Download - PBL skenario 2 B4 TERJATUH DARI SEPEDA MOTOR
WRAP UP SKENARIO 2
TERJATUH DARI SEPEDA MOTOR
KELOMPOK B4
Ketua : Try Setiawardana (1102007279)
Sekertaris : Rizweta Destin (1102009253)
Anggota : Nagusman Danil (1102009199)
Nandika Nurfitria (1102009201)
Nanda Rizky (1102009200)
Risa Rilanda (1102009251)
Roni Fajri (1102009254)
Soraya Muchlisa (1102009272)
Sofia Putri Nirmala (1102009271)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
TAHUN 2010 – 2011
1
SKENARIO
Terjatuh dari Sepeda Motor
Laki-laki, 30 tahun, datang berobat ke UGD RSUD diantar polisi dengan keluahan nyeri di
tungkai kanan atasnya setelah terjatuh akibat kecelakaan sepeda motor. Pada pemeriksaan
dokter, didapatkan : Airway, Breathing, dan Circulation : baik. CGS : 15. Status lokalis :
regio femur dextra :
Look : deformitas (+), vulnus laseratu, hematoma
Feel : nyeri tekan (+), neurovaskuler distal : baik
Move : pergerakkan aktif dan pasif :nyeri (+)
Dokter yang memeriksanya meminta rontgen femur dextra AP/lateral. Hasil pemeriksaan
rontgen tampak fraktur femur 1/3proksimal cum contraxionem, punctum proksimal tampak
abduksi dan eksorotasi sedangkan punctum distal adduksi dan endorotasi. Pada keadaan ini
penderita sama sekali tidak bisa berdiri hanya berbaring tidur, sementara pasien diwajibkan
shalat lima waktu.
2
SASARAN BELAJAR
TIU I. Menjelaskan dan Memahami Otot-otot yang Berperan pada Posisi Fraktur Os. Femur
TIK I.1 Menjelaskan dan Memahami Otot-otot yang Berperan pada Posisi Fraktur Os.
Femur
TIU II. Menjelaskan dan Memahami Jenis-jenis Fraktur Femur
TIK II.1 Menjelaskan dan Memahami Definisi FrakturTerbuka dan Fraktur Tertutup
TIK II.2 Menjelaskan dan Memahami Jenis-jenis Fraktur Femur
TIU III. Menjelaskan dan Memahami Pemeriksaan Radiologi Fraktur Os. Femur
TIK III.1 Menjelaskan dan Memahami Pemeriksaan Radiologi Fraktur Os. Femur
TIU IV. Menjelaskan dan Memahami Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
TIK IV.1 Menjelaskan dan Memahami Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
TIU V. Menjelaskan dan Memahami Tata Cara Shalat bagi Orang yang Sakit
TIK V.1 Menjelaskan dan Memahami Tata Cara Shalat bagi Orang yang Sakit
3
TIU I. Menjelaskan dan Memahami Otot-otot yang Berperan pada Posisi Fraktur Os.
Femur
TIK I.1 Menjelaskan dan Memahami Otot-otot yang Berperan pada Posisi Fraktur Os.
Femur
Gerak sendi
Fleksi
M.ilopsoas, M.pectineus, M.rectus femoris, M. adductor longus, M. adductor brevis,
M.adductor magnus pars anterior tensor fascia lata
Ektensi
M. gluteus maximus, M. semitendinosis, M.semimembranosus, M. biceps femoris
caput langum, M. adductor magnus pars posterior
Abduksi
M.gluteus medius, M.gluteus minimus, M. piriformis, M. Sartorius, M. tensor fasciae
lata
Adduksi
M.adductor magnus, M. adductor longus, M. adductor brevis, M. gracilis, M.
pectineus, M.obuturator externus, M.quadratus femoris
Rotasi medialis
M.gluteus medius, M.gluteus minimus, M. tensor fasciae latae, M. adductor magnus
pars posterior
Rotasi lateralis
M. piriformis, , M. adductor internus, M. gamelli, M.obuturator externus,
M.quadratus femoris, M. gluteus maximus, M.adductores
Otot otot Paha Bagian Ventral
M. quadriceps femoris
Origo:
M.rectus femoris, caput rectum: spina iliaca anterior inferior
M.rectus femoris, caput reflexum: tepi cranial acetabulum
M.vastus medialis: dua pertiga bawah labium mediale lineae asperae
M.vastus lateralis: lingkar distal trochanter major, labium laterale lineae asperae
M.vastus intermedius: dua pertiga atas facies anterior dan aspek lateral femur
M.articularis genus: seperempat distal facies anterior femur
4
Insersi:
Tepi proximal, lateral dan medial patella
Tuberositas tibiae via ligament patella
Daerah daerah di lateral tuberositas tibiae via retinacula patellae
Fungsi:
Sendi pinggul (hanya M.rectus femoris) Fleksi
Sendi lutut hanya ekstensi
M.sartorius
Origo:
Spina iliaca anterior superior
Insersi:
Permukaan medial tuberositas tibiae
Fungsi:
Sendi pinggul: fleksi, rotasi lateral,abduksi
Sendi lutut: fleksi, rotasi medial
M.tensor fasciae latae
Origo:
Spina iliaca anterior superior
Insersi:
Tibia dibawah condylus lateralis (via tractus iliotibialis)
Fungsi:
Sendi pinggul: fleksi, abduksi, rotasi medial
Sendi lutut: stabilitas ketika lutut ekstensi
5
Otot-otot Pinggul Bagian Dorsal
M.Gluteus maximus
Adalah otot terbesar didalam tubuh. Otot ini terletak superficial di region glutea dan
berperan penting dalam bentuk menonjol bokong.
Origo:
dari permukaan luar ilium; dari permukaan posterior sacrum dan os coccygis; dan dari
ligamentum sacrotuberosum.
Insertion:
serabut-serabut berjalan kebawah dan lateral, dan sebagian besar berinsertio ke dalam
trakus iliotibialis; beberapa serabut yang lebih dalam berinsertio ke dalam tuberositas
glutealis femoris
Persarafan:
N.gluteus inferior
Fungsi:
otot ini melakukan ekstensi dan eksorotasi articulation coxae; dengan perantaraan
tractus iliotibialis membantu mempertahankan ekstensi articulatiogenus. Otot ini
paling sering digunakan oleh tubuh terhadap tungkai atas
Tiga bursae biasanya berhubungan dengan M.gluteus maximus:
1. Diantara tendo insertion dan trochanter major
2. Diantara tendo insertion dan M. vastus lateralis
3. Menutupi tuber ischiadicum
M.Gluteus Medius
Adalah otot tebal berbentuk kipas dan bagian posteriornya ditutupi oleh M.gluteus
maximus
Origo:
dari permukaan lar ilium
6
Insertion:
serabut-serabut berjalan ke bawah dan leteral dan melekat pada permukaan lateral
trochanter major
Persarafan:
N.gluteus superior
Fungsi:
bersama dengan M.gluteus minimus, M. gluteus medius melakukan abduction kuat
tungkai atas pada articulation coxae. Kerjanya yang paling penting adalah pada waktu
berjalan atau berlari; ketiga otot berkontraksi dan mempertahankan pelvis padan
membrum inferius. Bila kaki pada sisi yang lain diangkat dan diluruskan ke depan,
pelvis dipertahankan pada posisinya dan tidak turun ke sisi yang tidak disokong.
Serabut-serabut anterior juga melakukan rotasi tungkai atas ke medial
M.Gluteus Minimus
M.Gluteus Minimus berbentuk kipas dan terletak dibawah M.Gluteus Medius
Origo:
dari permukaan lar ilium
Insertion:
serabut-serabut berjalan ke bawah dan leteral dan melekat pada permukaan lateral
trochanter major
Persarafan:
N.gluteus superior
Fungsi:
bersama dengan M.gluteus minimus, M. gluteus medius melakukan abduction kuat
tungkai atas pada articulation coxae. Serabut- serabut anterior juga melakukan rotasi
tungkai atas ke medial
7
M. Piriformis (PI)
Origo :
facies anterior os. Sacrum
Insersio :
Throchanter major os. Femoris
Fungsi :
eksoratasi
M. Oburator Internus (OI)
Origo :
facies internus membrana obturatoria
Insersio :
fossa trochanterica
Fungsi :
Eksorotasi
M. Gamellus Superior
Origo:
Spina ischiadica
Insersio:
Fossa trochanterica
Fungsi:
Eksorotasi, ekstensi, adduksi
M. Gamellus Inferior
Origo:
Tuber ischiadicum
8
Insersio:
Fossa trochanterica
Fungsi:
Eksorotasi, ekstensi, adduksi
M. Quadratus Femoris
Origo:
Tepi lateral tuber ischiadicum
Insersio:
Crista intertrochanterica
Fungsi:
Eksorotasi, adduksi
Otot-otot Paha Bagian Medial (adduktor)
M. Pectineus
Origo :
Ossis pubis
Insertio :
Linea pectinea femoris
Fungsi :
sendi pinggul : adduksi, rotasi lateral, fleksi
M. Gracillis
Origo :
Tepi medial ramus inferior ossis pubis disepanjang symphisys
Insertio :
9
ujung proksimal tibia disebelah medial tuberositas tibiae
Fungsi :
Sendi pinggul : adduksi, fleksi, rotasi lateral
Sendi lutut : fleksi, rotasi medial
M. Adductor brevis
Origo :
Ramus inferior ossis pubis lebih dekat ke foramen obturatum daripada ke M.
Adductor longus
Insertio :
sepertiga proksimal labium mediale lineae asperae
Fungsi :
Sendi pinggul : adduksi, rotasi lateral, fleksi
M. Adductor longus
Origo :
Os pubis dibawah crista pubica sampai ke symphysis
Insertio :
sepertiga tengah labium medialis linea asperae
Fungsi:
Sendi pinggul : adduksi, fleksi, rotasi lateral (bagian paling anterior: rotasi medial)
M. Adductor manus
Origo :
Tepi medial Ramus inferior ossis pubis, Ramus dan tuber ossis ischii
Insertio :
dua pertiga proksimal labium mediale linea asperae, tuberositas, tuberculum
adductorium, M.adduktor minimus: tuberositas glutea
10
Fungsi :
Sendi pinggul : adduksi, rotasi lateral (bag anterior: fleksi, bag. Posterior: ekstensi)
M. obturatorius eksternus
Origo :
Lingkar foramen obturatorium, permukaan lateral membrana obturatoria
Insertio :
Fossa trochanterica
Fungsi :
Sendi pinggul : rotasi lateral, adduksi
Otot-otot Paha Bagian Dorsal
M. semitendinosus
Origo :
Tuber ischiadicum bersama dengan caput longum pada M.biceps femoris
Insertio :
permukaan medial tuberositas tibiae
Fungsi :
Sendi pinggul : ekstensi, adduksi, rotasi lateral
Sendi lutut : fleksi, rotasi medial
M. Semimembranosus
Origo :
Tuber ischiadicum
Insertio :
ujung proksimal tibia dibawah condylus medialis, kapsul posterior sendi lutut, lig.
Popliteum obliqum, fascia musculi poplitei
11
Fungsi :
Sendi pinggul : ekstensi, adduksi, rotasi medial
Sendi lutut : fleksi, rotasi medial
M. Biceps femoris
Origo:
Caput longum: tuber ischiadicum bersama dengan m, semitendinosus
Caput breve: sepertiga tengah labium laterale linea aspirae
Insertio:
Capitulum fibulae (bagian terbesar yg membungkus lig. Collaterale fibulare),
menyebar ke dalam fascia cruris
Fungsi :
Sendi pinggul : ekstensi, adduksi, rotasi lateral
Sendi lutut : fleksi, rotasi lateral
(Putz, R. 2010 dan Feneis. 1998)
Otot-Otot yang Berpengaruh pada Fraktur Femur dalam Skenario
Keterangan :
M. Gluteus Medius (GME) : abduksi
M. Gluteus Minimus (GMI) : abduksi
M. Gluteus Maximus (GM) : eksorotasi
M. Illiopsoas (IP)
M. Piriformis (PI) : eksorotasi
M. Oburator Internus (OI) :eksorotasi
M. Gemeli (GE) : eksorotasi
M. Quadratus femoris (QF) : eksorotasi
Musculi adductor (AM) : adduksi
M. Hamstring (HAM) : adduksi
M. Quadricep Femoris (QDF) : adduksi
12
(Snell. 2006)
TIU II. Memahami dan Menjelaskan Jenis-jenis Fraktur Femur
TIK II.1 Menjelaskan dam Memahami Definisi FrakturTerbuka dan Fraktur Tertutup
Fraktur terbuka : bila terdapat luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan
udara luar atau permukaan kulit.
Fraktur tertutup : bila tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar
atau permukaan kulit. (Reksoprodjo. 1995)
TIK II.2 Menjelaskan dam Memahami Jenis-jenis Fraktur Femur
Fraktur Kolum Femur
Klasifikasi Fraktur Kolum Femur
a. Fraktur Intrakapsul
Mekanismenya :
Fraktur intrakapsul ini dapat di sebabkan oleh trauma langsung dan trauma tak
langsung.
Trauma langsung:
Biasanya penderita terjatuh dengan posisi miring di mana daerah trokantor
mayor langsung terbentur dengan benda keras (jalanan).
Trauma tak langsung :
Disebabkan gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai bawah. Karena
kepala femur terikat kuat dengan ligamen di dalam asetabulum oleh ligamen
iliofemoral dan kapsul sendi, mengakibatkan fraktur di dalam kolum femur.
Pada dewasa muda apabila terjadi fraktur inrakapsuler berarti traumanya
cukup hebat. Sedangkan pada fraktur ini banyak terjadi pada wanita tua (60
tahun ke atas) di mana tulangnya telah mengalami osteoporosis.
13
Pada umumnya pembagian klasifikasi fraktur kolum femur berdasarkan :
Lokasi anatomi
Di bagi menjadi 3 :
1. Fraktur subkapital
2. Fraktur trans servikal
3. Fraktur basis kolum femur
Arah garis fatah di bagi atas, menurut Pauwel :
1. Tipe 1 : sudut 30 °
2. Tipe 2 : sudut 50 °
3. Tipe 3 : sudut 70°
Dislokasi atau tidak dari fragmennya di bagi menurut Garden :
1. Garden 1 : incomplete (impected)
2. Garden 2 : fraktur kolum femur tanpa dislokasi
3. Garden 3 : fraktur kolum femur sebagian dislokasi
4. Garden 4 : fraktur kolum femur dan dislokasi total
b. Fraktur Intertrokanter Femur (Fraktur Ekstrakapsuler)
Merupakan fraktur antar trokanter mayor dan trokanter minor femur. Banyak
terjadi pada wanita tua diatas 60 tahun.
Klasifikasinya menurut Evan Massie :
Stabil
garis fraktur intertrokanter undisplaced
garis fraktur intertrokanter displaced menjadi varus
Tidak Stabil
garis fraktur kominutive dan displaced varus
garis fraktur intertrokanter dan subtrokanter
Fraktur Subtrochanter Femur
14
Merupakan di mana garis patah berada 5 cm distal dari trokanter minor.
Mekanisme frakturnya biasanya karena trauma langsung, dapat terjadi pada orang tua
biasanya trauma ringan dan pada orang muda,biasanya kecelakan.
Klasifikasinya :
klasifikasi Zickel
klasifikasi Scinshaemer
klasifikasi fielding dan magliato
Yang sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding dan Magliato :
a. tipe 1 : garis fraktur 1 level dengan trokanter minor
b. tipe 2 : garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas trokanter minor.
c. tipe 3 : garis patah berada 2-3 inch di distal dari batas atas trokanter minor.
Fraktur Batang Femur
Mekanisme Trauma
Daerah tulang-tulang ini sering mengalami patah. Biasanya terjadi pada trauma
langsung akibat kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari
ketinggian. Biasanya banyak dialami oleh penderita laki-laki dewasa.
Klasifikasinya :
Di bagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah.
Tertutup
Terbuka
Fraktur femur terbuka.
Ketentuan terbuka bila terdapat hubungan antara tulang patah dengan dunia luar.
Dibagi menjadi 3 derajat :
a. derajat 1 : bila terdapat dengan dunia luar timbul luka kecil,biasanya di
akibatkan karena tusukan fragmen tulang dari dalam menembus ke luar.
b. derajat 2 : lukanya lebih besar (>1 cm) luka ini di sebabkan karena benturan
benda dari luar.
15
c. derajat 3 : lukanya lebih luas dari derajat 2, lebih kotor, jaringan lunak
banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh darah).
Fraktur Suprakondiler Femur
Anatomi
Di daerah lutut terdapat otot-otot yang menyebabkan pada fraktur suprakondilaris
fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior. Hal ini disebabkan
tarikan dari otot-otot gastroknemeus, hamstring dan quadrisep. Biasanya fraktur
suprakondiler disebabkan oleh trauma langsung karena kecepatan tinggi (tabrakan
sepeda motor). Terjadi gaya aksial dan stres valgus atau varus dan disertai gaya
rotasi .
Klasifikasi
Undisplaced
Displaced
Comminutive
Fraktur Intrakondiler
Biasanya fraktur intrakondular diikuti oleh fraktur suprakondular, sehingga
umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur
Tanda Klinik
Hampir sama dengan tanda-tanda fraktur suprakondiler femur, yaitu adanya
pembengkakan daerah lutut dan deformitas. Gerakan patella terhambat,
ditemukan dengan jelas adanya krepitasi
Fraktur Kondiler Femur
Fraktur kondiler femur lebih jarang dibandingkan fraktur suprakondiler femur dan
intrakondiler femur. Mekanisme traumanya bisa dikombinasi dari gaya hiperabduksi dan
adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur ke atas.
16
Klasifikasi
Undisplaced
Displaced
Bicondylar
Coronal (Reksoprodjo. 1995)
TIU III. Menjelaskan dan Memahami Pemeriksaan Radiologi Fraktur Os. Femur
TIU III.1 Menjelaskan dan Memahami Pemeriksaan Radiologi Fraktur Os. Femur
Sinar X merupakan bagian dan spectrum elektromagnetik, dipencar akibat
pengeboman anoda wolfram oleh electron-electron bebas dan suatu katoda. Film polos
dihasilkan oleh pergerakan electron-electron tersebut melintasi pasien dan menampilkan film
radiografik. Tulang dapat menyerap sebagian besar radiasi, menyebabkan pajanan pada film
paling sedikit, sehingga film yang dihasilkan tampak berwarna hitam.Di antara kedua
keadaan ekstrem ini, menyerap jaringan yang sangat berbeda-beda sehingga menghasilkan
citra dalam skala abu abu (grey scale).
Prosedur tetap pemeriksaan fraktur femur
a. Persiapan pasien : pasien dianjurkan mengganti pakaian dengan pakaian yang telah
disediakan.
b. Posisi pemeriksaan : Supine dan menghadap lateral
Posisi supine:
Pasien tidur diatas alas pemeriksaan x ray dalam posisi supine,kepala diganjal
dengan bantal dan kedua tangan lurus dilinea axillaris.
Posisi lateral:
Pasien tidur miring diatas permukaan alat x ray,kepala miring ke kanan/kiri
diganjal dan kedua tangan dilipat didepan dada.
Syarat kondisi foto standard:
1. Simetris
2. Kualitas baik
3. Inspirasi maksimal
4. Identitas dan marker
5. Perbandingan kanan dan kiri
17
Yang disimpulkan:
1. Tulang :
Sendi sacroiliaca
Sacrum
Foramen sacral
Ilium
Pelvic brim
Ramus superior os pubic
Simpisis pubis
Femur
Colum femoris
Trochanter mayor
Condylus medialis
Condylus lateralis
Linea aspera
2. Jaringan lunak :
Ketebalan
Soft tissue mass
(Rasad.2005)
TIU IV. Menjelaskan dan Memahami Penatalaksanaan Fraktur Femur
TIK IV.1 Menjelaskan dan Memahami Penatalaksanaan Fraktur Terbuka
Penanganan Awal
Sebelum dilakukan pengobatan definitf pada satu fraktur, maka diperlukan:
Pertolongan pertama
Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah
membersihkan jalan napas, menutup luka dengan verban yang bersih dan
imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar penderita merasa
nyaman dan mengurangi nyeri.
Penilaian klinis
18
Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis,
apakah luka itu luka tembus tulang, adakah trauma pembuluh darah/saraf
ataukah ada trauma alat-alat dalam lainnya.
Resusitasi
Terapi pada Fraktur Terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu keadaan darurat yang memerlukan penanganan
segera. Tindakan harus sudah dimulai dari fase pra rumah sakit:
Pembidaian
Menghentikan perdarahan dengan perban tekan
Menghentikan perdarahan dengan perban klem
Tiba di UGD rumah sakit harus segera diperiksa menyeluruh oleh karena 40%
dari fraktur terbuka merupakan polytrauma. Tindakan life-saving harus selalu
di dahulukan dalam kerangka kerja terpadu.
Tindakan terhadap fraktur terbuka:
Nilai derajat luka, kemudian tutup luka dengan kassa steril serta
pembidaian anggota gerak, kemudian anggota gerak ditinggikan.
19
Kirim ke radiologi untuk menilai jenis dan kedudukan fraktur serta
tindakan reposisi terbuka, usahakan agar dapat dikerjakan dalam waktu
kurang dari 6 jam (golden period 4 jam)
Penderita diberi toksoid, ATS atau tetanus human globulin.
Tindakan reposisi terbuka:
1. Pemasangan torniquet di kamar operasi dalam pembiusan yang baik.
2. Ambil swab untuk pemeriksaan mikroorganisme dan kultur/sensitifity test.
3. Dalam keadaan narkose, seluruh ekstremitas dicuci selama 5-10 menit dan
dicukur.
4. Luka diirigasi dengan cairan Naci steril atau air matang 5-10 liter. Luka
derajat 3 harus disemprot hingga bebas dari kontaminasi.
5. Tutup luka dengan doek steril
6. Ahli bedah cuci tangan dan seterusnya
7. Desinfeksi anggota gerak
8. Drapping
9. Debridement luka (semua kotoran dan jaringan nekrosis kecuali
neirovascular vital termasuk fragmen tulang lepas dan kecil) dan diikuti
reposisi terbuka, kalau perlu perpanjang luka dan membuat incisi baru
untuk reposisi tebuka dengan baik.
10. Fiksasi:
a. fiksasi interna untuk fraktur yang sudah dipertahankan reposisinya
(unstable fracture) minimal dengan Kischner wire.
b. Intra medular nailing atau plate screw sesuai dengan indikasinya
seperti pada operasi elektif, terutama yang dapat dilakukan dalam masa
golden period untuk fraktur terbuka grade 1-2 .
c. Tes stabilitas pada tiap tindakan. Apabila fiksasi interna tidak memadai
(karena sifatnya hanya adaptasi) buat fiksasi luar (dengan gips spalk
atau sirkular).
d. Setiap luka yang tidak bisa dijahit, karena akan menimbulkan
ketegangan, biarkan terbuka dan luka ditutup dengan dressing biasa
atau dibuat sayatan kontra lateral.
e. Untuk grade 3 kalau perlu:
20
Pasang fikasasi externa dengan fixator externa (pin/screw dengan K
nail/wire dan acrylic cement). Usahakan agar alignment dan panjang
anggota gerak sebaik-baiknya. Apabila hanya dipasang gips, pasanglah
gips sirkuler dan kemudian gips dibelah langsung (split) setelah selesai
operasi.
f. Buat x-ray setelah tindakan
Dan step-step penatalaksanaan fraktur lebih lengkapnya adalah :
Penanganan Dini
Luka harus ditutup hingga pasien tiba di kamar bedah
Beri antibiotik hingga masa infeksi terlewati dan berikan profilaksis tetanus segera
mungkin. Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan
tetanus. Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik
diberikan dalam dosis yang besar sebelum, pada saat, dan sesudah tindakan
operasi. Pada penderita yang telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan
pemberian toksoid. Tapi bagi yang belum, dapat diberikan 250 unit tetanus
imunoglobulin.
Debridemen
Operasi ini bertujuan untuk membersihkan luka dari bahan asing dan jaringan
mati agar persediaan darah tetap baik pada bagian tersebut. Pembalut yang
sebelumnya digunakan pada luka diganti dengan bantalan yang steril dan kulit
yang disekelilingnya dibersihkan dan dicukur. Luka diirigasi dengan cairan NaCl
fisiologis secara mekanis untuk mengeluarkan benda asing yang melekat, irigasi
akhir dapat disertai obat antibiotik misalnya basitrasin.
Kulit : Sebaiknya kulit yang dieksisi sesedikit mungkin.
Fasia : Dibelah secara meluas sehingga sirkulasi tidak terhalang.
Otot : Otot yang mati sebaiknya dieksisi
Pemb. Darah : Pembuluh darah yang banyak mengeluarkan pendarahan
sebaiknya dijait dengan cermat
Saraf : Saraf yang terpotong sebaiknya dibiarkan saja. Dilakukan
penjahitan pada saraf jika luka itu bersih dan tidak perlu
dilakukan diseksi.
21
Tendon : Tendon yang terpotong juga dibiarkan saja. Dilakukan
penjahitan pada tendon jika luka itu bersih dan tidak perlu
dilakukan diseksi.
Sendi : Cedera sendi terbuka diterapi dengan pembersihan luka,
penutupan sinovium dan kapsul, antibiotika sistemik
(drainase atau irigasi sedotan hanya digunakan kalau terjadi
kontaminasi hebat).
Penutupan luka
Luka tipe I yang kecil dan tidak terkontaminasi , yang dibalut dalam beberapa
jam setelah cedera, setelah debridemen, dapat dijahit atau dilakukan
pencangkokan kulit.
Luka tipe lain harus dibiarkan terbuka hingga bahaya infeksi terlewati, luka
tersebut dibalut sekedarnya dengan kasa steril dan diperiksa kembali setelah
5hari. Kalau bersih, luka itu dapat dijahit atau dilakukan pencangkokan kulit
(penutupan primer tertunda).
Saat terbaik untuk mengobati Fraktur adalah dalam waktu 1-6 jam (disebut
Periode Emas, Golden Period ) terutama pada kasus Fraktur yang parah dan
mengenai sistem Saraf. Jika lewat dari 6 jam semenjak waktu kejadian
kecelakaan, mungkin saja hasilnya tidak sebaik jika dibawa sesegera mungkin.
Stabilisasi Fraktur
Untuk luka tipe I dan tipe II yang kecil dengan fraktur yang stabil, boleh
menggunakan gips yang dibelah secara luas atau untuk fraktur femur digunakan
traksi pada bebat.
Metode yang aman adalah fiksasi eksterna. Untuk femur atau tibia dapat
dilakukan pemasangan pen intramedula dan sebaiknya jangan dilakukan
pelebaran luka yang akan meningkatkan resiko infeksi. Bila dilakukan oleh yang
berpengalaman
Rehabilitasi
Operatif
Dipasang intramedullary nail. Jenis-jenisnya adalah : Kuntscher nail, sneidernail,
Ao nail. Yang sering dipakainadalah Kuntscher nail.
22
Terdapat dua cara yaitu cara terbuka dan cara tertutup. Cara terbuka adalah
dengan cara menyayat kulit fascia sampai ke tulang yang patah sedangkan cara
tertutup adalah dengan cara memasukkan pen melalui ujung trochanter major
dengan bantuanimage intersifier.
Perawatan lebih lanjut
Tungkai ditinggikan di tempat tidur dan sirkulasi diperhatikan dengan cermat.
Syok mungkin masih membutuhkan terapi.
Kalau luka dibiarkan terbuka, periksalah 5-7 hari.
Jika pasien tersebut banyak kehilangan kulit, maka dilakukan pencakokan
kulit.
Kalau toksemia atau septikemia terus terjadi meskipun telah diberi
kemoterapi, luka itu didrainase (terapi aman satu-satunya kalau fraktur yang
terinfeksi tidak ditangani dalam 24 jam setelah cedera)
Tulang yang terinfeksi pada pasien fraktur terbuka dapat mengakibatkan
sekuester dan sinus. Sekuester yang kecil harus disingkirkan secara dini, tetapi
potongan-potongan tulang yang besar tidka boleh dieksisi.
Bila fraktur yang terinfeksi mempunyai hubungan dengan suatu sendi, prinsip
terapinya sama seperti terapi infeksi tulang; yaitu, pengobatan, drainase, dan
pembebatan. Sendi itu harus dibebat dalam posisi optimum.
(Apley. 1995 dan Reksoprodjo. 1995)
TIU V. Memahami dan Menjelaskan Tata Cara Shalat pada Orang yang Sakit
TIK V.1. Memahami dan Menjelaskan Tata Cara Shalat pada Orang yang Sakit
a. Orang yang sakit wajib melaksanakan shalat fardhu dengan berdiri, sekali pun bersandar
ke dinding atau ke tiang atau dengan tongkat.
b. Jika tidak sanggup shalat berdiri, maka hendaklah ia shalat dengan duduk, dan lebih baik
kalau duduk bersila pada waktu di mana semestinya berdiri dan ruku’, dan duduk istirasy
pada waktu di mana dia sujud.
23
c. Jika tidak sanggup shalat sambil duduk, boleh shalat sambil berbaring bertumpu pada sisi
badan menghadap kiblat. Dan bertumpu pada sisi kanan lebih utama dari sisi kiri. Jika
tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat boleh menghadap ke mana saja dan tidak
perlu mengulangi shalatnya.
d. Jika tidak sanggup shalat berbaring, boleh shalat sambil terlentang dengan
menghadapkan kedua kaki ke kiblat. Dan yang lebih utama yaitu dengan mengangkat
kepala untuk menghadap kiblat. Dan jika tidak bisa menghadapkan kedua kakinya ke
kiblat, dibolehkan shalat menghadap ke mana saja.
e. Orang sakit wajib melaksanakan ruku’ dan sujud, jika tidak sanggup, cukup dengan
membungkukkan badan pada ruku’ dan sujud, dan ketika sujud hendaknya lebih rendah
dari ruku’. Dan jika sanggup ruku’ saja dan tidak sanggup sujud, dia boleh ruku’ saja dan
menundukkan kepala saat sujud. Demikian pula sebaliknya jika dia sanggup sujud saja
dan tidak sanggup ruku’, dia boleh sujud saja dan ketika ruku’ dia menundukkan kepala.
f. Jika tidak sanggup dengan menundukkan kepala ketika ruku’ dan sujud, cukup dengan
isyarat mata, dengan memejamkan sedikit ketika ruku’ dan dengan memejamkan lebih
kuat ketika sujud. Adapun isyarat dengan telunjuk seperti yang dilakukan beberapa orang
sakit, itutidak betul dan penulis tidak pernah tahu dalil-dalilnya baik dalil dari Al-Qur’an
maupun As-Sunnah, dan tidak pula dari perkataan para ulama.
g. Jika tidak sanggup juga shalat dengan menggerakkan kepala dan isyarat mata, hendaklah
ia shalat dengan hatinya, dia berniat ruku’, sujud dan berdiri serta duduk. Masing-masing
orang akan diganjar sesuai dengan niatnya.
h. Orang yang sakit wajib melaksanakan semua kewajiban shalat tepat pada waktunya
sesuai menurut kemampuannya sebagaimana kita jelaskan di atas. Tidak boleh sengaja
mengakhirkannya dari waktu yang semestinya. Dan jika termasuk orang yang kesulitan
berwudhu dia boleh menjamak shalatnya seperti layaknya seorang musafir.
“Shalatlah kamu sambil berdiri, dan jika kamu tidak mampu, maka sambil duduk, dan
jika tidak mampu, maka dengan berbaring”. (HR. Bukhari).
24
“Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu”.(At-Taghabun:16).
(Zuhroni. 2010)
25
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham,. Louis Soloman. Buku Ajar Ortopedi Dan Fraktur Sistem Apley Edisi 7.
1995. Widia Medika. Jakarta
Feneis, Heinz,. Wolfgang Dauber. Atlas Saku & Teks Anatomi Manusia. 1998. Hipokrates.
Jakarta
Putz, R, R Pabst. Atlas Anatomi Tubuh Manusia Sobotta, Tabel Otot, Sendi dan Saraf Edisi
22. 2010.EGC. Jakarta
Rasad, Sjahrial. Radiologi Diagnostik Edisi 2. 2005. FKUI. Jakarta
Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah FKUI. 1995. Binarupa Aksara. Jakarta
Snell, R S. Clinical Anatony by System. 2006. Lippincott Williams & Wilkins. Philadelphia
Zuhroni. Dasar dan Sumber Syariat Islam. 2010. Bagian Agama Islam Universitas Yarsi.
Jakarta
26