Download - Patofisiologi Hipertensi
EPIDEMIOLOGI
Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan
penanguulangan yang baik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi
hipertensi seperti ras, umur, obeitas, asupan garam yang tinggi, dan adanya riwayat
hipertensi dalam keluarga (Susalit, 2004).
Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi
usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga kana
bertambah. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat,
dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi, dan pengendalian tekanan
darah ini hanya mecapai 34% dari seluruh pasien hipertensi (Yogiantoro, 2006).
Prevalensi hipertensi tergantung dari komposisi ras populasi yang dipelajari
dan kriteria yang digunakan. Pada populasi kulit putih suburban seperti pada
penelitian Framingham, hampir seperlima populasi memiliki tekanan darah > 160/95
mmHg, sementara hampir setengah populasi memiliki tekanan darah > 140/90
mmHg. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada populasi kulit hitam. Pada
wanita, prevalensinya berhubungan erat dengan usia, dengan terjadinya peningkatan
setelah usia 50 tahun. Peningkatan ini mungkin berhubungan dengan perubahan
hormone saat menopause, meskipun mekanismenya masih belum jelas. Dengan
demikian, rasio frekuensi hipertensi pada wanita disbanding pria meningkat dari 0,6
sampai 0,7 pada usia 30 tahun menuju 1,1 sampai 1,2 pada usia 65 tahun (Fisher,
2005).
Tidak ada data yang dapat menjelaskan frekuensi hipertensi sekunder pada
populasi umum, meskipun pada laki-laki usia pertengahan dilaporkan sekitar 6
persen. Sebaliknya, pada pusat rujukan tempat di mana pasien dievaluasi secara
ekstensif, dilaporkan hingga setinggi 35 persen (Fisher, 2005).
Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari
negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition
Examination Survey (NHNES) menuinjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden
hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta
orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III
tahun 1988-1001. Hipertensi essensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus
hipertensi (Yogiantoro, 2006).
Di Indonesia, sampai saat ini belum terdapat penyelidikan yang bersifat
nasional, multisenter, yang dapat menggambarkan prevalensi hipertensi secara tepat.
Banyak penyelidikan dilakukan secara terpisah dengan metodologi yang belum baku.
Mengingat prevalensi yang tinggi dan komplikasi yang ditimbulkan cukup berat,
diperlukanlah penelitian apidemiologi yang bersifat nasional dengan rancangan
penelitian yang baku (Susalit, 2004).
FAKTOR RESIKO
PENILAIAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO
Keputusan dalam mengobati pasien hipertensi tidak hanya dengan mengukur
tekanan darahnya saja, tetapi juga melihat keberadaan factor-faktor resiko
kardiovaskuler yang lain, Target Organ Damage (TOD), dan kondisi-kondisi klinik
lain yang berhubungan (Tabel) (WHO/ISH, 2003)
Tabel (WHO/ISH, 2003)
Tabel (The Seventh Report of JNC )
STRATIFIKASI RESIKO HIPERTENSI (RESIKO TOTAL/ABSOLUT)
Stratifikasi resiko hipertensi ditentukan berdasarkan tingginya tekanan darah,
adanya faktor resiko yang lain, adanya kerusakan target organ, dan adanya penyakiy
penyerta tertentu (Tabel). Oleh karena tujuan utama penanggulangan hipertensi dalah
menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler/renal, maka resiko terjadinya
gangguan kardiovaskuler/renal perlu distratifikasi lebih lanjut. Telah disepakati
secara internasional berdasarkan studi Framingham (dengan beberapa factor resiko),
yaitu tingginya tekanan darah, umur, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus.
Tambahan faktor resiko yang belum lama diidentifikasi yaitu lingkar perut yang
dihubuingkan dengan sindrom metabolic dan kadar C-reactive protein (CRP) yang
dihubungkan dengan inflamasi. Di sampan itu perlu juga diperhatikan adanya
kerusakan organ target dan penyakit penyerta (Perhimpunan Hipertensi Indonesia,
2007).
Tabel (Perhimpunan Hipertensi Indonesia, 2007)
FAKTOR YANG MENGUBAH PERJALANAN HIPERTENSI ESENSIAL
Usia, ras, jenis kelamin, merokok., asupan alkohol, kolesterol serum,
intoleransi glukosa, dan berat badan semuanya dapat mengubah prognosis penyakit
ini. Pasien yang lebih muda ketika hipertensi ditemukan pertama kali, kemungkinan
yang paling besar adalah penurunan harapan hidup jika hipertensinya dibiarkan tidak
diterapi. Di Amerika Scrikat, orang kulit hitam dengan hipertensi yang pindah ke kota
memiliki tingkat prevalensi hipertensi sekitar dua kali lipat dibandingkan orang kulit
putih dan lebih dari empat kali lipat tingkat morbiditasnya. Pada semua usia dan pada
populasi kulit putih maupun bukan, wanita dengan hipertensi lebih baik daripada pria
hingga usia 65 tahun, dan pada wanita pramenopause jauh lebih sedikit daripada
laki-laki atau wanita pascamenopause. Sebelumnya, wanita dengan hipertensi
memiliki risiko kejadian kardiovaskuler morbid yang relatif sama dibandingkan
dengan rekannya yang normotensi demikian juga dengan pria. Aterosklerosis yang
lebih cepat merupakan pasangan tetap hipertensi. Sehingga tidak mengherankan
bahwa faktor risiko independent yang berhubungan dengan timbulnya aterosklerosis,
misaInya, kolesterol serum yang meningkat, intoleransi glukosa, dan/atau merokok,
meningkatkan efek hipertensi pada tingkat mortalitas secara signifikan tanpa
memperdulikan usia, jenis kelamin, atau ras. Juga tidak diragukan bahwa terdapat
korelasi positif antara obesitas dan tekanan arteri. Berat badan yang bertambah
berhubungan dengan peningkatan frekuensi hipertensi pada individu yang
sebelumnya memiliki tekanan darah normal, dan penurunan berat badan pada
individu yang gemuk dengan hipertensi akan menurunkan tekanan arterinya, jika
diterapi, intensitas terapinya diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah agar
tetap normal. Apakah perubahan ini diperantarai oleh perubahan resistensi insulin
masih belum diketabui (Fisher, 2005).
PATOGENESIS
Patogenesis Hipertensi Essensial (Yogiantoro, 2006; Susalit, 2004)
Sampai sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi esssensial terus
berkembang (Susalit, 2004). Hipertensi essensial adalah penyakit multifaktorial yang
timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor resiko tertentu (Yogiantoro,
2006). Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah
tersebut adalah:
1. Faktor resiko, seperti: diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,
genetis
2. Sistem saraf simpatis
- Tonus simpatis
- Variasi diurnal
Folkow (1987) menunjukkkan bahwa stres dengan peninggian aktivitas saraf
simpatis dapat menyebabkan kontriksi fungsional dan hipertrofi struktural
Ditambah FK UI Hal 459!!!!!! (Susalit, 2004).
3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi: endotel
pembuluh darah berperan utama, tetapi remodelling dari endotel, otot polos,
dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir
4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,
angiotensin, dan aldosteron
Gambar
Keterangan : Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi essensial, seperti: peningkatan
aktivitas sistem saraf simpatis, stress psikososial, overproduksi dari hormon yang menahan sodium dan
vasokonstriktor, diet tinggi sodium jangka panjang, tidak adekuatnya asupan natrium dan kalsium,
peninggian atau ketidaksesuaian sekresi renin dengan akibat peningkatan produksi dari angiotensin II
dan aldosteron, defisiensi vasodilator misalnya prostasiklin, nitrit oksida (NO), dan peptida natriuretik,
perubahan ekspresi dari sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan
garam di ginjal, abnormalitas dari resistensi pembuluh, termasuk lesi selektif di renal dan pada reseptor
adrenergik yang mempengaruhi heart rate, jalur inotropik jantung, dan tonus vaskular, dan perubahan
transport ion seluler.
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Beberapa
faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus
dasar Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer (Gambar)
Gambar (PAPDI/FK UI/SLIDE/KAPLAN)
Herediter (Susalit, 2004; Williams, 2000)
Faktor genetik yang telah lama disimpulkan mempunyai peranan penting
dalam terjadinya hipertensi dan dibuktikan dengan berbagai fakta yang dijumpai
(Williams, 2000; Susalit, 2004). Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih
banyak dijumpai pada pasien kembar monozigot daripada heterozigot. Dua turunan
tikus, yakni tikus golongan Japanese spontaneously hypertensive rat (SHR) dan New
Zealand genetically hypertensive rat (GH) mempunyai faktor neurogenik yang secara
genetik diturunkan sebagai faktor penting timbulnya hipertensi, sedangkan dua
golongan tikus lainnya, yakni Dahl salt sensitive (S) dan salt resistant (R)
menunjukkan faktoor kepekaan terhadap garam yang juga diturunkan secara genetik
sebagai faktor utamna pada timbulnya hipertensi (Susalit, 2004).
Data pendukung lainnya ditemukan pada penelitian hewan coba demikian
juga dengan penelitian populasi pada manusia. Satu pendekatan untuk menilai
hubungan tekanan darah dalam keluarga (agregasi familial). Dari penelitian ini,
ukuran minimum faktor genetik dapat dinyatakan dengan koefisien korelasi kurang
lebih 0,2. Akan tetapi, variasi ukuran faktor genetik dalam penelitian yang berbeda
menekankan kembali kemungkinan sifat heterogen populasi hipertensi esensial.
Selain itu, sebagian besar penelitian mendukung konsep bahwa keturunan mungkin
bersifat multifaktorial atau jumlah defek genetiknya naik (Williams, 2000).
Lingkungan (Fisher, 2005)
Sejumlah faktor lingkungan secara khusus terlibat dalam terjadinya hipertensi,
termasuk asupan garam, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol, ukuran keluarga, dan
kepadatan. Faktor ini penting dalam peningkatan tekanan darah bersamaan dengan
bertambahya usia pada masyarakat yang lebih makmur, sebaliknya tekanan darah
menurun dengan bertambahnya usia pada kebudayaan yang lebih primitif.
Sensitivitas terhadap Garam (Fisher, 2005; Susalit, 2004)
Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah asupan
garam. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan
garam minimal (Susalit, 2004). Bahkan faktor ini menggambarkan sifat heterogen
dari populasi hipertensi essensial. Penyebab sensitivitas khusus terhadap berbagai
jenis garam ini, dengan aldosteronisme primer, stenosis arteri renalis bilateral,
penyakit parenkim ginjal, atau hipertensi esensial rendah-renin bertanggung jawab
terhadap sekitar separuh pasien (Fisher, 2005).
Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Peningkatan asupan
garam ini akan diikuti oleh peninggian ekskresi garam sehingga tercapai keadaan
hemodinamik yang normal. Pada apsien hipertensi essensial, mekanisme peningkatan
ekskresi garam tersebut terganggu (Susalit, 2004).
Peranan Renin (Fisher, 2005; Susalit, 2004)
Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi.
Poduksi renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulais saraf simpatis
(Susalit, 2004). Renin merupakan enzim yang disekresi oleh sel jukstaglomerulus
ginjal dan terikat dengan aldosteron dalam lingkaran umpan balik negatif (Fisher,
2005). Renin berperan pada proses konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I
yang mempunyai efek vasokonstriksi. Angiotensin I kemudian diubah menjadi
angiotensin II dengan bantuan converting enzyme. Angiotensin II menyebabkan
skresi aldosteron yang mengakibatkan retensi natrium dan air, yang akhirnya
berperan pada timbulnya hipertensi (Susalit, 2004).
Berbagai jenis faktor dapat mengubah sekresi ini, determinan primer adalah
status volume individu, terutama yang berhubungan dengan perubahan asupan
natrium dalam diet. Produk akhir aksi renin pada substratnya adalah pembentukan
peptida angiotensin II. Respons jaringan target terhadap peptida ini secara unik
ditentukan oleh asupan elektrolit dalam diet sebelumnya. Contohnya, asupan natrium
secara normal mengubah respons vaskuler adrenal dan renal terhadap angiotensin II.
Dengan restriksi natrium, respons adrenal ditingkatkan dan respons vaskuler renal
diturunkan. Beban natrium merupakan efek sebaliknya. Batas aktivitas renin plasma
ditemukan pada subjek hipertensi lebih luas daripada individu normotensi (Fisher,
2005).
Ion Natrium versus Klorida atau Kalsium (Fisher, 2005)
Sebagian besar penelitian menilai peranan garam pada proses hipertensi
disimpulkan bahwa ion natrium yang penting. Akan tetapi, beberapa peneliti
menunjukkan bahwa ion klorida mungkin sama pentingnya. Kesimpulan ini
berdasarkan observasi pemberian garam natrium bebas klorida pada hewan coba
hipertensi yang sensitif terhadap garam gagal menaikkan tekanan arteri. Kalsium juga
terlibat dalam patogenesis beberapa bentuk hipertensi esensial. Asupan kalsium yang
rendah disertai dengan kenaikan tekanan darah pada penelitian epidemiologik;
kenaikan kadar kalsium sitosolik leukosit dilaporkan pada beberapa penderita
hipertensi; dan akhirnya, penghambat jalan masuk kalsium merupakan obat hipertensi
yang efektif. Beberapa pcnelitian melaporkan hubungan potensial antara bentuk
hipertensi yang sensitif terhadap garam dan kalsium. Disimpulkan bahwa dengan
beban garam dan defek kemampuan ginjal untuk mengekskresinya, terjadi kenaikan
sekunder dalam faktor natriuretik sekunder. Salah satu dari ini, disebut faktor
natriuretik seperti digitalis, menghambat ATPase kalium-natrium yang sensitif
ouabain dan dengan demikian mengakibatkan akumulasi Icalsium, intraseluler dan
otot polos vaskuler hiperreaktif.
Gambar Slide HT (Rizna)
Defek Membran Sel (Fisher, 2005)
Penjelasan lain untuk hipertensi yang sensitif terhadap garam adalah defek
membran sel yang menyeluruh. Hipotesis ini sebagian besar datanya berasal dari
penelitian pada elemen darah yang beredar, terutama sel darah merah, jika ditemukan
abnormalitas transpor natrium melalui membran sel. Karena baik kenaikan maupun
penurunan aktivitas sistem transpor yang berbeda dilaporkan telah terjadi, mungkin
bahwa beberapa abnormalitas adalah primer dan beberapa proses sekunder.
Disimpulkan bahwa abnormalitas ini menunjukkan perubahan membrana seluler yang
tidak dapat dijelaskan dan defek ini terjadi pada beberapa, mungkin semua, sel tubuh,
terutama otot polos vaskuler. Karena defek ini, selanjutnya terdapat akumulasi
kalsium yang abnormal dalam otot polos vaskuler, mengakibatkan responsivitas
vaskuler yang tinggi terhadap obat vasokonstriktor. Defek ini diduga ada pada 35
sampai 50 persen populasi penderita hipertensi essensial berdasarkan penelitian yang
menggunakan sel darah merah. Penelitian lain menunjukkan bahwa abnormalitas
transpor natrium sel darah merah bukan mcrupakan abnormalitas yang tetap
melainkan dapat dimodifikasi oleh faktor lingkungan.
Setiap hipotesis ini mempunyai jalan akhir yaitu kenaikan kalsium sitosolik
yang mengakibatkan kenaikan reaktivitas vaskuler. Akan tetapi, seperti dijelaskan di
atas, beberapa mekanisme mungkin menghasilkan kenaikan akumulasi kalsium.
Gambar Slide HT (Rizna)
Berbagai promotor presssor-growth bersama dengan kelainan fungsi
membran sel yang mengakibatkan hipertrofi vaskular akan menyebabkan peningkatan
tekanan darah, seperti terlihat pada Gambar (Susalit, 2004).
Gambar (Susalit, 2004)
Resistensi Insulin (Fisher, 2005; Susalit, 2004)
Resistensi insulin dan/atau hiperinsulinemia diduga bertanggung jawab terhadap
kenaikan tekanan arteri pada beberapa pasien dengan hipertensi (Fisher, 2005).
Hiperinsulinisme menunjukkan adanya gangguan pengambilan glukosa oleh jaringan,
Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan peningkatan produksi insulin oleh sel
beta pankreas sehingga terjadilah keadaan hiperinsulinisme tersebut Susalit, 2004).
Sifat ini menjadi lebih luas dikenal sebagai bagian dari sindroma X, atau sindroma
metabolik, yang juga ditandai dengan obesitas, dislipidemia (khususnya peningkatan
trigliserida), dan tekanan darah yang tinggi. Resistensi insulin biasa pada pasien
dengan diabetes mellitus tipe II atau obesitas. Obesitas maupun diabetes mellitus
terjadi lebih sering pada penderita hipertensi dibandingkan normotensi. Akan tetapi,
beberapa penelitian menemukan bahwa hiperinsulinemia dan resistensi insulin lebih
daripada hal kebetulan, karena terjadi bahkan pada pasien hipertensi kurus yang
bebas dari diabetes mellitus (Fisher, 2005).
FK UI-Hal 458!!!!!!!!
Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan arteri oleh satu atau lebih dari
empat mekanisme. Asumsi yang mendasarinya pada masing-masing adalah beberapa,
tetapi tidak semua, jaringan target insulin resisten terhadap efeknya. Khususnya
jaringan yang terlibat dalam homeostasis glukosa yang resisten (dengan demikian
menimbulkan hiperinsulinemia. Mula-mula, hiperinsulinemia menghasilkan retensi
natrium ginjal (paling sedikit secara akut) dan meningkatkan aktivitas simpatik. Salah
satu atau keduanya dapat mengakibatkan kenaikan tekanan arteri. Mekanisme lain
adalah hipertrofi otot polos vaskuler sekunder terhadap kerja mitogenik insulin.
Akhimya, insulin juga mengubah transpor ion melalui membran sel, dengan demikian
secara potensial meningkatkan kadar kalsium sitosolik dari jaringan vaskuler atau
ginjal yang sensitif terhadap insulin. Melalui mekanisme ini, tekanan arteri
ditingkatkan karena alasan yang sama dengan yang dijelaskan di atas untuk hipotesis
defek-membran. Akan tetapi, penting menunjukkan bahwa peranan insulin dalam
mengendalikan tekanan arteri adalah hanya dimengerti samar-samar, dan oleh karena
itu, potensinya sebagai faktor patogenik dalam hipertensi tetap tidak jelas (Fisher,
2005).
Berikut adalah gambaran dari disfungsi endotelial pada hipertensi :
HIPERTENSI SEKUNDER (Harrison’s)
Hipertensi Renal
Hipertensi Endokrin
HIPERTENSI SEKUNDER
Ketika ditemukan lebih dini, pada hanya sebagian kecil pasien dengan tekanan arteri
meninggi dapat diidentifikasi sebabnya yang spesifik. Sebelumnya pasien ini
sebaiknya tidak rnengabaikan paling sedikitnya dua alasan: (1) dengan memperbaiki
penyebabnya, hipertensi munakin membak dan (2) bentuk s~kup.dcr memberikan
pengertian yang mendalammengenai etiologi hipertensi esensial. Hampir scluruh
ben,L,k sektinder di.h.ibungkar, den-an perubahan sekresi hormon danlatau fungsi
ginjal dan didiskusikan secara terperinci di bab lain.
HIPERTENSI RENAL (Libatjuga Bab 243) Hipertensiyang disebabican oleh
penyakit ginjal adalah akibat (1) kekacauari ginjal
1260
BAGIANTU~ GANGGUANSISTEMKARDIOVASKULER
volume atau (2) perubahan sekresi bahan vasoaktifolch ginjal mengakibatkan
perubahan sistemik atau lokal dalarn tonus arteriolar. Subdivisi utama dari hipertensi
renal adalah hipertensi renovaskuler, termasuk preeklampsia dan eklampsia, dan
hipertensi parenkim ginjal. Penjelasan sederhana mengenai hipertensi vaskuler renal
adalah perfusi jaringan ginjal menurun yang disebabIcan oleh stenosis arteri renalis
utama atau cabang-cabangnya yang mengaktivasi sistem angiotensin-renin,
dijelaskan dalam Bab 335. Angiotensin 11 yang beredar meninglcatican tekanan
arteri olch vasolconstriksi langsung, oleh stimulasi selcresi aldostoron dengan akibat
retensi natrium, dan/atau oleh stimulasi sistern saraf adrenergilc. Pada praktiknya
sekarang. hanya sekitar separuh pasien dengan hipertensi renovaskuler mempunyai
kenaikan absolut aktivitas renin dalarn plasma perifer, meskipun pengulcuran renin
ditunjukkan oleh indeks keseimbangan natrium, fraksi yang lebib tinggi mempunyai
nilai tinggi yang tidak sesuai.
Aktivasi sistem renin-angiotensinjuga diberikan sebagai penjelasan mengenai
hipertensi baik pada penyakit parenkim renal alcut maupun kronik. Pada formulasi
ini, perbedaan satu-satunya antara hipertensi renovaskuler dad hipertensi parenkim
ginjal adalah penurunan perfusi jaringan ginjal pada kasus yang teralchir akibat
perubahan radang dan fibrotik yang mengenai beberapa pembuluh darah intrarenal
yang kecil. Pada kedua kondisi terdapat eukup perbedaan, akan tetapi, untuk
menunjukkan bahwa nickanisme lain adalah aktif dalarn penyakit parenkirn ginjal:
(1) aktivitas renin plasma perifer naikjauh lebihjarang pada hipertensi parenkirn
ginjal dibandinglcan hipertensi renovaskuler; (2) curah jantung dikatakan normal
dalam jenis parenkim ginjal (kecuali terdapat uremia clan anemia) tetapi agalc sedikit
meninglcat dalarn hipertensi renovaskuler., (3) respons sirkulasi terhadap gerakan
menganakat atau Valsava meninglcat pada kondisi terakhir; dan (4) volume darah
cenderung meninggi pada pasien dengan hipertensi renovaskuler berat. Penjelasan
altematif unruk hipertensi pada penyakit parenkim ginjal termasuk kemungkinan
kerusakait ginjal (1) menimbulkan substansi vasopresor yang tidak diidentifikasi
selain renin, (2) gagal menimbulkan substansi vasodilator humoral yang diperlukan
(mungkin prostaglandin atau bradikinin). (3) gagal membuat substansi vasopresor
dalam sirkulasi menjadi tidak aktif. danlatau (4) tidak efektif dalarn mengatur
natrium. dan natrium yang tertahan bertanggung jawab terhadap terjadinya hipertensi.
seperti yang dijelaskan secara gads besar sebelumnya. Meskipun sernua penjelasan
ini, termasuk p?r!isipasi sistcr-.i renit, angioters;n, inurgkin me-rpunyiii bcberapa
validitas pada pasien tertentu, hipotesis mengenai retensi natrium kbususnya
menarilc. Hal ini didukung oleb observasi ketika pasien dengan pieloneffitis kronik
atau penyakit ginjal polikistik yang mernbuang garam, tidak mengal ami hipertensi
dan dengan observasi bahwa pembuangan garam clan air melalui dialisis atau diuretik
efektif dalarn mengendalikan tekanan arted pada sebagian besar pasien dengan
penyakit parenkirn ginjal.
Bentuk hipertensi renal yang jarang akibat sekresi renin yang berlebihan oleh sel
tumor juxtaglomerulus atau nefroblastoma. Gambaran awal mirip dengan
hiperaldosteronisme. Akan tetapi, berlawanan dengan aldosteronisme primer,
alklivitas renin perifer meninglcat melainkan subnormal. Penyakit ini dapat
dibedakan dari bentulc aidosteronisme sekunder dengan adanya fungsi ginjal
yang normal clan dengan peninglcatan konsentrasi renin dalarn vena renalis
unilateral tanpa lesi atteri renalis.
HIPERTENS1 ENDOKRIN Hipertens! adrenal Hipertensi merupakan
gambaran berbagai abnormalitas korteks adrenal. Pada aWsteronisme primer (Bab
335) terdapat ' hubungan yangjelas antara retensi natrium yang diinduksi aldosteron
clan hipertensi. Individu normal yang diberikan aldosteron mengalarni hipertensi
hanyajika individu juga makan natrium. Karena aidosteron menyebabkafi retensi
natrium dengan merangsang pertukaran natrium dengan kalium pada tubulus renal,
hipokalemia merupakan gambaran yang menonjol pada
sebagian besar pasien dengan aldosteronisme primer, dan olch karena itu, pengukuran
kalium serum memberikan tes penapisan yang sederhaw. F5fek retensi natrium dan
ekspansi volume secara kronik menelcan ak-tivitas renin plasma yang penting untuk
diagnosis pasti. Pada sebagian besar situasi klinis, aktivitas renin plasma clan kadar
aldosteron plasma atau urin paralel satu dengan lainnya, tetapi Pada pasien dengan
aldosteronisme primer, kadar aldosteron tinggi dan relatif tetap karena sekresi
aldosteron autonom, sedangkan tinglcat aktivitas renin plasma ditekan dan
membedkan respons secara larnban terhadap deplesi natrium. Aldosteronisme primer
mungkin selcunder baik terhadap tumor maupun hiperplasia adrenal bilateral. Penting
membedakan antara kedua kondisi ini secara prabedah, karena biasanya hipertensi
pada hiperplasia adrenal bilateral tidak dapat diubah dengan operasi.
Efek menahan natnurn dari seJurnlah besar glukokortikoid juga
membedkan penjelasan mengenaihipertensi pada kasus sindroma
Cushing yang berat (Bab 335). Selain itu, produksi mineralokortikoid
yang meninglcat juga ditemukan pada bcberapa pasien dengan
sindroma Cushing. Akan tetapi, hipertensi pada beberapa kasus
sindroma Cushing tampaknya tidak tergantung volume, mengakibat
kan peneliti berspekulasi bahwa ini mungkin sekunder terhadap
produksi substrat renin yang diinduksi olch glukokortikoid (hipertensi
yang diperantajai angiotensin) atau kadar kortisol yang meninglcat
memenuhi sistern enzim dehidrogenase 11 -hidroksi steroid dalam
ginjal. Pada bentuk sindroma adrenogenital yang disebabkan oleh
defisiensi hidroksilase C- 11 atau C- 17 (Bab 335), deoksiko * rtikosteron
bertanggung jawab terhadap retensi nanium dan hipertensi. yang
disertai dengan penekanan aktivitas renin plasma.
Pada pasien dengan fcokromositoma (Bab 336), sekresi epinefrin clan norepinefrin
yang meninglcat oleh tumor yang paling scring terletak dalarn medula adrenalis
menyebabkan stimulasi reseptor adrenergik yang berlebihan, yang mengakibatkan
vasokonstriksi perifer dan stimulasi jantung. Diagnosis in; dipastikan dengan
menunjukkan ekskresi epinefrin dan norepinefrin dalarn urin yang meninglcat atau
metabolitnya.
Akrornegali (Lihat juga Bab 33 1) Hipertensi, aterosklerosis koroner, dan
hipertrofi jantung mcrupakan lcomplikasi yang sering terjadi pada kondisi ini.
Hiperkaisemia(LihatjugaBab356) Hipertensiyangterjadi
padalebihdarisepertigapasiendenganhipp-rparatiroidismeumumnya dapat dianggap
karena kerusakan parenkirn ginjal yang disebabican oleh af-,frolitiasis dan
nefrokalsiPosis. Akan tetapi, kadar kalsium yang meningkatjuga dapat mempunyai
efek vasolconstriksi langsung. Pada beberapa kasus, hipertensi menghilangjika
hiperkalsernia diperbaiki. Dengan dernikian, secara paracloks. kadar kalsium serum
yang mer.ingkat pada hiperparatiroidisme meningkatkan tekanan darah, sedangkan
penebtian epiderniologilc menunjukkan bahwa asupan kalsium yang tinggi
menurunkan tekanan darah. Yang membingungkan dengan keterangan ini adalah obat
penghambat jalan masuk kalsium efektif sebagai obat antihipertensi. Penelitian lain
diperlukan untuk memecahkan observasi yang tampaknya bertentangan ini.
Kontrasepsi oral Penycbab paling sering dari hipertensi enclokrin adalah akibat
penggunaan koWasepsi oral yang mengandung estrogen. Sesungguhnya, hal ini
m-ungkin bentuk hipertensi selcunder yang paling sering. Mekanisme yang
menimbulkan hipertensi mungkin sekunder terhadap aktivasi sistern
rer*in-angiotensinaldosteron. Dengan demikian volume (aldosteron) dan faktor
vasokonstriktor (angiotensin 11) adalah penting. Kornponen estrogen dari obat
kontrasepsi oral merangsang sintesis renin substrat angiotensinogen dalarn hati, yang
selanjutnya membantu mcr.ingkatkan produksi angiotensin 11 dap aldosteronisme
sekunder. Peren, puan yang menggunakan kontrasepsi oral mempunyai konsentrasi
angiotensin 11 dan aldostcion plasma yang mertinglcat dengan beberapa mengalami
peninglcatan tekanan arteril. Akan tetapi, hanya sekitar 5 persen vang mengalarni
peninglcatan tekanan arteri lebih besar dari
1
j
1
i
i
i
DAB 209 PENYAKITVASKULER HIPERTENSIF
5 persen yang mengalami peningkatan tekanan arteri lebih besar dari 140/90,
dan pada sekitar separuh hipertensi ini berkurang dalan, 6 bulan dari
penghentian obat.
Mengapa beberapa perenpuan yang menggunakan kontrasepsi oral
mengalami hipertensi sedangkan fainnya tidak jelas tetapi rnungkin
berhubungan dengan (1) meningkatnya sensitivitas vaskuler terhadap
angiotensin H, (2) adanya penyakit ginjal ringan, (3) faktor familial (lebih dari
separuh mempunyai riwayat keluarga positif menderita hipertensi), (4) usia
(hipe;rtensi lebib sering pada peremptlan di atas usia 35 tahun secara
signifikan), danlatau (5) obesitas. Sesungg0nya beberapa pencliti
menunjukkan bahwa kontrasepsi oral hanya membuka perempuan dengan
hipertensi esensial.
KOARK7ASIO AORTA (LihatjugaBab 199) Hipcrtensiyang menyertai
koarktasio mungkin disebabkan oleh konstriksi itu sendiri atau mungkin olch
perubahan sirkulasi renal yang mengakibatkan bentuk hipertensi arted renalis
yang tidak biasa. Diagnos~s koarktasio biasanya ditemukan pada
pemeriksaan fisis clan kelainan sinar-X rutin.
EFEK HIPERTENSI
Pasien dengan hipertensi meninggal dengan cepat; penyebab paling scring
dari kematian adalah penyakitjantung, dengan stroke dan gagal ginjul juga
sering terjadi, !erutama pada mercka dengan retinopati yang signifikan.
EFEK PADA JANTUNG Kompensasi jantung pada beban kerja yang
bericbihan dibebankan dengan kenaikan tekanan sisternik yang mula-mula
dipertahankan dengan hipertrofi ventrikel kiri, ditandai olch ketebulan dinding
yang bertambab, fungsi ruang ini memburuk, kavitas berdilatasi, dan timbul
gejala clan tanda gaga] jantung (Bab 195). Angina pektoris juga-dapat terjadi
karena gabungan penyakit arterial koroneryang cepat dan kebutuhan oksigen
miokard yang bertambah sebagai akibat massa miokard yang bertambah
(Bab 203). Pada pemeriksaan fisis, jantung membesar dan impuls ventrikel
kid menonjol. Bunyi penutupan aorta menonjol, dan mungkin terdapat
murmur lemah dad regurgitasi aorta. Bunyi jantung prasistolik (-,trium,
keempat) sering terdengar pada penyakit jantung hipertensi, dan bunyi
jantung protodiastolik (ventrikel, ketiga) atau mungkin terdapat
penggabungan ritme gallop. Perubahan elektrokardio.-rafik dari hipertroft
ventrikel kiri (Bab 189) dapat terjadi, !etari elek!rokardiogram memperkir:ikan
jurp.lah freki.iensi hipertrofijantung lebih rendah dibaridiiigkan dengan yang
ditemukan
1261
ekokardiogram. Tanda iskernia atau infark mungkin ditemukan lambat pada
penyakit ini. Sebagian besar kematian yang disebabkan olch hipertensi
tedadi akibat infark miokard atau gagal.juntung kongestif.
EFEKNEUROLOG1K Efekneurologikpudthipertensiyang telah lama
mungkin dibagi menjudi prubahan retinal dan Sistem saraf pusat. Karena
retina merupakanjaringan satu-satunya afted clan arteriole dapat diperiksa
secara langsung, pemeri,ksaan oftalmologik yang berulang memberikan
kesempatan untuk menemukan perkembangan efek vaskuler dari hipertensi
(Tabel 209-4). Klasifikasi KeithWagener-Barker mengenai perubahan retina
pada hipertensi memberikan arti yang sederhana clan sangat baik untuk
rangkaian evaluasi pada pasien hipertensi. Beratnya hipertensi yang
meningkat disertai dengan spasme fokal dan penyempitan umum arteriole
Xang progresif, demikianjuga gambaran perdarahan, eksudat, dan papil
edema. Lesi retina ini seringkali menimbulkan skotomata, pand~ngan kabur,
clan bahkan kebutun, terutama jika ada papil edema atau perdarahan pada
area makula. Lesi hipertensif dzrpat terjadi secara akut dan, jika terapi
menga.kibatkan penurunan !ekanan darah secara signifikan, dapat
menunjukkan resolusi yang cepat. Lesi ini jarang sembub tanpa terapi.
Sebaliknya, arterioskicrosis retina akibat profilerasi endotelial dan muskuler,
dan hal ini secara tepat menunjukkan perubahan pada organ lain. Perubahan
sklerotik tidak terjadi secepat lesi hipertensif, juga tidak kembati seperti
semula dengan terapi. Sebagai akibat bertambahnya ketebalan dinding dan
kekakuan, arteriole yang mengalami sklerosis mengubah bentuk dan
menekan vena ketika berjaian dalam sarung fibrosa, clan menunjukkan garis
halus arteriole berubah dengan meningkatnya opasitas dinding pembuluh
dardh.
Disfwigsi sistern sarafpusatjuga sering tedadi pada pasien dengan
hipertensi. Sakit kepala daerah oksipital, paling sering pada pagi hari, adalah
gejala dini hipertensi yang paling rnenonjol. Pusing, kepala terasa ringan,
vertigo, tinitus, clan penglihatan kabur. atau sinkapjuga mungkin ditemukan,
tetapi manifestasi yang!ebih sedus disebabkan oleh oklusi vaskuler, perdarahan, atau
ensefalopati (Bab 368). Patogenesis dua gangouan yang terdahulu cukup berbeda.
Infark serebral bersifat sekunder terhadap pertingkatan aterosklerosis yang
ditemukan pada pasien hipertensi, sedungkan perdarahan serebral terjadi akibat
tekanan arten yang meningkat clan terbentuknya mikroancurisma vaskuler serebral
(ancurisrna CharcotBouchard). Hanya ' usia dan tekanan aricri diketahui
mempengaruhi terbentuknya mikroaneurisma. Dengan demikian tidak mengherankan
babwa hubungan tekanan arieri dcngan perdarahan serebral lehih baik dibandingkan
inf,,rk. screbral atau infark, miokard.
Ensefalopati hiperlensif terdiri dari kompleks gejala sebagai
1
1262
BAGIANTU~ GANGGUANSISTEMKARDfOVASKULER
meninakat, retinopati dengan papiledema. clan kejang. Patogenesishya tidak pasti
tetapi mungkin tidak berhubungan dengan spasme arteriolex. atau edema screbral.
Tanda neurologik fokaijarang terjadi dan,jika ada, menunjukkan bahwa infark,
perdarahan, atau serangan iskemik sementara lebih mungkin didiagnosis.
Meskipun beberapa pencliti menunjukkan bahwa menurunkan tekanan arteri
segera pada pasien ini dapat mempengaruhi aliran darah screbral secara berlawan-
an, sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa ini bukan keadaan yang sebena
rnya.
EFEKG1WAL(LihatjugaBab243) Lesiarterioskierotikdari arteriole aferen dan
eferen dan jumbai kapiler glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling sering
pada hipertensi dan mengaldbatkan menurunnya tingkat filtrasi glomerulus dan
disfungsi tubulus. Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada
glomerulus, dan kurang lebih 10 persen kematian sekunder terhadap hipertensi
disebabkan oleh gagal ginjal. Kehilangpn darah pada hipertensi tidak hanya terjadi
dari lesi renal; epistaksis, hemoptisis, dan metroragi juga seringkali terjadi pada
pasien ini.
PENDEKATAN PADA PASIEN DENGAN
HIPERTENSI
Dalam mengevaluasi pasien dengan hipertensi, anamnesis awal, pemeriksaan fisis,
dan tes laboratorium sebaiknya ditujukan pada (1) menyingkap bentuk sckunder
hipertensi yang dapat diperbaiki (lihatTabel 209-1),(2) menetapkandasarpraterapi,
(3) menitai faktor yang mempengaruhi jenis terapi atau yang mungkin mengubah
secara berlawanan dengan terapi, (4) menentukan jika terdapat kerusakan organ
target, dan (5) menentukan apakah terdapat faktor risiko lain untuk terjadinya
penyakit kardiovaskuler arteriosklerotik (lihat Bab 208). Idealnya, evaluasi ini
juga menentukan mckanisme yang mendasari tedadinya hipertensi esensial,
terutama jika informasi tersebut mengakibatkan program terapeutik yang lebih
spesifik. Sayangnya, pada waktu sekarang ini aspek evaluasi ini dibatasi oleh
kurangnya pengetahuan mengenai mckanisme yang mendasarinya, ketidakpastian
terhadap spesifisitas terapi untuk bagian terpisah sekalipun mckanisme yang
mendasarinya diketahui, atau biaya yang mahal untuk menielaskan bagian pasien
hipertensi sekalipun terdapat terapi spesifik. Akan tetapi, dengan pengumpulan
informpsi tambahan, komponen keenam dalam evaluasi pas; en dengan hipertensi
dapat menjacii lebit, penting.
GEJALADANTANDA Sebagianbesarpasiendenganhiper
tensi tidak mempunyai gejala spesifik yang menunjuickan kenaikan
tekanan darahnya dan hanya diidentifikasi pada pemeriksaan fisis.
Jika gejala membuat pasien datang ke dokter, dapat digolongkan
menjad! tiga kategori. Pasien dihubungkan dengan (1) kenaikan
t ekanan itu sendiri, (2) penyakit vaskuler hipertensif. dan (3) penyakit
yang mendasarinya pada kasus hipertensi sekunder. Meskipun dengan
populer dianggap gejala kenaikan tekanan darah, sakit kepala hanya
karakteristik untuk hipertensi berat; paling scring terletak pada daerah
oksipital, terjadi ketika pasien bangun pada pagi hari, dan berkurang
secara spontan setelah beberapa jam. Keluhan lain yang mungkin
berhubungan ada!ah pusing, palpitasi, mudah lelah, dan impotensi.
Keluhan yang mengarah ke penyakit vaskuler termasuk epistaksis,
hematuria, pandangan kabur karena perubahan retina, episode lemah
atau pusing yang d~sebabkan oleh iskernia serebral sementara, angina
pektoris. dan dispnea yang disebabkan oleh gagal jantung. Nyed
karena diseksi aorta atau bocomya aneurisma merupakan gejala yang
kadang-kadang tedadi. 1
Contoh gejala yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya pada
hipertensi sckunder adalah poliuria, polidipsia, dan kelemahan otot sekunder
terhadap hipokalemia pada pasien dengan aldosteronisme primer atau berat badan
bertanibah dan emosi yang labil pada pasien dengan sindroma Cushing. Pasien
dengan feckro-
mositoma datang dengan sakit kepala episodik, palpitasi, diaforesis. dan pusing
postural.
EVALUASI KLINIS Anamnesis Riwayat keluarga yang kuat mengenai
hipertensi, bersama dengan kelainan'kenaikan tekanan darah intermiten yang
dilaporkan pada waktu yang lalu, mengarah diagnosis hipertensi esensial.
Hipertensi sekunder seringkah timbul sebelum usia 35 tahun atau setelah 55
tahun. Riwayat penggunaan steroid adrenal atau estrogen mempunyai arti yang
nyata. Riwayat infeksi traktus urinarius berulang menunjukkan pielonefritis
kronik, meskipun kondisi ini dapat tedadi tanpa adanya gejala; nokturia dan
polidipsia menunjukkan penyakit endokrin atau ginjal, sedangkan trauma pada
salah satu pinggang atau episode nyeri pinggang akut mungkin merupakan
petunjuk adanya cedera ginjal. Riwayat bertambalmya berat badan cocok dengan
sindroma thshing, dan berkurangnya berat badan dengan feokromositoma.
SeJurnlah aspek anamnesis membantu dalam menetitukan apakah peayakit
vaskuler berlanjut menjadi stadium yang berbahaya. Dalam hal ini meliputi angina
pektoris dan gejala insuftsiensi serebrovaskuler, gagaIjantung kongestif, danlatau
insufisiensi vaskuler perifer. Faktor risiko lainnya yang sebaiknya diperolch
meliputi merokok, diabetes mellitus, gangguan lipid, dan riwayat keluarga adanya
kematian dini karena penyakit kardiovaskuler. Akhirnya, aspck gaya hidup pasien
yang mendukung terjadinya hipertensi atau mempengaruhi terapi sebaiknya
dinilai, termasuk diet, aktivitas fisis, status keluarga, keda, dan tingkat pendidikan.
Perneriksaan fisis Pemeriksaan fisis dimulai dengan penampilan umum
pasien. MisaInya, apakah terdapat wajah yang bulat dan obesitas daerah badan
akibat sindroma Cushing? Apakah perkembangan otot pada ekstremitas atas tidak
proporsional dengan ekstremitas bawah, menunjukkan adanya koarktasio aorta?
Langkah selanjutnya adalah membandingkan tekanan darah dan nadi pada kedua
ekstremitas atas dan pada posisi supinasi dan berdiri (paling tidak selama 2
menit). Kenaikan tekanan diastolik ketika pasien berubah posisi dari supinasi
menjadi berdiri adalah paling cocok untuk hipertensi esensial; penurunan, tanpa
adanya terapi antihipertensi, menunjukkan bentuk hipertensi sekunder. Tinggi dan
berat badan pasien sebaiknya dicatat. Pemeriksaan fundus okuli yang terperinci
mutlak dilakukan karena kelainan funduskopik memberikan salah satu indikasi
terbaik mengenai lamanya hipertensi dan prognosis. Petunjuk yang berguna
adalah klasifikasi Keith-WagenerBarker mengenai perubahan funduskopik (Tabel
2094; khat juga Atlas 8).. perubahan spesifik dari s--tiap fundus sebaiknya dicatat
dan ditentukan derajatnya. Palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk mencari
tanda stenosis atau oklusi adalah penting; penyempitan arted karotis mungkin
merupakan manifestasi penyakit vaskuler hipertensi, dan juga mungkin petunjuk
adanya lesi arter! renalis, karena kedua lesi ini dapat tedadi secara bersamaan.
Pada perneriksaart jantung dan paru, sebaiknya dicari tanda hipertrofi ventrikel
kiri dan dekompensasi jantung. Apakah ada gerakan ke atas dari ventrikel kiri?
Apakah terdapat bunyi jantung ketiga dan keempat? Apakah terdapat ronki paru?
Bunyi jantung ketiga dan ronki paru tidak biasa ditemukan pada hipertensi tanpa
komplikasi. Adanya dua tanda ini menunjukkan disfungsi ventrikel. Pemeriksaan
dada juga meliputi pencanan oising di luar jantung dan pemgii~uh darah kolateral
yang dapat dipalpasi yang tedadi akibat koarktasio aorta.
Bagian paling penting dari pemeriksaan abdominal adalah auskultasi
adanya bndt yang berasal dari arted renalis yang mengalami stenosis. Bruit
yang disebabkan oleh penyempitan arted renalis hampir selalu mempunyai
komponen diastolik atau mungkin kontinu dan paling baik terdengar tepat pada
sisi kanan atau kiri dari garis tengah di atas umbilikus atau pada pinggang; Bruit
ini terdapai pada beberapa pasien dengan stenosis arteri renalis yang disebabkan
oleh displasia fibrosa dan pada 40 sampai 50 persen pasien dengan senosis yang
signifikan secara fungsional disebabkan oleh arteriosklerosis. Abdomen juga
dipalpasi untuk mencari adanya aneunsma abdomi-
BAB209 PENYAKITVASKULFRHIPERTENSIF
Abdomen Juga dipalpasi untuk mencari adanya aneurisma abdominal clan
pembesaran ginjal dari penyakit ginjal polikistik. Denyut nadi femoralis harus
dirasakan dengan teliti, dan jika menurun dan/ atau terlambat dibandingkan dengan
denyut nadi radialis, tekanan darah pada ekstremitas bawah harus diukur. Sekalipun
denyut nadi femoralis normal pada palpasi, tekanan arteri pada ekstremi tas bawah
sebaiknya dicatat paling tidak sekali pada pasien dengan hipertensi ditemukan
sebelurn usia 30 tahun. Alchimya, dilakukan pemeriksaan ekstremitas untuk mencar.
adanya edema clan tanda gangouan screbrovaskuler sebelumnya danlatau patologi
intrakr-dnial lainnya.
Pemeriksaan laboratoriUM Kontroversi yang ada mengenai apakah
pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan pada pasien yang menunjukkan
hipertensi. Umumnya, ketidaksetujuan tetap mengenai bagaimana mengevaluasi
pasien secara ekstensif untuk bentuk hipertensi sekunder atau bagian dari
hipertensi esensial. Pada diskusi shlanjutnya, pemeriksaan laboratorium dibagi
menjadi perneriksaan yang sebaiknya dilakulcan pada semua pasien dengan
hiperiensi yang menetap (pemeriksaan dasar) dan pemeriksaan yang sebaiicnya
ditambahkan jil.a (1) dati pemeriksaan awal diduga ada bentuk hipertensi sckunder
danlatau (2) tekanan arte~ tidak terkendali setelah terapi awal (pemeriksaarl
sekunder).
PEMERIKSAAN DASAR Status ginjal dievaluasi dengan menilai adanya protein,
darah, dan glukosa dalam urin dan mengukur Icreatinin scrum danlatau rutrogen urea
darah (BUN, blood urea nitrogen). Pemeriksaan mikroskopik urin juga membantu.
Kadar kalium serum diperlukan baik sebagai penapisan untuk hipertensi yang
diinduksi oleb mineralokortikoid dan sebagai dasar sebelum memulai terapi diuretik.
Kimia darah lainnya juga mungkin berguna, terutama karena seringlcali
dapatdirninta sebagai rangkaian tes autornatis dengan biaya yang minimal pada
pasien. Contohnya, penentuan glukosa darah membantu karena diabetes mellitus
mungkin disertai dengan arteriosklerosis yang terjadi lebih cepat, penyakit vaskuler
renal, dan nefropati diabetik pada pasien dengan hipertensi clan karena aldos-
teronisme primer, sindroma Cushing, dan fcokromositorna yang sernuanya mungkin
disertai dengan hiperglikemia. Lagi pula, karena ter-api antihipertensi dengan
diuretika, contohnya, dapat menaikkan kadar glukosa darah, ini penting untuk
menetapkan dasar. Kemungkinan hiperkalserniajuga mungkin dicari. Penentuan asam
urat serum berguna karena meningk-Atnya insidensi hiperurikernia pada pasien
dengan hipertensi renal clan esensial dan karena, seperti gluk.osa darah, kadar
selanjutny,a mungkin ditingkatkar olch terapi diuretika. Kolesterol serum, kolesterol
HDL, dan *rialiscrida riungkin diukur ugtuk mengidentifikasi faktor lain yang
mempercepat timbulnya arteriosklerosis. Elektrokardiogram dilakukan pada sernua
kasus sebagai penilaian keadaan jantung, terutama jika terdapat hipertrofi ventrikel
kiri, dan sebagai dasar. Ekokardiogram lebih sensitif daripada elektrokardiograrn
maupun pemeriksaan fisis dalarn menentukanjika terdapat hipertrofijantung. Dengan
demikian, pada beberapa keadaan, hal ini mungkin berguna selain evaluasi dasar
pada pasien hipertensi, terutama karena hipertrofi ventrikel kiri mcrupak-an faktor
risiko kardiovaskuler yang bebas dan adanya hipertrofi ventrikel kiri ini
menunjukk-an perlunya terapi antihipertensi. Selanjutnya, kenaikan tekanan arted
yang besar biasanya berhubungan dengan ada atau tidak adanya hipertrofi ventrikel
kiri, kenaikan tekanan arted yang ringan mungkin bukan. S6hingga seseorang tidak
dapat menggunakan batas tekanan darah itu serldiri sebagai -tanda pengganti untuk
mengetahui ada atau tidaknya hipertrofi ventrikel kid. Sebaliknya, karena biaya
ekokardiogram clan ketidakpastian apakah informasi alchir akan mengubah terapi,
yang tidakjelas adalah apakah ekokardiogram tinclak lanjut rutin selama terapi
dibenarkan. Roentenogram toraks juga mungkin membantu dengan memberikan
kesempatan untuk mengidentifilcasi dilatasi atau clongasi aorta dan Ickukan iga yang
terjadi pada koarktasio aorta.
PEMERIKSAAN SEKUM)ER (Tabel 209-5) Petunjuk tertentu dari
anamnesis, perneriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium dasar menunjukkan
penyebub yang tidak biasa pada hipertensi dan menentukan perlunya pemeriksaun
khusus. Contohnya, timbuinya hipertensi berat yang tiba-tiba danlatau timbuInya
hipertensi seberat apapun pada usia di bawah 25 tahun atau setelah usia 50 tahun
sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengesampingkan hipertensi
renovaskuler dan feokromositoma. Riwayat sakit kepala, palpitasi, scrangan
kecemasan, berkeringat yang tidak biasa, hiperglikemia, dan menurunnya berat badan
juga sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengesampinglcan adanya
feokromositoma. Adanya bruit abdomen menyebabkan pemeriksaan hipertensi
renovaskuler, dan kelainan dari massa abdominal bagian atas bilateral pada
pemeriksaan fisis, sesuai dengan penyakit ginjal polikistilc, menyebabkan
di[akukannya pielogram intravena. Kadar kreafinin atau nitrogen urea darah yang
meningkat, disertai dengan proteinuria dan hematuria, memulai pemeriksaan yang
terperinci mengenai insuftsiensi renal (Bab 235). Pemeriksaan khusus untuk
hipertensi sekunderjuga dianjurkan jika terdapat kegagalan terapeutik dengan
program obat awal. Tindakan diagnostik spesifik tergantung dari penyebab
hipertensisekunder yang paling munggkin.
Feokroii2ositonia (Lihat Bab 336) Proseaur penapisan yang paling mudah dan
terbaik untuk feolcromositorna adalah pengukuran katekolamin atau metabolitnya
dalam urin yang dikumpulkan 24jam selama waktu pasien mengalami hipertensi.
Pengulcuran kadar katekolamin plasma juga mungkin berguna. Tes-tes ini mungkin
dianjurkan bahkan pada pasien dengan fcokromositoma yang menderita hipertensi
menetap. Tes provokatifjarang dilakukan,jika pemah, dianjurkan, meskipun
kadang-kadang tes supresif mungkin berguna.
Sitidron7oCtxshine (LihatjugaBab335) Tesurin24jamuntuk kortisol atau
pernbedan deksametason 1 mg.pada waktu tidur, diikuti dengan pengukuran kortisol
plasma padajam 7 atau 10 pagi, adalah tes terbaik untuk adanya kondisi ini. Kadar
kortisol urin kurang dari 2750 nmol (100 gg) atau supresi kadar kortisol plasma di
bawah 140 nmol/L (5,ugIdL) secara efektif mengesampingkan sindroma Cushing.
Hiperlensi renovaskyle (LihatjugaBab243) Tespenapisan standar untuk hipertensi
vaskuler renal adalah rangkaian pielogram intravena (IVP) yang cepat. Gambaran
sugestif dari iskemia renal meliputi (1) gambaran terlambat unilateral dan eksresi
bahan kontras, (2) perbedaan ukuran gin.jal le.bih hesar dari 1,5 eTix, (3) bentuk
ireguler bayangan ginjal, menunjukkan infark atau atrofi parsial, (4) indentasi pada
ureter atau pelvis renalis, kemungkinan disebabkan
1264
BAGIANTU~ GANGGUANSISTEMKARDIOVASKULER
oleh arteri ureteral yang berdilatasi (lekukan kolateral), dan (5) hiperkonsentrasi
medium kontras dalam sistem pengumpul ginjal yang lebih kecil. Jika
kritcria-kriteria ini digunakan, tinglcat positifpaIsu adalah 11 persen dan tingkat
negatif-palsu adalah 12 persen. Angiogram subtraksi digital diterima dengan sangat
antusias sebagai tes penapisan yang lebilt tepat untuk penyakit vaskuler renal.
Tempat akhirnya sebagai tes penapisan tidak jelas, alcan tetapi, karena biayanya
yang relatif tinggi dan perlu dilakukan injeksi arteri dibandinglcan vena. Renogram
isotop dan tes infus saralasin, keduanya secara antusias didukung sebagai prosedur
penapisan pada waktu yang lalu, sekarang jarang digunakan karena sensitivitas dan
spesifisitasnya yang rendah atau persediaarmya yang terbatas. Alcan tetapi, renogram
yang diinduksi kaptopril mungkin ltbib berguna. Tes ini memberikan kcuntungan
ketergantungan vaskularisasi renal terhadap angiotensin II. Dengan demikian, jika
individu dengan stenosis arteri renalis diberikan inhibitor enzim konversi (kaptopril)
yang menurunkan kadar angiotensin 11 pada tempat stenosis. akan terdapat pola
aliran darah renal yang menunjukkan menurunnya ambilan dan ekskresi yang
terlambat seperti yang dinilai oleh renogram isotop.
Tes definitif penyakit ginjal yang dapat diperbaiki dengan pembedaban adalah
gabungan angiogram renal dan penentuan renin vena renalis. Arteriogram renal
menetaplcan adanya lesi arteri renalis dan membantu menentulcan apakah lesi
disebabIcan oleh aterosklerosis atau pada salah satu dari displasia fibrosa atau
fibromuskuler. Akan tetapi, ini tidak membuktikan bahwa lesi bertanggungjawab
terhadap adanya hipertensi, juga tidak memungkinkan dilakukannya prediksi
mengenai kemunakinan terapi pembedahan; ini harus diperhatikan bahwa (1) stenosis
arteri renalis adalah kelainan yang sering ditemukan dengan angiografl dan pascamati
pada individu normotensi, dan (2) hipertensi esensial adalah kondisi biasa dan dapat
terjadi bersarnaart dengan stenosis arteri renalis yang sesungguhnya mungkin
tidakbertanggungjawabterhadaptedadinyahipertensi. Kateterisasi vena renalis bilateral
untuk pengulcuran aktivitas renin plasma digunakan untuk menilai arti fungsional
dari setiap lesi yang ditemulcan pada arteriografi. Jika salah satu ginjal iskemik dan
ginjal lain normal. semua renin dilepaskan berasal dari ginjal yang terkena. Pada
sebagianbesarsituasi yang paling mudah dimengerti, ginjal iskernik mempunyai
aktivitas renin plasma vena yang lebih tinggi secara signifilcan dibandinglcan dengan
ginjal normal oleh faktor 1,5 atau lebih. Di samping i!u. aliran darah vena renalis dari
ginjal yang tidak terkena menunjukkan kadar yang sarna dengan yang terdapat dalarn
vena Icava inferior di bawah pintu masuk vena renalis. Manfaat yang signifilcan dari
perbaikan operatif mungkin diantisipasi paling tidak pada 80 persen pasien dengan
kelainan yang dijelaskan di atas jika ditakulcan perawatan untuk mempersiaplcan
pasien secara tepat sebelum pengambilan contch darah vena renalis, misaInya, meng-
bentikan obat yang menekan renin, seperti penghambat beta, paling tidak selama 10
hari, pasien melakukan asupan natrium-rendah selama 4 hari, dan/atau membedkan
inhibitor enzim konversi selama 24 jam. Jilca lesi obstruksi terdapat pada cabang
arteri rcnalis ditunjukkan olch arteriografi, usaha untuk memperoleh contoh darah
dari cabang utama vena renalis sebaiknya dilakukan dalam usaha untuk
mengidentifikasi lesi arted intrarenal terlokalisasi yang bertanggungjawab terhadap
timbulnya hipertensi.
Aldostervitis.,ne prime OffiatjugaBab335) Pasieninihampir selalu menunjukkan
hipokalemia. Terapi diuretika seringlcali mengalami lcomplikasi jika hipokalemia
pertama kali ditemulcan dan perlu dinilai. Hipokalemia, hubungan antara aktivitas
renin plasma dan kadar aldosteron menjadi kunci diagnosis aldosteronisme primer.
Konsentrasi atau ekskresi aldosteron yang tinggi dan aktivitas renin plasma rendah
pada aldosteronisme primer, dan kadar-kadar ini secara relatif tidak dipengaruhi olch
perubahan keseimbangan natrium.
Bagianpentingdarievaluasisetelahaldosteronismeprimer-ditetapkan adalah untuk
menentulcan apakah terdapat penyakit unilateral atau bilateral, karena pengan,-katan
lesi secara pembedahan biasanya menurunkan tekanan arteri hanya pada pasien
dengan penyakit unilateral.
Pengukuran aktivitas renin plasma Beberapa penclitian menunjukkan bahwa
sebagian besar pasien hipertensi mempunyal. kadar renin plasma yang terukur clan
berhubungan dengan tinglcat ekskresi natrium 24 jam untuk menilai apakah terdapat
kadar yang tinggi, rendah, atau normal. Informasi ini mungkin penting untuk alasan
terapeutik maupun prognostilc. Akan tetapi, seperti yan. ditemulcan lebih dim, hal ini
tidak jelas, berdasarkan data yang ada sekarang dan program terapi, babwa
pengulcuran acak ini sesungguhnya berguna kecuali pada pasien dengan kelainan
sugestif dari penyakit vaskuler renal atau kelebihan mineralokortikoid dengan kadar
renin vena renalis lateralisasi atau kadar renin perifer yang ditekan mungkin
mempunyai arti diagnostik danlatau terapeutik.