Download - Modul Enzim Revised Okt2014
ENZIM
Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik
yang dihasilkan oleh sel. Enzim sangat penting
dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme
dikatalisis oleh enzim. Tanpa adanya enzim, maka
reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga
pertumbuhan sel juga terganggu.
Nomenklatur Ensim
Umumnya ensim mempunyai akhiran –ase. Di depan kata –ase digunakan nama substrat di mana ensim itu
bekerja, atau nama reaksi yang dikatalis, misal: selulase, dehidrogenase, urease dan lain-lain.
Struktur Ensim
Pada mulanya enzim dianggap hanya terdiri dari protein (seperti pada pepsin dan tripsin). Ternyata, ada juga
enzim yang memiliki komponen selain protein. Komponen tersebut dinamakan KOFAKTOR. Kofaktor terbagi
menjadi 3 grup yaitu:
1. Gugus prostetik, yaitu grup yang terikat pada ensim dan tidak mudah lepas. Contoh: FAD adalah gugus
prostetik yang terikat pada substrat dehidrogenase.
2. Koensim, yaitu molekul organik yang tahan panas, mudah terdisosiasi dan dapat dipisahkan dengan cara
dialisis. Contoh: NAD dan ATP.
3. Aktivator, umumnya berupa ion logam yang dapat terikat atau mudah terlepas dari ensim. Contoh: K+,
Mn2+, Mg2+, Cu2+, atau Zn2+.
APOENZIM adalah ensim yang tidak mengandung kofaktor, sehingga hanya merupakan bagian protein saja.
Gabungan antara apoenzim dan kofaktor dinamakan HOLOENSIM. Holoensim bersifat aktif dan mempu
mengkatalisis sebuah reaksi.
Tabel 1. Beberapa enzim yang melibatkan ion logam sebagai kofaktornya
Ion logam Enzim
Zn 2+ Alkohol dehidrogenase, Karbonat anhidrase, Karboksipeptidase
Mg2+ Fosfohidrolase, Fosfotransferase
Fe2+ / Fe3+ Sitokrom, Peroksidase, Katalase, Feredoksin
Cu2+/ Cu+ Tirosinase, Sitokrom oksidase
K+ Piruvat kinase (juga memerlukan Mg2+)
Na+ Membran sel ATPase (juga memerlukan K+ dan Mg2+)
Vitamin juga terikat pada ensim contohnya: thiamin pirofosfat (ensimnya dinamakan piruvat dehidrogenase),
piridoksal fosfat (ensimnya disebut glikogen fosforilase), biotin (ensimnya disebut piruvate karboksilase), 5-
deoksiadenosil kobalamin (ensimnya disebut metilmalonil mutase), tetrahidrofolat (ensimnya disebut timidilat
sintase), dan nikotinamid adenine dinukleotida (ensimnya disebut laktat dehidrogenase) (Berg et, at 2006).
Penggolongan enzim berdasarkan tipe reaksi yang dikatalisa:
1. HIDROLASE
Hidrolase merupakan enzim-enzim yang menguraikan suatu zat dengan bantuan air. Hidrolase dibagi atas
kelompok kecil berdasarkan substratnya yaitu :
A. Karbohidrase, yaitu enzim-enzim yang menguraikan golongan karbohidrat.
Kelompok ini masih dipecah lagi menurut karbohidrat yang diuraikannya, misal :
a. Amilase, yaitu enzim yang menguraikan amilum (suatu polisakarida) menjadi maltosa (suatu
disakarida)
b. Maltase, yaitu enzim yang menguraikan maltosa menjadi glukosa
c. Sukrase, yaitu enzim yang menguraikan sukrosa (gula tebu) menjadi glukosa dan fruktosa.
d. Laktase, yaitu enzim yang menguraikan laktosa menjadi glukosa dan galaktosa.
e. Selulase, emzim yang menguraikan selulosa ( suatu polisakarida) menjadi selobiosa ( suatu
disakarida)
f. Pektinase, yaitu enzim yang menguraikan pektin menjadi asam-pektin.
B. Esterase, yaitu enzim-enzim yang memecah golongan ester.
Contoh-contohnya :
a. Lipase, yaitu enzim yang menguraikan lemak menjadi gliserol dan asam lemak.
b. Fosfatase, yaitu enzim yang menguraikan suatu ester hingga terlepas asam fosfat.
C. Proteinase atau Protease, yaitu enzim-enzim yang menguraikan golongan protein.
Contoh-contohnya:
a. Peptidase, yaitu enzim yang menguraikan peptida menjadi asam amino.
b. Gelatinase, yaitu enzim yang menguraikan gelatin.
c. Renin, yaitu enzim yang menguraikan kasein dari susu.
2. OKSIDOREDUKTASE, yaitu enzim yang menolong dalam proses oksidasi dan reduksi.
Enzim Oksidase dibagi lagi menjadi:
a. Dehidrogenase : enzim ini memegang peranan penting dalam mengubah zat-zat organik menjadi
hasil-hasil oksidasi.
b. Katalase : enzim yang menguraikan hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen.
3. TRANSFERASE
4. LYASE
5. ISOMERASE
6. LIGASE (Sintetase)
AKTIVITAS ENSIM
Enzim dapat mempercepat reaksi kimia dengan menurunkan energi aktivasinya. Enzim tersebut akan bergabung
sementara dengan reaktan sehingga mencapai keadaan transisi. Pada keadaan tersebut, ensim memiliki energi
aktivasi lebih rendah dari energi aktivasi yang diperlukan untuk mencapai keadaan transisi, tanpa bantuan
enzim.
Mengukur Aktivitas Enzim (Plummer)
Pengukuran aktivitas enzim dilakukan dengan mengukur hilangnya substrat atau dihasilkannya produk reaksi
seiring waktu. Dalam uji aktivitas ensim, kontrol harus selalu dipersiapkan, antara lain: sebuah kontrol tanpa
enzim dan sebuah kontrol dengan enzim tapi tanpa substrat. Campuran kontrol lain mungkin perlu dipersiapkan
apabila ada beberapa kofaktor enzim lain. Tujuan dari disiapkannya larutan kontrol adalah mengetahui reaksi
kimia spontan dan nonspesifik yang tidak dikatalisis oleh enzim.
Kurva Perkembangan (Progress curve)
Sebuah plot jumlah substrat yang diubah atau produk yang dihasilkan seiring dengan waktu dikenal sebagai
kurva perkembangan (progress curve) pada Gambar 1. Pada mulanya kurva tersebut linear kemudian menurun
seiring berjalannya reaksi. Aktivitas enzim (v) diperoleh dari bagian linear kurva yang merupakan kecepatan
reaksi awal (initial reaction velocity) (v = a/b).
Gambar 1. kurva perkembangan reaksi enzimatis (Plummer)
Aktivitas enzim kerap kali dinyatakan dengan satuan UNIT (U) di mana 1 unit adalah jumlah enzim yang
mengkatalisa perubahan 1 mikromol substrat per menit pada kondisi yang telah ditetapkan. Unit Satuan
Internasional (SI) dari aktivitas enzim adalah KATAL (kat) yang merupakan perubahan 1 mol substrat per
detik. Kemurnian enzim dinyatakan dalam aktivitas spesifik (specific activity), yang merupakan jumlah unit
enzim (U) per miligram protein. Aktivitas spesifik dalam unit SI adalah kat/kg protein.
Aktivitas Enzim dan Konsentrasi Substrat
Laju reaksi kimia disebut KINETIK, sedangkan laju ensim dalam mengkatalisa reaksi disebut
KINETIKA ENZIM. Lalu apakah yang dimaksud sebagai suatu reaksi kimia? Semisal pada persamaan: A P,
yang dimaksud laju (V) adalah jumlah A yang terpakai (habis) dalam unit waktu. Jumlah A yang habis
sebanding dengan jumlah P yang dihasilkan. Laju reaksi yang berhubungan langsung pada konsentrasi A
dengan proporsi konstan, k, disebut laju konstanta. Sehingga: V = k (A). Reaksi yang langsung proporsional
terhadap reaktannya disebut sebagai reaksi orde I. Banyak reaksi biokimia penting melibatkan 2 reaktan, yaitu:
2A P atau A + B P. Reaksi tersebut disebut reaksi bimolekuler, yang laju reaksinya adalah: V= k(A)2 atau
V = (A)(B)
Cara termudah untuk mengukur laju reaksi adalah dengan mengikuti peningkatan produk sebagai fungsi
waktu. Jumlah produk dipastikan akan meningkat seiring dengan peningkatan waktu sampai pada suatu waktu
tidak terjadi lagi perubahan dari Subtrat menjadi Product, namun enzim akan tetap melakukan konversi
substrat menjadi produk dan sebaliknya. Saat itu terjadilah reaksi ekuilibrium. Laju katalisis meningkat linear
seiring peningkatan konsentrasi substrat dan menyentuh titik maksimum pada konsentrasi substrat yang lebih
tinggi. Leonor Michaelis dan Maud Menten (1913) mengajukan sebuah model untuk mengukur kinetika enzim:
Dimana E: ensim, S: substrat, P: produk
Pengaruh konsentrasi substrat pada aktivitas ensim
Gambar di bawah ini secara umum mengilustrasikan pengaruh berbagai konsentrasi substrat pada aktivitas
enzim. Perhatikan pada sumbu vertikal, V (aktivitas ensim) dan pada sumbu horizontal, s (konsentrasi substrat).
Gambar 2. Pengaruh konsentrasi substrat pada aktivitas enzim (Plummer)
Pada konsentrasi substrat rendah, V bervariasi linear dengan s, memberikan kinetika tingkat pertama (first-
order kinetics) : v = -ds/dt = ks, di mana k adalah konstanta laju (rate constant).
Pada konsentrasi substrat tinggi, V tidak tergantung dengan s, memberikan kinetika tingkat nol (zero-order
kinetics) : v = -ds/dt = konstan = V.
Persamaan Michaelis-Menten: sebuah persamaan yang menghubungkan V dan s. Kinetika ensim dengan
persamaan ini akan menghasilkan kurva seperti gambar di bawah ini. Persamaan Michaelis – Menten
melibatkan Vmax, Vmax/2 dan KM.
Gambar 3. Kurva Kinetika Michaelis-Menten (Berg et al, 2006)
Persamaan Michaelis-Menten, dijabarkan sebagai berikut:
Di mana V dan Km adalah konstan.
Asumsi dasarnya adalah enzim dan substrat membentuk sebuah kompleks yang kemudian pecah memberikan
enzim dan produk. Keseluruhan proses dapat diwakili oleh persamaan umum:
Di mana e = konsentrasi ensim (E), s = konsentrasi substrat (S), p = konsentrasi kompleks enzim-substrat (ES)
k+1, k+2, k-1 adalah konstanta kecepatan (velocity constants)
Konstanta kinetika Km dan V. Jika s = Km, maka v = V/2 sehingga Konstanta Michaelis (Km) adalah
konsentrasi substrat yang memberikan setengah kecepatan maksimum (Gambar 3).
Jika kondisi kesetimbangan yang diajukan Michaelis Menten berlaku, maka k+2 adalah kecil bila dibandingkan
dengan k+1 dan dapat diabaikan, sehingga Km = k-1/k+1, yang mana merupakan konstanta disosiasi untuk
kompleks enzim-substrat. Nilai Km yang besar menggambarkan konstanta disosiasi besar atau sebuah konstanta
asosiasi kecil (1/Km). Sebaliknya Km yang kecil berarti konstanta disosiasi yang kecil atau sebuah konstanta
asosiasi yang besar (1/Km). Konstanta Michaelis oleh karena itu memberikan ukuran afinitas enzim-substrat.
Km besar = afinitas enzim-substrat kecil
Km kecil = afininitas enzim-substrat besar
Konstanta kinetika Km dan V mudah ditentukan dari transformasi linear dari persamaan Michaelis, diperoleh
dari resiprokalnya:
Sebuah plot 1/v terhadap 1/s oleh karena itu memberikan garis lurus landaian Km/V (Gambar 3(a)). Resiprokal
konstanta kinetic kemudian dapat ditentukan dari intersep pada aksis, ketika
Dan ketika
Sebuah alternatif adalah s/v terhadap s (Gambar 3(b)). Hal ini diperoleh dengan mengalikan persamaan
resiprokal dengan s: , ketika dan
Grafik (1/v) terhadap (1/s) dikenal sebagai grafik Lineweaver –Burk dan merupakan metode yang paling sering
digunakan untuk menghitung Km. Namun, kelandaian garis, paling dipengaruhi oleh aktivitas yang diukur pada
konsentrasi substrat rendah, yang mana kurang akurat, dan untuk alasan inilah, plot (s/v) terhadap s lebih
dipilih.
Gambar 4. Penentuan Konstanta Michaelis (Plummer)
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim
KOFAKTOR
Dalam banyak kasus, jika sebuah enzim dicampur dengan substratnya pada kondisi yang layak, hanya ada
aktivitas yang rendah. Hal ini disebabkan tidak adanya koenzim atau aktivator. KOENZIM: senyawa organik
berat molekul rendah yang secara aktif terlibat dalam katalisis. Koenzim kerap bertindak sebagai akseptor atau
donor gugus kimia spesifik. Sebagai contoh, NAD merupakan koenzim bagi banyak dehidrogenase. Nama
koenzim dipertahankan untuk kofaktor terlarut di mana istilah gugus prostetik digunakan untuk
koenzim yang melekat dengan kuat pada protein. AKTIVATOR: senyawa kimia alamiah sederhana dan tidak
spesifik seperti halnya koenzim. Aktivator berfungsi mengaktivasi kompleks enzim-substrat. Beberapa ion
logam dikenal sebagai aktivator serangkaian enzim yang luas; Mg2+ untuk fosfatase alkaline dan kinase.
INHIBITOR
Banyak senyawa bereaksi dengan enzim dengan akibat aktivitas ensimnya berkurang. Sifat enzim ini digunakan
dalam mendesain obat-obatan dan insektisida yang secara selektif menghambat enzim dalam bakteria
penginfeksi atau serangga, tetapi tidak mempengaruhi hewan atau tumbuhan. Dua jenis penghambatan klasik
dikenal: INHIBITOR KOMPETITIF dan INHIBITOR non-KOMPETITIF (gambar 5).
Gambar 5. Tipe Inhibitor
INHIBITOR KOMPETITIF: Inhibitor bereaksi dengan enzim dengan berkompetisi dengan substrat. Inhibitor
kompetitif adalah sebuah struktur kimia yang serupa dengan substrat alamiah dan cukup spesifik. Ini
digambarkan dalam kasus enzim suksinat dehidrogenase, yang mengkatalisis perubahan suksinat menjadi
fumarat. Malonat dan maleat keduanya bertindak sebagai inhibitor kompetitif bagi enzim ini.
INHIBITOR non-KOMPETITIF: dalam tipe penghambatan non-kompetitif, inhibitor bersama dengan substrat.
Situs perlekatan inhibitor biasanya cukup jauh. Contoh dari inhibitor non-kompetitif adalah ion logam berat
seperti Ag+ dan Cu2+ dengan gugus –SH pada sistein dalam ensim dan sianida dengan enzim yang menggunakan
Fe2+ atau Fe3+.
Penentuan konstanta inhibitor (Ki): Dalam keberadaan sebuah inhibitor, persamaan Michaelis-Menten
diubah menjadi seperti yang tertulis di bawah ini, di mana i adalah konsentrasi inhibitor dan Ki adalah konstanta
inhibisi:
Tidak ada inhibitor :
Inhibitor kompetitif :
Inhibitor non-kompetitif:
Dengan mengambil resiprokal dari persamaan di atas, diperoleh:
Tidak ada inhibitor :
Inhibitor kompetitif :
Inhibitor non-kompettitf :
Sebuah grafik (1/v) terhadap (1/s) dapat digunakan untuk menentukan Ki dan jenis inhibisi seperti digambarkan
pada Gambar 6 dan 7. Inhibitor kompetitif mengubah Km sementara tipe non-kompetitif menyebabkan
perubahan dalam V.
Gambar 6. Efek inhibitor kompetitif pada plot Lineweaver Burke
Gambar 7. Efek inhibitor non kompetitif pada kurva Lineaweaver Burke
Suhu
Efek pada reaksi enzim : Molekul harus memiliki energi aktivasi tertentu (E) sebelum dapat bereaksi, dan enzim
berfungsi sebagai katalis dengan merendahkan energi aktivasi ini, oleh karena itu memungkinkan enzim untuk
lanjut dengan lebih cepat. Energi aktivasi dari reaksi dikatalisis enzim dapat ditentukan oleh pengukuran
kecepatan maksimum (V) pada suhu berbeda, dan diplot log10 V terhadap 1/T. Kelandaian garis diberikan oleh –
E/2,303 R (persamaan 1). Hubungan ini diperoleh dari persamaan empiris dari Arrhenius: d ln k/dT = E/RT2
Dengan mengintergrasikan persamaan 1 diperoleh: Log10 k = C-E/2,303 RT
Di mana: C = konstanta; k = konstanta kecepatan reaksi; T = Temperatur (K); R = konstanta gas = 8,32 J mol-1
K-1; E = energi aktivasi (J mol-1)
Konstanta kecepatan tidak selalu mudah diperoleh dan karena V adalah berbanding lurus dengan k, kecepatan
maksimum diplot terhadap resiprokal suhu untuk plot Arrhenius (Gambar 7).
Gambar 8. Plot Arrhenius
Pengaruh suhu pada denaturasi: Hal ini dapat ditentukan dengan memaparkan enzim pada suhu tinggi untuk
beberapa jangka waktu, kemudian mengukur aktivitasnya pada suhu di mana enzim stabil. Ini akan memberikan
gambaran bagaimana enzim dihancurkan dan sebuah grafik dapat disiapkan untuk laju kehilangan enzim aktif
seiring waktu. Hal ini diulangi untuk beberapa suhu berbeda dan laju awal diplot terhadap 1/T. Nilai E dari plot
ini adalah energi aktivasi di mana biasanya cukup tinggi karena perubahan entropi positif yang besar dihasilkan
dari pelepasan lipatan molekul selama denaturasi.
pH
pH Optimum: Enzim aktif pada rentang pH terbatas dan sebuah plot aktivitas terhadap pH biasanya memberikan
bentuk kurva seperti lonceng, seperti pada Gambar 9. Nilai pH aktivitas maksimum dikenal sebagai pH
optimum dan ini merupakan karakteristik enzim, selama enzim stabil pada kondisi yang dipelajari.
Variasi aktivitas dengan pH adalah karena perubahan keadaan ionisasi protein enzim dan komponen lain dari
campuran reaksi. pH merupakan pengukuran sifat asam atau basa suatu larutan. Untuk lebih tepatnya, pH
menunjukkan konsentrasi ion hidrogen terlarut (H+) dalam larutan tertentu. Peningkatan atau penurunan pH
perubahan konsentrasi ion dalam larutan. Pada suatu waktu ion ini mengubah struktur enzim dan, substrat baik
karena pembentukan ikatan tambahan atau kerusakan ikatan yang sudah ada. Pada akhirnya, susunan kimiawi
dari enzim dan substrat yang berubah. Juga, situs aktif enzim berubah, setelah substrat tidak bisa lagi
mengidentifikasi enzim.
Km dan V: Perubahan pH mengubah aktivitas enzim dengan mempengaruhi V, Km, atau stabilitas dari protein
enzim. Kebanyakan plot pH optimum yang diterbitkan adalah hasil perubahan dari V dan Km, dan oleh karena
itu tidak untuk perlakuan matematika. Idealnya efek pH pada Km dan V dipelajari secara terpisah.
Stabilitas enzim : Jika enzim tidak stabil pada nilai pH tertentu, maka pH optimum bukan lagi karakteristik
enzim. Stabilitas dapat diperiksa dengan memaparkan enzim pada nilai pH yang layak untuk jangka waktu
eksperimen dan kemudian menyesuaikan pH pada nilai di mana enzim stabil dan mengukur aktivitasnya.
Gambar 9. pH optimum pada alkaline fosfatase tikus
DAFTAR PUSTAKA
Berg JM, Tymoczko JL, Stryer L, 2006, Biochemistry, 6th ed. HW Freeman Company. Newyork.
Dwidjoseputro, Dasar-dasar Mikrobiologi
Plummer, Roehm and Kolman, 2005, Colour Atlas of Biochemistry
Timotius, K.H, 1982, Mikrobiologi Dasar; Salatiga, Universitas Kristen Satya Wacana