1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Film yang dipilih sebagai salah satu media massa, mempunyai kekuatan dan
kemampuan dalam menjangkau banyak segmen sosial, karena film dipandang mampu
memenuhi permintaan dan selera masyarakat akan hiburan. Selain sifat film itu
sendiri adalah sebagai media komunikasi massa yang dapat memproduksi secara
masal dalam tempat yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Oleh karenanya film
sebagai media komunikasi massa, bisa menjadi media yang dapat melampaui batas
teritori dan batas sosial tertentu, sehingga dapat menjangkau dan menyentuh
kesadaran pada setiap aspek masyarakat.
Film yang kita kenal saat ini merupakan perkembangan dari fotografi.
Penyempurnaan fotografi yang terus berlanjut menjadi dorongan bagi perintis
penciptaan gambar hidup yang dihasilkan dari melukis atau menulis dengan cahaya
pada bahan baku yang terbuat dari seluloid atau yang lebih dikenal dengan film.
Pada awalnya film hanya sekedar gambar hitam putih tanpa suara. Pada akhir
tahun 1920-an film mulai dikenal menggunakan suara, kemudian di tahun 1930-an
film mulai menggunakan gambar berwarna. Bahkan peralatan produksi juga
mempengaruhi perkembangan dalam produksi film, hingga sampai saat ini film
menjadi tontonan yang menarik bagi khalayak luas.
Saat ini film sudah menjadi salah satu bagian dari kehidupan sebagaian besar
manusia di jagad raya ini. Oleh karenanya film sangat mustahil dipisahkan dari
2
kehidupan masyarakat modern yang telah berada di abad 21 ini. Dengan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, kemudahan untuk menonton film sudah
bisa didapatkan.
Melihat keberadaan film yang memiliki daya tarik kemasan gambar bergerak,
warna, bentuk dan suara dengan aspek alur cerita, pemeran, dan setting, film
mendapat tempat tersendiri. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar.
Film merupakan perwujudan dari seluruh realitas kehidupan dunia yang
begitu luas dalam masyarakat, oleh karenanya, film mampu menumbuhkan imajinasi,
ketegangan, ketakutan dan benturan emosional khalayak penonton, seolah mereka
ikut merasakan dan menjadi bagian dari cerita film tersebut. Selain itu isi pesan film
dapat menimbulkan aspek kritik sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, norma
kehidupan dan hiburan bagi khalayak penonton.
Film Laskar Pelangi yang disutradarai oleh Riri Reza adalah sebuah film
pendidikan dimana dalam film tersebut terdapat berbagai macam masalh-masalah
yang sangat komplet kaum kecil rakyat belitung tahun ‘70an. Diangkat dari kisah
nyata yang dialami oleh penulisnya sendiri, buku “Laskar Pelangi” menceritakan
kisah masa kecil anak-anak kampung dari suatu komunitas Melayu yang sangat
miskin Belitung. Anak orang-orang ‘kecil’ ini mencoba memperbaiki masa depan
dengan menempuh pendidikan dasar dan menengah di sebuah lembaga pendidikan
yang puritan. Bersebelahan dengan sebuah lembaga pendidikan yang dikelola dan
difasilitasi begitu modern pada masanya, SD Muhammadiyah-sekolah penulis ini,
tampak begitu kurang maju dibandingkan dengan sekolah-sekolah PN Timah
3
(Perusahaan Negara Timah). Mereka tersudut dalam ironi yang sangat besar karena
kemiskinannya justru berada di tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN Timah yang
mengeksploitasi tanah leluhur mereka.
Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang
dibangun atas jiwa ikhlas dan kepeloporan dua orang guru, seorang kepala sekolah
yang sudah tua, Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu Muslimah
Hafsari, yang juga sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat besar
pendidikan dengan terseok-seok. Sekolah yang nyaris dibubarkan oleh pengawas
sekolah Depdikbud Sumsel karena kekurangan murid itu, terselamatkan berkat
seorang anak idiot yang sepanjang masa bersekolah tak pernah mendapatkan rapor.
Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan para donatur di komunitas marjinal itu
begitu miskin: gedung sekolah bobrok, ruang kelas beralas tanah, beratap bolong-
bolong, berbangku seadanya, jika malam dipakai untuk menyimpan ternak, bahkan
kapur tulis sekalipun terasa mahal bagi sekolah yang hanya mampu menggaji guru
dan kepala sekolahnya dengan sekian kilo beras-sehingga para guru itu terpaksa
menafkahi keluarganya dengan cara lain. Sang kepala sekolah mencangkul sebidang
kebun dan sang ibu guru menerima jahitan.
Kendati demikian, keajaiban seakan terjadi setiap hari di sekolah yang dari
jauh tampak seperti bangunan yang akan roboh. Semuanya terjadi karena sejak hari
pertama kelas satu sang kepala sekolah dan sang ibu guru muda yang hanya berijazah
SKP (Sekolah Kepandaian Putri) telah berhasil mengambil hati sebelas anak-anak
kecil miskin itu.
4
Dari waktu ke waktu mereka berdua bahu membahu membesarkan hati
kesebelas anak-anak marjinal tadi agar percaya diri, berani berkompetisi, agar
menghargai dan menempatkan pendidikan sebagai hal yang sangat penting dalam
hidup ini. Mereka mengajari kesebelas muridnya agar tegar, tekun, tak mudah
menyerah, dan gagah berani menghadapi kesulitan sebesar apapun. Kedua guru itu
juga merupakan guru yang ulung sehingga menghasilkan seorang murid yang sangat
pintar dan mereka mampu mengasah bakat beberapa murid lainnya. Pak Harfan dan
Bu Mus juga mengajarkan cinta sesama dan mereka amat menyayangi kesebelas
muridnya. Kedua guru miskin itu memberi julukan kesebelas murid itu sebagai para
Laskar Pelangi.
Keajaiban terjadi ketika sekolah Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah satu
laskar pelangi mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah PN dan keajaiban
mencapai puncaknya ketika tiga orang anak anggota laskar pelangi (Ikal, Lintang, dan
Sahara) berhasil menjuarai lomba cerdas tangkas mengalahkan sekolah-sekolah PN
dan sekolah-sekolah negeri. Suatu prestasi yang puluhan tahun selalu digondol
sekolah-sekolah PN.
Tak ayal, kejadian yang paling menyedihkan melanda sekolah
Muhamaddiyah ketika Lintang, siswa paling jenius anggota laskar pelangi itu harus
berhenti sekolah padahal cuma tinggal satu triwulan menyelesaikan SMP. Ia harus
berhenti karena ia anak laki-laki tertua yang harus menghidupi keluarga sebab ketika
itu ayahnya meninggal dunia. Belitong kembali dilanda ironi yang besar karena
seorang anak jenius harus keluar sekolah karena alasan biaya dan nafkah keluarga
5
justru disekelilingnya PN Timah menjadi semakin kaya raya dengan mengekploitasi
tanah leluhurnya.
Meskipun awal tahun 90-an sekolah Muhamaddiyah itu akhirnya ditutup
karena sama sekali sudah tidak bisa membiayai diri sendiri tapi semangat, integritas,
keluruhan budi, dan ketekunan yang diajarkan Pak Harfan dan Bu Muslimah tetap
hidup dalam hati para laskar pelangi. Akhirnya kedua guru itu bisa berbangga karena
diantara sebelas orang anggota laskar pelangi sekarang ada yang menjadi wakil
rakyat, ada yang menjadi research and development manager di salah satu perusahaan
multi nasional paling penting di negeri ini, ada yang mendapatkan bea siswa
international kemudian melakukan research di University de Paris, Sorbonne dan
lulus S2 dengan predikat with distinction dari sebuah universitas terkemuka di
Inggris. Semua itu, buah dari pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang
ditanamkan oleh Bu Mus dan Pak Harfan. Kedua orang hebat yang mungkin bahkan
belum pernah keluar dari pulau mereka sendiri di ujung paling Selatan Sumatera sana.
Dalam kaitannya Di Indonesia, permasalahan pendidikan akhir-akhir ini
merupakan topik yang hangat dibicarakan di masyarakat. Karena berbagai program
pendidikan yang dicanangkan pemerintah dianggap tidak sesuai dengan harapan
masyarakat, bahkan cenderung menyusahkan, seperti kebijakan ujian akhir serta
pendaftaran siswa baru. Pendidikan merupakan suatu upaya pengembangan
kemampuan baik secara kognitif maupun motorik yang dilakukan melalui aktivitas
belajar secara aktif dalam mencari pengalaman. Disini secara umum pendidikan
diperoleh dari sekolah umum yang mana didirikan dengan tujuan untuk
mencerdaskan Bangsa secara keseluruhan. Meskipun demikian, dunia pendidikan di
6
Indonesia sebenarnya penuh keprihatinan akibat minimnya fasilitas dan dana
sehingga pendidikan tidak dapat dilakukan secara maksimal.
Dalam konsepnya, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada
kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989,
sistem pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta
meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya
mewujudkan tujuan nasional.
Pelaksanaan pendidikan di Indonesia menemui banyak hambatan, mulai dari
tidak konsistennya peraturan yang diberlakukan tiap periode, kurangnya kesempatan
pendidikan untuk masyarakat kurang mampu, hingga masalah yang menyangkut
sarana fisik serta fasilitas pendidikan di Indonesia. Fenomena susahnya anak
memperoleh pendidikan yang sepantasnya akibat kurang biaya merupakan hal yang
umum kita jumpai di masyarakat sehari-hari. Sekolah bahkan seolah menjadi
semacam komoditi bisnis dan hal ini menjadikan masyarakat semakin kesulitan untuk
memperoleh pendidikan yang layak bagi putra-putrinya. Secara umum, struktur
pendidikan di Indonesia sebenarnya masih belum mencapai standar yang memadai
untuk pelaksanaan pendidikan bagi keseluruhan masyarakat. Keluhan berkaitan
dengan kekurangan dunia pendidikan di Indonesia ini sering diungkap oleh
masyarakat. Upaya perbaikan pun sudah berkali-kali dilakukan oleh Pemerintah, akan
tetapi masih belum mendapatkan hasil yang diharapkan.
Pelaksanaan pendidikan erat hubungannya dengan media komunikasi sebagai
salah satu faktor pendukung perkembangan pendidikan nasional. Salah satu dari
7
media komunikasi tersebut adalah film. Film sebagai sebuah media yang
menampilkan gambaran suatu obyek tertentu dan berupaya untuk menyampaikan
pesan terhadap khalayaknya, merupakan salah satu sarana komunikasi penyampaian
pesan yang efektif, khususnya disini adalah pesan berkaitan dengan dunia pendidikan.
Sineas Indonesia disini terus berkarya dan menghasilkan berbagai karya terbaru yang
mengungkap isu-isu berkaitan dengan pendidikan, termasuk juga kritik berkaitan
dengan kondisi dunia pendidikan di Indonesia yang carut marut sebagaimana
digambarkan sebelumnya.
Dari uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui representasi pendidikan
di Indonesia dalam film Laskar Pelangi karya Riri Reza dengan menggunakan
analisis isi. Alasan dalam penggunaan analisis ini, karena peneliti ingin berapa
banyak frekuensi kemunculan scene yang mengandung pesan pendidikan di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah seberapa besar frekuensi kemunculan pesan pendidikan di Indonesia
dalam Film Laskar Pelangi karya Riri Reza
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar frekuensi kemunculan
pesan pendidikan di Indonesia dalam Film Laskar Pelangi karya Riri Reza
8
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi tambahan referensi bagi
penelitian sejenis selanjutnya.
2. Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini dapat menjadi masukan atau pemahaman
bagi para penikmat film tentang pesan representasi pendidikan di Indonesia
yang terkandung dalam Film Laskar Pelangi
E. Tinjauan Pustaka
E.1. Film
Film merupakan sebuah alat untuk menyapaikan pesan yang efektif dalam
mepengaruhi khalayak dengan pesan-pesan yang disampaikannya. Film selalu
mempengaruhi dan membentuk masyarakat melalui muatan pesan-pesannya
(message)Alex Sobur (2003,hal 127).tema-tema yang diangkat di dalam film
menghasilkan sebuah nilai-nilai yang biasanya didapatkan di dalam sebuah pencarian
yang panjang tentang pengalaman hidup,realitas sosial,serta daya karya imajinatif
dari sang penciptanya dengan tujuan dalam rangka memasuki ruang kososng
khalayak tentang sesuatu yang belum diketahuinya sama sekali sehingga tujuan yang
ingin dicapainyapun sangatlah bergantung pada seberapa antusias khalayak terhadap
tema-tema yang diangkat di dalam film tersebut.
Para teoritikus menyatakan bahwa film dewasa ini merupakan perkembangan
produksi film yang dianggap sebagai kerja kolaboratif, yaitu melibatkan sejumlah
9
tenaga kreatif seperti sutradara, penulis skenario, penata kamera, penyunting, penata
artistik dan pemeran. Unsur-unsur kreatif ini saling mendukung dan mengisi untuk
membentuk totalitas film (Sumarno,1996:107).
Film dalam bentuk konkrit / riil adalah sebuah pita seluloid transparan berisi
gambar dan suara yang disorotkan kelayar pada ruangan yang digelapkan dengan
bantuan sebuah alat bernama proyektor (diktat Kine klub;2003). Film sangat berbeda
dengan seni sastra, teater, seni rupa, seni suara, seni musik, dan arsitektur yang
muncul sebelumnya. Seni film mengandalkan teknologi, baik sebagai bahan baku
produksi maupun dalam hal eksebisi kehadapan penontonnya. Film merupakan
penjelmaan terpadu antara berbagai unsur yakni sastra, teater, seni rupa, dengan
teknologi canggih dan modern serta sarana publikasi (Baskin 2003:3).
Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi massa visual
di belahan dunia. Lebih dari ratusan juta orang menonton film di bioskop, film
televisi dan vidio lasser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan
dibandingkan radio siaran dan televisi. Menonton film ke bioskop menjadi aktifitas
populer bagi orang–orang Amerika pada tahun 1920-an sampai 1950-an (Ardianto,
134:2004).
Dalam konteks media massa, film tidak lagi semata-mata dimaknai sebuah
karya seni semata. Film juga merupakan suatu medium komunikasi massa yang
beroperasi di dalam masyarakat. Dalam perspektif tersebut, film dimaknai sebagaii
pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi filmis yang mengilhami hakekat,
fungsi dan efek yang timbul dari proses komunikasi massa, efek-efek kognitif yang
menyebabkan perubahan pada tingkat pengetahuan, efek afektif yang menyebabkan
10
pada perubahan sikap, efek konatif yang menyebabkan perubahanpada perilaku dan
efek perubahan sosial.
Film sebagai suatu bentuk komuniksi massa juga dikelola menjadi suatu
komoditi. Di dalamnya teramat kompleks, dari produser, sutradara, pemain, dan
seperangkat pendukung kesenian lainnya seperti musik, seni rupa, teater, seni suara,
dan lain-lain. Semua unsur tersebut terkumpul menjadi komunikator dan bertindak
sebagai agen transformasi budaya.
Ringkasnya, media komunikasi massa membentuk pandangan dunia dan
orang-orang di sekelilingnya. Dengan demikian film merupakan objek yang potensial
untuk dikaji, khususnya dalam kerangka komunikasi massa yang sarat dengan muatan
pesan baik yang nampak maupun yang tersembunyi.
E.1.1. Klasifikasi Film
Pada dasarnya genre atau jenis film ada bermacam-macam. Sebenarnya tidak
ada maksud tersendiri dengan pemisahan tersebut namun secara tidak langsung
dengan hadirnya film dengan karakter-karakter tertentu, memunculkan
pengelompokkan tersebut. Beberapa genre film menurut M. Bayu Widagda &
Winastwan Gora S, yang berjudul Bikin Sendiri Film Kamu,Panduan Produksi Film
Indonesia (2004:26) sebagai berikut :
a. Action – laga
Film yang bertema laga dan mengetengahkan tentang perjuangan hidup
dengan bumbu utama keahlian setiap tokoh untuk bertahan dengan
pertarungan hingga akhir cerita.
11
b. Comedi - humor
Film ini mengandalkan kelucuan sebagai factor penyajian utama. Genre jenis
ini tergolong paling disenangi, dan merambah segala usia segmentasi
penonton. Tetapi termasuk paling sulit dalam menyajikannya, apabila kurang
waspada komedi yang ditawarkan terjebak humor yang sleptick, terkesan
memaksa penonton dengan kelucuan yang dibuat-buat.
c. Roman - Drama
Roman–drama adalah genre film yang popular di kalangan masyarakat
penonton film. Faktor perasaan dan kehidupan nyata ditawarkan dengan
senjata simpati dan empati penonton terhadap apa yang diceritakan dan apa
yang disuguhkan. Kunci utama kesuksesan film bergenre roman-drama ini
yaitu tema- tema klasik permasalahan kehidupan manusia yang tak pernah
puas terjawab.
d. Misteri – Horor
Misteri–horor adalah sebuah genre khusus dunia perfilman. Dikatakan genre
khusus karena bahasannya sempit dan berkisar pada hal yang itu-itu saja,
namun genre ini mendapat perhatian yang lebih dari penonton. Hal ini
disebabkan keingintahuan manusia pada sebuah dunia yang membuat mereka
selalu bertanya-tanya tentang apa yang sebenarnya terjadi di dunia lain
tersebut. Seiring dengan perkembangan film, maka asumsi para sineas muda
ataupun produser film semakin beragam tentang jenis film yang pernah
diproduksi.
12
Menurut Heru Efendy dalam buku Mari Membuat Film (Effendy, 2002
:11) dijelaskan masing-masing pengertian dari jenis-jenis film yang ada dalam
perkembangannya dewasa ini, sebagai berikut :
a. Film Dokumenter (Documentary Films)
Jenis film dokumenter adalah film yang menyajikan relita melalui berbagai
cara dan dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, bahwa
film documenter tidak lepas dari tujuan penyebaran informasi, pendidikan,
dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.
b. Film Cerita Pendek (Short Films)
Durasi film cerita pendek adalah kurang dari 60 menit. Sebagian besar
pembuat film menjadikan film cerita pendek sebagai batu loncatan untuk
kemudian memproduksi film cerita panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan
oleh para mahasiswa jurusan ilmu komunikasi atau jurusan film yang sedang
menempuh mata kuliah produksi film.
c. Film Cerita Panjang (Feature-Length Film)
Film cerita panjang adalah film dengan durasi lebih dari 60 menit, dapat
dikatakan lazimnya film ini adalah antara 60-100 menit. Film ini diputar di
bioskop atau 21 yang ada di kota-kota besar. Terkadang film cerita panjang
juga diproduksi di atas durasi 180 menit, seperti film hasil produksi India dan
Hollywood.
d. Film-film Jenis Lain
Ada beberapa film jenis lain selain penjabaran jenis-jenis film diatas,
13
diantaranya yang termasuk dalam film-film jenis lain adalah Profil
Perusahaan (Corporate Profile), Iklan Televisi (TV Commercial), Program
Televisi (TV Programme), dan Video Klip (Music Video).
E.1.2. Film Sebagai Sarana / Media Pendidikan
Film selain sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakan sebagai
media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character
building. Tayangan film saat ini cenderung tidak membentuk keprihatinan sosial atas
berbagai fakta sosial, seperti kesenjangan ekonomi, penggusuran, pelanggaran hak
asasi, meningkatnya kriminalitas, dan sadisme dalam masyarakat. Sebaliknya, fakta-
fakta sosial ini justru menjadi terlupakan atau dilupakan dengan tayangan fiktif dan
glamouris serta tayangan yang penuh suka cita dan galak tawa. Sebuah karya
mengandung sebuah penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai
dengan pandangan tentang moral. Melalui sikap dan tingkah laku tokoh tersebut
penonton dapat mengambil hikmah dari pendidikan moral yang disampaikan
sehingga moral dalam sebuah karya film dapat dipandang sebagai amanat, pesan,
message. Pendidikan moral dalam film bertujuan sebagai pengajaran untuk mengubah
sikap dan perilaku seseorang dalam sebuah kehidupan bermasyarakat.
Menurut Syah (2005,10) dalam arti luas pendidikan dapat diartikan sebuah
proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan,
pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan. Dalam kajian
film, pesan komunikasi terwujud dalam cerita dan misi yang dibawa film tersebut
serta terangkum dalm bentuk drama, action, komedi atau horor. Jenis inilah yang
14
dikemas sutradara sesuai dengan tendensi masing-masing, dan tujuan yang berbeda-
beda (Baskin, 2003:2).
E.1.3. Film Sebagai Medium Komunikasi Massa
Komunikasi yang cukup menonjol pada film sebagai media komunikasi massa
adalah komunikasi yang terjadi hanya satu arah saja, sehingga khalayak pemirsa pasif
karenanya. Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen sosial,
membuat para ahli berpendapat bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi
khalayaknya.
Dalam konteks media massa, film tidak lagi semata-mata dimaknai sebuah
karya seni semata. Film juga merupakan suatu medium komunikasi massa yang
beroperasi di dalam masyarakat. Dalam perspektif tersebut, film dimaknai sebagaii
pesan-pesan yang disampaikan dalam komunikasi filmis yang mengilhami hakekat,
fungsi dan efek yang timbul dari proses komunikasi massa, efek-efek kognitif yang
menyebabkan perubahan pada tingkat pengetahuan, efek afektif yang menyebabkan
pada perubahan sikap, efek konatif yang menyebabkan perubahanpada perilaku dan
efek perubahan sosial.
Media merupakan bagian kehidupan, dia adalah alat untuk menyampaikan
pesan kepada manusia lain. Selain itu media juga telah menjadi media dominan untuk
memperoleh gambaran dan citra realitas sosial bagi individu, kelompok, dan
masyarakat. Ketergantungan manusia terhadap media begitu besar di dunia modern.
Media menyuguhkan nilai-nilai dan penilaian normatif yang dibaurkan dengan berita,
opini, cerita pendek, kartun dan lain-lain (Mcquail, 1994: 3 dikutip dari skripsi Dian
Patriana FISIP 1994).
15
Pengertian media massa menurut JB. Wahyudi (1986: 43) adalah saluran atau
media yang dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan massa. Yang
dimaksud media massa di sini adalah media massa periodik, seperti surat kabar,
majalah (media cetak), televisi, radio, dan film (media elektronik). Sedangkan yang
dimaksud massa pada komunikasi massa adalah pembaca surat kabar atau majalah,
pendengar radio, penonton televisi, yang memiliki sifat-sifat : (a) banyak jumlahnya,
(b) saling tidak mengenal, (c) heterogen, (d) tidak diorganisasikan, (e) tidak dikenal
oleh si pengirim atau komunikator, (f) tidak dapat memberikan umpan balik secara
langsung.
Film ditemukan pada akhir abad ke-19 yang kemudian mengalami
perkembangan teknologi yang mendukung. Pada mulanya dikenal film hitam putih
dan tanpa suara. Pada akhir tahun 1920-an mulai dikenal film bersuara, dan menyusul
film warna pada tahun 1930. peralatan produksi film juga mengalami perkembangan
dari waktu ke waktu, sehingga sampai sekarang tetap mampu menjadikan film
sebagai tontonan yang menarik bagi khalayak luas.
Film merupakan gerakan atau lebih tepat lagi gambar yang bergerak, dan
memang gerakan itulah yang merupakan unsur pemberi hidup kepada suatu gambar.
Suatu film diiringi dengan suara yang dapat berupa dialog atau musik, serta warna
yang dapat mempertinggi nilai kenyataan pada film. Sehingga unsur-unsur tersebut
benar-benar terjadi dan sedang dialami oleh khalayak pada saat film diputar.
Dengan demikian, film merupakan sarana komunikasi yang
mengaktualisasikan kejadian yang dinikmati pada saat tertentu oleh khalayak. Oleh
karena itu film dapat mengatasi masalah hambatan waktu seakan-akan menarik
16
kejadian masa lampau ke masa kini, seakan-akan sedang mengalami apa yang
dibawakan oleh film secara nyata.
Dengan rumusan di atas, berarti sutradara menggunakan kemampuan
imajinasinya untuk menginterpretasikan suatu pesan melalui film dengan mengikuti
unsur-unsur dramaturgi yang meyangkut eksposisi (penyajian secara langsung atau
tidak langsung). Peningkatan ketegangan yang menuju suatu klimaks dan
menghasilkan jawaban atas hal yang terjadi sebelumnya. Sehubungan dengan hal di
atas, maka betapa rumitnya pembuatan suatu film sebagai karya seni dan ekspresi
seni budaya.
Film sebagai suatu bentuk komuniksi massa juga dikelola menjadi suatu
komoditi. Di dalamnya teramat kompleks, dari produser, sutradara, pemain, dan
seperangkat pendukung kesenian lainnya seperti musik, seni rupa, teater, seni suara,
dan lain-lain. Semua unsur tersebut terkumpul menjadi komunikator dan bertindak
sebagai agen transformasi budaya.
Ringkasnya, media komunikasi massa membentuk pandangan dunia dan
orang-orang di sekelilingnya. Dengan demikian film merupakan objek yang potensial
untuk dikaji, khususnya dalam kerangka komunikasi massa yang sarat dengan muatan
pesan baik yang nampak maupun yang tersembunyi.
E.2. Pendidikan di Indonesia
Richard (1990: 20) mengungkapkan bahwa pendidikan adalah upaya
pengembangan kemampuan baik secara kognitif maupun motorik terhadap individu.
Finnch dan Crunkilton (1984:9) menyatakan bahwa pendidikan adalah aktivitas
17
belajar dan mencari pengalaman dalam individu yang dilakukan untuk pengembangan
pribadi.
Drs. D. Marimbah (dalam Ansory, 2002:3) menjelaskan pengertian sebagai
berikut : “Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik
terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama. Jadi, dalam pendidikan terdapat unsur-unsur : (1) usaha
sadar (kegiatan) usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan atau pertolongan dan
dilakukan secara sadar) ; (2) ada pendidik atau pembimbing atau penolong ; (3) Ada
yang dididik atau si terdidik ; (4) Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan ; (5)
dalam usaha itu tentu ada alat yang dipergunakan.
Pendidikan menurut Carter V. Good dalam “Dictionary of Education” (dalam
Ansory, 2002:3) dijelaskan sebagai berikut : “(1) The art, practice, or profession of
teaching ; (2)The Sistematyzed or instruction concerning principles and methods of
teaching and student control and guidance; largerly replaced by the term education.
Yang mana dapat dijelaskan bahwa pendidikan adalah seni, praktek atau profesi
sebagai pengajar ; serta ilmu yang sistematis atau pembelajaran yang berhubungan
dengan prinsip-prinsip dan metode-metode mengajar, pengawasan, dan bimbingan
murid, dalam arti luas digantikan dengan istilah pendidikan.
Dengan demikian jelaslah bahwa pendidikan merupakan suatu upaya
pengembangan kemampuan baik secara kognitif maupun motorik yang dilakukan
melalui aktivitas belajar secara aktif dalam mencari pengalaman.
Pendidikan merupakan setiap proses di mana seseorang memperoleh
pengetahuan (knowledge acquisition), mengembangkan kemampuan / keterampilan
18
(skills developments) sikap atau mengubah sikap (attitute change). Pendidikan adalah
suatu proses transformasi anak didik agar mencapai hal-hal tertentu sebagai akibat
proses pendidikan yang diikutinya Sebagai bagian dari masyarakat, pendidikan
memiliki fungsi ganda yaitu fungsi sosial dan fungsi individual. Fungsi sosialnya
untuk membantu setiap individu menjadi anggota masyarakat yang lebih efektif
dengan memberikan pengalaman kolektif masa lalu dan sekarang, sedangkan fungsi
individualnya untuk memungkinkan seorang menempuh hidup yang lebih
memuaskan dan lebih produktif dengan menyiapkannya untuk menghadapi masa
depan (pengalaman baru). Fungsi tersebut dapat dilakukan secara formal seperti yang
terjadi di berbagai lembaga pendidikan, maupun informal melalui berbagai kontak
dengan media informasi seperti buku, surat kabar, majalah, TV, radio dan sebagainya.
Pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia didasarkan pada UU No.20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Tujuan pendidikan sebagaimana tertuang
pada UU Nomor 20 tahun 2003 pasal 3, antara lain dirumuskan :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab Sasaran pendidikan secara makro sebagaimana yang terdapat dalam lembaga-
lembaga pendidikan dapat diklasifikasikan pada beberapa hal, antara lain akuisisi
pengetahuan (sasaran kognitif), pengembangan keterampilan/kemampuan (sasaran
motorik) dan pembentukan sikap (sasaran afektif).Sasaran sasaran makro ini
kemudian diterjemahkan dalam berbagai bentuk sasaran mikro yang dapat diukur
19
secara rinci dan spesifik berupa apa yang diharapkan dari hasil belajar mengajar.
Salah satu sasaran yang dapat diukur untuk sasaran kognitif adalah nilai hasil akhir
belajar (NEM) dan perankingan sebagai implikasi dari NEM. Untuk sasaran motorik,
terkait dengan apa yang telah dihasilkan oleh siswa, sedangkan untuk sasaran afektif,
terkait dengan perubahan sikap/perilaku siswa setelah proses belajar mengajar.
Berkaitan dengan sistem pendidikan nasional, pada Undang-undang
Pendidikan No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sistem
pendidikan nasional dibedakan menjadi satuan pendidikan, jalur pendidikan, jenis
pendidikan, dan jenjang pendidikan (UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional / www.tempointeraktif.com) dijelaskan sebagai berikut :
a. Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang
yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.
b. Pendidikan Non Formal
Pendidikan non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
c. Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
d. Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan
melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
20
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut.
e. Pendidikan Jarak Jauh
Pendidikan jarak jauh adalah pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari
pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui
teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
f. Pendidikan Berbasis Masyarakat
Pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelengaraan pendidikan
berdasarkan kekhasan agama, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat
sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
E.2.1. Elemen pendidikan
Elemen pendidikan merupakan unsur-unsur atau fasilitas yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pendidikan. Elemen pendidikan tersebut antara lain
meliputi:
a. Fasilitas pendidikan
Fasilitas pendidikan terdiri atas sarana dan prasarana pendidikan. Yang
dimaksud dengan sarana pendidikan disini mengacu pada fasilitas fisik yang
dimanfaatkan untuk pelaksanaan pendidikan. Dalam hal ini contoh konkritnya adalah
sekolah, alat peraga, laboratorium penunjang, dan buku-buku yang digunakan dalam
pelaksanaan pendidikan. Sedang yang dimaksud prasarana disini adalah fasilitas yang
dimanfaatkan bukan secara fisik, seperti misalnya peraturan penunjang, anggaran,
kurikulum pengajaran, dan sebagainya.
21
Ansory (2002:50) juga mengungkapkan bahwa alat pendidikan (fasilitas)
adalah perlengkapan di dalam proses pendidikan, yaitu segala peralatan materil yang
berguna untuk membantu mencapai tujuan pendidikan. Hal-hal yang perlu diingat /
mendapatkan perhatian dalam menggunakannya adalah :
(1) Tujuan apa yang hendak dicapai dengan alat itu
(2) Siapa yang akan menggunakan alat itu
(3) Wujud / bentuk alat itu
(4) Akibat / efek dari alat tersebut
Hal ini penting karena menggunakan suatu alat harus tepat sehingga dapat
memberikan hasil yang positif yaitu memajukan pendidikan.
b. Sumber Daya Manusia
Kemajuan suatu bangsa sangat dipengaruhi oleh kualitas SDM (Sumber
Daya Manusia) masyarakat bangsa tersebut. Kualitas SDM tergantung pada tingkat
pendidikan masing-masing individu pembentuk bangsa. Pendidikan yang visioner,
memiliki misi yang jelas akan menghasilkan keluaran yang berkualitas.
Tenaga pendidik secara umum adalah guru yang melakukan aktivitas
pembelajaran secara langsung, termasuk juga tenaga honorer yang ikut serta
menunjang program pendidikan siswa. Peran dan fungsi guru bukan lagi sekedar
pentransfer ilmu dan pembuka wawasan bagi para siswa didik, guru juga dituntut
untuk menjadi agen perubahan dan membuat masa depan pendidikan menjadi lebih
baik. Hal ini memang tidaklah mudah sebab membutuhkan guru yang profesional dan
andal, yaitu guru yang memiliki pengetahuan luas, ketrampilan dan kemampuan
memahami tunas-tunas yang dibebankan kepadanya setra mampu mengaktualisasikan
22
kurikulum yang ada. Terlebih, dalam kurikulum 2004, guru diberi kebebasan untuk
menambah, memodifikasi bahkan membuat sendiri silabus yang sesuai dengan
kondisi daerah dan sekolah. Ini tentunya sangat membantu dalam memberdayakan
guru agar lebih kreatif, inovatif dan produktif dalam menciptakan pembelajaran yang
menyenangkan. Karena itu, setiap guru dituntut memiliki persiapan yang matang,
perencanaan pembelajaran yang sistematis dan aplikatif, serta semua tindakan guru
harus terukur dengan baik, agar tidak salah dalam mengajar. Guru diharapkan dapat
memahami konsep, petunjuk, dan nilai-nilai yang perlu dipertimbangkan dalam
penyusunan silabus dan persiapan pengajaran sebagai wujud dari kadar kompetensi
guru (Abdul Majid, 2004:7-8).
Tugas pendidikan professional selain mengajar. Juga bertugas sebagai
administrator. Maksudnya seorang pendidik juga memiliki tugas manajemen
kepndidikan yang meliputi perencanaan pendidikan, pelaksanaan kegiatan
kependidikan sampai melakukan kontroling/monitoring kegiatan kependidikan. Tegas
mengontrol/monitor memiliki ruang lingkup keterampilan mengadakan evaluasi
program kependidikan secara menyeluruh. Tidak hanya terbatas pada hal-hal yang
terkait dengan tugas keguruan. Tidak terbatas pada pengembangan kecerdasan dan
keterampilan melainkan kepribadian peserta didik secara menyeluruh (Arikunto,
1999:8).
Di dalam pendidikan, pendidik memiliki 2 fungsi (Ansory, 2002:32-33),
yaitu:
1) Fungsi Pendidik sebagai Alat
23
Di dalam pendidikan, dalam arti mendewasakan anak, maka yang
penting bukannya pendidik, melainkan tujuannya, sedang yang akan
mencapai tujuan itu adalah anak didik itu sendiri. Pendidik hanya sebagai
pengantar saja. Ia berfungsi sebagai alat dalam saat-saat ia menjadi
contoh. Semakin besar anak itu akan dapat memilih pengaruh-pengaruh
yang datang kepadanya baik pengaruh yang disengaja maupun yang tidak
disengaja. Kadang-kadang anak menolak dan mempertimbangkan dirinya.
Jadi anak didik itu pada hakekatnya mempunyai kesanggupan untuk
membentuk dirinya sendiri menurut alamnya / kodratnya. Dalam usaha
membentuk dirinya itu anak selalu berkiblat / mencontoh kepada orang
yang menjadi idamannya. Artinya orang yang berkenan di hatinya.
Adapun orang yang berkenan di hatinya itu adalah orang yang dianggap
penuh wibawa dan serba lebih, disini tak lain adalah pendidiknya.
Pendidik merupakan pribadi harapannya. Oleh karena itu di dalam segala
hal anak selalu mencontoh pendidiknya.
2) Fungsi Pendidik sebagai Pemimpin
Di atas telah dikatakan bahwa anak itu mempunyai kesanggupan
untuk membentuk dirinya menurut alamnya, namun karena usia yang
masih sangat muda itu dan karena masih kurangnya pengetahuan dan
pengalaman yang dimilikinya, maka di dalam anak berusaha membentuk
diri dan mencapai tujuan pendidikan itu, ia masih perlu diarahkan dan
dipimpin. Sedang yang memimpin disini tak lain adalah pendidiknya.
Disini pendidik selain memberikan pengarahan dan pimpinan, dapat turut
24
berusaha membuat / mengusahakan adanya situasi / keadaan dan syarat-
syarat bagi perkembangan dan pembentukan pribadi / pembentukan diri
sendiri oleh anak didik. Untuk yang terakhir ini berarti diakui, bahwa anak
didik adalah manusia yang masih memerlukan pimpinan dan bahwa anak
itu dapat dibawa ke arah tujuan. Pengakuan ini didasarkan atas pandangan
/ faham optimisme positif, bahwa kita harus mengakui dan menghargai
anak, bahwa yang berkeinginan dan bertujuan sendiri, tetapi karena
kelemahannya (jasmani dan rohaninya) untuk mencapai keinginan dan
tujuan itu perlu adanya bimbingan dan pimpinan. Karena itu pendidik
harus dapat bertindak bijaksana, mengambil jalan yang tepat dan baik,
yaitu : (a) tidak bersifat memaksa anak ; (b) menghormati keinginan dan
tujuannya ; (c) tidak mengalah, tetapi selalu berusaha mengarahkan
kepada tujuan yang baik. Pendidikan adalah bimbingan / pimpinan yang
dengan sengaja diberikan dan dilaksakan untuk mencapai tujuan. Pendidik
harus selalu berusaha membawa ke arah tujuan yang baik, bila tidak
demikian, maka ia bukan pendidik dan tindakannya itu bukan pula
merupakan pendidikan.
Pendidik disini adalah orang yang akan menuntun dan membimbing
anak yang sedang mengalami perkembangan, agar perkembangan anak itu
terarah menurut jalan yang sebaik-baiknya sehingga dapat mencapai
kedewasaannya dan menjadi orang yang berkepribadian dan beragama.
Untuk dapat menjalankan tugas itu, tentu diperlukan orang-orang yang
betul-betul dapat diharapkan menjalankan tugasnya dengan baik.
25
1) Pendidik harus orang yang telah benar-benar dewasa lahir batin (dewasa
psikis, sosial dan kultural)
2) Mempunyai kepribadian yang lebih daripada anak didiknya, sehingga ia
akan selalu dapat menjadi contoh di dalam segala hal.
3) Pendidik harus dapat bertindak dengan wibawanya dan bertanggungjawab
atas perkembangan pribadi anak
4) Pendidik harus sepenuhnya mengabdikan dirinya dengan penuh
keikhlasan dan tanggungjawab terhadap anak didiknya.
c. Peserta didik
Peserta didik adalah siswa yang secara langsung terlibat dalam proses belajar
mengajar. Siswa disini merupakan salah satu elemen penting dalam pendidikan
karena merupakan subyek yang secara langsung terlibat dalam hal pendidikan dan
pengajaran.
Anak didik adalah anak yang sedang mengalami perkembangan baik jasmani
maupun rohani menuju kekedewasaan yang dalam perkembangannya itu
mendapatkan bimbingan dan pimpinan orang dewasa (pendidik). Sejak lahir ke dunia,
ia telah mulai diperlakukan sebagai anak didik, meskipun belum mendapatkan
pendidikan dalam arti yang sebenarnya (pembentukan pribadi). Hal ini karena adanya
dua faktor empiris pada anak-anak, yaitu : (a) anak tak berdaya / sifat ketergantungan,
(b) Anak mungkin berkembang. Anak yang di lapangan jasmani telah berdiri sendiri
(lepas dari ibunya) karena kelahirannya itu, justru menimbulkan adanya relasi antara
anak itu dengan orang tuanya dan relasi inilah ayng membuat adanya pendidikan
(Ansory, 2002:33).
26
d. Aktivitas Pendidikan
Aktivitas pendidikan adalah kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan
melalui berbagai sarana pendidikan, baik sekolah maupun lembaga pendidikan
lainnya, baik berbentuk formal maupun informal. Dalam aktivitas pendidikan, Guru
disini berperan sebagai pengajar yang memberikan materi pelajaran bagi siswa serta
juga turut berperan dalam pengajaran moral, etika, serta budi pekerti di sekolah.
Dalam aktivitas pendidikan, siswa berperan sebagai obyek yang diberikan
pendidikan. Siswa berpartisipasi secara aktif dalam pendidikan dengan cara terlibat
pada proses belajar serta berupaya untuk mencapai target kemampuan belajar yang
ditetapkan dalam kurikulum.
Tolok ukur hasil pendidikan dapat diketahui dengan adanya evaluasi. Evaluasi
pendidikan sering diartikan sebagai pengukuran atau penilaian hasil belajar mengajar.
Padahal antara keduanya memiliki arti berbeda meskipun saling berhubungan.
Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (kuantitatif).
Sedangkan menilai berarti mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan
ukuran baik buruk (kuantitatif). Adapun pengertian evaluasi mencakup keduanya
(Arikunto, 1999:12).
e. Biaya
Biaya disini meliputi semua biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan
pendidikan. Baik dana dari Pemerintah, maupun dana secara langsung dari
masyarakat yang memanfaatkan fasilitas pendidikan tersebut. Biaya dibebankan
kepada anak didik sebagai pendukung untuk penyedia sarana pendidikan. Akan tetapi
terdapat ketentuan khusus dimana apabila anak didik tidak memiliki biaya maka ia
27
bisa mendapatkan beasiswa yang diperoleh khusus untuk menyelesaikan
pendidikannya.
F. Definisi Konseptual
1. Pesan
Pesan sebagai terjemahan dari “ messege “ merupakan lambang bermakna
(meaning full symbol) yang membawakan pikiran atau perasaan komunikator
2. Pendidikan
Drs. D. Marimbah (dalam Ansory, 2002:3) menjelaskan pengertian sebagai
berikut : “Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si
pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju
terbentuknya kepribadian yang utama. Jadi, dalam pendidikan terdapat unsur-
unsur : (1) usaha sadar (kegiatan) usaha itu bersifat bimbingan (pimpinan
atau pertolongan dan dilakukan secara sadar) ; (2) ada pendidik atau
pembimbing atau penolong ; (3) Ada yang dididik atau si terdidik ; (4)
Bimbingan itu mempunyai dasar dan tujuan ; (5) dalam usaha itu tentu ada
alat yang dipergunakan.
3. Film
Film dalam bentuk konkrit / riil adalah sebuah pita seluloid transparan berisi
gambar dan suara yang disorotkan kelayar pada ruangan yang digelapkan
dengan bantuan sebuah alat bernama proyektor (diktat Kine klub;2003).
28
G. Kategorisasi
Penelitian yang menggunakan analisis isi, validitas serta hasil-hasilnya sangat
bergantung pada kategori-kategorinya. Adapun kategorisasi dari Pesan pendidikan di
Indonesia dalam film Laskar Pelangi karya Riri Reza adalah sebagai berikut:
1. Peserta Didik dan guru
Peserta didik adalah gambaran siswa atau pelajar yang ada pada Film
Laskar Pelangi Karya Riri Reza. Adapun indikator dalam kategorisasi ini
adalah sebagai berikut:
1. Perilaku siswa
2. Perilaku guru
2. Fasilitas Pendidikan
Fasilitas pendidikan yang dimaksud adalah gambaran tentang
kelengkapan dari sarana dan prasarana yang digunakan selama proses
belajar mengajar. Adapun indikator dalam kategorisasi ini adalah sebagai
berikut:
1. Gedung sekolah
2. Papan tulis
3. Meja kursi
4. Ruangan sekolah (perpustakaan, ruang guru, dsb)
5. Kelengkapan belajar siswa (buku, seragam, sepatu, dsb)
3. Aktivitas Belajar Mengajar
29
Aktivitas belajar adalah gambaran tentang aktivitas selama proses belajar
mengajar. Adapun indikator dalam kategorisasi ini adalah sebagai
berikut:
1. Partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar
2. Cara guru dalam mengajar
3. Suasana selama proses belajar mengajar
4. Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan yang dimaksud adalah cara atau format pendidikan
yang ada di film Laskar Pelangi. Adapun indikator dalam kategori ini
adalah:
1. Sistem Pendidikan formal
2. Sistem pendidikan non formal
H. Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan metode penelitian yang
digunakan adalah analisis isi karena dengan analisis isi, maka akan lebih sistematik
dan bersifat obyektif jika dibandingkan dengan analisis yang lain. Menurut Klaus
Krippendoff dalam bukunya “Analisis Isi Pengantar Teori dan Metodologi”, sejarah
menunjukkan bahwa metodologi analisis isi kali pertama dikenal pada akhir tahun
1600-an di sebuah gereja. Semenjak itu perkembangan historis metodologi analisis isi
mulai nampak terungkap dalam studi-studi tentang pers, dalam skala besar, penelitian
sosiologis dan lingustik, terutama pada media yang meyangkut simbolisasi dan
propaganda atas mitos, cerita rakyat dan teka-teki (Krippendorff, 1991:1).
30
H.1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah setiap scene dalam film Laskar
Pelangi karya Riri Reza.
H.2. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah setiap scene yang sesuai dengan
kategorisasi baik berupa dialog maupaun adegan dalam Film Laskar Pelangi karya
Riri Reza.
H.3. Satuan Ukur
Satuan ukur dalam penelitian ini adalah frekuensi kemunculan scene yang
sesuai dengan kategorisasi dalam film Laskar Pelangi karya Riri Reza.
H.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi
dimana peneliti melihat langsung dengan koder kemudian memilah-milah masing
scene yang sesuai dengan kategorisasi. Untuk selanjutnya dalam mempermudah
pengumpulan data ini, peneliti menggunakan lembar koding (cooding sheet) yang
dibuat berdasarkan kategorisasi yang telah ditetapkan sebagai berikut:
Tabel 1 Lembar Koding
No Scene
KATEGORISASI Peserta didik Fasilitas
Pendidikan Aktivitas Belajar
Mengajar
Sistem Pendidikan
A V A V A V A V
H.5. Teknik Analisa Data
31
Dalam penelitian ini, analisis yang digunakan adalah metode analisis isi
yang mana secara sistematis dapat mengkaji isi informasi terekam. Dalam hal ini,
penulis melakukan pengkodean terhadap unit analisis, scene pada film “Laskar
Pelangi” kemudian berusaha mengungkap representasi pendidikan yang terdapat pada
film tersebut.
Langkah-langkah analisis data dalam penelitian adalah :
1) Data yang ada pada sampel penelitian dikumpulkan dalam lembar kerja
(coding sheet) dan diadakan pencocokan terhadap struktur kategori yang ada.
2) Data yang telah terkategorisasikan tersebut dihitung untuk dimasukkan ke
dalam tabel tabulasi.
3) Data dianalisis dan diinterpretasikan sesuai dengan kemampuan bahasa
peneliti.
H.6. Uji Reliabilitas dan Validitas
Untuk menguji reliabilitas, penelitian ini dibantu oleh dua orang coder
(orang yang melakukan pengkodingan) dalam pengkodingan data. Pengujian
reliabilitas dilakukan terhadap kategori yang akan digunakan dalam penelitian. Hal
ini untuk mengetahui apakah kategori atau indikator yang akan digunakan sudah
reliable atau belum. Pada dua orang koder yang telah dipilih diberikan definisi
struktur kategori, unit analisis, bahan yang akan dikoding (film “Laskar Pelangi”) dan
tabel kerja koding.
Berdasarkan definisi struktur kategori atau indikator dan unit analisis yang
telah ditetapkan, koder diminta menilai bahan dan memberikan tanda (kode) pada
tabel koding. Hasil pengkodingan dari tiga orang koder dalam tabel kerja koding
32
dikumpulkan dan dihitung secara statistik. Untuk menghitung kesepakatan dari hasil
penilaian para koder peneliti menggunakan rumus Holsty sebagai berikut:
Coefisien Reliability =
M = jumlah kesepakatan antara peneliti dan koder
N1, N2 = Jumlah seluruh kalimat
Hasil selanjutnya kemudian menurut Scott dikembangkan dalam ‘Index of
Reliability” yang bukan hanya mengoreksi dalam suatu kelompok kategori, tetapi
juga kemungkinan frekuensi yang timbul. Rumus Scott adalah sebagai berikut:
Pi =
Pi : Nilai keterhandalan.
Observed Agreement: Jumlah persetujuan nyata antar pengkode yaitu CR.
Expected Agreement: Jumlah persetujuan yang diharapkan karena peluang.
Dari uji statistik tersebut, dapat diketahui kesepakatan para juri. Nilai
kesepakatan yang dianggap reliabel menurut Lasswell (Ritonga, 2004) menyebutkan
kesepakatan antar juri 70 % - 80 % sudah cukup handal.
21
2
NN
M
+
reementExpectedAg
reementExpectedAgreementObservedAg
%1
%%
−−