Download - Muhammad Rayhan p2da13002
TUGAS TERSTRUKTUR
PERENCANAAN DAN AGROINDUSTRI PETERNAK
“ Perencanaan Itik Pedaging Bruno Animal Duck Farm dengan Populasi per
tahun 240.000 Ekor selama 10 tahun”
Oleh
MUHAMMAD RAYHAN
P2DA13002
KEMENTRIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
MAGISTER ILMU PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
PURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan sektor peternakan bertujuan antara lain untuk meningkatkan
pendapatan peternak melalui peningkatan populasi hasil ternak, guna mencukupi
kebutuhan akan pangan yang bergizi terutama protein hewani dan dalam usaha
penghematan devisa negara, penyediaan lapangan pekerjaan dan usaha dalam
rangka pengentasan kemiskinan dengan memperhatikan azas kelestarian.
Berbagai usaha komoditi ternak besar maupun ternak kecil tengah
digalakkan oleh pemerintah guna memenuhi swasembada daging tahun 2014. Hal
ini sangat memungkinkan karena Bogor memiliki potensi perternakan yang cukup
besar. Sumber daya alam akan ketersediaan pakan ternak berbahan baku hasil
pertanian seperti jagung dan bekatul padi sangat mencukupi bahkan melimpah
untuk usaha peternakan, baik yang diusahakan secara tradisional maupun modern.
Konsumsi daging di daerah Bogor umumnya berasal dari daging sapi.
Pada saat ini peningkatan permintaan daging belum dapat diimbangi oleh laju
peningkatan produksi, sehingga masih diperlukan impor daging. Impor daging
ini terutama diperlukan untuk memenuhi permintaan konsumen, hotel atau
restoran yang membutuhkan daging bermutu baik. Oleh karena itu perlu dicari
penghasil daging selain ternak ruminansia besar sebagai alternatif untuk
mempercepat upaya peningkatan produksi daging, baik untuk mengurangi
impor daging maupun sebagai konsumsi masyarakat untuk peningkatan gizi.
Salah satu alternative yang dapat ditempuh adalah dengan jalan
diversifikasi produk yaitu pemanfaatan produk-produk unggas, baik unggas yang
sudah populer (ayam ras dan buras) maupun unggas lainnya (itik dan entok).
Ternak itik sebagai salah satu sumber protein hewani memang patut
dipertimbangkan.
Meningkatnya kesadaran masyarakat pentingnya akan hidup sehat, di
negara maju yang penduduknya sebagian besar menghindari konsumsi daging
dengan kandungan lemak tinggi, telah membawa perubahan terhadap pola
konsumsi daging unggas dari ayam ras ke daging itik, sehingga mendorong
meningkatkan permintaan daging itik.
Berternak itik juga memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan ternak
unggass yang lainnya, dimana tubuh itik lebih tahan terhadap penyakit sehingga
pemeliharaannya mudah dan kurang mengandung resiko, serta daging itik rasanya
lebih gurih dibanding daging ayam. Selain itu juga, itik memiliki efisiensi dalam
mengubah pakan menjadi daging yang baik
Bogor dapat dikatakan belum menjadikan itik sebagai moditas ternak
unggulan penghasil daging meskipun berada di Provinsi Jawa Barat yang
merupakan sentra itik terbesar. Berdasarkan data Disnakan Kabupaten Bogor
(2011), produksi daging itik di Kabupaten Bogor menunjukan angka yang masih
rendah dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya.
Produksi daging itik di Bogor yang rendah menyebabkan kontribusi
daging itik hadap produksi daging Kabupaten Bogor juga rendah. Pada tahun
2009 poduksi daging itik di Bogor sebesar 83,721 ton dengan kontribusi besar 0,1
persen terhadap produksi daging di Kabupaten Bogor. Pada tahun 10 mengalami
peningkatan produksi daging menjadi 85,462 ton namun kontribusi terhadap
produksi daging Kabupaten Bogor justru turun menjadi hanya 9 persen dengan
harga itik Rp 20.000 – 30.000 per ekor, sedangkan penetapan harga berdasarkan
bobot, yaitu Rp 30.000 per kg, dimana bobot rata-rata itik per ekor berumur 2
bulan adalah 1,3 kg.
Jumlah produksi daging itik di Kabupaten Bogor jauh lebih rendah
dibandingkan dengan produksi daging ternak lainnya seperti sapi, kambing,
domba, dan ayam.
Tabel Produksi dan Kontribusi Daging Ternak di Kabupaten Bogor Tahun
2009 – 2010
no Jenis
Daging
2009
(ton)
Kontribusi
(%)
2010
(ton)
Kontribusi
(%)
1 Sapi 11.153.409 12,75 10.790.992 11,39
2 Kerbau 238.800 0,27 262.268 0,28
3 Kambing 796.475 0,91 869.807 0,92
4 Domba 2.700.532 3,09 3.183.134 3,36
5 Ayam Ras 71.540.084 81,81 78.340.100 82,68
6 Ayam Buras 934.193 1,07 1.220.336 1,29
7 Itik 83.721 0,10 85.462 0,09
jumlah 87.447.214 100,00 94.752.099 100,00
sumber: Disnakan Kabupaten Bogor 2011
Kebutuhan konsumsi daging dalam negeri terus mengalami peningkatan
dari tahun ke tahun maka perlu dilakukan analisis usaha itik pedaging dengan
populasi 240.000 ekor itik selama 10 tahun.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui analisis data dalam usaha itik pedaging
2. Untuk mendapatkan berbagai informasi dalam menganalisi data
peternakan
1.3. Manfaat
Manfaat dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dapat mengetahui perencanaan usaha itik pedaging dalam
kewirausahaan
2. Mahasiswa mampu menganalisis data dalam usaha itik pedaging
3. Mendapatkan berbagai informasi dalam menganalisis data peternakan
II. LINGKUNGAN USAHA PETERNAKAN
2.1. Faktor makro
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah di Jawa Barat yang
berbatasan langsung dengan DKI Jakarta yang secara geografis terletak
antara 6’19° - 6’47° lintang selatan dan 106° 1'-107° 103' bujur timur,
dengan luas sekitar 2.301,95 km2. Secara administratif batas-batas wilayah
Kabupaten Bogor adalah seperti pada gambar.
a) Sebelah utara : Kota Depok
b) Sebelah barat : Kabupaten Lebak
c) Sebelah barat daya : Kabupaten Tangerang
d) Sebelah timur : Kabupaten Purwakarta
e) Sebelah timur laut : Kabupaten Bekasi
f) Sebelah selatan : Kabupaten Sukabumi
g) Sebelah tenggara : Kabupaten Cianjur
Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan dan 428 desa/kelurahan. Hampir
sebagian besar desa di Kabupaten Bogor sudah terklasifikasi sebagai desa
swakarya yakni 237 desa dan 191 desa merupakan desa swasembada, Kabupaten
Bogor tidak memiliki desa swadaya.
Gambar Peta lokasi Kabupaten Bogor
Dari 40 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Bogor ada dua kecamatan
yang di jadikan sebagai lokasi kajian yaitu Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan
Leuwiliang. Kedua kecamatan ini merupakan kecamatan yang berbatasan antara
keduanya. Adapun secara batas-batas wilayah kedua kecamatan tersebut adalah
sebagai berikut :
Batas-batas wilayah Kecamatan Pamijahan :
a) Sebelah utara : Kecamatan Leuwiliang dan Cibungbulang
b) Sebelah barat : Kecamatan Leuwiliang dan Nanggung
c) Sebelah timur : Kecamatan Tenjolaya
d) Sebelah selatan : Kabupaten Sukabumi
Batas-batas Kecamatan Leuwiliang :
a) Sebelah utara : Kecamatan Cibungbulang
b) Sebelah barat : Kecamatan Leuwisadeng dan Nanggung
c) Sebelah timur : Kecamatan Ciampea
d) Sebelah selatan : Kecamatan Pamijahan
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang identik dengan sektor pertanian.
Topografi wilayah Kabupaten Bogor sangat bervariasi, yaitu berupa daerah
pegunungan di bagian selatan hingga daerah dataran rendah di sebelah utara,
daerah dataran rendah industri di sebelah timur dan daerah pegunungan,
perkebunan dan pertanian di sebelah barat. Fungsi lahan di Kabupaten Bogor
tidak hanya di jadikan sebagai pemukiman dan industri, tetapi juga masih banyak
potensi lahan yang digunakan untuk pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan
dan kehutanan. Umumnya struktur tanah di wilayah Kabupaten Bogor terdiri dari
tanah regosol dan tanah latosol dengan curah hujan antara 2500 sampai 5000 mm
per tahun.
Di Kabupaten Bogor terdapat enam Daerah Aliran Sungai (DAS) besar
yang memiliki cabang-cabang yang sangat banyak hingga 339 cabang, yaitu
meliputi Daerah Aliran Sungai Cisadane, DAS Ciliwung, DAS Cidurian, DAS
Cimanceuri, DAS Angke dan DAS Citarum. Mata pencaharian sebagian besar
masyarakat di Kabupaten Bogor masih menggantungkan diri pada sektor
pertanian sebagai sumber mata pencaharian utama setelah perdagangan
Kabupaten Bogor memiliki potensi sumberdaya alam pertanian yang besar dan
beragam, jika dikembangkan akan menjadi sebuah kekuatan untuk membangun
masyarakat dalam rangka menanggulangi kemiskinan.
Potensi sumberdaya alam pertanian yang tampak terlihat di Kabupaten
Bogor amatlah banyak diantaranya potensi pertanian untuk pengembangan padi
sawah, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Dari potensi yang ada
dan memiliki berbagai keunggulan yang khas jika dimanfaatkan dan dikelola
dengan profesional akan dapat membantu pemerintah dalam program
penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Bogor. Potensi ini dapat kita lihat pada
luasan lahan pertanian di Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki luas
lahan pertanian sebesar 149.748 Ha, luasan ini masih lebih luas jika dibandingkan
dengan luasan lahan di Kabupaten bogor untuk peruntukan yang lain seperti
perikanan, perkebunan kehutanan dan lainnya. Secara umum dapat dilihat pada
Tabel berikut.
Tabel Potensi Sumberdaya Alam Pertanian di Kabupaten Bogor
Potensi Luas (Ha)
Pertanian 149.748
Perkebunan 29.857,89
Kehutanan 108.033,69
Lainnya 29.462,43
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008
Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang tidak dapat
dilupakan, karena peternakan merupakan sumber protein hewani yang sangat
berguna bagi kehidupan manusia terutama bagi anak-anak yang akan
mempengaruhi tingkat kecerdasan. Melihat kondisi tersebut maka peternakan itik
ini dibangun berdasarkan faktor faktor tersebut, dengan populasi 240.000 pertahun
pada perusahaan Bruno Animal Duck farm.
2.2. Faktor mikro
Itik yang dibesarkan menjadi itik pedaging dalam konteks usaha ini adalah
khusus DOD jantan, dalam hal ini masa pemeliharaan berkisar 2 bulan, artinya
umur itik belum begitu tua dimana dagingnya relatif terasa empuk dan berbeda
dengan itik afkir yang dapat mencapai umur ±1 tahun, dimana dagingnya sudah
liat. Tujuan dari usaha ini untuk menghasilkan daging yang tidak alot dan karena
masa pemeliharaanya lebih singkat dibanding umur itik petelur, diharapkan
menghasilkan keuntungan yang besar. Itik pedaging yang sudah berumur 2 bulan
memiliki bobot ± 1,3 kg per ekor, kemudian dijual dalam bentuk hidup atau juga
dipotong terlebih dahulu menjadi karakas.
Berbeda dengan usaha pembibitan, pada usaha pembesaran ini
memerlukan lahan yang relatif luas untuk kandang-kandang itik. Untuk skala
usaha yang cukup besar (skala menengah) dapat dilakukan sistem pola
pemeliharaan, dimana dibuat beberapa paket pemeliharaan, sehingga akan
diperoleh masa panen yang rutin reguler. Pada pembesaran itik pedaging sistem
pola pemeliharaan dapat diatur sedemikian rupa setiap bulan panen, sehingga
memerlukan jumlah itik yang lebih besar.
Berdasarkan pengamatan di Peternak , terdapat pengusaha itik pedaging
yang menggunakan sistem pola ternak, dimana sekumpulan populasi sejumlah ±
10.000 ekor dihitung dalam satu paket dan dalam satu siklus pemeliharaan (2
bulan) terdapat 4 paket sejumlah 40.000 ekor. Apabila dilakukan berulang tiap
bulan, maka dalam satu tahun akan memelihara 240.000 ekor itik. Pada skala
usaha ini dengan populasi 10.000 ekor sudah ditangani dengan tatalaksana
budidaya yang baik dan melibatkan jumlah tenaga kerja yang lebih banyak.
Kebutuhan tenaga kerja dalam budidaya itik pedaging, akan disesuaikan
dengan jenis pekerjaan dan skala usaha. Pada skala usaha mikro atau jumlah
populasi itik dibawah 4.000 ekor sebagai patokan cukup dikerjakan oleh satu
orang dan apabila jumlah populasi itik lebih dari 4.000 ekor perlu beberapa tenaga
kerja yang menangani. Penambahan jumlah tenaga kerja pada jumlah populasi
besar dapat mengikuti kelipatan 4.000 ekor populasi per orang tenaga kerja, jadi
apabila jumlah populasi mencapai 6.000-10.000 ekor perlu tenaga kerja 2 orang
dan seterusnya. Sedangkan beberapa pekerjaan yang harus dilakukan oleh
peternak itik pedaging, diantaranya adalah : 1) pemberian pakan; 2) pemberian
obat- obatan; 3) pembersihan kandang; dan 4) penjualan. Usaha budidaya
pembesaran itik pedaging jantan peralatan dan perlengkapan yang digunakan
dikelompokan menurut tahap kegiatannya, adalah:
Bangunan Kandang
Bangunan kandang dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu ; bangunan
untuk itik DOD/starter, kandang pembesaran, kandang isolasi (itik sakit),
tempat pembakaran itik mati, gudang pakan, peralatan dan obat. Konstruksi
bangunan dapat dibuat dari bahan yang ekonomis, kuat, mudah dibersihkan
dan ternak terhindar dari kecelakaan. Tata letak bangunan untuk kantor, mess
karyawan maupun kandang harus terpisah, dan untuk kandang isolasi harus ditata
supaya aliran air limbah tidak menimbulkan pencemaran penyakit.
a) Kandang Starter
DOD/bibit itik umur 1 – 4 minggu ditempatkan dalam kandang
berbentuk Boks. Kandang jenis ini dapat terbuat dari papan atau bambu
dengan lantai dari kawat kasa atau dari anyaman bambu dengan jarak
anyaman 1-1,5 cm, sehingga pada jarak tersebut kaki itik tidak
terperosok dan kotoran itik langsung dapat jatuh kebawah. Masa
pemeliharaan yaitu antara 1 – 21 hari (1 – 3 minggu). Setiap 1 m2
kandang boks akan mampu menampung DOD sebanyak 50 – 75 ekor
ekor. Contoh kandang Starter dapat dilihat pada Gambar.
Gambar Contoh Kandang Starter
b) Kandang Finisher
Kandang untuk fase finisher menggunakan sistem ranch yaitu
model kandang yang sebagian diberi atap dan sebagian lagi dibiarkan
terbuka dan hanya dibatasi pagar sekelilingnya. Sementara ruang yang
tertutup atap dengan ruang yang terbuka perlu diberi pagar pemisah serta
pintu yang dapat dibuka atau ditutup. Pada ruang yang tertutup atap
disekat-sekat lagi, begitu juga pada ruang yang terbuka, hal ini dilakukan
untuk memisahkan itik berdasarkan kelompok umur. Untuk finisher
menggunakan tingkat kepadatan kandang dapat memuat DOD sekitar 8 –
12 ekor per meter. Budidaya itik pedaging dapat dilakukan pemanenan
tiap bulan yaitu dengan menggunakan model kandang sistem estafet. Jika
pemeliharaan satu siklus produksi sebanyak 40.000 ekor dengan pola
panen 10.000 ekor tiap dua bulan, maka harus tersedia 5 unit kandang
dengan selisih umur bibit/DOD sekitar 2 minggu. Kandang yang kosong
digunakan untuk mengistrirahatkan unit kandang yang terdiri dari 4
kandang yang selalu aktif digunakan, sehingga kandang yang kosong
digunakan dalam rangka pembersihan kandang secara bergantian. Cara
kerja model kandang sistem estafet seperti yang terlihat pada gambar.
10.000 EKOR 10.000 EKOR
10.000 EKOR 10.000 EKOR
*) Keterangan : Kandang nomor K-1 sampai K-4 selalu diisi aktif, sedangkan kandang
nomor K-5dipakai reserve didalam pengistirahatan kandang sesudah dibersihkan.
Gambar. Siklus Kandang Model Estafet
Gudang sarana produksi peternakan
Kebutuhan gudang sangat diperlukan dalam usaha budidaya itik pedaging
sebagaimana pada usaha ternak lainnya, karena dipergunakan sebagai tempat
KOSONG
untuk menyimpan bahan baku pembantu seperti pakan ternak, obat-obatan dan
peralatan produksi lainnya.
Perlengkapan yang digunakan secara langsung
• Tempat air minum
• Tempat pakan ternak
• Ember
• Lampu
• Kabel Listrik
• Sekop pembersih kotoran
• Sapu lidi
Bibit Itik/DOD
Pada usaha budidaya pembesaran itik jantan di Kabupten Bogor banyak
yang menggunakan itik tegal dengan ciri – ciri sebagai berikut:
1. warna bulu cokelat muda sampai cokelat tua; paruh dan kaki berwarna hitam;
2. pada itik jantan ada 1-2 bulu ekor yang melengkung ke atas dengan warna
paruh dan kakinya lebih hitam dibandingkan dengan itik betina. Adapun ciri-
ciri DOD yang baik :
DOD jantan dicirikan pada kloaka ada organ kecil berbentuk jarum Berat
DOD minimal 40 gr/ekor
Kondisi DOD sehat dan terbebas dari penyakit unggas (a.I: Avian
Influenza Fowl Pox, Avian Chlamydiasis Salmonellosis (S.pullorum;
S,enteridis), Aspergilosis Cocidiosis) dan penyakit unggas lainnya yang
ditetapkan.
Tidak cacat fisik atau terluka.
Untuk pengadaan DOD pengusaha pembesaran membeli kepada usaha
penetasan itik. DOD dibeli oleh peternak ketika berumur 3 – 7 hari (rata-rata 1
minggu) dan dibudidayakan dengan cara digemukan (fatting) selama 2 – 3 bulan
(60-75 hari).
Pakan ternak
Pakan yang dibutuhkan untuk pembesaran itik pedaging jantan berbeda
pada setiap fasenya. Pakan buatan pabrik belum ada yang khusus untuk itik
pedaging, sehingga menggunakan pakan untuk ayam broiler dengan standar mutu
pakan yaitu SNI 01-3908-2006. Pada fase Starter, jenis pakannya menggunakan
BR-1 yaitu untuk umur itik 1 –21 hari. Pertumbuhan maksimal pada fase
starter, perlu ditunjang dengan pemberian pakan yang mengandung protein tinggi,
yaitu berkisar antara 20-25%. Sedangkan pada fase finisher umur 21 – 90 hari
menggunakan konsentrat untuk ayam broiler finisher. Kadar protein yang
dibutuhkan antara 16-22% dan energi metabolisme sekitar 2900-3000 kkal/kg.
Pemberian pakan setiap harinya didasarkan pada kondisi pertumbuhan
bobot itik, pada fase starter diperkirakan 3 gram sampai 23 gram per ekor
per hari dan pada fase finisher diperkirakan 24 gram sampai dengan 73 gram per
ekor per hari.
Obat-Obatan
Kebutuhan obat-obatan selama pemeliharaan pembesaran itik
pedaging yaitu dari fase starter sampai ke fase finisher (12 minggu) adalah
sekitar 1 % dari total pakan. Pencegahan penyakit dapat dilakukan dengan
tindakan pengamanan penyakit yaitu :
Memproteksi lokasi agar tidak mudah dimasuki binatang lainnya;
Melakukan disinfektan kandang dan peralatan;
Melakukan pembersihan terhadap kandang yang habis dikosongkan
maupun sebelum dimasukkan ternak baru ke dalamnya;
Menjaga kebersihan dan sanitasi seluruh komplek lokasi peternakan;
Mempunyai sistem penghapus hama yang baik bagi lalu lintas
kendaraan, orang dan peralatan yang keluar masuk komplek
peternakan maupun pintu masuk kandang, gudang pakan dll;
Menyarankan karyawan untuk menggunakan pakaian kerja dan
tidak melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan penularan
penyakit dari satu kelompok ke kelompok lain;
Tidak memperkenankan setiap orang keluar masuk komplek
perkandangan yang memungkinkan penularan suatu penyakit;
Tidak memperbolehkan itik yang menderita penyakit menular atau
bangkai itik, peralatan dari bahan yang berasal dari kandang yang
bersangkutan tidak diperbolehkan dibawa keluar komplek
peternakan melainkan harus segera dimusnahkan dengan cara
dibakar atau dikubur;
Melakukan tindakan pencegahan (vaksinasi)
Melaporkan segera terhadap setiap terjadi kasus penyakit terutama
yang dianggap/diduga penyakit menular kepada Instansi/Dinas yang
membidangi fungsi Peternakan dan Kesehatan Hewan;
Membantu Pemerintah dalam usaha pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular.
2.3. DAMPAK LINGKUNGAN
Dampak postif
Dampak positif dari budidaya itik pedaging diantaranya adalah
dapat menciptakan efek ganda (multifier effect) bagi jenis usaha lainnya
seperti usaha yang bergerak di sektor hulu (backward linkage) antara lain
usaha penetasan DOD dan usaha pakan ternak, sampai usaha yang
bergerak sektor hilir (forward linkage) seperti pedagang pengepul, jasa
angkutan, usaha pemotongan, warung makan, restoran dan lain-lain. Dari
semua kegiatan usaha yang terlibat dari hulu sampai hilir tentunya mampu
menciptakan lapangan pekerjaan dan juga pendapatan, sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan bagi para pelaku yang terlibat pada usaha ini.
Dampak positif bagi pemerintah daerah, yaitu dapat menunjang
peningkatan PAD melalui pembayaran pajak dan perijinan atau retribusi.
Pertumbuhan sentra- sentra usaha budidaya itik pedaging di beberapa
tepat juga dapat menjadikan itik pedaging salah satu komoditas
unggulan daerah, sehingga berdampak pada pengembangan ekonomi
wilayah. Selain itu juga dapat menjadi klaster usaha budidaya itik,
karena usaha ini memiliki keterkaitan dari hulu sampai hilir.
Dampak negatif
Setiap kegiatan ekonomi selain menimbulkan dampak positif,
kadangkala dapat juga menimbulkan dampak kerugian bagi lingkungan.
Dalam konteks budidaya itik pedaging ada beberapa dampak negatif yang
ditimbulkan, diantaranya adalah :
a) Air limbah dari ranch yang dibuang ke saluran pembuangan umum
atau sungai, dimana dibagian hilir dimanfaatkan untuk kehidupan
masyarakat, akan dapat menimbulkan dampak penyakit kulit.
Terhadap air tanah diperkirakan dapat mempengaruhi tingkat baku
mutu air minum
b) Suara itik dalam jumlah banyak dapat menimbulkan kegaduhan,
hal ini dapat mengganggu lingkungan masyarakat sekitar ranch.
c) Kotoran itik sebagaimana kotoran hewan lainnya umumnya dapat
menimbulkan udara sekitar menjadi bau.
Solusi untuk mengatasi dampak tersebut
Sebelum dilakukan kegiatan usaha budidaya itik pedaging,
terlebih dahulu harus dilakuan penelitian terhadap lingkungan untuk
mengidentifikasi kemungkinan – kemungkinan munculnya dampak
negatif. Dari hasil identifikasi terhadap dampak, negatif yang mungkin
timbul dapat dicari solusi penanganannya, antara lain ;
a) Air limbah yang tercampur kotoran itik dapat terlebih dahulu
diberi perlakuan (treatment) pada kolam yang kedap air agar
tidak merembes ke air tanah, kemudian kedalam air limbah diberi
bakteri pengurai limbah seperti starbio. Setelah limbah berkurang
kadarnya atau hilang, air tersebut baru dialirkan ke perairan umum.
b) Suara gaduh itik yang dapat mengganggu ketenangan masyarakat
dapat dihindari dengan menempatkan ranch yang jauh dari lokasi
pemukiman.
c) Bau kotoran itik yang menimbulkan polusi udara dapat dikurangi
dengan penambahan bakteri atau campuran kapur, dan juga posisi
ranch harus jauh dari lokasi pemukiman.
III. SATUAN TERNAK DAN KOEFISIEN TEKNIS
3.1. Satuan ternak
Ternak itik memiliki memiliki nilai konversi dalam satuan ternak (ST).
sebagai alat penghubung antara bobot badan dan daya tampugn pakan, jadi 1 ST
setara dengan 100 ekor itik. Populasi ternak itik di perusahaan Bruno duck farm
40.000 dalam satu siklus, dalam satu tahun populasi itik mencapai 228.000 ekor.
Dihitung perpaket sebanyak 10.000 ekor jadi populasi dalam satuan ternak (ST)
persiklus sebanyak 400 ST, per tahun 2.280 ST, perpaket sebanyak 100 ST.
Satuan ternak digunakan Satuan Ternak digunkan untuk menghitung daya
tampung pakan ternak suatu padang rumput atau daya tampung sisa hasil usaha
tani suatu areal lahan pertanian terhadap jumlah ternak, dan untuk perhitungan
berbagai masukkan dan keluaran fisik.
Masukkan Fisik : rumput, hijauan dan pakan ternak lainnya, luas kandang, luas
padang rumput, jumlah air minum, obat, perkawinan ternak, dan tenaga buruh.
Keluaran Fisik : Jumlah pupuk kandang, jumlah bobot badan, dan tenaga kerja
ternak.
3.2. Koefisien teknis
NO URAIAN JUMLAH KETERANGAN
1 periode proyek 10 tahun
2 perkiraan panen perbulan 2 paket
3 jumlah populasi per paket 10,000 ekor
4 umur budidaya persiklus 2 bulan
5 jumlah paket per siklus 4 paket
6 jumlah populasi per siklus 40,000 ekor
7 jumlah siklus pertahun 6 siklus
8 jumlah populasi pertahun 240,000 ekor
9 kebutuhan awal bibit DOD
jantan
10,000 ekor
10 harga DOD per ekor 8,000 ekor
11 FCR 1,73
12 Kebutuhan pakan per ekor
a. starter (pemeliharaan 21
hari)
Konsentrat 0,54 kg
b. Finisher (pemeliharaan 39
hari)
Konsentrat (kg) 1,95 kg
13 harga per kg
a. Konsentrat 7,000
b. konsentrat 6,000
14 obat-obatan % dari total
pakan
1%
15 upah koor. Budidaya ob
perbulan
2 2,000,000
16 upah karyawan budidaya ob
per bulan
10 1,500,000
16 harga jual itik per kg 30,000 bulan
17 mortalitas/ siklus 5% bulan
18 rata rata bobot bebek per
ekor
1,5 kg
19 discont faktor 15%
IV. PROYEKSI FISIK DAN FINANSIAL
4.1. Biaya investasi
NO URAIAN KAPASITAS/
UKURAN UNIT SATUAN
HARGA PER UNIT (Rp)
Nilai (Rp) Umur Ek . (Th) Penyusutan per
10 tahun
1 perijinan(IUP, HO, DII) 1 Ls 1,000,000 1,000,000 10 100,000
2 sewa lahan 5 tahun 100m X 100m 10,000 m2 150,000 1,500,000,000 10 150,000,000
3 kandang
a. starter 12 X 12 m 5 unit 3,000,000 15,000,000 10 1,500,000
b. finisher 42 X 20 m 5 unit 16,000,000 80,000,000 10 8,000,000
4 gudang peternakan 4 X 3 m 3 unit 4,200,000 12,600,000 10 1,260,000
5 pagar peternakan 3,000 meter larik 5,000 15,000,000 10 1,500,000
6 peralatan peternakan
a. tempat minum itik 150 buah 30,000 4,500,000 10 450,000
b. tempat pakan itik 150 buah 35,000 5,250,000 10 525,000
c. ember 15 buah 15,000 225,000 10 22,500
d. sekop 7 buah 25,000 175,000 10 17,500
f. lampu 20 buah 30,000 600,000 10 60,000
g. kabel listrik 350 meter 5,000 1,750,000 10 175,000
h. timbangan 4 buah 400,000 1,600,000 10 160,000
i. suplai air
1. pompa air 4 buah 500,000 2,000,000 10 200,000
2. selang air 300 meter 8,000 2,400,000 10 240,000
3. pipa air/ paralon 150 buah 20,000 3,000,000 10 300,000
4. kran 30 buah 15,000 450,000 10 45,000
5. tangki penampungan air 4 buah 1,200,000 4,800,000 10 480,000
7 alat transportasi
a. kendaraan pick up 1 buah 50,000,000 50,000,000 10 5,000,000
b. sepeda motor 1 buah 9,000,000 9,000,000 10 900,000
8 peralatan kantor
a. unit komputer dan printer 4 buah 5,000,000 20,000,000 10 2,000,000
b meja dan rak 4 buah 2,000,000 8,000,000 10 800,000
TOTAL 92,638,000 1,737,350,000 173,735,000
1,911,085,000
4.2. Total biaya
NO KOMPONEN BIAYA SATUAN
HARGA
PER
SATUAN
PER DUA BULAN PER TAHUN
JUMLAH NILAI (Rp) JUMLAH NILAI (Rp)
A BIAYA VARIABEL
1 DOD (Bibit) Jantan Ekor
8,000
40,000
320,000,000
240,000
1,920,000,000
2 Pakan
a. Starter
Konsentrat Kg
7,000
21,600
151,200,000
129,600
907,200,000
b. Finisher
1.Konsentrat Kg
6,000 78,000 468,000,000 468,000 2,808,000,000
3 Obat-obatan ternak Ekor
200
996
199,200
8,136
1,627,200
Sub total biaya variabel
939,399,200
5,636,827,200
B BIAYA TETAP
1 Tenaga kerja (OB)
a. koordinator budidaya SPV
2,000,000
2
4,000,000
12
24,000,000
b. karyawan budidaya CARETAKER
1,500,000
10
15,000,000
48
72,000,000
2 Biaya Operasi lainnya
a. Listrik Bulan
500,000
1
500,000
b. Pemeliharaan kandang dll Bulan
80,000
141
11,280,000
1,692
135,360,000
3 Biaya Transportasi
a. bensin Bulan
6,500
360
2,340,000
4,320
28,080,000
b. Perawatan Bulan
1,200,000
12
14,400,000
4 Biaya Adminstrasi
a. suplies ATK Bulan
100,000
1
100,000
12
1,200,000
Sub total biaya tetap
33,220,000
275,040,000
TOTAL BIAYA
OPERASIONAL
972,619,200
5,911,867,200
4.3. Proyeksi dari tahun ke 0 – 10
Tahun ke 0
SIKLUS BULAN MINGGU (PAKET) Dod yang dibeli Mortalitas (5%) itik hidup jumlah itik panen (ekor) panen (1,3 Kg/ekor)
1 10,000 500 9,500 9,500
2 10,000 500 9,500 19,000
1 10,000 500 9,500 28,500
2 10,000 500 9,500 38,000
1 10,000 500 9,500 47,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 57,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 66,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 76,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 85,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 95,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 104,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 114,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 123,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 133,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 142,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 152,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 161,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 171,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 180,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 190,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 199,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 209,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 218,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 228,000 9,500 12,350
TOTAL 240,000 12,000 228,000 2,850,000 190,000 247,000
PADA TAHUN KE 0
1
2
3
1
2
3
4
5
6
masa penggemukan itik 2 bulan
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Tahun 1-10
BULAN MINGGU Dod yang dibeli Mortalitas (5%)itik hidup jumlah itik panen (ekor)panen (1,3 Kg/ekor)
1 10,000 500 9,500 9,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 19,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 28,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 38,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 47,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 57,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 66,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 76,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 85,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 95,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 104,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 114,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 123,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 133,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 142,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 152,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 161,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 171,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 180,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 190,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 199,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 209,000 9,500 12,350
1 10,000 500 9,500 218,500 9,500 12,350
2 10,000 500 9,500 228,000 9,500 12,350
TOTAL 240,000 12,000 228,000 2,850,000 228,000 296,400
11
12
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
PADA TAHUN KE 1 - 10
4.4. Analisis biaya
No Nilai Ket Jumlah TOTAL
COST RESUME A FIX COST
Nilai Investasi 1,737,350,000
Biaya tetap 275,040,000
2,012,390,000
B TOTAL COST
275,040,000
5,636,827,200
5,911,867,200
C TOTAL MODAL YANG DIKELUARKAN
Nilai Investasi 1,737,350,000
275,040,000
5,636,827,200
7,649,217,200
INCOME (REVENUE/ PENERIMAAN)PENJUALAN ITIK
produksi itik tahun
294,000
harga 39,000 11,466,000,000
TOTAL PENJUALAN
11,466,000,000
NET INCOME (BENEFIT) 5,554,132,800
TOTAL
daging /
ekor/Kg (1,3)
TOTAL
Item Jumlah
TOTAL
Biaya Tetap
Biaya Variabel (Operasional)
TOTAL
Biaya Tetap
Biaya Variabel (Operasional)
4.5. Proyeksi ekonomi
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 total penerimaan 11,466,000,000 12,612,600,000 13,873,860,000 15,261,246,000 16,787,370,600 18,466,107,660 20,312,718,426 22,343,990,269 24,578,389,295 27,036,228,225
2 modal awal
11,466,000,000 12,612,600,000 13,873,860,000 15,261,246,000 16,787,370,600 18,466,107,660 20,312,718,426 22,343,990,269 24,578,389,295 27,036,228,225
1 investasi 1,737,350,000.00
2 total biaya 5,911,867,200 5,911,867,200 6,503,053,920 7,153,359,312 7,868,695,243 8,655,564,768 9,521,121,244 10,473,233,369 11,520,556,706 12,672,612,376 13,939,873,614
5,911,867,200 5,911,867,200 6,503,053,920 7,153,359,312 7,868,695,243 8,655,564,768 9,521,121,244 10,473,233,369 11,520,556,706 12,672,612,376 13,939,873,614
5,554,132,800 6,109,546,080 6,720,500,688 7,392,550,757 8,131,805,832 8,944,986,416 9,839,485,057 10,823,433,563 11,905,776,919 13,096,354,611
3 tax (Pajak) 555,413,280.00 610,954,608.00 672,050,068.80 739,255,075.68 813,180,583.25 894,498,641.57 983,948,505.73 1,082,343,356.30 1,190,577,691.93 1,309,635,461.13
6,467,280,480 7,114,008,528 7,825,409,381 8,607,950,319 9,468,745,351 10,415,619,886 11,457,181,874 12,602,900,062 13,863,190,068 15,249,509,075
4,998,719,520 5,498,591,472 6,048,450,619 6,653,295,681 7,318,625,249 8,050,487,774 8,855,536,552 9,741,090,207 10,715,199,227 11,786,719,150
No itemsTahun
PEMASUKAN
Total Cash Inflow
PENGELUARAN
Total
surplus
Total Cash Outflow
Cumulatif Finish Chas
4.6. Proyeksi ekonomi dengan discount faktor
15 0.8696 0.7561 0.6575 0.5718 0.4972 0.4323 0.3759 0.3269 0.2843 0.2472
82,296,035,846 9,970,833,600 9,536,386,860 9,122,062,950 8,726,380,463 8,346,680,662 7,982,898,341 7,635,550,856 7,304,250,419 6,987,636,077 6,683,355,617
46,418,240,555 5,623,947,105 5,378,901,848 5,145,206,668 4,922,025,992 4,707,860,188 4,502,672,477 4,306,754,667 4,119,888,030 3,941,304,936 3,769,678,643
39,864,216,989 4,829,873,883 4,619,427,791 4,418,729,202 4,227,060,523 4,043,133,860 3,866,917,628 3,698,662,433 3,538,180,432 3,384,812,378 3,237,418,860
35,877,795,290 4,346,886,495 4,157,485,012 3,976,856,282 3,804,354,470 3,638,820,474 3,480,225,865 3,328,796,190 3,184,362,389 3,046,331,140 2,913,676,974
1,737,350,000
34,140,445,290
1.17
Total PV Benefit
Total PV Cost
PV of Net Cash Flow
Total PV of Profit
Investment
NPV
PBP
Discount Factor (15%)
V. KELAYAKAN USAHA
5.1. Analisa pasar dan pemasaran
Aspek pasak
o Permintaan
Makanan berbahan dasar daging itik saat ini sedang
digemari terutama di kota-kota besar sekitar Indonesia. Untuk
daerah Jakarta saja sangat banyak tempat makan/restoran yang
menawarkan menu makanan berbahan dasar daging itik. Masalah
yang dihadapi oleh para pengelola tempat restoran adalah
ketersediaan daging itik yang terbatas, karena selama ini masih
banyak yang mengandalkan pasokan dari itik petelur afkir atau itik
jantan yang jumlahnya relatif tidak stabil. Sehingga seringkali
pasokan bahan baku terganggu atau bisa mendapatkan bahan baku
daging itik akan tetapi jumlahnya tidak sesuai dengan permintaan.
Tabel. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Daging Tahun 2007 – 2009
(Dalam ribuan ton)
*) Sumber : Dirjen Peternakan, 2009
Uraian 2007 2008 2009
Produksi 1.382,7 1.430,8 1.463,0
Import 90,5 100,1 100,1
Ekspor 0,1 0,2 0,2
Kebutuhan Dalam Negeri 1473,1 1530,7 1562,9
Konsumsi 1413,7 1469,2 1500,1
Konsumsi Per Kapita
- Kg/Tahun 6,72 6,43 6,48
- Kg/ Hari 17,1 17,61 17,76
- Kalori/Hari 43,51 44,13 44,47
- Protein/Hari 2,96 3,05 3,07
- Lemak/Hari 3,42 3,45 3,48
o Penawaran
Secara nasional kebutuhan akan komoditas daging itik
terus meningkat. Berikut ini adalah perkembangan produksi
daging itik tahun 2007 – 2009 :
Tabel 4.3. Produksi Itik Pedaging di Indonesia Tahun 2007-2009
No
.
Tahun
Jumlah
(ton)
Persentase (%)
Keteranga
n 1.
2009
17.000,4
6,2%
Kenaikan
2.
2008
16.000,9
33,3%
Penurunan
3.
2007
24.000,1
*) Sumber : Dirjen Peternakan 2009
Aspek pemasasran
o Harga
Terdapat dua bentuk penjualan itik pedaging, yaitu
diperhitungkan berdasarkan harga per ekor dan diperhitungkan
berdasarkan harga per kg. Perhitungan transaksi berdasarkan
harga per ekor telah banyak dilakukan oleh masyarakat pada
umumnya. Dalam pola penjualan per ekor harga relatif
tergantung pada ukuran besarnya itik, dan kadang kala terdapat
pertimbangan yang tidak prinsip misalnya karena terdapat jenis
bulu yang masih muda pada bagian tertentu, padahal
ukurannya cukup memenuhi syarat itik dewasa. Perhitungan
harga per ekor dirasakan tidak praktis dan dapat menyebabkan
kekeliruan untuk usaha budidaya itik dengan skala lebih besar
(skala menengah). Alternatif lain perhitungan harga yaitu
dengan mengacu pada bobot itik dalam kilogram, dimana
perhitungan harga dengan bobot ini dirasakan akan lebih fair.
Harga itik berdasarkan satuan ekor berkisar antara Rp 25.000
– 33.000 per ekor, sedangkan penetapan harga berdasarkan
bobot, yaitu Rp 30.000 per kg, dimana bobot rata-rata itik per
ekor berumur 2 bulan adalah 1,3 kg dengan harga Rp. 39.000.
o Lembaga Pemasaran
Jalur pemasaran itik pedaging di Kabupaten Bogor saat ini
terdapat dua bentuk, yaitu 1) peternak menjual itik pada
pengepul, kemudian pengepul menjual itik tersebut dipasar
unggas atau ke pemakai langsung seperti ke restoran-
restoran. Jalur pemasaran itik pola ini, dilakukan oleh
pengepul yang mendatangi langsung para peternak itik. Jalur
pemasaran pola 2) peternak skala mikro dan kecil telah
tergabung dalam suatu kemitraan dengan pengusaha yang lebih
besar (skala menengah). Pada jalur pemasaran pola ini
peternak dapat mengantar itik nya sendiri yang akan dijual
atau Bandar pembeli menghubungi para peternak. Pada jalur
pemasaran ini terdapat jaminan keakuratan ukuran bobot dan
relatif tidak ada kecurangan. Bagan di bawah ini menunjukkan
jalur pemasaran itik pedaging dari pengusaha hingga ke
konsumen akhir melalui beberapa lembaga pemasaran seperti
produsen, eksportir, grosir, pedagang kecil dan pengecer.
Peternak PENGEPUL Peternak
PEDAGANG BESAR
KONSUMEN AKHIR
Bagan Jalur Pemasaran Itik pedaging
5.2. Analisis finansial
Pemasukan
Produksi itik
(ekor)
Produksi
daging per
ekor (Kg)
harga
(Rp/Ekor)
Jumlah
Penerimaan
294.000 1,3 39.000 11.466.000.000
TOTAL PEMASUKAN 11.466.000.000
NET INCOME (BENEFIT)
Laba = total pemasukan – total biaya
= 11.466.000.000 – 5.911.867.200
= 5.554.132.800
Rentabilitas
= 72,61 % dengan suku bunga bank 10,3%
R/C Ratio =
=
= 1,94
BEP ( Break Event Point)
Biaya variabel satuan =
=
= Rp. 19.173,88 /ekor
BEP dalam produk =
=
= 13.871,91 ekor
BEP dalam Rupiah
=
=
= 541.004.486,95,-
Payback period = (
)
= 1 +(
)
= 1,17 tahun
Pembahasan analisis usaha
a) Biaya Tetap dan Biaya variabel
Biaya tetap adalah pengeluaran bisnis yang bergantung pada tingkat
barang atau jasa yang dihasilkan oleh bisnis tersebut. Biaya tetap adalah
biaya yang umumnya selalu konstan, bahkan di masa sulit. Biaya tetap
tidak terpengaruh oleh perubahan-perubahan dalam aktivitas operasi
sampai pada kondisi tertentu, kondisi dimana sesuai dengan kapasitas
yang tersedia. Total biaya tetap Bruno Animal Duck farm sebesar Rp
275.040.000,-
Sedangkan biaya operasional adalah biaya yang umumnya berubah-
ubah sesuai dengan volume bisnis. Makin besar volume penjualan, makin
besar pula biaya yang harus dikeluarkan. Biaya operasional berkaitan
dengan volume dan dibayar per barang atau jasa yang diproduksi. Biaya
operasional adalah biaya yang jumlah totalnya berubah sebanding dengan
perubahan volume kegiatan. Berdasarkan data yang diperoleh, biaya
operasional Bruno Animal Duck sebesar Rp. 5.636.827.200,-
b) Pendapatan
Berdasarkan perhitungan data yang diperoleh total pendapatan Bruno
Animal Duck sebesar Rp 11.466.000.000,- dan dapat dikatakan usaha
tersebut sudah untung karena pendapatan lebih besar dari total biaya yang
dikeluarkan. Pendapatan disebut juga pemasukan dari seseorang warga
masyarakat sebagai hasil penjualan dari faktor-faktor produksi yang
dimilikinya. Harga faktor produksi ditentukan oleh tarik menarik, antara
penawaran dan permintaan.
c) Efisiensi Biaya
Efisiensi biaya dapat menunjukan kemampuan untuk menyelesaikan
suatu pekerjaan dengan benar. Manajer yang dapat meminimumkan biaya
biaya penggunaan sumber-sumber daya untuk mencapai keluaran yang
telah ditentukan atau dapat memaksimumkan keluaran. Berdasarkan data
perhitungan efisiensi biaya sebesar 1,94 yang artinya setiap pengeluaran
1000 rupiah dapat menghasilkan penerimaan sebesar 940 rupiah maka
dapat disimpulkan biaya yang dikeluarkan efisien karena R/C > 1.
d) Rentabilitas (IRR)
Rentabilitas adalah kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan
laba selama periode tertentu. Indikator pengukuran rentabilitas umumnya
menggunakan rasio rentabilitas ekonomi. Berdasarkan data perhitungan
diperoleh nilai rentabilitas sebesar 72.61%. Nilai rentabilitas dibandingkan
dengan bunga bank dan diketahui bunga bank yang berlaku saat ini untuk
swasta sebesar 10,3% , maka dapat disimpulkan usaha peternakan itik
pedaging Bruno Animal Duck farm efisien atau layak untuk dijalankan
karen nilai rentabilitas lebih besar dari bunga bank.
e) Titik Impas (Break Event Point)
Berdasarkan perhitungan diperoleh BEP dalam produk sebesar 9.464,
artinya usaha tersebut mampu berjalan apabila minimal bisa menjual atau
menghasilkan produk itik sebanyak 13.871,91 ekor dan BEP dalam rupiah
sebesar Rp 541.004.486,95,- artinya usaha tersebut mampu berjalan
apabila pendapatan minimal sebesar Rp 541.004.486,95,- maka dapat
disimpulkan usaha peternakan itik pedaging Bruno Animal Duck farm
menguntungkan.
f) NPV
Net Present Value (NPV)
Nilai sekarang bersih atau Net Present Value (NPV), merupakan
selisih antara nilai sekarang investasi dengan nilai sekarang penerimaankas
bersih di masa yang akan datang. kriteria nilai sekarang bersih (NPV)
didasarkan atas konsep pendiskontoan selaruh arus kas ke nilai sekarang.
Dengan mendiskontokan semua arus kas masuk dan keluar selama umur
proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung angka
bersihnya, akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama
yaitu harga (Pasar) saat ini. Jadi telah diketahui faktor nilai waktu dari
uang dan (selisih) besar arus kas masuk dan keluar. Hal ini sangat
membantu pengambilan keputusan untuk menentukan pilihan. NPV
menunjukkan nilai Lump-sum yang dengan arus diskonto tertentu
memberikan angka seberapa besar nilai usaha (Rp) tersebut pada saat ini.
Nilai NPV perusahaan Bruno Animal Duck farm sebesar Rp
34.140.445.290.
g) Payback Period
Pay Back Period (PBP) adalah jangka waktu pengembalian biaya
investasi yang merupakan nilai kumulatif dari arus penerimaan (benefit).
Semakin cepat suatu rencana usaha dapat mengembalikan biaya investasi
maka semakin cepat pula suatu usaha dapat menghasilkan keuntungan.
Pada usaha itik petelur ini, PBP diperoleh 1.17, hal ini menunjukan bahwa
mampu mengembalikan seluruh investasi yang telah di tanam pada tahun
ke-1 bulan ke-2.