Download - Nilai Dan Etika Lingkungan
TUGAS MATA KULIAH
NILAI DAN ETIKA LINGKUNGAN
Disusun Oleh :HENDRI DUNAND
NPM: 13.13101.10.22
Dosen Pengajar :
Prof.Supli Effendi Rahim,PhD,MSc
PROGRAM PASCA SARJANA KESEHATAN MASYARAKATSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANGTAHUN 2014
MATERI TUGAS :
I. ETIKA LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN PERUMAHAN
II. ETIKA LINGKUNGAN DAN PENGELOLAAN KESEHATAN MASYARAKAT
III. NILAI DAN ETIKA LINGKUNGAN ANTARA TEORI DAN APLIKASI
ETIKA LINGKUNGAN DAN PENGEMBANGAN PEMUKIMAN
I. Definisi Etika Lingkungan
Etika lingkungan tidak hanya membahas mengenai prilaku manusia terhadap alam. Etika
lingkungan hidup juga membahas mengenai relasi diantara manusia dengan manusia
yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup atau
secara keseluruhan. Termasuk di dalamnya berbagai kebijakan politik dan ekonomi yang
mempunyai dampak langsung atau tidak langsung terhadap alam. Ada beberapa teori
yang dinyatakan sebagai berikut :
Antroposenisme, teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat
dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap paling menentukan
dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Oleh karena
itu, alam dianggap sebagai objek, alat dan sarana bagi pemenuhan kebutuhan dan
kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia.
Biosentrisme, teori ini menganggap setiap kehidupan dan makhluk hidup
mempunyai nilai pada dirinya sendiri, sehingga pantas mendapat pertimbangan dan
kepedulian moral. Dan perlu mendapat perlindungan dan keselamatan. Untuk itu
perlu etika yang berfungsi menuntun manusia untuk bertindak secara baik demi
menjaga dan melindungi kehidupan.
Ekosentrisme, memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup
maupun tidak. Oleh karena itu, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya
dibatasi pada semua spesies, termasuk spesies bukan manusia (biosphere).
Hak Asasi Alam, hak setiap spesies untuk hidup, tumbuh dan berkembang secara
alamiah tanpa intervensi manusia, termasuk intervensi teknologi.
Ekofeminieme, (a) logika dominasi yang menjadi sebab utama dari masalah sosial
yang terkait dengan relasi gender dan krisis manusia dengan alam, (b) membahas
sekilas etika kepedulian yang diutamakan oleh ekofeminisme.
II. Prinsip – Prinsip Etika Lingkungan Hidup
a. Sikap hormat kepada alam (resfect for nature), manusia berkewajiban hidup untuk
berada, hidup, tumbuh, dan berkembang secara alamiah. Maka sebagai perwujudan
nyata dari penghargaan itu, manusia perlu memelihara, merawat, menjaga,
melindungi, dan melestarikan alam beserta isinya.
b. Tanggung jawab (moral respon sibility for nature), tanggung jawab untuk
menjaganya. Berarti, kelestarian dan kerusakan alam semesta merupakan tanggung
jawab bersama seluruh umat manusia.
c. Solidaritas Kosmis (cosmic solidarity), karena manusia adalah bagian integral dari
alam semesta, perasaan solidar, perasaan sepenanggungan maka manusia akan ikut
merasakan apa yang dirasakan oleh makhluk lain. Perasaan ini mendorong manusia
menyelamatkan lingkungan.
d. Kasih sayang dan kepedulian (caring for nature), manusia digugah untuk mencintai,
menyayangi dan peduli kepada alam. Maka manusia makhluk hidup mempunyai hak
dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat.
e. No.Harm, karena manusia mempunyai kewajiban moral dan tanggung jawab
terhadap alam, paling tidak manusia tidak akan merugikan dan akan selalu peduli
(tidak merusak).
f. Hidup sederhana dan selaras dengan alam, prinsip ini yang ditekankan adalah nilai,
kualitas, cara hidup yang baik, dan bukan kekayaan, saran standar material. Bukan
rakus dan tamak, tapi yang penting mutu kehidupan yang baik.
g. Keadilan, prinsip ini berbicara tentang ikut menentukan kebijakan pengelolaan
sumber daya alam dan pelestariannya.
h. Demokrasi, setiap orang yang peduli kepada lingkungannya akan sangat mungkin
seorang pemerhati lingkungan. Seorang yang berkaitan dengan pengambilan
kebijakan, menentukan baik – buruk, rusak tidaknya, tercemar tidaknya lingkungan
hidup. Demokrasi menjamin bahwa pemerintah wajib menggugat setiap kebijakan
publik yang berdampak merugikan lingkungan.
i. Integritas Moral, prinsip ini untuk pejabat public agar mempunyai sikap dan perilaku
moral yang terhormat.
Menurut tahapannya, etika lingkungan dapat terwujud dalam lima tingkatan (Nugroho,
1985), yaitu :
1) Egoisme, yang berdasarkan keakuan tetapi penuh kesadaran akan kepercayaan pada
diri sendiri ( self confidence ).
2) Humanisme, solidaritas terhadap sesama manusia, sehingga makin tinggi tingkat
ketegaran individu seseorang, makin tinggi makna dirinya bagi sesama manusia.
3) Sentientisme, kepedulian terhadap sesama pengada insani yang mempunyai system
syaraf atau perasaan, misalnya kucing, kambing, dsb.
4) Vitalisme, kepedulian terhadap sesama pengada insani ciptaan yang tidak berperasa,
misalnya tumbuhan, bakteri, dsb.
5) Altruisme, tingkatan pelengkap dari etika seseorang terhadaplingkungan, yakni
kepedulian terhadap semua pengada ragawi (non ragawi/abiotik), sebagai sesama
ciptaan Tuhan di bumi ini, karena ketergantungan kita kepada semua yang ada, tidak
hanya pada pengada insani saja, tetapi juga kepada pengada ragawi, termasuk tanah,
mineral, air, dan udara.
III. Prinsip Pembangunan Berkelanjutan
1) Prinsip Demokrasi, menjamin agar pembangnan kehendak bersama seluruh rakyat
demi kepentingan bersama.
a) Partisipasi masyarakat dalam merumuskan kebijakan pembangunan dan sebuah
keharusa moral dan politik.
b) Harus ada akses informasi yang jujur dan terbuka tentang agenda pembangnan
dan proses perumusannya (transparansi).
c) Ada akuntabilitas publik tentang agenda pembangunan, proses perumusan
kebijakan pembangunan dan implentasinya.
2) Prinsip Keadilan, menjamin bahwa semua orang dan kelompok masyarakat
memperoleh peluang yang sama untuk ikut dalam proses pembangunan dan ikut
menikmati hasil pembangunan.
a) Agar ada perlakuan yang sama.
b) Agar ada distribusi manfaat dan beban secara proporsional.
c) Agar ada peluang yang sama bagi generasi.
d) Agar kerugian akibat proses pembangunan yang dialami oleh kelompok
masyarakat harus ditebus atau dikompensasikan secara seimbang.
3) Prinsip keberlanjutan, mengharuskan kita untuk merancang agenda pembangunan
yang hemat sumber daya dan mampu mensinkronkan aspek konservasi dengan aspek
pemanfaatan secara arif.
IV. Tinjauan Pengembangan Lingkungan
Pembangunan membawa perubahan, kondisi sumber dan lingkungan hidup
mengharuskan pembangunan berjalan seiring dengan pembangunan lingkungan hidup
(ecodevelopment). Kemiskinan adalah sebab dari kerusakan lingkungan,maka
pembangunan menghalau kemiskinan bias berjalan seiring dengan perbaikan lingkungan
hidup.
Proses perubahan dilaksanakan dengan kesadaran sepenuhnya bahwa sumber-sumber
alam harus digunakan secara rasional. Implikasi ini adalah bahwa pengelolaan alam tidak
boleh mengakibatkan musnahnya sumber alam, rusaknya lingkungan, semakin
miskinnya lingkungan. Tetapi sebaliknya sumber alam harus dipelihara kelestariannya
dan pembangunan disertai proses mengembangkan lingkungan, lebih memperkaya
lingkungan, supaya di satu pihak menunjang proses pembangunan bagi terbinanya cita-
cita pembangunan.
Pembangunan berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana menggunakan
dan mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup.
Prinsip-prinsip Membangun Masyarakat yang berkelanjutan (Sustainable).
a) Menghormati dan memelihara komunitas kehidupan
b) Memperbaiki kualitas hidup manusia
c) Melestarikan daya hidup dan keragaman bumi
d) Menghindari pemborosan sumber-sumber daya yang tak terbarukan
e) Berusaha tidak melampaui kapasitas daya dukung bumi
f) Mengubah sikap dan daya hidup orang per orang
g) Mendukung kreativitas masyarakat untuk memelihara lingkungan sendiri
h) Menyediakan kerangka kerja nasional untuk memadukan upaya membangun dan
pelestarian
i) Menciptakan kerja sama global
Pembangunan pemerintah harus berdasarkan empat sasaran tujuan lingkungan hidup :
1. Membina hubungan keselarasan antara anusia dengan lingkungan
2. Melestarikan sumber alam supaya bias dipakai terus menerus dalam pembangunan
jangka panjang
3. Mencegah supaya kegiatan pembangunantidak merusak lingkungan
4. Membimbing manusia dari perusak lingkungan menjadi Pembina lingkungan
UU No.4 tahun 1982 Pasal 1 menyatakan Analisis mengenai dampak lingkungan adalah
hasil studi mengenai dampak suatu kegiatan yang direncanakan terhadap lingkungan
hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.
UU yang diatas telah diganti dengan UU No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan
Lingkungan Hidup dan diterbitkan peraturan pendukungnya.
V. AMDAL
Kelayakan lingkungan suatu rencana usaha atau kegiatan ditunjukan oleh hasil suatu
studi, yang disebut dengan AMDAL (Analisis mengenai dampak lingkungan), dengan
pelaksanaan AMDAL diharapkan dampak positif yang ditimbulkan suatu proyek
pembangunan dapat dimaksimalkan dan dampak negatifnya dapat diminimalkan.
Fungsi AMDAL adalah untuk mencegah terjadinya perusakan dan pencemaran
lingkungan oleh suatu rencana usaha atau kegiatan.
Tujuan dan sasaran AMDAL adalah untuk mencegah terjadinya perusakan lingkungan
oleh suatu rencana usaha kegiatan.
Selain AMDAL ada beberapa pengendalian lingkungan yaitu:
Ekolabel : merupakan simbol atau label yang dicantumkan pada suatu barang
(produk), yang menyatakan bahwa dalam memproduksi barang tersebut tidak terjadi
pencemaran dan kerusakan lingkungan.
ISO 14000 : standar manajemen lingkungan internasional (Internasional
Standarization) seri 14000 merupakan upaya untuk memadukan manajemen lainnya
(produk, mutu, tenaga kerja) sehingga tujuan perusahaan secara ekonomi dapat
tercapai. Strategi yang telah mencapainya adalah dengan menerapkan SML atau
Environmental Management System (EMS).
Audit Lingkungan : pengkajian penataan kebijakan usaha atau kegiatan terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
VI. Rumah Sehat
Rumah adalah salah satu persyaratan pokok bagi kehidupan manusia. Rumah atau tempat
tinggal manusia, dari zaman ke zaman mengalami perkembangan. Pada zaman purba
manusia bertempat tinggal di gua-gua kemudian berkembang dengan mendirikan rumah
tempat tinggal di hutan-hutan dan di bawah pohon. Sampai pada abad modern ini
manusia sudah membangun rumah (tempat tinggalnya) bertingkat dan diperlengkapi
dengan peralatan yang serba modern..
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun sebuah rumah, yaitu:
1. Faktor lingkungan
Baik lingkungan fisik, biologis maupun lingkungan sosial. Maksudnya membangun
suatu rumah harus memperhatikan tempat dimana rumah itu didirikan. Di pegunungan
ataukah di tepi pantai, di desa ataukah di kota, di daerah dingin ataukah di daerah
panas, di daerah dekat gunung berapi (daerah gempa) atau di daerah bebas gempa dan
sebagainya.
Rumah di daerah pedesaan, sudah tentu disesuaikan kondisi sosial budaya pedesaan,
misalnya bahannya, bentuknya, menghadapnya dan lain sebagainya. Rumah di daerah
gempa harus dibuat dengan bahan-bahan yang ringan namun harus kokoh, rumah di
dekat hutan harus dibuat sedemikian rupa sehingga aman terhadap serangan-serangan
binatang buas.
2. Tingkat kemampuan ekonomi masyarakat
Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan
penghuninya, untuk itu maka bahan-bahan setempat yang murah misal bambu, kayu,
atap rumbia dan sebagainya adalah merupakan bahan-bahan pokok pembuatan rumah.
Perlu dicatat bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekedar berdiri pada saat itu saja
namun diperlukan pemeliharaan seterusnya. Oleh karena itu, kemampuan
pemeliharaan oleh penghuninya perlu dipertimbangkan.
3. Teknologi yang dimiliki masyarakat
Pada dewasa ini teknologi perumahan sudah begitu maju dan sudah begitu modern.
Akan tetapi teknologi modern itu sangat mahal bahkan kadang-kadang tidak
dimengerti oleh masyarakat. Rakyat pedesaan bagaimanapun sederhananya sudah
mempunyai teknologi perumahan sendiri yang dipunyai turun temurun.
Dalam rangka penerapan teknologi tepat guna maka teknologi yang sudah dipunyai
masyarakat tersebut dimodifikasi. Segi-segi yang merugikan kesehatan dikurangi dan
mempertahankan segi-segi yang sudah positif.
Contoh : Rumah limasan yang terbuat dari dinding dan atap daun rumbai yang dihuni
oleh orang yang memang kemampuannya sejauh itu, dapat dipertahankan, hanya
kesadaran dan kebiasaan membuat lubang angin (jendela) yang cukup perlu
ditanamkan kepada mereka.
4. Kebijaksanaan (peraturan-peraturan) pemerintah yang menyangkut tata guna tanah
Untuk hal ini, bagi perumahan masyarakat pedesaan belum merupakan problem
namun di kota sudah menjadi masalah yang besar.
Selain memperhatikan faktor-faktor di atas, perlu memperhatikan syarat-syarat rumah
yang sehat, yaitu :
1. Bahan bangunan
a. Lantai
Ubin atau semen adalah baik namun tidak cocok untuk kondisi ekonomi pedesaan.
lantai kayu sering terdapat pada rumah-rumah orang yang mampu di pedesaan dan
ini pun mahal. Oleh karena itu, untuk lantai rumah pedesaan cukuplah tanah biasa
yang dipadatkan.
Syarat yang penting disini adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak
basah pada musim hujan. Untuk memperoleh lantai tanah yang padat (tidak
berdebu) dapat ditempuh dengan menyiram air kemudian dipadatkan dengan
benda-benda yang berat dan dilakukan berkali-kali. Lantai yang basah dan berdebu
merupakan sarang penyakit.
b. Dinding
Tembok adalah baik namun disamping mahal, tembok sebenarnya kurang cocok
untuk daerah tropis, lebih-lebih bila ventilasinya tidak cukup. Dinding rumah di
daerah tropis khususnya di pedesaan, lebih baik dinding atau papan. Sebab
meskipun jendela tidak cukup maka lubang-lubang pada dinding atau papan
tersebut dapat merupakan ventilasi dan dapat menambah penerangan alamiah.
c. Atap
Atap genteng adalah umum dipakai baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan.
Disamping atap genteng adalah cocok untuk daerah tropis juga dapat terjangkau
oleh masyarakat dan bahkan masyarakat dapat membuatnya sendiri.
Namun demikian banyak masyarakat pedesaan yang tidak mampu untuk itu maka
atap daun rumbai atau daun kelapa pun dapat dipertahankan. Atap seng maupun
asbes tidak cocok untuk rumah pedesaan, disamping mahal juga menimbulkan
suhu panas didalam rumah.
d. Lain-lain (Tiang, Kaso dan Reng)
Kayu untuk tiang, bambu untuk kaso dan reng adalah umum di pedesaan. Menurut
pengalaman, bahan-bahan ini tahan lama. Tapi perlu diperhatikan bahwa lubang-
lubang bambu merupakan sarang tikus yang baik. Untuk menghindari ini maka
cara memotongnya harus menurut ruas-ruas bambu tersebut. Apabila tidak pada
ruas maka lubang pada ujung-ujung bambu yang digunakan untuk kaso tersebut
ditutup dengan kayu.
2. Ventilasi
Ventilasi rumah mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga
agar aliran udara di dalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan
O2 yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kurangnya O2 di dalam rumah yang berarti kadar CO2 yang
bersifat racun bagi penghuninya menjadi meningkat.
Disamping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di
dalam ruangan naik karena terjadi proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.
Kelembaban akan merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (bakteri-
bakteri penyebab penyakit).
Fungsi kedua daripada ventilasi adalah membebaskan udara ruangan dari bakteri-
bakteri terutama bakteri patogen karena disitu selalu terjadi aliran udara yang terus-
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya
adalah untuk menjaga agar ruangan rumah selalu tetap didalam kelembaban
(humudity) yang optimum.
Ada 2 macam ventilasi, yaitu : Ventilasi Alamiah dan Ventilasi Buatan.
Disini perlu diperhatikan bahwa sistem pembuatan ventilasi harus dijaga agar udara
tidak mandeg atau membalik lagi, harus mengalir. Artinya di dalam ruangan rumah
harus ada jalan masuk dan keluarnya udara.
3. Cahaya
Rumah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup, tidak kurang dan tidak terlalu
banyak. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan rumah, terutama cahaya
matahari disamping kurang nyaman, juga merupakan media atau tempat yang baik
untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit. Sebaliknya terlalu banyak
cahaya didalam rumah akan menyebabkan silau dan akhirnya dapat merusakkan mata.
Cahaya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : Cahaya alamiah ( matahari) dan Cahaya
buatan ( Menggunakan sumber cahaya, seperti lampu minyak tanah, listrik, api, dsb ).
4. Luas Bangunan Rumah
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas
bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan
perjubelan (overcrowded).
Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya konsumsi O2 juga bila
salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada
anggota keluarga yang lain. Luas bangunan yang optimum adalah apabila dapat
menyediakan 2,5-3 m2 untuk tiap orang (tiap anggota keluarga).
5. Fasilitas-Fasilitas didalam Rumah Sehat
Rumah yang sehat harus mempunyai fasilitas-fasilitas sebagai berikut :
a) Penyediaan air bersih yang cukup
b) Pembuangan tinja
c) Pembuangan air limbah (air bekas)
d) Pembuangan sampah
e) Fasilitas dapur
f) Ruang berkumpul keluarga
Untuk rumah di pedesaan lebih cocok adanya serambi (serambi muka atau
belakang).
Disamping fasilitas-fasilitas tersebut, ada fasilitas lain yang perlu diadakan
tersendiri untuk rumah pedesaan, yakni :
g) Gudang
Tempat menyimpan hasil panen. Gudang ini dapat merupakan bagian dari rumah
tempat tinggal tersebut atau bangunan tersendiri.
h) Kandang ternak
Ternak merupakan bagian hidup para petani maka kadang-kadang ternak tersebut
ditaruh didalam rumah. Hal ini tidak sehat karena ternak kadang-kadang
merupakan sumber penyakit pula. Maka sebaiknya, demi kesehatan, ternak harus
terpisah dari rumah tinggal atau dibikinkan kandang tersendiri.
REFERENSI / DAFTAR PUSTAKADarsono, V, (1995). Pengatar ilmu lingkungan. Yogyakarta: Universitas Atmajaya.Irwan, Z.A.D. (1997). Prinsip-prinsip Ekologi dan Lingkungan. Jakarta: Bumi AksaraKeraf, A.S. (2002). Etika Lingkungan,. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Notoatmodjo, Soekidjo. (2003). Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta.Pratomo, S. (2004). Panduan teori dan pelaksanaan Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (Untuk program S1 PGSD).Bandung: UPI (Diklat).
ETIKA LINGKUNGAN
DAN
PENGELOLAAN KESEHATAN MASYARAKAT
I. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang
bertujan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Kesehatan yang
merupakan hak dasar manusia menjadikan salah satu aspek kualitas sumber daya manusia
yang sangat penting. Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat secara jasmani dan rohani
diharapkan menjadi manusia berkualitas sehingga bisa ikut berperan aktif dalam
pembangunan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat.
Hendrik L Blum mengemukakan teori bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi
kesehatan masyarakat yaitu lingkungan, prilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.
Lingkungan berpengaruh pada terjadinya suatu penyakit, dimana faktor lingkungan
memberikan pengaruh dan peranan terbesar . Keempat faktor tersebut disamping berpengaruh
langsung pada kesehatan juga saling berpengaruh satu sama lain. Kualitas Lingkungan yang
buruk dapat mengakibatkan gangguan kesehatan di masyarakat. Tingginya angka kesakitan
penyakit infeksi berbasis lingkungan masih merupakan masalah utama di Indonesia, sehingga
diperlukan suatu upaya yang mengarah pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat, salah
satunya peningkatan kesehatan lingkungan.
Lingkungan merupakan tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana
organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak
dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu
( Al. Slamet Riyadi, 1976 dalam dasar-dasar kesehatan lingkungan).
Kesehatan Lingkungan menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu
keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar bisa menjamin
keadaan sehat dari manusia. Ruang lingkup kesehatan lingkungan diantaranya penyediaan air
bersih /air minum, pengolahan dan pembuangan limbah cair, gas dan padat, pencegahan
kebisingan, pencegahan penyakit bawaan air, udara, makanan, dan vektor, Pengelolaan
kualitas lingkungan air, udara, makanan, pemukiman dan bahan berbahaya. Kesehatan
lingkungan merupakan salah satu program dari enam usaha kesehatan dasar kesehatan
masyarakat. Kesehatan lingkungan ini sangat erat sekali hubungannya dengan kesehatan
masyarakat. (Soemirat, 2009 : 6).
Menurut Ricki M Mulia dalam bukunya Kesehatan Lingkungan (2005) bahwa keadaan
Lingkungan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Banyak aspek kesejahteraan
manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak penyakit dapat dimulai, didukung,
ditopang atau dirangsang oleh faktor-faktor lingkungan.
Dalam pencapaian Indonesia Sehat, Lingkungan yang diharapkan bagi terwujudnya
keadaan sehat bagi masyarakat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air
bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman yang sehat,
perencanaan kawasan yang berwawasan sehat (Hasyim, 2008).
Keberhasilan program kesehatan dan program pembangunan sosial ekonomi pada
umumnya dapat dilihat dari peningkatan usia harapan hidup penduduk dari suatu negara.
Meningkatnya perawatan kesehatan melalui Puskesmas, meningkatnya daya beli masyarakat
akan meningkatkan akses terhadap pelayanan kesehatan, mampu memenuhi kebutuhan gizi
dan kalori, mampu mempunyai pendidikan yang lebih baik sehingga memperoleh pekerjaan
dengan penghasilan yang memadai, yang pada gilirannya akan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dan memperpanjang usia harapan hidupnya (Solihat, dkk. 2010).
II. Konsep dan Batasan Kesehatan Lingkungan
A. Pengertian kesehatan
1. Menurut WHO adalah keadaan yang meliputi kesehatan fisik, mental, dan
sosial yang tidak hanya berarti suatu keadaan yang bebas dari penyakit dan
kecacatan.
2. Menurut UU No 23 / 1992 tentang kesehatan adalah keadaan sejahtera dari
badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomis.
B. Pengertian lingkungan
1. Menurut Encyclopaedia of science & technology (1960) adalah sejumlah
kondisi di luar dan mempengaruhi kehidupan dan perkembangan organisme.
2. Menurut Encyclopaedia Americana (1974) adalah pengaruh yang ada di
atas/sekeliling organisme.
3. Menurut A.L. Slamet Riyadi (1976) adalah tempat pemukiman dengan segala
sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi
yang secara langsung maupun tidak dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat
kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu.
C. Pengertian Etika Lingkungan
Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika
berasal dari bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan.
Ada tiga teori mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi,
dan etika Keutamaan. Etika Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau
buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika
Teologi adalah baik buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu
tindakan. Sedangkan Etika keutamaan adalah mengutamakan pengembangan
karakter moral pada diri setiap orang.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk
hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul
dengan lingkungannya.etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang
menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan
lingkungan tetap terjaga.
D. Pengertian kesehatan lingkungan
1. Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) adalah
suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang
dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya
kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.
2. Menurut WHO (World Health Organization) adalah suatu keseimbangan
ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin
keadaan sehat dari manusia.
3. Menurut kalimat yang merupakan gabungan (sintesa dari Azrul Azwar, c)
Slamet Riyadi, WHO dan Sumengen) adalah upaya perlindungan, pengelolaan,
dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi
pada tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat.
III. Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan
A. Menurut WHO ada 17 ruang lingkup kesehatan lingkungan, yaitu :
1) Penyediaan Air Minum
2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian pencemaran
3) Pembuangan Sampah Padat
4) Pengendalian Vektor
5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia
6) Higiene makanan, termasuk higiene susu
7) Pengendalian pencemaran udara
8) Pengendalian radiasi
9) Kesehatan kerja
10) Pengendalian kebisingan
11) Perumahan dan pemukiman
12) Aspek kesling dan transportasi udara
13) Perencanaan daerah dan perkotaan
14) Pencegahan kecelakaan
15) Rekreasi umum dan pariwisata
16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk.
17) Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
B. Menurut Pasal 22 ayat (3) UU No 23 tahun 1992 ruang lingkup kesling ada 8,
yaitu :
1) Penyehatan Air dan Udara
2) Pengamanan Limbah padat/sampah
3) Pengamanan Limbah cair
4) Pengamanan limbah gas
5) Pengamanan radiasi
6) Pengamanan kebisingan
7) Pengamanan vektor penyakit
8) Penyehatan dan pengamanan lainnya : Misal Pasca bencana
IV. Sasaran Kesehatan Lingkungan
Adapaun sasaran kesehatan lingkungan berdasarakan pasal 22 ayat (2) UU No 23
Tahun 1992, meliputi :
1) Tempat umum : hotel, terminal, pasar, pertokoan, dan usaha-usaha yang sejenis
2) Lingkungan pemukiman : rumah tinggal, asrama/yang sejenis
3) Lingkungan kerja : perkantoran, kawasan industri/yang sejenis.
4) Angkutan umum : kendaraan darat, laut dan udara yang digunakan untuk umum.
V. Konsep Hubungan Interaksi antara Host-Agent-Environment
A. Tiga komponen/faktor yang berperan dalam menimbulkan penyakit Model
Ecology (Jhon Gordon).
1) Agent (Agen/penyebab) adalah penyebab penyakit pada manusia
2) Host (tuan Rumah/Induk semang/penjamu/pejamu) adalah manusia yang
ditumpangi penyakit.
3) Lingkungan/environmental : Segala sesuatu yang berada di luar kehidupan
organisme Contoh : Lingkungan Fisik, Kimia, Biologi.
Gambar 1Interaksi antara agent, host dan lingkungan serta model ekologinya
Antara agent Host dan lingkungan dalam keadaan seimbang sehingga tidak terjadi penyakit
Peningkatan kemampuan agent untuk menginfeksi manusia serta mengakibatkan penyakit pada manusia
Perubahan lingkungan menyebabkan meningkatnya perkembangan agent
B. Karakteristik 3 komponen/ faktor yang berperan dalam menimbulkan penyakit
1) Karakteristik Lingkungan
Fisik : Air, Udara, Tanah, Iklim, Geografis, Perumahan, Pangan, Panas,
radiasi.
Sosial : Status sosial, agama, adat istiadat, organisasi sosial politik, dll.
Biologis : Mikroorganisme, serangga, binatang, tumbuh-tumbuhan.
2) Karakteristik Agent/penyebab penyakit
Agent penyakit dapat berupa agent hidup atau agent tidak hidup. Agent
penyakit dapat dikualifikasikan menjadi 5 kelompok, yaitu :
a. Agent biologis
Tabel 1Beberapa penyakit beserta penyebab spesifiknya
Jenis agent Spesies agent Nama penyakit
Metazoa Ascaris lumbricoides Ascariasis
Protozoa Plasmodium vivax Malaria Quartana
Fungi Candida albicans Candidiasis
Bakteri Salmonella typhi Typhus abdominalis
Rickettsia Rickettsia tsutsugamushi Scrub typhus
Virus Virus influenza Influenza
b. Agent nutrien : protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, dan air.
c. Agent fisik : suhu, kelembaban, kebisingan, radiasi, tekanan, panas.
d. Agent chemis/kimia : eksogen contoh ; alergen,gas, debu.
endogen contoh ; metabolit, hormon.
e. Agent mekanis : gesekan, pukulan, tumbukan, yang dapat menimbulkan
kerusakan jaringan.
3) Karakteristik Host/pejamu
Faktor manusia sangat kompleks dalam proses terjadinya penyakit dan
tergantung dari karakteristik yang dimiliki oleh masing – masing individu,
yakni :
Umur : penyakit arterosklerosis pada usia lanjut, penyakit kanker pada
usia pertengahan
Seks : resiko kehamilan pada wanita, kanker prostat pada laki-laki
Ras : sickle cell anemia pada ras negro
Genetik : buta warna, hemofilia, diabetes, thalassemia
Pekerjaan : asbestosis, bysinosis.
Nutrisi : gizi kurang menyebabkan TBC, obesitas, diabetes
Status kekebalan : kekebalan terhadap penyakit virus yang tahan lama dan
seumur hidup.
Adat istiadat : kebiasaan makan ikan mentah menyebabkan cacing hati.
Gaya hidup : merokok, minum alkohol
Psikis : stress menyebabkan hypertensi, ulkus peptikum, insomnia.
VI. Masalah-masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia
A. Air Bersih
Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya
memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. Air minum
adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
Syarat-syarat Kualitas Air Bersih diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Syarat Fisik : Tidak berbau, tidak berasa, dan tidak berwarna
2) Syarat Kimia : Kadar Besi : maksimum yang diperbolehkan 0,3 mg/l, Kesadahan
(maks 500 mg/l)
3) Syarat Mikrobiologis : Koliform tinja/total koliform (maks 0 per 100 ml air)
Ada 4 macam klasifikasi penyakit yang berhubungan dengan air sebagai media
penulran penyakit yaitu ( kusnoputranto , 1986) :
1) Water Borne Disease, yaitu penyakit yang penularannya melalui air yang
terkontaminasi oleh bakteri pathogen dari penderita atau karier. Bila air yang
mengandung kuman pathogen terminum maka dapat terjadi penjakitan pada
orang yang bersangkutan, misalnya : Cholera, Typoid, Hepatitis dan Dysentri
Basiler.
2) Water Based Disease, yaitu penyakit yang ditularkan air pada orang lain
melalui persediaan air sebagai pejamu (host) perantara, mislanya :
Schistosomiasis.
3) Water Washed Disease, yaitu penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air
untuk pemeliharaan kebersihan perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat
terutama alat dapur dan alat makan, misalnya ; diare, Cholera, Typoid, dan
Dysentri Basiler.
4) Water Related Insect Vectors, vektor-vektor insektisida yang berhubungan
dengan air, yaitu penyakit yang vektornya berkembang biak dalam air,
misalnya : malaria, demam berdarah, Yellow Fever, Tryponosomiasis.
B. Pembuangan Kotoran dan Tinja
Metode pembuangan tinja yang baik yaitu dengan jamban dengan syarat sebagai
berikut :
1) Tanah permukaan tidak boleh terjadi kontaminasi
2) Tidak boleh terjadi kontaminasi pada air tanah yang mungkin memasuki
mata air atau sumur
3) Tidak boleh terkontaminasi air permukaan
4) Tinja tidak boleh terjangkau oleh lalat dan hewan lain
5) Tidak boleh terjadi penanganan tinja segar ; atau, bila memang benar-benar
diperlukan, harus dibatasi seminimal mungkin.
6) Jamban harus babas dari bau atau kondisi yang tidak sedap dipandang.
Metode pembuatan dan pengoperasian harus sederhana dan tidak mahal.
C. Kesehatan Pemukiman
Secara umum rumah dapat dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria sebagai
berikut :
1) Memenuhi kebutuhan fisiologis, yaitu : pencahayaan, penghawaan dan ruang
gerak yang cukup, terhindar dari kebisingan yang mengganggu.
2) Memenuhi kebutuhan psikologis, yaitu : privacy yang cukup, komunikasi
yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni rumah
3) Memenuhi persyaratan pencegahan penularan penyakitantarpenghuni
rumah dengan penyediaan air bersih, pengelolaan tinja dan limbah rumah
tangga, bebas vektor penyakit dan tikus, kepadatan hunian yang tidak
berlebihan, cukup sinar matahari pagi, terlindungnya makanan dan minuman
dari pencemaran, disamping pencahayaan dan penghawaan yang cukup.
4) Memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul karena keadaan luar maupun dalam rumah antara lain persyaratan
garis sempadan jalan, konstruksi yang tidak mudah roboh, tidak mudah
terbakar, dan tidak cenderung membuat penghuninya jatuh tergelincir.
D. Pembuangan Sampah
Teknik pengelolaan sampah yang baik harus memperhatikan faktor-faktor/unsur :
1) Penimbulan sampah. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi sampah
adalah jumlah penduduk dan kepadatanya, tingkat aktivitas, pola
kehidupan/tingkat sosial ekonomi, letak geografis, iklim, musim, dan
kemajuan teknologi.
2) Penyimpanan sampah.
3) Pengumpulan, pengolahan dan pemanfaatan kembali.
4) Pengangkutan
5) Pembuangan
Dengan mengetahui unsur-unsur pengelolaan sampah, kita dapat mengetahui
hubungan dan urgensinya masing-masing unsur tersebut agar kita dapat
memecahkan masalah-masalah ini secara efisien.
E. Serangga dan Binatang Penggangu
Serangga sebagai reservoir (habitat dan suvival) bibit penyakit yang kemudian
disebut sebagai vektor misalnya : pinjal tikus untuk penyakit pes/sampar,
Nyamuk Anopheles sp untuk penyakit Malaria, Nyamuk Aedes sp untuk Demam
Berdarah Dengue (DBD), Nyamuk Culex sp untuk Penyakit Kaki
Gajah/Filariasis. Penanggulangan/pencegahan dari penyakit tersebut diantaranya
dengan merancang rumah/tempat pengelolaan makanan dengan rat proff (rapat
tikus), Kelambu yang dicelupkan dengan pestisida untuk mencegah gigitan
Nyamuk Anopheles sp, Gerakan 3 M (menguras mengubur dan menutup) tempat
penampungan air untuk mencegah penyakit DBD, Penggunaan kasa pada lubang
angin di rumah atau dengan pestisida untuk mencegah penyakit kaki gajah dan
usaha-usaha sanitasi.
Binatang pengganggu yang dapat menularkan penyakit misalnya anjing dapat
menularkan penyakit rabies/anjing gila. Kecoa dan lalat dapat menjadi perantara
perpindahan bibit penyakit ke makanan sehingga menimbulakan diare. Tikus
dapat menyebabkan Leptospirosis dari kencing yang dikeluarkannya yang telah
terinfeksi bakteri penyebab.
F. Makanan dan Minuman
Sasaran higene sanitasi makanan dan minuman adalah restoran, rumah makan,
jasa boga dan makanan jajanan (diolah oleh pengrajin makanan di tempat
penjualan dan atau disajikan sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi
umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel).
Persyaratan hygiene sanitasi makanan dan minuman tempat pengelolaan makanan
meliputi :
1) Persyaratan lokasi dan bangunan
2) Persyaratan fasilitas sanitasi
3) Persyaratan dapur, ruang makan dan gudang makanan
4) Persyaratan bahan makanan dan makanan jadi
5) Persyaratan pengolahan makanan
6) Persyaratan penyimpanan bahan makanan dan makanan jadi
7) Persyaratan peralatan yang digunakan.
G. Pencemaran Lingkungan
Pencemaran lingkungan diantaranya pencemaran air, pencemaran tanah,
pencemaran udara. Pencemaran udara dapat dibagi lagi menjadi indoor air
pollution dan out door air pollution. Indoor air pollution merupakan problem
perumahan/pemukiman serta gedung umum, bis kereta api, dll.
Masalah ini lebih berpotensi menjadi masalah kesehatan yang
sesungguhnya, mengingat manusia cenderung berada di dalam ruangan
ketimbang berada di jalanan. Diduga akibat pembakaran kayu bakar, bahan bakar
rumah tangga lainnya merupakan salah satu faktor resiko timbulnya infeksi
saluran pernafasan bagi anak balita. Mengenai masalah out door pollution atau
pencemaran udara di luar rumah, berbagai analisis data menunjukkan bahwa ada
kecenderungan peningkatan.
Beberapa penelitian menunjukkan adanya perbedaan resiko dampak
pencemaran pada beberapa kelompok resiko tinggi penduduk kota dibanding
pedesaan. Besar resiko relatif tersebut adalah 12,5 kali lebih besar. Keadaan ini,
bagi jenis pencemar yang akumulatif, tentu akan lebih buruk di masa mendatang.
Pembakaran hutan untuk dibuat lahan pertanian atau sekedar diambil kayunya
ternyata membawa dampak serius, misalnya infeksi saluran pernafasan akut,
iritasi pada mata, terganggunya jadual penerbangan, terganggunya ekologi hutan.
VII. Penyebab Masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia
Adapun penyebab masalah kesehatan lingkungan di Indonesia, meliputi:
1) Pertambahan dan kepadatan penduduk.
2) Keanekaragaman sosial budaya dan adat istiadat dari sebagian besar penduduk
3) Belum memadainya pelaksanaan fungsi manajemen.
VIII. Hubungan dan Pengaruh Kondisi Lingkungan terhadap Kesehatan Masyarakat
di Perkotaan dan Pemukiman.
Contoh hubungan dan pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan masyarakat di
perkotaan dan pemukiman diantaranya sebagai berikut :
1) Urbanisasi kepadatan kota keterbatasan lahan daerah slum/kumuh
sanitasi kesehatan lingkungan buruk
2) Kegiatan di kota (industrialisasi) menghasilkan limbah cair dibuang tanpa
pengolahan (ke sungai) sungai dimanfaatkan untuk mandi, cuci, kakus
penyakit menular.
3) Kegiatan di kota (lalu lintas alat transportasi emisi gas buang (asap)
mencemari udara kota udara tidak layak dihirup penyakit ISPA.
NILAI DAN ETIKA LINGKUNGANDALAM TEORI DAN APLIKASINYA
I. Nilai
Nilai sendiri memiliki banyak arti bagi beberapa tokoh. Diantaranya adalah sebagaimana
uraian berikut ini:
Menurut Ralp Perry: “Value as any object of any interest”. Maknanya adalah bahwa
nilai sebagai suatu objek dari suatu minat individu.
John Dewey menyatakan: “…..value is any object of social interest”. Maknanya
adalah bahwa sesuatu bernilai apabila disukai dan dibenarkan oleh sekelompok
manusia (sosial).
Dalam hal ini Dewey mengutamakan kesepakatan sosial (masyarakat, antar manusia,
termasuk negara).
Kupperman, mendefinisikan nilai adalah patokan normatif yang memperngaruhi
manusia dalam menentukan pilihannya di antara cara-cara tindakan alternatif.
Gordon Allport mendefinisikan nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang
bertindak atas dasar pilihannya.
Mulyana mengatakan bahwa nilai adalah rujukan dan keyakinan dalam menentukan
pilihan.
Menurut Purwodarminto, nilai dapat diartikan dalam 5 hal. Lima hal itu adalah: harga
dalam taksiran, harga sesuatu, angka kepandaian, kadar/mutu dan sifat-sifat yang
penting.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa nilai adalah sesuatu yang penting,
baik dan berharga. Dalam nilai terkandung sesuatu yang ideal, harapan yang dicita-
citakan untuk kebajikan. Menilai berarti menimbang, suatu kegiatan menghubungkan
sesuatu dengan yang lain dan kemudian mengambil keputusan. Sesuatu dianggap
punya nilai jika sesuatu itu dianggap penting, baik dan berharga bagi kehidupan umat
manusia. Baik ditinjau dari segi religius, politik, hukum, moral, etika, estetika,
ekonomi, lingkungan dan sosial budaya.
I.1 Nilai Lingkungan
Adapun lingkungan adalah istilah yang dapat mencakup segala makhluk hidup
dan tak hidup di alam, yang berfungsi secara alami tanpa campur tangan manusia
yang berlebihan atau kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya ada manusia
dan segala tingkah lakunya demi melangsungkan perikehidupan dan
kesejahteraan manusia maupun mahkluk hidup lainnya yang ada di sekitarnya.
Nilai lingkungan berkaitan dengan dasar dan justifikasi kebijakan lingkungan.
Hal ini bertujuan untuk membawa bersama-sama kontribusi dari filsafat, hukum,
ekonomi dan disiplin lainnya, yang berhubungan dengan lingkungan sekarang
dan masa depan manusia dan spesies lainnya, dan untuk memperjelas hubungan
antara isu-isu kebijakan praktis dan prinsip-prinsip dasar yang lebih fundamental
atau asumsi.
Nilai lingkungan artinya ada kandungan yang terdapat dalam lingkungan.
Lingkungan yang mempunyai nilai positif, berharga dan dipentingkan dengan
sebaik-baiknya, dimana artinya yang berkarakter dan mendukung terciptanya
perwujudan nilai-nilai lingkungan dalam menunjang kehidupan, sepeti
karakter cinta pada Sang Maha Pencipta dan segenap ciptaan-Nya. Begitupun
sebaliknya. Jadi nilai lingkungan yang berharga tersebut sangatlah penting
bagi perkembangan semua makhluk untuk bertahan hidup dan untuk
beribadah pada Sang Pencipta.
Artinya juga nilai lingkungan harus mencakup kemandirian dan tanggung
jawab, kejujuran dan amanah, diplomatis, hormat dan santun, dermawan, suka
tolong-menolong, gotong royong dan kerjasama dalam menjaga dan melestarikan
lingkungan.
I.2 C ara mengkuantifikasi nilai lingkungan.
Pengertian kuantifikasi adalah keterangan yang berhubungan dengan kuantitas
atau jumlah.Misalnya setiap, beberapa, semua.
Contoh: Semua pohon rambutan di belakang rumahku sedang berbuah lebat. Tak
ada satu pohon belimbing didepan rumahku yang tak berbunga.“Jadi salah satu
cara mengkuantifikasi nilai lingkungan adalah dengan meyakini bahwa semua
cara kita memelihara nilai lingkungan akan berguna bagi kelangsungan hidup
yang lebih baik dimasa mendatang. Harus kita yakini bahwa setiap kebaikan
yang kita lakukan untuk lingkungan akan sangat bermanfaat bagi kelestarian
lingkungan dimasa depan, sekecil apapun itu, misalnya dengan membiasakan diri
dan keluarga untuk membuang sampah pada tempatnya.
II. Etika Lingkungan
Etika Lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal
dari bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori
mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan.
Etika Deontologi adalah suatu tindakan di nilai baik atau buruk berdasarkan apakah
tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya
suatu tindakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan Etika
keutamaan adalah mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang mempengaruhi
kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain baik secara
langsung maupun secara tidak langsung.
Adapun hal-hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan penerapan etika
lingkungan sebagai berikut:
a. Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehngga
perlu menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b. Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk
emnjaga terhadap pelestarian , keseimbangan dan keindahan alam.
c. Kebijaksanaan penggunaan sumber daya alam yang terbatas termasuk bahan
energy.
d. Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk
makhluk hidup yang lain.
Di samping itu, etika Lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku
manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi di antara semua kehidupan alam
semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan
antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.
II.1 Jenis-Jenis Etika Lingkungan
Etika Lingkungan disebut juga Etika Ekologi. Etika Ekologi selanjutnya
dibedakan dan menjadi dua yaitu etika ekologi dalam dan etika ekologi dangkal.
Selain itu etika lingkungan juga dibedakan lagi sebagai etika pelestarian dan etika
pemeliharaan. Etika pelestarian adalah etika yang menekankan pada
mengusahakan pelestarian alam untuk kepentingan manusia, sedangkan etika
pemeliharaan dimaksudkan untuk mendukung usaha pemeliharaan lingkungan
untuk kepentingan semua makhluk.
a. Etika Ekologi Dangkal
Etika ekologi dangkal adalah pendekatan terhadap lingkungan yang
menekankan bahwa lingkungan sebagai sarana untuk kepentingan manusia,
yang bersifat antroposentris. Etika ekologi dangkal ini biasanya diterapkan pada
filsafat rasionalisme dan humanisme serta ilmu pengetahuan mekanistik yang
kemudian diikuti dan dianut oleh banyak ahli lingkungan. Kebanyakan para ahli
lingkungan ini memiliki pandangan bahwa alam bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup manusia.
Secara umum, Etika ekologi dangkal ini menekankan hal-hal berikut ini :
1. Manusia terpisah dari alam.
2. Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan
tanggung jawab manusia.
3. Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya.
4. Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia.
5. Norma utama adalah untung rugi.
6. Mengutamakan rencana jangka pendek.
7. Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya
dinegara miskin.
8. Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi.
b. Etika Ekologi Dalam
Etika ekologi dalam adalah pendekatan terhadap lingkungan yang melihat
pentingnya memahami lingkungan sebagai keseluruhan kehidupan yang saling
menopang, sehingga semua unsur mempunyai arti dan makna yang sama.
Etika Ekologi ini memiliki prinsip yaitu bahwa semua bentuk kehidupan
memiliki nilai bawaan dan karena itu memiliki hak untuk menuntut
penghargaan karena harga diri, hak untuk hidup dan hak untuk berkembang.
Premisnya adalah bahwa lingkungan moral harus melampaui spesies manusia
dengan memasukkan komunitas yang lebih luas. Komunitas yang lebih luas
disini maksudnya adalah komunitas yang menyertakan binatang dan tumbuhan
serta alam.
Secara umum etika ekologi dalam ini menekankan hal-hal berikut :
1. Manusia adalah bagian dari alam.
2. Menekankan hak hidup mahluk lain, walaupun dapat dimanfaatkan oleh
manusia, tidak boleh diperlakukan sewenang-wenang.
3. Prihatin akan perasaan semua mahluk dan sedih kalau alam diperlakukan
sewenang-wenang.
4. Kebijakan manajemen lingkungan bagi semua mahluk.
5. Alam harus dilestarikan dan tidak dikuasai.
6. Pentingnya melindungi keanekaragaman hayati.
7. Menghargai dan memelihara tata alam.
8. Mengutamakan tujuan jangka panjang sesuai ekosistem.
9. Mengkritik sistem ekonomi dan politik dan menyodorkan sistem alternatif
yaitu sistem mengambil sambil memelihara.
Demikian pembagian etika lingkungan, Keduanya memiliki beberapa
perbedaan-perbedaan seperti diatas. Tetapi bukan berarti munculnya etika
lingkungan ini memberi jawab langsung atas pertanyaan mengapa terjadi
kerusakan lingkungan. Namun paling tidak dengan adanya gambaran etika
lingkungan ini dapat sedikit menguraikan norma-norma mana yang dipakai
oleh manusia dalam melakukan pendekatan terhadap alam ini. Dengan
demikian etika lingkungan berusaha memberi sumbangan dengan beberapa
norma yang ditawarkan untuk mengungkap dan mencegah terjadinya
kerusakan lingkungan.
III. Aliran Etika Lingkungan
1. Shallow environmental ethics/Antroposentrisme
Antroposentrisme (antropos = manusia) adalah suatu pandangan yang menempatkan
manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Pandangan ini berisi pemikiran
bahwa segala kebijakan yang diambil mengenai lingkungan hidup harus dinilai
berdasarkan manusia dan kepentingannya. Jadi, pusat pemikirannya adalah manusia.
Kebijakan terhadap alam harus diarahkan untuk mengabdi kepada kepentingan
manusia. Pandangan moral lingkungan yang antroposentrisme disebut juga sebagai
human centered ethic, karena mengandaikan kedudukan dan peran moril lingkungan
hidup yang terpusat pada manusia. Maka tidak heran kalau fokus perhatian dalam
pandangan ini terletak pada peningkatan kesejahteraan dan kebahagian manusia di
dalam alam semesta. Alam dilihat hanya sebagai obyek, alat dan sarana bagi
pemenuhan kebutuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Dengan demikian alam
dilihat sebagai alat bagi pencapaian tujuan manusia.
Teori lingkungan ini memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.
Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan
ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan
kepentingannya, yaitu : nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia dan etika
hanya berlaku bagi manusia.
Antroposentrisme selain bersifat antroposentris, juga sangat instrumentalistik. Artinya
pola hubungan manusia dan alam di lihat hanya dalam relasi instrumental. Alam ini
sebagai alat bagi kepentingan manusia, sehingga apabila alam atau komponennya
dinilai tidak berguna bagi manusia maka alam akan diabaikan (bersifat egois).
Karena bersifat instrumentalik dan egois maka teori ini dianggap sebagai sebuah etika
lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow environmental ethics). Teori ini
dianggap sebagai salah satu penyebab, bahkan penyebab utama, dari krisis lingkungan
yang terjadi. Teori ini menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam
semesta demi memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidupnya dan tidak peduli
terhadap alam.
Antroposentris yang menekankan segi estetika dari alam dan etika antroposentris yang
mengutamakan kepentingan generasi penerus. Etika ekologi dangkal yang berkaitan
dengan kepentingan estetika didukung oleh dua tokohnya yaitu Eugene Hargrove dan
Mark Sagoff. Menurut mereka etika lingkungan harus dicari pada aneka kepentingan
manusia, secara khusus kepentingan estetika. Sedangkan etika antroposentris yang
mementingkan kesejahteraan generasi penerus mendasarkan pada perlindungan atau
konservasi alam yang ditujukan untuk generasi penerus manusia.
Etika yang antroposentris ini memahami bahwa alam merupakan sumber hidup
manusia. Etika ini menekankan hal-hal berikut ini :
1. Manusia terpisah dari alam,
2. Mengutamakan hak-hak manusia atas alam tetapi tidak menekankan tanggung
jawab manusia.
3. Mengutamakan perasaan manusia sebagai pusat keprihatinannya
4. Kebijakan dan manajemen sunber daya alam untuk kepentingan manusia
5. Norma utama adalah untung rugi.
6. Mengutamakan rencana jangka pendek.
7. Pemecahan krisis ekologis melalui pengaturan jumlah penduduk khususnya
dinegara miskin
8. Menerima secara positif pertumbuhan ekonomi
Dalam perspektif filsafat, nalar antroposentrisme merupakan penyebab utama
munculnya krisis lingkungan. Antroposentrisme merupakan salah satu etika
lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat ekosistem. Bagi etika ini, nilai
tertinggi dan paling menentukan dalam tatanan ekosistem adalah manusia dan
kepentingannya. Dengan demikian, segala sesuatu selain manusia (the other) hanya
akan memiliki nilai jika menunjang kepentingan manusia, ia tidak memiliki nilai di
dalam dirinya sendiri. Karenanya, alam pun dilihat hanya sebagai objek, alat, dan
sarana bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Cara pandang antroposentris ini
menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras sumber daya alam dengan
sebesar-besarnya demi kelangsungan hidupnya. Tak pelak, krisis lingkungan pun sulit
terhindarkan, karena alam tidak mampu lagi berdaya menahan gempuran keserakahan
manusia.
Antroposentrisme didasarkan pada pandangan filsafat yang mengklaim bahwa hal
yang bernuansa moral hanya berlaku pada manusia. Manusia di agungkan sebagai
yang mempunyai nilai paling tinggi dan paling penting dalam kehidupan ini, jauh
melebihi semua mahluk lain. Ajaran yang telah menempatkan manusia sebagai pusat
suatu sistem alam semesta ini telah membuat arogan terhadap alam, dengan
menjadikan sebagai objek untuk dieksploitasi.
Antroposentrisme atau ada yang menyebut egosentrisme merupakan buah dari
alam pikiran modern tersarikan dari esensialisme kesadaran akan kenyataan otonomi
manusia di hadapan alam semesta, yang mulai muncul di bawah semboyan terkenal:
Sapere Aude! (berpikirlah sendiri!) dan Cogito ergo sum (saya berpikir maka saya
ada)-nya Rene Descartes. Dengan semboyan kokoh ini, alam pikiran modern benar-
benar menjadi masa di mana rasionalitas manusia muncul dan menggeser segala
otoritas non-rasio, termasuk agama. Dari kesadaran essensialisme inilah embrio nalar
antroposentrisme mulai nampak. Keyakinan akan rasionalitas manusia pada momen
berikutnya mengejawantah dalam aktifitas kreatif, penciptaan, dan inovasi sains dan
teknologi hingga munculnya masyarakat ekonomi global yang pada akhirnya
membawa bencana yang maha dahsyat, yakni krisis lingkungan yang justru mewarnai
optimisme modernitas ini. Mula-mula secara embrional, masyarakat ekonomi global
lahir dari rahim revolusi industri dan revolusi hijau, yang telah menggeser masyarakat
feodal yang mapan. Masyarakat ekonomi baru ini senantiasa didominasi oleh
keinginan untuk memanfaatkan sebesar-besarnya potensi alam untuk kemakmuran
dan kesejahteraan manusia. Karena motif ekonominya yang begitu dominan, pada
akhirnya tidak ramah terhadap lingkungan.
Menurut Hossein Nasr Manusia modern telah mendesakralisasi alam, meskipun
proses ini sendiri hanya di bawa ke kesimpulam logisnya oleh sekelompok minoritas.
Apapalgi alam telah dipandang sebagai sesuatu yang harus digunakan dan dinikmati
semaksimal mungkin.
Etika antroposentrisme pada akhirnya bukannya tanpa kritik. Setidaknya, oleh
berbagai aliran etika lingkungan yang muncul belakangan, baik oleh etika neo-
antroposentrisme (yang hendak memperbaiki kesalahan-kesalahan pendahulunya),
etika biosentrisme (yang menganggap semua makhluk adalah pusat kehidupan, dan
masing-masing memiliki nilai dan tujuan, dengan demikian, manusia tidak lebih
unggul dari spesies yang lain, karena ia tidak lain adalah anggota dari komunitas
kehidupan), etika ekosentrisme (yang menganggap bahwa bukan hanya manusia dan
benda yang hidup saja yang menjadi anggota ekosistem, tetapi juga benda mati
[abiotik]), dan etika kepedulian (yang menganggap bahwa antara manusia dan alam
adalah sama-sama lemahnya, dan tidak bisa hidup dengan dirinya sendiri, karenanya
manusia di dalam relasinya dengan alam harus mengedepankan sikap kepedulian).
Untuk itu diperlukan alternatif landasan etika yang lebih komprehensif yakni etika
bersama yang mengikat secara transenden, yakni sebuah etika bersama yang di dalam
pandangan etisnya memiliki garis vertikal kepada Yang Absolut. Lalu, di atas
landasan apa etika bersama itu hendak dibangun?. Dengan melihat berbagai
dimensinya, hemat penulis, nampaknya agama mampu memainkan peran itu. Selain
merupakan fenomena universal manusia, agama juga merupakan dimensi esensial
hidup dan sejarah manusia yang tidak mudah –untuk tidak mengatakan tidak
mungkin- tergantikan oleh ideologi lain, baik humanisme ateistik ala Feurbach,
sosialisme ateistik ala Marx, sains ateistik ala Freud dan Russel, atau pun yang lain.
Agama, nampaknya tampil dengan sangat meyakinkan karena memberikan basis
absolutisitas dan keharusan moral secara tanpa syarat, dimanapun, kapanpun, dan
dalam hal apapun. Tuntutan etis serta keharusan tanpa syarat itu hanya bisa
didasarkan pada sesuatu yang tak bersyarat dan yang Absolut.
Antroposentrisme sangat bersifat instrumentalis, dimana pola hubungan manusia
dengan alam hanya terbatas pada relasi instrumental semata. Alam dilihat sebagai alat
pemenuhan dan kepentingan manusia. Teori ini dianggap sebgai sebuah etika
lingkungan yang dangkal dan sempit ( shallow environmental ethics ).
Antroposentrisme sangat bersifat teologis karena pertimbangan yang diambil untuk
peduli terhadap alam didasarkan pada akibat dari tindakan itu bagi kepentingan
manusia. Konservasi alam misalnya, hanya dianggap penting sejauh hal itu
mempunyai dampak menguntungkan bagi kepentinmgan manusia.
Teori antroposentrisme telah dituduh sebagai salah satu penyebab bagi terjadinya
krisis lingkungan hidup. Pandangan inilah yang menyebabkan manusia berani
melakukan tindakan eksploitatif terhadap alam, dengan menguras kekayaan alam
demi kepentingannya. Kepedulian lingkungan hanya muncul sejauh terkait dengan
kepentingan manusia, dan itupun lebih banyak berkaitan dengan kepentingan jangka
pendek saja.
Walaupun kritik banyak dilontarkan terhadap teori antroposentrisme, namun
sebenarnya argumen yang ada didalamnya cukupm sebagai landasan kuat bagi
pengembangan sikap kepedulian terhadap alam. Manusia membutuhkan lingkungan
hidupn yang baik, maka demi kepentingan hidupnya, manusia memiliki kewajiban
memelihara dan melestarikan alam lingkungannya. Kekurangan pada teori ini terletak
pada pendasaran darin tindakan memberi perhatian pada alam, yang tidak didasarkan
pada kesadaran dan pengakuan akan adanya nilai ontologis yang dimiliki oleh alam
itu sendiri, melainkan hanya kepentingan manusia semata.
2. Intermediate Environmental Etnics/Biosentrisme
Biosentrisme adalah suatu pandangan yang menempatkan alam sebagai yang
mempunyai nilai dalam dirinya sendiri, lepas dari kepentingan manusia. Dengan
demikian biosentrisme menolak antroposentrisme yang menyatakan bahwa
manusialah yang mempunyai nilai dalam dirinya sendiri. Teori biosentrisme
berpandangan bahwa mahluk hidup bukan hanya manusia saja. Ada banyak hal dan
jenis mahluk hidup yang memiliki kehidupan. Hanya saja, hal yang rumit dari
biosentrisme, atau yang disebut juga life-centered ethic, terletak pada cara manusia
menanggapi pertanyaan: ”Apakah hidup itu?”. Pandangan biosentrisme mendasarkan
moralitas pada keluhuran kehidupan, entah pada manusia atau pada mahluk hidupnya.
Karena yang menjadi pusat perhatian dan ingin dibela dalam teori ini adalah
kehidupan, maka secara moral berlaku prisip bahwa setiap kehidupan dimuka bumi ini
mempunyai nilai moral yang sama, sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Oleh
karena itu, kehidupan setiap mahluk hidup pantas diperhitungkan secara serius dalam
setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari pertimbangan untung rugi
bagi kepentingan manusia.
Teori lingkungan ini memandang setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai
nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Tidak hanya manusia yang mempunyai nilai,
alam juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia.
Biosentrisme menolak argumen antroposentrisme, karena yang menjadi pusat
perhatian dan yang dibela oleh teori ini adalah kehidupan, secara moral berlaku
prinsip bahwa setiap kehidupan di muka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama
sehingga harus dilindungi dan diselamatkan.
Konsekuensinya alam semesta adalah sebuah komunitas moral baik pada manusia
maupun pada makhluk hidup lainnya. Manusia maupun bukan manusia sama-sama
memiliki nilai moral, dan kehidupan makhluk hidup apapun pantas dipertimbangkan
secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari
perhitungan untung-rugi bagi kepentingan manusia. Teori Biosentrisme
mengagungkan nilai kehidupan yang ada pada ciptaan, sehingga komunitas moral
tidak lagi dapat dibatasi hanya pada ruang lingkup manusia. Mencakup alam sebagai
ciptaan sebagai satu kesatuan komunitas hidup (biotic community).
Inti pemikiran biosentrisme adalah bahwa setiap ciptaan mempunyai nilai intrinsik
dan keberadaannya memiliki relevansi moral. Setiap ciptaan (makhluk hidup) pantas
mendapatkan keprihatinan dan tanggung jawab moral karena kehidupan merupakan
inti pokok dari konsern moral. Prinsip moral yang berlaku adalah “mempertahankan
serta memlihara kehidupan adalah baik secara moral, sedangkan merusak dan
menghancurkan kehidupan adalah jahat secara moral” (Light, 2003: 109).
Biosentrisme memiliki tiga varian, yakni, the life centered theory (hidup
sebagai pusat), yang dikemukakan oleh Albert Schweizer dan Paul Taylor, land ethic
(etika bumi), dikemukakan oleh Aldo Leopold, dan equal treatment (perlakuan
setara), dikemukakan oleh Peter Singer dan James Rachel.
Etika lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan
kehidupan sebagai standar moral. Salah satu tokoh penganutnya adalah Kenneth
Goodpaster. Menurut Kenneth rasa senang atau menderita bukanlah tujuan pada
dirinya sendiri. Bukan senang atau menderita, akhirnya, melainkan kemampuan untuk
hidup atau kepentingan untuk hidup. Kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan
standar moral. Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai
secara moral tetapi juga tumbuhan. Menurut Paul Taylor, karenanya tumbuhan dan
binatang secara moral dapat dirugikan dan atau diuntungkan dalam proses perjuangan
untuk hidup mereka sendiri, seperti bertumbuh dan bereproduksi.
Biosentrisme menekankan kewajiban terhadap alam bersumber dari pertimbangan
bahwa kehidupan adalah sesuatu yang bernilai, baik kehidupan manusia maupun
spesies lain dimuka bumi ini. Prinsip atau perintah moral yang berlaku disini dapat
dituliskan sebagai berikut: ” adalah hal yang baik secara moral bahwa kita
mempertahankan dan memacu kehidupan, sebaliknya, buruk kalau kita
menghancurkan kehidupan”.
Biosentrisme melihat alam dan seluruh isinya mempunyai harkat dan nilai dalam
dirinya sendiri. Alam mempunyai nilai justru karena ada kehidupan yang terkandung
didalamnya. Kewajiban terhadap alam tidak harus dikaitkan dengan kewajiban
terhadap sesama manusia. Kewajiban dan tanggung jawab terhadap alam semata-mata
didasarkan pada pertimbangan moral bahwa segala spesies di alam semesta
mempunyai nilai atas dasar bahwa mereka mempunyai kehidupan sendiri, yang harus
dihargai dan dilindungi.
Biosentrisme memandang manusia sebagai mahluk biologis yang sama dengan
mahluk biologis yang lain. Manusia dilihat sebagai salah satu bagian saja dari
keseluruhan kehidupan yang ada dimuka bumi, dan bukan merupakan pusat dari
seluruh alam semesta. Maka secara biologis manusia tidak ada bedanya dengan
mahluk hidup lainnya. Salah satu tokoh yang menghindari penyamaan begitu saja
antara manusia dengan mahluk hidup lainnya adalah Leopold. Menurut dirinya,
manusia tidak memiliki kedudukan yang sama begitu saja dengan mahluk hidup
lainnya. Kelangsungan hidup manusia mendapat tempat yang penting dalam
pertimbangan moral yang serius. Ahanya saja, dalam rangka menjamin kelangsungan
hidupnya, manusia tidak harus melakukannya dengan cara mengorbankan
kelangsungan dan kelestarian komunitas ekologis. Manusia dapat menggunakan alam
untuk kepentingannya, namun dia tetap terikat tanggung jawab untuk tidak
mengorbankan integrity, stability dan beauty dari mahluk hidup lainnya. unjtuk
mengatasi berbagai kritikan atas klaim pertanyaan antara manusia dengan mahluk
biologis lainnya, salah seorang tokoh biosentrisme, Taylor, membuat pembedaan
antara pelaku moral (moral agents) dan subyek moral (moral subjects). Pelaku moral
adalah manusia karena dia memiliki kemampuan untuk bertindak secara moral,
berupa kemampuan akal budi dan kebebasan. Maka hanya manusialah yang memikul
kewajiban dan tanggung jawab moral atas pilihan-pilihan, dan tindakannya.
Sebaliknya, subyk moral adalah mahluk yang bisa diperlakukan secara baik atau
buruk, dan itu berarti menyangkut semua mahluk hidup, termasuk manusia. Dengan
demikian semua pelaku moral adalah juga subyek moral, namun tidak semua subyek
moral adalah pelaku moral, di mana pelaku moral memiliki kewajiban dan tanggung
jawab terhadap mereka.
Teori biosentrisme, yang disebut juga intermediate environmental ethic, harus
dimengerti dengan baik, khususnya menyangkut kehidupan manusia dan mahluk-
mahluk hidup yang lain di bumi ini. Teori ini memberi bobot dan pertimbangan moral
yang sama kepada semua mahluk hidup. Disini dituntut bahwa alam dan segala
kehidupan yang terkandung didalamnya haruslah masuk dalam pertimbangan dan
kepedulian moral. Manusia tidak mengorbankan kehidupan lainnya begitu saja atas
dasar pemahaman bahwa alam dan segala isinya tidak bernilai dalam dirinya sendiri.
3. Ekosentrisme/Deep Environmental Etnics
Ekosentrisme, yang disebut juga deep environmental ethics, semakin dipulerkan
dengan versi lain setelah diperkenalkan oleh Arne Naes, seorang filsuf Norwegia
dengan menyebutnya sebagai Deep Ecology ini adalah suatu paradigma baru tentang
alam dan seluruh isinya. Perhatian bukan hanya berpusat pada manusia melainkan
pada mahluk hidup seluruhnya dalam kaitan dengan upaya mengatasi persoalan
lingkungan hidup. Manusia bukan lagi pusat dari dunia moral. Deep Ecology
memusatkan perhatian kepada semua kehidupan di bumi ini, bukan hanya
kepentingan seluruh komunitas ekologi.
Arne Naes bahkan juga menggunakan istilah ecosophy untuk memberikan
pendasaran filosofi atas deep ecology. “Eco” berarti rumah tangga dan “sophy” berarti
kearifan atau kebijaksanaan. Maka ecosophy berarti kearifan dalam mengatur hidup
selaras dengan alam sebagai sebuah rumah tangga dalam arti luas. Dalam pandangan
ecosophy terlihat adanya suatu pergeseran dari sekedar sebuah ilmu (science) menjadi
sebuah kearifan (wisdom). Dalam arti ini, lingkungan hidup tidak hanya sekedar
sebuah ilmu melainkan sebuah kearifan, sebuah cara hidup, sebuah pola hidup selaras
dengan alam. Ini adalah cara untuk menjaga dan memelihara lingjkungannya secara
arid, layaknya sebuah rumah tangga.
Deep ecology menganut prisip biospheric egalitarianism, yaitu pengakuan
bahwa semua organisme dan mahluk hidup adalah anggota yang sama statusnya dari
suatu keseluruhan yang terkait sehingga mempunyai martabat yang sama. Ini
menyangkut suatu pengakuan bahwa hak untuk hidup dan berkembang untuk semua
mahluk (baik hayati maupun nonhayati) adalah sebuah hak univerval yang tidak bisa
diabaikan.
Sikap deep ecology terhadap lingkungan sangat jelas, tidak hanya memusatkan
perhatian pada dampak pencemaran bagi kesehatan manusia, teapi juga pada
kehidupan secara keseluruhan. Pendekatan yang dilakukan dalam menghadapi
berbagai issue lingkungan hidup bukan bersifat antroposentris, melainkan biosentris
dan bahkan ekosentris. Isi alam semesta tidak dilihat hanya sebagai sumberdaya dan
menilainya dari fungsi ekonomis semata. Alam harus dipandang juga darisegi nilai
dan fungsi budaya, sosial, spiritual, medis dan biologis.
Teori ini secara ekologis memandang makhluk hidup (biotik) dan makhluk tak
hidup (abiotik) lainnya saling terkait satu sama lainnya. Etika diperluas untuk
mencakup komunitas ekologis seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Kewajiban
dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup.
Salah satu versi ekosentrisme adalah Deep Ecology. DE diperkenalkan oleh
Arne Naess (filsuf Norwegia) tahun 1973 dalam artikelnya ”The shallow and the
Deep, Long-range Ecological Movement: A summary”. DE menuntut suatu etika baru
yang tidak berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya
dalam kaitannya dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup.
Etika ekosentris mendasarkan diri pada kosmos. Menurut etika ekosentris ini,
lingkungan secara keseluruhan dinilai pada dirinya sendiri. Etika ini menurut aliran
etis ekologi tingkat tinggi yakni deep ecology, adalah yang paling mungkin sebagai
alternatif untuk memecahkan dilema etis ekologis. Menurut ekosentrisme, hal yang
paling penting adalah tetap bertahannya semua yang hidup dan yang tidak hidup
sebagai komponen ekosistem yang sehat, seperti halnya manusia, semua benda kosmis
memiliki tanggung jawab moralnya sendiri (J. Sudriyanto, 1992:243)
Menurut etika ini, bumi memperluas berbagai ikatan komunitas yang mencakup
“tanah, air, tumbuhan dan binatang atau secara kolektif, bumi”. Bumi mengubah
perah “homo sapiens” dari makhluk komunitas bumi, menjadi bagian susunan warga
dirinya. terdapat rasa hormat terhadap anggota yang lain dan juga terhadap komunitas
alam itu sendiri (J. Sudriyanto, 1992:2-13).
Etika ekosentris bersifat holistik, lebih bersifat mekanis atau metafisik. Terdapat
lima asumsi dasar yang secara implisit ada dalam perspektif holistik ini, J. Sudriyanto
(1992:20) menjelaskan:
1. Segala sesuati itu saling berhubungan. Keseluruhan merupakan bagian,
sebaliknya perubahan yang terjadi adalah pada bagian yang akan mengubah
bagian yang lain dan keseluruhan. Tidak ada bagian dalam ekosistem yang dapat
diubah tanpa mengubah dinamika perputarannya. Jika terdapat banyak perubahan
yang terjadi maka akan terjadi kehancuran ekosistem.
2. Keseluruhan lebih daripada penjumlahan banyak bagian. Hal ini tidak dapat
disamakan dengan konsep individu yang mempunyai emosi bahwa keseluruhan
sama dengan penjumlahan dari banyak bagian. Sistem ekologi mengalami proses
sinergis, merupakan kombinasi bagian yang terpisah dan akan menghasilkan
akibat yang lebih besar daripada penjumlahan efek-efek individual.
3. Makna tergantung pada konteksnya, sebagai lawan dari “independensi konteks”
dari “mekanisme”. Setiap bagian mendapatkan artinya dalam konteks
keseluruhan.
4. Merupakan proses untuk mengetahui berbagai bagian.
5. Alam manusia dan alam non manusia adalah satu. Dalam holistik tidak terdapat
dualisme. Manusia dan alam merupakan bagian dari sistem kosmologi organik
yang sama.
Uraian di atas akan mengantarkan pada sebuah pendapat Arne Naess, seorang filsuf
Norwegia bahwa kepedulian terhadap alam lingkungan dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
1. Kepedulian lingkungan yang “dangkal” (shallow ecology)
2. Kepedulian lingkungan yang “dalam” (deep ecology).
Kepedulian ekologis ini sering disebut altruisme platener holistik, yang beranggapan
bahwa hal ini memiliki relevansi moral hakiki, bukan tipe-tipe pengadu (termasuk
individu atau masyarakat), melainkan alam secara keseluruhan (J. Sudriyanto,
1992:22).
Etika Lingkungan Ekosentrisme adalah sebutan untuk etika yang menekankan
keterkaitan seluruh organisme dan anorganisme dalam ekosistem. Setiap individu
dalam ekosistem diyakini terkait satu dengan yang lain secara mutual. Planet bumi
menurut pandangan etika ini adalah semacam pabrik integral, suatu keseluruhan
organisme yang saling membutuhkan, saling menopang dan saling memerlukan.
Sehingga proses hidup-mati harus terjadi dan menjadi bagian dalam tata kehidupan
ekosistem. Kematian dan kehidupan haruslah diterima secara seimbang. Hukum alam
memungkinkan mahluk saling memangsa diantara semua spesies. Ini menjadi alasan
mengapa manusia boleh memakan unsur-unsur yang ada di alam, seperti binatang
maupun tumbuhan. Menurut salah satu tokohnya, John B. Cobb, etika ini
mengusahakan keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan
keseluruhan dalam ekosistem.
Ekosentrisme dapat dikatakan sebagai lanjutan dari teori etika lingkungann
biosentrisme. Kalau biosentrisme hanya memusatkan perhatian pada kehidupan
seluruhnya, ekosentrisme justru memusatkan perhatian pada seluruh komunitas
biologis, baik yang hidup maupun tidak. Pandangan ini didasarkan pada pemahaman
bahwa secara ekologis, baik mahluk hidup maupun benda-benda antibiotik lainnya
saling terkait satu sama lainnya. Jadi ekosentrisme, selain sejalan dengan
biosentrisme-di mana keduanya sama-sama menentang pandangan antroposentrisme-
juga mencakup komunitas ekologis seluruhnya. Jadi ekosentrisme, menuntut
tanggungjawab moral yang sama untuk semua realitas biologis.
A. Contoh pemanfaatan lingkungan rumah beretika lingkungan
Contoh dari pemanfaatan lingkungan ini didapat dari hasil kuliah otudoor,
tepatnya di kediaman bapak Prof.Supli Effendi Rahim,PhD,MSc dosen dari mata
kuliah Nilai dan Etika Lingkungan, mari kita simak hasil pengamatan saya ketika
berkunjung ke rumah beliau :
Halaman Depan Rumah:
Halaman yang luas dengan lahan 4,5 kapling, terdiri dari kolam ikan, halaman
parkir yang luas, air terjun buatan, bermacam-macam tumbuhan. Maka dapat kita
nilai :
a. Kolom Ikan
- Nilai Ekonomis : Bisa dikonsumsi pribadi
- Nilai Ekologis : Bisa berkembang biak dengan baik
- Nilai Sosiologis : Tempat ini bisa dimanfaatkan untuk rekreasi
keluarga
- Nilai Biologis : Sebagai penyerapan air
b. Tanaman dan Pohon-Pohon
- Nilai Estetika : Dapat memperindah pemandangan dan penglihatan
- Nilai Biologis : Sebagai terapi mata (eye therapy)
II. Halaman Samping Kanan Rumah
- Nilai Ekonomis : Pemanfaatan tanaman buah-buahan (nanas,
rambutan, pepaya, pisang, sawo dan singkong )
- Nilai Biologis : Dapat menghasilkan oksigen
- Kekurangan : Ada barang-barang yang tidak dipakai (penumpukan)
yang dapat menimbulkan nyamuk
III. Halaman Samping Kiri Rumah
- Nilai Biologis : Ada Green House (tanaman-tanaman anggrek)
- Nilai Kesehatan : Ada batu-batu untuk refleksi kaki
- Nilai Ekonomis : Pemanfaatan sirkulasi air kolam.
IV. Halaman Belakang Rumah
- Nilai Ekologis : Pemanfaatan air hujan pada kolam penampung air
hujan.
- Kekurangan : Tidak adanya pagar pengaman pada kolam
penampung air hujan
V. Ruangan di Dalam Rumah
- Nilai Ekologis :
1. Pemanfaatan kayu jati sebagai aksesoris/pajangan dalam rumah
2. Pemanfaatan cahaya matahari ke dalam rumah untuk penerangan
rumah dan hemat listrik
- Nilai Ekonomis : Kayu jati tahan lama, harganya semakin lama
semakin mahal
Kesimpulan :
Rumah panen hujan tersebut menggunakan sistem penampungan air hujan
seperti sumur, kolam penampung dan air terjun buatan serta beragam tanaman
sebagai penyerapan air. Dan pemanfaatan cahaya matahari sebagai penerangan
yang hemat listrik. Tetapi rumah panen hujan tersebut terdapat kekurangan
yaitu : gangguan alam, seperti petir yang bisa langsung masuk ke dalam
rumah, hewan-hewan yang tidak diinginkan (nyamuk, ular, lalat, dll). Disini
tidak terlihatnya saluran pembuangan air (got) limbah rumah tangga. Masih
rentannya kecelakaan, keselamatan didalam rumah karena kolam belakang
tidak ada pembatas.
Sumber : Disarikan dari berbagai sumber : http://suplirahim2013.blogspot.com/2013/03/jenis-etika-lingkungan-dan-prinsip.html