Download - PenanggungJawab - kemhan.go.id
Tulisan yang dimuat, isinya tidak selalu merupakan keinginan, cerminan,
ataupun pemikiran dari Redaksi Majalah , tetapi menjadi
tanggung jawab dari penulis ditinjau dari aspek hukum dan akademis.
“SATRIA”
Penanggung Jawab :
:
Sekretariat :
Mayjen TNI Suwarno, S.IP, M.Sc
Marsma TNI Djoko Setiono, S.AP
1. Brigjen TNI Yoedhi Swastanto, M.B.A.
Kolonel Inf Sammy Ferrijana, S. Sos., M.Si
1. Kolonel Inf. Drs. Wardoyo, M.M.
2. Kolonel Kav. Sudono
3. Kolonel Inf. Budi Susijanto
4.
5. Letkol Caj (K) Meizya Silawati
Penata Tk.I III/d Dwi Widodo, S.Kom., M.M.
1. Mayor Sus M.T. Haifal Hasibuan, S.S
2. Penda Tk.I III/b Manahan L. Tobing
3. Penda Tk. III/b Kunto Setiadji, S.Pd, M.M
Pengatur Tk. I II/d Sumardiyanto
Pengatur Tk. I II/dAndriansyah
Jl. Salemba Raya No. 14, Jakata Pusat, 10430
Telp. 021 - 3107730 / 3107732
Faks. 021 - 3107301 / 3107948
email : [email protected]
Redaktur :
Redaktur :
Ketua Sekretariat
Anggota
Ketua Editor/Penyunting :
Editor :
Design Grafis :
Diterbitkan Oleh :
Badiklat Kemhan RI
Percetakan :
2. Laksma TNI Ir. Sudibyo
Letkol Caj. Nitya Pramudita, SS
6. Letkol Cku Drs. Budi Santosa, M.M
8. Penata III/c Sambas, S.E.
9.
10.
11. Penata Tk. I III/d Isbandiah, S.E.
3. Pembina Tk.I IV/b Drs. Sutrimo, M.M., M.Si
7. MayorAdm Rokhmat, S.Pd., M.Si
Penata III/d Welly Norman N, S.H., M.M.
Penata III/c Dedi Kuswandi, S.Sos, M.M.
12. Penata Tk. I III/d Dra. Noenik SM.
13. Mayor Chb Harto Santoso, S.Pd.
14. Kapten Caj Hardoyo
15. Penda Tk. I/IIIb Ina Nurhayati Thursina, S.E.
16. Penda Tk. I III/b Didik Pratmaja Indra P
Pengatur Tk. I II/d M. Solihin,A.Md.
Pengatur Tk. I II/d Edi Kurniawan
/Penyunting
dan Photographer
(Isi di luar tanggung jawab percetakan)
DARI REDAKSI
P e m b a n g u n a n K a r a k t e r d a n j a t i d i r i s e r t a u p a y a
penumbuhkembangan keteladanan merupakan hal penting dalam
memahami konsepsi Ketahanan Nasional. Dalam perwujudannya, perlu
ditumbuhkembangkan suatu pembinaan dengan pendekatan bottom up
(diawali dari ketahanan pribadi, ketahanan keluarga, ketahanan lingkungan,
ketahanan wilayah/Masyarakat, dan bermuara dengan diwujudkannya
secara nyata kondisi Ketahanan Nasional). Ketahanan Nasional (national
Resilience) pada hakikatnya merupakan tingkat peradaban suatu bangsa
yang tidak hanya dapat diukur atas dasar parameter kemampuan
, pertumbuhan ekonomi, dan pendapatan per kapita suatu
bangsa/Negara, tetapi juga ditentukan oleh kondisi sosial-politik,
perlindungan HAM, tingkat demokrasi, tingkat kemiskinan, kemampuan
suatu bangsa untuk memiliki keunggulan komparatif dan kompetitf di era
globalisasi, kemajuan pendidikan dan sains serta teknologi dan sebagainya,
yang semuanya sebenarnya merupakan bagian integral
dari bangsa dan Negara yang bersangkutan.
Dalam kerangka pembangunan ketahanan nasional yang kuat,
perpaduan antara pendekatan (pribadi-pribadi anak bangsa yang
berkarakter dan berjati diri) dan (kebijakan pemerintah dan
keteladanan dari pemimpin) akan menghasilkan pendekatan system yang
lengkap dan terpadu. Namun kita merasakan betapa pentingnya peranan
atau lebih tepat di sebut kepemimpinan .
Seorang pemimpin yang baik tidak sepenuhnya dapat di didik atau
direkayasa untuk dibentuk melalui tetapi juga tidak lepas dari
karakter unggul yang terbentuk atas dasar interaksi dan sinergi kejiwaan
yang positif dalam pengalaman hidupnya baik sebagai pribadi individu
maupun dalam lingkungan kerja dan sosial-masyarakat serta bangsa dan
Negara.
Sejalan tema yang diangkat pada penerbitan majalah SATRIA Vol.8
No. 2 Tahun 2012 yaitu: “
” pada edisi kali ini beberapa penulis
memberikan sumbang pikiran dalam menjawab tantangan dalam
membangun karakter bangsa diantaranya “Peran Pemimpin dalam
Pembangunan Karakter Nasional”, “Pembangunan Karakter Bangsa melalui
penyamaan persepsi dalam memandang Konsep Pertahanan Negara” dan
“Pembangunan Karakter diorientasikan pada Wawasan Kebangsaan”.
Diharapkan tulisan-tulisan yang ada pada edisi kali ini akan lebih
membuka cakrawala dan memberikan warna terhadap wawasan kita dalam
memahami kondisi Bangsa Indonesia saat ini dan juga bagaimana Bangsa
Indonesia menghadapi berbagai perubahan yang akan terjadi di masa depan.
Melalui penerbitan majalah ini pula diharapkan agar para pembaca dapat
melihat dan menumbuh kembangkan intisari dari artikel-artikel tulisan ini
dalam upaya memberikan kontribusi untuk kepentingan pertahanan negara.
Jakarta, penghujung Juni 2012
Defence and
Security
Human and National
Capabilities
bottom up
top-down
the
man behind the system (leadership)
science
Membangun Karakter Personel Kemhan dan TNIdalam rangka Mewujudkan Pertahanan Negara yang Tangguh melalui
,National and Character Building
PESAN MUTIARA
PANGLIMA BESAR
JENDERAL SOEDIRMAN
DAFTAR ISI
“Hendaknya perjuangan kita
harus kita dasarkan pada kesucian.
Dengan demikian, perjuangan lalu
merupakan perjuangan antara jahat
melawan suci. Kami percaya bahwa
perjuangan yang suci itu senantiasa
mendapatkan pertolongan dari
Tuhan.
Apabila perjuangan kita
sudah berdasarkan atas kesucian,
maka perjuangan ini pun akan
berwujud perjuangan antara
kekuatan lahir melawan kekuatan
bathin. Dan kita percaya kekuatan
bathin inilah yang akan menang.
Sebab jikalau perjuangan kita tidak
suci perjuangan ini hanya akan
berupa perjuangan jahat melawan
tidak suci, dan perjuangan lahir
melawan lahir juga, tentu akhirnya
si kuat yang akan menang.
Telah diakui oleh beberapa
pemimpin perjuangan di berbagai
tempat, bahwa kemunduran dan
kekalahan yang diderita oleh
barisan yang berjuang itu adalah
manakala anggota-anggota barisan
tadi mulai tidak suci lagi dalam
perjuangannya dan rusuh dalam
tingkah laku dan perbuatannya.”
FOKUS
OPINI
4
24
36
12
52
64
72
84
98
LANGUAGE CORNER
108
BERITA BADIKLAT
112
PERAN PEMIMPIN DALAM
PEMBANGUNAN KARAKTER
NASIONAL
MEMBANGUN KARAKTER
PERSONEL KEMHAN DAN TNI
DALAM RANGKA MEWUJUDKAN
PERTAHANAN NEGARA YANG
TANGGUH MELALUI NATIONAL
AND CHARACTER BUILDING
PEMBANGUNAN KARAKTER
BANGSA MELALUI PENYAMAAN
PERSEPSI KOMPONEN BANGSA
DALAM MEMANDANG KONSEP
PERTAHANAN NEGARA
PEMBANGUNAN KHARAKTER
DIORIENTASIKAN PADA
WAWASAN KEBANGSAAN
MEMBANGUN KARAKTER
PERSONEL KEMHAN DAN TNI
DALAM RANGKA MEWUJUDKAN
PERTAHANAN NEGARA YANG
TANGGUH MELALUI NATIONAL
CHARACTER BUILDING
PANCASILA DAN TANTANGAN
LIBERALISASI POLITIK
WIDYAISWARA, SATU DARI
SEPULUH KOMPONEN
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
ETIKAL BENCHMARKING SUATU
STUDI KOMPARASI MANAJEMEN
KUALITAS
UPAYA PEMBELAAN NEGARA
DAN USAHA PERTAHANAN
NEGARA
KETAKSAAN PENGGUNAAN
UNSUR SERAPAN BAHASA ARAB
KEGIATAN DIKLAT BADIKLAT
KEMHAN TW.II TA. 2012
4
52
15
98
1. Pendahuluan.
G l o b a l i s a s i t e l a h
melahirkan nilai-nilai universal
y a n g b e r d a m p a k p a d a
perubahan karakter dalam
kehidupan umat manusia di
dunia tanpa kecuali, termasuk
Indonesia. Keberlangsungan
kehidupan berbangsa dan
bernegara seakan-akan terputus
dengan sejarah masa lalu, nilai-
nilai ideologi bangsa, budaya,
dan nilai-nilai agama kurang
mendapatkan perhatian yang
selayaknya, kebhinekaan dalam
kesatuan mulai memudar.
Menurut Endang Sumantri,
bangsa Indonesia mengalami
masa-masa
dan Kondisi
seperti ini memicu masyarakat
untuk bertindak anarkis dalam
menampakan antisosial dan
a n t i k e m a p a n a n ,
berdemonstrasi dengan cara
merusak. Kehidupan bernegara
y a n g m e n g e d e p a n k a n
kepentingan pribadi atau
kelompok masing-masing
dengan menggunakan berbagai
cara. Disadari bahwa karakter
nasional merupakan hal sangat
esensial dalam berbangsa dan
bernegara, dengan kala lain,
hi langnya karakter akan
m e n y e b a b k a n h i l a n g n y a
generasi penerus bangsa.
Karakter Nasional berperan
sebagai “kemudi” dan kekuatan
sehingga bangsa ini tidak
terombang-ambing. Karakter
Nasional tidak datang dengan
sendir inya , te tap i harus
dibangun dan dibentuk untuk
m e n j a d i b a n g s a y a n g
bermartabat.
P r e s i d e n R e p u b l i k
Indonesia, Susilo Bambang
discontinue, unlinier,
unpredictable.
FOKUS
4 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Oleh : Marsekal Pertama TNI Karibiyama
PERAN PEMIMPIN
DALAM PEMBANGUNAN
KARAKTER NASIONAL
5SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Yudhoyono pada puncak
peringatan Hari Pendidikan
Nasional 2010 menegaskan “
Pembangunan watak
adalah amat penting.
Kita ingin membangun manusia
Indonesia yang berakhlak
b e r b u d i p e k e r t i , d a n
berperilaku baik. Bangsa kita
ingin pula memiliki peradaban
yang unggul dan mulia .
Peradaban demikian dapat kita
capai apabila masyarakat yang
baik . dan dapat
ki ta wujudkan manakala
manusia-manusia Indonesia
adalah manusia yang berakhlak
dan berwatak baik, manusia
yang bermoral dan beretika
baik, serta manusia yang
bertutur dan berperilaku baik
p u l a . P e n c a n a n g a n
p e m b a n g u n a n k a r a k t e r
nasional oleh Presiden Republik
Indonesia sebagai tonggak
d i m u l a i n y a r e v i t a l i s a s i
p e m b a n g u n a n k a r a k t e r
nasional, serta implementasi
pembangunan karakter oleh
semua komponen bangsa dan
aktualisasi nilai-nilai karakter
secara nyata dalam bentuk aksi
n a s i o n a l d a l a m r a n g k a
m e m a n t a p k a n l a n d a s a n
spiritual, moral, dan etika
pembangunan bangsa sebagai
upaya untuk menjaga jati diri
bangsa dan memperkokoh
persatuan dan kesatuan bangsa
d a l a m n a u n g a n N K R I .
P e m b a n g u n a n k a r a k t e r
nasional harus dilakukan
melalui pendekatan sistematik
d a n i n t e g r a t i f d e n g a n
melibatkan keluarga; satuan
pendid ikan ; pemer in tah ;
masyarakat termasuk teman
sebaya, generasi muda, lanjut
usia, media massa, pramuka,
organisasi kemasyarakatan,
organisasi politik, organisasi
profesi, lembaga swadaya
masyarakat; kelompok strategis
seperti elite struktural, elite
politik, wartawan, budayawan,
agamawan, tokoh adat, serta
tokoh masyarakat. Adapun
strategi pembangunan karakter
dapat di lakukan melalui
s o s i a l i s a s i , p e n d i d i k a n ,
pemberdayaan, pembudayaan,
d a n k e r j a s a m a d e n g a n
m e m p e r h a t i k a n k o n d i s i
lingkungan dan kebutuhan
masyarakat serta pendekatan
mult idis ipl in yang t idak
menekankan pada indoktrinasi.
Pembangunan karakter
nasional memiliki urgensi yang
sangat luas dan bersi fat
multidimensional. Sangat luas
k a r e n a t e r k a i t d e n g a n
p e n g e m b a n g a n
multiaspek potensi-potensi
keunggulan bangsa dan bersifat
multidimensional, mencakup
dimensi-dimensi kebangsaan
yang hingga saat ini sedang
dalam proses. Adalah benar
p e m b a n g u n a n k a r a k t e r
nasional tecermin dari misi
pembangunan nasional yang
memosis ikan pendidikan
karakter sebagai misi pertama
d a r i d e l a p a n m i s i g u n a
m e w u j u d k a n v i s i
p e m b a n g u n a n n a s i o n a l ,
sebagaimana tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005 –
2 0 2 5 ( U n d a n g - U n d a n g
Republik Indonesia Nomor 17
Tahun 2007), yaitu terwujudnya
karakter nasional yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia,
dan bermoral berdasarkan
Pancasila, yang dicirikan
dengan watak dan prilaku
manusia dan masyarakat
Indonesia yang beragam,
beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
l u h u r , b e r t o l e r a n ,
bergotongroyong, berjiwa
patriotik, berkembang dinamis,
dan berorientasi ipteks.
2.
.
M e n c e r m a t i d i n a m i k a
operasional para pemimpin saat
ini sangat bervariatif yang
disebabkan situasi, trend,
kondisi bawahan, organisasi,
lingkungan sehingga nilai nilai
kepemimpinan yang dahulu
mungkin cukup handal untuk
(character
building)
(good society)
Permasalahan.
a. K e p e m i m p i n a n
dioperasikan namun kini mulai
bergeser. Beberapa indikator
yang dapat ditampilkan adalah :
Terjebaknya para pemimpin
k e d a l a m k o t a k - k o t a k
kekuasaan yang berbeda visi
dan misi, sehingga cenderung
menimbulkan rivalitas yang
t i d a k s e h a t d a n b e l u m
m e n c e r m i n k a n
k e n e g a r a w a n a n , y a n g
cenderung individualis, lebih
berorientasi mementingkan
kepentingan pribadi/golongan
daripada kepentingan bangsa
d a n n e g a r a . L e m a h n y a
p e m a h a m a n w a w a s a n
kebangsaan dan etika moral
k e b a n g s a a n y a n g b e l u m
m e n c e r m i n k a n s e m a n g a t
nasionalisme yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya
bangsa. Hal ini terlihat dari
beberapa keputusan-keputusan
nasional belum sepenuhnya
menampung aspiratif yang
lebih merakyat, sehingga belum
dapat memberikan keteladanan
dan panutan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
ditunjukkan dengan banyaknya
sikap dan kebijakan yang tidak
konsisten dalam penerapannya.
dapat dilihat dari
peran pemimpin yang belum
mencerminkan sikap-sikap
s a t r i a , y a n g m a m p u
menyatukan kesatuan berfikir
yang meliputi masa lalu, masa
kini, dan masa mendatang,
belum menunjukkan tekad
membangun identitas dan
integritas nasional dengan
berlandaskan pada Pancasila
sebagai falsafah hidup bangsa,
ideologi, dan dasar negara
sebagai konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia
yang .
Lemahnya keteladanan, dapat
dilihat dari perilaku yang belum
mencerminkan tokoh teladan
yang patut dicontoh, dapat
membimbing, membina, dan
mengarahkan.
K e p e m i m p i n a n d i
Indones ia pada saat in i
seringkali dipraktekkan dengan
semangat individualist ik,
s e h i n g g a m e n i m b u l k a n
berbagai permasalahan di
l a p a n g a n . M e n g h a d a p i
kebutuhan dan tuntunan
bangsa yang majemuk ini
diperlukan kepemimpinan baik
dalam tataran kepemimpinan
praktis maupun strategis, untuk
m e l a k u k a n p e m e c a h a n
permasalahan bangsa secara
L e m a h n y a V i s i y a n g
berorientasi pada masa depan
Lemahnya karakter dan
integritasBhinneka Tunggal Ika
FOKUS
6 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
s i s t e m i k . I n d o n e s i a
memerlukan kepemimpinan
yang berwawasan kebangsaan
yang kuat, yang bersedia
menanggalkan kepentingan
pribadi, partai, golongan dan
kelompok demi kepentingan
bangsa dan negara, (Juwono
Sudarsono, 2007).
b. .
Nampaknya, pembangunan
karakter nasional yang sudah
diupayakan dengan berbagai
bentuk, hingga saat ini belum
terlaksana dengan optimal. Hal
itu tecermin dari kesenjangan
sosial, ekonomi, politik dan
k e t i d a k a d i l a n h u k u m ,
kerusakan lingkungan terjadi di
berbagai di seluruh pelosok
negeri, pergaulan bebas dan
pornografi di kalangan remaja,
kekerasan dan kerusuhan,
korupsi yang merambah pada
semua sektor kehidupan
m a s y a r a k a t . M a s y a r a k a t
Indonesia yang terbiasa santun
d a l a m b e r p e r i l a k u ,
melaksanakan musyawarah
mufakat dalam menyelesaikan
masalah, mempunyai kearifan
lokal yang kaya dengan
pluralitas, serta bersikap toleran
dan gotong royong, cenderung
berubah menjadi hegemoni
kelompok-kelompok yang
s a l i n g m e n g a l a h k a n ,
b e r p e r i l a k u t i d a k j u j u r ,
bergesernya nilai etika dalam
k e h i d u p a n b e r b a n g s a ,
m e m u d a r n y a k e s a d a r a n
terhadap nilai-nilai budaya
b a n g s a , m e l e m a h n y a
kemandirian bangsa yang
mengarah pada ancaman
disintegrasi bangsa. Semua itu
menegaskan bahwa terjadi
ketidakpastian jati diri dan
k a r a k t e r n a s i o n a l y a n g
bermuara pada, disorientasi
dan belum dihayatinya nilai-
nilai Pancasila sebagai filosofi
dan ideologi bangsa.
Di daerah tertentu muncul
keinginan untuk melepaskan
diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI)
karena ketidakpuasan terhadap
p e m b a g i a n “ k u e ”
pembangunan dari pusat. Nilai-
nilai nasionalismepun turut
melemah, Pancasila sudah
mulai jarang dibicarakan dalam
k o n t e k s k e n e g a r a a n ,
k e b a n g s a a n d a n
kemasyarakatan (Asshiddiqie,
2009). Partai politik yang
seharusnya memiliki peran
yang sangat vital dalam proses
pendidikan politik sekaligus
sebagai pemain di barisan
terdepan berkewajiban untuk
melakukan pendidikan politik
bagi rakyat, pada kenyataannya
pendidikan pol i t ik yang
dilakukan oleh parpol selama
i n i l e b i h b a n y a k t i d a k
m e m b e r i k a n k e s a d a r a n ,
partisipasi, dan kepribadian
politik. tetapi lebih kepada
mobilisasi, dan transaksional.
S e h i n g g a p a r p o l t i d a k
melakukan pemberdayaan
, malah justru yang
terjadi adalah “pemperdayaan”
masyarakat. Kondisi tersebut
t e n t u n y a t i d a k a k a n
menguntungkan bagi bangsa
dan negara Indonesia, dan kalau
dibiarkan saja permasalahan ini
berlarut-larut akan semakin
menjerumuskan bangsa ini
menuju jurang kehancuran.
Menurut Stephen Covey,
bahwa sebenarnya ada tiga teori
utama yang mendasarinya
p e m b e n t u k a n k a r a k t e r
manusia, yaitu ; Pertama,
pada
dasarnya karakter seseorang
terbentuk dari faktor genetik
atau keturunan. Sifat ini
diteruskan dari generasi ke
generasi berikutnya. Menurut
teori perkembangan karakter
Determinisme Genetis, karakter
seseorang seperti itu karena
orang tersebut memang
dilahirkan dengan Gen dan
DNA seperti itu. Kedua,
, pada
dasarnya pengalaman yang
membentuk kecenderungan
pribadi dan susunan karakter
pada seseorang. Menurut teori
p e r k e m b a n g a n k a r a k t e r
Determinisme Psikis, kelebihan
K a r a k t e r N a s i o n a l
3 . P r o s e s P e m b e n t u k a n
Karakter.
(empowering)
Determinisme Genetis,
Determinisme Psikis
7SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
dan kekurangan kepribadian
seseorang sangat dipengaruhi
oleh didikan orang tua jejak
dini; Ketiga,
pada dasarnya
karakter seseorang terbentuk
dari kondisi l ingkungan.
Menurut teori perkembangan
k a r a k t e r D e t e r m i n i s m e
Lingkungan, karakter dan
tingkat kehidupan sosial
seseorang sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan sosial,
profesi dan tempat mereka
bekerja, Ditambahkan oleh
Stephen Covey, semua teori
pembentukan karakter didasari
oleh hukum Aksi dan Reaksi
atau hukum Stimulus dan
Respon, atau disebut juga
sebagai hukum
S e s e o r a n g
bertindak karena ada stimulus
atau rangsangan dari luar
dirinya.
U r a i a n d i a t a s
m e n u n j u k k a n b e t a p a
p e n t i n g n y a p e n g a r u h
d a l a m
p e m b e n t u k a n k a r a k t e r .
Karakter nasional adalah
kualitas perilaku kolektif
kebangsaan yang khas baik
y a n g t e c e r m i n d a l a m
kesadaran, pemahaman, rasa,
karsa, dan perilaku berbangsa
dan bernegara. sebagai hasil
olah pikir, olah hati, olah rasa
dan karsa, serta olah raga
seseorang atau sekelompok
o r a n g . K a r a k t e r b a n g s a
Indonesia akan menentukan
perilaku kolektif kebangsaan
Indonesia yang khas baik yang
tecermin dalam kesadaran,
pemahaman, rasa, karsa, dan
p e r i l a k u b e r b a n g s a d a n
bernegara Indonesia yang
b e r d a s a r k a n n i l a i - n i l a i
Pancasila, norma UUD 1945,
keberagaman dengan prinsip
Bhinneka Tunggal Ika, dan
komitmen terhadap NKRI.
Adalah benar bahwa dalam
pembentukan karakter nasional
bersifat multi dimensi yang
harus melibatkan berbagai
komponen bangsa, namun
menurut penulis pembentukan
karakter nasional harus dimulai
dari tataran tingkat atas. Dalam
b e r b a g a i h a l u p a y a
penyelesaian tidak selamanya
harus dimulai dari akar rumput,
demikian pula pembentukan
karakter nasional, peranan
k e p e m i m p i n a n s a n g a t
menentukan, oleh karena aksi
dan perilaku seorang pemimpin
akan direspon dan direaksi oleh
para pengikutnya.
Hakekat kepemimpinan
adalah seni dan ilmu dalam
mempengaruhi, mengajak,
mengarahkan dan manusia
yang dipimpinnya, untuk
secara sadar dan ikhlas serta
penuh ketaatan dan kepatuhan
mau melaksanakan sesuatu bagi
tercapainya tujuan bersama.
Jadi, jelas bahwa peran
p e m i m p i n d a l a m s u a t u
masyarakat bangsa sangat
penting, karena ia merupakan
jiwa atau rohnya masyarakat
bangsa yang bersangkutan
dalam mewujudkan cita-cita
dan tujuan, bila pemimpinnya
menjalankan kepemimpinan
secara benar, baik dan beradab,
maka masyarakat bangsa dan
negara yang dipimpinnya juga
akan benar, baik dan beradab.
Determinisme
Lingkungan,
Rangsangan
d a n R e s p o n .
4. Kepemimpinan yang
d i h a r a p k a n d a l a m
mengimplementasikan nilai-
nilai.
d e t e r m i n i s m e
FOKUS
8 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
a. Kepemimpinan berkarakter
dan integritas kuat.
Menurut Rendal P. White
(1977) dalam bukunya
mengatakan bahwa
pemimpin pada masa yang
akan datang adalah pemimpin
yang memiliki kepemimpinan
y a n g h a n d a l . B e r a r t i
k e p e m i m p i n a n t e r s e b u t
b u k a n l a h s t a t i s , t e t a p i
kepemimpinan bersifat aktif
dan dinamis serta dapat
menyesuaikan perubahan
zaman. Sedangkan T.B. Silalahi
(2006) menyatakan bahwa
,
leadership milik suatu masa
ter tentu , berbeda sesuai
p e r u b a h a n l i n g k u n g a n
strategis, politik, ekonomi,
sosial budaya dan pertahanan
keamanan. Dengan demikian
kehadiran seorang pemimpin
yang handal, kuat, aktif,
d i n a m i s d a n d a p a t
menyesuaikan perubahan
l i n g k u n g a n s t r a t e g i s
d i h a r a p k a n m a m p u
m e n y e l e s a i k a n b e r b a g a i
masalah secara profesional dan
propors iona l . Menyikapi
kondisi yang ada, selanjutnya
diperlukan pengembangan
strategi untuk membangun
kemampuan kepemimpinan
yang memiliki kesadaran dan
kesiapan untuk maju secara
bersama-sama, meningkatkan
wawasan pengetahuan dan
keterampilan kepemimpinan
praktis dan strategis serta
penguasaan prilaku etisnya
melalui pembangunan karakter.
F i g u r p e m i m p i n
berkarakter dan integritas kuat
serta konsisten terhadap
berbagai ketentuan yang
berlaku serta menjalankan
prinsip kepemimpinan yang
s e s u a i d e n g a n t u n t u t a n
masyarakat, maupun nilai-nilai
budaya yang melekat didalam
kehidupan masyarakat dan
bangsa Indonesia saat ini dan ke
d e p a n , s e i r i n g d e n g a n
p e m b a n g u n a n k a r a k t e r
nasional “
” (Abdul Rahman
Saleh, Kompas 21Juli 2007).
Selanjutnya, pemimpin yang
dapat menjadi panutan dan
teladan, karena tindakannya
sesuai dengan perbuatannya
d a p a t b e r p e r a n u n t u k
menumbuhkan karakter dan
integritas kepada masyarakat
luas. Pemimpin yang seperti ini,
mempunyai semangat melayani
dan penuh pengorbanan untuk
kepentingan rakyat banyak,
j u j u r d a n t e r p e r c a y a ,
bertanggung jawab, punya
disiplin tinggi atau disimpulkan
sebagai pemimpin memiliki
integritas dan karakter yang
kuat. Dengan demikian sosok
pemimpin yang kuat sekaligus
mampu menggerakkan orang
yang dipimpin untuk mencapai
cita-cita yang ingin dituju pada
masa depan. Kredibil i tas
pemimpin yang berintegritas
d a p a t p u l a d i l i h a t d a r i
keyakinan yang dimiliki, rasa
respek dari orang banyak,
ungkapan kepedulian atas
kesejahteraan orang lain,
keberanian atau kemauan
untuk bertanggung jawab atas
keyakinannya , mengakui
kesalahan dan mengubah
perilaku diri apabila perlu. Dia
the future
of leadership,
leadership is an art and science
integrity is not
negotiable
9SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
juga memiliki ketenangan batin,
pengungkapan secara konsisten
reaksi emosional yang tepat,
terutama pada situasi krisis.
a k h i r n y a d i a m e m i l i k i
kompetensi, keahlian sesuai
dengan posisi, tugas dan jabatan
yang diembannya. Pemimpin
di dimanapun dituntut untuk
selalu taat kepada aturan dan
perundang-undangan yang
berlaku tanpa berharap adanya
to lerans i karena dir inya
berkuasa. Substansi dari hal ini
adalah nilai-nilai keadilan,
kearifan, tidak diskriminatif,
konsisten serta dan konsekwen
dari seorang pemimpin tidak
lagi dibedakan dengan warga
masyarakat lainnya terutama
t e r h a d a p o r a n g y a n g
dipimpinnya.
Secara umum, hal yang
s a n g a t m e n d a s a r u n t u k
keberhasilan suatu negara
dalam mewujudkan cita-cita
dan tujuan nasionalnya adalah
apabila negara itu memadukan
persatuan dan keutuhan bangsa
dalam pemikiran, sikap dan
tindakannya melalui para
pemimpinnya yang mampu
m e w a d a h i b e r b a g a i
kepentingan bangsa dan negara
di dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
D a l a m p e r a n a n
membangun karakter nasional,
kepemimpinan membutuhkan
sumber daya manusia (SDM)
y a n g b e r k u a l i t a s ,
berkemampuan iptek dan seni
yang dilandasi nilai-nilai
ideologi bangsa, serta dapat
berinteraksi dengan komponen
bangsa lainnya dalam hidup
bersama yang bermanfaat.
Kepemimpinan harus berperan
mengimplementasikan falsafah
Pancasila ke dalam kehidupan
d a l a m o r g a n i s a s i ,
bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara, mengembangkan
wawasan kebangsaan dan
upaya-upaya peningkatan
k u a l i t a s S D M d a l a m
pembangunan. Fungsi jabatan,
kepemimpinan harus mampu
mendorong berfungsinya
manajemen dan kelembagaan,
pembangunan pendidikan, dan
pembangunan hukum dan
aparatur untuk mengantisipasi
perkembangan lingkungan
strategis. Pemimpin di berbagai
tingkatan wajib berpartisipasi
dan mendorong berfungsinya
manajemen dan kelembagaan
d a l a m m e n g a n t i s i p a s i
perkembangan lingkungan
strategis untuk menghasilkan
manfaat.
Dalam hal penerapan nilai
R e f o r m a s i B i r o k r a s i ,
kepemimpinan harus dapat
mengawal sistem manajemen
nasional (Sismennas) dan
strategi implementasi reformasi
birokrasi dalam rambu-rambu
, y a k n i
membangun kepercayaan
masyarakat , membangun
komitmen dan partisipasi,
mengubah pola pikir, budaya
dan nilai-nilai kerja dan
memastikan keberlangsungan
b e r j a l a n n y a s i s t e m .
Kepemimpinan harus dapat
berfungsi mengawal proses
pembangunan dan hasi l -
hasilnya dapat dirasakan oleh
warga bangsa di seluruh
wilayah nusantara serta harus
dapat mengawal strategi
i m p l e m e n t a s i r e f o r m a s i
birokrasi (PURB, 2008) yakni :
membangun kepercayaan
masyarakat , membangun
komitmen dan partisipasi,
mengubah pola pikir, budaya
dan nilai-nilai kerja dan
memastikan keberlangsungan
berjalannya sistem, dan yang
takkala pentingnya adalah
kepemimpinan harus mampu
m e n g a w a l s e l u r u h S D M
senantiasa dalam
mengantisipasi perubahan.
Dengan demikian dibutuhkan
kemampuan kepemimpinan
u n t u k
menjalankannya pada tatanan
Sismennas.
U r a i a n d i a a t a s
menunjukkan bahwa, peranan
k e p e m i m p i n a n n a s i o n a l
didukung oleh kepemimpinan
lembaga secara terstruktur
s a n g a t d o m i n a n d a l a m
p e m b a n g u n a n k a r a k t e r
b. Kepemimpinan berbasis
jati diri bangsa Indonesia.
g o o d g o v e r n a n c e
steady state
e x t r a o r d i n a r y
FOKUS
10 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
n a s i o n a l . I m p l e m e n t a s i
kepemimpinan dari baik tingkat
bawah terlebih di tingkat
n a s i o n a l h a r u s m a m p u
menerapkan pendekatan secara
seimbang, serasi dan selaras
terhadap pelaksanan visi dan
misi serta tujuan nasional
selaras dengan dinamika
kehidupan poli t ik dalam
kondisi paradigma nasional
( P a n c a s i l a , U U D 1 9 4 5 ,
Wawasan Nusantara dan
K e t a h a n a n N a s i o n a l ) .
S e l a n j u t n y a , m a m p u
melakukan pelestarian nilai
dan nilai
dalam kepemimpinan. Nilai-
n i l a i d a l a m s e j a r a h
kepemimpinan di Indonesia
menun jukkan tekad dan
s e m a n g a t k o m i t m e n
k e b a n g s a a n , s e m a n g a t
keteladanan dan pekerja keras,
cerdas menyatukan bangsa
yang dilandasi oleh kearifan
dan kesadaran bahwa Indonesia
secara politis merupakan
Negara Kesatuan dengan
masyarakat yang berbhineka.
Pelestarian nilai dimaksud
memerlukan ; pemeliharaan
p o l a b u d a y a
manajemen
k e t e g a n g a n
pencapaian
tujuan
penyesuaian
kesatupaduan
penyesuaian tujuan
digunakan
u n t u k m e m p e r t a h a n k a n
e k s i s t e n s i d a r i g e l a g a t
p e r u b a h a n n i l a i y a n g
m e n i m b u l k a n p e r b e d a a n
persepsi sebagai dampak dari
g l o b a l i s a s i , d i n a m i k a
p e m b a n g u n a n , i l m u
p e n g e t a h u a n , k e m a j u a n
teknologi serta alih generasi.
Peranan kepemimpinan
dalam implementasi nilai-nilai
y a n g d i h a r a p k a n d a l a m
membangun karakter nasional
adalah perbaikan sistem kerja
dan perbaikan kualitas produk
dilaksanakan melalui proses
membangun kepercayaan
masyarakat, mengkomunikasi
perubahan dalam rangka
pembentukan perilaku yang
diinginkan melaui penerapan
komitmen dan partisipasi,
p e r b a i k a n o r g a n i s a s i ,
ketatalaksanaan dan sistem
manajemen SDM melalui
perubahan pola pikir, budaya
dan nilai-nilai kerja serta
memastikan keberlangsungan
b e r j a l a n n y a s i s t e m d a n
terjadinya perubahan. Peranan
tersebut akan mewujutkan
p e m b a n g u n a n k a r a k t e r
nasional diharapkan akan
mengerucut pada tiga tataran
yaitu : menumbuhkan dan
memperkuat jati diri bangsa,
menjaga keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) , dan membentuk
manusia serta masyarakat
Indonesia yang berakhlak
mulia, berbudi pekerti, dan
berperilaku baik, memiliki
peradaban yang unggul dan
mulia dalam bangsa yang
bermartabat. **
instrinsik ekstrinsik
( P a t t r e n
Maintenance) ,
( T e n s i o n
Management) ,
(Goal Attainment) ,
(Adaptation),
(Integration) dan
(Goal
Transformation),
11SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
PENDAHULUAN
R e f o r m a s i p e r t a h a n a n
negara sebagai bagian dari
reformasi nasional merupakan
kebutuhan strategis bangsa
Indonesia untuk mewujudkan
per tahanan negara yang
tangguh dalam mengawal
N K R I d e n g a n s e g a l a
kepentingannya. Reformasi
pertahanan negara yang telah
berlangsung lebih dari satu
d e k a d e m e r e f l e k s i k a n
komitmen pemerintah dan
bangsa Indones ia da lam
merespons tantangan dan
tuntutan perubahan, baik dari
tataran global dan regional
maupun nasional. Segenap
agenda dan substansi reformasi
di bidang pertahanan negara
telah dapat terlaksana dan
dengan hasil-hasil yang cukup
positif, mulai dari pemisahan
FOKUS
Oleh :Ir. Ken ChaidianLaksamana Pertama TNI
Direktur Bela Negara
ABSTRAKSI
Mewujudkan Pertahanan Negara yang tangguh sebagai sebuah visi yang telah
dirumuskan oleh Kementerian Pertahanan, merupakan tanggung jawab bersama
antara Personel Kemhan dan TNI selaku pelaksana kebijakan di bidang pertahanan
Negara yang didukung oleh komponen bangsa lainnya. Oleh karena itu, guna
mewujudkan visi tersebut diperlukan sumber daya manusia yang berkarakter kuat
sehingga memiliki kemampuan yang tanggap, tanggon dan trengginas, melalui
pembangunan karakter bangsa (National and Character Building). Dalam perpektif
pertahanan Negara, upaya National and Character Building dilaksanakan melalui
Pembinaan Kesadaran Bela Negara
“MEMBANGUN KARAKTER
PERSONEL KEMHAN DAN TNI DALAM RANGKA
MEWUJUDKAN PERTAHANAN NEGARA YANG TANGGUH
MELALUI NATIONAL AND CHARACTER BUILDING”
12 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
TNI dengan Polri berikut peran
dan fungsi kelembagaannya
hingga perubahan doktrin.
Secara konseptual, reformasi
bidang pertahanan negara
dilaksanakan secara bertahap
dan berlanjut meliputi struktur,
kultur dan tata nilai sebagai satu
kesatuan perubahan yang utuh
dan menyeluruh.
S e i r i n g d e n g a n e r a
globalisasi dengan dampak
ikutannya, maka Reformasi
m e n y e l u r u h d i b i d a n g
pertahanan juga harus diikuti
dengan penguatan karakter dan
moral Personel Kemhan dan
T N I , s e l a k u a k t o r y a n g
m e n g a w a k i p e n y u s u n a n
kebijakan dan penyelenggaraan
pertahanan negara. Hal ini
penting, mengingat karakter
sumber daya manusia memiliki
peran yang penting dan
strategis guna mewujudkan visi
dan misi pertahanan negara,
yaitu mewujudkan pertahanan
negara yang tangguh, guna
menjaga kedaulatan dan
k e u t u h a n N K R I s e r t a
keselamatan bangsa. Oleh
karena itu Personel Kemhan
dan TNI dituntut memiliki
sikap, perilaku dan tindakan
patriotisme, keteladanan serta
kinerja yang membanggakan
sehingga mampu menjadi
pendorong bagi tumbuhnya
efek penggentar (
) . Mengingat untuk
kemampuan pertahanan guna
m e w u j u d k a n p e r t a h a n a n
negara yang tangguh harus
diawaki oleh personel yang
profesional/berkualitas tinggi
d a n b e r k a r a k t e r k u a t .
Perpaduan karakter dan
profesionalisme pengawak
p e r t a h a n a n n e g a r a d a n
memberdayakan perumus
kebijakan akan menghasilkan
sumber daya pertahanan yang
memiliki sensitifitas terhadap
dinamika dan kompleksitas
ancaman dari luar negeri
dan/atau dari dalam negeri.
Pasca penandatanganan
Piagam PBB ( ) dan
pendeklarasian doktrin
a t a u h i d u p
berdampingan secara damai
tahun 1945 , penggunaan
angkatan bersenjata dari suatu
negara untuk melakukan agresi
terhadap negara lain dilarang
oleh PBB, karena merupakan
detterence
e f f e c t
UN Charter
peacefull
c o - e x i s t e n c e
DINAMIKA LINGKUNGAN
STRATEGIS
13SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
tindakan melanggar hukum
internasional. Namun spirit
untuk menguasai negara lain
masih tetap ada terutama dari
Negara-negara yang keluar
sebagai pemenang pada akhir
Perang Dunia II. Dominasi
penjajahan kemudian diganti
dengan cara lain yaitu melalui
cara-cara non fisik melalui
berbagai bidang kehidupan
seperti ekonomi, politik dan
sosia l budaya, teknologi
i n f o r m a s i , y a n g d a p a t
menyebabkan masyarakat
menjadi tidak berdaya, lemah
dan mudah dikuasai oleh
negara lain. Pemahaman perang
secara luas tidak terbatas pada
perang fisik/konvensional,
tetapi juga lebih bersifat halus
dan bersifat non fisik. Oleh
karena itu, perang bukan lagi
menjadi domain militer tetapi
melibatkan seluruh kekuatan
bangsa (
D a l a m p e r j a l a n a n n y a ,
memasuki era globalisasi yang
s a r a t d e n g a n d i n a m i k a
perubahan dan ketidakpastian,
s u d a h b a r a n g t e n t u
berimplikasi terhadap adanya
p e r u b a h a n g e o p o l i t i k ,
geoekonomi dan geososial
budaya global yang cukup
s i g n i f i k a n . P e r u b a h a n -
perubahan tersebut pada
gilirannya baik secara langsung
m a u p u n t i d a k l a n g s u n g
b e r p e n g a r u h t e r h a d a p
p e n e n t u a n k e b i j a k a n
pertahanan negara. Dinamika
lingkungan keamanan strategis
te rsebut mengisyara tkan
tantangan yang besar dan
kompleks bagi pertahanan
negara dalam mempertahankan
kedaulatan, keutuhan wilayah
dan keselamatan bangsa, yang
b e r k e m b a n g m e n j a d i
multidimensional, fisik dan
nonfisik, serta berasal dari luar
dan dari dalam negeri.
Harus diakui bahwa dalam
dinyatakan bahwa ancaman
invasi atau agresi militer negara
l a i n t e r h a d a p I n d o n e s i a
d i p e r k i r a k a n k e c i l
kemungkinannya. Begitupun
d e n g a n m e n c e r m a t i
perkembangan lingkungan
keamanan strategis Indonesia
pada saat ini dan dalam
beberapa tahun akan datang
belum terdapat indikasi suatu
ancaman militer konvensional
yang mengarah ke wilayah
I n d o n e s i a .
p e r n y a t a a n p o l i t i k d a n
diplomasi Presiden RI juga
dinyatakan bahwa Indonesia
tidak memiliki satu musuh pun
yang berupa negara, dengan
semboyan “
artinya bagi Indonesia
semua negara adalah teman
tanpa peduli permusuhan
negara tertentu dengan negara
lain. Namun demikian, kondisi
yang kondusif ini tidak lalu
m e m b u a t I n d o n e s i a
mengabaikan kesiapsiagaannya
d a l a m m e m b a n g u n
kemampuan bangsa untuk
melindungi NKRI. Oleh karena
itu, di sektor pertahanan negara
harus terus dipersiapkan
d e n g a n m e m a d u k a n
kemampuan pertahanan militer
dan nirmiliter untuk menangkalelement of national
power).
Buku Putih Pertahanan Indonesia
D i s i s i l a i n
millions friends zero
enemy”,
FOKUS
14 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
setiap kemungkinan ancaman
serta apabila kondisi memaksa,
mampu menghadapi segala
perubahan situasi.
Kiranya disadari bahwa saat
ini dan kemungkinannya ke
depan, bahwa ancaman yang
bersifat non militer masih akan
senantiasa mendominasi jenis
ancaman terhadap kedaulatan
negara. Sinyalemen ini diamini
oleh dunia internasional yang
terl ihat pada topik-topik
bahasan dalam forum
yang diselenggarakan
pada akhir bulan Maret 2012
yang lalu, dan dihadiri oleh
Sekjen PBB Ban Ki Moon, serta
para pemimpin, perwira militer,
a k a d e m i s i d a n p e m b u a t
kebijakan dari seluruh wilayah
Asia Pasifik, dan para delegasi
negara-negara Asia, Eropa,
Amerika dan Australia. Forum
diskusi yang mengambil tema
“
” ini mengindikasikan
bahwa pada era ini penggunaan
kekuatan militer lebih banyak
dikerahkan untuk kegiatan
Operasi Militer Selain Perang.
Globalisasi berlangsung
dengan cepat dan melanda
semua bangsa dan negara di
dunia dalam waktu dan periode
yang bersamaan atau serentak,
bersifat multi dimensional,
dengan proses kompleks yang
mempengaruhi intelektual,
emosional, sosial, politik,
ekonomi, dan dimensi budaya
di seluruh dunia. Kecen-
d e r u n g a n n y a d i b i d a n g
e k o n o m i , k o m u n i k a s i
berteknologi tinggi, kegiatan
s o s i a l , p o l i t i k s e r t a
kemanusiaan yang menjadi
semakin bertambah dalam
kancah internasional baik
dalam jangkauan maupun
peran.Fenomena perubahan
berbagai aspek kehidupan
dalam kancah persaingan global
seperti sekarang ini, dunia
dihadapkan pada ketidak-
pastian dan ketidak menentuan
,
memunculkan berbagai tekanan
dan tantangan atau bahkan
ancaman dari berbagai arah
terhadap negara.
Fenomena ancaman perang
d i a b a d m o d e r n y a n g
mengedepankan kekuatan non
militer karena meliputi seluruh
aspek kehidupan ini, oleh
sebagian kalangan disebut
d e n g a n b e n t u k “ p e r a n g
modern”, yaitu jenis perang
yang murah bila dibandingkan
dengan perang konvensional,
a k a n t e t a p i e f e k y a n g
ditimbulkan sangat dahsyat dan
fundamental karena dapat
merusak sendi-sendi kehidupan
berbangsa dan bernegara,
sebagaimana suatu bangsa
hancur oleh bangsanya sendiri
sendiri ( ). Jika
perang fisik akan butuh biaya
besar, tapi perang modern yang
mengandalkan dinilai
jauh lebih murah, efisien dan
efektif, karena yang diserang
adalah hati dan pikiran manusia
Jakarta
International Defence Dialog
(JIDD)
Military Operation Other Than
War
(turbulance and uncertainty)
Self-Destruction
soft power
15SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
16 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
dalam skema penja jahan
paradigmatis. Padahal hati dan
pikiran manusia (warga negara)
merupakan benteng pertahanan
terakhir yang dimiliki oleh
s u a t u b a n g s a d a l a m
menghadapi berbagai ancaman.
Karena, “
”.
Perang jenis ini biasanya
dilakukan oleh aktor non negara
( ) dan juga negara
atau kelompok atau siapapun
yang memiliki kemampuan dan
akses terhadap jaringan sistem
informasi dan atau sistem
telekomunikasi ( ).
Fenomena ini oleh berbagai
kalangan disebut juga dengan
perangasimetris asymetric
warfare) yaitu suatu model
p e p e r a n g a n y a n g
dikembangkan dar i cara
berpikir yang tidak lazim,
dengan kekuatan yang tidak
seimbang serta dengan cara-
cara di luar aturan peperangan
yang berlaku, dengan spektrum
perang yang sangat luas dan
m e n c a k u p s e m u a a s p e k
kehidupan. Perang modern
sebagai jenis peperangan yang
berbasis pada kemampuan
i n t e l e k t u a l i n i l a h y a n g
kemudian menjadikan
(kombinasi dan
sebagai landasan
bagi penyusunan strategi
pertahanan setiap negara.
Mengacu pada gambaran
diatas, sudah barang tentu
terdapat perbedaan yang sangat
signifikan terhadap strategi
peperangan pada era global di
abad modern ini dengan perang
konvensional yang terjadi
sebelum perang dingin. Pada
perang konvensional, sudah
dapat dipastikan bahwa strategi
y a n g d i g u n a k a n u n t u k
munduduki negara lain adalah
d e n g a n m e n g a n d a l k a n
k e k u a t a n m i l i t e r d a n
persenjataannya. Sebaliknya
yang terjadi pada perang
modern ini, bahwa penjajah
tidak lagi menduduki secara
fisik akan tetapi menguasai
melalui alam pikiran manusia
dalam suatu negara. Bahkan
ironisnya, seringkali negara
yang dijajah tidak menyadari
apabila dirinya telah dikuasai
oleh penjajah. Karena, perang
diawali dengan merubah
paradigma berpikir manusia
dalam suatu negara dan
selanjutnya dapat berdampak
pada aspek lainnya dengan
memanfaatkan kelemahan dan
celah rentannya kehidupan
berbangsa dan bernegara, yang
dapat berpengaruh pada
memudarnya energi kolektif
b a n g s a y a n g d a p a t
membahayakan kelangsungan
hidup bangsa dan negara.
Oleh karena itu, pada
kondisi ini sumber daya
manusia menjadi hal prnting
dan essential dalam turut
menjamin kelangsungan hidup
bangsa dan negara. Yaitu
kualitas sumberdaya manusia
yang memiliki ,
memiliki kecintaan terhadap
tanah airnya dan memiliki
karakter serta jati diri yang kuat.
Karena karakter dan moral
bangsa merupakan elemen
p e n t i n g d a l a m m e n j a g a
kelangsungan hidup bangsa
dan negara sebagaimana
dikemukakan oleh
b a h w a
kelangsungan hidup negara
hanya mungkin dijamin melalui
k e k u a t a n n a s i o n a l y a n g
meliputi unsur geografi dan
sumber daya alam; serta
kemampuan industri, kesiagaan
militer, kemampuan penduduk
(demografi), karakter nasional,
moral nasional dan kualitas
d i p l o m a s i d a n k u a l i t a s
p e m e r i n t a h . ,
m e n g e m b a n g k a n f a k t o r
karakter nasional dan moral
nasional sebagai unsur penting
dalam pembentukan kekuatan
n a s i o n a l . K a r e n a
p e m b a n g u n a n k a r a k t e r
nasional ditujukan untuk
menciptakan daya tangkal (
bagi bangsa.
the real battle field is in
the mind of the people and their
heart as well
non state actor
cyber war
(
smart
power soft power
hard power)
competitiveness
Hans J.
M o r g e n t h a u w ,
M o r g e n t h a u
soft
power)
URGENSI PEMBANGUNAN
K A R A K T E R B A N G S A
(NATION AND CHARACTER
FOKUS
17SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
BUILDING) ERA PERANG
MODERN
Belakangan ini masalah
pentingnya pembangunan
karakter seringkali menjadi
topik-topik diskusi, seminar
bahkan penelitian.Buku-buku
motivasi bertema tentang
pentingnya karakter untuk
menuju kesuksesan hidup juga
menjamur di berbagai toko
buku. Hal ini menunjukkan
b e t a p a p e n t i n g n y a
pembagunan karakter manusia,
atau dalam perpektif yang luas
adalah karakter bangsa guna
m e n j a g a k e l a n g s u n g a n
hidupnya. Fenomena ini
menunjukan adanya kesadaran
kolektif masyarakat akan
keprihatinannya terhadap
kondisi bangsa yang masih saja
diliputi berbagai krisis, yang
k o n o n k a b a r n y a b a h w a
karakter dan moral bangsa ini
menjadi sumber krisis sekaligus
solusi krisis. Karena karakter
dan moral bangsa merupakan
kekuatan nasional yang turut
memberikan kontribusi penting
dalam menentukan eksistensi
sebuah bangsa dalam pergaulan
antar negara sekaligus menjaga
kelangsungan hidupnya.
M o d e l i n i p e r n a h
dikembangkan di Indonesia
semasa pemerintahan Presiden
S o e k a r n o , y a i t u m e l a l u i
program pembangunan watak
dan karakter bangsa (
). Program
tersebut tidak lain adalah untuk
membangun dan menata
kembali karakter dan watak
bangsa kita sendiri, melalui
upaya menanamkan semangat
kebangsaan/nasional isme
kepada seluruh warga negara
Indonesia agar menjadi bangsa
yang memiliki kebanggaan
sebagai bangsa Indonesia
dengan karakternya sendiri,
yaitu kesatuan seluruh wilayah
dan hati serta kepercayaan diri
bangsa Indonesia yang tinggi
sehingga mampu menjadi
bangsa yang patut dibanggakan
karena senantiasa menjunjung
tinggi harkat dan martabat
bangsanya. Dan, pembangunan
karakter bangsa merupakan
bagian yang tak terpisahkan
dari pembangunan nasional,
karena pembangunan nasional
meliputi “
”.
Oleh karena itu, maka
pemerintah saat ini juga telah
m e m a n d a n g p e n t i n g n y a
pembangunan karakter bangsa,
y a n g d i t u a n g k a n d a l a m
p r o g r a m p r i o r i t a s
Pembangunan Jangka Panjang
Tahun 2005-2025, khususnya
dalam rangka mewujudkan
masyarakat Indonesia yang
berakhlak mulia, bermoral,
beretika, berbudaya, dan
beradab, guna mewujudkan
Visi Indonesia 2025 yaitu
. Program ini
ditujukan untuk terwujudnya
karakter bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia,
dan bermoral berdasarkan
f a l s a f a h P a n c a s i l a y a n g
dicirikan dengan watak dan
p e r i l a k u m a n u s i a d a n
masyarakat Indonesia yang
b e r a g a m , b e r i m a n d a n
bertaqwa kepadaTuhan Yang
Maha Esa, berbudi luhur,
bertoleran, bergotong royong,
national
and character building
state bulding, nation
building dan character building
“Indonesia Yang Mandiri, Maju,
Adil Dan Makmur”
berjiwa patriotik, berkembang
dinamis, dan berorientasi iptek.
Disamping itu juga ditujukan
untuk makin mantapnya budaya
bangsa yang tercermin dalam
meningkatnya peradaban,
harkat, dan martabat manusia
Indonesia, dan menguatnya jati
diri dan kepribadian bangsa.
Pembangunan karakter
bangsa ini dalam perspektif
pertahanan negara merupakan
sebuah upaya menciptakan daya
tangkal bangsa sekaligus
b a g i b a n g s a g u n a
menghadapi kompleksitas
ancaman yang dihadapi pada
era globalisasi saat ini. Oleh
karena itu, pembangunan
karakter bangsa merupakan hal
penting dan urgen dalam rangka
menciptakan daya tangkal
bangsa dalam menghadapi
kompleksitas ancaman pada era
perang modern saat ini. Karena
sumber daya manusia memiliki
peranan penting dalam menjaga
kedaulatan dan kelangsungan
hidup bangsa dan negara, yaitu
sumber daya manusia yang
m e m i l i k i k e m a m p u a n
intelektual yang baik sekaligus
m e m i l i k i k a r a k t e r d a n
kesadaran bela negara dan cinta
tanah air. Karena, sumber daya
manusia yang hanya menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi
tanpa memiliki kesadaran moral
bela negara, hanya akan
membahayakan kelangsungan
hidup bangsa dan negara.
Bangsa yang berkarakterlah
yang akan diharapkan akan
memenangkan peperangan di
abad modern, karena tidak perlu
dengan pengerahan kekuatan
militer. Inilah salah satu bentuk
“Seni Perang” sebagaimana
ditulis oleh filsuf-pejuang Cina
yaitu Sun Tzu dalam buku “
” bahwa “Menang
tanpa bertempur adalah yang
terbaik (
)”, yang tujuannya adalah
menjadi yang tak terkalahkan,
meraih kemenangan tanpa
pertempuran, dan menjadi
kekuatan yang tak bisa diserang
melalui upaya pemahaman
aspek fisik, politik dan psikologi
konflik.
Bela negara dalam konteks
penyelenggaraan pertahanan
negara diartikan sebagai sikap
dan perilaku serta tindakan
warga negara yang dijiwai oleh
kecintaanya kepada Negara
Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945
dalam menjamin kelangsungan
hidup bangsa dan negara.
Adapun kriteria atau ciri sumber
daya manusia/warga negara
yang memiliki kesadaran bela
negara adalah mereka yang
bersikap dan bertindak yang
senantiasa berorientasi pada
nilai-nilai kenegaraan, yang oleh
Kementerian Pertahanan Cq
Ditjen Pothan dikembangkan
lima nilai dasar bela negara,
yaitu : cinta tanah air, sadar
berbangsa dan bernegara, yakin
pada Pancasila sebagai ideologi
negara, rela berkorban untuk
bangsa dan negara, serta
memiliki kesiapan psikis dan
fisik untuk melakukan upaya
bela negara.
Nila i -ni la i ini lah yang
diharapkan akan menjadi
landasan sikap dan perilaku
w a r g a n e g a r a u n t u k
diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-hari sesuai
dengan bidang dan profesinya
masing-masing. Implementasi
nilai-nilai bela negara yang
diwujudkan dalam tindakan
nyata akan berimplikasi pada
daya penangkalan (
) terhadap bangsa lain yang
ingin menghancurkan atau
menyerang negara kita.
Upaya bela negara, selain
s e b a g a i k e w a j i b a n d a s a r
manusia, juga merupakan
kehormatan bagi setiap warga
negara yang dilaksanakan
dengan penuh kesadaran,
tanggung jawab, dan rela
berkorban dalam pengabdian
kepada negara dan bangsa.
Adapun nilai-nilai dasar
yang dikembangkan dalam bela
soft
p o w e r
The
Art of War
To Win without fighting is
the best
deterrence
effect
PEMBINAAN KESADARAN
BELA NEGARA SEBAGAI
UPAYA PEMBANGUNAN
KARAKTER BANGSA
FOKUS
18 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
negara pada konteks pertahanan
negara, adalah :
1. Cinta tanah air. Cinta tanah
air merupakan sumber daya
jiwa penggerak bela negara.
Ia merupakan gerak dan
pancaran jiwa warga negara
terhadap obyek yang disebut
t a n a h a i r y a n g b e r i s i
k e i n g i n a n u n t u k
memberikan yang terbaik
d a l a m p e r i l a k u d a n
karyanya. Dengan mengenal
dan mencintai wilayah dan
tanah air Indonesia, maka
w a r g a n e g a r a a k a n
senantiasa menjaga dan
melestarikan lingkungan
hidup serta senantiasa
m e n g h a r u m k a n n a m a
bangsa dan negara Indonesia.
Dengan demikian akan
senantiasa waspada dan
selalu siap menghadapi
s e t i a p a n c a m a n y a n g
m e m b a h a y a k a n
kelangsungan hidup bangsa
dan NKRI.
2. S a d a r b e r b a n g s a d a n
bernegara Indonesia. Yakni
selalu membina kerukunan
persatuan dan kesatuan,
s e l a l u m e n g u t a m a k a n
k e p e n t i n g a n b a n g s a
diataskepentingan pribadi
atau golongan, memahami
l a m b a n g d a n l a g u
kebangsaan serta mentaati
s e l u r u h p e r a t u r a n
perundang-undangan yang
berlaku, sebagai bagian dari
j i w a p a t r i o t i s m e d a n
tanggungjawabnya sebagai
warga negara.
3. Yakin terhadap kebenaran
Pancasila sebagai falsafah
dan ideologi negara. Yakni
m e m a h a m i k e y a k i n a n
terhadap nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila
dan mengimplementasi-
kannya dalam kehidupan
sehari-hari. Yakin pula
bahwa Pancasila sebagai
pemersatu bangsa dan
negara serta yakin pada
kebenaran Pancasila sebagai
falsafah dan ideologi Negara,
yang dijadikan sebagai
sumber a tau landasan
konstitusional dalam menata
kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
4. Rela berkorban bagi bangsa
dan negara. Yaknisetiap
langkah dan tindakan tidak
hanya mementingkan diri
sendiri, tetapi lebih dari itu
b a h w a k e m a s l a h a t a n
umumlah yang utama, dan
mampu melihat kepentingan
j a u h k e d e p a n u n t u k
kepentingan negara dan
bangsa.
5. Memiliki kemampuan awal
bela negara. Kemampuan
awal bela negara adalah
kondisi kesiapan fisik dan
psikhis manusia Indonesia
untuk mempersembahkan
yang terbaik bagi negara dan
bangsa. Jika dalam konteks
kebangsaan, rasa cinta tanah
air, sadar berbangsa dan
bernegara, yakin kebenaran
Pancasila sebagai ideologi
negara dan rela berkorban
adalah berada dalam ranah
rasa, faham dan semangat
k e b a n g s a a n , m a k a
kemampuan awal bela
negara merupakan resultante
dari keseluruhan kualitas
19SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
b e l a n e g a r a m e n u j u
implementasinya dalam
perilaku bela negara.
Kemampuan awal bela
negara adalah prasyarat utama
sistem pertahanan negara. Ia
harus diwujudkan menjadi
kualitas setiap warga negara.
Kualitas itu mencakup kualitas
psikhis dan fisik.
1) Kualitas Psikis (Mental).
Memiliki kemampuan awal
bela negara dalam bentuk
kualitas psikis yaitu setiap
warga negara dituntut untuk
memiliki sikap dan perilaku
disiplin, ulet, bekerja keras
mentaati segala peraturan
perundangan yang berlaku,
percaya akan kemampuan
diri sendiri, tahan uji dan
pantang menyerah dalam
menghadapi kesulitan hidup
untuk mencapai cita-cita dan
tujuan nasional. Tanpa sikap
mental yang sebagaimana
tersebut di atas sulit bagi
s e b u a h b a n g s a u n t u k
mencapai cita-cita dan tujuan
nasional, bahkan mungkin
akan membawa kepada
jurang kehancuran.
2) Kualitas fisik. Memiliki
kemampuan awal bela
n e g a r a d a l a m b e n t u k
kemampuan fisik (jasmani),
yang sehat, tangkas, postur
tubuh yang proporsional
akan mendukung pula psikis.
Ingat pada pepatah kuno
” ”,
dalam badan yang sehat
terdapat jiwa yang kuat.
Seluruh nilai bela negara
tersebut menjadi penggerak
sistem pertahanan negara,
sehingga ia memiliki arti
strategis sekaligus menjadi jati
d i r i n y a . O l e h s e b a b i t u
penanaman nilai-nilai bela
negara menjadi faktor kunci agar
sistem pertahanan negara dapat
menjadi karya budaya yang
bergerak terus bekerja menjadi
jati diri sistem pertahanan
Indonesia. Oleh sebab itu
pelestarian dan pelaksanaan
nilai-nilai bela negara ini
menjadi kebijakan dasar sistem
pertahanan negara.
Hak dan kewajiban warga
negara dalam upaya bela negara
diatur dalam Undang-Undang
Dasar 1945 Bab X tentang Warga
Negara dan Penduduk, pasal 27
ayat (3) menyatakan bahwa
“setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara”. Dalam
batang tubuh UUD 1945,
pengaturan hak dan kewajiban
tersebut ditempatkan pada Bab
Warga Negara dan Penduduk,
yang mengandung makna
bahwa pembelaan negara
mengandung asas demokrasi
dimana setiap warga negara
dengan tidak memandang suku,
men sana in corpore sano P E N G A T U R A N B E L A
N E G A R A D A L A M
PERUNDANG-UNDANGAN
FOKUS
20 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
agama, ras, gender maupun
kepentingan golongan, memiliki
hak dan kewajiban yang sama
dalam upaya pembelaan negara.
Di sisi lain bahwa pembelaan
n e g a r a t i d a k h a n y a
d i p e r u n t u k k a n u n t u k
k e p e n t i n g a n p e r t a h a n a n
keamanan saja, akan tetapi
untuk kepentingan semua aspek
kehidupan.
Selanjutnya Undang-undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Azasi Manusia, perihal bela
Negara diatur pada Bab IV
tentang Kewaj iban Dasar
Manusia, pasal 68 bahwa “setiap
warga negara wajib ikut serta
dalam upaya pembelaan negara
sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan”. Lebih
lanjut, perihal bela negara juga
diatur dalam Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2002 tentang
Pertahanan Negara Bab III
t en tang Penye lenggaraan
Pertahanan Negara, pasal 9
bahwa “Setiap warga negara
berhak dan wajib ikut serta
dalam upaya bela negara yang
d i w u j u d k a n d a l a m
penyelenggaraan pertahanan
negara.
Mengacu pada dasar tersebut
di atas, dapat dipahami bahwa
keikutsertaan dalam upaya
pertahanan negara merupakan
t a n g g u n g j a w a b d a n
kehormatan set iap warga
n e g a r a . S e h i n g g a t i d a k
seorangpun warga negara boleh
dihindarkan dari kewajiban ikut
serta dalam pembelaan negara
kecuali ditentukan dengan
Undang-Undang. Dalam
rangka menjadikan kesadaran
bela negara menjadi kesadaran
nasional, Pemerintah telah
mengeluarkan Keputusan
Presiden RI Nomor 28 Tahun
2006 tentang Penetapan tanggal
19 Desember sebagai Hari Bela
Negara.
Inti kekuatan pertahanan
negara terletak pada unsur
sumber daya manusia. Sumber
daya manusia adalah faktor
d e t e r m i n a n k e m a m p u a n
pertahanan negara. Indikator
s u m b e r d a y a m a n u s i a
p e r t a h a n a n s e b a g a i i n t i
kekuatan pertahanan terletak
pada kualitas intelektual,
mental, dan fisik yang tercermin
dalam kondisi yang
dan . Untuk
mencapai kekuatan pertahanan
negara yang andal, kekuatan
militer dan kekuatan nirmiliter
h a r u s m a n u n g g a l d a n
m e n g u a s a i s e n d i - s e n d i
pertahanan negara.
berarti berdaya
tangkap dan penalaran yang
tinggi yang menempatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi
sebagai hal yang fundamental
dalam membangun pertahanan.
Tanggap merupakan faktor yang
berhubungan dengan kecakapan
dalam mengerahkan segenap
indra sehingga secara cepat
mengetahui, mencerna dan
memahami gejala yang terjadi.
Sumber daya manusia yang
tanggap tidak sekedar diukur
d a r i p r i b a d i n y a , t e t a p i
m e n y a n g k u t k e m a m p u a n
P E M B A N G U N A N
K A R A K T E R P E R S O N E L
M E L A L U I P E M B I N A A N
KESADARAN BELA NEGARA
tanggap,
tanggon, trengginas
Tanggap
21SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
kesatuan yang berhubungan
dengan aspek intelektual yang
ditentukan oleh kemampuan
b e r p i k i r k o n s e p t u a l ,
penguasaan akan prinsip damai
dan prinsip perang, serta
penguasaan doktrin.
berar t i dapat
diandalkan, ulet, dan tahan uji.
Tanggon merupakan faktor yang
berhubungan dengan aspek
moral sebagai penentu karakter
kesatuan.Tanggon ditentukan
oleh moral dan moril yang
t e r k a i t l a n g s u n g d e n g a n
semangat tempur, motivasi,
kepemimpinan, dan manajemen.
Sedangkan Trengginas memiliki
makna ketangkasan dalam
bertindak, yang merupakan
kemampuan kesatuan yang
berhubungan dengan aspek
penampilan yang memancarkan
kekuatan dan kesiapsiagaan
k e s a t u a n . T r e n g g i n a s
mencakupi kekuatan, baik
secara kuant i tas maupun
kualitas.
Selain ketiga kualitas kualitas
di atas, guna mewujudkan
Per tahanan Negara yang
tangguh sebagai sebuah visi
pertahanan negara, maka
Kemhan dan TNI harus diawaki
oleh personel harus tangguh
pula. Personel yang tangguh
a d a l a h p e r s o n e l y a n g
berkarakter kuat. Karakter suatu
bangsa tidak lahir dengan
sendirinya akan tetapi harus
ditumbuh kembangkan dan
diinternalisasikan melalui
berbagai kegiatan pendidikan
atau pembinaan, yang sering
disebut dengan pendidikan
karakter atau .
Yang menurut Thomas Lickona
pendidikan karakter adalah
pendidikan budi pekerti plus,
yaitu yang melibatkan aspek
p e n g e t a h u a n ( c o g n i t i v e ) ,
perasaan (feeling), dan tindakan
(action).Tanpa ketiga aspek ini,
maka pendidikan karakter tidak
efektif, dan pelaksanaannya pun
h a r u s d i l a k u k a n s e c a r a
sistematis dan berkelanjutan.
Pendidikan karakter dalam
perspektif pertahanan Negara
d i l a k s a n a k a n m e l a l u i
pembinaan kesadaran bela
Negara, agar nilai-nilai bela
negara senantiasa menjadi
landasan sikap dan perilakunya
dalam kehidupan sehari-hari
sesuai bidang dan profesi warga
n e g a r a . H a l i n i p e n t i n g
dilakukan, mengingat fenomena
globalisasi cukup berpengaruh
k e p a d a p e r g e s e r a n a t a u
perubahan tata nilai, sikap dan
perilaku pada semua aspek
kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
Pengaruh ini diharapkan jangan
sampai berimbas pada
para Personel Kemhan dan TNI
s e h i n g g a d a p a t m e n j a d i
penghambat bagi terbangunnya
sebuah sistem pertahanan yang
b e r s i f a t s e m e s t a , g u n a
mewujudkan pertahanan negara
yang tangguh.
Pada dasarnya Personel
K e m h a n d a n T N I t e l a h
memperoleh pendidikan dan
pembekalan yang memadai
tentang keperwiraan maupun
keprajuritan. Akan tetapi,
mencermati perkembangan
perubahan paradigma ancaman
dan lingkungan strategi global,
regional maupun nasional
Indonesia saat ini, dimana
bentuk dan sifat ancaman telah
berubah dari yang bersifat fisik
m e n j a d i n o n f i s i k a t a u
p e r p a d u a n k e d u a n y a ,
m e n g h a r u s k a n P e r s o n e l
K e m h a n d a n T N I p e r l u
m e n d a p a t k a n p e n g u a t a n
karakter bangsa. Penguatan/
pembangunan karakter bangsa
y a n g d a l a m p e r s p e k t i f
pertahanan negara dilaksanakan
melalui pembinaan kesadaran
bela negara, sehingga terwujud
s u m b e r d a y a m a n u s i a
pertahanan yang memiliki
karakter dan daya tangkal yang
kuat guna membangun sistem
pertahanan negara yang bersifat
Tanggon
character building
,
mind set
FOKUS
22 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
semesta. Ciri kesemestaan ini
m e n j a d i k a r a k t e r s i s t e m
pertahanan Indonesia, karena di
dalamnya terdapat akumulasi
hasil budaya manusia Indonesia
yang diarahkan untuk mejadi
kekuatan pertahanan negara.
Pertahanan negara di atas
dibangun di atas nilai-nilai yang
m e n j a d i c i r i p e m b a n g u n
karakter pertahanan negara.
Nilai-nilai ini menjadi hal yang
transenden yang melandasi budi
pekerti sekaligus ciri khas sistem
pertahanan negara. Nilai-nilai
itu adalah nilai-nilai bela negara
sebagaimana dijabarkan di atas,
yang meliputi: 1) cinta tanah air,
2) kesadaran berbangsa dan
bernegara, 3) yakin Pancasila
sebagai falsafah dan ideologi
negara, 4) rela berkorban untuk
bangsa dan negara, 5) serta
memiliki kemampuan awal bela
negara secara fisik maupun non
fisik.
Dalam rangka membentuk
karakter bangsa agar menjadi
s u m b e r d a y a m a n u s i a
pertahanan negara, maka
strategi yang ditempuh dalam
rangka Pembinaan Kesadaran
Bela Negara, antara lain:
1. Menanamkaan kembal i
Empat Pilar Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara
(Pancasila, UUD 1945, NKRI,
dan Bhinneka Tunggal Ika)
sebagai ideologi negara,
dengan menjadikan Ideologi
negara sebagai kekuatan
pemersatu
dan bagi
bangsa Indonesia.
2. Memperkukuh Wawasan
K e b a n g s a a n y a n g
menyangkut tiga dimensi
pembinaan yai tu : rasa
k e b a n g s a a n , p a h a m
kebangsaan, dan semangat
kebangsaan.
3. Membuka ruang dialog
t e n t a n g p e n t i n g n y a
kesadaran bela negara dalam
mewujudkan visi Indonesia
2025
4. Menyadarkan anak bangsa
untuk rela berkorban demi
bangsa dan negaranya.
5. Meningkatkan kesadaran
w a r g a n e g a r a d a l a m
mengimplementasikan nilai-
nilai bela negara, sebagai
landasan terbangunnya
sistem pertahanan negara.
Mengingat karakter dan
moral bangsa merupakan salah
satu kekuatan bangsa dalam
menjamin kedaulatan dan
kelangsungan hidup bangsa dan
negara, maka implementasi
nilai-nilai bela negara sebagai
landasan sikap dan perilaku
para Personel Kemhan dan TNI
dalam kehidupan dan tugas
sehari-hari menjadi hal penting
untuk dikedepankan. Hal ini
penting, mengingat kesadaran
kolektif dalam bela negara yang
dilakukan oleh para Personel
Kemhan dan TNI, tidak hanya
menjadi akan tetapi
j u g a m e m b e r i k a n e f e k
penggentar ( )
tersendiri bagi bangsa dalam
menghadapi negara-negara lain.
Dengan kualitas demikian, maka
sistem pertahanan negara dapat
terbangun guna mewujudkan
Per tahanan Negara yang
tangguh.
(integrating force)
common platform
social capital
detterence effect
PENUTUP
23SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Latar Belakang
K o n t r o v e r s i t e n t a n g
Rancangan Undang Undang
Keamanan Nasional (RUU
Kamnas) terus berlanjut.
Namun mengapa penolakan
tentang RUU Kamnas ini yang
paling gencar adalah dilakukan
oleh Purnawirawan Polisi, dan
lagi-lagi saat ini yang ikut
'bermain' dalam penolakan
keras terhadap RUU Kamnas
itu justru suatu organisasi
ataupun LSM yang paling
gencar dalam mengkritik
segala kebijakan polisi. Adakah
pesanan?. Demikian pula
dengan RUU Komcad memang
bukan usulan baru. Sejak empat
tahun lalu, setiap RUU ini coba
digiring ke depan, ada saja
pihak-pihak yang mencoba
Oleh : Letkol M. Idris (Ditkum Strahan)
OPINI
PEMBANGUNAN KARAKTER BANGSA
MELALUI PENYAMAAN PERSEPSI KOMPONEN BANGSA
DALAM MEMANDANG KONSEP PERTAHANAN NEGARA
24 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
melakukan .
Kontroversinya antara lain
muncul karena substansi RUU
ini menimbulkan pertanyaan,
apakah penerapannya nanti
bakal sama dengan peraturan
Wajib Militer di negara lain?
Wakil Ketua Komisi I DPR dari
Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (F-PDIP)
Tubagus Hasanuddin di
J a k a r t a , K a m i s ( 1 2 / 1 ) ,
sebagaimana dikutip Kompas
( S a b t u , 1 4 / 1 b e r t a j u k
“Pembelian Tank Leopard
D i t o l a k o l e h D P R ” )
menjelaskan, mayoritas fraksi
di Komisi I DPR menolak
rencana pembel ian tank
Leopard itu. Tank Leopard
dianggap tidak cocok dengan
kondisi geografis Indonesia
yang merupakan negara
kepulauan. Menurut beliau,
tank Leopard cocok untuk
negara kontinental dengan
daratan yang luas, seperti
wilayah gurun pasir. Tank itu
memiliki kemampuan tembak
hingga 6 kilometer. Yang cocok
untuk wilayah Indonesia
adalah jenis tank dengan
kemampuan menembak lurus
dengan jarak 1-2 kilometer.
Ketiga permasalahan yang di
c a n t u m k a n d a l a m l a t a r
b e l a k a n g d i d i a t a s ,
menunjukan masih adanya
“penolakan” dari beberapa
komponen bangsa pada upaya
penguatan pertahanan negara.
“ P e n o l a k a n ” d a p a t
disebabkan belum adanya
persepsi yang sama dari
Komponen Bangsa dalam
melihat pentingnya pertahanan
N e g a r a . P e n i n g k a t a n
k e m a m p u a n p e r t a h a n a n
negara dianggap sebagai
bentuk militerisasi bangsa,
u p a y a p e n i n g k a t a n
kemampuan Alutsista sebagai
ancaman dari penghormatan
terhadap Hak Asasi Manusia.
Ketika Parlemen Belanda
menolak pembelian
karena Indonesia
dianggap sebagai negara
pelanggar HAM. Persepsi
adalah bagian dari hidup.
P e r s e p s i a d a l a h u p a y a
pendekatan dan pemahaman
terhadap apa yang akan,
sedang dan sudah terjadi
dalam kehidupan. Demikian
pula dengan persepsi terhadap
per tahanan negara o leh
Komponen Negara merupakan
pemahaman terhadap apa itu
pertahanan negara. Apakah
pertahanan negara sebagai
militerisasi atau pelanggaran
HAM ataukah sebagai upaya
u n t u k m e n e g a k k a n
kedaulatan.
Persepsi memiliki peranan
penting pada kehidupan
bangsa-bangsa modern dalam
melihat persoalan bangsanya.
Kesamaan karakter menjadi
modal utama dalam berbangsa
d a n n e g a r a . K o n s e p
kebangsaan modern, baru
diperkenalkan pada abad 19 di
Eropa. Menurut Ernest,
bangsa ialah keinginan untuk
bersama. Bagi Otto Bauer,
bangsa ialah suatu masyarakat
tertib yang muncul dari
sliding tackle
Main Battle
Tank Leopard
25SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
kesamaan karakter
Permasalahan
P e m b a h a s a n T e n t a n g
Karakter Bangsa
karakter bangsa
dan
kesamaan nasib. Kesamaan
karakter akan memungkinkan
adanya kesamaan persepsi.
Kesamaan persepsi akan
memudahkan penyelesaian
persoalan negara, demikian
pula dengan permasalahan
dalam persepsi terhadap
p e r t a h a n a n n e g a r a .
Komponen bangsa Indonesia
masih belum memiliki persepsi
yang sama dalam melihat
konsep pertahanan negara,
gesekan-gesekan bahkan
penolakan akan muncul ketika
kebijakan yang dituangkan
d a l a m R U U b e r k a i t a n
pertahanan negara di lontarkan
dari sebagian anggota DPR,
L S M s e r t a t o k o h - t o k o h
masyarakat yang masih alergi
dengan pertahanan negara.
Dari uraian latar belakang
diatas, maka permasalahan-
permasalahan yang timbul
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana keterkaitan
antara karakter bangsa
dengan persepsi dalam hal
ini persepsi berkaitan
d e n g a n p e r t a h a n a n
negara?
2. Bagaimana pembangunan
karakter bangsa akan
dapat mempengaruhi
p e r s e p s i y a n g s a m a
Komponen Bangsa dalam
m e l i h a t k o n s e p
pertahanan negara?
3. Bagaimana sosialisasi 4
pilar sebagai salah satu
c a r a p e m b a n g u n a n
karakter bangsa dilakukan
?
Karakter adalah watak,
tabiat, akhlak, atau kepribadian
seseorang yang terbentuk dari
hasil internalisasi berbagai
kebaj ikan ( ) yang
diyakini dan digunakan
sebagai landasan untuk cara
pandang, berpikir, bersikap,
dan bertindak. Kebajikan
terdiri atas sejumlah nilai,
moral, dan norma, seperti jujur,
berani ber t indak , dapat
dipercaya, dan hormat kepada
orang lain. Interaksi seseorang
d e n g a n o r a n g l a i n
m e n u m b u h k a n k a r a k t e r
masyarakat dan karakter
bangsa. Oleh karena itu,
p e n g e m b a n g a n k a r a k t e r
bangsa hanya dapat dilakukan
m e l a l u i p e n g e m b a n g a n
karakter individu seseorang.
Karakter secara etimologis
berasal dari bahasa Yunani
“kasairo” yang berarti “cetak
biru” “format dasar” “sidik”
seperti sidik jari. Dalam hal ini
karater adalah “ atau
sesuatu yang sudah ada dari
sananya. Namun, ist i lah
k a r a k t e r s e b e n a r n y a
menimbulkan ambiguitas.
Tentang ambiguitas dari
terminologi “karakter” ini,
Mounier (1956) mengajukan
dua cara interprestasi. Ia
melihat karakter sebagai dua
hal, yaitu pertama sebagai
kumpulan kondisi yang telah
diberikan begitu saja, atau
telah ada begitu saja dalam diri
kita, karakater yang demikian
ini dianggap sebagai sesuatu
yang telah ada atau kodrat
( ). Kedua, karakter juga
bisa dipahami sebagai tingkat
k e k u a t a n m e l a l u i m a n a
seseorang individu mampu
menguasai kondisi tersebut.
Karakter yang demikian ini
disebutnya sebagai proses yang
dikehendaki ( ). Dari
uraian tersebut dapat diketahui
adalah ciri
vir tues
given”
given
willed
OPINI
26 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
khas dan sikap suatu bangsa
yang tercermin pada tingkah
laku dan pribadi warga suatu
negara. Sikap tersebut dapat
dipengaruhi oleh sesuatu yang
given (yang sudah ada) dan
dapat pula karena (yang
d i u s a h a k a n n e g a r a /
pemerintah) demi kemajuan
bangsanya. Oleh sebab itu,
karakter bangsa sangat
bergantung pada political will
pemerintah atau para penguasa
suatu negara, sebab karakter
suatu bangsa, selain
(sudah ada sejak awalnya), juga
merupakan willed, yaitu yang
dibangun sesuai dengan visi
suatu negara. Sejarah telah
membuktikan bahwa para
telah meletakan
pondasi dan dasar negara yang
mejadi karakter bangsa, yang
penting untuk dikembangkan
dan ditransformasikan agar
menjadi milik seluruh warga
bangsa negara Indonesia.
Terdapat 18 karakter bangsa
yang harus dimiliki oleh
seluruh warga yaitu :
1. : Sikap dan
perilaku yang patuh dalam
melaksanakan a jaran
agama yang dianutnya,
t o l e r a n t e r h a d a p
pelaksanaan ibadah agama
lain, dan selalu hidup
rukun dengan pemeluk
agama lain.
2. : Perilaku yang
didasarkan pada upaya
m e n j a d i k a n d i r i n y a
sebagai orang yang dapat
d i p e r c a y a d a l a m
perkataan, tindakan dan
pekerjaan.
3. : Sikap dan
tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap dan
tindakan orang lain yang
berbeda dari dirinya.
4. : Tindakan yang
menunjukan peri laku
tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan
peraturan.
5. : Perilaku
yang menunjukan upaya
sungguh-sungguh dalam
m e n g a t a s i b e r b a g a i
hambatan belajar dan
tugas, serta menyelesaikan
tugas dengan sebaik-
baiknya.
6. : Berpikir dan
melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau
hasil baru dari sesuatu
yang telah dimiliki.
7. : Sikap dan
perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan
tugas-tugas.
8. : C a r a
berpikir, bersikap dan
bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
9. : Sikap
dan tindakan yang selalu
b e r u p a y a u n t u k
m e n g e t a h u i l e b i h
mendalam dan meluas
d a r i s e s u a t u y a n g
dipelajari, dilihat dan
didengar.
10. :
Cara berpikir, bertindak
dan berwawasan yang
m e n e m p a t k a n
kepentingan bangsa dan
negara diatas kepentingan
diri dan kelompoknya.
11. : Cara
berpikir, bersikap dan
berbuat yang menunjukan
rasa kesetiaan, kepedulian
dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan
politik bangsa.
12. :
Sikap dan tindakan yang
mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu
y a n g b e r g u n a b a g i
m a s y a r a k a t , d a n
m e n g a k u i , s e r t a
willed
given
founding father
Religius
Jujur
Toleransi
Disiplin
Kerja Keras
Kreatif
Mandiri
D e m o k r a t i s
Rasa Ingin Tahu
Semangat Kebangsaan
Cinta Tanah Air
Menghargai Prestasi
27SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
menghormati keberhasilan
orang lain.
13. :
T i n d a k a n y a n g
memperl ihatkan rasa
senang berbicara, bergaul,
dan bekerja sama dengan
orang lain.
14. : Sikap,
perkataan dan tindakan
yang menyebabkan orang
lain merasa senang dan
aman atas kehadiran
dirinya.
15. :
Kebiasaan menyediakan
waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan
bagi dirinya.
16. : Sikap
dan tindakan yang selalu
b e r u p a y a m e n c e g a h
k e r u s a k a n p a d a
l i n g k u n g a n a l a m d i
s e k i t a r n y a , d a n
mengembangkan upaya-
upaya untuk memperbaiki
kerusakan alam yang
sudah terjadi.
17. : Sikap dan
tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada
orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan.
18. : Sikap
dan perilaku seseorang
untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang
seharusnya dia lakukan,
terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya),
negara dan Tuhan Yang
Maha Esa.
Membangun karakter
bangsa penting dilakukan sejak
dini, karena saat ini telah terjadi
pergeseran nilai yang terjadi di
masyarakat dimana nilai nilai
kebangsaan untuk lebih
mengutamakan kepentingan
bangsa dan negara telah
bergeser dengan menjadi
mengutamakan kepentingan
golongan dan kepentingan
pribadi. Upaya pembangunan
k a r a k t e r b a n g s a d a p a t
dilakukan dengan berbagai
metode, akan tetapi yang
terpenting adalah nilai untuk
mengutamakan kepentingan
bangsa daripada kepentingan
g o l o n g a n a t a u p r i b a d i
demikian nilainya harus tetap
terjaga lestari. Karakter bangsa
a k a n m e n e n t u k a n
k e b e r l a n g s u n g a n d a n
keunggulan bangsa di masa
mendatang
P e r t a h a n a n n e g a r a
merupakan segala usaha untuk
mempertahankan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah
Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan keselamatan
segenap bangsa dari ancaman
dan gangguan terhadap
keutuhan bangsa dan negara.
Dalam kehidupan bernegara,
aspek pertahanan merupakan
Bersahabat/Komunikatif
Cinta Damai
G e m a r m e m b a c a
Peduli Lingkungan
Peduli Sosial
Tanggung-Jawab
Keterkaitan Karakter Bangsa
dan Persamaan Persepsi
tentang Pertahanan Negara.
OPINI
28 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
faktor yang sangat hakiki
dalam menjamin kelangsungan
hidup negara tersebut. Tanpa
mampu mempertahankan diri
terhadap ancaman dari luar
negeri dan dari dalam negeri,
suatu negara tidak akan dapat
m e m p e r t a h a n k a n
keberadaannya. Pertahanan
N e g a r a a d a l a h e s e n s i
kehidupan berbangsa dan
bernegara, pertahanan negara
y a n g k u a t m a k a a k a n
memperkuat
dari negara dalam berinteraksi
d e n g a n n e g a r a l a i n .
Pertahanan negara bertujuan
untuk menjaga dan melindungi
kedaulatan negara, keutuhan
wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia, serta
keselamatan segenap bangsa
dari segala bentuk ancaman.
Dengan demikian, semua
u s a h a p e n y e l e n g g a r a a n
pertahanan negara harus
mengacu pada tujuan tersebut.
Oleh karena itu, pertahanan
n e g a r a b e r f u n g s i u n t u k
m e w u j u d k a n d a n
mempertahankan seluruh
wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagai
satu kesatuan pertahanan.
Konsep pertahanan negara
idealnya harus dipahami
dalam satu pandangan yang
sama oleh komponen bangsa,
akan tetapi masih adanya
p e r s e p s i y a n g b e r b e d a
t e r h a d a p p e n t i n g n y a
pertahanan negara. Pasca
reformasi maka perbedaan
dalam melihat persoalan
a d a l a h h a l y a n g w a j a r ,
demokrasi menempatkan
perbedaan cara pandang
adalah sebagai kenistaan. Akan
t e t a p i d e m o k r a s i j u g a
m e m p e r l a m b a t p r o s e s
kebijakan dalam pertahanan
negara, karena
a k a n m e m p e r j u a n g k a n
kepentingan masing-masing
yang dapat tertampung alam
kebijakan pertahanan negara.
D e m i k i a n p u l a d e n g a n
Komponen bangsa lainnya
c e n d e r u n g m e l i h a t d a r i
pertahanan negara dari sisi
mereka.
Karakter bangsa yang
terkait dengan pertahanan
negara adalah
Keempat karakter bangsa
akan mendukung pemikiran
t e r h a d a p p e n t i n g n y a
pertahanan negara. Semangat
kebangsaan akan menciptakan
p e m i k i r a n b a g i s e l u r u h
komponen bangsa untuk
menempatkan kepentingan
bangsa dan negara diatas
k e p e n t i n g a n d i r i d a n
kelompoknya. Ketika wacana
t e r h a d a p p e n t i n g n y a
Komponen Cadangan sebagai
unsur penting dalam sistem
pertahanan negara maka harus
d i s i n g k i r k a n p e m i k i r a n
betapa besar anggaran negara
yang akan diserap. Tentunya
position bargain stake holders
Kerja Keras,
d e m o k r a t i s , S e m a n g a t
Kebangsaan dan Cinta Tanah
Air.
29SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
b e s a r a n a n g g a r a n a k a n
disesuaikan dengan komposisi
d a n b e s a r a n A P B N d a n
pelaksaanaan bela negara akan
disesuaikan pula dengan
anggaran yang disediakan.
S e d a n g k a n p e l a n g g a r a n
terhadap penyalahgunaan dari
anggaran terkai t dengan
kebijakan pertahanan negara
akan diselesaikan dengan
sistem hukum yang ada.
Membangun karakter
bangsa menjadi tanggung jawab
bersama semua pihak dan
komponen dari bangsa ini
u n t u k i k u t t e r l i b a t
m e n y i n g s i n g k a n b a j u
membangun karakter yang kuat
dan khas. Membangun karakter
bangsa hendaknya dilakukan
sedini mungkin. Semua potensi
bangsa haruslah bangkit dan
bersatu padu untuk melihat
pertahanan negara dalam satu
persepsi. Siapa yang akan
menjadi subyek dan obyek
dalam pembangunan karakter
bangsa dapat dilihat dari
uriaian dibawah ini :
Pemerintah merupakan
p i h a k y a n g p a l i n g
bertanggungjawab dalam
pembangunan karakter bangsa,
karena selaku penyelenggara
negara maka memiliki tugas
u n t u k m e n i n g k a t k a n
pembangunan karakter bangsa.
Pembangunan karakter bangsa
sangat penting dan sangat
diper lukan dalam upaya
perjuangan mempertahankan
dan memperkokoh NKRI
berdasarkan Pancasila. Dalam
proses membangun karakter
bangsa ini, salah satu faktor
p e n t i n g y a n g h a r u s
d i p e r h a t i k a n a d a l a h
pendidikan baik itu secara
formal maupun non formal.
Pendidikan merupakan sarana
utama dalam pengembangan
karakter bangsa, kurikulum
pendidikan harus memberikan
perhatian yang lebih besar pada
p e n d i d i k a n k a r a k t e r
bangsdibandingkan kurikulum
masa sebelumnya. Kurikulum
berkaitan dengan bela negara,
cinta tanah air di berikan porsi
yang lebih besar. Pendidikan
merupakan sarana untuk
mentransferkan pemikiran
terhadap apa itu karakter
bangsa dan betapa pentingnya
pertahanan negara kepada anak
didik. Di sisi lain harus ada satu
persepsi yang sama dalam
seluruh berkaitan
dengan konsep pertahanan
negara. harus
memberikan prioritas utama
berkaitan dengan masalah
pertahanan negara. Ketika
kepentingan masing-masing
bersinggungan
dengan kebijakan pertahanan
negara, maka kebijakan yang
diambil adalah memberikan
prioritas kepada pertahanan
n e g a r a d a n m e n d u k u n g
kebijakan masing-masing untuk
untuk mendukung
kebijakan pertahanan Negara.
Sisi lain yang terpenting dalam
pembangunan karakter bangsa
adalah keteladanan. Komitmen
p e m b e r a n t a s a n k o r u p s i
merupakan etalase utama untuk
melihat keteladanan yang
dilakukan oleh Pemerintah.
Pihak yang bertanggungjawab
u n t u k p e n g e m b a n g a n
pendidikan pengembangan
karakter bangsa adalah Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan,
sedangkan dalam koordinasi
dan sinegritas antara
dalam melihat kebi jakan
Upaya Pembangunan Karakter
Bangsa yang terkait dengan
pertahanan Negara.
Pemerintah
stake holders
Stake holders
stake holders
stake holders
stake holder
OPINI
30 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
pertahanan negara maka
Presiden dibantu Menteri
Koordinator bertanggung-
jawab untuk persoalan ini.
U n t u k p r o g r a m
pemberantasan korupsi di
masing-masing
maka Menteri dan Kepala
Lembaga Pemerintah Non
Kementerian bertangunggung
jawab untuk masalah ini dan
memberikan keteladanan
u n t u k t i d a k m e l a k u k a n
korupsi.
P e r u b a h a n s i s t e m
ketatanegara pada era pasca
reformasi menempatkan Partai
Politik sebagai komponen
penting dalam kehidupan
bernegara. Pemimpin negara
maupun Pemimpin Daerah
h a r u s m e n g g u n a k a n
kendaraan Partai Politik dalam
Pilpres maupun Pilkada.
Wakil rakyat baik di DPR
maupun DPRD diperoleh dari
kader Partai yang dipilih rakyat
dalam Pemilu. Peraturan
perundang-undangan serta
kebijakan negara dihasilkan
berdasarkan pemikiran dan
persetujuan wakil partai yang
ada di Parlemen. Oleh karena
itu sangat penting untuk
membekali karakter bangsa
kepada kader-kader Partai.
Semangat kebangsaan dan
cinta tanah air haruslah
menjadi nilai-nilai yang harus
dipegang oleh kader partai
politik. Pembekalan berkaitan
dengan karakter bangsa
m e l a l u i f o r u m - f o r u m
pendidikan dan lat ihan,
seminar-seminar serta pidato
politik haruslah senantiasa di
berikan kepada kader-kader
partai. Sehingga diharapkan
kader-kader partai akan
memiliki pemikiran untuk
mengutamakan kepentingan
kepentingan bangsa dan
negara daripada kepentingan
partai atau kepent ingan
pribadi. Ketua Partai dan para
petinggi Partai merupakan
pihak yang paling bertanggung
jawab terhadap penanaman
dan pembangunan karakter
bangsa.
Pendidikan baik formal
maupu informal merupakan
sarana yang terpenting dalam
m e n t r a n s f e r p e m i k i r a n -
p e m i k i r a n t e r m a s u k
pemahaman karaker bangsa.
Pemahaman nilai-nilai karakter
bangsa harus diberikan sejak
dini. Kurikulum pendidikan di
Indonesia harus memberikan
p o r s i k h u s u s n y a m a t a
pelajaran yang berkaitan
p e n i n g k a t a n w a w a s a n
kebangsaan seperti cinta tanah
a i r , P e n d i d i k a n M o r a l
Pancasila dan Budi Pekerti.
D i h a r a p k a n d e n g a n
stake holder
Partai Politik
Dunia Pendidikan
31SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
m e n i n g k a t n y a w a w a s a n
kebangsaan dari Mata Pelajaran
tersebut maka nilai -ni lai
karakter bangsa di kalangan
siswa akan tertanam dan di
wujudkan dalam perilaku
sehari-hari.
S e d a n g k a n d i d u n i a
p e r g u r u a n t i n g g i m a k a
pembangunan karakter bangsa
j u g a p e r l u d i l a k u k a n .
Mahasiswa merupakan warna
yang lain dalam kehidupan
politik di Indonesia. Walaupun
mahasiswa tidak memiliki
tempat dalam struktur politik di
Indonesia , tetapi se jarah
mencatat bahwa peranan
Mahasiswa sangat menentukan
dalam politik di Indonesia.
Reformasi yang terjadi di
Indonesia merupakan andil
y a n g s a n g a t b e s a r d a r i
pergerakan Mahasiswa. Untuk
m e n a n a m k a n d a n
mengembangkan karakter
bangsa maka prlu diadakan
pendidikan semacam penataran
P4. Tentunya pendidikan yang
diberikan lebih disesuaikan
dengan kondisi sekarang yaitu
lebih fleksibel dan dinamis
dengan tidak melepaskan unsur
disiplin dan tanggungjawab.
Pengembangan karakter bangsa
d i b e r i k a n p a d a a w a l
perkuliahan dan digunakan
sebagai salah satu mata kuliah.
Materi berkaitan dengan cinta
tanah air, bela negara serta
p e n t i n g n y a k e u t u h a n
kedaulatan negara diberikan
dalam bentuk mata kuliah.
Sehingga hal ini mengurangi
p e n g a r u h n e g a t i f d a r i
g l o b a l i s a s i d i k a l a n g a n
mahasiswa, karena pengaruh
n e g a t i f i n i j u g a d a p a t
m e m b e n t u k k a r a k t e r
mahasiswa. Sifat materialistik,
hedonisme dan individualistik
adalah merupakan hasil dari
pengaruh negatif globalisasi
yang kemudian merusak
tatanan sosial masyarakat
Indonesia, generasi yang paling
rentan terkena dampak tersebut
adalah mahasiswa, yang
kemudian akan menimbulkan
sikap menurunnya rasa cinta
terhadap bangsa dan negara.
L e m b a g a S w a d a y a
Masyarakat (LSM) merupakan
k o m p o n e n p e n y e i m b a n g
d a l a m s i s t e m p o l i t i k d i
Indonesia. Upaya peningkatan
kemampuan Alutsista untuk
kepentingan pertahanan negara
disikapi oleh beberapa LSM
sebagai upaya militerisasi dan
rawan pelanggaran HAM.
Memberikan pemahaman yang
sama terhadap pentingnya
pertahanan negara di kalangan
LSM bukanlah hal yang mudah.
K a r e n a b e b e r a p a L S M
cenderung bersifat kontra
terhadap kebijakan pemerintah
termasuk terkait kebijakan
pertahanan negara. Oleh karena
i tu per lu adanya upaya
p e n d e k a t a n d e g a n
menempatkan LSM sebagai
Lembaga Swadaya Masyarakat
OPINI
32 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
mitra kerja bukan sebagai obyek
pembekalan.
Perananan Media massa
dalam pembangunan karakter
bangsa media massa seperti
pisau bermata dua, berperan
positif sekaligus juga berperan
n e g a t i f . T e r k a i t d e n g a n
pembangunan bangsa maka
media massa memiliki peran
positif yaitu : 1. Kontribusi
dalam menyebarluaskan dan
memperkuat kesepahaman
berkaitan dengan karakter
bangsa. 2. Sebagai ajang publik
dalam mengaktualisasikan
aspirasi yang beragam terkait
dengan pembangunan karakter
bangsa. 3. Sebagai alat kontrol
publik dalam mengendalikan
orang perorang, kelompok dan
pemerinah. 4. Meningkatkan
k e s a d a r a n p u b l i k d a l a m
pentingnya pembangunan
karakter bangsa. Media massa
memang merupakan institusi
yang tidak ada dalam struktur
pemerintah, tetapi media massa
merupakan alat yang memiliki
kekuatan yang penuh (
) untuk merubah persepsi
masyarakat. Oleh karena itu
maka perlu adanya penyamaan
persepsi seluruh pemimpin
r e d a k s i d a l a m m e l i h a t
permasalahan penyebaran
karakter bangsa. Kementerian
Komunikasi dan Informatika
sebagai pemeritah
hendaknya melakukan dialog
kepada seluruh Pemimpin
Redaksi untuk melakukan
diseminasi berkaitan dengan
pembangunan Karakter Bangsa.
Dengan demikian akan ada satu
persepsi yang sama berkaitan
dengan karakter bangsa .
P e m i m p i n R e d a k s i a k a n
memfilter pemberitaan, tulisan
atau program yang tiak sesuai
dengan karakter bangsa. Media
m a s s a k h u s u s n y a m e d i a
elektronika merupakan alat
yang paling efektif dalam
p e n y e b a r a n p e s a n - p e s a n
berkaitan dengan Karakter
Bangsa. Sebagai contoh TVRI
pada saat itu menyiarkan Teks
Pancasila pada setiap pukul
19.00 WIB, ini adalah proses
indoktr inasi secara t idak
langsung Pancasila kepada
seluruh masyarakat. Program-
program yang membangkitkan
semangat kebangsaan, cinta
t a n a h a i r h a r u s t e r u s
dikumandangkan, sehingga
k o m p o n e n b a n g s a a k a n
memahami apa arti pentingnya
berbangsa dan bernegara
terutama konsep pertahanan
bagi negara.
Beberapa upaya telah
dilakulan oleh Kementeria
Pertahanan untuk memberikan
sosia l i sas i dan informasi
berkaitan dengan pentingnnya
pertahanan negara kepada
masyarakat. Pembentukan opini
dan opini terhadap isu
tentang pertahanan negara
dilakukan baik melalui media
cetak maupun media elektronik.
Media pada dasarnya memiliki
“ k e k u a t a n ” u n t u k
m e m p e n g a r u h i p e r s e p s i
masyarkat terhadap konsep
pertahanan negara. Beberapa
strategi untuk mempengaruhi
persepsi masyarakat tentang
dilakukan oleh Kementerian
Pertahanan dalam hal ini
Puskom Publik melalui strategi
dan strategi
theater baru, namun upaya
untuk pembentukan opini
publ ik berka i tan dengan
p e r t a h a n a n n e g a r a l e b i h
diintensifikan dan kontinyu.
Salah satu terobosan yang dapat
dilakukan adalah pembuatan
iklan di media televisi berkaitan
dengan pentingnya pertahanan
negara bagi Indonesia.
Media Massa
Kementerian Pertahanan
powerfool
tool
leading sector
counter
ping pong/on click
33SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Sosialisasi 4 Pilar
Penutup
Kesimpulan
Eksistensi Negara Republik
Indonesia (NKRI) akan semakin
kokoh seiring dengan terjadinya
penguatan karakter bangsa.
Karakter bangsa itu bersumber
d a r i d a r i e m p a t p i l a r
k e b a n g s a a n y a n g t e l a h
menajadi landasan pokok
dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Empat pilar
kebangsaan itu antara lain
Undang-Undang Dasar (UUD)
1945, dasar negara Pancasila,
NKRI, dan semboyan Bhinneka
Tunggal Ika. Keempat pilar ini
telah menjadi kunci dalam
mengelola keutuhan bangsa
Indonesia.
Apa peran masing-masing
p i l a r t e r s e b u t d a l a m
mempertahankan Indonesia?
Sangat banyak. Mari kita mulai
dengan pi lar terpent ing,
Pancasila. Di antara keempat
pilar, Pancasila adalah pilar
pertama yang terbentuk.
Pancasila menjadi dasar atau
l a n d a s a n t e r b e n t u k n y a
Indonesia. Pancasila juga
s e b a g a i p e d o m a n d a n
pandangan hidup bagi seluaruh
w a r g a I n d o n e s i a d a l a m
menjalani kehidupan berbangsa
dan bernegara. Satu lagi,
Pancasila adalah penyaring
( ) untuk apapun yang
datang dari luar Indonesia,
seperti misalnya menyaring
budaya Barat yang memiliki
banyak pertentangan dengan
budaya Timur. Hebatnya, dari
Pancasila lahirlah ketiga pilar
lainnya. Pilar kedua adalah
NKRI yang melambangkan
persatuan. Tanpa adanya
persatuan para pahlawan dan
seluruh rakyat, Indonesia tak
akan pernah terbebas dari
jajahan negara lain seperti
Belanda dan Jepang dan
merdeka. Pilar ketiga adalah
Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-
beda namun tetap satu. Pilar ini
mutlak dibutuhkan karena
Indonesia memiliki entah
berapa banyak budaya di setiap
daerahnya. Lalu pilar terakhir,
yang juga tidak kalah penting
adalah UUD 1945. Pilar
keempat adalah NKRI dimana
keutuhan wi layah NKRI
menjadi pr ior i tas da lam
pembagunan bangsa.
Oleh karena itu, dalam
rangka memperkuat karakter
bangsa diperlukan sosialisasi
empat pilar kebangsaan kepada
segenap elemen bangsa baik
pada aparat pemerintahan,
partai polit ik, organisasi
masyarakat maupun para
pelajar. Proses sosialisasi empat
pilar kebbangsaan ini bisa
diintegrasikan dengan berbagai
even yang telah berjalan
sehingga bisa lebih efektif dan
tepat sasaran. Khusus sosialisasi
terhadap para pelajar yang
merupakan generasi harapan
bangsa, maka sosialisasi empat
p i l a r k e b a n g s a a n b i s a
diintergrasikan ke dalam mata
pelajaran yang sudah ada
s e p e r t i : P e n d i d i k a n
K e w a r g a n e g a r a a n d a n
Pendidikan Agama.
Dari uraian diatas dapat
disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :
1.. Pembangunan Karakter
bangsa haruslah dimulai
sejak dini kepada seluruh
komponen bangsa, hal ini
a k a n m e n i m b u l k a n
p e r s e p s i y a n g s a m a
t e r h a d a p p e n t i n g n y a
pertahanan negara. Upaya
p e n a n a m a n k a r a k t e r
bangsa ini dilakukan oleh
seluruh pihak dan menjadi
t a n g g u n g j a w a b b a g i
seluruh pemimpin bangsa.
Karena keutuhan bangsa
ini sangat ditentukan oleh
kuatnya karakter bangsa.
2. Pembangunan karakter
bangsa haruslah bermula
dari semangat, visi dan
k e t e l a d a n a n y a n g
filter
OPINI
34 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
dimunculkan dalam diri
p a r a P e m i m p i n n y a .
Keteladanan pemimpinan
a k a n m e m p e n g a r u h i
komponen bangsa untuk
m e m e g a n g k a r a k t e r
bangsa.
3. U p a y a u n t u k
pembangunan Karakter
bangsa dapat dilakukan
melalui pendidikan formal
dan non formal. Nilai-nilai
yang ada dalam karakter
bangsa harus di berikan
dengan memperbesar porsi
p e n d i d i k a n k a r a k t e r
bangsa yang lebih besar
porsinya dalam kurikulum
p e n d i d i k a n . D e n g a n
pembangunan karakter
bangsa maka dalam setiap
i n d i v i d u d i h a r a p k a n
muncul nilai-nilai berupa
semangat kebangsaan,
kerja keras dan cinta tanah
air pada seluruh komponen
bangsa . Diharapkan
dengan pembangunan
karakter bangsa maka
p e r s e p s i t e r h a d a p
pentingnya pertahanan
negara akan menjadi sama
pada seluruh komponen
bangsa
4. P e n d i d i k a n t e r h a d a p
kader-kader politik yang
nantinya akan menjadi
anggota DPR maupun
DPRD diharapkan dapat
memberikan pemahaman
kepada yang sama dalam
m e l i h a t p r i o r i t a s
p e m b a n g u n a n y a i t u
p e r t a h a n a n n e g a r a .
Sehingga dalam pengajuan
berkaitan dengan RUU
Kamnas, RUU Komcad dan
aturan lain yang berkaitan
dengan pertahanan dapat
didukung olehanggota
DPR.
5. Sosialisasi terhadap 4 Pilar
Bangsa : Pancasila, UUD
1945, Bhineka Tunggal Ika
dan NKRI akan dapat
memperkuat karakter
bangsa.
1. Guna adanya kesamaan
persepsi dalam melihat
p e r t a h a n a n n e g a r a
disarankan untuk selalu
dilakukan pendekatan baik
secara formal maupun
informal kepada anggota
D P R a g a r d a l a m
pemahasan peraturan
perundang-undangan di
bidang pertahanan tidak
mengalami hambatan.
2. Memberikan program
semacam P4 tetapi sifatnya
lebih dinamis agar menarik
minat siswa menengah dan
M a h a s i s w a u n t u k
memberikan pemahaman
berkaitan dengan bela
n e g a r a , k o m p o n e n
cadangan serta pentingnya
pertahanan bagi suatu
negara.
(
)
Saran
Peserta Workshop Eselon IV
Kemhan T.A. 2012
35SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Sesungguhnya, kutipan
diatas harus diakui sebagai
bagian jabaran reformasi dan
dijadikan evaluasi perwujudan
percepatan peningkatnya
wawasan kebangsaan. Selain
itu, reformasi telah membuat
banyak perubahan. Perubahan
tersebut, diantaranya tak lepas
menyoal : (i) UUD Negara RI
1945-UUD 1945 telah diubah 4
kali; (ii) sistem politik telah pula
berubah akibat konsekuensi
amandemen UUD 1945; (iii)
hapus “Dwi Fungsi” dan TNI-
Polri tidak ada lagi diparlemen-
UU 2-3/2002; (iv) sistem
pemerintahan telah berubah
akibat sentralisasi; (v) sistem
presidensiil, tetapi multi partai-
UU 2/2008; (vi) pimpinan
dipilih langsung oleh rakyat-
supremasi sipil-KPU-UUD 1945
Berian : Sugeng Berantas
OPINI
PEMBANGUNAN KHARAKTER DIORIENTASIKAN
PADA WAWASAN KEBANGSAAN
36 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
”.....Visi “Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis, dan Berkeadilan”
diantaranya memerlukan : (i) Komitmen dan kepemimpinan nasional yang kuat dan demokratis;
(ii) Konsistensi kebijaksanaan pemerintah;
((iii) Keberpihakan pada rakyat;
(iv) Peran serta masyarakat dan dunia usaha secara aktif;
(v) Sistem birokrasi pemerintahan yang kuat, transparan, akuntabel, dan efisiensi .....
(UU 17/2017-Perpres 5/2010)
ps 22E, UU 22/2007; (vii)
badan/komisi negara baru
hadir-KPK, MK, KY.....; (viii)
MPR bukan lagi pemegang
kedaulatan rakyat; (ix) tidak ada
lagi GBHN, sebagai gantinya
adalah RPJPN 2005-2025-UU
1 7 / 2 0 0 7 . N a m u n , d a l a m
k e r a n g k a p e r c e p a t a n
perwujudan reformasi yang
sesuai sasaran. Reformasi,
sebagaimana diantaranya
dijabarkan dalam kutipan diatas
dengan berbagai perubahannya.
Nyatanya tidak selamanya
berjalan dengan mulus dan
mudah. Padahal, reformasi telah
banyak memberikan harapan
akan terjadinya perubahan
tatanan dan kehidupan kearah
yang lebih baik (UU 17/2007).
Reformasi , menginginkan
masyarakat madani yang
landasannya sudah ditetapkan
tidak akan lepas dari visi
k e p e n t i n g a n p e r t a h a n a n
(Kepmenhan 268/2009-UU
3/2002-UU 34/2004, Perpres
5/2010, Perpres 41-42/2010),
kepentingan nasional, tujuan
nasional (Pembukaan UUD
negara RI tahun 1945) serta cita
nasional maupun visi jabaran
individu maupun lembaga/
badan.
Sejalan dengan hal tersebut,
secara politis semestinya sudah
tidak akan ada lagi aktor-
kepemimpinan nasional atau
WNI (UU 12-23/2006) yang
te lah menegara menyoal
komitmen, konsistensi, dan
k e b e r p i h a k a n k e p a d a
kesepakatan final bangsa dalam
konteksnya menegakkan 4 pilar,
yakni Pancasila (landasan idiil),
U U D 1 9 4 5 ( l a n d a s a n
k o n s t i t u s i o n i l ) , B h i n e k a
Tunggal Ika , dan NKRI .
Apalagi, dari ke-4 pilar tersebut
sudah dijadikan landasan
orientasi yang tetap dan mutlak,
termasuk dalam kerangkanya
m e n i n g k a t k a n w a w a s a n
kebangsaan-nasional-nusantara
(landasan visional-geopolitik),
yang penjabarannya dapat
dilakukan melalui ketahanan
nasional (landasan konseptual-
g e o s t r a t e g i ) m a u p u n
perwujudan RPJMN (landasan
operas ional -UU 17/2007-
P e r p r e s 5 / 2 0 1 0 ) y a n g
memperhatikan nilai dasar
(instrinsik). Misalnya, dalam
menyoal kejujuran, keberanian,
k e j u a n g a n , k e r a k y a t a n -
kesemestaan dan kewilayahan,
kenasionalisan, kesemangatan
yang sesuai dengan makna
kemerdekaan-proklamasi 1945,
k e b e r s a m a a n , k e g o t o n g -
r o y o n g a n , k e p e d u l i a n /
kesol idari tasan, kesopan-
santunan, kepersatuan dan
kesatuan, kekeluargaan, dan
ketanggungjawaban.
Akan tetapi, sejauh mana
r e f o r m a s i a k a n m a m p u
memelihara dan mengembang-
tingkatkan adanya perubahan
agar tetap mampu dalam
melaksanakan pembangunanan
nasional yang berkharakter dan
berkesinambungan. Begitupun,
dalam kerangka membangun/
m e m p e r k u a t p e r t a h a n a n
(Perpres 41/2010) dihadapkan
dengan berbagai ancaman,
tantangan, dan konflik yang
semakin kompleks di era
globa l i sas i , ke terbukaan ,
liberalisasi, dan merasuknya
nilai universal serta berbagai
paham maupun sikaptindak
37SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
yang radikal. Kurang sesuai
dengan kesepakatan bangsa
akibat mudahnya terjadi
konflik. Inilah yang layak untuk
dijawab dan dicarikan solusi
dengan bijak oleh suatu bangsa
yang telah menegara dengan
berbagai agenda reformasinya
yang berkharakter masih
diselimuti rentannya berbagai
pengelolaan ancaman dan
konflik.
Dalam mel ihat suatu
proses reformasi dengan
b e r b a g a i p e n g a r u h
perubahannya. Misa lnya ,
menyoal komitmen tuntasnya
regulasi perundang-undangan
(aturan/norma), termasuk
keterkaitannya dengan upaya
bela negara (UU 3/2002, Ps 9),
yang variabelnya (ayatnya)
dipersepsikan mempunyai
empat kesatuan tak terpisahkan
dari kepentingan Hanneg
menuju Kamnas-keamanan
n a s i o n a l ( U U 1 7 / 2 0 0 7 ) .
Begitupun, dengan berbagai
amanah UU-nya yang sampai
saat ini sebagian belum juga
konsisten untuk diterbitkan oleh
supremasi sipil ( lembaga
eksekutif-lembaga legislatif).
Apapun alasannya, kejadian
d a r i f e n o m e n a t e r s e b u t
t e n t u n y a j a n g a n l a n t a s
m e l i h a t n y a d e n g a n
menggunakan kacamata yang
masih diselimuti oleh debu.
M e n g i n g a t , d e b u d a p a t
membuat bias penglihatan,
samar-samar, dan rabun.
Bahkan, debu bisa membutakan
penglihatan yang pada akhirnya
tidak akan mampu lagi melihat
sebuah kenyataan sebagaimana
yang seharusnya. Sebaliknya,
dengan kacamata yang bersih
akan mampu melihat dengan
jernih, jujur, dan berani. Berani,
s e s u a i k o n t e k s n y a ,
komitmennya, konsistensinya
mengatakan yang benar adalah
benar dan yang salah adalah
salah. Melalui kacamata yang
bersih, berani mengatakan
bahwa ada ketidakseriusan
dan/atau kelalaian dalam
mengurus sebagian agenda
reformasi. Berbagai sebab,
diantaranya tidak akan lepas
mulainya diawali dari soal
kuatnya sentralisasi, maraknya
korupsi, dan rancaunya politik
yang seharusnya dikoridori oleh
ideologi bangsanya (Moralitas
Pancasila) berpengetrapan
jamak. Konsekuensinya, cepat
atau lambat akan terjadi kurang
adanya daya tangkal dan/atau
antisipasi yang pada akhirnya
m e n i m b u l k a n b e r b a g a i
persoalan maupun berbagai
ancaman (UU 24/2007 ,
Permenhan 2/2010, Perpres
5/2010, Perpres 41/2010) serta
kerancauan pengelolaan
konflik (UU 7/2012, UU 23 Prp
1959).
Kendati demikian, masih
saja ada segelintir orang yang
berani mengatakan tidak,
sebagian lagi mengatakan
d e n g a n r a g u . B i c a r a n y a
mengatakan begini-begitu,
sementara hati nuraninya
berkata lain dan sisanya
kemungkinannya mengakui
bahwa dirinya telah berbuat
s a l a h . U n t u k d a p a t
memotretnya secara benarpun
s a m p a i - s a m p a i h a r u s
memerlukan keberanian yang
s a n g a t e k s t r a . P a d a h a l ,
syaratnya hanya memerlukan
keberanian. Keberanian moral
tentang sebuah kejujuran yang
j a u h d a r i k e b o h o n g a n .
Kejujuran yang sebenarnya
patut dituntut oleh paling tidak
sebahagian besar bangsa yang
berkharakter ini. Terutama dari
stake holders (pemangku
kewenangan-lembaga eksekutif,
legislatif, yudikatif), termasuk
dari hasil pemilu (supremasi
sipil-pemimpin nasional) untuk
menyadari apa yang sebenarnya
terjadi. Tentunya, agenda
r e f o r m a s i y a n g t e l a h
mempunyai berbagai visi-misi
d a n j a b a r a n l a i n n y a
menjadikan tidak jelas tujuan
maupun sasaran. Mengingat,
k e t i a d a c e r m a t a n d a l a m
pengetrapan jamak terkait isu
semantik nilai universal. Seperti,
m e n g u a t n y a p e m b e l o k a n
Komitmen dan Konsisten.
,
OPINI
38 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
m a k n a p e n g e t r a p a n
demokratisasi dan HAM (hak
asasi manusia) yang sengaja
digulirkan oleh pihak asing atau
p i h a k t e r t e n t u . M a k n a
demokratisasi dan HAM yang
universal dipahami semua
bangsa dalam menginter-
nasionalnya, sepertinya kurang
bisa dicernah secara kondusif
dengan mengakomodasi dan
mengapresiasi kepribadian
bangsa yang hakik i dan
berkharakter Terlalu mudah,
dinina bobokan dengan segala
macam gemerlap duniawi yang
serba hitung dan untung
walaupun ada kecenderungan
a - n a s i o n a l i s m e d a n
individualisme.
Tidak sedikit, reformasi
yang sebenarnya sangat jelas
visi dan misi serta berbagai
jabarannya. Orang, merasa
dirinya menjadi pahlawan dan
s a n g a t b e r j a s a h a n y a
diantaranya, karena dielu-
e l u k a n o l e h s e k e l o m p o k
masyarakat dalam benturan
kepentingan pro dan kontra,
y a n g t a n p a d i s a d a r i
s e s u n g g u h n y a i a a d a l a h
pengkhianat bangsa. Isu nilai
universal , misalnya yang
dimaknai dengan istilah
kebebasan telah digunakan
u n t u k m e l u n t u r k a n r a s a
tanggung jawab, kebangsaan
maupun nilai mendasar yang
jauh dar i kharakter dan
k e w a j i b a n b e r d e m o k r a s i
dengan landasan Pancasila dan
UUD 1945. Lalu, melemahkan
r a s a k e b e r s a m a a n ,
k e g o t o n g r o y o n g a n y a n g
dimaknai ”bersama kita bisa”.
Sementara itu, isu HAM sendiri
d i l o n t a r k a n u n t u k
m e m b a n g k i t k a n e m o s i
kebencian dan saling curiga
serta terjadinya kesenjangan
yang seharusnya dapat dicegah
karena tidak sesuai dengan nilai
mendasar yang dijadikan visi
nasional. Mudahnya, orang
b e r b e n t u r a n f i s i k ,
bersikaptindak radikal, dan
anarkhis (konf l ik sos ia l -
horisontal) hanya karena
masalah sepeleh apalagi sampai
m e n y o a l y a n g d i a n g g a p
mendasar. Sementara itu,
potrek bagi golongan tertentu,
seperti kaum elit, lembaga
eksekutif, legislatif, yudikatif-
dunia usaha/BUMN-Partai
Politik-badan lain jika terkait
dengan kejahatan luar biasa.
Misalnya, pemberantasan
korupsi. Disamping etika moral
yang berkharakter dan kurang
menjadi teladan. Hasil putusan
(penetapan hukumannya),
umumnya sangat mudah untuk
d i p e r s e p s i k a n k u r a n g
memenuhi harapan. Padahal,
ia-mereka seharusnya yang
menjadi teladan dan garda
bangsa terdepan menyoal
komitmen dan konsistensi
agenda reformasi. Utamanya,
jika terkait dengan memelihara
dan menjaga nilai mendasar
yang hakiki sebagai prioritas
yang harus diwujudkan dan
diingat-ingatkan setiap saat.
Setiap ada perubahan,
semestinya sudah dipredeksi
dan berkomitmen hanyalah
sebatas nilai instrumen dan
b u k a n n i l a i i n s t r i n s i k /
mendasar. Jika tidak, apalagi
t i d a k d i d u k u n g d e n g a n
konsistensi. Kemungkinannya,
karena tak adanya penangkalan
dan penanggulangan yang
serius. Hal itu, dikuatirkan akan
mengarah kepada perubahan
mendasar yang pada gilirannya
bisa saja menyentuh ke 4
pilar/landasan kebangsaan
yang telah disepakati pada
tataran politis. Nilai mendasar
ini, haruslah menjadi prioritas
u t a m a d a l a m k o n t e k s
pemeliharan, pencegahan,
pengembangan, dan perubahan
yang terjadi terkait dengan
pembangunan kharakter .
Kenyataan, adanya amandemen
UUD 1945 sampai 4 kali, tanpa
merubah Pembukaan harusnya
menjadi perhatian serius agar
pada gilirannya tidak terjadi
pada tataran atasnya menuju
amandemen terhadap Pancasila.
P e n g a l a m a n , k u r a n g n y a
komitmen dan konsistensi yang
didukung dengan adanya peran
serta masyarakat dan dunia
.
39SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
usaha terhadap perwujudan
UU terkait Hanneg (UU 3/2002,
ps 9 ) h ingga kin i patut
diperhatikan sebagai suatu
analogi, meskipun tatarannya
dan semangatnya berbeda.
Dinamika politik bangsa
Indonesia yang diperankan
b e r b a g a i k e p e m i m p i n a n
n a s i o n a l , s e b a g a i m a n a
dimaknai terkutip diatas (UU
17/2007-Perpres 5/2010) .
S e s u n g g u h n y a , s u d a h
d i k o r i d o r i o l e h i d e o l o g i
bangsanya. Hal tersebut, jika
kurang disikaptindaki dengan
komitmen dan konsistensi pada
u m u m n y a a k a n t e r j a d i
pembiasan peran, fungsi, dan
tugas. Mengingat, tanpa
keseriusan komitmen dan
konsistensi serta landasan
ideologi. Adanya kepentingan
pribadi, golongan maupun
kelompok biasanya akan lebih
m e n g e m u k a k e t i m b a n g
k e p e n t i n g a n l u h u r d a n
b e r s a m a / n a s i o n a l - s o s i a l .
Padahal, permasalahan bangsa
yang belum mampu kita atasi
adalah suatu kelemahan yang
tentu saja bisa dimanfaatkan dan
dijadikan sasaran tembak
s e c a r a b a i k o l e h p i h a k -
pihak/aktor negara dan/atau
bukan negara ter tentu .
Terlebih, jik a telah terjadi
perasukan pemaham bangsa
yang sudah berorientasikan
kepada neo-Kapi ta l i sme-
Libera l i sme- Imper ia l i sme
inginnya senantiasa mereguk
k e u n t u n g a n . U t a m a n y a ,
keuntungan yang berkaitan
dengan eksploitasi potensi
sumber daya (nasional),
termasuk SDA (sumber daya
alam). Kenyataan ini, yang
d a p a t m e n g h a m b a t
pembangunan (kharakter-
n a s i o n a l ) . T e r m a s u k ,
kemungkinan imbasnya akan
mengarah pada pembangunan
p e r t a h a n a n t e r k a i t
p e m b e n t u k a n k o m p o n e n
c a d a n g a n , k o m p o n e n
pendukung, dan berbagai RUU
yang mencoba memperkuat
bidang pertahanan bagian dari
kamnas (UU 17/2011).
Dalam kaitannya dengan
upaya bela negara. Sekali lagi,
D i n a m i k a P o l i t i k -
Kepemimpinan Nasional dan
Ideologi Bangsa.
OPINI
40 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
misalnya membentuk UU
Pendidikan Kewarganegaraan-
Dikwar, Pelatihan Dasar
Kemiliteran Secara Wajib-
Latsarmilwa, dan pengabdian
sesuai dengan profesi (UU
3/2002 ps 9). Lalu, komponen
cadangan dan komponen
pendukung saja yang telah
d i d u k u n g k o m i t m e n
diantaranya dalam UU 17/2007,
Perpres 41/2010, senantiasa
solusinya menjadi prioritas.
Sepertinya, diantara supremasi
sipil (lembaga eksekutif dan
legislatif) kurang mempunyai
niat dan konsistensi untuk
saling bersinergi memberi
solusi. Sementara itu, tak
menutup kemungkinan adanya
kepentingan asing atau lebih
t e p a t d i g u n a k a n i s t i l a h
i n t e r v e n s i a s i n g , t e l a h
merambah dan memporak-
porandakan sebagian sendi
kehidupan dalam segala bentuk
rekayasanya. Kalau ada yang
meragukan kegiatan rekayasa
tersebut dalam kenyataan,
rasanya dapat dimaklumi.
Tentunya masyarakat awam
akan sulit mengenalinya.
Mereka baru sadar setelah ada
akibat yang ditimbulkannya
serta jelas rangkaiannya seperti
d i c o n t o h k a n d a l a m
pengehentian-pengehentian
konf l ik di Aceh , Papua ,
Lampung, Sumatra Selatan, dan
NTB serta daerah rawan konflik
lainnya yang mengkait pada
p e l a n g g a r a n H A M d a n
pembangunan nasional dalam
status tertib sipil/keadaan biasa
dinyatakan ada status keadaan
konflik skala kabupaten/kota,
skala provinsi, skala nasional.
Dengan kata lain, ada persepsi
kemungkinan mengabaikan
komitmen ”keadaan bahaya-
darurat sipil” (UU 23 Prp 1959).
Cukup menganggap untuk
menggantinya/merubahnya
dalam tertib sipil/keadaan biasa
dengan status keadaan konflik
ditetapkan apabila konflik tidak
dapat dikendalikan oleh Polri
dan terganggunya fungsi
pemerintahan (UU 7/2012,
pasal 14).
Sementara itu, persoalan
kesatuan dan persatuan, upaya
bela negara, perwujudan filosofi
”Dwi Warna Purwa Cendekia
Wusana” yang bernuansa
w a w a s a n k e b a n g s a a n
sepertinya tetap latent dikancah
p e r p o l i t i k a n I n d o n e s i a .
Mengajak semua komponen
b a n g s a - w a r g a n e g a r a ,
termasuk dari para supremasi
sipil mendinamisasi sekaligus
menstabilkan kemantapan
politik yang dikoridori ideologi
b a n g s a n y a s e p e r t i n y a
menjadikan bersama-sama
mempertanyakan kembali.
Apakah visi nasional, seperti (i)
Indonesia yang mandiri, maju,
adil, dan makmur (UU 17/2007);
(ii) Terwujudnya Indonesia
yang sejahtera, demokratis, dan
berkeadilan (Perpres 5/2010)
sebagai suatu bangsa sudah
s o l i d d a n s e r i u s
terwujudkan????. Apakah kita
masih tetap komitmen pada
entity/unity (Persatuan) yang
terkait dengan 4 pilar/landasan
kebangsaan dan sebagainya.
D e n g a n d e m i k i a n ,
profesionalisme, efisiensi,
efektivitas, dan keuletan serta
k e t a n g g u h a n d a l a m
membangun kharakter dan
menghadapi berbagai ancaman
maupun konflik akan tercapai
m e l a l u i d u k u n g a n d a n
p e r k u a t a n p e n i n g k a t a n
wawasan kebangsaan. Hal ini,
sebenarnya sudah terbuki
manakalah sudah dicetuskan
s e t i d a k n y a o l e h s e l u r u h
pemuda Indonesia dalam
embrionya satu tekad pada
tahun 1928-an.
Kini, tak seorangpun bisa
menyangkal bahwa bangsa kita
adalah bangsa yang kaya-raya
akibat potensi sumber daya
nasional yang dimilikinya.
Tetapi, anehnya sekaligus masih
dipersepsikan lalai dalam
mengelolanya sehingga rakyat
(WNI-nya) umumnya hidup
dalam kekurangan. Jika tidak,
t e r j a d i k e s e n j a n g a n d a n
k e m i s k i n a n , y a n g u n t u k
menghidupi rakyatnya saja
tidak bisa mengelak dari hutang.
41SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Dalam kondisi seperti ini, harga
diri dan eksistensi bangsa
dipertaruhkan, mampukah
bangkit dan keluar dari kemelut
ini ?. Selain itu, jika tak dapat
ditangkal akibatnya berimbas
s e c a r a s i m e t r i s p a d a
p e n i n g k a t a n W a w a s a n
Kebangsaan yang sifatnya
abstrak (nonmiliter-nirmiliter)
d a n d i n a m i s D i m a n a ,
d i a n t a r a n y a k e l i h a t a n
masyarakat intelektual, para
pakar, ahli, profesi lebih tertarik
dan mementingkan mutlaknya
p e n g e t r a p a n n i l a i - n i l a i
u n i v e r s a l d a r i p a d a
mengembangtingkatkan nilai-
nilai nasional atau mudanya
mentransformasi nilai universal
b a g i k e p e n t i n g a n a -
nasionalisme. Hal itu, jika
d i b i a r k a n d a n t i d a k
diantisipasi/ditangkal dengan
cerdas akibatnya akan terjadi
saling menyalahkan, saling
hujat, dan saling menjatuhkan
diantara kekuatan bangsa.
Peningkatan wawasan
kebangsaan terkait dengan
meningkatnya dinamika politik,
seharusnya dapat disebut pula
sebagai perwujudan upaya bela
negara untuk dipahami dan
dibanggakan oleh seluruh
lapisan warga negara dan
bangsa. Bukan hanya karena
k e l o m p o k t e r t e n t u s a j a ,
m i s a l n y a d u n i a u s a h a ,
b i r o k r a s i / p e n y e l e n g g a r a
negara/aparatur negara, atau
l e m b a g a p l u s ( l e m b a g a
eksekutif, legislatif, yudikatif,
dan badan lain) maupun terkait
p e r t a h a n a n m i l i t e r d a n
pertahanan nirmiliter, ancaman
militer dan ancaman nonmiliter
sehingga diharapkan akan
bermakna dan menyentuh
langsung ke dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Namun, anggota/
prajuri t/mil i ter/kekuatan
utama/TNI atau TNI (prajurit
sukarela dan wajib) sebagai
komponen utama-bagian dari
pertahanan militer dan/atau
unsur/aktor kementerian (K)
atau lembaga (L) pemerintah
diluar bidang pertahanan
(Perpres 47/2009) sebagai
unsur utama serta unsur-unsur
dari kekuatan bangsa lainnya
juga demikian. Hal ini, harus
menjadikan panggilan dan
kewaj iban . Sebaga imana ,
pemaknaan yang serius dan
konsistennya dari keikutsertaan
warganegara dalam upaya bela
negara yang sesuai UU (UU
39/199-UU 3/2002-UUD 1945).
J i k a m e n g a n a l o g i
transformasi sumber daya
nasional (SDN) dalam konteks
(konsepsi) menjadi potensi
kekuatan pertahanan negara
( H a n n e g ) d i a n t a r a n y a
d i m a k s u d k a n u n t u k
m e m b a n g u n k o m p o n e n
pendukung (UU 3/2002-UU
34/2004) guna meningkatkan
kekuatan dan kemampuan
k o m p o n e n u t a m a d a n
komponen cadangan. Upaya
t r a n s f o r m a s i y a n g p a t u t
dilakukan, diantaranya melalui
kebijakan : (i) transformasi
potensi sumber daya manusia
(SDM) menjadi prajurit (anggota
TNI-sebagai komponen utama)
atau menjadi warga negara yang
siap melaksanakan (upaya) bela
negara secara fisik dan kekuatan
pendukung sesuai dengan
profesinya, serta perlindungan
masyarakat dari bencana (alam,
n o n a l a m , s o s i a l ) ; ( i i )
transformasi SDA dan SDB,
serta sumber daya lainnya
(flora, fauna, bahan tambang,
sumber energi) yang memiliki
nilai strategis (darat, laut,
dirgantara/udara) menjadi
cadangan material strategis
untuk mendukung logistik
wilayah sebagai logistik tempur
( p e r a n g ) , d a n m e d a n
pertahanan; (iii) transformasi
sarana dan prasarana (Sarpras)
menjadi komponen cadangan
dan komponen pendukung
dalam perlawanan bersenjata/
tidak bersenjata. Bersifat fisik
dalam bentuk sarpras tra
nsportas i , informasi dan
telekomonikasi, industri, diklat,
depo logistik, migas dan
.
Transformasi dan Perwujudan
Amanah
OPINI
42 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
dis tr ibus inya , kesehatan ,
k e t e n a g a l i s t r i k a n d a n
p e n g e l o l a a n o t o m o t i f
( S o e p a n d j i , 2 0 1 1 ) .
Penyelenggaraan transformasi
tersebut tentunya dilaksanakan
oleh pemerintah (lembaga
eksekutif). Dalam hal ini,
diantaranya Kemhan bersama
K / L t e r k a i t a t a u f u n g s i
pemerintah sebagai unsur
u t a m a H a n n e g d e n g a n
p e l i b a t a n , p e n g g u n a a n ,
pengerahan kekuatan TNI.
Melalui transformasi i tu,
a d a n y a p e m a k n a a n
transformasi adalah menjadikan
kekuatan yang siap digunakan
atau akan dapat dipersiapkan
potensi pertahanan dalam
wujud komponen pendukung
sebagai bagian dari struktur
kekuatan dan kemampuan
sistem pertahanan semesta
d a l a m k o n t e k s n y a
mengahadapi ancaman (militer)
maupun pengorganisasian dan
penataan pada kondisi damai.
Sejalan dengan analogi
transformasi tersebut, dalam
konteks adanya krisis atau
perspektif keadaan konflik
dalam konteks pandangan
Indonesia tentang perang dan
damai yang berkembang.
Diawali diantaranya, dari
tuntutan/agenda reformasi
(1998) ternyata dampaknya
masih terasa sampai sekarang.
Krisis-konflik, baik politik-
e k o n o m i - s o s i a l b u d a y a -
korupsi/KKN maupun akibat
rentannya regulasi UU, dan
s e b a g a i n y a y a n g
berkepanjangan dengan adanya
pengaruh global dan perasukan
nilai universal telah membawa
m a s y a r a k a t d a n b a n g s a
I n d o n e s i a m a s u k p a d a
k e c e n d e r u n g a n k r i s i s
multidimensi sebagaimana
pemaknaan awal dari contoh
issu pemberantasan korupsi
yang berlarut sehingga perlu
b e r b a g a i p e r k u a t a n d a r i
pertahanan militer. Demikian
halnya, keanekaragaman suku
bangsa, baik budaya, adat
43SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
istiadat, agama, dan wilayah
yang semula menjadi faktor
pemersatu dan sebagai ciri
kekayaan budaya bangsa
boleh jadi telah berubah
menjadi faktor yang sangat
rentan terjadinya perselisihan
dan konflik (komunal) yang
mengarah kepada terabainya
visi-visi yang dibentuk. Konflik,
yang terkait dengan konflik
sosial, misalnya. Diartikan,
sebagai benturan dengan
kekerasan fisik antara dua atau
lebih kelompok masyarakat atau
golongan yang mengakibatkan
cedera dan/atau jatuhnya
korban jiwa, kerugian harta
benda, berdampak luas, dan
berlangsung dalam jangka
w a k t u t e r t e n t u y a n g
menimbulkan ketidakamanan
dan disintegrasi sosial sehingga
menghambat pembangunan
nasional (UU 7/2012) rentan
sekali terjadi. Padahal, dalam
konteks terkait SDM yang
b e r k h a r a k t e r , m i s a l n y a
semestinya tidaklah demikian.
Visi nasional , sepert i
terurai. Perwujudannya dalam
arah pembangunan nasional
tidaklah akan lepas diantaranya
dari mewujudkan Indonesia
aman, damai, dan bersatu.
T r a n s f o r m a s i m a u p u n
pembangunan nasional yang
b e r k h a r a k t e r d i s e k t o r /
dibidang SDM (sumber daya
manusia) itu, hendaknya
d i a r a h k a n s e s u a i v i s i .
B e r t u r u t a n , b e r i k u t n y a
perwujudan visi bawahnya
sampai ke tingkat individu
sebagai mahkluk sosial. Tidak
kecuali, termasuk seriusnya
k o m i t m e n j a b a r a n n y a
menerbitkan semua amanah
yang ada di UU. Khususnya,
UU yang diprioritaskan terkait
dengan tuntutan reformasi.
Misalnya, diawali runtutannya
dari UU 3/220 dan UU 34/2004
akibat hapusnya dwifungsi
ABRI/TNI, baru sesudahnya.
Misalnya, kekiniannya (sejak
dan setelah 2012) UU 7/2012
m a u p u n d i l u a r b i d a n g
pertahanan lainnya yang terkait
dengan rumpun atau tujuh
kementerian yang APBN-nya
terbesar dalam pembangunan
nasional.
Tidak ketinggalan, ketika
harus menyoal demokratisasi
dan HAM, misalnya sebagai
nilai global/universal. Menyoal
hal tersebut, pada hakekatnya
telah mempengaruhi cara
berpikir dari bangsa Indonesia
(UUD 1945). Nilai-nilai dasar
kebangsaan yang menjunjung
tinggi rasa persatuan dan
k e s a t u a n d e n g a n
mengedepankan musyawarah
untuk mufakat (demokrasi
Pancasila), sepertinya sudah
mulai meluntur jika tidak
k e m u n g k i n a n n y a s u d a h
ditinggalkan. Kenyataan itu,
hendaknya mulai dicerahkan
dan di luruskan kembal i .
B e g i t u p u n , k e h i d u p a n
masyarakat yang semula
bersi fat komunal dengan
p a r t n e r s h i p m u l a i
dipersepsikan berubah menjadi
individu dan kelompok/suku
bangsa. Selain itu, lebih
m e n o n j o l k a n
primordialisme/individualisme
dengan mengenyampingkan
r a s a k e b a n g s a a n /
(bagian seperangkat ide cerdas
yang mampu melintas batas
untuk mengentaskan masalah-
masalah secara komprehensif
integral dalam bidang tertentu)
dan rasa nasionalisme dalam
mewujudkan visi nasional.
Kondisi seperti itu, telah
nampak dihadapan mata kita.
Seperti halnya, pengalaman
dalam konteks sejarah konflik
vertikal yang sering terjadi di
berbagai daerah serta konflik
h o r i z o n t a l y a n g b e g i t u
m u d a h n y a t e r a k t u a l i s a s i
sebagai persoalan konflik
komunal. Sekali lagi, harus
d i t a n g k a l - d i c e g a h ,
ditanggulangi/ditangani, dan
dipulihkan sesuai aturan yang
berlaku berlandaskan Ideologi
dan prinsip-prinsip Hanneg.
P e r t a n y a a n n y a , a p a k a h
rangkaian konflik yang telah
terjadi selama ini merupakan
dampak dar i perubahan,
utamanya terkait dengan sistem
n o t i o n s
OPINI
44 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
n a s i o n a l y a n g b e r k e d o k
demokratisasi dan HAM atau
pembiasan perasukan nilai
universal lainnya? Tidakkah
terpikirkan oleh kita bahwa
negara dan bangsa yang dahulu
s a n g a t d i k e n a l d e n g a n
persatuan dan kesatuan, ho
lopis kontul baris, gotong
royong dengan dukungan nilai
mendasar yang sangat khas
sebagai bangsa Indonesia, mulai
d i r u s a k o l e h b e r b a g a i
k e p e n t i n g a n . T e r m a s u k ,
kepentingan asing atau paham
diluar Pancasila. Seandainya
benar, maka hal itu dapat
dikategorikan sebagai bentuk
dari peristilahan memuncaknya
ancaman multidimensional
terkait ancaman nonmiliter
(pertahanan nirmiliter), dengan
sasaran pokoknya adalah sendi-
sendi kehidupan bangsa dan
negara. Caranya, dengan
mengadu domba dan membuat
mudahnya konflik di seluruh
p e r b e d a a n y a n g a d a d i
masyarakat. Utamanya, dengan
mencuatnya masalah SARA dan
adanya berbagai penyelesaian
konflik atau kejahatan luar biasa
y a n g b e r l a r u t m a s a l a h ,
termasuk dari para elit politik
setempat. Akhirnya, disadari
atau tidak negara akan keropos
d a r i d a l a m s e h i n g g a
kemungkinannya mudah sekali
dikendalikan dan kehancuran
tinggal menunggu waktu.
Fenomena itu, sekali lagi harus
direspon dan diapresiasi untuk
dicarikan solusinya, sebelum
terlambat.
Sementara itu, keadaan
konflik atau konflik yang
disebut sebagai suatu keadaan
yang terjadi dalam lingkungan
masyarakat atau wilayah
tertentu di mana keamanan dan
ketertiban dalam kehidupan
b e r m a s y a r a k a t , a k t i v i t a s
p e l a y a n a n p e m e r i n t a h
t e r g a n g g u , y a n g c a r a
penyelesaiannya tidak dapat
dilakukan secara biasa oleh
pihak yang berwenang dalam
tugas fungsinya sebagaimana
dalam keadaan normal, seperti
yang dicontohkan mudah sekali
terjadi. A-visi nasional (UU
20/2001-UU 31/1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, UU 30/2002 tentang
KPK, dan sejenisnya) yang
marak berkembang dan berakar
dari perbedaan, diantaranya
berdasarkan SARA (suku,
agama, ras, dan antar golongan)
dan/atau terkait korupsi tidak
menutup kemungkinan adanya
keterkaitan dengan subversi
asing (merasuknya paham A-
Pancasila) yang menyebabkan
semakin bertambahnya kemelut
yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia. Apakah konflik yang
terjadi sebagai suatu akibat dari
perubahan dan/atau iklim
p e m e r i n t a h a n /
kebijakan/keputusan politik
negara yang kurang tepat?
Ataukah, memang merupakan
s k e n a r i o t e r t e n t u d a r i
pihak/paham asing. Simak saja,
pengalaman/konteks sejarah
A c e h d a n / a t a u P a p u a .
S e m e n t a r a i t u , m e n y o a l
pemberantasan korupsi sebagai
musuh formal rakyat dan dunia
penyelesaiannya jauh dari surut
dan tuntas. Seakan, penegakan
h u k u m b e g i t u s u l i t n y a
dibangun dan di t ingkat -
kembangkan. Supra struktur
yang ada dibuat menjadi kurang
optimal atau maksimal sehingga
sangat perlu adanya kontrol
yang kuat. Begitupun, peran dan
fungsi dari lembaga/komisi
negara (idependen) yang baru
dibentuk. Sampai-sampai
muncul hal yang bias soal
p e m b e r a n t a s a n k o r u p s i .
Mengingat, kalaupun ada salah
terkait hukum yang diampuni
hanyalah kepala negara/ kepala
pemerintahan/presiden karena
jasanya (Setneg, 1989). Itupun,
proses hukumnya mungkin
berbeda. Sebaliknya, yang
menjadi musuh masyarakat/
rakyat madani/NKRI/dunia
d a l a m k o n t e k s t u n t u t a n
reformasi seharusnya menyoal
kesenjangan, kemiskinan,
kebodohan, kerusuhan, dan
45SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
s e j e n i s n y a s e b a g a i m a n a
d i a m a n a h k a n d a l a m
pembangunan nasional. Justru,
orientasinya diikuti utamanya
pada pemberantasan korupsi
(kejahatan luar biasa) yang
wacananya mulai dikaburkan
dan tak dibuat efek jerah
maupun malu. Termasuk,
dengan berbagai perkuatan dan
r e g u l a s i a t u r a n d a n
penindakannya.
Pengalaman, yang pantas
d i j a d i k a n i l m u d a l a m
mengurangi berbagai ancaman.
Penyelesaian secara tuntas dan
b e r k e l a n j u t a n d e n g a n
kroninya, seperti kasus BLBI,
Bank Century, dan cek pelawat
terkait Deputi Bank Senior BI,
proyek hambalang kurang
banyak memenuhi harapan
publik. Demikian halnya,
penerapan DOM (Daerah
Operasi Militer) dan/atau
Darurat Militer dengan Operasi
(mi l i t e r? ) Terpadu yang
mengedepankan setidaknya
operasi kemanusiaan dan
o p e r a s i m e n g e m b a l i k a n
lancarnya roda pemerintahan di
daerah sebagai prioritas utama
ser ta operas i pemul ihan
k e a m a n a n , y a n g t e l a h
membawa berbagai perubahan
yang positip dan pembangunan
nasional. Toh, akhirnya ada
juga keterlibatan pihak ketiga
(asing). Kini, dengan contoh
ekstrim pengalaman Aceh
m e m a n g d a m a i . T e t a p i
sekaligus harus ada antisipasi
( p e n a n g k a l a n ) b e n t u k
i n t e r v e n s i a s i n g , y a n g
menginginkan persatuan dan
kesatuan Indonesia sebagai
bangsa dan negara yang besar,
didesain menjadi tercabik-cabik
d a n k e m u n g k i n a n n y a
melahirkan negara-negara kecil
(federalisme/RIS ?) yang lemah
dan tidak berdaya, serta
kemungkinannya meminta
perlindungan kepada negara
yang kuat sebagai seorang
hamba kepada tuannya. Hal
tersebut, seakan melalaikan
istilah visi, misi nasional, pilar
kebangsaan yang final, makna
“Si Vis Pacem Para Bellum”,
“Visi terwujudnya pertahanan
negara yang tangguh” (Kep
Menhan 268/2009). Selain itu,
unsur kepemimpinan nasional,
utamanya dari tanggung jawab
supremasi sipil yang ada dan
sangat berkompeten sepertinya
hanya sekedar simbol karena
terbelenggu kebebasannya dan
terkungkung kemerdekaannya
akibat rentannya hukum dan
berbagai rekayasanya.
Apakah masyarakat dan
bangsa Indonesia kedepan akan
mengukir sejarah seperti itu.
S e m e n t a r a , b i b i t - b i b i t
permusuhan telah muncul
y a n g d i t a n d a i d e n g a n
b a n y a k n y a k e p e n t i n g a n
kelompok dan perorangan
mengaku sebagai pahlawan
pembela rakyat. Tanpa rasa
malu dan segan menjual harga
d i r i b a n g s a d e n g a n
m e n g g u n a k a n k e d o k
diantaranya demokrasi dan
HAM yang mungkin tidak
dilandasi ideologi (Pancasila)
dengan berbagai pengetrapan
jamaknya. Mereka berjuang
seolah-olah demi kepentingan
rakyat namun sebenarnya yang
diperjuangkan adalah demi
kekuasaan, demi uang, dan
kepentingan duniawi lainnya.
Kendati demikian, persoalan
benturan kepenting nasional
d e n g a n k e p e n t i n g a n
internasional sesungguhnya
tak dapat begitu saja dielak.
Konteks, setelah terjadinya
peristiwa serangan teroris di
AS, menjadikan konstelasi
dunia berubah dratis yang
semula hanya nilai demokrasi
dan HAM. Pada saat ini,
ditambah pula dengan issu
terorisme (kejahatan luar biasa)
sebagai nilai universal yang
harus dianut oleh bangsa-
bangsa di dunia. Pandangan
yang dilontarkan kepada dunia,
seperti Islam identik dengan
terorisme boleh jadi akan
diorientasikan ke setiap orang
agar menjadi opini dunia.
Negara-negara Islam yang ada,
OPINI
46 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
boleh jadi dicap sebagai sarang
t e r o r i s d e n g a n b e r b a g a i
dalihnya telah dijadikan sebagai
a lasan yang kuat untuk
melancarkan suatu serangan
(mi l i te r /
serangan mendahuli pada saat
musuh sudah siap diambang
pintu- /serangan
mendahului sebelum musuh
m e n j a d i b e s a r d a n s i a p
melawan). Alasan klasik yang
sering digunakan adalah demi
melindungi hak-hak rakyat
yang tertindas oleh rezim
penguasa dan/atau pelanggar
nilai universal.
Dengan isu/ancaman
aktual itu, tanpa mengabaikan
soal perang yang sudah sangat
sulit dibedakan akibat berbagai
a l a s a n n y a . M e n y o a l
s e p a r a t i s m e , t e r o r i s m e
( n a r k o t i k a , k o r u p s i ,
pembunuhan berencana ?????),
ragam ilegal, pengamanan
wilayah perbatasan (Perpres
41/2010) mudah bagi kita untuk
memahami bahwa kr i s i s
multidimensi yang terjadi di
Indonesia karena adanya
transformasi yang kurang pas
dan serius melandaskan pada
i d e o l o g i n y a a k i b a t
kemungkinannya adanya
intervens i n i la i maupun
persoalan nonfisik asing. Tetapi,
k i t a p u n s u l i t u n t u k
menghindari kenyataan yang
terjadi dilapangan sekarang ini
bahwa terjadinya gangguan
dan/atau krisis yang akhirnya
menjadi ancaman/konflik
karena adanya campur tangan
a s i n g , d e n g a n s a s a r a n
diberbagai kehidupan bangsa
dan negara.
A k a n t e t a p i , d e n g a n
m e m a k n a i p e n g a l a m a n
hendaknya dapat dijadikan
ilmu. Dimasa lalu, upaya
penaklukan untuk menjajah
suatu bangsa dan/atau negara
seringkali dilakukan dengan
m e n g g u n a k a n k e k u a t a n
bersenjata. Tetapi sekarang ini,
penaklukan tersebut bisa saja
dilakukan melalui fase-fase
dimana pengerahan kekuatan
b e r s e n j a t a ( a n c a m a n
militer/hard power) tidak lagi
menjadi pilihan pertama.
Setidaknya, skala prioritas
telah menjadi berubah, yakni
konsep membentuk sel-sel
perlawanan serta adu domba
u n t u k m e n i m b u l k a n
perpecahan di negara sasaran
menjadi pilihan yang sangat
s t r a t e g i s d a n m u r a h .
Agresi/invasi dan berbagai
v a r i a s i n y a d e n g a n
menggunakan kekuatan militer
hanyalah dilakukan pada fase
akhir (terpaksa?). Skenario yang
dilakukan oleh negara-negara
besar atau tertentu untuk
menghi langkan kekuatan
militer atau peran militer di
negara negara berkembang
k e m u n g k i n a n n y a t e r u s
dilakukan. Di Indonesia, dwi
fungsi sudah dihapus. Namun,
dukungan dari komponen
cadangan dan komponen
pendukung sebagai bagian dari
pembangunan Hanneg serta
prajurit wajib dengan berbagai
alasannya belum terbit-terbit
UU-nya. Apakah ini, sedang
d i k e m b a n g k a n d a n
disekenariokan pada negara-
negara sasaran, yang kita kenal
dengan konsep perang/konflik
Modern (nonmiliter).
Kejadian-kejadian itu,
sebenarnya telah memberikan
kejelasan kepada seluruh warga
n e g a r a b a h w a b e r b a g a i
peristiwa yang terjadi diseluruh
wilayah NKRI merupakan
permasalahan yang harus
diwaspadai dan dicarikan
s o l u s i n y a . K a r e n a t i d a k
m e n u t u p k e m u n g k i n a n
disamping kurang layaknya
sebagian komponen bangsa
mengelola dan meyeleng-
garakan tujuan bernegara.
Ditambah pula, akibat kurang
meningkatnya wawasan
kebangsaan dan kemungkinan
adanya kelalaian serta adanya
campur tangan asing maupun
perasukan nilai universal
terhadap seluruh sendi-sendi
kehidupan bermasyarakat,
-p r e emt ive s t r i k e
preventive strike
47SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
berbangsa, dan bernegara.
Hingga saat ini, percepatan
p e n i n g k a t a n w a w a s a n
kebangsaan sebagai orientasi
pembangunan kharakter dan
penguatan ideologi dalam
proses yang diharapkan. Masih
ada, orang Indonesia yang
k u r a n g m e m p e r d u l i k a n
keberadaannya sebenarnya
harus dimana dan bagaimana
agar sesuai diantaranya dengan
p e n g e m b a n g a n s t r a t e g i
Hanneg. Mengingat, tujuan dan
sasaran apa yang ingin dicapai
(ends), sumber daya apa yang
digunakan (means), dan dengan
cara apa mencapai tujuan
(ways) semuanya sudah
disampaikan. Di masa lampau
atau konteks sejarah, nuansa
kebangsaan atau disebut rasa
k e b a n g s a a n , p a h a m
kebangsaan, dan semangat
kebangsaan begitu kuat melekat
p a d a h a m p i r s e l u r u h
masyarakat Indonesia. Selain
itu, bagaimana masyarakat
Indonesia terl ibat secara
emosional dan sungguh-
sungguh dalam membela nama
NKRI dengan penguatan
ideologinya Pancasila. UU
9/1964 tentang Gerakan
S u k a r e l a w a n I n d o n e s i a ,
timbulnya hari bela negara, hari
pahlawan, dan sejenisnya telah
menunjukan indikasi kuatnya
nasionalisme dan pembelaan
nama NKRI. Begitupun, pada
saat memirsa pertandingan olah
raga atlit nasional dengan atlit
manca negara maupun dalam
m e n y a m b u t p e r s i t i w a
kedatangan pres idennya,
pasukan TNI yang berangkat
m a u p u n p u l a n g d a r i
daerah/negara penugasan,
s e r t a d a l a m k e r a n g k a
p e n g e r a h a n / p e n g g u n a a n
kekuatan TNI dan penghentian
operasi militer.
Bagaimana sebagian besar
rakyat Indonesia menyikapi
pengibaran bendera merah
putih, lagu kebangsaan akibat
masih menguatnya landasan
ideologi dan wawasan
k e b a n g s a a n . S u n g g u h -
s u n g g u h , k h a r a k t e r d a n
mi l i tans i kebangsaannya
membakar jiwa patriotisme,
heroisme ke Indonesia-an.
Padahal, keadaan ekonomi
bangsa dan pembangunan
nasional belum aktif seperti saat
ini. Konsentrasi, umumnya
tertuju pada revolusi dan
p e m b a n g u n a n p o l i t i k ,
p e m b a n g u n a n n a s i o n a l
(berencana) semesta dengan
dasar Pancasila. Sebut saja,
ketika Presiden menyatakan
”Dekrit presiden 1959”. Semua,
p e r a t u r a n p e r u n d a n g -
u n d a n g a n y a n g t i d a k
mendasarkan pada UUD 1945
diadakan perubahan segera.
Termasuk, diantaranya UU 23
Prp/1959 tentang keadaan
bahaya.
Dalam sikap mental bangsa
Indonesia terhadap nilai
ekonomi pun belum banyak
mengakt i fkan kehidupan
mereka. Eforia revolusi dan
Pencerahan Spiritual dan
Militansi
OPINI
48 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
politik termasuk membangun
kharakter bangsa, komitmen,
dan konsistensi masih sangat
m e n g u a t . B e g i t u p u n ,
pencerahan semboyan-simbolis
merdeka atau mati, ganyang
kolonialisme-imperalisme-
kapitalisme (Inggris dilinggis-
Amerika disetrika), rebut Irian
Barat, ganyang Malaysia. Tolak
Amerika, Inggris, Portugis, dan
Belanda bukan karena orangnya
tetapi pahamnya. Bekupon
omahe doro (melok nipon
makin sengsoro). Selain itu,
koperasi yang didengungkan
sebagai soko guru bangsa cukup
dominan dalam meregulasi
perilaku bangsa. Namun, saat
ini suasana dan kondisi
s e p e r t i n y a b e r b e d a .
Pener imaan, pemahaman
terhadap nilai-nilai ekonomi/
globalisasi/modernisasi yang
b e r s i f a t k e b e n d a a n d a n
keduniawian telah merasuk
kedalam pikiran, perasaan, dan
tingkah laku sebagian besar
rakyat Indonesia. Selain itu,
menguatnya perasukan nilai
universal sangat berbeda.
Apakah dalam kerangka
upacara bendera, lantunan lagu
k e b a n g s a a n , k e d a t a n g a n
presiden, dan sejenisnya.
Tampaknya tidak mengetuk
hat i nurani kebangsaan ,
persatuan dan kesatuan, serta
hal-hal sejenisnya.
Tolok ukur kebahagiaan
g u n a m e m u p u k b a n y a k
kebaikan terkait Ma-pitu (7M),
yakni maling (mencuri), madon
( p e n c a b u l a n ) , m i n u m
( M i n u m a n k e r a s ) , m a i n
(perjudian), madat (candu dan
narkotik), mateni ( membunuh),
dan maido (mencela) pun
menjadi berubah karenanya.
Begitupun, tentang makna
komitmen dan konsistensi
perlakuan terhadap kejahatan
luar biasa (korupsi, terorisme,
narkoba, dan pembunuhan
berencana). Sepertinya, dengan
d a l i h r a s i o n a l n y a d a n
kepent ingan nasionalnya
dikhianati. Selain itu, siapa yang
kehidupan ekonominya tinggi
akan mendapat penghormatan
dan kemudahan. Kekuatan
ekonomi menjadi fasilitas/
simbul hidup di dunia. Tidak
heran jika banyak anggota
masyarakat telah menjadikan
kekayaan uang, harta benda,
melebihi hal yang hakiki walau
terkait 7M. Semakin banyak
orang berlomba bagaimana bisa
menguasai kekuatan ekonomi,
pasar dan sejenisnya. Pergaulan
antar masyarakat, antar bangsa
pun menjadi lebih luas dan
sukar dibatasi, jika sudah
berbicara masalah ekonomi,
apalagi dengan adanya sistem
e k o n o m i g l o b a l , m a k a
teritotorial pergaulan pun
semakin luas. Tidak kecuali,
luasnya permasalahan korupsi
yang sulit diberantas.
P a d a h a l , b e r b i c a r a
m e n g e n a i p e n i n g k a t a n
W a w a s a n k e b a n g s a a n ,
penanganan (pencegahan,
penghentian, dan pemulihan)
konflik sosial, membangun
kharakter yang berorientasi
wawasan kebangsaan tidak lain
d i a n t a r a n y a m e r u p a k a n
kualitas cara pandang, sikap
mental yang ditandai dengan
komitmen, konsistensi, rasa
p e n u h p e n g a b d i a n ,
pengorbanan demi bangsanya,
dan nilai dasar, serta nilai-nilai
militansi lainnya yang terus
ditingkatkan. Tidak rela jika ada
h a l - h a l y a n g d i r a s a k a n
menyinggung bangsa nya,
bahasa nya, tanah airnya yang
mungkin dilakukan oleh siapa
saja khususnya orang atau dari
negara asing. Pepatah klasik
menyatakan “
“ bukan
.
P e n i n g k a t a n d a n
pengembangan kharakter,
w a w a s a n k e b a n g s a a n
masyarakat Indonesia era orde
baru, secara ju jur dapat
d i k a t a k a n t e l a h a d a n y a
pergeseran nilai. Kekeliruan
right or wrong is
my country right or
wrong is my Queen
49SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
oknum di masa lalu, serta merta
merendahkan semua hal yang
dianut orde baru, tanpa reserve.
Pancasila pun yang dianggap
m o r a l / i d e o l o g i t i d a k
ketinggalan, dijadikan simbol
dari orde baru. Padahal
Pancasila yang lahir dari
budaya Indonesia telah ada
s e b e l u m k e m e r d e k a a n
Republik yang tercinta ini.
P a n c a s i l a s e h a r u s n y a
merupakan ideologi/cara
pandang, bangsa
Indonesia yang tepat dimiliki
bangsa Indonesia sejalan
dengan kebhinekaan dalam
s u k u , a g a m a , d a n r a s .
Pemaknaan, Pancasila bagian
dari 4 pilar kebangsaan dan
kenegaraan harus senantiasa
d i j a d i k a n l a n d a s a n d a n
pengaktualisasian diri setiap
warga negara. Tetapi saat ini,
p e n g h a r g a a n t e r h a d a p
Pancasila belum diyakini
demikian kuatnya. Bahkan
u n t u k m e m a s u k k a n n y a
kedalam program membentuk
k a r a k t e r b a n g s a d e n g a n
mempedomani Pancasila, ada
k e c e n d e r u n g a n k u r a n g
mendapat dukungan dari
sebagian masyarakat. UU
20/2003 tidak mencantumkan
dan merespon Pancasila sebagai
mata ajaran wajib dengan
berbagai alasan rasional dan
obyektif lainnya. Meskipun,
telah berulang kali dinyatakan
bahwa setiap pelajaran harus
melekatkan Pancasila dan
Pancasila dijadikan salah satu
muatan atau substansi mata
a j a r a n p e n d i d i k a n
kewarganegaraan (Dikwar).
Akan tetapi, setelah adanya
p e n g u a t a n 4 p i l a r y a n g
dilakukan terus menerus, baru
s e b a g a i k o n s e k u e n s i n y a
diwajibkan untuk setidaknya di
perguruan tinggi memuatnya
sebagai mata kuliah/ajar wajib
tersendiri maupun bersama-
s a m a D i k w a r . I t u p u n ,
prakteknya kemungkinan
b e l u m t e n t u d i l a k u k a n
s e p e n u h n y a . S e m e n t a r a ,
Dikwar bersama rangkaiannya
(UU 3/2002, ps 9) yang
diamanatkan untuk dibuatkan
UU belum mendapat respon
dan keseriusan diterbitkan UU-
nya.
P e n d i d i k a n f o r m a l ,
informal, dan pendidikan
(pe la t ihan) apapun baik
pendidikan umum, pendidikan
keagamaan, dan sebagainya
s e h a r u s n y a d e n g a n
mengemukanya Pancasila/
Dikwar telah meletakkan
platform budi pekerti, nilai
spiritual, dan nilai mendasar
lainnya tanpa mengabaikan
n i l a i y a n g u n i v e r s a l .
Perwujudan, dalam perilaku
yang tampak maupun perilaku
yang tidak tampak. Perilaku
mana, kesemuannya akan
m e n e n t u k a n b a t a s - b a t a s
kepatutan dalam interaksinya
dengan masa lah pol i t ik .
Supremasi sipil, termasuk
kepemimpinan nasional harus
The Way of Life
OPINI
50 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
d i l e k a t i i d e o l o g i y a n g
b e r p e n g e t r a p a n j a m a k
e k o n o m i / k e s e j a h t e r a a n ,
k e a m a n a n , k u l t u r , d a n
s e b a g a i n y a ( r e f o r m a s i ) .
Tentunya, juga termasuk
m e n i n g k a t n y a w a w a s a n
k e b a n g s a a n . S e l a i n i t u ,
beberapa alternatif solusi yang
dapat diangkat dalam rangka
menumbuhtingkatkan kembali
wawasan kebangsaan dan/
a t a u k h a r a k t e r b a n g s a ,
d i a n t a r a n y a a d a l a h
perwujudan kurikulum atau
substansi tentang wawasan
kebangsaan Indonesia pada
setiap jenjang pendidikan,
melakukan reorientasi dan
penguatan terhadap segala
sesuatu terkai t ideologi .
M i s a l n y a , d i i n d i k a s i k a n
perlunya upacara dan ritual
(ziara) untuk memperingati
peristiwa penting sejarah yang
berkaitan dengan keberadaan
bangsa dan negara Indonesia
(kontek sejarah dan filosofi).
Dimana, akhir-akhir ini hal
t e r s e b u t s u d a h t i d a k
mempunyai makna lagi akibat
k u r a n g m e n g u a t n y a
pemahaman idelogi, konteks
filosofi dan sejarah.
Berpijak pada kenyataan,
visi-visi yang telah terurai,
t e r m a s u k d i d a l a m n y a
dimaknai oleh komponen/
kekuatan utama TNI (Hanneg)
adalah salah satu komponen
bangsa Indonesia yang ikut
bertanggungjawab terhadap
peningkatan kualitas wawasan
kebangsaan Indonesia. Oleh
karena itu, perlu dipahami
mengenai paradigma baru TNI
dalam melaksanakan tugas dan
fungsi/peran (UU 34/2004),
t e r m a s u k p e m b i n a a n
teritorinya dan sistem Hanneg
dalam menghadapi ancaman
militer yang seharusnya UU-
n y a d i d u k u n g o l e h
K o m c a d d u k . A p a k a h ,
prakteknya (Politik) sudah
m e n d a p a t d u k u n g a n
komponen cadangan dan
k o m p o n e n p e n d u k u n g .
P a d a h a l U U k o m p o n e n
cadangan dan komponen
pendukung sebagai bagian
pembangunan pertahanan
sampai saat ini belum ada.
A p a k a h i n i , m a k i n
mencerminkan peningkatan
wawasan kebangsaan dalam
regulasi atau legislasi nasional
makin meningkat akibat adanya
perhatian terhadap penafsiran
demokrasi dan HAM atau
p e n d i s t r i b u s i a n s o a l
p e m b a n g u n a n n a s i o n a l
s e h i n g g a b e l u m s a a t n y a
komponen dimaksud untuk
bahan solusi . Selain itu,
revitalisasi untuk membangun
sekaligus membangkitkan
karakter . Misa lnya , dar i
landasan visi, nilai mendasar,
khususnya nilai dan praktek
s a l i n g m e n g h a r g a i d a n
mengormati; memasyarakatkan
kebersamaan dan gotong
r o y o n g ; p e r s a t u a n d a n
kesatuan; rela berkorban; moral,
ahklak, nilai agama; dan saling
membantu harus diseriusi.
E m p a t p i l a r h a r u s
dipeliharatingkatkan, dan
perwujudan visi seoptimal
m u n g k i n d i w u j u d k a n .
Akhirnya, pilihan penyegaran
terkait menyoal spiritual
(pencerahan hati nurani) yang
militan tak dapat dielak.
M e n g i n g a t , p i l i h a n i t u
diantaranya sangat terkait
dengan politik (supremasi sipil)
dan bagaimana menyegarkan/
mencerahkan moral (ideologi)
yang menurut difinisi riil
ketahanan nasional perlu
p e n d e k a t a n j a m a k
kesejahteraan, keamanan,
kultural, demokratik, dan
hukum, serta visi-visi yang ada.
Dengan pencerahan secara
m i l i t a n i t u , s e k a l i g u s
diantaranya mencegah dan
mengelola terjadinya konflik
sebagai gejalah yang serba
hadir.**
51SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
OPINI
A. LATAR BELAKANG.
N e g a r a K e s a t u a n
Indonesia (NKRI) terdiri dari
r a n g k a i a n k e p u l a u a n
Nusantara dengan wilayah
perairan, daratan dan udara
yang terbentang sangat luas,
memerlukan sosok pertahanan
negara yang efektif dan
berdaya tangkal tinggi, harus
d i t o p a n g o l e h s t r a t e g i
pertahanan negara yang tepat
s e h i n g g a m a m p u
m e m a k s i m a l k a n
pendayagunaan segenap
sumber daya nasional dalam
memelihara kelangsungan
hidup serta keutuhan bangsa
dan negara. Sesuai dengan Visi
Kementerian Pertahanan yaitu
52 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Oleh : Eddy Firmansjah
MEMBANGUN KARAKTER
PERSONEL KEMHAN DAN TNI DALAM RANGKA
MEWUJUDKAN PERTAHANAN NEGARA YANG TANGGUH
MELALUI NATIONAL CHARACTER BUILDING
53SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
terwujudnya Pertahanan
Negara yang Tangguh, esensi
penyelenggaraan pertahanan
negara adalah menjamin
kelangsungan hidup bangsa
dan negara dalam wadah
NKRI. Indikator keberhasilan
penyelenggaraan pertahanan
negara tercermin dalam daya
tangkal bangsa terhadap setiap
ancaman yang membahayakan
kehidupan bangsa dan negara,
baik dari luar maupun yang
timbul di dalam negeri.
Globalisasi dalam banyak
hal memiliki kesamaan dengan
i n t e r n a s i o n a l i s a s i y a n g
d i k a i t k a n d e n g a n
berkurangnya peran dan batas-
batas suatu negara yang
d i s e b a b k a n a d a n y a
peningkatan keterkaitan dan
ketergantungan antar bangsa
dan antar manusia di seluruh
dunia melalui berbagai bentuk
interaksi. Globalisasi dapat
memacu pertukaran arus
m a n u s i a , b a r a n g , d a n
informasi tanpa batas yang
dapat menimbulkan dampak
terhadap penyebarluasan
pengaruh budaya dan nilai-
nilai termasuk ideologi dan
agama dalam suatu bangsa
yang sulit dikendalikan. Salah
satu dampak nyata dalam
k o n t e k s k e h i d u p a n
b e r m a s y a r a k a t a d a l a h
bergesernya orientasi nilai
yang diyakini seseorang dan
cara pandangnya terhadap
keberhasilan hidup. Orientasi
n i l a i i d e a l i s y a n g
mengedepankan nilai akhlak,
etika, moral, budi pekerti, dan
harga diri seringkali tampak
tergeser. Kecenderungan
o r i e n t a s i n i l a i d a l a m
kehidupan kini bergeser
m e n j a d i h e d o n i s y a n g
berorientasi kepada materi dan
l e b i h b e r s i f a t d u n i a w i .
Keberhasilan seseorang dalam
k e h i d u p a n d i u k u r
berdasarkan berapa banyak
harta, berapa tinggi kekuasaan,
d a n a p a j a b a t a n y a n g
diembannya. Seringkali orang
lupa diri dan berlomba-lomba
u n t u k m e n c a r i d a n
mendapatkan harta sebanyak-
b a n y a k n y a d a n j a b a t a n
setinggi-tingginya melalui
jalan pintas yang tidak lagi
mengindahkan cara-cara
memperolehnya.Untuk itu,
diperlukan upaya dan strategi
yang tepat dan sesuai agar
masyarakat Indonesia dapat
tetap menjaga nilai-nilai
budaya dan jati diri bangsa
serta generasi muda tidak
k e h i l a n g a n k e p r i b a d i a n
sebagai bangsa Indonesia.
Pada gilirannya hal ini akan
dapat mengancam jatidiri
bangsa.
Pada lingkungan regional,
pengaruh globalisasi juga
membawa dampak terhadap
terkikisnya budaya lokal di
zona negara-negara Asia
Tenggara. Dampak tersebut
berwujud adanya ekspansi
budaya dari negara-negara
m a j u y a n g m e n g u a s a i
teknologi informasi. Meskipun
telah dilaksanakan upaya
pencegahan melalui program
kerja sama kebudayaan,
OPINI
namun melalui teknologi
informasi yang dikembangkan,
pengaruh negara lain dapat
saja masuk.
Perkembangan politik di
dalam negeri dalam era
reformasi telah menunjukkan
arah terbentuknya demokrasi
yang baik. Selain itu telah
d i r e a l i s a s i k a n a d a n y a
kebi jakan desentra l i sas i
kewenangan melalui kebijakan
otonomi daerah. Namun,
sampai saat ini, pemahaman
dan implementasi konsep
demokrasi dan otonomi serta
pentingnya peran pemimpin
n a s i o n a l m a s i h b e l u m
memadai. Perkembangan
demokrasi dan otonomi saat ini
masih banyak menimbulkan
ekses negatif berupa konflik
horizontal maupun vertikal.
Sifat kedaerahan yang kental
dapat mengganggu proses
d e m o k r a s i d a n b a h k a n
m e n g g a n g g u p e r s a t u a n
n a s i o n a l . K e m a j u a n
pembangunan di bidang fisik
saat ini harus diimbangi
d e n g a n p e m b a n g u n a n
n o n f i s i k , t e r m a s u k
membangun karakter dan jati
diri bangsa agar menjadi
bangsa yang kukuh dan
memiliki pendirian yang
teguh.
Upaya pertahanan negara
merupakan tanggung jawab
dan kehormatan setiap warga
n e g a r a I n d o n e s i a y a n g
diselenggarakan melalui
f u n g s i p e m e r i n t a h .
Kementerian Pertahanan
merupakan fungsi pemerintah
dalam bidang pertahanan
negara sesuai Misinya menjaga
kedaulatan dan keutuhan
wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta
keselamatan bangsa. Disisi
lain sesuai Doktrin Pertahanan
negara , TNI merupakan
komponen utama dari sistem
pertananan negara. Dengan
demikian terlihat jelas bahwa
personel Kemhan dan TNI
merupakan garda terdepan
dalam memikul tanggung
jawab dan kehormatan dalam
mencapai Pertahanan Negara.
Berkaitan dengan
K e m e n t e r i a n
Pertahanan yang ketiga, yakni
m e n i n g k a t k a n k u a l i t a s
personel Kemhan dan TNI,
maka konteks kualitas itu
t e r m a s u k k a r a k t e r
didalamnya. Personel Kemhan
dan TNI harus memiliki
karakter yang baik sebagai
garda terdepan Pertahanan
N e g a r a a g a r m a m p u
mendukung terwujudnya Visi
Kementerian Pertahanan yaitu
terwujudnya Pertahanan
Negara yang tangguh.
Sebelum membahas lebih
jauh tentang Pembangunan
Karakter Bangsa (
Grand
S t r a t e g y
National
B. K A R A K T E R ,
KARAKTER BANGSA DAN
P E M B A N G U N A N
KARAKTER BANGSA.
54 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Character Building)
National Character
B u i l d i n g
, perlu
a d a n y a p e r s a m a a n
pengertian/ persepsi antara
karakter, karakter bangsa dan
pembangunan karakter bangsa
Karakter adalah nilai-nilai
yang khas-baik (tahu nilai
kebaikan, mau berbuat baik,
nyata berkehidupan baik, dan
berdampak baik terhadap
lingkungan) yang terpateri
d a l a m d i r i d a n
t e r e j a w a n t a h k a n d a l a m
perilaku. Karakter secara
koheren memancar dari hasil
olah pikir, olah hati, olah raga,
serta olah rasa dan karsa
seseorang atau sekelompok
orang. Karakter merupakan
ciri khas seseorang atau
sekelompok orang yang
m e n g a n d u n g n i l a i ,
kemampuan, kapasitas moral,
d a n k e t e g a r a n d a l a m
menghadapi kesulitan dan
tantangan.
Karakter bangsa adalah
kualitas perilaku kolektif
kebangsaan yang khas-baik
y a n g t e r c e r m i n d a l a m
kesadaran, pemahaman, rasa,
karsa, dan perilaku berbangsa
dan bernegara sebagai hasil
olah pikir, olah hati, olah rasa
dan karsa, serta olah raga
seseorang atau sekelompok
orang . Karakter bangsa
Indonesia akan menentukan
perilaku kolektif kebangsaan
Indonesia yang khas-baik yang
tercermin dalam kesadaran,
pemahaman, rasa, karsa, dan
per i laku berbangsa dan
bernegara Indonesia yang
b e r d a s a r k a n n i l a i - n i l a i
Pancasila, norma UUD 1945,
keberagaman dengan prinsip
Bhinneka Tunggal Ika, dan
komitmen terhadap NKRI.
Pembangunan Karakter
Bangsa (
) a d a l a h u p a y a
kolektif-sistemik suatu negara
k e b a n g s a a n u n t u k
mewujudkan kehidupan
berbangsa dan bernegara yang
sesuai dengan dasar dan
ideologi, konstitusi, haluan
n e g a r a , s e r t a p o t e n s i
kolektifnya dalam konteks
kehidupan nasional, regional,
dan global yang berkeadaban
untuk membentuk bangsa
yang tangguh, kompetitif,
berakhlak mulia, bermoral,
bertoleran, bergotong royong,
patriotik, dinamis, berbudaya,
dan beror ientas i Ip teks
berdasarkan Pancasila dan
dijiwai oleh iman dan takwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Mengapa karakter bangsa
:
1. Karakter. 2. Karakter Bangsa.
3. Pembangunan Karakter
Bangsa.
C. TUJUAN MEMBANGUN
K A R A K T E R B A N G S A .
55SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
OPINI
h a r u s d i b a n g u n ? , a p a
f u n g s i n y a d a n a p a
tujuannya?.
A d a 3 ( t i g a ) f u n g s i
p e m b a n g u n a n k a r a k t e r
bangsa, yakni :
1. Fungsi Pembentukan dan
Pengembangan Potensi
Pembangunan. Karakter
b a n g s a b e r f u n g s i
m e m b e n t u k d a n
mengembangkan potensi
manusia atau warga
negara Indonesia agar
berpikiran baik, berhati
baik, dan berperilaku baik
sesuai dengan falsafah
hidup Pancasila.
2. Fungsi Perbaikan dan
Penguatan Pembangunan.
Karakter bangsa berfungsi
m e m p e r b a i k i d a n
m e m p e r k u a t p e r a n
k e l u a r g a , s a t u a n
pendidikan, masyarakat,
dan pemerintah untuk
ikut berpartisipasi dan
bertanggung jawab dalam
pengembangan potensi
w a r g a n e g a r a d a n
pembangunan bangsa
menuju bangsa yang maju,
mandiri, dan sejahtera.
3. F u n g s i P e n y a r i n g
Pembangunan. Karakter
bangsa berfungsi memilah
budaya bangsa sendiri dan
menyaring budaya bangsa
lain yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai budaya
dan karakter bangsa yang
bermartabat.
Untuk melaksanakan
ketiga fungsi diatas, perlu
ditempuh 4 (empat) langkah,
yakni :
1. Pengukuhan Pancasila
sebagai falsafah dan
ideologi negara,
2. Pengukuhan nilai dan
norma konstitusional
UUD 45,
3. Penguatan komitmen
k e b a n g s a a n N e g a r a
K e s a t u a n R e p u b l i k
Indonesia (NKRI), (4)
Penguatan nilai -ni lai
k e b e r a g a m a n s e s u a i
dengan konsepsi Bhinneka
Tunggal Ika, serta
4. Penguatan keunggulan
dan daya saing bangsa
u n t u k k e b e r l a n j u t a n
k e h i d u p a n
b e r m a s y a r a k a t ,
berbangsa, dan bernegara
Indonesia dalam konteks
global.
S e d a n g t u j u a n d a r i
pembangunan karakter bangsa
adalah :
1. Untuk menumbuhkan dan
memperkuat jati diri
bangsa,
2. Untuk menjaga keutuhan
N e g a r a K e s a t u a n
R e p u b l i k I n d o n e s i a
(NKRI), dan
3. U n t u k m e m b e n t u k
manusia dan masyarakat
56 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Indonesia yang berakhlak
mulia dan bangsa yang
bermartabat.
Mengapa pembangunan
k a r a k t e r b a n g s a h a r u s
dilaksanakan ?.
Pembangunan karakter
bangsa harus dilaksanakan
karena :
1. Karakter merupakan hal
sangat esensial dalam
berbangsa dan bernegara,
2. hilangnya karakter akan
menyebabkan hilangnya
generasi penerus bangsa;
3. karakter berperan sebagai
kemudi dan kekuatan
sehingga bangsa ini tidak
terombang-ambing;
4. karakter tidak datang
dengan sendirinya, tetapi
harus dibangun dan
dibentuk untuk menjadi
bangsa yang bermartabat.
Pembangunan karakter
bangsa harus diaktualisasikan
secara nyata dalam bentuk aksi
n a s i o n a l d a l a m r a n g k a
m e m a n t a p k a n l a n d a s a n
spiritual, moral, dan etika
pembangunan bangsa sebagai
upaya untuk menjaga jati diri
bangsa dan memperkukuh
persatuan dan kesatuan bangsa
d a l a m n a u n g a n N K R I .
Pembangunan karakter bangsa
harus dilakukan melalui
pendekatan sistematik dan
integratif dengan melibatkan
keluarga; satuan pendidikan;
pemer intah ; masyarakat
termasuk teman sebaya,
generasi muda, lanjut usia,
media massa , pramuka,
organisasi kemasyarakatan,
organisasi politik, organisasi
profesi, lembaga swadaya
m a s y a r a k a t ; k e l o m p o k
s t r a t e g i s s e p e r t i e l i t e
struktural , e l i te pol i t ik ,
w a r t a w a n , b u d a y a w a n ,
agamawan, tokoh adat, serta
tokoh masyarakat. Adapun
s t r a t e g i p e m b a n g u n a n
karakter dapat dilakukan
melalui sosialisasi, pendidikan,
p e m b e r d a y a a n ,
pembudayaan, dan kerja sama
d e n g a n m e m p e r h a t i k a n
kondisi l ingkungan dan
kebutuhan masyarakat serta
pendekatan multidisiplin yang
tidak menekankan pada
indoktrinasi.
M e n u r u t p a k a r
p e m b a n g u n a n K a r a k t e r
Bangsa Soemarno Soedarsono
dalam bukunya yang berjudul
, ada 4 (empat)
k o r i d o r P e m b e n t u k a n
K a r a k t e r B a n g s a y a n g
diperlukan, yakni :
1. Internalisasi nilai dari luar
yang dipadukan potensi
dari dalam
2. Menyadari mana yang
boleh dan mana yang
tidak boleh
3. Membentuk kebiasaan
4. Menjadi teladan
Hal tersebut senada apa
yang disampaikan Samuel
Smiles, seorang moralis dari
Skotlandia yang menyatakan
bahwa tanamlah pemikiran,
kau akan menuai tindakan,
tanamlah tindakan, kau akan
menuai kebiasaan, tanamlah
kebiasaan, kau akan menuai
watak, tanamlah watak, kau
akan menuai nasibmu. Dengan
D. M E M B A N G U N
KARAKTER PERSONEL
KEMHAN DAN TNI DALAM
RANGKA MEWUJUDKAN
PERTAHANAN NEGARA
Nation & Character Building di
Bumi Indonesia
57SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
OPINI
demikian nasib baik itu
ditentukan oleh watak yang
baik. Pendidikan karakter
bangsa bukan perkara mudah,
p e r l u w a k t u , p e r l u
pembiasaan, pengulangan,
disiplin dan keteladanan.
P a n c a s i l a
merupakan dasar Negara
K e s a t u a n R e p u b l i k
I n d o n e s i a ( N K R I )
sehingga memiliki fungsi
yang sangat fundamental.
Selain bersifat yuridis
f o r m a l y a n g
mengharuskan seluruh
peraturan perundang-
undangan berlandaskan
pada Pancasila (sering
disebut sebagai sumber
d a r i s e g a l a s u m b e r
hukum), Pancasila juga
bersifat filosofis. Pancasila
merupakan dasar filosofis
dan sebagai perilaku
k e h i d u p a n . A r t i n y a ,
Pancasi la merupakan
f a l s a f a h n e g a r a d a n
pandangan/cara hidup
bagi bangsa Indonesia
d a l a m m e n j a l a n k a n
k e h i d u p a n
b e r m a s y a r a k a t ,
berbangsa, dan bernegara
untuk mencapai cita-cita
nasional. Sebagai dasar
n e g a r a d a n s e b a g a i
p a n d a n g a n h i d u p ,
Pancasila mengandung
nilai-nilai luhur yang
h a r u s d i h a y a t i d a n
dipedomani oleh seluruh
warga negara Indonesia
d a l a m h i d u p d a n
k e h i d u p a n
b e r m a s y a r a k a t ,
berbangsa, dan bernegara.
Lebih dari itu, nilai-nilai
Pancasi la sepatutnya
m e n j a d i k a r a k t e r
masyarakat Indonesia
s e h i n g g a P a n c a s i l a
menjadi identitas atau jati
diri bangsa Indonesia.
Oleh karena kedudukan
dan fungsinya yang sangat
fundamental bagi negara
dan bangsa Indonesia,
m a k a d a l a m
pembangunan karakter
b a n g s a , P a n c a s i l a
merupakan landasan
utama. Sebagai landasan,
Pancasi la merupakan
ru jukan , acuan , dan
sekaligus tujuan dalam
pembangunan karakter
bangsa. Dalam konteks
yang bersifat subtansial,
pembangunan karakter
bangsa memiliki makna
membangun manusia dan
bangsa Indonesia yang
berkarakter Pancasila.
Berkarakter Pancasila
berart i manusia dan
b a n g s a I n d o n e s i a
memiliki ciri dan watak
r e l i g i u s , h u m a n i s ,
nasionalis, demokratis,
d a n m e n g u t a m a k a n
kesejah-teraan rakyat.
Nilai-nilai fundamental ini
Langkah-langkah yang harus
ditempuh personel Kemhan
dan TNI dalam rangka
Mewujudkan Pertahanan
Negara yang tangguh melalui
adalah :
1. Memahami dan meng-
hayati Konsensus Dasar
Pembangunan Nasional,
yakni:
a. P a n c a s i l a .
National character Building
58 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
menjadi sumber nilai
luhur yang dikembangkan
d a l a m p e n d i d i k a n
karakter bangsa.
Derivasi nilai-nilai
luhur Pancasila tertuang
dalam norma-norma yang
t e r d a p a t d a l a m
Pembukaan dan Batang
Tubuh UUD 1945. Oleh
karena itu, landasan kedua
yang harus menjadi acuan
dalam pembangunan
karakter bangsa adalah
norma konstitusional
UUD 1945. Nilai-nilai
universal yang terdapat
dalam Pembukaan UUD
1 9 4 5 h a r u s t e r u s
dipertahankan menjadi
norma konstitusional bagi
n e g a r a R e p u b l i k
Indonesia. Keluhuran nilai
yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945
memancarkan tekad dan
k o m i t m e n b a n g s a
Indonesia untuk tetap
m e m p e r - t a h a n k a n
p e m b u k a a n i t u d a n
b a h k a n t i d a k a k a n
mengubahnya. Paling
t i d a k a d a e m p a t
kandungan isi dalam
Pembukaan UUD 1945
yang menjadi alasan untuk
t i d a k m e n g u b a h n y a .
P e r t a m a , d i d a l a m
Pembukaan UUD 1945
terdapat norma dasar
universal bagi berdiri
tegaknya sebuah negara
y a n g m e r d e k a d a n
berdaulat. Dalam alinea
pertama secara eksplisit
d i n y a t a k a n b a h w a
kemerdekaan adalah hak
segala bangsa dan oleh
karena itu penjajahan di
a t a s d u n i a h a r u s
dihapuskan karena tidak
s e s u a i d e n g a n
perikemanusiaan dan
perikeadilan. Pernyataan
i t u d e n g a n t e g a s
m e n y a t a k a n b a h w a
kemerdekaan merupakan
hak segala bangsa dan oleh
karena itu, tidak boleh lagi
ada penjajahan di muka
bumi. Implikasi dari
n o r m a i n i a d a l a h
b e r d i r i n y a n e g a r a
merdeka dan berdaulat
m e r u p a k a n s e b u a h
k e n i s c a y a a n . A l a s a n
kedua adalah di dalam
Pembukaan UUD 1945
terdapat norma yang
terkait dengan tujuan
n e g a r a a t a u t u j u a n
nasional yang merupakan
cita-cita pendiri bangsa
atas berdirinya NKRI.
Tujuan negara itu meliputi
empat butir, yaitu :
1) melindungi segenap
bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah
Indonesia,
2) memajukan kesejah-
teraan umum,
3) mencerdaskan kehi-
dupan bangsa, dan
4) ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang
berdasarkan kemer-
dekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan
sosial.
Cita-cita itu sangat luhur
dan tidak akan lekang oleh
waktu. Alasan ketiga,
Pembukaan UUD 1945
b. Undang-Undang Dasar
1945.
59SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
OPINI
mengatur ketatanegaran
Indonesia khususnya
tentang bentuk negara dan
system pemerintahan.
Alasan keempat adalah
karena nilainya yang
sangat tinggi bagi bangsa
dan negara Republik
Indonesia, sebagaimana
t e r s u r a t d i d a l a m
Pembukaan UUD 1945
terdapat rumusan dasar
negara yaitu Pancasila.
Selain pembukaan, dalam
Batang Tubuh UUD 1945
terdapat norma-norma
k o n s t i t u s i o n a l y a n g
m e n g a t u r s i s t e m
k e t a t a n e g a r a a n d a n
pemerintahan Indonesia,
pengaturan hak asasi
m a n u s i a ( H A M ) d i
I n d o n e s i a , i d e n t i t a s
negara, dan pengaturan
tentang perubahan UUD
1945 yang semuanya itu
p e r l u d i p a h a m i d a n
dipatuhi oleh warga
negara Indonesia. Oleh
k a r e n a i t u , d a l a m
pengembangan karakter
bangsa, norma-norma
konstitusional UUD 1945
menjadi landasan yang
harus ditegakkan untuk
kukuh berdirinya negara
Republik Indonesia.
Landasan ketiga yang
mesti menjadi perhatian
s e m u a p i h a k d a l a m
pembangunan karakter
bangsa adalah semboyan
Bhinneka Tunggal Ika.
Semboyan itu bertujuan
menghargai perbedaan/
keberagaman, tetapi tetap
bersatu dalam ikatan
sebagai bangsa Indonesia,
bangsa yang memiliki
kesamaan sejarah dan
kesamaan cita-cita untuk
mewujudkan masyarakat
y a n g a d i l d a l a m
kemakmuran dan makmur
dalam keadilan dengan
dasar negara Pancasila dan
dasar konstitusional UUD
1945. Keberagaman suku,
a g a m a , r a s , d a n
antargolongan (SARA)
m e r u p a k a n s u a t u
keniscayaan dan tidak bisa
dipungkiri oleh bangsa
Indonesia. Akan tetapi,
keberagaman itu harus
d i p a n d a n g s e b a g a i
k e k a y a a n k h a s a n a h
sosiokultural, kekayaan
yang bersifat kodrati dan
alamiah sebagai anugerah
Tuhan yang Maha Esa
b u k a n u n t u k d i p e r -
t e n t a n g k a n , a p a l a g i
dipertantangkan (diadu
a n t a r a s a t u d e n g a n
l a i n n y a ) s e h i n g g a
terpecah-belah . Oleh
karena itu, semboyan
Bhinneka Tunggal Ika
c. Bhinneka Tunggal Ika.
60 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
harus dapat menjadi
p e n y e m a n g a t b a g i
terwujudnya persatuan
dan kesatuan bangsa
Indonesia.
Kesepakatan yang juga
perlu ditegaskan dalam
pembangunan karakter
bangsa adalah komitmen
terhadap Negara Kesatuan
R e p u b l i k I n d o n e s i a
(NKRI). Karakter yang
dibangun pada manusia
dan bangsa Indonesia
adalah karakter yang
m e m p e r k u a t d a n
memperkukuh komitmen
terhadap NKRI, bukan
karakter yang berkembang
secara tidak terkendali,
apalagi menggoyahkan
NKRI. Oleh karena itu,
rasa cinta terhadap tanah
air (patriotisme) perlu
dikembangkan dalam
pembangunan karakter
bangsa. Pengembangan
sikap demokratis dan
menjunjung tinggi HAM
s e b a g a i b a g i a n d a r i
pembangunan karakter
harus diletakkan dalam
bingkai menjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan
bangsa (nasionalisme),
bukan untuk memecah
belah bangsa dan NKRI.
Oleh karena itu, landasan
keempat yang harus
menjadi pijakan dalam
pembangunan karakter
bangsa adalah komitmen
terhadap NKRI.
M e m b e n t u k p r i b a d i
unggul menurut Soemarno
S o e d a r s o n o a d a l a h
membentuk pribadi yang
memiliki kompetensi dan
karakter yang baik. Pribadi
yang mempunyai kompetensi
baik adalah pribadi yang
mempunyai kemampuan baik
dalam menyelesaikan tugas
d a n t a n g g u n g j a w a b
(profesional) dengan baik
sesuai tupoksinya. Sedang
pribadi yang memiliki karakter
baik adalah pribadi yang jujur,
terbuka, berani mengambil
resiko dan bertanggungjawab,
memenuhi komitmen dan
mampu berbagi ( ).
Dalam arti sebenarnya
adalah seseorang yang
dapat menyatakan yang
benar adalah benar dan
yang salah adalah salah.
Orang yang menyatakan
sesuatu sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya
dan t idak ”dis i s ip i”
kepentingan apapun,
kemudian menyatakan
dengan segala ketulusan
d. N e g a r a K e s a t u a n
Republik Indonesia .
2. M e m b e n t u k p r i b a d i
unggul.
a. Jujur (sebagai modal
utama akuntabilitas).
sharing
61SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
OPINI
dan keikhlasan hatinya
( ) mengenai yang
sebenarnya. Tampil dalam
sikap ikhlas, tulus, dan
lurus. Pada konteks
jujur adalah
modal dasar akuntabilitas,
sedang akuntabi l i tas
adalah syarat penting
K e t e r b u k a a n a k a n
membuat diri kita terbuka
dengan modal kejujuran.
M e n j a d i k a n s e g a l a
m a s a l a h j e l a s d a n
g a m b l a n g m e m b u a t
s e s e o r a n g m e n j a d i
transparan dan tidak
menutup-nutupi apa pun.
Tampil dalam sikap adil,
bersih, dan memiliki
wawasan yang luas .
S a m a d e n g a n
akuntabilitas, terbuka
(transparansi) adalah
syarat penting bagi
Dengan modal jujur dan
terbuka, seseorang akan
berani mengambil risiko
bahwa memang apa yang
ia katakan dan lakukan
a k a n m e m p u n y a i
konsekuensi. Ia berani
melakukan apa pun, tetapi
d e n g a n p e n u h r a s a
tanggung jawab. Tampil
dalam sikap berani (bukan
nekad atau pengecut),
tegar, sabar, bersih diri,
dan ini merupakan awal
dimilikinya
(watak terpuji).
Ia akan
menjadi seseorang yang
menepati janji, memegang
ucapannya, dan dapat
dipercaya dan diandalkan.
Tampil dalam sikap,
perkataan, dan perbuatan
menepati janji betapapun
k e c i l n y a , d a n d a p a t
diandalkan, terpercaya,
beriman dan bertakwa.
Pada sudut pandangan
I s l a m , m e m e n u h i
komitmen berarti amanah,
salah satu sifat yang
dimiliki Nabi Muhammad
sebagai manusia yang
diteladani kaum muslim
didunia.
Ia akan berbagi dalam apa
yang dimilikinya, baik
y a n g b e r s i f a t b e n d a
maupun pengalaman,
pengetahuan, kearifan,
d a n s e t e r u s n y a .
Seseorang yang mampu
berbagi pastinya memiliki
k u a l i t a s i l m u d a n
pengetahuan yang cukup,
karena tidak ada orang
yang mampu berbagi
d e n g a n b a i k t a n p a
kecukupun ilmu dan
pengetahuan yang baik
sincerity
Good
Governance,
Good
Governance.
Good
Governance.
excellent of
character
b. Terbuka (transparansi).
c. Berani mengambil resiko
dan bertanggungjawab.
d. Memenuhi komitmen
(amanah).
e. Mampu berbagi ( ).sharing
62 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
pula. Ia akan menjadi
orang yang mampu melak-
sanakan kepemimpinan
yang menerapkan sistem
musyawarah dan mufakat.
Tampil dalam sikap ahli
musyawarah. Memiliki
jiwa kepemimpinan yang
mengayomi, pendengar
yang baik dan aktif ,
memadukan IQ, EQ, dan
SQ.
Pribadi yang memiliki
kompetensi dan watak yang
baik dapat dijadikan panutan
bagi orang lain. Menjadi
contoh/ teladan/ panutan
lebih penting dari pada
mampu memberi nasehat,
karena sebaik-baiknya nasehat
adalah contoh/ teladan/
panutan. Pribadi-pribadi
seperti ini yang mampu bekerja
dengan baik, menjadi asset
nasional yang penting, karena
a s s e t t e r p e n t i n g d a l a m
pembangunan nasional adalah
asset Sumber Daya Manusia.
Dengan demikian, apabila
personel Kemhan dan TNI
sebagai warga negara mampu
memahami dan menghayati
k o n s e n s u s d a s a r
p e m b a n g u n a n n a s i o n a l ,
menjadi pr ibadi -pr ibadi
unggul serta dapat dijadikan
contoh/teladan /panutan bagi
warga negara lain, maka
personel Kemhan dan TNI
menjadi prikalbadi yang
tangguh, dan mewujudkan
pertahanan negara byang
t a n g g u h a k a n d a p a t
d i r e a l i s a s i k a n . H a l i n i
d i s e b a b k a n k a r e n a
pembangunan karakter bangsa
dibentuk dari pembangunan
k a r a k t e r w i l a y a h ,
p e m b a n g u n a n k a r a k t e r
w i l a y a h d i b e n t u k d a r i
p e m b a n g u n a n k a r a k t e r
lingkungan, pembangunan
karakter lingkungan dibentuk
dari pembangunan karakter
keluarga serta pembangunan
karakter keluarga dibentuk
dari pembangunan karakter
p r i b a d i . B e r a s a l d a r i
pertahanan pribadi yang
tangguh pula maka pertahanan
nasional yang tangguhpun
akan dapat diwujudkan.
3. Menjadi Panutan (contoh/
teladan).
oleh John C. Maxwell (1991).
” Karakter yang baik lebih dari
sekedar perkataan. Karakter
yang baik adalah sebuah
p i l i h a n y a n g m e m b a w a
k e s u k s e s a n . I a b u k a n
anugerah, tapi dibangun
sedikit demi sedikit, dengan
pikiran, perkataan, perbuatan
nyata, melalui pembiasaan,
keberanian, usaha keras, dan
b a h k a n d i b e n t u k d a r i
kesulitan demi kesulitan saat
menjalani kehidupan”,
63SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
PENDAHULUAN
I n d o n e s i a m e m i l i k i
karakteristik masyarakat yang
mengedepankan nilai – nilai
spiritualitas. Masyarakat yang
d e m i k i a n s e b e n a r n y a
m e m b u t u h k a n s e n t u h a n
kebijakan yang memperhatikan
pemenuhan kesejahteraan yang
bukan hanya materiil tetapi juga
spiritualitas atau yang bersifat
k e r o h a n i a n . L e p a s d a r i
perkembangan masyarakat
yang modern dan global serta
mengedepankan rasionalitas,
tetapi perihal kerohanian
tersebut tetap menjadi corak
bangsa Indonesia. Namun saat
ini nampaknya kerohanian
tersebut semakin kering dalam
mempersatukan watak dan tak
j a r a n g j u s t r u p e r b e d a a n
m e n g h a d i r k a n k o n f l i k .
Oleh : KOLONEL CBA CHALIS WAHYONO
( ANALIS MADYA KEMHAN )
OPINI
PANCASILA DAN TANTANGAN
LIBERALISASI POLITIK
(14 TAHUN ERA REFORMASI)
64 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Disitulah Pancasila menjadi
r e l e v a n s e b a g a i b i n t a n g
petunjuk arah (light star
dynamic) sebagaimana istilah
dari pendiri negara (Soekarno
Hatta). Corak kerohanian
bangsa Indonesia Nampak
secara manifestasi dalam salah
satu sila Pancasila sebagai
i d e o l o g y n e g a r a y a i t u
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Bahkan dalam pembukaan
Undang – Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
tahun 1945 sangat jelas secara
ekstrinsik disebutkan bahwa
kemerdekaan Bangsa Indonesia
tercapai atas berkat rahmat
ALLAH yang maha kuasa.
Semua ini mencerminkan sikap
berketuhanan dari bangsa
Indonesia yang kemudian
di tegaskan lag i d ida lam
ideology Negara Indonesia
yakni Pancasila pada sila-
per tama, yang sekal igus
memberikan payung bagi
k e h i d u p a n b e r a g a m a d i
Indonesia.
Untuk dapat memaknai
keberagaman di Indonesia
sebagai mana di jamin Pancasila
maka sangat diperlukan untuk
mendekatkan pandangan kita
menuju proses kelahiran dari
Pancasila itu sendiri. Pancasila
sebagai ideology telah menjadi
kesepakatan rakyat Inonesia
dan dirumuskan oleh para
pendiri negara, Pancasila
sebagai dasar negara(state
fundamental norm) je las
merupakan konsensus dasar
yang sudah tidak perlu lagi di
utak – atik sebab ideology
negara adalah dasar sebuah
n e g a r a y a n g h a r u s
dipertahankan eksistensinya.
D a l a m p i d a t o l a h i r n y a
Pancasila 1 juni 1945 Bung
Karno menyebutkan pada saat
itu bahwa yang dibutuhkan
s e c a r a m e n d a s a r u n t u k
membentuk suatu negara
Indonesia merdeka adalah satu
philosofische grondslag (Bahasa
Belanda) itulah fundamental
sebuah filsafat, sebuah pikiran
yang sedalam – dalamnya, yang
merupakan jiwa dan hasrat
serta fondasi untuk dapat
berdirinya suatu gedung
negara Indonesia merdeka yang
kekal dan abadi . Untuk
menyelenggarakan kehidupan
berbangsa ,bernegara dan
bermasyarakat yang tertib
damai, maka Pancasila sebagai
fondasi bangunan negara
menjadi sesuatu yang sifatnya
statis. Negara dan pemerintah
t i d a k b i s a m e m b i a r k a n
kehendak golongan ataupun
sekelompok golongan untuk
merubah atas dalih apapun.
Dalam perkembangan
kontemporer, Pancasila sebagai
ideologi negara rasanya terus
mengalami kemunduran dalam
p r a k t e k b e r b a n g s a d a n
bernegara. Pancasila sebagai
dasar untuk menyempurnakan
m a s y a r a k a t d i s e b e r a n g
jembatan emas kemerdekaan
Negara Indonesia juga seperti
menghilang dari praktek
ketauladanan para tokoh, elit
masyarakat juga para birokrasi
penyelenggara negara. Ini tentu
65SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
menjadi masalah yang serius
bagi kehidupan masyarakat dan
kehidupan ketata-negaraan di
Indonesia. Pancasila juga
tereduksi hakikinya, terpisah
dari pergulatan sejarah yang
melandasinya serta seperti
kehilangan rasa memiliki
Pancasila sebagai pemersatu
B a n g s a I n d o n e s i a y a n g
pluralistik sehingga dapat
memperlemah kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Indonesia sebagai negara yang
mayoritas penduduknya adalah
m u s l i m m e m b u t u h k a n
Pancasila untuk sebagai penjaga
kerukunan dan keberagaman.
Dan tentu logikanya untuk tetap
menjadikan mayoritas tidak
perlu berperangai seakan – akan
menjadi golongan minoritas
yang harus dibela – bela haknya.
Justru bagaimana dengan
pancasila membuat mayoritas
tetap menjaga posisi sebagai
mayoritas untuk mewujudkan
dirinya dalam mengayomi dan
melindungi minoritas serta
perbedaan agama, itulah makna
kekeluargaan dan gotong
royong yang berdasarkan
Pancasila.
Harus diakui, perubahan
sistim politik di Indonesia
berjalan dengan cepat sejak
reformasi 1998 dan segera
setelah itu Indonesia memasuki
fase yang bisa disebut dengan
“liberalisasi politik pasca orde
baru”. Hal ini ditandai antara
lain oleh redefinisi hak-hak
politik rakyat, daftar hak yang
mana sebelumnya begitu
pendek dalam fase ini menjadi
bias serta memanjang secara
dramatis. Setiap kalangan yang
notabene mengatasnamakan
rakyat menuntut kembali hak-
hak politiknya yang telah di
belenggu selama bertahun-
tahun pada masa lalu oleh orde
baru. Sebaliknya hampir tidak
ada kalangan yang peduli
t e r h a d a p h a k - h a k d a n
kewajiban politik mereka.
Dalam kerangka ini terjadilah
luapan kebebasan, kehidupan
politik warga ditandai oleh
naiknya kebebasan sebagai
suasana dan tuntutan umum di
tengah masyarakat. Dari sinilah
lalu muncul ledakan partisipasi
politik yang terasa sangat bias,
b e b a s t a n p a b a t a s d a n
cenderung sudah melampaui
serta melanggar norma-norma
aturan dan hak-hak asasi warga
lainnya atau dengan alasan
p e m b e n a r a n i n i k a r e n a
pengekangan partisipasi politik
pada masa lalu era orde baru
berkuasa. Ledakan partisipasi
politik terjadi dalam bentuknya
yang beranekaragam, yang
pada tataran masa akar rumput
ledakan tersebut banyak
mengambil bentuk huru-hara,
kekerasan masa dan amuk
masa. Dalam posisi seperti
inilah kemudian format ketata
negaraan kita disusun dimana
dominasi kaum liberal begitu
dominan juga ditambah dari
sebagian kelompok pragmatis
yang memang merupakan
pemain lama didalam pentas
perpolitikan nasional.
PERMASALAHAN YANG
DIHADAPI
OPINI
66 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Suasana politik yang penuh
ket idakpast ian in i per lu
mendapat jalan keluar yang
satu sisi tidak mengembalikan
kepada situasi anti-Demokrasi,
tetapi disisi lain ledakan
partisipasi rakyat mendapat
saluran demokrasi secara
sistemik. Berbagai perubahan
r a d i k a l m e m a n g t e l a h
dilakukan oleh bangsa ini pasca
r u n t u h n y a o r d e b a r u .
K e h i d u p a n d e m o k r a s i
diwujudkan dalam bentuk
kebebasan mendirikan partai –
partai pol i t ik , pemil ihan
presiden dan wakil presiden
secara langsung dan pemilihan
kepala daerah baik tingkat I
maupun tingkat II dilaksanakan
juga secara langsung. Tetapi
ditengah semerbak aroma
liberalisasi politik, muncul
pertanyaan - pertanyaan kritis :
apakah partisipasi rakyat telah
betul – betul terwujud dalam
konfigurasi realitas politik di
Indonesia ? ataukah partisipasi
itu hanya menjadi komoditas
politik paling laris dikalangan
elite-elite politik ? ataukah yang
terjadi demokrasi semu ?
Kekuasaan monolitik dan
tunggal yang ada pada era orde
baru perlahan-lahan mulai
memudar. Ideologi – ideologi
yang tadinya bersifat tunggal
kini berkembang menjadi
semakin pluralistik. Hal ini
dapat dilihat dari pemaknaan
s i m b o l i s a s i w a r n a y a n g
dijadikan representasi untuk
mewakili suatu kelompok.
Vertikalisme birokrasi pun di
c a b u t d a n s e m a k i n
diliberalisasikan, oleh karena
itu lembaga perwakilan rakyat
baik di tingkat pusat maupun
daerah mengalami penguatan
secara politis. Lembaga check
and balance seperti ini telah
m e n e m u k a n k e m b a l i
p o w e r n y a . H a l i n i
menggambarkan kondisi politik
p a s c a o r d e b a r u y a n g
terfragmentasi ini dengan
merujuk pada dua hal, yang
pertama pemajemukan pelaku
p o l i t i k d a n y a n g k e d u a
p e m a j e m u k a n t e r i t o r i a l
pengelolaan politik. Hal ini
ditandai dengan banyaknya
aktor – aktor baik yang ada
didalam lingkup negara sebagai
“ruling actor“ maupun yang
berada diluar kekuasaan /
negara sebagai “ruled actor“.
Dengan banyaknya aktor –
aktor yang berperan dalam
proses pengambilan kebijakan
ini, kompetisi bahkan potensi
konflik antar satu lembaga
dengan lembaga lainnya dapat
m u n c u l ( s e b a g a i c o n t o h
lembaga legislatif dan eksekutif
dapat terjadi suatu ajang
kontestasi dan kompetisi baru
yang mungkin dapat saling
menjatuhkan)
67SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
PANCASILA DAN KELANG-
SUNGAN NKRI
Negara Kesatuan Republik
Indonesia terbentuk dengan
karakteristik dan ciri yang
spesifik serta amat unik.
Berbeda dengan Inggris ,
Prancis, Italia, Jerman, Yunani
yang menjadi suatu negara
karena kesamaan bahasa. Atau
Australia, Srilangka, Singapura,
India yang menjadi suatu
bangsa karena kesamaan
daratan. Sedangkan Korea,
Jepang dan negara – negara
timur tengah, yang menjadi
suatu negara karena kesamaan
ras. Indonesia menjadi negara
kebangsaan meski terdiri dari
banyak bahasa, etnis, ras dan
kepulauan. Hal ini terwujud
karena kesamaan sejarah masa
lalu, nyaris kesamaan wilayah
selama hampir 500 tahun
kerajaan sriwijaya dan 300
tahun kerajaan majapahit,
sama-sama 350 tahun dijajah
Belanda serta 3,5 tahun oleh
Jepang. Negara kebangsaan kita
juga terbentuk atas upaya besar
founding fathers, yang tanpa
kenal lelah keluar masuk
penjara memantapkan rasa
kebangsaan Indonesia yang
resminya lahir pada sumpah
pemuda 28 oktober 1928.
Negara kebangsaan Indonesia
lahir melalui proklamasi
kemerdekaan 17 agustus 1945
dan UUD 1945 yang ditetapkan
oleh PPKI pada tanggal 18
agustus 1945, yang pada bagian
p e m b u k a a n n y a m e m u a t
Pancasila sebagai dasar negara.
Pancasila merupakan sublimasi
dari pandangan hidup dan
n i l a i - n i l a i b u d a y a y a n g
menyatukan masyarakat kita
yang beragam suku, ras, bahasa,
agama, pulau, menjadi bangsa
yang satu, Indonesia. Hal
tersebut dimaksudkan untuk
dapat mengart ikulas ikan
sebagai suatu negara ataupun
bangsa yang merdeka, yaitu
berdaulat dibidang politik,
berdikari di bidang ekonomi
dan berkepribadrian dalam hal
budaya. Oleh karena itu pada
era saat ini sangatlah penting
untuk melakukan revitalisasi
terhadap Pancasi la yang
bertujuan guna mewujudkan
kemandirian bangsa.
Sosiolog Talcott Parsons
dalam buku
menyatakan, jika masyarakat
ingin tetap eksis dan lestari, ada
empat paradigma fungsi yang
harus terus dilaksanakan
masyarakat yang bersangkutan.
Pertama yaitu kemampuan
untuk memelihara system
budaya yang dianut karena
b u d a y a a d a l a h e n d a p a n
perilaku manusia. Budaya
masyarakat itu akan berubah
k a r e n a t e r j a d i s u a t u
t r a n s f o r m a s i n i l a i d a r i
masyarakat terdahulu ke
masyarakat kemudian, tetapi
dengan tetap memelihara dan
melestarikan nilai – nilai yang
luhur, karena tanpa hal itu akan
terbentuk masyarakat baru
yang berbeda ( masyarakat baru
yang lain ). Kedua kemampuan
masyarakat beradaptasi dengan
dunia yang berubah cepat.
Sejarah membuktikan banyak
peradaban masyarakat yang
social system
OPINI
68 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
telah hilang karena tidak
mampu beradaptasi dengan
perubahan-perubahan dunia,
masyarakat yang mampu
menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan tersebut
serta memanfaatkan peluang
yang timbul akan menjadi
unggul. Ketiga, adanya fungsi
integratif dari unsur-unsur
m a s y a r a k a t y a n g
beranekaragam sehingga
terbentuk kekuatan sentripetal
y a n g k i a n m e n y a t u k a n
masyarakat. Setiap masyarakat
bangsa, lebih lebih yang sangat
heterogen seperti masyarakat
Indonesia, senantiasa memiliki
entropi bangsa, yaitu unsur –
unsur dalam negara yang oleh
d i n a m i k a i n t e r n a l n y a
berkembang secara destruktif,
menghancurkan negaranya
sendiri, berkembang secara
e k s t r e m d a n s e m p i t
( e t n o s e n t r i s m e ,
primordialisme, fanatisme
g o l o n g a n , m e r o s o t n y a
pluralisme dan toleransi ). Inilah
bentuk – bentuk entropi bangsa
yang dapat mencerai beraikan,
menghancurkan bangsa yang
h e t e r o g e n . D a r i s a n a l a h
kemudian memacu kaum
Pancasila untuk mencegah
entropi didalam bangsa kita.
Keempat, masyarakat perlu
memiliki goal attainment
(tujuan bersama) yang dari
masa kemasa bertransformasi
karena terus diperbaiki oleh
dinamika masyarakatnya dan
para pemimpinnya. Jika negara
k e b a n g s a a n I n d o n e s i a
terbentuk oleh kesamaan
sejarah masa lalu, maka
kedepan perlu dimantapkan
oleh kesamaan cita- cita,
harapan, pandangan dan tujuan
masa depannya.
Sebuah negara kebangsaan
m e m b u t u h k a n
atau landasan
filosofis. Atas dasar tersebut
disusunlah visi, misi dan tujuan
negara, tanpa itu negara
bergerak seperti layangan putus
t a n p a p e d o m a n . D a l a m
prespektif negara kebangsaan,
empat paradigma fungsi yang
telah diuraikan diatas harus
terus dilaksanakan masyarakat
Indonesia agar dapat hidup dan
b e r k e m b a n g , k e r a n g k a
sitemiknya termanifestasikan
d a l a m P a n c a s i l a y a n g
merupakan landasan filosofis
bangsa Indonesia. Akhir – akhir
ini terasa pamor Pancasila
sedang mengalami penurunan.
Tampaknya, sejak bergulirnya
reformasi 1998 sampai dengan
saat ini sedang terjadi declining
(kemunduran) pamor ideology
Pancasila seiring meningkatnya
liberalisasi dan demokratisasi di
dunia. Salah satu penyebabnya,
sosialisasi Pancasila di masa lalu
hanya difungsikan sekedar
sebagai hafalan ataupun untuk
memperoleh sertifikat dan
kemudian menjadi persyaratan
dalam suatu promosi jabatan
tetapi tidak terimplementasikan
secara substansial pada norma –
norma perikehidupan sehari –
hari dimasyarakat.
W e l t a n -
schauung
69SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
S u b s t a n s i P a n c a s i l a
merupakan suatu sistim nilai
yang terkait, prinsip dasar yang
mengandung nilai – nilai luhur,
cita-cita dan tujuan nasional
bangsa Indonesia. Hal ini akan
dapat di wujudkan menjadi
kenyataan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pancasila sebagai
filsafat bangsa dan negara
kesatuan Republik Indonesia,
mengandung makna bahwa
dalam setiap aspek kehidupan
berbangsa, bermasyarakat,
bernegara harus berdasarkan
nilai – nilai yang terkandung
dalam Pancasila. Nilai – nilai
dari Pancasila sebagai nilai
fundamental negara pada
hakekatnya merupakan suatu
sumber dari segala sumber
h u k u m d a l a m n e g a r a
Indonesia. Oleh karena itu
sebagai bangsa Indonesia,
rakyat Indonesia ataupun
warga negara Indonesia harus
lebih meyakini, menghormati,
m e n g h a r g a i , m e m a h a m i ,
menjaga, melaksanakan nilai –
nilai yang terkandung dalam
Pancasila. Sehingga situasi yang
terjadi ( konflik, komunalisme,
huru – hara, amuk masa dan lain
– lain) dapat dieliminer dengan
mengedepankan Pancasila
s e b a g a i w a h a n a d a l a m
menegakkan moral bangsa.
Pancasila sebagai nilai
dasar adalah azas yang kita
terima sebagai dalil yang
setidaknya bersifat mutlak, kita
menerima sesuatu yang tidak
perlu dipertanyakan lagi. Nilai
i n s t r u m e n t a l a d a l a h
pelaksanaan umum dari nilai
dasar yang biasanya berupa
norma social maupun norma
h u k u m y a n g a k a n
dikongkretkan lagi oleh
pemerintah dan para penentu
kebijakan.Nilai ini sangatlah
penting karena sifatnya dinamis
d a n k o n t e k s t u a l y a n g
merupakan penjabaran dari
nilai dasar dalam wujud
kongkret sesuai dinamika dan
perkembangan masyarakat.
Seharusnya semangat yang ada
pada realitas masyarakat sama
dengan yang ada pada nilai
d a s a r d a n i n s t r u m e n t a l
pancasila, karena dalam kajian
ini-lah akan di ketahui apakah
nilai dasar dan instrumental
telah benar – benar ada di
tengah – tengah masyarakat.
Berangkat dari pemikiran
tersebut maka penataannya bisa
di urutkan dengan falsafah,
ideology,politik dan strategi.
Falsafah dan ideology pada nilai
dasar sedangkan politik dan
strategi berada pada nilai
instrumental. Kongkretisasi di
masyarakat adalah nilai praktis
yang harus diupayakan untuk
mengimplementasikan nilai
dasar dan nilai instrumental.
P e r e n u n g a n d a n
pembahasan, wacana tentang
falsafah/ideologi negara adalah
final artinya nilai dasar yang
terkandung dalam pancasila
adalah sesuatu yang tidak perlu
diperdebatkan lagi, karena
Pancasila-lah tujuan dari
keseluruhan yang diinginkan
dan diupayakan oleh bangsa
dan rakyat Indonesia. Jika
sebagian masyarakat bingung
dan mempertanyakan apakah
masih relevan membicarakan
pancasila maka kita seyogyanya
mengkaji dari dua nilai terakhir
tersebut, “MENGAPA” karena
pancasila bisa berubah bentuk
a k t u a l i s a s i n y a m a u p u n
i m p l e m e n t a s i n y a o l e h
pemerintah yang berkuasa.
Dengan berakhirnya era Orde
Baru dan bergulirnya reformasi,
perlu adanya suatu perwujudan
yang sinergis antara apa yang
ada pada nilai dasar, nila
instrumental dan nilai praktis
a r t i n y a a n t a r a f a l s a f a h ,
ideology, politik dan strategi
harus dijalankan secara sinergis
dan kesemuanya itu ditujukan
untuk mewujudkan tujuan yang
dikehendaki seluruh bangsa
Indonesia yaitu civil society,
social justice dan welfare state
Jika mencermati kehidupan
PENUTUP
OPINI
70 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
pancasila didalam kehidupan
politik yang banyak mengalami
perubahan konstitusional dan
rez im kekuasaan , (1945-
sekarang) pancasila selalu di
pertahankan. Hal demikian
memperlihatkan pancasila
mengandung kenyataan yang
hidup dan tumbuh dalam
sanubari orang per orang dalam
masyarakat Indonesia, sehingga
pancasila selalu di pertahankan
oleh bangsa Indonesia yang
mendukung negara nasional
yang lahir diatas bumi tumpah
darah Indonesia. Dengan
pancasila rakyat Indonesia telah
bersatu dalam revolusi dan
d a l a m p e r j u a n g a n s e j a k
proklamasi kemerdekaan.
P a n c a s i l a m e r u p a k a n
kristalisasi daripada intisari
per juangan kemerdekaan
nasional abad ke-21. Pancasila
akan menjadi penentu dari
orientasi tujuan system social
politik, kelembagaan dan
k a i d a h – k a i d a h p o l a
kehidupan, yang bukan hanya
menjadi factor determinan, juga
sebagai payung ideologis bagi
berbagai unsur masyarakat
yang bersifat heterogen.
Pancasila sebagai azas
kerohanian sangat dibutuhkan,
di era-reformasi ini yang
karakternya memperlihatkan
euphoria keanekaragaman dan
kemajemukan dengan corak
paradox serta ketegangan
a n t a r a k e s a d a r a n
i n d i v i d u a l i s m e d a n
k o l e k t i v i s m e d a l a m
p e n y e s u a i a n ( d i m a n a
i n d i v i d u a l i s m e t a n p a
kolektivisme akan merusak
sedangkan kolektivisme tanpa
i n d i v i d u a l i s m e a k a n
menghancurkan). Fleksibilitas
p a n c a s i l a a k a n m a m p u
membingkai nasionalisme
menjadi atau aset penting bagi
kehidupan di era-reformasi,
sebab keanekaragaman social
d a n k e m a j e m u k a n
budaya(agama, suku, geografis,
pengalaman sejarah) dan
k e h i d u p a n p r a d o k s
membutuhkan ”kesadaran
bersama yang baru secara
r o h a n i ” s e b a g a i b a n g s a
Indonesia. Di era-reformasi ini
pancasila seakan tidak memiliki
kekuatan untuk mempengaruhi
dan menuntun masyarakat,
pancasila tidak lagi populer
seperti masa lalu. Elit politik
dan masyarakat terkesan masa
bodoh dalam melakukan
impelementasi nilai – nilai
dasar, nilai instrumental, nilai
p r a k t i s p a n c a s i l a d a l a m
kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara.
Terlepas dari kelemahan masa
lalu, sebagai konsensus dasar
dari jati diri bangsa pancasila
harus tetap menjadi ideology
kebangsaan. Pancasila harus
tetap menjadi dasar dari
p e n u n t a s a n p e r s o a l a n
kebangsaan yang kompleks
seperti globalisasi yang selalu
mendikte, krisis ekonomi yang
berkepanjangan, dinamika
politik local yang berpotensi
disintregasi dan segregasi sosial
serta konflik komunalisme yang
masih rawan. Kelihatanya yang
diperlukan dalam konteks era-
reformasi adalah pendekatan –
p e n d e k a t a n y a n g l e b i h
konseptual, komprehensif,
intregratif, konsisten, sederhana
dan relevan dengan perubahan
– perubahan yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat bangsa
dan negara.
D e m i k i a n h a r a p a n ,
p a n d a n g a n d a n t u l i s a n
sederhana ini saya sampaikan
semoga bermanfaat serta
m e n a m b a h w a w a s a n
pengetahuan tentang Pancasila
khususnya dalam perjalanan di
era reformasi. Kita sebagai
warga negara dan rakyat
Indonesia tentunya harus tetap
yakin dan optimis bahwa
r e f o r m a s i h a r u s t e t a p
diletakkan dalam kerangka
prespektif Pancasila sebagai
landasan cita- cita dan ideologi
reformasi.**
71SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
D a l a m m e n g h a d a p i
tantangan globalisasi dan
p e r k e m b a n g a n i l m u
pengetahuan dan teknologi
yang sangat pesat, dibutuhkan
sumber daya aparatur yang
handal. Sumberdaya aparatur
d a l a m s u a t u o r g a n i s a s i
pemerintah terletak di dalam
struktural dan fungsional.
Kebutuhan ini diperlukan agar
aparatur siap memberikan
pelayanan prima kepada
masyarakat sesuai dengan
t u n t u t a n p e n e r a p a n
kepemerintahan yang baik.
Untuk dapat menghasilkan
sumberdaya aparatur yang
b e r k u a l i t a s d i p e r l u k a n
mekanisme pendidikan dan
pelatihan (Diklat) yang dapat
mengembangkan wawasan dan
Oleh : Dra. Suharin Zulaikha, M.M.*
OPINI
72 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
WIDYAISWARA, SATU DARI SEPULUH
KOMPONEN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
p e n g e t a h u a n s e r t a
meningkatkan profesionalisme
dan kompetensi aparatur
negara.
Untuk menyelenggaraan
suatu Diklat yang baik pada
suatu instansi pemerintah
diperlukan lembaga Diklat yang
terakreditasi, dimana terdapat
10 komponen pendidikan di
dalamnya yaitu Kurikulum;
Bahan Ajar; Widyaiswara
( T e n a g a P e n d i d i k ) ;
Penyelenggara Diklat (Tenaga
Kediklatan); Peserta; Metoda;
S a r a n a P r a s a r a n a ; A l i n
Alongins, Biaya (Anggaran) ,
dan Evaluasi.
D i d a l a m P e r a t u r a n
Pemerintah Nomor 101 Tahun
2000 tentang Pendidikan dan
Pelatihan Jabatan Pegawai
Negeri Sipil ( PNS) disebutkan
bahwa salah satu komponen
yang sangat menentukan
keberhasilan dalam diklat
a d a l a h W i d y a i s w a r a .
Widyaiswara merupakan salah
satu komponen yang strategis
d a l a m m e n c a p a i h a s i l
pendidikan dan pelatihan
(Diklat). Apabila Widyaiswara
m e m i l i k i p o t e n s i d a n
kemampuan yang baik dalam
mentrasnfer ilmunya kepada
para peserta Diklat, maka
diharapkan peserta dapat
m e m i l i k i p e n g e t a h u a n ,
keterampilan, kecakapan, sikap,
dan kepribadian yang sesuai
dengan persyaratan dalam
jabatan yang akan dipikulnya.
Dalam birokrasi pemerintah
pada suatu organisasi dikenal 2
(dua) macam jabatan karir yaitu
jabatan struktural dan jabatan
fungsional. Jabatan adalah
kedudukan yang menunjukkan
tugas, tanggung jawab dan
wewenang dalam susunan
organisasi. Jabatan struktural
adalah jabatan yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang
b e r d a s a r k a n p e r a t u r a n
p e r u n d a n g a n . J a b a t a n
struktural merupakan suatu
jabatan yang secara tegas ada
pada struktur organisasi bagi
PNS yang memiliki potensi
dominan untuk memimpin.
Jabatan Struktural bertingkat-
tingkat dari kedudukan tingkat
yang terendah ( eselon IV/b)
hingga yang tertinggi (eselon
I/a). Contoh Jabatan Struktural
PNS Pusat adalah Sekretaris
Jenderal, Direktorat Jenderal,
Kepala Biro dan Staf Ahli,
Sekretaris Daerah, Kepala
Dinas/Badan/Kantor, Kepala
Bagian,Kepala Bidang, Kepala
S e k s i , C a m a t , S e k r e t a r i s
K e c a m a t a n , L u r a h , d a n
Sekretaris Kelurahan. Pada
K e m e n t e r i a n P e r t a h a n a n
menurut Peraturan Menteri
Pertahanan Nomor 16 Tahun
2010 disebutkan bahwa, Eselon I
adalah Sekretaris Jenderal,
Direktur Jenderal, Inspektur
Jenderal dan Kepala Badan, ada
juga eselon I B yaitu para Staf
Ahli Menteri, sedangkan eselon
II adalah Para Kepala Biro,
Direktur, dan Kepala Pusat.
Untuk eselon III disebut Kepala
Bagian atau Kepala Bidang, dan
eselon IV disebut Kepala
S u b b a g i a n a t a u K e p a l a
Subbidang.
Jabatan Fungsional PNS
menurut Peraturan Pemerintah
S i a p a s e b e n a r n y a
Widyaiswara itu ?
73SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
No. 16 Tahun 1994 adalah
kedudukan yang menunjukan
t u g a s , t a n g g u n g j a w a b ,
wewenang dan hak seseorang
PNS dalam suatu organisasi,
yang dalam melaksanakan
tugasnya didasarkan pada
k e a h l i a n d a n / a t a u
keterampilan tertentu serta
bersifat mandiri. Secara tegas
dapat dikatakan bahwa jabatan
fungsional
Dalam
organisasi pemerintah, Jabatan
Fungsional PNS terdiri atas
jabatan Fungsional Keahlian
d a n J a b a t a n F u n g s i o n a l
Keterampilan. Jabatan ini
diperuntukkan
Dalam Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional,
Widyaiswara dikelompokkan
dalam rumpun pendidik, sama
seperti guru, dosen, instruktur,
fasilitator atau sebutan lainnya.
P e r a t u r a n M e n t e r i
Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor : 14 Tahun 2009
tentang Jabatan Fungsional
Widyaiswara dan Angka
Kreditnya menyebutkan bahwa
J a b a t a n F u n g s i o n a l
Widyaiswara adalah jabatan
fungsional keahlian yang
mempunyai ruang lingkup,
tugas, tanggung jawab , dan
wewenang mendidik, mengajar
dan atau melatih Pegawai
Negeri Sipil (PNS ) pada
Lembaga Diklat Pemerintah,
yang diduduki oleh PNS
dengan hak dan kewajiban yang
diberikan secara penuh oleh
pejabat yang berwenang.
Mengacu pada peraturan
tersebut maka Widyaiswara
adalah PNS yang diangkat
sebagai Pejabat Fungsional oleh
Pe jabat yang berwenang
b e r d a s a r k a n p e r a t u r a n
perundangan, Widyaiswara
adalah jabatan profesi yang
menuntut pemangku jabatan
tersebut untuk mengem-
bangkan profesinya.
Secara etimologis kata
Widyaiswara berasal dari
bahasa Sansekerta/Kawi ,vidya
berarti ilmu pengetahuan dan
ish yang berarti memiliki, dan
vara yang berarti terpilih .Secara
harafiah Widyaiswara dapat
dimaknakan sebagai seorang
yang berilmu dan terpilih untuk
m e n y a m p a i k a n i l m u
b e r d a s a r k a n k e t e n t u a n /
standar kompetensi tertentu
( K a r y a n a , 2 0 0 8 ) , d e n g a n
demikian Jabatan Widyaiswara
bukanlah jabatan karir yang
terbuang/ terpinggirkan,
k a r e n a W i d y a i s w a r a
merupakan roh dari suatu
Lembaga Diklat, oleh karena itu
Pemerintah dan Presiden
R e p u b l i k I n d o n e s i a
m e n g a k u i n y a , d e n g a n
memberikan tunjangan jabatan
seperti yang tercantum dalam
Peraturan Presiden RI Nomor :
5 9 T a h u n 2 0 0 7 t e n t a n g
Tunjangan Jabatan Fungsional
Widyaiswara.
W a c a n a / p a n d a n g a n
banyaknya PNS yang menjadi
Widyaiswara setelah ia tidak
merupakan suatu
jabatan yang tidak tampak dalam
struktur organisasi namun dari
sudut pandang fungsinya sangat
diperlukan dalam pelaksanaan
tugas pokok organisasi,
bagi PNS yang
dinilai mempunyai potensi yang
dapat dikembangkan untuk jabatan
t e r s e b u t , m i s a l A u d i t o r ,
Widyaiswara, Dokter, Peneliti,
Pranata Komputer, Statisi ,
Perencana, dan sebagainya.
OPINI
74 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
m e n j a b a t d a l a m j a b a t a n
struktural eselon IV sampai
dengan eselon I, atau menjadi
Widyaiswara “hanya” agar PNS
yang bersangkutan mempunyai
status dalam jabatan setelah
tidak mendapat kesempatan
dalam jabatan struktural karena
keterbatasan formasi jabatan
struktural, atau bahkan
menjadi Widyaiswara untuk
memperpanjang batas usia
pensiun, “ “
t i d a k t e r j a d i , k a r e n a
Widyaiswara juga memegang
p e r a n a n p e n t i n g d a l a m
kegiatan kediklatan dengan
tugas pokok yaitu mendidik,
m e n g a j a r d a n m e l a t i h .
(Dikjartih) dalam rangka
meningkatkan kompetensi
PNS.
Banyak definisi mengenai
kompetensi, pada intinya
adalah apakah seseorang
mampu (kompeten) untuk
m e l a k u k a n s e s u a t u .
Kompetensi digunakan untuk
menjelaskan mengenai tuntutan
atau persyaratan yang harus
dipenuhi oleh seorang pegawai
dalam sebuah organisasi untuk
m e n y e l e s a i k a n s u a t u
tugas/jabatan/profesi tertentu,
Kompetensi yang harus dimiliki
oleh seseorang tergantung pada
jenis pekerjaan/ jabatan/
p r o f e s i , s i f a t p e k e r j a a n .
kompleks i tas organisas i ,
budaya organisasi dan banyak
lagi sesuai tuntutan organisasi,
sehingga kompetensi yang
dipersyaratkan untuk jabatan
Widyaiswara pada suatu
lembaga Diklat akan berbeda
d e n g a n k o m p e t e n s i
Widyaiswara pada lembaga
Diklat yang lainnya. Namun
demikian ada standar minimal
set kompetensi yang harus
dimiliki untuk jenis pekerjaan
yang sama.
K o m p e t e n s i a d a l a h
s e k u m p u l a n ( s e t / g r o u p
perilaku) yang ditetapkan, yang
akan menjadi pedoman untuk
m e l a k u k a n i d e n t i f i k a s i ,
evaluasi, dan pengembangan
perilaku dari seorang pekerja.
S e t K o m p e t e n s i d a p a t
d i k e l o m p o k k a n d e n g a n
b e r b a g a i c a r a m i s a l n y a
(Ens ik lopedia Wikipedia
d a l a m R e v o l d i S . , 2 0 0 8 )
adalah kompetensi
berkaitan dengan pengetahuan
atau kognisi. Skill adalah
kompetensi yang berkaitan
dengan keterampilan untuk
mudah-mudahan
Knowledge, Skill dan Behaviour.
Knowledge
Kompetensi Apa Saja yang
harus dimiliki Oleh Seorang
Widyaiswara?
75SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
melakukan sesuatu secara fisik/
motorik. Behaviour adalah
kompetensi yang berkaitan
dengan sikap dan perilaku.
P e r a t u r a n M e n t e r i
Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor : 14 Tahun 2009
m e n d e f i n i s i k a n s t a n d a r
kompetensi Widyaiswara
adalah kemampuan minimal
yang secara umum harus
dimiliki oleh Widyaiswara
dalam melaksankan tugas,
t a n g g u n g j a w a b , d a n
wewenangnya untuk mendidik,
mengajar, dan/ atau melatih
PNS. Standar Kompentensi
tersebut terdiri atas kompetensi
pengelolaan pembelajaran,
kompetens i kepr ibadian ,
k o m p e t e n s i s o s i a l , d a n
kompetensi substantif.
Mengacu pada peraturan
t e r s e b u t m a k a s e o r a n g
Widyaiswara harus memiliki
kompetensi yang mumpuni,
k a r e n a k u a l i t a s y a n g
dipersyaratkan untuk menjadi
Widyaiswara bukanlah hal
yang ringan. Hal inilah yang
membuat tidak semua orang
dapat lolos dalam babak
k u a l i f i k a s i u n t u k j a d i
Widyaiswara.
Pada Peraturan Kepala
Lembaga Administrasi Negara
No : 5 Tahun 2008 tentang
S t a n d a r K o m p e t e n s i
Widyaiswara disebutkan empat
kompetensi yang harus dimiliki
oleh Widyaiswara adalah
sebagai berikut :
1. Kompetensi Pengelolaan
P e m b e l a j a r a n y a i t u
kemampuan yang harus
dimil iki Widyaiswara
dalam merencanakan,
menyusun, melaksanakan,
d a n m e n g e v a l u a s i
p e m b e l a j a r a n y a n g
meliputi kemampuan :
a. Membuat Garis-garis
B e s a r P r o g r a m
P e m b e l a j a r a n
( G B P P ) / R a n c a n g
Bangun Pembelajaran
Mata Diklat ( RBPMD)
dan Satuan Acara
Pembelajaran (SAP)/
Rencana Pembelajaran
( RP );
b. Menyusun Bahan Ajar;
c. M e n e r a p k a n
pembelajaran orang
dewasa;
d. M e l a k u k a n
k o m u n i k a s i y a n g
efektif dengan peserta;
e. M e l a k u k a n e v a l u a s i
pembelajaran
2. Kompetensi Kepribadian
adalah kemampuan yang
h a r u s d i m i l i k i
Widyaiswara mengenai
t i n g k a h l a k u d a l a m
m e l a k s a n k a n t u g a s
jabatannya yang dapat
diamati dan dijadikan
teladan bagi peserta Diklat,
yang meliputi :
a. Menampilkan pribadi yang
dapat diteladani;
OPINI
76 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
b. Melaksanakan kode etik
dan menunjukkan etos
kerja sebagai Widyaiswara
yang professional.
3. Kompetensi Sosial adalah
kemampuan yang harus
dimil iki Widyaiswara
d a l a m m e l a k u k a n
h u b u n g a n d e n g a n
lingkungan kerjanya yang
meliputi kemampuan :
a. Membina hubungan
dan kerjasama dengan
sesama Widyaiswara
b. Menjalin hubungan
d e n g a n
penyelenggara/penge
lola lembaga Diklat.
4. Kompetensi Substantif
adalah kemampuan yang
h a r u s d i m i l i k i
Widyaiswara di bidang
k e i l m u a n d a n
ketrerampilan dalam mata
diklat yang diajarkan yang
meliputi kemampuan :
a. Menguasai keilmuan
dan keterampilan serta
m e m p r a k t e k k a n
sesuai dengan materi
diklat yang diajarkan;
dan
b. Menulis karya ilmiah
yang terkait dengan
lingkup kediklatan
d a n / a t a u
p e n g e m b a n g a n
spesialisasinya.
Dari keempat kompetensi
yang harus dimiliki oleh
seorang Widyaiswara sesuai
dengan Perkalan Nomor : 5
tahun 2008, apabila dijabarkan
lebih lanjut secara teknis, maka
seorang Widyaiswara untuk
menunjang uraian tugasnya
h a r u s d a p a t m e n g u a s a i
memiliki
dengan cara :
a. M e n g u a s a i
pengetahuan/substansi
Mata Diklat yang diampu
sesuai dengan pedoman
kediklatan,
b. Memiliki Keterampilan
u n t u k m e n t r a s f e r
pengetahuan tersebut
kepada peserta Diklat,
c. Berwawasan dan peka
informasi,
d. Mampu dan terampil
mengoperasikan teknologi
informasi ,OHP, LCD,
komputer/laptop, internet
dan sebagainya,
e. Memiliki keterampilan
dalam mengelola kelas,
f. M e m a h a m i p s i k o l o g i
belajar orang dewasa,
g. Memahami metode, teknik-
teknik pembelajaran dan
pengajaran yang efektif dan
interaktif,
h. Memiliki kemauan untuk
tetap belajar dan gemar
membaca,
i. Mengikuti perkembangan
substansi yang diampu,
j. Memil iki kemampuan
m a n a j e r i a l u n t u k
mengelola pembelajaran,
k. Memil iki kemampuan
b e r k o m u n i k a s i
menggunakan bahasa yang
baik dan berpresentasi
secara efektif dengan
peserta Diklat,
l. Memil iki kemampuan
berkomunikasi dengan
sejawat, pengelola Diklat,
Penyelenggara Diklat dan
yang lainnya,
m. Memiliki keterampilan
memotivasi peserta Diklat,
n. Memil iki kemampuan
menulis karya ilmiah,
o. Berperilaku yang dapat
diteladani dan menjaga
kode etik Widyaiswara,
p. Berbusana yang sesuai.
Ada sebuah instrumen
y a n g d i g u n a k a n u n t u k
mengukur kinerja Widyaiswara
yaitu angka kredit. Angka
k r e d i t d i g u n a k a n u n t u k
mengukur kinerja pejabat yang
b e r s a n g k u t a n d a l a m
melaksanakan tugas dan
fungsinya, yaitu mengajar,
melatih serta pengembangan
k e p r o f e s i o n a l a n n y a .
Diharapkan pemberian angka
kredit dalam jabatan fungsional
Widyaiswara akan leb ih
m a m p u m e n g a k o m o d a s i
berbagai kegiatan yang layak
knowledge, skill dan
attitude
Bagaimana cara mengukur
kinerja seorang Widyaiswara?.
77SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
a t a u p o t e n s i a l d i t r a n s -
formasikan sebagai kinerja
Widyaiswara.
Dalam Peraturan Kepala
Lembaga Administrasi Negara
N o m o r : 3 T a h u n 2 0 1 0
disebutkan bahwa penilaian
kinerja Widyaiswara diukur
melalui angka kredit ini harus
d i k u m p u l k a n o l e h
Widyaiswara dalam kurun
w a k t u t e r t e n t u . S e l a i n
Widyaiswara Utama dengan
Golongan IV/e, maka angka
kredit ini diperlukan sebagai
perangkat untuk menentukan
kenaikan pangkat/golongan,
dengan mempertimbangkan
berbagai unsur. Ada beberapa
unsur kegiatan yang dinilai
dalam penetapan angka kredit
ini yang pertama yaitu unsur
utama yang terdiri dari kegiatan
pendidikan; pengembangan
dan pelaksanaan Diklat, serta
pengembangan profesi , unsur
yang kedua yai tu unsur
penunjang.
D e n g a n m e n g e t a h u i
jumlah angka kredit yang
d i m i l i k i d a n y a n g a k a n
dihasilkan, maka seorang
Widyaiswara akan mampu
m e m p r e d i k s i k a r i e r n y a .
Melalui angka kredit dapat juga
diukur keberadaan formasi
Widyaiswara, oleh karenanya
instansi yang mengangkat
p e j a b a t f u n g s i o n a l
Widyaiswara bertanggung
jawab untuk menyediakan
kesempatan Widyaiswara
untuk berkarya sesuai tugas
pokoknya sehingga kariernya
d a p a t t e r u s t e r j a m i n .
P e n g a n g k a t a n p e j a b a t
fungsional Widyaiswara yang
tidak berdasarkan perhitungan
formasi yang tepat kelak akan
m e n d a t a n g k a n k e s u l i t a n
W i d y a i s w a r a d a l a m
melaksanakan tugas dan
fungsinya. Untuk itu Kepala
Lembaga Administrasi Negara
telah menetapkan Peraturan
Kepala LAN Nomor 3 Tahun
2 0 0 9 t e n t a n g P e d o m a n
Penyusunan Formasi Jabatan
Fungsional Widyaiswara,
s e b a g a i p e d o m a n s u a t u
L e m b a g a D i k l a t u n t u k
m e n y u s u n f o r m a s i
Widyaiswara yang dibutuhkan.
Ada satu hal yang perlu
mendapat perhatian khusus
dari seorang Widyaiswara
untuk pengumpulan angka
kredit ini, karena jika dalam 5
tahun pejabat fungsional
Widyaiswara tidak berhasil
memperoleh angka kredit yang
dipersyaratkan, maka pejabat
f u n g s i o n a l t e r s e b u t
diberhentikan sementara dari
jabatan fungsionalnya dan tidak
m e n d a p a t k a n t u n j a n g a n
jabatan. Sedangkan apabila
W i d y a i s w a r a y a n g
bersangkutan dalam satu tahun
masa pembebasan sementara
dapat memenuhi angka kredit
yang dipersyaratkan maka
Widyaiswara yang terkena
pembebasan sementara dapat
diangkat kembali dalam jabatan
Widyaiswara. Jika dalam satu
tahun berikutnya dalam masa
pembebasan sementara tetap
tidak dapat mengumpulkan
a n g k a k r e d i t y a n g
d i p e r s y a r a t k a n , m a k a
W i d y a i s w a r a y a n g
b e r s a n g k u t a n a k a n
d i b e r h e n t i k a n t e t a p .
Sebenarnya banyak faktor yang
dapat menyebabkan tidak
tercapainya angka kredit bagi
seorang Widyaiswara, ada yang
memang karena ketidak-
mampuan Widyaiswara yang
bersangkutan, namun banyak
juga faktor yang berasal dari
luar kendali Widyaiswara yang
bersangkutan.
Dalam Peraturan Kepala
Lembaga Administrasi Negara
(LAN) RI Nomor : 3 Tahun 2010
d a n P e r a t u r a n M e n t e r i
Pendayagunaan Aparatur
Apa saja uraian pekerjaan/
tugas seorang Widyaiswara ?
OPINI
78 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Negara Nomor : 14 Tahun 2009,
d isebutkan bahwa tugas
Widyaiswara yang dapat
dipergunakan untuk mencari
angka kredit ada 23 macam
kegiatan yang tersusun dalam
175 butir kode kegiatan yang
terdiri dari 17 tugas utama dan 6
tugas penunjang yang menjadi
indikator kinerja seorang
Widyaiswara.
Tugas utama terdiri dari :
1. Mengikuti Pendidikan
Sekolah yang terakreditasi ,
2. Mengikuti Diklat dan lulus,
3. M e l a k u k a n a n a l i s i s
kebutuhan Diklat,
4. Menyusun kurikulum
Diklat,
5. Menyusun bahan diklat
yang terdiri dari bahan
ajar/materi pelengkap
modul, GBPP/RBPMD dan
S A P / R e n c a n a
Pembelajaran/ Skenario
P e m b e l a j a r a n , b a h a n
tayang, modul, soal ujian/
tes hasil belajar,
6. Melaksanakan tatap muka
di depan kelas Diklat,
7. Memeriksa jawaban ujian
Diklat,
8. Pembimbingan peserta
D i k l a t P a d a D i k l a t
Struktural,
9. M e m b i m b i n g p e s e r t a
Diklat dalam penulisan
kertas kerja,
10. M e m b i m b i n g p e s e r t a
Diklat dalam PKL/OL
pada Diklat Struktural,
11. M e n j a d i M o d e r a t o r /
narasumber pada seminar/
lokakarya/diskusi dalam
k e l a s p a d a D i k l a t
Struktural,
12. Mengelola program diklat
sebagai penanggung jawab
dalam program diklat,
13. Mengevaluasi Program
Diklat ,
14. Membuat Karya Tulis
Ilmiah,
15. Pener jemahan/Penya-
duran buku dan bahan
ilmiah lainnya yang terkait
kediklatan,
16. M e m b u a t p e r a t u r a n /
panduan dalam lingkup
kediklatan.,
17. M e l a k s a n a k a n O r a s i
Ilmiah.
Tugas penunjang terdiri dari :
1. Peran serta dalam seminar/
lokakarya baik sebagai
N a r a s u m b e r , P e n y a j i ,
Moderator, Ketua Panitia,
bimbingan tehnis dalam
rangka penghembangan
wawasan kompentensi
Widyaiswara,
2. K e a n g g o t a a n / k e i k u t -
sertaan dalam organisasi
profesi,
3. M e n j a d i T i m P e n i l a i
J a b a t a n F u n g s i o n a l
Widyaiswara,
4. Membimbing Widyaiswara
Jenjang di bawahnya,
5. Mengikuti pendidikan
k e s a r j a n a a n d a n
memperoleh gelar lainnya
y a n g t i d a k s e s u a i
s e p e s i a l i s a s i n y a d a n
l e m b a g a
penyelenggaranya harus
terakreditasi,
6. M e m p e r o l e h p i a g a m
penghargaan/tanda jasa
dar i pemerintah atas
pengabdiannya.
79SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Peran apa saja yang diemban
seorang Widyaiswara dalam
menangani Diklat ?
Bagaimana Jenjang Karir
Seorang Widyaiswara?
Apabila dicermati uraian
tugas dan butir kegiatan yang
harus di laksanakan oleh
Widyaiswara seperti yang
tercantum dalam dalam
Peraturan Kepala Lembaga
Administrasi Negara ( LAN ) RI
Nomor : 14 Tahun 2009 maka
menurut penulis sebenarnya
ada beragam peran yang
d i e m b a n o l e h s e o r a n g
Widyaiswara untuk
sebuah Diklat yaitu sebagai :
1. Fasilitator dan Pembelajar,
2. Moderator,
3. Motivator dan Inspirator,
4. Inovator dan Dinamisator,
5. Konsultan,
6. Peneliti.
7. Evaluator.
B a g a i m a n a a g a r
Widyaiswara dapat memainkan
peran tersebut dengan baik?
Setidaknya ada 4 (empat)
keyakinan sehingga seorang
Widyaiswara dapat berperan
dengan baik dalam menangani
Diklat dan menjadi hebat.
Keempat keyakinan itu adalah
yakin terhadap dirinya sendiri,
y a k i n s e b a g a i s e o r a n g
pembelajar , yakin tentang
informasi yang muncul dalam
kehidupannya, serta yakin
tentang bagaimana dunia ini
bekerja (Di Kamp dalam Ajriani,
2007).
J a b a t a n f u n g s i o n a l
Widyaiswara merupakan
jabatan karier yang dalam
p e l a k s a n a a n t u g a s n y a
didasarkan pada keahlian dan
keterampilan tertentu serta
b e r s i f a t m a n d i r i d a n
p r o f e s s i o n a l . M e n u r u t
P e r a t u r a n M e n t e r i
Pendayagunaan Aparatur
Negara Nomor : PER/66/I/
M.PAN/6/2005 dijelaskan
bahwa ada empat jenjang
Widyaiswara, yakni : Jenjang
p a n g k a t W i d y a i s w a r a
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), sesuai dengan jenjang
jabatannya, yaitu:
a. Widyaiswara Pertama
u n t u k P e n a t a M u d a ,
golongan ruang III/a dan
Penata Muda Tingkat I,
golongan ruang III/b,
melaksankan kegiatan
untuk Diklat tingkat dasar.
b. Widyaiswara Muda untuk
Penata, golongan ruang
III/c dan Penata Tingkat I,
golongan ruang III/d,
melaksanakan kegiatan
untuk Dik la t t ingkat
lanjutan.
c. Widyaiswara Madya untuk
Pembina, golongan ruang
IV/a, Pembina Tingkat I,
golongan ruang IV/b dan
Pembina Utama Muda,
golongan ruang IV/c,
melaksanakan kegiatan
untuk Dik la t t ingkat
menengah.
d. Widyaiswara Utama untuk
Pembina Utama Madya,
golongan ruang IV/d dan
Pembina Utama, golongan
ruang IV/e, melaksanakan
menghandle
OPINI
80 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
kegiatan untuk Diklat
tingkat tinggi.
Kepada mereka diberi
tunjangan jabatan fungsional
sesuai Peraturan Presiden RI
Nomor 59 Tahun 2007 tentang
Tunjangan Jabatan Fungsional
Widyaiswara.
Ada bagian lain yang
berperan penting dalam karier
Widyaiswara yaitu Tim Penilai
Angka Kredit Widyaiswara
mulai dari Tim Penilai Pusat
(TPP), Tim Penilai Instansi
(TPI), dan Tim Penilai Daerah
(TPD). Tim ini berperan penuh
untuk menjaga standar kualitas
Widyaiswara melalui Tugas
Pokok dan Fungsinya (Tupoksi)
d a l a m m e n i l a i U s u l a n
Penetapan Angka Kredit
(DUPAK).
U n t u k m e n g h i n d a r i
k e s a l a h p a h a m a n d a l a m
memperhi tungkan angka
Kredit diantara Widyaiswara
dengan Tim Penilai Angka
Kredit Pejabat Fungsional€
Widyaiswara (TPP/TPI/TPD)
maka sebagaimana kebijakan
lainnya dibuat penjabaran yang
bersifat teknis dan detil dari
Permenpan Nomor : 14 Tahun
2 0 0 9 t e n t a n g J a b f u n g
Widyaiswara dan Angka
Kreditnya untuk menjembatani
hal tersebut diatas dengan
diterbi tkannya Peraturan
Bersama Kepala LAN dan
Kepala BKN Nomor 1 dan
Nomor 2 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Widyaiswara dan Angka
Kreditnya. T u j u a n d a n
sasaran penyusunan petunjuk
teknis in i ada lah untuk
memberikan suatu petunjuk
standar bagi pejabat yang
berwenang dalam membina dan
m e n e n t u k a n k a r i e r
Widyaiswara, disamping untuk
menetapkan kesamaan persepsi
dalam penilaian angka kredit
antara Widyaiswara dengan
TPP maupun TPI dan TPD
s e h i n g g a t i d a k a d a
Widyaiswara yang merasa
dirugikan dalam penilaian
kinerjanya melalui perolehan
Angka Kredit.
Widyaiswara bukanlah
jabatan yang terhenti sampai
disitu saja atau tugas yang
diberikan menjelang purna
tugas, namun bilamana seorang
Widyaiswara berprestasi maka
dapat “dipromosikan” kembali
untuk menduduki jabatan
81SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
s t r u k t u r a l . M e n g i n g a t
p e n t i n g n y a p e r a n
Widyaiswara, maka diperlukan
pembinaan dan pengembangan
y a n g s u n g g u h - s u n g g u h
dimulai dari rekruitmen.
Melalui rekruitmen yang baik
dan tepat akan dapat dipilih
calon-calon Widyaiswara yang
profesional yang memiliki
kual i tas memadai sesuai
dengan kompentensi yang
diharapkan. Kualitas menjadi
p e n t i n g d a n m e r u p a k a n
keharusan karena Widyaiswara
adalah unsur inti dalam proses
Diklat selanjutnya.
Untuk mendapatkan sosok
Widyaiswara yang memiliki
k o m p e t e n s i y a n g
dipersyaratkan harus dimulai
sejak awal melalui proses
rekruitmen yang sistematis dan
obyektif. Di samping itu perlu
adanya mekanisme pencalonan
Widyaiswara yang seimbang
dari segi prosedur usulan calon
Widyaiswara oleh instansi,
d e n g a n m e m p e r h a t i k a n
formasi, dan seleksi calon
Widyaiswara.
Peni la ian kompetensi
Widyaiswara tercantum dalam
Peraturan Kepala Lembaga
Administrasi Negara Nomor : 6
Tahun 2008 tentang Pedoman
Ser t i f ikas i Widya iswara ,
dimana tujuan dari sertifikasi
Widyaiswara adalah untuk
memberikan pengakuan dan
jaminan atas profesionalisme
W i d y a i s w a r a a t a s d a s a r
penguasaan kompetensi yang
dimiliki dalam melaksanakan
tugas, tanggung jawab, dan
wewenangnya untuk mendidik,
mengajar, dan melatih PNS
p a d a L e m b a g a D i k l a t
Pemerintah.
Uji kompetensi adalah
proses Sertifikasi melalui
portofolio Widyaiswara dan
. Portofolia
digunakan sebagai dasar
penilaian kompentensi yang
m e r u p a k a n s e k u m p u l a n
dokumen Widyaiswara yang
m e m u a t / i n f o r m a s i
mengenai unjuk kerja dan/atau
kinerja Widyaiswara yang tidak
dinilai dalam
adalah kegiatan
W i d y a i s w a r a d a l a m
memaparkan satu mata Diklat
untuk dinilai kompetensinya.
P a d a P e r a t u r a n K e p a l a
Lembaga Administrasi Negara
N o m o r : 5 T a h u n 2 0 0 8
mengatur penilaian standar
kompetensi Widyaiswara,
dimana set iap kelompok
kompetensi tersebut diberi
bobot penilaian yaitu untuk
K o m p e t e n s i P e n g e l o l a a n
Pembelajaran sebesar 40%,
Kompetensi Kepribadian
sebesar 10%, Kompetensi sosial
sebesar 10%, dan kompetensi
substanti f sebesar 40 %.
Penilaian menggunakan skala
Likert 1 sampai dengan 4 yaitu 1
= Tidak mampu, 2 = Kurang
mampu, 3 = Mampu, 4 = Sangat
mampu. Seorang Widyaiswara
dinyatakan memenuhi standar
kompetensi minimum apabila
Uji Kompetensi dan Sertifikasi
micro teaching
d a t a
micro teaching.
Microteaching
OPINI
82 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
mendapat ni la i rata-rata
tertimbang minimal 3 (tiga) atau
katagori Mampu.
Uji kompetensi ini dapat
digunakan sebagai salah satu
sarana untuk mengukur tingkat
kompetensi, dan dapat juga
digunakan untuk menjamin dan
memelihara profesionalisme.
Dalam acara sosialisasi
J a b a t a n F u n g s i o n a l d i
l ingkungan Kementer ian
Pertahanan tanggal 24 Oktober
2011 yang diselenggarakan Biro
Kepegawaian Sekretar ia t
J e n d e r a l K e m e n t e r i a n
Pertahanan dengan pembicara
dari Badan Kepegawaian
Negara , terungkap bahwa
p r o f e s i W i d y a i s w a r a
merupakan profesi yang mulia
dan menjadi ujung tombak
pembinaan Sumber Daya
Manusia aparat pemerintah.
Namun sayangnya begitu
beratnya tuntutan dan tugas
W i d y a i s w a r a d a l a m
p e n y e l e n g g a r a a n D i k l a t ,
keberadaan Widyaiswara
seakan jabatan terpinggirkan
dalam suatu organisas i/
lembaga Diklat. Alasan yang
paling sering digunakan adalah
W i d y a i s w a r a t i d a k a d a
pekerjaannya, menimbulkan
kecemburuan pegawai lain
karena mendapat honor apabila
mengajar, sebuah alasan wajar
berasaskan keadilan bagi yang
tidak/kurang mengetahui
tugas yang harus dikerjakan
Widyaiswara. Padahal honor
mengajar digunakan untuk
m e l e n g k a p i k e b u t u h a n
pengajaran karena sebelum
mengajar Widyaiswara mau
tidak mau harus menyiapkan
materi untuk disampaikan
kepada peserta Diklat mulai
dari bahan ajar sampai dengan
transparansi, membuat dan
memeriksa hasil ujian , untuk
itu diperlukan “modal” ATK,
buku- buku untuk pengayaan
materi, dan bahan-bahan untuk
menunjang tampilan materi.
S e b e l u m m e n g a j a r
W i d y a i s w a r a h a r u s
menyiapkan bahan ajar, dan
membuat kelengkapan bukti
f i s i k m e n g a j a r y a n g
memerlukan Alat Tulis Kantor
tentunya, sampai dengan
penyiapan pakaian yang layak
dikenakan untuk mengajar.
Berdasarkan pengamatan
p e n u l i s p a d a b e b e r a p a
Lembaga Diklat, Widyaiswara
kurang atau bahkan belum
mendapat tempat di rumahnya
sendiri. Padahal Widyaiswara
merupakan roh bagi suatu
Badik la t a tau Pusdik la t .
Terlepas dari itu semua, bisa
d i k a t a k a n W i d y a i s w a r a
merupakan profesi muli yang
menyediakan banyak tantangan
tersendiri untuk menjaga
produktivitas yang tinggi
dalam menjalankan tugas-tugas
utama dan penunjang secara
mandiri seperti yang dikatakan
Shinta Dame S.,M.A. **
Penutup
a
The Mediocre Teacher Tells,
The Good Teacher Explains,
T h e S u p e r i o r T e a c h e r
Demonstrates,
The Great Teacher Inspires.
83SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Benchmarking merupakan
suatu metode terobosan yang
tepat dan akurat untuk mengejar
ketinggalan secara cepat. Dalam
sejarahnya, benchmarking
pertama kali dipraktekkan pada
perusahaan-perusahaan di
A m e r i k a . K e n y a t a a n
menunjukkan keberhasilan
benchmarking bisa terwujud
melalui upaya yang terancang
dengan etis tentunya.
.
Sebelum kita membahas
topik utama, tentang cara-cara
, kita bahas terlebih
dahulu beberapa pengalaman
industri di Amerika dan di
J e p a n g , y a n g d a p a t
dikategorikan sebagai upaya
, yaitu :
a. dapat
dikatakan sebagai kejadian
yang tercatat
pertama kali, yaitu sekitar
1. Pendahuluan
benchmarking
benchmarking
Lowell, Massachusetts,
benchmarking
Oleh : Letkol Cku Drs. Budi Santosa,M.M
OPINI
ETIKAL BENCHMARKING SUATU STUDI
KOMPARASI MANAJEMEN KUALITAS
84 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
tahun 1800-an. Francis
Lowell, adalah pengusaha
tekstil di New England,
y a n g m e l a k u k a n
ke pabrik-
pabrik tekstil di seluruh
kerajaan Inggris Raya.
L o w e l l m e l a k u k a n
perjalanan ke Inggris untuk
mempelajari teknik-teknik
m a n u f a k t u r d a n
perancangan industrial
pabrik tekstil. Pada saat
industrial pabrik tekstil,
pada saat itulah ia melihat
betapa canggihnya mesin
d a n p e r a l a t a n y a n g
d i g u n a k a n p a b r i k d i
Inggris, namun tidak efektif
dalam penyusunan tata
letak pabriknya, sehingga
mengakibatkan banyak
membutuhkan tenaga kerja.
Pada tahun 1815, Lowell
membangun pabrik tekstil
d i A m e r i k a d e n g a n
permesinan yang sama
dengan pabrik tekstil di
Inggris, namun lebih baik
dalam penyusunan tata
letak pabrik, sehingga lebih
e f e s i e n d a l a m h a l
kebutuhan tenaga kerja. Ia
b e r h a s i l m e l a k u k a n
adaptasi yang kreatif dan
inovatif dari sisi perusahaan
tekstil. Tahun 1820, pusat
tekstil tersebut kemudian
dikenal sebagai Lowell,
Massachusetts. Pada tahun
1820 itu pula Massachusetts
menjadi terkenal sebagai
k o t a t e r b e s a r k e d u a
didunia yang menjadi pusat
i n d u s t r i t e k s t i l d a n
kemudian berkembang
menjadi kawasan industri
tekstil terbesar di Amerika.
b. Pada
tahun 1912,
melihat seorang pemotong
daging pada perusahaan
pemotongan hewan di
Chicago, ketika ia sedang
berlibur di sana. Daging
yang sudah dipotong,
dimasukan ke keranjang
yang digantung pada
k e r e k a n , k e m u d i a n
d i t r a n s f e r k e p e k e r j a
berikutnya segera setelah
keranjang itu penuh. Cara
k e r j a y a n g i a l i h a t ,
menumbuhkan ide sistem
perakitan untuk diterapkan
di pabrik mobilnya. Sejak
s a a t m u n c u l r e v o l u s i
industri besar-besaran
d i b i d a n g p e r a k i t a n
otomotoif modern, yang
mana ide dasarnya berasal
dari pemotongan daging.
c. Pada tahun 1950,
melakukan
ke General
Motor, Chrysler, Ford dan
Studebaker di Amerika.
Pada beberapa dekade
berikutnya, hasil kajian
berdasarkan pengamatan
dan catatan-catatan selama
s t u d i b a n d i n g n y a ,
m e n g h a s i l k a n s i s t e m
manufaktur yang kita kenal
dengan konsep
dan program
Pada tahun 1993,
Toyota mampu merebut
pangsa pasar mobil di
Amerika sebesar 23%.
Tahun 1984 General Motor
m e n a n d a t a n g a n i
p e m b a n g u n a n p a b r i k
benchmarking
Ford Motor Company.
Toyota.
benchmarking
just-in-time
total-quality-
control.
Henry Ford
Eliji Toyoda
85SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
otomotif Toyota di Amerika.
S e k a r a n g k i t a s e r i n g
mendengar kalau General
Motor melakukan studi
u n t u k m e n g e t a h u i
b a g a i m a n a T o y o t a
memenangkan strategi
bisnisnya.
d. Apabila lebih jauh kita
pelajari bagaimana Jepang,
sebagai Negara dan para
industriawan melakukan
Sumitromo
Industries Ltd, Jepang,
sebagai salah satu industri
yang berusaha bangkit
setelah negaranya kalah
perang pada Perang Dunia
II. Kekalahan perang itu
b e r d a m p a k p a d a
p e n u r u n a n e k o n o m i
nasional yang sangat kritis.
K e a d a a n i n i , t e l a h
m e n y a d a r k a n b a n g s a
Jepang untuk merubah
pandangan kenegaraannya
dari keinginan unggul
dalam bidang militer ,
menjadi keinginan untuk
unggul dalam bidang
ekonomi.Pampasan perang
dari negara-negara sekutu,
digunakan oleh Jepang
sebagai modal awal untuk
membangkitkan ekonomi
nasionalnya. Isu sentral
membangkitkan ekonomi
nasionalnya, dipilih isu
produkitvitas. Pada tahun
1945 ditetapkan sebagai
a w a l t a h u n g e r a k a n
produkitivitas Jepang.
Gerakan produktivitas ini
makin berkembang setelah
didirikan
pada tahun
1955, yaitu suatu lembaga
swasta yang mempunyai
misi untuk meningkatkan
p r o d u k t i v i t a s n e g a r a
Jepang.
e. Gerakan produktivitas ini
dimulai dengan kampanye
yang sangat luas dan efektif,
dengan saran menyadarkan
seluruh unsur penentu
ekonomi yaitu pemerintah,
para pengusaha, karyawan
serta ibu-ibu rumah tangga.
Sejak saat itu, perusahaan-
perusahaan mulai mengatur
manajemennya sendiri dan
berpartisipasi penuh dalam
mensukseskan gerakan nasional.
Antara tahun 1950-1980, Japan
Productivity Centre (JPC) telah
melaksanakan program utama,
yaitu :
a. Mengirimkan 1.468 misi
belajar ke luar negeri,
melibatkan 22.800 orang
eksekutif . Di samping
eksekutif juga dikirimkan
unsur-unsur pemerintah,
karyawan serta ibu-ibu
rumah tangga (tidak tercatat
j u m l a h n y a ) u n t u k
mengikuti seminar maupun
studi banding dengan
t u j u a n u t a m a u n t u k
benchmarking.
Japan Productivity
Centre (JPC)
OPINI
86 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
mempelajari faktor-faktor
sukses industri-industri
dunia.
b. Melaksanakan seminar/
sympos ium/workshop
untuk membahas upaya-
u p a y a p e n i n g k a t a n
produktivitas perusahaan,
industri maupun nasional.
P e l a k s a n a a n g e r a k a n
produktivitas di Sumitomo Ltd,
dilakukan dalam 5 (lima) tahap,
yaitu :
a. Tahun 1957 – 1960 : Analisis
dan Pengaturan Kerja. Pada
tahap ini perusahaan giat
melakukan perbaikan-
perbaikan kerja di kantor
maupun di pabrik. Pada
tahun 1959, Sumitomo Ltd
telah berhasil memperbaiki
3.314 kasus, dalam bidang
penurunan kelelahan kerja,
perbaikan produktivitas,
penghematan bahan dan
lainnya. Umumnya, ide
perbaikan kerja berasal dari
gagasan para peker ja
sendiri. Untuk merangsang
kreativitas para pekerja,
d i a d a k a n s a y e m b a r a
berhadiah bagi karyawan
y a n g m e m p u n y a i i d e
c e m e r l a n g . U n t u k
mendorong penelitian dan
promosi ide perbaikan ini,
pimpinan perusahaan saat
itu menyediakan dana
sebesar 2 .000 .000 yen
pertahun, sejak tahun 1959.
b. Tahun 1960 – 1962 : Proses
Standarisasi. Standarisasi
merupakan dasar untuk
perencanaan, khususnya
m e n e t a p k a n t a r g e t
p e n c a p a i a n k u a n t i t a s
maupun kualitas, agar
selesai tepat waktu sesuai
rencana. Antara tahun 1961-
1966 perusahaan berhasil
membuat 90.973 buah
standar kerja.
c. T a h u n 1 9 6 2 - 1 9 6 5 :
Peningkatan Produktivitas.
Periode ini ditetapkan
sebagai tahun peningkatan
produkt ivi tas , sete lah
semua landasan-sistem
manajemen dan mental
karyawan dirasakan sudah
siap untuk meraih prestasi
untuk menjadi manajemen
yang lebih unggul.
d. T a h u n 1 9 6 5 - 1 9 7 9 :
Rancangan Sistem Setelah
proses perbaikan yang
berkelanjutan (Kaizen)
dapat dilaksanakan secara
mapan, upaya lebih lanjut
a d a l a h p e n y a d a r a n
kemampuan untuk berfikir
sistem, di mana seluruh
faktor kerja karyawan,
mesin, peralatan, bahan dan
l i n g k u n g a n k e r j a
d i i n t e g r a s i k a n s e c a r a
s i s t e m , d e n g a n
m e m a n f a a t k a n
perkembangan teknologi
informasi . Hasil yang
sangat populer terjadi pada
t a h u n 1 9 6 6 , d e n g a n
tercapainya target
e. Masa Setelah Tahun 1979 :
Perkembangan teknologi
yang semakin menunjukkan
kemam-puannya secara
otomatis dan tercapainya
fleksibilitas kemampuan
kerja, menuntut sistem
manajemen dan organisasi
yang mampu menunjang
k e c e p a t a n , a k u r a s i ,
f l e k s i b i l i t a s s e r t a
terintegrasi. Pada dekade ini
popular dengan konsep-
konsep
Manajemen otonom, serta
P e n g e n d a l i a n M u t u
Terpadu (PMT).
Hal yang paling esensial
dari uraian diatas adalah:
a. Gerakan produktivitas
seluruh industri di Jepang
merupakan bagian dari
gerakan produktivi tas
nasional. Hampir semua
industr i menunjukkan
k o m i t m e n d a n
kebersamaannya secara
n y a t a . G e r a k a n
produktivitas dipilih oleh
Jepang sebagai isu aktual
yang dijadikan sebagai
acuan untuk mengejar
s e m u a k e t i n g g a l a n
dibidang ekonomi.
b. U p a y a m e n g e j a r
'Zero
defect' seluruh manajemen.
Management by
O b j e c t i v e ( M B O ) ,
2. Sasaran Benchmarking .
87SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
k e t i n g g a l a n d a l a m
produktivitas di Sumitomo,
dilakukan dengan cara
y a i t u
melakukan studi banding ke
industri-industri terbaik
dari negara-negara maju
dalam bidang ekonominya
pada saat itu. Sampai selalu
melakukan kunjungan ke
p e r u s a h a a n l a i n d a n
kemudian pulang dengan
membawa ide baru untuk
melakukan perubahan dan
p e r b a i k a n k i n e r j a
diperusahaannya. Sebagai
alternatif, mereka juga
s e r i n g u n t u k t i d a k
melakukan kunjungan
secara fisik untuk studi
banding, namun cukup
melalui seminar-seminar,
a t a u d i s k u s i d e n g a n
pimpinan dari perusahaan
lain, atau (seperti Xerox
m i s a l n y a ) m e l a k u k a n
m e l a l u i
te lephone dan survey
d e n g a n s u r a t . D a r i
pengalaman selama ini,
implementasi dari ide-ide
perbaikan produktivitas ini,
dilakukan secara “Bertahap
dan melibatkan seluruh
karyawan” sejak pimpinan
puncak sampai karyawan
paling bawah. Ide-ide
perbaikan berawal dari
gagasan karyawan, dan
untuk memacu kreativitas
m e r e k a , p i m p i n a n
perusahaan memberikan
kesempatan untuk belajar
“secara kontinyu” baik
formal maupun informal.
Sebagai ilustrasi, bagaimana
hasil yang mereka peroleh
setelah 25 tahun ? Perhatikan
komentar Toshiro Yamada, yang
menceritakan hasil perjalanan
sentimetilnya, ketika berkunjung
kembali ke pabrik baja River
Range di Dearbon, Michigan –
A m e r i k a . S a m b i l
menggelengkan kepala karena
heran, ia berkata “Tahukah anda
bahwa pabrik2 itu tetap sama
seperti 25 tahun yang lalu ? “
Keheranan mereka semakin
besar ketika mereka juga
mengadakan perjalanannya ke
Eropa pada tahun 1975-an,
karena pada saat itu mereka
menemukan sarana industri di
i n d u s t r i - i n d u s t r i E r o p a
tergolong kuno. Di pabrik-
pabrik Eropa, masih banyak
ditemukan ban berjalan yang
t i d a k m e m p e r h a t i k a n
keselamatan karyawan atau
pengunjung. Salah seorang
anggota rombongan dari Jepang
berkata, “Bila mereka tidak
memperhatikan keselamatan
karyawan, maka disana tidak
ada manajemen”. Namun
demikian, Yamada menyatakan
bahwa sarana di Universitas
s e r t a l e m b a g a - l e m b a g a
penelitian di Barat, lebih maju
dibanding Jepang yang kaya
akan daya cipta dan kreativitas
itu tumbuh di industri-industri.
Sebagai contoh, pabrik Toshiba
yang terpencil di Jepang, mampu
merubah seperempat di musim
b e n c h m a r k i n g , b e n c h m a r k i n g
OPINI
88 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
panas pada tahun 1984, tanpa
sepengetahuan/ bimbingan
G a m b a r a n i n i
menunjukan perbedaan cara
p a n d a n g u n t u k m e r a i h
k e m a j u a n m e l a l u i u p a y a
perubahan/perbaikan dari
sebelumnya, antara Jepang
dengan dengan negara-negara
Barat. Dalam meraih kemajuan,
m a n a j e m e n J e p a n g
mengutamakan perubahan
secara bertahap (Kaizen), walau
b a g a i m a n a p u n k e c i l
dampaknya; sehingga di “Jepang
ada perubahan dalam tempo 6
bulan”. sedangkan manajemen
Barat pada saat itu, lebih
mengutamakan perubahan
secara sehingga
di Barat tidak akan terlihat ada
kemajuan selama “ Inovasinya
belum menghasilkan hal baru ”.
Praktek kaizen di Nissan Motor,
telah menetapkan target kaizen
bagi pekerjaan pribadi seseorang
adalah 1/100 menit atau 0,6
detik. Artinya, setiap saran yang
dapat menghemat waktu 0,6
detik, diperhitungkan secara
serius oleh manajemen. Norio
K o g u r e , s t a f i n s i n y u r
mengenang kembali pesan
m a j i k a n b a r u n y a s a a t i a
dipindahkan kebagian pabrik
ini, “Tidak akan ada kemajuan
bila anda melakukan pekerjaan
anda dengan cara yang sama
selama 6 bulan”.
adalah salah
satu metode untuk mengejar
ketinggalan secara cepat tepat
dan akurat. Upaya untuk
mengejar ketinggalan secara
c e p a t m e n j a d i p e n t i n g ,
mengingat isu-isu persaingan
makin ketat, ditandai dengan
perubahan lingkungan bisnis
global dengan karakteristik-
karakteristik sebagai berikut:
a. Daur hidup produk makin
pendek dan teknologi lebih
c e p a t u s i n g . P r o s e s
produksi yang dianggap
baik hari ini, akan menjadi
ketinggalan zaman pada
h a r i e s o k a t a u l u s a .
Lingkungan bisnis akan
terus berubah makin cepat
dan dinamis.
b. Peran teknologi dalam
industri akan makin luas
dan dominan. Kandungan
teknologi dalam produk,
p r o s e s a t a u s i s t e m
manajemen, cenderung
makin besar. Berkem-
b a n g n y a t e k n o l o g i
informasi menyebabkan
hampir tidak ada batas
ruang maupun waktu,
Toshiba Research and Development
C e n t r e .
gradual(inovasi);
Benchmarking,
3. K a r a k t e r i s t i k
Benchmarking
89SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
sehingga efisiensi dan
efektifitas kerja dapat
maksimal.
c. K o n s u m e n m a k i n
menentukan. Dalam era
teknologi maju, produsen
dimungkinkan mampu
membuat berbagai variasi
produk, dengan kualitas
presisi, dalam jumlah yang
kecil secara fleksibel, sesuai
d e n g a n k e i n g i n a n
konsumen.
G a m b a r a n d i a t a s
menunjukkan bahwa setiap
p e r u s a h a a n d i t u n t u t
mempunyai kemampuan untuk
selalu memperbaiki kinerja
perusahaan secara terus-
menerus. Perbaikan kinerja
hanya mungkin terlaksana jika
perusahaan mampu melakukan
perubahan, untuk selalu mencari
yang lebih baik (Kaizen). Hal ini
dapat dilakukan dengan cara
Untuk mencapai
sasaran ini ,
diperlukan persyaratan yang
menyangkut unsur manusia
serta sistem manajemennya,
yaitu:
a. S e t i a p i n d i v i d u y a n g
terlibat, baik itu sebagai
pimpinan maupun sebagai
k a r y a w a n , h a r u s
mempunyai “kemampuan
dan motivasi untuk selalu
belajar”. Belajar adalah satu-
s a t u n y a c a r a u n t u k
m e n i n g k a t k a n
“pengetahuan, kreatifitas
dan keterampilan kerja”,
baik sebagai individu
maupun kelompok kerja.
Belajar bisa dilakukan
secara formal atau tidak
f o r m a l . U n t u k
melaksanakan belajar secara
formal, diperlukan fasilitas
d a n m a t e r i s e c a r a
t e r s t r u k t u r , d a n
d i s a m p a i k a n s e c a r a
sistematis. Belajar tidak
formal, tidak kalah nilai
tambahnya dibandingkan
be la jar formal , dapat
dilakukan dengan melihat
a t a u m e n d e n g a r
keberhasilan atau kegagalan
perusahaan lain, atau
dengan melaksanakan
pelat ihan dar i a tasan
kepada bawahan, dan
sebagainya.
b. D i p e r l u k a n i n d i v i d u -
individu, baik sebagai
pimpinan atau karyawan
yang mau berubah. Untuk
itu diperlukan karyawan
yang selain “kreatif”, juga
mampu melakukan kerja
secara tim ( ) dan
fleksibel. Upaya ini akan
lebih cepat berhasil jika
didukung oleh pimpinan
yang bervisi, teladan dan
mampu mengarahkan.
Untuk meminimalisasi
risiko kegagalan akibat
perusahaan, sehingga dapat
mencapai sasaran secara
e f e k t i f , d i p e r l u k a n
manajemen perubahan
benchmarking.
benchmark ing
team work
OPINI
90 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
(
c. D i p e r l u k a n s i s t e m
manajemen yang mampu
menampung/mewadahi
tuntutan perubahan dengan
cepat dan akurat. Beberapa
k a r a k t e r i s t i k y a n g
diperlukan oleh sistem
manajemen masa depan
adalah fleksibel, mampu
b e r a d a p t a s i , d a n
t e r i n t e g r a s i . S i s t e m
manajemen ini mencakup
sistem yang berkaitan
d e n g a n “ M a n a j e m e n
P e r s o n a l i a ” ( s i s t e m
r e c r u i t m e n t , s i s t e m
pendidikan dan pelatihan,
dan lain-lain), serta sistem
yang berhubungan dengan
“manajemen keputusan dan
informasi” (mencakup
sistem dan prosedur serta
s i s t e m i n f o r m a s i
manajemen).
a. ; A
mempelajari B dan B tidak
t a h u b a g a i m a n a c a r a
menolong A.
b. ; A
menstudi B dan B secara
k o o r p e r a t i f d a l a m
prosesnya.
c. ; A
dan B melakukan studi
timbal-balik. Dalam hal ini
k e d u a p e r u s a h a a n
b e r k o l a b o r a s i u n t u k
memperbaiki bersama.
d. fokus
pada perbaikan proses
kerja, atau sistem operasi.
Misalnya perbaikan proses
penyelesaian billing, proses
penyelesaian order, proses
rekrutmen, atau proses
p e r e n c a n a a n s t r a t e g i .
Tujuan ini
a d a l a h “ m e n e m u k a n
prektek operasi yang lebih
efektif”. Dalam beberapa
t a h u n t e r a k h i r i n i ,
proses sangat
efektif untuk perbaikan
kinerja keuangan jangka
p e n d e k , m i s a l n y a
penurunan biaya, perbaikan
penjualan.
e.
d i l a k u k a n
d e n g a n m e m p e l a j a r i
k e l e b i h a n - k e l e b i h a n
perusahaan pesaing dalam
hal produk dan pelayanan.
Proses ini fokus pada
e l e m e n - e l e m e n b i a y a ,
kualitas teknis, wujud atau
pelayanan, kecepatan,
kehandalan atau kinerja
lainnya. Cara-cara seperti
R e k a y a s a u a n g ,
perbandingan produk dan
pelayanan secara langsung
d e n g a n p e s a i n g , d a n
analisis statistik operasi
adalah teknik-teknik yang
biasa dilakukan pada.
I n d u s t r i o t o m o t i f ,
computer, jasa keuangan
dan foto kopi, merupakan
i n d u s t r i y a n g b i a s a
melaksanakan cara lain.
f. untuk
mengetahui bagaimana
p e r u s a h a a n p e s a i n g
management change).
Benchmarking Kompetitif
Benchmarking Koorperatif
Benchmarking Kolaboratif
Benchmarking Proses,
benchmarking
benchmarking
B e n c h m a r k i n g k i n e r j a
(fungsional/produk tingkat
p e l a y a n a n ) ,
Benchmarking strategi,
4. Tipe -Tipe
Utama
Benchmarking
91SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
melaksanakan strategi
b e r s a i n g n y a , u n t u k
k e m u d i a n d i g u n a k a n
m e n g e v a k u a s i
kelemahannya. Proses ini
untuk mengidentifikasi
“ f a c t o r - f a k t o r k u n c i
keberhasilan perusahaan
pesaing di pasar”. Lembaga
konsultan Amerika yang
pernah mempunyai klien
perusahaan Jepang yang
a k a n m e l a k u k a n
di Amerika
m e n g e n a n g b a h w a
pertanyaan pertama yang
harus dijawabnya adalah;
“perusahaan mana yang
b e n a r - b e n a r b a i k d i
Amerika?” kemudian kita
m e n y u s u n r e n c a n a
p e r j a l a n a n u n t u k
berkunjung keperusahaan
yang dipilih sebagai partner
B a n y a k
pertanyaan dari kl ien
Jepang ini tentang dasar-
d a s a r s t r a t e g i u n t u k
memenangkan persaingan.
Hal ini memang sesuai
dengan cara pandang
perusahaan-perusahaan
Jepang pada umumnya,
yaitu lebih fokus pada
kemampuan menyusun
strategi yang bersifat jangka
panjang. Sebagai hasilnya,
b e n e f i t d a r i s u a t u
perusahaan
Jepang akan lebih lambat,
namun akan menghasilkan
i n o v a s i y a n g s a n g a t
mendasar, sehingga mantap
secara jangka panjang.
Ketika ini
mulai banyak dilaksanakan oleh
industri-industri di Amerika,
melakukan survey ke 87
perusahaan yang dianggap
s u k s e s m e l a k s a n a k a n
Hasil survey
cukup mengejutkan, karena 95%
dari responden di Amerika
menyatakan bahwa umumnya
m e r e k a t i d a k m e n g e r t i
b a g a i m a n a c a r a - c a r a
yang efektif.
Tidak heran kalau ada
komentar dari seorang presiden
suatu pabrik kimia di Amerika
ketika perusahaannya sedang
m e l a k s a n a k a n k u r s u s
yaitu “I don't wont
our employees flying off to
Germany, Japan, or who knows
where trying to find best practice
companies. We have too much to
do right here at home”.
Rupanya -pada awalnya–
kebanyakan perusahaan yang
mulai mengenal
menyangka bahwa
itu adalah suatu upaya untuk
m e n i n g k a t k a n k i n e r j a
perusahaannya agar serta
dengan perusahaan yang
mempunyai kinerja terbaik di
dunia (perusahaan kelas dunia).
Jika hal ini dilakukan oleh
seluruh perusahaan di dunia ini,
jelas upaya malah
akan menyebabkan “kontra
produktif”, mengingat akan
membutuhkan usaha dan biaya
yang sangat besar, sehingga
k e m u n g k i n a n ( r i s i k o )
kegagalannya cukup besar.
Yang harus kita perhatikan
l e b i h l a n j u t a d a l a h ,
benchmarking
b e n c h m a r k i n g .
benchmarking
benchmarking
America Productivity and Quality
C e n t e r ' s I n t e r n a t i o n a l
Benchmarking Clearinghouse,
benchmarking.
benchmarking
benchmarking,
benchmarking
benchmarking
benchmarking
5. Cara - Cara Benchmarking
OPINI
92 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
“ k e b e r h a s i l a n u p a y a
tidak hanya
s e k e d a r c u k u p d e n g a n
m e n d a p a t k a n i d e u n t u k
perbaikan saja”, namun juga
dipengaruhi oleh “kondisi
kinerja perusahaan”. Upaya
akan lebih berhasil
j i k a p e r u s a h a a n y a n g
m e l a k u k a n n y a s u d a h
m e m p u n y a i k i n e r j a
produktivitas dan keuangan
yang baik. Hal ini dibuktikan
oleh suatu survey dan analisis
y a n g d i l a k s a n a k a n o l e h
American Quality Foundation
(AQF) and Earns and Young
(E&Y), yang melakukan survey
pada 580 perusahaan yang
bergerak diempat bidang bisnis –
otomotif, computer, perbankan
dan industri kesehatan. Hasil
analisa menunjukan bahwa ada
korelasi yang sangat kuat antara
k e b e r h a s i l a n p r a k t e k
dengan kinerja
perusahaan-khususnya ukuran
produktivitas dan ukuran
kinerja keuangan, seperti
dan nilai tambah per
k a r y a w a n . S t u d i i n i
membuktikan bahwa praktek
akan lebih berhasil
jika dilakukan oleh perusahaan
yang sudah mempunyai kinerja
yang sangat produktif, serta
mempunyai tingkat keuntungan
tinggi. Artinya semua faktor
yang menentukan kiner ja
produktivitas perusahaan,
sangat dipengaruhi oleh kondisi
manusia yang bersumber daya
baik secara individu maupun
kerja kelompok, keadaan mesin
dan peralatan yang digunakan,
serta sistem manajemen yang
berlaku di perusahaan tersebut.
Studi di atas juga mengingatkan
kita bahwa bagi perusahaan
yang baru dalam melaksanakan
akan berbahaya
jika perusahaan itu melakukan
langsung terhadap
perusahaan terbaik di dunia.
Kemungkinan gagal bagi
perusahaan pemula yang ingin
“ m e l o m p a t ” m e n g e j a r
ketinggalan agar setara dengan
perusahaan terbaik relatif besar
karena terlalu banyak yang
harus diperbaiki dalam waktu
yang terlalu singkat. Bagi
perusahaan yang mempunyai
kinerja perusahaan yang masih
rendah, sebaiknya melakukan
k e p a d a
perusahaan yang mempunyai
kinerja menengah artinya,
“lakukanlah secara
bertahap.” Disamping itu, bagi
perusahaan pemula, sebaiknya
melakukan untuk
sasaran secara fokus pada suatu
p e r m a s a l a h a n , j a n g a n
m e l a k u k a n
sekaligus pada berbagai sasaran.
S e c a r a u m u m , d a p a t
d i k a t a k a n b a h w a u n t u k
m e n c a p a i k e b e r h a s i l a n
, s e b a i k n y a
benchmarking
benchmarking
benchmarking
return
on assets
benchmarking
benchmarking
benchmarking
b r e n c h m a r k i n g
benchmarking
benchmarking
b e n c h m a r k i n g
b e n c h m a r k i n g
93SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
dilakukan dengan proses yang
s i s t e m a t i s , d e n g a n
memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :
a. Mempunyai tim yang akan
berperan sebagai penggerak
utama sejak perencanaan,
p e n g a t u r a n s a m p a i
evaluasi.
b. Mempunyai sasaran jelas;
pada tahap perencanaan
k e r j a , t i m m e n y u s u n
sasaran secara jelas, yang
dinyatakan secara deskriptif
dengan langkah-langkah
yang jelas, terukur serta
mempunyai batas waktu.
c. Menggunakan strategi yang
b a i k , m e r u p a k a n
metode/jalan/cara yang
d i p i l i h , y a n g j u g a
m e n g g a m b a r k a n
p e n g e t a h u a n d a n
kemampuan tim mencapai
sasaran perbaikan.
Di atas sudah dijelaskan
bahwa yang efektif
dimulai dengan pemahaman
a t a s p o s i s i / k e m a m p u a n
p e r u s a h a a n s e n d i r i d a n
mengenal apa yang diinginkan
(sasaran yang jelas). Setiap
p r o y e k ,
membutuhkan pendekatan serta
sumber daya yang unik ,
tergantung pada banyak faktor,
yang biasanya spesifik pada
suatu perusahaan.
Secara teoritis, ada enam
tingkatan cara ,
yaitu :
a. Belajar dari kesuksesan
perusahaan lain. Seorang
philosofi George Santayana
mengatakan bahwa barang
siapa yang tidak pernah
ingat tentang apa yang
pernah dilakukannya pada
masa lalu, maka ia akan
cenderung mengulangi
kesalahannya. Kepercayaan
ini menjadi inti dari konsep
p e r b a i k a n k u a l i t a s
berkelanjutan. Joseph Juran
m e n y e b u t n y a d e n g a n
istilah ,
merupakan titik kritis
dalam proses perbaikan.
Manajer yang efektif, adalah
manajer yang selalu belajar
d a r i p e n g a l a m a n n y a .
M e r e k a m a m p u
mengevaluasi pengalaman
masa lalu dan apa yang
terjadi saat ini, kemudian
belajar dari keduanya.
Kriteria Baldridge, dalam
menilai keberhasilan suatu
perusahaan (salah satunya)
menggunakan kri ter ia
berdasarkan pemahaman
yang mendalam atas akan
p e r m a s a l a h a n
organisasinya, kemudian
belajar lebih efektif jika kita
kombinasikan berdasarkan
p e n g a l a m a n a n t a r a
k e b e r h a s i l a n s e r t a
kegagalan masa lalu.
b. “Meminjam” ide dari orang
lain. Suatu perjalanan
panjang untuk meraih cita-
cita yang jauh, ditentukan
oleh langkah awal. Dengan
demikian, jalan menuju
p e r b a i k a n y a n g
berkelanjutan, ditentukan
oleh nilai suatu ide yang
ditemukan pada suatu saat.
Sebagai konsekwensinya,
d a s a r
d i t e n t u k a n o l e h
keterampilan untuk secara
benchmarking
b e n c h m a r k i n g
benchmarking
“Lessons learned”
b e n c h m a r k i n g
OPINI
94 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
kreatif melakukan adaptasi
yang inovatif dari suatu ide
yang baik tidak peduli
seberapa kecil nilai tambah
yang bisa diraihnya serta
kualitas dukungan dari
p r o s e s d a n s i s t e m
pendukungnya. Jelaslah,
bahwa adaptas i yang
inovatif, merupakan strategi
yang efektif untuk meraih
p e r b a i k a n y a n g
berkelanjutan.
c. M e m p e r l u a s p r a k t e k -
praktek terbaik dalam suatu
p e r u s a h a a n . K a d a n g -
k a d a n g k i t a t i d a k
menyadari bahwa banyak
emas tergeletak di lantai
pabrik anda. Di sekitar
anda, mungkin terdapat
banyak individu, kelompok
kerja , unit ker ja atau
d e p a r t e m e n y a n g
mempunyai reputasi baik,
y a n g b e l u m a n d a
m a n f a a t k a n s e c a r a
maksimal. Pada umumnya,
“harta karun” ini sering
tidak terlihat oleh para
pimpinan perusahaan.
Suatu pengalaman yang
s a n g a t m e n g e s a n k a n
dialami oleh Milwaukee –
Johnson Controls Battery
Group, ketika menerapkan
pada tahun 1992,
selam 12 bulan. Hasil sangat
mengesankan, pada saat
ekonomi nasional Amerika
melemah dan penjualan
perusahaan menurun ,
m e r e k a m a m p u
memperbaiki produktivitas,
k u a l t i a s , k e a m a n a n ,
transportasi, manajemen
p e r s e d i a a n , d a n
k e u n t u n g a n s e c a r a
dramatis. Pada saat itu
mereka heran dengan
kenyataan bahwa dari 12
pabrik yang mereka punyai,
memberikan kinerja yang
tidak sama. Maka, setelah
membentuk tim perbaikan
yang terdiri dari 42 orang
manajer terpilih, untuk
melakukan identifikasi dan
konsolidasi memilih divisi
( p a b r i k ) t e r b a i k , d a n
kemudian menerapkannya
di pabrik-pabrik lainnya.
Tim menemukan bahwa
pabrik terbaik adalah pabrik
yang melaksanakan proses
manajemen yang terfokus
pada kualitas, keselamatan
kerja, pendelegasian yang
efektif, kelompok kerja yang
e f e k t i f , m e l i b a t k a n
k a r y a w a n s e c a r a
m e n y e l u r u h , d a n
pemecahan maslah secara
sistematis.
Meniru industri pesaing
lokal yang sudah mencapai
kinerja standar. Beberapa
a b a d l a l u , T h o r e o u
menyatakan bahwa jagat
raya ini lebih besar dari apa
yang kita bayangkan. Ini
menunjukkan salah satu
kelemahan manusia dalam
mengukur kemampuan
dirinya relatif terhadap
Best Business Practices
Program
d.
95SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
yang lain, apalagi kalau
yang bersangkutan tidak
mempunyai visi dan tidak
pernah mau melihat “dunia
luar” (berfikir sempit). Kita
harus menyadari bahwa
dalam era teknologi maju
saat ini, kita akan selalu
d a p a t m e n e m u k a n
perusahaan lain yang
memiliki kemampuan dan
kompetensi lebih unggul
dari yang lain.
Meniru industri pesaing
yang lebih baik, merupakan
t i n g k a t a w a l d a r i
s e t e l a h
secara internal
mencapai kondisi terbaik.
U n t u k m e l a k u k a n
pada tahap ini
perlu dilakukan secara
sistematis. Ada beberapa
tahap yang sebaiknya
dilakukan, yaitu :
Menyiapkan bahan
studi (menetapkan apa
yang akan di k
perusahaan partner
,
menyiapkan tim studi,
a l a t - a l a t u n t u k
w a w a n c a r a d a n
pengumpulan data).
Menetapkan kriteria
dan faktor-faktor yang
akan diukur. Beberapa
d a t a / f a k t o r y a n g
biasanya dikumpul-
kan/diukur, misalnya :
tipe bisnis, budaya
perusahaan, struktur
o r g a n i s a s i , p r o f i l
karyawan, demografi
perusahaan, fasilitas
multi nasional atau
representasi geografis
yang dimiliki, ukuran
a t a u k o m p l e k s i t a s
p r o d u k t e k n o l o g i
p r o d u k , t e k n o l o g i
proses, indicator kunci
keuangan (pendapatan
kotor, biaya penjualan,
investasi R&D,
pabrik, debt-equity
r a t i o , m a n a j e m e n
persediaan dan lain-
lain), saluran distribusi
kapasitas produksi,
gaya manajemen dalam
p e n g a m b i l a n
keputusan.
Mengukur posisi kinerja
perusahaan kita dan
perusahaan partner
saat ini
dan yang akan datang.
Dari peta posisi itu,
s e l a n j u t n y a d a p a t
dianalisis perbedaan
a n t a r a k i n e r j a
p e r u s a h a a n k i t a
disbanding perusahaan
p a r t n e r y a n g d i -
baik untuk
saat ini maupun waktu
yang akan datang.
Menetapkan target
perbaikan yang akan
dicapai pada waktu
yang akan datang, serta
r e n c a n a k e r j a d a n
j a d w a l u n t u k
m a n a j e m e n
perubahannya.
Memperoleh komitmen
baik dari manajemen
maupun karyawan.
e.
b e n c h m a r k i n g
benchmarking
benchmarking
branchmar
b e n c h m a r k i n goverhead
benchmarking
benchmark-
-
-
-
-
OPINI
96 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
- Pelaksanaan untuk
p e r b a i k a n s e r t a
memonitor hasilnya.
f. Mentargetkan menjadi
industri terbaik nasional
serta mentargetkan menjadi
industri terbaik di dunia
merupakan tiga tahap
yang terakhir,
s e t e l a h t a h a p - t a h a p
s e b e l u m n y a d i l e w a t i .
Ketiga tahap terakhir itu
pada dasarnya dilakukan
dengan proses yang sama
dengan tahap ke empat di
atas, hanya saja kinerja
partner -nya
makin tinggi.
Di atas sudah dinyatakan
bahwa salah satu kriteria
dipilihnya adalah
untuk memperbaiki kinerja
perusahaan dengan cepat dalam
meraih hasil. Dalam prakteknya,
kita perlu memperhatikan
kriteria lain sebagai tambahan,
yaitu cara-cara yang etikal. Isu
et ikal muncul kalau kita
melakukan dengan
meniru tanpa sepengetahuan
s u m b e r i d e
. Untuk itu ada
beberapa ciri dari
yang etikal, yaitu :
a. Memberikan pengakuan/
penghargaan secukupnya
a t a s h a l - h a l y a n g
s e l a y a k n y a a t a u
sepantasnya untuk ditiru.
b. S e l a i n m e n a m b a h k a n
sesuatu yang baru (inovasi)
sehingga berbeda dan
mempunyai kelebihan dari
aslinya
atau
dan
c. D i l a k u k a n s e c a r a
terbuka/atas seijin partner
dan akan lebih
baik jika terjadi proses yang
saling mengun-tungkan
sesuai dengan kesepakatan
kedua belah pihak.
a. merupakan
cara yang efektif untuk
mengejar ketinggalan secara
c e p a t . P e r u s a h a a n -
perusahaan di Amerika
tercatat sebagai perusahaan
pertama yang melakukan
P a d a
umumnya, perusahaan di
A m e r i k a m e l a k u k a n
p r o s e s ,
s e h i n g g a h a s i l y a n g
diperoleh bersifat jangka
pendek.
b. Setelah perang dunia kedua,
Jepang sangat agresi f
melakukan ,
bahkan dilakukan secara
serempak sebagai gerakan
yang bersifat nasional, dan
p a d a u m u m n y a
m e l a k s a n a k a n t i p e
s t ra teg i ,
sehingga sasarannya lebih
bersifat jangka panjang.
c. akan efektif
jika direncanakan secara
sistematis dan terencana,
perusahaan ada dalam
k o n d i s i b a i k ( k i n e r j a
produktivitasnya tinggi),
d i l a k u k a n d e n g a n
m e l i b a t k a n s e l u r u h
karyawan serta dilakukan
bertahap sesuai dengan
p o s i s i d a n k o n d i s i
kemampuan perusahaan.
d. D a l a m p r a k t e k n y a ,
ini senantiasa
memperhatikan cara-cara
yang etikal sesuai dengan
kultur perusahaan atau
organisasinya.
NY, 1994.
Masaaki Imai,
Random House, Inc. NY, 1989
T a t s u m i M i k a m i ,
JMA
Consultants, 1982
Watson Gregory H,
John Wiley &
Son, Inc, NY, 1993.
UC
Berkeley Extension. 1994.
benchmarking
benchmarking
benchmarking
benchmarking
( p a r t n e r
brenchmarking)
benchmarking
(adopt, adapt and
advance niteni, niroke
nambahi).
benchmarking
Benchmarking
b e n c h m a r k i n g .
b e n c h m a r k i n g
benchmarking
benchmark ing
Benchmarking
benchmarking
McGraw-Hill,
Inc.
“Kaizen, the
key to Japan's Comperative Success”
“Management and Productivity
Improvement in Japan”,
“Strategic
Benchmarking”,
“Is The Benchmarking ?”,
Churchi l l & Company,
6. Cara-Cara Be
yang Etikal
7. Kesimpulan
8. Referensi
Bogan, Christopher E and
English Michael “B
nchmarking
enchmarking
for Bets Practices”,
97SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Pendahuluan
Dua frasa yang menjadi
judul tulisan ini berasal dari
diktum pasal dalam Konstitusi
sesudah diamandir. Setelah
ditetapkan sebagai bagian dari
Amandemen II Undang Undang
Dasar 1945 seharusnya mudah
memahami dan menjabarkan
dua frasa tersebut secara yuridis
maupun implementatif. Namun
yang terjadi, setelah dua belas
tahun sejak tahun 2000, merinci
pengaturannya berkaitan dengan
hak dan kewajiban warga negara
dalam upaya pembelaan negara
dan usaha pertahanan negara
t i d a k l a h m u d a h . U n t u k
memahami dan membeda-
kannya perlu dipahami latar
belakang perumusan dua frasa
tersebut.
Dua diktum itu terletak di
bab pengaturan yang berbeda
meskipun berasal dari “rahim”
pasal yang sama, yakni Pasal 30
dan ayat (1). Frasa “upaya
pembelaan negara” berasal dari
Oleh : Kolonel Caj K.D. Andaru Nugroho, S.Sos., M.Si.*)
OPINI
UPAYA PEMBELAAN NEGARA DAN
USAHA PERTAHANAN NEGARA
98 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
penggalan diktum Pasal 27 ayat
(3) Undang Undang Dasar 1945
sesudah Amandemen dan
berada di Bab X tentang “Warga
Negara dan Penduduk”. Pasal 27
ayat (3) ini semula tidak ada, ia
dipindahkan dari Pasal 30 ayat
(1) sebelum diamandir yang
beredaksi “usaha pembelaan
negara”. Sedangkan frasa
“usaha pertahanan negara”
berasal dari penggalan Pasal 30
ayat (1) sesudah diamandir yang
berada di Bab XII tentang
Pertahanan Negara.
Dengan amandemen Pasal
27 dan Pasal 30 itu, maka dalam
konstitusi terdapat dua frasa
yang berbeda makna, tetapi
karena persepsi yang telah
berkembang dalam masyarakat,
nampaknya dapat menimbulkan
bias pemahaman, atau malah
pencampuradukan pemahaman.
T u l i s a n i n i b e r m a k s u d
mengungkap perbedaan makna
frasa tersebut dengan melihat
latar belakang perumusannya,
baik rumusan awal Pasal 30
dalam Risalah Sidang Badan
Penyelidik Usaha Persiapan
K e m e r d e k a a n I n d o n e s i a
(BPUPKI) maupun rumusan
sesudah amandemen terhadap
Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 30,
khususnya ayat (1) dan ayat (2)
dari pembahasan Amandemen
Undang Undang Dasar 1945
yang dilakukan MPR pada tahun
1999 -2002.
Sesungguhnya rumusan
awal tentang hak dan kewajiban
p e m b e l a a n n e g a r a d a l a m
Undang Undang Dasar 1945
adalah "usaha pembelaan
negara". Rumusan Pasal 30 ayat
(1) ini merupakan hasil rumusan
Panitia Perancang Undang
Undang Dasar (19 orang) yang
dibentuk dari hasil rapat BPUPKI
tanggal 11 Juli 1945 dan diketuai
Ir. Soekarno. Selain Panitia
Perancang, juga dibentuk Panitia
Ekonomi dan Keuangan (22
orang) yang diketuai oleh Moh.
Hatta, dan Panitia Pembelaan
Tanah Air (22 orang) yang
d i k e t u a i o l e h A b i k o e s n o
Tjokrosujoso.
Dalam Risalah BPUPKI
terbitan Sekretariat Negara itu
memang tidak nampak risalah
yang mencatat apakah hasil
rumusan pada rapat masing-
masing Panit ia kemudian
disatukan dan dirangkum
rumusannya oleh Pani t ia
Perancang Undang Undang
Dasar . Risa lah i tu hanya
mencatat setelah tenggat waktu
rapat Panitia-Panitia tanggal 13
Juli 1945, Panitia Perancang
U n d a n g U n d a n g D a s a r
membahas hasil Rancangan
Undang Undang Dasar. Pada
akhir s idang dirumuskan
hasilnya dan diserahkan kepada
Panitia Penghalus Bahasa.
H a s i l r a p a t P a n i t i a
Perancang Undang Undang
Dasar ini kemudian dibawa
dalam Rapat Besar Sidang
BPUPKI tanggal 15 Juli 1945.
Dalam Rapat Besar itu Supomo
memandang rumusan Pasal 30
ayat (1) sudah sesuai dengan
jamannya, yakni dalam suasana
perang. Supomo menyadari
benar perlunya pengaturan
tentang pertahanan di tengah
bangsa Indonesia sedang berada
dalam suasana perang Asia
Timur. Pemikiran perlunya
pengaturan tentang pertahanan
ini secara lengkap dikemukakan
Supomo sebagai berikut:
“..... Maka sebagai warga
negara yang mengerti aliran
j a m a n , y a n g h e n d a k
mendirikan negara yang
m o d e r n , k i t a p e r l u
memasukkan aturan itu
Usaha Pembelaan Negara
99SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
dalam Undang-Undang
Dasar. Aturan tentang
pertahanan negara – suatu
hal yang penting karena kita
menyusun undang-undang
dalam suasana perang –
perlu pula dimasukkan. Pun
demikian halnya......”.
Menilik suasana kebatinan
perumusan Pasal 30 ayat (1) ini
nampak bahwa pada dasarnya
pemaknaan usaha pembelaan
negara dalam rumusan awalnya
ada lah pembelaan da lam
menghadapi peperangan yang
s e d a n g d i h a d a p i b a n g s a
Indonesia, meskipun bukan
perangnya sendiri. Sedemikian
mendesaknya kebutuhan untuk
mengatur pembelaan negara ini
dalam pembahasan Rancangan
Undang Undang Dasar konteks
saat i tu , sehingga dalam
pembulatan diskusi, Yamin
mengusulkan untuk membentuk
Kementerian Pembelaan dan
Kementerian Perlengkapan
Peperangan. Dengan suasana
k e b a t i n a n d e m i k i a n b i s a
dipahami kalau rumusan frasa
“usaha pembelaan negara” pada
Bab XII tentang Pertahanan
Negara sesungguhnya dalam
mempers iapkan angkatan
perang , yang merupakan
kekuatan fisik menghadapi
peperangan.
Hal senada bahkan lebih
rinci dan eksplisit , usaha
pembelaan negara direformulasi
menjadi usaha pertahanan
negara, sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang Dasar
Sementara 1950. Rumusan dalam
konteks usaha pertahanan
negara ini dalam Undang
Undang Dasar Sementara 1950
s e l u r u h n y a b e r n u a n s a
pembangunan angkatan perang.
Hal ini dapat dilihat dari
pengaturan dalam Bab II Alat-
Alat Perlengkapan Negara,
Bagian VI Pertahanan Negara
dan Keamanan Umum, dari
Pasal 124 sd. 130, mengatur
masalah pertahanan negara
dalam konteks pembangunan
kekuatan angkatan perang.
Merujuk pada semangat
U n d a n g - U n d a n g D a s a r
Sementara 1950 itu dalam
mengatur usaha pertahanan
negara, pengaturan yuridisnya
dalam Undang-Undang 29
Tahun 1954 tentang Pertahanan
Negara Republik Indonesia
diwarnai oleh pengaturan
tentang pembentukan kekuatan
militer dalam sistem pertahanan
negara. Pasal 1 Undang-Undang
29 Tahun 1954 mengatur bahwa
“Turut serta dalam pertahanan
Negara yang berarti membela
kemerdekaan Negara dan
d a e r a h n y a a d a l a h s u a t u
kehormatan bagi setiap warga
negara”. Konteks kemerdekaan
dalam hal itu tentu sangat
s i t u a s i o n a l p e r a n g y a n g
dipraanggapkan pada saat itu.
Lebih jauh dalam Pasal 5,
pengaturan teknis bentuk
kesiapan warga negara dalam
m e l a k s a n a k a n h a k d a n
kewajibannya untuk turut serta
dalam pertahanan negara juga
m e n g a r a h p a d a b e n t u k
p e r l a w a n a n b e r s e n j a t a ,
membangun angkatan perang,
yakni: rakyat yang terlatih untuk
menjalankan perlawanan dan
Angkatan Perang yang terdiri
dari mereka yang masuknya
berdasarkan perjanjian sukarela
dan mereka yang masuknya
berdasarkan wajib militer. Hal
ini semakin menegaskan bahwa
usaha pembelaan negara pada
OPINI
100 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
dasarnya adalah dalam konteks
mempersiapkan kekuatan fisik
p e r t a h a n a n m e m b a n g u n
angkatan perang.
Frasa “upaya pembelaan
negara” atau “upaya bela
n e g a r a ” m u l a i m e w a r n a i
pengaturan dalam sis tem
pertahanan negara setelah
Undang Undang Dasar 1945
kembali dijadikan dasar negara
melalui Dekrit Presiden 5 Juli
1959. Sejak Dekrit Presiden itu
sepanjang situasi politik yang
ada di dalam negeri, Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 1954
dipandang masih relevan.
Dengan kata lain Undang-
Undang Nomor 29 Tahun 1954
sejak Dekrit Presiden masih terus
d i j a d i k a n d a s a r u n t u k
menjabarkan usaha pembelaan
negara sebagaimana dimaksud
Pasal 30 ayat (1) Undang
Undang Dasar 1945.
Mengikuti perkembangan
lingkungan strategis nasional,
akhirnya usaha pembelaan
negara Pasal 30 ayat (1) Undang
Undang Dasar 1945 dirumuskan
ulang pengaturan yuridisnya
dalam Undang-Undang Nomor
2 0 T a h u n 1 9 8 2 t e n t a n g
Ketentuan-ketentuan Pokok
Pertahanan dan Keamanan
Negara Republik Indonesia.
Dalam Undang-Undang itu,
frasa "usaha pembelaan negara"
dijabarkan sebagai upaya bela
negara dan dituangkan rumusan
pengertiannya dalam Pasal 1
angka “3.” sebagai: “........
kegiatan yang dilakukan oleh
setiap warga negara sebagai
penunaian hak dan kewajiban
dalam rangka penyelenggaraan
pertahanan keamanan negara.”
Penyelenggaraannya sesuai
Pasal 18 dilakukan melalui:
“a.Pendidikan Pendahuluan Bela
Negara sebagai bagian tidak
t e r p i s a h d a l a m s i s t e m
p e n d i d i k a n n a s i o n a l ; b .
keanggotaan Rakyat Terlatih
secara wajib; c. keanggotaan
Angkatan Bersenjata secara
sukarela atau secara wajib; d.
keanggotaan Cadangan Tentara
Nasional Indonesia secara
sukarela atau secara wajib; e.
keanggotaan Perlindungan
Masyarakat secara sukarela.”
Mencermati butir-butir
w u j u d p e n y e l e n g g a r a a n
keikutsertaan warga negara
dalam upaya pembelaan negara
di atas, sesungguhnya semangat
bangun kekuatan fisik militer
dan dukungannya kepada
angkatan perang masih kuat.
Namun demikian nuansa
pembangunan kekuatan nonfisik
sebagai kekuatan pertahanan
mulai mendapatkan porsi
dengan pengaturan Pasal 18
h u r u f “ a . P e n d i d i k a n
Pendahuluan Bela Negara
sebagai bagian tidak terpisah
dalam sis tem pendidikan
nasional.” Hal inilah kemudian
menguat dan dengan dorongan
kondisi lingkungan strategis
nasional jaman reformasi
t e r k r i s t a l i s a s i r u m u s a n
pemahaman upaya bela negara
dalam pengertian yang luas.
Penguatan itu terjadi karena
karena Pasal 18 huruf “a”
Undang-Undang Nomor 20
Tahun 1982 diakomodir dalam
Pasal 39 ayat (1) huruf “a.”
Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang
m e n g a t u r s a l a h s a t u n y a
pendidikan kewarganegaraan
sebagai isi kurikulum wajib di
setiap jenis, jalur dan jenjang
pendidikan. Penjelasan Pasal 39
ayat (1) huruf “a.” ini adalah:
“ . . . . . . P e n d i d i k a n
k e w a r g a n e g a r a a n
merupakan usaha untuk
membekali peserta didik
dengan pengetahuan dan
k e m a m p u a n d a s a r
b e r k e n a a n d e n g a n
hubungan antara warga
negara dengan negara serta
pendidikan pendahuluan
bela negara agar menjadi
warga negara yang dapat
diandalkan oleh bangsa dan
n e g a r a . P a d a j e n j a n g
p e n d i d i k a n t i n g g i
pendidikan pendahuluan
bela negara dise leng-
garakan antara lain melalui
pendidikan kewiraan.”
Implementasi Pasal 39 ayat
( 1 ) h u r u f “ a . ” b e s e r t a
Penjelasannya ini adalah pada
setiap perguruan tinggi terdapat
k u r i k u l u m p e n d i d i k a n
kewarganegaraan yang di
dalamnya diajarkan sistem
pertahanan negara. Di dalamnya
juga diberikan pemahaman hak
dan kewajiban warga negara
dalam pertahanan negara.
Melalui kurikulum ini tumbuh
kesadaran mahasiswa terhadap
Upaya Pembelaan Negara
101SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
hak dan kewajibannya dalam
upaya pembelaan negara dan
usaha pertahanan negara.
Dapat diasumsikan bahwa
melalui pengaturan di sektor
pendidikan dan program-
p r o g r a m p e n d i d i k a n i n i
tersosialisasi pemahaman bahwa
setiap warga negara berhak dan
wajib ikut serta dalam upaya
pembelaan negara. Pemahaman
i n i m e n g e m u k a p a d a
pembahasan di Sidang MPR
tahun 1999 yang membahas
Perubahan I Undang Undang
Dasar 1945. Dalam Risalah Rapat
II Badan Pekerja MPR tanggal 6
Oktober 1999 Fraksi Persatuan
D a u l a t u l U m m a h
menyampaikan pandangannya:
“.....yang kedua, mengenai
pertahanan dan keamanan
negara. Agar jelas bahwa bela
negara adalah kewajiban seluruh
warga negara di negara-negara
demokrasi adalah memang
d e m i k i a n a d a n y a , . . . . . ” .
Pandangan mengenai hak dan
kewajiban warga negara dalam
pembelaan negara dari Fraksi
Persatuan Daulatul Ummah
menjadi catatan, sehingga belum
dibahas lebih mendalam. Hal ini
d i s e b a b k a n p e n g a t u r a n
mengenai pertahanan negara
belum diagendakan sebagai
perubahan pada saat Sidang
MPR tahun 1999. Namun
meskipun demikian Sidang MPR
1 9 9 9 t e l a h m e n g h a s i l k a n
rumusan Bab X tentang Warga
Negara dan Penduduk hasil
pembahasan oleh Panitia
III Badan Pekerja MPR, yang
menambahkan ayat (3) dalam
Pasal 27, yakni: “Setiap warga
negara berhak dan wajib ikut
serta dalam upaya pembelaan
negara”.
Pembahasan perubahan
p e n g a t u r a n m e n g e n a i
p e r t a h a n a n n e g a r a b a r u
diagendakan pada Sidang MPR
tahun 2000. Dari segenap
pembahasan tentang pertahanan
dan keamanan negara, masalah
hak dan kewajiban warga negara
da lam pembelaan negara
nampaknya memang sudah
menjadi kesepahaman. Hal ini
nampak dari sedikitnya catatan
yang dapat dijumpai dari proses
perubahan untuk dijadikan
dasar pemindahan hak dan
kewajiban pembelaan negara
dari Bab XII tentang Pertahanan
dan Keamanan Negara, menjadi
Bab X tentang Warga Negara dan
Penduduk. Hampir semua
pembahasan dalam perubahan
pengaturan tentang pertahanan
dan keamanan menyangkut
p e m i s a h a n t u g a s d a n
kewenangan TNI dan Polri.
Risalah rapat yang mencatat
mengenai hak dan kewajiban
warga negara dalam bela negara
baru muncul pada saat Rapat XV
P a n i t i a I y a n g
disampaikan oleh Aghfas Mufti
dari Wantannas, yakni: “.....Oleh
karena itu pembahasan tentang
bab ini pertahanan negara ini,
sebaiknya dipisah begitu. Yang
pertama tentang pembelaan
negara, jadi pembelaan negara
artinya dilakukan oleh seluruh
o r a n g . . . . . . ” . U s u l a n i n i
menandaskan pemahaman hak
dan kewajiban dalam upaya
pembelaan negara tidak menjadi
tanggung jawab profesi tertentu,
tetapi menjadi tanggung jawab
seluruh orang atau seluruh
warga negara sesuai profesinya,
sehingga bermakna sangat luas.
Pertanyaannya mengapa
pembelaan negara dilakukan
o l e h s e t i a p o r a n g / w a r g a
negara?. Di samping pembelaan
negara berka i tan dengan
p e r t a h a n a n n e g a r a y a n g
Ad Hoc
A d H o c
OPINI
102 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
menghendaki pengerahan
segenap sumber daya nasional
dan sarana serta prasarana
nasional, situasi lingkungan
strategis telah berubah total
akibat globalisasi, sehingga
ancaman telah berdimensi
horizontal di segenap aspek
kehidupan . Untuk i tu lah
kemudian pembelaan negara
juga harus dilakukan di segenap
profesi sesuai bentuk dan sifat
ancaman yang dihadapi.
Secara filosofis, hak dan
kewajiban warga negara dalam
bela negara lahir dari implikasi
tuntutan partisipasi sebagai
warga negara. Hak warga negara
dalam bela negara lahir sebagai
kehormatan atas keagungan
negara sebagai wadah bersama
dan karena kecintaannya kepada
negara yang memiliki wilayah
dan berbagai aspeknya, tempat
warga negara hidup dan
mengembangkan hajat hidupnya
baik dalam aspek ideologi,
politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan.
P e n g e j e w a n t a h a n
kesadaran bela negara dalam
dinamika kehidupan bangsa
mengelola sumber daya nasional
g u n a m e n c a p a i t u j u a n
kesejahteraan adalah kekuatan
pertahanan nonmiliter. Wujud
upaya pembelaan negara ini
kemudian akan terbentang luas
bahkan dapat dilakukan melalui
profesinya seperti diatur dalam
Pasal 9 Undang-Undang Nomor
3 Tahun 2002 tentang Pertahanan
Negara, khususnya ayat (2)
huruf “a.” yakni: “pengabdian
sesuai dengan profesi”. Wujud
operasionalisasi upaya ini
merupakan konsekwensi dari
Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2002, yang
mengatur bahwa: “Sistem
pertahanan negara dalam
m e n g h a d a p i a n c a m a n
n o n m i l i t e r m e n e m p a t k a n
lembaga pemerintah di luar
bidang pertahanan sebagai
unsur utama, sesuai dengan
bentuk dan sifat ancaman yang
dihadapi dengan didukung oleh
unsur-unsur lain dari kekuatan
bangsa.” Dalam hal ini segenap
profesi dapat berkedudukan
sebagai unsur utama namun juga
dapat berkedudukan sebagai
k e k u a t a n p e n d u k u n g ,
tergantung bentuk dan sifat
ancaman yang dihadapi. Inilah
sesungguhnya pengertian luas
dari upaya pembelaan negara
yang dapat dilakukan di segenap
aspek kehidupan.
Melandasi bangun kekuatan
pertahanan negara menghadapai
ancaman nonmiliter dalam Pasal
9 ayat (2) huruf “a.” Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2002
ditetapkan bahwa pendidikan
kewarganegaraan menjadi salah
satu wujud keikutsertaan warga
negara dalam upaya pembelaan
negara. Dengan demikian
pendidikan kewarganegaraan
m e r u p a k a n b a g i a n d a r i
kebijakan publik di bidang
pertahanan. Dalam pandang
p e r t a h a n a n , p e n d i d i k a n
k e w a r g a n e g a r a a n a d a l a h
pengembangan sensitifitas dari
sistem peringatan dini, yang
paling mendasar karena ia
berada dalam wilayah rakyat,
wilayah warga negara. Hakikat
pendidikan kewarganegaraan
a d a l a h m e n c e r d a s k a n
kehidupan bangsa dengan
menumbuhkan kesadaran hak
dan kewajiban warga negara
d a l a m b e l a n e g a r a y a n g
dilandasi jati diri dan moral
bangsa, demi kelangsungan
kehidupan dan kejayaan bangsa
dan negara. Berinterseksi dengan
s i s t e m p e n d i d i k a n
kewarganegaraaan ini, untuk
m e m p e r l u a s j a n g k a u a n
pendidikan kewarganegaraan
103SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
dalam sistem pendidikan
nasional diatur kewajiban
k u r i k u l u m p e n d i d i k a n
kewarganegaraan dalam setiap
pendidikan dasar, menengah
dan tinggi {Pasal 37 ayat (1) dan
(2) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional}.
S e m e n t a r a
pengejewantahan kesadaran
bela negara yang berujung pada
dukungan segenap pikiran, dan
daya upaya lainnya dari warga
negara membangun pertahanan
n e g a r a s a m p a i d e n g a n
kesiapannya secara fisik untuk
menjadi komponen pertahanan
negara adalah wujud nyata
kekuatan pertahanan militer.
Dengan kata lain sejatinya
resultante dari upaya pembelaan
negara dalam segenap aspek
k e h i d u p a n m e r u p a k a n
keikutsertaan setiap warga
negara dalam usaha pertahanan
n e g a r a , s e b a g a i m a n a
d i t u a n g k a n s e b a g a i
Amandemen II Pasal 30 ayat (1)
Undang Undang Dasar 1945.
R u m u s a n f r a s a “ u s a h a
p e r t a h a n a n n e g a r a ” i n i
menggantikan rumusan “usaha
pembelaan negara” yang diubah
menjadi “upaya pembelaan
negara” dan dipindahkan ke
dalam Pasal 27 ayat (3). Frasa
“usaha pertahanan negara” ini
bersama pengaturan tentang
keamanan, dirumuskan dalam
P a s a l 3 0 a y a t ( 1 ) h a s i l
Amandemen II Undang Undang
Dasar 1945 sebagai: “
”.
Sebagai rumusan baru
Amandemen II, rumusan frasa
“usaha pertahanan negara”
dapat dijumpai berasal dari
usulan Fraksi Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan pada rapat
Panitia I Badan Pekerja
MPR, yakni pada Risalah Rapat
Ke-45 tanggal 20 Juni 2000. Tidak
begitu jelas argumentasi yang
d i p e r g u n a k a n t e n t a n g
p e r u b a h a n f r a s a “ u s a h a
pembelaan negara” menjadi
“usaha pertahanan negara”,
akan tetapi dalam argumentasi
k o n s e p t u a l s e b e l u m
menyampaikan rumusan itu
Sutjipno, juru bicara Fraksi Partai
D e m o k r a s i I n d o n e s i a
Perjuangan, menyampaikan
bahwa: “.....Yang penting dari
paparan di atas tadi adalah
masalah pertahanan harus bicara
adalah sistem pertahanan yang
integral dan komprehensif baik
di bidang , obyek,
metode, dan subyek-subyeknya
secara bulat dan menyeluruh.
. . . . . ” . d a r i a r g u m e n t a s i
k o n s e p t u a l i t u d a p a t
diasumsikan bahwa subyek
pertahanan adalah setiap warga
negara, sehingga ia berhak dan
wajib ikut serta dalam usaha
pertahanan negara, metodenya
adalah sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta, yang
dari aspek pertahanan menjadi
sistem pertahanan negara
bersifat semesta.
Jika pada frasa “upaya
pembelaan negara” yang
tertuang dalam Pasal 27 ayat (3)
tidak ada penjelasan lebih lanjut
mengenai pengaturannya, maka
untuk “frasa usaha pertahanan
negara” diatur lebih lanjut pada
ayat (2) sebagai berikut: “
Usaha Pertahanan Negara
Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib
i k u t s e r t a d a l a m u s a h a
pertahanan dan keamanan
negara
Usaha
pertahanan dan keamanan
negara dilaksanakan melalui
s i s t e m p e r t a h a n a n d a n
keamanan rakyat semesta oleh
Tentara Nasional Indonesia dan
Ad Hoc
obyective
OPINI
104 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Kepolisian Negara Republik
Indonesia, sebagai kekuatan
utama dan rakyat, sebagai
kekuatan pendukung.” Dari
aspek pertahanan, sistem
pertahanan dan keamanan
rakyat semesta diterjemahkan
sebagai sistem pertahanan
negara yang bersifat semesta
yang dirumuskan secara yuridis
dalam Pasal 1 angka “2.”
Undang-Undang Nomor 3
Tahun 2002, yakni:
“
”
Pelibatan itu diarahkan untuk
membangun struktur kekuatan
menghadapi ancaman militer,
sebagaimana diatur dalam Pasal
7 ayat (2), yang berbunyi:
“
” Artinya pelibatan
segenap sumber daya nasional
dan sarana prasarana nasional
dikelola untuk membangun
struktur kekuatan dalam usaha
pertahanan negara berupa
komponen utama, komponen
cadangan dan komponen
pendukung.
. . . . . y a n g m e l i b a t k a n
seluruh warga negara,
wilayah, dan sumberdaya
nasional lainnya, serta
dipersiapkan secara dini
o l e h p e m e r i n t a h d a n
diselenggarakan secara
total, terpadu, terarah, dan
b e r l a n j u t u n t u k
menegakkan kedaulatan
negara, keutuhan wilayah,
dan keselamatan segenap
b a n g s a d a r i s e g a l a
ancaman.
Sistem pertahanan negara
dalam menghadapi ancaman
militer menempatkan Tentara
Nasional Indonesia sebagai
komponen utama dengan
didukung oleh komponen
cadangan dan komponen
pendukung.
a. Komponen utama adalah
Tentara Nasional Indonesia.
Tugas pokok TNI adalah
menegakkan kedaulatan negara,
mempertahankan keutuhan
wilayah Negara Kesatuan
Republ ik Indones ia yang
berdasarkan Pancasila dan
Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945,
serta melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia dari ancaman
d a n g a n g g u a n t e r h a d a p
keutuhan bangsa dan negara.
Tugas pokok itu dilakukan
dengan cara operasi militer
perang dan operasi militer selain
perang.
Prajurit TNI adalah warga
n e g a r a I n d o n e s i a y a n g
memenuhi persyaratan yang
ditentukan dalam peraturan
p e r u n d a n g u n d a n g a n d a n
diangkat oleh pejabat yang
berwenang untuk mengabdikan
diri dalam dinas keprajuritan.
Warga negara dapat menjadi
prajurit TNI dengan status
sebagai prajurit wajib atau
prajurit sukarela. Baik prajurit
wajib maupun prajurit sukarela
menjalani dinas dengan ikatan
dinas. Dengan warga negara
m e n j a d i p r a j u r i t T N I i a
menjalani hak dan kewajibannya
dalam usaha pertahanan negara
yang memiliki jati diri:
1) Tentara Rakyat , yaitu
tentara yang anggotanya
berasal dari warga negara
Indonesia;
2) Tentara pejuang, yaitu
tentara yang berjuang
m e n e g a k k a n N e g a r a
K e s a t u a n R e p u b l i k
I n d o n e s i a d a n t i d a k
mengenal menyerah dalam
m e l a k s a n a k a n d a n
menyelesaikan tugasnya;
3) Tentara Nasional, yaitu
t e n t a r a k e b a n g s a a n
Indonesia yang bertugas
demi kepentingan negara
dan di atas kepentingan
daerah, suku, ras, dan
golongan agama; dan
105SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
4) Tentara Profesional, yaitu
tentara yang ter la t ih ,
terdidik, diperlengkapi
secara baik, tidak berpolitik
praktis, tidak berbisnis, dan
dijamin kesejahteraannya,
serta mengikuti kebijakan
p o l i t i k n e g a r a y a n g
m e n g a n u t p r i n s i p
demokrasi, supremasi sipil,
h a k a s a s i m a n u s i a ,
ketentuan hukum nasional,
dan hukum internasional
yang telah diratifikasi.
b. K o m p o n e n c a d a n g a n
adalah sumber daya nasional
yang telah disiapkan untuk
dikerahkan melalui mobilisasi
g u n a m e m p e r b e s a r d a n
memperkuat kekuatan dan
kemampuan komponen utama
dalam upaya penyelenggaraan
pertahanan negara. Komponen
Cadangan merupakan salah
satu wadah dan bentuk
keikutsertaan warga negara, dan
pelibatan seluruh sumber daya
alam dan sumber daya buatan
serta sarana dan prasarana
dalam usaha pertahanan negara.
Segenap warga negara dan
sumber daya nasional serta
sarana prasarana nasional
dipersiapkan dalam satuan-
satuan kekuatan untuk sewaktu-
waktu dapat dimobil isasi
menjadi komponen utama pada
saat negara dalam keadaan
bahaya.
c. Komponen pendukung
adalah sumber daya nasional
dan sarana prasarana nasional
yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kekuatan dan
kemampuan komponen utama
dan komponen cadangan.
Sumber daya nasional dan
sarana prasarana nasional yang
hendak menjadi dan dijadikan
komponen pendukung, pada
umumnya tidak diperlukan
persyaratan khusus, namun
karena kompetensi, kapabilitas
dan eksitensinya dapat menjadi
sumber daya pertahanan sebagai
komponen pendukung. Dengan
s p e s i f i k a s i k o m p o n e n
pendukung itu, maka wujud
dukungan dari sumber daya
nasional dan sarana prasarana
nasional adalah:
1) M e m p e r b e s a r d a n
memperkuat komponen
utama dan komponen
cadangan yang ditata dalam
5 (lima) segmen yaitu:
Garda Bangsa, Tenaga
Ahli/ Profesi, Industri
Strategis, Sumber Daya
Alam dan Buatan dan
Sarana Prasarana Nasional
serta semua warga negara
sebagai individu maupun
sebagai anggota organisasi
masyarakat. Garda Bangsa
s e b a g a i k o m p o n e n
p e n d u k u n g , k a r e n a
k o m p e t e n s i d a n
kapabilitasnya dijadikan
s e b a g a i s a t u a n
perlindungan masyarakat,
pemeliharaan kamtibmas,
dan potensial komponen
cadangan. Tenaga ahli/
profesi dalam kompetensi
dan kapabilitasnya dapat
d i w a j i b k a n u n t u k
melaksanakan pengabdian
s e s u a i p r o f e s i g u n a
m e n g e m b a n g k a n a l a t
utama sistem senjata ,
termasuk di sini adalah
industri strategis nasional.
Sementara sumber daya
alam dan sumber daya
buatan serta sarana dan
prasarana karena eksistensi
dan fungsinya menjadi
logistik pertahanan dan
cadangan materiil strategis.
Adapun warga negara
l a i n n y a y a n g t i d a k
OPINI
106 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
termasuk dalam aksesi,
k o n t r i b u s i , d a n
eksistensinya dalam empat
s e g m e n t e r s e b u t
merupakan warga negara
l a i n n y a y a n g k a r e n a
eksistensi dan fungsinya
d i h a r a p k a n d a p a t
m e n g k o n t r i b u s i k a n
nasionalisme dan militansi
dalam berbagai bentuk
paling tidak berada atau
tidak berpihak pada musuh,
dan membangun semangat
bela negara.
2) Dukungan dalam skenario
p e r a n g s e m e s t a
melaksanakan aktifitas
sesuai fungsinya menjamin
dukungan lingkungan
s t r a t e g i s d a n
k e b e r l a n g s u n g a n
ketersediaan logistik dan
p e r a l a t a n u n t u k
memenangkan perang.
Dalam dimensi dukungan
skenario perang semesta ini
secara strategis maupun
teknis misalnya Kemenlu
m e l a k s a n a k a n p e r a n g
diplomasi membangun
aliansi yang berpihak
kepada kita, Kemkominfo
m e l a k u k a n p e r a n g
propaganda meningkatkan
semangat bela negara
masyarakat sendiri dan
m e n j a t u h k a n m e n t a l
masyarakat dan tentara
negara musuh, Kemensos
mengelola dan melayani
pengungsi dan korban
p e r a n g , K e m e n k u
menjamin ketersediaan dan
dukungan dana perang,
s e m e n t a r a B u l o g d a n
Pertamina di samping
m e n j a m i n d u k u n g a n
kepada masyarakat terus
b e r u s a h a m e m e n u h i
permintaan dan penyaluran
logistik dan BBM untuk
kebutuhan perang dan lain
sebagainya.
Pasal 27 ayat (3) Undang
Undang Dasar 1945 sesudah
Amandemen berbunyi: “Setiap
warga negara berhak dan wajib
i k u t s e r t a d a l a m u p a y a
pembelaan negara.”, berada
dalam Bab X tentang Warga
N e g a r a d a n P e n d u d u k .
Sementara Pasal 30 ayat (1)
berbunyi: “Tiap-tiap warga
negara berhak dan wajib ikut
serta dalam usaha pertahanan
negara, berada dalam Bab XII
t e n t a n g P e r t a h a n a n d a n
Keamanan Negara . Dua
rumusan pasal tersebut relatif
sama kontribusi warga negara
d i m a k s u d , n a m u n d a l a m
t e r m i n o l o g i n y a y a n g
membedakan karena Pasal 27
ayat (3) menggunakan frasa
“upaya pembelaan negara”,
sedangkan dalam Pasal 30 (1)
menggunakan frasa “usaha
pertahanan negara”.
D u a f r a s a t e r s e b u t
meskipun berasal dari rahim
yang sama dari Pasal 30 ayat (1)
Undang Undang Dasar 1945
sebelum Amandemen yang
berfrasa “pembelaan
negara”, tetapi masing-masing
frasa memiliki jabaran yuridis
dan implementasi yang berbeda.
H a l i n i b e r k a i t a n d a n
dipengaruhi oleh perbedaan
letak bab yang ternyata berkaitan
dengan kondisi lingkungan
s t r a t e g i s p e r u m u s a n n y a .
Konsekwensi dari hal itu adalah
j a b a r a n y u r i d i s d a n
implementasinya memiliki
dimensi yang berbeda. Rumusan
awal BPUPKI adalah “usaha
pembelaan negara” yang jabaran
yuridis dan implementasinya
berkaitan dengan bangun
kekuatan angkatan perang.
Setelah diamandir rumusan
itu berubah menjadi “upaya
pembelaan negara”. Upaya
pembelaan negara memiliki
pengertian luas dan dapat
dilakukan dalam segenap
profesi , sehingga jabaran
yuridisnya berada dalam
spektrum lunak menghadapi
ancaman nonmiliter. Sementara
implementasinya dilakukan
d a l a m k o n t e k s k e k u a t a n
p r o f e s i n y a m e n g h a d a p i
ancaman sesuai sifat dan bentuk
ancaman.
S e d a n g k a n u s a h a
pertahanan negara memilliki
pengertian khusus yang jabaran
yuridisnya diatur dalam sistem
pertahanan negara berspektrum
keras menghadapi ancaman
mi l i t e r . Implementas inya
dibangun kekuatan pertahanan
negara yang terdiri dari Tentara
Nasional Indonesia, yang
didukung oleh komponen
cadangan dan komponen
pendukung.**
Penutup
usaha
107SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
LANGUAGE CORNER
Oleh : Mayor Sus Haifal Hasibuan
(Interpreter Satgas Konga XXV-A
Indo MP/UNIFIL 2008/2009)
KETAKSAAN PENGGUNAAN UNSUR
SERAPAN BAHASA ARAB
108 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Dalam suatu dialog ringan
maupun pidato resmi, seorang
komunikator kerap mengalami
keraguan manakala akan
menggunakan suatu unsur
serapan dari bahasa asing.
Keraguan muncul antara lain
karena adanya beberapa kata
serapan dari bahasa asing yang
seolah-olah mirip dalam
pelafalan akan tetapi berbeda
j a u h d a l a m m a k n a d a n
penulisannya. Komunikator
dalam hal ini dihadapkan
kepada dua pilihan kata yang
sama-sama sudah sangat
f a m i l i a r d i u c a p k a n d a n
didengar oleh mayarakat
jamak, namun hampir tidak
ada satu referensi pun yang
dapat dipedomani untuk
'menghakimi' ungkapan mana
yang paling tepat digunakan.
Kesalahan berbahasa dan
berkomonikasi dalam suatu
tulisan atau tuturan disebut
dengan ambiguitas atau sering
d i s e b u t .
Beragamnya kesalah fahaman
d a l a m m e m a k n a i d a n
menuturkan suatu kata atau
ka l imat d isebut dengan
“ambiguitas dalam berbahasa”.
Ambiguitas berasal dari bahasa
Inggris yaitu yang
berarti suatu konstruksi yang
dapat ditafsirkan lebih dari
satu arti (Alwi, 2002:36).
Ketaksaan dapat diartikan atau
ditafsirkan dimana suatu kata/
frase memiliki lebih dari satu
makna akan sebuah konstruksi
sintaksis. Keambiguan yang
mengakibatkan terjadinya
lebih dari satu makna atau
suatu makna yang memiliki
dua atau lebih ungkapan terjadi
saat pembicaraan lisan ataupun
dalam keadaan tertulis. Saat
pembicaraan lisan mungkin
dapat diantisipasi dengan
p e n g u c a p a n y a n g a g a k
perlahan, sedangkan untuk
yang tertulis apabila kurang
sedikit saja tanda baca maka
kita akan menafsirkan suatu
kalimat atau kata menjadi
berbeda dari makna yang
diinginkan oleh penulis.
Dari tinjaun Linguistik
Umum, ada tiga bentuk
ambiguitas, yaitu ambiguitas
fonet ik , gramat ika l dan
k e t a k s a a n
ambiguity
leksikal. Ambiguitas pada
t i n g k a t f o n e t i k ( b u n y i )
terjadi karena membaurnya
bunyi-bunyi bahasa yang
d i u c a p k a n . A m b i g u i t a s
gramatikal muncul ketika
t e r j a d i n y a p r o s e s
p e m b e n t u k a n s a t u a n
kebahasaan baik dalam tataran
morfologi, kata, frasa, kalimat
ataupun patagraf dan wacana.
A m b i g u i t a s k a t a y a n g
disebabkan karena morfologi
akan hilang dengan sendirinya
ketika diletakkan dalam
konteks kalimat yang benar.
Ambiguitas pada tingkat
leksikal dimana suatu kata
dalam bahasa dapat memiliki
m a k n a l e b i h d a r i s a t u .
Akibatnya, orang sering kali
keliru menafsirkan makna
suatu kata. Jadi, makna suatu
kata dapat saja berbeda
tergantung dari konteks
kalimatnya sendiri.
Ada beberapa ketaksaan
penggunaan kata serapan dari
bahasa Arab dalam percakapan
s e h a r i - h a r i y a n g l a z i m
ditemukan:
1. a t a u k a h
Lazim bagi kita sering
melafalkan kata “ ”
dan juga “ ” ketika
berbicara tentang pentingnya
hubungan kekeluargaan atau
s a l i n g m e n j a g a i k a t a n
kekerabatan di antara sesama
ummat manusia. Awam
berpendapat bahwa kedua kata
ini mempunyai kesamaan arti,
yakni menyambung ta l i
kekerabatan. Merujuk salah
satu Kamus Besar Arab
, silaturrahim adalah
derivasi (berasal) dari
kata dasar) yaitu
artinya
menyambungkan, sedangkan
setara
maknanya dengan kata
p a d a k a l i m a t
Oleh
karena itu jika yang kita
m a k s u d k a n a d a l a h
menyambungkan tali kasih
sayang/rasa persaudaraan
antar sesama ummat manusia
maka ungkapan yang tepat
adalah .
Contoh:
M a r i k i t a s a l i n g
m e n g u n j u n g i u n t u k
menjalin
Dengan
d e m i k i a n
bermakna sakit yang diderita
oleh seorang ibu menjelang dan
pada saat proses melahirkan.
ataukah
T a k j a r a n g o r a n g
mengucapkan kalimat “Tadi
malam saya bermimpi bertemu
dengan arwah Almarhum
Kakek saya”, padahal kakek
yang dimaksudkan hanya satu
orang. Kata adalah
bentuk jamak/ dari kata
dasar . Dengan demikian
kata arwah hanya tepat dipakai
untuk banyak orang seperti
arwah para Pahlawan, arwah
para Guru dan lain lain. Kalau
yang dimaksudkan adalah satu
orang saja, maka penggunaan
yang tepat adalah kata .
Contoh:
- K i t a b e r z i a r a h g u n a
menghormati para
pahlawan
- Tiap makhluk hidup,
masing-masing terdapat
pada tubuhnya
3. Mayat ataukah jenazah?
Lalu, apa perbedaan antara
mayat dengan jenazah?
M a y a t a d a l a h j a s a d
m a n u s i a y a n g s u d a h
meninggal te tapi be lum
mendapat perlakuan apa-apa
seperti belum dimandikan,
S i l a t u r r a h i m
silaturrahmi?
silaturrahiim
silaturrahmi
Almunjiid
Mashdar (
shilah
rahiim
rahi im art inya mengasihi ,
menaruh rasa kasihan,
rahiim
Bismillahirrahmanirrahiim.
silaturrahiim
Sedangkan rahmi (
berarti rasa nyeri luar biasa yang
dirasakan oleh seorang ibu sebelum
melahirkan anaknya.
s i l a t u r r a h m i
2. Ruh Arwah?
arwah
plural
ruh
arwah
ruh
صلة
ريالحــيم
(
(dan
. Shilah)
-
!silaturrahiim
ريالحــم
ruh
109SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
LANGUAGE CORNER
110 SATRIA Vol. 7, No. 4, Oktober - Desember 2011
dikafani atau disholatkan atau
yang belum dirawat layaknya
orang yang akan dimakamkan.
Kata 'mayat' berkonotasi lebih
rendah dibandingkan jenazah.
Jenazah adalah jasad
m a n u s i a y a n g s u d a h
m e n i n g g a l d a n s u d a h
mendapat perlakuan dari
o r a n g h i d u p s e p e r t i
dimandikan, dikafani dan
d i s h o l a t k a n / d i u p a c a r a
agamakan atau yang sudah
dirawat layaknya orang yang
segera akan dimakamkan.
Contoh :
- Polisi masih menyelidiki
p e n e m u a n m a y a t d i
pinggir jalan itu
- A n a k l a k i - l a k i i t u
m e n c i u m
b a p a k n y a s e b e l u m
dimasukkan ke liang
lahat.
4. A l m a r h u m a t a u k a h
Mendiang?
Almarhum dan Mendiang
bersumber dari dua bahasa
yang berbeda. Almarhum
adalah leksikon bahasa Arab
bentuk
d a r i k a t a k e r j a .
Berkonotasi positif bagi orang
atau tokoh yang semasa
hidupnya dianggap sholeh
atau berjasa bagi kemanusiaan,
yang secara religi diyakini
benar-benar telah mendapat
rahmat dari Tuhan Yang Maha
Esa seperti para Ulama dan
para Syahid yang berjuang
demi kebenaran. Pada awalnya
kata Almarhum sangat terbatas
d a n l e b i h s e m p i t
d i a b a n d i n g k a n d e n g a n
mendiang. Di Timur Tengah
sendiri pengucapan gelar
seperti ini hampir tidak pernah
dipakai melainkan dengan
peristilahan sendiri dengan
kesamaan maksud yai tu
;
. Tidak tepat
kalau orang yang semasa
hidupnya penuh dengan
kontoversi diberi gelar dengan
almarhum.
Mendiang berasal dari
bahasa Indones ia untuk
penggant i sebutan yang
berlaku umum bagi siapa saja
yang sudah meninggal dunia.
Contoh;
- Tafsir Al-azhar itu karya
besar dari Almarhum Buya
Hamka.
- Mendiang Pak Umar
adalah mantan guru saya.
5. M u h r i m a t a u k a h
Mahram?
Acap terdengar ungkapan
“Jangan berdua-duaan kalau
tidak ada muhrim!”. Pada
konteks tersebut kata
dimaksudkan mewakili orang
yang memiliki kekerabatan/
kekeluargaan yang sangat
dekat dengan kita. Kata
artinya orang
yang berihram dalam ibadah
haj i sebelum bertahallul
mengakhiri rangkaian ibadah
Ihram. Sedangkan kata
artinya orang-
orang yang merupakan lawan
jenis kita, namun haram (tidak
b o l e h ) u n t u k d i n i k a h i
selamanya karena pertalian
darah seperti antara oaring tua
dengan anak dan sesama
saudara kandung. Namun kita
b o l e h b e p e r g i a n ( s a f a r )
d e n g a n n y a , b o l e h
berboncengan dengannya,
b o l e h s e b e n t a r m e l i h a t
wajahnya, boleh berjabat
tangan dan bermuamalah
l a i n n y a . J a d i j i k a y a n g
dimaksud adalah orang yang
m e m i l i k i
kekerabatan/kekeluargaan
yang sangat dekat dengan kita
maka harus menggunakan
i s t i l a h m a h r a m , b u k a n
muhrim.
Contoh:
- Karena sudah malam,
j e n a z a h
bina' majuhul (passif)
r a h i m a
rahimahullah Fahd Bin Abdul
Aziz Rahimahullah
muhrim
muhrim
(muhrimun:jamak)
mahram
(mahramun)
111SATRIA Vol. 7, No. 4, Oktober - Desember 2011
sebaiknya ibu pulang
didampingi
Seorang dilarang
mencukur rambut atau
memotong kuku.
6. Akrab ataukah Karib?
Kata akrab adalah bentuk
(komparatif dan
superlative) dari kata dasar
memaknakan suatu
hubungan kedekatan yang
l e b i h a t a u s a n g a t .
Kedudukannya dalam kalimat
sebagai kata dalam bentuk
tunggal, bukan dalam bentuk
kata frase.
Contoh;
- “Saya dengan
Paman setelah tinggal di
kota yang sama”.
- “ P r o f e s i g u r u
d e n g a n l i n g k u n g a n
pendidikan”
Kata adalah bentuk
atau kata sifat
berpola subjek yang berarti
h a m p i r s a m a d e n g a n
superlative tetapi diletakkan
dibelakang kata benda dalam
sebuah frase.
Contoh;
“Dia adalah
saya”.
“ harus
selalu kita jaga!”
7. ataukah tutorial/
bimbingan?
Kata manasik ser ing
dimaknakan dengan pelatihan
ibadah haji, namun sebenarnya
makna leksikal manasik berarti
rangkaian ibadah yang menjadi
rukun dalam pelaksanan
ibahadah haji itu sendiri antara
lain ihram, tawaf dan wukuf.
Manasik derivasi dari kata
d a s a r
bermakna berbakti
dan beribadah kepada Tuhan.
Terjadi ketaksaan manakala
k i t a m e n g a t a k a n a k a n
melaksanakan manasik haji ke
suatu tempat diluar kota
Makkah tetapi yang dimaksud
adalah pelatihan tata cara
ibadah hajinya saja, bukan
pelaksanaan rukun ibadah haji
y a n g s e b e n a r n y a .
M a n a s i k h a k i k a t n y a
merupakan rangkaian ibadah
yang menjadi rukun haji, pula
hanya dapat dilakukan di Kota
Makkah Al-mukarromah dan
pada bulan Zulhijjah seakali
dalam setahun.
Contoh :
Untuk memantapkan
ibadah haji di Makkah, kita
h a r u s m n g i k u t i
.
Wukuf dia Arafah adalah
bagian dari haji.
Fenomena Sosiolinguistik
tersebut kelihatan sederhana
namun akan menimbulkan
dampak kontraprodukti f
terhadap laksem, leksikon dan
kaidah tata bahasa Indonesia
yang baik dan benar. Ketaksaan
atau ambiguitas bahasa adalah
salah satu kesalahan fatal
dalam disiplin ilmu Semantik,
tetapi tidak jika dikaitkan
dengan hakikat bahasa dalam
kedinamisannya. Agar tidak
ter jadi ketaksaan dalam
pemeliharaan citra bahasa
I n d o n e s i a m a k a p e r l u
d i s o s i a l i s a s i k a n k e p a d a
masyarakat kita tentang apa itu
b a h a s a y a n g a m b i g u .
Lembaga Pendidikan adalah
salah satu wadah untuk
m e n d i d i k , m e l a t i h d a n
megajarkan kepada khalayak;
mana bahasa yang baik/benar
dan mana yang harus dibenahi.
Perlu diajarkan kepada peserta
didik apa itu ambiguitas bahasa
dan bagaimana pembenahan
yang efektif demi kemajuan
bahasa Indonesia ke depan.
mahram!
muhrim
akrab
a k r a b
sahabat karib
Hubungan karib
tutorial/bimbingan
manasik-
-
-
isim
tafdihi i l
qoruba,
qariib syifah
musyabbahah
Manasik
n a s u k a - y a n s u k u -
nasaakatan
Sudut Kota Lebanon
112 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
KEGIATAN DIKLAT BADIKLAT KEMHAN TW. II TA. 2012
Badiklat Kemhan
mempunyai tugas
melaksanakan Diklat di
bidang Pertahanan Negara
yang dilaksanakan oleh
Pusdiklat Manajemen
Pertahanan, Pusdiklat Bahasa
dan Pusdiklat Teknis
Fungsional Pertahanan
(Tekfunghan). Dalam rangka
meningkatkan mutu
Penyelenggaraan Pendidikan
dan Pelatihan (Diklat) Jabatan
Pegawai Negeri Sipil, maka
dipandang perlu
meningkatkan kompetensi
penyelenggara Diklat Pegawai
Negeri Sipil melalui kegiatan
/TOC
yang dilaksanakan pada
tanggal 4 s.d. 20 April 2012
selama 12 hari dimana
diharapkan setelah mengikuti
Diklat ini peserta dapat
meningkatkan pemahaman
para penyelenggara Diklat
agar dapat meyelenggarakan
Diklat secara baik dan
potensial, yaitu : Mempunyai
kemampuan mempersiapkan,
mengkoordinasikan,
melaksanakan dan
menyiapkan serta menetapkan
sarana dan prasarana Diklat
dalam Penyelenggaraan
Diklat.; Mempunyai
kemampuan dalam
melaksanakan komunikasi
secara efektif. Melakukan
monitoring dan evaluasi serta
melaksanakan administrasi
Penyelenggaraan Diklat
dengan baik; Mempunyai
kemampuan bekerjasama
secara tim, etika kerja,
memberikan pelayanan secara
prima dan membuat laporan
hasil pelaksanaan Diklat.
Training officer course
TRAINING OFFICER COURSE / TOC)
113SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Untuk meningkatkan
kompetensi dan kemampuan
yang lebih baik dalam
mengelola Diklat secara
professional maka Badiklat
Kemhan menyelenggarakan
Diklat bagi pengelola Diklat
(
MOT) yang
dilaksanakan pada tanggal 1
s.d. 18 Mei 2012 (14 hari).
Dimana setelah mengikuti
Diklat ini para peserta dapat
meningkatkan kompetensi
dirinya sebagai pengelola
Diklat berupa pengetahuan,
keterampilan dan sikap
perilaku yang diperlukan
sebagai pengelola Diklat
antara lain : Kebijakan Diklat
Aparatur, Konsep Dasar
Andragogi, Memanfaatkan
SIM Diklat, Diklat sebagai
suatu system, analisis
kebutuhan pelatihan (
) baik secara
makro maupun secara mikro,
Merencanakan program Diklat
jangka pendek dan jangka
panjang, Menyusun bangun
program Diklat,
Merencanakan kegiatan
tahunan lembaga Diklat,
Merencanakan anggaran
Diklat, Menerapkan teknik
pengendalian Diklat
(Administrasi dan pelaksanaan
Diklat), Mengelola sumber
daya Diklat, Melaksanakan
evaluasi Diklat (program,
pelaksanaan, proses
pembelajaran, dan evaluasi
pasca Diklat), Merencanakan
penyediaan bahan Diklat,
Memberdayakan lembaga
Diklat dan Mengefektifkan
jejaring kerja Diklat
MANAGEMENT OF
TRAINING/
Training
Needs Assesment
PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT)
BAGI PENGELOLA DIKLAT (MANAGEMENT OF TRAINING / MOT)
114 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
KEGIATAN DIKLAT BADIKLAT KEMHAN TW. II TA. 2012
Dalam rangka
penyelenggaraan tugas
pemerintahan di bidang
Pertahanan, maka diperlukan
personel yang memiliki
keterampilan teknis maupun
manajerial dalam
melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya. Personel
Kementerian Pertahanan
hendaknya memiliki wawasan
dan pengetahuan guna
menunjang pelaksanaan tugas-
tugas rutin serta pemahaman
tentang Pertahanan Keamanan
Negara terutama yang
berkaitan dengan tugas
masing-masing dengan tujuan
untuk meningkatkan
kompetensi serta keterampilan
para pejabat Eselon IV di
lingkungan Kemhan RI.
Untuk dapat memenuhi
kebutuhan personel tersebut
maka Badiklat Kemhan
menyelenggarakan
Sistem Pertahanan Negara bagi
pejabat eselon IV di lingkungan
Kemhan baik untuk pejabat
struktural maupun fungsional
yang dilaksanakan pada
tanggal 23 s.d 27 April 2012 di
Badiklat Kemhan Jl. Salemba
Raya No. 14 Jakarta Pusat.
Sistem Pertahanan
Negara ini diselenggarakan
agar pejabat yang baru
menduduki jabatan Eselon IV
di lingkungan Kemhan
memiliki kesamaan pola pikir
dan pola tindak dalam
memahami kebijakan sistim
pertahanan negara serta
mekanisme kerja di lingkungan
Kemhan sehingga diharapkan
mampu bekerja dengan baik
sesuai Standar Operasional
Prosedur (SOP) yang telah
ditetapkan.
workshop
Workshop
WORKSHOP ESELON IV
115SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Terkait dengan rencana
pembentukan Pengendali
Pusat Kantor Pertahanan (
PPKP) sebagai perpanjangan
tangan Kemhan di daerah,
maka Badiklat Kemhan selaku
unsur pendukung Kemhan dan
Ditjen Stahan Kemhan
menyeleng-garakan
Pembekalan bagi personel
yang akan menduduki jabatan
pada organisasi Korwil, Korda
dan Staf Pendukung
Pengendali Pusat Kantor
Pertahanan. Tujuan
pembekalan tersebut adalah
untuk menyiapkan dan
meningkatkan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) sesuai
kebutuhan organisasi dalam
mendukung tugas dan fungsi
PPKP di daerah.
Pembekalan bagi Korwil,
Korda dan Staf Pendukung
Pengendali Pusat Kantor
Pertahanan T.A. 2012
dilaksanakan pada tanggal 8
s.d. 16 Mei 2012 bertempat : di
Aula Nusantara I Gd. Jenderal
Urip Sumohardjo, Jln. Medan
Merdeka Barat Nomor 13-14
Jakarta Pusat salah satu
kegiatan dalam pembekalan ini
adalah Praktik Lapangan
(Pengumpulan dan pengolahan
Data) Wilayah Korem 061/Sk.
Dalam hal ini Kodim
0621/Kabupaten Bogor dan
Kodim 0606/Kotamadya Bogor
dan juga melaksanakan
kunjungan ke Kantor Bupati
Kabupaten Bogor untuk
mendapatkan Pengarahan dari
Bupati Kabupaten Bogor
tentang Peran Pemda dalam
menyelenggarakan fungsi
pertahanan di Kabupaten
Bogor.
Desk
Desk
Desk
Desk
Desk
PEMBEKALAN KORWIL, KORDA DAN STAF PENDUKUNG
DESK PENGENDALI KANTOR PERTAHANAN
116 SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
KEGIATAN DIKLAT BADIKLAT KEMHAN TW. II TA. 2012
Forum Komunikasi
(Forkom) Diklat Badiklat
Kemhan TA. 2012 dilaksanakan
pada tanggal 30 Mei 2012 di
Badiklat Kemhan Jl. Salemba
Raya No. 14 Jakarta Pusat
merupakan salah satu kegiatan
Badiklat Kemhan untuk
meningkatkan kerjasama
dengan berbagai pihak,
khususnya lembaga-lembaga
Diklat di luar Kemhan dalam
rangka memperkuat
dan pengembangan sistem
Diklat yang lebih dinamis dan
bermutu sehingga mampu
menghasilkan Diklat yang
berkualitas. Kali ini kegiatan ini
mengambil tema Revitalisasi
Program Diklat di lingkungan
Kemhan guna menghasilkan
SDM Pertahanan yang kompeten
dan berdaya saing” dengan
pembicara antara lain : Deputi
Pembinaan Bidang Diklat
Aparatur LAN RI, Kapusdiklat
Kepegawaian Deputi Bidang
Pengembangan Kepegawaian
BKN dan Prof. Dr. Billy Tunas,
M.Sc (Guru Besar Universitas
Suryadharna dan Dosen
Program S 3 UNJ). Pada Akhir
kegiatan ini Kabadiklat Kemhan
menyampaikan bahwa : Studi
banding tentang Kompetensi
TNI/PNS dan Widyaiswara
hendaknya dilakukan melalui
pembinaan personel, Diklat dan
kerjasama dengan instansi
terkait guna meningkatkan
kompetensi dan profesionalisme,
Masalah Diklat yang terjadi di
lingkungan Kemhan harus
ditindak lanjuti antara Biro
Kepegawaian Setjen Kemhan,
Badiklat Kemhan dan Ditjen
Kuathan dalam rangka
merumuskan jenis Diklat yang
sesuai dengan jabatan fungsional
yang sudah dikelompokkan
sesuai Permenhan No. 1 Tahun
2011 dan Pembinaan karier PNS
terkait dengan Diklat yang
diselenggarakan oleh Kemhan
harus disinkronisasikan dengan
jabatan fungsional yang ada di
lingkungan Kemhan.
networking
output
“
FORKOM DIKLAT
117SATRIA Vol. 8, No. 2, April - Juni 2012
Sebagai tindak
lanjut dari kemitraan
baru Asia Pasifik
tentang
pengembangan
kapasitas untuk
Palestina di Jakarta
dari tanggal 14 s.d 15
Juli 2008, Kementerian
Pertahanan
bekerjasama dengan
Kementerian Luar
Negeri akan
melakukan pelatihan
konstruksi untuk
WNA Palestina.
Pelatihan konstruksi
untuk WNA Palestina
merupakan partisipasi
Indonesia dalam
membangun kapasitas
Palestina sesuai arahan
Presiden RI agar
Indonesia memberikan
pelatihan kepada
WNA Palestina
sebanyak 1.000 orang
dari tahun 2011 sampai
dengan 2013. Adapun
Bantuan pelatihan bagi
WNA Palestina ini
dilaksanakan dengan
tujuan Untuk
memberikan
pengetahuan tentang
konstruksi jembatan,
baik standar
konstruksi dan non
standar konstruksi
jembatan, Untuk
memberikan
pengetahuan tentang
konstruksi jalan,
Untuk memberikan
pengetahuan tentang
menemukan air bawah
tanah, guna mencari
titik pencarian air atau
mata air dan
memberikan
pengetahuan tentang
pemurnian air.
Pelaksana Bantuan
Pelatihan WNA
Palestina adalah
Badiklat Kemhan yang
pelaksanaannya akan
diselenggarakan
selama 1 (satu) bulan
yaitu dimulai tanggal
12 Juni s.d. 6 Juli 2012
dengan bertempat di
Pusdikzi Kodiklat TNI
AD Jalan Sudirman
No. 35 Bogor, Jawa
Barat .
PELATIHAN WNA PALESTINA