Download - Pembuatan Tablet Hidroklorotiazid
TUGAS AKHIR PRAKTIKUM FTSP
“ TABLET HIDROKLORTIAZID (HCT) “
Disusun oleh :
Reza Ary Fachrurrozi
F1F113014
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2015
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pembuatan tablet Hidroklorotiazid ( HCT ) yang paling menguntungkan adalah dengan
metode kempa langsung. Metode ini dinilai sangat memuaskan karena hemat waktu, peralatan,
energi yang digunakan dan sangat sesuai untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan kelembaban
tinggi sehingga dapat menghindari kemungkinan terjadi perubahan zat aktif akibat pengkristalan
kembali yang tidak terkendali selama proses pengeringan pada metode granulasi basah. Selain
itu dapat menghindari zat aktif dari tumbukan mekanik yang berlebihan jika digunakan metode
granulasi kering (Voigt, 1995).
Digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan lembab dan dosisnya kecil.
Formulasi Kempa Langsung dibatasi oleh jumlah fine (serbuk yang tidak mempunyai sifat aliran
(seperti talk, mg stearat, dan zat aktif). Jumlah maksimal dari fine adalah 30%. Umumnya dosis
zat aktif yang digunakan adalah dibawah 50% agar keseragaman kandungan produk akhir bagus.
Jika terlalu besar sebaiknya disluging. Syarat-syarat zat aktif untuk cetak langsung adalah :
mempunyai sifat aliran yang bagus, kohesif, kompresibilitas. Dalam menghasilkan tablet yang
memenuhi persyaratan, diperlukan bahan-bahan penolong yang digunakan pada pembuatan
tablet yang diharapkan dapat meningkatkan sifat aliran dan kompaktibilitasnya.
Starch 1500 digunakan pada pembuatan tablet sebagai penghancur ataupun sebagai
pengikat. Karena pada metoda kempa langsung pembuatan tablet tanpa melalui proses granulasi
sehingga dibutuhkan Starch sebagai pengikat agar tablet tidak mudah hancur. Untuk sediaan
tablet starch digunakan 5-20% dari bobot tablet. Untuk penghancur digunakan pada kosentrasi 5-
10%.
Magnesium stearat pada pembuatan tablet digunakan sebagai pelincir atau lubrikan.
Sehingga dapat meminimalisir gesekan antara dinding die dengan pach selama pengempaan dan
penarikan, sehingga tablet yang dihasilkan memiliki permungkaan yang halus. Kosentrasi yang
digunakan 0,25-5%.
Penambahan magnesium stearat sebagai bahan pelicin mempengaruhi sifat fisik
campuran bahan baku dan tablet . Magnesium stearat sebagai bahan pelicin mempunyai sifat
hidrofob dan bisa mempengaruhi sifat-sifat tablet seperti keseragaman bobot, kekerasan,
kerapuhan dan waktu hancur (Siregar, 2010).
Magnesium stearat dapat membentuk lapisan tipis yang menyelubungi partikel padat
selama pencampuran, lapisan tipis ini dapat mempengaruhi sifat ikatan dari partikel padat
tersebut karena peran dari magnesium stearat sebagai penghalang . Lubrikan yang bersifat
hidrofobik menyebabkan semakin lamanya waktu hancur dan penurunan kecepatan pelarutan .
Semakin lama waktu pencampuran magnesium stearat menyebabkan waktu alir granul semakin
cepat, sudut diam semakin kecil, penurunan kekerasan, peningkatan kerapuhan dan semakin
lamanya waktu hancur (Aulton, 1988).
Evaluasi tablet pada Hidroklortiazid ( HCT ) adalah evaluai yang dilakukan terhadap massa kempa (seperti pada evalluasi pada massa granul). Setelah evaluasi, massa kempa ditabletasi dengan menggunakan puch berdiameter 6-8 mm sesuia dengan bobot tablet yang telah ditentukan sebelumnya (198,5 mg). Setelah ditabletasi, tablet yang diperoleh kemudian dievaluasi .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tablet
Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung
pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis bahan obat
atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi
sebagai bahan pengisi, pengikat, penghancur dan pelicin (Anonim, 1979).
Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan
penambahan bahan tambahan farmasetika yang sesuai. Tablet-tablet dapat berbeda-beda dalam
ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, dan daya hancurnya, dan dalam aspek lainnya
tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan
pada pemberian obat-obatan secara oral, dan kebanyakan dari tablet ini dibuat dengan
penambahan zat warna, zat pemberi rasa, dan lapisan-lapisan dalam berbagai jenis.Tablet lain
yang penggunaannya dengan cara sublingual, bukal, atau melalui vagina, tidak boleh
mengandung bahan tambahan seperti pada tablet yang digunakan secara oral (Ansel,2008).
Sediaan obat dalam bentuk tablet mempunyai keuntungan disbanding bentuk sediaan
yang lain, yaitu pertama, mempunyai ketepatan dosis yang lebih terjamin karena tiap tablet
mempunyai ukuran tertentu. Kedua, sifat fisiknya stabil untuk jangka waktu penyimpanan yang
lama. Ketiga, aktifitas dari obat tersebut stabil sewaktu digunakan. Keempat, cara pemberian
yang mudah(Ansel, 2008).
Kekerasan tablet tidak mutlak, bila tablet yang dihasilkan tidak mudah rapuh, baik selama
fabrikasi, pengemasan, dan pengangkutan sampai pada konsumen. Kedua, mudah melepaskan
zat aktifnya. Tablet yang baik adalah tablet yang selain mempunyai sifat fisik baik juga harus
mempunyai kemampuan melepaskan zat aktifnya dengan mudah. Ketiga, keseragaman bobot
tablet dan kandungan zat aktifnya memenuhi persyaratan. Keempat, mempunyai penampilan
menyenangkan baik mengenai bentuk, warna, rasa .
Bahan-bahan yang akan dikempa menjadi tablet harus mempunyai sifat yang baik
sehingga dapat menghasilkan tablet yang memenuhi persyaratan. Sifat bahan tersebut antara
lain : mudah mengalir (free flowing), mudah kompak bila dikempa (compactible) serta tablet
harus mudah lepas dari cetakan dan tidak adabagian yang melekat pada cetakan sehingga
permukaan tablet halus dan licin (Aulton.,1988).
Beberapa persyaratan yang harus dimiliki oleh sediaan tablet yang baik, antara lain :
1. Kuat dan tahan akan gesekan-gesekan yang terjadi pada saat pentabletan, pengemasan,
transportasi, dan penggunaannya. Untuk itu, perlu dilakukan uji kekerasan dan kerapuhan
tablet, meskipun persyaratan kekerasan dan kerapuhan tablet tidak tercantum dalam
Farmakope Indonesia (persyaratan non-kompendial).
2. Kadar obat harus terpenuhi, sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam Farmakope
Indonesia.
3. Memenuhi uji keseragaman bobot dan kadar zat aktif didalam tablet, sesuai dengan
persyaratan yang tercantum dalam Farmakope Indonesia.
4. Memenuhi uji ketersediaan hayati. Pada tahap awal, kecepatan dan banyaknya obat yang
dilepaskan dari tablet, dapat ditentukan oleh waktu hancur tablet.
5. Penampilan yang baik dan menarik, oleh karena itu sering kali diperlukan bahan pewarna ,
perasa, dan pemberi aroma.
6. Dapat mempertahankan sifat-sifatnya, yaitu tablet harus tetap akseptabel, aman dan manjur
bila digunakan (Parrot, 1971).
Bentuk sediaan tablet memiliki beberapa keuntungan, antara lain adalah sebagai
berikut :
1. Tablet dapat diproduksi dalam skala besar dengan kecepatan produksi yang sangat tinggi
sehingga harganya dapat relatif lebih murah.
2. Tablet memiliki ketepatan dosis dalam tiap tablet atau dalam tiap unit pemakaian.
3. Tablet lebih stabil dan tidak mudah ditumbuhi mikroba karen aberada dalam bentuk kering
dengan kadar air yang rendah.
4. Tablet mudah dalm pengemasan (blister atau strip) dan transportasi.
5. Tablet dapat dibawa dengan mudah oleh pasien.
6. Bau, rasa dan warna yang tidak menyenangkan pada tablet dapat ditutupi melalui penyalutan
tablet.
7. Tablet dapat dengan mudah digunakan sendiri oleh pasien tanpa bantuan tenaga medis.
8. Dibandingkan dengan kapsul, tablet lebih tamperproff (sulit dipalsukan). (Parrot, 1971)
Metode kempa langsung, yaitu pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat
aktif dan eksipien kering tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini merupakan
metode yang paling mudah, praktis, dan cepat pengerjaannya, namun, hanya dapat digunakan
pada kondisi zat aktif yang kecil dosisnya dan zat aktif yang tidak tahan terhadap panas dan
lembab (Chaerunissa dkk, 2009).
Metode Kempa Langsung, yaitu pembuatan tablet dengan mengempa langsung campuran zat
aktif dan eksipien kering.tanpa melalui perlakuan awal terlebih dahulu. Metode ini merupakan
metode yang paling mudah, praktis, dan cepat pengerjaannya, namun hanya dapat digunakan
pada kondisi dimana zat aktif maupun untuk eksipiennya memiliki aliran yang bagus, zat aktif
yang kecil dosisnya, serta zat aktif tersebut tidak tahan terhadap panas dan lembab. Ada
beberapa zat berbentuk kristal seperti NaCl, NaBr dan KCl yang mungkin langsung dikempa,
tetapi sebagian besar zat aktif tidak mudah untuk langsung dikempa, selain itu zat aktif tunggal
yang langsung dikempa untuk dijadikan tablet kebanyakan sulit untuk pecah jika terkena air
(cairan tubuh). Secara umum sifat zat aktif yang cocok untuk metode kempa langsung adalah:
alirannya baik, kompresibilitasnya baik, bentuknya kristal, dan mampu menciptakan adhesifitas
dan kohesifitas dalam massa tablet.
Zat aktif yang cocok untuk metode kempa langsung adalah:
1. Alirannya baik
2. Kompresibilitasnya baik
3. Bentuknya Kristal
4. Mampu menciptakan adhesifitasdan kohesifitas dalam massa tablet (Chaerunissa dkk,
2009).
Kekurangan metode kempa langsung / cetak Langsung :
a. Perbedaan ukuran partikel dan kerapatan bulk antara zat aktif dengan pengisi dapat
menimbulkan stratifikasi di antara granul yang selanjutnya dapat menyebabkan kurang
seragamnya kandungan zat aktif di dalam tablet.
b. Zat aktif dengan dosis yang besar tidak mudah untuk dikempa langsung karena itu
biasanya digunakan 30% dari formula agar memudahkan proses pengempaan sehingga
pengisi yang dibutuhkanpun makin banyak dan mahal.
c. Sulit dalam pemilihan eksipien karena eksipien yang digunakan harus bersifat; mudah
mengalir; kompresibilitas yang baik; kohesifitas dan adhesifitas yang baik.
Keuntungan metode kempa langsung / cetak Langsung yaitu :
a. Lebih singkat prosesnya. Karena proses yang dilakukan lebih sedikit, maka waktu yang
diperlukan untuk menggunakan metode ini lebih singkat, tenaga dan mesin yang
dipergunakan juga lebih sedikit.
b. Dapat digunakan untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan tidak tahan lembab
c. Waktu hancur dan disolusinya lebih baik karena tidak melewati proses granul, tetapi
langsung menjadi partikel. tablet kempa langsung berisi partikel halus, sehingga tidak
melalui proses dari granul ke partikel halus terlebih dahulu.
Dalam menghasilkan tablet yang memenuhi persyaratan, diperlukan bahan-bahan penolong
yang digunakan pada pembuatan tablet yang diharapkan dapat meningkatkan sifat aliran dan
kompaktibilitasnya.
a. Bahan Tambahan dalam Pembuatan Tablet
Bahan-bahan tambahan dalam pembuatan tablet, umumnya terdiri dari :
1) Bahan Pengisi (Filler/Diluent)
Bahan pengisi dimaksudkan untuk memperbesar volume dan berat tablet. Bahan ini ditambahkan
jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit dikempa (Anonim, 1995)
Bahan pengisi ini menjamin tablet memiliki ukuran atau massa yang dibutuhkan (Voigt, 1984).
Bahan pengisi tablet yang umum adalah laktosa, pati, kalsium fosfat dibasa dan selulosa
mikrokristal (Anonim, 1995).
2) Bahan Pengikat (Binder)
Bahan pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat merekat (Lachman dkk.,
1994). Bahan pengikat ini dimaksudkan untuk memberikan kekompakan dan daya tahan tablet.
Bahan pengikat sangat membantu dalam pembuatan granul, diantara bahan pengikat yang
digunakan adalah mucilage amili, gelatin, gom arab, tragakan, derivate selulosa dan polivinil
pirolidon. Penambahan bahan pengikat tidak boleh terlalu lebih atau kurang, bila terlalu lebih
biasanya akan dihasilkan granul yang keras untuk dibuat tablet atau sebaliknya bila kurang akan
dihasilkan tablet yang cenderung lunak dan rapuh (Aulton, 1988).
3) Bahan Penghancur (Disintegrant)
Bahan penghancur berfungsi untuk menghancurkan tablet bila tablet kontak dengan cairan.
Hancurnya tablet akan menaikkan luas permukaan dari fragmen-fragmen tablet sehingga akan
mempermudah terlepasnya obat dari tablet. Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan
pecahnya atau hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran pencernaan. Dapat juga
berfungsi menarik air ke dalam tablet, mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi
bagian- bagian. Fragmen-fragmen tablet itu mungkin sangat menentukan kelarutan selanjutnya
dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan (Syamsuni, 2006). Jenis bahan
penghancur yang umum digunakan adalah amilum, derivat selulose, asam alginate, veegum,
koalin dan bentonit (Aulton.,1988).
4) Bahan Pelicin (Lubricant)
Berdasarkan fungsinya bahan pelicin dibedakan menjadi tiga macam yaitu :
a) Lubricant, yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antar sisi tablet dengan dinding ruang
cetakan (die) dan antara dinding die dengan punch, sehingga tablet mudah dikeluarkan dari
cetakan.
b) Glidant, yang berfungsi untuk mengurangi gesekan antar partikel yang mengalir dari hopper
ke ruang cetak( die), sehingga memperbaiki sifat.
c) Anti Adherent, yang berfungsi mencegah granul tablet atau bahan lainnya melekat pada
dinding cetakan.
2. Pencampuran
Apabila digunakan dua atau lebih bahan akan dicampurkan untuk membentuk suatu campuran
serbuk yang rata, maka yang paling baik menghaluskan partikel masing-masing bahan sebelum
ditimbang dan diterus. Tergantung pada sifat ramuan, jumlah serbuk yang akan diolah dan alat
yang tersedia (Ansel, 2008).
Proses pencampuran merupakan proses yang sangat penting sebelum dilakukan pengempaan
tablet. Pencampuran bertujuan untuk memperoleh campuran yang homogen antar partikel-
partikel penyusunnya. Pencampuran yang kurang baik atau tidak homogen akan menyebabkan
kadar zat aktif dalam tablet kurang seragam (Voigt, 1995).
Evaluasi sediaan tablet jadi meliputi :
1. Keseragaman Bobot
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu
keseragaman bobot atau keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk sediaan
mengandung satu zat aktif dan sediaan mengandung dua atau lebih zat aktif (Depkes RI, 1995).
Persyaratan keseragaman bobot dapat diterapkan pada produk kapsul lunak berisi cairan atau
pada produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih, dari
bobot, satuan sediaan. Persyaratan keseragaman bobot dapat diterapkan pada sediaan padat
(termasuk sediaan padat steril) tanpa mengandung zat aktif atau inaktif yang ditambahkan, yang
telah dibuat dari larutan asli dan dikeringkan dengan cara pembekuan dalam wadah akhir dan
pada etiket dicantumkan cara penyiapan ini (Depkes RI, 1995).
Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat keseragaman bobot yang ditetapkan sebagai
berikut: Timbang 20 tablet, hitung bobot rata – rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak
boleh lebih dari 2 tablet yang masing – masing bobotnya menyimpang dari bobot rata – ratanya
lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom A, dan tidak satu tablet pun yang bobotnya
menyimpang dari bobot rata – ratanya lebih dari harga yang ditetapkan kolom B. Jika tidak
mencukupi 20 tablet, dapat digunakan 10 tablet; tidak satu tabletpun yang bobotnya menyimpang
lebih besar dari bobot rata – rata yang ditetapkan kolom A dan tidak satu tabletpun yang
bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata – rata yang ditetapkan kolom B.
Bobot rata – rata
Penyimpanan bobot rata – rata dalam %
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg sampai dengan 150
mg
10% 20%
151 mg sampai dengan 300
mg
7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%
(DepKes RI, 1979).
Menurut Depkes RI (1995), untuk penetapan keseragaman sediaan dengan cara keseragaman
bobot, pilih tidak kurang dari 30 satuan, dan lakukan sebagai berikut untuk sediaan yang
dimaksud. Untuk tablet tidak bersalut, timbang saksama 10 tablet, satu per satu, dan hitung bobot
rata-rata. Dari hasil penetapan kadar, yang diperoleh seperti yang tertera dalam masing-masing
monografi, hitung jumlah zat aktif dari masing-masing dari 10 tablet dengan anggapan zat aktif
terdistribusi homogen.
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan keseragaman dosis
dipenuhi jika jumlah zat aktif dalam masing-masing dari 10 satuan sediaan seperti yang
ditetapkan dari cara keseragaman bobot atau dalam keseragaman kandungan terletak antara
85,0% hingga 115,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan baku relatif kurang dari atau
sama dengan 6,0% (Depkes RI, 1995).
Jika 1 satuan terletak di luar rentang 85,0% hingga 115,0% seperti yang tertera pada etiket
dan tidak ada satuan terletak antara rentang 75,0% hingga 125,0% dari yang tertera pada etiket,
atau jika simpangan baku relatif lebih besar dari 6,0% atau jika kedua kondisi tidak dipenuhi,
lakukan uji 20 satuan tambahan. Persyaratan dipenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari 30
terletak diluar rentang 85,0% hingga 115,0% dari yang tertera pada etiket dan tidak ada satuan
yang terletak di luar rentang 75,0% hingga 125,0% dari yang tertera pada etiket dan simpangan
baku relatif dari 30 satuan sediaan tidak lebih dari 7,8% (Depkes RI, 1995).
2. Uji Kekerasan
Uji kekerasan tablet dapat didefinisikan sebagai uji kekuatan tablet yang mencerminkan
kekuatan tablet secara keseluruhan, yang diukur dengan memberi tekanan terhadap diameter
tablet. Tablet harus mempunyai kekuatan dan kekerasan tertentu serta dapat bertahan dari
berbagai goncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan transportasi. Alat yang biasa
digunakan adalahhardness tester (Banker and Anderson, 1984). Kekerasan adalah parameter
yang menggambarkan ketahanan tablet dalam melawan tekanan mekanik seperti goncangan,
kikisan dan terjadi keretakan talet selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian.
Kekerasan ini dipakai sebagai ukuran dari tekanan pengempaan (Parrott, 1971).
Alat yang dapat digunakan untuk mengukur kekerasan tablet diantaranya Monsanto tester,
Pfizer tester, dan Strong cobb hardness tester. Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan
tablet adalah tekanan kompresi dan sifat bahan yang dikempa. Kekerasan ini dipakai sebagai
ukuran dari tekanan pengempaan. Semakin besar tekanan yang diberikan saat penabletan akan
meningkatkan kekerasan tablet. Pada umumnya tablet yang keras memiliki waktu hancur yang
lama (lebih sukar hancur) dan disolusi yang rendah, namun tidak selamanya demikian. Pada
umumnya tablet yang baik dinyatakan mempunyai kekerasan antara 4-10 kg. Namun hal ini tidak
mutlak, artinya kekerasan tablet dapat lebih kecil dari 4 atau lebih tinggi dari 8 kg. Kekerasan
tablet kurang dari 4 kg masih dapat diterima dengan syarat kerapuhannya tidak melebihi batas
yang diterapkan. Tetapi biasanya tablet yang tidak keras akan memiliki kerapuhan yang tinggi
dan lebih sulit penanganannya pada saat pengemasan, dan transportasi. Kekerasan tablet lebih
besar dari 10 kg masih dapat diterima, jika masih memenuhi persyaratan waktu
hancur/disintegrasi dan disolusi yang dipersyaratkan (Sulaiman, 2007). Uji kekerasandilakukan
dengan mengambil masing-masing 10 tablet dari tiap batch, yang kemudian diukur kekerasannya
dengan alat pengukur kekerasan tablet. Persyaratan untuk tablet lepas terkendali non
swellable adalah 10-20 kg/cm2 (Nugrahani, 2005).
3. Uji Kerapuhan (Friabilitas) Tablet
Kerapuhan merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan
tablet terhadap gesekan yang dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman. Kerapuhan
diukur dengan friabilator. Prinsipnya adalah menetapkan bobot yang hilang dari sejumlah tablet
selama diputar dalam friabilator selama waktu tertentu. Pada proses pengukuran kerapuhan, alat
diputar dengan kecepatan 25 putaran per menit dan waktu yang digunakan adalah 4 menit. Jadi
ada 100 putaran (Andayana, 2009). Kerapuhan dapat dievaluasi dengan
menggunakan friabilator (contoh nya Rosche friabilator) (Sulaiman, 2007).
Tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet, terlebih dahuludibersihkan dari debunya dan
ditimbang dengan seksama. Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam friabilator, dan
diputar sebanyak 100 putaran selama 4 menit, jadi kecepatan putarannya 25 putaran per
menit. Setelah selesai, keluarkan tablet dari alat, bersihkan dari debu dan timbang dengan
seksama. Kemudian dihitung persentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah perlakuan.
Tablet dianggap baik bila kerapuhan tidak lebih dari 1% (Andayana, 2009).Uji kerapuhan
berhubungan dengan kehilangan bobot akibat abrasi yang terjadi pada permukaan tablet.
Semakin besar harga persentase kerapuhan, maka semakin besar massa tablet yang hilang.
Kerapuhan yang tinggi akan mempengaruhi konsentrasi/kadar zat aktif yang masih terdapat pada
tablet. Tablet dengan konsentrasi zat aktif yang kecil (tablet dengan bobot kecil), adanya
kehilangan massa akibat rapuh akan mempengaruhi kadar zat aktif yang masih terdapat dalam
tablet (Sulaiman, 2007).
Hal yang harus diperhatikan dalam pengujian friabilitas adalah jika dalam proses
pengukuran friabilitas ada tablet yang pecah atau terbelah, maka tablet tersebut tidak
diikutsertakan dalam perhitungan. Jika hasil pengukuran meragukan (bobot yang hilang terlalu
besar), maka pengujian harus diulang sebanyak dua kali. Selanjutnya tentukan nilai rata-rata dari
ketiga uji yang telah dilakukan (Andayana, 2009).
4. Uji Disolusi
Uji ini digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang tertera
dalam masing-masing monografi untuk sediaan tablet dan kapsul, kecuali pada etiket dinyatakan
bahwa tablet harus dikunyah. Ada dua jenis alat yang dapat digunakan untuk uji disolusi, untuk
uji disolusi tablet parasetamol digunakan alat jenis 2 dengan kecepatan 50 rpm selama 30 menit.
Uji kesesuaian alat dilakukan pengujian masing-masing alat menggunakan 1 tablet Kalibrator
Disolusi FI jenis diintegrasi dan 1 tablet Kalibrator Disolusi FI jenis bukan disintegrasi. Alat
dianggap sesuai bila hasil yang diperoleh berada dalam rentang yang diperbolehkan seperti yang
tertera dalam sertifikat dari Kalibrator yang bersangkutan. Untuk media disolusi digunakan 900
mL larutan dapar fosfat pH 5,8. Kemudian lakukan penetapan jumlah parasetamol yang terlarut
dengan mengukur serapan filtrat larutan uji dan larutan baku pembanding parasetamol BPFI
dalam media yang sama pada panjang gelombang maksimum 243 nm. Dalam waktu 30 menit
harus larut tidak kurang dari 80 % parasetamol dari jumlah yang tertera pada etiket (Lachman
dkk., 2008).
5. Waktu Hancur
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah tablet untuk hancur menjadi
granul/partikel penyusunnya yang mampu melewati ayakan no.10 yang terdapat dibagian bawah
alat uji. Alat yang digunakan adalahdisintegration tester, yang berbentuk keranjang, mempunyai
6 tube plastik yang terbuka dibagian atas, sementara dibagian bawah dilapisi dengan
ayakan/screen no.10 mesh (Sulaiman, 2007).
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu hancur suatu sediaan tablet yaitu sifat fisik granul,
kekerasan, porositas tablet, dan daya serap granul. Penambahan tekanan pada waktu penabletan
menyebabkan penurunan porositas dan menaikkan kekerasan tablet. Dengan bertambahnya
kekerasan tablet akan menghambat penetrasi cairan ke dalam pori-pori tablet sehingga
memperpanjang waktu hancur tablet. Kecuali dinyatakan lain waktu hancur tablet bersalut tidak
> 15 menit (Nugrahani, 2005).
Tablet yang akan diuji (sebanyak 6 tablet) dimasukkan dalam tiap tube, ditutup dengan
penutup dan dinaik-turunkan keranjang tersebut dalam medium air dengan suhu 37° C. Dalam
monografi yang lain disebutkan mediumnya merupakan simulasi larutan gastrik (gastric fluid).
Waktu hancur dihitung berdasarkan tablet yang paling terakhir hancur. Persyaratan waktu hancur
untuk tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15 menit, untuk tablet salut gula dan salut
nonenterik kurang dari 30 menit, sementara untuk tablet salut enterik tidak boleh hancur dalam
waktu 60 menit dalam medium asam, dan harus segera hancur dalam medium basa (Sulaiman,
2007).
Untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam masing-masing
monografi. Untuk tablet parasetamol tidak bersalut pengujian dilakukan dengan memasukkan 1
tablet pada masing-masing tabung dari keranjang, masukkan satu cakram pada tiap tabung dan
jalankan alat, gunakan air bersuhu 37º ± 2º sebagai media kecuali dinyatakan menggunakan
cairan lain dalam masing-masing monografi. Pada akhir batas waktu seperti yang tertera dalam
monografi, angkat keranjang dan amati semua tablet: semua tablet harus hancur sempurna. Bila 1
tablet atau 2 tablet tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dengan 12 tablet lainnya: tidak
kurang 16 dari 18 tablet yang diuji harus hancur sempurna (Lachman dkk., 2008).
BAB III
PREFORMULASI
1. Hidroklorotiazid (FI III, 1979)
Hidroklorotiazid merupakan diuretik golongan thiazid yakni diuretik dengan potensi sedang,
yang bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi natrium pada bagian awal tubulus distal.
Struktur :
Gambar 1. Struktur Hidroklorotiazid
6-Chloro-3,4-dihydro-2H-1,2,4-benzo hiadiazine-7-sulfonamide 1,1-dioxide
BM : 297,73
pKa : 7,9 – 9,2
Hidroklorotiazid mengandung tidak kurang dari 98,0% C7H8ClN3O4S2 dihitung terhadap
zat yang telah dikeringkan. Pemerian : serbuk hablur, putih atau praktis putih; praktis tidak
berbau. Kelarutan : sukar larut dalam air (< 1 dalam 10.000), mudah larut dalam larutan
natrium hidroksida, dalam n-butilamina, dan dalam dimetilfornamida; agak sukar larut
dalam metanol; tidak larut dalam eter, dalam kloroform, dan dalam asam mineral encer.
Susut pengeringan : Tidak lebih dari 1,0 %
Sisa pemijaran : Tidak lebih dari 0,1 %
Penyimpanan : Dalam wadah yang tertutup baik
Khasiat dan penggunaan : Deuretikum
Dosis maksimum : Sekali 100 mg, sehari 200 mg
Tablet HCT :
Tablet Hidroklortiazida mengandung tidak kurang dari 92,5 % dan tidak lebih dari 107,5 %
dari jumlah yang tertera pada etiket.
Identifikasi sejumlah serbuk tablet setara dengan 50 mg hidroklortiazida, sari dengan 20 ml
aseton p, saring, uapkan filtratnya hingga kering. Syarat tablet Memenuhi syarat tablet yang
tertera pada kompresi. Waktu hancur tablet tidak lebih dari 30 menit. Penyimpanan dalam
wadah tertutup yang baik.
2. Kalsium Fosfat Dibasa Dihidrat (HOPE 6th hal 96-99)
CaHPO4.2H2O
Pemerian : Serbuk atau kristalin padat; putih; tidak berbau; tidak berasa
Fungsi : Pengisi tablet. Dapat digunakan untuk metode kempa langsung maupun
granulasi basah.
Kelarutan : Larut dalam asam encer; praktis tidak larut dalam air dan etanol, eter
Stabilitas : Tidak higroskopis, stabil pada suhu ruangan. Harus disimpan dalam wadah
tertutup baik pada tempat sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : Antibiotik golongan tetrasiklin, indometasin, aspirin, aspartame,
ampicillin, cephalexin, eritromycin, obat yang sensitive terhadap pH basa
3. Laktosa (HOPE hal 252-261) Saccharum lactis
Pemerian : Serbuk atau partikel kristalin; putih sampai agak putih; tidak berbau; rasa manis
Fungsi : Pengisi tablet (konsentrasi 65-85% b/b)
Kelarutan :
Pelarut kelarutan
Etanol 95% Praktis tidak larut
Air 1:5,24 pada suhu 20 C
1:3,05 pada suhu 40 C
1:2,30 pada suhu 50 C
1:1,71 pada suhu 60 C
1:0,96 pada suhu 80 C
Stabilitas : Pada kondisi lembab (RH>80%) dapat terjadi pertumbuhan kapang. Selama
disimpan, laktosa dapat berubah warna menjadi kecoklatan. Reaksi ini dipercepat oleh panas
dan kondisi lembab. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik pada tempat sejuk dan
kering.
Inkompatibilitas : Laktosa dapat berubah warna menjadi coklat jika bereaksi dengan
senyawa yang
mengandung gugus amin primer (rekasi maillard). OTT : asam amino, aminofilin,
amfetamin, lisinopril.
4. Starch 1500 (HOPE 6th hal 731-733)
Pregelatinized Starch
(C9H10O5)n, n = 300-1000
Pemerian : Serbuk agak kasar sampai halus; serbuk berwarna putih sampai agak putih;
tidak berbau; memiliki rasa lemah yang khas; higroskopis
BJ : Serbuk ±0,586 gr/cm3
pH : 4,5 – 7,0 untuk 10 % w/v dalam air
Fungsi : Pengisi tablet (5-75%); pengikat tablet (untuk kempa langsung 5-20% atau
untuk granulasi basah 5-10%) ; penghancur tablet (5-10%)
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut organik; sedikit larut atau larut dalam air
dingin, tergantung derajat pregelatinisasi
Stabilitas : Stabil tapi higroskopis. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik pada tempat
sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : –
5. Magnesium stearat (HOPE, 6th,430)
Pemakaian : Digunakan di dalam formulasi farmasetika sebagai lubrikan dengan
konsentrasi antara 0,25-5%.
Kelarutan : Praktis tidak larut etanol, etanol 95%, eter, dan air. Sedikit larut dalam
benzen hangat dan etanol 95% hangat.
Stabilitas dan Penyimpanan : Stabil dan disimpan di wadah yang kering dan tertutup rapat.
OTT : Asam kuat, alkali, dan garam besi. Hindari pencampuran dengan
bahan oksidator kuat.
Warna : Putih
Rasa : Rasa khas seperti asam stearat
Bau : Seperti asam stearat berbau atau berbau lemah
Pemerian : Bentuk seperti granul atau bubuk, mudah mengendap
Berat jenis : 1,092 gr/cm2
Titik lebur : 250°C
Inkompatibilitas : Dengan asam kuat alkali dan besi
Kegunaan : Sebagai pelicin
BAB IV
FORMULASI
1. Komposisi Bahan
R/ Hidroklorotiazid 50 mg
Kalsium fosfatdibasa dihidrat 64 mg
Laktosa 64 mg
Starch 1500 20 mg
Magnesium Stearat 0,5 mg
2. Perhitungan Bahan
Tiap tablet HCT mengandung Hidroklorotiazid : 50 mg
Bobot tablet yang akan dibuat : 198,5 mg
Jumlah tablet Antalgin yang akan dibuat : 500 tablet ( Cembung )
Untuk tiap tablet :
Hidroklorotiazid = 50 mg x 500 = 25000 mg = 25 gram
Kalsium fosfat dibasa dihidrat = 64 mg x 500 = 32000 mg = 32 gram
Laktosa = 64 mg x 500 = 32000 mg = 32 gram
Starch 1500 = 20 mg x 500 = 10000 mg = 10 gram
Magnesium Stearat = 0,5 mg x 500 = 250 mg = 0,25 gram
BAB V
METODE PEMBUATAN
3. Metode Kempa Langsung
Metode ini banyak digunakan untuk obat yang rusak bila terkena air dan tidak tahan terhadap
panas, bahan obat maupun bahan tambahan yang bersifat mudah mengalir dan memiliki
kompaktibilitas yang baik sehingga memungkinkan untuk ditablet dalam mesin tablet tanpa
memerlukan proses granulasi (Siregar, 2010).
Pada umumnya bahan baku yang dapat dibuat dengan metode kempa langsung hanya sedikit,
karena bahan yang mempunyai sifat-sifat tersebut di atas tidak banyak. Faktor yang perlu
diperhatikan untuk memilih filler-binder yang optimum yang akan digunakan dalam bentuk
formula tablet kempa langsung tersebut bervariasi mulai dari sifat primer serbuk (ukuran
partikel, bentuk, densitas, massa, kelarutan) sampai karakteristik yang diperlukan untuk
menghasilkan tablet dalam sifat alir dan kompaktibilitas (Siregar, 2010).
Cara kempa langsung ini sangat disukai karena banyak keuntungannya yaitu secara
ekonomis merupakan penghematan besar karena relatif hanya menggunakan sedikit alat, energi
dan waktu. Metode ini sangat sesuai untuk zat aktif yang tidak tahan panas dan kelembaban
tinggi dan dapat menghindari kemungkinan terjadi perubahan zat aktif akibat pengkristalan
kembali yang tidak terkendali selama proses pengeringan. Selain itu dapat menghindari zat aktif
dari tumbukan mekanik yang berlebihan jika digunakan metode granulasi kering. Kecepatan
pelarutan obatnya akan lebih baik karena zat aktif tidak terdapat dalam granul, sehingga segera
dapat dilepaskan dan siap dengan proses pelarutan setelah tablet hancur. Untuk obat dengan
dosis rendah akan mempengaruhi homogenitas. Sedangkan untuk obat dengan dosis tinggi, jika
volume bulk tinggi, kompaktibilitas yang jelek dan sifat alir yang jelek, tidak akan
memungkinkan campuran untuk dikempa secara langsung. Perbedaan ukuran partikel atau
densitas antara obat dan partikel bahan tambahan akan mempengaruhi homogenitas campuran
(Voigt, 1995).
4. Metode Kerja
Prosedure kerja pembuatan tablet Hidroklortiazid metode kempa langsung :
1. Ditimbang bahan-bahan sesuai kebutuhan.
2. Bahan-bahan dicampur ( kecuali magnesium stearat ) selama ±15 menit hingga homogen,
kemudian ditambahkan mg stearat , dicampur homogen.
3. Dilakukan evaluasi terhadap massa cetak, sebagaimana evaluasi yang dilakukan pada
granul.
4. Massa cetak dikempa dengan menggunakan punch 6-8 mm yang sesuai dengan bobot
tablet yang telah ditentukan.
5. Dilakukan evaluasi terhadap tablet yang diperoleh.
BAB VI
EVALUASI TABLET
1. Keseragaman bobot
Timbang 20 tablet, dihitung bobot rata rata tiap tablet. Jika ditimbang satu persatu, tidak
boleh lebih dari 2 tablet yang menyimpang dari bobot rata rata lebih besar dari harga yang
ditetapkan kolom A dan tidak boleh 1 tablet pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata
rata lebih dari harga dalam kolom B. Jika perlu dapat digunakan 10 tablet dan tidak ada 1 tablet
yang bobotnya menyimpang dari bobot rata rata yang ditetapkan dalam kolom A dan B (Marais,
2003) .
Bobot rata rataPenyimpangan Bobot rata rata (%)
A B
25 mg atau kurang 26 mg
150 mg
151 mg -300 mg
Lebih dari 300 mg
15
10
7,5
5
30
20
15
10
2. Kekerasan Tablet
Ambil 20 tablet ukur kekerasan menggunakan alat ukur kekerasan. Kekerasan tablet
erat hubungannya dengan ketebalan tablet, bentuk dan waktu hancur tablet. Untuk
melakukan pengujian kekerasan tablet digunakan alat yang di sebut alat kekerasan
tablet (Hardness tester). Kekerasan tablet yang baik adalah 4-8 kg (Voigt, 1995).
( Gambar alat Hardness tester )
5. Keseragaman ukuran
Menggunakan 20 tablet, ukur diameter dan ketebalanya menggunakan jangka sorong. Hitung
rata – rata dan SD nya. Persyaratan kecuali dinyatakan lain, diameter tidak lebih dari 3 kali dan
tidak kurang dari 4/3 kali tebal tablet. Tebal tablet pada umumnya tidak lebih besar dari 50%
diameter.
5. Waktu hancur
Sebanyak 6 tablet dimasukkan ke dalam masing-masing kolom, kemudian dimasukkan
cakram ke dalam masing-masing kolom tersebut. Kolom tersebut dimasukkan ke dalam beaker
glass yang berisi air sebanyak 500 ml dengan suhu 37o C yang telah berada di dalam
disentegrator tester. Dinyalakan disentegrator tester dan diamati keadaan tablet hingga semua
hancur sempurna.
6. Friabilitas
Ditimbang tablet dengan rentang berat 6 – 6.5 g kemudian tablet yang sudah di timbang
dimasukan kedalam alat friabilator. Tombol On di tekan, lalu tunggu selama 4 menit. Setelah itu
berat akhir di timbang, lalu di hitung % friabilitasnya (Swarbrick, 1991).
( Gambar Alat Friabilator )
DAFTAR PUSTAKA
Andayana, N. 2009. Teori Sediaan Tablet.Jakarta : Media Pustaka (cited 2010 Des 13)
Available at : http:// pembuatan_tablet_nutwuri_andayanahtml
Ansel, C Howard .2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi .Jakarta : UI Press
Aulton, M, E, 1988, Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design, Churchill
Livingstone Inc: New York.
Anonim,1979.Farmakope Indonesia Ed. III. Jakarta : Depkes RI.
Anonim,1995.Farmakope Indonesia Ed IV. Jakarta : Depkes RI.
Chaerunissa, A.Y., dkk. 2009. Farmasetika Dasar. Bandung: Widya Padjadjaran.
Lachman L H A Lieberman dan J L Kanig 2008 Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi Ketiga Jakarta: UI Press
Marais, AF.M Song dan MM Villiers.2003. Disintegration Propensity of Tablet
Evaluated by Means of Disintegrating Force Kinetics Pharmaceutical Development Technology
5 (12) : 163-169
Martin, A., James, S., & Arthur, C, 1993, Farmasi Fisik. Jakarta : UI-Press.
Nugrahani, I.2005. Karakterisik Granul dan Tablet Propranolol Hidroklorida dengan
Metode Granulasi Peleburan (cited 2010 Des 13)
Available at:http://jurnalfarmasiuiacid/pdf/2005/v02n02/ilma0202pdf
Parrot, EL.1971 .Pharmaceutical Technology Fundamental pharmaceutics Third Edition.
USA : Burges Publishing Company
Siregar. Charles J. P, 2010. Teknologi Farmasi Sediaan Tablet. Jakarta : EGC.
Sulaiman.2007. Perbandingan Availabilitas In Vitro Tablet Metronidazol Produk
Generik Dan Produk Dagang (cited 2010 Des27)
Available from :http://jurnalfarmasiuiacid/pdf/2005/v02n02/ilma0202pdf
Swarbrick J. And Boylan J.C, Encyvlopedia of pharmacy tecnology,volume 4, marcel
Dekker inc.1991 hlm 423-446
Syamsuni, H. 2006. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta: EGC
Voigt,Rudolf.1995.Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Industri.UI Press : Jakarta
Wade,A & Weller,P.J.1995. Handbook of Pharmacetuical Excipient. Pharmaceutical
Press London