PENAPISAN MUTASI GEN BETA GLOBIN
PADASISWI SMAN 1 SUKARAJA SUKABUMI
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
OLEH :
RAISSYA ARMILLA
11141030000012
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H / 2017 M
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat
dan nikmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat belajar higga tepat pada
waktunya penulis harus menuliskan laporan penelitian ini. Penulis menyadari, tanpa
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak maka penelitian ini tidak akan pernah
terselesaikan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih:
1. Kepada Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, Prof. Dr. dr. Sardjana, Sp.OG
(K), SH, Yardi, PhD, Apt, Fase Badriah, SKM, M.Kes, Ph.D selaku Dekan dan
Wakil Dekan FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Kepada dr. Nouval Shahab, SpU, Ph.D, FICS, FACS selaku Ketua Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk menggali ilmu di PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Kepada Bapak Chris Adhiyanto, S.Si, M.Biomed, PhD selaku pembimbing 1
yang telah mempercayai untuk bergabung dalam penelitian Beliau, serta tak
pernah lelah untuk mencurahkan waktu, tenaga, semangat, dan ilmunya untuk
berbagi bersama penulis dan timnya. Serta, selaku penanggung jawab modul
riset yang turut memupuk semangat penulis untuk menyelesaikan penelitian ini
tepat pada waktunya dan pembimbing akademik peneliti.
4. Kepada dr. Yanti Susianti SpA(K) selaku pembimbing 2 yang turut
mencurahkan waktu, tenaga, semangat, dan ilmunya serta tak pernah lelah untuk
mengoreksi laporan penelitian ini.
5. Kepada dr. Hari Hendarto, Sp.PD-KEMD, PhD, FINASIM selaku penguji 1 dan
Ibu Dr. Zeti Harriyati, S.Si, M.Biomed selaku penguji 2 yang telah
menyempatkan waktunya untuk menguji pada ujian skripsi.
6. Kepada dua orang tercinta, orang tua saya, Arif Sumantri dan Almarhumah
Jamilla Upik Noras yang mungkin tidak dapat melihat saya lagi dalam
menyelesaikan skripsi ini, namun saya berterima kasih atas limpahan kasih
sayang dan pengorbanan yang tak dapat terbalaskan oleh apapun. Terimakasih
v
banyak atas doa yang senantiasa mengiringi langkah putrimu, atas perjuangan
yang tak kenal lelah selama mencari responden satu per satu, dan atas kesabaran
yang telah mengajarkan putrimu banyak hal.
7. Kepada kakak tersayang, dr. Arifah Shabrina, terimakasih atas doa dan
dukunganmu, semoga kelak peneliti bisa mengikuti langkahnya sebagai dokter
muslim.
8. Kepada dr. Siti Nur Aisyah Jauharoh, Ph.D terimakasih atas perannya yang turut
serta memberikan dukungan dalam menyelesaikan laporan ini.
9. Kepada Nenek tersayang, R. Aisyah dan Hj. Satiti Ruslan Atmowiryo yang
senantiasa mengiringi langkah cucunda dengan doa hingga penulis kelak akan
menjadi seorang dokter.
10. Kepada saudara-saudara: Atha, Rahma, dan Zulfa, serta Pakde Uun dan Cik
Salma. Terimakasih atas doanya dan dukungan yang diberikan kepada penulis.
11. Kepada saudara-saudara yang ada di Jawa dan Sumatera yang mungkin tidak
dapat disebutkan satu per satu .
12. Kepada Ajeng Ristia yang telah senantiasa menemani penulis untuk menyusun
laporan ini, serta suka duka bersama membaca hasil sequence DNA.
13. Teman-teman satu kelompok penelitian: Ajeng Ristia, Nurul Fathimah, M. Rizki
Ramadhan. Terimakasih atas kerjasama dimulai dari tahun 2014 setelah modul
riset tingkat 1 hingga sekarang yang luar biasa selama melakukan penelitian dan
menyusun laporan penelitian. Tidak pernah mengenal lelah dalam kegagalan
membaca hasil PCR dan Elfor. Kegagalan kami adalah canda tawa dan
pembelajaran yang berharga untuk kami.Tiga tahun sudah kita berjalan bersama,
terhitung cukup lama namun berbuah hasil yang menyenangkan.
14. Sahabat-sahabat yang turut mewarnai hari-hari selama masa kuliah; Putri Rahma
Azizah, Desy Islamiati, Amalina Fitrasari, Selvia Oktaviani A, Harningtyas
Alifin Jasmin, Nida Rania, dan Sherly Trisna. Terimakasih untuk selalu ada saat
suka dan duka. Terimakasih untuk tak pernah lelah untuk mengingatkan.
15. Sahabat yang setia menemani saat down ataupun saat hampir menyerah untuk
melanjutkan penelitian: Witha Novialy dan Putri Rahma Ajizah. Tawa dan
vi
semangat kalian tidak pernah terlupakan oleh penulis untuk melanjutkan
penelitian hingga tuntas, dengan kalian penulis merasakan artinya persahabatan.
Terimakasih Pujah dan Witha.
Penulis menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu saran dan kritik dari berbagai pihak sangat penulis harapkan. Demikian
laporan penelitian ini penulis susun, semoga bermanfaat bagi perkembangan ilmu
kedokteran di Indonesia. Aamiin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Ciputat, 16 Juni 2017
Penulis
vii
ABSTRAK
Raissya Armilla. Program Studi Kedokterandan Profesi Dokter. Penapisan Mutasi Gen
Beta Globin pada Siswi SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi.
Mutasi beta globin merupakan mutasi yang menyebabkan penyakit thalassemia. Thalassemia
adalah suatu penyakit herediter yang ditandai dengan berkurangnya produksi hemoglobin (Hb)
yang tidak adekuat sebagai akibat berkurangnya atau tidak adanya sintesis rantai polipeptida
globin. Tujuan penelitian ini untuk melakukan penapisan mutasi gen beta globin pada siswi
SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, jumlah sampel
sebanyak 81 orang dari satu sekolah dengan rentang usia 15-18 tahun yang telah dipilih secara
Simple Random Sampling. Pengambilan darah dilakukan untuk memeriksa kadar hemoglobin,
dan mutasi beta globin dengan menggunakan PCR dan sequencing DNA. Tipe mutasi yang
terbanyak yaitu heterozigot IVSI-5 G>C frekuensi 5% dengan sifat patogenik. Sedangkan untuk
non patogenik kami dapatkan pada mutasi kombinasi CD 2 T>C dan IVSII-16 G>C.
Kata kunci: Beta globin, Hb, IVSI-5 G>C, CD 2 T>C, IVSII-16 G>C.
ABSTRACT
Raissya Armilla. Medical Education Study Program and Doctor Profession. Screening
Mutation of Beta Globin Gene on the Students of SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi.
Beta globin mutation is a mutation which causes thalassemia disease. Thalassemia is a
hereditary disease characterized by inadequate production of hemoglobine (Hb) as a result of
reduced or absent globin polypeptide chain synthesis. The purpose of this research is to screen
the mutation of beta globin gene on the students of SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. This
researched used descriptive method the amount of samples is 81 people from one school with
the age range 15-18 years that have been choosen by simple random sampling. Blood taking is
done to check hemoglobine levels and beta globin mutation by using PCR and DNA
sequencing.The type of mutation that we get the most is heterozygot IVSI-5 G>C frequency 5%
with pathogenic nature. As for non pathogenic we get on the combinationof CD 2 T>C and
IVSII-16 G>C.
Keywords: Beta globin, Hb, IVSI-5 G>C, CD 2 T>C, IVSII-16 G>C.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .... Error! Bookmark not defined.
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............. Error! Bookmark not defined.
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................ Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ................................................................................................. iii
ABSTRAK .................................................................................................................. vii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xii
DAFTAR GRAFIK .................................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 3
1.3 Pertanyaan penelitian ...................................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................................ 3
1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................................................... 4
1.4.1 Peneliti ......................................................................................................................... 4
1.4.2 Civitas Akademika ...................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 5
2.1 Landasan Teori ............................................................................................................... 5
2.1.1 Thalassemia ............................................................................................................. 5
2.1.2 Klasifikasi Thalassemia ........................................................................................... 9
2.1.3 Patogenesis Thalassemia ....................................................................................... 11
2.2 Hemoglobin .................................................................................................................. 23
ix
2.3 Diagnosis Molekular ..................................................................................................... 27
2.4 Kerangka Teori ............................................................................................................. 31
2.5 Kerangka Konsep ......................................................................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................... 36
3.1 Desain Penelitian .......................................................................................................... 36
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................................... 36
3.3 Populasi dan Sampel ..................................................................................................... 36
3.3.1 Populasi Target ...................................................................................................... 36
3.3.2 Populasi Terjangkau .............................................................................................. 36
3.3.3 Perkiraan Besar Sampel ........................................................................................ 36
3.3.4 Kriteria Pemilihan Sampel .................................................................................... 37
3.3.5 Teknik Pengambilan Sampel ................................................................................. 37
3.4 Alat dan Bahan ............................................................................................................. 39
3.5 Cara Kerja Penelitian .................................................................................................... 40
3.5.1 Pengumpulan Data ................................................................................................ 40
3.5.2 Isolasi DNA ........................................................................................................... 41
3.5.3 Pengukuran kemurnian dan konsentrasi hasil DNA .............................................. 43
3.5.4 PCR ....................................................................................................................... 43
3.5.5 Analisis Fragmen DNA Menggunakan Elektroforesis .......................................... 46
3.5.6 Analisis Hasil Sequencing ..................................................................................... 46
3.5.7 Alur Kerja Penelitian ............................................................................................. 47
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 49
4.1 Hasil Pengamatan ......................................................................................................... 49
4.1.1 Hasil Isolasi Genom dari Darah Responden .......................................................... 49
4.1.2 Amplifikasi Gen β-globin Menggunakan PCR dan Sequencing ........................... 51
4.2 Pembahasan .................................................................................................................. 56
4.2.1 Analisa Mutasi Gen β-Globin ............................................................................... 56
4.2.2 Keterbatasan Penelitian ......................................................................................... 61
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 61
5.1 Simpulan ....................................................................................................................... 61
5.2 Saran ............................................................................................................................. 61
x
PERNYATAAN PENELITIAN ................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 63
LAMPIRAN ................................................................................................................ 68
Lampiran 1. Lembar Permohonan Ethical Approval Penelitian .................................... 68
Lampiran 2. Lembar Persetujuan Responden ................................................................. 69
Lampiran 3. Alat dan Bahan Penelitian .......................................................................... 71
Lampiran 4. Gel Documentation Hasil Elektroforesis Agarose dari Produk PCR
Genom DNA Sampel. ............................................................................... 73
Lampiran 5. Hasil Sequence DNA yang Tidak Terbaca ................................................ 75
Lampiran 6. Hasil Kemurnian dan Konsentrasi DNA Sampel. ...................................... 76
Lampiran 7. Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan Hb ............................................ 79
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Jenis Thalassemia Berdasarkan Sifat Homozigot dan Heterozigot ............ 10
Tabel 2.2 Parameter Hematologi Thalassemia ß......................................................... 22
Tabel 2.3 Diagnosis Banding Thalassemia dan Anemia Defisiensi Besi. .................. 22
Tabel 2.4 Perbedaan Fisik dan Kimia Antara Oksihemoglobindan Dioksihemoglobin.
..................................................................................................................................... 24
Tabel 2.5 Tabel Definisi Operasional ......................................................................... 33
Tabel 3.1 Alat dan Bahan Penelitian ........................................................................... 39
Tabel 3.2 Langkah Isolasi DNA.................................................................................. 41
Tabel 3.3 Komposisi mix PCR ................................................................................... 45
Tabel 3.4 Teknik PCR ................................................................................................. 45
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Diagnosis Hemoglobinopati Dengan Pemeriksaan DNA. .................. 7
Gambar 2.2 Prevalensi Hemoglobinopati di Dunia. ............................................... 8
Gambar 2.3 Patofisiologi Gejala Klinis Anemia pada Thalassemia ..................... 11
Gambar 2.4 Situs Splicing pada Gen ß Globin. .................................................... 16
Gambar 2.5 Lokasi Mutasi Penyebab Thalassemia- ß. ......................................... 17
Gambar 2.6 Apusan darah tepi pasien thalassemia ß–HbE heterozigot. .............. 21
Gambar 2.7 Apusan darah tepi pasien Hb E homozigot dengan gambaran
mikrositik hipokrom, sel target dan poikilosit lain. .......................... 21
Gambar 2.8 Proses pembentukan hemoglobin. .................................................... 26
Gambar 2.9 Aliran informasi genetik. .................................................................. 27
Gambar 2.10 Kerangka Teori ................................................................................. 31
Gambar 2.11 Kerangka Konsep .............................................................................. 32
Gambar 4.1 Hasil PCR Gen β-globin ................................................................... 50
Gambar 4.2.1 Interetasi Hasil SequencingNormal………………………………...52
Gambar 4.2.2 Interpretasi Hasil SequencingMutasi Heterozigot IVS I-5 G>C...... 52
Gambar 4.3.1 Interpretasi Hasil Sequencing Normal ........................................... ...53
Gambar 4.3.2 Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Heterozigot Codon 2 T>C . ...53
Gambar 4.3.3 Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Homozigot Codon 2 T>C .. ...53
Gambar 4.4.1 Interpretasi Hasil Sequencing Normal ........................................... ...53
Gambar 4.4.2 Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Heterozigot IVS II-16 G>C ...53
Gambar 4.4.3 Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Homozigot IVS II-16 G>C ...53
Gambar 4.5.1 Interpretasi Hasil Sequencing Normal ........................................... ...54
Gambar 4.5.2 Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Heterozigot IVS II-74 T>G ...54
Gambar 4.5.3 Interpretasi Hasil Sequencing Mutasi Homozigot IVS II-74 T>G ...54
Gambar 4.6.1 Interpretasi Hasil Sequencing Normal ........................................... ...55
Gambar 4.6.2 Interpretasi Hasil Sequencing MutasiHeterozigot IVS-II-81 C>T ...55
xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Persentase Mutasi Gen β-Globin. .............................................................. 52
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Permohonan Ethical Approval Penelitian ..............................68
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden ..........................................................69
Lampiran 3 Alat dan bahan penelitian ....................................................................71
Lampiran 4 Gel Documentation hasil elektroforesis agarose dari produk PCR
genom DNA sampel ............................................................................74
Lampiran 5 Hasil Sequence DNA yang Tidak Terbaca .........................................75
Lampiran 6 Hasil Kemurnian dan Konsentrasi DNA Sampel ...............................76
Lampiran 7 Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan Hb ....................................79
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Thalassemia adalah suatu penyakit herediter pada sel darah merah
yang ditandai dengan berkurangnya produksi hemoglobin (Hb) yang tidak
adekuat sebagai akibat berkurangnya atau tidak adanya sintesis rantai
polipeptida globin.1
Prevalensi gen thalassemia mencapai 30-40% di Thailand bagian
utara dan Laos, 4,5% di Malaysia, dan 5% di Filipina.2
Untuk Indonesia
sendiri WHO menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 6-10% orang dengan
thalassemia beta minor.2
Menurut data statistik, prevalensi penyakit thalassemia di dunia
cenderung semakin meningkat dari tahun ke tahun, termasuk di Indonesia.
Beberapa hasil riset menunjukkan angka kejadian thalassemia di Indonesia
cukup tinggi. Penelitian Injo LEL (1989) menyebutkan bahwa dari 36 pasien
thalassemia di RSCM yang berusia 3-22 tahun, ditemukan 23 pasien dengan
thalassemia dan 13 pasien thalassemia HbE.3
Data dari Pusat Thalassemia
Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA) Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo (RSCM), sampai
dengan akhir tahun 2008 terdaftar 1.455 pasien thalassemia yang terdiri dari
50% thalassemia , 48,2% thalassemia /Hb-E, dan 1,8% pasien thalassemia
4
2
Diperkirakan tiap tahunnya di Indonesia lahir 2.500 anak dengan
thalassemia.4
Provinsi Jawa Barat merupakan daerah dengan prevalensi
thalassemia terbanyak se-Indonesia, yaitu sebanyak 42% dari total 6.647
orang.1,5
Di Sukabumi, berdasarkan informasi dari ketua Perhimpunan Orang
Tua Penderita Thalassemia Indonesia (POPTI) Cabang Sukabumi dr. Hasan
Basri mencatat sebanyak 150 anak di Sukabumi menderita thalassemia, yang
mengalami peningkatan cukup besar setiap tahunnya.3
Salah satu metode pencegahan adalah melakukan skrining pada
perempuan berusia 15-18 tahun, karena pada usia tersebut umumnya
perempuan sudah siap menikah.6
Metode skrining (penapisan) ini sangat
efektif dilakukan pada populasi masyarakat untuk menekan kejadian
thalassemia baru.7 Individu usia subur yang siap menikah mudah dijaring
melalui edukasi (penyuluhan) saat usia Sekolah Menengah Atas (SMA) dan
akan sangat bermanfaat sebagai “agent of change” untuk memutus rantai
thalassemia yang diturunkan dari perempuan atau calon ibu. Peneliti
melakukan diagnosis molekuler mutasi gen globin dengan menggunakan
metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dan sequencing DNA pada sampel
darah siswi SMAN 1 Sukaraja Sukabumi yang berusia 15-18 tahun sebagai
salah satu upaya deteksi dini terhadap kemungkinan penyakit thalassemia.
Penapisan mutasi gen globin ini diharapkan memberikan kontribusi dalam
peningkatan program promotif - preventif terhadap penekanan angka kejadian
thalassemia baru.
3
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana prevalensi individu dengan mutasi globin pada perempuan
berusia 15-18 tahun di wilayah Sukabumi?
1.3 Pertanyaan penelitian
1. Berapakah prevalensi mutasi globin pada remaja perempuan berusia 15-
18 tahun di wilayah Sukabumi?
2. Bagimana gambaran genotip remaja perempuan berusia 15-18 tahun di
Sukabumi?
3. Bagaimana variasi genetik globin pada remaja perempuan berusia 15-18
tahun di Sukabumi?
1.3 Tujuan Penulisan a. Tujuan Umum
Untuk mengetahui prevalensi mutasi globin pada remaja perempuan
berusia 15-18 tahun di wilayah Sukabumi.
b. Tujuan Khusus
Mengetahui gambaran genotip remaja perempuan berusia 15-18 tahun di
Sukabumi.
Mengetahui variasi genetik globin pada remaja perempuan berusia 15-
18 tahun di Sukabumi.
4
1.4 Manfaat Penulisan
Hasil penelitian diharapkan memiliki manfaat untuk:
1.4.1 Peneliti
a. Memiliki keterampilan bidang molekuler dalam mendeteksi adanya mutasi
genetik dengan menggunakan teknik PCR dan sequencing DNA.
b. Merupakan syarat kelulusan preklinik Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter.
c. Menambah pengetahuan mengenai mutasi genetik globin.
1.4.2 Civitas Akademika
Sebagai sumber pengetahuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya yang akan
melakukan penelitian genetik biomolekuler.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Thalassemia
Thalassemia adalah suatu penyakit herediter yang ditandai dengan
berkurangnya produksi hemoglobin (Hb) yang tidak adekuat sebagai akibat
berkurangnya atau tidak adanya sintesis rantai polipeptida globin.
Thalassemia merupakan suatu penyakit herediter. Seiring dengan
meningkatnya jumlah pasien thalassemia, membawa kecenderungan
terjadinya peningkatan angka kematian akibat penyakit ini. Hal tersebut
disebabkan karena thalassemia memunculkan beberapa komplikasi/penyulit di
antaranya adalah kerentanan terhadap infeksi, anemia berat, gangguan
pertumbuhan fisik (tulang), serta mental. Menurut Ratna Agung dikutip dari
tesis yang berjudul Kendala Deteksi Mutasi: Thalassemia-β Sebagai Model,
Thalassemia adalah suatu penyakit genetik pada sel darah merah, yang
menyebabkan gangguan pada sintesis hemoglobin. Berdasarkan reduksi rantai
globinnya, thalassemia dibedakan menjadi 2 jenis yaitu thalassemia a (alfa)
dan b (beta). Bila yang mengalami gangguan pada rantai a maka disebut
sebagai thalassemia a (alfa) dan apabila yang terganggu ada pembentukan
rantai b (beta) maka disebut sebagai thalassemia b (beta). 8
6
Kedua penyakit ini merupakan penyakit dari hemoglobinopati.
Hemoglobinopati ialah sekelompok kelainan herediter yang ditandai oleh
gangguan pembentukan molekul hemoglobin.10
Kelainan ini dibagi
menjadi 2 golongan besar, yaitu:
1. Hemoglobinopati struktural
Disini terjadi perubahan struktur hemoglobin (kualitatif) karena
subsitusi satu asam amino atau lebih pada salah satu rantai peptida
hemoglobin.10
Hemoglobinopati yang penting sebagian besar
merupakan varian rantai beta.11
Contoh hemoglobinopati struktural
adalah penyakit Hb C, Hb E, dan Hb S.10
2. Sindrom Thalassemia
Thalassemia adalah suatu sindrom yang ditandai oleh penurunan
kecepatan sintesis atau absennya pembentukan satu atau lebih rantai
globin sehingga mengurangi sintesis hemoglobin normal
(kuantitatif).10
Sebagai akibatnya timbul ketidakseimbangan sintesis
suatu rantai, salah satu rantai disintesis berlebihan sehingga mengalami
presipitasi, membentuk Heinz bodies.10
Eritrosit yang mengandung
Heinz bodies tersebut mengalami hemolisis intrameduler sehingga
terjadi eritropoiesis yang inefektif, disertai pemendekan hidup eritrosit
yang beredar.10
Hal tersebut diikuti dengan kompensasi pembentukan
rantai globin lain sehingga membentuk konfigurasi lain.12
Misalnya
pada thalassemia beta, rantai beta tidak terbentuk, sehingga rantai alfa
mengalami ekses atau perannya melampaui batas yang mengakibatkan
presipitasi pada rantai ini.10
7
Hemoglobinopati adalah kelainan bawaan akibat adanya mutasi pada
gen yang mengatur pembentukan rantai globin. Perubahan pada gen
tersebut dapat mengakibatkan adanya perubahan susunan asam amino
pada rantai globin sehingga terbentuk rantai globin yang abnormal atau
terjadi perubahan kecepatan pembentukan rantai globin normal. Apabila
terjadi perubahan susunan amino pada rantai globin, maka disebut sebagai
hemoglobin varian sedangkan bila terjadi perubahan kecepatan
pembentukan rantai globin normal maka disebut thalassemia.
Hemoglobin varian merupakan kelainan globin yang sifatnya
kualitatif sedangkan thalassemia merupakan kelainan yang sifatnya
kuantitatif.7,8,9,13,15,16
Gambar 2.1 Diagnosis Hemoglobinopati Dengan Pemeriksaan DNA. 14
8
Berikut prevalensi hemoglobinopati di populasi dunia, Indonesia
masuk ke daerah South-East Asia dengan gen pembawa 5-40%.
Gambar 2.2 Prevalensi Hemoglobinopati di Dunia.14
9
2.1.2 Klasifikasi Thalassemia
Secara klinis thalassemia dapat dibedakan menjadi thalassemia
mayor, intermedia, dan minor.
Klasifikasi thalassemia :17
Klinis
1. Hidrops fetalis
Thalassemia – dengan delesi empat gen.
2. Thalassemia mayor
Tergantung transfusi, homozigot.
Thalassemia o
atau kombinasi sifat thalassemia lain.
3. Thalassemia intermedia
- Thalassemia homozigot
Thalassemia +
ringan homozigot.
Pewarisan bersama thalassemia .
Peningkatan kemampuan untuk membuat hemoglobin fetus
(produksi rantai - ).
- Thalassemia heterozigot
Pewarisan bersama gen globin- tambahan ( atau
).
Sifat thalassemia dominan.
- Thalassemia – dan hemoglobin fetus persisten herediter
Thalassemia – homozigot.
Thalassemia – thalassemia heterozigot.
Hb lepore homozigot (beberapa kasus).
10
- Penyakit hemoglobin H
4. Thalassemia minor
Sifat thalassemia -o.
Sifat thalassemia – +.
5. Hemoglobin fetus persisten herediter
Sifat thalassemia – .
Sifat thalassemia - o.
Sifat thalassemia - +.
Tabel 2.1 Jenis Thalassemia Berdasarkan Sifat Homozigot dan Heterozigot
Jenis Haplotipe Sifat thalassemia
heterozigot (minor)
Homozigot
Thalassemia
+
-
o - -/ MCV, MCH rendah Hidrops fetalis
+ - MCV, MCH berkurang
minimal Seperti thalassemia -
o
heterozigot
Thalassemia -
o MCV, MCH rendah (HbA2 >
3,5%) Thalassemia mayor (HbF
98% HbA2 2%)
+ MCV, MCH rendah (HbA2 >
3,5%) Thalassemia mayor atau
intermedia ( HbF 70-80%,
HbA 10-20%, HbA2
variabel)
Thalassemia
dan hemoglobin
fetus persisten
herediter
MCV. MCH rendah (HbF 5-
20%, HbA2 normal) Thalassemia intermedia
(HbF 100%)
Hb Lepor
Thalassemia
Thalassemia
dan hemoglobin
fetus persisten
MCV, MCH rendah (HbA
80-90%, Hb Lepore 10%,
HbA2 berkurang)
Thalassemia mayor atau
Intermedia (HbF 80%,
Hb Lepore 10-20%, HbA,
HbA2 tidak ada)
Sumber: Thompson MW, Mc Innes RR, Willard HF. The Hemoglobinopathies: Models of Molecular
Disease. in Thompson & Thompson, eda. Genetic in Medicine. USA: WB Saunders Company. 1991.
11
2.1.3 Patogenesis Thalassemia
Thalassemia ß merupakan kelainan sel darah pada rantai ß.
Thalassemia ß adalah kelainan autosomal resesif yang diturunkan oleh
individu yang kedua alelnya mengalami mutasi pada thalassemia ß, baik
herediter
Sel tersebut bersifat lebih kaku dan
sukar menembus celah-celah endotel
sumsum tulang
Badan inklusi menurunkan
kelenturan membran eritrosit
Pada eritrosit ditemukan badan
inklusi yang masih berinti di
sumsum tulang yang dapat dilihat
dengan pewarnaan supravital
Jaringan Hipoksia
Pembentukan HbF dan HbA2
Daya ikat yang kuat terhadap
oksigen
Sebagian akan berikatan dengan
rantai dan
Rantai berlebihan dalam
eritrosit
Thalassemia
Kelainan genetik -globin
Berkurang atau tidak diproduksinya rantai
-globin
Tabel 2.1 Jenis Thalassemia Berdasarkan Sifat Homozigot dan Heterozigot
(Lanjutan)
Akibatnya eritrosit berinti tersebut
akan hancur atau rusak dan terjadi
kebocoran isi sel
Umur eritrosit menjadi pendek
Eritropoiesis berlangsung tidak efektif
Masuk ke dalam peredaran
darah
Masuk melalui limpa
Badan inklusi difagosit oleh
makrofag
Kerusakan sel dan terbentuk tear
drop cell
Anemia mikrositik hipokrom
Gambar 2.3 Patofisiologi Gejala Klinis Anemia pada Thalassemia17
12
homozigot ataupun heterozigot. Thalassemia ß tersebut merupakan
kelainan herediter yang berupa berkurangnya polipeptida globin pada
rantai ß.18
Kondisi tersebut mengakibatkan sintesis hemoglobin berkurang
dan ketidakseimbangan antara rantai globin dan rantai globin ß yaitu
berlebihnya jumlah rantai globin . Rantai globin yang berlebih tersebut
akan membentuk suatu rantai yang abnormal yaitu 4 rantai globin .
Rantai globin yang abnormal ini merupakan rantai globin yang tidak stabil
dan mudah berpresipitasi pada prekursor sel darah merah di sumsum
tulang sehingga mengganggu pembentukan eritrosit atau eritropoiesis,19
juga mengakibatkan sel darah merah mudah rusak (hemolisis) di sirkulasi
perifer.20
Dasar kelainan genetik penyakit thalassemia beta disebabkan
adanya mutasi gen beta, yang dapat berupa:
1. Delesi gen
Delesi gen ini jarang terjadi pada thalassemia beta, tersering pada
thalassemia beta yang kompleks seperti thalassemia gamma beta.
Delesi gen ini dapat terjadi mulai dari bagian intron sampai akhir dari
bagian exon. Kelainan ini banyak ditemukan pada suku Indian dan
penyebarannya hampir 30% suku bangsa tersebut. Umumnya keadaan
penyakit berat.18,19
2. Mutasi transkripsi
Merupakan penyebab yang paling sering terjadi pada thalassemia beta.
Mutasi ini terjadi pada proses pembentukan m-RNA. Pada kelainan ini
terjadi mutasi basa nukleotida promoter region. Berat ringannya
13
kelainan ditentukan oleh banyaknya basa nukleotida yang terganti,
sehingga mempengaruhi aktivitas DNA dan dapat menyebabkan
berkurangnya m-RNA yang terbentuk. Mutasi ini didapat pada
thalassemia ß+
Mediteranian, terjadi mutasi satu basa sitosin ke
guanine yang menyebabkan penurunan 10% produksi m-RNA. Pada
thalassemia ß+
China terjadi mutasi adenin ke guanin dan
menyebabkan penurunan produksi m-RNA sebanyak 20-30%. Pada
kedua tipe ini fenotip penyakit tampak ringan.18,19,20
3. Mutasi prosesing RNA
Pada kelainan ini tidak terjadi splicing yang normal pada basa
nukleotida tertentu yaitu AG dan GT, Karena adanya mutasi pada
salah satu basa nukleotida tersebut.
Mutasi pada thalassemia beta terjadi terutama karena perubahan G
(guanin) ke A (adenin) pada GT dan G (guanin) ke C (sitosin) pada
AG. Perubahan ini akan mengakibatkan bagian intron akan lebih
memanjang ke bagian ekson, sehingga bagian ekson yang berisi kodon
untuk membentuk m-RNA berkurang. Selain itu processing mutation
ini juga menjadi dasar terjadinya kejadian Hb varian. Mutasi tersebut
mengakibatkan terjadinya kesalahan pelepasan bagian intron yang
menyebabkan terjadinya kelainan susunan basa nukleotida kodon di
bagian ekson sehingga terjadi pembentukan asam amino yang lain.
Sebagai contoh pada HbE rantai ßE
merupakan mutasi yang
menghasilkan perubahan satu asam amino, yaitu perubahan dari
glutamat (Glu) ke lisin (Lys). Jenis mutasi ini sering terjadi pada
14
bangsa-bangsa di Asia, khususnya Asia Tenggara, China, dan Negro.
18,19,20,21
4. Mutasi nonsense
Pada keadaan ini terbentuk m-RNA yang tidak dapat berfungsi secara
baik karena terhentinya proses translasi sebelum terbentuk rangkaian
asam amino yang lengkap. Hal ini disebabkan adanya mutasi
penggantian nukleotida tertentu dan dikenal sebagai akhir pembacaan
kodon. Kelainan dengan terbentuknya kodon UAA sering terjadi pada
thalassemia ß Mediteranian dan kelainan terbentuknya kodon UAG
pada thalassemia ß Sardinia. Keduanya merupakan kelainan yang berat
karena hampir seluruh globin rantai ß tidak terbentuk. Mutasi ini
sering terjadi pada bangsa – bangsa Mediteranean, Indian, dan
Asia.19,20,21,22
2.2.1 Struktur Molekul dan Kontrol Gen Globin-ß
Sintesis rantai globin pada manusia disandi oleh 2 kelompok gen,
yaitu gen globin -like dan gen globin ß-like. Kedua gen ini membentuk
suatu gugus gen yang terletak pada kromosom yang berbeda.22,23
Rantai
globin- mengandung 141 asam amino, sedangkan rantai globin- ß
tersusun atas 146 asam amino.24,25
Gen globin- ß terdiri dari 3 ekson yang dipisahkan oleh 2 intron
(IVS, intervening sequence). Ukuran masing-masing ekson dan intron ini
tidak sama, ada yang panjang dan pendek. Ekson 1 merupakan yang
terpendek, tersusun atas 30 kodon, sedangkan ekson 2 membentang dari
kodon 31-104 merupakan ekson terpanjang, dan ekson 3 tersusun dari
15
kodon 105-146. Intron pertama (IVS1) terletak di antara kodon 30-31
dengan panjang 130 pb, sedangkan intron kedua (IVS2) terletak diantara
kodon 104 dan 105 dengan ukuran 850 pb.24
Secara umum setiap gen globin terdiri atas tiga ekson dan diantara
ketiga ekson terdapat intron (intervening sequence=IVS). Bagian hulu
atau upstream atau 5’ dan sebelah hilir atau downstream atau 3’ terdapat
segmen DNA yang masing-masing dinamakan DNA sisi 5’ (5’ flanking
DNA) dan DNA sisi 3’. Setelah transkripsi, ujung hulu 5’ dari mRNA akan
ditempati oleh rangkai (sequence) yang terdiri atas 2 atau 3 nukleotid yang
mempunyai struktur khusus, yang disebut cap, sehingga tempat tersebut
dinamakan cap site. Ujung hilir dari DNA sisi 3’ merupakan tempat
penambahan poliadenil.26
Heksanukleotid yang terdapat pada batas ekson-intron penting
sekali untuk berlangsungnya proses splicing.27
Rangkai tersebut
dinamakan consensus splice sequence. Insiasi translasi dari mRNA
bermula dari kodon AUG dan berakhir pada kodon UAA, UAG, atau
UGA.28
16
Gambar 2.4 Situs Splicing pada Gen ß Globin. 10
17
Gambar 2.5 Lokasi Mutasi Penyebab Thalassemia- ß.28
18
2.2.2 Thalassemia ß Mayor
Thalassemia mayor akibat diturunkannya dua mutasi yang berbeda,
masing-masing mengenai sintesis globin-ß (heterozigot campuran). Pada
beberapa kasus, terjadi delesi gen ß, gen dan ß, atau bahkan gen , ß,
dan .17
Gambaran klinis:
1. Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6 bulan setelah kelahiran
ketika seharusnya terjadi pergantian dari produksi rantai ke rantai ß.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi akibat destruksi eritrosit yang
berlebihan, hemopoiesis ekstramedular, dan lebih lanjut akibat
penimbunan besi. Limpa yang mengalami pembesaran tersebut,
meningkatkan kebutuhan darah dengan meningkatkan volume plasma,
dan meningkatkan destruksi eritrosit dan cadangan (pooling) eritrosit.
3. Pelebaran tulang yang disebabkanoleh hiperplasia sumsum tulang yang
hebat menyebabkan terjadinya facies thalassemia dan penipisan
korteks di banyak tulang, dengan ciri khas terjadinya fraktur dan
penonjolan tengkorak dengan gambaran ‘rambut berdiri (hair on end)’
pada foto ronsen.
4. Penimbunan besi pasca transfusi darah.
5. Mudah terkena infeksi.
6. Osteoporosis.17
2.2.3 Thalassemia ß Minor
Keadaan pada thalassemia ini biasanya tanpa gejala yang berat.
Gambaran darah sangat jelas, mikrositik hipokrom (MCV dan MCH
19
sangat rendah) namun jumlah eritrosit tinggi (>5,5 x 102/mm
3) dan anemia
ringan (hemoglobin 10-15 g/dl).17
Untuk memastikan diagnosis karena
hampir sama sifatnya dengan thalassemia , maka dilihat kadar HbA2
yang tinggi (>3,5%). Indikasi terpenting untuk memastikan diagnosis
yakni konseling prenatal pada pasien dengan seorang pasangan yang juga
mempunyai kelainan hemoglobin yang nyata.17
2.2.4 Thalassemia Intermedia.
Thalassemia intermedia merupakan thalassemia dengan derajat
tingkat keparahan sedang pada (Hb 7,00-10,0 g/dl) yang tidak memerlukan
transfusi teratur. Dapat disebabkan oleh pengaruh genetik. Thalassemia ß
homozigot dengan produksi Hb F yang lebih dari biasanya atau dengan
defek genetik pada sintesis rantai ß atau oleh sifat thalassemia ß sendiri
tetapi dengan derajat kelainan globin ringan seperti Hb Lepore.17
Gejala
klinis yang biasa ditemukan yaitu, deformitas tulang, pembesaran hati dan
limpa, eritropoiesis ekstramedular, dan gambaran kelebihan besi yang
disebabkan oleh absorpsi yang meningkat.17
2.2.5 Thalassemia .
Penyakit ini merupakan kegagalan pada produksi rantai dan .
Pada keadaan homozigot hanya ditemukan HbF, dan secara hematologik
gambarannya seperti thalassemia intermedia.17
2.2.6 Hemoglobin Lepore.
Merupakan suatu hemoglobin yang abnormal yang disebabkan
oleh crossing over yang tidak seimbang pada gen dan yang
20
memproduksi rantai polipeptida yang terdiri dari rantai di ujung
aminonya dan rantai di ujung karboksil.17
2.2.7 Thalassemia ß– Hb E
Thalassemia ß dapat dijumpai sebagai penyakit yang berdiri sendiri
ataupun dalam bentuk heterozigot ganda dalam hemoglobin varian.
Bentuk heterozigot ganda antara thalassemia dengan hemoglobin varian
yang sering dijumpai adalah thalassemia ß – HbS, thalassemia ß – HbE,
thalassemia ß – HbC, dan thalassemia – HbS.11,29
Bentuk Thalassemia ß–
Hb E, yaitu genotip ßEß
O atau ß
Eß
+. Thalassemia ß– Hb E pertama kali
dijumpai di Thailand.11
Thalassemia ß– Hb E sering ditemukan di Asia
Tenggara, kedua gen terdapat dalam frekuensi tinggi.30
Hal ini disebabkan
karena adanya pernikahan pasien thalassemia dan Hb E yang tidak
terdeteksi.30
2.2.8 HbE (Cd26, GAG>AAG)
HbE ( 2 ß2 26Glu lys
) terjadi akibat adanya mutasi titik pada kodon
26 (GAG AAG), menyebabkan perubahan asam amino posisi 26 dari
glutamat menjadi lisin. Mutasi ini mengaktivasi cryptic donor site pada
kodon 25 selama process splicing m-RNA ßE
sehingga terjadi splicing
abnormalsebesar 5 – 8 %, meskipun situs splicing normal masih tetap
aktif.31
Pada umumnya manifestasi klinis HbE ringan, baik dalam bentuk
heterozigot (HbE trait) maupun homozigot (HbE/HbE).32
Heterozigot
ganda HbE dengan thalassemia ß memberikan gambaran klinis yang
bervariasi, mulai dari bentuk yang ringan sampai dengan ketergantungan
21
terhadap transfusi darah; dengan kadar Hb antara 3-13 g/dl.32
Kelainan
Hemoglobin E ini banyak ditemukan di Asia Tenggara termasuk
Indonesia.32
Gambar 2.6 Apusan darah tepi pasien thalassemia ß–HbE
heterozigot.26
Mikrositik
hipokrom
Sel target
Sel target
Poikilosit
Gambar 2.7 Apusan darah tepi pasien Hb E homozigot dengan gambaran
mikrositik hipokrom, sel target dan poikilosit lain.26
22
2.2.9 Parameter Hematologi Thalassemia ß
Tabel 2.2 Parameter Hematologi Thalassemia ß.
Parameter Normal Heterozigot Homozigot
Hb (g/dl)
Pria 15 2 9-11 2-3
Wanita 13,5 1,5
MCV (fL) 92 9 <76 50-60
HbA2 (%) 2,2-3,5 3,8-8 2-7
HbF (%) <1 1-5 <10->90
HbA(%) >95% - 0-80
Tabel 2.3 Diagnosis Banding Thalassemia dan Anemia Defisiensi Besi.
Thalassemia Anemia defisiensi besi
Splenomegali + -
Ikterus + =
Perubahan morfologik eritrosit Tak sebanding dengan derajat
anemi
Sebanding dengan derajat
anemi
Sel target ++ +/-
Resistensi osmotik Meningkat Normal
Besi serum Meningkat Menurun
TIBC Menrun Meningkat
Cadangan besi Meningkat Kosong
Feritin serum Meningkat Menurun
HbA2/HbF Meningkat Normal
Sumber: Bunn, H. Franklin. Hemoglobin Molecular, Genetic, and Clinical Aspects. Philadelphia:
W.B Saunders Company. 1986.
Sumber: Bunn, H. Franklin. Hemoglobin Molecular, Genetic, and Clinical Aspects. Philadelphia:
W.B Saunders Company. 1986.
23
2.3 Hemoglobin
Fungsi dari hemoglobin yaitu sebagai pengikat oksigen yang
sangat dibutuhkan untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Sintesis hemoglobin
dimulai dalam proeritroblas dan berlanjut bahkan dalam stadium
retikulosit pada pembentukan sel darah merah.32
Oleh karena itu, ketika
retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke dalam aliran darah,
retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah
dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matang.32
Ada banyak informasi tentang berbagai sifat fisik dan kimia pada
hemoglobin. Banyak perbedaan sifat kimia pada oksihemoglobin dan
deoksihemoglobin dapat diartikan dan diprediksikan dalam bentuk struktur
tiga dimensi ditetapkan oleh Perutz dan rekan.11
Dioksihemoglobin
terdisosiasi menjadi dimer jauh lebih mudah daripada oksihemoglobin.
24
Tabel 2.4 Perbedaan Fisik dan Kimia Antara Oksihemoglobindan
Dioksihemoglobin.
Oksihemoglobin Deoksihemoglobin
Properti fisik
Spektrum yang terlihat:
puncak absorbansi
576,540 nm 555 nm
Spektrum soret 415 nm 430 nm
Kerentanan magnetic Rendah (diamagnetik) Tinggi (paramagnetik)
Properti kimia
Kelarutan Tinggi Rendah
Disosiasi kedalam
dimer
Cepat Lambat
Mengikat haptoglobin Cepat Lambat
Pencernaan oleh
karboksipeptidase
Cepat Lambat
Sumber: Orkin, S. H. Kazazian, H. H., Jr., Antonarakis, S. Linkage of –thalassemia mutations and
globin gene polymorphisms with DNA polymorphisms in human globin gene cluster. Nature.
1982
25
Oksihemoglobin Deoksihemoglobin
Properti kimia
Reaktivitas 93-sistein
SH
Cepat
Lambat
Reaktivitas terhadap
bromotimol
Lambat Cepat
Reaktivitas terhadap
sianat
Lambat Lebih lambat
Sifat fungsional
Afinitas terhadap ligan
heme
Tinggi Rendah
Afinitas terhadap proton Rendah Tinggi
Relatif afinitas untuk CO2 Rendah Tinggi
Afinitas untuk fosfat
organik
Rendah Tinggi
Tabel 2.4 Perbedaan Fisik dan Kimia Antara Oksihemoglobindan
Dioksihemoglobin.11
(Lanjutan)
4
Sumber: Orkin, S. H. Kazazian, H. H., Jr., Antonarakis, S. Linkage of –thalassemia mutations and
globin gene polymorphisms with DNA polymorphisms in human globin gene cluster. Nature.
1982
26
Perbedaan terutama karena ikatan garam intersubunit, termasuk
2,3-DPG, yang menstabilkan struktur deoksi. Disosiasi hemoglobin
menjadi dimer tampaknya diperlukan untuk mengikat haptoglobin dan
untuk infiltrasi hemoglobin melalui glomeruli ginjal.32
Gambar 2.8 Proses pembentukan hemoglobin.32
Setiap rantai hemoglobin memiliki gugus prostetik heme yang
mengandung satu atom besi, karena adanya empat rantai hemoglobin di
setiap molekul hemoglobin, dapat ditemukannya empat atom besi di setiap
molekul hemoglobin. Empat atom besi pada setiap molekul hemoglobin
dapat berikatan dengan molekul oksigen pada setiap molekulnya, sehingga
empat molekul oksigen dapat diangkut oleh setiap molekul hemoglobin.32
Suksinil KoA yang
dibentuk dalam siklus
krebs
Membentuk molekul
pirol
4 pirol bergabung
untuk membentuk
protofirin IX
Bergabung dengan
besi membentuk
molekul heme
Setiap molekul heme
bergabung dengan rantai
polipeptida panjang, yaitu
globin yang disintesis
oleh ribosom
Membentuk subunit
hemoglobin yang disebut
rantai hemoglobin
27
Apabila adanya abnormalitas pada molekul hemoglobin
menentukan afinitas ikatan hemoglobin terhadap oksigen. Abnormalitas
tersebut dapat mengubah ciri-ciri fisik dari molekul hemoglobin.
Contohnya pada anemia sel sabit, asam amino valin digantikan oleh asam
glutamat pada satu titik, masing-masing di kedua rantai beta.32
Jika
terpapar dengan oksigen berkadar rendah, akan terbentuk kristal panjang
di dalam sel-sel darah merah yang panjangnya kadang-kadang mencapai
15 . Hal ini membuat sel-sel tersebut tidak dapat melewati kapiler-
kapiler kecil, dan ujung kristal tersebut yang tajam cenderung merobek
membran sel, sehingga terjadi anemia sel sabit.34
2.4 Diagnosis Molekular
Diagnosis molekular pada pemeriksaan thalassemia menggunakan
DNA dari darah. Pemeriksaan ini dipakai untuk mencari gen thalassemia.
Gen tersebut tersusun atas asam nukleat yang disebut asam
deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid, DNA).33
Molekul tersebut
berperan sebagai pembawa informasi genetik. 34
Gambar 2.9 Aliran informasi genetik.34
Replikasi DNA
Transkripsi
Transkripsi balik
RNA Protein
Translasi
28
Diagnosis molekular menggunakan DNA bertujuan untuk mencari adanya
mutasi. Mutasi adalah perubahan pada sekuens DNA tersebut.35
2.4.1 Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan sebuah
penggandaan DNA yang dilakukan secara in vitro. Cara ini banyak sekali
dipakai, karena sifatnya yang cenderung lebih mudah, spesifik, dan
sensitif. Prinsip PCR adalah apabila DNA dicampur dengan
oligonukleotida yang komplementer dan diberi kondisi yang sesuai, maka
oligonukleotida tadi akan berperan sebagai titik awal (primer) sintesis
copy dari DNA target. Dengan menggunakan dua primer, satu di sebelah
hulu (5’) dan satu di sebelah hilir (3’) (reverse primer), segmen DNA yang
terletak di antara kedua primer tadi akan tergandakan. Dalam satu siklus
reaksi, satu untai DNA tunggal akan tergandakan menjadi 2 untai. Dengan
n siklus, dari satu DNA untai tunggal teoretis akan dihasilkan 2n
copy.
Dengan 25 siklus dari satu DNA untai tunggal akan dihasilkan lebih dari
30 juta copy.36
Dengan digunakan enzim Taq yang tahan panas sampai 1000
C
maka dapat dicapai otomatisasi pengerjaan dan segmen DNA berukuran
sampai beberapa kilo base pair (kb) dapat digandakan dalam waktu kurang
dari 3 jam.37
Metode ini sangat sensitif, DNA sejumlah 1 telah cukup
untuk satu sample. Dari single copy genes dapat diperoleh sejumlah copy
DNA cukup untuk dianalisis.38
Pembentukan dimer pada prosedur PCR dimanfaatkan untuk
diagnostik (cara Ligase Chain Reaction/LCR). Prinsip LCR ini yakni, dua
29
oligonukleotid yang menghibridasi segmen yang berdekatan dengan DNA
target dapat mengalami penyambungan (ligase) bila ujung-ujungnya yang
berdekatan dengan komplementer dengan DNA target. Bila ujung 3’ dari
oligonukleotid yang berdekatan mismatch, maka ligasi tidak akan terjadi.39
Maasalah yang muncul pada prosedur diagnostik ini adalah;40
1. Kita harus tahu lebih dahulu spektrum mutasi dalam populasi
untuk menyesuaikan oligonukleotid yang dipakai.
2. Kondisi reaksi menuntut persyaratan yang lebih tinggi dibanding
PCR biasa, kenaikan 5 unit enzim pada tiap reaksi atau dua kali
lipat konsentrasi oligonukleotid, demikian pula jumlah siklus lebih
dari 25 atau 30 akan menyebabkan terjadinya reaksi bebas cetakan
(template free reaction); oligonukleotid dengan panjang tidak tepat
atau tidak mengandung fosfat 5’ akan menurunkan efisiensi reaksi
yang berarti menurunnya sensitivitas.
Kelebihan metode ini adalah bahan radioaktif tidak diperlukan dan
otomatisasi dapat diterapkan sehingga dapat dipakai untuk sejumlah besar
sampel.41
30
2.4.2 Analisis Sequencing
Analisis sequencing digunakan untuk mengetahui suatu mutasi
pada salah satu alel. Analisis tersebut dilakukan pada DNA untai tunggal.
Secara garis besar proses ini meliputi: Reaksi PCR untuk mengamplifikasi
fragmen DNA yang akan disekuens, mendapatkan DNA untai tunggal
dengan teknik kloning dan sequencing template DNA tersebut.21
Hasil
sequencing tersebut kemudian dibandingkan dengan sekuens DNA
referens (Genebank). 21
31
2.5 Kerangka Teori Faktor genetik
Thalassemia ß:
- CD2
- IVSI-5
- IVSII-16
- IVSII-74
- IVSII-81
- IVSII-81
Mutasi pada kompleks
gen ß globin
Rantai ß berhenti atau
berkurang
Presipitasi rantai yang berlebihan yang
tidak mendapat pasangan rantai ß
Presipitasi rantai
pada eritrosit
Deposit Fe dalam
jaringan
Absorpsi Fe
Eritropoiesis inefektif
Presipitasi rantai
intramedular
Pada eritrosit ditemukan badan
inklusi yang masih berinti di
sumsum tulang yang dapat dilihat
dengan pewarnaan supravital
Thalassemia
Thromboembolism
dan disfungsi
vaskular
Hemolisis
Hypercoagulability dan
disfungsi platetlet
ANEMIA mikrositik
hipokrom
Perubahan bentuk
eritrosit
Kelenjar
paratiroid
dan tiroid
Kelenjar
pituitari
Pankreas Testis dan
ovarium
Hati Jantung Sistem
imun
HbE:
Mutasi Codon 26glulys
Gambar 2.10 Kerangka Teori42
32
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 2.11 Kerangka Konsep
Siswi 15-18 tahun SMAN
1 Sukaraja Sukabumi
Gen ß globin
Identifikasi mutasi pada
kompleks gen ß globin
Thalassemia ß:
- CD2
- IVSI-5
- IVSII-16
- IVSII-74
- IVSII-81
HbE:
Mutasi Codon 26glulys
33
2.7 Definisi operasional
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan istilah – istilah yang
didefinisikan sebagai berikut
Tabel 2.5 Tabel Definisi Operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Skala Skor
1 Gen
globin
Variasi
sequencing
DNA pada
gen globin
Light
cycler 480
Roche 04
909 631
001
Nominal Homozigot
Heterozigot
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan desain cross sectional.
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2017.
Pengambilan sampel darah dilakukan di SMA Negeri 1 Sukaraja, Sukabumi.
Proses perlakuan spesimen darah dilaksanakan di Laboratorium Riset,
Biokimia dan Biologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi Target
Populasi target adalah remaja perempuan di wilayah Sukabumi.
3.3.2 Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau adalah responden perempuan masyarakat
Sukabumi berusia 15-18 tahun.
36
3.3.3 Perkiraan Besar Sampel
Dalam penelitian ini penentuan jumlah sampel peneliti
menggunakan rumus besar sampel deskriptif:43
adalah deviasi baku alfa
adalah proporsi kategori variabel yang diteliti
adalah 1-
adalah presisi
untuk penelitian deskriptif, proporsi (P) yang dimaksud adalah
proporsi dari kategori variabel yang diteliti.43
Untuk mentukan
besar sampel yang akan diteliti maka nilai P yang digunakan
adalah jumlah prevalensi thalassemia berdasarkan hasil survey
riskesdas sejumlah 21,7 %.4
Pada penelitian deskriptif kategorik, presisi ( ) penelitian
berarti kesalahan peneliti yang masih bisa diterima untuk
memprediksi proporsi yang akan diperoleh. Peneliti menetapkan
37
bahwa selisih nilai yang akan diperoleh dengan nilai sebenarnya
yang masih bisa diterima adalah 10%, maka presisi penelitian
adalah sebesar 10%. Semakin kecil nilai presisi ( ), maka semakin
kecil kesalahan penelitian, semakin baik presisi penelitian, akan
tetapi semakin banyak subjek penelitiannya.
3.3.4 Kriteria Pemilihan Sampel
Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini terdiri dari kriteria
inklusi, eksklusi, dan kriteria drop out.
3.3.4.1 Kriteria inklusi
a. Siswi perempuan SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi
b. Berusia 15-18 tahun
c. Menyetujui informed consent
3.3.4.2 Kriteria eksklusi
Mengalami gangguan pembekuan darah.
Mengalami menstruasi
3.3.4.3 Kriteria drop out
Sampel yang digunakan rusak selama proses penelitian
berlangsung.
3.3.5 Tehnik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel menggunakan metode Simple Random
Sampling. Sampel dipilih secara acak dari jumlah yang telah
ditentukan. Subjek yang terlibat terlebih dahulu menyatakan
kesediannya untuk menjadi subjek penelitian dengan
menandatangani lembar informed consent. Selanjutnya subjek yang
38
bersedia mengisi dan menandatangani informed consent secara
sukarela memberikan 3-5 mL darahnya untuk dilakukan
pemeriksaan screening genetik. Sampel darah dimasukkan ke
dalam tabung EDTA dan diberi nomor, selanjutnya disimpan
dalam cold room untuk dilakukan isolasi DNA, kemudian
dilakukan PCR, dan sequencing DNA. Pengambilan sampel ini
telah mendapat persetujuan etik dari Komisi Etik Penelitian
Kesehatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
39
3.4 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian tertera dalam tabel di bawah
ini.
Tabel 3.1 Alat dan Bahan Penelitian
Pengukuran konsentrasi hasil isolasi DNA
Maestro Nano Drops
Alat Bahan
Pengambilan sampel (darah)
Spuit 3 cc EDTA dalam tabung
Tourniquet
Tabung berisi EDTA
Sarung tangan
Kapas alkohol
Isolasi genom DNA dari darah
Tabung mikro sentrifugasi 1,5 ml steril,
Penangas air (Water bath) AS ONE TRW 42TP 80
high temperature version, pipet mikro BIOHIT
berbagai ukuran, vortex DADD, 2 mL collection
tube, Alat sentrifugasi, Eppendorf, mikrotip
Biologi ukuran 10 , 200 , dan 1000 ,
incubator EYELA NDO-400, biomedical freezer
SANYO
RBC Lysis Buffer
GB Buffer
Elution Buffer
Ethanol Absolut
W1 Buffer
Wash Buffer
40
Alat
Bahan
Polymerase Chain Reaction (PCR)
DNA sequencer ABI PRISM 3730x1 Genetic
Analyzer develop by Applied Biosystems, US
primer spesifik gen -globin
Elektroforesis genom DNA
Elektroforesis ATTO My Power II 300 AE8135,
Timbangan analitik AdventureTM,
gel doc system,
penggaris sumur
Agarosa
Ethidium bromide
Loading dye
Plastic wrap
3.5 Cara Kerja Penelitian
3.5.1 Pengumpulan Data
Pengambilan darah dilakukan oleh tim dokter PSKPD–FKIK UIN pada
bulan Februari 2017. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data primer dengan cara punksi darah vena untuk penapisan mutasi gen
-globin.
Responden sebanyak 85 orang yang telah mengisi lembar informed
consent (lampiran 1) dilakukan pengambilan darah sebanyak 3 cc.
Sampel darah diberi nomor dan disimpan dalam freezer/cold room
untuk dilakukan isolasi genom DNA, kemudian dilakukan teknik PCR
serta sequencing DNA dan selanjutnya dilakukan analisis hasil
sequencing.
Tabel 3.1 Alat dan Bahan Penelitian (Lanjutan)
41
3.5.2 Isolasi DNA
Tabel 3.2 Langkah Isolasi DNA
Persiapan
Sampel
Fresh Blood
1. Darah sebanyak300 dimasukkan kedalam tabung
mikrosentrifugasi berukuran 1,5 mL.
2. 900 RBC Lysis Buffer kemudian ditambahkan
dan dikocok.
3. Tabung diinkubasi 10 menit dalam suhu ruangan.
4. Tabung disentrifugasi selama 5 menit pada
kecepatan 3000 rpm selama 5 menit, supernatant
dibuang.
5. 100 RBC Lysis Buffer ditambahkan untuk
meresuspensi endapan leukosit, kocok, kemudian
diproses dengan cell lysis.
Langkah 1 Cell
Lysis
6. 200 GB Buffer ditambahkan kedalam tabung
tadi.
7. Tabung diinkubasi pada suhu 60oC selama 10 menit
untuk memastikan sampel terlisis dengan baik.
8. Pada saat yang sama, tabung lain berisi50 Elution
Buffer untuk tiap satu sampel disiapkan, kemudian
diinkubasi pada suhu 60oC.
9. Setelah tabung sampel tadi diinkubasi, tabung
didinginkan di suhu ruangan.
Langkah 2
DNA binding
10. 200 ethanol absolute ditambahkan kedalam
tabung tadi, kemudian secara cepat dikocok
selama10 detik.
11. GD Column pada 2 mL Collection Tube disiapkan.
12. Campuran ethanol tadi dipindahkan kedalam GD
Column.
13. Tabung disentrifugasi pada 14.000–16.000 x g
42
selama 5 menit.
14. Cairan pada 2 mL Collection Tube dibuang.
15. GD Collumn ditempatkan kembali pada 2mL
Collection Tube.
Langkah 3
Wash
16. 400 w1 Buffer ditambahkan kedalam GD
column kemudian disentrifugasi pada 14.000–16.000
x g selama 1 menit.
17. Cairan pada 2 mL Collection Tube dibuang.
18. GD Collumn ditempatkan kembali pada 2 mL
Collection Tube.
19. 600 Wash Bufer ditambahkan kedalam GD
Collumn.
20. Tabung disentrifugasi pada 14.000–16.000 x g
selama1 menit.
21. Cairan pada 2 mL Collection Tube dibuang.
22. GD Collumn ditempatkan kembali pada 2 mL
Collection Tube.
23. Tabung disentrifugasi kembali selama 1 menit untuk
mengeringkan matriks kolom.
Langkah 4
DNA Elution
Standar elution buffer untuk 1 sampel adalah 100 . Jika
sampel yang digunakan dalam volum yang sedikit, volume elusi
sekitar 30-50 dapat meningkatkan konsentrasi DNA.
24. GD Collumn yang sudah kering dipindahkan
kedalam tabung mikrosentrifugasi yang steril.
25. 50 elution buffer yang sudah diinkubasi
ditambahkan kedalam matriks kolom, dibiarkan
selama 3 menit.
26. Tabung disentrifugasi pada 14.000 – 16.000 xg.
Table 3.2 Langkah Isolasi DNA (Lanjutan)
43
3.5.3 Pengukuran kemurnian dan konsentrasi hasil DNA
DNA genom hasil isolasi dianalisis secara kuantitatif dengan
menggunakan Denovix Spectrophotometer sehingga diketahui
konsentrasi dan kemurnian DNA.
1. Sebanyak 1 μl ddH2O dimasukkan ke dalam apparatus sebagai
blanko.
2. Apparatus dibersihkan dengan kertas tisu.
3. Sebanyak 1 μl elusi buffer dimasukkan ke dalam apparatus sebagai
blanko.
4. Apparatus dibersihkan dengan tisu dan dapat dimulai pengukuran
DNA.
5. Sebanyak 1 μl DNA hasil isolasi dimasukkan ke dalam apparatus
kemudian dilakukan pengukuran.
6. Konsentrasi DNA dapat diketahui dari nanogram/μl dan
kemurnianDNA dapat diketahui dari nilai 260/280.
3.5.4 PCR
Berikut prosedur dalam PCR yang akan digunakan :
a. DNA didenaturasi oleh panas dengan suhu 90-95oC selama 20
detik.
Dua untai terpisah karena rusaknya hidrogen yang mengikat
mereka.
b. Campuran reaksi mengandung 4 deoxynucleotide triphosphates (
dATP, dCTP, dGTP, dTTP), dan thermostable DNA polymerase.
DNA polymerase tidak mengalami denaturasi pada suhu yang
tinggi. Campuran tersebut kemudian mengalami pendinginan, suhu
diturunkan menjadi 50-65O C.
44
c. Setiap helai molekul DNA mengalami proses annealing dengan
primer oligonukleotida melengkapi kedua ujung urutan target yang
membutuhkan waktu 20 detik.
d. Suhu dinaikan ke 60-75oC dan primer diperluas oleh aksi
polymerase DNA selama 30 detik. Polymerase yang mensintesis
urutan komplementer 5’ ke 3’ arah dari masing-masing primer. Jika
template mengandung nukleotida A, enzim menambahkan pada
nukleotida T untuk primer. Jika template berisi G, ia menambahkan
C untuk rantai baru. Pada titik ini akan ada persis dua salinan dari
urutan DNA target.
e. Campuran dipanaskan lagi di 90-95oC untuk denaturasi molekul
dan memisahkan helai dan siklus diulang. Setiap helai baru
kemudian bertindak sebagai template untuk siklus sintesis
berikutnya. Jadi amplifikasi hasil pada eksponensial (logaritmik)
tingkat, yaitu jumlah DNA yang dihasilkan ganda pada setiap
siklus. Produk diperkuat pada akhir PCR yang disebut amplikon.
45
Standar PCR Protocol KAPA HiFi Hot Start Ready Mix PCR Kit
Step 1: persiapkan PCR mater mix.
Tabel 3.3 Komposisi mix PCR
Step2:Mengatur reaksi individual
- Transfer volume yang sesuaiuntuk PCR Master mix,
template dan primer ke individu PCR tubes, atau sumur dari
PCR plate.
- Ditutup atau disegel setiap reaksi individu, mix dan
kemudian di sentrifuge.
Step 3: Melakukan PCR dengan cycling protocol berikut
Tabel 3.4 Tehnik PCR
Step Temperature Duration Cycle
Initial
denaturation
950C 3 min 1
Denaturation 980C 20 sec 15-35
Annealing 60-750C 15 sec 15-35
Extension 720C 15-60 sec/kb 15-35
Final
Extension
720C 1 min/kb 1
Komponendan konsentrasi bahan Volume akhir dalam larutan
Kappa HifiHotStartReadyMix
PCR kit
12,5 μl
Primer forward (10 pmol) 1 μl
Primer reverse (10 pmol) 1 μl
DNA Template (100 ng/μl) 4 μl
ddH2o 6,5 μl
Total voume reaksi 25 Μl
46
3.5.5 Analisis Fragmen DNA Menggunakan Elektroforesis
Hasil isolasi dan amplifikasi DNA dianalisis menggunakan
elektroforesis. Tahap elektroforesis adalah sebagai berikut:
1. Pada elektroforesis menggunakan gel agarosa 1,5% dengan cara
mencampurkan 1,5 gram bubuk agarose dengan 100 mL buffer
TAE 1x.
2. Larutan Ethidium bromide ditambahkan pada gel sebanyak 1 μl
untuk visualisasi DNA.
3. Sebanyak 3 μl DNA hasil PCR dicampurkan dengan 1 μl
loadingdye dan dimasukkan ke dalam sumur.
4. Sebanyak 5 μlladder 100 bp dicampur dengan 1 μl loadingdye
sebagai marker dimasukkan ke dalam sumur.
5. Elektroforesis berlangsung selama 60 menit dengan beda potensial
90 V dalam buffer TAE. Setelah elektroforesis selesai, gel
ditempatkan pada UV transiluminator padaGel Doc System.
3.5.6 AnalisisHasil Sequencing
Analisishasil sequencing dilakukan setelah didapatkan produk PCR
sekeuensing dilakukan dengan mengirimkan sampel ke lab
sequencing First Base. Gen yang akan dilakukan sequencing yaitu
β-globin. Setelah dilakukan sequencing, maka akan dibaca hasil
sequencing tersebut dari urutan awal hingga yang terakhir. Hasil
analisis sequencing kemudian dibandingkan dengan sequencing
normal manusia yang didapatkan dari data Genebank. Apabila ada
tumpang tindih atau overlapping dan susunan basanya berubah
maka akan dihitung mutasi homozigot dan heterozigot. Setelah
mutasi tersebut dibaca, maka ditentukan letak mutasi yang
ditemukan,pada posisi kodon, intron, maupun eksonnya.
47
3.5.7Alur Kerja Penelitian
Desain Primer
Optimasi produk PCR
meliputi formulasi dan
program PCR
Sequencing DNA
Interpretasi Hasil
Sequencing DNA
menggunakan
Chromas software
Sampel Darah
Isolasi DNA dengan
metode Geneaid
Analisis DNA genom
dengan teknik
elektroforesis dan
Nano drop
Pita DNA diamati
menggunakan gel
docsystem, dan dinilai
purity DNA
menggunakan Nano
drop
Presentasi frekuensi
mutasi gen -globin
pada populasi
Sukabumi usia 15-18
tahun
49
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 Hasil Isolasi Genom dari Darah Responden
Sampel yang digunakan pada penelitian ini berupa sampel DNA yang
diisolasi dari sel darah putih (white blood), terdiri dari 81 sampel DNA siswi
SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. Isolasi dan purifikasi DNA dari sampel darah
(whole blood) dilakukan berdasarkan protokol Genomic DNA Mini Kit
(Blood/Cultur Cell) Geneaid GB100. Kemudian untuk memeriksa apakah DNA
telah terisolasi dan terpurifikasi dengan baik dilakukan elektroforesis yang dapat
dilihat pada gambar (lampiran 4).
Setelah dilakukan isolasi genom, dilakukan uji spektrofotometri menggunakan
Nano Drop Spektrofotometer. Kemurnian DNA berkisar 0,82-1,94 yang dapat
dilihat pada tabel 6.1 (lampiran 5). Adapun nilai konsentrasi DNA dapat dilihat
pada table 6.1 (lampiran 5). Uji spektrofotometri bertujuan untuk mengetahui nilai
kemurnian, konsentrasi DNA, dan konsentrasi non DNA dari hasil isolasi genom.
Kemudian beberapa sampel dipilih secara acak untuk dilakukan konfirmasi
keberadaan pita genom menggunakan elektroforesis gel agarosa (lampiran 4).
Beberapa sampel dilakukan isolasi genom lebih dari satu kali. Hal tersebut
disebabkan karena adanya darah yang menggumpal dalam proses isolasi sehingga
kemurniannya kurang pada saat dilakukan Nano drop dan setelah elektroforesis
tidak menunjukkan gambaran pita (lampiran 5).
50
Pada gambar 4.1 didapatkan gen β-globin yang terpendar pada pita
seribu dua ratus pasang basa. Gen β-globin didapatkan dari sampel DNA
setelah dilakukan PCR. Marker yang berada di bagian kiri berjajar merupakan
segmen DNA yang spesifik dan telah diketahui ukurannya. Marker berfungsi
sebagai penanda posisi pasangan basa dari molekul DNA yang bermigrasi.
Pada hasil amplifikasi DNA gen β-globin marker atau penanda terbaca
pada 1200 pasang basa. Sampel satu hingga sepuluh merupakan hasil
amplifikasi DNA gen β-globin. Teknik yang digunakan adalah teknik
amplifikasi fragmen DNA secara in vitro dengan menggunakan sepasang
primer oligonukleotida melalui serangkaian reaksi denaturasi, anealing dan
ekstensi. Primer yang digunakan akan berhibridasi terhadap untai DNA yang
sekuensnya komplementer, sehingga fragmen DNA yang teramplifikasi
adalah fragmen DNA yang terletak antara kedua primer tersebut.8
Alat yang
digunakan untuk mengamati hasil dari elektroforesis tersebut adalah gel doc.
Marker
Pita pada
1200 bp
Gambar 4.1 Hasil PCR Gen β-globin
Keterangan gambar: Sampel 1-10 merupakan hasil PCR gen β-globin, marker
sebagai penanda posisi pasang basa DNA.
Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
51
4.1.2 Amplifikasi Gen β-globin Menggunakan PCR dan Sequencing
Sebanyak 77 nomor identitas dilakukan amplifikasi gen β-globin.
Namun, hanya 72 nomor identitas yang memiliki hasil sequence DNA yang
baik dan dapat diinterpretasikan. Lima sampel memiliki sequence yang buruk
dan terlalu banyak noise sehingga tidak dapat diinterpretasikan.
Berdasarkan hasil sequencing ditemukan terdapat lima jenis mutasi (CD2
T>C, IVS I-5 G>C, IVS II-16 G>C, IVS II-74 T>G, IVS II-81 C>T) dari gen
β-globin yang ditemukan dari 72 siswi SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. Dari
seluruhnya, paling banyak mutasi pada CD2 T>C homozigot varian dan
heterozigot (tiga puluh sembilan koma delapan puluh persen). Kedua yang
paling banyak mutasi yaitu IVS-II-16 G>C homozigot varian dan heterozigot
(24.18%) dan ketiga yang paling banyak mutasi yaitu IVS II-74 T>G
homozigot varian dan heterozigot (16.38%).
52
Berikut adalah contoh hasil sequencing sampel DNA yang menyebabkan
munculnya trait β-globin.
Pada gambar 4.2.2 didapatkan mutasi pada basa sitosin dan guanin
tumpang tindih dalam IVS I-5 yang ditunjukkan dengan tanda biru.
Heterozigot 2
peak G dan C
Hasil normal
Gambar 4.2.1 Interpretasi Hasil
Sequencing Normal
Gambar 4.2.2 Interpretasi Hasil
Sequencing Mutasi Heterozigot IVS I-5
Grafik 4.1 Persentase Mutasi Gen β-Globin.
53
Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi heterozigot
pada intron 1 nukleotida 5.
Pada gambar 4.3.2 heterozigot didapatkan mutasi pada basa timin dan
sitosin tumpang tindih dalam kodon 2 yang ditunjukkan dengan tanda biru.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi heterozigot
pada kodon 2 ekson 1. Pada gambar 4.3.3 homozigot didapatkan mutasi basa
timin menjadi basa sitosin dalam kodon 2 yang ditunjukkan dengan tanda
biru. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi
homozigot varian pada kodon 2 ekson 1.
Pada gambar 4.4.2 homozigot didapatkan mutasi pada basa guanin
menjadi basa sitosin dalam IVS-II-16 yang ditandai tanda biru.
Heterozigot 2
peak T dan C
Homozigot CGC
menjadi CCC Heterozigot 2
peak G dan C
Hasil normal
Homozigot CAT
menjadi CAC
Hasil normal
Gambar 4.3.1 Interpretasi
Hasil Sequencing Normal
Gambar 4.3.2 Interpretasi
Hasil Sequencing Mutasi
Heterozigot CD-2
Gambar 4.3.3 Interpretasi
Hasil Sequencing Mutasi
Homozigot CD-2
Gambar 4.4.3 Interpretasi
Hasil Sequencing Mutasi
Heterozigot IVS-II-16
Gambar 4.4.2 Interpretasi
Hasil Sequencing Mutasi
Homozigot IVS-II-16
Gambar 4.4.1 Interpretasi
Hasil Sequencing Normal
54
Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi homozigot
varian pada intron 2 nukleotida 16. Pada gambar 4.4.3 heterozigot didapatkan
mutasi pada basa guanin dan sitosin tumpang tindih dalam IVS-II-16 yang
ditandai tanda biru. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut
memiliki mutasi heterozigot pada intron 2 nukleotida 16.
Pada gambar 4.5.2 homozigot didapatkan mutasi basa timin menjadi
basa guanin dalam IVS-II-74 yang ditandai tanda biru. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi homozigot varian pada
intron 2 nukleotida 74. Pada gambar 4.5.3 heterozigot didapatkan mutasi pada
basa timin dan guanin tumpang tindih dalam IVS-II-74 yang ditandai tanda
biru. Hal tersebut menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi
heterozigot pada intron 2 nukleotida 74.
Heterozigot 2
peak T dan G
Homozigot T
menjadi G
Hasil normal
Gambar 4.5.3 Interpretasi
Hasil Sekuensing Mutasi
Heterozigot IVS-II-74
Gambar 4.5.2 Interpretasi
Hasil Sekuensing Mutasi
Homozigot IVS-II-74
Gambar 4.5.1 Interpretasi
Hasil Sekuensing Normal
55
Pada gambar 4.6.2 didapatkan mutasi basa sitosin dan timin tumpang
tindih atau dalam IVS-II-81 yang ditandai tanda biru. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sampel tersebut memiliki mutasi heterozigot pada intron
2 nukleotida 81.
Heterozigot 2
peak C dan T Hasil normal
Gambar 4.6.1 Interpretasi
Hasil Sekuensing Normal
Gambar 4.6.2 Interpretasi
Hasil Sekuensing Mutasi
Heterozigot IVS-II-81
56
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa Mutasi Gen β-Globin
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat lima jenis mutasi dalam 20
tipe genotipik pada siswi SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi. Mutasi yang paling
banyak ditemukan ialah CD2: T>C baik homozigot (Gambar 4.3.3)maupun
heterozigot (Gambar 4.3.2). Mutasi ini ditemukan paling sering pada kontrol
sehat baik tipe heterozigot ataupun homozigot. Polimorfisme bentuk tunggal
ini tidak memiliki efek patogenik saat terbentuk pola genotipik dengan
IVS2-16: G>C Homozigot (Gambar 4.4.2) dan IVS2-74; T>G Homozigot
(Gambar 4.5.2) Mutasi lain yang paling umum ialah IVS2-16: G>C, mutasi
ini ditemukan pada kontrol sehat baik bentuk heterozigot (Gambar 4.4.3) atau
homozigot (Gambar 4.4.2). Oleh sebab itu, dapat disimpulkan CD2: T>C dan
IVS2-16: G>C merupakan satu-satunya polimorfisme yang tidak memiliki
efek patogenik. Pada penelitian yang dilakukan di Bangladesh, CD2: T>C dan
IVS2-16 G>C adalah mutasi ketiga yang paling umum ditemukan, dengan
frekuensi 57.1%. Pada penelitian ini, CD2: T>C dan IVS2-16 G>C adalah
mutasi pertama yang paling banyak frekuensinya. Codon 2 T>C mengubah
CAT ke CAC tetapi keduanya mengkode asam amino yang sama, yaitu
histidin.11
Pada penelitian yang dilakukan di Bangladesh, mutasi IVS1-5: G>C
saja bisa menimbulkan kondisi patogen pada genotipik homozigot.
Sedangkan, pada sampel nomor tiga, kami menemukan mutasi IVS1-5: G>C
57
saja tipe heterozigot (Gambar 4.2.2), akan tetapi tidak menunjukkan gejala
ataupun penyakit thalassemia, dan Hb pada sampel nomor tiga ini dalam batas
normal yaitu 14.3 g/dL. Pada penelitian ini, kami menemukan sampel yang
menimbulkan kondisi patogen yakni Hb dibawah 11 g/dL, dengan mutasi
IVS1-5: G>C frekuensi 5% pada genotip heterozigot bersama dengan mutasi
lain. Hal ini disebabkan karena, thalassemia IVS1-5 dinilai berdasarkan
kuantitas mRNA yang dimiliki gen globin.11
Untuk IVS1-5 yang memiliki
kadar Hb normal, maka mRNA abnormal yang dimiliki masih lebih sedikit
dari mRNA yang normal. Oleh sebab itu, masih dapat membentuk Hb.
Sedangkan untuk IVS1-5 dengan kondisi patogenik yaitu denganHb yang
rendah, disebabkan karena mRNA normal lebih sedikit dari mRNA abnormal.
Hal tersebut diperberat dengan mutasi IVS1-5 yang ditemukan bersama
dengan mutasi lain, sehingga mRNA yang abnormal lebih banyak. Maka kami
menyarankan untuk melakukan pemeriksaan dengan Real Time PCR agar
dapat memeriksa nilai mRNA yang dimiliki.11
Mutasi di IVS-1 dan di ekson 1 diidentifikasi menyebabkan
kekurangan globin mRNA.44
Disebabkan karena alternatif splicing dari
prekursor molekul mRNA pada satu atau lebih sisi dekat 5’ situs terakhir
IVS-1. Semua mutasi ini meninggalkan secara utuh dinukleotid GT sequence
pada splice 5’ situs IVS-1, dengan demikian memungkinkan beberapa proses
normal prekursor molekul mRNA terjadi di situs tersebut.44,45
58
Subsitusi dasar semua yang terjadi di sekitar situs splice 5’ IVS-1,
tampak menyebabkan kerusakan situs splice yangnormal dan penggunaan
yang abnormal dari alternatif donor splice (atau ‘cryptic’) yang sudah ada
sebelumnya: dua terletak di ujung bawah ekson 1 dan satu terletak di atas
IVS-1.46,47
Mutasi di IVS-1 yang menyebabkan alternatif splicing yang
berlokasi pada posisi ke-5 IVS-1. Mutasi pada posisi ke-lima banyak
ditemukan di populasi Asian Indian dan menyebabkan sindrom
thalassemia yang cukup parah, dengan turunnya kadar dari mRNA yang
normal.11
Mutasi lain yang ditemukan yaitu IVS2-81 C>T heterozigot
(Gambar 4.6.2) dan IVS2-74 T>G homozigot (Gambar 4.5.2) heterozigot
(Gambar 4.5.3). Mutasi ini memiliki dua fenotip yaitu non patogenik dan
patogenik. Pada non patogenik ditemukan Hb normal dan pada patogenik
yang ditemukan dengan mutasi lain, didapatkan nilai Hb yang rendah.
Sedangkan pada penelitian yang dilakukan di Bangladesh, IVS2-81 C>T
hanya ditemukan pada pasien thalassemia, dan IVS2-74 T>G ditemukan pada
kontrol yang sehat saja.
Mutasi di IVS-2 disebabkan alternatif splicing pada prekursor
molekul mRNA. Mutasi pada IVS-2 dapat menyebabkan trait thalassemia
dengan membuat alternatif situs splicing ketika meninggalkan situs splicing
yang normal tetapi hipofungsi atau fungsinya jadi berkurang.11
Mutasi ini
meyebabkan aktivasi situs second pre-existing splice pada IVS-2. Nukleotida
59
sebanyak 850 terjadi kerusakan pada nukleotida ke-745 pada IVS-2.12,13
Mutasi mengubah C(T) ke G(T) dan membuat rangkaian GT dinukleotid yang
dapat berpotensial menerima sebagai 5’ atau donor situs splice. Sebagian kecil
dari prekursor molekul mRNA dapat berproses dengan normal, tetapi
sebagian besar berproses secara abnormal.12,13
Proses prekursor molekul
mRNAyang terjadi dengan cara internal, segmen IVS-2 disimpan dalam
proses mRNA. Pada akhir 3’, prekursor menyambung dari situs splice 5’ yang
dibentuk oleh nukleotida 745 ke normal situs splice 3’ pada akhir IVS-2.11
Beberapa mutasi thalassemia tersebut, memberikan gambaran klinis
anemia pada trait thalassemia. Dinyatakan bahwa keparahan anemia yang
terjadi pada thalassemia- tergantung dari tingkat ketidakseimbangan rantai
globin. Pasien dengan kombinasi HbE biasanya membutuhkan transfusi darah
karena tingkat keparahan anemia yang sangat tinggi. Namun pada penelitian
ini, kami tidak menemukan adanya mutasi pada HbE.
Thalassemia- tidak hanya ditemukan di daerah Mediterania,
melainkan di berbagai daerah lain terutama daerah Timur Tengah, daratan
India dan Asia Tenggara dengan spektrum mutasi yang berbeda pada tiap
populasi.48
Diketahui bahwa tiap populasi umumnya mempunyai tipe alel
thalassemia- yang spesifik. Oleh karena itu walaupun ada lebih dari 15 jenis
mutasi pada penyakit ini, hanya beberapa jenis saja yang ditemukan pada
suatu etnik tertentu, dan seringkali merupakan ciri khas etnik tersebut
terutama untuk daerah Sukaraja, Sukabumi. Ciri khas dari etnik Sukabumi
60
yakni, mutasi CD2 T>C dan IVSII-16 G>C ditemukan pada sampel
patogenikdan non patogenik, sama dengan penelitian yang dilakukan di
Bangladesh. Beberapa sampel patogenik ditemukan dengan kadar Hb yang
rendah. Kadar Hb yang rendah itu tergantung dari kadar mRNA yang dimiliki.
Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa mutasi IVSI-5 G>C saja
didapatkan pada individu yang memiliki Hb normal dan tidak memiliki gejala
thalassemia. Sementara itu bentuk heterozigot bersama dengan mutasi lain
ditemukan pada pasien thalassemia. Sedangkan pada penelitian di
Bangladesh, mutasi IVSI-5 G>C hanya ditemukan pada pasien thalassemia
dalam bentuk homozigot.49
Perbedaan tersebut disebabkan karena pada penelitian di Bangladesh
bentuk mutasi IVS1-5 G>C homozigot menghasilkan fenotip thalassemia,
sedangkan pada penelitian di Sukabumi bentuk mutasi IVS1-5 G>C
heterozigot.11
Pada homozigot Thalassemia- , sintesis rantai globin yang
tidak seimbang terjadi pada semua tahap pematangan sel eritroid.11
Sehingga
pembentukan eritrosit terganggu, dan fenotip thalassemia dapat terlihat dari
nilai Hb yang rendah. Pada heterozigot, penurunan sintesis rantai hanya
terjadi pada tahap retikulosit, sehingga Thalassemia- heterozigot tidak
menunjukkan anemia dan gambaran sel darah merahnya tidak menunjukkan
hipokrom dan mikrositik.11
Oleh sebab itu tidak menunjukkan fenotip dari
Thalassemia- yang signifikan.11
61
Beberapa hasil sequence pada penelitian ini tidak terbaca sehingga
tidak dapat diinterpretasikan. Hal ini disebabkan karena banyaknya kotoran
atau debu pada DNA tersebut, serta faktor kualitas DNA. Kemungkinan
kesalahan terjadi saat proses isolasi, sehingga konsentrasi DNA terlalu kecil
dan tipis, serta kemurnian DNA yang rendah akibat banyaknya kotoran yang
mengkontaminasi sampel. Pada saat PCR, konsentrasi primer yang tidak
sesuai dapat memberikan hasil pita (band) yang tidak jelas serta kontaminasi
kotoran pada sampel juga dapat memberikan hasil sequence dengan noise.
4.2.2 Keterbatasan Penelitian
Beberapa keterbatasan pada penelitian ini adalah :
1. Tidak mencari data mengenai apusan darah tepi.
2. Tidak mencari data mengenai besi serum.
3. Tidak melakukan Real Time PCR.
61
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil sequencing ditemukan lima jenis mutasi (CD2 T>C, IVS I-
5 G>C, IVS II-16 G>C, IVS II-74 T>G, IVS II-81 C>T) dari gen β-globin
yang ditemukan pada 72 siswi SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi.
2. Mutasi terbanyak yaitu IVSI-5 G>C heterozigot, dengan frekuensi 5% dan
mungkin bersifat patogenik.
3. Mutasi non patogenik, didapatkan terbanyak padamutasi kombinasi CD 2 T>C
dan IVSII-16 G>C yaitu 32%.
5.2 Saran
1. Diperlukan pemeriksaan lebih lanjut untuk diagnosis thalassemia seperti
hapusan darah tepi dan pemeriksaan lainnya.
2. Diperlukan pemeriksaan Real Time PCR untuk memeriksa jumlah mRNA
yang normal dan abnormal.
62
PERNYATAAN PENELITIAN
Penelitian ini adalah bagian dari kerja sama penelitian antara Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
Seameo Fakultas Kedokteran (FK) UI dan Kementerian Agama dengan tema
penelitian Hemoglobinopati dan Genetik.
63
DAFTAR PUSTAKA
1. Datar S, Poflee S, Shrikhande A. Premarital Screening of College Students for
Carrier Detection in Thalassemia and Sickle Cell Disease. International
Journal of Medical Science and Public Health. 2015;3(15):420-3.
2. Rumah Sakit Hasan Sadikin. 6-10% Masyarakat Indonesia Memiliki
Keturunan Thalassemia. Bandung; RSHS. [dikutip tanggal 15 Febuari 2017].
Tersedia pada: http:// web rshs.or.id/who-6-10-masyarakat-indonesia-
memiliki-keturunan-thalassemia. 2011.
3. Putri Alyumnah, Mohammad Ghozali, Nadjwa Z. Skrining Thalassemia Beta
Minor pada Siswa SMA di Jatinangor. Bandung: Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran. 2016.
4. RI BPDPKDK. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (RIKESDAS) Provinsi
Jawa Barat Tahun 2007. DepartemenKesehatan RI: Jakarta. 2009.
5. Langlois S, Ford JC, Chitayat D. Carrier Screening for Thalassemia and
Hemoglobinopathies in Canada. Canada: Joint Clinical Practice Guideline
SOGC-CCMG. 2008.
6. Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta:
KementerianKesehatan Republik Indonesia; 2014. [dikutip tanggal 15 Febuari
2017]. Tersedia Pada: http;//www.depkes.go.id/ resources/download.pusdatin/
profil-kesehatan-indonesia/profil-kesehatan-indonesia- 2013.pdf.2013.
7. Ghee D, Payne M. Hemoglobinopathies and Hemoglobin Defects. In: Rodak
BF, editor. Diagnostic Hematology. 1sted Philadelphia: WB Saunders,
1995:251-86.
8. Ratna Agung. Kendala Deteksi Mutasi: Thalassemia-β Sebagai Model. Tesis
Magister Program Studi Ilmu Biomedik. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 2003:23.
9. I Made Bakta. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku
Keodokteran EGC. 2013:92.
64
10. Bunn, H. Franklin. Hemoglobin Molecular, Genetic, and Clinical Aspects.
Philadelphia: W.B Saunders Company. 1986.
11. Orkin, S. H. Kazazian, H. H. Jr. Antonarakis, S. Linkage of –Thalassemia
Mutations and Globin Gene Polymorphisms with DNA Polymorphisms in
Human Globin Gene Cluster. Nature. 1982:296;627.
12. Humphries, R. K. Differences in Human - Globin Gene Expression in
Monkey Kidney Cells. Cell 1982:30;173.
13. Santoso, Wintono. Gambaran Hematologis Talasemia B Heterozigot dan
Talasemia B-Hb-E. In: Makalah Akhir Program Studi Patologi Klinik
Program Pendidikan Dokter Spesialis I Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: Bidang Studi Ilmu Kedokteran Fakultas Pasca Sarjana
Universitas Indonesia, 1991.
14. Thompson MW, Mc Innes RR, Willard HF. The Hemoglobinopathies:
Models of Molecular Disease. in TheGenetic in Medicine. USA: WB
Saunders Company. 1991:250.
15. Davies KE, Read AP. Molecular Basis of Inherited Disease. 2nd
ed. London:
William Heinemann Medical Books. 1981:213-28.
16. Hoffbrand A.V, Pettit J. E, Moss P.A.H. Kapita Selekta Hematologi. 4th
ed.
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2005:66-75.
17. Achwartz E, Surrey S. Molecular Biology Application in Hematology.
Sandorama.1989: IV: 11-7.
18. Steinberg M, Adams JG. Thalassemic Hemoglobinopathies. Am J
ClinPathol, 1983: 396-409.
19. Cao A, Furbetta M, Xiemenes A, et al. ß-Thalassemia Types in Southern
Sadinia. J Med Genet.198:196-9.
20. Weatherall DJ. The thalassemies. In : Williams WJ, Butler E, Erslev AJ,
Litchman MA, eds. Hematology. 4th
ed. New York : McGraw – Hill. 1990:
39-510.
21. Maniatis T, Fritsch EF, Lauer j, Lawn RM. The Molecular Genetics of
Human Hemoglobins. Ann Rev Genet. 1980:145-78.
65
22. Stamatayannopoulos G, Nienhuis AW. Hemoglobin Switching. In:
Stamatayannopoulos G, Nienhuis AW, Majerus PJ, Varmus H, et all. The
Molecular Basis of Blood Disease. USA: W.B. Saunders Company.
1994:356.
23. Fucharoen S, Winichagoon P. The Molecular Basis of Thalassemias. Indian J
Pediatr. 1989:693-706.
24. Sunarto. Patogenesis Molekular Talasemia. Berkala Ilmu Kedokteran. Jilid
XXV; Nomor 2. Yogyakarta: Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. 1993.
25. Mueller RF, Young ID. Emery’s Elements of Medical Genetics. 11th
edition.
Toronto: Churchill Livingstone. 2001:139-42.
26. L. E. Lie-Injo et al. ß-Thalassemia Mutations in Indonesia and Thei Linkage
to ß Haplotypes. Am. J. Hum. Genet. 1989:971-5.
27. Suton M, Bouhassira EE, Nagel RL. Polymerase Chain Reaction
Amplification Applied to the Determination of ß-like Globin Gene Cluster
Haplotypes. Am J Hematol. 1989:66-9.
28. McKenzie SB. Anemia Caby Abnormalities in Globin Biosynthesis. In:
McKenzie SB, editor. Textbook of Hematology. 2nd
ed. Philadelphia:
Williams & Wilkins. 1996used:147-78.
29. Orkin SH, Kazazian Jr HH, Antonarkis SE, Ostrer H, Golf SC, Sexton JP.
Abnormal RNAProcessing due to The Exon Mutation of ßE– Globin Gene.
Nature. 1982:768-9.
30. Gonzalez-Redondo JM, Brickner HE, Atweh GF. Abnormal Processing of ß–
Malay Globin RNA. Biochemical and Biophysical Research
Communications. 1989:8-13.
31. Weatherall DJ, Clegg JB. The Thalassemia Syndromes. 4th
edition. Oxford:
Blackwell Science.2001:704-12.
32. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Fisiologi Kedokteran. 12th
ed.
In: Anton Tanzil, editor. Sel-Sel Darah Merah, Anemia, dan Polistemia.
Singapore; Saunders, 2014:450.
66
33. Arnheim N & Levensin CH. Polymerase chain reaction. CAEN Special
Report. Oktober. 1990.
34. Susan Elrod, Ph.D, William Stansfield Ph.D. Schaum’s Outlines Genetika
Edisi Keempat. Jakarta; Penerbit Erlangga. 2007:54-9.
35. Saiki RK, Gelfand DH, Stoffel S, Scharf SJ, Higuchi R, Horn GT, et al.
Primer Directed Enzymatic Amplification of DNA with a Thermostable
DNA Polymerase. Science. 1988:239;487-91.
36. Wong C, Dowling CE, Saiki RK Higuchi RG, Ehrlish HA and Kazazian Jr
HH. 1987 Characterization of ß-Thalassemia and Hemoglobin E Gene in
Thai by DNA Amplification Technique Hum Genet. 1989:389.
37. Sunarto. Diagnostik Molekular Thalassemia. BerkalaIlmuKedokteran. Vol.
28; No. 1. Yogyakarta: BagianIlmuKesehatan Anak FKUGM/SMF
Kesehatan Anak RSUP DR. Sardjito. 1996.
38. Twyman RM. Advanced Molecular Biology. Oxford: Bioscientif Publisher
Limited. 1998:216-7.
39. Smooker PM, Cotton RGH. The Use of Chemical Reagents in the Detection
of DNA Mutations. USA: Mutation Research. 1993:65-77
40. Qazi RA. Screening for Beta Thalassemia Trait. Journal of Rawalpindi
Medical college. 2014:15-60.
41. I Made Bakta. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2013:92.
42. Brethnach, R and Chambon. Ovalbumin Gene: Evidence for a Leader
Sequence in mRNA and DNA Sequences at the Exon-Intron Boundaries.
USA: Proc. Natl. Acad. Sci.1978:75;4853.
43. Dahlan MS. Penelitian Deskriptif. In: Besar Sampel dan Cara Pengambilan
Sampel dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi ke-3. Jakarta:
Salemba Medika. 2013:56-60.
44. Mears, J. G. Ramirez, F. Changes in Restricted Human Cellular DNA
Fragments Containing Globin Gene Sequences in Thalassemias and Related
Disorders. USA: Proc. Natl. Acad. Sci. 1978:75;1222.
67
45. Mount, S. M. Catalogue of Splice Junction Sequences. Nucleic acids Res.
1982:10;459.
46. Weatherall DJ. The Thalassemias. In: Beutler E, Lichtman MA, Coller BISA,
Kipps TJ, eds. Williams Hematology. USA: McGraw-Hill,Inc. 1995.
47. Huisman T, Carver M, Baysaal E. A Syllabus of Thallassemia Mutations.
USA: The Sickle Cell Anemia Foundation, Augsta, GA. 1997:270-90.
48. Kazazian Jr HH, Boehm CD. Molecular Basis and Prenatal Diagnosis of -
Thalassemia. Blood. 1988:1107-16.
49. Sultana GNN. The Complete Spectrum of Beta Thalassemia Mutations in
Bangladeshi Population. Bangladesh: Austin Publishing Group. 2016:3-5.
68
LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Permohonan Ethical Approval Penelitian
Lampiran 1
69
LampirLembar Persetujuan Responden
Surat Persetujuan Pengambilan Sampel
Kepada Yth,
Siswi SMAN 1 Sukaraja, Sukabumi
Di tempat
Dengan hormat,
Dalam rangka memenuhi tugas skripsi saya pada Program Studi Kejuruan
dan Profesi Dokter Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, maka dengan
segala kerendahan hati saya sangat menghargai kesediaan Saudari terhadap
pengambilan darah yang dilakukan sebagai subjek penelitian “screening
thalassemia”
Screening thalassemia ini, dilakukan dengan pengecekan DNA
Thalassemia menggunakan PCR, serta pengambilan darah dilakukan oleh tenaga
kesehatan professional. Pengecekan ini memerlukan kurang lebih sebanyak 1 cc
untuk mengetahui apakah Saudari tergolong thalassemia atau tidak. Metode ini
aman karena menggunakan syringe atau suntikan yang steril dan baru. Rangkaian
pengecekan ini sama sekali tidak dipungut biaya (gratis)
Peneliti mengucapkan terimakasih atas ketersediaan Saudari untuk
membaca penjelasan dan penelitian ini. Peneliti sangat berharap keikutsertaan
Saudari dalam penelitian ini.
Hormat saya,
Peneliti
Raissya Armilla
Lampiran 2
70
LEMBAR PERSETUJUAN/PENOLAKAN SAMPEL
Identitas
Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan
Usia : …………………………….
Pekerjaan : …………………………….
Status : a. Menikah b. Belum menikah
Jumlah saudara kandung : a. …saudara laki – laki
b. … saudara perempuan
Dengan ini menyatakan BERSEDIA / TIDAK BERSEDIA* untuk dilakukan
pengambilan dan pemeriksaan darah sebagai data penelitian.
Yang tujuan, sifat dan perlunya tindakan medis tersebut telah cukup dijelaskan
oleh peneliti/perawat dan telah saya mengerti sepenuhnya. Demikian pernyataan
ini saya buat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan.
Sampel Penelitian Peneliti
(…………………) (……………………)
Raissya Armilla
(NIM 11141030000012)
71
Lampiran 3. Alat dan Bahan Penelitian
Gambar 6.3.1 Pembatas
sumur agar
Gambar 6.3.2 Tempat
agar
Gambar 6.3.3 Agar cair
Gambar 6.3.4 Agarose Gambar 6.3.5 Spatula
pengaduk agar
Gambar 6.3.6
Timbangan digital
Lampiran 3
72
Gambar 6.3.7 Gelas ukur Gambar 6.3.8 Ethidium
bromide
Gambar 6.3.9 Tube
isolasi DNA
Gambar 6.4.0 RBC lysis
buffer
Gambar 6.4.1 Wash
buffer
Gambar 6.4.3 Elution
buffer Gambar 6.4.4 Alat
sentrifugasi Gambar 6.4.5
Mikropipet PCR
Gambar 6.4.5
Mikropipet darah
73
Lampiran
Gambar 6.4.2 GB buffer Gambar 6.4.6 Ethanol
absolut
Gambar 6.4.7 Loading
dye
Gambar 6.4.8 Alat nano
drop
Gambar 6.4.9 Multiwall
plate
Gambar 6.5.1 TAE
buffer
Gambar 6.5.0
Elektroforesis
74
4. Gel Documentation Hasil Elektroforesis Agarose dari Produk PCR Genom
DNA Sampel.
Lampiran 4
75
Lampiran 5. Hasil Sequence DNA yang Tidak Terbaca
Lampiran 5
Hasil yang tidak terbaca
76
Lampiran 6. Hasil Kemurnian dan Konsentrasi DNA Sampel.
Tabel Hasil Pengukuran Kemurnian dan Konsentrasi DNA genom Responden
No Nomor
Sampel
Kemurnian
(A260/A280)
A260/A230 Konsentrasi
(ng/ )
1 28 1.86 1.71 42.328
2 30 1.58 0.83 76.091
3 31 1.01 0.27 78.864
4 32 1.07 0.19 66.909
5 33 1.19 0.22 47.221
6 34 0.82 0.13 79.023
7 35 1.82 1.70 81.552
8 39 1.90 2.01 42.635
9 21 1.51 0.49 6.755
10 23 1.89 0.66 73.328
11 24 1.72 0.57 15.833
12 25 1.60 0.55 50.980
13 38 1.87 1.69 61.001
14 36 1.74 0.95 98.739
15 47 1.82 1.67 90.888
16 45 1.73 1.69 78.900
17 41 1.80 0.78 67.899
18 46 1.71 0.86 98.100
19 48 1.58 0.98 87.653
20 43 1.02 1.23 80.453
21 49 1.82 1.24 63.874
22 42 1.88 1.45 78.902
23 44 1.26 1.98 98.032
24 50 1.83 1.78 87.654
25 20 1.49 1.65 93.456
26 21 2.02 1.24 67.750
27 22 1.72 1.14 56.450
28 59 1.66 0.89 42.355
29 55 1.63 0.67 37.063
30 60 1.42 0.64 22.377
31 62 1.78 1.04 33.807
32 51 1.77 0.76 29.505
33 54 1.66 0.54 29.594
34 52 1.94 0.76 19.386
Lampiran 6
77
Tabel Hasil Pengukuran Kemurnian dan Konsentrasi DNA genom Responden
(Lanjutan)
35 57 1.92 0.85 22.782
36 61 1.84 0.65 23.906
37 53 1.81 0.88 38.066
38 75 1.64 0.83 45.16
39 76 1.13 0.71 54.58
40 77 1.82 0.76 30.59
41 78 1.86 1.83 37.51
42 79 1.64 1.14 20.44
43 82 1.66 1.86 49.67
44 83 1.42 1.01 40.32
45 84 1.82 1.41 27.93
46 85 1.45 1.80 36.39
47 86 1.66 2.01 51.08
48 63 1.68 2.02 34.94
49 40 1.85 1.77 20.65
50 64 1.85 1.97 101.086
51 65 1.82 0.95 36.785
52 66 1.81 0.87 56.199
53 67 1.83 1.11 83.561
54 68 1.67 0.33 34.275
55 69 1.71 0.42 41.852
56 70 1.68 0.42 52.207
57 72 1.60 0.51 61.600
58 73 1.78 0.74 47.687
59 74 1.85 1.77 57.109
60 21 1.81 2.07 161.942
No Nomor
Sampel
Kemurnian
(A260/A280)
A260/A230 Konsentrasi
(ng/ )
78
Tabel Hasil Pengukuran Kemurnian dan Konsentrasi DNA genom Responden
(Lanjutan)
61 9 1.85 2.27 142.219
62 14 1.78 1.69 113.646
63 2 1.85 2.13 126.585
64 3 1.88 2.20 99.917
65 18 1.81 1.85 80.992
66 81 1.85 1.00 74.072
67 15 1.81 2.19 81.774
68 31 1.77 1.90 94.458
69 34 1.82 2.14 105.785
70 44 1.82 1.96 102.408
71 43 1.79 1.51 102.369
72 26 1.80 1.56 90.571
73 6 1.98 0.50 120.304
74 1 1.82 2.09 106.134
75 7 1.86 2.13 75.853
76 10 1.82 1.96 104.128
77 5 1.79 1.51 102.999
78 16 1.80 1.56 103.564
79 11 1.98 0.50 80.143
80 12 1.82 2.09 79.899
81 9 1.85 2.27 142.219
No Nomor
Sampel
Kemurnian
(A260/A280)
A260/A230 Konsentrasi
(ng/ )
79
Lampiran 7. Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan Hb
Tabel Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan Hb
No Nama
Sampel
Nama
umum HGVS kode Lokasi gen
Tipe
genotip
1 Sampel
21
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-I-
5(G-C) HBB:c.92+5G>c
Intravenous
Sequence 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
2 Sampel
26
CD2 (T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
3 Sampel
43
IVS-I-
5(G-C) HBB:c.92+5G>c
Intravenous
Sequence 1 Heterozigot
4 Sampel
47 N N N N
5 Sampel
52 N N N N
6 Sampel
54 N N N N
7 Sampel
59
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
8 Sampel
67
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
81(C-T) HBB:c.315+81C>T
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
Lampiran 7
80
Tabel Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan DNA (Lanjutan)
No Nama
Sampel
Nama
umum HGVS kode Lokasi gen
Tipe
genotip
9 Sampel
79
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
10 Sampel
1
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
11 Sampel
10, 57
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
12 Sampel
48 N N N N
13 Sampel
57
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
14 Sampel
64 N N N N
15 Sampel
65
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
16 Sampel
4
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
81
Tabel Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan DNA (Lanjutan)
No Nama
Sampel
Nama
umum HGVS kode Lokasi gen Tipe genotip
17 Sampel
6
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
18 Sampel 8 N N N N
19 Sampel 15 N N N N
20 Sampel 18
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
21 Sampel 22 N N N N
22 Sampel 27
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-I-
5(G-C) HBB:c.92+5G>c
Intravenous
Sequence 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
23 Sampel 28
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
81(C-T) HBB:c.315+81C>T
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
24 Sampel 53
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
82
Tabel Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan DNA (Lanjutan)
No Nama
Sampel
Nama
umum HGVS kode Lokasi gen Tipe genotip
25 Sampel
19
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
26 Sampel
78 N N N N
27 Sampel
51 N N N N
28 Sampel
46 N N N N
29 Sampel
36
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
30 Sampel
35 N N N N
31 Sampel
15
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) BB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
32 Sampel 9
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
34 Sampel 5
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
83
Tabel Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan DNA (Lanjutan)
No Nama
Sampel
Nama
umum HGVS kode Lokasi gen Tipe genotip
35 Sampel 3
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
36 Sampel 44
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
37 Sampel 50
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
38 Sampel 86
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
39 Sampel 83
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
40 Sampel 34 IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
41 Sampel 75
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
84
Tabel Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan DNA (Lanjutan)
No Nama
Sampel
Nama
umum HGVS kode Lokasi gen Tipe genotip
42 Sampel 49
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
43 Sampel 14
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
44 Sampel 72
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Homozigot
varian
IVS-I-
5(G-C) HBB:c.92+5G>c
Intravenous
Sequence 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
45 Sampel 12
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
46 Sampel 31
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
47 Sampel 69 CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
48
Sampel 7
CD2(T-C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-I-
5(G-C) HBB:c.92+5G>c
Intravenous
Sequence 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
85
Tabel Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan DNA (Lanjutan)
No Nama
Sampel
Nama
umum HGVS kode Lokasi gen Tipe genotip
49 Sampel
82 N N N N
50 Sampel
81
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
51 Sampel
32
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
52 Sampel
45
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
53 Sampel
60
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
54 Sampel
62
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
55 Sampel
66
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
86
Tabel Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan DNA (Lanjutan)
No Nama
Sampel
Nama
umum HGVS kode Lokasi gen Tipe genotip
56 Sampel
70
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
57 Sampel
74
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
58 Sampel
85
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
59 Sampel
20
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
60 Sampel
23
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
61 Sampel
39
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
87
Tabel Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan DNA (Lanjutan)
No Nama
Sampel
Nama
umum HGVS kode Lokasi gen Tipe genotip
62 Sampel
61
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
63 Sampel
63
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
64 Sampel
73
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
65 Sampel
76 N N N N
66 Sampel
77 N N N N
67 Sampel
17
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
68 Sampel
24
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-I-
5(G-C) HBB:c.92+5G>c
Intravenous
Sequence 1 Heterozigot
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
69 Sampel
40
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
70 Sampel
84
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1 Heterozigot
88
Tabel Hasil Sequencing DNA dan Pemeriksaan DNA (Lanjutan)
No Nama
Sampel
Nama
umum HGVS kode Lokasi gen Tipe genotip
71 Sampel
16 N N N N
72 Sampel
11
CD2(T-
C) HBB:c.9T>C Ekson 1
Homozigot
varian
IVS-II-
16(G-C) HBB:c.315+16G>C
Intravenous
Sequence 2
Homozigot
varian
IVS-II-
74(T-G) HBB:c.315+74T>G
Intravenous
Sequence 2 Heterozigot
89
CURICULUM VITAE
Nama : Raissya Armilla
Panggilan : Raissya
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat, Tanggal, Lahir : Jakarta, 9 Januari 1997
Usia : 20 Tahun
Golongan Darah : B
Mobile : 081280390992
Agama : Islam
E-Mail : [email protected]
Alamat : Jalan Batam No. 8 Benda Baru – Pamulang,
Tanggerang Selatan
Pendidikan:
a. Elementary School : Ibtidaiyah Madrasah Pembangunan UIN Jakarta
b. Junior High School : SMP Negri 19 Jakrta
c. Senior High School : SMA Negri 34 Jakarta
d. University : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi:
Anggota paskibra Ibtidaiyah Madrasah Pembangunan UIN Jakarta
Anggota paduan suara SMA Negri 34 Jakarta
Anggota photography SMA Negri 34 Jakarta
Anggota CIMSA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penghargaan:
Juara 2 Lomba Puisi Ibtidaiyah Madrasah Pembangunan UIN Jakarta
Juara 3 Spelling Bee English First
Juara 3 English Debate EF
Juara 1 Painting Intermediate Class ITC BSD