PENANAMAN NILAI-NILAI TOLERANSI
PADA KELUARGA BEDA AGAMA
DI DESA GETAS KECAMATAN KALORAN KABUPATEN
TEMANGGUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
MIR’ATUL KHASANAH
NIM: 11114102
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
ii
iii
PENANAMAN NILAI-NILAI TOLERANSI
PADA KELUARGA BEDA AGAMA
DI DESA GETAS KECAMATAN KALORAN KABUPATEN
TEMANGGUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
MIR’ATUL KHASANAH
NIM: 11114102
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2018
iv
v
SKRIPSI
PENANAMAN NILAI-NILAI TOLERANSI
PADA KELUARGA BEDA AGAMA
DI DESA GETAS KECAMATAN KALORAN KABUPATEN
TEMANGGUNG
Disusun oleh:
Mir’atul Khasanah
NIM. 11114102
Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan pendidikan
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga, pada tanggal dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan.
Susunan Panitia Penguji
Ketua :
Sekretaris :
Penguji I :
Penguji II :
Salatiga,.........................
Dekan,
FTIK IAIN Salatiga
Suwardi, M.Pd.
NIP.19670121 199903 1002
vi
DEKLARASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mir’atul Khasanah
NIM : 11114102
Fakultas : Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. pendapat atau temuan
orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode
etik ilmiah.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi
Salatiga, 13 Maret 2018
Yang menyatakan,
Mir’atul Khasanah
NIM. 11114102
vii
MOTTO
“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya
sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Qs. al-Insyiroh: 5-6).”
“Tidak ada yang tidak mungkin dalam hidup ini selama kita berusaha, berkerja
keras, dan berdo’a.”
PERSEMBAHAN
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas limpahan rahmat serta karunia-Nya,
skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Ayahku dan ibuku tersayang, Slamet Agus Wakhid dan Puji Sayekti yang
selalu membimbingku, memberikan do’a, nasihat, kasih sayang, dan motivasi
dalam kehidupanku, semoga Allah selalu mengampuni dosa-dosanya,
diberikan kesehatan dan istiqomah dalam beribadah.
2. Saudara kandungku Afrinda Fatimatunnisa, Nafa Syaila Khoirunnisa, dan
nenek tercinta Marwiyah yang selalu menyemangati dalam membuat skripsi
ini.
3. Sahabat dan teman dekatku yang selalu memberikan motivasi kepadaku dan
membantu menyelesaikan skripsi ini.
4. Keluarga besar PPL SMP 2 Tengaran dan KKN Posko 95 yang memberi
semangat dan ispirasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Keluarga besar Formatas yang tetap solid yang memberi motivasi.
6. Kos Alfa Afa yang memberikan banyak kesan dan pesan.
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrohim
Puji syukur alhamdullilahi robbil‟alamin, penulis panjatkan kepada Allah
swt yang selalu memberikan nikmat, karunia, taufik, serta hidayah-Nya kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Penanaman
Nilai-Nilai Toleransi pada Keluarga Beda Agama di Desa Getas Kecamatan
kaloran Kabupaten Temanggung.
Tidak lupa shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada
nabi agung Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, serta para pengikutnya
yang selalu setia dan menjadikannya suri tauladan yang mana beliaulah satu-
satunya uamat manusia yang dapat mereformasi umat manusia dari zaman
kegelapan menuju zaman terang benerang yakni dengan ajarannya agama Islam.
Penulisan skripsi ini pun tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai
pihak yang telah berkenan membantu penulisan skripsi ini. Oleh karena itu
penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
3. Bapak Rasimin, S.Pd.I, M.Pd. selaku pembimbing skripsi yang telah
membimbing dengan ikhlas, mengarahkan, dan meluangkan waktunya untuk
penulis sehingga skripsi ini terselesaikan.
4. Ibu Siti Farikhah, M.Pd. selaku dosen pembimbing akademik.
ix
x
ABSTRAK
Khasanah, Mir’atul. Penanaman Nilai-Nilai toleransi pada Keluarga Beda agama
di Desa Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Skripsi,
Salatiga: Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas tarbiyah dan Ilmu
Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: Rasimin,
S.Pd.I, M.Pd.
Kata Kunci: Nilai-Nilai Toleransi dan Keluarga Beda Agama
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penanaman nilai-nilai toleransi pada
keluarga beda agama, implementasi penanaman toleransi pada keluarga beda
agama dalam pendidikan Islam, dan faktor-faktor yang mendukung dan
menghambat penanaman nilai-nilai toleransi pada keluarga beda agama di Desa
Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung. Pertanyaan utama yang ingin
dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana penanaman nilai-nilai
toleransi pada keluarga beda agama, (2) Bagaimana implementasi penanaman
toleransi pada keluarga beda agama dalam pendidikan Islam, dan (3) Apa sajakah
faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penanaman nilai-nilai toleransi
pada keluarga beda agama di Desa Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten
Temanggung. Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research) dan
bersifat deskriptif kualitatif. Tehnik pengumpulan data ini dilakukan dengan
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Temuan penelitian menunjukkan bahwa
(1) Penanaman nili-nilai toleransi pada keluarga beda agama dengan memberikan
sebuah pemikiran bahwa setiap anggota bebas memilih keyakinan yang dianut
selama tidak mengakibatkan permusuhan antar anggota keluarga, tidak melakukan
paksaaan, selalu mengutamakan kedamain dan ketentraman, memberikan sebuah
kebebasan untuk memilih keyakinan sesuai hati nuraninya, memposisikan orang
tua sebagai pembimbing anak-anak, memberikan sebuah pemahaman untuk selalu
menghormati dan menghargai perbedaan atas kepercayaan yang di anutnya. (2)
Implementasi penanaman toleransi pada keluarga beda agama dalam pendidikan
Islam adalah: pendidikan akidah dengan cara menanamkan tauhid, menanamkan
keimanan, mempelajari pendidikan Islam pada anak dan mengajarkan birrul
walidain serta berakhlakul karimah. Pendidikan akhlak pada anak dengan cara
mengajarkan tata cara bergaul yang baik, kesopanan, keserdehanaan, dan
membiasakan menjauhi perbuatan tercela. Pendidikan ibadah melaksanakan sholat
5 waktu, membaca kitab suci, mengaji di TPA, pengajian keagamaan, kegiatan
yasinan, serta menjalankan syari’at Islam. (3) Faktor-faktor yang mendukung
penanaman nilai-nilai toleransi pada keluarga beda agama, yakni: kesadaran
agama tiap individu, sejarah sosial, menghargai kemajemukan, dan dukungan
pemerintah dalam membangun kehidupan beragama. Faktor-faktor yang
menghambat penanaman nilai-nilai toleransi pada keluarga beda agama, yakni:
sikap fanatik,dan pemikiran sempit atau minimnya pegetahuan keberagamaan.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL.................................................................................. i
HALAMAN JUDUL..................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN KELULUSAN............................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN.................................................... vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN............................................................... vii
KATA PENGANTAR................................................................................... viii
ABSTRAK..................................................................................................... x
DAFTAR ISI.................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Fokus Penelitian.................................................................................. 5
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 6
D. Kegunaan Penelitian........................................................................... 6
E. Penegasan Istilah................................................................................. 7
F. Kajian Penelitian Terdahulu............................................................... 8
G. Sistematika Penulisan......................................................................... 11
xii
BAB II LANDASAN TEORI
A. Nilai-Nilai Toleransi........................................................................... 13
1. Hakikat Toleransi........................................................................... 13
2. Hakikat Nilai.................................................................................. 15
3. Pandangan Islam Tentang Toleransi.............................................. 17
4. Ciri-Ciri Toleransi.......................................................................... 20
B. Keluarga Beda Agama........................................................................ 21
1. Hakikat keluarga beda agama......................................................... 21
2. Pernikahan beda agama menurut hukum agama............................ 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Subjek dan Lokasi Penelitian.............................................................. 29
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian......................................................... 29
C. Kehadiran Peneliti.............................................................................. 30
D. Tehnik Pengumpulan Data.................................................................. 31
E. Sumber Data........................................................................................ 31
F. Tehnik Analisis Data........................................................................... 32
G. Pengecekan Keabsahan Data.............................................................. 33
BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS
A. Paparan Data....................................................................................... 35
1. Aspek Keagamaan........................................................................ 35
xiii
2. Kebudayaan Masyarakat............................................................... 38
3. Toleransi dalam Hubungan antar Bermasyarakat, Berbangsa
dan Bernegara...............................................................................
40
4. Data Responden............................................................................ 41
5. Paparan Hasil Penelitian............................................................... 44
a. Penanaman nilai-nilai toleransi pada keluarga beda agama
di Desa Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten
Temanggung...........................................................................
44
b. Implementasi penanaman toleransi pada keluarga beda
agama di Desa Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten
Temanggung...........................................................................
54
c. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
penanaman nilai-nilai toleransi pada keluarga beda agama di
Desa Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten
Temanggung...........................................................................
65
B. Analisis............................................................................................... 72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................... 84
B. Saran................................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data Responden Keluarga Beda Agama............................ 35
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Pedoman Wawancara
Dokumentasi
SKK
Surat Penunjukkan Pembimbing
Surat Keterangan Penelitian
Surat Keterangan Kegiatan
Lembar Konsultasi
Kartu Keluarga
Daftar Riwayat Hidup
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk yang
diperlihatkan dari banyaknya agama, suku, ras, budaya dan adat istiadat.
Keanekaragamaan tersebut menimbulkan dampak positif dan negatif.
Dampak positifnya dapat mengetahui beranekaragam budaya yang
berkembang dimasyarakat serta menimbulkan rasa kepedulian terhadap
sesama. Dampak negatifnya dapat menimbulkan konflik atas perbedaan
yang ada. Keanekaragamaan tidak begitu saja tercipta, tanpa adanya upaya
maksimal yang komperhensif dari seluruh elemen masyarakat yang
didukung oleh berbagai kebijakan pemerintah. Dalam menjalani
kehidupan sosial dalam masyarakat, seorang individu akan dihadapkan
dengan kelompok-kelompok yang berbeda warna dengannya salah satunya
adalah perbedaan agama.
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat dari berbagai aliran
agama dan bangsa yang majemuk. Seperti yang terdapat dalam surah al-
Baqarah ayat 62. Allah berfirman:
2
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-
orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara
mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian
dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan
mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula)
mereka bersedih hati.
Ayat di atas merupakan bukti bahwa toleransi dalam beragama
merupakan keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Agama mengingatkan
bahwa kemajemukan terjadi atas kehendak Tuhan yang Maha Kuasa,
sehingga harus diterima dengan lapang dada dan dihargai, termasuk di
dalamnya perbedaan konsepsi keagamaan. Perbedaan konsepsi diantara
agama-agama yang ada adalah realitas. Berdasarkan hadis berikut ini dapat
dikatakan bahwa Islam adalah agama yang toleran dalam berbagai
aspeknya, baik dari aspek akidah maupun syariah.
د به إسحاق عه داود به انحصيه ثىا عبد هللا حدثىى أبى حدثىى يزيد قال أوا محم حد
عهيه وسهم أي األديان صهى هللا أحب عه عكرمة عه ابه عباس قال قيم نرسول هللا
انسمحة انى هللا قال انحىيفية
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abdillah, telah menceritakan
kepada saya Abi telah menceritakan kepada saya Yazid berkata;
telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ishaq dari
Dawud bin Al Hushain dari Ikrimah dari Ibnu „Abbas, ia berkata;
Ditanyakan kepada Rasulullah saw. “Agama manakah yang
paling dicintai oleh Allah?” maka beliau bersabda: “Al-
Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran).” (H.R. al-
Bukhori).
Di Indonesia agama yang berkembang di dalam masyarakat
antaranya agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghuchu.
Dengan adanya berbagai beragaman agama seperti ini,akan muncul
3
banyak konflik baik skala kecil maupun skala besar (Rahmat, 2003: 1).
Diperlukan pula adanya sikap saling menghormati, menghargai, tidak
memaksakan kehendak, dan persatuan satu sama lain. Untuk menghindari
kekerasan, pertikaian, permusuhan mengatasnamakan agama. Salah satu
wadah untuk mengajarkan generasi muda dalam hal sikap toleransi, saling
mengh ormati dan persatuan adalah keluarga. Contohnya adalah toleransi
beragama, dimana orang tua membebaskan keyakinan yang akan dianut
anaknya, orang tua sebagai pengarah untuk pilihan yang terbaik. Tidak di
pungkiri lagi akhir-akhir ini banyak terjadi konflik antar agama seperti di
Ambon (1999), Poso (2001), dan Papua (2015). Menengok ke negeri
sebrang yang masih hangat-hangatnya terjadi konflik antar agama yakni
kaum Rohingya (2016) antara Islam dan Budha dan sampai sekarang
belum terpecahkan (Ismail, 2011: 179-182).
Apabila agama masuk dalam pembinaan pribadi seseorang maka
dengan sendirinya segala sikap, tindakan, perbuatan, dan perkatannya akan
dikendalikan oleh pribadi, yang terbina di dalammya nilai agama yang
akan menjadi pengendali bagi moralnya (Darajat, 1971: 49). Dari
ungkapan tersebut betapa pentingnya pendidikan agama bagi setiap
individu di Indonesia untuk menanamkan sikap toleransi dan bermoral.
Masyarakat di Indonesia dituntut untuk saling menjaga hak dan kewajiban
diantara mereka antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam pembukaan
UUD 1945 pasal 29 ayat 2 disebutkan bahwa: “Negara menjamin
kemerdekaan bagi tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-
4
masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”. Di
zaman modern dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih.
Hal ini yang menyebabkan kondisi ummat manusia terancam dengan 3
krisis, yakni krisis politik, ekonomi, dan moral. Ternyata sumber penyakit
dimasyarakat lebih diakibatkan oleh dekadensi moral. Berkurangnya moral
bakhan nilai-nilai budi pekerti yang baik terlupakan.
Dalam pandangan Islam, anak adalah amanat yang dibebankan
oleh Allah SWT kepada orang tuanya, karena manusia milik Allah SWT.
Mereka harus mengantarkan anaknya untuk mengenal dan menghadapkan
diri kepada Allah SWT (Thoha, 1996: 103). Anak adalah pengikat hati
dalam keluarga yang diamanatkan oleh Allah kepada bapak dan ibu
mereka. Anak yang shaleh adalah sumber kebahagiaan, namun sebaliknya
anak juga bisa menjadi fitnah bagi kedua orang tuannya. Oleh karena itu
orang tua bertanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai toleransi
terhadap anak. Penanaman nilai-nilai toleransi anak adalah termasuk
bidang-bidang yang harus mendapat perhatian penuh oleh keluarga.
Dikarenakan penanaman nilai-nilai toleraansi merupakan hal yang paling
penting untuk anak dan masa depan mereka.
Seperti halnya yang terjadi di Dusun Kemiri Desa Getas
Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung yang terdiri dari berbagai
macam agama, budaya serta adat. Masyarakat yang ada di dusun tersebut
merupakan masyarakat yang plural, terdiri dari 800 jiwa, 60% memeluk
agama Budha, 30% memeluk agama Islam, dan 10% memeluk agama
5
Kristen. Berdasarkan observasi awal di Dusun Kemiri Desa Getas
Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung terlihat dari segi sosial,
toleransi, serta kebersamaan yang ada di Dusun tersebut terbina secara
harmonis. Realitas yang ada dan nampak terjadi di Dusun Kemiri Desa
Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung adalah; pertama,
masyarakatnya plural, terdiri dari berbagai agama yaitu Kristen, Islam, dan
Budha. Kedua, keberadaan masyarakat minoritas Islam yang unik ditengah
masyarakat, di mana masyarakat hidup rukun dalam berbagai macam
perbedaan. Ketiga, dalam satu rumah memiliki agama yang berbeda.
Keempat, Dusun kemiri Desa Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten
Temanggung sebagai rujukan dusun paling tinggi toleransinya seluruh
Kabupaten Temanggung.
Berdasarkan realita yang terjadi di Dusun Kemiri Desa Getas
Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung yang masyarakatnya plural
yang terdiri dari berbagai macam agama, bahkan dalam satu atap memiliki
agama yang beragam yang hidup membaur satu sama lain tanpa adannya
diskriminasi, penulis tertarik untuk mencari tahu secara mendalam dengan
melakukan penelitian, yang berjudul “Penanaman Nilai-Nilai Toleransi
pada Keluarga Beda Agama di Desa Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten
Temanggung”.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana tersebut di atas
maka fokus penelitian dalam penelitian ini adalah:
6
1. Bagaimanakah penanaman nilai-nilai toleransi pada keluarga beda
agama di Desa Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung?
2. Bagaimanakah implementasi penanaman toleransi pada keluarga beda
agama dalam pendidikan Islam di Desa Getas Kecamatan
Kaloran,Kabupaten Temanggung?
3. Apa sajakah faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
penanaman nilai-nilai toleransi pada keluarga beda agama di Desa
Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui cara penanaman nilai-nilai toleransi pada keluarga
beda agama di Desa Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten
Temanggung.
2. Untuk mengetahui implementasi penanaman toleransi pada keluarga
beda agama dalam pendididkan Islam di Desa Getas Kecamatan
Kaloran Kabupaten Temanggung.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat
penanaman nilai-nilai toleransi pada keluarga beda agama di Desa
Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat
kepada semua pikah terkait, baik kalangan akademis maupun masyarakat
umum. Manfaat penelitian ini adalah:
7
1. Manfaat Teoritis
a. Dapat dugunakan sebagai bahan informasi dan konstribusi bagi
pengembangan penelitian di bidang penanaman nilai-nilai toleransi
pada keluarga beda agama.
b. Dapat dijadikan acuan untuk Islam yang minoritas menciptakan
kondisi yang kondusif dan saling toleransi.
2. Manfaat Praktis
a. Menjadi masukan atau saran yang berharga sehingga menjadi
acuan dalam rangkan menciptakan suasana yang harmonis bagi
keluarga beda agama.
b. Menjadi acuan yang baik dalam toleransi pada keluarga beda
agama, sehingga dapat diterapkan pada kluarga plural yang lain.
E. Penegasan Istilah
1. Nilai Toleransi
Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 783)
adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting yang berguna bagi
kemanusiaan. Nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan
yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang
khusus kepada pola pemikiran dan perasaan, ketertarikan maupun
perilaku (Darajat, 1984: 260).
Menurut Wahid (2012: 2) istilah toleransi berasal dari bahasa
latin “tolerante” yang berarti membiarkan mereka yang berpikiran lain
atau berpandangan lain tanpa dihalang-halangi. Toleransi adalah
8
kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan, dan perilaku
yang dimiliki oleh orang lain. dalam literatur agama Islam, toleransi
disebut tasamuh yang dipahami sebagai sifat atau sikap saling
menghargai, memberikan, atau membolehkan pendirian (pandangan)
orang lain yang bertentangan dengan pandangan kita (Naim, 2008:
126).
2. Keluarga Beda Agama
Keluarga beda agama adalah keluarga yang terbentuk dari ikatan
perkawinan antar orang yang berlainan agama orang Islam (pria atau
wanita) dengan orang bukan Islam (pria atau wanita) (Zuhdi, 1996: 4).
Keluarga beda agama pada dasarnya berarti keluarga yang terbentuk
dari ikatan perkawinan atau pernikahan yang dilangsungkan antar
pasangan yang berbeda agama satu sama lain.
Jadi, yang berkaitan dengan judul skripsi ini mengenai penanaman
nilai-nilai toleransi pada keluarga beda agama ini menggambarkan nilai-
nilai toleransi antarindividu dalam satu keluarga dalam menerima,
menghargai, menghormati perbeaan-perbedaan dari aspek memeluk
keyakinan berbeda, serta menjalankan keyakinaan masing-masing individu
dalam satu keluarga yang berbeda keyakinan. Keluarga beda agama dalam
penelitian ini meliputi agama Islam, Kristen, dan Budha.
F. Kajian Penelitian Terdahulu
Berikut ini penelitian yang mempunyai topik atau tema yang
hampir serupa dengan skripsi ini:
9
Penelitian yang dilakukan oleh Rizqy Faedatul Laily dalam
skripsinya yang berjudul Pendidikan Toleransi pada Masyarakat Suku
Sasak di Dusun Sade Desa Rembitan Kecamatan Pujut Kabupaten
Lombok Tengah NTB. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
diskriptif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pendidikan toleransi
diterapkan berdasarkan tiga dasar kehidupan Suku Sasak rame, gerasak,
numeng. Model pendidikannya yaitu perkumpulan rutin dan sikap
toleransi tercermin dengan kegiatan gotongroyong dan rasa satu keluarga
meski tidak memiliki hubungan darah.
Penelitian yang dilakukan oleh Yaquna Mustofiyah dalam
skripsinya yang berjudul Pendidikan Agama Islam Pada Anak Dalam
keluarga Beda Agama Di Kelurahan Sidorejo Lor. Penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif, pengambilan data dengan observasi,
wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa
keberagamaan anak pada beda agama adalah anak melaksanakan sholat
lima waktu secara berjama’ah di masjid atau sholat di rumah sendiri,
belajar mengaji di TPA, melaksanakan puasa ramadhan, melaksanakan
sholat Jum’at, dan mengikuti pengajian-pengajian di masjid. Pendidikan
agama Islam yang di berikan orang tua terhadap anak dalam keluarga beda
agama antara lain yaitu, penanaman akidah, penanaman ibadah,
pembentukan akhlak.
Penelitian yang dilakukan oleh Arief Yuliyanto dalam skripsinya
yang berjudul Pengaruh Toleransi Antar Umat Beragama Terhadap
10
Perkembangan Islam di Dusun Margosari Desa Ngadirejo Kecamatan
Ampel. Penelitian ini mengunakan pendekatan kuantitatif. Hasil penelitian
ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara toleransi
antar umat beragama dengan perkembangan Islam di Dusun Margosari
Desa Ngadirejo Kecamatan Ampel.
Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Faizin dalam skripsinya
yang berjudul Strategi Pengamalan Nilai-Nilai Toleransi Beragama pada
Siswa Melalui Binaan Rohani di SMP Katolik Wdyatama Kota Batu.
Penelitian ini mengunakan metode kualitatif diskriptif, data ini diambil
dengan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian
ini menyimpulkan bahwa bina iman/binaan rohani sangat baik. Hal ini
dibuktikan dengan adanya sikap menerima dalam hidup berdampingan
dengan warga sekolah yang heterogen, menghormati, dan menghargai
perbedaan dan keyakinan oranglain, menjalin kerjasama dalam bidang
sosial, seperti adanya ekstrakulikuler dan acara sekolah yang menyakut
keagamaan.
Penelitian yang dilakukan oleh Fani Farida dalam skripsinya yang
berjudul Strategi Orang Tua Beda Agama dalam Mendidik Anak (Studi
Kasus Tiga Keluarga Beda Agama di Kelurahan Mangunsari, Kecamatan
Sidomukti, Kota Salatiga). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif,
data ini diambil dengan cara observasi dan wawancara. Hasil penelitian ini
menyimpulkan bahwa strategi orang tua beda agama dalam mendidik anak
memiliki kesamaan dengan keluarga yang lainnya, yang membedakan
11
hanya dalam menentukan keyakinan agama anak. Namun para orang tua
beda agama tidak menjadikan perbedaan agama sebagai masalah yang
besar. Dengan adanya sikap dewasa, toleransi, dan kebebasan melakukan
rutinitas keagamaan masing-masing maka keutuhan dan keharmonisan
keluarga dapat terjalin baik.
Dari beberapa penelitian terdahulu maka peneliti akan meneliti
yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai toleransi pada keluarga beda
agama. Di mana keluarga sangat berperan dalam mendidik anak-anak
mereka dalam berperilaku yang bermoral, sehingga menghasilakan
generasi yang mempunyai rasa toleransi tinggi. Tidak kalah penting
faktor-faktor yang mendorong dan menghambat orang tua beda keyakinan
dalam menanamkan nilai toleransi pada anak-anak mereka. Di masyarakat
yang plural tentu dapat dilihat dengan hasil dari penanaman toleransi
keluarga beda agama pada kehidupan setiap hari yang dijalani. Dapat
tercipta kehidupan yang damai dan tentram Islam minoritas di kalangan
mayoritas non-Islam dengan mengetahui pendidikan Islam yang
dilaksanakan.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dan memahami pokok bahasan skripsi maka
penulis membagi menjadi tiga bagian. Terdiri dari bagian awal, bagian
inti, dan bagian akhir sebagai berikut:
Bagian awal meliputi; sampul, judul, persetujuan pembimbing,
pengesahan kelulusan, pernyataan keaslian tulisan, motto dan
12
persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel, daftar
gambar, dan daftar lampiran
Bagian inti terdiri dari lima bab, meliputi:
Bab I pendahuluan berisi tentang; latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, kajian
penelitian terdahulu, sistematika penulisan.
Bab II landasan teori berisi tentang pengertian penanaman nilai-
nilai toleransi, pandangan Islam tentang toleransi, ciri-ciri sikap toleransi,
pengertian keluarga beda agama, dan pernikahan beda agama menurut
hukum agama.
Bab III metodologi penelitian yang berisi tentang subyek dan
lokasi penelitian, pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti,
tehnik pengumpulan data, sumber data, tehnik analisis data, dan
pengecekan keabsahan data.
Bab IV paparan data dan temuan mengenai penanaman nilai-nilai
toleransi dalam keluarga beda agama di Desa Getas Kecamatan Kaloran
Kabupaten Temanggung dan analisis mengenai penanaman nilai-nilai
toleransi dalam keluarga beda agama di Desa Getas Kecamatan Kaloran
Kabupaten Temanggung.
Bab V penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.
Bagian akhir meliputi; daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan
riwayat hidup penulis.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Nilai-Nilai Toleransi
1. Hakikat Toleransi
Menurut Wahid (2012: 2) istilah toleransi berasal dari bahasa
latin “tolerante” yang berarti membiarkan mereka yang berpikiran lain
atau berpandangan lain tanpa dihalang-halangi. Toleransi adalah
kemampuan untuk menghormati sifat dasar, keyakinan, dan perilaku
yang dimiliki oleh orang lain. dalam literatur agama Islam, toleransi
disebut tasamuh yang dipahami sebagai sifat atau sikap saling
menghargai, memberikan, atau membolehkan pendirian (pandangan)
orang lain yang bertentangan dengan pandangan kita (Naim, 2008:
126). Jadi, toleransi dapat diartikan sebagai pemberian kebebasan
kepada sesama manusia atau kepada semua warga masyarakat untuk
menjalankan keyakinan atau mengatur hidupnya dan menentukan
nasib masing-masing, selama dalam menjalankan dan menentukan
sikapnya itu masih sesuai serta tidak bertentangan dengan syarat-syarat
ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat. Secara senderhana
tolerasi adalah pengakuan masyarakat yang majemuk, yang mengakui
perdamaian.
Di Indonesia, istilah toleransi dipadankan dengan kata
kerukunan. Dalam perkembangannya, toleransi beragama di Indonesia
tidak hanya menjadi kenyataan sosial namun juga menjadi diskursus
14
politik dan hukum. Telah banyak regulasi yang lahir yang lahir terkait
pengaturan toleransi beragama di Indonesia. Regulasi-regulasi tersebut
mengatur berbagai aspek menyangkut penciptaan iklim toleransi di
tangah masyarakat. ada regulasi yang mengatur pendirian rumah
ibadah, bantuan luar negeri kepada lembaga keagamaan, masalah
penyiaran agama, hal perayaan hari besar keagamaan, regulasi
menyangkut aliran-aliran keagamaan hingga masalah perkawinan
(Wahid, 2012: 2-3).
Toleransi dalam hidup beragama adalah kenyataan bahwa
agama umat manusia itu banyak, sehingga harus diakui sebagai
saudara. Dalam artian lebih pada keterlibatan aktif umat terhadap
kenyatan toleran dan setiap umat beragama dapat berinteraksi positif
dalam lingkungan kemajemukan. Sehingga umat beragama bersedia
menerima kenyataan pendapat yang berbeda-beda tentang kebenaran
yang dianut, dapat menghargai keyakinan orang lain terhadap agama
yang dipeluknya serta memberikan kebebasan untuk menjalankan apa
yang dianutnya dengan tidak bersikap mencela dan atau memusuhinya
(Depag RI, 1982: 92).
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa, ternyata perlu
tata aturan dan nila-nilai apa dan bagaimana menciptakan sikap
toleran. Agama secara legal formal mempunyai dua muka. Di satu sisi,
agama mempunyai nilai-nilai yang mengajarkan pada sikap inklusif,
universal dan transenden, tetapi di sisi lain ternyata agama juga
15
mengandung nilai yang mengajarkan pada ekslusif, partikuler dan
primordial. Semua orang tentu tidak menghendaki jika perbedaan
agama menjadi kekuatan yang destruktif, tetapi sebaliknya mampu
menjadi pemicu bagi kemajuan. Dengan dinamika perbedaan,
perkembangan manusia akan mencapai pada tingkat maksimal,
terutama kaitan bahwa manusia tidak bisa dilepas dengan yang lain.
Jadi, toleransi adalah cara berperilaku yang baik kepada setiap
individu untuk menciptakan suatu kondisi yang damai di dalam
masyarakat yang berbeda agama.
2. Hakikat Nilai
Nilai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 783)
adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting yang berguna bagi
kemanusiaan. Nilai adalah suatu perangkat keyakinan atau perasaan
yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang
khusus kepada pola pemikiran dan perasaan, ketertarikan maupun
perilaku (Darajat, 1984: 260). Menurut Herimanto dan Winarno (2011:
126-127) sesuatu dianggap bernilai apabila memiliki sifat sebagai
berikut: menyenangkan (peasent), berguna (useful), memuaskan
(statisfying), menguntungkan (profutable), menarik (interesting), dan
keyakinan (belief). Jadi, definisi nilai yang benar dan dapat diterima
secara universal menurut Linda dan Ricard Eyre adalah suatu yang
menghasilkan perilaku, dan perilaku tersebut berdampak positif baik
bagi yang menjalankan maupun bagi orang lain.
16
Menurut Surya (2001: 80-81) pembentukan dan pemahaman
nilai dapat dicapai melalui berbagai bentuk pengalaman sebagai
berikut:
a. Keteladanan, yaitu pemberian teladan atau contoh dari pihak lain
misalnya orang tua, guru, teman, pemimpin, sumber idola, dan
sebagainya.
b. Pengajaran, yaitu nilai-nilai yang ditanamkan melalui proses
pengajaran baik di sekolah maupun di luar sekolah.
c. Pengalaman khusus, yaitu pengalaman yang memberi kesan khusus
terutama yang bersifat positif.
d. Hukum dan ganjaran. Hukum atau ganjaran yang dialami
seseorang dapat menumbuhkan nilai-nilai tertentu.
e. Situasi lingkungan dan kelembagaan. Misalnya, keberadaan
seorang remaja di lingkungan pesantren akan membentu
menumbuhkan nilai-nilai keagamaan, kemanusiaan, sosial, dan
sebagainya.
f. Layanan bimbingan. Berbagai pendekatan dan teknik bimbingan
baik yang bersifat kelompok maupun individual, informatif
maupun terapeutik, dapat digunakan sebagai salah satu bentuk
pengalaman dalam pembentukan pemahaman nilai.
Jadi, nilai merupakan bentuk penghargaan serta keadaan yang
bermanfaat bagi manusia sebagai penentu dan acuan dalam melakukan
suatu tindakan.yang mana dengan adanya nilai maka seorang dapat
17
menentukan bagaimana ia harus bertingkah laku agar tingkah lakunya
tersebut tidak menyimpang dari norma yang berlaku, karena di dalam
nilai terdapat norma-norma yang dijadikan suatu batasan tingkah laku
seseorang.
3. Pandangan Islam Tentang Toleransi
Agama Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia, secara
implisit memang mengakui toleransi dalam hidup beragama.
Sebenarnya toleransi lahir dari watak Islam, seperti yang dijelaskan
dalam al-Qur’an dapat dengan mudah mendukung etika perbedaan dan
toleransi. Al-Qur’an tidak hanya mengharapkan, tetapi juga menerima
kenyataan perbedaan dan keragaman dalam masyarakat. Toleransi
pengakuan akan masyarakat yang plural. Adapaun pluralisme adalah
sunnatullah. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surah
al-Baqarah ayat 256:
Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan
yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya ia
telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang
tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.
18
Islam mengajarkan dan menekankan keniscayaan akhlak
toleransi dalam pergaulan antarumat beragama, maka tidak mungkin
Islam merusak toleransi tersebut atas nama agama pula. Namun, di
pihak lain, dalam pergaulan antarumat beragama, Islam juga sangat
ketat menjaga kemurnian akidah dan syariat Islamiah dari noda-noda
yang datang dari luar. Maka bagi Islam kemurnian akidah dan syari’at
Islamiah tersebut tidak boleh dirusak atau ternoda oleh praktik
toleransi. Menurut Shihab (1992: 371) Prinsip-prinsip yang harus
dipegang teguh oleh muslimin di dalam bertoleransi antara lain:
a. Toleransi Islam tersebut terbatas dan fokus pada masalah hubungan
sosialkemasyarakatan yang dibangun atas dasar kasih sayang dan
persaudaraan kemanusiaan, sajauh tidak bertentangan dan atau
tidak melenggar ketentua teologis Islami.
b. Toleransi Islam di wilayah agama hanya sebatas membiarkan dan
memberikan suasana kondusif bagi umat lain untuk beribadah
menjalankan ajaran agamannya. Bukan akhlak Islam menghalangi
umat lain agama untuk beribadah menurut keyakinan dan tata cara
agamanya, apalagi memaksa umat lain berkonvensi kepada Islam
c. Kemurnian akidah dan syari’at wajib dipelihara. Maka Islam sangat
melarang toleransi yang keblabasan, yakni perilaku tolerani yang
bersifat kompromistis yang bernuansa sinkretis.
19
Rasulullah sebagai suri tauladan umat Islam pada masa
hidupnya telah melakukan hubungan jual-beli dan saling memberi
dengan non muslim. Hukum toleransi pergaulan umat dalam
pluralitas agama sebagai berikut:
1) Kufur, bilamana rela serta meyakini kebenaran aqidah agama
lain.
2) Haram, bila ada kerelaan pembenaran terhadap perilaku
kemaksiatan.
3) Sunnah, bilamana terbangun kerukunan, kemanfaatan serta
kemaslahatan (Arafat: 2007, 106).
Contoh toleransi pada zaman rasulullah antara lain; Piagam
Madinah yang memuat perjanjian dengan kaum Yahudi dan
Nasrani Madinah. Perjanjian Hudaibiyah antara Rasulullah SAW
dan kaum Quraisy, di mana Rasulullah berkenan menunda
pelaksanaan ibadah umrah beliau pada tahun berikutnya, adalah
akhlak toleransi Islam demi menghindari konflik berdarah. Cara
Rasulullah memeprlakukan tawanan perang, tidak ada yang
dihukum pancung, melainkan hanya diwajibkan membayar jizyah
atau mengajari anak-anak muslim tulis baca bagi yang pintar
mengajari, dan kemudian mereka dibebaskan. Toleransi terhadap
non-muslim hanya boleh dalam aspek muamalah (perdagangan,
industri, kesehatan, pendidikan, sosial, dll), tetapi tidak dalam hal
akidah dan ibadah (Shihab, 1992: 374).
20
4. Ciri-Ciri Toleransi
Ciri-ciri toleransi yang dikemukakan oleh Hasyim (1979: 23)
diantaranya:
a. Mengakui hak setiap orang
Setiap manusia tentunya mempunyai kepentingan yang berbeda
dalam kehidupan. Mengakui hak setiap orang merupakan sikap
mental yang mengakui bahwa setiap manusia berhak menentukan
sikap dan nasibnya masing-masing.
b. Menghormati keyakinan orang lain
Tidak menghormati keyakinan orang lain atau memaksakan
keyakinan seseorang dengan kekerasan akan mengakibatkan orang
lain bersikap hipokrit atau munafik. Dari uraian di atas jelaslah
bahwa dalam hidup bermasyarakat harus saling menghormati.
c. Setuju dalam perbedaan
Perbedaan tidak harus menimbulkan pertentangan karena memang
di dunia ini selalu ada perbedaan.
d. Saling mengerti
Tidak akan terjadi saling menghormati atara sesama orang lain bila
tidak ada saling mengerti, saling membenci, saling berbuat
pengaruh adalah salah satu akibat dari tidak adanya saling mengerti
dan saling meghargai antara satu dengan yang lain.
21
e. Kesadaran dan kejujuran
Sikap toleransi menyangkut sikap dan kesadaran batin seseorang,
dan kesadaran jiwa menimbulkan kejujuran serta kepolosan sikap
dalam prilaku.
B. Keluarga Beda Agama
1. Hakikat Keluarga Beda Agama
Keluarga beda agama pada dasarnya berarti keluarga yang
terbentuk dari ikatan perkawinan atau pernikahan yang dilangsungkan
antar pasangan yang berbeda agama satu sama lain. Contoh dari
kalangan panggung hiburan tanah air. Pasangan suami istri, Jamal
Mirdad-Lidiya Kandaw, Kristian Sugiono-Titik Kamal, Ira Wibowo-
Katon Bagaskara. Pernikahan yang dilakukan mereka tidak lagi
didasarkan pada satu akidah agama, malainkan hanya pada cinta.
Masalah agama dalam beberapa argument pasangan-pasangan seperti
ini kira-kira dapat dirumuskan begini, “Agama tidak boleh dibawa-
bawa, oleh karena agama adalah urusan pribadi seseorang. Yang
terpentig kita saling mencintai apa tidak?”. Berdasarkan hukum
munakahat yang diajarkan Islam kepada para penganutnya ialah
perkawinan yang dibenarkan oleh Allah SWT adalah suatu perkawinan
yang didasarkan pada satu akidah, di samping cinta dan ketulusan hati
dari keduanya. Dengan landasan dan naungan keterpaduan itu.
Kehidupan itu, kehidupan suami istri akan tentram, penuh rasa cinta
dan kasih sayang. Keluarga mereka akan bahagia dan kelak
22
memperoleh keturunan yang sejahtera lahir batin (Handayani, 2016:
36).
Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga beda agama adalah
keluarga yang terbentuk dari ikatan perkawinan antar orang yang
berlainan agama orang Islam (pria atau wanita) dengan orang bukan
Islam (pria atau wanita) (Zuhdi, 1996: 4).
2. Pernikahan Beda Agama Menurut Hukum Agama
a. Menurut Islam
Menurut Ichtiyanto (2003: 100) ikatan perkawinan dalam
hukum Islam adalah ikatan keseluruhan segi dan aspek kehidupan
manusia. Islam melarang perkawinan yang mengakibatkan
hancurnya keyakinan agama. Keyakinan Islam berinti tauhid
(meng-Esakan Allah). Karena itu orang Islam dilarang kawin
dengan orang musyrik terdapat dalam Qs. al-Baqarah ayat 221,
Allah berfirman:
23
Artinya: Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun
Dia menarik hatimu. dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang
musyrik, walaupun Dia menarik hatimu. mereka mengajak ke
neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan
izin-Nya. dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-
perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran
Lelaki Islam boleh kawin dengan wanita Kitabi namun
harus dengan pertimbangan tidak akan mengingkari iman Islam,
terdapat dalam Qs. al-Maidah ayat 5, Allah berfirman:
24
Artinya: Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik.
makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al kitab
itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi
mereka. (dan Dihalalkan mangawini) wanita yang
menjaga kehormatan diantara wanita-wanita yang
beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan
di antara orang-orang yang diberi Al kitab sebelum
kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak
menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah
amalannya dan ia di hari kiamat Termasuk orang-orang
merugi.
Wanita Islam dilarang kawin dengan lelaki selain Islam,
karena orang Islam dilarang memilih orang kafir sebagai
pemimpinnya. Terrdapat dalam Qs. Mumtahanah ayat 10, Allah
berfirman:
25
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah
kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, Maka
hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih
mengetahui tentang keimanan mereka;maka jika kamu
telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman
Maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-
suami mereka) orang-orang kafir. mereka tiada halal bagi
orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada
halal pula bagi mereka. dan berikanlah kepada (suami
suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. dan tiada
dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar
kepada mereka maharnya. dan janganlah kamu tetap
berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-
perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang
telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar
yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang
ditetapkanNya di antara kamu. dan Allah Maha
mengetahui lagi Maha Bijaksana.
b. Menurut Kristen
Agama Kristen mengajarkan bahwa nikah adalah
persekutuan suci yang ditetapkan Tuhan. Perkawinan adalah
persekutuan hidup meliputi keseluruhan hidup, yang menghendaki
laki-laki dan perempuan menjadi satu. Satu dalam Kasih Tuhan,
satu dalam mengasihi, satu dalam kepauhan, satu dalam
menghayati kemanusiaan, dan satu dalam memikul beban
pernikahan (Ichtiyanto, 2003: 132).
Demi kesejahteraan perkawinan, gereja Kristen
menganjurkan kepada umatnya mencari pasangan hidup yang
seagama dengan mereka. Tetapi karena menyadari bahwa umatnya
26
hidup bersama dengan pemeluk agama lain, gereja tidak melarang
umatnya menikah dengan orang-orang yang bukan beragama
Kristen. Perkawinan campuran antara pemeluk agama yang
berbeda dapat dilangsungkan di gereja menurut hukum gereja
Kristen apabila yang bukan Kristen bersedia membuat pernyataan
bahwa dia tidak berkeberatan perkawinanya di laksanakan di gereja
(Ichtiyanto; 2003: 133).
c. Menurut Katolik
Secara umum Gereja Katolik memendang bahwa
pernikahan antara seorang penganut Katolik dengan non Katolik
bukanlah bentuk pernikahan yang ideal, sebab pernikahan
dianggap sebuah sakraman (sesuatu yang kudus atau suci).
Untuk menyelamatkan iman kristiani dan perkawinan,
agama Katolik menempuh sikap sebagai berikut:
1) Pada dasarnya perkawinan campuran anatar umat agama adalah
tidak menurut hukum dan tidak sah.
2) Perkawinan campuran anatar Katolik dan penganut agama lain
adalah sah kalau mendapat dispensasi dari gereja (Monib dan
Kholis, 2008: 11).
Dispensasi atau pengecualian ini menurut baru diberikan
apabila ada harapan dapat terbinanya suatu keluarga yang baik dan
27
utuh setelah pernikahan. Yang paling penting soal pernikahan
dalam Katolik adalah bahwa setiap pernikahan, baik secara Katolik
ataupun dengan non Katolik, hanya dianggap sah apabila dilakukan
dihadapan uskup, pastor paroki atau imam. Jadi jika ada
pernikahan anatara penganut agama lain dan penganut Katolik dan
tidak dilakukan menurut agama Katolik, maka pernikahan tersebut
dianggap belum sah (Monib dan Kholis 2008, 115-116).
d. Menurut Hindu
Agama Hindu secara tegas memberikan ketentuan syarat-
syarat perkawinan dan menentukan larangan perkawinan orang
Hindu dengan pemeluk agama lain. menurut agama Hindu,
perkawinan hanya sah jika dilaksanakan upacara suci pernikahan
oleh pedande. Pedande hanya mau melakukan upacara pernikahan
kalau kedua calon pengantin beragama Hindu. Perkawinan orang
Hindu yang tidak memenuhi syarat dapat dibatalkan. Pedande tidak
mungkin memberkati atau enyelenggarakan upacara perkawinan
antara mereka yang berbeda agama. azaz perkawinan harus
disahkan menurut agama, yaitu dengan cara melakukan wiwahasan
skara dan wiwahahoma, dikedepankan di dalam sistem perkawinan
Hindu yang menyatakan bahwa suatu perkawinan yang tidak
disahkan menurut agama dengan melakukan upacara suci,
menyebabkan ia jatuh hina, yaitu garis keturunan anaknya tidak
diakui sah sebaga pewaris yang sederajat dengan orang tua. Atau
28
dengan kata lain dari perkawinan itu tidak diakui sah menurut
hukum agama (Ichtiyanto, 2003 :135).
e. Menurut Budha
Agama Budha lebih banyak memperlihatkan ajaran dan
amalan moral. Agama Budha menitikberatkan pada kesempurnaan
diri manusia. Agama Budha tidak mengatur secara khusu
perkawinan campuran. Agama Budha tidak membatasi hak asasi
umatnya dalam kehidupan pribadinya, berkeluarga, dan
bermasyarakat. Dalam agama Budha tidak ada ketentuan hukum
yang eksplisit mengenai perkawinan campuran. Dalam praktik
penganut agama Budha mengikuti ketentuan hukum yang berlaku
setempt (hukum adat, atau hukum negara yang berlaku). Agama
Budha tidak membatasi umatnya untuk kawin dengan penganut
agama lain menurut hukum yang berlaku (Ichtiyanto, 2003: 136).
29
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Subyek dan Lokasi Penelitian
1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah individu atau kelompok individu yang
dijadikan sasaran di dalam sebuah penelitian. Subyek peneliti dalam
penelitian ini adalah keluarga yang tinggal satu atap memiliki
keyakinan yang berbeda yakni Islam, Kristen, Budha. Untuk subyek
penelitian yang berjumlah 10 keluarga.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan objek penelitian dimana kegiatan
penelitian dilakukan. Penentuan lokasi penelitian dimaksudkan untuk
memperudah atau memperjelas lokasi yang menjadi sasaran dalam
penelitian. Alasan dipilihnya Desa Getas Kecamatan Kaloran
Kabupaten Temanggung sebagai lokasi penelitian karena Desa Getas
memiliki warga yang multikultural, jarang konflik, serta terkenal
dengan tolerasinya yang menjadi rujukan di Kabupaten Temanggung.
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yaitu
prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskrptiif yang berupa
kata-kata tertulis atau orang-orang dari perilaku yang diamati dengan
tujuan untuk menggambarka keadaan atau fenomena-fenomena yang ada,
yang berlangsung saat ini atau saat yang lampau.
30
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kualitatif
yang bersifat field research (penelitian lapangan). Penelitian kualitatif
menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data diskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moloeng,
2008: 3).
C. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data
dan sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di
lapangan. Sedangkan instrumen pengumpulan data yang lain selain
manusia adalah berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumen-
dokumen lainnya yang dapat digunakan untuk menjunjung keabsahan hasil
penelitian namun berfungsi sebagai instrumen pendukung, oleh karena itu
kehadiran peneliti secara langsung di lapangan sebagai tolak ukur
keberhasilan untuk memahami kasusu yang diteliti, sehingga keterlibatan
peneliti secara langsung dan aktif dengan informan dan atau sumber data
lainnya di sini mutlak diperlukan.
31
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Wawancara
Wawancara ini ditujukan kepada keluarga beda agama. Dalam
wawancara ini tentang cara orang tua menamkan nilai-nilai toleransi
dan moral pada anggota keluaraga atau anak-anak mereka.
2. Observasi
Observasi dengan pengamatan secara langsung terkait dengan
kondisi masyarakat pada umumnya dan keluarga beda agama pada
khususnya dalam bertoleransi sesama anggota keluarga. Kondisi moral
para anak-anak yang terlahir dari keluarga yang memiliki keyakinan
berbeda.
3. Dokumentasi
Dokumentasi dengan cara mengumpulkan data melalui tertulis
melalui arsip-arsip, dan foto-foto tentang kondisi keluarga beda agama
yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai moral, serta kegiatan
yang mencerminkan toleransi beragama.
E. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang dapat diperoleh langsung dari
lapangan atau tempat penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan
sumber data yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau
mewawancarai. Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan
informasi langsung tentang penanaman nilai-nilai toleransi dan moral
32
pada anak dalam keluarga beda agama di Desa Getas, Kecamatan
Kaloran kabupaten Temanggung. Sumber data langsung peneliti
dapatkan dari warga yang melakukan nikah beda agama.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat dari sumber bacaan dan
berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi,
sampai dokumen-dokumen resmi dari instansi pemerintah. Data ini
berupa hasil-hasil studi, hasil survei.
F. Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan dan Biklen (Moleong, 2008: 248) bahwa analisis
kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi suatu yang dapat
dikelola, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan
apa yang dipelajari, serta memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada
orang lain. Peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif
adalah menentukan dan menafsirkan data yang ada. Misalnya, tentang
situasi yang dialami, satu hubungan, kegiatan, pandangan, sikap yang
nampak atau tentang suatu proses yang sedang muncul, kecenderungan
yang nampak, pertentangan yang meruncing dan sebagainya atau dengan
perkataan lain, mendiskripsikan data kualitatif dengan cara menyusun dan
mengelompokkan data yang ada, sehingga memberikan gambaran nyata
pada pembaca.
33
Proses analisis data ada tiga unsur yang dipertimbangkan oleh
penganalisis yaitu:
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum data, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan
membuang yang tidak perlu.
2. Penyajian Data
Penyajian data yaitu mendisplay data. Melalui penyajian tersebut
maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan, sehingga
semakin mudah dipahami.
3. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan atau verifikasi. Kesimpulan awal masih
bersifat sementara akan berubah jika tidak ditemukan pada tahap awal,
didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti
kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka menjadi kesimpulan
yang kredible.
G. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan triangulasi yaitu
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai
waktu (Sugiyono, 1953: 371).
Pada penelitian ini, untuk menguji kredibilitas data tentang
penanaman nilai-nilai toleransi pada keluarga beda agama penulis
menggunakan triangulasi sumber, teknik, dan waktu. Triangulasi dengan
34
sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek
data yang diperoleh melalui beberapa sumber. Tahap yang dilakukan
dengan wawancara dengan keluarga beda agama dan tokoh masyarakat di
Desa Getas hal ini dilakukan agar dapat memperoleh kesimpulan dan data
yang akurat.
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda. Cara yang dilakukan penulis yaitu data diperoleh dari hasil
wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumentasi. Adapun
triangulasi waktu dalam rangka pengujian kredibilitas data yaitu dengan
cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain
dalam waktu dan situasi yang berbeda. Penulis melakukan wawancara
kepada keluarga beda agama dan tokoh masyarakat pada siang hari dan
sore hari untuk mendapatkan data bahwa wawancara ini benar.
35
BAB IV
PAPARAN DATA DAN ANALISIS
A. Paparan Data
1. Aspek Keagamaan
Dengan latarbelakang masyarakat yang berbeda-beda tentunya hal
ini membuat Dusun Kemiri memiliki banyak kebudayaan dan upacara
keagamaan yang sampai saat ini masih terus dilestarikan oleh
masyarakatnya. Diantara beberapa upacara keagamaan yang saat ini
masih dilestarikan menurut penuturan Bapak Waliyoto (49) adalah:
a. Idul Fitri
Idul fitri merupakan hari raya umat Islam. Setiap umat Islam
yang berada di seluruh penjuru dunia bersama-sama merayakan
hari raya idul fitri. Seluruh umat Islam bersuka ria menyambut
kemenangan setelah berpuasa selama satu bulan penuh. Ketika
umat Islam merayakan hari raya idul fitri itu merupakan suatu hal
yang lumrah, namun yang terjadi di Dusun Kemiri ini sangatlah
unik dimana umat Islam yang menjadi penduduk minoritas
merayakan hari raya idul fitri diikuti oleh agama-agama lain seperti
agama Budha yang merupakan agama mayoritas, agama Kristen.
Tradisi idul fitri ini dilakukan setiap tanggal satu syawal,
dimulai dengan shalat ied berjamaah di masjid kemudian baik
orang Islam maupun non Islam bersama-sama membawa makanan
ke depan masjid untuk dimakan bersama-sama (ariyoyo), setelah
36
makan bersama selesai di lanjutkan dengan acara sungkeman atau
maaf-maafan dengan mendatangi setiap rumah dari warga (yang
lebih tua yang di datangi). Di dalam keluarga yang beda agama pun
mengikuti dan menghormati perayaan orang Islam. mereka ikut
serta merayakan dan berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
b. Maulid Nabi
Di Dusun Kemiri acara maulid nabi di gelar dengan cukup
meriah, acaranya biasanya pengajian dengan mngundang Gus
Yahya yaitu seorang ulama dari luar desa getas. Dalam persiapan
sebelum pengajian bukan hanya orang Islam saja yang bergotong
royong untuk mendirikan panggung dan lain-lain, akan tetapi
orang-orang non muslim juga bersama-sama membantu dalam
persiapannya. Maulid nabi biasanya di adakan pada malam ke-13
bulan maulid (rabi’ul awal) / 13 bodo mulud (jawa).
c. Idul Adha
Kegiatan idul adha di Dusun Kemiri juga sama di daerah-
daerah lainnya. Setelah sholat ied diadakan ariyoyo atau makan
bersama satu kampung di serambi masjid. Uniknya di susun kemiri
bukan hanya masyarakat Islam saja yang mengikuti ariyoyo tetapi
semua umat agama ikut makan bersama-sama, karena Islam di
Dusun Kemiri merupakan masyarakat minoritas dan juga Dusun
Kemiri merupakan desa binaan dari MAN Temanggung,
d. Waisak
37
Perayaan waisak di Dusun Kemiri terbilang yang paling
meriah dari pada perayaan hari raya agama lain, mengingat agama
budha merupakan agama mayoritas penduduk kemiri. Sepanduk
ucapan selamat dibentang di muka desa.Umbul-umbul dan bendera
warna-warni berbaris di tepi jalan dan gang.Umat Buddha
menggelar perayaan sehari semalam.Biasanya digelar setelah atau
sebelum mereka mengikuti acara Waisak di Borobudur.Acara
sehari semalam itu adalah pentas kebudayaan seperti Kuda
Lumping, Soreng, Tayup, Ketoprak, dan Wayang yang digelar
setelah kebaktian di Vihara.Kebaktian dilaksanakan dengan
mengikutsertakan tokoh-tokoh Muslim dan Kristiani.Selain pentas
seni, Waisak juga menjadi ajang silaturahim layaknya Idul
Fitri.Rumah-rumah penduduk baik umat Buddha maupun non
Buddha selalu dipenuhi aneka makanan di meja ruang tamu.Para
penonton pentas budaya jika lapar atau dahaga, bisa mampir di
rumah-rumah kerabat atau teman yang dikenalnya.
e. Natal
Dalam perayaan natal di Dusun Kemiri hampir sama dengan
waisak, yaitu mengundang seluruh umat agama atau seluruh warga
masyarakat Dusun Kemiri baik yang beragama islam maupun
budha untuk mengikuti acara natal secara bersama-sama. Itu
merupakan sebagai wujud toleransi antar umat beragama.
38
2. Kebudayaan Masyarakat
Dengan budaya yang berkembang di dalam masyarakat bahwa
semua kalangan ikut serta dalam kegiatan tersebut. Bukti bahwa dalam
kehidupan masyarakat Dusun Kemiri terbina kerukunan dan toleransi
antar warganya diantara lain:
a. Sadranan Atau Nyadran
Nyadran digelar masyarakat Desa Kemiri setiap hari Jumat Pon
bulan Ruwah sehari sebelum acara nyadran dimulai warga desa
biasanya kerja bakti bersih- bersih rumput makam lalu dilanjutkan
nyekar atau menabur bunga di pusara leluhur.
Pagi harinya warga ke makam lagi membawa tenong berisi
makanan nasi tumpeng, jajan pasar, ingkung ayam kemudian
berdoa yang setiap tahunnya digilir setiap agama yang ada diakhiri
makan bersama.
b. Ritual 1 Suro
Tradisi 1 Suro digelar masyarakat Desa Kemiri Setiap jelang
bulan Suro yang dikuti semua warga Kemiri baik pemeluk Budha,
Islam, Kristen dan Katholik. Ritual Suro diawali arak- arakan
gunungan hasil bumi ke Kuil Watu Payung yang berada di puncak
bukit gumuk. Sesampai di kuil Watu Payung warga dan sesepuh
desa berkumpul di bawah batu besar berongga kemudian para
sesepuh desa berdoa sambil membakar dupa dan kemenyan.
39
Acara berikutnya doa bersama yang dipimpin oleh pemuka
agama Budha dengan berbahasa jawa agar diberi keberkahan
rezeki. Usai doa oleh pemuka agama Budha kemudian doa menurut
keyakinan masing- masing. Usai doa berakhir, dilanjutkan dengan
ritual berbagi air suci yang telah didoakan bersama- sama tersebut
menjadi rebutan warga. Konon air suci ini dipercaya mampu
meningkatkan awet muda, murah rezeki terhindar dari marabahaya.
Selain air makanan sesaji juga menjadi rebutan warga. Mereka
percaya makanan yang telah diberkahi tersebut mengandung
berkah.
Ritual ini telah lama dilakukan sejak ratusan tahun lalu ,tetapi
sempat vakum kembali aktif sekitar tahun 2000 lalu. Usai doa
ritual lainnya yaitu memandikan rupang Sang Budha yang berada
di kuil Watu Payung setiap tanggal 1 Suro secara bersama- sama.
c. Merti Dusun
Merti dusun digelar masyarakat Dusun Kemiri Desa Getas
Kaloran secara meriah sehari semalam. Ritual Merti Dusun diawali
Mentokan serta menata sesaji berupa nasi tumpeng, ingkung ayam,
jajan pasar, buah, bunga yang dilengkapi satu tandang pisang .
Sesaji ini diletakkan dibeberapa tempat salah satunya soko papat
yang ada di rumah Kadus . Usai acara Mentokan adalah sambutan-
sambutan yang diakhiri doa oleh seorang Mangalia atau tokoh
agama Budha serta makan bersama.
40
Usai acara Mentokan warga berbondong- bondong menuju
sumber air Tuk Sikendeng dengan berjalan kaki menelusuri jalan
setapak sejauh 1 KM diiringi suara gamelan dan tarian dari para
pemain tayub,Warok kuda lumping. Sesampai di Tuk Sikendeng
acara pembacaan mantra oleh beberapa tetua desa dengan
menggemgam menyan kemudian menyan dibakar lalu diteteskan
ke sumber air. Usai ritual merti desa bunga, uang receh serta beras
ditebar ke tengah warga dan warga segera berebut sesaji kemudian
warga mengambil air di sumber Tuk Sikendeng untuk dibawa
pulang. Acara selanjutnya pentas kesenian Tayub di depan rumah
Kadus hingga menjelang subuh.
3. Toleransi dalam Hubungan antar Bermasyarakat, Berbagsa dan
Bernegara
Dalam hal ini terdapat beberapa hal konsep sikap toleran yang
harus ditunjukkan umat Islam yakni diantaranya:
a. Kaum muslimin harus tetap berbuat adil walaupun terhadap orang-
orang kafir dan dilarang mendhalimi hak mereka.
b. Orang-orang kafir yang tidak menyatakan permusuhan terang-
terangan kepada kaum muslimin, dibolehkan kaum muslimin hidup
rukun dan damai bermasyarakat, berbangsa dengan mereka.
Umat Islam diperbolehkan berbuat baik terhadap mereka, hidup
bermasyarakat dan bernegara dengan mereka selama mereka berbuat
baik dan tidak memusuhi umat Islam dan selama tidak melanggar
41
prinsip-prinsip terpenting dalam Islam. Dalam hal ini seperti yang
dicontohkan Nabi SAW dalam jual beli, memaafkan kesalahan orang
kafir dan mendo’akannya, serta memutuskan perkara. Hal ini juga
tercermin dalam kehidupan masyarakat Dusun Kemiri di dalam
kehidupan sehari-hari dengan melakukan budaya masyarakat dan
kegiatan keagamaan yang ada. Kebanyakan berpola fikir bahwa kalau
tentang agama tidak menjadi masalah bahkan tidak dipermasalahkan.
Baik itu dalam keluarga, kelompok, maupun masyarakat. alasannya
agama itu urusan pridadi orang itu sendiri dan Tuhannya.
4. Data Responden
Tabel 1. Data Responden Keluarga Beda Agama
Keluarga No. Nama Status Keyakinan Usia Tahun
Menikah
I
1. Kijan
(Darwanto)
Suami Budha 77 1968
2. Urip Istri Budha 62
3. Juwarti Anak Kristen
4. Sugotho Anak Kristen
5. Juwanti Anak Kristen
6. Nunuk Anak Islam
7. Wijiyono Anak Islam
II 8. Waliyoto Suami Budha 49 1988
42
9. Walgiyah Istri Budha 49
10. Resya R. Anak Budha
11. Hendriyawan Anak Islam
III
12. Kirdiyanto Suami Budha 34 2009
13. Sriningsih Istri Budha 35
14. Wagiman Mertua Islam
15. Havika Klara Anak Budha
IV
16. Dahman Suami Budha 64 1974
17. Simpen Istri Kristen 60
18. Ruwanto Anak Islam
19. Wiwik
Andriyani
Anak Islam
20. Alvin Anak Islam
V
21. Walno Suami Islam 60 1983
22. Wagini Istri Kristen 57
23. Paridi Anak Kristen
24. Evi Anak Islam
VI
25. Muryono Suami Budha 42 2001
26. Suwarmiyati Istri Budha 39
27. Siska Anak Islam
43
28. Riyanto Anak Islam
VII
29. Riono Suami Budha 64 1980
30. Parniti Istri Islam 59
31. Murtiah Anak Islam
32. Suryani Anak Budha
VIII
33. Gunadi Suami Budha 52 1989
34. Sri Rejeki Istri Islam 48
35. Badar Anak Islam
IX
36. Sudah Suami Budha 58 1979
37. Walmi Istri Islam 58
38. Wandi Anak Islam
X
39. Suparmin Suami Budha 57 1985
40. Niti Prawiro Istri Islam 53
41. Pujiyono Anak Kristen
42. Rini Anak Islam
43. Denny Anak Budha
Berdasarkan data pada tabel 5 dapat dapat diketahui terdapat 10
keluarga yang terdiri dari anggota keluarga yang berbeda keyakinan.
Di dalam keluarga tersebut ada yang satu rumah memeluk 2
keyakinan yakni Islam dan Kristen atau Islam Dan Budha atau Budha
44
dan Kristen, dan memeluk 3 keyakinan yakni Islam, Kristen, Budha.
Bila dilihat tabel 5 ada pasangan suami istri yang memiliki keyakinan
yang sama itu karena untuk memudahkan dalam pernikahan, namun
setelah menikah mereka kembali lagi kepada keyakinan yang semula.
5. Paparan Hasil Penelitian
Dalam pemaparan hasil penelitian, data akan disajikan melalui
hasil interview dengan keluarga yang beda agama dan anggota
keluarga pada tanggal 27 Desember 2017 sampai 3 Januari 2018.
Yang dimaksud dengan penyajian data di sini adalah
pengungkapan data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan
yang sesuai dengan maslah yang ada dalam skripsi, yaitu penanaman
nilai-nilai moral pada keluarga beda agama di Desa Getas Kecamatan
Kaloran Kabupaten Temanggung.
a. Penanaman Nilai-Nilai Toleransi pada Keluarga Beda Agama di
Desa Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung
Dalam setiap keluarga mempunyai cara yang beragam
dalam menanamkan nilai-nilai toleransi pada anak, hal itu juga
terjadi pada keluarga beda agama. perbedaan agama antara suami
dan istri menjadi faktor yang berpengaruh dalam menanamkan
nilai-nilai toleransi terhadap anak. Di bawah ini penulis paparkan
cara penanamn nilai-nilai toleransi pada anak dalam pasangan beda
agama berdasarkan observasi dan wawancawa yang dilakukan oleh
penulis.
45
1) Keluarga Bapak Kijan
Bapak Kijan (77) dan Ibu Urip (62) adalah warga asli
Dusun Kemiri yang biasa disebut dengan mbah (orang yang
dituakan). Agama yang dianut mereka itu Budha sebagai
agama asli warga Kemiri dan agama keturunan. Di lihat
memang tidak ada perbedaan yang menonjol tetapi yang
menariknya beliau mempunyai 5 anak yang memiliki
keyakinan yang berbeda-beda. Dan semuannya itu tinggal di
dalam satu rumah. Bapak Kijan dan Ibu Urip mempunyai
prinsip yang di detujui oleh semuanyya mengenai agama yang
harus di miliki oleh para keturunannya. Hal tersebut
sebagaimana yang diutarakan oleh Bapak Kijan dengan suara
yang terbata-bata karena usianya yang tua di bawah ini:
“Untuk masalah keyakinaan atau agama di dalam
keluarga kami bebas mau memilih tanpa ada paksaan, saya
selaku orang tua hanya mengarahkan ke pada hal-hal yang
baik, yang penting tidak saling musuhan”.
Kemudian di pertegas oleh Ibu Urip selaku istri dan ibu
yang mendidik anak-anak di bawah ini:
“Pada awalnya memang anak-anak waktu kecil
tetap mengikuti agama kami yaitu Budha, tetapi tidak ada
paksaan. Saya memberikan arahan tentang keyakinan yang
ada di masyarakat, untuk nantinya biar mereka (anak-anak)
yang memilih agama yang menurutnya sesuai.”
Walaupun di dalam keluarga ini terdapat perbedaan agama,
namun keluarga ini sangat terlihat kompak dan harmonis.
Anak-anaknya menganut agama Kristen, Budha dan Islam.
46
meskipun hidup dalam satu rumah mereka tetap mengormati
keyakinan satu sama lain dan mengikuti perayaan dan kegiatan
agama masing-masing.
2) Keluarga Bapak Waliyoto
Di keluarga Bapak Waliyoto (49) dan Ibu Walgiyati (49)
agama merupakan suatu hal yang tidak perlu dipermasalahkan
dan diperdebatkan. Mengenai penentuan agama bagi anak,
Bapak Waliyoto tidak memaksakan keyakinan dan agama
merupakan pegangan untuk beribadah kepada Tuhan.
Sebagaiman diutarakan Bapak Waliyoto:
“Untuk keyakinan anak, saya tidak bisa
memaksakan, karena agama itu urusannya sama yang di
atas yaitu Tuhan dan yang terpenting bisa hidup rukun dan
menjaga persatuan dan kesatuan dalam keluarga”
Dalam penanaman nilai-nilai toleransi Ibu Walgiyati (49)
juga berperan dalam menjaga keharmonisan sebagaimana
beriku:
“Yang penting bahwa saya telah memberi contoh
dan membimbing untuk beribadah kepada Tuhan.
Selebihnya terserah anak-anak mau mengikuti keyakinaan
yang mana yang penting bisa hidup rukun dan tidak
mengejek keyakinan satu sama lain.”
Dalam keluarga ini terdapat 2 keyakinan yakni Budha dan
Islam. Bapak Waliyoto mempunyai 2 anak yang satu beragama
Budha dan Islam, tetapi mereka tetap rukun dan bisa saling
berbaur dalam kegiatan keagamaan dan sosial. Prinsip keluarga
ini tidak mempermasalahkan keyakinan yang terpenting
47
beribadah kepada Tuhan dan tidak mengejek serta menganggu
keyakinan yang lain.
3) Keluarga Bapak Kirdiyanto
Bapak Kirdiyanto (34) beragama Budha menikah dengan
Ibu Sri (35) Ningsih beragama Budha. Sebenarnya Ibu Sri
Ningsih beragama Islam namun untuk bisa menikah menjadi
beragama Budha. Setelah beberapa tahun Ibu Sri kembali lagi
ke Islam, tetapi tanpa mengubah agama yang tertera di kartu
identitas. Bapak Waginem tidak mempermasalahkan masalah
keyakinaan tetapi menyerahkan kepada Ibu Sri Ningsih,
sebagaimana berikut:
“Untuk keyakinan saya percaya ke pada istri saya
bisa membimbing dan mengarahkan anak-anak ke jalan
yang baik, saya hanya mencari nafkah untuk menghidupi
keluarga yang penting tetap bisa hidup rukun dan menerima
perbedaan yang ada.”
Argumen tersebut di kuatkan oleh ibu Sri Ningsih,
sebagaimana berikut:
“Masalah agama memang semua di serahkan
kepada saya, untuk menjaga keharmonisan dan kerukunan
dalam berkeluarga saya memperkenalkan agama yang
dianut oleh saya dan suami saya, kemudian saya hanya
mengarahkan, untuk memilihnya terserah anak-anak yang
terpenting mereka bertanggung jawab atas pilihannya
karena agama itu urusannya kepada Allah. Dan yang
terpenting bisa hidup rukun tidak ada perselisihan
menerima segala perbedaan.”
Dalam keluarga ada 2 agama Budha dan Islam. Anak-
anaknya memeluk agama Budha dan Islam. Tapi tetap bisa
48
hidup berdampingan dengan bertoleransi, melalui arahan,
pengawasan dan bimbingan mengenai keyakinnan yang ingin
dipeluknya, yang penting bisa hidup rukun tidak menimbulkan
konflik maupun perselisihan dan menerima segala perbedaan.
4) Keluarga Bapak Dahman
Bapak Dahman (64) menganut agama Budha dan Ibu
Simpen (60) menganut agama Kristen. Memang sangat
menarik perbedaan keyakinan dalam keluarga ini pastilah ada
sedikit masalah tentang perbedaan yang ada, tetapi masalah itu
bisa diatasi dengan kesadaran masing-masing. Apalagi anak-
anak mereka memeluk agama yang berbeda yaitu Islam.
sebagaimana penuturan Bapak Dahman:
“Untuk masalah keagamaan atau keyakinaan di
kluarga saya tidak di permasalahkan dan yang terpenting
dapat hidup rukun, karena saya hanya mengarahkan saja,
yang mereka bertanggung jawab atas pilihannya tersebut”.
Kemudian Ibu Simpen pun memberikan argumennya
tentang penanaman toleransi yang ada di keluargannya,
sebagaimana berikut:
“Masalah agama saya cuma mengarahkan dan
mengenalkan agama yang ada di lingkungan selebihnya
saya memberikan kebebasan untuk memilih dan anak-anak
dapat menjalankan sesuai agama yang dipilihnya, sehingga
dapat saling menerima satu sama lain tanpa pemaksaan
kehendak.”
Dalam keluarga Bapak Dahman ini terdapat 3 agama yakni
Budha, Islam, dan Kristen. Mereka tetap hidup seperti keluarga
49
yang memiliki agama yang sama, masalah kepercayaan tidak
dipermasalahkan yang terpenting para anggota keluarga
menjalani agama yang dipeluknya secara semestinnya tidak
menyeleweng.
5) Keluarga Bapak Walno
Di keluarga Bapak Walno (60) beragama Islam dan Ibu
Wagini (57) beragama Kristen, agama merupakan suatu hal
yang tidak perlu dipermasalahkan dan diperebutkan. Mengenai
penentuan agama bagi anak. Bapak Walno menyerahkan
sepenuhnya kepada Ibu Wagini yang terpenting anak-anak
mereka konsekuen terhadap ajaran agama yang dipeluknya.
Sebagaimana diutarakan Bapak Walno:
“Saya masalah agama tidak dipermasalahkan yang
terpenting mereka konsekuen terhadap pilihannya,
sepenuhnya saya serahkan kepada istri dan semua agama
itu baik.”
Ibu Wagini mengutarakan pendapatnya, sebagaimana berikut:
“Untuk agama anak, suami saya menyerahkan
semuannya ke saya. Jadi ya anak saya diberikan
pengetahuan tentang agama yang ada di keluarga yakni
Islam dan Kristen. Saya yang penting hidup rukun dan
saling menerima perbedaan yang ada. Dan mereka semua
konsekuen dengan pilihan agamnnya.”
Dalam keluarga ini terlihat harmonis, bahagia dan tidak ada
beban atas perbedaan yang ada. Mereka saling menjalankan
agama dan ibadah di rumah sesuai pilihan mereka. kerukunan
50
pun terjalin karena perbedaan bukan halangan untuk hidup
merupakan keindahan yang ada.
6) Keluarga Bapak Muryono
Bapak Muryono (42) beragama Budha dan Ibu
Suwarmiyati beragama Budha (39) beragama Budha,
merupakan warga asli Kemiri dan agama yang dianutnya
merupakan agama warisan. Mereka bersepakat bahwa agama
yang dipeluk oleh anak-anaknya bebas sesuai dengan pilihan
anak mereka. sebagaimana ujaran dari Bapak Muryono:
“Masalah agama saya tidak mempermasalahkan,
saya beragama Budha karena agama warisan yang
diturunkan oleh orang tua saya dulu dan disini memang asli
mayoritas beragama Budha. Untuk anak-anak, saya
memberikan kebebasan tanpa adanya paksaan untuk
memilih kepercayaan mereka dan selebihnya saya
pasrahkan kepada istri saya”.
Ibu Sumarwiyatipun memberikan pendapat tentang
penanaman nilai-nilai toleransi di keluarganya, sebagaimana
berikut:
“Saya dan suami memang beragama Budha, tetapi
saya tidak memaksakan agama yang dipeluk kepada saya
untuk diikuti oleh anak-anak saya. Yang penting kita hidup
rukun, orang tua hanya memberikan contoh yang baik
kepada anak-anaknya tanpa pemaksaan kehendak.”
Bapak Muryono mempunyai 2 orang anak yang keduanya
memeluk agama yang berbeda dari orang tua yakni, Islam.
Meskipun berbeda agama mereka tetap saling menjalankan
ibadah masing-masing sesuai ajaran yang dianutnya. Pada
51
prinsipnya bisa hidup rukun dan tidak memaksakan kehendak,
maslah agama itu ususannya sama Tuhan.
7) Keluarga Bapak Riono
Keluarga Bapak Riono (64) beragama Budha dan Ibu
Parniti (59) beragama Islam, mempunyai 2 orang anak yang
juga beragama Islam dan Budha. Meskipun mereka berbeda
keyakinan, tetapi tetap bisa saling hidup rukun. Keluarga ini
tidak mempermasalhkan perbedaan yang ada yang penting
dalam masyarakat tetap bisa berbaur dan rukun. Sebagai kepala
keluarga Bapak Riono menuturkan cara penanaman nilai-nilai
toleransi yang ada di dalam keluargannya, sebagaimana
berikut:
“Saya sebagai suami dan juga kepala keluarga
bertanggung jawab atas keluarga saya dan memberikan
nafkah untuk bisa makan, tetapi masalah keyakinan itu saya
tidak mempermasalahkan yang penting mereka jujur atas
agama yang dipilihnya karena itu tanggung jawabnya
langsung kepada Tuhan. Saya hanya bisa membimbing dan
mengarahkan saja.”
Meskipun Ibu Parniti beragama Islam, beliau pun setuju
dengan pendapat suaminya, sebagaimana berikut:
“Saya sebagai istri dan ibu juga sepakat dengan
suami bahwa sebagai orangtua hanya bisa mengarahkan
dan membimbing anak-anak kami, masalah tentang
keyakinan terserah anak-anak yang terpenting mereka tetap
beribadah kepada Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari
sejak kecil sudah saya contohkan bahwa harus bisa
menerima perbedaan yang ada, bukan mempermasalhkan
atau permusuhan, kita ini hidup berdampingan maka harus
saling menerima.”
52
8) Keluarga Bapak Gunadi
Di dalam keluarga ini terdapat 2 agama yakni Budha dan
Islam. Bapak Gunadi (52) dan Ibu Walni (48) mempunyai
seorang anak. Ibu Walni seorang mualaf setelah menikah,
sedangakan Bapak Gunadi beragama Budha. Di dalam keluarga
ini memberikan kebebasan untuk memilih agama dan
mengakui perbedaan yang ada. Dalam menenamkan nilia-nilai
toleransi sebagaimana penuturan Bapak Gunadi:
“Dalam menentukan agama, saya memberikan
kebebasan kepada istri dan anak saya dan tidak ada tuntutan
harus mengikuti agama saya.”
Ibu Walni juga mengunpkan pendapatnya mengenai hal
tersebut, sebagaimana berikut:
“Saya tadinya seorang Budha, tetapi setelah
menikah saya tertarik dengan agama Islam kemudian saya
berubah menjadi Islam. Waktu dulu saya beragama Budha
karena agama warisan. Suami saya tidak
mempermasalahkan tentang kepercayaan dan memberikan
kebebasan. Yang paling penting tetap bisa hidup
berdampingan dan tidak menimbulkan konflik.”
9) Keluarga Bapak Sudah
Bapak Sudah (58) beragama Budha dan Ibu Walni
beragama Islam (58). Mengenai penentuan agama pada anak,
dalam keluarga ini diserahkan kepada Istrinya yakni Ibu Walni.
Bapak Sudah tidak mempermasalahkan tentang agama yang
dimiliki oleh anaknya, beliau percaya kepada istrinya.
Sebagaimana penuturan Bapak Sudah:
53
“Saya tidak memeprmasalahkan agama yang
dipeluk oleh anak saya, yang terpenting tetap bisa hidup
dalam kerukunan. Masalah agama saya serahkan kepada
Istri saya dan saya percaya bahwa istri saya bisa
membimbing anak-anak.”
Kemudian Ibu Walni memberikan penuturan untuk
mempertegas tentang toleransi yang ada di keluarga beliau:
“Suami saya memang sudah menyerahkan untuk
memdidik anak kepada saya, maka anak saya mengikuti
agama Islam, karena sejak kecil dia tertarik dengan agama
Islam dan sering pergi ke Masjid. Dulu juga pernah
diajarkan agama Budha tetapi tidak mau ke Vihara. Tanpa
adanya unsur paksaan antara saya dan suami dan kami
saling mengerti atas perbedaan yang ada, maka kita terima
pilihan anak dan tetap bisa hidup rukun.”
Meskipun Bapak Gunadi sebagai kepala keluarga beliau
tidak mempermasalhkan perbedaan yang ada. Keluarga ini
mempunyai seorang anak yang memeluk agama Islam seperti
isterinya. Dengan perbedaan tersebut mereka saling mengerti
satu sama lain dan tetap menjaga keharmonisan dalam hidup
berkeluarga.
10) Keluarga Bapak Suparmin
Di dalam keluarga ini merupakan keluarga yang pluralisme
yakni terdapat 3 keyakinan Islam, Budha, Kristen. Bapak
Suparmin (57) beragama Budha dan Ibu Niti (53) beragama
Islam. Bapak Suparmin selalu menanamkan sikap toleransi
untuk mengakui setiap hak bahwa setiap orang mempunyai hak
yang tidak bisa dicampuri oleh siapapun, sebagaimana
penuturan beliau:
54
“Pada dasarnya saya selalu berbicara bahwasannya
setiap orang berhak memilih tanpa ada paksaan, hanya saja
mengarahkan dan mengawasi apabila terjadi kesalahan
yang di luar batas. Maka itu saya memberikan kebebasan
kepada anak-anak mau memilih keyakinan yang
berkembang di masyarakat.”
Ibu Niti sebagai istri juga berusaha ikut andil dalam
menanamkan nilai-nilai toleransi pada keluarga, sebagaimana
penuturannya:
“Saya sebagai Istri juga sependapat pada suami
bahwa setiap orang memempunyai hak dan harus
menghormati atas pilihannya tersebut. Untuk maslah
kepercayaan di keluarga ini memberikan kebebasan, tetapi
anak-anak harus konsekuen terhadap pilihannya dan tetap
beribadah sesuai ajarannya masing-masing. Saya hanya
memberikan pengarahan serta pengenalan kepercayaan
yang ada.”
Meskipun di dalam keluarga ini terbilang unik karena
terdapat 3 keyakinan dalam satu rumah pasti ada perbedaan
yang dapat menimbulkan konflik. Namun setelah saya
melakukan observasi dan wawancara ternyata mereka bisa
hidup berdampingan, saling membantu, dan mengormati
keyakinan yang ada tanpa ada rasa dendam yang bisa
menimbulkan konflik. Pada dasarnya keluarga Bapak Suparmin
mengakui hak setiap orang dan memberikan kebebasan dengan
syarat tidak boleh saling musuhan.
b. Implimentasi Penanaman Toleransi pada Keluarga Beda Agama
dalam Pendidikan Islam di Desa Getas Kecamatan Kaloran
Kabupaten Temanggung.
55
Pendidikan anak merupakan kewajiban dari orang tua yang
harus dilakukan sejak dini, karna masa kanak-kanak adalah masa
dimana anak harus di mulai dikenalkan tentang pendidikan yang
akan membentuk kepribdian, untuk itu orang tua harus selalu
memperhatikan perkembangan psikologi dan fisiologis anak
dengan memberikan bekal pendidikan agama agar kelak
dikemudian hari anak dapat membedakan baik dan buruk, serta
mampu menentukan langkah hidup yang terbaik. Berdasarkan hal
itu makan sangat penting adanya pendidikan agama bagi anak. Di
bawah ini akan penulis paparkan bentuk pendidikan agama pada
keluarga beda agama berdasarkan observasi dan interview sebagai
berikut:
1) Keluarga Bapak Kijan
Mempunyai 5 orang anak dimana 2 orang beragama Islam.
Di dalam keluarga ini terbina hubungan yang baik diantara
anggota keluarga, pendidikan Islam yang diterapkan dalam
keluarga Bapak Kijan berupa:
a) Akidah : Menanamkan tentang keimanan atau keyakinan
kepada Allah SWT.
b) Akhlak : Mengajarkan dan memberikan contoh kepada
anak dalam tata cara bergaul dengan baik.
56
c) Ibadah : Membiasakan dan mengerjakan anak sholat ketika
tepat waktu dengan bimbingan dari orang yang
lebih tau agama Islam.
Dalam keluarga Bapak Kijan pendidikan Islam anak sangat
diperhatikan walaupun Bapak Kijan sendiri orang non muslim.
Hal ini berdasarkan wawancara dengan Bapak Kijan :
“Mengenai masalah pendidikan agama, saya dan
istri saya sangat memperhatikan karena karena pendidikan
agama bagi anak itu penting sekali.”
2) Keluarga Bapak Waliyoto
Bapak Waliyoto seorang pegawai desa sebagai kepala
dusun, sedangkan istrinya sebagai ibu rumah tangga dan petani.
Dari hasil perkawinan mempunyai 2 orang anak laki-laki
semua, salah satu anaknya beragama Islam dan beragama
Budha seperti kedua orang tuannya. Keluarga Bapak Waliyoto
juga selalu memperhatikan pendidikan agama bagi anak-
anaknya walaupun beda keyakinan. Pendidikan Islam yang
diterapkan kepada anaknya yaitu :
a) Akidah : Menanamkan tentang keimanan atau keyakinan
kepada Allah SWT.
b) Akhlak : Mengarahkan dan memberikan contoh kepada
anak dalam tata cara bergaul dengan baik dan
sesuai dengan lingkungan tinggal.
57
c) Ibadah : Membiasakan anak untuk selalu melaksanakan
sholat dan ibadah lain sesuai dengan tututan
agama Islam serta mengajarkannya dengan orang
yang ahli di dalam Islam.
Dalam keluarga Bapak Waliyoto yang beragama Budha
juga memberikan perhatian agama pada anaknya. Sebagaimana
di utarakan oleh Bapak Waliyoto sebagai berikut :
“Saya juga sebagai kadus di desa ini, maka para
warga secara tidak langsung mencontoh perilaku saya.
Untuk terjaga kerukunan antar warga dan anggota keluarga
maka saya memberikan kebebasan untuk memeluk agama.
Anak saya yang beragama Islam tetap beribadah sesuai
tuntutan agama Islam dengan membiasakan sholat, puasa,
membaca kitab suci dan mendatangkan seorang ahli
beragama Islam untuk mengajari anak saya, karena saya
beragama Budha tidak tau tentang ajaran Islam.”
3) Keluarga Bapak Kirdiyanto
Bapak Waginem seorang petani dan istrinya juga petani.
Mempunyai 2 orang anak laki-laki beragama Islam dan
perempuan beragama Budha ikut agama orang tuannya.
Sebagaimana Bapak Waliyoto yang selalu memperhatikan
pentimgnya pendidikan agama, demikian pila bagi anak
walaupun beda keyakinan, demikian pula yang terjadi pada
keluarga Bapak Kirdiyanto juga selalu memperhatikan
pendidikan agama bagi anak-anaknya. Pendidikan Islam yang
diterapkan kepada anak yaitu:
58
a) Akidah : Menanamkan tentang keimanan dan keyakinan
kepada Allah SWT.
b) Akhlak : Mengarahkan dan memberikan contoh kepada
anak dalam tata cara bergaul dengan baik dan
sesuai dengan lingkungan tinggal.
c) Ibadah : Membiasakan anak untuk selalu melaksanakan
sholat dan ibadah lain sesuai dengan tututan
agama Islam serta mengajarkannya dengan orang
yang ahli di dalam Islam.
Dalam keluarga Bapak Waginem yang beragama Budha
juga memberikan perhatian agama pada anaknya. Sebagaimana
di utarakan oleh Bapak Waginem sebagai berikut :
“Saya memberikan kebebasan untuk memeluk
agama. Anak saya yang beragama Islam tetap beribadah
sesuai tuntutan agama Islam dengan membiasakan sholat,
membaca kitab suci tiap hari menjelang petang dan
mendatangkan seorang ahli beragama Islam untuk
mengajari anak saya, karena saya beragama Budha tidak
tau tentang ajaran Islam.”
4) Keluarga Bapak Dahman
Bapak Dahman mempunyai 3 orang anak dimana mereka
memeluk agama Islam semua. Padahal keluarga ini
berlatarbelakang Budha dan Kristen. Di dalam keluarga ini
terbina hubungan yang baik diantara anggota keluarga serta
tetap harmonis, pendidikan Islam yang diterapkan dalam
keluarga Bapak Dahman berupa:
59
a) Akidah : Menanamkan tentang keimanan atau keyakinan
kepada Allah SWT.
b) Akhlak : Mengajarkan dan memberikan contoh kepada
anak dalam tata cara bergaul dengan baik,
menghormati perbedaan yang ada.
c) Ibadah : Membiasakan dan mengerjakan anak sholat ketika
tepat waktu dan ajaran yang ada di Islam dengan
bimbingan dari orang yang lebih tau agama Islam.
Dalam keluarga Bapak Dahman pendidikan Islam anak
sangat diperhatikan walaupun Bapak Dahman sendiri orang
non muslim. Hal ini berdasarkan wawancara dengan Bapak
Dahman :
“Mengenai masalah pendidikan agama, saya dan
istri saya sangat memperhatikan karena karena pendidikan
agama bagi anak itu penting sekali dan hubugannya dengan
Yang Kuasa.”
5) Keluarga Bapak Walno
Pernikahan Bapak Walno dengan Ibu Simpen dikaruniai 2
orang anak perempuan dan laki-laki. Pendidikan keagamaan di
berikan sejak kecil tentang agama yang ada di dalam keluarga
yaitu agama Islam dan Krsiten. Pendidikan Islam yang
diberikan meliputi:
a) Akidah : Mengenalkan tentang Tuhan serta rukun iman,
rukun Islam dan menjalankan kewajiban sholat,
puasa dan lain-lain.
60
b) Akhlak : Patuh dan menghormati orang tua dan orang lain
yang seagama maupun berbeda agama.
c) Ibadah : Sholat tepat waktu, membaca kitab suci dan belajar
ngaji di TPA.
Dalam keluarga Bapak Dahman pendidikan Islam anak
sangat diperhatikan walaupun Bapak Dahman sendiri orang
non muslim. Hal ini berdasarkan wawancara dengan Bapak
Dahman :
“Mengenai masalah pendidikan agama, saya dan
istri saya sangat memperhatikan karena karena pendidikan
agama bagi anak itu penting sekali dan hubugannya dengan
Yang Kuasa.”
6) Keluarga Bapak Muryono
Bapak Muryono mempunyai 2 orang anak dimana mereka
memeluk agama Islam semua. Padahal keluarga ini
berlatarbelakang agama Budha. Di dalam keluarga ini terbina
hubungan yang baik diantara anggota keluarga serta tetap
harmonis, meskipun anak-anak mereka tidak ada yang
mengikuti keyakinan orang tua, namun pendidikan Islam tetap
diterapkan dalam keluarga Bapak Muryono berupa:
a) Akidah : Menanamkan, mengenalkan tentang keimanan
atau keyakinan kepada Allah SWT.
b) Akhlak : Mengajarkan dan memberikan contoh kepada
anak dalam tata cara bergaul dengan baik,
menghormati perbedaan yang ada.
61
c) Ibadah : Membiasakan dan mengerjakan anak sholat ketika
tepat waktu dan ajaran yang ada di Islam dengan
bimbingan dari orang yang lebih tau agama Islam.
Dalam keluarga Bapak Muryono pendidikan Islam anak
sangat diperhatikan walaupun Bapak Dahman dan istrinya
sendiri orang non muslim dan . Hal ini berdasarkan wawancara
dengan Bapak Dahman :
“Mengenai masalah pendidikan agama, saya dan
istri saya sangat memperhatikan karena karena pendidikan
agama bagi anak itu penting sekali dan hubugannya dengan
Tuhan, dan tau siapa yang wajib di sembah di dunia ini.”
7) Keluarga Bapak Riyono
Dalam pendidikan anak mereka sepakat untuk saling
memberikan pengajaran keagamaan sesuai dengan kepercayaan
masing-masing kepada anaknya. Maslah nanti mau memilih
agama yang mana terserah yang terpenting sudah punya
pondasi atau pengetahuan tentang ketuhanan. Pendidikan Islam
yang diberikn:
a) Akidah: Pengetahuan tentang tauhid yaitu keimanan kepada
Allah.
b) Akhlak: Bersikap sopan dan menghormati sesama manusia.
c) Ibadah: Melaksanakan sholat 5 waktu, membaca kitab suci
setiap hari, puasa dan menjalankan ibadah yang
sesuai dengan ajaran Islam
62
Sesuai dengan pernyataan Ibu Parniti karena beliau juga
beragama Islam, maka kalau tentang masalah keagamaan tidak
boleh menyepelakan harus konsekuen tentang agama yang
dipilih dan saya juga mengajarkan tentang agama Islam kepada
anak saya. Seperti pernyataan beliau berikut:
“Menurut saya semua agama itu baik dan penting
untuk diketahuai oleh anak-anak, tapi berhubung saya
sebagai orang Islam maka yang penting adalah pendidikan
tauhid, kewajiban melaksanakan rukun Iman dan Islam
seperti sholat 5 waktu, membeca kitab suci dan puasa.
Yang penting konsekuen tidak menyepelekan masalah
ibadah.”
8) Keluarga Bapak Gunadi
Keluarga ini mempunyai seorang anak yang beragama
Islam, mengikuti Istri beliau yang beragama Islam. Karena
anak lebih tertarik ke Islam. Maka Ibu Walmi mengenalkan
tetatang Islam sejak kecil kepada anaknya. Ibu dan anak ini
sama-sama mempelajari agama Islam. Pendidikan Islam yang
diterapkan anatara laian:
a) Akidah : Diberikan pendidikan Islam pada anak dan
mengajarkan tentang pentingnya berbakti kepada
orang tua dan berakhlakul karimah tehadap
siapapun.
b) Akhlak : Memberikan contoh berperilaku yang baik.
Menghormati orang yang lebih tua dan bersikap
snatun terhadap teman sebaya.
63
c) Ibadah : Melaksanakan sholat 5 waktu, membaca kitab suci,
ikut acara keagamaan Islam seperti yasinan
pengajian dll.
Di dalam keluarga Bapak Gunadi ini terjalin suatu
hubungan yang harmonis daintara anggota keluarga. Orang tua
memberikan perhatian terhadap pendidikan Islam pada
anaknya, adanya sikap saling menghormati, dukungan anak
untuk melaksnakan ibadahnya. Hai ini sesuai penuturan Bapak
Gunadi:
“Kebahagiaan dalam keluarga merupakan idaman
semua orang, perbedaan bukan berarti penghalang untuk
mencapai kebagiaan tersebut tersebut. Untuk anak-anak,
saya memberikan kebebasan dalam beragama karna saya
percaya mereka dapat bertanggung jawab atas kepercayaan
tersebut.”
9) Keluarga Bapak Sudah
Bapak Sudah seorang beragama Budha, sedangkan istrinya
beragama Islam. Mempunyai seorang anak yang beragama Isla,
mengikuti Istrinya. Karena anak lebih dekat dengn Ibunya,
maka sejak kecil diberi pengetahuan tentang Islam. Pendidikan
Islam yang diterapkan diterapkan anatara lain:
a) Akidah : Menanamkan, mengenalkan tentang keimanan
atau keyakinan kepada Allah SWT, mengajarkan
tentang pentingnya berbakti kepada orang tua dan
berakhlakul karimah tehadap siapapun.
64
b) Akhlak : Memberikan contoh berperilaku yang baik.
Menghormati orang yang lebih tua dan bersikap
snatun terhadap teman sebaya.
c) Ibadah : Melaksanakan sholat 5 waktu, membaca kitab suci,
puasa sunnah, ikut acara keagamaan Islam seperti
yasinan pengajian dll.
Di dalam keluarga Bapak Sudah ini terjalin suatu hubungan
yang harmonis daintara anggota keluarga. Orang tua
memberikan perhatian terhadap pendidikan Islam pada
anaknya, adanya sikap saling menghormati, dukungan anak
untuk melaksnakan ibadahnya. Hai ini sesuai penuturan Bapak
Sudah:
“Perbedaan bukan berarti penghalang untuk
mencapai kebagiaan. Bagi keluarga kami perbedaan
keyakinan bisa untuk saling melengkapi dalam keluarga
untuk mencapai keharmonisan hidup.Untuk anak-anak,
saya memberikan kebebasan dalam beragama karna saya
percaya mereka dan tidak meninggalkan kewajibannya
untuk beribadah.”
10) Keluarga Bapak Suparmin
Bapak Suparmin mempunyai 3 orang anak dimana mereka
memeluk agama Islam, Budha dan Kristen. Di dalam keluarga
ini terbina hubungan yang baik diantara anggota keluarga serta
tetap harmonis, pendidikan Islam yang diterapkan dalam
keluarga Bapak Suparmin berupa:
65
a) Akidah : Menanamkan tentang keimanan atau keyakinan
kepada Allah SWT.
b) Akhlak : Mengajarkan dan memberikan contoh kepada
anak dalam tata cara bergaul dengan baik,
menghormati perbedaan yang ada.
c) Ibadah : Membiasakan dan mengerjakan anak sholat ketika
tepat waktu dan ajaran yang ada di Islam dengan
bimbingan dari orang yang lebih tau agama Islam.
Dalam keluarga Bapak Suparmin pendidikan Islam anak
sangat diperhatikan walaupun Bapak Suparmin sendiri orang
non muslim. Hal ini berdasarkan wawancara dengan Bapak
Suparmin:
“Mengenai masalah pendidikan agama, saya dan
istri saya sangat memperhatikan karena karena pendidikan
agama bagi anak itu penting sekali dan hubugannya dengan
Yang Kuasa.”
c. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penanaman nilai-
nilai toleransi pada keluarga beda agama di Desa Getas Kecamatan
Kaloran Kabupaten Temanggung
Dalam penanaman nilai-nilai toleransi pada anak dalam
keluarga beda agama akan berhasil apabila terdapat faktor
pendukung dalam keluarga. Berikut adalah faktor pendukung
dalam penanaman nilai-nilai toleransi pada anak dan keluarga:
66
1) Kesadaran Beragama Tiap Individu
Bahwa pada dasarnya dalam hidup di masyarakat yang
multikultural diperlukan adanya kesadaran tiap individu untuk
bertoleransi, mereka saling tolong menolong, empati bukan
saja di dalam keluarga juga di dalam masyarakat. Di dalam
keluarga merupakan pembentuk karakter anak atau individu
untuk menghormati terhadap sesama. Menurut Keluarga I
berungkapan sebagai berikut:
“Faktor pendukung dalam bertoleransi agar terjaga
harus ada kesadaran tiap individu bahwa keberagaman
merupakan rahmat dan karunia Tuhan dan kita dapat
menikmati dengan cara hidup rukun.”
Kemudian pendapat dari keluaraga II, IV, V, VII juga
berpendapat bahwa:
“Kesadaran beragama tiap individu itu perlu agar
tercipta hidup rukun, dalam masalah sehari-hari memang
harus saling menolong, mengerti dan membantu itu
urusannya dengan sesama, sedangankan dengan yang
Kuasa itu nomer satu tentang ibadah, sehingga tidak boleh
mencapuri urusan tentang keyakinan.”
2) Sejarah Sosial
Tanpa dipungkiri lagi bahwa aspek sejarah ikut andil dalam
mendukung toleransi. Bahwasannya sudah tercipta dari zaman
dulu kehidupan yang rukun dalam masyarakat yang pluralisme.
Sejarah sosial yang sudah dari zaman dulu tertanam saling
toleransi antar umat beragama, yang berpengaruh pola pikir
sehari hari bahwa perbedaan agama tidak menjadi masalah
67
bahkan tidak pernah dipermasalahkan. Entah itu daalm
kehidupan berkeluarga, kelompok maupun masyarakat.
Alasannya agama itu urusan pribadi orang itu sendiri dan
Tuhannya. Sesuai dengan pendapat keluarga II, V, VII, VIII,
IX dan X sebagai berikut:
“Faktor pendukung adanya toleransi dalam
berkeluarga maupun bermasyarakat telah terjadi sejak
zaman dulu dengan dicontohkan oleh orang-orang yang
tinggal di Dusun Kemiri ini, bahwa mereka saling rukun
tanpa membeda-bedakan satu sama lain. Agama bukan
alasan sebagai pemecah kerukunan, karena hidup ini
mempunyai tujuan yang sama yaitu beriman kepada Tuhan,
tetapi dengan jalan yang berbeda”.
Menurut pendapat keluarga I dan IV mengugkapkan
sebagai berikut:
“Penanaman sikap toleransi sudah ada dari nenek
moyang dulu, kami hanya meneruskan apa yang di
contohkan orang tua dulu. Memang tanpa dipungkiri lagi
bahwa sejarah sosial mendukung adanya toleransi tiap
individu, yang terpenting tidak mencampuri urusan pribadi
dan menjalankan sesuai petunjuk Tuhan.”
3) Menghargai Kemajemukan (Pluralitas)
Faktor utama yang paling pokok adalah menghargai
keberagaman yang ada di lingkungan sekitar. Kemajemukan
tersebut sebagai anugerah dari yang Kuasa. Setiap individu
mengedepankan rasa kasih sayang, rasa menerima perbedaan,
rasa memafaakan. Intensitas kerjasama antar pemeluk agama
adalah ini menjadi penting karena dengan demikian akan
muncul suatu kesadaran bahwa dari keberagamaan agama
68
dapat muncul suatu manfaat yang sangat besar dalam
kerjasama. Sebagai contoh, masyarakat bersedia jika diundang
dalam acara pernikahan, gotong-royong, perayaan keagamaan
atau lainnya yang diselenggarakan oleh pemeluk agama lain.
mereka bahkan siap memberi bantuan baik dari segi materi
maupun tenaga. Menurut keluarga I, III, V, dan IX menyatakan
sebagai berikut:
“Kerukunan antar anggota keluarga dan individu
dapat terjaga dengan memiliki rasa saling mengasihi, saling
memaafkan, saling menerima perbedaan yang ada. Hidup di
dunia ini memiliki tujuan yang sama yakni masuk surga
dengan mengamalkan dan mengerjakan kebaikan menurut
ajaran Tuhan, memang jalan yang ditempuh berbeda-beda.”
Kemudian diperkuat oleh pendapat yang diungkapkan oleh
keluarga III, VII dan X sebagai berikut:
“Bila ada acara perayaan nikahan atau perayaan
keagamaan dan acara lain, kami ikut berpartisipasi dan
saling kerjasama sesama individu baik segi materi maupun
tenaga. Terutama terjaga rasa kebersamaan dan
kententraman antar individu.”
4) Dukungan Pemerintah dalam Membangun Kehidupan
Beragama
Pemerintah merupakan ujung tombak dalam pengendalian
semua sistem yang berjalan di masyarakat. Kestabilan sosial
dan keamanan warga adalah tugas pokok dalam pemerintahan.
Sebagaimana yang terlaksana di Dusun Kemiri, pemerintah
setempat bekerja ekstra dalam upaya membangun kerukunan
ditengah-tengah warganya yang beragam baik etnis maupun
69
agamanya. Meskipun di Dusun Kemiri yang memangku jabatan
mayoritas beragama Budha tetapi apabila ada masalah tidak
memandang keyakinan. Pada satu bulan sekali diadakan acara
pertemuan antar tokoh agama dimana pemerintah
mensosialisasikan pentingnya kerukunan antar etnis maupun
agama, dan kebijakan-kebijakan atau peraturan pemerintah
pusat terkait dengan penciptaan kerukunan antar umat
beragama secara keseluruhan.
Sesuai dengan ungkapan semua warga Dusun Kemiri, dan
aparatur masyarakat Bapak Walno sebagai Kadus sebagai
berikut:
“Sebagaimana yang terlaksana di Dusun Kemiri,
pemerintah setempat bekerja ekstra dalam upaya
membangun kerukunan ditengah-tengah warganya yang
beragam baik etnis maupun agamanya. Meskipun di Dusun
Kemiri yang memangku jabatan mayoritas beragama Budha
tetapi apabila ada masalah tidak memandang keyakinan.
Pada satu bulan sekali diadakan acara pertemuan antar
tokoh agama dimana pemerintah mensosialisasikan
pentingnya kerukunan antar etnis maupun agama, dan
kebijakan-kebijakan atau peraturan pemerintah pusat terkait
dengan penciptaan kerukunan antar umat beragama secara
keseluruhan. Tokoh agama sebagai tombak pemersatu dan
kedaiman, karena sebagai pemimpin umat.”
70
Adapun faktor penghambat dalam penanaman nilai-nilai
toleransi pada keluarga beda agama antaralain:
a. Sikap Fanatik
Pada dasarnya manusia itu memiliki akal dan ego sebagai
pembeda dengan makhluk yang lain. Tergantung individu yang
mengolah dan menggunakan fikiran dan perasaan. Akal
digunakan untuk berfikir rasional tidak mengedepankan ego.
Keduannya harus diiringi bersamaan. Tetapi sering kali
manusia lebih mengedepankan egonya tidak berfikir secara
rasional. Di Dusun Kemiri menjadi faktor penghambat dalam
penanaman toleransi ini adalah sifat fanatik. Sifat fanatik ini
tidak mau menerima atau tetap berpegang teguh dengan
pemahamannya dan pengetahuan. Seperti bahwa agama yang
paling penting adalah agama A dan mengangap agama yang
lain tidak benar. Memang hidup ini harus memiliki pendirian
agar tidak mudah terpengaruh dan menerima mentah-mentah
apa yang ada di lingkungan sekitar harus dicerna dan diteliti
dahulu kebenarannnya. Tetapi sifat terlalu fanatik juga tidak
bagus. Seperti yang diungkapkan oleh Keluarga I dan VI
sebagai berikut:
71
“Faktor yang menjadi penghambat dalam
bertoleransi adalah sikap kolot yang tidak mau menerima
perubahan ataupun sesuatu yang berbeda dengan diri
sendiri. Dengan sikap kolot tersebut menimbulkan sifat
fanatik yang berlebihan. Fanatik tersebut kencintaan yang
mendalam dan mendukung dengan sepenuh jiwa dan raga
terhadap apa yang dianggap benar.”
b. Pemikirannya Sempit atau Minimnya Pengetahuan Keagamaan
Penghambat pemikiran yang sempit yang beranggapan
bahwa beda agama itu beda. Minimnya pendidikan tentang
keagamaan oleh tiap-tiap agama di Dusun Kemiri bagi individu
menjadikan penghambat terciptanya toleransi dan kerukunan
agama secara keseluruhan. Banyak diantara individu dalam
keluarga yang belajar keagamaan di luar Dusun Kemiri ataupun
mendatangkan orang dari luar dusun untuk datang kerumah
masing-masing warga. Dan bahkan hanya pengetahuan
keagamaan apa adanya yang diperoleh dalam kesehariannya di
lingkungan keluarga maupun masyarakat setempat. Sesuai
dengan yang diungkapkan oleh hampir semua keluarga yang
berbeda agama antara orang tua dan anaknya seperti keluarga I,
II, III, IV, VI, VII, VIII, dan X mengungkapkan sebagai
berikut:
“Orang tua dalam mendidik keagamaan yang ada
dikeluarga dengan mendatangkan orang luar dusun untuk
mengajar di rumah karena disebabkan oleh minimnya
pengetahuan yang diperoleh orang tua dan berbeda ajaran
yang diyakininya. Di Dusun juga ada pendidikan agama
terutama Islam dengan TPA di sore hari bertempat di
masjid al-Huda, setelah maghrib juga mengaji di tempat
pak Solihin. Pengajian rutin setiap hari Minggu Legi.”
72
A. Analisis
Setelah peneliti melakukan mengumpulkan data dari hasil
penelitian yang diperoleh dari interveuw/wawancara, observasi, dan
dokumentasi maka selanjutnya peneliti melakukan analisis data untuk
menjelaskan lebih lanjut dari hasil penelitian.
Sesuai dengan analisis data yang dipilih oleh peneliti, yaitu peneliti
menggunakan deskriptif dengan menganalisis data yang telah peneliti
kumpulkan melalui interview/wawancara, observasi, dan dokumentasi
selama peneliti mengadakan penelitian dengan keluarga beda agama di
Desa Getas tersebut.
Data yang diperoleh dan dipaparkan oleh penelitian, selanjutnya
akan dianalisis oleh peneliti sesuai dengan hasil penelitian dan dengan
mengacu pada rumusan masalah. Di bawah ini adalah hasil dari analisis
peneliti, yaitu:
1. Penanaman Nilai-Nilai Toleransi pada Keluarga Beda Agama di Desa
Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung.
Sebagimana yang diungkapkan Al-Munawar (2003: 16)
perwujudan toleransi dalam pergaulan hidup antar umat beragama
direalistisasikan dengan cara, pertama, setiap penganut agama
mengakui eksistensi agama-agama lain dan menghormati segala hak
asasi penganutnya. Kedua, dalam pergaulan bermasyarakat maupu
73
berkeluar ga, setiap golongan umat beragama menampakkan sikap
saling mengerti, menghormati, dan menghargai.
Toleransi agama dalam sebuah keluarga yang mempunyai
keyakinan berbeda beda pada intinya mampu menerima segala
keputusan yang berikan oleh setiap individu anggota keluarga
berkaitan dengan pilihan agama yang dia pilih dan mampu menerima
segala bentuk perbedaan dalam hubungan manusia dengan sang
pencipta dan mampu hidup rukun berdampingan satu sama lain karena
hakikatnya ibadah itu merupakan sebuah interaksi hubungan antara
individu manusia dengan dengan tuhan sehingga saling menghargai
dan menghormati itu merupakan kewajiban yang harus di jalankan
oleh semua anggota keluarga,orang tua hanya dapat memberikan saran
dan bentuk pembelajaran yang baik terhadap anak pendidikan yang
mampu di terima oleh agama secara umum,dan yang tidak
bertentangan dengan nilai nilai dan norma yang ada baik di dalam
keluarga maupun masyarakat setempat.
Agama yang merupakan hak personal manusia dalam hal ini hak
asasi manusi sudah seharusnya kita mampu membuka pemikiran kita
dalam melihat sebuah perbedaan dalam keyakinan jangan sampe
adanya sebuah perbedaan membuat keharmonisan sebuah keluarga
terganggu justru adanya sebuah perbedaan di harapkan menguatkan
keharmonisan dalam keluarga yang mampu melengkapi kelebihan dan
kekurangan masing masing.
74
Mangacu pada semboyang bangsa indonesia Bineka Tunggal Ika
yang di ambil dari filosofi dan histori kehidupan masyarakat indonesia
di zaman dulu silam bahwasanya perbedaan telah ada di bangsa ini
sebelum negara ini terbentuk untuk itu saling menghormati dan
menghargai satu sama lain sudah selayaknya kita junjung tinggi untuk
terciptanya sebuah kedamaian dan kerukunan hidup bersama.
Maka kerukunan dan kedamain hidup berkeluarga maupun
bermasyarakat bisa menjadi parameter keberhasilan seseorang dalam
menjalankan sebuah sikap toleransi. Adanya sebuah konflik tanpa
adanya sebuah kerukunan dan kedamaian itu merupakan sebuah
indikasi bahwasanya sikap toleransi di dalam sebuah keluarga tidak
berjalan dengan baik.
Adapun bentuk penanaman nilai nilai toleransi dalam sebuah
agama yang memiliki beda keyakinan di Dusun Kemiri, Kecamatan
Kaloran, Kabupaten Temanggung antara lain:
a. Memberikan sebuah pemikiran bahwasanya setiap anggota bebas
memilih keyakinan yang di anut selama keyakinan tersebut tidak
mengakibatkan sebuah permusuhan antara anggota keluarga.
b. Tidak melakukan sebuah bentuk paksaaan terhadap anggota
keluarga untuk memilih keyakinan tertentu karena hakikatnya
bahwa agama itu hubungan personal manusia dengan tuhan
75
sehingga tidak boleh mengintervensi pemikiran supaya mau
memilih keyakinan tertentu.
c. Selalu mengutamakan kedamain dan ketentraman anggota keluarga
orang tan hanya memperkenalkan agama yang dianut orang tua
namun tetap tidak memberikan sebuah paksaan untuk memilihnya
agama yang telah di perkenalkan.
d. Memberikan sebuah kebebasan tanpa adanya sebuah paksaan tiap
anggota keluarga untuk memilih keyakinan sesuai dengan hati
nuraninya masing masing.
e. Memposisikan diri kita bahwasanya orang tua sebagai pembimbing
anak anak namun untuk masalah keyakinan menyerahkan
semuanya kepada anak untuk agama yang akan di anut.
f. Memberikan sebuah pemahaman kepada anggota keluarga untuk
selalu menghormati dan menghargai sebuah bentuk perbedaan atas
kepercayaan yang di anut masing-masing anggota keluarga.
2. Implementasi Penanaman Toleransi pada Keluarga Beda Agama dalam
Pendidikan Islam di Desa Getas Kecamatan Kaloran .Kabupaten
Temanggung
a. Akidah
Menurut Kaelany (2009: 65) berpendapat bahwa akidah
adalah suatu istilah untuk menyatakan kepercayaan atau keimanan
yang teguh serta kuat dari seorang mukmin yang telah
mengikatkan diri kepada Sang Pencipta. Makna dari keimanan
76
kepada Allah adalah sesuatu yang berintikan tauhid, yaitu berupa
suatu kepercayaan, pernyataan, sikap mengesakan Allah, dan
mengesampingkan penyembahan selain Allah.
Berdasarkan teori tentang pendidikan Islam dalam bidang
akidah di keluarga beda agama mengajarkan pendidikan akhlak
pada anak dengan cara menanamkan tauhid berupa kalimat
syahadat sebagai bukti keislaman, menanamkan keimanan,
mempelajari pendidikan Islam pada anak dan mengajarkan tentang
pentingnya berbakti pada orang tua serta berakhlakul karimah.
Sesuai yang diungkapkan keluarga I bahwa pendidikan
akidah menanamkan tentang keimanan dan keyakinan kepada
Allah SWT, keluarga V mengajarkan pendidikan akidah dengan
mengenalkan tentang Tuhan serta rukun iman, rukun Islam, dan
menjalankan kewajiban sholat, puasa.dan hal-hal yang berkaitan
dengan keyakinan, keluarga VIII memberikan pendidikan akidah
dengan cara pemberian pendidikan Islam pada anak dan
mengajarkan tentang pentingnya berbakti kepada orang tua dan
berakhlakul karimah terhadap siapapun.
77
b. Akhlak
Dalam rangka menyelamatkan dan memperkokoh
penanaman akhlak untuk anak. Anak harus dilengkapi dengan
pendidikan akhlak yang memadai. Sebelum dikenalkan kepada
anak-anak sebaiknya penerapan pendidikan akhlak bukan hanya
pengenalan tentang teori-teori tata krama atau akhlak saja tetapi
juga praktek-praktek tata krama yang mereka tiru dan teladani.
Keluarga beda agama mengajarkan pendidikan akhlak pada
anak dengan cara mengajarkan tata cara bergaul yang baik,
kesopanan, keserdehanaan, dan membiasaan untuk menjauhkan
perbuatan yang tercela. Dilihat dari hasil observasi dan wawancara
diatas keluarga beda agama dalam menanamkan nilai-nilai akhlak
terhadap anaknya juga mementingkan aspek pendidikan akhlak
yang memadai.
Sesuai yang diungkapkan keluarga I bahwa pendidikan
akhlak dilakukan dengan mengajarkan dan memberikan contoh
kepada anak dalam tata cara bergaul yang baik, sedangkan
keluarga VII pendidikan akhlak dilakukan dengan bersikap sopan
dan menghormati sesama manusia, dan keluarga VIII memberikan
contoh berperilaku yang baik, menghormati oarang yang tua dan
bersikap santun terhadap teman sebaya.
78
c. Ibadah
Ibadah adalah sebutan yang mencakup seluruh apa yang
dicintai dan diridhai Allah, baik berupa ucapan atau perbuatan,
yang zhahir maupun yang bathin. Ibadah inilah yang menjadi
tujuan penciptaan manusia sesuai firman Allah dalam surah adz-
Dzariyat ayat 56-58:
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Aku tidak
menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan aku tidak
menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan.
Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang
mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.
Allah memberitahu bahwa hikmah penciptaan jin dan manusia
adalah agar mereka melaksanakan ibadah hanya kepada Allah
SWT. Dan Allah tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi
merekalah yang membutuhkannya, karena ketergantungan mereka
kepada Allah, barang siapa yang menolak beribadah kepada Allah,
maka ia sombong. Siapa yang beribadah kepada Allah tetapi
dengan selain apa yang disyari’atkan-Nya, maka ia adalah
mubta‟di. Dan barangsiapa yang beribadah kepada-Nya hanya apa
79
yang disyari’atnya , maka ia adalah mukmin muwahiddin.Ibadah ini
diantara lain shalat, zakat, puasa dan haji.
Di Desa Getas cara orang tua dalam menanamkan ibadah
Islam pada keluarga beda agama melaksanakan sholat 5 waktu,
membaca kitab suci, mengaji di TPA, pengajian keagamaan,
kegiatan yasinan, serta ibadah-ibadah sesuai syari’at Islam.
Sebagaimana yang ibadah yang diajarkan di keluarga II
membiasakan anak untuk selalu melaksanakan sholat dan ibadah
lain sesuai dengan tututan agama Islam serta mengajarkannya
dengan orang yang ahli di dalam Islam, keluarga V dengan sholat
tepat waktu, membaca kitab suci dan belajar ngaji di TPA,
keluarga IX dengan melaksanakan sholat 5 waktu, membaca kitab
suci, puasa sunnah, ikut acara keagamaan Islam seperti yasinan
pengajian dll.
3. Faktor-Faktor yang Mendukung dan Menghambat Penanaman Nilai-
Kaloran Kabupaten Temanggung.
a. Kesadaran Beragama Tiap Individu
Kesadaran orang untuk beragama merupakan kemantapan
jiwa seseorang untuk memberikan gambaran tentang bagaimana
sikap keberagamaan mereka. Pada kondisi ini, sikap keberagamaan
orang sulit untuk diubah, karena sudah berdasarkan pertimbangan
dan pemikiran yang matang. Kesadaran akan norma-norma agama
berarti individu menghayati, menginternalisasi, pengolahan dan
80
mengintegrasikan norma tersebut kedalam diri pribadinya.
Penggambaran tentang kemantapan kesadaran beragama atau
religius tidak dapat terlepas dari kriteria kematangan kepribadian.
Kesadaran beragama yang mantap hanya terdapat pada orang yang
memiliki kepribadian yang matang, akan tetapi kepribadian yang
matang belum tentu disertai dengan kesadaran beragama yang
mantap.
Bahwa pada dasarnya dalam hidup di masyarakat yang
multikultural diperlukan adanya kesadaran tiap individu untuk
bertoleransi, mereka saling tolong menolong, empati bukan saja di
dalam keluarga juga di dalam masyarakat. Di dalam keluarga
merupakan pembentuk karakter anak atau individu untuk
menghormati terhadap sesama.
b. Sejarah Sosial
Tanpa dipungkiri lagi bahwa aspek sejarah ikut andil dalam
mendukung toleransi. Bahwasannya sudah tercipta dari zaman dulu
kehidupan yang rukun dalam masyarakat yang pluralisme. Sejarah
sosial yang sudah dari zaman dulu tertanam saling toleransi antar
umat beragama, yang berpengaruh pola pikir sehari hari bahwa
perbedaan agama tidak menjadi masalah bahkan tidak pernah
dipermasalahkan. Entah itu dalam kehidupan berkeluarga,
kelompok maupun masyarakat. Alasannya agama itu urusan
pribadi orang itu sendiri dan Tuhannya.
81
c. Menghargai Kemajemukan
Dengan adanya sikap menghargai kemajemukan menjadi
hal yang penting karena dapat memicu terjalinnya persatuan antar
individu. Kemajemukan sebagai ciri khas bangsa yang harus
diterima semua kalangan tanpa terkecuali. Tanpa disadari bahwa
dengan cara menghargai kemajemukan atau keberagaman dapat
terhindar terjadinya konflik. Sehingga dengan mudah rasa toleransi
tersebut muncul tanpa ada paksaan.
Faktor utama yang paling pokok adalah menghargai
keberagaman yang ada di lingkungan sekitar. Kemajemukan
tersebut sebagai anugerah dari yang Kuasa. Setiap individu
mengedepankan rasa kasih sayang, rasa menerima perbedaan, rasa
memafaakan. Intensitas kerjasama antar pemeluk agama adalah ini
menjadi penting karena dengan demikian akan muncul suatu
kesadaran bahwa dari keberagamaan agama dapat muncul suatu
manfaat yang sangat besar dalam kerjasama. Sebagai contoh,
masyarakat bersedia jika diundang dalam acara pernikahan,
gotong-royong, perayaan keagamaan atau lainnya yang
diselenggarakan oleh pemeluk agama lain. mereka bahkan siap
memberi bantuan baik dari segi materi maupun tenaga.
82
d. Dukungan Pemerintah dalam Membangun Kehidupan Beragama
Pemerintah merupakan ujung tombak dalam pengendalian
semua sistem yang berjalan di masyarakat. Kestabilan sosial dan
keamanan warga adalah tugas pokok dalam pemerintahan.
Sebagaimana yang terlaksana di Desa Getas, pemerintah setempat
bekerja ekstra dalam upaya membangun kerukunan ditengah-
tengah warganya yang beragam baik etnis maupun agamanya.
Meskipun di Dusun Kemiri yang memangku jabatan mayoritas
beragama Budha tetapi apabila ada masalah tidak memandang
keyakinan. Pada satu bulan sekali diadakan acara pertemuan antar
tokoh agama dimana pemerintah mensosialisasikan pentingnya
kerukunan antar etnis maupun agama, dan kebijakan-kebijakan
atau peraturan pemerintah pusat terkait dengan penciptaan
kerukunan antar umat beragama secara keseluruhan.
Faktor-faktor penghambat dalam penanaman nilai-nilai
toleransi pada keluarga beda agama antara lain:
a. Sikap Fanatik
Pada dasarnya manusia itu memiliki akal dan ego sebagai
pembeda dengan makhluk yang lain. Tergantung individu yang
mengolah dan menggunakan fikiran dan perasaan. Akal digunakan
untuk berfikir rasional tidak mengedepankan ego. Keduannya harus
83
diiringi bersamaan. Tetapi sering kali manusia lebih
mengedepankan egonya tidak berfikir secara rasional. Di Dusun
Kemiri menjadi faktor penghambat dalam penanaman toleransi ini
adalah sifat fanatik. Sifat fanatik ini tidak mau menerima atau tetap
berpegang teguh dengan pemahamannya dan pengetahuan. Seperti
bahwa agama yang paling penting adalah agama A dan mengangap
agama yang lain tidak benar. Memang hidup ini harus memiliki
pendirian agar tidak mudah terpengaruh dan menerima mentah-
mentah apa yang ada di lingkungan sekitar harus dicerna dan
diteliti dahulu kebenarannnya. Tetapi sifat terlalu fanatik juga tidak
bagus.
b. Pemikiran Sempit atau Minimnya Pengetahuan Keberagamaan
Penghambat pemikiran yang sempit yang beranggapan
bahwa beda agama itu beda. Minimnya pendidikan tentang
keagamaan oleh tiap-tiap agama di Dusun Kemiri bagi individu
menjadikan penghambat terciptanya toleransi dan kerukunan
agama secara keseluruhan. Banyak diantara individu dalam
keluarga yang belajar keagamaan di luar Dusun Kemiri Desa Getas
ataupun mendatangkan orang dari luar dusun untuk datang
kerumah masing-masing warga. Dan bahkan hanya pengetahuan
keagamaan apa adanya yang diperoleh dalam kesehariannya di
lingkungan keluarga maupun masyarakat setempat.
84
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis menguraikan pembahasan-pembahasan tersebut di
atas mengenai Penanaman Nilai-Nilai Toleransi pada Keluarga Beda
Agama di Desa Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung, maka
dapat penulis menyimpulkan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Penanaman nilai-nilai toleransi pada keluarga beda agama di Desa
Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung adalah: (a)
memberikan sebuah pemikiran bahwa setiap anggota bebas memilih
keyakinan yang dianut selama tidak mengakibatkan permusuhan antar
anggota keluarga, (b) tidak melakukan paksaaan terhadap anggota
keluarga untuk memilih keyakinan, (c) selalu mengutamakan
kedamain dan ketentraman anggota keluarga dan memperkenalkan
agama yang dianut orang tua tanpa melakukan paksaan untuk
meyakininya, (d) memberikan sebuah kebebasan tanpa adanya sebuah
paksaan tiap anggota keluarga untuk memilih keyakinan sesuai hati
nuraninya, (e) memposisikan diri bahwa orang tua sebagai
pembimbing anak-anak, namun masalah keyakinan menyerahkan
semuanya kepada anak, (f) memberikan sebuah pemahaman kepada
anggota keluarga untuk selalu menghormati dan menghargai
perbedaan atas kepercayaan yang di anutnya.
85
2. Implementasi penanaman toleransi pada keluarga beda agama dalam
pendidikan Islam adalah: (a) pendidikan akidah di keluarga beda
agama mengajarkan pendidikan akidah pada anak dengan cara
menanamkan tauhid berupa kalimat syahadat sebagai bukti keislaman,
menanamkan keimanan, mempelajari pendidikan Islam pada anak dan
mengajarkan tentang pentingnya berbakti pada orang tua serta
berakhlakul karima, (b) pendidikan akhlak pada anak dengan cara
mengajarkan tata cara bergaul yang baik, kesopanan, keserdehanaan,
dan membiasaan untuk menjauhkan perbuatan yang tercela. Dilihat
dari hasil observasi dan wawancara diatas keluarga beda agama dalam
menanamkan nilai-nilai akhlak terhadap anaknya juga mementingkan
aspek pendidikan akhlak yang memadai. (c) pendidikan ibadah pada
keluarga beda agama melaksanakan sholat 5 waktu, membaca kitab
suci, mengaji di TPA, pengajian keagamaan, kegiatan yasinan, serta
ibadah-ibadah sesuai syari’at Islam.
3. Faktor-faktor yang mendukung penanaman nilai-nilai toleransi pada
keluarga beda agama antara lain: (a) kesadaran beragama tiap
individu, (b) sejarah sosial, (c) menghargai kemajemukan, (d)
dukungan pemerintah dalam membangun kehidupan beragama,
sedangkan faktor-faktor menghambat penanaman nilai-nilai toleransi
pada keluarga beda agama antara lain: (a) sikap fanatik, dan (b)
pemikiran sempit atau minimnya pengetahuan keberagamaan.
86
B. Saran
1. Bagi mereka yang sudah mempunyai suami istri bukan Islam, bawalah
dia masuk islam, dan kalau tidak mau, sadarilah bahwa setiap pilihan
sudah pasti membawa resiko tetapi resiko karena berpihak pada allah,
sudah ada jaminan tertentu dari Allah. Karena Allah sudah
menjanjikan bahwa siapa yang bersungguh-sungguh dengan Allah, Dia
akan menunjukkan jalan keluar untuk mengatasi resiko dari sikap yang
diambilnya.
2. Untuk menghindari dan meminimalisir terjadinya konflik yang
berdampak pada anak maka penulis sarankan agar kedua orang tuanya
harus menciptakan suasana keluarga yang harmonis, menjalin
komunikasi antara anggota keluarga dengan baik, memberikan
keteladanan yang baik, serta memberikan kebebasan pada anak untuk
berfikir dan memilih.
87
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Dafar pertanyaan
1. Menurut anda arti toleransi itu apa?
2. Bagaimana peran orang tua dalam menjaga dalam meningkatkan
toleransi?
3. Apasaja aspek yang mempengaruhi toleransi di kelurga?
4. Bagaimana usaha yang dilakukan untuk tetap menjunjung toleransi?
5. Bagaimana cara orang tua (bapak dan ibu) dalam penanaman nilai-
nilai toleransi?
6. Apasajakah faktor pendukung dalam toleransi?
7. Apasajakah faktor penghambat dalam toleransi?
8. Bagaimana perasaannya bisa hidup di dalam keberagaman?
9. Bagaimana pelaksanaan ibadah dalam agama atau kepercayaan yang
diikuti?
10. Bagaimana penerapan pendidikan agama Islam di keluarga?
11. Bagaimana kegiatan keagamaan Islam di keluarga?
12. Bagaimana cara mengatasi masalah bila di dalam keluaraga yang
berhubungan dengan keberagaman?
88
13. Bagaimana cara penanaman toleransi yang berhubungan dengan
menghormati keyakinan orang lain?
14. Bagimana pendidikan akhlak (perilaku) dalam keluarga?
15. Bagaimana pendidikan akidah dalam keluarga?
16. Bagaiamana pendidikan tanggung jawab dalam memilih keyakinan di
dalam keluarga?
17. Bagaimana penenrapan keyakinan agama di dalam keluarga?
18. Apasajakah yang membuat rasa toleransi itu tinggi?
19. Apa usaha yang dilakukan orang tua dalam pendidikan agama bagi
anak-anak?
20. Apa yang dilakukan agar rasa kerukunan dan kebersamaan tetap terpupuk
dengan baik?
89
DAFTAR PUSTAKA
Al-Munawar, Said Agil Husein. 2003. Fikih Hubungan Antar Agama. Jakarta:
Ciputat Press.
Arafat, Yasir. 2007. Fiqih Gatak Gampil: Menggali Dasar Tradisi Keagamaan
Muslim ala Indonesia. Pasuruan: Ngalah Design.
Darajat, Zakiyah. 1971. Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia. Jakarta: Bulan
Bintang.
. 1984. Dasar-Dasar Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Faizin, Akhmad. 2016. Strategi Pengamalan Nilai-Nilai Toleransi Beragama
pada Siswa Melalui Binaan Rohani di SMP Katolik Widyatama Kota
Batu. Skripsi Tidak Diterbitkan: FTIK UIN Malang.
Farida, Fani. 2013. Strategi Orang Tua Beda Agama dalam Mendidik Anak (Studi
Kasus Tiga Keluarga Beda Agama di Kelurahan Mangunsari
Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Tahun 2013). Skripsi Tidak
Diterbitkan: Jurusan Tarbiyah: STAIN Salatiga.
Faedatul, Rizqy. 2016. Pendidikan Toleransi pada Masyarakat Suku Sasak di
Dusun Sade, Desa Rambutan, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok
Tengah. Skripsi Tidak Diterbitkan: FTIK IAIN Salatiga.
Handayani, Lilis. 2015. Penanaman Nilai-Nilai Moral dalam Keluarga Beda
Agama (Studi Kasus pada Tiga Keluarga Islam dan Kristen di desa
Doplang Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang). Skripsi Tidak
Diterbitkan: FTIK IAIN Salatiga.
Hasyim, Umar. 1979. Toleransi dan Kemerdekaan Beragama dalam Islam
sebagai Dasar Menuju Diaolg dan Kerukunan Antar Agama. Surabaya:
Bina Ilmu.
Herimanto & Winarno. 2011. Ilmu Sosoal dan Budaya Dasar. Jakarta: Bumi
Aksara.
Ismail, Nawari. 2011. Konflik Umat Beragama dan Budaya Lokal. Bandung: CV.
Lumbuk Agung.
Ictiyanto. 2003. Perkawinan Campuran dalam Negara Republik Indonesia.
Jakarta: Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Depag RI.
90
Naim, Ngainun. 2008. Pendidikan Multikultural Konsep dan Aplikasi. Jogjakarta:
Ar-ruzz Media.
Nyoman, Pendit. 2011. Nyepi Kebangkitan Toleransi dan Kerukunan. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Moleong, Lexy J. 2008. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya Offset
Monib, Moch & Ahmad nur Kholis. 2008. Kado Nikah Bagi Pasangan Nikah
Beda Agama. Jakarta: Gramedia.
Mustofiyah, Yaquna. 2012. Pendidikan Agama Islam pada Anak dalam Keluarga
Beda Agama di Kelurahan Sidorejo Lor. Skripsi Tidak Diterbitkan:
Jurusan Tarbiyah STAIN Salatiga.
Kaelany. 2009. Islam Agama Universal. Jakarta: Midada Rahma Press.
Pusat Bahasa Departeman Pendidikan Nasional. 2007. Kamus Besar Bahasa
Indonesia edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka.
Thoha, Chabib. 1996. Pembina Rumah Tangga Bahagia. Jakarta: Yamuny.
Rahmat, M. Imammudin. 2003. Islam Pribumi Mendialogkan Agama,Membaca
Realita. Jakarta: Erlangga.
Shihab, M. Quraish. 1992. Membumikan al-Qur‟an Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.
Sugiyono. 1953. Metode Penelitian Kombinasi Mixed Methods. Bnadung:
Alfabeta.
Surya, Mohammad. 2001. Bina Keluarga. Bandung: Aneka Ilmu.
Wahid, Yenny Zannuba. 2012. Mengelola Toleransi dan Kebebasan Beragama 3
Isu Penting. Jakarta: Wahid Institute.
Yasin, Muhammad. 2009. Pola Pengasuhan Anak terhadap Kepenganutan
Agama Kasus pada Lima Keluarga Beda Agama. Skripsi Tidak
Diterbitkan: Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Yulianto, Arief. 2015. Pengaruh Toleransi Antar Umat Beragama Terhadap
Perkembangan Islam di Dusun Margosari, Desa Ngadirejo, Kecamatan
Ampel. Skripsi Tidak Diterbitkan: FTIK IAIN Salatiga.
Zuhdi, Munafik. 1996. Masail Fiqiyah. Jakarta: Pt. Toko Gunung Agung.
91
Gambar wawancara dengan Bapak Waliyoto
Gambar Masjid
Gambar Gereja
92
Gambar Candi
Gambar Vihara
Gambar Wawancara Dengan Pemerintah Desa
93
Gambar dengan Bapak Kijan
Gambar dengan Bapak Sugotho
Gambar dengan Bapak Walno
94
Gambar dengan Ibu Sriningsih
Gambar dengan Ibu Parniti
Gambar Desa Wisata Plural
95
Gambar Kerukunan antar Umat
g
Gambar dengan Alvin
96
n
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112
113
114
115
116
117
118
119