Meskipun korupsi telah banyak terjadi pada sepanjang sejarah manusia, korupsi tidak pernah menjadi topik yang benar-benar menarik perhatian masyarakat. Baru sejak pertengahan tahun 1990-an lah korupsi mulai
muncul—atau kembali muncul—sebagai topik utama penyelidikan yang mempertanyakan bagaimana kebijakan yang tepat untuk menghadapi masalah korupsi ekonomi dan politik yang terjadi.
Masih banyak ambiguitas yang melekat pada konsep korupsi saat ini. Konsep korupsi yang ada pun telah berubah secara substansial dari konsep korupsi yang ada pada periode klasik. Korupsi pada periode klasik bukan hanya dianggap sebagai sebuah korupsi publik, seperti kegiatan penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara, perusahaan dan sebagainya, untuk keuntungan pribadi atau golongannya. Melainkan juga sebuah proses penurunan atau degenerasi moral dan politik pada level individu, perusahaan, pemerintahan, atau bahkan negara yang terkait. Selain itu, korupsi juga dapat diterapkan pada keseluruhan rezim atau pemerintahan dimana prinsip-prinsip kantor publik secara sistematis terdistorsi untuk menyukai kelompok atau faksi tertentu.
Bruce Buchan dan Lisa Hill berpendapat bahwa korupsi saat ini telah didefinisikan dengan buruk. Sehingga konsep mengenai korupsi harus disempurnakan. Melalui buku ‘An Intellectual History of Political Corruption’, Buchan dan Hill menunjukkan pentingnya memahami konsep korupsi yang sudah ada sejak periode klasik. Pemahaman ini bertujuan supaya kita mampu menghindari kesalahan pemaknaan korupsi pada konteks kekinian. Buku ini menyajikan beberapa pemikiran korupsi yang muncul dalam sejarah peradaban seperti periode klasik, periode abad pertengahan, periode Renaisans, awal periode modern, sampai pada akhir abad ke-18. Setiap periode dijabarkan dengan urut dan mendalam disetiap babnya. Dibangun perlahan dari wacana sejarah korupsi sejak zaman awal, buku ini mengakhirinya dengan masa-masa puncak terjadinya pergeseran pandangan tentang konsep korupsi pada abad ke-18 di Inggris yang semakin menekankan korupsi hanya sebagai korupsi politik tanpa memerhatikan degenerasi moral yang diakibatkannya.
“Early Modern discourse incorporated a wide variety of concepts of corruption, ranging from the distortion of judgement and the abuse of office due to personal gain, gift giving, or bribery, through to generalised fearsof physical or moral decay.”
Kurang sempurnanya pemahaman tentang korupsi inilah yang masih terus terbawa hingga sekarang, sehingga kini banyak yang tidak mengaitkan perilaku korupsi dengan degenerasi moral.
“Corruption for us represents a form conduct, such as bribery, in which an individual or group acts in such a way as to exploit public office for personel gain.”
KOLEKSI PILIHAN¢ Corrupt Exchanges: Actors, Resources, and
Mechanisms of Political Corruption¢ Corruption and Reform: Lessons from America’s
Economic History¢ Korupsi: Sifat, Sebab dan Fungsi¢ Latar Belakang Sejarah dan Kultural Korupsi di
Indonesia¢ Political Corruption: Reading into History and
Surmising as to What it is All About¢ Political Parties, Business Groups, and
Corruption in Developing Countries¢ Politik Hukum Pemberantasan Korupsi Tiga
Zaman: Orde Lama, Orde Baru & Era Reformasi¢ The Almanac of Political Corruption Scandals &
Dirty Politics¢ The New Golden Age: A Revolution Against
Political Corruption and Economic Chaos
PERPUSTAKAAN KPK
LETTERNEWS
Edisi 09 Vol.III | September 2017
Penulis: Bruce Buchan & Lisa HillKolasi : vi + 285 Halaman; 22,5 cm x 14,5 cm
Konsepsi Korupsi Politik dari Periode Klasik
Gedung KPK Lt.1Jalan Kuningan Persada Kav.4 Jakarta
Telp: (021) 2557 8300 ext 8642Email: [email protected]://perpustakaan.kpk.go.id
alamat redaksi
“Humane society originated in
the natural order of rule,
of humans over beasts,
of the soul over the body,
of men over women,
and of masters
over slaves.”
- Aristotle
Halaman BelakangDapatkan Newsletter Perpustakaan KPK edisi lainnya di Portal ACCH
https://acch.kpk.go.id/perpustakaan/newsletterFew concepts have witnessed a more dramatic
resurgence of interest in recent year than corruption.
It is, however, a concept that dates back to antiquity
with this recent popularity representing the latest
iteration in a long history of contestation over
corruption. In one of the first surveys of the variable
contours of meaning invested in the term, from
antiquity through to the end of the eighteenth
century, this book explores the significant role
corruption has played in political discourse through
the centuries.
It finds that corruption was not always a concept
particular to the abuse of public office, but was often
applied to more nebulous fears of moral, spiritual and
physical degeneration. This book marshals both
historical and conceptual analysis to demonstrate a
conceptual oscillation between restrictive 'public
office' and expansive 'degenerative' connotations of
corruption that persisted until the second half of the
eighteenth century when the public office conception
overtook and finally superseded the degenerative
one.
The result is a survey that is fundamental to the
understanding of modern ideas of corruption and
represents an invaluable tool to both students and
scholars of the subject.
Banyak perilaku yang saat ini sudah tidak lagi dianggap sebagai korupsi, padahal dulu termasuk dalam perilaku korupsi.
Secara tampilan, buku ini menarik dari setiap aspeknya. Halaman buku didesain dengan kombinasi antara ilustrasi, tulisan, dan warna yang sesuai. Jenis dan ukuran huruf yang digunakan juga jelas untuk dibaca. Sedangkan di belakang buku, terdapat sedikit sinopsis buku dan ulasan dari beberapa orang yang membuat kita dapat melihat dengan jelas fokus bahasan di dalam buku ini. Penggunaan hard cover juga membuat buku ini menjadi semakin menarik dan nyaman untuk digenggam.
Menilai dari konten buku dan gaya penulisannya yang ‘berat’, buku ini tepat untuk menjadi rujukan pembaca yang menyukai kajian sejarah, korupsi dan peradaban sosial. Penggunaan bahasa Inggris yang rumit tanpa penjelasan lebih lanjut sangat potensial untuk menyulitkan pembaca memahami maknanya, apalagi untuk pembaca yang memiliki keterbatasan literasi Bahasa Inggris. Namun, buku ini ditulis dengan huruf dan tulisan yang cukup nyaman dibaca, dan dilengkapi dengan sitasi-sitasi yang merujuk ke buku atau terbitan yang terkait yang ditulis di akhir pembahasan. Terdapat juga daftar bibliografi yang dapat digunakan untuk mencari informasi tambahan mengenai sejarah korupsi politik.
Secara keseluruhan, membaca buku ini sangat menambah wawasan pembaca tentang perkembangan wacana korupsi dari zaman ke zaman. Pemahaman ini menjadi penting bagi para pekerja pemberantas korupsi untuk bisa memperbaiki sistem pencegahan dan penindakan yang berlaku saat ini.
Artikel Korupsi
Asset Recovery and Mutual Legal Assistance
Bribery
Fraud
Indeks
Persepsi
Korupsi
Pemberantasan
Korupsi
di Indonesia
Kasus Korupsi
Korupsi
dan Agama
Korupsi
di Wilayah
Lain
Korupsi Khusus
Money
LaunderingNovel
Korupsi Pendidikan Antikorupsi
Peradilan
Peraturan
Korupsi
Prosiding
Korupsi
Teori Korupsi
Whis
tleblo
win
g
Direktori Subjek Korupsi Perpustakaan KPK
Kunjungi dan manfaatkan koleksi Perpustakaan KPK
untuk mencari referensi dan rekreasi!
Tidak ada yang menampik kebenaran kata mutiara buku adalah
jendela dunia. Kegiatan membaca buku memang merupakan salah
satu cara untuk mengetahui lebih dalam tentang dunia yang belum
kita tahu sebelumnya. Berdasarkan studi "Most Littered Nation In the
World" yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada
2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61
negara soal minat membaca. Indonesia persis berada di bawah Thailand
(59) dan di atas Bostwana (61).
Fakta di lapangan inilah yang membuat Raden Roro Hendarti (41)
memutuskan untuk membuka Perpustakaan. Raden Roro Hendarti
tergerak untuk ikut berkontribusi melalui gerakan literasi guna
menanggulangi permasalahan minat baca ini. Ibu dua anak ini bersama
keluarga kecilnya tinggal di desa Muntang, Kecamatan Kemangkon,
Purbalingga, Jawa Tengah. Sudah semenjak dua tahun yang lalu, ia mulai
konsen terhadap minat baca warga desanya terutama anak-anak usia
sekolah. Desa yang menjadi tempat tinggalnya sudah memiliki
perpustakaan, namun sangat jarang sekali orang-orang berkunjung ke
perpustakaan tersebut dikarenakan letaknya yang cukup jauh. Hendarti
dan suaminya memberanikan diri untuk menemui Pengelola
perpustakaan yang akhirnya setuju untuk berkerja sama dengan Hendarti
dalam program membuat perpustakaan keliling. Pihak perpustakaan desa
memberikan sebagian dari koleksi buku mereka ke rumah Hendarti untuk
dialokasikan pada warga yang menjadi target membaca. Hendarti juga
mendapat bantuan motor roda tiga oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH)
Purbalingga untuk mengangkut buku-buku yang ada dan diantarkan pada
warga desa.
Motor dari Dinas tersebut merupakan motor yang sering digunakan
untuk mengangkut sampah dari rumah ke rumah. Secara tidak sengaja,
Hendarti tiba-tiba memiliki ide untuk tidak menghilangkan fungsi utama
dari motor tersebut. Akhirnya, ia memutuskan untuk membuat “Limbah
Pustaka”. Sistem peminjaman yang diterapkan di Limbah Pustaka ini
cukup unik. Setiap warga yang ingin meminjam buku diharapkan dapat
menyetorkan sampah anorganik yang sehari-hari dihasilkan dari rumah-
tangga mereka. Cara seperti ini merupakan bentuk kombinasi yang
harmonis antara perpustakaan desa dan bank sampah. Sampah anorganik
yang telah dikumpulkan warga di bank sampah kemudian dipilah oleh ibu-
ibu PKK di desa tersebut untuk dicatat, ditimbang dan sebagian
dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan atau dijual. Hasil penjualan
berupa uang tabungan warga desa yang telah menyetorkan sampahnya.
Ternyata Limbah Pustaka tak hanya populer di kalangan anak-anak
saja, orang dewasa juga tak kalah antusias memilah-milah buku di atas rak.
Salah satunya yakni Tri Ustanti (50). Warga RT 8 RW 3 tersebut lebih
tertarik dengan buku-buku agama dan resep masakan. “Saya jadi rajin
membaca, wawasan juga jadi lebih luas. Selain itu, saya juga bisa nabung
sampah, daripada dibakar lebih baik ditabung,” katanya.
Berbagai prestasi telah diraih oleh Hendarti atas kepeduliannya
dalam membangun minat baca masyarakat di desanya. Prestasi tersebut
antara lain, menjadi juara tingkat 1 Kabupaten tahun 2013 dan juara
harapan 1 tingkat Provinsi Jawa Tengah tahun 2014. Selain itu, di tahun
ini, Hendarti dan Limbah Pustaka mendapat bantuan satu unit gedung
pemilah sampah oleh pemerintah setempat dan sedang dalam proses
pembangunan.
Jadi, bagaimana dengan Anda? Sudahkah anda meningkatkan minat
baca orang-orang yang ada di sekitar anda?
Sumber:
http://regional.kompas.com/read/2017/05/17/17264121/limbah.pusta
ka.tabung.sampahnya.pinjam.bukunya
LITERASIINSPIRASI LIMBAH PUSTAKA: LIMBAH PUSTAKA:
Baca Bukunya, Tabung SampahnyaBaca Bukunya, Tabung SampahnyaLIMBAH PUSTAKA: Baca Bukunya, Tabung Sampahnya
Zaman dahulu, terdapat beberapa kata dalam bahasa Yunani kuno yang
membingungkan antara perbedaan kata hadiah dengan penyuapan,
salah satunya adalah dóra. Dalam bahasa Yunani, dóra dapat berarti
‘hadiah’, dapat juga berarti ‘penyuapan’. ‘Menerima hadiah’ dan
‘menerima suap’ juga sama-sama berasal dari kata dorodokein. Walaupun
dorodokia bukan satu-satunya kata yang dapat digunakan untuk
menyebut penyuapan, namun kata itulah yang paling sering dan cocok
untuk digunakan dalam konteks korupsi politik. Hal inilah yang
merupakan salah satu alasan terjadinya pergeseran makna korupsi
politik saat ini.
Tahukah Anda ?
sumber: kompas.com