Download - Pajak Kelompok 6
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
A. Pengertian PPh Pasal 21
Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri orang pribadi yang disingkat PPh Pasal
21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan orang pribadi.
B. Pemotong PPh Pasal 21 (KEP-545/PJ/2000) :
1) Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai
dan bukan pegawai.
2) Bendaharawan Pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan,
dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
3) Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
4) Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan
bebas.
5) Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan
pelaksanaan suatu kegiatan (rapat, sidang, seminar, work shop, pendidikan
khusus, pertunjukan, olah raga, dll).
6) Yayasan, organisasi massa, perkumpulan atau organisasi lain yang
membayarkan gaji, upah, honorarium dan imbalan lain sehubungan dengan
pekerjaan, jasa atau kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan pajak adalah badan atau organisasi internasional yang
tidak termasuk subjek pajak penghasilan. Badan atau organisasi internasional yang
tidak termasuk subjek pajak penghasilan diatur dalam Keputusan Menteri
Keuangan RI No. 601/KMK.03/2005.
C. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 (Objek PPh Pasal 21) :
1. Penghasilan yang Sifatnya Teratur :
- Gaji
- Penghasilan yang melekat dengan gaji
PERPAJAKAN – kelompok 6 1
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
- Tunjangan-tunjangan
- Beasiswa
- Hadiah/penghargaan
- Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, termasuk iuran jamsostek
berupa : iuran jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan
pelayanan kesehatan. Sedangkan untuk iuran jaminan hari tua tidak
dimasukkan sebagai penghasilan karyawan, karena pengenaan pajaknya
akan dilakukan pada saat penerimaan uang tujangan hari tua/tabungan
hari tua.
- Penghasilan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun.
2. Penghasilan yang Sifatnya Tidak Teratur :
- Jasa produksi
- Tantiem, yaitu bagian keuntungan yang diberikan kepada direksi dan
komisaris yang didasarkan pada suatu prosentase/jumlah tertentu dari
laba perusahaan setelah kena pajak.
- Gratifikasi
- Tunjangan cuti
- Tunjangan hari raya
- Tunjangan tahun baru
- Premi tahunan
- Penghasilan lain
3. Upah :
- Upah harian
- Upah mingguan
- Upah satuan
- Upah borongan
4. Rabat/komisi penjualan yang diterima oleh Distributor MLM/Direct Selling
dan kegiatan sejenis.
5. Uang tebusan pensiun, Uang tabungan hari tua, Uang tunjangan hari tua, uang
pesangon
6. Honorarium, uang saku, hadiah, penghargaan, komisi, beasiswa.
7. Imbalan kepada tenaga ahli : pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan,
notaris, dan penilai.
PERPAJAKAN – kelompok 6 2
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
8. Imbalan lain-lain, yang diterima oleh kolportir iklan, pengawas, jasa
kepanitiaan, peserta sidang/rapat, tenaga lepas, penemu pesanan, penemu
langganan, peserta perlombaan, seniman, olahragawan, pengajar, penerjemah,
moderator, pemberi jasa komputer, telekomunikasi, fotografi, dan pemasaran,
petugas asuransi, peserta pelatihan/pemagangan/pendidikan.
D. Bukan Obyek Pemotongan PPh Pasal 21 (KEP-545/PJ/2000)
1. Pembayaran klaim asuransi dari perusahaan asuransi, baik asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, maupun asuransi
beasiswa.
2. Imbalan dalam bentuk natura, kecuali : yang diberikan oleh bukan subyek
pajak, diberikan di daerah terpencil, atau diberikan oleh pemerintah.
3. Iuran pensiun yang dibayar pemberi kerja kepada dana pensiun, iuran taspen
yang dibayar pemberi kerja kepada Badan Penyelenggara Taspen, iuran
THT/tunjangan hari tua yang dibayar pemberi kerja kepada dana pensiun,
iuran jamsostek yang dibayar pemberi kerja kepada Badan Penyelenggara
Jamsostek. (pengenaan pajaknya akan dilakukan pada saat penerimaan uang
pensiun atau tunjangan hari tua).
4. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja
5. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun
yang diberikan oleh Pemerintah.
6. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
E. Pengurangan Yang Diperbolehkan
Untuk menghitung besarnya PPh Pasal 21 yang terutang kepada penerima
penghasilan tertentu sebagai wajib pajak orang pribadi dalam negeri diberikan
pengurangan-pengurangan sebagai berikut:
1. Besarnya penghasilan neto pegawai tetap ditentukan berdasar penghasilan
bruto dikurangi dengan:
Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3 Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan
bruto, setinggi-tingginya Rp. 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun
atau Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan.
PERPAJAKAN – kelompok 6 3
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto
untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan
bruto, setinggi-tingginya Rp. 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu
rupiah) setahun atau Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan.
2. Besarnya Penghasilan Kena Pajak dari seorang pegawai dihitung berdasar
penghasilan netonya dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Adapun jumlah dari PTKP menurut Undang-undang No 36 Tahun 2008 yang
jumlahnya adalah sebagai berikut :
Setahun Sebulan
a. untuk diri pegawai Rp 15.840.000 Rp 1.320.000
b. tambahan untuk pegawai
yang kawin
Rp 1.320.000 Rp 110.000
c. tambahan untuk setiap
anggota keluarga sedarah
dan semenda dalam garis
keturunan lurus, serta
anak angkat yang
menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling
banyak 3 (tiga) orang
Rp 1.320.000 Rp 110.000
3. Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah
hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak kawin pengurangan PTKP
selain untuk dirinya sendiri ditambah dengan PTKP untuk keluarga yang
menjadi tanggungan sepenuhnya sebagaimana dimaksud dalam point 2 (b).
Contoh perhitungan PPh Pasal 21
PERPAJAKAN – kelompok 6 4
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
Tukul Arwana pegawai pada perusahaan PT Empat Mata, menikah tanpa anak,
memperoleh gaji sebulan Rp. 2.000.000,00. PT Empat Mata mengikuti program
Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar
oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT
Empat Mata menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari
gaji sedangkan Once Dewo membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari
gaji setiap bulan. Disamping itu PT Empat Mata juga mengikuti program pensiun
untuk pegawainya.
PT Empat Mata membayar iuran pensiun untuk Tukul Arwana ke dana pensiun, yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp.
70.000,00, sedangkan Tukul Arwana membayar iuran pensiun sebesar Rp. 50.000,00.
Perhatikan, perhitungan untuk mengetahui berapa besarnya pajak (penghasilan) yang
harus dipotong PT Empat Mata untuk satu bulannya.
Gaji sebulan 2.000.000
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 10.000
Premi Jaminan Kematian 6.000
Jumlah
Penghasilan Bruto2.016.000
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan 100.800
2. Iuran Pensiun 50.000
3. Iuran Jaminan Hari Tua 40.000
Jumlah Pengurangan 190.800
Penghasilan Neto Sebulan 1.825.200
Penghasilan Neto Setahun 21.902.400
PTKP
- Diri WP Sendiri 13.200.000
- Status Kawin 1.200.000
Jumlah PTKP 14.400.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun 7.502.400
Pembulatan 7.502.000
PERPAJAKAN – kelompok 6 5
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
PPh Pasal 21 Setahun 375.100
PPh Pasal 21 Sebulan 31.258
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22
PPh Pasal 22 merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan
pemerintah baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, instansi atau
lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lain, berkenaan dengan
pembayaran atas penyerahan barang; dan badan-badan tertentu baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain.
PPh Pasal 22 dibayar dalam tahun berjalan melalui pemotongan atau
pemungutan oleh pihak-pihak tertentu. Pemungutan PPh Pasal 22 ada yang
bersifat final dan tidak final. Jika pemungutan PPh pasal 22 bersifat final maka
jumlah pajak yang telah dibayar dalam tahun berjalan tersebut dapat dikreditkan
dari total PPh terutang pada akhir tahun saat pengisian Surat Pemberitahuan
Tahunan.
B. Pemungut PPh Pasal 22 dan Obyek Yang dipungut
1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang;
2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah baik Pusat maupun
Daerah, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang;
3. BUMN dan BUMD, yang melakukan pembelian barang yang dananya berasal dari
belanja negara (APBN) dan/atau belanja daerah (APBD), kecuali badan-badan
tersebut pada butir 4;
4. Bank Indonesia (BI), Badan Penyehatan dan Perbankan Nasional (BPPN), Badan
Urusan Logistik (BULOG) PT Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT Perusahaan
Listrik Negara (PLN), PT Garuda Indonesia, PT Indosat, PT Krakatau Steel,
Pertamina, dan bank-bank BUMN, atas pembelian barang yang dananya bersumber
dari APBN maupun non-APBN;
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri rokok,
industri kertas, industri baja, dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala
Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri;
PERPAJAKAN – kelompok 6 6
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
6. Pertamina serta badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar
minyak jenis premix, super TT dan gas atas penjualan hasil produksinya
7. Industri dan Eksportir sektor perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan,
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas pembelian bahan-bahan untuk
keperluan industri atau ekspor mereka dari pedagang pengumpul
Sejak tanggal 1 Mei 2001, Bulog tidak lagi ditunjuk sebagai Pemungut PPh 22
atas penyaluran gula pasir dan tepung terigu (SE-13/PJ.43/2001)
C. Obyek PPh Pasal 22
1. PPh Pasal 22 atas Belanja Negara (APBN atau APBD)
2. PPh Pasal 22 Impor (254/KMK.03/2001 Jo 392/KMK.03/2001 Jo
236/KMk.03/2003 Jo SE-13/PJ.43/2001)
3. PPh Pasal 22 atas Produk-Produk Tertentu ( 450/KMK.04/1997 Jo
SE-16/PJ.43/1998 )
a. Gula Pasir dan Tepung Terigu Bulog
b. Produk Migas dari Pertamina dan Premix dari Perusahaan Penyedia
Premix
c. Produk Semen, Baja, Otomotif, Rokok, dan Kertas.
D. Tidak Dikenakan Pemotongan PPh Pasal 22 (254/KMK.03/2001 Jo
392/KMK.03/2001 Jo 236/KMK.03/2003 Jo SE-13/PJ.43/2001)
1. Impor barang atau penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan
Peraturan Perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
2. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk, yaitu terdiri dari :
- Barang perwakilan negara asing dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia
berdasarkan asas timbal balik.
- Barang untuk keperluan badan internasional dan pejabatnya yang bertugas
di Indonesia yang dinyatakan sebagai bukan subyek pajak.
- Barang untuk musium, kebun binatang, dan tempat sejenis untuk
kepentingan umum
- Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, agama, sosial, dan
kebudayaan.
- Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
- Barang untuk keperluan tuna netra dan penyandang cacat lainnya
- Persenjataan, amunisi, perlengkapan militer, suku cadang untuk keperluan
pertahanan dan keamanan negara
PERPAJAKAN – kelompok 6 7
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
- Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah
untuk kepentingan umum
- Peti mati atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
- Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
- Barang pindahan
- Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas,
barang kiriman (sampai nilai pabean tertentu).
- Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi
keperluan pertahanan dan dan keamanan negara;
- Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi
Nasional (PIN);
- Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal
angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan,
kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan
Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan nasional;
- Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau
alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan
yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga
Nasional;
- Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta
Api Indonesia;
- Peralatan yang digunakan untuk Penyediaan data batas dan photo udara
wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional
Indonesia;
3. Impor sementara yang semata-mata untuk diekspor kembali
4. Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah (beban APBN/APBD) atas
pembelian barang/jasa yang nilainya paling banyak Rp 1.000.000,00 (tanpa
penerbitan SKB).
5. Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah (beban APBN/APBD) atas
pembelian bahan bakar minyak, listrik, telepon, gas, air PAM, benda-benda
pos (tanpa penerbitan SKB).
PERPAJAKAN – kelompok 6 8
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
6. Emas batangan yang diproses untuk menghasilkan barang perhiasan emas
untuk tujuan ekspor.
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor
Perbendaharaan dan Kas Negara (tanpa SKB).
8. Impor kembali (re-impor) atas barang-barang yang telah diekspor atau barang
yang diimpor kembali untuk perbaikan, pengerjaan dan pengujian sepanjang
memenuhi syarat yang ditentukan oleh Dirjen Bea dan Cukai.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG
E. Impor Barang untuk Kegiatan yang PPhnya Final (SE-28/PJ.43/1998)
- Atas impor barang yang digunakan untuk kegiatan/jasa yang atas imbalannya
semata-mata dikenakan PPh Final tidak dikenakan PPh Pasal 22 Impor. Oleh
karena itu, wajib pajak agar meminta SKB kepada KPP setempat atas impor
barang yang bersangkutan.
- Apabila di kemudian hari diketahui bahwa atas impor barang dimaksud
dimanfaatkan untuk kegiatan yang penghasilannya bukan merupakan obyek
PPh final, maka PPh pasal 22 yang terutang akan ditagih berikut sanksi
bunganya.
PPh 22 atas Industri dan ekportir sektor Kehutanan, Perkebunan, Pertanian dan
Perikanan
Hasil Kehutanan, Perkebunan, Pertanian dan Perikanan (Keputusan Dirjen Pajak :
KEP - 523/PJ./2001 jo KEP - 25/PJ/2003
Badan usaha industri dan ekportir yang bergerak dalam sektor perhutanan,
perkebunan, pertanian, dan perikanan yang ditunjuk oleh Kantor Pelayanan Pajak
wajib melakukan pemungutan pajak penghasilan pasal 22 atas pembelian bahan-bahan
berupa hasil perhutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan untuk industri dan
ekspor dari pedagang pengumpul sebesar 0,5% (setengah persen) dari harga
pembelian sebelum PPn.
Contoh Perhitungan PPh 22 :
PERPAJAKAN – kelompok 6 9
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
PT ABC membeli getah karet dari seorang pedagang pengumpul seharga Rp.
2.000.000 tidak termasuk PPn. Dengan demikian maka PT ABC wajib memungut PPh
22 dengan perhitungan sbb :
Harga Pembelian Rp. 2.000.000
PPn Rp. 200.000
PPh 22 yang wajib dipungut 0,5% x Rp. 2.000.000 Rp. 10.000
Maka PT ABC akan membayar kepada pedagang pengumpul sebesar Rp. 2.190.000
PAJAK PENGHASILAN PASAL 23
A. Pengertian PPh Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 23 mengatur mengenai pemotongan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap yang berasal dari modal, penyertaan modal, penyerahan jasa, atau
penyelenggaraan kegiatan, selain yang dipotong pajak penghasilan pasal 21.
B. Pemotong PPh Pasal 23 :
PPh Pasal 23 merupakan salah satu jenis uang muka PPh yang dibayar selama
tahun berjalan oleh Wajib Pajak dalam negeri dan BUT melalui sistem
pemotongan oleh pihak lain.
1. Badan Pemerintah
2. Subyek Pajak Badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri
5. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Dirjen
Pajak, yaitu :
a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (kecuali Camat), pengacara,
konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas.
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan atas pembayaran berupa sewa.
C. Obyek Pemotongan PPh Pasal 23 :
1 Dividen (Pasal 4 ayat 1 huruf g Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000)
2 Bunga (Pasal 4 ayat 1 huruf f Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000)
3 Royalti
4 Hadiah dan penghargaan selain yang telah dikenakan PPh Pasal 21
PERPAJAKAN – kelompok 6 10
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
5 Bunga simpanan anggota koperasi
6Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta (tidak
termasuk sewa tanah dan/atau bangunan, karena telah dikenakan PPh Final
berdasarkan (Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996)
7Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kostruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain (KEP-170/PJ/2002), selain jasa yang telah dipotong PPh
Pasal 21
Untuk Jasa konstruksi yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang memenuhi
kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang dikeluarkan oleh
Lembaga yang berwenang, serta yang mempunyai nilai pengadaan sampai
dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dikenakan PPh Final
(Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000)
D. Perkiraan Penghasilan Neto Atas Penghasilan Berupa Sewa dan Jenis-Jenis
Jasa Lain yang Dikenakan PPh Pasal 23 (KEP-170/PJ/2002)
NO. JENIS PENGHASILAN PERKIRAAN
PENGHASILAN
NETO
1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta khusus kendaraan angkutan
darat.
20%
dari jumlah bruto
tidak termasuk
PPN
2. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan
lain sehubungan dengan persewaan tanah dan
atau bangunan yang telah dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 dan
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta khusus kendaraan angkutan
darat.
40%
dari jumlah bruto
tidak termasuk
PPN
NO. JENIS PENGHASILAN/JASA PERKIRAAN
PERPAJAKAN – kelompok 6 11
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
PENGHASILAN
NETO
1. a. Jasa profesi.
b. Jasa konsultan, kecuali konsultan
konstruksi.
c. Jasa akuntansi dan pembukuan.
d. Jasa penilai.
e. Jasa aktuaris.
50%
dari jumlah
brutotidak
termasuk PPN
2. a. Jasa teknik dan jasa manajemen
b. Jasa perancang/ desain:
- Jasa perancang interior dan jasa
perancang pertamanan;
- Jasa perancang mesin dan jasa perancang
peralatan;
- Jasa perancang alat-alat transportasi/
kendaraan;
- Jasa perancang iklan/ logo;
- Jasa perancang alat kemasan.
c. Jasa instalasi/ pemasangan:
- Jasa instalasi/ pemasangan mesin, listrik/
telepon/ air/ gas/ AC/ TV kabel, kecuali
dilakukan Wajib Pajak yang ruang
lingkup dan pekerjaannya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin/
sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
- jasa instalasi/ pemasangan peralatan;
d. Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan:
- Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan
mesin, listrik/ telepon/ air/ gas/ AC/ TV
kabel
- Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan
peralatan;
- Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan
40%
dari jumlah
brutotidak
termasuk PPN
PERPAJAKAN – kelompok 6 12
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
alat-alat transportasi/ kendaraan;
- Jasa perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan
bangunan, kecuali yang dilakukan oleh
Wajib Pajak yang ruang lingkup
pekerjaannya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin/ sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi;
e. Jasa pengeboran (jasa drilling) di bidang
Penambangan minyak dan gas bumi
(migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk
usaha tetap.
f. Jasa penunjang di bidang penambangan
migas.
g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di
bidang penambangan selain migas.
h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan
bandar udara.
i. Jasa penebangan hutan, termasuk land
clearing.
j. Jasa pengolahan/ pembuangan limbah.
k. Jasa maklon.
l. Jasa rekruitmen/ penyediaan tenaga kerja.
m. Jasa perantara.
n. Jasa di bidang perdagangan surat-surat
berharga, kecuali yang dilakukan oleh BEJ,
BES, KSEI dan KPEI.
o. Jasa kustodian/ penyimpanan/ penitipan,
kecuali yang dilakukan KSEI dan tidak
termasuk sewa gudang yang telah dikenakan
PPh final berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 29 Tahun 1996.
p. Jasa telekomunikasi yang bukan untuk
umum.
PERPAJAKAN – kelompok 6 13
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
q. Jasa pengisian sulih suara (dubbing) dan
atau mixing film.
r. Jasa pemanfaatan informasi di bidang
teknologi, termasuk jasa internet.
s. Jasa sehubungan dengan software komputer,
termasuk perawatan, pemeliharaan dan
perbaikan.
3. Jasa pelaksanaan konstruksi, termasuk jasa
perawatan/ pemeliharaan/ perbaikan bangunan,
jasa instalasi/ pemasangan mesin, listrik/ telepon/
air/ gas/ AC/ TV kabel, sepanjang jasa tersebut
dilakukan Wajib Pajak yang ruang lingkup
pekerjaannya di bidang konstruksi dan
mempunyai izin/ sertifikasi sebagai pengusaha
konstruksi.
13 1/3%
dari jumlah
brutotidak
termasuk PPN
4. a. Jasa perencanaan konstruksi.
b. Jasa pengawasan konstruksi
26 2/3 %
dari jumlah bruto
tidaktermasuk PPN
5. a. Jasa pembasmian hama dan jasa
pembersihan.
b. Jasa Catering.
c. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang
pembayarannya dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
10%
dari jumlah
brutotidak
termasuk PPN
Yang dimaksud dengan jasa penunjang di bidang penambangan migas, jasa
penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas, jasa
penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara, jasa maklon dan jasa
telekomunikasi yang bukan untuk umum
1. Yang dimaksud dengan Jasa Penunjang di bidang Penambangan Migas
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf f Lampiran II Keputusan ini adalah
jasa penunjang di bidang penambangan migas dan panas bumi berupa :
PERPAJAKAN – kelompok 6 14
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
a. jasa penyemenan dasar (primary cementing), yaitu penempatan bubur
semen secara tepat di antara pipa selubung dan lubang sumur;
b. jasa penyemenan perbaikan (remedial cementing), yaitu penempatan bubur
semen untuk maksud-maksud :
penyumbatan kembali formasi yang sudah kosong;
penyumbatan kembali zona yang berproduksi air;
perbaikan dari penyemenan dasar yang gagal;
penutupan sumur;
c. jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa
bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut
terproduksi ke dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan
kemungkinan tersumbatnya pipa;
d. jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar
daya tembus formasi dan menaikkan produktivitas dengan jalan
menghilangkan material penyumbatan yang tidak diinginkan;
e. jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam
hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang
mempunyai daya tembus sangat kecil;
f. jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing), yaitu jasa yang
dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur
baru yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan
asli formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen
yang telah dipompakan ke dalam cairan buatan dalam sumur;
g. jasa uji kandungan lapisan (drill stem testing), penyelesaian sementara
suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi;
h. jasa reparasi pompa reda (reda repair);
i. jasa pemasangan instalasi dan perawatan;
j. jasa penggantian peralatan/ material;
k. jasa mud logging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur;
l. jasa mud engineering;
m
.
jasa well logging & perforating;
n. jasa stimulasi dan secondary decovery;
o. jasa well testing & wire line service;
PERPAJAKAN – kelompok 6 15
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
p. jasa alat kontrol navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling;
q. jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling;
r. jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling;
s jasa lainnya yang sejenisnya di bidang pengeboran migas.
2. Yang dimaksud dengan Jasa Penambangan dan Jasa Penunjang di bidang
Penambangan Selain Migas sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf g
Lampiran II Keputusan ini adalah semua jasa penambangan dan jasa
penunjang di bidang pertambangan umum berupa :
a. jasa pengeboran;
b. jasa penebasan;
c. jasa pengupasan dan pengeboran;
d. jasa penambangan;
e. jasa pengangkutan/ sistem transportasi, kecuali jasa angkutan umum;
f. jasa pengolahan bahan galian;
g. jasa reklamasi tambang;
h. jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi dan
penggalian/ pemindahan tanah;
i. jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum.
3. Yang dimaksud dengan Jasa Penunjang di bidang Penerbangan dan Bandar
Udara sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf h Lampiran II Keputusan ini
adalah jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara berupa :
a. bidang Aeronautika, termasuk:
Jasa Pendaratan, Penempatan, Penyimpanan Pesawat Udara dan Jasa
lainnya sehubungan dengan pendaratan pesawat udara;
Jasa penggunaan Jembatan Pintu (Avio Bridge);
Jasa Pelayanan Penerbangan;
Jasa Ground Handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari
proses pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo, yang diangkut
dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang,
selama pesawat udara di darat;
Jasa penunjang lainnya di bidang aeronautika.
b. Bidang Non-Aeronautika, termasuk:
PERPAJAKAN – kelompok 6 16
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
Jasa boga, yaitu jasa penyediaan makanan dan minuman serta
pembersihan pantry pesawat;
Jasa penunjang lainnya di bidang non-aeronautika.
4. Yang dimaksud dengan Jasa Maklon sebagaimana dimaksud pada angka 2
huruf k Lampiran II Keputusan ini adalah semua pemberian jasa dalam rangka
proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya
dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan), sedangkan spesifikasi,
bahan baku dan atau barang setengah jadi dan atau bahan penolong/ pembantu
yang akan diproses sebahagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa,
dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
5. Yang dimaksud dengan Jasa Telekomunikasi Yang Bukan Untuk Umum
sebagaimana dimaksud pada angka 2 huruf p Lampiran II Keputusan ini
adalah semua kegiatan penyediaan dan atau pelayanan jasa telekomunikasi
yang sifat, bentuk, peruntukan dan pengoperasiannya terbatas hanya untuk
kalangan tertentu saja, dalam arti tidak dapat melayani/ digunakan secara
bebas oleh umum, termasuk:
a. Jasa komunikasi satelit (VSAT);
b. Jasa interkoneksi;
c. Sirkit Langganan;
d. Sambungan Data Langsung;
e. Sambungan Komunikasi Data Paket;
f. Jasa telekomunikasi yang bukan untuk umum lainnya.
E. Bukan Obyek Pemotongan PPh Pasal 23 (Pasal 23 Undang- Undang Nomor
17 Tahun 2000) :
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha
dengan hak opsi (capital lease).
3. Dividen yang dibayarkan atau terutang kepada Perseroan Terbatas (PT),
Koperasi, Yayasan atau sejenisnya, BUMN/BUMD, yang merupakan
wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan berkedudukan di Indonesia, sepanjang :
a. Dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan
PERPAJAKAN – kelompok 6 17
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
b. Dalam hal penerima dividen adalah perseroan terbatas, BUMN, dan
BUMD, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen
paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus memiliki
usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut
4. Bunga obligasi yang dibayar atau terutang kepada reksa dana selama 5
tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian ijin usaha.
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh Koperasi kepada
angotanya.
6. Bunga simpanan Koperasi yang tidak melebihi batas tertentu yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan (Rp 240.000,00) yang dibayar oleh
Koperasi kepada anggotanya.
F. Saat Terutangnya PPh Pasal 23
Berdasarkan PP No. 138 Tahun 2000, saat terutangnya PPh Pasal 23 adalah saat
yang terjadi lebih dahulu antara pembayaran atau terutangnya penghasilan.
Saat pembayaran adalah saat dilakukannya pemindahbukuan dana suatu pihak
kepada pihak lain, sedangkan saat pengakuan terutangnya penghasilan adalah saat
dilakukannya pemindahbukuan dana dari akun harta ke akun hutang.
Saat terutangnya penghasilan antara lain :
1. Pada saat jatuh tempo, seperti : bunga dan sewa;
2. Saat tersedia untuk dibayarkan, seperti : gaji dan dividen;
3. Saat yang ditentukan dalam kontrak/perjanjian atau faktur, seperti : royalti,
imbalan jasa teknik/jasa manajemen/jasa lainnya;
4. Saat tertentu lainnya.
Contoh Perhitungan PPh Pasal 23
Pada tanggal 10 May 2008, PT. Sukses Gemilang, membagikan dividen masing-
masing Rp 10,000,000 kepada 20 pemegang sahamnya. Atas dividen yang dibagikan,
PT. Sukses Gemilang wajib memungut PPh Pasal 23
a). Dari sisi pemotong:
Berapa besarnya PPh Pasal 23 yang harus di potong? Bagaimana cara mencatat
pembagian dividen tersebut? Bagaimana prosedur pemotongan, pencatatan dan
PERPAJAKAN – kelompok 6 18
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
pelaporan PPh Pasal 23-nya? Bagaimana pengaruhnya terhadap PPh Pasal 25 dan 29
PT. Sukses Gemilang?
b). Dari sisi yang terpotong:
Apa yang harus dilakukan?, apa pengaruh PPh Pasal 23 terhadap PPh Pasal 25 dan
PPh Pasal 29 pihak yang terpotong?
Jawaban :
Tarif PPh Pasal 23 atas dividen adalah 15% (baca kembali FAQ), sehingga
besarnya PPh Pasal 23 yang dipotong kepada masing-masing pemegang saham
dihitung dengan formula:
PPh Pasal 23 = Tarif x Jumlah Bruto = 15% x 10,000,000
PPh Pasal 23 = Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = 20 x Rp 1,500,000
Total PPh Pasal 23 yang dipotong (untuk 20 orang) = Rp 30,000,000
Atas pembagian dividen tersebut, PT. Sukses Gemilang:
1). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pencatatan atas pembagian dividen dan
pemotongan PPh Pasal 23, dengan jurnal:
[Debit]. Dividen = Rp 200,000,000 (Jumlah bruto x 20)
[Credit]. Cash = Rp 170,000,000 (Total Bruto – PPh Pasal 23)
[Credit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000
2). Pada tanggal 10 May 2008, melakukan pemotongan dan menerbitkan bukti
pemotongan PPh Pasal 23 atas dividen yang diterima oleh pemegang saham masing-
masing sebesar Rp 1,500,000 kepada keduapuluh penerima dividen.
3). Pada penutupan buku Tanggal 30 May nanti, di neraca PT. Sukses Gemilang
akan muncul: Dividen (pengurang retained earning) sebesar Rp 200,000,000 di sisi
Pasiva, pada kelompok equity, dan Utang PPh Pasal 23 sebesar Rp 30,000,000 di sisi
aktiva lancar (current asset). Itulah disebut “saat pengakuan PPh Pasal 23 terhutang”
(baca kembali FAQ).
PERPAJAKAN – kelompok 6 19
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
4). Pada tanggal 10 June 2008 (latest) menyetorkan PPh Pasal 23 (yang telah
dipungut olehnya) ke kas negara melalui bank persepsi (disebut “Saat penyetoran”),
dan atas penyetoran tersebut dicatat dengan jurnal:
[Debit]. Utang PPh Pasal 23 = Rp 30,000,000
[Credit]. Cash = Rp 30,000,000
Dengan jurnal di atas, maka Utang PPh pasal 23 menjadi nol, dan akumulasi cash-out
adalah Rp 200,000,000 (sama dengan pengakuan dividen-nya: Rp 170,000,000 telah
dicatat tanggal 10 May dan Rp 30,000,000 telah dicatat tanggal 10 June 2008).
5). Tanggal 10 June 2008 (latest), melaporkan SPT Masa PPh Pasal 23 disertai:
a). Daftar pemotongan
b). Bukti Pemotong masing-masing 1 copy
c). SSP atas setoran yang telah dilakukan melalui bank persepsi.
PPH PASAL 26
A. Pengertian PPh Pasal 26
Pajak Penghasilan yang diperoleh wajib pajak luar negeri (orang pribadi maupun
badan), selain bentuk usaha tetap dalam PPh pasal 26 adalah pajak atas
penghasilan yang bersumber dari Indonesia. Penerima penghasilan yang dipotong
PPh pasal 26 berdasarkan Keputusan ini adalah orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan serta badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk
usaha tetap.
B. Pemotong PPh Pasal 26
1 Badan Pemerintah
2 Subyek pajak dalam negeri
3 Penyelenggara kegiatan
4 Bentuk Usaha Tetap
5 Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran
PERPAJAKAN – kelompok 6 20
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap
C. Obyek dan Tarif PPh Pasal 26 :
1) Dividen
2) Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan
jaminan pengembalian utang
3) Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
5) Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
6) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
7) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
8) Laba Neto
9) Penghasilan berupa premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi di luar negeri, yaitu :
Saat Terutang, Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan SPT Masa Pajak
Penghasilan Pasal 26
1. PPh Pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau akhir
bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih dahulu.
2. Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 26
rangkap 3 (tiga):
- Lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;
- Lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;
- Lembar ketiga untuk arsip Pemotong
3. PPh Pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 (sepuluh)
bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti
pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke KPP
setempat paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
PERPAJAKAN – kelompok 6 21
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
Contoh perhitungan PPh Pasal 26
1. Richard Mark (menikah dengan 2 orang anak-K/2) bekerja sebagai konsultan pada
Hotel Melia Jakarta dengan gaji sebulan sebesar US $ 10,000.00. Richard mulai
bekerja pada tanggal 5 September 2006 dan berakhir awal Juli 2007 (berada kurang
dari 183 hari dalam 12 bulan berturut-turut). Kurs yang berlaku pada bulan Maret
2007 menurut Keputusan Menteri Keuangan adalah Rp 8.750,00 untuk US $1.00.
Hitunglah PPh pasal 26.
Jawab:
PPh pasal 26 yang dipotong oleh Hotel Melia untuk Richard Mark pada bulan
Maret 2007 adalah:
20% x US $ 10,000.00 x Rp 8.750,00 = Rp 17.500.000,00.
2. Karyawan telah menerima gaji sejak Feb 2008, sementara Workpermit baru akan
jadi bulan juni. Ingat yang jadi patokan adalah ”berapa lama tenaga kerja asing-nya
sudah tinggal di Indonesia (selama : 183 hari)”.
Jika sudah menerima gaji sejak bulan february, menurut sistem penggajian di
Indonesia (biasanya jasa pekerjaan diserahkan oleh pekerja dahulu, baru kemudian
perusahaan wajib membayar Gaji), maka diasumsikan tenaga kerja asingnya
berada di Indonesia sejak 01 January 2008 masa tinggal tenaga kerja asingnya akan
mencapai 183 hari pada akhir 01 July 2008.
Untuk itu, atas gaji yang diterimanya dari January s/d June 2008, akan dikenakan
PPh Pasal 26 (Bukan PPh Pasal 21).
Misal: Gaji bulanannya adalah USD 3,000
PPh Pasal 26, Masa January 2008 (asumsi kurs : 1 USD = Rp 9,000).
Pendapatan berupa gaji: USD 3,000 x 9000 = Rp 27,000,000
PPh Pasal 26 = Pendapatan Bruto x 20%
PPh Pasal 26 = Rp 27,000,000 x 20% = Rp 5,400,000 (dipotong)
Atas gaji yang dibayarkan & pemotongan PPh Pasal 26 tanggal 01 February 2008,
diakui dengan jurnal:
[Debit]. Payroll Expense = Rp 27,000,000
[Credit]. Cash = Rp 21,600,000
[Credit]. PPh Pasal 26 = Rp 5,400,000
Saat Penyetoran PPh Pasal 26 ke bank (misal: 09 Feb 2008), dicatat dengan jurnal:
PERPAJAKAN – kelompok 6 22
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
[Debit]. PPh Pasal 26 = Rp 5,400,000
[Credit]. Cash = Rp 5,400,000
Demikian seterusnya hingga bulan June (pembayaran gaji 01 July 2008). Mulai
masa July 2008 (pembayaran gaji 01 August 2008) baru akan dihitung dan
dipotong sebagaimana perhitungan PPh Pasal 21.
PAJAK PENGHASILAN YANG BERSIFAT FINAL
A. Pemotong PPh Final :
1) Badan Pemerintah
2) Subyek Pajak Badan dalam negeri
3) Penyelenggara kegiatan
4) Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri
5) Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Dirjen
Pajak, yaitu :
a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (kecuali Camat), pengacara,
konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas.
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan
pembukuan atas pembayaran berupa sewa.
B. Jenis-jenis dan Obyek Pemotongan PPh Pasal 23 :
Pajak Penghasilan atas Bunga, Sewa dan Imbalan Jasa Konsultan dan Jasa
Konstruksi yang diatur dengan Peraturan Pemerintah (PPh Pasal 4 ayat 2)
Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak Penghasilan menyebutkan, bahwa:
"Atas penghasilan berypa bunga deposito, dan tabungan-tabungan lainnya,
penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek penghasilan
dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu
lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pemotongan PPh ini tidak dilakukan terhadap:
1. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
2. Bunga deposito dan tabungan serta Serifikat Bank Indonesia, sepanjang
jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak
PERPAJAKAN – kelompok 6 23
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan
merupakan jumlah yang terpecah-pecah.
3. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh
dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
4. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah
sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
5. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh
bukan Subjek Pajak.
Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga atau Diskonto Obligasi
yang Dijual di Bursa Efek
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa bunga atau diskonto
obligasi yang dijual di bursa efek diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 6
Tahun 2002. Menurut PP No. 6 tahun 2002, atas penghasilan yang diterima Wajip
Pajak berupa bunga dan diskonto obligasi yang diperdagangkan dan/atau
dilaporkan di bursa efek dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Bunga dan diskonto obligasi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dibawah
ini, Tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat fmal:
1 . Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Ind.
2. Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
3. Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM),
selarna 5 (lima) tahun peftama sejak pendirian atau pemberian izin usaha;
Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Sewa Tanah dan/atau Bangunan
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa sewa tanah dan/atau
bangunan diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1996 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 5 Tahun 2002. Menurat ketentuan
tersebut penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan dikenakan PPh yang
PERPAJAKAN – kelompok 6 24
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN
bersifat final. Besarnya PPh yang dipotong adalah adalah sebesar 10% baik atas
penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak badan maupun orang pribadi dari
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
Usaha Jasa Konstruksi dan Jasa Konsultan
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi
dan jasa konsultan diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 140 Tahun 2000.
Menurut PP No. 140 tahun 2000, atas penghasilan Wajib Pajak badan yang
bergerak di bidang :
jasa pelaksanaan konstruksi
jasa perencanaan konstruksi
jasa pengawasan konstruksi
jasa konsultan (selain konsultan hukum dan konsultan pajak)
yang memenuhi kualifikasi sebagai usaha kecil berdasarkan sertifikat yang
dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang serta mempunyai nilai pengadaan
sampai dengan Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dikenakan PPh yang
bersifat final.
Pajak Penghasilan Atas Hadiah Undian
Pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan berupa hadiah undian diatur dalam
Peraturan Pemerintah No. 132 Tahun 2000. Menurat ketentuan peraturan tersebut
penghasilan berupa undian dengan nama dan dalarn bentuk apapun dipotong atau
dipungut Pajak Penghasilan yang bersifat final.
PERPAJAKAN – kelompok 6 25