Download - PENDAHULUAN Latar Belakang Ppg
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah gizi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di
Indonesia. Masalah gizi belum dapat diselesaikan, baik pada kelompok sosial
ekonomi menengah keatas maupun ekonomi menengah ke bawah. Dengan kata
lain saat ini di Indonesia telah mengalami masalah gizi ganda. Hal ini sangat
mengancam kualitas SDM yang semakin di perlukan di masa depan. (Depkes RI,
2007)
Riset Kesehatan Dasar (Riskedas) 2013 yang diselenggarakan Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan dari Kementerian Departemen Kesehatan Republik
Indonesia prevalensi gizi kurang pada balita (BB/U<-2SD) memberikan gambaran
yang fluktuatif dari 18,4 persen (2007) menurun menjadi 17,9 persen (2010)
kemudian meningkat lagi menjadi 19,6 persen (tahun 2013). Beberapa provinsi,
seperti Bangka Belitung, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi
Tengah menunjukkan kecenderungan menurun. Dua provinsi yang prevalensinya
sangat tinggi (>30%) adalah NTT diikuti Papua Barat, dan dua provinsi yang
prevalensinya <15 persen terjadi di Bali, dan DKI Jakarta.
Masalah stunting/kependekan pada balita masih cukup serius, angka
nasional 37,2 persen. Tidak berubahnya prevalensi status gizi, kemungkinan besar
belum meratanya pemantauan pertumbuhan, dan terlihat kecenderungan proporsi
balita yang tidak pernah ditimbang enam bulan terakhir semakin meningkat dari
25,5 persen (2007) menjadi 34,3 persen (2013).
Prevalensi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) berkurang dari
11,1 persen tahun 2010 menjadi 10,2 persen tahun 2013. Variasi antar provinsi
sangat mencolok dari terendah di Sumatera Utara (7,2%) sampai yang tertinggi di
Sulawesi Tengah (16,9%). Untuk pertama kali tahun 2013 dilakukan juga
pengumpulan data panjang bayi lahir, dengan angka nasional bayi lahir pendek
<48 cm adalah 20,2 persen, bervariasi dari yang tertinggi di Nusa Tenggara Timur
(28,7%) dan terendah di Bali (9,6%).
Ada perbaikan untuk cakupan imunisasi lengkap yang angkanya
meningkat dari 41,6 persen (2007) menjadi 59,2 persen (2013), akan tetapi masih
dijumpai 32,1 persen yang diimunisasi tapi tidak lengkap, serta 8,7 persen yang
tidak pernah diimunisasi, dengan alasan takut panas, sering sakit, keluarga tidak
mengizinkan, tempat imunisasi jauh, tidak tahu tempat imunisasi, serta
sibuk/repot. Program pelayanan kesehatan anak yang juga membaik adalah
kunjungan neonatus (KN) lengkap meningkat dari 31,8 persen (2007) menjadi
39,3 persen (2013), cakupan pemberian kapsul vitamin A (dari 71,5% tahun 2007
menjadi 75,5% tahun 2013). Menyusui hanya ASI saja dalam 24 jam terakhir
pada bayi umur 6 bulan meningkat dari 15,3 persen (2010) menjadi 30,2 persen
(2013), demikian juga inisiasi menyusu dini <1 jam meningkat dari 29,3 persen
(2010) menjadi 34,5 persen (2013).
Untuk pelayanan kesehatan ibu antara lain penggunaan KB saat ini (cara
modern maupun cara tradisional), dimana untuk angka nasional meningkat dari
55,8 persen (2010) menjadi 59,7 persen (2013), dengan variasi antar provinsi
mulai dari yang terendah di Papua (19,8%) sampai yang tertinggi di Lampung
(70,5%). Dari 59,7 persen yang menggunakan KB saat ini, 59,3 persen
menggunakan cara modern: 51,9 persen penggunaan KB hormonal, dan 7,5
persen non-hormonal. Selain penggunaan KB dikumpulkan juga cakupan
pelayanan masa hamil, persalinan, dan pasca melahirkan.
Pada tahun 2013 di Provinsi Bali terdapat 2,30% balita kekurangan gizi
yang terdiri dari 1,99% balita berstatus gizi kurang dan 0,31% balita berstatus gizi
buruk. Sebesar 0,6% balita berstatus gizi lebih. Dibandingkan dengan tahun 2012
tidak terjadi perubahan berarti pada angka kejadian balita kekurangan gizi. Hal ini
perlu mendapatkan perhatian lebih dari pemegang program. Jika, dibandingkan
dengan target MDG’s tahun 2015 sebesar 15,5%, Provinsi Bali telah mencapai
target ini.
Berdasarkan indikator TB/U terdapat 6 kabupaten yang mempunyai
prevalensi diatas prevalensi provinsi, Urutan kabupaten dari prevalensi tertinggi
sampai terendah, yaitu: Gianyar (41%), Bangli (40%), Karangasem (39,1%),
Buleleng (35,6%), Jembrana (34%), dan Tabanan (32,7%). Masalah kesehatan
masyarakat dianggap berat bila prevalensi pendek sebesar 30 – 39 persen dan
serius bila prevalensi pendek ≥40 persen (WHO 2010). Sebanyak 4 kabupaten,
Karangasem, Buleleng, Jembrana dan Tabanan termasuk kategori berat, dan
sebanyak 2 kabupaten, Gianyar dan Bangli termasuk kategori serius.(Riskesdas,
2013)
Berdasakan Riskesdas Provinsi Bali 2013, Terdapat 4 kabupaten/kota
dimana prevalensi kurus diatas angka provinsi, dengan urutan dari prevalensi
tertinggi sampai terendah, adalah: Gianyar (12,8%), Buleleng (11,5%) Denpasar
(10,9%) dan Badung (10%). Secara umum, prevalensi kurus di Bali mengalami
penurunan dari 10,1% di tahun 2007 menjadi 8,8% di tahun 2013.
Pada tahun 2013 prevalensi gemuk di Bali adalah 12,6 persen, yang
menunjukkan terjadi penurunan dari 13,1 persen pada tahun 2007. Terdapat 4
kabupaten/kota yang memiliki masalah anak gemuk di atas angka provinsi dengan
urutan prevalensi tertinggi sampai terendah, yaitu: Gianyar (19%) Jembrana
(16,9%), Denpasar (14,2%) dan Buleleng (14,1%).
Penyakit saluran pencernaan seperti Diare masih cukup tinggi ditemukan
di Provinsi Bali. Pada tahun 2013 diperkirakan jumlah kasus diare sekitar 86.493
menurun dibandingkan dengan tahun 2012 diperkirakan jumlah kasus diare
sekitar 175.030 kasus, hal ini menunjukkan perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) masyarakat sudah semakin membaik. Dari perkiraan kasus sebesar
86.493 kasus, 43.499 diantaranya berjenis kelamin laki-laki dan sisanya (42.994)
kasus berjenis kelamin perempuan dan hanya 63.728 orang (73,3%) yang
tertangani.
Upaya perbaikan gizi masyarakat di provinsi Bali dimaksudkan untuk
menangani permasalahan gizi yang dihadapi masyarakat. Berdasarkan
pemantauan yang telah dilakukan ditemukan beberapa permasalahan gizi yang
sering dijumpai pada kelompok masyarakat antara lain KEP, anemia gizi besi,
kekurangan vitamin A dan gangguan akibat kekurangan yodium.
Dalam pengukuran status gizi balita di Provinsi Bali dipergunakan
indikator kekurangan energi protein (KEP) nyata atau gizi buruk dan KEP Total
atau gizi buruk ditambah gizi kurang. Dari hasil Pemantauan Status Gizi (PSG)
tahun 1999 – 2006 , diperoleh persentase gizi buruk sebesar 0,22% pada tahun
2004 menjadi 0,46% pada tahun 2005 dan pada tahun 2006 menurun menjadi
0,35%.5 (Dinkes Kab. Gianyar, 2007)
Kabupaten Gianyar merupakan daerah dengan prevalensi gizi buruk
sebesar 0,17% pada tahun 2006 dan sedikit meningkat menjadi 0,18% pada tahun
2007. Kurang gizi masih menjadi masalah terutama kasus gizi buruk yang
sebagian besar diderita oleh keluarga tidak miskin. Kasus gizi buruk di Kabupaten
Gianyar disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya penyakit infeksi, berat
badan lahir rendah, serta pola asuh yang salah. Upaya promosi terhadap
penanggulangan gizi buruk telah dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten
Gianyar melalui pelaksanaan penyuluhan gizi masyarakat, pemantauan dan
promosi pertumbuhan balita melalui paket pertolongan gizi, pelayanan terpadu,
penimbangan balita, Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P),
penyuluhan kesehatan setiap bulan di Posyandu sebagai upaya deteksi dini kasus
gizi buruk, peningkatan pelayanan kesehatan dengan memberikan pelatihan dan
keterampilan kepada tenaga kesehatan. (Dinkes Kab. Gianyar, 2007)
Di Provinsi Bali sebagian besar anemia ini disebabkan karena kekurangan
zat besi (Fe) hingga disebut anemia kekurangan zat besi atau anemia gizi besi dan
kelompok yang paling rentan adalah wanita hamil. Cakupan ibu hamil yang
mendapatkan tablet penambah darah (Fe) selama tahun 2007-2013 terlihat
fluktuatif, dan dalam kurun waktu 3 tahun terakhir (tahun 2011, 2012, 2013) ada
kecenderungan penurunan cakupan. Pada tahun 2013 cakupan pemberian Fe1
turun menjadi 96,66% dan Fe3 meningkat menjadi 93,93%. Kabupaten dengan
cakupan tertinggi adalah Kota Denpasar (98,13%) dan terendah Kabupaten Bangli
(88,03%), Sedangkan untuk Kabupaten Gianyar (89.46%).
Sasaran pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi adalah bayi (umur 6-11
bulan) diberikan kapsul vitamin A 100.000 SI, anak balita (umur 1-4 tahun)
diberikan kapsul vitamin A 200.000 SI, dan ibu nifas diberikan kapsul vitamin A
200.000 SI, sehingga bayinya akan memperoleh vitamin A yang cukup melalui
ASI. Pada bayi (6-11 bulan) diberikan setahun sekali pada bulan Februari atau
Agustus; dan anak balita enam bulan sekali, yang diberikan secara serentak pada
bulan Februari dan Agustus. Sedangkan pemberian kapsul vitamin A pada ibu
nifas diharapkan dapat dilakukan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan ibu
nifas atau dapat pula diberikan di luar pelayanan tersebut selama ibu nifas belum
mendapatkan kapsul vitamin A.
Dalam 6 tahun terakhir, sudah berturut-turut selama 3 tahun terakhir
cakupan pemberian vitamin A 2x pada anak balita menunjukkan kenaikan dan di
atas 80%, sedangkan dalam 3 tahun sebelumnya menunjukkan kecendrungan
menurun dan paling rendah terjadi tahun 2008 (61,03%) dengan rata-rata angka
cakupan dibawah 80%. Pada tahun 2013 cakupan pemberian vitamin A 2x pada
anak balita sebesar 97,53% dengan distribusi cakupan pada setiap kabupaten/kota
yaitu Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar yang cakupannya mencapai 100%
sedangkan 2 Kabupaten dengan nilai terendah adalah Buleleng (93,14%) dan
Karangasem (95,15%) sekaligus lebih rendah dari rata-rata Provinsi.
Masalah yang terakhir adalah rendahnya tingkat konsumsi garam
beryodium. Di provinsi Bali masih terdapat masalah kekurangan konsumsi
yodium. Dari sembilan kabupaten di provinsi Bali, kabupaten dengan tingkat
konsumsi yodium terendah yaitu Kabupaten Gianyar dengan prevalensi pada
tahun 2013 sebesar 67,0%, tahun 2014 mengalami penurunan sebesar 4,2%
menjadi 62,8% angka ini berada di bawah angka target yang telah di tetapkan
Dinkes Provinsi Bali yaitu sebesar 80%.
B. Rumusan Masalah
1. Apa masalah gizi yang terdapat di Kabupaten Gianyar?
2. Berapakah prevalensi masalah gizi yang terdapat di Kabupaten Gianyar?
3. Bagaimana tindak lanjut/intervensi gizi pada kelompok sasaran di
Kabupaten Gianyar?
C. Tujuan
Tujuan Umum
Untuk mengetahui masalah gizi yang terdapat di Kabupaten Gianyar.
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi masalah gizi yang terdapat di Kabupaten Gianyar.
2. Mengetahui prevalensi masalah gizi yang terdapat di Kabupaten Gianyar.
3. Melakukan tindak lanjut/intervensi gizi pada kelompok sasaran di
Kabupaten Gianyar.