Download - Obat Saraf.docx
MAKALAH FARMAKOLOGI
OBAT SYARAF OTONOM
Tentang
OBAT KOLINERGIK & ANTIKOLINERGIK
Disusun Oleh :
LIYA DEFRIYANTI
KELOMPOK 5
LOKAL A
Dosen Pembimbing :
DJUNANI
STIKES PIALA SAKTI
PARIAMAN
2013
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur saya sampaikan atas kehadirat Allah SWT,
yang mana atas berkat Rahmat-Nyalah saya dapat menyelesaikan tugas makalah
ini dengan judul “Obat Syaraf Otonom Tentang Kolinergik dan
Antikolinergik“. Saya menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan,
oleh karena itu segala kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini dengan
senang hati saya menerimanya. Akhir kata saya mengucapkan banyak terima
kasih, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.
Pariaman, 20 April 2013
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I : PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1
BAB II : PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Obat Kolinergik.............................................................................................2
1. Defenisi...................................................................................................2
2. Penggolongan..........................................................................................4
3. Penggunaan Obat Kolinergik..................................................................4
4. Jenis Obat Kolinergik..............................................................................5
B. Obat Antikolinergik......................................................................................7
1. Defenisi...................................................................................................7
2. Penggolongan..........................................................................................7
3. Efek Samping..........................................................................................7
4. Penggunaan Obat Kolinergik..................................................................8
5. Jenis Obat Kolinergik..............................................................................9
C. DIAGNOSA MEDIS GLAUKOMA...........................................................11
1. Defenisi Glaukoma.................................................................................11
2. Etiologi...................................................................................................11
3. Klasifikasi..............................................................................................12
4. Gejala-gejala..........................................................................................13
5. Epidemologi...........................................................................................14
6. Patofisologi............................................................................................14
7. Pengobatan.............................................................................................15
BAB III : PENUTUP...............................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
iiiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Latar belakang makalah ini buat karena minimnya pengetahuan
mahasiswa tentang obat syaraf otonom dan sebagai bahan pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian obat syaraf otonom?
2. Apa saja penggolongan obat syaraf otonom?
3. Bagaimana khasiat, golongan, indikasi, kontraindikasi, dosis, dan efek
samping dari jenis obat syaraf otonom?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar mahasiswa tahu definisi obat syaraf otonom.
2. Agar mahasiswa tahu penggolongan obat syaraf otonom
3. Diharapkan mahasiswa mampu dan mengerti tentang khasiat, golongan,
indikasi, kontraindikasi, dosis, dan efeksamping dari obat syaraf otonom.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Syaraf otonom merupakan syaraf-syaraf yang bekerjanya tidak dapat
disadari dan bekerja secara otomatis disebut juga otot tak sadar.
Obat syaraf otonom yaitu obat-obat yang bekerja pada susunan syaraf
otonom, mulai dari sel syaraf sampai sel efektor. Obat- Obat Saraf Otonom secara
umum dibagi dalam 2 tipe yakni:
- Obat simpatis
- Obat parasimpatis
Pada kesempatan kali ini, saya akan mencoba menjelaskan obat- obat
parasimpatis. Obat parasimpatis itu sendiri dibagi dalam 2 kelompok besar yakni:
- Kolinergik
- Antikolinergik
A. OBAT KOLINERGIK
1. Defenisi
Kolinergik/Parasimpatikomimetika adalah sekelompok zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP),
karena melepaskan Asetilkolin ( Ach ) di ujung-ujung neuron, dimana tugas
utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat
penggunaannya, singkatnya asimilasi.
Efek kolinergis yang terpenting adalah:
- stimulasi pencernaan, dengan cara memperkuat peristaltik dan sekresi
kelenjar ludah dan getah lambung(HCl), juga sekresi air mata.
- memperlambat sirkulasi, dengan cara mnegurangi kegiatan jantung,
vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.
- memperlambat pernafasan, dengan cara mengecilkan bronchi sedangkan
sekresi dahak diperbesar.
2
- kontraksi otot mata, dengan cara miosis( penyempitan pupil) dan
menurunnya tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata.
- kontraksi kandung kemih dan ureter, dengan cara memperlancar
pengeluaran urin
- dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.
- menekan SSP (Sistem Saraf Pusat), setelah stimulasi pada permulaan.
Setelah mengetahui efek obat kolinergis, kita akan beralih ke reseptor-
reseptor kolinergis yang merupakan tempat substrat obat menempel supaya
"obat" dapat menghasilkan efek yang kita inginkan.
Reseptor kolinergis dibagi 2 yakni:
1) Reseptor Muskarin (M)
Berada pada neuron post-ganglion dan dibagi 3 subtipe, yaitu Reseptor
M1, M2, dan M3 dimana masing-masing reseptor ini memberikan efek
berbeda ketika dirangsang. Muskarin (M) merupakan derivat furan yang
bersifat toksik dan terdapat pada jamur Amanita muscaria sebagai
alkaloid.
Reseptor akan memberikan efek-efek seperti diatas setelah mengalami
aktivasi oleh neurotransmitter asetilkolin(Ach).
2) Reseptor Nikotin (N)
Berada pada pelat ujung-ujung myoneural dan pada ganglia otonom.
Stimulasi reseptor ini oleh kolinergik (neostigmin dan piridostigmin)
yang akan menimbulkan efek menyerupai adrenergik, berlawanan sama
sekali. Misalnya vasokonstriksi dengan naiknya tensi, penguatan
kegiatan jantung, stimulasi SSP ringan.
Efek Nikotin dari ACh juga terjadi pada perokok, yang disebabkan oleh
jumlah kecil nikotin yang diserap ke dalam darah melalui mukosa
3
mulut.
2. Penggolongan
Kolinergika dapat pula dibagi menurut cara kerjanya, dibagi menjadi zat-zat
bekerja langsung dan zat-zat bekerja tak langsung.
a. Bekerja langsung: karbachol, pilokarpin, muskarin dan arekolin. Zat-zat
ini bekerja langsung terhadap organ ujung dengan kerja utama seperti
efek muskarin dari ACh.
b. Bekerja tak-langsung: zat-zat antikolinesterase seperti fisostigmin,
neostigmin, piridostigmin. Obat-obat ini menghambat penguraian ACh
secara reversibel, yakni hanya untuk sementara. Setelah habis teruraikan
oleh kolinesterase, ACh akan segera dirombak kembali.
Ada pula zat-zat yang mengikat enzim secara ireversibel, misalnya
parathion dan organofosfat lain. Kerjanya cukup panjang dengan cara
membuat enzim baru lagi dan membuat enzim baru lagi.
3. Penggunaan Obat Kolinergik
Obat kolinergik terutama digunakan pada :
Glaukoma, yaitu suatu penyakit mata dengan ciri tekanan intra okuler
meningkat dengan akibat kerusakan mata dan dapat menyebabkan
kebutaan. Obat ini bekerja dengan jalan midriasis seperti pilokarpin,
karbakol, dan fluostigmin.
Myastenia gravis, yaitu suatu penyakit terganggunya panerusan implus
dipelat ujung motoris dengan gejala berupa kelemahan otot-otot tubuh
sehingga kelempuhan, contohnya neostigmin dan piridostigmin.
Atonia, yaitu kelemahan otot polos pada saluran cerna atau kandung
kemih setelah operasi besar yang menyebabkan stress bagi tubuh. Akibat
timbul aktivitas saraf adrenergikn dengan efek obstipasi, sukar buang air
kecil atau lumpuhnya gerakan peristaltic dengan tertutupnya usus (ielus
paralitikus ), contohnya prostigmin (neostigmin ).
4
Pada kesempatan kali ini, penyusun hanya akan membahas tentang
Diagnosa Medis Glaukoma.
4. Jenis Obat Kolinergik
a. Betanol
- Indikasi
Retensi urine
Refluks esofagitis
- Kontra Indikasi
Epilepsy
Hipertensi
- Efek Samping
Sakit kepala
Penglihatan kabur
- Cara Kerja
Menurunkan kapasitas kandung kemih
- Dosis
Melalui injeksi SC, dosis bias 2,5 – 5 mg
b. Neostigmin
- Indikasi
Distensi abdomen
Miastenia gravis
- Kontra Indikasi
Peritonitis
Traktus urinarius
- Efek Samping
Mengantuk
Sakit kepala
pusing
- Cara Kerja
Mengetahui respon kolinomimetik
- Dosis
5
Melalui injeksi SC, IM, dosis 1 ml larutan
Table Jenis Obat Kolinergik
No Nama-Nama Obat Dosis PemakaianBekerja Langsung
1 Betanekol ( urecholine ) D:PO:10-50mg,b.i.d.-q.i.d.
Untuk meningkatkan berkemih; dapat merangsang motalitas lambung
2 Karbakol ( carcholin ) 0,75-3%, 1 tetes Untuk menurunkan tekanan intaraokuler,miosis
3 Pilokarpin ( pilocar ) 0,5-4%, 1 tetes Untuk menurunkan tekanan intaraokuler,miosis
Bekerja Tidak Langsung, Antikolinesterase Reversible
1 Fisostigmin ( eserin ) 0,25-0,5%,I tetes,q,d.-q.i.d.
Untuk menurunkan tekanan intaraokuler, miosis, masa kerja singkat
2 Neostigmin ( prostigmin) D:PO:mula- mula 15 mg, t.i.d., dosis maksimum:50mg,t.i.d.
Untuk menambah kekuatan otot pada miastenia gravis, masa kerja singkat
3 Piridostigmin (mestinon) D:PO:60-120mg,t.i.d atau q.i.d.
Untuk menambah kekuatan otot, masa kerja sedang
4 Ambenonium (mytelase) D:PO:2,5-5 mg,t.i.d.atau q.i.d
UNtuk menambah masa kerja otot, masa kerja panjang
5 Edrofonium (tensilon) D:IM:10mg;1V:1-2mg Untuk mendiagnosis miastenia gravis, masa kerja sangat singkat
Bekerka Tidak Langsung, Antikolinesterase Irreversible
1 Demekarium (humorsol) 0,125- 0,25,1 tetes ,q 12-48 jam
Untuk menurunkan tekanan intaraokuler, pada glaucoma, miotikum masa kerja panjang
2 Ekotiofat (fosfolin) 0,03-0,06%,1 tetes,q,d.atau b.i.d
Untuk menurunkan tekanan intaraokuler, pada glaucoma, miotikum masa kerja panjang
6
3 Isoflurofat (floropryl) Ointment 0,25%,q 8- 72 jam
Untuk mengobati glukoma, kenakan pada sakus konjungtiva
B. OBAT ANTIKOLINERGIK
1. Defenisi
Antikolinergik adalah obat-obat yang menghambat kerja asetilkolin dengan
menempati reseptor-reseptor asetilkolin, Obat ini mempengaruhi organ
jantung, saluran pernapasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih, mata
dan kelenjar eksokrin dengan menghambat saraf parasimpatis, sehingga
system saraf simpatis (adrenergic) menjadi dominan.
2. Penggolongan Obat Antikolinergik
Antikolinergik klasik (alkaloid belladonna, atropine sulfat dan
skopolamin)
Antikolinergik sintetik (Propantelin)
Antikolinergik-antiparkisonisme (triheksifenidil hidroklorida,
prosiklidin, biperiden dan benztropin) Farmakodinamik Antikolinergik
Menghambat efek muskarinik
Penurunan salivasi dan sekresi lambung (konstipasi)
Mengurangi kontraksi tonus kandung kemih
Dapat bekerja sebagai antidot terhadap toksin
Sebagai obat antispasmodik
Meningkatkan TD
Mengurangi rigriditas dan tremor berhubungan dengan ekstensi
neuromuscular
3. Efek Samping
Mulut kering
Gangguan penglihatan (terutama penglihatan kabur akibat midriasis)
Konstipasi sekunder
Retensi urine
Takikardia (akibat dosis tinggi)
7
Tabel Efek –Efek Obat Antikolinergik
NO JARINGAN TUBUH
RESPONS- RESPONS
1 Kardiovaskuler Meningkatkan denyut jantung pada dosis
tinggi:Dosis rendah dapat mengurangi motilitas
dan peristaltik
2 Gastrointestinal Merelaksasi tonus otot polos saluran
gastrointestinal, mengurangi motilitas dan
paristaltik gastrointestinal. Mengurangi sekresi
lambung dan usus halus.
3 Saluran kemih Merelaksasi otot detrusor kandung kemih dan
meningkatkan konstriksi spinkter internal. Dapat
timbul retensi urin.
4 mata Dilatasi pupil mata (midriasis ) dan paralisis otot
siliaris (sikloplegia), mengakibatkanh
berkurangnya akomodasi
5 kerenjar Mengurangi salvias, berkeringat, dan sekresi
bronkial
6 Paru - paru Dilatasi bronkus dan mengurangi sekresi bronkial
7 System saraf pusat Mengurangi tremor dan rigiditas otot. Mengantuk,
disorientasi, dan halusinasi dapat terjadi akibat
dosis tinggi.
4. Penggunaan Obat Antikolinergik
Obat antikolinergik (dikenal juga sebagai obat antimuskatrinik,
parasimpatolitik, penghambat parasimpatis). Saat ini terdapat antikolinergik
yang digunakan untuk :
(1) mendapatkan efek perifer tanpa efek sentral misalnya antispasmodik
(2) Penggunaan lokal pada mata sebagai midriatikum
(3) Memperoleh efek sentral, misalnya untuk mengobati penyakit parkinson.
8
Contoh obat-obat antikolinergik adalah atropin, skopolamin, ekstrak
beladona, oksifenonium bromida dan sebagainya. Indikasi penggunaan obat
ini untuk merangsang susunan saraf pusat (merangsang nafas, pusat
vasomotor dan sebagainya, antiparkinson), mata (midriasis dan sikloplegia),
saluran nafas (mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus, sistem
kardiovaskular (meningkatkan frekuensi detak jantung, tak berpengaruh
terhadap tekanan darah), saluran cerna (menghambat peristaltik
usus/antispasmodik, menghambat sekresi liur dan menghambat sekresi asam
lambung).
Obat antikolinergik sintetik dibuat dengan tujuan agar bekerja lebih selektif
dan mengurangi efek sistemik yang tidak menyenangkan. Beberapa jenis
obat antikolinergik misalnya homatropin metilbromida dipakai sebagai
antispasmodik, propantelin bromida dipakai untuk menghambat ulkus
peptikum, karamifen digunakan untuk penyakit parkinson.
5. Jenis Obat Antikolinergik
Atropin Sulfat
- Indikasi
Sering berkemih
Ulkus Peptikum
- Kontra Indikasi
Kardiospasme
Miastenia
- Efek Samping
Kegugupan
Mengantuk
- Cara Kerja
Respon antikolinergik spesifik berkaitan dengan dosis yang diberikan
- Dosis
Melalui injeksi IM, SC, IV, dosis 0,4 – 0,6 mg
9
Glikopirolat
- Indikasi
Ulkus peptikum
Pengobatan prabedah
- Kontra Indikasi
Miastenia gravis
Iskemik miokard
- Efek Samping
Kelemahan
Sakit kepala
- Cara Kerja
Respon antikolinergik spesifik tergantung dosis
- Dosis
Melalui injeksi IM, IV dosis 0,1 – 0,2 mg
Table Jenis Obat Antikolinergik
Nama Obat Dosis Pemakaian dan Pertimbangan
Atropine D: IM: 0,4 mg IV: 0,5-2 mg
Pembedahan untuk mengurangi salvias dan sekresi
bronchial. Meningkatkan denyut jantung dengan dosis
≥ 0,5 mg
Propantelin
(bentyl)
D: PO: 7,5-15 mg, t.i.d atau q.i.d
Sebagai antispasmodic untuk tukak peptic dan
irritable bowel syndrome
Skopolamin (hyoscine) D: PO: 0,5-1 mg, t.i.d atau q.i.d; IM: 0,3-0,6 mg
Obat preanestesi, irritable bowel syndrome dan
mabuk perjalanan
Isopropamid (darbid) D: PO: 5 mg, b.i.d
Tukak peptic dan irritable bowel syndrome
Hematropin Larutan 2-5%, 1-2 tetes
10
(isopto hematropin) Midriasis dan siklopegia (paralisis otot siliaris
sehingga akomodasi hilang) untuk pemeriksaan mata
Siklopentolat(cyclogyl) Larutan 0,5-2%, 1-2 tetes Midriasis dan siklopegia
untuk pemeriksaan mata
Benztropin(cogentin) D; PO: 0.5-6 mg/hari dalam dosis terbagi
Penyakit parkison Untuk mengobati efek samping
fenotiazin dan agen antipsikotik lainnya
Biperiden (akineton) D: PO: 2 mg, b.i.d - q.i.d
Penyakit parkison.
Untuk mengobati efek samping fenotiazin dan agen
antipsikotik lainnya
Trihesifinidil (artane) D: PO: 1 mg/hari, dapat dinaikkan sampai 5-15
mg/hari dalam dosis terbagi Penyakit parkison. Untuk
mengobati efek samping fenotiazin dan agen
antipsikotik lainnya
C. DIAGNOSA MEDIS GLAUKOMA
1. Defenisi Glaukoma
Glaukoma adalah Sekelompok kelainan mata yang ditandai dengan
peningkatan tekanan intraokular.
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik(neoropati
optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan okular pada
papil saraf optik. Yang menyebabkan defek lapang pandang dan hilangnya
tajam penglihatan jika lapang pandang sentral terkena.
2. Etiologi
Penyakit yang ditandai dengan peninggian tekanan intra okular ini
disebabkan oleh:
a. Faktor keturunan
b. Komplikasi penyakit lain, seperti Diabetes Melitus
11
c. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan siliar
d. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau di
celah pupil (glaukoma hambatan pupil)
e. Pemakaian kortikosteroid dalam waktu yang lama.
3. Klasifikasi
a. Glaucoma primer
1) Glaucoma Sudut Terbuka
Glaukoma Sudut-Terbuka adalah tipe yang yang paling umum
dijumpai. Glaukoma jenis ini bersifat turunan, sehingga resiko tinggi
bila ada riwayat dalam keluarga. Biasanya terjadi pada usia dewasa
dan berkembang perlahan-lahan selama berbulan-bulan atau
bertahun-tahun. Seringkali tidak ada gejala sampai terjadi kerusakan
berat dari syaraf optik dan penglihatan terpengaruh secara permanen.
Pemeriksaan mata teratur sangatlah penting untuk deteksi dan
penanganan dini.
Glaukoma Sudut-Terbuka Primer biasanya membutuhkan
pengobatan seumur hidup untuk menurunkan tekanan dalam mata
dan mencegah kerusakan lebih lanjut.
2) Glaucoma Sudut Tertutup
Glaukoma Sudut-Tertutup lebih sering ditemukan karena
keluhannya yang mengganggu. Gejalanya adalah sakit mata hebat,
pandangan kabur dan terlihat warna-warna di sekeliling cahaya.
Beberapa pasien bahkan mual dan muntah-muntah.
Glaukoma Sudut-Tertutup Akut termasuk yang sangat serius dan
dapat mengakibatkan kebutaan dalam waktu yang singkat. Bila Anda
merasakan gejala-gejala tersebut segera hubungi dokter spesialis
mata Anda.
12
b. Glaucoma Sekunder
Glaukoma Sekunder disebabkan oleh kondisi lain seperti katarak,
diabetes, trauma, arthritis maupun operasi mata sebelumnya. Obat tetes
mata atau tablet yang mengandung steroid juga dapat meningkatkan
tekanan pada mata. Karena itu tekanan pada mata harus diukur teratur
bila sedang menggunakan obat-obatan tersebut.
c. Glaucoma Kongenital
Glaukoma Kongenital ditemukan pada saat kelahiran atau segera setelah
kelahiran, biasanya disebabkan oleh sistem saluran pembuangan cairan
di dalam mata tidak berfungsi dengan baik. Akibatnya tekanan bola
mata meningkat terus dan menyebabkan pembesaran mata bayi, bagian
depan mata berair dan berkabut dan peka terhadap cahaya.
d. Glaucoma Absolute
Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana sudah
terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan
fungsi lanjut .Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata
dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti
batu dan dengan rasa sakit.sering mata dengan buta ini mengakibatkan
penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa
neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat
timbulnya glaukoma hemoragik.
Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada
badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola
mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.
4. Gejala – gejala
1) Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi, telinga).
2) Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu.
3) Mual, muntah, berkeringat.
13
4) Mata merah, hiperemia konjungtiva, dan siliar.
5) Visus menurun.
6) Edema kornea.
7) Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut
terbuka).
8) Pupil lebar lonjong, tidak ada refleks terhadap cahaya.
9) TIO meningkat.
5. Epidemologi
Di Indonesia, Glaukoma merupakan penyakit ketiga yang menyebabkan
kebutaan di Indonesia dan mengenai sekitar 0,40% dari kasus penyakit
mata. Penyakit ini biasanya mengenai orang dewasa di atas usia 40 tahun
terutama pada usia lanjut, biasanya dalam keluarga sedarah.
6. Patofisiologi
Tingginya tekanan intraokular bergantung pada besarnya produksi
humor aquelus oleh badan siliari dan mengalirkannya keluar. Besarnya
aliran keluar humor aquelus melalui sudut bilik mata depan juga bergantung
pada keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan episklera. Tekanan
intraokular dianggap normal bila kurang dari 20 mmHg pada pemeriksaan
dengan tonometer Schiotz (aplasti). Jika terjadi peningkatan tekanan
intraokuli lebih dari 23 mmHg, diperlukan evaluasi lebih lanjut. Secara
fisiologis, tekanan intraokuli yang tinggi akan menyebabkan
terhambatannya aliran darah menuju serabut saraf optik dan ke retina.
Iskemia ini akan menimbulkan kerusakan fungsi secara bertahap. Apabila
terjadi peningkatan tekanan intraokular, akan timbul penggaungan dan
degenerasi saraf optikus yang dapat disebabkan oleh beberapa faktor :
1) Gangguan perdarahan pada papil yang menyebabkan deganerasi berkas
serabut saraf pada papil saraf optik.
2) Tekanan intraokular yang tinggi secara mekanik menekan papil saraf
optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling lemah pada bola
14
mata. Bagian tepi papil saraf otak relatif lebih kuat dari pada bagian
tengah sehingga terjadi penggaungan pada papil saraf optik.
3) Sampai saat ini, patofisiologi sesungguhnya dari kelainan ini masih
belum jelas.
4) Kelainan lapang pandang pada glaukoma disebabkan oleh kerusakan
serabut saraf optik.
7. Pengobatan
a. Terapi Farmakologi
Obat Efek Terhadap Glaukoma
Agen Kolinergik (Miotik) :
Pilocarpine
Carbachol ( Carbacel )
Kolinesterase Inhibitors (Miotik) :
Physostigmine (Eserine)
Demecarlum bromide (Humorsol)
Isoflurophate (Floropryl)
Echotiophate Iodide (Phospoline
Iodide)
Edrenergic Beta Bloker :
Timolol meleate (Timoptic)
Betaxolol hydrochloride (Betaoptic)
Levobunolol hydrochloride (Betagan)
Merangsang reseptor kolinergik,
mengkontraksikan otot-otot iris untuk
mengecilkan pupil dan menurunkan
tahanan terhadap aliran humor aqueous,
juga mengkontraksikan otot-otot ciliary
untuk meningkatkan akomodasi.
Menghambat pepenghancuran
Asetylchloline yang berefek sebagai
kolinergik.
JANGAN MENGGUNAKAN OBAT
KOLINESTERASE PADA
GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP
(Meningkatkan tahanan pupil)
Memblok – impuls adrenergik
(Sympathetik ) yang secara normal
menyebabkan mydriasis, mekanisme
yang bisa menurunkan IOP, tidak jelas
15
Agen adrenergik :
Epinephryl borate (Eppy)
Epinephrine hydrochloride (glaucom,
Epifrin)
Epinephrine bitatrate (Epitrate,
Mucocoll)
Dipivefrin (Propine)
Carbonic anhydrase inhibitors :
Acetazolamide (Diamox)
Ethoxzolamide (Cardrase)
Dichlorhenamide (Daramide)
Methazolamide (Neptazane)
Agen Osmotik :
Glycerine (Glycerol, Osmoglyn)
Mannitol (Osmitrol)
Urea (Ureaphil, Urevert)
Menurunkan produksi humor aqueous
dan meningkatkan aliran aqueous.
JANGAN MENGGUNAKAN UNTUK
GLAUKOMA SUDUT TERTUTUP
Menghambat produksi humor aqueous
Meningkatkan osmolaritas plasma darah,
meningkatkan aliran cairan dari humor
aqueous ke plasma
b. Terapi Medikamentosa
Tujuannya adalah menurunkan TIO terutama dengan menggunakan obat
sistemik (obat yang mempengaruhi seluruh tubuh).
1) Obat sistemik :
- Inhibitor karbonik anhidrase. Pertama diberikan secara intravena
(acetazolamide 500mg) kemudian diberikan dalam bentuk obat
minum lepas lambat 250mg 2x sehari.
- Agen hiperosmotik. Macam obat yang tersedia dalam bentuk obat
minum adalah glycerol dan isosorbide sedangkan dalam bentuk
intravena adalah manitol. Obat ini diberi jika TIO sangat tinggi atau
ketika acetazolamide sudah tidak efektif lagi.
- Untuk gejala tambahan dapat diberikan anti nyeri dan anti muntah.
16
2) obat tetes mata lokal
- Penyekat beta. Macam obat yang tersedia adalah timolol, betaxolol,
levobunolol, carteolol, dan metipranolol. Digunakan 2x sehari,
berguna untuk menurunkan TIO.
- Steroid (prednison). Digunakan 4x sehari, berguna sebagai
dekongestan mata. Diberikan sekitar 30-40 menit setelah terapi
sistemik.
- Miotikum. Pilokarpin 2% pertama digunakan sebanyak 2x dengan
jarak 15 menit kemudian diberikan 4x sehari. Pilokarpin 1% bisa
digunakan sebagai pencegahan pada mata yang lainnya 4x sehari
sampai sebelum iridektomi pencegahan dilakukan.
c. Terapi Bedah
- Iridektomi perifer. Digunakan untuk membuat saluran dari bilik
mata belakang dan depan karena telah terdapat hambatan dalam
pengaliran humor akueus. Hal ini hanya dapat dilakukan jika sudut
yang tertutup sebanyak 50%.
- Trabekulotomi (Bedah drainase). Dilakukan jika sudut yang tertutup
lebih dari 50% atau gagal dengan iridektomi.
17
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan :
Kolenergika atau parasimpatomimetika adalah sekelompok zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi Susunan Parasimpatis (SP),
karena melepaskan neurohormon asetilkolin (ACh) diujung-ujung neuronnya.
Tugas utama SP adalah mengumpulkan energi dari makanan dan menghambat
penggunaannya, singkatnya berfungsi asimilasi. Bila neuron SP dirangsang,
timbullah sejumlah efek yang menyerupai keadaan istirahat dan tidur. Efek
kolinergis faal yang terpenting seperti: stimulasi pencernaan dengan jalan
memperkuat peristaltik dan sekresi kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga
sekresi air mata, memperkuat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan
jantung, vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah, memperlambat pernafasan,
antara lain dengan menciutkan bronchi, sedangkan sekresi dahak diperbesar,
kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya
tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata, kontraksi kantung
kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin, dilatasi pembuluh
dan kotraksi otot kerangka, menekan SSP setelah pada permulaan
menstimulasinya, dan lain-lain.
Antikolinergik adalah ester dari asam aromatik dikombinasikan dengan
basa organik. Ikatan ester adalah esensial dalam ikatan yang efektif antara
antikolinergik dengan reseptor asetilkolin. Obat ini berikatan secara blokade
kompetitif dengan asetilkolin dan mencegah aktivasi reseptor. Efek selular dari
asetilkolin yang diperantarai melalui second messenger seperti cyclic guanosine
monophosphate (cGMP) dicegah. Reseptor jaringan bervariasi sensitivitasnya
terhadap blokade. Faktanya : reseptor muskarinik tidak homogen dan subgrup
reseptor telah dapat diidentifikasikan : reseptor neuronal (M1), cardiak (M2) dan
kelenjar (M3). Dalam dosis klinis, hanya reseptor muskarinik yang dihambat oleh
obat antikolinergik. Kelebihan efek antikolinergik tergantung dari derajat
dasar tonus vagal.
18
DAFTAR PUSTAKA
Deglin, Vallerand. 2005. Pedoman Obat Untuk Perawat. Jakarta: EGC.
FKUI, Bagian Farmakologi. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Gaya Baru:
Kee, Hayes. 1996. Farmakologi Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EG
Townsend, Mary C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan
Psikiatri Ed.2. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. Buku saku Patofisiologi, Ed. 3, 2009, Jakarta : EGC.
19