1
MONEY POLITIC (POLITIK UANG) DALAM PEMILIHAN UMUM
LEGISLATIF 2019 (Studi Kasus: Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Umum Legislatif Di Desa Namolandur
Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang)
Muhammad Idrisky ritonga
Nim : 160906024
Dosen Pembimbing :Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
i
ii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
MUHAMMAD IDRISKY RITONGA (160906024)
MONEY POLITIC (POLITIK UANG) DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF
2019
(Studi Kasus: Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Umum Legislatif Di Desa Namolandur
Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang).
Rincian isi skripsi
ABSTRAK
Penelitian ini mencoba untuk menguraikan fakta-fakta tentang perilaku masyarakat
terhadap money politic yang terjadi dalam pemilu legislatif 2019 di Desa Namolandur
Kecamatan Namorambe. Praktik politik uang sudah sangat sering terjadi di Indonesia pada
saat pemilihan umum legislatif dan sebenarnya ini adalah salah satu permasalahan dalam
negara demokrasi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif dan data
primer yang didapatkan penulis bersumber dari wawancara mendalam kepada masyarakat,
yang secara terbuka memberikan informasi untuk membantu penelitian ini.
Penulis menggunakan teori perilaku pemilih dalam penelitian ini. Terdapat tiga
pendekatan dalam teori perilaku pemilih yakni; pendekatan sosiologis, pendekatan
psikologis, dan pendekatan rasional. Hasil analisis yang didapat dari penelitian ini adalah
bahwa perilaku masyarakat dalam memilih tidak terlepas dari adanya bentuk politik uang itu
sendiri berupa pemberian uang pribadi (dalam bentuk sembako dan lain-lain) serta
pelayanan dan aktivitas (dalam bentuk pembangunan desa). Pemberian uang dan barang
calon legislatif berjalan lancar karena terjalinnya hubungan baik yaitu tim sukses dan
jaringan sosial. Pada penelitian ini penulis juga menemukan bahwa sosiologis mendominasi
perilaku warga masyarakat.
Kata kunci :politik uang, sosiologis, psikologis, dan rasional.
iii
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
DEPARTEMEN ILMU POLITIK
MUHAMMAD IDRISKY RITONGA (160906024)
MONEY POLITIC (POLITIK UANG) DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF
2019
(Studi Kasus: Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Umum Legislatif Di Desa Namolandur
Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang).
Rincian isi skripsi
ABSTRACT
This research tries to describe the fact about people’s behaviour to money politic
that occured in 2019 legislative elections at Namolandur Village Namorambe districts.
Practice money politic very often occured in Indonesian during general elections and in the
fact of the problem in a democratic country. In this research the author used qualitative
methods and primary data obtainded by the authors came from in-depth interviews with the
public, who openly provided information to form this research.
The author uses the theory of voter behavior in this research. There are three
approaches in the theory of voter behavior, namely; sociological approach, psychological
approach, and rational approach. This result of the analysis obtained from this research are
that people’s behavior in choosing is inseparable from the existence of the form of money
politics itself in the form of personal money giving 9in the form of groceries and others) and
services and activities (in the form of village development). The provision of money and
goods for the legislative candidates went smoothly because of the good relationship, namely
the success team and social networks. In this study, the authors also found that sociology
dominates the behavior of citizens.
Keyword : money politic, sosiological, psychological.
iv
v
vi
Kata Pengantar
Skripsi ini berjudul “Money Politic (Politik Uang) Dalam Pemilihan Umum
Legislatif Tahun 2019. Studi kasus: Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Umum Legislatif Di
Desa Namolandur Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli Serdang”. Skripsi ini
menjelaskan tentang perilaku Masyarakat tentang praktik money politic yang masih sering
terjadi dalam pemilihan umum.
Alhamdulillah, atas syukur kepada Allah SWT, penulis diberikan rahmat berupa
kesempatan dan kesehatan untuk menyelesaikan studi ini berupa penulisan Skripsi dari hasil
penelitian yang dikerjakan, dari proses awal, kurang lebih sebelas bulan. Sholawat dan
salam penulis juga sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatanya,
semoga para pengikutnya sampai akhir zaman mendapatkan manfaat.
Dalam kesempatan kali ini, saya ingin mengucapkan terimakasih banyak dari hati
saya yang paling dalam kepada seluruh keluarga tercinta yang selama ini selalu menjadi
pendukung terkhusus saya ucapkan dari hati yang paling dalam kepada kedua orangtua saya
yaitu almh. Mamak tercinta dan alm. Ayah yang sudah menjaga saya dari kecil hingga saya
sampai di titik ini. Tiada kata yang tepat untuk mengutarakan rasa terimakasih saya
terkhusus kepada almh Mamak tersayang. Kemudian saya juga ingin mengucapkan
terimakasih banyak kepada kakak saya Meisya Putriani Ritonga yang sudah mampu
menggantikan sosok seorang Ibu serta Ayah dalam kehidupan saya tiga tahun belakangan ini
semenjak kepergian mamak. Dan juga selalu menjadi penyemangat saya disaat suka maupun
duka. Dan terimakasih banyak juga kepada abang saya Rocky Iswad Damanik yang telah
banyak membantu biaya perkuliahan saya dan juga selalu memberikan semangat kepada
saya. Serta terimakasih juga kepada seluruh keluarga saya yang selalu memberi semangat
kepada saya.
Kemudian tidak lupa pula saya ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak
Muryanto Amin, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bantuan dan
bimbingan berupa masukan dan kritik yang sangat membangun. Berkat beliau, saya dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan sangat baik dan terima kasih juga saya ucapkan atas semua
ilmu yang selama ini Bapak sampaikan kepada saya. Saya sangat bersyukur karena Bapak
selalu bersabar dalam menghadapi saya meskipun dalam perjalanan skripsi saya ini banyak
sekali kesalahan yang saya lakukan tetapi Bapak dengan sangat sabar membimbing saya
hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan sampai akhir.
Dalam perjalanan kuliah hingga penulisan skripsi ini tidak terlepas juga dari peran
pribadi-pribadi luarbiasa sebagai pengajar dan juga penyemangat saya yang menjadi bagian
dari kehidupan saya, maka dari itu dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan terima
kasih kepada :
1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing saya
yang sudah membimbing saya dalam menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2. Bapak Dr. Warjio, Ph.D selaku Kepala Jurusan Departemen Ilmu Politik Univeristas
Sumatera Utara dan sekaligus sebagai motivator saya di kampus. Beliau adalah salah
satu sosok yang selalu memberikan support, semangat, dan juga kata-kata positif
setiap penulis menjumpai beliau.
vii
viii
Daftar Isi
Pernyataan .............................................................................................. Error! Bookmark not defined.
Abstrak .................................................................................................................................................. ii
Abstract ................................................................................................................................................. iii
Halaman Persetujuan .............................................................................. Error! Bookmark not defined.
Halaman Pengesahan .............................................................................. Error! Bookmark not defined.
Kata Pengantar ....................................................................................................................................... v
Daftar Isi .............................................................................................................................................. vii
Daftar Tabel dan Gambar ...................................................................................................................... x
Bab 1 Pendahuluan ................................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................................. 1
1.2 Rumusah Masalah ........................................................................................................................ 6
1.3 Batasan Masalah .......................................................................................................................... 6
1.4 Tujuan Penelitian ......................................................................................................................... 6
1.5 Manfaat Penelitian ....................................................................................................................... 6
1.6 Studi Terdahulu ......................................................................................................................... 6
1.7. Kerangka Teori ........................................................................................................................... 7
1.7.1. Money Politic ....................................................................................................................... 7
1.7.2. Pemilih ...............................................................................................................................13
1.8 Kerangka Berfikir ......................................................................................................................22
1.9. Metode Penelitian .....................................................................................................................22
1.9.1. Jenis Penelitian ..................................................................................................................22
1.9.2. Teknik Pengumpulan Data .................................................................................................23
1.9.3. Teknik Analisis Data ...........................................................................................................23
1.9.4. Lokasi penilitian .................................................................................................................24
Bab II Profil Desa Namolandur ...........................................................................................................25
II.I Profil Kabupaten Deli Serdang ..................................................................................................25
II.II Asal- Usul Deli Serdang ...........................................................................................................25
II.III Asal-usul Desa Namolandur Kecamatan Namorambe ............................................................26
II.IV Letak Geografis Desa Namolandur .........................................................................................27
II.V Struktur Pemerintahan Desa Namolandur ................................................................................27
II.VI Jumlah Penduduk Desa Namolandur ......................................................................................28
II.VII Keadaan Sosial Budaya Desa Namolandur ...........................................................................28
II.VIII Mata Pencaharian Desa Namolandur ...................................................................................28
ix
II.IX Pendidikan Warga Desa Namolandur .....................................................................................29
II.X Agama Mayoritas Desa Namolandur .......................................................................................29
Bab III Analisis Politik Uang Pada Pemilihan Umum Legislatif 2019 ...............................................31
III.I Calon Kandidat Memberikan Sembako ...................................................................................31
III.II Calon Kandidat Memberikan Uang ........................................................................................33
III.III Dampak Politik Uang Terhadap Pilihan Warga ....................................................................36
III.IV Warga Memilih Berdasarkan Agama ....................................................................................37
III.V Warga Memilih Berdasarkan Ikatan Keluarga .......................................................................38
III.VI Warga Memilih Berdasarkan Visi dan Misi ..........................................................................38
III.VII Warga Memilih Berdasarkan Ikatan Partai ..........................................................................40
III.VIII Warga Memilih Berdasarkan Keuntungan yang Diperoleh ................................................41
Bab IV Penutup ...................................................................................................................................47
A. Kesimpulan ..............................................................................................................................47
B. Saran ........................................................................................................................................47
Daftar Pustaka......................................................................................................................................48
Daftar Lampiran ..................................................................................................................................50
Dokumentasi ........................................................................................................................................70
x
Daftar Tabel dan Gambar
Tabel 1.1 Persebaran Jumlah penduduk Desa Namolandur
Tabel 1.2 Persebaran Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Gambar 2. Dokumentasi kantor Desa Namolandur
Gambar 3. Dokumentasi pengambilan data dengan Sekretaris Desa Namolandur
Gambar 4. Dokumentasi wawancara dengan Informan bapak Adtya Jaya Sembiring selaku
kepala Desa Namolandur
Gambar 5. Dokumentasi wawancara dengan Informan Nurlela Saragih
Gambar 6. Dokumentasi wawancara dengan Informan Zefri Manurung
Gambar 7. Dokumentasi wawancara dengan Informan Ulina Valentina Ginting
Gambar 8. Dokumentasi wawancara dengan Informan Dodi Firmansyah
Gambar 9. Dokumentasi wawancara dengan Informan Lewi Perangin-angin
Gambar 10. Dokumentasi dengan Informan Enos Barus
Gambar 11. Dokumentasi dengan Informan Herman
Gambar 12. Dokumentasi dengan Informan Yulita Anggraini
xi
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana
perwujutan dan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis.
Pemerintahan yang dihasilkan dari pemilu diharapkan menjadi pemerintahan yang mendapat
legitimasi yang kuat dan amanah. Pemilu pun menjadi tonggak tegaknya demokrasi dan
rakyat secara langsung terlibat aktif dalam menentukan arah serta kebijakan politik negara
untuk lima tahun ke depan, sehingga diperlukan upaya dari seluruh komponen bangsa untuk
menjaga kualitas pemilu. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8
Tahun 2012 tentang Pemilu. Anggota DPR, DPD, dan DPRD harus dilaksanakan secara
efektif dan efisien berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Luber
dan Jurdil)1
Sistem pemilu di Indonesia tidak terlepas dari fungsi rekrutmen dalam system
politik. Mengenai sistem pemilu, Norris mengatakan bahwa rekrutmen seorang kandidat
oleh partai politik tergantung pada sistem pemilu yang berkembang di sebuah negara. Di
Indonesia, pemilihan legislatif (DPR, DPRD I, dan DPRD II) memakai sistem proporsional
dengan daftar terbuka. Lewat sistem semacam ini, partai-partai politik cenderung mencari
kandidat yang populer sehingga punya elektabilitas yang tinggi di mata para pemilih. Daftar
terbuka memungkinkan seorang kandidat mendapat contrengan lebih banyak ketimbang
calon lainnya dalam partai yang sama. Bagi partai politik, populernya seorang caleg
membuat pilihan pemilih terfokus kepada partainya ketimbang kepada partai-partai politik
lain.2
Keikutsertaan warga dalam Pemilu demokratis merupakan elemen dasar dari
sebuah proses demokrasi. Salah satu sifat dasar dari demokrasi adalah adanya kompetisi
secara bebas di antara elite untuk memperebutkan dukungan warga dalam rangka
1Rahmatia. 2014. Money Politic pada pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Goa. Diakes pada tanggal 10 2 Nisa Nabila “pengaruh Money Politic Dalam pemilihan Anggota Legislatif Terhadap Keberlangsungan
Demokrasi Di Indonesia”. Jurnal Notarius Vol. 13 No.1 2020 Hal.140. Diakses pada tanggal 10 juli 2020
2
menduduki jabatan publik seperti presiden atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dukungan warga tersebut di terjemahkan ke dalam keikutsertaan dalam pemilihan umum
guna memilih orang atau partai untuk mengisi jabatan-jabatan publik.3
Pemilu tahun 1955 adalah pemilihan umum pertama yang diadakan oleh Republik
Indonesia. Pemilu ini merupakan reaksi atas Maklumat Nomor X/1945 tanggal 3 November
1945 dari Wakil Presiden Moh. Hatta, yang menginstruksikan pendirian partai-partai politik
di Indonesia. Pemilu tahun 1971 merupakan Pemilu pertama pada masa pemerintahan Orde
Baru. Pemilu ini dilaksanakan tanggal 3 juli 1971 dengan menggunakan sistem gabungan.
Untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD digunakan sistem perwakilan berimbang
(proporsional) dengan stelsel daftar. Pemilu diadakan di 26 provinsi Indonesia.
Pada tahun 2019 dilaksanakan pemilihan umum serentak yang mana dalam
pemilihan umum kali ini pada tanggal 17 April 2019 untuk memilih calon Presiden dan
wakil Presiden dan calon anggota dewan legislative yaitu; Pemilihan Umum anggota Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Pada Pemilu tahun 2019 Masyarakat memilih 575 anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR), 136 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), serta anggota Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD Provinsi maupun DPRD Kabupaten/Kota) se-Indonesia periode
2019-2024.
Nama-nama partai yang lolos verifikasi dan mencalonkan anggotanya untuk dipilih
dalam Pemilu legislatif 2019, diantaranya:
1. Partai Amanat Nasional ( PAN)
2. Partai Berkarya
3. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
4. Partai Demokrat
5. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
3 Saiful Mujani, R. William Liddle, dan Kuskrido Ambardi, Kuasa Rakyat (Analisis tentang perilaku pemilih
dalam pemilihan legislatif dan presiden Indonesia pasca Orde Baru),(Jakarta ; Mizan),76.
3
6. Partai Gerakan Perubahan Indonesia (Garuda)
7. Partai Golongan Karya (Golkar)
8. Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
9. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
10. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
11. Partai Nasional Demokrat (Nasdem)
12. Partai Persatuan Indonesia (Perindo)
13. Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
14. Partai Solidaritas Indonesia (PSI)4
Kompetisi untuk mendapatkan dukungan warga, suara dalam memilih calon
kandidat menjadi faktor penting. Pendekatan calon kandidat kepada masyarakat menjadi
kunci untuk mendapatkan suara masyarakat pada pemilu seperti kampanye politik.
Kegiatan kampanye politik mutlak harus menjadi bagian dari rangkaian proses
tersebut, karena kampanye merupakan salah satu prosedur yang harus dilalui untuk bisa
diadakanya sebuah pemilu. Kampanye digunakan sebagai upaya memperkenalkan profile
para calon kandidat yang nantinya akan dipilih oleh masyarakat. Tidak bisa di pungkiri
bahwa melalui kegiatan kampanye tersebut, aktor politik bisa dengan leluasa dalam mencari
seluruh segmen pemilih untuk mendapatkan dukungan nantinya. Kampanye sebagai
serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu
pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu
tertentu.5
Tujuan kampanye adalah untuk mengenal para kandidat guna melahirkan pemimpin
yang terbaik dalam pemilu, berintegritas dan bertanggung jawab. Para calon anggota
legislatif akan berkompetisi untuk mendapatkan pemilih sebanyak mungkin. karena
4 Aldho. 2018. Malpraktik Dalam Proses Verifikasi Partai Politik di Indonesia: Studi Pada Pemilihan Umum
2019. Diakses pada tanggal 12 juli 2020.
5 Nisa Nabila, Paramita Prananingtyas dan Muhammad Azhar. Pengaruh Money Politic Dalam Pemilihan
Anggota Legislatif Terhadap Keberlangsungan Demokrasi di Indonesia (Semarang: 2020).
4
persaingan itulah para calon legislatif tak jarang yang melakukan berbagi macam cara untuk
meraup suara terbanyak dalam proses kampanye, sehingga dapat menimbulkan terjadinya
pelanggaran dalam kampanye. Karena itulah suara para pemilih menjadi kurang berarti
karena proses yang penuh kecurangan, ketidak adilan, dan tidak demokratis seperti yang
diharapkan.Oleh karena itu, kampanye bisa dikatakan sebagai tindakan komunikasi yang
terorganisir yang diarahkan pada khalayak tertentu, pada periode tertentu guna mencapai
tujuan tertentu.6
Pelanggaran yang seringkali terjadi pada saat pelaksanaan pemilu diantarnya adalah
maraknya praktek politik uang. Politik uang dianggap sebagai suatu praktek yang
mencederai demokrasi, bahkan pada saat ini poltik uang yang sering terjadi dalam masa
pemilu, seakan menjadi syarat wajib, bagi setiap calon pejabat baik yang berada di tingkat
pusat maupun daerah, untuk mendapatkan dukungan dan suara terbanyak dari masyarakat,
tentunya jika hal ini terus dibiarkan begitu saja, maka tidak menutup kemungkinan realita
politik uang ini seolah akan menjadi budaya atau tradisi di dalam pemilu itu sendiri,
sehingga mencoreng arti dan makna dari demokrasi yang sebenarnya. Melainkan mereka
memilih pemimpin karena memiliki kesepakatan transaksional.7
Politik uang ini merupakan wujud dari para elit politik yang melakukan cara yang
tidak fair dalam memperoleh kekuasaan. Karena tentu saja calon-calon yang memiliki
modal yang banyak akan memiliki kesempatan yang besar untuk terpilih menjadi pemimpin
atau wakil rakyat. Hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa dengan melakukan politik uang
maka akan meningkatkan popularitas dari seorang kandidat, betapa tidak, karena image yang
terbangun di masyarakat bahwa mereka sangat mewajarkan seseorang mencalonkan diri
sebagai wakil rakyat karena kaya atau memiliki uang yang sangat banyak dibandingakan
dengan orang yang mempunyai modal yang minim.8
Politik uang diartikan sebagai proses transaksional antara calon kandidat yang
berkompetisi dalam pemilihan umum dengan pemilih agar mendapatkan dukungan berupa
perolehan suara dari pemilihan secara langsung, atau tidak langsung melalui partai politik
dan tokoh masyarakat. Definisi konseptual ini mendapatkan relevansi dengan realitas
pemilihan umum pada aspek:
6 Ibid. 7 Ibid. Hal 141 8 Dendy Lukmajati ”Praktek Politik Uang Dalam Pemilu Legislatif 2014”. Jurnal Politika Vol. 7, No.1, April 2016 Hal 1
5
1. Aktor politik uang adalah calon kandidat beserta tim suksesnya.
2. Sasaran politik uang adalah pemilih, baik secara langsung maupun tidak
langsung.
3. Benda yang ditransaksikan adalah uang atau barang yang memiliki nilai guna
dan nilai tukar yang tinggi.
4. Tujuan politik uang untuk memperoleh dukungan suara.
Menurut M. Abdul Kholiq politik uang adalah suatu tindakan membagi-bagikan
uang atau materi lainnya baik milik pribadi dari seorang politisi (calon Legislatif,calon
presiden dan wakil presiden, dan calon kepala daerah) atau milik partai untuk
mempengaruhi suara pemilu yang diselenggarakan. Jadi politik uang merupakan upaya
mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi pada proses politik dan
kekuasaan bernama pemilihan umum. Seperti yang dikemukakan Syarif Hidayat dalam
praktik politik uang dimulai dari proses nominasi kandidat, selama masa kampanye, hingga
hari-H pemilihan ketika suara dihitung. Ada dua jenis politik uang yaitu pertama, secara
langsung dengan memberikan uang kepada pemilih. Kedua, secara tidak langsung dengan
memberikan berbagai barang yang memiliki nilai guna dan nilai tukar yang tinggi.9
Politik uang dalam pemilihan kepala daerah terdapadat beberapa kasus yang pernah
terjadi di Sumatra utara contoh nya kasus Anggota F-PDIP Medan Terlibat Politik Uang.
Dalam kasus itu empat anggota F-PDIP mengaku menerima uang panjar sebesar Rp25 juta
dari salah seorang calon walikota medan. Didukung dengan hasil penelitian bahwa
pemilihan para kepala daerah di Sumatera Utara 67,9 persen pemilihan kepala daerah
berbau Uang. Hal itu terjadi dalam pemilihan kepala daerah tingkat II di enam kota di
Provinsi Sumatera Utara diyakini melakukan politik uang (money politic). Enam kota
tersebut adalah Medan, Binjai, Sibolga, Pematangsiantar, dan Tanjung balai. Dari
keterangan latar belakang di atas Sehinnga membuat penulis ingin meneliti mengenai politik
uang yang berada di Desa namolandur Kecamatan Namorambe.10
Dari survey awal yang telah dilakukan peneliti di Desa Namolandur, peneliti
mengatahui bahwa ada anggota legislatif yang memberikan bantuan berupa Sembako dan
Uang. Bantuan tersebut diberikan lewat tim sukses calon kandidat untuk membangun rasa
simpati masyrakat terhadap calon anggota legislatif.
9 Ibid. 10 Amzulian Rifai, Politik Uang Dalam Pemilihan Kepala Daerah, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hlm. 56
6
Berdasarkan hal tersebut, penulis kemudian mengambil penelitian yang berjudul
“Money Politic Dalam Pemilihan Umum Legislatif 2019 (Studi kasus Perilaku Pemilih
pada Pemilihan umum legislatif di deli serdang desa Namolandur Kecamatan
Namorambe”). Penelitian ini menjelaskan tentang perilaku masyarakat pemilih desa
namolandur tentang money politic (politik uang).
1.2 Rumusah Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang penelitian tersebut, maka penulis merumuskan
masalah yang akan dikaji melalui pertanyaan dalam penelitian ini yaitu: Bagaimana perilaku
masyarakat pemilih mengenai praktik politik uang (money politic) yang terjadi di Desa
Namolandur dalam pemilihan umum Legislatif 2019 ?
1.3 Batasan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka batasan
masalah di dalam penelitian ini adalah penulis hanya berfokus pada perilaku masyarakat
pemilih terhadap praktik politik uang (money politic) yang terjadi di desa namolandur dalam
Pemilihan umum Legislatif 2019.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini ialah mendeskripsikan perilaku masyarakat pemilih
terhadap praktik money politic (politik uang) yang dilakukan calon kandidat dalam
Pemilihan Umum Legislatif 2019 di desa Namolandur kecamatan Namorambe.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi, dan bahan referensi dalam Ilmu
Politik khususnya tentang praktik politik uang (money politic) dalam Pemilihan Umum
Legislatif 2019 di desa Namolandur kecamatan namorambe.
2. Penelitian ini diharapkan mampu dijadikan bahan masukan dalam rangka
penyempurnaan terhadap upaya penanggulangan pada politik uang (money politic)
Dalam Pemilihan Umum Legislatif 2019 (Studi kasus Masyarakat pemilih pada
Pemilihan umum legislative di deli serdang desa Namolandur Kecamatan Namorambe).
Sehingga menciptakan pemilihan umum demokratis yang bersih dari pelanggaran serta
kecurangan-kecurangan dalam pemilihan.
1.6 Studi Terdahulu
Penelitian terdahulu dilakukan oleh Gustia, Mahasiswa Universitas Hasanuddin
Makasar yang berjudul “Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Money Politic Pada
7
Penyelenggaraan Pemilihan Umum Anggota Legislatif”. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan Money Politic pada
penyelenggaraan pemilu anggota legislatif serta untuk mengetahui upaya penanggulangan
oleh Panwaslu terhadap kejahatan money politic pada penyelenggaraan pemilu anggota
legislatif.11
Hasil penelitian menunjukkan bahwa : Pertama, faktor-faktor yang menyebabkan
terjadinya money politic pada penyelenggaraan pemilu anggota legislatif yaitu persaingan
atau kompetisi yang ketat antara caleg, rasa tidak percaya terhadap caleg, tidak
terbangunnya hubungan yang baik antara caleg dengan pemilih, kebiasaan politik, kondisi
ekonomi masyarakat, pendidikan politik yang rendah, dan minimnya pemahaman tentang
ketentuan pidana pemilu. Kedua, upaya penanggulangan oleh panitia pengawas pemilu
(Pawaslu) terhadap kejahatan Money Politic Pada Penyelenggaraan Pemilu Legislatif terdiri
dari dua bentuk yaitu; upaya pencegahan dan upaya represif sebagai bentuk pengawasan
pemilu legislatif. Upaya pencegahan yaitu menyampaikan himbauan-himbauan melalui surat
resmi, menginstruksikan kepada seluruh jajaran pengawas pemilu melakukan pengawasan
aktif, melakukan pendekatan persuasi kepada masyarakat, mengadakan kerjasama dengan
penyelanggaraan pemilu dan memetakan titik rawan yang diduga berpotensi terjadinya
Money Politic.
Perbedaan pada skripsi di atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis
yaitu pada tujuan penelitian. Skripsi di atas menjelaskan apa yang menjadi faktor terjadinya
politik uang di Kabupaten Bone, sedangkan Penelitian yang akan penulis teliti yaitu
mengenai Bagaimana perilaku Masyarakat pemilih terhadap Money Politic yang terjadi.
1.7. Kerangka Teori
1.7.1. Money Politic
Money Politic (Politic Uang) merupakan salah satu masalah serius dalam setiap
pemilihan umum di Indonesia. Mulai dari pemilihan kepala desa, anggota legislatif, Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), kepala daerah, hingga presiden selalu diwarnai praktik jual beli
pengaruh dan suara. Tidak mengherankan apabila temuan mengenai politik uang
11 Gustia. 2015. Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Money Politic pada Penyelenggara Pemilihan
Umum Anggota Legislatif. Diakses pada tanggal 23 juli 2020.
8
mendominasi dalam setiap laporan pelanggaran, khususnya berkaitan dengan pelanggaran di
masa kampanye, pemungutan suara dan rekapitulasi hasil penghitungan suara.
Istilah Money Politic (politik uang) telah secara luas digunakan untuk
menggambarkan praktik-praktik sejak demokratisasi di Indonesia bermula pada akhir 1990-
an. Kendati istilah ini telah digunakan secara umum, definisi dari istilah tersebut masih
kabur. Semua pihak menggunakan istilah ini dengan definisi mereka masing-masing. Tetapi
untuk menghindari kekaburan makna dari istilah politik uang, peneliti mendefinisikan istilah
tersebut sesuai standar yang ada dalam berbagai studi komparatif tentang politik elektoral di
berbagai Negara.
Money politic (Politik Uang) dalam Bahasa Indonesia adalah suap, arti suap dalam
buku kamus besar Bahasa Indonesia adalah uang sogok. Politik uang adalah pertukaran uang
dengan posisi, kebijakan dan keputusan politik yang mengatasnamakan kepentingan rakyat
tetapi sesungguhnya demi kepentingan pribadi, kelompok dan partai. Politik uang adalah
suatu upaya memengaruhi orang lain (masyarakat) dengan menggunakan imbalan materi
atau dapat juga diartikan sebagai jual-beli suara pada proses politik dan kekuasaan serta
tindakan membagi-bagikan uang, baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara
pemilih. Politik Uang (Money Politic) dapat diartikan sebagai upaya mempengaruhi perilaku
orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu.12
Menurut Syarif Hidayat, praktik politik uang dimulai dari proses nominasi
kandidat, selama masa kampanye, hingga hari „H‟ pemilihan ketika suara dihitung. Ada dua
jenis politik uang; Pertama, secara langsung dengan memberikan uang kepada pemilih.
Kedua, secara tidak langsung dengan memberikan berbagai barang yang memiliki nilai guna
dan nilai tukar yang tinggi.
Ada juga yang mengartikan politik uang sebagai tindakan jual beli suara pada
proses politik dan kekuasaan. Tindakan itu bisa terjadi dalam jangkauan yang lebar, dari
pemilihan kepala desa sampai pemilihan umum presiden. Maka politik uang adalah semua
tindakan yang disengaja oleh seseorang atau kelompok dengan memberi atau menjanjikan
uang atau materi lainnya kepada seseorang supaya menggunakan hak pilihnya dengan cara
tertentu atau tidak menggunakan hak pilihnya untuk memilih calon tertentu atau dengan
sengaja menerima atau memberi dana kampanye kepada pihak-pihak tertentu. 13
12 Didik Supriyanto, Koordinator Pengawasan Panwas Pemilu, Http:// Www.Panwaslu, Jum’at. 13 Ismawan, Pengaruh Uang Dalam Pemilu
9
Dengan demikian money politic (politik uang) adalah suatu bentuk pemberian atau
janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih
maupun supaya iya menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum.
Pemberian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang umumnya dilakukan
untuk menarik simpati para pemilih dalam menentukan hak suaranya tiap pemilihan umum.
Berdasarkan pemikiran tersebut dapat dikatakan bahwa money politic yang digunakan bisa
berupa uang ataupun barang dengan tujuan untuk menarik simpati para pemilih. Dengan
adanya beberapa klasifikasi pemilih sehingga diperlukan untuk menentukan sasaran
khalayak yang kiranya sangat mudah untuk dipengaruhi agar calon kandidat bisa
memenangkan kampanyenya untuk mengambil kekuasaan tersebut.
Sasaran khalayak disini yaitu pemilih pemula dan pemilih yang ekonomi nya
rendah dikarenakan pemilih pemula merupakan kalangan muda yang baru pertama kali akan
menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan umum (pemilu). Sedangkan masyarakat yang
ekonomi nya rendah sudah pasti menerima apapun yang di berikan baik berupa bantuan
barang atau pun uang kepadanya. Oleh karena itu, menurut para tim kampanye dianggap
lebih mudah untuk mempengaruhi sasaran khalayak demi kesuksesan kampanyenya dalam
pemilihan umum (pemilu).14
1.7.1.1. Bentuk Bentuk Money Politic
A. Berbentuk Uang (Cash Money)
Dalam masyarakat, tidak terkecuali masyarakat religius, uang memang diakui
sebagai senjata politik ampuh yang sangat strategis untuk menaklukkan kekuasaan. Karena,
pada dasarnya uang merupakan saudara kembar kekuasaan. Uang merupakan faktor penting
yang berguna untuk mendongkrak personal seseorang, sekaligus untuk mengendalikan
wacana strategis terkait dengan sebuah kepentingan politik dan kekuasaan. Dimana,
seseorang leluasa mempengaruhi dan memaksakan kepentingan pribadi dan kelompoknya
pada pihak lain melalui berbagai sarana, termasuk uang. Dalam pemilihan Legislatif uang
sangat berperan penting15. Modus Money Politic yang terjadi dan sering dilakukan, antara
lain:
1. Sarana Kampanye. Caranya dengan meminta dukungan dari masyarakat melalui
penyebaran brosur, stiker dan kaos. Setelah selesai acarapun, para pendukung diberi
pengganti uang transport dengan harga yang beragam.
14 Ibid. 15 Ahmad Khoirul Umam, Kiai dan Budaya Korupsi di Indonesia (Semarang: Rasail, 2006).
10
2. Dalam Pemilu ada beberapa praktik tindakan money politic misalnya: distribusi
sumbangan, baik berupa barang atau uang kepada para kader partai, penggembira,
golongan atau kelompok tertentu. Bantuan Langsung (Sembako Politik). Yaitu pemberian
dari calon tertentu untuk komunitas atau kelompok tertentu. Caranya, dengan
mengirimkan proposal tertentu dengan menyebutkan jenis bantuan dan besaran yang
diminta, jika proposal tersebut dikabulkan maka secara otomatis calon pemilih harus siap
memberikan suaranya. Contoh nyata dari Sembako Politik adalah dengan mengirimkan
kebutuhan sehari-hari, berupa: beras, mie, minyak, gula ataupun bahanbahan sembako
lainnya. Delapan bentuk ini biasanya sangat efektif karena sasarannya tepat yaitu
masyarakat yang ekonominya rendah.16
B. Berbentuk Fasilitas Umum
Politik pencitraan dan tebar pesona lazim dilakukan oleh para calon untuk menarik
simpati masyarakat didaerah pemilihannya. Hal ini tidak saja menguntungkan rakyat secara
personal, namun fasilitas dan sarana umum juga kebagian. Politik pencitraan dan tebar
pesona melalui “jariyah politis” ini tidak hanya dilakukan oleh calon-calon yang baru, tetapi
juga oleh para calon yang berniat maju kembali di daerah pemilihannya. Instrument yang
dijadikan alat untuk menarik simpati masyarakat dengan menyediakan semen, pasir, besi,
batu dan sebagainya.17 Fasilitas dan sarana umum yang biasa dijadikan Jariyah Politis,
yaitu: Pembangunan Masjid, Mushalla, Madrasah, jalan-jalan kecil (gang-gang), dan
sebagainya.
1.7.1.2. Strategi Money Politic
A. Serangan Fajar
Serangan fajar adalah istilah yang digunakan untuk menyebut bentuk politik uang
dalam rangka membeli suara yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang untuk
memenangkan calon yang bakal menduduki posisi sebagai pemimpin politik. Serangan fajar
umumnya menyasar kelompok masyarakat menengah ke bawah dan kerap terjadi menjelang
pelaksanaan pemilihan umum.
B. Mobilisasi Masa
Mobilisasi massa biasa terjadi pada saat kampanye yang melibatkan penggalangan
massa dengan iming-imingan sejumlah uang untuk meramaikan kampanye yang diadakan
16 L. Sumartini, Money Politics dalam Pemilu (Jakarta: Badan Kehakiman Hukum Nasional
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, 2004), 148-149. 17 Dedi Irawan, “Studi Tentang Politik Uang (Money Politic) Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014:
Studi Kasus Di Kelurahan Sempaja Selatan”, Jurnal Ilmu Pemerintahan (Maret, 2015).
11
oleh partai politik. Penggunaan uang biasanya untuk biaya transportasi, uang lelah serta
uang makan, dengan harapan massa yang datang pada saat kampanye akan memilihnya
kelak.18
Dalam hal inilah biasanya terjadi fenomena pembelian pengaruh, dengan instrumen
para tokoh masyarakat yang dijadikan vote getter untuk mempengaruhi pemilih sesuai
dengan pesanan kandidat. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat saat ini mau mengikuti
kampanye dengan cuma-cuma. Sebagian masyarakat meminta uang makan dan bayaran
untuk mengikuti kampanye akbar dan sebagainya. Bahwasanya Undang-Undang Nomor 10
tahun 2012 yaitu dalam hal pelaksana kampanye tidak diperkenakan menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye secara
langsung ataupun tidak langsung.19
Dalam hal ini, baik strategi melalui serangan fajar ataupun mobilisasi massa yang
dilakukan oleh para tim kampanye untuk menarik simpati para pemilih bisa diberikan
sebelum masa kampanye, saat masa kampanye, pada masa tenang, ataupun malam hari
menjelang esoknya datang ke TPS serta bisa juga dengan cara meramaikan kampanye akbar
berupa jalan sehat, panggung hiburan, dll.
1.7.1.3. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Money Politic (Politic Uang)
Kegiatan money politic (politik uang) pada pemilu kini sudah menjadi fenomena
yang sering terjadi, dimana money politic (politik uang) menjadi tolak ukur dari seorang
kandidat dalam meraih simpati dari msyarakat guna memenagkan pemilu, namun tidak
semua juga kandidat menempuh jalur money politic (politik uang) dalam memenagkan
pemilu, walaupun dalam hal tersebut kemungkinannya sangat kecil. Hal ini disebabkan,
karena politik yang dipahami saat ini oleh masyarakat yang minim terhadap pendidikan
politik itu sendiri, justru hanya mengartikan pemilu sebagai sesuatuhal yang mendatangkan
keuntungan bagi pemilih. Pendidikan dan kebiasaan masyarakat ketika menjadi pemilih
maupun yang dipilih justru saling menyempitkan pemikiran akan arti dari pemilu yang
dimana kandidat hanya mengfokuskan mengejar kekuasaan dari proses pemilu, sedangkan
pemilih yang hanya menanti pemberian uang sebagai alat intervensi terhadap partisipasinya
dalam pemilu.
Money Politic menjadi salah satu alat yang digunakan oleh calon legislatif untuk
memengaruhi pilihan masyarakat dalam pemilu, dan hal ini memang menjadi strategi yang
18 Ibid. 19 Hasunacha. Sebab Akibat Politik Uang Pada Pemilu. Diakses pada tanggal 24 juli 2020.
12
ampuh karena keterbukaan masyarakat dalam menerima pemberian dalam bentuk apapun
dari calon legislatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya money politic pada pemilu
legislatif tahun 2019 memang disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya yaitu;
• Faktor Keterbatasan Ekonomi
Penyebab terjadinya politik uang tidak terlepas dari faktor keterbatasan ekonomi
yang hingga saat ini selalu memunculkan masalah-masalah baru, termasuk membuka
peluang bagi terjadinya politik uang di masyarakat. Artinya bahwa kemiskinan selama ini
membuat masyarakat berfiri secara rasional untuk mendpatkan sejumlah keuntungan,
termasuk ketika menerima imbalan yang diberikan oleh calon atau kontestan politi dalam
pemilu. Praktek politik uang tidak kan mudah untuk diceag dan diberhentikan jika
keterbatasan ekonomi dan kemiskinan masih melanda masyarakat kita.
• Faktor Rendahnya Pendidikan
Penyebab dari rendahnya kualitas pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat.
Tentunya hal ini tidak terlepas dari rendahnya faktor ekonomi yang membuat masyarakat
tidak memiliki kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik, sheingga hal ini
mempengaruhi pola fikir dan tingkah laku mereka ketika melakukan sesuatu. Rendahnya
kulitas pendidikan ini pada akhirnya mneyebabkan masyarakat memiliki pengetahuan yang
rendah terhadap politik dan pelanggaran yang terjadi dalam pemilu. Ketidaktahuan
masyarakat ini mempengaruhi perilaku mereka dalam menyikapi praktek politik uang yang
terjadi, hal ini terlihat dari mudahnya masyarakat dalam menerima sejumlah imbalan yang
diberikan, kemudian sangat mudah dipengaruhi oleh pihak-pihak tertentu untuk memilih
calon atau kontestan politik, hingga adanya sikap pragmatis dalam diri masyarakat membuat
mereka semakin memiliki ketidakpedulian terhadap pelanggaran yang terjadi, dan akhirnya
berdampak pada rendahnya kesadran politik hingga partisipasi politik yang masih sangat
rendah.
• Faktor Lemahnya Pengawasan
Praktek politik uang juga akan sulit untuk dihentikan jika kerja sama antara
masyarakat dengan pihak-pihak terkait masih kurang dalam melakukan pengawasan dari
praktek politik uang, terutama mendekati hari pemilihan. Lemahnya pengawasan ini lebih
menitikberatkan kepada adaptasi individu terhadap peraturan yang mengawasi praktek
politik uang itu sedniri, dimana karena faktor rendahnya pendidikan juga berpengaruh
kepada pla fikir masyarakat, sehingga belum mampu memahami dan menginternalisasi
13
dengan baik terkait peraturan pengawasan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya
praktek politik uang di masyarakat.
• Faktor Kebiasaan atau Tradisi
Praktek politik uang yang sering terjadi di tengah masyarakat, jika terus dibiarkan
akan menjadi kebiasaan terus menerus. Dampak ini diakibatkan karena praktek politik uang
yang terjadi selama ini, karena rendahnya pengawasan yang dilakukan dan kurnangnya
pengetahuan serta kesdaran dari masyarakat yang tidak mengetahui praktek politik uang
yang terjadi dalam pemilu. Keteidaktahuan masyarakat akan hal itu, membuat praktek
politik uang ini menjadi terus berulangulang, bahkan menjadi kebiasaan dalam pemilu, dan
membuat masyarakat berfikir bahwa hal tersebut merupakan hal yang biasa terjadi. Pola
fikir masyarakat akan hal itu, menyebabkan praktek politik uang mnejadi tsering dialakukan
terutama saat masa pemilu.
1.7.2. Pemilih
1.7.2.1. Defenisi Pemilih
Pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berusia 17 tahun atau
lebih atau sudah/pernah kawin. Pemilih dalam setiap pemilihan umum didaftarkan melalui
pendataan yang dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh penyelenggara pemilihan
umum.20 Para pemilih merupakan rational voters yang mempunyai tanggung jawab,
kesadaran, kalkulasi, rasionalitas dan kemampuan kontrol yang kritis terhadap kandidat
pilihannya, yang meninggalkan ciri-ciri traditional voters yang fanatik, primordial dan
irasional, serta berbeda dari swinger voters yang selalu ragu-ragu dan berpindah-pindah
pilihan politiknya.
Pemilih yang didalamnya pemilih pemula merupakan pemilih yang potensial.
Karena pemilih pemula adalah subjek partisipasi dan bukan objek mobilisasi. Pemilih
pemula merupakan pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia mereka baru
memasuki usia pemilih yaitu 17 hingga 21 tahun. Pengetahuan mereka terhadap pemilu
tidak berbeda jauh dengan kelompok lainnya, yang membedakan adalah soal antusiasme dan
preferensi.
Menurut pasal 1 ayat 22 Undang-Undang No 10 Tahun 2008 tentang pemilih,
pemilih adalah warga negara Indonesia yang telah genap berumur 17 tahun atau lebih atau
sudah/pernah kawin, kemudian pasal 19 ayat (1 dan 2) Undang-Undang No 10 tahun 2008
20 Pahmi. Politik Pencitraan, (Jakarta: Gaung Persada Press,2010)
14
menerangkan bahwa pemilih yang mempunyai hak memilih adalah warga negara Indonesia
yang didaftar oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih dan pada hari pemungutan
suara telah genap berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin.
Dari pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemilih pemula adalah
warga negara yang didaftar oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih, dan baru
mengikuti pemilu (memberikan suara) pertama kali sejak pemilu diselenggarakan di
Indonesia dengan rentang usia 17-21 tahun.
Adapun menurut Riswanda Imawan, Pemilih Pemula adalah mereka yang baru
pertama kali akan ikut dalam pemilu. Pemilih pemula juga dianggap menjadi “ladang emas”
suara bagi keseluruhan partai politik ataupun seorang kandidat pada pemilu.21 Siapapun itu
yang bisa merebut perhatian kalangan ini tentu akan bisa dirasakan keuntungannya.
Layaknya sebagai pemilih pemula, mereka selalu dianggap tidak memiliki pengalaman
memilih (voting) pada pemilu sebelumnya. Namun, ketiadaan pengalaman bukan berarti
mencerminkan keterbatasan menyalurkan aspirasi politik, namum mereka tetap
melaksanakan hak pilihnya di tempat pemungutan suara.
Pentingnya peranan pemilih pemula karena sebanyak 20 % dari seluruh pemilih
adalah pemilih pemula, dengan demikian jumlah pemilih pemula sangatlah besar, sehingga
hak warga negara dalam menggunakan hak pilihnya janganlah sampai tidak berarti akibat
dari kesalahan-kesalahan yang tidak diharapkan, misalnya jangan sampai sudah memiliki
hak pilih tidak dapat menggunakan hak pilihnya karena tidak terdaftar atau juga masih
banyak kesalahan dalam menggunakan hak pilihnya, dan lain-lain.
Siapapun itu yang bisa merebut perhatian kalangan ini akan dapat merasakan
keuntungannya. Lahirnya dukungan dari kelompok ini secara tidak langsung membawa
dampak pencitraan yang sangat berarti. Setidaknya untuk pengamanan proses regenerasi
kader politik kedepan, meskipun membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ketiadaan
dukungan dari kalangan ini akan terasa cukup merugikan bagi target-target partai politik.
1.7.2.2. Perilaku Pemilih
Keikutsertaan warga negara dalam pemilihan umum merupakan serangkaian
kegiatan membuat keputusan, yakni apakah memilih atau tidak memilih dalam pemilihan
21 Riswanda Imawan. Membedah Politik Orde Baru. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Diakses Pada Tanggal 25
juli 2020
15
umum? Kalau memutuskan memilih, apakah memilih partai atau kandidat X ataukah partai
atau kandidat Y?22
Pada studi perilaku memilih, secara garis besar terdapat tiga model untuk menjawab
pertanyaan seperti, mengapa pemilih memilih kontestan tertentu dan bukan kontestan lain?
Jawaban atas pertanyaan itu dibedakan menjadi sesuai dengan pendekatan yang digunakan,
yakni pendekatan sosiologis, psikologis, dan pilihan rasional.23
1. Pendakatan Sosiologis
Model sosiologis adalah yang terawal muncul dalam tradisi studi perilaku memilih.
Model ini berkembang di Eropa dan di Amerika pada tahun 1950-an dan dibangun dengan
asumsi bahwa perilaku memilih ditentukan oleh karakteristik sosiologis para pemilih,
terutama kelas sosial, agama, dan kelompok etnik/kedaerahan/bahasa.
Pendekatan sosiologis cenderung menempatkan kegiatan memilih dalam kaitan
dengan konteks sosial. Kongkretnya, pilihan seseorang dalam pemilihan umum dipengaruhi
latar belakang demografi dan sosial ekonomi, seperti jenis kelamin, tempat tinggal (kota-
desa), pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan, dan agama.
Tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan tidak cukup untuk
menjelaskan tingkat partisipasi dalam Pemilu (voter turnout). Orang yang mempunyai status
sosial-ekonomi lebih baik, memiliki kemungkinan lebih kuat untuk ikut dalam Pemilu hanya
bila ia berada dalam jaringan sosial yang memungkinkan terjadinya proses mobilisasi
politik.24
Orang yang aktif dalam organisasi-organisasi sosial formal ataupun informal,
cenderung lebih terlibat dengan urusan-urusan publik karena terpaan informasi melalui
pembicaraan dengan sesama anggota jaringan. Mereka juga mudah dijangkau dan dihubungi
oleh orang, kelompok, atau partai yang berkepentingan dengan partisipasi politik. Sementara
itu, orang yang jauh dari jaringan sosial tidaklah mudah dicapai oleh informasi dan aksi
mobilisasi.
Organisasi-organisasi yang membuat warga negara tersedia untuk proses mobilisasi
sangat beragam, dan sangat bergantung pada kultur dan tingkat perkembangan masyarakat.
Organisasi-organisasi sosial yang membantu bagi partisipasi politik itu termasuk di
22 Ramlan Surbakti, memahami ilmu politik (Jakarta: PT.Grasiindo, 1992),145 23 Saiful Mujani, R. William liddle, dan Kuskridho Ambardi, kuasa rakyat: Analisis tentang perilaku memilih
dalam pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca Orde Baru (Jakarta: Mizan, 2011), 4 24 Ramlan Surbakti, Partai, Pemilu dan Demokrasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), 170
16
antaranya adalah organisasi-organisasi atau jaringan-jaringan primordial atau identitas
(seperti agama dan kedaerahan), kepentingan (seperti organisasi buruh, petani, atau profesi
lainnya), dan juga asosiasi-asosiasi voluntaristik lain seperti klub-klub olahraga dan seni
budaya.
Seorang warga yang terlibat dalam sebuah organisasi sosial jelas membutuhkan
keinginan dan sumber daya untuk terlibat. Tetapi, untuk aktif dalam kegiatan politik, harus
hadir aspek lain, yakni mobilisasi. Harus ada sekelompok orang yang berkepentingan untuk
datang dan meyakinkan bahwa partisipasi mereka dibutuhkan. Kelompok kepentingan,
partai, elite politik ini jelas tidak bisa memaksa seorang warga untuk aktif dalam kegiatan
politik kalau mereka memang tidak mau atau tidak bisa. Di samping itu, kelompok
kepentingan tersebut tidak bisa dengan mudah datang ke warga untuk meminta mereka
aktif dalam suatu kegiatan politik kalau ia tidak berada di dalam jaringan sosial atau jaringan
politik tersebut.
Seorang calon presiden atau anggota DPR tidak mungkin mendatangi satu per satu
calon pemilih untuk mendapatkan jumlah suara yang signifikan. Ia harus menggunakan
jaringan atau kelompok sosial dan politik untuk mencapai tujuan tersebut. Tetapi, sekedar
berada dalam jaringan sosial dan politik serta berkemampuan tidaklah mencukupi untuk
memahami partisipasi politik seorang warga.25 Harus ditambahkan ke dalamnya adalah
mobilisasi politik, yaitu proses yang dijalankan calon, partai politik, aktivis, dan kelompok-
kelompok sosial untuk menarik orang lain berpartisipasi dalam politik. Seseorang telah
melakukan mobilisasi ketika ia membuat orang lain berkemungkinan lebih besar
berpartisipasi dalam politik.
Seorang pemilih dengan latar belakang kelas sosial bawah (dilihat dari jenis
pekerjaan, tingkat pendidikan, pendapatan, dan kesadaran akan posisi kelas sosial)
cenderung akan memilih partai politik dan calon pejabat publik yang dipandang
memperjuangkan perbaikan kelas sosial mereka.26 Di Eropa, buruh dipercaya cenderung
memilih partai buruh atau partai sosialis ketimbang partai konservatif atau partai liberal.
Pasalnya, partai buruh atau partai sosialis dipercaya lebih memperjuangkan kepentingan
sosial-ekonomi para buruh. Di Amerika, pemilih yang berasal dari kelas sosial bawah
25 Wawan Ichwanuddin. Menuju Pemilu Serentak yang Efektif dan Demokratis. Diakses pada tanggal 25 juli
2020 26 Dwidayati Esther. 2016. Perilaku Pemilih Pada Pemilihan Kepala Daerah Minahasa Utara Periode 2016-
2021. Diakses pada tanggal 27 juli 2020
17
dipercaya cenderung memilih calon-calon dari partai Demokrat ketimbang dari partai
Republik karena mereka percaya bahwa partai Demokrat lebih memperjuangkan perbaikan
kehidupan mereka ketimbang partai Republik. Sebaliknya, pemilih yang berlatar belakang
kelas sosial atas cenderung akan memilih calon-calon dari partai Republik yang dianggap
akan memperjuangkan kepentingan mereka sebagai anggota kelas atas.
Faktor sosiologis lain yang dipercaya penting memengaruhi keputusan seseorang
untuk memilih partai politik atau seorang calon pejabat publik adalah agama. Partai politik
atau seorang calon pejabat publik yang punya platform keagamaan yang sama dengan
karakteristik keberagaman pemilih, cenderung akan didukung oleh pemilih tersebut. Seorang
muslim cenderung untuk memilih partai yang ber-platform Islam dibanding yang ber-
platform agama lain, misal kristen. Orang taat beragama cenderung untuk mendukung partai
yang ber-platform keagamaan dibanding yang ber-platform sekular. Karena itu, perbedaan
platform atau citra yang jelas dari sisi keagamaan antara satu partai dengan partai lainnya,
atau antara satu calon dengan calon lainnya, akan mengungkapkan sejauh mana faktor
agama menjadi penting bagi pemilih dilihat dari karakteristik keagamaan mereka. Pada
situasi di mana partai-partai politik atau calon-calon pejabat publik tidak menunjukkan
perbedaan orientasi keagamaan yang jelas antara satu dengan yang lain, maka faktor agama
menjadi kabur signifikansinya dalam menentukan pilihan politik bagi pemilih.
Seperti halnya kelas sosial, hubungan antara agama dan partai politik atau dengan
calon pejabat publik tidak mesti dilihat dari platforn resmi partai atau dari program-program
yang ditawarkan oleh seorang calon. Hubungan tersebut dapat pula dilihat secara tidak
langsung dari tradisi dan konteks historis dari partai atau calon tersebut. Walaupun tidak
dinyatakan secara eksplisit di dalam platform partai, partai Republik di Amerika secara
tradisional dikenal sebagai di Amerika secara tradisional dikenal sebagai partai yang tumbuh
dari komunitas protestan. Sementara partai Demokrat secara tradisional dekat dengan
komunitas katolik.
Terkait dengan masalah kelas sosial dan sentimen keagamaan, ras dan etnik juga
dipercaya sebagai faktor sosiologis yang memengaruhi bagaimana seseorang memilih partai
politik atau calon pejabat publik. Partai yang secara tradisional memperjuangkan kesetaraan
ras dan etnik cenderung didukung oleh kelompok- kelompok ras dan etnik minoritas karena
kelompok inilah yang berkepentingan langsung dengan isu tersebut. Secara lebih khusus,
18
kesamaan ras dan etnik antara pemilih dan calon pejabat publik cenderung memengaruhi
perilaku memilih seseorang.
Studi-studi yang ada tentang dampak relatif dari ketiga faktor sosiologis (agama,
ras, etnik) menunjukkan bahwa faktor agama dan etnik sering mempunyai dampak yang
lebih signifikan ketimbang kelas sosial. Orang yang taat beragama cenderung mendukung
partai politik atau calon pejabat publik yang dipandang bersikap positif atas agama.
Terkait dengan sosial, agama, etnik, dan kedaerahan adalah kelompok- kelompok
atau organisasi terkait yang punya peran untuk memediasi individu- individu hingga menjadi
kekuatan kolektif untuk mendukung partai atau calon tertentu. Organisasi-organisasi ini
merupakan sumber daya sosial yang memungkinkan bagi mobilisasi politik. Dibanding yang
tidak aktif, orang yang aktif dalam suatu organisasi sosial lebih tersedia untuk termobilisasi
sehingga bisa menjadi aktif dalam politik, dan lebih mungkin untuk mendukung partai,
calon, atau isu publik tertentu.
Pada suatu masyarakat, dukungan terhadap partai atau calon tertentu mungkin juga
terkait dengan pola-pola hubungan parton-klien antara pemilih dengan calon yang terkait
dengan partai tertentu. Orang mendukung sebuah partai politik tertentu karena ia merasa
tergantung pada patronnya yang terkait dengan partai atau dengan calon tertentu. Kuncinya
adalah ketetrgantungan seseorang secara sosial-ekonomi kepada orang lain yang punya
hubungan dengan partai atau calon tertentu.27
2. Pendakatan Psikologis
Muncul kritik terhadap model sosiologis baik yang berkaitan dengan masalah voter
turnout maupun pilihan politik. Pada hubungannya dengan voter turnout, pemilih yang
punya daya sosial-ekonomi lebih baik, dan berada dalam jaringan sosial yang bisa dijangkau
oleh partai atau elite politik, belum tentu berpartisipasi dalam Pemilu atau Pilpres bila ia
tidak tertarik, atau tidak punya ikatan psikologis dengan partai atau tokoh partai tertentu.
Karena itu, model sosiologis jelas tidak cukup untuk menjelaskan mengapa seorang warga
ikut dalam Pemilu atau Pilpres.
Model psikologis memperkenalkan apa yang disebut sebagai budaya demokrasi
atau civic culture, dan secara lebih khusus lagi apa yang disebut sebagai budaya partisipasi
27 Cristian Huawe. Peran Partai Politik Dalam Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Diakses pada
tanggal 28 juli 2020
19
politik, untuk menjelaskan partisipasi politik, termasuk voter turnout. Seseorang
berpartisipasi dalam politik seperti memilih dalam pemilu, bukan saja karena ia berada
dalam jaringan sosial, terlibat dalam kegiatan urusan publik, tetapi juga karena ia ingin
berpartisipasi. Walaupun iya terlibat dalam urusan public, iya tidak secara otomatis
berpartisipasi dalam pemilu apabila iya tidak menginginkan partisipasi tersebut. Keterlibatan
politik termasuk di antaranya informasi politik, pengetahuan politik, ketertarikan politik,
persaan yang mengikat, dan identitas partai.28
Identitas partai adalah salah satu komponen dari keterlibatan politik yang dipercaya
mempunyai pengaruh positif terhadap partisipasi politik. Identitas partai adalah suatu
keadaan psikologis, yakni perasaan dekat dengan, sikap mendukung, atau setia kepada, atau
identifikasi diri dengan partai politik tertentu. Identitas partai membentuk sebuah identitas
politik seorang warga karena warga tersebut punya kemampuan psikologis untuk
menidentikkan dirinya dengan sebuah partai politik. Karena itu pula, identitas partai biasa
disebut dengan party ID. Seorang partisan adalah orang yang merasa dirinya bagian dari
sebuah partai atau mengidentikkan dirinya dengan partai tertentu, misal partai Golkar atau
Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP). Orang ini bisa mengatakan kepada kita misalnya,
“saya orang Golkar”, atau “saya orang PDIP”.
Seorang partisan punya energi psikologis untuk memilih partainya dalam pemilu,
dan karena itu iya cenderung akan ikut serta dalam Pemilu untuk memenangkan partainya.
Seorang partisan dapat disebut berkemungkinan besar untuk berpartisipasi dalam Pemilu
dibandingkan yang tidak. Pada faktor psikologis ini terbangun sebuah persepsi dan sikap
partisan seseorang karena proses sosialisasi politik yang dialaminya. Partai politik, seperti
halnya agama dan kelas sosial, adalah sebuah entitas independen yang akan membentuk
sentimen dan identitas politik seseorang yang tersosialisasi ke dalam partai politik tersebut.
Identitas partai ini yang memperantarai faktor-faktor sosiologis dengan opini dan sikap
terhadap partai politik, calon-calon pejabat publik, isu-isu politik terkait, dan keputusan
untuk memilih partai atau calon pejabat publik tertentu.
Sosialisasi politik di lingkungan keluarga, tempat kerja, dan lingkungan masyarakat
di mana seseorang tinggal; membantu proses pembentukan identitas partai ini. Pada
lingkungan keluarga dan masyarakat di mana sebuah partai politik disikapi secara positif,
tumbuh sikap positif pula terhadap partai tersebut‟ juga terhadap orang-orang dan isu-isu
28 Nurhasim. 2014. Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu 2014. Diakses pada tanggal 28 juli 2020
20
yang terkait dengan partai tersebut. Orang tua pendukung partai politik tertentu cenderung
menumbuhkan sikap partisan pada anggora keluarga lain sesuai dengan sikap partisannya.29
Model psikologis tentang perilaku pemilih ini mencakup apa yang disebut sebagai
identifikasi diri dengan partai politik atau identitas partai (party ID), opini tentang isu-isu
atau kebijakan publik yang terkait, dan opini tentang kualitas kepribadian tokoh-tokoh
partai atau calon-calon yang bersaing dalam pemilihan presiden.
3. Pendekatan Rasional
Sehubungan dengan dinamika pilihan politik, model pilihan rasional memberikan
perhatian pada dinamika ekonomi-politik. Keadaan ekonomi-politik lebih dinamis,
karenanya model pilihan rasional menyatakan bahwa: orang memilih calon atau partai
apabila calon atau partai tersebut dipandang dapat membantu pemilih memenuhi
kepentingan dasarnya: kehidupan ekonomi. Bagaimana seseorang pemilih mengetahui
bahwa calon atau partai tertentu dapat membantu mencapai kepentingan ekonominya
tersebut tidak membutuhkan informasi yang terlalu detail dan akurat dari seorang pemilih
atas posisi calon atau partai untuk memenuhi janji-janjinya. Cukup dengan mempersepsikan
keadaan ekonomi dirinya (egosentrik) di bawah sebuah pemerintahan (partai atau calon)
tertentu sekarang ini dibanding sebelumnya (retrospektif), dan yang akan datang dibanding
sekarang (prospektif); dan evaluasi umum seorang pemilih atas keadaan ekonomi nasional
(sosiotropik) di bawah pemerintahan yang sekarang maupun sebelumnya (retrospektif), dan
keadaan ekonomi nasional di bawah pemerintahan yang sekarang dibanding tahun-tahun
yang akan datang (prospektif).30
Pengikut pendekatan ini menimbulkan kejutan karena mencanangkan bahwa
mereka telah meningkatkan ilmu politik menjadi suatu ilmu yang benar-benar science.
Dikatakan bahwa manusia politik sudah menuju ke arah manusia ekonomi karena melihat
adanya kaitan erat antara faktor politik dan ekonomi, terutama dalam penentuan kebijakan
publik. Inti dari politik menurut mereka adalah individu sebagai aktor terpenting dalam
dunia politik. Sebagai makhluk rasional iya selalu mempunyai tujuan-tujuan (goal-seeking
atau goal oriented) yang mencerminkan apa yang dianggapnya kepentingan diri sendiri. Iya
melakukan hal itu dalam situasi terbatasnya sumber daya (resource restraint), dan karena itu
29 Yoserizal. Preferensi dan Rasonalisasi Pilihan Politik Perempuan Minang Perkotaan di Kota Padang
Terhadap Perilak Pemilih. Diakses pada tanggal 30 juli 2020 30 Saiful Mujani, R. William Liddle, dan Kuskridho Ambardi, Kuasa Rakyat (Analisis tentang perilaku memilih
dalam pemilihan legislatif dan presiden Indonesia pasca Orde-Baru), 33
21
iya perlu membuat pilihan. Menetapkan sikap dan tindakan yang efisien iya harus memilih
antara beberapa alternatif mana yang akan membawa keuntungan dan kegunaan yang paling
maksimal baginya.31
Pendekatan pilihan rasional melihat kegiatan memilih sebagai produk kalkulasi
untung dan rugi. Pada pemberian, yang dipertimbangan tidak hanya “ongkos” memilih dan
kemungkinan suaranya dapat memengaruhi hasil yang diharapkan, tetapi juga perbedaan
dari alternatif berupa pilihan yang ada. Pertimbangan ini digunakan pemilih dan kandidat
yang hendak mencalonkan diri untuk terpilih sebagai wakil rakyat atau pejabat pemerintah.
Model rasionalitas pemilih bertumpu pada keyakinan bahwa sejatinya manusia
adalah makhluk yang punya kepentingan untuk dirinya secara material. Perilakunya
didorong oleh motif kepentingan material dirinya. Atas dasar itu, perilaku politik seorang
pemilih, termasuk pilihan politik, didorong oleh kepentingan ekonomi pemilih. Setidaknya
motif ekonomi adalah motif yang paling utama dibandingkan motif-motif lain.
Pelaku Rational Action ini, terutama politisi, birokrat, pemilih (dalam berbagai
acara pemilihan), dan aktor ekonomi, pada dasarnya egois dan segala tindakannya
berdasarkan kecenderungan ini. Mereka selalu mencari cara yang efisien untuk mencapai
tujuannya. Optimalisasi kepentingan dan efisiensi merupakan inti dari teori Rational Choice.
Pada konteks pemilu legislatif, masyarakat didekati oleh partai-partai yang ada saat
ini yang lazim menggunakan pendekatan yang bersifat pragmatis. Simbol-simbol ideologis
tetap ada, namun sudah semakin minim. Sistem proporsional terbuka yang mengharuskan
kandidat untuk mendekati masyarakat secara langsung, makin menguatkan kenyataan ini.
Banyak calon legislatif yang menyadari bahwa mereka kurang dikenal kemudian
menggunakan cara cepat untuk dapat terkenal dan menarik perhatian masyarakat. Misalnya,
memberikan sesuatu yang konkret kepada masyarakat, seperti pemberian kebutuhan bahan
pokok, melakukan kegiatan sosial yang sifatnya gratis, pembagian hadiah melalui kegiatan
amal atau kompetisi olahraga, mengadakan pertunjukan hiburan rakyat, bahkan ada pula
yang langsung memberikan uang kepada masyarakat.
31 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), 92.
22
1.8 Kerangka Berfikir
Gambar 1. Kerangka Berfikir
Berdasarkan uraian di atas, dapat di ketahui bahwa perilaku masyrakat dalam
memilih calon kandidat dalam pemilihan legislatif dapat dibedakan berdasarkan beberapa
hal, yakni faktor sosiologis dimana pendekatan sosiologis cenderung menempatkan kegiatan
memilih dalam kaitan dengan konteks sosial. Kongkretnya, pilihan seseorang dalam
pemilihan umum dipengaruhi latar belakang demografi dan sosial ekonomi, seperti jenis
kelamin, tempat tinggal (kota-desa), pekerjaan, pendidikan, kelas, pendapatan, dan agama.
Kemudian faktor psikologis dimana pada faktor psikologis ini terbangun sebuah
persepsi dan sikap partisan seseorang karena proses sosialisasi politik yang dialaminya.
Kemudian terdapat faktor rasional dimana faktor rasionalitas pemilih bertumpu pada
keyakinan bahwa sejatinya manusia adalah makhluk yang punya kepentingan untuk dirinya
secara material.
1.9. Metode Penelitian
1.9.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif dilakukan
dengan mengumpulkan data tertulis yang akan diteliti, kemudian data terserbut dianalisa
sehingga menghasilkan jawaban penelitian. Penelitian Kualitatif dilakukan agar mendapat
pemahaman tentang perilaku pemilih dalam pemilihan legislatif di desa Namolandur
Kecamatan Namorambe.
Faktor Sosiologis
Faktor Psikologis
Faktor Rasional
Perilaku Pemilih Dalam
Pemilihan Umum Legislatif
2019 Di Desa Namolandur
23
1.9.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan, maka penulis dalam
hal ini menggunakan beberapa teknik pengumpulan data yaitu data primer dan data
sekunder.
1.9.2.1. Data primer
Data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari sumber penelitian atau
lokasi penelitian yaitu dengan melakukan wawancara terstruktur dengan informan mengenai
money politic (politik uang) dalam pemilihan umum legislatif 2019 di Desa Namolandur.
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri
masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara ini bertujuan mencari
jawaban atas hipotesis. Pertanyaan-pertanyaan disusun secara ketat, semua objek dipandang
mempunyai kesempatan yang sama untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
Menyesuaikan dengan batasan masalah, pada tehnik pengumpulan data wawancara,
penulis mengambil sembilan sampel dari masyarakat yang mempunyai hak pilih aktif pada
pemilu legislatif 2019 di Desa Namolandur. Ke sembilan masyrakat ini akan di wawancarai
oleh penulis bertujuan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan permasalahan yang
akan di teliti.
1.9.2.2. Data sekunder
Data sekunder berupa dokumen, yaitu mencari dan mengumpulkan data mengenai
masalah-masalah penelitian, seperti buku, jurnal, internet dan skripsi dan lain-lain yang
berkaitan dengan objek yang sedang diteliti.
1.9.3. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif dapat dipandang sebagai sebuah proses, dan juga dipandang
sebagai penjelasan tentang komponen-komponen yang perlu ada dalam suatu analisis data.
Maka dalam konteks keduanya analisis data adalah proses mencari, dan menyusun
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan cara mendeskripsikan hasil data
dan membuat kesimpulan.
Analisis data yang digunakan adalah studi kasus, untuk meneliti suatu kasus yang
terjadi pada tempat dan waktu tertentu. Kumpulan material yang banyak untuk mendapatkan
24
gambaran kasus yang detail dari informan pada saat terjadinya praktik politik uang pada
pemilihan umum legislatif 2019 di Desa Namolandur, Kabupaten Deli Serdang.
1.9.4. Lokasi penilitian
Lokasi penelitian yaitu Di Desa Namolandur kecamatan Namorambe, Kabupaten
Deli serdang.
25
BAB II
PROFIL DESA NAMOLANDUR, KECAMATAN NAMORAMBE,KABUPATEN
DELI SERDANG.
II.I Profil Kabupaten Deli Serdang
Kabupaten Deli Serdang adalah sebuah kabupaten di Provinsi Sumatera Utara
Indonesia. Ibu kota kabupaten ini berada di Lubuk Pakam. Jumlah penduduk kabupaten ini
berjumlah 2.155.625 jiwa, dan merupakan jumlah penduduk terbanyak berdasarkan
kabupaten di Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Deli Serdang dikenal sebagai salah satu
daerah dari 33 Kabupaten/ Kota di Provinsi Sumatra Utara. Kabupaten yang memiliki
keanekaragaman sumber daya alamnya yang besar sehingga merupakan daerah yang
memiliki peluang investasi cukup menjanjikan.
Selain memiliki sumber daya alam yang besar, Deli Serdang juga memiliki
keanekaragaman budaya, yang disemarakan oleh hampir semua suku-suku yang ada
di Nusantara. Adapun suku asli penghuni Deli Serdang adalah Suku Melayu yang
pernamaan kabupaten ini juga di ambil dari dua kesultanan, yaitu Melayu Deli serta Melayu
Serdang kemudian Suku Karo, dan Simalungun di wilayah selatan. Ditambah beberapa suku
pendatang yang dominan seperti dari suku jawa, batak, india, minang,tionghoa, dan lain-
lain.
Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 22 kecamatan, 14 kelurahan, dan 380 desa
dengan luas wilayah mencapai 2.241,68 km² dan jumlah penduduk sekitar 1.791.677 jiwa
(2017) dengan kepadatan penduduk 800 jiwa/km².
Pada pembahasan Profil Desa Namolandur Kecamatan Namorambe Kabupaten Deli
Serdang akan di bahas mengenai : pertama, yaitu membahas sekilas sejarah Deli Serdang
dan Asal-usul Desa Namolandur Kecamatan Namorambe. Dan kedua, yaitu mengenai letak
geografis dan kondisi sosiokultural di wilayah Desa Namolandur.
II.II Asal- Usul Deli Serdang
Sebelum proklamasi kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 Kabupaten Deli Serdang
yang dikenal sekarang ini dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (kesultanan) yaitu
kesultanan deli yang berpusat di Kota Medan dan kesultanan serdang berpusat di
Perbaungan. Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan menjadi Daerah Otonom sesuai dengan
undang-undang nomor 22 tahun 1984 tentang undang-undang pokok-pokok pemerintahan
26
daerah dan undang-undang nomor 7 darurat tahun 1965. Hari jadi Kabupaten Deli Serdang
ditetapkan tanggal 1 Juli 1946. Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 7 tahun 1984,
ibukota Kabupaten Deli Serdang dipindahkan dari Kota Medan ke Lubuk Pakam dengan
lokasi perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara
tanggal 23 Desember 1986. Sesuai dengan dikeluarkan UU Nomor 36 Tahun 2003 tanggal
18 Desember 2003, Kabupaten Deli Serdang telah dimekarkan menjadi dua wilayah yakni
Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai, secara administratif Pemerintah
Kabupaten Deli Serdang kini terdiri atas 22 kecamatan yang di dalamnya terdapat 14
Kelurahan dan 380 desa.
Seiring dengan gerak roda pembangunan yang terus melaju diciptakan motto bagi
daerah Deli Serdang yaitu : “BHINNEKA PERKASA JAYA” yang tercantum di pita
lambang Daerah Kabupaten Deli Serdang, dalam pengertian “Dengan masyarakatnya yang
beraneka ragam suku, Agama, ras, dan golongan bersatu dalam ke Bhinnekaan secara
kekeluargaan dan gotong royong membangun semangat kebersamaan, menggali dan
mengembangkan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusianya sehingga menjadi
kekuatan dan keperkasaan untuk mengantarkan masyarakat kepada kesejahteraan, maju,
mandiri dan jaya sepanjang masa”.
II.III Asal-usul Desa Namolandur Kecamatan Namorambe
Sebelum Proklamsi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, Kecamatan Namorambe
adalah di bawah Pemerintahan sultan Deli yang berkedudukan di Medan dan termasuk
Kewedanaan Deli Hulu dengan pusat kewedanaan di Pancur Batu. Setelah Proklamasi,
kekuasaan sultan Deli berakhir dan timbullah Pemerintahan Kecamatan yang pada waktu itu
dikepalai oleh seorang Asisten wedana (sekarang camat) yang sampai sekarang menjadi
Kecamatan Namorambe.
Kecamatan Namorambe adalah salah satu Kecamatan yang berada di Kabupaten
Deli Serdang, yang berjarak 20 km dari Kota Madya Medan dan 34 km dari ibukota
Kabupaten Deli Serdang di Lubuk Pakam. Kecamatan Namorambe terdiri dari 36 Desa yang
salah satu nya Desa yang penulis lakukan penelitian bernama Desa Namolandur. Desa
Namolandur adalah Desa yang berada di Kecamatan Namorammbe yang terletak berbatasan
sebelah Timur dengan Desa Salangtungir, sebelah Selatan dengan Desa Namorambe,
sebelah Barat dengan Desa Kuta Lepar, dan sebelah Utara berbatasan dengan Desa Kuta
Tengah. Desa namolandur terbagi mejadi dua Dusun yang mana kedua Dusun terebut di
pimpin oleh Kepala Desa Bapak Aditia Jaya Sembiring.
27
II.IV Letak Geografis Desa Namolandur
Desa Namolandur merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan Namo
Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Luas wilayahnya sekitar 12,4 Ha atau sekitar 3,25 % dari
seluruh wilayah Kecamatan Namo Rambe. Secara geografis, Desa Namolandur terletak pada
ketinggian 51-427 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan antara 4º - 7º.
Wilayahnya dipengaruhi oleh iklim tropis dengan suhu udara berkisar antara 18º - 36º C.
Curah hujan rata-rata sekitar 2.256 mm per tahun. Posisi Desa Namolandur dekat dari kantor
Kecamanatan Namorambe. Tanah-tanah di Desa Namolandur terdiri atas lapisan tanah
aluvial sehingga sangat cocok untuk diusahakan sebagai lahan pertanian. Sebagian besar
penggarapan lahan diusahakan sebagai lahan tanaman pangan dan lahan perkebunan.
Adapun hasil-hasil pertanian di Desa Namolandur sebagian besar di pasar kan ke kota
Medan seperti buah-buahan, sayur-sayuran dan beras.
Adapun batas-batas wilyah Desa Namolandur adalah sebagai berikut:
Sebelah utara : Desa Kuta Tengah
Sebelah timur : Desa Salang Tungir
Sebelah selatan : Desa Namorambe
Sebelah barat : Desa Kuta Lepar
Letak Desa Namolandur dengan Kota Medan tidak terlalu jauh, hanya berkisar 45
menit saja. Dengan jarak yang tidak terlalu jauh, maka dapat dipastikan kalau masyarakat
Desa Namolandur sudah sangat mudah untuk melakukan interaksi dan beraktivitas secara
tidak terbatas ke Kota Medan, seperti melakukan aktifitas perdagangan, pendidikan,
pekerjaan dan lain sebagainya.
II.V Struktur Pemerintahan Desa Namolandur
Desa Namolandur merupakan salah satu dari 36 desa yang menjadi bagian dari
Kecamatan Namo Rambe, Kabupaten Deli Serdang. Desa ini berjarak ± 1 Km dari Kuta
Tengah sebagai ibukota kecamatan. Desa Namolandur terbagi dalam 2 wilayah dusun.
Kepala pemerintahan di Desa Namolandur dipegang oleh seorang kepala desa.
Dalam menjalankan fungsi pemerintahannya, iya dibantu oleh seorang sekretaris desa,
beberapa staf/perangkat desa dan para kepala dusun. Sementara itu, untuk menampung
aspirasi masyarakat Desa Namolandur terdapat pula Lembaga Musyawarah Desa (LMD)
yang merupakan sarana pertemuan aparatur desa, para pemuka masyarakat dan kepala
28
dusun. Dalam meningkatkan pembangunan pedesaan, maka kepala desa memerlukan
masukan-masukan pembangunan yang berasal dari masyarakat dalam bentuk organisasi
pedesaan, seperti LKMD, PKK dan lain-lain.
II.VI Jumlah Penduduk Desa Namolandur
Jumlah penduduk seluruh Desa Namolandur kecamatan Namorambe Kabupaten
Deli Serdang berjumlah 521 jiwa, sedangkan jumlah pemilih untuk Pemilu Legislatif 2019
sebanyak 227 jiwa. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada tabel 1.
Tabel 1.1 Persebaran Jumlah penduduk Desa Namolandur
No Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki 243
2 Perempuan 278
Total 521
Sumber: Data Demografi Desa Namolandur 2020
II.VII Keadaan Sosial Budaya Desa Namolandur
Mayoritas penduduk Desa Namolandur merupakan masyarakat Karo. Mereka
merupakan suku asli di desa ini dan menggunakan Bahasa Karo sebagai bahasa
kesehariannya. Selain orang-orang Karo, banyak juga masyarakat pendatang yang bermukim
di desa ini, seperti masyarakat yang berasal dari wilayah Tapanuli, Simalungun dan Jawa.
II.VIII Mata Pencaharian Desa Namolandur
Dengan kondisi wilayah yang sangat mendudukung untuk usaha pertanian.
Penduduk Desa Namolandur bermatapencaharian sebagai petani atau peladang. Mereka pada
umumnya menanam jenis tanaman pangan, seperti padi, jagung dan kacang-kacangan, serta
sayur-sayuran seperti cabai, jagung, kacang panjang, timun, buncis, dan tomat. Selain itu,
penduduk juga menanam tanaman keras seperti kelapa, cokelat dan lain sebagainya. Selain
bercocok tanam penduduk Desa Namolandur juga banyak memelihara hewan ternak, seperti
sapi, kerbau, kambing, unggas, babi, dan ikan-ikan air tawar. Namun demikian, penduduk
Desa Namolandur juga mempunyai mata pencaharian lain selain sebagai petani, seperti
pegawai negeri, wiraswasta, pedagang, dan buruh tani.
Diketahui bahwa hampir sebagian penduduk Desa Namolandur mempunyai mata
pencaharian sebagai petani, namun tidak semua petani memiliki lahan pertanian sendiri.
Tetapi petani penyewa lahan dari penduduk setempat. Selain dari itu, terdapat juga di antara
29
mereka yang bekerja sebagai buruh tani. Dalam tradisi masyarakat Karo para buruh tani ini
juga disebut sebagai aron, Aron adalah istilah Karo untuk menyebutkan aktifitas ataupun
kelompok orang-orang yang bekerja sebagai tenaga kerja sukarela atau yang diupah dalam
bidang pertanian.dimana aron-aron ini dibagi dalam dua kelompok yaitu aron yang bekerja
secara tetap (aron tetap) dan aron harian atau aron lepas.
II.IX Pendidikan Warga Desa Namolandur
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Tinggi
rendahnya tingkat pendidikan penduduk dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk
menentukan kemajuan suatu daerah. Selain itu, pendidikan juga berpengaruh dalam
membentuk pola pikir masyarakat. Hal ini berpengaruh pula terhadap pandangan masyarakat
Desa Namolandur untuk menentukan pilihannya dalam pemilihan umum, karena semakin
tinggi tingkat pendidikan yang diperoleh maka semakin luas pula pola pikirnya dan begitu
juga sebaliknya. Persebaran penduduk Desa Namolandur menurut tingkat pendidikan dapat
di lihat pada tabel 2.
Tabel 1.2 Persebaran Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan.
NO Pendidikan Jumlah
1 Perguruan tinggi 21
2 Lulus SMA 206
3 Lulus SMP 108
4 Lulus SD 117
5 Tidak sekolah 69
Total 521
Sumber: Data penduduk Desa Namolandur
II.X Agama Mayoritas Desa Namolandur
Dilihat dari sistem kepercayaannya, sebagian besar penduduk Desa Namo Landur
menganut agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik. Sebelum mengenal agama,
masyarakat Desa Namo Landur mengenal sistem kepercayaan kepada roh-roh nenek
moyang, dan benda-benda yang mereka anggap keramat. Kepercayaan ini memang
merupakan kepercayaan awal masyarakat Karo sejak jaman dahulu. Aliran kepercayaan ini
disebut dengan istilah Pemena atau Parbegu.
30
BAB III
ANALISIS POLITIK UANG PADA PEMILIHAN LEGISLATIF 2019 DI DESA
NAMOLANDUR, KECAMATAN NAMORAMBE
Pada bab ini merupakan pemaparan penulis mengenai kasus politik uang yang
terjadi dengan menganalisis lebih mendalam menaggunakan teori yang di jelaskan pada bab
sebulumnya. Pembahasan yang di paparkan pada bab ini, mengenai pemaparan analisis yang
di temukan di lapangan. Kampanye kandidat dan praktik politik uang yang digunakan untuk
berkampanye, serta bermacam-macam pendekatan yang di gunakan calon kandidat sebagai
upaya agar masyarakat memilih calon kandidat tersebut.
Pada studi kasus praktik politik uang yang terjadi di wilayah Desa Namolandur
Kecamatan Namorambe dengan tema yang sudah di jelaskan. mengenai pengaruh politik
uang pada pilihan politik warga. Menjelaskan bagaimana masyarakat menjadi pragmatis
terhadap pilihan politik, dimana masyarakat lebih cenderung memilih seorang calon
kandidat berdasarkan manfaat yang di peroleh ketika kampanye. Penulis mengklasifikasi
dengan teori perilaku pemilih dalam pendekatan sosiologis, psikologis dan pilihan rasional.
Hasil analisis yang akan dipaparkan, didapat dari satu Desa yang terbagi menjadi dua Dusun
dan beberapa masyarakat yang bersedia untuk di wawancarai yang akan bersedia
memberikan informasi secara terbuka sehingga penulis mampu menganalisis lebih
mendalam berkaitan dengan tema yang sudah di jelaskan.
III.I Calon Kandidat Memberikan Sembako
Pada bentuk pemberian barang- barang pribadi biasanya caleg melakukan praktik
ini umumnya berkampanye dengan cara mendatangi wilayah daerah pemilihan setempat.
Seperti yang penulis temukan pada wilayah Desa Namolandur , berikut ini hasil wawancara
dengan informan Yulita Anggyyani mengatakan;
“Waktu pas kampanye itu ,tim dari partai PKS mengadakan acara
pengajian di mesjid Al jihad , disitu mereka mengundang ustad untuk
memberikan ceramah kepada masyarakat yang datang sekaligus mengenal
kan calon kandidat berinisial HAR kepada masyarakat yang hadir sambil
menyampai kan apa visi/misi beliau. Setelah ceramah selesai mereka
memberikan sembako ke kami yang datang, dan mengingatkan jangan lupa
31
memilih bapak berinisial HAR ya. Calon kandidat yang lain juga ada yang
ngasih sembako juga, tapi saya lupa dari siapa siapa aja”.32
Daripada mengandalkan struktur partai dalam kampanyenya. Mereka juga banyak
memanfaatkan jaringan berbasis keagamaan, etnis dan sejenisnya untuk menjangkau
pemilih. Para caleg umumnya membangun mesin kampanye dengan menggunakan sumber
dana pribadi untuk membiayai aktivitas-aktivitas sosial tersebut. menyelenggarakan
kegiatan-kegiatan sosial tersebut. Uang tersebut digunakan untuk uang transpor bagi para
penyelenggara dan membeli konsumsi bagi para peserta pertemuan.
Pada kampanye politik, HAR mengadakan pertemuan dengan masyarakat untuk
datang bersosialisasi dengan beliau. Mengadakan kegiatan kampanye diikuti dengan
kegiatan ceramah di masjid AL jihad, serta memberikan sembako kepada warga. Hal ini
menjadikan kegiatan silaturahmi dengan konsep memberikan sembako untuk mengambil
hati masyarakat.
Silaturahmi yang dilakukan calon kandidat memiliki makna menjalin kembali
hubungan-hubungan kekeluargaan atau kekerabatan, sehingga membangkitkan emosional di
antara pihak-pihak yang terlibat. Karena itu, silaturahmi merupakan kata yang memiliki
kekuatan kultural, baik dalam bentuk praktik religius maupun sebagai praktik sosial yang
dapat mempererat ikatan-ikatan sosial.33
Pada konsep politik uang dalam bentuk pemberian barang atau pun pemberian
uang, tim sukses harus mampu berfikir untuk bagaimana cara melakukan pendekatan ke
masyarakat agar masyarakat memilih calon tersebut. Dengan membuat acara di mesjid
kemungkinan besar cara itu dapat di terima masyrakat, sehingga masyarakat memilih calon
dari tim sukses karena ada ikatan ataupun simpati dari masyarakat kepada calon tersebut.
Acara pengajian berfungsi lebih efektif karena mereka mampu menjamin adanya rasa
terimakasih dan kewajiban untuk memilih dari masyarakat yang telah di undang ke
pengajian .
Secara umum, tim sukses akan mampu menyampaikan, memonitor, dan bahkan
mendesakkan kepatuhan pemilih. Tim sukses juga lebih paham akan kondisi riil yang ada di
lapangan, misalnya seorang tim sukses lebih mengetahui jika si penerima uang/barang
32 Wawancara Dengan Yulita Anggayyni seabagi rukun warga dan informan penelitian 33 Caroline Paskirana, Jawa Barat:Silaturahmi, jaringan Personal, dan Politik Petronase dalam Politik Uang di
Indonesia, 278
32
mendukung atau tidak mendukung kandidat. Berbeda dari kampanye lainnya, jika biasanya
calon legislative bersama dengan tim sukses datang langsung ke lapangan tetapi kali ini tim
sukses yang datang memberikan undangan kepada masyarakat sekitar untuk datang
bersilaturahmi ke masjid al jihad untuk mengikuti ceramah yang di lakukan ustad sambil
memperkenalkan calon legislative.
Pada konsep pemberian sembako kepada warga menjadi bagian yang tidak bisa
dipisahkan dalam proses pemilu, berlangsung dalam model interaksi politik yang secara
sadar diarahkan kepada hubungan yang saling memberi keuntungan. Silaturahmi dalam
konteks calon legislatif yang datang ke tempat wilayah rukun Desa Namolandur memiliki
tujuan yang sangat efektif. Pertama, menjadi media yang efektif bagi para kandidat untuk
membantu citra dirinya di mata masyarakat. Sebagai sosok yang akan dikenal masyarakat
dengan membangun jaringan personal secara langsung dan baik yang membuat masyarakat
mempunyai simpati terhadap beliau tersebut. Selain itu Ulina Ginting mengatakan :
“Kalau yang ngasi sembako adalah kemarin beberapa dari tim sukses nya ,
ya saya terima aja ,tapi yang memberikan uang gak ada setau saya,
sembako aja yang ada, tapi gak taulah kalau sama yang lain. tetapi yang
saya pilih kemarin bukan yang memberikan sembako , yang saya pilih yang
semarga sama saya yaitu calon kandidat berinisial ATG”34
Pada konsep pemberian bantuan berupa barang sembako yang di lakukan oleh tim
sukses ATG yang berada di Desa Namolandur. Biasanya ini cara pendekatan calon kandidat
saat kampanye untuk silaturahmi sebagai tanda pengenalan calon kepada masyrakat yang di
lakukan oleh tim sukses calon kandidat. Seperti dengan memberikan barang pribadi
(sembako), memberikan uang atau pun mengadakan acara, baik acara keagamaan ataupun
hiburan.
Kandidat yang baru ikut dalam pemilihan umum memandang silaturahmi sebagai
cara yang lebih efektif untuk memperkenalkan dirinya kepada para pemilih, ketimbang
memasang spanduk dan baliho yang mudah rusak atau hilang. Para kandidat cenderung
mengarahkan tim sukses nya dari satu tempat bergerak ketempat lain. Akan tetapi,
menggunakan model kampanye yang sama namun pemberian barang yang berbeda
menimbulkan hasil akhir yang akan dipilih. Penulis juga mewawancarai Nurlela Saragih
mengenai kampanye yang dilakukan calon kandidat, Nurlela mengatakan :
34 Wawancara Dengan Ulina Ginting sebagai Salah Satu rukun warga dan informan Penelitian
33
“ada sekitar satu atau dua orang calon kandidat yang ngasih sembako. Ada
yang ngasi tikar untuk dikasih ke masjid. Ada juga yang memberi uang tapi
ada juga yang memberi bantuan barang, beragam macam pokoknya”
Selain itu ada caleg yang memberikan sembako ini iyalah sebagai pendekatan atau
pun perkenalan kepada masyrakat. dengan menggunakan strategipemberian barang ini
kemungkinan besar cara ini berhasil untuk mengambil suara masyarakat agar memilih nya
ketika pencoblosan nanti.strategi ini sering digunakan oleh calon lainnya. Sehingga sudah
seperti tradisi ketika pemilu calon anggota legislatif memberikan bantuan kepada
masyarakat. Baik bantuan berupa barang (sembako) atau pun uang.. Ini menjadi point
penting mengingat tema yang dibahas penulis yaitu politik uang yang dibentuk oleh calon
legislatif dengan sasaran masyarakat yang dituju yaitu masyarakat yang berpendapatan
ekonomi menengah kebawah ternyata cukup berhasil.
III.II Calon Kandidat Memberikan Uang
Bentuk pembelian suara dengan cara memberikan keuntungan finansial yang
dilakukan satu orang kepada orang lain untuk memengaruhi pilihan politik orang tersebut,
Penulis mewawancarai seorang warga di wilyah Desa Namolandur yaitu Nurlela Saragih
beliau menjelaskan bahwa ada tim sukses yang datang berkampanye dengan menggunakan
model kampanye door to door. Beliau menjelaskan:
“Saya menerima uang dari salah satu calon kandidat ,sekitar 1 atau 2
orang yang memberikan uang, tapi saya lupa siapa yang memberikan ,
karena kan uda agak lama jugak waktu nya jadi saya lupa lagi pula saya
dapat uang dikasih teman saya, Cuma yang saya tau ada yang memberikan
tikar jugak ke mesjid , dan kalau nominal uang beragam ada Rp.100.000.
dan ada Rp.50.000 beragam la”35
Uang sudah menjadi alat transaksi yang sering digunakan. Pada pemilihan anggota
legislatif, uang menjadi modal utama untuk mendapatkan dukungan suara dari pemilih.
Praktik politik uang pada proses demokrasi level akar rumput (grass root) tumbuh subur
karena dianggap suatu kewajaran, masyarakat tidak lagi peka terhadap bahayanya. Mereka
membiarkannya, karena tidak merasa bahwa money politic secara normatif harus dijauhi.
Segalanya berjalan dengan wajar.36 Mesakipun jelas terjadi money politic, dan hal itu diakui
oleh kalangan masyarakat, namun tidak ada protes. Motif ekonomi juga menjadi pilihan
35 Wawancara dengan Nurlela Saragih sebagai rukun warga dan informan penelitian 36 Aswad. Peran Uang, Barang,dan Keluarga Dalam Memenangkan Caleg dalam Politik Uang di Indoenesia.
Kabupaten Kapuas: 2015.
34
politik tersendiri bagi warga yang menerima. Penulis mewawancarai warga lain yang
bernama Lewi Perangin angin. Beliau mengatakan:
“Ya waktu itu saya ada menerima sembako dan uang, itu di berikan mereka
sewaktu lagi ramai ramai nya masa kampanye , saya lupa nama kandidat
nya cuma yang saya ingat ada dua itu dari partai PDI dan NASDEM, itu
yang mengantarkan tim sukses nya masing-masing. Jumlah nya ada 50.000
ada 20.000. beragam dia pokoknya. Saya terima aja semua uangnya,
soalnya kan butuh juga, jadi terima-terima aja”37
Pada kajian politik uang, strategi pemenangan yang digunakan caleg dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu strategi personalistik dan strategi materialistik.
Pengelompokkan ini didasarkan pada dua paradigma yang berkembang di kalangan caleg.
Pertama, paradigma personalistik yang menyatakan bahwa pada dasarnya orang akan
memilih caleg yang dia kenal, terlebih memiliki hubungan personal. Semakin dekat
hubungan personal antara caleg dan pemilih, semakin besar kemungkinan caleg itu terpilih. .
Kedua, paradigma materialistik yang menyatakan bahwa pada dasarnya seseorang
cenderung memilih caleg yang paling menguntungkan bagi dirinya. Keuntungan instan yang
paling bisa dinikmati dalam konteks pileg adalah keuntungan materiil, baik berupa uang,
barang, ataupun jasa. Paradigma ini menegaskan bahwa kehidupan seseorang ditentukan
oleh pilihan ekonominya.
Pemberian uang dan barang dalam pelaksanaan Pemilihan Umum sangat sering
terjadi walau pun itu termasuk pelanggaran dalam pemilu akan tetapi cara itu yang selalu
digunagakan untuk melakukan pendeketan ke masyrakat. Gampang nya masyarakat yang
perekonomian nya rendah membuat mereka mau menjual suara nya dengan di berikan uang
dan sembako eleh tim calon kandidat yang berada di Desa Namolandur, seperti yang penulis
tanyakan kepada narasumber Zefri Manurung mengatakan:
“Jauh sebelum hari pencoblosan saya ada menerima bantuan berupa uang
dan sembako dari pak inisial TD,uang yang saya terima sebesar 35 ribu
,itu aja yang sampai ke saya”38
Hampir semua caleg dari semua partai melakukan strategi pemberian uang dan
sembako baik karena strategi ini memang sejak awal telah direncanakan, maupun karena
terpaksa lantaran melihat caleg lain melakukannya. Strategi ini pada umumnya dilakukan
oleh tim sukses atau relawan yang mengenali kondisi desa dan kondisi para pemilih. Praktik
37 Wawancara dengan Lewi Perangin-Angin sebagai rukun warga dan informan dalam penelitian 38 Wawancara DEngan Jefri Manurung sebagai rukun warga dan informan dalam penelitian
35
politik uang sebagai salah satu strategi yang ditempuh oleh calon kandidat untuk
memenangkan pertarungan politik. Memberikan uang dengan cara membayar komponen
biaya dalam kampanye, sebagai jasa para saksi, maupun pemberian bantuan kepada
masyarakat tertentu. Seperti yang penulis tanyakan kepada narasumber Dody Firmansyah
mengatakan:
“Pada saat itu saya ada menerima bantuan dari pak inisial HAR,tim sukses
dari beliau memberikan saya uang dan sembako, kalau calon lain tidak ada
yang memberikan bantaun ke saya. Cuma dari tim sukses pak HAR yang
memberikan bantuan ke saya, dan nomnal uang yang saya terima saat itu
100.000”39
Pemberian uang secara tunai atau pun secara langsung, baik menggunakan amplop
atau tidak, kepada pemilih dengan maksud agar seseorang caleg tertentu dipilih dalam
pencoblosan. Hampir semua caleg dari semua partai melakukan strategi pemberian uang
baik karena strategi ini memang sejak awal telah direncanakan, maupun karena terpaksa
lantaran melihat caleg lain melakukannya.
Strategi ini pada umumnya dilakukan oleh tim sukses atau relawan yang mengenali
kondisi desa dan kondisi para pemilih. Ada juga pemberian uang yang dilakukan oleh aparat
desa, karena caleg menggunakan jaringan rukun tangga, rukun warga dan menitipkan
amplop kepada aparat tersebut. Akan tetapi, ada juga caleg yang membagi-bagikan uang
sendiri kepada masyarakat pemilih Praktik politik uang sebagai salah satu strategi yang
ditempuh oleh calon kandidat untuk memenangkan pertarungan politik.
Memberikan uang dengan cara membayar komponen biaya dalam kampanye,
sebagai jasa para saksi, maupun pemberian bantuan kepada masyarakat tertentu. Masalah
politik uang muncul karena adanya distorsi dan intervensi DPP parpol, faktor tidak
memadainya sosialisasi politik sehingga masyarakat “salah pilih” atau belum sepenuhnya
mencerminkan “kematangan politik” dalam memilih secara rasional dari segi kredibilitas
calon kandidat. Hal ini sejalan dengan praktik kecurangan politik yang sistematis, maupun
penegakan hukum yang tidak berjalan dengan baik. Seperti penulis yang tanyakan kepada
narasumber Enos Barus mengatakan :
“Pada saat pemilihan umum kemarin saya memilih pak inisal KT, saya
memelih dia karena saya dapat bantuan dari berupa uang tunai dan
sembako.saya menerima uang sebesar 100.000 dan di tambah sembako.40
39 Wawancara dengan Dodi FIrmansyah sebagai Rukun Warga dan informan Penelitian 40 Wawancara dengan Enos Barus sebagai Rukun Warga dan informan Penelitian
36
Saya memilih yang membantu saya, karena saya sudah bosan dengan janji-
janji yang di lakukan oleh calon kandidat,jadi siapa yang memberikan
bantuan ke saya itu yang saya pilih”
Pada konsep politik uang dalam bentuk pemberian uang atau barang. Pemberian
materialistik dari tim sukses atau caleg yaitu berupa pemberian uang, pemberian sembako,
serta pelayanan dan aktifitas sangat mendominasi pelaksanaan pemilu legislatif 2019.41
Strategi pemenangan yang mengandalkan jaringan ikatan emosional dan kedekatan personal
dengan pemilih bisa tidak efektif tanpa ditopang dengan memberikan materialistik. Dengan
kata lain, politik patronase materialistik lebih berpengaruh ketimbang politik patronase
personalistik (citra caleg seperti tingkat pendidikan, persamaan ras, agama) dalam
mendulang suara. Pada analisis perilaku pemilih, pendekatan rasional (memilih seseorang
karena motif ekonomi) dalam bentuk pemberian uang dari caleg KT,HAR,TD dan RT
menjadikan Zefri, Dody, Enos dan Lewi untuk memilih mereka. Penjelasan mereka yang
mengatakan bahwa karena mereka hanya mendapati pemberian bantuan uang dan barang
hanya dari satu caleg, maka ia memilih calon kandidat tersebut.
III.III Dampak Politik Uang Terhadap Pilihan Warga
Masyarakat pemilih menjadi pragmatis setidaknya karena tiga hal: Pertama, mereka
selama ini telah dibiasakan pada setiap kampanye politik, uang selalu berbicara. Uang telah
menjadi sumber daya terpenting untuk menentukan terpilih tidaknya seorang kandidat.
Kedua, sebagian masyarakat pemilih berada pada tingkat kemiskinan yang relatif tinggi.
Bagi mereka, perolehan apa yang didapat pada saat momen pemilu merupakan rezeki
tambahan kebutuhan sehari-hari. Ketiga, pengalaman panjang yang mengajarkan bahwa
selama ini para calon lebih banyak memberi janji daripada bukti. Kekecewaan akumulatif
terhadap mereka yang terpilih di masa lalu ini membuat masyarakat pemilih tidak mau ambil
resiko untuk kecewa lagi. Bagi mereka, calon yang baik adalah calon yang berani memberi
rezeki hari ini. Ketika seseorang pemilih memilih karena mendapatkan sesuatu secara praktis
untuk kepentingan pribadi dalam menentukan pilihan politiknya, hal ini menjadi pragmatis.
Terdapat dua faktor munculnya politik uang pada Desa Namolandur: Faktor
terjadinya praktik politik uang yang Pertama, karena tingkat pengawasan yang rendah. Tidak
adanya sosialisasi himbauan langsung untuk mencegah praktik politik uang dan tidak adanya
pengawalan dari agen social maupun pemerintah pada masa kampanye sehingga
41 Marzuki Wahid, Cirebon, Jawa Barat: Ketika Materialism Mengalahkan Personalisme dalam Politik Uang di
Indoenesia.
37
mempermudah tim sukses/calon legislatif untuk berkampanye secara curang. Himbauan-
himbauan yang ada hanya dari media sosial maupun media massa, hal ini menjadi titik
penting keberlangsungan politik uang berjalan dengan baik.
Faktor kedua yaitu kebutuhan ekonomi masyarakat. Sebetulnya hal ini menjadi hal
yang tidak lazim untuk dibicarakan pada zaman sekarang, tetapi pada sebagian warga di
Desa Namolandur ini masih terdapat kesenjangan sosial, ini diperparah dengan harga
kebutuhan pokok yang semakin tinggi. Sehingga pada masa kampanye, warga masyarakat
secara senang menerima pemberian-pemberian dari tim sukses/calon legislatif.
Berkampanye tanpa memberikan sesuatu seperti ada yang kurang, tidak ada sesuatu
untuk meyakinkan sebagian masyarakat untuk memilih calon legislatif tersebut walaupun
calon kandidat tersebut baik. Sebaliknya, jika tim sukses/calon legislatif datang
berkampanye disertai dengan pemberian sembako ataupun uang, ada rasa tanda terimakasih
tersendiri dari masyarakat tersebut dan memungkinkan masyarakat untuk memilih calon
kandidat tersebut. Sembako yang berisi minyak, mie instan maupun gula memberikan
sedikit keringanan kebutuhan sehari-hari meskipun akan habis pada waktu dekat.
Berikut ini merupakan uraian penulis mengenai pengaruh politik uang dan
pendekatan perilaku pemilih pada pilihan politik warga:
III.IV Warga Memilih Berdasarkan Agama
Pada teori perilaku pemilih pendekatan sosiologis. Faktor sosiologis dipercaya
memengaruhi keputusan seseorang untuk memilih seorang calon pejabat publik adalah
agama. Penulis bertanya mengenai faktor apa yang menyebabkan Yulita Anggyyani memilih
kandidat dari PKS dibanding kandidat dari partai lain, Yulita Anggyyani mengatakan:
“Karena beliau seiman dengan saya, lagi pula dia bagus mengundang
ustad untuk datang ke desa kami. Secara desa kami ini sangat jarang
kedatangan ustad ustad untuk memberikan ceramah gitu, dan menurut saya
juga inisial HAS bagus ibadahnya setau saya”42
Faktor sosiologis lain yang dipercaya penting memengaruhi keputusan seseorang
untuk memilih partai politik atau seorang calon pejabat publik adalah agama. Partai politik
atau seorang calon pejabat publik yang punya platform keagamaan yang sama dengan
karakteristik keberagaman pemilih, cenderung akan didukung oleh pemilih tersebut. Seorang
muslim cenderung untuk memilih partai yang ber-platform Islam dibanding yang ber-
42 Wawancara dengan Yulita Anggyani sebagai rukun warga dan informan penelitian.
38
platform agama lain, misal kristen. Orang taat beragama cenderung untuk mendukung partai
yang ber-platform keagamaan dibanding yang ber-platform sekular. Karena itu, perbedaan
platform atau citra yang jelas dari sisi keagamaan antara satu partai dengan partai lainnya,
atau antara satu calon dengan calon lainnya, akan mengungkapkan sejauh mana faktor
agama menjadi penting bagi pemilih dilihat dari karakteristik keagamaan mereka.
Pada situasi di mana partai-partai politik atau calon-calon pejabat publik tidak
menunjukkan perbedaan orientasi keagamaan yang jelas antara satu dengan yang lain,
maka faktor agama menjadi kabur signifikansinya dalam menentukan pilihan politik bagi
pemilih. Menganalisa teori perilaku pemilih, Yulita Anggayyni memilih berdasarkan
pendekatan sosiologis dalam memilih yaitu dengan adanya persamaan agama yaitu Islam.
Berdasarkan ideologi Islam membuat Yulita lebih memilih kandidat dari PKS dibanding
dengan partai lain yang sama-sama melakukan pemberian sembako.
III.V Warga Memilih Berdasarkan Ikatan Keluarga
Studi-studi yang ada tentang dampak relatif dari ketiga faktor sosiologis (agama,
ras, etnik) menunjukkan bahwa faktor agama dan etnik sering mempunyai dampak yang
lebih signifikan ketimbang kelas sosial. Orang yang taat beragama cenderung mendukung
partai politik atau calon pejabat publik yang dipandang bersikap positif atas agama. Dalam
pemilihan umum sering sekali terjadi alasan masyarakat memilih karena mempunyai
hubungan keluarga, satu suku atau pun satu daerah, hal itu termasuk ke dalam sikap perilaku
Sosiologis. Seperti yang di lakukan oleh Ulina Valentina Ginting dan iya mengatakan:
“Pada saat pemilu saya memilih bapak AG, karena saudara jugakkan ya
harus kita dukung la, calon lain ada juga yang mengantarkan sembako tapi
ya kek mana ya bang tetap sodara la yang kita utamakan”43
Model sosiologis dibangun dengan asumsi bahwa perilaku pemilih ditentukan oleh
karakteristik sosiologis para pemilih, ikatan kekeluargaan membuat Ulina harus memilih AG
dalam pemilu legislative di Desa Namolandur.
III.VI Warga Memilih Berdasarkan Visi dan Misi
Pendekatan ini menggunakan konsep psikologis terutama konsep sosialisasi dan
sikap untuk menjelaskan perilaku pemilih. Variabel-variabel itu tidak dapat dihubungkan
dengan perilaku pemilih, melainkan ada proses sosialisasinya. Oleh karena itu menurut
43 Wawancara dengan Ulina Valentina Ginting sebagai rukun warga dan informan penelitian
39
pendekatan ini sosialisasilah sebenarnya yang menetukan perilaku politik seseorang. Seperti
yang di lakukan Nurlela Saragih, iya mengatakan:
“Saya memilih bapak RTG karena kerena kata orang pimpinan nya bagus,
setelah itu saya memilih bapak RTG karena misi bapak RTG bagus yaitu
akan memajukan perekonomian buruh di Deli Serdang. Yang memberikan
saya bantuan ada, sekitar satu atau dua orang, itu saya terima saja, namanya
kan di kasi. Tetapi tidak mempengaruhi pilihan saya”44
Pendekatan psikologis menekankan pada tiga aspek psikologis sebagai kajian
utama yaitu ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi terhadap isu-isu dan
orientasi kepada kandidat. Melihat misi RTG yang iya sukai membuat Nurlela yakin untuk
memilih RTG.
III.VII Warga Memilih Berdasarkan Ikatan Partai
Pada teori perilaku pemilih pendekatan sosiologis, seseorang berpartisipasi dalam
politik seperti memilih dalam Pemilu bukan karena ia berada dalam jaringan sosial, terlibat
dalam kegiatan urusan publik, tetapi juga karena ia ingin berpartisipasi. Keterlibatan politik
termasuk di antaranya informasi politik, pengetahuan politik, keterikatan politik dan
identitas partai. Herman menjelaskan bagaimana proses kampanye pemberian sembako
caleg yang dialami, Herman menjelaskan:
“Karena saya orang PDIP, dulu pernah juga saya gabung-gabung di PDIP,
beliau juga saya liat bagus, beliau banyak menjanjikan ke desa kita untuk
pembangunan pagar keliling supaya jaga malam lebih efektif”45
Identitas partai adalah salah satu komponen dari keterlibatan politik yang dipercaya
mempunyai pengaruh positif terhadap partisipasi politik. Identitas partai adalah suatu
keadaan psikologis, yakni perasaan dekat, sikap mendukung, atau setia kepada partai, atau
identifikasi diri dengan partai politik tertentu. Identitas partai membentuk sebuah identitas
politik seorang warga karena warga tersebut punya kemampuan psikologis untuk
menidentikkan dirinya dengan sebuah partai politik. Kemudian penulis mewawancarai Lewi
Perangin-angin untuk mendapat kan apa yang menjadi faktor Lewi dalam memilih. Lewi
menjelaskan:
44 Wawancara dengan Nurlela Saragih sebagai rukun warga dan informan penelitian 45 Wawancara dengan Herman sebagai rukun warga dan informan penelitian
40
“Saya memilih pak KT karena bapak tersebut dari partai Gerndra, kebutalan
pada saat pemilu Presiden kemarin yang saya suka dari Gerindra, jadi saya
pilih saja Pak KT dari Gerindra”46
Dari keterangan yang lewi yang menjadi alasan Lewi memilih KT dari partai
Gerindra karena Lewi melihat citra pemimpin yang berasal dari partai Gerindra bagus.
Sehingga itu yang membuat Lewi untuk memilih KT dari pada calon lainnya.
III.VIII Warga Memilih Berdasarkan Keuntungan yang Diperoleh
Seorang pemilih berdasarkan pendekatan rasional pada teori perilaku pemilih
bahwa seseorang selalu mempunyai tujuan-tujuan yang mencerminkan apa yang
dianggapnya kepentingan diri sendiri. Untuk menentukan pilihan, ia menetapkan sikap dan
tindakan yang efisien sehingga harus memilih antara beberapa alternatif mana yang
membawa keuntungan dan kegunaan yang maksimal. Penulis mewawancarai Jefri
Manurung untuk mendapatkan apa yang menjadi faktor Jefri dalam memilih. Jefri
menjelaskan:
“Saya memilih dari partai Golkar pak TSD. Sepengetahuan saya beliau
baik. Beliau juga memberikan sembako dan uang kepada saya. Kalau dari
yang lainnya saya gak dapat, makanya saya memilih beliau, karena saya
dapat sembako dapat duit pula lagi, karena dikasih bantuan itu tadi”
Model rasionalitas pemilih bertumpu pada keyakinan bahwa sejatinya manusia
adalah makhluk yang punya kepentingan untuk dirinya secara material. Perilakunya
didorong oleh motif kepentingan material dirinya. Atas dasar itu, perilaku politik seorang
pemilih, termasuk pilihan politik, didorong oleh kepentingan ekonomi pemilih.
Pengikut pendekatan ini menimbulkan kejutan, karena merencanakan bahwa
mereka telah meningkatkan ilmu politik menjadi suatu ilmu yang benar-benar science.
Dikatakan bahwa manusia politik sudah menuju ke arah manusia ekonomi karena melihat
adanya kaitan erat antara faktor politik dan ekonomi, terutama dalam penentuan kebijakan
publik.
Inti dari politik menurut mereka adalah individu sebagai aktor terpenting dalam
dunia politik. Sebagai makhluk rasional ia selalu mempunyai tujuan-tujuan (goal-seeking
atau goal oriented) yang mencerminkan apa yang dianggapnya kepentingan diri sendiri. Ia
melakukan hal itu dalam situasi terbatasnya sumber daya (resource restraint), dan karena itu
ia perlu membuat pilihan. Menetapkan sikap dan tindakan yang efisien ia harus memilih
46 Wawancara dengan Lewi Perangin-angin sebagai rukun warga dan informan penelitian
41
antara beberapa alternatif mana yang akan membawa keuntungan dan kegunaan yang paling
maksimal baginya. Setidaknya motif ekonomi adalah motif yang paling utama dibandingkan
motif-motif lain. Selanjutnya penulis bertanya apa yang membuat Dodi Firmansyah lebih
memilih salah satu calon kandidat di banding kandidat lain, beliau menjelaskan:
“Waktu kampanye dari partai PKS ngasih duit sama sembako gitulah.
Kalau yang lain ada ngasih gitu tapi yang sampai ke saya cuma pak HAR
ini aja. Makanya saya tertatik untuk memilih dia”.47
Para caleg umumnya membangun mesin kampanye dengan menggunakan sumber
dana pribadi ketimbang mengandalkan struktur partai dalam kampanyenya. Mereka juga
memanfaatkan jaringan berbasis keagamaan, etnis, dan sejenisnya untuk menjangkau para
pemilih. Namun, ada juga beberapa kandidat yang mengombinasikan pendekatan ini dengan
faktor programatik, strategi media, dan upaya-upaya lainnya untuk menjangkau pemilih
kelas menengah. Seperti alasan Enos Barus memilih KT dari partai gerindra.
“Saya memilih beliau karena ada bantuan berupa uang dan sembako. Saya
bosan dengan janji-janji yang di sampaikan oleh calon kandidat, jadi siapa
yanag memberikan bantuan ke saya itu yang saya pilih”48
Pada warga Desa Namolandur Enos Barus yang hanya mengalami proses kampanye
politik dari KT, caleg dari partai Gerindra. Mengedepankan aspek apa yang didapat ketika
tim sukses memberikan sembako dan uang kepadanya. Ini merupakan bentuk membeli suara
(vote buying) secara tidak langsung. Pendekatan pilihan rasional melihat kegiatan memilih
sebagai produk kalkulasi untung dan rugi. Pada pemberian, yang dipertimbangan tidak
hanya “ongkos” memilih dan kemungkinan suaranya dapat memengaruhi hasil yang
diharapkan, tetapi juga perbedaan dari alternatif berupa pilihan yang ada. Pertimbangan ini
digunakan pemilih dan kandidat yang hendak mencalonkan diri untuk terpilih sebagai wakil
rakyat atau pejabat pemerintah.
Pada konteks pemilu legislatif, masyarakat didekati oleh partai-partai yang ada saat
ini yang lazim menggunakan pendekatan yang bersifat pragmatis. Simbol-simbol ideologis
tetap ada, namun sudah semakin minim. Sistem proporsional terbuka yang mengharuskan
kandidat untuk mendekati masyarakat secara langsung, makin menguatkan kenyataan ini.
Banyak calon legislatif yang menyadari bahwa mereka kurang dikenal kemudian
menggunakan cara cepat untuk dapat terkenal dan menarik perhatian masyarakat. Misalnya,
47 Wawancara dengan Dodi Firmansyah sebagai rukun warga dan informan penelitian 48 Wawancara dengan Enos Barus sebagai rukun warga dan informan penelitian
42
memberikan sesuatu yang konkret kepada masyarakat, seperti pemberian kebutuhan bahan
pokok, melakukan kegiatan sosial yang sifatnya gratis, pembagian hadiah melalui kegiatan
amal atau kompetisi olahraga, mengadakan pertunjukan hiburan rakyat, bahkan ada pula
yang langsung memberikan uang kepada masyarakat.
Secara garis besar, karakter pemilihan legislatif di Desa Namolandur dapat
dideskripsikan sebagai memilih berdasarkan apa yang di berikan atau bersifat rasional.
banyak pemilih yang suka setelah di berikan bantuan oleh calon kandidat hal itu yang akan
menghasilkan hubungan timbal balik dalam konteks balas budi politik dari si penerima.
Pada pemberian uang dan barang untuk membangun jaringan kepada masyarakat
sebelum berkampanye, caleg dan tim sukses terlebih dahulu mengukur potensi suara
masyarakat. Tolak ukur sebelum turun ke lapangan yaitu, melihat kondisi wilayah ekonomi
dan keadaan politik yang ada di suatu wilayah. Hal ini menjadi penting untuk mengetahui
keadaan ekonomi dan pemahaman politik di wilayah Desa Namolandur sekitar agar
kampanye yang dilakukan berjalan dengan baik. Penulis mewawancarai Bapak Aditya Jaya
Sembiring selaku Kepala Desa Namolandur, beliau mengatakan:
“Kalau kondisi ekonomi di Desa kita ini beragam, tapi yang paling utama
di Desa kita ini masyarakat nya hampir semua berladang seperti menanam
padi,jambu,jagung jahe dan ada yang menanam cokelat kalau orang kita
karo kebetulan banyak juga disini orang kita karo kan gitu, hasil dari
ladang itu la yang nanti akan jual atau pun di konsumsi, ya cukup la untuk
biaya sehari- hari, tetapi tidak berlebih, selebih nya ada juga kerja-kerja
yang lain tetapi beladang la yang paling banyak kalau disini”49
Apa yang akan didapat ketika berkampanye menjadi salah satu daya tarik tersendiri
melihat kondisi ekonomi yang beragam yang terdapat di wilayah Desa Namolandur. Hal itu
juga ditambah dengan kejadian praktik politik uang merupakan adanya kebiasaan pada masa
pemilu. Pemberian sembako yang diberikan calon kandidat merupakan hal yang dibutuhkan
dan dianggap sebagai kewajaran dalam berkampanye. Seorang pemberi patron mengontrol
sumberdaya yang dimiliki dan memberikannya kepada masyarakat.
Masyarakat menerima dan menggunakan sumberdaya tersebut dan menukarkannya
dengan sumberdaya yang dimiliki yaitu suara pada pemilihan. Menganalisis deskripsi dari
beberapa masyarakat yang sudah di wawancara wilayah yang menjadi sasaran kegiatan
kampanye memperkuat temuan penulis pada wawancara warga masyarakat pada
49 Wawancara dengan Aditya Jaya sebagai Kepala Desa dan informan penelitian
43
pembahasan sebelumnya yaitu, sembako yang diterima merupakan salah satu pengaruh yang
cukup kuat dalam berkampanye. Caleg dan tim sukses yang sudah mengetahui keadaan
ekonomi masyarakat sekitar bekerja dengan baik dan memberikan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang berada di Desa Namolandur. Penulis kemudian bertanya ke pak Aditya
mengenai pemahaman politik masyarakat di wilayah Desa Namolandur, beliau menjelaskan:
“Kalau pemahaman poltik di Desa ini, ya tau nya masyarakat hanya kapan
itu pemilu, mana yang dia suka dia pilih ya seperti itula, kalau di tanya apa
itu politik, bagaimana kampanye kemarin sewaktu pemilu, kurang ngerti
nya masyarakat di ini. Cuma pas waktu kampanye kemarin kan banyak la
yang datang ke Desa kita untuk izin berkampanye, ya saya izinin saja tapi
kalau membantu untuk memperkenal kan ke warga saya tidak ikut. Karena
kan saya sebagai kepala Desa harus netral, gaboleh berat sebelah ke calon-
calon kandidat lain, mereka minta izin saya izin kan. Kalau pasrtisipasi
masyarakat pada saat pemilu kemarin ya saya lihat mereka tetap datang ke
TPS. Tapi kalau untuk pilihan masyrakat saya kurang tau”50
Salah satu bentuk partisipasi politik yang telah dilaksanakan masyarakat Desa
Namolandur adalah dengan mengikuti pemilu. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses
pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan
tersebut beraneka-ragam, mulai dari presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat
pemerintahan, sampai kepala desa. Pemilu merupakan salah satu usaha untuk mempengaruhi
rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan retorika, public
relations, komunikasi massa, lobby dan lain-lain kegiatan. Meskipun money politic di negara
demokrasi sangat dikecam, namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik money politic
banyak juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selaku pelaku dalam politik.
Pada pelaksanaan kampanye, mobilisasi massa ditentukan oleh seberapa banyak
ongkos politik yang dimiliki oleh kandidat tersebut, tim sukses dianggap berhasil apabila
mampu menghadirkan masyarakat banyak dalam kampanye, meskipun dengan cara yang
salah seperti memberikan sembako, membagikan uang, sehingga masyarakat hadir karena
sembako bukan karena calon kandidat. Mobilisasi masyarakat dengan cara tersebut
berdampak terhadap politik pragmatis dan kegagalan pendidikan politik. Penulis kemudian
bertanya ke pak Aditya mengenai bagaimana tanggapan bapak tentang money politic (politik
uang) apakah ada calon kandidat yang memberikan bantuan berupa uang dan barang ke
bapak atau pun ke masyrakat, beliau menjelaskan:
50 Wawancara dengan Aditya Sembiring sebagai Kepala Desa dan informan penelitian
44
“Kalau yang memberikan bantuan berupa uang dan barang ke bapak tidak
ada, kalau pun ada pasti bapak tolak. Tapi soal money politic di daerah
Desa kita ini kalau bapak dengar-dengar katanya ada, cuma sewaktu kita
suru kawan-kawan dari perangkat Desa untuk meninjau langsung gapernah
ada yang dapat, jadi gapernah ketahuan, Cuma kalau laporan dari
masyarakat ada. Seperti itu la kira-kira”51
Motivasi terjadinya money politic yang terjadi selama ini karena motif kekuasaan.
Artinya, partai politik memiliki kemungkinan untuk menjadi penguasa (berkuasa), sehingga
dengan demikian seseorang atau kelompok yang menginginkan sesuatu dari penguasa akan
berupaya untuk menjadi penguasa atau paling tidak dekat dengan penguasa. Mengapa harus
motif kekuasaan? Karena kenyataannya selama ini kekuasaan sangat dekat dengan
kemudahan-kemudahan dalam hidup. Orang yang akan berkompetisi dalam pemilu atau
partai politik tidak merasa rugi mengeluarkan dana (besar sekalipun) berupa money politic
untuk kepentingan mendapatkan suara. Karena pada akhirnya dana yang telah dikeluarkan
dalam bentuk money politic akan kembali dalam jumlah yang berlipat-lipat. Calon kandidat
yang berkampanye dan melakukan kegiatan berupa pemberian uang dan barang
menggunakan modal yang sangat besar, meskipun modal tersebut dari uang pribadi akan
tetapi untuk mendapatkan kekuasaan, hal itu sebanding dengan apa yang dikeluarkan.
Penulis kemudian bertanya ke pak Aditya mengenai tanggapan bapak tentang apakah money
politic (politik uang) berpengaruh tidak terhadap pilihan masyarakat di Desa Namolandur.
Beliau mengatakan:
“Kalau kita lihat la ya mungkin ada sedikit besar pengaruhnya karena kan
masyarakat kita sebagian besar kan ekonomi nya menengah kebawah,
mungkin adalah yang tertarik karena uang-uang itu kan di kasi mungkin ya
jadi mereka mau gak mau harus mencoblos gitu, jadi adalah dek pengaruh
nya”52
Efektivitas money politic (politik transaksional) tergantung pada berapa nilai
rupiah, barang yang akan diberikan kepada pemilih, sehingga berdampak terhadap perilaku
politik pemilih yang lebih tertarik dengan calon kandidat yang memberikan nilai rupiahnya
lebih tinggi. Keberadaan politik uang di tengah-tengah masyarakat sebenarnya akan
memberikan dampak yang tidak baik terhadap politik dan sistem demokrasi di Indonesia.
Akibat keberlanjutan yang berlangsung jangka panjang, kini masyarakat mulai tidak
mempercayai politik. Bagi sebagian masyarakat yang akan berkuasa dalam politik adalah
mereka yang memiliki uang. Jadi intinya kekuasaan dalam politik itu akan terjadi apabila
51 Wawancara dengan Aditya Sembiring sebagai Kepala Desa dan Informan Penelitian 52 Wawancara dengan Aditya Sembiring sebagai Kepala Desa dan Informan Penelitian
45
memiliki uang. Pemikiran masyarakat yang seperti ini sebenarnya salah dan keliru. Apabila
ada sinergis antara masyarakat dengan sistem demokrasi maka roda pemerintahan akan
berjalan dengan baik dan kehidupan masyarakat akan berada pada tatanan kehidupan yang
lebih baik.
Politik uang adalah salah satu hal yang tidak dibenarkan secara hukum. Politik uang
dapat memberikan pengaruh negatif pada masyarakat dan calon peserta pemilu itu sendiri.
Masyarakat kemungkinan akan menyesal apabila nantinya kebijakan dan program kerja
tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan.53 Sedangkan peserta calon kandidat akan
memiliki resiko dan dikeluarkan dari hak kepesertaannya dalam Pemilu apabila diketahui
melakukan pelanggaran politik uang. Dalam upaya mengatasi masalah ini Pemerintah telah
mengatur sanksi yang tegas bagi calon yang melakukan pelanggaran dalam melakukan
politik uang (money politic).
Terkait dengan sanksi bagi calon kandidat yang melakukan Politik Uang (money
politic) terdapat dalam berbagai aturan yaitu di Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan
KUHP. Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 di Pasal 187A dijelaskan bahwa “Barang
siapa dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dengan menjanjikan atau
memberikan uang atau materi lainnya dengan imbalan warga negara Indonesia baik secara
langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak
pilihnya, menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga pemungutan suara
menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga
puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan denda paling sedikit Rp
200.000.000 (dua) ratus juta rupiah) dan maksimal Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).
Sanksi yang sama di berlakukan bagi pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan
melawan hukum dan mendapatkan hadiah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”.
Undang-Undang mengenai politik uang(money politic) sebenarnya sudah sangat
baik, yang mana sanksi dalam Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 di Pasal 187A
dijelaskan bahwa “Barang siapa dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum
dengan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya dengan imbalan warga
negara Indonesia baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih
agar tidak menggunakan hak pilihnya, menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu
53 Muhammad Qomarrudin, Kepemimpinan Politik Perspektif Komunikasi, 39
46
sehingga pemungutan suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih
calon tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (4), dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua)
bulan dan denda paling sedikit Rp 200.000.000 (dua) ratus juta rupiah) dan maksimal Rp.
1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Sanksi yang sama di berlakukan bagi pemilih yang
dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum dan mendapatkan hadiah atau janji
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”. Akan tetapi pengawasan dan pemahaman mengenai
politik terhadap masyrakat itu masih kurang, hal itu yang meyebabkan masyarakat dengan
mudah menerima sogokan dari calon kandidat ketika pemilu berlangsung.
Praktik politik uang yang terjadi yaitu berupa pemberian sembako maupun uang
secara langsung. Pemberian-pemberian dari caleg tersebut mempunyai dampak pada pilihan
politik warga di Desa Namolandur. Meskipun pemberian sembako masih dianggap abu-abu
namun pemberian uang langsung merupakan tindakan ilegal. Berdasarkan temuan penulis
di Desa Namolandur maka dapat dikatakan bahwa pilihan rasional warga mendominasi pada
pemilihan legislatif 2019. Lima orang yang menjadi narasumber memilih calon legislatif
lebih kepada manfaat yang lebih didapat pada masa kampanye berlangsung, dan pilihan
politik warga tidak terlepas dari pemberian-pemberian caleg dan tim sukses. Pendekatan
variasi bentuk pemberian uang khususnya vote buying dan pemberian-pemberian barang
pribadi menjadi pilihan terbaik calon legislatif agar mendapat dukungan dari masyarakat
dalam berkampanye di wilayah Desa Namolandur.
47
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pemberian politik uang dalam bentuk sembako (individual gifts) dinilai tim sukses
sebagai hal yang wajar dalam pemilihan umum sehingga masyarakat menerima dengan
baik pemberian tersebut. Bentuk politik uang selain sembako yang penulis dapat pada
rukun warga Namolandur yaitu pemberian uang secara langsung (vote buying) dan
Pemberian Sembako. Kedua bentuk pemberian tersebut berjalan dengan lancar didukung
dengan hubungan jaringan antara caleg dengan tim sukses, dan tim sukses dengan warga.
Penulis juga menemukan bahwa ada caleg yang membawa tokoh agama (jaringan sosial)
guna membangun citra caleg di hadapan warga sebagai penganut agama yang baik.
2. Penulis temukan bahwa pilihan politik warga tidak terlepas dari adanya bentuk pemberian
politik uang. Kesembilan narasumber penulis merupakan penerima dari salah satu bentuk
politik uang. Politik uang dengan demikian dapat dikatakan sebagai salah satu cara yang
dilakukan caleg agar memengaruhi warga masyarakat dalam memilih. Kurangnya
pengawasan berdampak pada kegiatan praktik politik uang.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang sudah penulis paparkan, penulis merumuskan
beberapa saran dalam penelitian ini:
1. Pada dunia akademik, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan
pengetahuan akademis akan temuan praktik politik uang yang terjadi pada suatu
pemilihan umum.
2. Mengefektifkan upaya pencegahan politik uang dengan menerapkan strategi pencegahan
seperti:
A. Pada penyelenggara pemilu, melakukan sosialisasi secara rutin kepada caleg dan
warga agar tidak terjadi praktik politik uang pada pemilihan umum mendatang.
B. Perlu adanya agen sosial untuk membantu mencegah terjadinya praktik politk uang
dengan cara melakukan pengawasan pada masa kampanye, masa tenang atau pada saat
pemilihan.
C. Perlu nya pembelajaran politik di sekolah, agar mempunyai pemikiran yang bagus
sehingga tidak gampang terpengaruh oleh sogokan calon kandidat pada saat pemilu.
48
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Budiharjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Rifai, Amzulian. 2003. Politik Uang Dalam pemilihan kepala Daerah. Jakarta:
Penerbit Ghalia Indonesia.
Huda, Ni’matul dan Imam nasef. 2017. Penataan Demokrasi & Pemilu di Indonesia Pasca
Reformasi. Jakarta: Kencana.
Ibrahim. 2018. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Kayame, Robby. 2019. Metode Penelitian Tradisi Kualitatif. Bogor: Penerbit In Media.
Hosein, Zainul Arifin dan Arifudin. 2017. Penetapan pemilih Dalam Sistem Pemilihan
Umum. Depok: PT. RajaGrafindo Persada.
Basrowi dan Suwandi, memahami penelitian kualitatif (Jakarta:PT.Rineka Cipta, 2008).
Undang-Undang
Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
Undang-Undang No 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Undang-Undang No 8 Tahun 2012 Tentang Pemiluhan Umum
Undang-Undang No 10 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 22 Tentang Pemilih
Undang-Undang No 10 Tahun 2016 Pasal 187 A Mengenai Politik Uang
Jurnal
Qodir, July. 2014. Politik Uang Dalam Pemilu-Pemilukada 2014: Modus Dan Resolusinya.
Jurnal Administrasi Pemerintahan Daerah Volume VIII, Edisi 2. Yogyakarta:
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta .
Nail, Muhammad Hoiru. 2018. Kualifikasi Politik Uang Dan Strategi Hukum Dan Kultural
Atas Pencegahan Politik Uang Dalam Pemilihan Umum. Jurnal Yuridis Vol. 5 No. 2.
Jember: Universitas Jember.
Bako, Ronny. Dugaan Penyelenggaraan Pemilu dalam Legislatif 2014(kajian terhadap isu-
isu terkini) [Jurnal] Info Hukum Singkat; Vol. VI. No. 8/II/P3DI/April/2014 [Pdf].
49
Noor, Firman. Perilaku Politik Pragmatis dalam Kehidupan Politik Kontemporer: Kajian
Atas Menyurutnya Peran Ideologi Politik di Era Reformasi [Jurnal On-line]; tersedia
di http:/portalgaruda.org; diakses pada 29 November 2016.
Nurdin, Ali. Dosen Mathla’tul Anwar University, Studi Perilaku Memilih di Indonesia:
Fenomena Pemilih Rasional Pragmatis, [Jurnal on-line];tersedia di
https://www.academia.edu.
Rosyad, Sabilal. Praktek Money Politic Dalam Pemilu Legislatif di Kabupaten Pekalongan
Tahun 2009 (Studi Sosio-Legal-Normatif), [Pdf]; tersedia di
http://eprints.walisongo.ac. id/92/1/ Rosyad_Tesis_Sinopsis.pdf].
Skripsi
Ferdiansyah M. Zidni. Dinamika Pilihan Rasional Dalam Kemenangan Jokowi- Basuki
Pada Pemilihan Umum Gubernur DKI Jakarta 2012.
Gustia. Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Money Politic Pada Penyelenggaraan
Pemilihan Umum Anggota Legislatif.
Hamdani Yusuf. Politik Uang dan Perilaku Poliitk. Pada Pemilihan Umum Legislatif 2014
di Kelurahan Bangka.
50
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Narasumber 1 : Nurlela br Saragih
Status : Warga Desa
Tanggal : 27 -12-2020
Tempat : Rumah warga
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Petani
Idris : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang pemilu yang telah berlangsung ?
Narasumber : Pemilu yang berlangsung Menurut saya berjalan aman.
Idris : Apakah Bapak/Ibu selalu menjalankan hak pilih suara ketika sedang berjalannya
pemilu ?
Narasumber :Selalu, karena saya tidak mau di bilang golput.
Idris : Pada saat pemilu, siapa calon Legislatif yang Bapak/Ibu pilih ?
Narasumber : oo itu Bapak Ronaldta Tarigan
Idris : Apakah anda mengenal calon legislatif yang anda pilih ?
Narasumber : Saya tidak mengenal, tapi saya dengar kata orang bapak itu pimpinannya
bagus
Idris : Apa alasan Bapak/Ibu memilih calon tersebut ?
Narasumber : alasan saya karena misi bapak itu ingin memajukan perekonomian
buruh,terutama di Deli Serdang
Idris : Berapa banyak calon legislatif yang melakukan dorongan material yang sampai ke
Bapak/Ibu ?
51
Narasumber : adalah sekitar satu atau dua orang.
Idris : Apakah Bapak/Ibu pernah menerima uang dari kelompok/seseorang dalam proses
pemungutan suara/pemilu (memilih calon tertentu) ?
Narasumber : iyaa pernah
Idris : Jika Pernah, Dari siapa uang tersebut Bapak/Ibu terima ? (jawaban boleh lebih dari
satu).
Narasumber : saya tidak mengenal, kawan saya yang mengasi jadi sudah lupa la.
Idris : Berapa besar uang yang anda terima dari calon legislatif tersebut ?
Narasumber: ada 100 ribu dan ada 50 ribu
Idris : Apakah Bapak/Ibu masih bersedia datang ke TPS untuk memilih walaupun tidak
menerima imbalan uang ?
Narasumber : ya saya bersedia , ya karena saya mau menjadi masyarakat yang baik, yang
mengikuti aturan untuk memilih saat pemilu.
Idris : Apakah pemberian uang tersebut berpengaruh bagi ibu untuk memilih?
Narasumber :tidak, karena saya memilih sesusai dengan apa yang suka.
Idris : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang adanya politik uang dalam Pemilihan
legislatif di desa namolandur ini ?
Narasumber : yaa saya tidak mengerti kali soal politik uang, ya saya kalau di kasi saya
terima saja.
52
LAMPIRAN 2
Narasumber 2 : Zefri Manurung
Status : Warga Desa
Tanggal : 27- 12- 2020
Tempat : Rumah warga
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Petani
Idris : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang pemilu yang telah berlangsung ?
Narasumber : yaa pemilu , ya kek mana pemilu pada umum nya laa.
Idris : Apakah Bapak/Ibu selalu menjalankan hak pilih suara ketika sedang berjalannya
pemilu ?
Narasumber : jarang,tetapi yang 2019 kemarin milih.
Idris : Pada saat pemilu, siapa calon yang Bapak/Ibu pilih ?
Narasumber : saya memilih dari Golkar pak Thomas Darwin.
Idris : Apakah anda mengenal calon legislatif yang anda pilih ?
Narasumber : tidak mengenal
Idris : Apa alasan Bapak/Ibu memilih calon tersebut ?
Narasumber : sepengetahuan saya beliau baik
Idris : Berapa banyak calon legislatif yang melakukan dorongan material yang sampai ke
Bapak/Ibu ?
Narasumber : yang memberikan sampai ke saya Cuma pak Thomas saja.
Idris : Apakah Bapak/Ibu pernah menerima uang dari kelompok/seseorang dalam proses
pemungutan suara/pemilu (memilih calon tertentu) ?
Narasumber : yaa ada
Idris : Jika Pernah, Dari siapa uang tersebut Bapak/Ibu terima ? (jawaban boleh lebih dari
satu).
Narasumber : ya dari pak thomas itu.
53
Idris : Berapa besar uang yang anda terima dari calon legislatif tersebut ?
Narasumber: 35 ribu kalau tidak salah
Idris : Apakah Bapak/Ibu masih bersedia datang ke TPS untuk memilih walaupun tidak
menerima imbalan uang ?
Narasumber : saya rasa tidak
Idris : Apakah pemberian uang tersebut berpengaruh bagi bapak untuk memilih?
Narasumber : ya kalau saya pribadi gara-gara di kasi uang makanya memilih, dosa mas
kalau sudah di kasi tapi tidak memilih.
54
LAMPIRAN 3
Narasumber 3 : Ulina Valentina br Ginting
Status : Warga Desa
Tanggal : 27-12-2020
Tempat : Kantor Desa Namolandur
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Pegawai Perangkat Desa
Idris : Bagaimana pendapat kakak tentang pemilu yang telah berlangsung ?
Narasumber : ya gitulah bang lancar-lancar aja bang
Idris : Apakah kakak selalu menjalankan hak pilih suara ketika sedang berjalannya pemilu ?
Narasumber : ya kalau pemilu ataupun pilkada selalu milih kok bg.
Idris : Pada saat pemilu, siapa calon Legislatif yang kakak pilih ?
Narasumber : kalau di 2019 kemarin kebutalan ada sodara bang, jadi milih sodara Antonius
Ginting dari Nasdem.
Idris : Apakah anda mengenal calon legislatif yang anda pilih ?
Narasumber : yaa kenal bang
Idris : Apa alasan Bapak/Ibu memilih calon tersebut ?
Narasumber :ya itu tadi bang karena sodara ya itu saja laa yang di pilih.
Idris : Bagaimana pendapat kakak tentang adanya politik uang dalam Pemilihan legislatif di
desa namolandur ini ?
Narasumber : sebenernya kalau di daerah kami ya cukup berpengaruh jugak ya bang, apa
lagi kan kami kan disini kurang paham apa itu money politic, padahal kan sebenar nya
gabagus jugak itu, tapi ya gimana la bang
Idris : Berapa banyak calon legislatif yang melakukan dorongan material yang sampai ke
kakak ?
Narasumber : kala sembako ada bang tapi kalau uang gadak si sampai ke saya
55
Idris : Apakah kakak pernah menerima uang dari kelompok/seseorang dalam proses
pemungutan suara/pemilu (memilih calon tertentu) ?
Narasumber : tidak bang
Idris : Jika Pernah, Dari siapa uang tersebut kakak ? (jawaban boleh lebih dari satu).
Narasumber : tidak ada bang
Idris : Apakah kakak masih bersedia datang ke TPS untuk memilih walaupun tidak
menerima imbalan uang ?
Narasumber : tetap bersedia la bang, tetap kita pakek hak pilih kita bang,siapun itu la yang
kita pilih la.
56
LAMPIRAN 4
Narasumber 4 : Dody firmansyah
Status : Warga Desa
Tanggal :27-12-2020
Tempat : rumah usaha
Pendidikan Terakhir : smp
Pekerjaan : wiraswasta
Idris : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang pemilu yang telah berlangsung ?
Narasumber : ya sama seperti pada umum nya, kita memilih calon yang ada.
Idris : Apakah Bapak/Ibu selalu menjalankan hak pilih suara ketika sedang berjalannya
pemilu ?
Narasumber : ya tentu saja
Idris : Pada saat pemilu, siapa calon yang Bapak/Ibu pilih ?
Narasumber : dari partai PKS pak H Abdul Rahman
Idris : Apakah anda mengenal calon legislatif yang anda pilih ?
Narasumber : saya tidak mengenal
Idris : Apa alasan Bapak/Ibu memilih calon tersebut ?
Narasumber : saya memilih beliau karena ada bantuan dari beliau pada saat itu, berupa uang
dan sembako.
Idris : Berapa banyak calon legislatif yang melakukan dorongan material yang sampai ke
Bapak/Ibu ?
Narasumber : setau saya ada, Cuma yang sampai ke saya Cuma pak H abdul rahman
Idris : Apakah Bapak/Ibu pernah menerima uang dari kelompok/seseorang dalam proses
pemungutan suara/pemilu (memilih calon tertentu) ?
Narasumber : pernah
57
Idris : Jika Pernah, Dari siapa uang tersebut Bapak/Ibu terima ? (jawaban boleh lebih dari
satu).
Narasumber : dari yang saya pilih tadi
Idris : Berapa besar uang yang anda terima dari calon legislatif tersebut ?
Narasumber: sebesar 100 ribu
Idris : Apakah Bapak/Ibu masih bersedia datang ke TPS untuk memilih walaupun tidak
menerima imbalan uang ?
Narasumber : ya tentu saja ikut
Idris : Menurut bapak berpengaruh tidak money politic ( politik uang) terhadap pilihan
bapak?
Narasumber :ya berpengaruh si, apalagi yang seperti saya yang di desa ini kan, butuh la
uang.
58
LAMPIRAN 5
Narasumber 5 : Lewi perangin-angin
Status : Warga Desa
Tanggal : 27-12-2020
Tempat : warung kopi ( kede kopi )
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : wiraswasta
Idris : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang pemilu yang telah berlangsung ?
Narasumber : ya pemilu yang berlangsung berjalan dengan baik, ya kek mana pemilu pada
tahun sebelumnya, Cuma beda nya tahun semalam karena pemilu serentak itu jadi bingung
karena banyak kertas yang harus di coblos, selebih nya sama aja seperti biasa nya.
Idris : Apakah Bapak/Ibu selalu menjalankan hak pilih suara ketika sedang berjalannya
pemilu ?
Narasumber : iya selalu
Idris : Pada saat pemilu, siapa calon yang Bapak/Ibu pilih ?
Narasumber : kalau calon legislatif yang saya pilih pak Kustomo
Idris : Apakah anda mengenal calon legislatif yang anda pilih ?
Narasumber : tidak mengenal
Idris : Apa alasan Bapak/Ibu memilih calon tersebut ?
Narasumber : menurut saya bagus saja, apa lagi kan itu dari partai Gerindra, jadi itu saja
yang saya pilih.
Idris : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang adanya politik uang dalam Pemilihan
legislatif di desa namolandur ini ?
Narasumber :kalau menurut saya ya biasa aja , karena kan itu di lakukan tidak secara terang-
terangan di lakukan mereka,kalau di bilang resah tidak juga, karena kan kek kita masyarakat
yang memilih kan nerima aja.
59
Idris : Berapa banyak calon legislatif yang melakukan dorongan material yang sampai ke
Bapak/Ibu ?
Narasumber :sewaktu itu ada beberapa, Cuma lupa nama nya soal nya di antar-antar gitu,
seingat ku dari partai PDI sama Nasdem, nama nya lupa karena kan sudah lama jugak kan.
Idris : Apakah Bapak/Ibu pernah menerima uang dari kelompok/seseorang dalam proses
pemungutan suara/pemilu (memilih calon tertentu) ?
Narasumber :pernah pas rame-rame nya kampanye itulah.
Idris : Jika Pernah, Dari siapa uang tersebut Bapak/Ibu terima ? (jawaban boleh lebih dari
satu).
Narasumber :kalau uang saya lupa nama orang nya, tetapi kalau partai kalau gasalah saya
dari partai PDI.
Idris : Berapa besar uang yang anda terima dari calon legislatif tersebut ?
Narasumber: ada yang memberikan 50 dan ada juga 20.
Idris : Apakah Bapak/Ibu masih bersedia datang ke TPS untuk memilih walaupun tidak
menerima imbalan uang ?
Narasumber :ya datang la, karena kan memang ada pemberitahuan juga sebelumnya untuk
mengikuti pemilu. Uda menjadi kewajiban kita juga itula.
60
LAMPIRAN 6
Narasumber 6 : Enos Barus
Status : Warga Desa
Tanggal : 27-12-2020
Tempat : Rumah warga
Pendidikan Terakhir : Smp
Pekerjaan :
Idris : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang pemilu yang telah berlangsung ?
Narasumber : sama ya seperti tahun sebelum-sebelumnya juga, Cuma pas tahun kemarin
yang di coblos kan banyak, jadi agak bingung, tapi di arahin sama organg-orang di Tps
gimana cara coblosnya,gitu aja yang lain sama aja seperti sebelum-sebelumnya.
Idris : Apakah Bapak/Ibu selalu menjalankan hak pilih suara ketika sedang berjalannya
pemilu ?
Narasumber : selalu menggunakan, karena kan itu kewajiban kita jugak kan untuk memilih
gitu.
Idris : Pada saat pemilu, siapa calon yang Bapak/Ibu pilih ?
Narasumber : pak kustomo dari partai Gerindra
Idris : Apakah anda mengenal calon legislatif yang anda pilih ?
Narasumber : beliau tidak, Cuma tim sukses nya tetangga gitu.
Idris : Apa alasan Bapak/Ibu memilih calon tersebut ?
Narasumber : karena saya kemarin dapat bantuan dari dia seperti uang dan sembako
Idris : Berapa banyak calon legislatif yang melakukan dorongan material yang sampai ke
Bapak/Ibu ?
Narasumber : pak kustomo aja yang memberikan yang sampai ke saya.
Idris : Apakah Bapak/Ibu pernah menerima uang dari kelompok/seseorang dalam proses
pemungutan suara/pemilu (memilih calon tertentu) ?
Narasumber : menerima
61
Idris : Jika Pernah, Dari siapa uang tersebut Bapak/Ibu terima ? (jawaban boleh lebih dari
satu).
Narasumber : tim sukses pak kustomo
Idris : Berapa besar uang yang anda terima dari calon legislatif tersebut ?
Narasumber: 100 ribu di tambahi sembako berupa minyak la kemarin itu.
Idris : Apakah Bapak/Ibu masih bersedia datang ke TPS untuk memilih walaupun tidak
menerima imbalan uang ?
Narasumber :saya tetap menggunakan, tapi saya asal coblos, karena saya kan malas dengar
janji-janji aja gitu.
Idris : Menerut Bapak/Ibu berpengaruh tidak money poitic ini terhadap pilihan bapak/ ibu?
Narasumber : kalau untuk saya sendiri berpengaruh sama seperti yang saya bilang tadi, saya
malas mendengar janji-janji manis saja, jadi siapa yang memberikan itu yang saya pilih.
62
LAMPIRAN 7
Narasumber 7 : Herman
Status : Warga Desa
Tanggal : 03-01-2021
Tempat : Rumah warga
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Idris : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang pemilu yang telah berlangsung ?
Narasumber : ya kalau pendapat saya pribadi, ya kalau pemilu legislatif yang tahun semalam
banyak money politic nya saya lihat.
Idris : Apakah Bapak/Ibu selalu menjalankan hak pilih suara ketika sedang berjalannya
pemilu ?
Narasumber : ya saya tetap mencoblos, sayang dong suara saya kalau saya sia-sia kan.
Idris : Pada saat pemilu, siapa calon yang Bapak/Ibu pilih ?
Narasumber : karena saya orang PDIP jadi yang saya Bapak Ronaldta Tarigan
Idris : Apa alasan Bapak/Ibu memilih calon tersebut ?
Narasumber : ya karena beliau banyak menjanjikan ke desa ini pada saat itu, contoh nya
pembuatan pagar keliling agar jaga malam lebih efektif la.
Idris : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang adanya politik uang dalam Pemilihan
legislatif di desa namolandur ini ?
Narasumber : ya berpengaruh. ya sebetul nya masyarakat ini sudah bosan dengar kata janji-
janji mulu kan dari calon kandidat, tapi kalau masalah di berikan uang siapa yang tidak mau
kan gitu.
Idris : Berapa banyak calon legislatif yang melakukan dorongan material yang sampai ke
Bapak/Ibu ?
Narasumber : kalau ke saya Cuma Pak Ronaldta Tarigan
63
Idris : Apakah Bapak/Ibu pernah menerima uang dari kelompok/seseorang dalam proses
pemungutan suara/pemilu (memilih calon tertentu) ?
Narasumber : ya ada
Idris : Jika Pernah, Dari siapa uang tersebut Bapak/Ibu terima ? (jawaban boleh lebih dari
satu).
Narasumber : saya nerima dari tim Pak Ronaldta Tarigan
Idris : Berapa besar uang yang anda terima dari calon legislatif tersebut ?
Narasumber: ada sekitar 50 ribu dan ada 100 ribu
Idris : Apakah Bapak/Ibu masih bersedia datang ke TPS untuk memilih walaupun tidak
menerima imbalan uang ?
Narasumber : ya saya tetap bersedia
64
LAMPIRAN 8
Narasumber 8: Yulita Angyyani
Status : Warga Desa
Tanggal : 05-01-2021
Tempat : Rumah warga
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Guru Paud
Idris : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang pemilu yang telah berlangsung ?
Narasumber : aman, lancar seperti pemilu yang lalu-lalu
Idris : Apakah Bapak/Ibu selalu menjalankan hak pilih suara ketika sedang berjalannya
pemilu ?
Narasumber : selalu
Idris : Pada saat pemilu, siapa calon yang Bapak/Ibu pilih ?
Narasumber : H Abdul Rahman
Idris : Apakah anda mengenal calon legislatif yang anda pilih ?
Narasumber :tidak mengenal si, Cuma kemarin dia ada kampanye, ngundang ustad di
mesjid, jadi di situ bapak itu sambbil memperkenalkan diri, dari situ la kenal nya.
Idris : Apa alasan Bapak/Ibu memilih calon tersebut ?
Narasumber : karena seiman.
Idris : Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang adanya politik uang dalam Pemilihan
legislatif di desa namolandur ini ?
Narasumber : yaa biasa aja si, karena pun saya memilih bukan dari yang memberikan uang,
tetapi karena yang saya suka.
Idris : Berapa banyak calon legislatif yang melakukan dorongan material yang sampai ke
Bapak/Ibu ?
Narasumber : ada ya bang, rata-rata sih Cuma gak tau orangnya yang mana-mana.
65
Idris : Apakah Bapak/Ibu pernah menerima uang dari kelompok/seseorang dalam proses
pemungutan suara/pemilu (memilih calon tertentu) ?
Narasumber : ada tapi gak semua. Cuma dua amplop yang saya terima.
Idris : Jika Pernah, Dari siapa uang tersebut Bapak/Ibu terima ? (jawaban boleh lebih dari
satu).
Narasumber : saya lupa dari siapa , Cuma saya ada terima .
Idris : Berapa besar uang yang anda terima dari calon legislatif tersebut ?
Narasumber: ngasi nya 50 ribu sama 20 ribu.
Idris : Apakah Bapak/Ibu masih bersedia datang ke TPS untuk memilih walaupun tidak
menerima imbalan uang ?
Narasumber : ya pasti karena kan itu kewajiban bang.
66
LAMPIRAN 9
Narasumber : Aditya Jaya Sembiring
Status : Kepala Desa
Tanggal : 27-12-2020
Tempat : Rumah Kepala Desa
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Kepala Desa
Idris : Bagaiman gambaran umum kondisi desa Namolandur ?
Kepala Desa : Mungkin adek sudah keling-keling la ya di kampung kita ini, jadi sedikit
besar nya Desa Namolandur ini kebanyakan masyarakat bertani,kalau dari geografis rata-
rata disini ladang, sawah, ada yang nanam cokelat kalau orang kita karo, kebetulan banyak
juga disini orang kita karo kan gitu, itu la mungkin gambaran umum nya dek.
Idris :Bagaimana dengan kondisi mayoritas perekonomian desa namolandur ?
Kepala Desa : jadi seperti yang tadi bapak jelaskan tadi, jadi desa kita ini masyarakat kita
bertaninya berladang gitu. Ada dia nanam padi ada nanam jagung ada juga jahe, pokok nya
tanaman-tanaman yang bisa di jualla.
Idris : Menurut Bapak bagai mana pemahaman politik di masyarakat Desa Namolandur ini?
Kepala Desa : gimana bapak bilang ya dek, kalau masyarakat disini tau la kan karena daerah
pinggiran, agak-agak masuk kedalam, jadi masyarakat hanya sekedar tau kapan pemilu,
siapa yang cocok rasa nya coblos yang gak cocok gak di coblos. Ya gitu-gitu la, kalau di
tanyak apa itu politik gimana kampanye, kurang ngerti nya masyarakat kita.
Idris : Apakah ada calon kandidat atau tim suskes yang ke tempat Bapak untuk meminta izin
berkampanye di wilayah Bapak ?
67
Kepala Desa : kalau itu banyak yang jumpai bapak, pak minta restu nya saya lupa nama nya,
ada dari GOLKAR ada kawan-kawan juga dari GERINDRA ada jugak dari PKS tapi di
Desa kita ini yang besar PDIP. Hampir semua partai la datang meminta izin.
Idris : Bagaimana proses kampanye dan pemberian politik uang di desa namolandur ini pak?
Kepala Desa : Jadi kalau sepanjang kampanye kemarin gak ada memang, ada pun yang
mengasi ke bapak, bapak tolak kan gitu. Jadi kalau soal money politic di Desa kita ini kalau
bapak dengar-dengar katanya ada, Cuma pas kita suru kawan-kawan kita dari perangkat
Desa untuk meninjau langsung gadak yang dapat jadi gapernah ketauan, Cuma kalau laporan
itu ada , pas kita cari tau laporan tersebut gapernah dapat itu la dia dek.
Idris : Apakah bapak membantu perkenalan dan proses kampanye calon kandidat atau tim
sukses serta menghimbau masyarakat untuk memilih kandidat yang diusung pada pemilu
legislatif ?
Kepala Desa : kalau itu kan dek, kan gini bapak kan disini sebagai kepala desa, dalam artian
bapak sebagai perangkat lah perangkat desa kaki tangan Negara, jadi kalau soal bantu-bantu
itu bapak Cuma bisa bantu misalnya seperti perizinan mau kampanye ya kita persilahkan
mau kampanye, Cuma kalau untuk terjun membantu sosialisasi tidak, karena itu kan sudah
melanggar tugas bapak kan sebagai kepala Desa ini.
Idris : Bagimana kondisi mayoritas perekonomian warga desa Namolandur dan apakah
berkaitan dengan kegiatan kampanye dan apakah pemberian politik uang mempengaruhi
pilihan politik ?
Kepala Desa : kalau saya lihat mungkin ada sedikit besar pengaruh nya, karena ya mungkin
daerah kita ini kan masyarakat ekonomi nya menengah kebawah, jadi adalah yang tertarik
68
karena uang-uang itukan, di kasi mungkin jadi mereka mau gak mau ya mencoblos gitu,
mungkin adalah dek.
Idris :Bagimana (secara garis besar) pemahaman politik masyarakat di wilayah Bapak ?
Kepala Desa : kalau pemahaman politik agak kurang dek, tau masyrakat sini ya ada
pemberitahuan ada pemilu ya mereka memilih, mana yang mereka suka di pilih ya gitu la
dek.
69
DOKUMENTASI
Gambar 3. Dokumentasi Kantor Desa Namlandur
Gambar. 4 Dokumentasi Pengambilan Data
Gambar 5. Dokumentasi Wawancara Dengan Kepala Desa Namolandur
70
Gambar 6. Dokumentasi Wawancara Dengan Informan Nurlela Saragih
Gambar 7. Dokumentasi Wawancara Dengan Informan Zefri Manurung
71
Gambar 8. Dokumentasi Wawancara Dengan Informan Ulina Valentina Ginting
Gambar 9. Wawancara Denagn Informan Dodi Firmansyah
72
Gambar 10. Wawancara Dengan Informan Lewi Parangin-angin
Gambar 11 Wawancara Dengan Informan Enos Barus
73
Gambar 12. Wawancara Dengan Informan Herman
Gambar 13 Wawancara Dengan Informan Yulita Anggrayini
74