Download - Panggul Sempit & Presentasi Bokong
PANGGUL SEMPIT
I. PENDAHULUAN
Saat ini, istilah seperti disproporsi sefalopelvik dan kegagalan kemajuan (failure to
progress) sering digunakan untuk menjelaskan persalinan yang tidak efektif sehingga perlu
dilakukan seksio sesarea. Istilah Disproporsi Sefalopelfik mulai digunakan sebelum abad ke-
20 untuk menjelaskan obstruksi persalinan akibat disparitas (ketidaksesuaian) antara ukuran
kepala janin dan panggul ibu sehingga janin tidak dapat keluar melalui vagina. Namun,
istilah ini berasal dari masa saat indikasi utama seksio sesaria adalah penyempitan panggul
yang nyata akibat rakitis. Saat ini disproporsi seperti itu jarang dijumpai dan sebagian
disproporsi disebabkan oleh mal posisi kepala janin atau akibat kontraksi yang tidak efektif.
Kegagalan kemajuan (failure to progress) baik pada persalinan spontan maupun
persalinan diinduksi telah menjadi istilah yang semakin popular untuk menggambarkan
persalinan yang tidak efektif. Istilah ini juga digunakan untuk tidak adanya kemajuan
pembukaan servik atau penurunan janin. (1)
II. ANATOMI DAN JENIS PANGGUL
Panggul menurut anatominya dibagi dalam 4 jenis pokok. Jenis-jenis panggul ini
dengan ciri-ciri pentingnya ialah: (2)
1. Panggul ginekoid, dengan pintu atas panggul yang bundar, atau dengan diameter
transversa yang lebih panjang sedikit dari pada diameter antero-posterior dan dengan
panggul tengah serta pintu bawah panggul yang cukup luas.
2. Panggul antropoid, dengan diameter antero-posterior yang lebih panjang dari pada
diameter transversa dan dengan arkus pubis menyempit sedikit.
3. Panggul android, dengan pintu atas panggul yang berbentuk seperti segitiga,
berhubungan dengan penyempitan kedepan, dengan spina ischiadica menonjol
kedalam dan dengan arcus pubis menyempit.
4. Panggul platipelloid, dengan diameter antero-posterior yang jelas lebih pendek dari
pada diameter transversa pada pintu atas panggul, dan dengan arcus pubis yang luas.
1
Berhubungan dengan faktor-faktor ras dan sosial ekonomi, frekuensi dan ukuran-
ukuran jenis-jenis panggul berbeda-beda di antara berbagai bangsa. Dengan demikian
standar untuk panggul normal pada seorang wanita Eropa berlainan dengan standar seorang
wanita Asia Tenggara. (2)
Pada panggul dengan ukuran normal apapun jenis pokoknya kelahiran pervaginam
janin dengan berat badan yang normal tidak akan mengalami kesukaran. Akan tetapi karena
pengaruh gizi, lingkungan atau hal-hal lain, ukuran-ukuran panggul dapat menjadi lebih
kecil daripada standar normal sehingga bisa terjadi kesulitan dalam persalinan pervaginam.
Terutama kelainan pada panggul android dapat menimbulkan distosia yang sukar diatasi.
Disamping panggul-panggul sempit karena ukuran-ukuran pada 4 jenis pokok tersebut diatas
kurang dari normal, terdapat pula panggul-panggul sempit yang lain yang umumnya juga
disertai perubahan dalam bentuknya. Menurut klasifikasi yang dianjurkan oleh Munro Kerr
yang diubah sedikit, panggul-panggul yang terakhir ini dapat di golongkan sebagai berikut :
1. Perubahan bentuk karena kelainan pertumbuhan intrauterin :
a. Panggul Niegel
b. Panggul Robert
c. Split Pelvis
d. Panggul Asimilasi
2. Perubahan Bentuk karena penyakit pada tulang-tulang panggul dan / atau sendi panggul
a. Rakitis
2
b. Osteomalasia
c. Neoplasma
d. Fraktur
e. Atrofi, Karies, Nekrosis
f. Penyakit pada sendi sakroiliaca dan sendi sakrokoksigea
3. Perubahan bentuk karena penyakit tulang belakang
a. Kifosis
b. Skoliosis
c. Spondilolistesis
4. Perubahan bentuk karena penyakit kaki
a. Koksitis
b. Luksasiokoksa
c. Atrofi atau pelumpuhan satu kaki. (2)
III. DEFINISI
Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1-2 cm kurang dari yang normal.
Kesempitan panggul bisa pada inlet (pintu atas panggul), mid pelvis (ruang tengah panggul),
outlet ( dasar panggul atau pintu bawah panggul), kombinasi dari inlet,mid pelvis atau
outlet. (3)
IV. PEMBAGIAN PANGGUL SEMPIT (2,3)
1. Kesempitan pintu atas panggul (pelvic inlet)
a. Pembagian tingkatan panggul sempit
1. Tingkat I : C.V = 9-10 cm = borderline
2. Tingkat II : C.V = 8-9 cm = relative
3. Tingkat III : C.V = 6-8 cm = extreme
4. Tingkat IV : C.V = 6 cm =Absolut
b. Pembagian menurut tindakan
1. C.V = 11 cm……...………Partus Biasa
2. C.V = 8-10 cm……………Partus percobaan
3. C.V = 6-8 cm …………….SC primer
3
4. C.V = 6 cm ………………..SC mutlak (absolut)
Inlet dianggap sempit bila C.V kurang dari 10 cm atau diameter transversa
kurang dari 12 cm. Karena yang biasa diukur adalah conjugata Diagonalis (C.D) maka
inlet dianggap sempit bila C.D kurang dari 11,5 cm.
2. Kesempitan Midpelvis
Terjadi bila:
a. Diameter interspinarum 9 cm, atau
b. Kalau diameter transversa ditambahkan dengan diameter sagitalis posterior kurang
dari 13,5 cm. Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan rontgen
pelvimetri. Dengan pelvimetri klinik, hanya dapat dipikirkan kemungkinan
kesempitan midpelvis kalau:
- spina menonjol, partus akan tertahan disebut midpevic arrest
- side walls konvergen
- ada kesempitan outlet
Midpelvis contraction dapat memberi kesulitan sewaktu partus sesudah kepala
melewati pintu atas panggul. Adanya kesempitan ini sebetulnya merupakan
kontraindikasi untuk forsep karena daun forsep akan menambah sempitnya ruangan.
3. Kesempitan outlet
Adalah bila diameter transversa dan diameter sagitalis posterior <15 cm. Kesempitan
outlet, meskipun bisa tidak menghalangi lahirnya janin, namun dapat menyebabkan
perineal rupture yang hebat, karena arkus pubis sempit sehingga kepala janin terpaksa
melalui ruangan belakang.
4
V. DIAGNOSIS (3)
Kita selalu memikirkan kemungkinan panggul sempit, bila ada seorang primigravida
pada akhir kepala kehamilan anak belum masuk p.a.p dan ada kesalahan letak janin.
Diagnosis dapat kita tegakkan dengan:
a. Anamnesis
Kepala tidak masuk P.A.P dan ada riwayat kesalahan letak (LLi, letak bokong),
partus yang lalu berlangsung lama, anak mati atau persalinan ditolong dengan alat-
alat (ekstraksi vakum atau forsep) dan operasi
b. Inspeksi
Ibu kelihatan pendek ruas tulang-tulangnya atau ada skoliosis, kifosis, dll. Kelainan
panggul luar (rachitis, dsb) kalau kepala belum masuk P.A.P kelihatan kontur seperti
kepala menonjol diatas simfisis.
5
c. Palpasi
Kepala tidak masuk p.a.p atau masih goyang dan terdapat tanda dari OSBORN, yaitu
kepala didorong kearah p.a.p dengan satu tangan diatas simpisis pubis sedang
tangan lain mengukur tegak lurus pada kepala yang menonjol.
(+) = 3 jari
(-) = masuk p.a.p
(±) = antara kesalahan-kesalahan letak
d. Pelvimetri Klinis
1. Pemeriksaan panggul luar: apakah ukurannya kurang dari normal
2. Pemeriksaan dalam (V.T): apakah promontorium teraba, lalu diukur C.D dan
C.V: linea innominata teraba seluruhnya atau tidak, spina ischiadica dll
6
e. Rontgen Pelvimetri
Dari foto dapat kita tentukan ukuran-ukuran C.V;C.O = apakah kurang dari normal;
C.T; serta imbang kepala panggul.
Diagnosis panggul sempit dan disproporsi sefalopelvik
Pemeriksaan umum kadang-kadang sudah membawa pikiran ke arah kemungkinan
kesempitan panggul. Sebagaimana adanya tuberkulosis pada kolumna vertebra atau pada
panggul, luksasio koksa kongenitalis dan poliomielitis dalam anamnesis memberi petunjuk
penting , demikian pula ditemukannya kifosis, ankilosis pada artikulosio koksa di sebelah
kanan atau kiri dan lain-lain pada pemeriksaan fisik memberikan isyarat-isyarat tertentu.
Pada wanita yang lebih pendek daripada ukuran normal bagi bangsanya , kemungkinan
panggul kecil perlu diperhatiakn pula.
Akan tetapi apa yang dikemukakan di atas tidak dapat diartikan bahwa seorang
wanita dengan bentuk badan normal tidak dapat memiliki panggul dengan ukuran-ukuran
yang kurang dari normal, ditinjau dari satu atau beberapa segi bidang panggul. Dalam
hubungan ini beberapa hal perlu mendapat perhatian.
Anamnesis tentang persalinan-persalinan terdahulu dapat memberi petunjuk tentang
keadaan panggul. Apabila persalinan tersebut berjalan lancar dengan dilahirkannya janin
dengan berat badan normal, maka kecil kemungkinan bahwa wanita yang bersangkutan
menderita kesempitan panggul yang berarti. (2)
Pengukuran panggul (pelvimetri) merupakan cara pemeriksaan yang penting untuk
mendapat keterangan lebih banyak tentang keadaan panggul. Pelvimetri luar tidak banyak
artinya, kecuali untuk pengukuran pintu bawah panggul dan dalam beberapa hal yang
khusus seperti panggul miring.
Pelvimetri dalam dengan tangan mempunyai arti yang penting untuk menilai secara
agak kasar pintu atas panggul serta panggul tengah , dan untuk memberi gambaran yang
jelas mengenai pintu bawah panggul. Dengan pelvimetri rontgenologi diperoleh gambaran
yang jelas tentang bentuk panggul dan ditemuakn angka-angka mengenai ukuran-ukuran
dalam ketiga bidang panggul. Akan tetapi pemeriksaan ini pada masa kehamilan
mengandung bahaya, khusunya bagi janin . Oleh sebab itu tidak dapat dipertanggung
jawabkan untuk menjalankan pelvimetri rontgenologik secara rutin pada masa kehamilan
7
melainkan harus didasarkan atas indikasi yang nyata, baik dalam masa antenatal, maupun
dalam persalinan.
Keadaan panggul merupakan faktor penting dalam kelangsungan persalinan, tetapi
yang tidak kurang penting ialah hubungan antara kepala janin dengan panggul ibu. Besarnya
kepala janin dalam perbandingan dengan luasnya panggul ibu menentukan apakah ada
disproporsi sefalopelvik atau tidak. Masih ada faktor-faktor lain yang ikut menentukan
apakah persalinan pervaginam akan berlangsung dengan baik, akan tetapi faktor-faktor ini
baru dapat diketahui pada saat persalinan , seperti kekuatan his dan terjadinya moulage
kepala janin. Besarnya kepala janin, khususnya diameter biparietalisnya dapat diukur dengan
menggunakan sinar rontgen akan tetapi sefalometri rontgenologi lebih sukar pelaksaannya
dan mengandung bahaya seperti pemeriksaan-pemeriksaan rontgenologik lainnya. (2)
Pengukuran diameter biparietalis dengan cara ultrasonik yang sudah mulai banyak
dilakukan memberikan hasil yang cukup memuaskan. Cara ini tidak berbahaya
dibandingkan dengan pemeriksaan rontgenologik. Pada hamil tua dengan janin dalam
presentasi kepala, dapat dinilai agak kasar adanya disproporsi sefalopelvik dan kemungkinan
mengatasinya.
Untuk hal ini pemeriksaan dengan tangan yang satu menekan kepala janin dari atas
kearah rongga panggul sedangkan tangan lain yang diletakkan pada kepala menentukan
apakah bagian ini menonjol diatas simpisis atau tidak (metode osborn).
Pemeriksaan yang lebih sempurna ialah metoda Muller Munro Kerr, tangan yang
satu memegang kepala janin dan menekannya kearah rongga panggul, sedangkan 2 jari
tangan yang lain dimasukkan kedalam rongga vagina untuk menentukan sampai berapa jauh
kepala mengikuti tekanan tersebut. Sementara itu ibu jari tangan yang masuk dalam vagina
memeriksa hubungan antara kepala dan simpisis.(2)
VI. MEKANISME PERSALINAN
Bila panggul sempit dalam ukuran muka belakang dan C.V < 9 cm, maka diameter
ini tidak dapat dilalui oleh dimeter biparietalis dari janin yang cukup bulan. Maka dari itu
kalau kepala turun biasanya terjadi defleksi sehingga yang melewati diameter
anteroposterior adalah diameter bitemporalis. Jadi pada panggul sempit sering dijumpai
letak defleksi. Karena panggul sempit maka persalinan berlangsung lama, karena ada
obstruksi pada:
8
KALA I : Kepala tidak masuk p.a.p, maka pembukaan berlangsung lama dan kemungkinan
ketuban pecah sebelum waktunya. Setelah ketuban pecah maka kepala tidak dapat
menekan servik, kecuali his kuat sekali sehingga terjadi moulage yang hebat pada
kepala
KALA II: Menjadi lama karena diperlukan waktu untuk turunnya kepala dan untuk
moulage. (3)
Di atas sudah diterangkan bahwa kesempitan panggul bukan faktor satu-satunya
yang menentukan apakah persalinan pervaginam akan berlangsung dengan aman atau tidak
untuk ibu. Walaupun demikian pengetahuan tentang ukuran dan bentuk panggul sangat
membantu dalam penilaian jalannya persalinan pada wanita bersangkutan. Kesempitan
panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih. Kesempitan pada panggul tengah
umumnya juga disertai kesempitan pintu bawah panggul.
Kesempitan pada pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit apabila konjugata vera kurang dari 10 cm, atau
diameter transversa kurang dari 12 cm. Kesempitan pada konjugata vera (panggul picak)
umumnya lebih menguntungkan daripada kesempitan pada semua ukuran (panggul sempit
selurunya). Oleh karena pada panggul sempit kemungkinan lebih besar bahwa kepal tertahan
oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala.
Hal ini dapat mengakibatkan inersia uteri serta lambannya pendataran dan pembukaan
serviks.
Apabila pada panggul sempit pintu atas panggul tidak tertutup dengan sempurna oleh
kepala janin, ketuban bisa pecah pada pembukaan kecil dan ada bahaya pula terjadinnya
prolapsus funikuli. Pada panggul picak, turunnya kepala bisa tertahan dengan akibat
terjaninya defleksi kepala, sedang pada panggul sempit seluruhnya ditemukan rintangan
pada semua ukuran, kepala memasuki rongga panggul dengan hiperfleksi. Selanjutnya
moulage kepala janin dapat dipengaruhi oleh jenis asinklitismus, dalam hal ini asinklitismus
anterior lebih menguntungkan daripada asinklitismus posterior. Oleh karena pada
mekanisme yang terakhir gerakan os parietal posterior yang terletak paling bawah tertahan
oleh simfisis, sedang pada asinklitismus anterior os parietal anterior dapat bergerak lebih
leluasa ke belakang.
9
Kesempitan panggul tengah
Dengan sakrum melengkung sempurna , dinding-dinding panggul tidak
berkonvergensi , foramen ischiadicum mayor cukup luas, dan spina ischiadica tidak
menonjol kedalam , dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan menyebabkan
rintangan bagi lewatnya kepala janin. Ukuran terpenting yang hanya dapat ditetapkan secara
pasti dengan pelvimetri rontgenologik ialah distansia interspinarum. Apabila ukuran ini
kurang dari 9,5 cm perlu kita waspadai terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan ,
apalagi bila diameter sagitalis posterior pendek pula. Pada panggul tengah yang sempit lebih
sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepal dalam posisi
lintang tetap (transverse arrest).
Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul tidak merupakan bidang yang datar, tetapi terdiri atas segitiga
depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum.
Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil dari biasa, maka sudut arcus pubis mengecil
pula (<800). Agar dalam hal ini kepal janin dapat lahir , diperlukan ruanggan yang lebih
besar pada bagian belakang pintu bawah panggul. Dengan diameter sagitalis posterior yang
cukup panjang, persalian pervaginam dapat dilaksanakan, walaupun dengan perlukaan luas
pada perineum. Dengan distansia tuberum bersama dengan diameter sagitalis posterior
<15cm, timbul kemacetan pada kelahiran janin ukuran biasa. (2)
VII. KOMPLIKASI (3)
A. KOMPLIKASI PADA KEHAMILAN
1. Pada kehamilan muda rahim yang bertambah besar dapat tertahan/terhalang keluar dari
true pelvic, jarang dijumpai kecuali pada panggul sempit absolute
2. Pada kehamilan lanjut, inlet yang sempit tidak dapat dimasuki oleh bagian terbawah
janin, menyebabkan fundus uteri tetap tinggi dengan keluhan sesak, sulit bernafas,
terasa penuh diulu hati dan perut besar
3. Bagian terbawah anak goyang dan tes Osborn (+)
4. Perut seperti abdomen pendulus (perut gantung)
5. Dijumapa kesalahan-kesalahan letak, presentasi dan posisi
10
6. Lightning tidak terjadi, fiksasi kepala tidak ada, bahkan setelah persalinan dimulai
7. Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung
B. KOMPLIKASI PADA SAAT PERSALINAN
Komplikasi panggul sempit pada persalinan tergantung pada derajat kesempitan
panggul.
1. Persalinan akan berlangsung lama
2. Sering dijumpai ketuban pecah dini
3. Karena kepala tidak mau turun dan ketuban sudah pecah sering terjadi tali pusat
menumbung
4. Moulage kepala berlangsung lama
5. Sering terjadi inertia uteri sekunder
6. Pada panggul sempit menyeluruh bahkan sering didapati inertia uteri primer
7. Partus yang lama akan menyebabkan pereganga SBR dan bila berlarut-larut dapat
menyebabkan ruptur uteri
8. Dapat terjadi simfisiolisis, infeksi intrapartal
9. Partus lama mengakibatkan penekanan yang lama pada jaringan lunak menyebabkan
edema dan hematoma jalan lahir yang kelak dapat menjadi nekrotik dan terjadilah
fistula.
C. KOMPLIKASI PADA ANAK
1. Infeksi intrapartal
2. Kematian janin intrapartal (KJIP)
3. Prolaps funikuli
4. Perdarahan intracranial
5. Kaput suksedaneum sefalo-hematoma yang besar
6. Robekan pada tentorium serebri dan perdarahan otak karena moulage yang hebat dan
lama
VIII. PROGNOSIS (2,3)
Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan berlangsung sendiri
tanpa – bilamana perlu – pengambilan tindakan yang tepat,timbul bahaya bagi ibu dan janin.
11
Bahaya pada ibu :
a. Partus lama yang seringkali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil dapat
menimbulkan dehidrasi serta asidosis, dan infeksi intrapartum.
b. Dengan his yang kuat, sedang kemajuan janin dalam jalan lahir tertahan, dapat
timbul peregangan segmen bawah uterus dan pembentukan lingkaran retraksi
patologik (Bundl). Keadaan ini terkenal dengan ruptur uteri mengancam, apalagi bila
tidak segera diambil tindakan untuk mengurangi reganggan akan timbul ruptur uteri .
c. Dengan persalinan tidak maju karena disproporsi sefalopelvik, jalan lahir pada suatu
tempat mengalami tekanan yang lama antara kepala janin dan tulang panggul. Hal itu
menimbulkan gangguan sirkulasi dengan akibat terjadinya iskemia dan kemudian
nekrosis pada tempat tersebut. Beberapa hari post partum akan terjadi fistula
vesikoservikalis , atau fistula vesicovaginalis, atau fistula rectovaginalis.
Bahaya pada janin :
a. Partus lama dapat meningkatkan kematian perinatal, apalagi jika ditambah dengan
infeksi intrapartum.
b. Prolapsus funikuli apabila terjadi mengandung bahaya yang sangat besar bagi janin
dan memerlukan kelahiran segera, apabila ia masih hidup.
c. Dengan adanya disproporsi sefalopelvik, kepal janin dapat melewati rintangan pada
panggu dengan mengadakan moulage. Moulage dapat dialami oleh kepala janin
tanpa akibat yang jelek sampai batas-batas tertentu, akan tetapi apabila batas –batas
tersebut dilampaui, terjadi sobekan pada tentorium serebeli dan perdarah intrakranial.
d. Selanjutnya tekanan oleh promontorium atau kadang-kadang oleh simpisis pada
panggul picak menyebabkan perlukaan pada jaringan diatas tulang kepala janin,
malahan dapat pula menimbulkan fraktur pada os parietalis.
IX. PENANGANAN (2,3)
Dewasa ini 2 tindakan dalam penanganan disproporsi sefalopelvik yang dahulu
banyak diselenggarakan lagi. Cunam tinggi dengan mengguanakan axis-traction forceps
dahulu dilakukan untuk membawa kepala janin yang dengan ukuran besarnya belum
melewati atas panggul kedalam rongga panggul dan terus keluar. Tindakan ini sangat
berbahaya bagi janin dan ibu, kini diganti oleh section sesaria yang jauh lebih aman. Saat ini
12
ada 2 cara yang merupakan tindakan utama untuk menangani persalinan pada disproporsi
sefalopelvik, yakni sectio sesaria dan partus percobaan.
a. Sectio Sesaria
Sectio sesaria dapat dilakukan secara elektif atau primer, yakni sebelum persalinan
mulai atau pada awal persalinan, dan secara sekunder yakni setelah persalinan berlangsung
selama beberapa waktu.. section sesaria elektif direncanakan lebih dahulu dan dilakukan
pada kehamilan cukup bulan karena kesempitan panggul yang cukup berat, atau karena
terdapat disproporsi sefalopelvik yang nyata.
Selain itu sectio tersebut diselenggarakan pada kesempitan ringan apabila ada
factor- factor lain yang merupakan komplikasi, seperti primigravida tua, kelainan letak janin
yang tak dapat diperbaiki, kehamilan pada wanita yang mengalami infertilitas yang lama,
penyakit jantung, dan lain-lain.
Sectio sesaria sekunder dilakukan karena persalinan percobaan dianggap gagal, atau
karena timbul komplikasi untuk menyelesaikan persalinan selekas mungkin, sedang syarat-
syarat untuk persalinan pervaginam tidak atau belum dipenuhi. (2,3)
b. Persalinan Percobaan
Setelah pada panggul sempit berdasarkan pemeriksaan yang teliti pada hamil tua
diadakan penilaian tentang bentuk serta ukuran- ukuran panggul dalam semua bidang dan
hubunga antara kepala janin dan panggul, dan setelah dicapai kesimpulan bahwa ada
harapan bahwa persalinan dapat berlangsung pervaginam dengan selamat, dapat diambil
keputusan untuk menyelenggarakan persalinan percobaan.
Dengan demikian persalinan ini merupakan suatu test terhadap kekuatan his dan
daya akomodasi, termasuk moulage kepala janin, kedua faktor ini tidak dapat diketahui
sebelum persalinan berlangsung beberapa waktu. Pemelihan kasus-kasus untuk persalinan
percobaan harus dilakukan dengan cermat. Diatas sudah dibahas indikasi- indikasi untuk
seksio sesarea elektif, keadaan- keadaan ini dengan sendirinya menjadi kontra indikasi
untuk persalinan percobaan. Selain itu beberapa hal perlu pula mendapat perhatian. Janin
harus berada dalam presentasi kepala dan lamanya kehamilan tidak lebih dari 42 minggu.
Alasan bagi ketentuan yang terakhir ini ialah kepala janin bertambah besar serta
lebih sukar mengadakan moulage, dan berhubung dengan kemungkinan adanya disfungsi
plasenta janin mungkin kurang mampu mengatasi kesukaran yang dapat tibul pada
persalinan percobaan. Perlu disadari pula bahwa kesempitan panggul dalam satu bidang,
13
seperti pada panggul picak, lebih menguntungkan daripada kesempitan dalam beberapa
bidang. (2,3)
Mengenai penanganan khusus pada persalinan percobaan perlu diperhatikan hal- hal berikut:
1. Perlu diadakan pengawasan yang seksama terhadap keadaan ibu dan janin.
Pada persalinan yang agak lama perlu dijaga adanya bahaya dehidrasi dan asidosis
pada ibu, dan perlu diusahakan supaya ia dapat beristirahat cukup, serta tidak banyak
menderita. Jangan diberikan makanan biasa melainkan secara infus intra vena karena
ada kemungkinan persalinan harus diakhiri dengan sectio sesaria. Keadaan denyut
jantung janin harus pula diawasi terus-menerus.
2. Kualitas dan turunnya kepala janin dalam rongga panggul harus tetap diawasi
Perlu disadari bahwa kesempitan panggul tidak jarang mengakibatkan kelainan his
dan gangguan pembukaan servik. Dalam hubungan ini his yang kuat, kemajuan
dalam turunnya kepala dalam rongga panggul, dan kemajuan dalam mendatar serta
membukanya servik merupakan hal-hal yang menguntungkan.
3. Sebelum ketuban pecah, kepala janin pada umumnya tidak dapat masuk kedalam
rongga panggul dengan sempurna. Pada disproporsi sefalopelvik ketuban tidak
jarang pecah pada permulaan persalinan. Pemecahan ketuban secara aktif hanya
dapat dilakukan bila his berjalan teratur dan sudah ada pembukaan servik untuk
separuhnnya atau lebih. Tujuan tindakan ini ialah untuk mendapatkan kepastian
apakah dengan his yang teratur dan mungkin bertambah kuat, terjadi penurunan
kepala yang berarti atau tidak. Selanjutnya setelah ketuban pecah, baik spontan atau
dengan buatan perlu ditentukan ada tidaknya prolapsus funikuli.
4. Berapa lama partus percobaan boleh berlangsung. Berhubung banyaknya faktor yang
harus ikut diperhitungkan dalam mengambil keputusan tersebut, tiap kasus harus
dinilai sendri-sendiri. Apabila his cukup sempurna maka sebagai indikator berhasil
atau tidaknya partus percobaan tersebut adalah hal-hal yang mencakup keadaan-
keadaan sebagai berikut:
a. Bagaimana kemajuan pembukaan servik? Adakah gangguan pembukaan seperti
pemanjangan fase laten, pemanjangan fase aktif, sekunder arrest
b. Bagaimanakah kemajuan penurunan bagian terendah janin (belakang kepala)?
14
c. Adakah tanda-tanda klinis dari pihak anak maupun ibu yang menunjukkan
adanya bahaya bagi anak maupun ibu (gawat janin, rutura uteri imminens, dll).
Apabila salah satu gangguan diatas ada, maka menandakan bahwa persalian
pervaginam tidak mungkin dan harus diselesaikan dengan section sesaria.
Sebaliknya bila kemajuan pembukaan serta penurunan kepala berjalan lancar,
maka persalinan pervaginam bisa dilaksanakan sesuai persyaratan yang ada. (2,3)
BAB II
15
PRESENTASI BOKONG
I. PENDAHULUAN
Presentasi bokong (breech presentation) terjadi ketika bokong janin lebih dulu
memasuki rongga panggul. Istilah breech (bokong) mungkin berasal dari kata yang sama
dengan britches, yang menggambarkan kain untuk menutupi selangkangan dan paha. Untuk
alas an tertentu, presentasi bokong umumnya yang paling sering terjadi, sebelum proses
persalinan dimulai, janin berputar spontan sehingga presentasi menjadi presentasi kepala.(5)
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala
di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah janin kavum uteri. Dikenal beberapa
jenis letak sungsang, yakni : presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak
sempurna dan presentasi kaki. Pada presentasi bokong, akibat ektensi kedua sendi lutut,
kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahun atau kepala janin.
Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat diraba bokong. Pada presentasi
bokong kaki sempurna disamping bokong dapat diraba kedua kaki. Pada presentasi bokong
kaki tidak sempurna hanya terdapat satu kaki disamping bokong sedangkan kaki yang lain
terangkat ke atas. Pada presentasi kaki bagian paling rendah ialah satu atau dua kaki. Letak
sungsang ditemukan kira-kira 2-4 %. Greenhill melaporkan 4-4,5 %. Holland : 2-3%,
sedangkan di Rumah Sakit Dr Pirngadi medan ditemukan frekuensi 4,4% dan di RS Hasan
Sadikin Bandung 4,6 % sedangkan di Parkland Hospital dari 136.256 bayi tunggal terdapat
3,5% presentasi bokong.(4)
II. DIAGNOSIS
Hubungan yang bervariasi antara ektremitas bawah dan bokong pada bayi dengan
presentasi bokong membentuk kategori presentasi bokong murni, sempurna dan tak
sempurna. Pemeriksaan abdominal dan vaginal touché sebaiknya dilakukan pada minggu ke
35-37. Pada presentasi bokong murni, tampak ektremitas bawah mengalami fleksi pada
sendi panggul dan ekstensi pada sendi lutut sehingga kaki terletak berdekatan dengan
kepala. Presentasi bokong sempurna dibedakan dari presentasi bokong murni satu atau
kedua lutut pada sendi lutut dalam keadaan fleksi. Pada presentasi bokong tak sempurna,
satu atau kedua sendi panggul tidak berada dalam keadaan fleksi dan satu atau kedua kaki
16
atau lutut terletak di bawah bokong sehingga kaki atau lutut bayi terletak paling bawah pada
jalan lahir.(5)
Diagnosis letak sungsang pada umumnya tidak sulit. Pada pemeriksaan luar, di
bagian bawah uterus tidak dapat diraba bagian yang keras dan bulat, yakni kepala, dan
kepala teraba di fundus uteri. Kadang-kadang bokong janin teraba bulat dan dapat memberi
kesan seolah-olah kepala, tetapi bokong tidak dapat digerakkan semudah kepala. Seringkali
wanita tersebut menyatakan bahwa kehamilanya terasa lain daripada kehamilan yang
terdahulu, karena terasa penuh dibagian atas dan gerakan terasa lebih banyak dibawah.
Denyut jantung janin pada umumnya ditemukan setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada
umbilikus. Apabila diagnosis letak sungsang dengan pemeriksaan luar tidak dapat dibuat,
karena misalnya diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan dalam. Apabila masih ada
keragu-raguan, harus dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografik atau
MRI (Magnetic Resonance Imaging).(4)
Setelah ketuban pecah, dapat diraba lebih jelas adanya bokong yang ditandai dengan
adanya sakrum, kedua ossis iskii, dan anus. Bila dapat diraba kaki, maka harus dibedakan
dengan tangan. Pada kaki terdapat tumit, sedangkan pada tangan ditemukan ibu jari yang
letaknya tidak sejajar dengan jari-jari lain dan panjang jari kurang lebih sama dengan
panjang telapak tangan. Pada persalinan lama, bokong janin mengalami edema, sehingga
kadang-kadang sulit untuk membedakan bokng dengan muka. Pemeriksaan yang diteliti
dapat membedakan bokong dengan muka karena jari yang akan dimasukkan ke dalam anus
mengalami rintangan otot, sedangkan jari yang dimasukkan kedalam mulut akan meraba
tulang rahang dan alveola tanpa ada hambatan. Pada presentasi bokong kaki sempurna,
17
kedua kaki dapat diraba disamping bokong, sedangkan pada presentasi bokong kaki tidak
sempurna, hanya teraba satu kaki disamping bokong.(4)
III. ETIOLOGI
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin terhadap ruangan di
dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32 minggu, jumlah air ketuban relatif
lebih banyak, sehingga memungkinkan janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian
janin dapat menempatkan diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang.
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air ketuban relatif
berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai yang terlipat lebih besar daripada kepala,
maka bokong dipaksa menempati ruang lebih luas difundus uteri, sedangkan kepala berada
dalam ruangan yang lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti
mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang lebih tinggi,
sedangkan pada kehamilan cukup bulan janin sebagian besar ditemukan dalam presentasi
kepala. Faktor-faktor lain yang yang memegang peranan dalam terjadinya letak sungsang di
antaranya ialah multiparitas, hamil kembar, hidramnion, hidrosefalus, plasenta previa, dan
panggul sempit. Kadang-kadang letak sungsang disebabkan oleh kelaianan uterus dan
kelainan bentuk uterus. Plasenta yang terletak di daerah kornu fundus uteri dapat pula
menyebabkan letak sungsang, karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus.(4)
IV. MEKANISME PERSALINAN
Peristiwa engagement dan penurunan bokong bayi sebagai respons terhadap
persalinan biasanya terjadi dengan diameter bitrokanterika bokong janin berada di dalam
salah satu diameter oblik rongga panggul. Bokong masuk kedalam rongga panggul dengan
garis pangkal paha melintang miring setelah meyentuh dasar panggul terjadi putar paksi
dalam, sehingga di pintu bawah panggul garis panggul paha menempati diameter
anteroposterior dan trokanter depan berada di bawah simfisis. Kemudian terjadi fleksi lateral
pada badan janin, sehingga trokanter belakang melewati perineum dan lahirlah seluruh
bokong diiukuti oleh kedua kaki. Setelah bokong lahir terjadi putar paksi luar dengan perut
janin berada diposterior yang memungkinkan bahu melewati pintu atas panggul dengan garis
terbesar bahu melintang atau miring. Terjadi putaran paksi dalam pada bahu, sehingga bahu
depan berada dibawah simfisis dan bahun belakang melewati perineum. Pada saat tersebut
kepala masuk ke dalam rongga panggul dengan sutura sagitalis melintang atau miring. Di
18
dalam rongga panggul terjadi putaran paksi dalam kepala, sehingga muka memutar ke
poosterior dan oksiput ke arah simfifis. Dengan suboksiput sebai hipomoklion, maka dagu,
mulut, hidung, dahi dan seluruh kepala lahir berturut-turut melewati perineum. Ada
perbedaan nyata antara kelahiran janin dalam presentasi kepala dan kelahiran dalam letak
sungsang. Pada presentasi kepala, yang lahir lebih dahulu ialah bagian janin terbesar,
sehingga bila kepala telah terlahir, kelahiran badan tidak memberi kesulitan. Sebaliknya
pada letak sungsang, berturut-turut lahir bagian-bagian yang makin lama makin membesar,
dimulai dari lahirnya bokong, bahu dan kemudian kepala. Dengan demikian meskipun
bokong dan bahu telah lahir, hal tersebut belum menjamin bahwa kelahiran kepala juga
berlangsung dengan lancar.(4)
V. PROGNOSIS
Angka kematian bayi pada persalinan letak sungsang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan letak kepala. Di Rumah Sakit Karjadi Semarang, Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi
medan dan Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung didapatkan angka kematian perinatal
masing-masing 38,5%, 29,4% dan 16,8%. Eastman melaporkan angka-angka kematian
perinatal antara 12-14%. Sebab kematian perinatal yang tepenting ialah prematuritas dan
penanganan persalinan yang kurang sempurna, dengan akibat hipoksia atau perdarahan di
dalam tengkorak. Sedangkan hipoksia terjadi akibat terjepitnya tali pusat antara kepala dan
panggul pada waktu kepala memasuki rongga panggul serta akibat retraksi uterus yang dapat
menyebabkan lepasnya plasenta sebelum kepala lahit. Kelahiran kepala janin yang lebih
lama dari 8 menit setelah umbilikus dilahirkan, akan membahayakan kehidupan janin. Selain
itu bila janin bernafas sebelum hidung dan mulut lahir dapat membahayakan, karena mukus
yang terhisap dapat menyumbat jalan nafas. Bahaya asfiksia janin juga terjadi akibat tali
pusat yang membumbung, hal ini sering dijumpai pada presentasi bokong kaki tidak
sempurna, tetapi jarang dijumpai pada presentasi bokong.(4)
Perlakuan pada kepala janin terjadi karena kepala harus melewati panggul dalam
waktu yang lebih singkat daripada persalinan presentasi kepalam, sehingga tidak ada waktu
bagi kepala untuk menyesuaikan diri dengan besar dan bentuk panggul. Kompresi dan
dekompresi kepala terjadi dengan cepat, sehingga mudah menimbulkan luka pada kepala
dan perdarahan dalam tengkorak.(4)
Bila didapatkan disproporsi sefalo pelvik, meskipun ringan, persalinan dalam letak
sungsang sangat berbahaya. Adanya kesempitan panggul sudah harus diduga waktu
19
pemeriksaan antenatal; khususnya pada seorang primigravida dengan letak sungsang. Untuk
itu harus dilakukan pemeriksaan lebih teliti, termasuk pemeriksaan panggul roentgenologik
atau MRI untuk menyingkirkan kemungkinan adanya kesempitan. Multiparitas dengan
riwayat obstetri yang baik, tidak selalu menjamin persalinan dalam letak sungsang akan
berlangsung lancar, sebab janin yang besar dapat menyebabkan disproporsi meskipun
ukuran panggul normal.(4)
VI. PENANGANAN
a. Dalam kehamilan
Mengingat bahaya-bahayanya, sebaiknya persalinan dalam letak sungsang
dihindarikan. Untuk itu bila pada waktu pemeriksaan antenatal dijumpai letak sungsang
terutama pada primigravida, hendaknya diusahakan melakukan versi luar menjadi presentasi
kepala. Versi luar sebaiknya dilakukan pada kehamilan antara 34 dan 38 minggu. Pada
umumnya versi luar sebelum minggu ke -34 belum perlu dilakukan, karena kemungkinan
besar janin masih dapat memutar sendiri, sedangkan setelah minggu ke-38 versi luar sulit
untuk berhasil karena janin sudah besar dan jumlah ait ketuban relatif telah berkurang.(4)
Versi merupakan tindakan untuk
mengubah presentasi janin secara artificial,
baik melalui penggantian salah satu kutub
dengan yang lainnya pada presentasi
longitudinal. Tergantung pada apakah
kepala atau bokong yang akan dijadikan
presentasi.(5)
Sebelum melakukan versi luar, diagnosis letak janin harus pasti, sedangkan denyut
jantung janin harus dalam keadaan baik. Apabila bokong sudah turun, bokong harus
dikelurakan lebih dahulu dari rongga panggul, tindakan ini dilakukan dengan meletakkan
jari-jari kedua tangan penelong pada perut ibu bagian bawah untuk mengangkat bokong
janin. Kalau bokong tidak dapat dikeluarkan dari panggul, usaha untuk melakukan versi luar
tidak ada gunanya. Setelah bokong keluar dari panggul, bokong ditahan dengan satu tangan,
sedang tangan yang lain mendorong kepala be bawah sedemikian rupa, sehingga fleksi
tubuh bertambah, selanjutnya kedua tangan bekerja sama untuk melakukan putaran janin
20
menjadi presentasi kepala. Selama versi dilakukan dan setelah versi luar berhasil, denyut
jantung janin harus selalu diawasi. Sesudah janin berada dalam keadaan presentasi kepala,
kepala di dorong masuk kedalam rongga panggul. Versi luar hendaknya dilakukan dengan
kekuatan yang ringan tanpa mengadakan paksaan. Versi luar tidak ada gunanya dicoba bila
air ketuban terlalu sedikit, karena usaha tersebut tidak akan berhasil. Kontraindikasi
melakukan versi luar ialah : 1. panggul sempit; 2. Pendarahan antepartum; 3 hipertensi; 4.
Hamil kembar; 5. Plasenta previa.
Pada panggul sempit tidak ada gunanya melakukan versi luar, karena meskipun
berhasil menjadi presentasi kepala, akhirnya perlu dilakukan seksio sesarea. Tetapi bila
kesempitan panggul hanya ringan, versi luar harus diusahakan karena kalau berhasil akan
memungkinkan dilakukan partus percobaan. Versi luar pada perdarahan antepartum tidak
boleh dilakukan, karena dapat menambah perdarahan akibat lepasnya plasenta. Pada
penderita hipertnesi, usaha versi luar dapat menyebabkan terjadinya solusio plasenta;
sedangkan pada kehamilan kembar, selain janin yang lain dapat menghalangi usaha versi
luar tersebut, yang lebih berbaya ialah bila janin terletak dalam satu kantung amnion
kemungkinan tali pusat kedua janin akan saling melilit.(4)
Kalau versi luar gagal karea penderita menegangkan otot-otot dinding perut,
penggunaan narkosis dapat dipertimbagkan. Kerugian pengunaan narkosis ringan versi luar
antara lain : narkosis harus dalam, sebab dengan narkosis ringan versi luar jau lebih sulit
dibandingkan dengan penderita tetap dalam keadaan sadar. Disamping itu, karena penderita
tidak merasakan sakit ada bahaya kemungkinan digunakannya tenaga berlebihan dan dapat
mengakibatkan lepasnya plasenta.mengingat bahayanya, sebaiknya tidak melakukan versi
luar dengan menggunakan narkosis.(4)
Faktor-faktor yang berkaitan dengan keberhasilan versi yang paling konsisten
dihubungkan dengan paritas, kemudian presentasi janin, lalu banyaknya cairan amnion.
Versi lebih berhasil pada janin yang belum mengalami engaged yang diliputi cairan amnion
yang normal. Usia gestasi juga penting; semakin dini versi luar dilakukan, semakin besar
peluang kesuksesannya, sebaliknya semakin jauh dari aterm dilakukannya versi eksternal,
semakin tinggi angka pembalikan spontannya.(5)
b. Dalam persalinan
Menolong persalinan letak sungsang diperlukan lebih banyak ketekunan dan
kesabaran dibandingkan dengan pertolongan dengan presentasi kepala. Selama terjadi
kemajuan pada persalinan dan tidak ada tanda-tanda bahaya yang mengancam kehidupan
21
janin, maka penolong tidak perlu melakukan tindakan yang bertujuan untuk mempercepat
kelahiran janin. Pertama-tama hendaknya ditentukan apakah tidak ada kelainan lain yang
merupakan indikasi untuk melakukan seksio sesarea, seperti misalnya kesempitan panggul,
plasenta previa atau adanya tumor dalam rongga panggul. Apabila tidak didapatkan kelainan
dan persalinan diperkirakan dapat berlangsung pervaginam, hendaknya dilakukan
pengawasan kemajuan persalinan dengan seksama, terutama kemajuan pembukaan serviks
dan penurunan bokong. Setelah bokong lahir, tidak boleh melakukan tarikan pada bokong
maupun mengadakan dorongan menurut Kristeller, karena kedua tindakan tersebut dapat
mengakibatkan kedua lengan menjungkit ke atas dan kepala terdorong turun di antara lengan
sehingga menyulitkan kelahiran lengan dan bahu.(4)
Pada saat kepala masuk dalam rongga panggul tali pusat tertekan antara kepala janin
dan panggul ibu. Dengan demikian lahirnya bahu dan kepala tidak boleh memakan waktu
terlampau lama dan harus diusahakan supaya bayi sudah lahir seluruhnya dalam waktu 8
menit sesudah umbilikus lahir. Setelah umbilikus lahir, tali pusat terjepit antara kepala dan
panggul.(4)
Untuk melahirkan bahu dan kepala dapat dipilih beberapa tindakan. Pada perasat
Bracht, bokong dan pangkal paha janin yang telah lahir dipegang dengan dua tangan,
kemudian dilakukan hiperlordosis tubuh janin ke arah perut ibu, sehingga lambat laun badan
bagian atas, bahu, lengan dan kepala janin dapat dilahirkan. Pada perasat Bracht ini
penolong sama sekali tidak melakukan tarikan , dan hanya membantu melakukan proses
persalinan sesuai dengan mekanisme persalinan letak sungsang. Tetapi perlu diingat bahwa
dengan dengan perasat Bracht tidak selalu bahu dan kepala berhasil dilahirkan, sehingga
untuk mempercepat kelahiran bahu dan kepala dilakukan mannual aid atau manual hilfe. (4)
Untuk melahirkan lengan dan bahu dapat dilakukan perasat secara klasik, cara
Mueller atau cara Loevset. Pengeluaran lengan dengan cara klasik sebagai berikut. Pada
dasarnya, lengan kiri janin dilahirkan dengan tangan kiri penolong, sedangkan lengan kanan
janin dilahirkan dengan tangan kanan penolong; kedua lengan dilahirkan sebagai lengan
belakang. Bokong dan pangkal paha yang telah lahir dipegang dengan dua tangan, badan
ditarik ke bawah sampai ujung bawah skapula depan kelihatan di bawah simfisis. Kedua
kaki janin dipegang dengan tangan yang bertentangan dengan lengan yang akan dilahirkan,
tubuh janin ditarik ke atas, sehingga perut janin ke arah perut ibu, tangan penolong yang satu
dimasukkan ke dalam jalan lahir dengan menelusuri punggung janin menuju ke lengan
belakang sampai fossa kubiti. Dua jari tangan tersebut ditempatkan sejajar dengan humerus
dan lengan belakang janin dikeluarkan dengan bimbingan jari-jari tersebut. (4)
22
Untuk melahirkan lengan depan, dada dan punggung janin dipegang dengan kedua
tangan, tubuh janin diputar untuk mengubah lengan depan supaya berada di belakang
dengan arah putaran demikian rupa sehingga punggung melewati simfisis, kemudian lengan
yang sudah berada di belakang tersebut dilahirkan dengan cara yang sama. Cara klasik
tersebut terutama dilakukan apabila lengan depat menjungkit ke atas atau berada di belakang
leher rahim. Karena memutar tubuh dapat membahayakan janin, maka bila lengan depan
letaknya normal, cara klasik dapat dilakukan tanpa memutar tubuh janin, sehingga lengan
kedua tetap dilahirkan sebagai lengan depan. Kedua kaki dipegang dengan tangan yang
bertentangan dengan lengan depan untuk menarik tubuh janin, sehingga punggung janin
mengarah ke bokong ibu. Tangan yang lain menelusuri punggung janin menuju ke lengan
depan sampai fossa kubiti dan lengan depan dikeluarkan dengan dua ibu jari yang sejajar
dengan humerus. Lengan dapat juga dikeluarkan dengan cara Muller. Dengan kedua tangan
pada bokong dan pangkal paha, tubuh janin ditarik ke bawah sampai bahu depan berada di
bawah simfisis, kemudian lengan depan dikeluarkan dengan cara yang kurang lebih sama
dengan cara yang telah diuraikan di depan, sesudah itu baru lengan belakang dilahirkan. (4)
Untuk melahirkan bahu dapat pula dilakukan dengan cara loevset. Dasar pemikiran
cara loevset ialah: bahu belakang janin selalu berada lebih rendah daripada bahu depan
karena lengkungan jalan lahir, sehingga bila bahu belakang diputar kedepan dengan
sendirinya akan lahir dibawah simfisis. Setelah sumbu bahu janin terletak dalam ukuran
muka belakang, dengan kedua tangan pada bokong, tubuh janin di tarik ke bawah sampai
ujung bawah skapula depan terlihat di bawah simfisis. Kemudian tubuh janin diputar dengan
cara memegang dada dan punggung oleh dua tangan sampai bahu belakang terdapat di
depan dan tampak di bawah simfisis, dengan demikian lengan depan dapat dikeluarkan
dengan mudah. Bahu yang lain yang sekarang menjadi bahu belakang, dilahirkan dengan
memutar kembali tubuh janin ke arah yang berlawanan, sehingga bahun belakang menjadi
bahu depan dan lengan dapat dilahirkan dengan mudah. (4)
Kepala janin dapat dilahirkan dengan cara Mauriceau ( Veit-Smeille). Badan janin
dengan perut ke bawah diletakkan pada lengan kiri penolong. Jari tengah dimasukkan ke
dalam mulut janin sedangkan jari telunjuk dan jari manis pada maksilla, untuk
mempertahankan supaya kepala janin tetap dalam keadaan fleksi. Tangan kanan memegang
bahu janin dari belakang dengan jari telunjuk dan jari tengah berada di sebelah kiri dan
kanan leher. Janin di tarik ke bawah dengan tangan kanan sampai suboksiput atau batas
rambut di bawah simfisis. Kemudian tubuh janin digerakkan ke atas, sedangkan tangan kiri
tetap mempertahankan fleksi kepala, sehingga muka lahir melewati perineum, disusul oleh
23
bagian kepala yang lain. Perlu ditekankan di sini, bahwa tangan kiri tidak boleh ikut menarik
janin, karena dapat menyebabkan perlukaan pada mulut dan muka janin. (4)
Apabila terjadi kesukaran melahirkan kepala janin dengan cara Mauriceau, dapat
digunakan cunam piper. Cara ini dianggap lebih baik karena dengan cunam, tarikan terhadap
kepala, sedang dengan Mauriceau tarikan dilakukan pada leher. Kedua kaki janin dipegang
oleh seorang pembantu dan di angkat ke atas, kemudian cunam dipasang melintang terhadap
kepala dan melintang terhadap panggul. Cunam ditarik curam ke bawah sampai batas
rambut dan suboksiput berada di bawah simfisis, dengan suboksiput sebagai titik pemutaran,
cunam berangsur diarahkan mendatar dan ke atas, sehingga muka janin dilahirkan melewati
perineum, disusul oleh bagian kepala yang lain. (4)
Ekstraksi bokong atau ekstraksi kaki pada letak sungsang hanya dilakukan apabila
janin harus segera dilahirkan karena ibu atau janin berada dalam bahaya. Karena ekstraksi
bokong sukar dan berat sekali, sebaiknya bila masih ada kesempatan dan ada indikasi
melakukan ekstraksi, hendaknya selalu di usahakan untuk mengubah presentasi bokong
menjadi presentasi kaki, sehingga sewaktu-waktu dapat dilakukan ekstraksi kaki saja. (4)
Pada saat ini seksio sesarea menduduki tempat yang sangat penting dalam
menghadapi persalinan letak sungsang. Bila dicurigai adanya kesempitas panggul ringan
sedangkan versi luar tidak berhasil, maka tidak boleh dilakukan partus percobaan seperti
pada presentasi kepala. Dalam keadaan ini mungkin panggul dapat dilalui oleh bokong dan
bahu, akan tetapi ada kemungkinan timbul kesulitan pada saat melahirkan kepala. Karena itu
letak sungsang pada janin yang besar dan disproporsi sefalopelvik meskipun ringan,
merupakan indikasi mutlak untuk melakukan seksio sesarea. Seksio sesarea primer harus
dipertimbangkan pada primigravida, pada wanita dengan riwayat infertilitas dan pada wanita
dengan riwayat obstetrik yang kurang baik. Karena prognosis persalinan per vaginam pada
letak sungsang dengan janin prematur kurang baik, maka pada keadaan tersebut dianjurkan
untuk melakukan seksio sesarea. Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa pada letak
sungsang tanpa disproporsi sefalopelvik dapat diambil sikap menunggu sambil mengawasi
dengan seksama kemajuan persalinan, sampai umbilikus dilahirkan. Sesudah itu persalinan
tidak boleh berlangsung terlalu lama, dan apa bila ada hambatan bahu dan kepala harus
dilahirkan dalam waktu singkat dengan manual aid. Ekstraksi pada kaki atau bokong hanya
dilakukan apabila dalam kala II terdapat tanda-tanda bahaya bagi ibu atau janin, atau apabila
kala II berlangsung lama. Pada saat ini seksio sesarea memegang peranan penting dalam
penanganan letak sungsang(4)
24
25
Pelahiran badan. Tangan diletakkan pada, tetapi bukan di atas gelang panggul. Traksi ringan ke bawah dilakukan sampai scapula terlihat jelas
Rotasi panggul janin serah jarum jam sebesar 180 derajat membawa sacrum dari anterior ke posisi sacrum lintang kiri. Secara serentak, dilakukan traksi ringan ke arah bawah untuk melahirkan skapula
Rotasi berlawanan arah jarum jam dari sacrum anterior ke sacrum lintang kanan disertai traksi ringan ke arah bawah untuk melahirkan scapula kanan
Ekstraksi bokong murni menggunakan jari tangan pada lipat paha
Perasat pinard yang terkadang digunakan pada kasus presentasi bokong murni untuk melahirkan kaki ke dalam vagina
26
Ekstrasi Bokong. Traksi pada kaki dan pergelangan kaki
Ekstraksi bokong. Traksi paha. Seringkali bagian janin dipegang dengan handuk lembab untuk mengurangi kemungkinan selip akibat verniks saat dilakukan traksi
Ekstraksi bokong. Skapula tampak dan badan janin diputar.
Ekstraksi bokong. Traksi ke atas untuk melahirkan bahu belakang, diikuti oleh pembebasan lengan belakang
DAFTAR PUSTAKA
27
Ekstraksi bokong. Pelahiran bahu depan dengan traksi ke bawah. Lengan depan kemudian dibebaskan dengan cara yang sama seperti pembebasan lengan belakang
Pelahiran aftercoming head dengan perasat Mauriceau. Perhatikan ketika kepala janin lahir, fleksi kepala dipertahankan dengan penekanan suprapubik oleh asisten, dan secara bersamaan dengan penekanan pada maksila (inset) oleh penolong saat dilakukan traksi
1. Cunningham,G. Distosia (persalinan abnormal dan disproporsi fetofelvic), Profitasari
at all . Obstetri Williams. Edisi 21 . volume 1. Jakarta . EGC. 2006. Bab 18. Hal:
467-468.
2. Wiknjosastro,H. distosia karena kelainan panggul, Saifuddin, BA. Rachimhadi, T.
ilmu kebidanan. Edisi 3. Yayasan bina pustaka sarwono prawirohardjo. Jakarta.
2006. Bab 7. Hal; 637-647.
3. Mochtar,R. panggul sempit (pelvic contraction), Lutan, D. Synopsis obstetri: edisi 2.
Jakarta. EGC. 1998. Bab 9. Hal: 332-328.
4. Wiknjosastro,H. Distosia Karena kelainan letak serta bentuk janin, Seto
Martohoesodo, Hariadi, R., T. ilmu kebidanan. Edisi 3. Yayasan bina pustaka
sarwono prawirohardjo. Jakarta. 2007. Bab 7. Hal; 606-622
5. Cunningham,G. Distosia (presentasi bokong dan pelahiran sungsang). Profitasari at
all Obstetri Williams. Edisi 21 . volume 1. Jakarta . EGC. 2006. Bab 18. Hal: 559-
584.
STATUS ORANG SAKIT
28
ANAMNESA
Nama
Umur
MR
Pekerjaan
Pendidikan
Agama
Suku
Alamat
Tgl Masuk
Jam
KU
T
RPT
RPO
HPHT
TTP
G1 P1 A0
ANC
Riwayat
Kehamilan/
Persalinan
: Ny. HS
: 28 tahun
: 77-47-64
: Ibu Rumah Tangga
: Tamat SLTA
: Protestan
: Batak
: Jln.T.Bongkar VII No 84 TS.Mandala
: 09/01/2011
: 01.27 WIB
: Mules-mules mau melahirkan
: Hal ini dialami pasien sejak tgl 07-01-2011 jam 00.00 wib disertai keluar
lendir darah. Riwayat keluar lendir darah (-). Riwayat keluar air banyak (-),
Riwayat Keputihan (-), Riwayat Trauma (-), Riwayat dikusuk-kusuk (-).
: Hipertensi (-), DM (-), asma (-), riwayat sakit jantung
: Tidak Jelas
: 09-04-2010
: 16-01-2011
: Periksa Hamil ke bidan 3x
: Hamil ini
PEMERIKSAAN FISIK
STATUS PRESENT
Sensorium
TD: Composmentis
: 110/60 mmHg
Anemia : (-)
Ikterus : (-)
29
Nadi
RR
T
: 84 x/i
: 20 x/1
: 37.1 0C
Cyanose : (-)
Oedem : (-)
Dyspnoe : (-)
STATUS OBSTETRIKUS
Abdomen : Membesar, asimetris
L I (TFU) : 3 jari dibawah Prosesus xypoideus
L II (Punggung janin) : Kiri
L III (Presentasi) : Bokong
L IV (turunnya kepala) : 5/5
His : 2 x 20”/ 10’, kekuatan : Sedang
DJJ : 144 x/mnt, reguler
EBW : Cara palpasi = 3400-3600 gram
Rumus Johnson-Toshak = 3410 gram
Tinggi Fundus uteri : 35 cm
VT : cervix sakral, pembukaan cervix 2 cm
Pelvimetri kllinik :
a. Promontorium : Teraba ( CD : 9,5 cm, CV : 8 cm)
b. Linea innominata : teraba seluruhnya
c. Sakrum : cekung
d. Os koksigeus : mobile
e. Spina ischiadika : tidak menonjol
f. Arcus pubis : Tumpul ( >900 )
g. Vagina : normal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb = 11,9 gr/dl
Ht = 34 %
Leukosit = 6500 /mm3
Trombosit = 199.000 /mm3
30
KGD ad Random = 75 mg/dl
TERAPI
1. IVFD RL + Oksitosin 10-10-5-5 IU-20 gtt/mnt
2. Ceftriaxone inj 1 gr/ 12 jam.
3. Gentamicin inj 8 gr/ 8 jam
4. Ketorolac inj 1 amp/8jam
5. Transamin 1 amp/ 8 jam (1 hari saja)
6. Ranitidine inj 1 amp/ 8 jam
DIAGNOSA :
Panggul sempit + PB + PG + KDR (39 mggu) + AH + Inpartu
RENCANA :
terminasi kehamilan dengan seksio sesaria
LAPORAN OPERASI
Tanggal 09 Januari 2011 Laporan operasi SC a/i panggul sempit dan presentasi bokong, lahir bayi
laki-laki BB 3200 gr, PB 44 cm, AS : 9/10
Ibu dibaringkan dimeja operasi dengan posisi supine, infus dan kateter terpasang baik.
Dilakukan tindakan aseptik dan antisepstik dengan larutan betadine dan alkohol di dinding
abdomen dan ditutup dengan doek steril kecuali lapangan operasi.
Dibawah anastesi spinal dilakukan insisi pfannensteil pada dinding abdomen mulai dari
kutis, subkutis, fascia digunting keatas – kebawah. Dengan menyisihkan pinset anatomis di
bawahnya fascia digunting ke kiri dan kanan, dilakukan ke atas dan bawah otot dikuakkan
secara tumpul, peritoneum dijepit dengan klem, diangkat, kemudian digunting ke atas dan ke
bawah, dipasang hark blast.
Tampak uterus gravidarus sesuai usia kehamilan, identifikasi segmen bawah rahim.
Selanjutnya dinding uterus diinsisi secara konkaf sampai sub endometrium, kemudian
endometrium ditembus secara tumpul. Tampak selaput ketuban, dipecahkan dan air ketuban
jernih.
Dengan menarik bokong, lahir bokong, badan , bahu, dan kepala bayi. Lahir bayi perempuan
BB 3200 gr, PB 44 cm, AS : 9/10, anus (+).
Plasenta dilahirkan dengan tali pusat diklem di dua tempat lalu digunting di antaranya.
Plasenta dengan PTT dilahirkan, penekanan pada fundus, kesan lengkap.
31
Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dan dijepit dengan oval klem.
Kavum uteri dibersihkan dan sisa-sisa selaput ketuban dengan kasa steril terbuka sampai
tidak ada selaput atau bagian plasenta yang tertinggal kesan bersih.
Dilakukan penjahitan pada kedua ujung uterus dengan cut gut no.2, dijahit lapis demi lapis,
secara continious interlocking kemudian dilakukan over hecting. Dilakukan evaluasi dan
kontrol perdarahan t.a.a
Peritoneum dijahit dengan cut gut no.00
Plica vesicouterina dijahit secara continious. Cavum abdomen dibersihkan dan dilakukan
reperitonealisasi
Kemudian peritoneum, otot, fascia, subkutis, kutis dihecting. Luka operasi ditutup dengan
suffratule dan kassa streil .
Liang vagina dibersihkan, dan sisa-sisa darah dengan kapas
Keadaan ibu post partum : baik
Instruksi
Awasi VS dan tanda-tanda perdarahan
Cek Hb 2 jam post partum, bila Hb kurang dari 8 gr% transfusi PRC secukupnya sesuai
kebutuhan.
FOLLOW UP 2 JAM POST OPERASI
32
Darah rutin 2 jam post SC :
Hb = 10,2 gr/dl
Ht = 30 %
Leukosit = 19500 /mm3
Trombosit = 247.000 /mm3
Terapi : - IVFD RL + oksitosin 10-5-5 → 20 gtt/i
- IVFD RL +MgSO4 40% (30cc) → 14 gtt/i
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam
- Inj. Gentamicin 80mg / 8 jam
- Inj.Transamin 1amp/ 8jam
- Inj. Ketorolac 1amp/ 8jam
- Nifedipine tab 10 mg setiap 30 menit jika TD >160/100 mmHg
33
1.Jam 04.00 04.30 05.00 05.30
2.HR 62 64 64 64
3. TD 160/80 140/80 140/80 140/80
4.RR 24 22 22 24
5.Kontraksi uterus
Kuat Kuat Kuat Kuat
6. Pendarahan - - - -
7. terapi 1. IVFD RL + Oksitosin 10-10-5-5 IU-20 gtt/mnt
2. Ceftriaxone inj 1 gr/ 12 jam.
3. Gentamicin inj 8 gr/ 8 jam
4. Ketorolac inj 1 amp/8jam
5. Transamin 1 amp/ 8 jam (1 hari saja)
6. Ranitidine inj 1 amp/ 8 jam
Idem Idem Idem
FOLLOW UP NIFAS
34
Hari ke NH 1 NH 2 NH 3 NH 4 NH 5 NH 6
Tanggal 10/01/11 11/01/11 12/01/11 13/01/11 14/01/11 15/01/11
Sensorium CM CM CM CM CM CM
TD 120/70 mmHg 110/70 100/60 120/70 110/70 100/60
Nadi/ i 80 x/i 66 x/i 86 x/i 80 x/i 66 x/i 86 x/i
Suhu 36,1º C 36,8º C 36,8º C 36,1º C 36,8º C 36,8º C
RR 20 x/i 20 x/i 20 x/i 20 x/i 20 x/i 20 x/i
Cor Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Pulmo Normal Normal Normal Normal Normal Normal
Mammae Normal Normal Normal Normal Normal Normal
ASI (-) (-) (-) (-) (-) (-)
Abdomen Soepel Soepel Soepel Soepel Soepel Soepel
Flatus + + + + + +
Peristaltik Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat Kuat
TFU Setentang pusat Setentang
pusat
1 jari
bawah
pusat
2 jari
bawah
pusat
2 jari
bawah
pusat
2 jari
bawah
pusat
P/V - - - - - -
Lochia Rubra Rubra Rubra Rubra Rubra Rubra
Diet MB MB MB MB MB MB
Terapi1. IVFD RL + Oksitosin 10-10-5-5 IU-20 gtt/mnt
2. Ceftriaxone inj 1 gr/ 12 jam.
3. Gentamicin inj 8 gr/ 8 jam
4. Ketorolac inj 1 amp/8jam
35
5. Transamin 1 amp/ 8 jam (1 hari saja)
6. Ranitidine inj 1 amp/ 8 jam
Tgl 11/01 :
Oksitosin di-aff.
Tgl 11/01 :
1. Cefadroxyl 3x500 mg
2. As.Mefenamat 3x500mg
3. Metronidazole tab 3x1
4. Ranitidine 3x100mg
36
ANALISA KASUS
Dilaporkan suatu kasus Ny.HS, 28 tahun, G1P0A0, seorang ibu rumah tangga datang dengan
keluhan utama mules-mules mau melahirkan. Hal ini dialami pasien sejak tgl 07-01-2011 jam
00.30 wib keluar lendir campur darah (+). HPHT : 09– 04 – 2010, TTP : 16 – 01 – 2011.
Status present dalam batas normal. Dari Status Obstetrikus : Fundus uteri: Dari pemeriksaan
fisik terdapat TFU 3 jari bawah PX. bagian teregang kiri. Dari VT didapat pembukaan 2cm ,
effacement 100 %, bagian terbawah bokong, presentasi bokong, ketuban belum pecah. Dari
pemeriksaan pelvimetri klinik didapatkan linea innominata teraba seluruhnya, sakrum cekung,
spina ischiadica menonjol, dan arcus pubis < 90. Taksiran BB janin menurut Palpasi: 3400
gram gram, his : (+) 2 x 20”/10' kekuatan sedang.
Dari kasus di atas diagnosa pasien adalah panggul sempit dan presentasi bokong.
Penegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan dalam dan pelvimetri klinis. Presentasi
bokong yang dijumpai adalah presentasi bokng murni (frank Breech) dan panggul sempit
derajat relative-extreme.
Pada OS dilakukan seksio sesarea.atas indikasi panggul sempit dan presentasi
bokong. Sesuai pada teori diatas, jika terdapat disproporsi feto-pelvik ringan saja pada
kasus dengan presentasi bokong merupakan pertimbangan untuk dilakukan seksio sesarea.
Faktor-faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah primigravida,
Setelah dilakukan Seksio sesarea Lahir bayi perempuan BB 3200 gr, PB 44 cm, AS : 9/10,
anus (+). Maka kami menyimpulkan tidak ada komplikasi dalam kehamilan.
Sebaiknya sebelum pasien pulang harus dipastikan bahwa panggulnya benar-benar
sempit dengan pelvimetri radiologi agar dapat memudahkan dalam persalinan berikutnya.
PERMASALAHAN
1. Apakah ada pengaruh panggul sempit dengan kelainan letak pada janin?
2. Apakah tindakan SC pada kasus ini tepat tanpa dilakukan partus percobaan?
3. Mengapa pada pasien tidak dilakukan pelvimetri radiologi untuk memastikan panggul
sempit ?
37