Download - Paper Ekonomi Produksi
PAPER EKONOMI PRODUKSI
Resiko dan Ketidakpastian dalam Usahatani Berskala Kecil
(untuk memenuhi tugas mata kuliah ekonomi produksi)
KELAS D
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
Resiko dan Ketidakpastian dalam Usahatani Berskala Kecil
1. Diskusikan hipotesis kembar perilaku petani gurem dalam merespon resiko dan
ketidakpastian. Cari contoh-contoh kasus yang relevan untuk mendukung
deskripsi yang akan Anda susun secara berkelompok.
Dalam hal ini kami akan menggunakan komoditas tanaman pangan yaitu
Kentang, dimana kentang merupakan komoditas pilihan yang seringkali di
budidayakan oleh petani. Terdapat beberapa resiko alamiah yaitu resiko yang
seringkali di tanggung oleh para petani tersebut. Dan juga terdapat ketidakpastian
dari para petani terhadap beberapa hal, dimana akan dijelaskan dibawah ini :
a. Resiko Alamiah yang Diterima Petani Komoditas Kentang
1. OPT
Keberhasilan peningkatan produksi sayuran selama ini tidak
dapat disangkal juga diikuti oleh dampak negatif penggunaan pestisida
berlebih. Salah satu dampak negatif tersebut adalah semakin
resistennya hama/penyakit terhadap pestisida serta semakin
menurunnya ketersediaan dan keragaman berbagai organisme berguna.
Sampai saat ini, hama penyakit masih merupakan kendala utama
produksi kentang, karena dapat menyebabkan kehilangan hasil dengan
kisaran 25-90%. Hama penting pada kentang di Indonesia adalah
diantaranya ulat grayak, kutu daun, orong-orong, hama penggerek
umbi, hma trips. Dimana hama-hama tersebut menimbulkan gejala
yang berbeda dan juga dampak kerugian dengan tingkat yang berbeda.
2. Iklim
Iklim di Indonesia setidaknya menjadi ancaman bagi para
petani khususnya petani kentang. Dimana musim penghujan dan
musim kemarau yang tidak menentu menjadi salah satu resiko alamiah
bagi petani kentang tersebut. Komoditas kentang tersebut sangat sesuai
dengan daerah yang bercurah hujan rata-rata 1500 mm/tahun. Daerah
yang sering mengalami angin kencang tidak cocok untuk budidaya
kentang. Suhu optimal untuk pertumbuhan kentang adalah 18-21
derajat C. Pertumbuhan umbi akan terhambat apabila suhu tanah
kurang dari 10 derajat C dan lebih dari 30 derajat C. Lama penyinaran
yang diperlukan tanaman kentang untuk kegiatan fotosintesis adalah 9-
10 jam/hari. Lama penyinaran juga berpengaruh terhadap waktu dan
masa perkembangan umbi. Lama penyinaran yang diperlukan tanaman
kentang untuk kegiatan fotosintesis adalah 9- 10 jam/hari. Lama
penyinaran juga berpengaruh terhadap waktu dan masa perkembangan
umbi.
Namun apabila dihadapkan dengan iklim di Indonesia yang
pada keadannya tidak menentu, ini sungguh menjadi ancaman karena
dengan adanya musim penghujan yang tidak beraturan terseut dapat
membuat kelembapan yang tidak sesuai untuk tanaman kentang, selain
itu juga suhu yang mungkin nantinya disebabkan oleh musim kemarau
dengan suhu yang terlalu tinggi ataupun pada musim penghujan
dengan suhu yang sangat rendah maka dapat menyebabkan
pertumbuhan umbi yang terhambat yang nanti akan berdampak pada
produktivitas dari kentang tersebut.
3. Bencana
Berdasarkan beritaTempo.co, Malang pada tanggal 6 Februari
2012 mengatakan para petani kentang di Batu, Jawa Timur, terpaksa
panen lebih awal agar kentang tidak busuk. “Sebenarnya belum layak
dipanen. Masa tanam minimal 120 hari, tapi harus dipanen meski baru
berusia 50 hari,” kata seorang petani di Desa Tulungrejo, Kecamatan
Bumiaji, Kota Batu, Muhammad Hamid, Senin, 6 Februari 2012.
Hamid menjelaskan buah kentang terancam busuk karena
daunnya rusak diterpa angin kencang dan badai tropis yang menerjang
Jawa Timur sejak dua pekan lalu. "Kami rugi besar, padahal harus
mencicil pengembalian pinjaman modal dari bank,” ujar Hamid.
Berdasarkan kasus tersebut, bahwa bencana alam yang tidak
dapat terduga, baik dari musim penghujan yang berlebihan yang akan
menyebabkan banjir maupun musim kemarau yang tak kunjung usai
dan menyebabkan kebakaran ataupun bencana alam lainnya seperti
gunung meletus, tsunami, gempa bumi yang tidak dapat diprediksi
menjadi resiko alamiah yang harus dihadapi oleh petani tersebut.
Dimana dengan dampak atau berimplikasi pada produktivitas yang
dapat dihasilkan oleh petani tersebut. Dan akhirnya akan menyebabkan
turunnya harga dari komoditas tersebut dan menimbulkan kerugian
secara ekonomi.
b. Ketidakpastian yang Diterima Petani Komoditas Kentang
1. Fluktuasi Pasar
Kentang merupakan salah satu komoditas yang harganya
berfluktuasi yait berdasarkan ROL (Republika Online) menyatakan
bahwa, “Fluktuasi harga juga terjadi pada komoditas kentang awal
Mei 2015 dijual Rp 9.000/kg dan sempat naik menjadi Rp 10 ribu/kg,
kemudian turun menjadi Rp 8.000/kg. Fluktuasi ini terjadi dikarenakan
faktor ketersediaan barang di pasar yang tidak mencukupi. Kenaikan
harga ini juga dikakibatkan karena adanya kenaikan harga bahan bakar
minyak, dimana yang berdampak terhadap kenaikan biaya transportasi
yaitu pengangkutan. Selain itu juga fluktuasi harga ini terjadi karena
adanya musim panen raya dimana nantinya akan membuat harga
kentanng tersebut anjlok dengan keadaan kentang yang berlimah. Dan
juga adanya musim panceklik yaitu dimana kentang tersebut tidak
dapat mencukupi kebutuhan pasar yang disebabkan oleh gagal panen
karena hama dan penyakit sehingga akan membuat komoditas kentang
tersebut langka dan membuat harga menjadi tinggi.
2. Ketidakpastian Sosial
Ketidakpastian sosial ini menggambarkan dengan apa yang
diharapkan oleh petani dengan real atau kenyataannya adalah tidak
sesuai. Yaitu contoh pada kasus ketidakpastian sosial yaitu adanya
penawaran untuk mentumpangsarikan komoditas kentang dengan
komoditas lainnya dengan jaminan sarana produksi yang diberikan
oleh pemerintah sekitar. Seringkali dengan adanya tumpang sari ini
memberikan dampak yang baik untuk para petani berlahan kecil
karena dapat mengefesienkan penggunaan lahan. Tetapi disini
ketidakpastian sosial yaitu ketika pemerintah tidak dapat memenuhi
sarana produksi yang diperlukan oleh petani tersebut yaitu seperti
bibit,benih, pestisida, maupun pupuk. Selain itu juga ketidakpastian
sosial lainnya adalah adanya alih fungsi lahan, yaitu dari lahan yang
berbasiskan pertanian menjadi lahan yang menghasilkan nilai
ekonomis yang tinggi seperti alih fungsi lahan menjadi tempat wisata,
pemukiman, ataupun perkebunan.
Ketidakpastian yang lainnya adalah dari sistem pembagian
hasil yang nanti nya akan diterima oleh para penyakap dan pemilik
lahan dimana apabila hasil panen tersebut tidak sesuai dengan apa
yang diharapkan maka akan berdampak pada pembagian hasil yang
semakin kecil. Sehingga mereka, para penyakap akhirnya beralih
profesi menjadi buruh pabrik, atapun buruh lainnya yang mempunyai
gaji yang tetap tidak seperti penyakap yang mempunya penghasilan
tidak menentu.
3. Tindakan Pemerintah
Tindakan pemerintah yang bersifat top-down terbukti tidak
memberikan manfaat yang baik. Dimana tindakan pemerintah yaitu
dari atas baru menuju ke bawah membuktikkan bahwa seringkali apa
yang diberikan atau diprogramkan oleh pemerintah tidak sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi oleh petani dan juga dengan apa
yang dibutuhkan oleh para petani di Indonesia ini. Seperti contohnya
adalah sarana produksi yang diberikan kepada petani kentang di Desa
Dempo dimana mereka diberikan saprodi yang tidak sesuai dengan
keadaan di tempat tersebut. Karena seperti yang kita ketahui benih
yang baik adalah benih lokal di daerah itu sendiri. Contohnya adalah
antara benih lokal kentang di Malang dan benih lokal kentang di
Palembang berbeda. Karena antara OPT dan ketinggian tempat
budidaya juga sangat berpengaruh dalam awal budidaya tanamn
kentang.
Selain itu juga tindakan pemerintah yang bersifat top down ini
pembagian traktor yang menurut pemerintah itu akan memberikan
keefektifan dan keefisienan bagi para petani tersebut malah berdampak
sebaliknya. Dimana rata-rata petani di Indonesia ini adalah petani
gurem yaitu petani yang hanya mempunyai lahan seluas 0,2 ha.
Sedangkan disini tidak akan efektif apabila petani tersebut diberikan
traktor karena lahan yang minim sehingga diperlukan pemberian
saprodi yang lebih efektif yaitu seperti sapi. Dimana sapi tersebut
dapat diternak dan dapat menghasilkan pupuk organik apabila diolah.
2. Berdasarkan hasil diskusi kelompok Anda, bangun argumentasi yang relevan
tentang implikasi kebijakan yang dapat menjadi solusi alternatif atas
permasalahan tingginya resiko dan ketidakpastian usahatani.
Berdasarkan hasil diskusi dari kelompok kami, kebijakan yang dirasa
cocok untuk diterapkan pada petani gurem di Indonesia khususnya kentang adalah
Sistem Resi Gudang untuk komoditas yang memiliki daya simpan pendek.
Dimana Sistem Resi Gudang (SRG) ini hanya berlaku pada komoitas yang
memiliki daya simpan dengan jangka yang lama yaitu kurang lebih 3 bulan.
Disini kami rasa SRG untuk komoditas yang memiliki daya simpan pendek ini
seperti komoditas hortikultura perlu untuk mendapatkan kebijakan ini. Dengan
tujuan untuk menimalisir dari ketidakpastian pasar yang berfluktuasi. Dengan
adanya Sistem Resi Gudang ini, maka para petani hortikultura khususnya kentang
dapat menjaminkan hasil panennya tersebut untuk mendapatkan kredit yang
nantinya akan digunakan untuk proses pembudidayaan selanjutnya. Selain itu
dengan Resi Gudang ini maka para petani kentang tersebut dapat mendapatkan
hasil dari panen dengan harga yang stabil bahkan tinggi. Karena dengan sistem
resi gudang ini hasil panen tersebut dapat disimpan dengan harapan komoditas
tersebut dapat diperkecil tingkat kerusakannya. Dan dengan sistem resi gudang ini
komoditas kentang tersebut pada masa panen raya, dapat disimpan terlebih
dahulu sampai dengan harga kentang tersebut menjadi stabil kembali. Dan
kentang tersebut dapat dikeluarkan atau dijual ketika musim panceklik dengan
harga yang tinggi. Sehingga dengan sistem resi gudnag ini dapat menjadi solusi
alternatif atas permasalahan tingginya resiko dan ketidakpastian usahatani
kentang oleh petani tersebut.
3. Carilah contoh yang relevan tentang pengaruh preferensi petani terhadap resiko
dengan kelambanan petani dalam mengadopsi suatu inovasi.
Contoh yang dapat kami paparkan adalah sistem tanam jajar legowo 2:1.
Inovasi teknologi terus dikembangkan seiring dengan kebutuhan dalam upaya
meningkatkan produksi padi. Paket teknologi sistem tanam jajar legowo 2:1
merupakan suatu rekayasa teknologi yang ditujukan untuk memperbaiki
produktivitas usaha tani padi. Teknologi ini merupakan pengganti dari teknologi
sebelumnya yakni teknologi jarak tanamn tegel. Sistem tanam jajar legowo
mampu untuk meningkatkan hasil padi dikarenakan populasi tanaman pada
sistem ini lebih banyak jika dibandingkan dengan sistem jarak tanam
sebelumnya. Oleh karena itu, sistem ini dapat dipertimbangkan untuk dijadikan
sebagai rujukan bagi para petani dalam kegiatan berusahatani padi.
Dalam penelitian yang dilakukan di Kelurahan Panrannuangku, Desa
Timbuseng dan Desa Ko’mara, Kecamatan Polongbangkeng Utara, Kabupaten
Takalar, peneliti ingin mengetahui sejauhmana tingkat adopsi teknologi jajar
legowo 2:1 pada tanaman padi sawah dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi adopsi petani terhadap sistem tanam jajar legowo 2:1. Dari total
jumlah populasi sebanyak 146 orang petani padi sawah ,hanya sebanyak 51
orang petani yang mengadopsi sistem padi jajarlegowo 2:1 (Kelurahan
Panrannuangku sebanyak 16 orang, Desa Timbuseng 14 orang dan Desa
Ko’mara sebanyak 18 orang). Penelitian ini menggunkan data primer dari
pengamatan lapangan, wawancara terstruktur dengan kuesioner. Data sekunder
melalui kepustakaan, laporan dan dokumen yang relevan. Data yang telah
didapat kemudian diolah dan dianalisis dalam bentuk tabel frekuensi dan bantuan
SPSS.
Berdasarkan hasil penelitian ini, tingkat adopsi di tiga lokasi penelitian
termasuk dalam kategori rendah karena komponen yang diterapkan pada
teknologi jajar legowo ini masih belum terlaksana dengan baik. Faktor internal
petani terdiri dari: umur, lama pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah
tanggungan keluarga, luas lahan usaha tani, motivasi, frekuensi mengunjungi
sumber informasi, dan sifat inovasi. Dari faktor internal petani tersebut motivasi,
tingkat keuntungan relatif, tingkat kerumitan dan tingkat kemudahan untuk
dicoba ternyata berpengaruh terhadap tingkat adopsi teknologi jajar legowo.
Faktor internal yang dapat mempengaruhi adopsi inovasi sistem jajar
legowo hanya motivasi dan tiga dari sifat inovasi yakni tingkat keuntungan
relatif, tingkat kerumitan dan tingkat kemudahan untuk dicoba. Motivasi petani
tergolong sangat tinggi tetapi petani belum mampu untuk mencari-cari atau
mendapatkan informasi lebih banyak mengenai sistem tersebut dan juga lebih
terfokus pada resiko yang akan dterima sehingga dalam pengadopsian inovasi
hasil yang diperoleh belum cukup baik.
Berdasarkan kasus diatas ditemukan bahwa salah satu alasan mengapa
petani tersebut lamban dalam mengadopsi teknologi tersebut adalah dengan
pertimbangan resiko yang akan dihadapi. Mereka para petani yang dengan umur
lansia yaitu lanjut usia, dengan pendidikan yang rendah, juga dengan luas lahan
usaha tani yang terbilang kecil lebih terfokus pada resiko yang nantinya akan
dihadapi apabila mengubah sistem tanam padi yang biasanya mereka lakukan
dengan sistem tanam jajar legowo. Terlihat bahwa hanya kurang lebih ½ dari
mereka yang telah menerapkan dari sistem jajarlegowo 2:1. Sedangkan yang
petani yang lain masih tetap melanjutkan sistem tanam padi seperti biasanya
dengan resiko yang telah mereka ketahui sebelumnya.
4. Jika kelompok Anda diberikan kesempatan untuk melakukan penyuluhan,
bagaimana rancangan penyuluhan yang dapat menjawab kebutuhan petani dalam
konteks kasus yang telah Anda diskusikan pada poin 1 dan 2.
Jika kelompok kami diberikan kesempatan untuk melakukan penyuluhan,
bagaimana rancangan penyuluhan yang dapat menjawab kebutuhan petani
kentang tersebut adalah dengan memberikan penyuluhan yang berbasiskan
pembuktian. Dimana kami akan memberikan bukti yaitu berupa contoh pada para
petani tersebut. Disini kami selain memberikan mereka secara teoristis tapi kami
juga memberikan contoh yaitu berupa pengimplemntasian dari penyuluhan kami
tersebut. Rancangan penyuluhan tersebut kami akan memilih beberapa petani di
Desa tersebut untuk kami bimbing terlebih dahulu dengan menggunakan metode
penyuluhan yang nantinya akan kami sosialisasikan ke petani di Desa tersebut.
Setelah kami bimbing, dan petani tersebut memberikan dampak yang baik dan
memperlihatkan manfaat dari instrumen yang telah kami implementasikan
contohnya saja pupuk organik. Lalu kami baru memberikan sosialisasi dan
memperlihatkan contoh petani yang sudah berhasil tadi. Sehingga mereka, petani
yang belum mencoba dapat terpacu untuk mencoba dari inovasi atau instrumen
yang telah kami suluhkan.
Rancangan penyuluhan seperti ini yaitu dengan memberikan contoh
terlebih dahulu akan memberikan rangsangan yang cukup besar bagi para petani
tersebut untuk megikuti atapun mengadopsi. Karena rata-rata petani di Indonesia
ini adalah petani yang lamban dalam mengadopsi segala sesuatu. Sehingga
diperlukan contoh yang bersifat nyata untuk membuka mind set dari petani gurem
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyoga, Witono,dkk. 2004. Profil Komoditas Kentang. Balai Penelitan Tanaman
Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura : Badan penelitian
dan Pengembangan Pertnainan Departemen Pertanian.
Republika, online. 2015. Harga Komoditas Kebtuhan Pokok Alami Fluktuasi.
[online]. Tersedia di
(http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/05/03/nnrcx9-harga-
komoditas-kebutuhan-pokok-alami-fluktuasi, diakses Tanggal 15 Juni 2015).
Tempo,co.bisnis. 2012. Petani Kentang di Batu Terpaksa Panen Lebih Awal.
[online]. Tersedia di
(http://bisnis.tempo.co/read/news/2012/02/06/090382097/Petani-Kentang-di-
Batu-Terpaksa-Panen-Lebih-Awal, diakses Tanggal 15 Juni 2015).
Ulfah, Maria. 2014. Pengaruh Penyuluhan Terhadap Tingkat Adopsi Inovasi.
Departemen Sains komunikasi dan Pengembangan Masyarakat: Bogor.