penegasan Istilah ................................................................................... 12
F. Metode Penelitian.................................................................................. 14
G. Sistimatika Penulisan ............................................................................ 20
BAB II KAJIAN PUSTAKA
-
xi
A. Tinjauan Umum Pengelolaan Zakat, Infaq, da Shadaqah (ZIS) ........... 22
1. Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah ........................................... 22
2. Lembaga Pengelolaan Zakat ........................................................... 39
3. Pengelolaan Zakat Menurut UU No. 23 tahun 2011 ....................... 47
B. Tinjauan Umum Pendayagunaan Zakat, Infaq, da Shadaqah (ZIS) ...... 51
1. Pengertian Pendayagunaan ............................................................. 51
2. Pola Pendayagunaan ....................................................................... 52
3. Manfaat Pendayagunaa Dana ZIS .................................................. 53
C. Kepedulian Terhadap Para Penyandang Disabilitas ............................. 55
1. Pengertian Disabilitas ..................................................................... 55
2. Kategori Penyandang Disabilitas ................................................... 56
3. Hak-hak Penyandang Disabilitas ................................................... 59
4. Kepedulian Terhadap Penyandang Disabilitas ............................... 61
BAB III HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Tentang BAZNAS Kabupaten Semarang................ 67
1. Sejarah Berdirinya BAZNAS Kabupaten Semarang ..................... 67
2. Visi dan Misi BAZNAS Kbupaten Semarang................................ 69
3. Struktur Organisasi BAZNAS Kabupaten Semarang .................... 70
4. Dasar Hukum.................................................................................. 71
5. Tugas dan Fungsi Pokok BAZNAS Kabupaten Semarang ............ 71
6. Pengumpulan dan Sumber Dana BAZNAS Kabupaten Semarang 71
7. Penganggaran Dana BAZNAS Kabupaten Semarang ................... 73
8. Program BAZNAS Kabupaten Semarang ...................................... 74
9. Pendistribusian Dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) ............... 76
B. Pendayagunaan Dana Zakat, Infaq, Shadaqah (ZIS) Untuk
Penyandang Disabilitas ......................................................................... 78
1. Latar Belakang Program Pendayagunaan Dana Zakat, Infaq,
dan Shadaqah (ZIS) untuk Penyandang Disabilitas ....................... 79
2. Prosedur Pengajuan Penerimaan Dana Zakat, Infaq, Shadaqah
-
xii
(ZIS) untuk Penyandang Disabilitas .............................................. 81
BAB IV PENDAYAGUNAAN ZAKAT INFAQ DAN SHADAQAH (ZIS)
BAGI PENYANDANG DISABILITAS
A. Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS) Bagi
Penyandang Disabilitas di BAZNAS Kabupaten Semarang ................. 83
1. Pelaksanaan pendayagunaan dana ZIS bagi penyandang disabilitas
Oleh BAZNAS Kabupaten Semarang ............................................ 83
2. Mustahiq pendayagunaan dana ZIS bagi penyandang disabilitas .. 89
B. Efektifitas Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)
Bagi Penyandang Disabilitas di BAZNAS Kabupaten Semarang ........ 92
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................ 97
B. Saran ..................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 100
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Rekapitulasi Perolehan Zakat, infaq, dan Shadaqah (ZIS)
BAZNAS Kabupaten Semarang 2018 ........................................................... 73
Tabel 3.2 Laporan Pentasyarufan BAZNAS Kabupaten Semarang 2018 77
Tabel 4.1 penerima bantuan modal usaha penyandang disabilitas ........... 91
-
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembaga BAZNAS Kabupaten Semarang
Lampiran 2 Narasumber Penyandang Disabilitas
Lampiran 3 Penunjukkan Pembimbing Skripsi
Lampiran 4 Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 6 Surat Keterangan Keaktifan (SKK)
Lampiran 7 Teks Wawancara BAZNAS Kabupaten Semarang
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT menciptakan kita sebagai manusia yang sempurna. Semua
manusia di muka bumi ini menginginkan tubuh atau fisik yang sempurna,
yang dapat melakukan segala sesuatunya sendiri tanpa mengalami kesulitan.
Namun keadaan normal tanpa cacat fisik ternyata tidak selamanya dapat
dinikmati oleh setiap orang. Sering kali dikarenakan keadaan tertentu
seseorang harus mengalami cacat/disabilitas, baik fisik maupun mental. Hal
ini oleh orang yang bersangkutan bisa saja dirasakan mengganggu
kehidupannya sehari-hari. Dalam hal ini, seseorang yang mengalami
disabilitas perlu pendampingan dan pemberdayaan agar bisa tetap semangat
menjalani kehidupan dan meningkatkan taraf kehidupanya.
Islam sebagai agama rahmatan lil „alamin atau agama pembawa
rahmat bagi semesta alam mempunyai ajaran untuk menolong orang-orang
yang tidak berdaya, ajaran-ajaran tersebut banyak terdapat dalam ayat-ayat Al
Qur‟an dan Hadis. Salah satu media Islam dalam menolong orang-orang
lemah atau orang-orang yang tidak berdaya adalah melalui zakat. Islam
memberikan perhatian serius terhadap zakat. Dalam Al Qur‟an, Allah SWT
menurunkan 37 ayat tentang zakat, zakat juga selalu disandingkan dengan
kewajiban shalat. Dalam perspektif ekonomi Islam, zakat dipandang sebagai
suatu hal yang sangat penting. Jika dikelola dengan baik dan optimal maka
-
2
zakat akan menjadi salah satu solusi dari sasaran akhir perekonomian suatu
negara.
Agar menjadi sumber dana yang dapat dimanfaatkan bagi
kesejahteraan masyarakat terutama untuk mengentaskan masyarakat dari
kemiskinan dan menghilangkan kesenjangan sosial, perlu adanya pengelolaan
zakat secara professional dan tanggung jawab yang dilakukan oleh
masyarakat bersama pemerintah. Dalam hal ini pemerintah berkewajiban
memberikan perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada muzaki,
mustahiq dan pengelola zakat tentang pengeloalaan zakat yang berasaskan
iman dan taqwa. Pemerintah yang sah menurut pandangan Islam yakni
pemerintah Islami wajib mengelola zakat, melalui badan tertentu yang
berwenang mengurusinya. Pemerintah wajib membentuk badan itu yang
dikenal dengan Badan Amil Zakat.
Dalam upaya dalam optimalisasi pengelolahan zakat, pemerintah telah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan
zakat. Pengelolaan zakat berasal dari dua kata yaitu kata pengelolaan dan kata
zakat. Pengelolaan memiliki arti proses yang memberikan pengawasan
kepada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan
pencapaian tujuan, proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan
tenaga orang lain. Sedangkan menurut Undang-Undang No. 23 tahun 2011
dalam pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pengelolaan zakat adalah kegiatan
perencanaan, pelaksanaan, dan pengoordinasian dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
-
3
Dalam pasal 1 aya 7 Undang-Undang No. 23 tahun 2011 pengelolaan
zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional berkedudukan di ibukota
Negara. Wilayah operasional Badan Amil Zakat adalah pengumpulan zakat
pada instansi pemerintah tingkat pusat, swasta nasional dan Perwakilan
Republik Indonesia di luar negeri. Badan Amil Zakat di semua tingkatan
dapat membentuk Unit Pengumpulan Zakat (UPZ). UPZ tidak bertugas untuk
menyalurkan dan mendayagunakan zakat, pengumpulan zakat dapat
dilakukan melalui penyerahan langsung (datang) ke Badan Amil Zakat,
melalui counter, Unit Pengumpulan Zakat, Pos, Bank, pemotongan gaji dan
pembayaran zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak.
Selanjutnya jika dana zakat telah terkumpul maka BAZNAS akan
mendistribusikannya kepada asnaf yang berhak menerima zakat sesuai
dengan Undang-Undang No. 23 tahun 2011 pasal 21 yang berbunyi zakat
wajib didistribusikan kepada mustahik sesuai dengan syariat Islam. Firman
Allah surah At-Taubah (9) ayat 60:
ٱۡىمَ ََ ُذ ىِۡيفُقََسٓاِء َدقََٰ قَبةِ ۞إِوََّمب ٱىصَّ فِٓ ٱىسِّ ََ ٱۡىُمَؤىَّفَِخ قُيُُثٍُُۡم ََ ٍَب ٕۡ ِميَِٕه َعيَ ٱۡىَعَٰ ََ ِنِٕه َعَٰ
ُ َعيٌِٕم َحِنٕٞم ٱَّللَّ ََ ِِۗ َه ٱَّللَّ جِِٕوِۖ فَِسَٔعٗخ مِّ ٱۡثِه ٱىعَّ ََ ِ فِٓ َظجِِٕو ٱَّللَّ ََ ِسِمَٕه ٱۡىَغَٰ ََ٠٦
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana”.
-
4
Dari ayat diatas dapat disimpukan bahwa ada 8 golongan yang berhak
menerima zakat yaitu orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, muallaf,
memerdekakan budak, orang berhutang, pada jalan Allah (Sabilillah), dan
orang yang sedang dalam perjalanan.
Selama ini yang banyak dipraktekkan dalam masyarakat,
pendistribusian zakat lebih diorientasikan pada pembagian konsumtif
sehingga begitu zakat dibagi, pihak yang menerima hanya dapat
memanfaatkannya untuk kepentingan konsumtif sesaat. Jika sasaran utama
zakat adalah mengentaskan mereka dari kemiskinan atau merubah status
mereka dari mustahiq menjadi muzakki (pemberi zakat), tujuan pokok
tersebut sulit tercapai, karena pola dan sistem pembagiannnya yang kurang
atau tidak pas. Maka pembagian zakat secara konsumtif perlu ditinjau dan
dipertimbangkan kembali secara proporsional.
Pendayagunaan dana zakat adalah bentuk pemanfaatan sumber daya
(dana zakat) secara maksimum sehingga berdayaguna untuk mencapai
kemaslahatan bagi umat. Pendayagunaan dana zakat diarahkan pada tujuan
pemberdayaan melalui berbagai program yang berdampak positif (maslahat)
bagi masyarakat khususnya umat Islam yang kurang beruntung (golongan
asnaf). Dengan pemberdayaan ini diharapkan akan tercipta pemahaman dan
kesadaran serta membentuk sikap dan perilaku hidup individu dan kelompok
menuju kemandirian.1
1 Umrotul Khasanah, Manajemen Zakat Modern (Malang: UIN Maliki Press, 2010), hlm.
198.
-
5
Pendayagunaan zakat harus berdampak positif bagi mustahiq, baik
secara ekonomi maupun sosial. Dari sisi ekonomi, mustahiq dituntut benar-
benar dapat mandiri dan hidup secara layak sedangkan dari sisi sosial,
mustahiq dituntut dapat hidup sejajar dengan masyarakat yang lain. Hal ini
berarti, zakat tidak hanya didistribusikan untuk hal-hal yang konsumtif saja
dan hanya bersifat charity tetapi lebih untuk kepentingan yang produktif dan
bersifat edukatif.2
Tentang pendayagunaan zakat perlu diingat bahwa zakat mempunyai
dua fungsi utama. Pertama, adalah untuk membersihkan harta, benda, dan
jiwa manusia supaya senantiasa berada dalam keadaan fitrah. Seseorang yang
telah memberikan hartanya untuk disampaikan kepada yang berhak
menerimanya berarti pula bahwa ia telah menyucikan harta dan jiwanya
dengan pemberian itu. Dengan tindakan tersebut, ia sekaligus telah
menunaikan kewajiban agama, melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.
Kedua, zakat juga berfungsi sebagai dana masyaakat yang dapat
dimanfaatkan untuk kepentngan sosial guna mengurangi kemiskinan. Dalam
hal yang kedua ini pemanfaatannya mempunyai arti penting, sebagai salah
satu upaya untuk mencapai keadilan sosial.3
Salah satu mustahiq yang perlu mendapat perhatian lebih serius adalah
masyarakat muslim penyandang disabilitas yang tergolong fakir miskin.
Mereka harus diberi dana yang cukup, sehingga bisa mencukupi
2 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (Yogyakarta: UII Press,
2004), hlm. 216. 3 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI-Press,
1988), hlm. 61
-
6
kebutuhannya. Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Al Qur‟an
Surat At Taubah (9) ayat 60 yang mengatur tentang orang-orang yang berhak
menerima zakat, para penyandang disabilitas bisa dimasukkan sebagai orang
yang berhak menerima dana zakat untuk memberdayakan kehidupannya.
Surat At Taubah tersebut menyatakan, bahwa mustahiq (penerima zakat) ada
8 golongan, yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah dan
ibnu sabil.
Dalam hal ini aplikasinya dapat meliputi orang-orang yang tidak
berdaya secara ekonomi, seperti anak yatim, fakir miskin, orang-orang jompo,
para penyandang disabilitas orang-orang yang menuntut ilmu, pondok
pesantren, anak-anak terlantar orang-orang yang terlilit utang, pengungsi dan
korban bencana alam.4 Dengan demikian terlihat jelas, bahwa masyarakat
muslim yang berstatus penyandang cacat berhak menerima zakat untuk
memberdayakan kehidupan mereka.
Ide untuk mengembangkan zakat, infaq, dan shadaqah adalah melihat
kondisi masyarakat muslim penyandang disabilitas yang tergolong fakir
miskin yang sebenarnya tidak semata-mata lemah dalam bidang ekonomi,
tetapi ternyata diantara mereka memiliki keterbatasan fisik, tetapi mempunyai
keahlian atau kelebihan yang bisa dikembangkan. Hanya saja mereka ini tak
mempunyai wadah untuk mengembangkan keahlian sehingga timbul ide
untuk memberikan pelatihan serta pendampingan melalui zakat, infaq, dan
shadaqah pada mereka untuk meningkatkan status ekonominya.
4 Abdul Ghafur Anshari dkk., Hukum Islam: Dinamika dan Perkembangannya di
Indonesia (Yogyakarta: Total Media, 2008), hlm. 246.
-
7
BAZNAS Kabupaten Semarang lahir sebagai implementasi dari
Undang-undang nomor 23 tahun 2011 pasal 15 ayat (1) dalam rangka
pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota
dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota. Terobosan
BAZNAS Kabupaten Semarang salah satunya adalah program pemberian
bantuan modal serta pendampingan kepada penyandang disabilitas bertujuan
membantu menggali potensi para penyandang diabilitas yang bersumber dari
dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS).
BAZNAS Kabupaten Semarang bekerjasama dengan PERTUNI
(Persatuan Tunanetra Indonesia) Kabupaten Semarang dalam menjalankan
program ini. Selain memberikan bantuan modal usaha dan pendampingan
untuk mengasah kemampuan BAZNAS Kabupaten Semarang juga
memberikan bimbingan keaagama seperti pelatihan membaca Al Qur‟an
braile serta ceramah agama kepada anggota PERTUNI Kabupaten Semarang.
Melalui ketiga program tersebut, diharapkan seluruh peserta binaan akan
menjadi pribadi yang siap hidup mandiri sesuai tantangan zaman.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis akan melakukan penelitian
dengan judul “Pendayagunaan Dana Zakat Infaq dan Shadaqah (ZIS) Bagi
Penyandang Disabilitas (Studi Kasus Atas Pengelolaan Zakat di BAZNAS
Kabupaten Semarang).”
B. Rumusan Masalah
-
8
1. Bagaimanakah pendayagunaan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)
bagi penyandang disabilitas di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Kabupaten Semarang ?
2. Bagaimana efektifitas pendayagunaan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah
(ZIS) bagi penyandang disabilitas di Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) Kabupaten Semarang ?
C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pelaksanaan pendayagunaan dana Zakat, Infaq,
dan Shadaqah (ZIS) bagi penyandang disabilitas di Badan Amil
Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten Semarang.
b. Untuk mengetahui efektifitas pendayagunaan dana Zakat, Infaq, dan
Shadaqah (ZIS) bagi penyandang disabilitas di Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) Kabupaten Semarang.
2. Kegunaan Penelitian
a. Secara teoritis dalam penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan tentang zakat dan memperkaya khazanah keilmuan
khususnya dalam pendayagunaan dana Zakat, Infaq, dan Shadaqah
sebagai bentuk pengalokasian dana ZIS untuk penyandang
disabilitas, memberikan sumbangan bahan bacaan bagi civitas
akademika Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga khususnya jurusan
Hukum Ekonomi Syari‟ah.
-
9
b. Secara praktis diharapkan peneitian ini dapat bermanfaat bagi
masyarakat khususnya dalam pendayagunaan dana Zakat, Infaq, dan
Shadaqah (ZIS).
D. Telaah Pustaka
Untuk mengetahui lebih jelas tentang penelitian ini, penting untuk
mengkaji terlebih dahulu hasil penelitian terdahulu. Ada beberapa penelitian
serupa yang juga membahas mengenai pendayagunaan dana ZIS diantaranya:
1. Skripsi Dita Kusumaningrum yang berjudul “Peran Yayasan Penyandang
Cacat Mandiri Dalam Meningkatkan Ekonomi Difabel Di Cabean,
Sewon, Bantul” Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas
Dakwah Dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2015. Penelitian tersebut berusaha untuk (1) Memahami
konsep peran Yayasan Penyandang Cacat Mandiri dalam meningkatkan
ekonomi difabel (2) Menggali informasi mengenai dampak
meningkatkan ekonomi difabel di Yayasan Penyandang Cacat Mandiri.
Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif
dengan tujuan dari penelitian ini adalah menggambarkan bagaimana
peran Yayasan Penyandang Cacat Mandiri dalam meningkatkan ekonomi
difabel. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan (1) Peran Yayasan
Penyandang Cacat Mandiri sebagai pendamping dalam meningkatkan
ekonomi difabel adalah terdapat tiga peran dalam peningkatan ekonomi
Pertama peran pendamping sebagai motivator yang memberikan
semangat kepada difabel yang bekerja di yayasan agar tidak kehilangan
-
10
semangat. Kedua, peran pendamping sebagai komunikator yang
memberikan arahan yang jelas, pengantar inspirasi kepada lembaga lain.
Ketiga, peran pendamping sebagai fasilitator yang memberikan fasilitas
untuk kebutuhan yang dibutuhkan difabel dalam berkreasi. (2) Hasil
peningkatan ekonomi adalah meningkatnya kualitas sumber daya
manusia, difabel yang lebih produktif, dan partisipasi difabel dalam
peningkatan lembaga.
2. Skripsi Muhammad Lutfi Hakim yang berjudul “Implementasi Zakat
Untuk Beasiswa Pendidikan Di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Kabupaten Semarang” Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas
Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga 2017. Penelitian tersebut
berusaha untuk (1) Menggali informasi mengenai latar belakang
munculnya program pentasyarufan zakat untuk beasiswa pendidikan di
BAZNAS Kab. Semarang (2) Memahami konsep pengelolaan zakat
untuk beasiswa pendidikan di BAZNAS Kab. Semarang. Jenis penelitian
yang dilakukan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan tujuan
menggambarkan pentasyarufan zakat untuk beasiswa pendidikan di
BAZNAS Kab. Semarang. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan (1)
Masih banyaknya anak-anak di Kabupaten Semarang yang tidak bisa
melanjutkan pendidikan hingga kejenjang sekolah menengah. Oleh
karenanya pemerintah Kabupaten Semarang melalui BAZNAS dengan
program Kabupaten Semarang Cerdas memberikan beasiswa. Yang
mempunyai tujuan untuk membantu meningkatkan sumberdaya manusia
-
11
yang rendah dan membantu APBD dalam menyelesaikan permasalahan
kemiskinan dan pendidikan khususnya siswa-siswi kurang mampu
dengan memberikan bantuan berupa beasiswa pendidikan. (2) BAZNAS
Kabupaten Semarang menyalurkan dana zakatnya dengan baik. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan laporan keuangan yang transparan dan
merata, serta mendistribusikannya secara terarah dengan ukuran yang
ditentukan.
3. Skripsi Wibowo Ari Nugroho berjudul “Efektifitas Pendayagunaan Zakat
Produktif Terhadap Pendapatan Mustahiq” Jurusan Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri Salatiga 2018.
Penelitian tersebut berusaha untuk (1) Memahami konsep pendayagunaan
zakat produktif di BAZNAS Kab. Semarang (2) Menggali informasi
tentang efektifitas pendayagunaan zakat produktif terhadap pendapatan
mustahiq di BAZNAS Kab. Semarang (3) Menggali informasi tentang
kendala yang dihadapi dalam pendayagunaan zakat produktif terhadap
pengaruh pendapatan mustahiq di BAZNAS Kab. Semarang. Pendekatan
penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik,
dengan tujuan mendiskripsikan dan menganalisis mekanisme
pelaksanaan pengelolaan dan pendayagunaan zakat produktif di
BAZNAS Kab. Semarang. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan (1)
Sistem pendayagunaan zakat produktif di BAZNAS mulai dari
pendistribusian dan pengawasan. Pendistribusian ada 2 macam yaitu
konsumtif 60% dan produktif 40%. (2) Efektifitas pendayagunaan zakat
-
12
produktf terhadap pengaruh pendapatan mustahik memiliki potensi untuk
menanggulangi kemiskinan jika dilakukan sebagai usaha produktif. (3)
Hambatan yang dihadapi adalah kemampuan menejerial dari mustahiq
yang masih kurang dan sumber daya manusia dari BAZNAS belum ada.
Dari beberapa tinjauan di atas, ada kemiripan antara referensi
dengan penelitian yang penulis lakukan. Akan tetapi penelitian yang
penulis teliti lebih menitikberatkan pada program pendayagunaan zakat
yang dilakukan oleh BAZNAS Kabupaten Semarang untuk penyandang
disabilitas sebagai salah satu program pendayagunaan ZIS.
E. Penegasan Istilah
Agar tidak menimbulkan masalah dalam pemahaman terhadap judul
skripsi ini maka perlu kiranya penulis menegaskan istilah tersebut :
1. Pendayagunaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)
Pendayagunaan berasal dari kata “guna” yang berarti manfaat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indoesia pendayagunaan adalah cara atau
usaha dalam mendatangkan hasil dan manfaat yang lebih besar dan lebih
baik. Sedangkan pendayagunaan zakat adalah derma yang wajib
diberikan oleh umat muslim kepada fakir miskin. Harta yang jumlahnya
sudah ditentukan untuk dikeluarkan umat muslim kepada yang berhak
menerima.5
Menurut UU No. 23 tahun 2011 pasal 1 ayat (2), (3), dan (4)
zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau
5 Fajri dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Difa Publisher, 2008), hlm. 864.
-
13
badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai
dengan syariat Islam. Dan infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh
seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.
Sedangkan sedekah adalah harta atau nonharta yang dikeluarkan oleh
seseorang atau badan usaha di luar zakat untuk kemaslahatan umum.6
2. Penyandang Disabilitas
Disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai perbedaan fisik
dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan
hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya.
Sedangkan menurut UU No. 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas
pasal 1 ayat (1) memberikan pengertian bahwa penyandang disabilitas
adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual,
mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan
untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara
lainnya berdasarkan kesamaan hak.7 Dalam penelitian ini hanya
membahas mengenai disabillitas dengan keterbatasan fisik.
3. Efektifitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mempunyai beberapa arti antara
lain: (1) ada efeknya (akibatnya, pengaruh, dan kesan), (2) manjur atau
mujarrab, (3) membawa hasil, berhasil guna (usaha tindakan) dan mulai
berlaku. Dari kata itu muncul pula keefektifan yang diartikan dengan
6 Pasal 1 ayat (2), (3), dan (4)
7 Pasal 1 ayat (1)
-
14
keadaan, berpengaruh, hal terkesan, kemanjuran dan keberhasilan. Dalam
bahasa yang sederhana lagi dapat kita artikan bahwa efektivitas adalah
kemampuan suatu perusahaan dalam mencapai sasaran-sasaran (hasil
akhir) yang telah ditetapkan secara cepat. Dalam mengukur efektifitas
pendayagunaan dana ZIS untuk penyandang disabilitas penulis
menggunakan tolak ukur berupa ketepatan sasaran program, sosialisasi
program, dan tujuan program.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field reserch) yaitu
justpeneliti terjun langsung ke lapangan guna mengadakan penelitian
pada objek yang dibahas. Penelitian lapangan dilakukan secara langsung
ke BAZNAS Kabupaten Semarang. Untuk memperoleh data primer yaitu
dengan wawancara langsung kepada pengurus BAZNAS Kabupaten
Semarang dan para penyandang disabilitas.
Kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami
keadaan atau fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian
dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan
memanfaatkan dengan berbagai metode ilmiah. Dalam penelitian
kualitatif metode yang biasa digunakan adalah wawancara, pengamatan,
dan pemanfaatan dokumen.8
8 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2006), hlm. 112.
-
15
2. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini pendekatan yang dilakukan adalah penekatan
kualitatif. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bukan berupa
angka-angka, melainkan data tersebut berasal dari naskah wawancara,
catatan lapangan, dokumen pribadi, catatan memo, dan dokumen resmi
lainnya. Sehingga tujuan penelitian kualitatif ini adalah ingin
menggambarkan realita empirik di balik fenomena secara mendalam,
rinci, dan tuntas.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif
deskriptif. Menurut Lexy J. Moleong penelitian kualitatif sebagai
penelitian yang bermaksud untukmemahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata
dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Penggunaan metode penelitian kualitatif ini membantu peneliti
dalam mengumpulkan berbagai informasi yang terkait metode Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dalam mendayagunaan dana Zakat,
Infaq, dan Shadaqah (ZIS) untuk penyandang disabilitas.
3. Kehadiran Peneliti
Peneliti melakukan penelitian langsung ke lapangan untuk
mengumpulkan data valid sebagai bahan acuan bagi penulis. Selain itu
alat yang dijadikan untuk pengumpulan data berupa dokumen-dokumen
-
16
yang menunjang keabsahan hasil penelitian ini serta alat-alat bantu lain
yang dapat mendukung terlaksananya penelitian seperti, kamera dan alat
perekam.
4. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di kantor Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) Kabupaten Semarang di Jl. Slamet Riyadi No.3
Ungaran, Kabupaten Semarang. Waktu penelitian dilaksanakan mulai
bulan Maret 2019.
5. Sumber Data
Data adalah rekaman atau gambaran atau keterangan suatu hal
atau fakta. Apabila data tersebut diolah maka ia akan menghasilkan suatu
informasi.9 Berdasarkan sumbernya, data dalam penelitian ini dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber primer dan sumber sekunder.
Adapun penjelasan lebih rinci adalah sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari objek
yang diteliti. Sumber ini penulis ambil melalui wawancara langsung
kepada pengurus BAZNAS Kabupaten Semarang dan para
penyandang disabilitas.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen,
publikasi yang sudah dalam bentuk jadi. Data hasil sensus adalah
9 Jusuf Soewadji, Pengantar Metodologi Penelitian (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2012),
hlm. 145.
-
17
contoh data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh
melalui bahan kepustakaan.10
Penelitian ini mengambil data dari
berbagai sumber, seperti sumber secara langsung, dokumen-dokumen
maupun karya tulis yang relevan dengan penelitian yaitu berkaitan
dengan pendayagunaan ZIS bagi penyandang disabilitas di BAZNAS
Kabupaten Semarang.
6. Prosedur Pengumpulan Data
a. Metode Observasi
Observasi merupakan suatu teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara mengadakan penelitian secara teliti, serta
secara sistematis. Teknik ini digunakan untuk pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti secara langsung terhadap sumber data
tentang Pendistribusian dan Pendayagunaan Zakat Infaq dan
Ṣadaqah (ZIS) untuk penyandang disabilitas di Badan Amil Zakat
Nasional Kabupaten Semarang.
b. Metode Wawancara
Wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu
masalah tertentu dan merupakan proses tanya jawab lisan dimana
dua orang atau lebih berhadapan secara fisik. Wawancara dilakukan
kepada pengurus BAZNAS Kabupaten Semarang dan para
penyandang disabilitas.
c. Metode Dokumentasi
10
Ibid., hlm. 147.
-
18
Dokumentasi, metode ini digunakan untuk memperoleh keterangan
dengan menelusuri dan mempelajari data dari studi kepustakaan
yang berupa buku-buku, karya-karya ilmiah dan suber-sumber
lainnya yang menunjang penelitian.
7. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan suatu uraian
dasar.11
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
kualitatif deskriptif. Miles dan Huberman, mengemukakan bahwa
aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah
jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display,
dan conclution drawing /verification.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta
membuang yang tidak perlu. Setelah data direduksi, maka langkah
selanjutnya adalah menyajikan data. Dalam penelitian kualitatif,
penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan
untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks
yang bersifat naratif. Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan
untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya
11
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 95.
-
19
berdasarkan apa yang telah difahami. Penarikan kesimpulan dan
verifikasi dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif mencari
makna dari setiap gejala yang di peroleh di lapangan, mencatat
keteraturan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur
akusalitas, dan proposi.
8. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk mengetahui apakah data yang telah dikumpulkan dalam
penelitian memiliki tingkat kebenaran atau tidak, maka dilakukan
pengecekan data yang disebut validitas data. Untuk menjamin validitas
data akan dilakukan triangulasi, yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diatur data itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.12
Validitas data
akan membuktikan apakah data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
ada dilapangan atau tidak. Dengan demikian data yang diperoleh dari
suatu sumber akan dikontrol oleh data yang sama dari sumber yang
berbeda.
9. Tahap-tahap Penelitian
Setelah menentukan tema yang akan diteliti, maka penulis
melakukan penelitian pendahuluan terhadap pelaksanaan pendayagunaan
dana zakat, infaq, dan shadaqah bagi penyandang disabilitas dengan
bertanya kepada Pengurus BAZNAS serta mengetahui hambatan-
hambatan pelaksanaan pendayagunaan dana ZIS untuk penyandang
12
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2004), hlm. 330.
-
20
disabilitas. Kemudian membuat proposal penelitian dilanjutkan dengan
melakukan penelitian dan menyusun hasil penelitian tersebut.
G. Sistimatika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahsan dan pemahaman yang lebih
lanjut dan jelas dalam membaca peulisan ini, maka disusunlah sistematiika
penulisan penelitian, adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Dalam bab ini penulis menguraikan tentang Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Telaah Pustaka,
Kerangka Teoritik, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
Bab II Kajian Pustaka
Bab ini membahas tentang: Tinjauan Umum tentang Pengelolaan
Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS), Tinjauan Umum Pendayagunaan Zakat,
Infaq, dan Shadaqah (ZIS), Kepedulian terhadap para Penyandang Disabilitas.
Bab III Gambaran Objek Penelitian
Bab ini membahas tentang gambaran umum BAZNAS Kabupaten
Semarang seperti Sejarah Berdirinya BAZNAS Kabupaten Semarang, Visi
dan Misi BAZNAS Kabupaten Semarang, Struktur BAZNAS Kabupaten
Semarang, serta sistem pengelolaan pendayagunaan dana ZIS untuk
penyandang disabilitas.
Bab IV Pembahasan
Bab ini berisi tentang Analisa sistem pendayagunaan dana ZIS bagi
penyandang disabilitas di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten
-
21
Semarang dan analisis efektifitas pendayagunaan dana ZIS bagi penyandang
disabilitas oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kabupaten
Semarang.
Bab V Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari seluruh hasil penelitian, saran-
saran ataupun rekomendasi dalam rangka meningkatkan pengetahuan bagi
mahasiswa ataupun masyarakat.
-
22
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Pengelolaan Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)
1. Pengertian Zakat, Infaq, dan Shadaqah (ZIS)
a. Pengertian Zakat
Zakat adalah ibadah maaliyyah ijtima‟iyyah yang memiliki posisi
sangat penting, strategis, dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran
Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu
ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun
Islam yang lima.
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar
(masdar) dari zaka yang berarti berkah, tumbuh, bersih dan baik. Sesuatu
itu zaka, berarti tumbuh dan berkembang, dan seorang itu zaka, berarti
orang itu baik.13
Zakat dari segi istilah fikih berarti sejumlah harta
tertentu yang diwajibkan Allah untuk diserahkan kepada orang-orang
yang berhak menerimanya.
Dalam pengertian istilah syara‟, zakat mempunyai banyak
pemahaman diantaranya:
a. Menurut Yusuf al-Qardhawi, zakat adalah sejumlah harta tertentu
yang yang diwajibkan oleh Allah diserahkan kepada orang-orang yang
berhak.
13
Yusuf Qardhawi, Fiqh Al Zakat (Bogor: Litera Antar Nusa, 1991), hlm. 34.
-
23
b. Abdurrahman al-Jaziri berpendapat bahwa zakat adalah penyerahan
pemilikan tertentu kepada orang yang berhak menerimanya dengan
syarat-syarat tertentu pula
c. Muhammad al-Jarjani dalam bukunya al-Ta‟rifat mendifinisikan zakat
sebagai suatu kewajiban yang telah ditentukan Allah bagi orang-orang
Islam untuk mengeluarkan sejumlah harta yang dimiliki
d. Wahbah Zuhaili dalam karyanya al-Fiqh al-Islani wa Adillahu
mendefinisikan dari sudut empat mazhab, yaitu:
1) Madzhab Maliki, Zakat adalah mengeluarkan sebagian yang
tertentu dari harta yang tertentu pula yang sudah mencapai
nishab (batas jumlah yang mewajibkan zakat) kepada orang
yang berhak menerimanya, manakala kepemilikan itu penuh dan
sudah mencapai haul (setahun), selain barang tambang dan
pertanian.
2) Madzhab Hanafi, mendefinisikan zakat adalah menjadikan kadar
tertentu dari harta tertentu pula sebagai hak milik, yang sudah
ditentukan oleh pembuat syariat semata-mata karena Allah
SWT.
3) Menurut Madzhab Syafi‟i, zakat adalah nama untuk kadar yang
dikeluarkan dari harta atau benda dengan cara-cara tertentu.
4) Madzhab Hambali, memberikan definisi zakat sebagai hak
(kadar tertentu) yang diwajibkan untuk dikeluarkan dari harta
-
24
tertentu untuk golongan yang tertentu dalam waktu tertentu
pula.14
Selain itu, zakat juga telah diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
pasal 1 ayat (2) yang menerangkan bahwa zakat adalah harta yang wajib
dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan
kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat islam.15
Dari
pengertian-pengertian diatas dapat disimpulan secara khusus bahwa:
a. Zakat merupakan rukun Islam ketiga.
b. Zakat merupakan sejumlah harta tertentu yang adadalam harta
kekayaan seseorang.
c. Kekayaan tersebut dimiliki secara nyata yang dikeluarkan dengan
tujuan untuk membersihkan harta /kekayaan dan mensucikan jiwa
pemiliknya.
d. Kepemilikan harta adalah pribadi umat Islam tanpa memandang
status pria maupun wanita, anak-anak maupun dewasa.
e. Harta tersebut diwajibkan untuk memberikan kepada golongan
orang-orangyang berhak
f. Harta kekayaan sudah mencapai nishab dan haul.16
14 Suyitno dkk, Anatomi Fiqh Zakat: Potret Dan Pemahaman Badan Amil Zakat
Sumatera Selatan, Cet.ke-1 (Yogyaarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 9-10. 15 Pasal 1 ayat (2) 16 Suyitno dkk, Anatomi Fiqh Zakat: Potret Dan Pemahaman Badan Amil Zakat: Potret
dan Pemahaman Badan Amil Zakat Sumatera Selatan, Cet.ke-1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), hlm. 11.
-
25
b. Pengertian Infaq dan Shadaqah
Kata infaq dapat berarti mendermakan atau memberikan rezeki
(karunia Allah SWT) atau menafkahkan sesuatu kepada orang lain
berdasarkan rasa ikhlas dan karena Allah semata. Infaq digunakan untuk
dapat mengeluarkan sebagian kecil harta untukkemaslahatan umum dan
berarti sesuatu kewajiban yang dikeluarkan atas keputusan manusia.
Abdul Jabbar dan Buspida Chaniago menulis bahwa infaq adalah
mengeluarkan nafkah wajib untuk kepentingan keluarga secara rutin atau
untuk kepentingan umum yang bersifat insidentil dan temporal (sewaktu-
waktu) sesuai dengan kemampuan dan keadaan yang menghendaki.
Alasan yang menjadikan infaq adalah wajib terletak pada esensi infaq
yang disebutkan dalam al-Qur‟an secara bersamaan dengan kata shalat
dan zakat. Perbedaan dengan zakat hanya dinilai dari waktu
pengeluarannya. Zakat ada batasan dan musiman, sedangkan infaq
diberikan bisa terus-menerus tanpa batas bergantung dengan keadaan.
Perbedaan zakat dan infaq adalah zakat ada nishabnya, sedangkan
infaq tidak ada nishabnya. Infaq dikeluarkan oleh setiap yang beriman,
baik yang berpenghasilan tinggi maupun rendah, apakah di saat ia lapang
maupun sempit. Jika zakat harus diberikan kepada mustahiq tertentu
(delapan asnaf), maka infaq boleh diberikan kepada siapa pun juga,
misalnya untuk kedua orang tua, anak yatim, dan sebagainya.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa infaq pada dasarnya
sama dengan zakat yang diwajibkan atas kekayaan umat. Zakat diberikan
-
26
dengan ketentuan kadar, jenis dan jumlah yang permanen sampai hari
akhir, sedangkan infaq tidak ditentukan kadar dan jumlahnya dan dapat
terus berkembang dan berubah menurut kepentingan maslahah mursalah
secara demokratis.17
Sedangkan shadaqah berasal dari kata shadaqa yang berarti
benar, dan dapat dipahami dengan memberikan atau mendermakan
sesuatu kepada orang lain. Dalam konsep ini, shadaqahmerupakan wujud
dari keimanan dan ketaqwaan seseorang, artinya orang yang suka
bersedekah adalah orang yang benar pengakuan imannya Dalam istilah
syari‟at Islam, ṣadaqah (dalam bahasa Indonesia sedekah) sama dengan
pengertian infaq, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Sisi
perbedaan hanya terletak pada bendanya. Artinya, infaq (infak) berkaitan
dengan materi, sedangkan ṣadaqah (sedekah) berkaitan dengan materi
dan non materi, baik dalam bentuk pemberian benda atau uang, tenaga
atau jasa, menahan diri untuk tidak berbuat kejahatan, mengucapkan
takbir, tahmid, tahlil, bahkan yang paling sederhana adalah tersenyum
kepada orang lain dengan ikhlas.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa shadaqah adalah
keseluruhan amal kebaikan yang dilakukan setiap muslim untuk
meciptakan kesejahteraan sesama umat manusia, termasuk untuk
kelestarian lingkungan hidup dan alam semesta ciptaan ilahi guna
memperoleh hidayah dan ridha dari Allah SWT.
17 Suyitno dkk, Anatomi Fiqh Zakat: Potret Dan Pemahaman Badan Amil Zakat: Potret
dan Pemahaman Badan Amil Zakat Sumatera Selatan, Cet.ke-1 (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), hlm. 12-15.
-
27
c. Dasar Hukum Zakat, Infaq, dan Shadaqah
Perintah untuk berzakat, infaq, dan shadaqah cukup banyak
ditemukan di Al-Qur‟an maupun hadist Nabi SAW. Berikut adalah ayat-
ayat Al Qur‟an dan hadist yang terkait dengan perintah membayar zakat,
infaq, dan shadaqah:
a. Dasar Hukum Zakat
1) Al Qur‟an surah Al Baqarah (2): 43
ِمِعَٕه ٱۡزَمُعُْا َمَع ٱىسََّٰ ََ حَ َُٰ َم َءارُُْا ٱىصَّ ََ حَ َُٰ يَ أَقُِٕمُْا ٱىصَّ ََ٣٤
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah
beserta orang-orang yang ruku'.” 18
2) Al Qur‟an surah At-Taubah (9): 103
رََل َظَنٞه َُٰ ۡمِۖ إِنَّ َصيَ ٍِ ٕۡ َصوِّ َعيَ ََ ٍِم ثٍَِب ٕ رَُصمِّ ََ ٍِۡم َصَدقَٗخ رُطٍَُِّسٌُۡم ىِ ََُٰ ُخۡر ِمۡه أَۡم
ُ َظِمٌٕع َعيٌِٕم ٱَّللَّ ََ ُۡمِۗ ٣٦٤ىٍَّ
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan
mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui.” 19
3) Al Qur‟an surah Ar-Rum (30): 39
ِه ٱىىَّبِض فََل ََُٰ ٓٓ أَۡم ْا فِ َُ َۡسثُ ٗثب ىِّٕ ه زِّ زُم مِّ ٕۡ َمبٓ َءارَ ه ََ زُم مِّ ٕۡ َمبٓ َءارَ ََ ِِۖ َٔۡسثُُْا ِعىَد ٱَّللَّ
18
Al Baqarah (2): 43 19 At-Taubah (9): 103
-
28
ئَِل ٌُُم ٱۡىُمۡعِعفَُُن ٓ ىََٰ َْ ُ ِ فَأ ۡجًَ ٱَّللَّ ََ ٖح رُِسُٔدََن َُٰ ٤٣َشَم
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar
dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak
menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa
zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah,
maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya).” 20
4) Hadist ke-441 dari kitab Bulughul Maram dari Ibnu Abbas
radhiyallahu „anhuma
ُهَما: ) َأنَّ اَلنَِّبيَّ صلى اهلل عليه وسلم بَ َعَث َعِن ِاْبِن َعبَّاٍس َرِضَي اَللَُّه َعن ْ
َفذََكَر اَْلَحِديَث, َوِفيِه: ) َأنَّ اَللََّه َقِد ُمَعاًذا رضي اهلل عنه ِإَلى اَْلَيَمِن (
َرَض َعَلْيِهْم َصَدَقًة ِفي َأْمَواِلِهْم, تُ ْؤَخذُ ت َ ِمْن َأْغِنَياِئِهْم, فَ تُ َردُّ ِف ي ِاف ْ
َفٌق َعَلْيِه, َواللَّْفُظ ِلْلُبَخاِرّي ِ فُ َقَراِئِهْم ( ُمت َّ
Artinya: “Dari Ibnu Abbas r. bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi
wa Sallam mengutus Mu'adz ke negeri Yaman --ia meneruskan
hadits itu-- dan didalamnya (beliau bersabda): "Sesungguhnya
Allah telah mewajibkan mereka zakat dari harta mereka yang
diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan dibagikan
20 Ar-Rum (30): 39
-
29
kepada orang-orang fakir di antara mereka." Muttafaq Alaihi
dan lafadznya menurut Bukhari.” 21
b. Dasar Hukum Infaq Dan Shadaqah
1) Al Qur‟an surah Al Baqarah (2): 195
َ ُِٔحتُّ إِنَّ ٱَّللَّْْۚا ُٓ أَۡحِعىُ ََ يَُنِخ ٍۡ ِدُٔنۡم إِىَّ ٱىزَّ ۡٔ َ ََل رُۡيقُُْا ثِأ ََ ِ أَوِفقُُْا فِٓ َظجِِٕو ٱَّللَّ ََ
٣٣١ٱۡىُمۡحِعىَِٕه
Artinya: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah,
dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik.” 22
2) Al Qur‟an surah Al Baqarah (2): 245
ُ َٔۡقجُِط ٱَّللَّ ََ ِْۚعفًَُۥ ىًَُۥٓ أَۡظَعبٗفب َمثَِٕسٗح َ قَۡسًظب َحَعٗىب فََُٕعَٰ ه َذا ٱىَِّرْ ُٔۡقِسُض ٱَّللَّ مَّ
ًِ رُۡسَجُعَُن ٕۡ إِىَ ََ ػُ ُ َٔۡجص ََ٥٣١
Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,
pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka
Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan
lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan
melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.”23
21 Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maroom min Adilatil Ahkam, Hadist ke-441, “Kitab
Zakat”, “Bab I: Tentang Zakat”. Hadist dari Muttafaq Alaih dan Lafadznya menurut Bukhori 22
Al Baqarah (2): 195 23
Al Baqarah (2): 245
-
30
3) Al Qur‟an surah Ali-Imran (3): 134
ٱۡىَعبفَِٕه َعِه ٱىىَّبِضِۗ ٱىَِّرَٔه ُٔىفِقَُُن فِٓ ٱىعَّ ََ ظَ ٕۡ ِظِمَٕه ٱۡىَغٱۡىَنَٰ ََ ٓاِء سَّ ٱىعَّ ََ ٓاِء سَّ
ُ ُِٔحتُّ ٱۡىُمۡحِعىَِٕه ٱَّللَّ ََ٣٤٣
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya),
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang
menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” 24
4) Al Qur‟an surah Al Baqarah (2): 267
َه ٱۡۡلَۡزِضِۖ بٓ أَۡخَسۡجىَب ىَُنم مِّ ِممَّ ََ ِذ َمب َمَعۡجزُۡم ْا أَوفِقُُْا ِمه غَِّٕجََٰ ُٓ ٓأٍََُّٔب ٱىَِّرَٔه َءاَمىُ ََٰٔ
مُ ََل رََٕمَّ ىَۡعزُم ةِ ََ ََ ْا ُْا ٱۡىَخجَِٕث ِمۡىًُ رُىفِقَُُن ُٓ ٱۡعيَُم ََ ًِْۚ ٓ أَن رُۡغِمُعُْا فِٕ ًِ إَِلَّ اِخِرٔ َٔ ٔ
ٌّٓ َحِمٌٕد َ َغىِ ٥٠٢أَنَّ ٱَّللَّ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan
allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian
dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan
janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu
menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata
terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi
Maha Terpuji.” 25
5) Al Qur‟an surah Al Baqarah (2): 271
رُۡؤرٌَُُب ٱىۡ ََ إِن رُۡخفٌَُُب ََ َِۖٓ ٌِ ب ِذ فَىِِعمََّدقََٰ ٞس ىَُّنۡمْۚ إِن رُۡجُدَْا ٱىصَّ ٕۡ َُ َخ فُقََسٓاَء فٍَُ
24
Ali-Imran (3): 134 25
Al Baqarah (2): 267
-
31
ِّٓ ه َظ َُٔنفُِّس َعىُنم مِّ ُ ثَِمب رَۡعَميَُُن َخجِٕٞس ََ ٱَّللَّ ََ ارُِنۡمِۗ َٔ ٔ٥٢٣
Artinya: “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu
adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu
berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu
lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa
yang kamu kerjakan.” 26
6) Al Qur‟an surah At-Taghabun (64): 16
َمه َُُٔق ََ َوفُِعُنۡمِۗ ٗسا ۡلِّ ٕۡ أَوفِقُُْا َخ ََ أَِغُٕعُْا ََ ٱۡظَمُعُْا ََ َ َمب ٱۡظزَطَۡعزُۡم فَٱرَّقُُْا ٱَّللَّ
ئَِل ٌُُم ٱۡىُمۡفيُِحَُن ٓ ىََٰ َْ ُ ٣٠ُشحَّ وَۡفِعًِۦ فَأ
Artinya: “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut
kesanggupanmu dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah
nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara
dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” 27
7) Hadist ke-466 dari kitab Bulughul Maram dari Abu Hurairah
radliyallahu„anhu
26
Al Baqarah (2): 271 27 At-Taghabun (64): 16
-
32
َعٌة َعْن َأِبي ُهَريْ َرَة رضي اهلل عنه َعِن اَلنَِّبيِّ صلى اهلل عليه وسلم قَاَل: ) َسب ْ
ُجٌل َفذََكَر اَْلَحِديَث َوِفيِه: ) َورَ يُِظلُُّهُم اَللَُّه ِفي ِظلِِّه يَ ْوَم ََل ِظلَّ ِإَلَّ ِظلُُّه.... (
َق ِبَصَدَقٍة َفَأْخَفاَها َحتَّى ََل تَ ْعَلَم ِشَمالُُه َما تُ ْنِفُق َيِميُنُه ( َفٌق َعَلْيهِ َتَصدَّ ُمت َّ
Artinya: “Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tujuh macam orang
yang akan dilindungi Allah pada hari yang tidak ada lindungan
kecuali lindungan-Nya - kemudian ia menyebutkan hadits dan
didalamnya disebutkan - orang yang bersedekah dengan
sedekah yang ia tutupi sehingga tangannya yang kiri tidak
mengetahui apa yang dikeluarkan oleh tangan kanannya."
Muttafaq Alaihi” 28
d. Tujuan dan Hikmah Zakat, Infaq, dan Shadaqah
1) Tujuan Zakat
Zakat merupakan yang mengandung dua dimensi, ialah hablum
minallah dan hablum minannas. Ada beberapa tujuan yang
ingin di capai oleh Islam dibalik kewajiban zakat adalah
sebagai berikut:
a) Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar
dari kesulitan hidup serta penderitaan.
28
Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maroom min Adilatil Ahkam, Hadist ke-466, “Kitab Zakat”, “Bab III: Shadaqah Thathawwu (Sunnah)”. Hadist dari Muttafaq Alaih
-
33
b) Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh
mustahiq.
c) Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama
muslim dan manusia pada umumnya.
d) Menghilangkan sifat kikir atau serakah pada pemilik harta.
e) Membersihkan sifat iri dan dengki (kecemburuan sosial)
dari hati orang-orang miskin.
f) Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan
yang miskin dalam suatumasyarakat.
g) Mengembangkan rasa tanggungjawab sosial pada diri
seseorang, terutama pada mereka yang mempunyai harta.
h) Mendidik manusia untuk disiplin menunaikan kewajiban
dan menyerahkan hak orang lain yang ada padanya.29
2) Tujuan Infaq dan Shadaqah
a) Memelihara diri jatuh kelembah kikir yang merugikan.
b) Memindahkan orang yang menerima itu ke derajat yang
lebih baik yakni dari derajat kekurangan ke derajat
mencukupi.
c) Memelihara harta dari hilang percuma, artinya harta yang
kita berikan dijalan Allah SWT. Itulah modal kita untuk
memperoleh nikmat diakhirat.
d) Memperkuat tali persaudaraan, khususnya umat muslim.
29
Gustin Djuanda dkk, Pelaporan Zakat Pengurangan Pajak Penghasilan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 15-16.
-
34
e) Mengobati penyakit hati dan cinta dunia.
3) Hikmah Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang kelima,
dan sekaligus sebagai bagian perintah yang mengikuti perintah
shalat. Dari dimensi sosial kemasyarakatan baik zakat, infaq,
maupun shadaqah memberikan hikmah yang besar dalam
merealisasikan nilai harta umat Islam. Hikmah zakat
digambarkan di dalam berbagai ayat Al Qur‟an dan hadist.
Diantara hikmah-hikmah itu adalah:
a) Mensyukuri karunia Ilahi, menumbuh suburkan harta dan
pahala serta membersihkan diri dari sifat-sifat kikir, dengki,
iri serta dosa.
b) Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan bangkit
dari kemelaratan.
c) Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang antara sesama
manusia.
d) Manifestasi kegotongroyongan dan tolong-menolong dalam
kebaikan dan taqwa.
e) Mengurangi kefakir-miskinan yang merupakan masalah
sosial.
f) Membina dan mengembangkan stabilitas sosial
-
35
g) Salah satu jalan mewujudkan keadilan sosial.30
e. Macam-macam Zakat
Menurut garis besarnya zakat diagi menjadi dua yaitu:
1) Zakat nafs, yakni zakat jiwa yang dinamai juga dengan zakatul
fithri (zakat yang diberikan berkenaan dengan telah selesai
mengerjakan shiyam (puasa) yang difardhukan. Di Indonesia
biasanya disebut dengan nama fithrah.31
Zakat fitrah memiliki
fungsi diantaranya:
a) Fungsi ibadah
b) Fungsi membersihkan orang yang berpuasa dari ucapan dan
perbuatan yang tidak bermanfaat.
c) Memberikan kecukupan kepada orang-orang miskin pada
hari raya fitri.
Zakat fitrah dibayarkan sesuai dengan kebutuhan pokok di suatu
masyarakat, dengan ukuran yang juga disesuaikan dengan
kondisi ukuran atau timbangan yang berlaku, juga dapat diukur
dengan satuan uang. Di Indonesia, zakat fitrah diukur dengan
timbangan beras sebanyak 2,5 kilogram.32
2) Zakat mal (zakat harta), yakni zakat yang dikeluarkan untuk
menyucikan harta, apabila harta itu telah memenuhi syarat-
30 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf (Jakarta: UI-Press,
1988), hlm. 41.
31
Hasbi Ash-Shidieqy, Pedoman Zakat, Cet.ke-5 (Jakarta: PT.Bulan Bintang, 1984), hlm.
30. 32
Mursyidi, Akutansi Zakat Kontemporer (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 78.
-
36
syarat wajib zakat. Dalam Pasal 4 UU No 23 Tahun 2011
menyatakan bahwa “ Zakat meliputi zakat mal dan zakat fitrah,
zakat mal sendiri meliputi (a) emas, perak, dan logam mulia
lainnya (b) uang dan surat berharga lainnya (c) perniagaan (d)
pertanian, perkebunan dan kehutanan (e) peternakan dan
perikanan (f) pertambangan (g) perindustrian (h) pendapatan dan
jasa (i) rikaz. Zakat mal yang dimaksud dalam pasal ini
merupakan harta yang dimiliki oleh muzakki perseorangan atau
badan usaha. Syarat dan tata cara perhitungan zakat mal dan
zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam.”33
f. Mustahiq
Mustahiq adalah orang atau golongan yang berhak menerima
zakat. Golongan yang berhak menerima zakat telah dijelaskan dalam
Al-Quran Surat At-Taubah (9) ayat 60:
فِ ََ ٱۡىُمَؤىَّفَِخ قُيُُثٍُُۡم ََ ٍَب ٕۡ ِميَِٕه َعيَ ٱۡىَعَٰ ََ ِنِٕه ٱۡىَمَعَٰ ََ ُذ ىِۡيفُقََسٓاِء َدقََٰ ٓ۞إِوََّمب ٱىصَّ
ُ َعيِٕمٌ ٱَّللَّ ََ ِِۗ َه ٱَّللَّ جِِٕوِۖ فَِسَٔعٗخ مِّ ٱۡثِه ٱىعَّ ََ ِ فِٓ َظجِِٕو ٱَّللَّ ََ ِسِمَٕه ٱۡىَغَٰ ََ قَبِة ٱىسِّ
٠٦َحِنٕٞم
Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-
orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para
mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-
orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang
33
Pasal 4 ayat (1-4)
-
37
sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” 34
Dari ayat diatas dapat kita ketahui bahwa ada delapan
golongan penerima zakat yaitu:
a. Fakir (Al-fuqara‟)
Yang dimaksud fakir ialah orang yang amat sengsara hidupnya, tidak
mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
b. Miskin (Al-masakin)
Adalah orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan
kekurangan. Maksudnya ialah orang yang memiliki pekerjaan tetapi
penghasilannya tidak dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
c. Pengurus zakat (Amil)
Yaitu orang yang ditunjuk oleh pemerintah muslim setempat sebagai
petugas pengumpul dan penyalur zakat dari para muzakki (pembayar
zakat). Dalam hal ini, termasuk pula para pencatat, penjaga
keamanan, dan petugas penyalur kepada para mustahiq. Amil boleh
mendapatkan bagian dari uang zakat yang terkumpul. Jumlahnya
adalah maksimal seperdelapan dari jumlah keseluruhan, sekalipun
mereka termasuk orang-orang yang berkecukupan. Akan tetapi,
apabila seperdelapan tersebut tidak mencukupi, wajib atas
pemerintah mencukupinya dari kas negara.
34 At-Taubah (9) ayat 60
-
38
d. Muallaf
Yaitu orang islam yang masih lemah imannya, baik mereka yang
baru masuk islam maupun sudah masuk islam tetapi tidak membayar
zakat. Maksud dari pentasyarufan zakat tersebut mengandung
harapan lebih memberikan kekuatan iman selain itu zakat juga dapat
diberikan kepada lembaga dakwah.
e. Memerdekakan budak (Riqab)
Walaupun pada zaman sekarang tidak ada perbudakan, namun esensi
perbudakan tetap ada. Seorang majikan memperbudak pembantunya,
orang kaya memperbudak orang-orang lemah. Orang-orang yang
diperbudak tersebut berhak menerima zakat, agar mereka terbebas
dari perbudakan yang tidak berperikemanusiaan.
f. Orang berhutang (Gharimin)
orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat
dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang
untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu
dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
g. Pada jalan Allah (Sabilillah)
yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin di antara
mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup
juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah,
rumah sakit dan lain-lain.
-
39
h. Orang yang sedang dalam perjalanan (Ibnu sabil)
Yaitu orang yang sedang dalam perjalanan untuk melakukan suatu
hal dan bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam
perjalanannya.
2. Lembaga Pengelolaan Zakat
Pelembagaan pengelolaan ZISWAF melalui Organisasi Pengelola
Zakat (OPZ), Lembaga Amil Zakat (LAZ), Badan Amil Zakat (BAZ) dan
sejenisnya harus sejalan dengan tuntunan Al Qur‟an sebagaimana
disyaratkan dalam surah At-Taubah (9): 103 yang berbunyi:35
رََل َظَنٞه َُٰ ۡمِۖ إِنَّ َصيَ ٍِ ٕۡ َصوِّ َعيَ ََ ٍِم ثٍَِب ٕ رَُصمِّ ََ ٍِۡم َصَدقَٗخ رُطٍَُِّسٌُۡم ىِ ََُٰ ُخۡر ِمۡه أَۡم
ُ َظِمٌٕع َعيٌِٕم ٱَّللَّ ََ ُۡمِۗ ٣٦٤ىٍَّ
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk
mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” 36
Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa zakat itu diambil
(dijemput) dari orang-orang yang berkewajiban untuk berzakat (muzakki)
untuk kemudian diberikan kepada mereka yang berhak menerimanya
(mustahiq). Imam Al Qurtubi ketika menafsirkan Al Qur‟an surah At-
Taubah ayat 60 menyatakan bahwa amil adalah orang-orang yang
ditugaskan (diutus oleh imam/ pemerintah) untuk mengambil,
35 Mahmudi, Sistem Akuntansi OrganisasiPengelola Zakat (Yogyakarta: P3EI, 2009),
hlm. 6. 36 At-Taubah (9): 103
-
40
menuliskan, menghitungdan mencatat zakat yang diambilnya dari para
muzakki untuk kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya.
Pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat, apalagi yang
memiliki kekuatan hukum formal, akan memiliki beberapa keuntungan
diantaranya:
Pertama, untuk menjamin kepastian dan disiplin pembayar zakat.
Kedua, untuk menjaga perasaan rendah diri dari para mustahiq zakat
apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzakki.
Ketiga, untuk mencapai efisien dan efektifitas, serta sasaran yang tepat
dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada
suatu tempat. Keempat, untuk memperlihatkan syi‟ar Islam dalam
semangat penyelenggaraan pemeritah yang Islami. Sebaliknya, jika zakat
diserahkan langsung dari muzakki kepada mustahiq meskipun sudah
secara hukum syari‟ah sah, akan tetapi disamping akan terabailannya hal-
hal tersebut diatas, juga hikmah dan fungsi zakat, terutama yang
berkaitan dengan kesejahteraan umat akan sulit diwujudkan.37
Di Indonesia, pengelolaan zakat diatur berdasarkan Undang-
undang No.23 tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat. Lebih spesifik
adalah penjelasan tentang organisasi pengelola zakat baik BAZNAS dan
LAZ. Adapun hal-hal yang diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun
2011 Tentang Pengelolaan Zakat, seabagi berikut:
a. Ketentuan Pengelolaan Zakat di Indonesia
37
Didin Hafidhuddin, Zakat dan Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani, 2008),
hlm. 216
-
41
b. Asas pengelolaan zakat
c. Tujuan pengelolaan zakat
d. Jenis-Jenis Zakat
e. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS Pusat)
f. Badan Amil Zakat Nasional Provinsi dan Kota/Kabupaten
g. Lembaga Amil Zakat
h. Pengumpulan, Pendistribusian, Pendayagunaa dan Pelaporan Zakat
i. Pengelolaan Dana Infak, shadakah dan dana keaagamaan lainnya
(DSKL)
j. Pembiayaan dalam pengelolaan zakat
k. Pembinaa dan pengawasan dalam pengelolaan zakat
l. Peran serta masyaraakat dalam pengelolaan zakat
m. Sanksi administratif dan larangan dalam pengelolaan zakat
Sebagai lembaga yang resmi dan diberi kewenangan dalam
pengelolaan zakat di Indonesia, maka dalam rangka akuntabiliatas
pengelolaan zakat perlu didasari berbagai regulasi yang memperkuat
operasionalnya. Organisasi Pengeloa Zakat (OPZ) adalah organisasi yang
mengelola dana masyarakat yaitu dana zakat. OPZ memiliki peran
intermediasi zakat yaitu menghimpun dana masayarakat muszaki dan
disakurkan dan didayagunakan kepada masyarakat mustahik. Untuk
regulasi terkait dengan pengelolaan zakat menjadi sangat penting.
Di bawah ini adalah regulasi yang menjadi dasar pengelolaan
zakat di Indonesia:
-
42
a. Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Zakat
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 14 Tahun
2014 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Zakat
c. Instruksi Presiden Republik Indonesia (Inpres) Nomor 3 Tahun 2014
Tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga,
Sekretraiat Jenderal Lembaga Negera, Sekretariat Jenderal Komisi
Negara, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara dan Badan
Usaha Milik Daerah Melalui Badan Amil zakat Nasional.
d. Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 01 Tahun 2014
Tentang Pedoman Tata Cara Pengajuan Pertimbangan
pengangkatan/Pemberhentian Pimpinan Basan Amil Zakat Nasional
Provinsi dan Badan Amil Zakat Nasional Kota dan Kabupaten.
e. Peraturan Badan Amil Zakat Nasional Nomor 02 Tahun 2014
Tentang Pedoman Tata cara Pemberian Rekomendasi.38
a. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Keberadaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), secara
hukum sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor
14 Tahun 2014. Alasan dibentuknya Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) adalah dalam rangka pengelolaan zakat secara lebih
berdayaguna dan berhasil guna serta dapat dipertanggungjawabkan.
38
Sri Fadilah dkk, “Organisasi Pengelolaan Zakat (OPZ): Deskripsi Pengelolaan Zakat dari Aspek Lembaga Zakat,” Kajian Auntansi, Vol. 18:1 (September 2017), hlm. 62.
-
43
Secara struktural Badan Amil Zakat, merupakan organisasi pengelola
zakat yang dibentuk oleh pemerintah, sehingga kedudukkannya akan
disesuaikan dengan struktural pemerintah.
Lebih lanjut dijelaskan tentang BAZNAS dan BAZNAS
pemrintah provinsi, kota dan kabupaten sesuai dengan Undang-
Undang 23 tahun 2011, sebagai berikut:
1) Badan Amil Zakat Nasional
a) Untuk melaksanakan pengelolaan zakat, Pemerintah
membentuk BAZNAS.
b) Berkedudukan di ibu kota negara. Merupakan lembaga
pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan
bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri.
c) BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang melakukan
tugas pengelolaan zakat secara nasional.
d) Dalam melaksanakan tugas BAZNAS menyelenggarakan
fungsi:
1. Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
2. Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
3. Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat;
-
44
4. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
pengelolaan zakat.
e) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS dapat
bekerja sama dengan pihak terkait sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
f) BAZNAS melaporkan hasil pelaksanaan tugasnya secara
tertulis kepada Presiden melalui Menteri dan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia paling sedikit 1
(satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
g) BAZNAS terdiri atas 11 (sebelas) orang
anggota.Keanggotaan BAZNAS terdiri atas 8 (delapan)
orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur
pemerintah.Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama,
tenaga profesional, dan tokoh masyarakat Islam.
h) Unsur pemerintah ditunjuk dari kementerian/instansi yang
berkaitan dengan pengelolaan zakat.
i) BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil
ketua. Masa kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima)
tahun dan dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa
jabatan. Anggota BAZNAS diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden atas usul Menteri.
j) Anggota BAZNAS dari unsur masyarakat diangkat oleh
Presiden atas usul Menteri setelah mendapat pertimbangan
-
45
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Ketua dan
wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota. BAZNAS paling
sedikit harus: a) warga negara Indonesia; b). beragama
Islam; c). bertakwa kepada Allah SWT; d). berakhlak mulia;
e). berusia minimal 40 (empat puluh) tahun; f). sehat jasmani
dan rohani; g). tidak menjadi anggota partai politik; h).
memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat; i).tidak
pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima)
tahun.
k) Anggota BAZNAS diberhentikan apabila: (a). meninggal
dunia; (b). habis masa jabatan; (c). mengundurkan diri; (d).
tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga), bulan secara
terus menerus; atau (e) tidak memenuhi syarat lagi sebagai
anggota.39
2) Badan Amil Zakat Nasional Provinsi dan Kota/ Kabupaten
Penjelasan tentang Badan Amil Zakat Nasionkat
Nasional Provinsi dan Badan Amil Zakat Nasional kota dan
kabupaten dijelaskan dalam Undang-Undnag Nomor 23 Tahun
2011 sebagai beriukt:
39
Pasal 5 sampai 12
-
46
a) Dalam rangka pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat
provinsi dan kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi
dan BAZNAS kabupaten/kota.
b) BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur
setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
c) BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah
mendapat pertimbangan BAZNAS.
d) Dalam hal gubernur atau bupati/walikota tidak mengusulkan
pembentukan BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/kota, Menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat
membentuk BAZNAS provinsi atau BAZNAS
kabupaten/kota setelah mendapat pertimbangan BAZNAS.
e) Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS,
BAZNAS provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat
membentuk UPZ pada instansi pemerintah, badan usaha
milik negara, badan usaha milik daerah, perusahaan swasta,
dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri serta dapat
membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau
nama lainnya, dan tempat lainnya.
f) Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja
BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
-
47
g) BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota
melaksanakan tugas dan fungsi BAZNAS di provinsi atau
kabupaten/kota masing-masing.40
3. Pengelolaan Zakat Menurut UU No. 23 tahun 2011
a) Pengelolaan Zakat
Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat, pada pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa
Pengelolaan zakat adalah kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.41
Dengan tujuan sebagaimana dalam UU 23
tahun 2011 pasal 3 yaitu:
1. Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam
pengelolaan zakat, dan
2. Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.42
Pengeloaan zakat akan efektif jika dikelola oleh sebuah
organisasi pengelola zakat yang memiliki otoritas. Dalam hal ini
UU No. 23 tahun 2011 telah diatur mengenai lembaga pengeloaan
zakat. Yaitu sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 5 ayat (1),
(2), dan (3) untuk melaksanakan pengelolaan zakat, pemerintah
membentuk BAZNAS yang berkedudukan di ibukota negara dan
berwenang melakukan tugas pengelolaan secara nasional. Dalam
40
Pasal 15 sampai 16 41
Pasal 1 ayat (1) 42
Pasal 3 ayat (1) dan (2)
-
48
melaksanakan pengelolaan zakat BAZNAS memiliki fungsi
pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan.
b) Pengumpulan Zakat
Wilayah operasional Badan Amil Zakat adalah pengumpulan
zakat pada instansi pemerintah tingkat pusat, swasta nasional dan
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Badan Amil Zakat di
semua tingkatan dapat membentuk Unit Pengumpulan Zakat (UPZ).
UPZ tidak bertugas untuk menyalurkan dan mendayagunakan zakat,
pengumpulan zakat dapat dilakukan melalui penyerahan langsung
(datang) ke Badan Amil Zakat, melalui counter, Unit Pengumpulan
Zakat, Pos, Bank, pemotongan gaji dan pembayaran zakat yang
dapat mengurangi penghasilan kena pajak. 43
Sedangkan pengumpulan zakat dalam UU No. 23 tahun 2011
tentang pegelolaan zakat diatur dalam pasal 21 ayat (1) dan (2)
yaitu:
1) Dalam rangka pengumpulan zakat, muzaki melakukan
penghitungan sendiri atas kewajiban zakatnya.
2) Dalam hal tidak dapat menghitung sendiri kewajiban zakatnya,
muzaki dapat meminta bantuan BAZNAS.44
Selain itu diatur juga didalam pasal 22 dan pasal 23 ayat (1) dan (2)
yang menyebutkan bahwa zakat yang dibayarkan oleh muzaki
43 Direktorat Pemberdayaan Zakat Depag RI, Pedoman Pengelolaan Zakat (Jakarta:
Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam, 2007), hlm. 61 44 Pasal 21 ayat (1-2)
-
49
kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena
pajak.45 Dan pasal 23 :
1) BAZNAS atau LAZ wajib memberikan bukti setoran zakat
kepada setiap muzaki.
2) Bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan sebagai pengurang penghasilan kena pajak.46
c) Pendistribusian Zakat
Menurut UU No. 23 tahun 2011 pasal 25 dan 26 zakat wajib
didistribusikan kpada mustahiq sesuai syariat Islam. Yang dimaksud
disini adalah asnaf zakat yang terdapat dalam surah At-Taubah (9):
ayat (60) yaitu yaitu orang fakir, orang miskin, pengurus zakat,
muallaf, memerdekakan budak, orang berhutang, pada jalan Allah
(Sabilillah), dan orang yang sedang dalam perjalanan. Di dalam
aplikasinya dapat meliputi orang-orang yang paling tidak berdaya
secara ekonomi, seperti anak yatim, orang jompo, penyandang cacat,
orang yang menuntut ilmu, pondok pesantren, anak terlantar, orang
yang terlilit utang, pengungsi yang terlantar dan korban bencana
alam.
Ada dua cara untuk mendistribusikan zakat kepada orang
yang berhak meerima yaitu pendistribusian zakat secara konsumtif
dan pendistribusian zakat secara produktif. Pendistribusian zakat
secara konsumtif yaitu zakat yag disalurkan untuk memenuhi
45
Pasal 22 46
Pasal 23 ayat (1-2)
-
50
kebutuhan hidupnya. Fungsi ini adalah asal dari fungsi zakat yaitu
memberikan zakat untuk kebutuhan sehari-hari. Sedangkan
pendistribusian zakat secara produktif adalah zakat yang diberikan