Download - NEW Perang Iklan II
BAB II
KERANGKA TEORITIS
2.1. Penelitian Terdahulu
2.1.1. Jurnal 1
Penelitian mengenai loyalitas pelanggan sebelumnya telah
dilakukan oleh Nuriyah Utami Dewi. Dalam penelitian ini, Nuriyah
Utami Dewi meneliti mengenai pengaruh terpaan iklan di televisi
terhadap loyalitas pelanggan, dan seberapa besar pengaruh terpaan
iklan di televisi terhadap loyalitas pelanggan tersebut.
Tabel 2.1.1
Ringkasan Penelitian Nuriyah Utami Dewi
14
15
Judul Penelitian Pengaruh Terpaan Iklan di Televisi
Terhadap Loyalitas Pelanggan
Peneliti Nuriyah Utami Dewi
Tujuan Penelitian Meneliti mengenai pengaruh terpaan iklan
di televisi terhadap loyalitas pelanggan,
dan seberapa besar pengaruh terpaan
iklan di televisi terhadap loyalitas
pelanggan tersebut.
Teori Yang Digunakan Teori AIDDA yang merupakan rumusan
iklan, yang meliputi: Attention yaitu
perhatian, Interest yaitu ketertarikan,
Desire yaitu keinginan, Decision yaitu
keputusan, dan Action yaitu tindakan.
Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah survey, dengan tipe
penelitian eksplanasi karena penelitian
ini menganalisis hubungan dua variabel.
Objek pada penelitian ini adalah
mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi
angkatan 2007, sedangkan sampel
sebanyak 33 orang responden yang
diperoleh dengan menggunakan teknik
total sampling. Kemudian peneliti
menyebarkan kuesioner sebagai alat
pengumpul data. Kemudian, kuesioner
tersebut di uji tingkat validitasnya dengan
menggunakan teknik korelasi product
moment dan uji realibilitasnya dengan
teknik alpha.
Hasil Penelitian Nilai koefisien korelasi sebesar 0.624,
yang berarti terdapat hubungan antara
variabel bebas dengan variabel terikat.
Berdasarkan uji F dan uji t, dapat
diperoleh nilai F hitung 19.737,
sedangkan pada tingkat signifikansi 0.05
diperoleh F tabel dengan nilai sebesar
4.15 dan nilai t hitung sebesar 4.443,
sedangkan pada tingkat signifikansi 5%
diperoleh t tabel dengan nilai sebesar
2.1.2. Jurnal 2
Penelitian mengenai pengaruh iklan terhadap loyalitas
sebelumnya juga telah dilakukan oleh Waseso Segoro dan Nandan
Limakrisna (2007). Berikut penjelasan mengenai hasil penelitian
tersebut:
Tabel 2.1.2
Ringkasan Penelitian Waseso Segoro dan Nandan Limakrisna
Judul Penelitian Pengaruh Kebijakan Tarif, Iklan, Dan
Proses Pelayanan Terhadap Loyalitas
Pelanggan Telkom Flexi Pasca Bayar
Peneliti Waseso Segoro dan Nandan Limakrisna
Tujuan Penelitian Mengembangkan kebijakan tarif, iklan, dan
proses pelayanan pada Telkom Flexi pasca
bayar serta memperoleh suatu model yang
meliputi besarnya kontribusi pengaruh
kebijakan tarif, iklan, dan proses terhadap
loyalitas pelanggan Telkom Flexi Classy
Tipe Penelitian Sesuai dengan teknik penentuan sampel
16
maka ukuran sampel dalam penelitian ini
adalah 80 pelanggan Flexi Classy yang
sudah berlangganan minimal satu tahun.
Sedangkan pemilihan sampel dari populasi
digunakan teknik sampel random
sampling, pada Plasa Telkom di Wilayah
Bandung Selatan
Hasil Penelitian Kebijakan tarif, iklan, dan proses
berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan
Telkom Flexi Pascabayar, Namun apabila
dilihat pada setiap variabel, ternyata
proses pelayanan dominan mempengaruhi
loyalitas pelanggan
2.1.3. Jurnal 3
Penelitian mengenai loyalitas pelanggan sebelumnya juga telah
dilakukan oleh Sasongko Jati Kumoro (2010). Berikut penjelasan
mengenai hasil penelitian tersebut:
Tabel 2.1.3
Ringkasan Penelitian Sasongko Jati Kumoro
Judul Penelitian Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Loyalitas Merek Terhadap Produk Indosat
IM3
Peneliti Sasongko Jati Kumoro
Tujuan Penelitian Penelitian ini secara khusus menguji faktor-
faktor kepuasan konsumen, harga,
promosi, dan kualitas layanan. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis
17
pengaruh keempat faktor tersebut terhadap
loyalitas merek kartu Indosat IM3.
Teori Loyalitas Yang
Digunakan
Menurut Giddens (2002), konsumen yang
loyal terhadap suatu merek memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Memiliki komitmen pada merek tersebut.
2. Berani membayar lebih pada merek
tersebut bila dibandingkan dengan
merek yang lain.
3. Akan merekomendasikan merek
tersebut pada orang lain.
4. Dalam melakukan pembelian kembali
produk tersebut tidak melakukan
pertimbangan.
5. Selalu mengikuti informasi yang
berkaitan merek tersebut.
6. Mereka dapat menjadi semacam juru
bicara dari merek tersebut dan mereka
selalu mengembangkan hubungan
dengan merek tersebut.
Tipe Penelitian Melalui metode kuesioner dengan
menggunakan teknik quota sampling
terhadap 80 orang responden yang
memakai kartu Indosat IM3. Sedangkan
populasi yang dijadikan responden dalam
penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas
Ekonomi Reguler II Universitas
Diponegoro Semarang
Hasil Penelitian Pengujian hipotesis menggunakan uji t
menunjukkan bahwa keempat variabel
independen yang diteliti terbukti secara
signifikan mempengaruhi variabel
18
dependen Loyalitas Merek. Kemudian
melalui uji F dapat diketahui bahwa seluruh
variabel independen memang layak untuk
menguji variabel depanden Loayalitas
Merek. Angka Adjusted R Square sebesar
0,705 menunjukkan bahwa sebesar 70,5
persen variasi Loyalitas Merek dapat
dijelaskan oleh keempat variabel
independen dalam persamaan regresi.
Sedangkan sisanya sebesar 29,5 persen
dijelaskan oleh variabel lain diluar keempat
variabel yang digunakan dalam penelitian
ini.
2.1.4. Jurnal 4
Penelitian mengenai loyalitas pelanggan sebelumnya juga telah
dilakukan oleh Sutrisni (2010). Berikut penjelasan mengenai hasil
penelitian tersebut:
Tabel 2.1.4
Ringkasan Penelitian Sutrisni
Judul Penelitian Analisis Pengaruh Kualitas Produk,
Kualitas Pelayanan, Desain Produk, Harga
Dan Kepercayaan Terhadap Loyalitas
Pelanggan Indosat IM3 Pada Mahasiswa
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
Semarang
Peneliti Sutrisni
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis pengaruh masing-masing
19
variabel, kualitas produk (X1), kualitas
pelayanan (X2), desain produk (X3), dan
harga (X4 ) dan kepercayaan (X5) terhadap
loyalitas pelanggan (Y)
Teori Loyalitas Yang
Digunakan
Konsumen yang loyal terhadap suatu
produk atau jasa memilki beberapa
karakter (Assael: 2001), diantaranya :
1. Konsumen yang loyal cenderung lebih
percaya diri pada pilihannya.
2. Konsumen yang loyal lebih memilih
untuk mengurangi resiko dengan
melakukan pembelian berulang terhadap
merek yang sama.
3. Konsumen yang loyal lebih mengarah
pada kesetiaan terhadap suatu merek.
4. Kelompok konsumen minor cenderung
untuk lebih loyal.
Tipe Penelitian Dalam penelitian ini data dikumpulkan
melalui metode kuesioner terhadap 100
orang responden pengguna produk IM3 di
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro
dengan mengunakan metode purposive
sampling untuk mengetahui tanggapan
responden terhadap masing-masing
variabel. Kemudian dilakukan analisis
terhadap data-data yang diperoleh berupa
analisis kuantitatif dan analisis kualitatif.
Hasil Penelitian Pengujian hipotesis menggunakan uji t
menunjukkan bahwa lima variabel
independen yang diteliti terbukti secara
signifikan mempengaruhi variabel
dependen loyalitas pelanggan. Angka
20
Adjusted R square sebesar 0,532
menunjukkan bahwa 53,2 persen variasi
loyalitas pelanggan bisa dijelaskan oleh
kelima variabel independen yang
digunakan dalam persamaan regresi.
Sedangkan sisanya sebesar 46,8 persen
dijelaskan oleh variabel lain diluar kelimat
variabel yang digunakan dalam penelitian
ini.
2.2. Komunikasi Pemasaran
Akhir-akhir ini semakin banyak perusahaan yang menerapkan
komunikasi pemasaran terpadu (Integrated Marketing Communication/IMC)
sebagai strategi pemasaran produknya. Perusahaan sudah tidak hanya
mengandalkan program periklanan above the line sebagai sarana promosi.
Saat ini para produsen semakin mendekatkan diri pada konsumen dalam
menyampaikan pesan (iklan) mereka dan berharap dengan cara ini brand
mereka tertanam lekat dalam hati konsumen.
Para perusahaan kini semakin membuka mata dalam melihat
pentingnya koordinasi berbagai elemen promosi dan aktivitas marketing untuk
berkomunikasi dengan konsumen. IMC bergerak menyentuh hati konsumen
dengan berbagai cara antara lain: event, pameran, dan lainnya. IMC
melibatkan semua pihak yang berkaitan dalam suatu brand untuk melakukan
kontrol penyampaian pesan hingga terjadinya dialog dengan konsumen. IMC
memiliki ciri mempengaruhi perilaku konsumen, melakukan kontak,
21
menciptakan sinergi sampai hingga menjalin hubungan. Hal ini yang
menyebabkan IMC dinilai efektif dalam menciptakan komunikasi antara
produsen dan konsumen.
Media penyampai pesan memegang peranan penting dalam proses
komunikasi. Tanpa media, pesan tidak akan sampai pada kelompok audience
yang diinginkan. Oleh karena itu, pemilihan media yang tepat akan sangat
menentukan apakah pesan yang ingin disampaikan pada kelompok sasaran
akan sampai atau tidak (Sutisna, 2003: 283). Media periklanan meliputi
segenap perangkat yang dapat memuat atau membawa pesan-pesan
penjualan kepada para calon pembeli.
Pemilihan media yang tepat untuk berkampanye iklan dalam rangka
membuat pelanggan menjadi tahu, paham, menentukan sikap, hingga
melakukan pembelian adalah suatu langkah penting dalam kegiatan
kampanye periklanan.
Dalam beriklan, komunikator (produsen) dapat memilih satu mau pun
kedua media untuk menyampaikan pesan yang ingin mereka sampaikan.
Media-media tersebut adalah media lini atas (above-the-line) mau pun media
lini bawah (below-the-line) adalah periklanan yang menggunakan media
primer seperti media elektronik mau pun media cetak. Penggunaan media lini
atas memiliki kelebihan dalam menjangkau jumlah audience yang besar,
namun hal ini juga membuat biaya yang harus dikeluarkan sebuah
perusahaan untuk beriklan bertambah.
22
Sedangkan media lainnya adalah media lini bawah (below-the-line),
media ini adalah media-media minor yang digunakan untuk mengiklankan
produk. Meski pun dianggap menjadi media minor, namun beriklan pada
media lini bawah juga memiliki peranan penting dalam suatu kampanye
periklanan. Hal ini disebabkan karena media lini bawah dalam hal-hal tertentu
bisa menjadi lebih efektif, tergantung bentuk iklan dan kampanye yang
hendak dilakukan oleh pengiklan (Jefkins, 1995).
2.2.1. Endorser
Endorser adalah orang yang terlibat dalam komunikasi
penyampaian pesan pemasaran sebuah produk, dapat secara
langsung maupun secara tidak langsung. Di dalam iklan, celebrity
endorser digunakan sebagai juru bicara agar merek cepat melekat di
benak konsumen sehingga konsumen mau membeli merek tersebut.
Disadari atau tidak, pesan yang disampaikan oleh sumber yang
menarik (kaum selebriti yang sedang ngetop) akan mendapat
perhatian yang besar disamping sangat mudah diingat (Royan, 2005:
2).
Selebritis sebagai pendukung (endorser) dalam suatu
kampanye periklanan sudah tidak asing lagi ditemui. Penggunaan
selebritis sebagai bintang dalam iklan tertentu dianggap dapat menarik
perhatian konsumen akan produk yang diiklankan. Shimp (2000)
menyatakan bahwa sekarang ini banyak konsumen yang mudah
23
mengidentifikasi diri dengan para bintang ini, seringkali dengan
memandang mereka sebagai pahlawan atas prestasi, kepribadian, dan
daya tarik fisik mereka.
Sedangkan para pengiklan bangga menggunakan selebriti
dalam iklan mereka karena atribut popularitas yang mereka miliki,
termasuk kecantikan, keberanian, bakat, jiwa olahraga (athleticisme),
keanggunan, kekuasaan dan daya tarik seksual, seringkali merupakan
pemikat yang diinginkan untuk merek-merek yang mereka dukung.
Asosiasi berulang dari suatu merek dengan seorang selebriti akhirnya
membuat konsumen berpikir bahwa merek tersebut memiliki sifat-sifat
menarik yang serupa dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh selebriti.
Para pengiklan dan biro-biro periklanan bersedia membayar
harga yang tinggi kepada kaum selebriti tersebut yang disukai dan
dihormati oleh khalayak yang menjadi sasaran dan yang diharapkan
akan mempengaruhi sikap dan perilaku konsumen yang baik terhadap
produk yang didukung (Shimp, 2000). Shimp juga menjelaskan faktor-
faktor yang dipertimbangkan ketika mengambil keputusan seleksi
selebriti, dimana faktor-faktor tersebut adalah kredibilitas selebriti,
kecocokan dengan khalayak, kecocokan dengan merek, dan daya tarik
selebriti.
Dengan kata lain, untuk menentukan selebriti yang akan
digunakan sebagai brand endorser suatu produk, selebritis harus
memiliki kecocokan atau hubungan yang berarti antara selebriti,
khalayak, dan produk itu sendiri (Shimp, 2000). Sedangkan menurut
24
Kotler (2004) kredibilitas endorser iklan dapat dilihat dari pengetahuan
khusus yang dimiliki komunikator (expertise), objektivitas dan kejujuran
endorser yang dapat diterima (trustworthiness), serta daya tarik
endorser itu sendiri (likability).
Dalam pemilihan endorser yang tepat, Rossiter dan Percy
dalam (Royan, 2005: 13–20) memiliki 4 tahap yang hendak dicapai
yaitu VisCAP (Visibility, Credibility, Attraction dan Power). Antara lain :
1. Visibility
Dimana visibility memiliki dimensi seberapa jauh popularitas
selebriti. Disini popularitas digunakan sebagai acuan maka nantinya
akan dapat menimbulkan masalah, terutama bagi selebriti yang
menjadi endorser banyak produk. Sang bintang akan selalu nampak
di layar televisi sehingga menimbulkan over exposure. Dan dampak
yang akan timbul kemudian adalah bingungnya konsumen ketika
menghubungkan produk dengan selebriti yang mengiklankan.
2. Credibility
Kredibilitas sang bintang lebih banyak berhubungan dengan dua hal,
yaitu keahlian dan kepercayaan. Keahlian ini akan berpaut pada
pengetahuan selebriti tentang produk yang diiklankan dan
kepercayaan lebih merajuk pada kemampuan selebritis untuk
memberi keyakinan atau percaya diri pada konsumen suatu produk.
Selebriti yang memiliki kemampuan yang sudah dipercaya credibility
25
nya akan mewakili merek yang diiklankan. Produk yang diiklankan
akan menjadi pas dengan persepsi yang diinginkan oleh konsumen.
3. Attraction
Attraction lebih menitikberatkan pada daya tarik sang bintang,
personality, tingkat kesukaan masyarakat kepadanya (penggemar),
dan kesamaan dengan target users. Terdapat dua hal penting dalam
penggunaan selebriti jika dihubungkan dengan daya tarik. Yang
pertama adalah tingkat disukai audience (likeability) dan tingkat
kesamaan dengan personality yang diinginkan pengguna produk
(similarity), dimana keduanya tidak dapat dipisahkan dan harus
saling berdampingan. Seperti disukai saja tetapi tidak sama dengan
keinginan konsumen tentu saja tidak akan mendorong konsumen
untuk membeli. Salah satu jalan agar memiliki kesamaan dengan
personality yang diinginkan oleh target pengguna merek, setidaknya
selebriti harus mencerminkan personality dari merek yang ingin
dibangunnya melalui iklan.
4. Power
Power adalah kemampuan selebriti dalam menarik konsumen untuk
membeli. Unsur terakhir dari kriteria tersebut adalah
menginformasikan bahwa selebriti yang digunakan dalam iklan
harus memiliki kekuatan untuk “ memerintahkan “ target audience
untuk membeli.
26
2.2.2. Pesan Iklan
Pesan iklan adalah ide atau berita yang dikomunikasikan atau
yang disampaikan kepada audience melalui media iklan. Adapun yang
harus diperhatikan dalam penyusunan pesan iklan adalah (Kotler,
2002: 633):
1. Isi pesan
Komunikator harus memperhitungkan apa yang harus
disampaikan kepada khalayak sasaran supaya mendapat tanggapan
yang diinginkan. Dalam menentukan isi pesan yang baik, perlu
adanya daya tarik yang unik, yaitu:
a. Daya tarik rasional untuk membangkitkan kepentingan diri
audiens yang menunjukkan bahwa produk tersebut akan
menghasilkan manfaat yang dikatakan
b. Daya tarik emosional untuk membangkitkan emosi positif atau
negatif yang akan memotivasi audiens. Daya tarik emosional
yang positif seperti humor, cinta, dan kebahagiaan. Daya tarik
emosional negatif seperti rasa takut, rasa bersalah, rasa suka dan
malu.
27
c. Daya tarik moral lebih diarahkan pada perasaan audiens tentang
apa yang benar dan apa yang baik. Daya tarik moral sering
dipakai untuk mendukung masalah-masalah sosial
2. Struktur pesan
Keefektifan suatu pesan tergantung pada struktur dan isinya.
Struktur iklan yang baik adalah dapat memberi pernyataan dan
membiarkan pembaca dan pemirsa menarik kesimpulan sendiri.
3. Format pesan
Format pesan yang dibuat komunikator harus mencolok. Bila
disiarkan melalui televisi maka semua elemen tersebut ditambah
dengan bahasa tubuh (isyarat non verbal) yang direncanakan.
4. Sumber pesan
Dampak pesan yang dirasakan oleh khalayak juga
dipengaruhi oleh penerimaan khalayak terhadap pengirim pesan.
Pesan-pesan yang berasal dari sumber terpercaya, lebih persuasif
sifatnya. Adapun tiga faktor yang mempengaruhi kredibilitas sumber
pesan, yaitu:
a. Keahlian (expertise): merupakan suatu pengetahuan khusus yang
nampak dimiliki oleh komunikator yang mendukung pesan yang
disampaikan.
28
b. Sifat terpercaya (trustworthiness), dihubungkan khalayak dengan
seberapa objektif dan jujurnya sumber tersebut menurut khalayak.
c. Sifat disukai (likeability) merupakan daya tarik sumber pesan di
mata khalayak.
2.2.3. Media Iklan
Media penyampai pesan memegang peranan penting dalam
proses komunikasi. Tanpa media, pesan tidak akan sampai pada
kelompok audiens yang diinginkan. Oleh karena itu, pemilihan media
yang tepat akan sangat menentukan apakah pesan yang ingin
disampaikan pada kelompok sasaran akan sampai atau tidak (Sutisna,
2003). Media periklanan meliputi segenap perangkat yang dapat
memuat atau membawa pesan-pesan penjualan kepada para calon
pembeli.
Lee (1999) menyatakan bahwa strategi media terdiri dari empat
kelompok kegiatan yang saling terkait. Kegiatan-kegiatan itu adalah:
(1) memilih khalayak sasaran, (2) merinci tujuan-tujuan media, (3)
memilih media dan sarana-sarananya, (4) pembelian media. Pemilihan
media yang tepat untuk berkampanye iklan dalam rangka membuat
pelanggan menjadi tahu, paham, menentukan sikap, hingga
melakukan pembelian adalah suatu langkah penting dalam kegiatan
kampanye periklanan. Untuk merencanakan pemilihan media, Lee
(1999) memaparkan lima aspek media harus berkontribusi pada
29
tujuan-tujuan periklanan. Aspek-aspek itu adalah jangkauan, frekuensi,
bobot, keberlanjutan, dan biaya.
Setiap media dan setiap sarana memiliki sekumpulan
karakteristik dan keunggulan yang unik. Para pengiklan berupaya
memilih media dan sarana yang karakteristiknya paling sesuai dengan
merek yang diiklankan dalam menjangkau khalayak sasaran dan
menyampaikan pesan yang dimaksud (Lee, 1999). Secara umum,
media yang tersedia dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok
(Jefkins, 1995).
Kelompok-kelompok tersebut adalah:
1. Media cetak, yaitu media statis yang mengutamakan pesan-pesan
dengan sejumlah kata, gambar, foto, baik dalam tata warna
maupun hitam putih. Bentuk-bentuk iklan dalam media cetak
biasanya berupa iklan baris, iklan display, suplemen, pariwara,
serta iklan layanan masyarakat. Contoh-contoh media iklan yang
termasuk dalam media cetak adalah surat kabar, majalah, tabloid.
2. Media elektronik, yaitu media dengan teknologi elektronik dan
hanya bisa digunakan bila terdapat jasa transmisi siaran. Bentuk-
bentuk iklan dalam media elektronik biasanya berupa sponsorship,
jingle, sandiwara, iklan partisipasi (disisipkan ditengah-tengah film
atau acara), serta pengumuman acara/film. Contoh-contoh media
30
iklan yang termasuk dalam media elektronik adalah televisi dan
radio.
3. Media luar ruang, yaitu media iklan (biasanya berukuran besar)
yang dipasang di tempat-tempat terbuka seperti di pinggir jalan, di
pusat keramaian, atau tempat-tempat khusus lainnya seperti pada
bis kota, gedung, pagar, tembok, dan lain sebagainya. Jenis-jenis
media luar ruang meliputi billboard, baliho, poster, spanduk, umbul-
umbul, serta balon raksasa.
Ketiga media di atas termasuk dalam kategori media iklan lini atas
atau above-the-line. Namun di luar pengelompokkan ketiga media
di atas, masih terdapat kelompok media lain yaitu:
4. Media lini bawah (below-the-line), yaitu media-media minor yang
digunakan untuk mengiklankan produk. Meskipun dianggap
menjadi media minor, namun iklan lini bawah juga memiliki peranan
penting dalam suatu kampanye periklanan. Hal ini disebabkan
karena media lini bawah dalam hal-hal tertentu bisa menjadi lebih
efektif, tergantung bentuk iklan dan kampanye yang hendak
dilakukan oleh pengiklan.
Satu pengiklan mungkin hanya menggunakan satu media
(misalkan televisi), dalam menjangkau khalayak sasaran ketika
diyakini bahwa konsentrasi ini akan memberikan dampak khusus.
Di sisi lain, satu pengiklan bisa menjangkau khalayak sasarannya
lewat pengembangan bauran media menjadi dua atau lebih media.
31
Sebuah bauran media menjadi masuk akal apabila pemakaian satu
media tidak dapat menjangkau khalayak sasaran dalam jumlah
yang memadai atau tidak dapat memberikan dampak maksimal
dalam pencapaian tujuan-tujuan media (Lee, 1999).
Shimp (2000) menyatakan meskipun pesan-pesan yang
efektif penting untuk periklanan yang sukses, pesan tersebut
menjadi tidak berarti jika media periklanan yang digunakan tidak
mampu mencapai khalayak sasaran yang dimaksud. Kreativitas-
kreativitas di dalam periklanan “tidak akan berguna sampai mereka
berada di tangan ahli strategi media”. Dengan kata lain, tim kreatif
dan spesialis media harus membentuk tim untuk merancang iklan
yang secara efektif dan efisien menyampaikan konsep merek yang
benar pada khalayak sasaran. Survey yang dilakukan oleh praktisi
periklanan menunjukkan bahwa pertimbangan yang paling penting
dalam menyeleksi media periklanan adalah kemampuannya untuk
mencapai khalayak khusus secara efektif.
Dalam perencanaan strategi media periklanan, ada empat
hal yang perlu diperhitungkan (Eka, 2001). Keempat hal tersebut
adalah: (1) kesesuaian media iklan dengan pasar sasaran, (2)
kesesuaian media iklan dengan produk, (3) kesesuaian media iklan
dengan isi pesan, dan yang terakhir (4) kesesuaian media iklan
dengan situasi pasar. Keempat hal ini turut menentukan
keberhasilan atau efektifitas suatu program periklanan.
32
2.2.4. Iklan Kartu AS (Versi Sule-Rianti-Smash) di Televisi
Dalam tayangan iklan kartu AS terbaru versi Snow White
yang dibintangi oleh Sule, Rianti Cartwright, dan Smash
menggunakan teknik komparasi dan kombinasi. Adegan dimulai
dengan setting drama ala kurcaci. Nampak seorang Putri yang
kesurupan karena “setan mahal”. Muncul si Sule yang berusaha
menenangkan para Kurcaci dan menyadarkan si Putri yang
kesurupan “setan mahal” dengan kartu AS.
Dalam tayangan iklan, kartu AS menyatakan bahwa
provider-nya merupakan provider yang paling murah
dibandingkan provider lain dengan tarif Rp 0/detik baik itu
pagi,siang atau pun malam dengan gratis Facebook dan
Chatting sepuasnya plus gratis ribuan SMS ke semua operator.
Sedangkan Rianti Cartwright yang dalam iklan berperan sebagai
seorang Peri, menunjukkan cara penggunaan produk untuk
program sepuasnya dengan mengetik *363*363#.
Di akhir tayangan iklan kartu AS, ada adegan di mana
salah satu anggota Smash menyindir provider XL yang
sebelumnya beriklan dengan versi Sadako (setan Jepang)
dengan slogan “Tante, salah lokasi yaa?”
(sumber: www.youtube.com 03/06/2011).
2.3. Merek / Brand33
Merek adalah nama dan atau simbol yang bersifat membedakan
(seperti sebuah logo, cap, atau kemasan) dengan maksud
mengidentifikasikan barang atau jasa dari seorang penjual tertentu, dengan
demikian membedakannya dari barang-barang dan jasa yang dihasilkan para
kompetitor (Aaker, David A, 1997: 9).
Brand is a word, term, symbol, or design or a combination of two or
more of these, used to identify a product or service of a seller, thus
differentiating the product or service from others. A Brand name has value to
both the owner of the name and the consumer. For the owner it helps to
stimulate buying, maintain prices, differentiate products or services, aid
promotional efforts, and maintain a corporate image. For the consumer, it
helps to assure him of quality, and offer him the security, and sometime the
prestige, associated with the brande product or service and its owner
(Encyclopedia Americana, 1989: 438).
Suatu merek pada gilirannya memberi tanda pada konsumen
mengenai sumber produk tersebut, kualitas produk, kelebihan-kelebihan
produk, dan melindungi konsumen mau pun produsen dari para pesaing yang
berusaha memberikan produk-produk yang tampak identik. Definisi tersebut
di atas menunjukkan begitu pentingnya arti dan keberadaan sebuah merek.
Merek menjadi sangat penting saat ini, karena beberapa faktor seperti:
1. Emosi konsumen terkadang turun naik. Merek mampu membuat janji
emosi menjadi konsisten dan stabil.
2. Merek mampu menembus setiap pagar budaya dan pasar. Bisa dilihat
bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima diseluruh dunia dan
34
budaya. Contoh yang paling fenomenal adalah Coca Cola yang berhasil
menjadi “Merek Mendunia (Global Brand)”, diterima dimana saja dan
kapan saja di seluruh dunia.
3. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek
yang kuat akan sanggup merubah perilaku konsumen.
4. Merek memudahkan proses pengambilan keputusan pembelian oleh
konsumen. Dengan adanya merek, konsumen dapat dengan mudah
membedakan produk yang akan dibelinya dengan produk lain sehubungan
dengan kualitas, kepuasan, kebanggaan atau pun atribut lain yang
melekat pada merek tersebut, sehingga konsumen bertahan tidak pindah
kepada merek lainnya alias “konsumen loyal”.
Dengan demikian, merek yang baik salah satunya dapat
membentuk loyalitas konsumen. Menurut Darmadi Durianto - Sugiarto -
Tony Sitinjak, (2001: 7) disamping memberi nilai bagi konsumen, merek
juga memberikan nilai bagi perusahaan khususnya dalam membentuk
loyalitas merek. Loyalitas merek yang telah diperkuat merupakan hal
penting dalam merespon inovasi yang dilakukan para pesaing. Merek
dapat memberikan kesan bahwa produk dibuat dengan berkualitas,
diyakinkan oleh loyalitas (seorang konsumen yang loyal tidak akan
menyukai produk yang kualitasnya rendah).
Aaker, David A mengungkapkan bahwa loyalitas merek menjadi
gagasan sentral dalam kegiatan pemasaran, yang merupakan ukuran
keterkaitan dan kedekatan konsumen kepada sebuah merek. Hal ini
menggambarkan bahwa seorang konsumen sangat enggan beralih ke
merek lain, terutama jika merek tersebut memberikan nilai atribut yang
35
menjanjikan terbaik bagi konsumennya. Jika loyalitas merek meningkat,
kerentanan konsumen dari serangan pesaing perusahaan dapat
diminimalisir. Hal ini menjadi suatu indikator bagi perusahaan bahwa
loyalitas merek terkait bagi peningkatan penjualan, dengan harapan
pangsa pasar meningkat pula dan akhirnya laba masa depan diperoleh
dengan besar.
Lebih lanjut, Asto Sunusubroto dari Mars (artikel sajian utama,
SWA, September-Oktober, 2003: 39) menjelaskan bahwa loyalitas merek
dapat dibentuk dari beberapa elemen yang berperan yaitu 1) nilai relatif
terhadap persaingan yang melahirkan citra serta kualitas suatu produk
sehingga membuat konsumen puas dan akhirnya loyal, 2) rintangan untuk
berpindah merek (barrier to swich) , artinya konsumen enggan beralih
sebab jika pindah atau beralih merek akan membayar mahal, 3)
karakteristik konsumen, yang berarti setiap konsumen memiliki karakter
tertentu, termasuk jikalau pun mereka puas terhadap suatu merek produk
tetapi senang untuk berpindah atau beralih merek lainnya karena gemar
untuk mencoba sesuatu yang baru dan berbeda, namun ada konsumen
sebaliknya berbeda, 4) Akibat persaingan pasar, sebagai ilustrasi adanya
loyalitas monopoli yang sangat terkait dengan monopoli dari perusahaan
yang menyebabkan akan tidak adanya konsumen yang memungkinkan
beralih karena tidak adanya ragam pilihan dari pihak pesaing, begitu
halnya terjadi pada tipe perubahan biaya loyalitas (‘cost of change
loyalty’), loyalitas konsumen bergeser setelah berhadapan dengan
tawaran produk pesaing yang memiliki harga lebih rendah.
36
Aaker, David A (1997: 57) mengungkapkan bahwa ada 5 tingkatan
loyalitas merek yang mewakili tantangan yang berbeda bagi strategi dan
program pemasaran yang akan dilakukan, yaitu pertama berada pada
tingkat pembeli tidak loyal dan sama sekali tidak tertarik pada merek
tersebut, kedua berada pada tingkatan pembeli puas dengan merek
produk tersebut, dan kemungkinan untuk beralih pada merek lain enggan,
ketiga berada pada tingkatan konsumen puas namun memikul beban
biaya peralihan yang terkait dengan waktu, uang dan resiko kinerja
berkenaan dengan tindakan jika beralih merek, keempat berada pada
tingkat sungguh-sungguh menyukai merek dan menganggap merek
sebagai sahabat, dan kelima tingkat tertinggi merupakan para pelanggan
setia dengan komitmen tinggi yang berarti konsumen memiliki
kebanggaan dalam menemukan atau menjadi pengguna suatu merek.
2.3.1. Persepsi Kualitas Merek (Brand Perceived Quality)
Persepsi kualitas merek pada suatu produk atau jasa dapat
menentukan nilai dari produk atau jasa tersebut, berpengaruh secara
langsung kepada keputusan pembelian konsumen, dan menciptakan
loyalitas merek. Jika persepsi pelanggan atas kualitas merek suatu
produk/jasa negatif, maka dapat diramalkan produk/jasa tidak akan
disukai dan tidak akan bertahan lama di pasar. Sebaliknya, jika
persepsi pelanggan positif, produk/jasa akan disukai dan konsumen
puas hingga diharapkan setia atau loyal. Kualitas merek pada suatu
produk/jasa dapat didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap
37
keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk/jasa berkaitan
dengan apa yang diharapkan oleh pelanggan (Sugiarto Dkk, 2001: 96).
Persepsi pelanggan atas kualitas merek pada produk/jasa akan
melibatkan apa yang penting bagi pelanggan karena setiap pelanggan
memiliki kepentingan (yang diukur secara relatif) yang berbeda-beda
terhadap suatu produk/jasa. Dapat dikatakan bahwa membahas
kualitas merek pada suatu produk/jasa berarti akan membahas
keterlibatan dan kepentingan pelanggan. Kualitas merek untuk jasa
layanan melibatkan dimensi kualitas jasa seperti waktu tunggu, saat
check out, keramahan petugas, kenyamanan ruangan dan lainnya.
Mengingat kepentingan dan keterlibatan pelanggan berbeda-beda,
kualitas merek suatu jasa perlu dinilai berdasarkan sekumpulan kriteria
yangberbeda (Sugiarto Dkk, 2001: 97).
Kualitas merek pada usaha jasa yang tinggi berarti melebihi
harapan pelanggan yang diciptakan oleh kinerja jasa yang ada.
Kualitas atas usaha jasa mencerminkan perasaan pelanggan secara
menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk memahami kualitas merek
suatu jasa diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait
dengan karakteristik jasa. Dimensi kualitas untuk konteks jasa serupa
tetapi tak sama dengan dimensi konteks produk. Dimensi Kinerja
dalam konteks produk berkaitan dengan dimensi kompetensi personal
dalam bidang jasa (Sugiarto Dkk, 2001: 98).
Dimensi tak berwujud sama dengan dimensi hasil akhir dalam
konteks produk yang nilai pentingnya terletak pada peranannya dalam
memberikan indikasi kompetensi. Dimensi kualitas dalam konteks jasa
38
mempunyai pengertian yang berbeda dengan konteks produk karena
dalam konteks jasa melibatkan banyak orang. Pada umumnya yang
sering digunakan sebagai dimensi dalam konteks jasa adalah: bentuk
fisik, kompetensi, keandalan, tanggung jawab, dan empati. Berbagai
dimensi ini menjadi inti dalam interaksi antara pelanggan dan pemasar
bidang jasa (Sugiarto, 2001: 98).
Secara umum kualitas merek dapat menghasilkan nilai-nilai
sebagai berikut:
Alasan untuk membeli
Keterbatasan informasi, uang dan waktu membuat
keputusan pembelian seorang pelanggan sangat dipengaruhi
oleh kualitas suatu merek yang ada di benak konsumen,
sehingga sering kali alasan keputusan pembeliannya hanya
didasarkan kepada kualitas merek dari produk/jasa yang akan
dibelinya.
Differensiasi atau posisi dan Harga Utama (Premium Price)
Salah satu keuntungan dari persepsi kualitas adalah
memberikan ruang pilihan dalam menentukan harga utama.
Harga utama dapat meningkatkan laba yang secara langsung
dapat meningkatkan profitabilitas. Jika harga berperan sebagai
pengarah kualitas maka harga utama cenderung memperkuat
kualitas merek. Peningkatan laba dapat menjadi sumber daya
dalam reinvestasi merek tersebut.
Sumber daya ini dapat digunakan dalam berbagai upaya
membangun merek seperti menguatkan dan meningkatkan kesadaran
39
konsumen, menguatkan asosiasi, dan semua aktivitas departemen
pengembang untuk meningkatkan kualitas produk yang mengarah ke
penguatan persepsi atas kualitas merek. Sebagai kompensasi dari
harga utama adalah keunggulan-keunggulan dari produk/merek.
Nilai tambah ini akan menghasilkan basis pelanggan yang lebih
besar dengan loyalitas merek yang lebih tinggi disamping banyak lagi
program pemasaran yang efektif dan efisien. Pada gilirannya, kualitas
merek dapat meningkatkan tingkat pengembalian investasi sejalan
dengan pengembangan dan perluasan merek yang inovatif yang dapat
memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggannya.
Perluasan saluran distribusi
Kualitas merek mempunyai arti penting bagi para
pengecer, distributor, dan saluran distribusi lainnya. Para
pengecer dan distributor akan termotivasi untuk menjadi
penyalur produk/merek dengan kualitas merek yang tinggi, yang
berarti dapat semakin memperluas distribusi dari merek produk
tersebut. Secara umum, para distributor mempunyai
perhitungan bisnis dalam mendistribusikan merek yang memiliki
kualitas tinggi. Di pihak lain konsumen sangat berminat untuk
membeli produk yang memiliki kualitas merek kuat sehingga
secara umum saluran distribusi dimotivasi untuk menyalurkan
merek-merek produk yang memiliki kualitas merek kuat.
Perluasan merek
Suatu merek pada suatu produk/jasa persepsi kualitas
kuat dapat dieksploitasi ke arah perluasan merek. Merek
40
dengan kualitas kuat dapat digunakan untuk memperkenalkan
kategori produk/jasa baru, yang beraneka macam. Produk/jasa
dengan kualitas kuat akan mempunyai kemungkinan sukses
yang lebih besar dibandingkan dengan merek yang kualitasnya
lemah, sehingga perluasan produk dari merek dengan kualitas
yang kuat memungkinkan perolehan pangsa pasar yang lebih
besar lagi. Dalam hal ini kualitas merek merupakan jaminan
yang signifikan atas perluasan-perluasan merek tersebut.
Aaker, David A. (1997) mengungkapkan bahwa kualitas merek
dapat dibangun melalui:
Adanya Komitmen terhadap Kualitas
Perusahaan harus mempunyai komitmen terhadap
kualitas serta memelihara kualitas secara terus menerus. Upaya
memelihara kualitas bukan hanya basa-basi tetapi tercermin
dalam tindakan tanpa kompromi.
Adanya Budaya Kualitas
Komitmen kualitas harus terefleksi dalam budaya
perusahaan, norma perilakunya, dan nilai-nilainya. Jika
perusahaan dihadapkan kepada pilihan kualitas dan biaya maka
kualitas yang harus dimenangkan.
Adanya Informasi Masukan dari Pelanggan
Pada akhirnya dalam membangun kualitas merek,
pelanggan lah yang mendefinisikan kualitas. Sering kali para
pimpinan keliru dalam memperkirakan apa yang dianggap
41
penting oleh pelanggan. Untuk kartu kredit, misalnya para
manajer memperkirakan bahwa kemudahan memperoleh kartu
kredit adalah yang paling penting bagi pelanggan, padahal bagi
pelanggan keamanan dan jaminan terhadap kartu hilang adalah
yang terpenting. Untuk itulah perusahaan perlu secara
berkesinambungan melakukan riset terhadap pelanggannya
sehingga diperoleh informasi yang akurat, relevan dan terkini.
Adanya Sasaran/Standar yang Jelas
Sasaran kualitas harus jelas dan tidak terlalu umum
karena sasaran kualitas yang terlalu umum cenderung menjadi
tidak bermanfaat. Kualitas juga harus memiliki standar yang
jelas, dapat dipahami dan diprioritaskan. Terlalu banyak sasaran
tanpa prioritas sama saja dengan tidak mempunyai sasaran
yang fokus yang pada akhirnya akan membahayakan
kelangsungan perusahaan itu sendiri.
Kembangkan karyawan yang berinisiatif
Karyawan harus dimotivasi dan dizinkan untuk berinisiatif
serta dilibatkan dalam mencari solusi masalah yang dihadapi
dengan pemikiran yang kreatif dan inovatif. Karyawan juga
secara aktif dilibatkan dalam pengendalian kualitas layanan.
2.3.2. Loyalitas Merek (Brand Loyalty)
Aaker (1997: 56) mendefinisikan loyalitas merek (brand loyalty)
sebagai suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek.
Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya
42
seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika
pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut
harga maupun atribut lain. Loyalitas merek dapat menjadi aset
strategis bagi perusahaan dengan pengelolaan dan pemanfaatan yang
benar.
Berikut adalah beberapa potensi yang dapat diberikan oleh
loyalitas merek kepada perusahaan:
1. Mengurangi biaya pemasaran.
Dalam kaitannya dengan biaya pemasaran, akan lebih murah
mempertahankan pelanggan dibandingkan dengan upaya untuk
mendapatkan pelanggan baru. Jadi, biaya pemasaran akan mengecil
jika loyalitas merek meningkat. Ciri yang paling nampak dari jenis
pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya
murah.
2. Meningkatkan perdagangan.
Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan
peningkatan perdagangan atau pangsa pasar dan memperkuat
keyakinan perantara pemasaran. Dapat disimpulkan bahwa pembeli
dalam membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka
selama ini.
3. Menarik minat pelanggan baru.
Banyaknya pelanggan suatu merek yang merasa puas dan suka
pada merek akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon pelanggan
lain untuk mengkonsumsi merek tersebut terutama jika pembelian yang
mereka lakukan mengandung resiko tinggi. Di samping itu, pelanggan
43
yang puas umumnya akan merekomendasikan merek tersebut kepada
orang yang dekat dengannya sehingga akan menarik pelanggan baru.
4. Memberi waktu untuk merespon ancaman pelanggan.
Loyalitas merek akan memberikan waktu pada sebuah
perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing
mengembangkan produk yang unggul, pelanggan yang loyal akan
memberikan waktu pada perusahaan tersebut untuk memperbaharui
produknya dengan cara menyesuaikan atau menetralisasikannya.
Beberapa tingkatan loyalitas merek masing-masing
tingkatannya menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi
sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan. Adapun tingkatan loyalitas
merek tersebut adalah sebagai berikut (Aaker, 1997: 58):
Pembeli Berpindah.
Pelanggan yang berada pada tingkat loyalitas ini
dikatakan sebagai pelanggan yang berada pada tingkat paling
dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan
pembeliannya dari suatu merek ke merek-merek yang lain
mengindikasikan mereka sebagai pembeli yang sama sekali
tidak loyal atau tidak tertarik pada merek tersebut. Pada
tingkatan ini merek apapun mereka anggap memadai serta
memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan
pembelian. Ciri yang paling nampak dari jenis pelanggan ini
adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah.
Pembeli Biasa.
44
Pembeli yang berada dalam tingkat loyalitas ini dapat
dikategorikan sebagai pembeli yang puas dengan merek produk
yang dikonsumsinya atau setidaknya mereka tidak mengalami
ketidakpuasan dalam mengkonsumsi merek produk tersebut.
Pada tingkatan ini pada dasarnya tidak didapati alasan yang
cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek
produk yang lain atau berpindah merek terutama jika peralihan
tersebut memerlukan usaha, biaya maupun berbagai
pengorbanan lain. Dapat disimpulkan bahwa pembeli ini dalam
membeli suatu merek didasarkan atas kebiasaan mereka
selama ini.
Pembeli Puas.
Pada tingkatan ini, pembeli merek masuk dalam kategori
puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut, meskipun
mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke merek
lain dengan menanggung biaya peralihan yang terkait dengan
waktu, uang atau risiko kinerja yang melekat dengan tindakan
mereka beralih merek. Untuk dapat menarik minat para pembeli
yang masuk dalam tingkat loyalitas ini maka para pesaing perlu
mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung oleh pembeli
yang masuk dalam kategori ini dengan menawarkan berbagai
manfaat yang cukup besar sebagai kompensasinya.
Pembeli Suka Merek
Pembeli yang masuk dalam kategori loyalitas ini
merupakan pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek
45
tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang
terkait pada merek. Rasa suka pembeli bisa saja didasari oleh
asosiasi yang terkait dengan simbol, rangkaian pengalaman
dalam penggunaan sebelumnya baik yang dialami pribadi
maupun oleh kerabatnya ataupun disebabkan oleh perceived
quality yang tinggi. Meskipun demikian seringkali rasa suka ini
merupakan suatu perasaan yang sulit diidentifikasi dan
ditelusuri dengan cermat untuk dikategorikan ke dalam sesuatu
yang spesifik.
Pembeli Komit
Pada tahapan ini pembeli merupakan pelanggan yang
setia. Mereka memiliki suatu kebanggan sebagai pengguna
suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting
bagi mereka dipandang dari segi fungsinya maupun sebagai
suatu ekspresi mengenai siapa sebenarnya. Pada tingkatan ini,
salah satu aktualisasi loyalitas pembeli ditunjukkan oleh
tindakan merekomendasikan dan mempromosikan merek
tersebut kepada pihak lain.
Tiap tingkatan loyalitas merek mewakili tantangan
pemasaran yang berbeda dan juga mewakili tipe aset yang
berbeda dalam pengelolaan dan eksploitasinya. Tampilan
piramida loyalitas secara umum dapat dilihat dalam gambar
piramida loyalitas sebagai berikut:
46
Gambar 2.3.2.1 Piramida Loyalitas Merek Secara Umum
Gambar Piramida loyalitas tersebut memperlihatkan
bahwa bagi merek yang belum memiliki loyalitas merek yang
kuat, porsi terbesar dari konsumennya berada pada tingkatan
Pembeli Berpindah. Selanjutnya, porsi terbesar kedua ditempati
oleh konsumen yang berada pada taraf Pembeli Kebiasaan,
hingga porsi terkecil ditempati oleh Pembeli Komit.
Merek yang memiliki loyalitas kuat, diharapkan
membentuk segitiga terbalik. Maksudnya makin ke atas makin
melebar sehingga diperoleh jumlah Pembeli Komit yang lebih
besar daripada Pembeli Berpindah seperti tampak pada gambar
berikut:
47
Gambar 2.3.2.2. Piramida Loyalitas Merek dengan
Loyalitas Kuat
Tingkat kesetiaan setiap konsumen bervariasi tergantung
dari tipe atau jenis konsumen, yang dapat dilihat dari 8 tahapan
berikut (artikel sajian utama SWA, September – Oktober 2003),
yaitu:
1. Pencarian Informasi (Susfect). Pada tahap ini, konsumen
sedang mencari informasi terhadap merek tersebut, apakah
merek suatu produk tersebut sesuai dengan kebutuhannnya.
2. Pembelajaran/Pengetahuan awal (Prosfect). Tahap ini
menggambarkan konsumen telah mempelajari beberapa atribut
yang terkandung dalam dalam suatu merek tersebut, dan
ternyata menjadi sesuatu yang mungkin bermanfaat bagi
konsumen.
3. Percobaan Pembelian (First Time Customer). Tahap ini
mencerminkan konsumen mencoba beraksi untuk membeli dan
memakai produk tersebut untuk pertama kalinya.
4. Pembelian Ulang (Repeat Customer). Tahap setelah mencoba
menggunakan pertama dan menemukan sesuatu yang
48
bermanfaat dan berkualitas atas merek produk tersebut,
konsumen melakukan pembelian ulang.
5. Pelanggan (Client). Tahap berikutnya kepada tahap ikatan
saling membutuhkan, apa yang dinamakan dengan pelanggan,
yang diharapkan puas.
6. Keanggotaan Setia (Member). Tahap yang lebih mendalam
yang sangat terkait dengan ikatan lebih emosional untuk setia
mencoba untuk tidak beralih, namun ada kemungkinan beralih.
7. Pembelaan (Advocates). Tahap menyuarakan dan membela
merek suatu produk di depan publik.
8. Pemilikan (Partner). Tahap ini mencerminkan konsumen sudah
merasakan sebagai pemilik yang sangat kuat untuk tidak beralih
kepada merek lainnya.
Jika dilihat dari 8 tahapan tersebut, perusahaan sudah
harus mampu dan banyak memperhatikan konsumennya sejak
dari tahapan Pembelian Ulang agar konsumen cenderung
menjadi Loyal/Komit yaitu berada pada tingkat derajat kesetiaan
sangat tinggi.
2.4. Hubungan Antar Variabel
Menurut Cobb-Walgren (1995), efektivitas iklan mampu memberi
kontribusi terhadap loyalitas merek bila tersimpan dalam accessible memory.
Pada akhirnya iklan akan mempengaruhi ekuitas merek, dan ekuitas merek
yang kuat akan menyebabkan konsumen menempatkan merek tersebut
49
dalam preferensinya, serta meningkatkan probabilitas penempatan merek
dalam evoked set-nya.
Iklan merupakan salah satu bentuk utama dari komunikasi impersonal
yang digunakan oleh perusahaan layanan, dengan tujuan untuk membangun
kesadaran akan pentingnya layanan, menambah pengetahuan pelanggan
dalam membeli dan membedakan suatu layanan dengan layanan lain yang
ditawarkan (George dan Belch, 2001).
Segoro dan Limakrisna (2007) dalam penelitiannya yang berjudul
“pengaruh kebijakan tarif, iklan, dan proses pelayanan terhadap loyalitas
pelanggan Telkom Flexi Pasca bayar (suatu studi pada plasa telkom kantor
daerah telekomunikasi bandung) menyimpulkan iklan berpengaruh terhadap
loyalitas pelanggan Telkom Flexi Pascabayar.
2.5. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan peneliti sampai melalui data yang terkumpul. Berdasarkan teori
yang ada, maka dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
H1 : Kualitas endorser berpengaruh signifikan pada efektivitas iklan.
H2 : Daya tarik pesan iklan berpengaruh signifikan pada efektivitas iklan.
H3 : Derajat ketepatan pemilihan media iklan berpengaruh signifikan pada
efektivitas iklan.
H4 : Efektivitas iklan berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
50
Pesan iklan
2.6. Kerangka Pemikiran Teoritis
Berdasarkan kerangka teoritis dan hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini, maka dikembangkan model sebagai kerangka pemikiran teoritis
dari penelitian seperti pada gambar dibawah ini:
51
Endorser
Media iklan
Efektivitas iklan
Loyalitas pelanggan