i
MODEL PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH
DENGAN METODE FUZZY
ISBN : 978-979-3823-95-9
Kristoko Dwi Hartomo
Penerbit FTI Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
2016
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ……………….…………………………………………………….. i
DAFTAR ISI ..…………………………………………………......................................... ii
KATA PENGANTAR………………………………………….......................................... iii
BAB 1. PENDAHULUAN ............………………………………………………………… 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………………… 5
BAB 3. MANFAAT MODEL PENANGGULANGAN KEMISKINAN ….................…… 12
BAB 4. METODE PENELITIAN ......................…………………………………………... 15
BAB 5. MODEL PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN FUZZY...………… 19
BAB 6. PENGUJIAN MODEL PENANGGULANGAN KEMISKINAN...……........…… 33
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 37
iii
Kata Pengantar
Puji syukur kita panjatkan bagi Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan
kemudahan dalam menyelesaikan segala urusan sehingga buku Model Penanggulangan Kemiskinan
Daerah Dengan Fuzzy dapat tersusun.
Terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada seluruh anggota pusat studi SIMITRO
Universitas Kristen Satya Wacana yang telah berpartisipasi dengan sabar dan ikhlas memberi
dukungan dalam setiap tahapan proses pembuatan buku ini.
Buku ini merupakan panduan materi bagi mahasiswa/praktisi/pemerintahan untuk
mempelajari bidang ilmu metode fuzzy dan penanggulangan kemiskinan daerah. Dalam buku ini
terdapat materi perencanaan/roadmap/metode penelitian, teori penanggulangan kemiskinan, prediksi
kemiskinan, dan fuzzy MCDM. Harapan saya semoga buku ini membantu menambah pengetahuan
dan pengalaman bagi para pembaca, masukan dan kritikan saya terima untuk memperbaiki bentuk
maupun isi buku ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Akhirnya kami mengucapkan selamat membaca dan berpandang mesra dengan dunia model
fuzzy yang telah saya sajikan. Dan tentu tidak lupa kami harapkan kritik dan saran agar kami
senantiasa rajin berbenah untuk memperbaiki kesalahan dalam penulisan yang belum sempurna.
Salatiga, Agustus 2016
Penulis
1
BAB 1. PENDAHULUAN
Masalah kemiskinan yang banyak mendapat perhatian khusus di banyak negara,
merupakan hal yang sangat kompleks dan bersifat multidimensional serta berkaitan dengan
aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Indonesia sebagai negara berkembang,
persoalan kemiskinan membuat individu kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup,
kurangnya tingkat kesejahteraan keluarga, dan pembangunan masyarakat yang terbatas.
Kemiskinan menjadi salah satu ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat
kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan disuatu
wilayah lazim digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan di wilayah tersebut.
Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada
tingkat kemiskinan (Suryahadi dan Sumarto, 2001).
Data persebaran jumlah dan persentase penduduk miskin menurut kepulauan di
Indonesia berdasarkan Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada September 2013,
tercatat persentase penduduk miskin tertinggi terdapat di pulau Maluku dan Papua, yaitu
sebesar 24.24 persen, sementara persentase penduduk miskin terendah di pulau Kalimantan,
yaitu sebesar 6.66 persen. Jika dilihat dari jumlah penduduk, sebagian besar penduduk miskin
berada di pulau Jawa (15,54 juta orang) sementara jumlah penduduk miskin terkecil berada di
pulau Kalimantan (0,97 juta orang), seperti yang ditunjukkan Tabel 1.1 (BPS, 2014).
Tabel 1.1 Kemiskinan Menurut Kepulauan di Indonesia, September 2013
No Pulau Jumlah Penduduk
Miskin (000)
Persentase Penduduk
Miskin (%)
1 Sumatera 6,190.06 11.53
2 Jawa 15,546.94 10.98
3 Bali dan Nusa Tenggara 1,998.12 14.49
4 Kalimantan 978.72 6.66
5 Sulawesi 2,139.58 11.75
6 Maluku dan Papua 1,700.55 24.24
Indonesia 28,553.97 11.47
Sumber: Diolah dari data SUSENAS September 2013
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pulau Jawa memiliki jumlah penduduk miskin yang
paling banyak jika dibandingkan dengan pulau yang lainnya di Indonesia. Sehingga pulau
Jawa dapat menjadi salah satu fokus wilayah penanggulangan kemiskinan bagi pemerintah. Di
pulau Jawa Terdapat 6 (enam) Provinsi, yaitu: DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta, Jawa Timur, dan Banten. Data jumlah dan persentase penduduk miskin pada ke 6
2
(enam) provinsi tersebut dapat ditunjukkan pada Tabel 1.2 yang merupakan ringkasan dari
jumlah dan presentase penduduk miskin menurut provinsi pada September 2013 sebagai
berikut.
Tabel 1.2 Kemiskinan Menurut Provinsi di Pulau Jawa, September 2013
No Provinsi Jumlah Penduduk
Miskin (000)
Persentase Penduduk
Miskin (%)
1 DKI Jakarta 375.70 3.72
2 Jawa Barat 4,382.65 9.61
3 Jawa Tengah 4,704.87 14.44
4 DI Yogyakarta 535.19 15.03
5 Jawa Timur 4,865.82 12.73
6 Banten 682.71 5.89
Indonesia 28,553.97 11.47
Sumber: Diolah dari data SUSENAS September 2013
Data jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah pada periode 1996-1999
meningkat sebesar 2.338 juta orang karena krisis ekonomi, yaitu dari 6.418 juta orang pada
tahun 1996 menjadi 8.755 juta orang pada tahun 1999. Persentase penduduk miskin meningkat
dari 21.61 persen menjadi 28.46 persen pada periode yang sama. Pada periode tahun 2002-
2005 jumlah penduduk miskin cenderung menurun dari 7.308 juta orang pada tahun 2002
menjadi 6.534 juta orang pada Februari 2005. Secara relatif juga terjadi penurunan persentase
penduduk miskin dari 23.06 persen pada tahun 2002 menjadi 20.49 persen pada Februari
2005. Pada tahun 2006, terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin, yaitu dari 6.534 juta orang
(20.49 persen) pada Februari 2005 menjadi 7.101 juta orang (22.19 persen) pada Maret 2006.
Peningkatan penduduk miskin di Provinsi Jawa Tengah dari Februari 2005 ke Maret 2006
disebabkan karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak pada 1 September 2005, yang
kemudian memicu kenaikan harga barang kebutuhan lainnya. Namun mulai tahun 2007
sampai tahun 2013 jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali mengalami
kecenderungan menurun (BPS Jateng, 2014).
Grafik jumlah dan persentase kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah dari tahun 1996
sampai dengan tahun 2013 ditunjukkan pada Gambar 1.1.
3
Gambar 1.1 Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Jawa Tengah Tahun 1996-2013 (BPS
Jateng, 2014)
Meskipun persentase kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah menunjukkan kecenderungan
menurun, tetapi Provinsi Jawa Tengah menempati urutan ke-2 sebagai provinsi termiskin
dengan jumlah penduduk miskin sebesar 4,704,870 orang setelah Jawa Timur (4,865,820
orang) di pulau Jawa dan Indonesia (BPS, 2014).
Salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya penanggulangan terhadap kemiskinan
pada suatu wilayah adalah kurangnya informasi terhadap persebaran penduduk miskin dalam
suatu wilayah tertentu. Hasil studi SMERU tahun 2011 tentang kemiskinan spasial perkotaan
dan upaya penanggulangan kemiskinan, di Surakarta dan Makassar menunjukkan bahwa
pemahaman para pemangku kepentingan, terutama Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD),
mengenai hubungan antara unsur perencanaan spasial dan upaya penanggulangan kemiskinan
masih terbatas. Selain itu, upaya penanggulangan kemiskinan masih cenderung
menitikberatkan pendekatan programatis dan berpijak pada mata anggaran, dan belum secara
langsung menyentuh perencanaan spasial kota (SMERU, 2012).
Untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan di wilayah Jawa Tengah,
perlunya menciptakan pemantauan kesejahteraan masyarakat yang terintegrasi dengan
perencanaan pembangunan dengan memungkinkan pengambilan kebijakan fiskal untuk
mendukung masyarakat miskin agar punya peluang untuk terus menerus memperbaiki
kehidupannya sehingga bebas dari kondisi yang rentan, misalnya dengan menyediakan data
dan informasi persebaran kemiskinan berbasis spasial agar program bantuan dari pemerintah
dapat disalurkan tepat pada sasaran, sebagaimana yang terlihat pada gambar 1.2.
4
Gambar 1.2 Skema Perencanaan Penelitian
Dalam era otonomi daerah saat ini, kebijakan fiskal merupakan salah instrumen
kebijakan ekonomi makro yang dapat digunakan untuk menanggulangi kemiskinan di wilayah
kabupaten dengan instrumen pengeluaran yang ada pada pos-pos belanja (pengeluaran) di
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Pos belanja ini meliputi belanja tidak
langsung, antara lain melalui belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja bagi hasil, belanja
bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Sedangkan sumber pos belanja ini adalah
pendapatan yang berasal dari: Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan (DAU dan
DAK), dan Pinjaman Daerah. Dengan mengalokasikan pos belanja daerah tersebut, pada
daerah yang memiliki jumlah dan presentase penduduk miskin maka upaya penanggulangan
kemiskinan akan berjalan lebih baik dan cepat.
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana menyediakan model spasial berupa visualisasi peta
kemiskinan dan karakteristik kemiskinan spasial sebagai dasar pertimbangan dalam
penyusunan rencana induk tata ruang/wilayah maupun dalam perancangan penanggulangan
kemiskinan dengan mengintegrasikan data tentang kemiskinan dengan informasi berbasis
spasial dengan kebijakan fiskal melalui ABPD pada pos-pos belanja : hibah, bantuan sosial,
bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga.
5
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 RIP (peta jalan) Penelitian Institusi
Secara substansi RIP disusun berlandaskan pada gambaran kemampuan, program,
mekanisme dan capaian secara terukur dalam jangka waktu 5 tahun ke belakang dalam
perspektif kekuatan, kelemahan, peluang, tantangan, kendala, bahkan ancaman dalam bidang
penelitian dan pengabdian masyarakat yang dihadapi pada masa mendatang.
Riset di UKSW mengacu pada 12 tema strategis untuk mengatasi perbagai masalah
bangsa dan masyarakat Indonesia, yang meliputi : (1) Pengentasan kemiskinan (Poverty
alleviation), (2) Perubahan Iklim dan keragaman hayati (Climate change & biodiversity), (3)
Energi baru dan terbarukan (New and renewable energy), (4) Ketahanan dan keamanan
pangan (Food safety & security), (5) Kesehatan, penyakit tropis, gizi & obat-obatan (Health,
tropical diseases, nutrition & medicine), (6) Pengelolaan dan mitigasi bencana (Disaster
mitigation & management), (7) Integrasi nasional dan harmoni sosial (Nation integration &
social harmony), (8) Otonomi daerah dan desentralisasi (Regional autonomy &
decentralization), (9) Seni dan budaya/industri kreatif (Arts & Culture/creative industry), (10)
Infrastruktur, transportasi dan teknologi pertahanan (Infrastructure, transportation & defense
technology), (11) Teknologi informasi dan komunikasi (Information & communication
technology), (12) Pembangunan manusia dan daya saing bangsa (Human development &
competitiveness).
Dalam rangka mewujudkan UKSW sebagai universitas riset bertaraf internasional
memandang perlu untuk menetapkan sejumlah isu sentral yang menjadi fokus dalam
kelompok Riset Unggulan Universitas Kristen Satya Wacana (RU-UKSW), Adapun fokus
RU-UKSW meliputi:
- Program Pengembangan Pedesaan dan Kearifan Lokal. Fokus utama program ini adalah
penelitian multidisipliner yang berorientasi pada pendayagunaan potensi sumberdaya
lokal dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, dan seni termutakhir.
- Program Pengembangan Ketahanan Pangan dan Pengelolaan SDA berbasis masyarakat.
- Program Penelitian Strategis. Fokus utama program ini adalah penelitian multidisipliner
yang bersifat terapan dan berorientasi pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan
berdasarkan pada 8 tema utama dari 12 tema strategis nasional.
6
Roadmap (peta jalan) program penelitian dalam skala institusi dapat digambarkan
sebagaimana pada Gambar 2.1.
Pengembangan Masyarakat
Pedesaan dan Perkotaan
(Rural and Urban Development)Energi baru, terbarukan dan
pengelolaan lingkungan (New, renewable energy, environmental)
Kesehatan, penyakit tropis,
gizi & obat-obatan (Health, tropical diseases, nutrition & medicine)
Ketahanan dan keamanan
pangan (Food safety & security)
Pembangunan manusia dan
daya saing bangsa (Human development & competitiveness).
Teknologi informasi dan
komunikasi (Information & communication technology)
Integrasi nasional dan harmoni
sosial (Nation integration & social harmony)
Pengelolaan dan mitigasi
bencana (Disaster mitigation & management)
2011 2012 2014 20162013 2015
Peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemanfaatan potensi sumberdaya lokal melalui rekayasa sosial dan
kearifan ekonomi lokal
Inovasi teknologi energi baru dan terbaharukan melalui pemanfaatan potensi sumberdaya lokal dan peningkatan kualitas lingkungan hidup
Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dengan Manajemen Lahan Secara Bijaksana untuk Produksi Tanaman Pangan,
Hortikultura dan Tanaman Industri yang Berwawasan Bisnis, Keadilan dan Perdamaian
Rekayasa biomaterial untuk pengembangan biofarmaka dan bahan pangan berbahan dasar tradisional
Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka kewaspadaan dan kemandirian masyarakat
Menghadapi bencana melalui peningkatan manajemen kebencanaan berbasis paradigma pengurangan resiko
Integrasi nasional melalui rekayasa dinamika masyarakat berbasis pada nilai – nilai kearifan lokal dan budaya
Pemanfaatan TIK menuju kehidupan masyarakat yang adil, berkualitas dan berbudaya dengan berlandaskan pada pengetahuan kearifan lokal
Pembangunan masyarakat melalui peningkatan media, model dan metode pembelajaran berbasiskan pada penguasaan
IPTEKS dan budi pekerti luhur.
Gambar 2.1 Kesesuaian riset dengan roadmap (peta jalan) penelitian skala institusi
2.2 Roadmap Penelitian
Judul penelitian yang diajukan mengacu pada RIP atau bidang unggulan Perguruan Tinggi
dan sesuai dengan roadmap peneliti, hal ini dapat dilihat dari roadmap universitas pada
gambar 9 dan judul-judul penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya (sebagian besar di
danai DIKTI) dan telah terbit di jurnal nasional maupun internasional. Untuk riset
sebelumnya pada bidang pengolahan data spasial dan sistem prediksi dengan judul Sistem
Mitigasi Bencana Kejadian Luar Biasa (KLB) Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
Menggunakan Teknologi Spasial (Kristoko dkk., 2009-2010) riset ini adalah hibah STRANAS
dengan dana DIKTI dan riset dengan judul Peningkatan Ketersediaan Pangan Melalui
Perencanaan Pola Tanam Efektif Menggunakan Sistem Pranata Mangsa Terbarukan Berbasis
Agrometeorologi (Kristoko dkk., 2010-2011) yang merupakan program hibah bersaing DIKTI.
Penelitian lain yang terkait dengan topik riset kali ini adalah Model Spasial Penanggulangan
Kemiskinan Daerah Menggunakan Konsep Basic Need Approach dengan Metode Fuzzy
dengan dana internal UKSW (Kristoko dkk., 2012). Pada bidang fiskal dan ekonomi regional
7
sebelumnya telah dilakukan riset dengan topik Peranan lembaga keuangan mikro dalam
pengentasan kemiskinan di Jateng (Nuswantara dkk., 2008). Untuk lebih jelasnya keseluruhan
roadmap penelitian dapat dilihat pada gambar 3.
Dari penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, untuk riset unggulan PT ini
akan dilakukan penelitian dengan judul Model Penanggulangan Kemiskinan Daerah Berbasis
Spasial Dengan Metode fuzzy Multi-Criteria Decision Analysis Untuk Pengambilan Kebijakan
Fiskal. Penelitian ini mempunyai dasar yang sama dengan penelitian sebelumnya yaitu bidang
ilmu komputer, data spasial, dan kebijakan fiskal. Perbedaan dan kelebihan penelitian ini dari
riset sebelumnya adalah penyempurnaan model berbasis spasial dengan optimalisasi
komputasi spatial mining dan optimalisasi metode fuzzy Multi-Criteria Decision Analysis
untuk kebijakan fiskl yang belum pernah diteliti pada penelitian terdahulu. Dengan adanya
optimalisasi, penyempurnaan metode dan teknik diharapkan ada peningkatan akurasi/kualitas
model untuk pengambilan kebijakan fiskal sehingga tujuan akhir untuk mengurangi angka
kemiskinan dapat tercapai.
Untuk memperjelas gambaran tentang peta jalan (road map) penelitian ini, dapat dilihat
pada gambar 2.2.
8
Sistem mitigasi bencana Kejadian Luar Biasa (KLB)
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) menggunakan
teknologi Spasial
(Riset Stranas, 2009-2010)
1. Peranan lembaga keuangan mikro dalam pengentasan kemiskinan di Jateng (Bayu N. dkk, 2008).
2. Model Spasial prediksi KLB Malaria di Jawa Tengah menggunakan algoritma Probability Density
(Kristoko dkk, 2008).
3. Sistem prediksi KLB DBD di Salatiga menggunakan algoritma Bayesian, (Kristoko dkk, 2009).
4. Pengurangan Potensi bencana epidemi,wabah dan KLB beberapa penyakit tropis melalui penerapan
paradigma pengurangan resiko yang dintegrasikan dengan kurikulum pembelajaran pada sistem
manajemen bencana (Kristoko dkk, 2009).
5. Analisis Pola Spasial Transmisi Penyakit Demam Berdarah Dengue Kota Salatiga Menggunakan
Pendekatan Spatial Autocorrelation (Kristoko dkk, 2010).
6. Analisis Epidemiologi Spasial untuk Pemodelan Distribusi dan Klasifikasi Kejadian Demam Berdarah
Dengue di Kota Salatiga Tahun 2007 (Kristoko dkk, 2010).
7. Visualisasi DBSCAN Menggunakan Package Fixed Point Cluster Pada R, Studi Kasus Analisis Cluster
Kejadian DBD Kota Salatiga 1989 – 2008 (Kristoko dkk, 2010).
8. Penelitian lanjutan Pengurangan Potensi bencana epidemi, wabah dan KLB beberapa penyakit tropis
melalui penerapan paradigma pengurangan resiko yang diintegrasikan dengan kurikulum pembelajaran
pada sistem manajemen bencana , Lanjutan (Kristoko dkk, 2010).
9. Pemodelan Spatial Autocorrelation untuk Penentuan Wilayah Resiko Tinggi Transmisi Penyakit Demam
Berdarah Dengue di Kota Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia (Kristoko dkk, 2010).
Flowchart Penelitian
Pemodelan Spasial Penanggulangan Kemiskinan Daerah dengan
Metode Fuzzy Multi-Criteria Decision Analysis (MCDA) Untuk
Pengambilan Kebijakan Fiskal di Propinsi Jawa Tengah
Luaran yang telah dihasilkan :
1. Model dan perangkat lunak spasial sistem prediksi resiko bencana
KLB-DBD Salatiga (2009).
2. Model dan perangkat lunak spasial sistem prediksi resiko bencana
KLB-DBD Surakarta (2010).
3. Modul pelatihan SOP sistem prediksi resiko bencana KLB-DBD
4. Jurnal publikasi nasional sebanyak 4 jurnal dan publikasi
internasional sebanyak 2 jurnal.
Indikator Capaian :
1. Tersedia perangkat lunak sistem prediksi.
2. Tersusun dokumen kebijakan pengurangan resiko bencana KLB DBD Salatiga.
3. Dokumen data epidemiologi spasial Kota Salatiga.
4. Dokumen data pola spasial transmisi DBD Kota Salatiga
5. Tersedia modul pelatihan SOP sistem prediksi resiko bencana KLB-DBD
6. Tersedia jurnal yang sebagian telah dipublikasikan, sebagian lagi menunggu
hasil review.
7. Tersedia perangkat lunak sistem yang bisa dipatenkan
Tujuan Penelitian yang diusulkan :
Berkontribusi dalam menurunkan angka
kemiskinan sekaligus memperkuat ketahanan
pangan masyarakat terkait dengan kebijakan
fiskal daerah.
Menghasilkan model penanggulangan
kemiskinan daerah berbasis spasial dengan
metode fuzzy Multi-Criteria Decision Analysis.
Menghasilkan metode dan prosedur
perencanaan penanggulangan kemiskinan
daerah untuk pengambilan kebijakan fiskal.
Menghasikan temuan fuzzy Multi-Criteria
Decision Analysis yang telah teroptimalisasi
untuk penanggulangan kemiskinan daerah.
Melakukan evaluasi optimalitas, efektifitas dan
efisiensi serta analisis dampak pemanfaatan
penanggulangan kemiskinan daerah berbasis
spasial di lokasi studi.
Melakukan evaluasi optimalitas, efektifitas dan
efisiensi serta analisis fuzzy Multi-Criteria
Decision Analysis yang telah teroptimalisasi.
Melakukan Forum Group Discussion
(FGD) dengan instansi terkait (BKKBN
dan BPS di lokasi studi)
Akhir
PENELITIAN YANG PERNAH DILAKUKANLuaran Hasil
Penelitian
Indikator Capaian
Penelitian Yang Diusulkan
Model penanggulangan kemiskinan daerah berbasis Spasial.
Model untuk penentuan kebijakan fiskal daerah.
Jurnal yang akan dipublikasikan secara nasional dan
internasional.
HKI untuk desain dan sistem model penanggulangan kemiskinan
daerah .
Metode fuzzy Multi-Criteria Decision Analysis untuk pembuatan
model penanggulangan kemiskinan yang telah teroptimalisasi.
Tersedia model penanggulangan kemiskinan daerah berbasis spasial dengan
metode fuzzy Multi-Criteria Decision Analysis berbasis teknologi informasi untuk
menentukan kebijakan fiskal daerah yang langsung dapat dimanfaatkan
stakeholders.
Tersedia jurnal yang akan dipublikasikan secara nasional dan internasional.
Tersedia model penanggulangan kemiskinan daerah berbasis spasial dengan
metode fuzzy Multi-Criteria Decision Analysis yang telah mendapatkan HKI.
Tersedia model untuk penentuan kebijakan fiskal daerah.
Pengembangan dan optimalisasi metode fuzzy Multi-Criteria Decision Analysis.
Penerapan Ipteks di bidang teknologi informasi untuk mengurangi angka
kemiskinan dengan meningkatkan penentuan kebijakan fiskal.
Luaran Hasil Penelitian
Indikator Capaian
Rencana Arah Penelitian
mendatang
Formulasi implementasi model penanggulangan
kemiskinan dengan penentuan kebijakan fiskal di
10 besar propinsi termiskin di
Indonesia
Formulasi sistem peringatan dini
penentuan daerah miskin untuk
kebijakan preventif fiskal daerah
Peningkatan Ketersediaan Pangan Melalui Perencanaan Pola
Tanam Efektif Menggunakan Sistem Pranata Mangsa
Terbarukan Berbasis Agrometeorologi
(Riset Hibah Bersaing, 2010-2011)
DASAR RISET
SEBELUMNYA
Model Spasial Penanggulangan Kemiskinan
Daerah Menggunakan Konsep Basic Need
Approach dengan Metode Fuzzy
(Riset Internal UKSW, 2012)
Penelitian Yang Diusulkan
Mulai
Pengumpulan data Presentase Penduduk Miskin
(Headcount Index), Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty
Gap Index), Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty
Severity Index) dalam kurun waktu 10 tahun terakhir di
lokasi studi
Analisis dan desain model penanggulangan kemiskinan
daerah berbasis spasial berbasis teknologi informasi
Perangkat lunak penanggulangan
kemiskinan daerah berbasis spasial
untuk pengambilan kebijakan fiskal
Metode fuzzy Multi-
Criteria Decision Analysis
Pengolahan data spasial +
spatio temporal
(visualisasi peta digital)
Dengan model proses
waterfall + dokumen SRS
(Software Requirement
Spesification)
Gambar 2.2 Roadmap (peta jalan) penelitian
9
2.3 Dasar Teori
2..3.1 Indikator Kemiskinan
Konsep kemiskinan memiliki pengertian yang sangat beragam, menurut Maimun Sholeh
menyimpulkan bahwa indikator utama kemiskinan adalah: (1) kurangnya pangan, sandang,
dan perumahan yang tidak layak; (2) terbatasnya kepemilikan tanah dan alat-alat produktif; (3)
kurangnya kemampuan membaca dan menulis; (4) kurangnya jaminan dan kesejahteraan
hidup; (5) kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi; (6) ketakberdayaan
atau daya tawar yang rendah; (7) akses terhadap ilmu pengetahuan yang terbatas; (8)
terbatasnya kecukupan dan mutu pangan; (9) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan
kesehatan; (10) terbatasnya akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan; (11) terbatasnya
kesempatan kerja dan berusaha; (12) lemahnya perlindungan terhadap aset usaha, dan
perbedaan upah; (13) terbatasnya akses layanan perumahan dan sanitasi; (14) terbatasnya
akses terhadap air bersih; (15) lemahnya kepastian kepemilikan dan penguasaan tanah; (16)
memburuknya kondisi lingkungan hidup dan sumberdaya alam, serta terbatasnya akses
masyarakat terhadap sumber daya alam; (17) lemahnya jaminan rasa aman; (18) lemahnya
partisipasi; (19) besarnya beban kependudukan yang disebabkan oleh besarnya tanggungan
keluarga; (20) tata kelola pemerintahan yang buruk yang menyebabkan inefisiensi dan
inefektivitas dalam pelayanan publik.
2.3.2 Perhitungan Kemiskinan
Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan
pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita
per bulan di bawah Garis Kemiskinan. Garis kemiskinan makanan (GKM) merupakan nilai
pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilokalori
perkapita per hari. Patokan ini mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Paket
komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-
umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan
lemak). Ke-52 jenis komoditi ini merupakan komoditi-komoditi yang paling banyak
dikonsumsi oleh penduduk miskin. Jumlah pengeluaran untuk 52 komoditi ini sekitar 70
persen dari total pengeluaran orang miskin (BPS Kab. Lamandau, 2012).
Menurut BPS indikator kemiskinan dilihat dari pendekatan kebutuhan dasar (basic need
approach), ada 3 indikator kemiskinan yang digunakan untuk perhitungan kemiskinan:
- Presentase Penduduk Miskin atau Headcount Index
- Indeks Kedalaman Kemiskinan atau Poverty Gap Index
- Indeks Keparahan Kemiskinan atau Poverty Severity Index
10
2.3.3 Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Kebijakan pengentasan kemiskinan menurut Gunawan Sumodiningrat (1998) dapat
dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu kebijakan tidak langsung, dan kebijakan yang langsung.
Kebijakan tak langsung meliputi (1) upaya menciptakan ketentraman dan kestabilan situasi
ekonomi, sosial dan politik; (2) mengendalikan jumlah penduduk; (3) melestarikan lingkungan
hidup dan menyiapkan kelompok masyarakat miskin melalui kegiatan pelatihan. Sedangkan
kebijakan yang langsung mencakup: (1) pengembangan data dasar (base data) dalam
penentuan kelompok sasaran (targeting); (2) penyediaan kebutuhan dasar (pangan, sandang,
papan, kesehatan, dan pendidikan); (3) penciptaan kesempatan kerja; (4) program
pembangunan wilayah; dan (5) pelayanan perkreditan.
Upaya penanggulangan kemiskinan harus senantiasa didasarkan pada penentuan garis
kemiskinan dan pemahaman yang tepat dan jelas mengenai sebab timbulnya permasalahan
kemiskinan. Alternatif lain penanggulangan kemiskinan adalah dengan melakukan
pemberdayaan terhadap masyarakat miskin berdasarkan strategi tertentu, misalnya: (1)
Strategi Charitas (SC); (2) Strategi Produksi (SP); (3) Strategi Ekonomi (SE); (4) Strategi
Perbaikan Agroekosistem (SPA); dan (5) Strategi Sosio Budaya (SB) (Pranadji, 2003).
2.3.4 Kebijakan Fiskal
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah (daerah) dalam
rangka mendapatkan dana-dana dan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah (daerah) untuk
membelanjakan dananya tersebut dalam rangka melaksanakan pembangunan. Kebijakan fiskal
adalah kebjakan pemerintah (daerah) yang berkaitan dengan penerimaan atau pengeluaran
Negara melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Daerah) (APBN atau APBD) .
Dari semua unsur APBN atau APBD hanya pembelanjaan atau pengeluaran dan pajak yang
dapat diatur oleh pemerintah (daerah) dengan kebijakan fiskal. Contoh kebijakan fiskal adalah
apabila perekonomian nasional mengalami inflasi, pemerintah dapat mengurangi kelebihan
permintaan masyarakat dengan cara memperkecil pembelanjaan dan atau menaikkan pajak
agar tercipta kestabilan lagi. Cara demikian disebut dengan pengelolaan anggaran.
Tujuan kebijakan fiskal adalah untuk mempengaruhi jalannya perekonomian, terutama
mencapai angka pertumbuhan ekonomi yang tinggi, selain ini kebijakan fiskal juga bisa
digunakan untuk mengurangi kesenjangan pendapatan di masyarakat sekaligus juga
mengurangi dan menanggulangi kemiskinan melalui alokasi pembalanjaan anggaran yang
tepat jumlah dan waktu pada wilayah yang memeiliki angka kemiskinan yang tinggi. Secara
makro ekonomi hal ini dilakukan dengan jalan memperbesar dan memperkecil pengeluaran
konsumsi pemerintah (G), jumlah transfer pemerntah (Tr), dan jumlah pajak (Tx) yang
11
diterima pemerintah sehingga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan nasional (Y) dan
tingkat kesempatan kerja (N). Sedangkan secara regional, pengeluaran pemerintah melalui
APBD merupakan instrumen yang dominan dalam kebijakan fiskal di daerah untuk
mempengaruhi jalannya perekonomian, termasuk didalam upaya mengurangi ketimpangan
pendapatan dan mengurangi kemiskian, sekaligus juga meningkatkan kesempatan kerja.
Kebijakan fiskal yang dijalankan oleh pemerintah daerah, baik pemerintah kanupaten
dan kota maupun provinsi dijalan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun
anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal
31 Desember. APBD terdiri atas:
1. Anggaran pendapatan, terdiri atas
a. Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain
b. Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum
(DAU) dan Dana Alokasi Khusus
c. Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.
2. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan
di daerah.
3. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran
yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-
tahun anggaran berikutnya.
Dalam pelaksanaan kebijakan fiskal oleh pemerintah daerah, prinsip kebijakan umum
belanja daerah pada dasarnya menyesuaikan kemampuan keuangan yang dimiliki serta lebih
memprioritaskan penyelenggaraan urusan wajib dalam rangka peningkatan kualitas kehidupan
masyarakat. Perwujudan dari peningkatan kualitas kehidupan masyarakat antara lain
peningkatan pelayanan dasar, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan
fasilitas umum yang layak serta pelayanan jaminan sosial. Kebijakan umum belanja daerah
disusun dengan pendekatan anggaran berbasis kinerja dan berimbang yang berorientasi pada
pencapaian hasil dari input yang telah direncanakan.
12
BAB 3. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
3.1. Tujuan Penelitian
- Berkontribusi dalam menurunkan angka kemiskinan sekaligus memperkuat
ketahanan pangan masyarakat terkait dengan kebijakan fiskal daerah.
- Menghasilkan model penanggulangan kemiskinan daerah berbasis spasial dengan
metode fuzzy Multi-Criteria Decision Analysis.
- Menghasilkan metode dan prosedur perencanaan penanggulangan kemiskinan
daerah untuk pengambilan kebijakan fiskal.
- Menghasikan temuan fuzzy Multi-Criteria Decision Analysis yang telah
teroptimalisasi untuk penanggulangan kemiskinan daerah.
- Melakukan evaluasi optimalitas, efektifitas dan efisiensi serta analisis dampak
pemanfaatan penanggulangan kemiskinan daerah berbasis spasial di lokasi studi.
- Melakukan evaluasi optimalitas, efektifitas dan efisiensi serta analisis fuzzy Multi-
Criteria Decision Analysis yang telah teroptimalisasi.
- Menghasilkan pengetahuan pola distribusi dan terjadinya ketimpangan pendapatan
dalam suatu wilayah menurut sumber data yang ada.
- Merumuskan kebijakan fiskal pemerintah daerah melalui kebijakan belanja daerah
untuk menanggulangi kemiskinan dalam suatu wilayah.
3.2. Manfaat Penelitian
- Dapat memperbaiki lemahnya kebijakan fiskal pemerintah daerah melalui
kebijakan belanja daerah untuk menanggulangi kemiskinan dalam suatu wilayah.
- Model baru penanggulangan kemiskinan daerah berbasis spasial dengan metode
fuzzy Multi-Criteria Decision Analysis berbasis teknologi informasi yang akurat
sehingga dapat digunakan oleh pihak terkait guna melakukan penanggulangan
kemiskinan daerah. Penanggulangan kemiskinan daerah selalu terkait dengan
fiskal dan dampak lanjutannya adalah peningkatan akurasi kebijakan fiskal dan
distribusi bantuan. Model baru ini akan memperkaya kajian teoritis mengenai
implementasi dari teknologi informasi. Dari sisi anggaran, akan ada penambahan
iptek dalam hal melakukan prediksi daerah miskin dan alokasi fiskal.
- Iptek Terapan berupa rekayasa sosial dalam hal penanggulangan kemiskinan. Pada
penelitian ini faktor-faktor kemiskinan daerah dieksplorasi secara mendalam,
13
dikombinasikan dengan kebijakan fiskal dan disajikan dalam suatu model dan
mekanisme yang dapat menghasilkan pengetahuan penanggulangan kemiskinan
yang lebih akurat, diperoleh dalam waktu yang lebih cepat, mencakup wilayah
yang luas dan sangat bermanfaat bagi stakeholder dalam penanggulangan
kemiskinan.
- Persoalan kemiskinan di Indonesia dan di Jawa Tengah khususnya membuat suatu
individu kesulitan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan hidup, kurangnya
tingkat kesejahteraan suatu kelompok/keluarga, dan pembangunan masyarakat
yang terbatas sehingga diperlukan model dan mekanisme untuk penanggulangan
kemiskinan daerah terutama dalam penentuan kebijakan fiskal.
3.3. Kontribusi Penelitian
Sasaran akhir dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi atau manfaat yang
nyata kepada stakeholder terutama masyarakat miskin dan instansi terkait. Kontribusi riset
dapat berupa kontribusi teori, kontribusi praktek dan kontribusi kebijakan. Kontribusi riset
juga harus berhubungan dengan isu yang diteliti, pada penelitian ini kontribusinya adalah :
- Kontribusi teori : riset ini akan memperbaiki teori yang ada khususnya di rumpun
ilmu sesuai arah penelitian yaitu ilmu komputer yaitu fuzzy Multi-Criteria Decision
Analysis akan dioptimalisasi dengan memanfaatkan distribusi data secara time series.
- Kontribusi praktek : produk dari riset dapat digunakan dan diterapkan oleh
stakeholder (instansi terkait dan masyarakat) minimal di lokasi studi dilaksanakannya
riset, produk riset ini adalah model dan perangkat lunak penanggulangan kemiskinan
daerah berbasis spasial sebagai panduan untuk menentukan kebijakan fiskal daerah.
- Kontribusi kebijakan : kontribusi bagi regulator untuk kepentingan umum, dengan
adanya model baru dan mekanisme penanggulangan kemiskinan daerah serta panduan
untuk menentukan kebijakan fiskal akan dapat dijadikan standar baku bagi dinas dan
instansi terkait untuk diimplementasikan secara nasional dengan memperhatikan
kondisi daerah masing-masing. Menghasilkan model yang memberikan kontribusi
terhadap perencanaan tata ruang dan wilayah dalam melakukan perencanaan
pembangunan, karena terkait dengan perencanaan spasial suatu wilayah dan persebaran
kemiskinan dalam suatu wilayah sebagai bentuk dari solusi untuk mengintegrasikan
aspek penanggulangan kemiskinan spasial suatu daerah dengan perancanaan
pembangunan spasial suatu daerah.
14
- Kontribusi penelitian terhadap perekonomian daerah : dengan selesainya
penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perekonomian terutama
pertumbuhan ekonomi daerah secara umum, dan khususnya pada aspek pemerataan
dengan adanya pengurangan jumlah penduduk miskin di suatu wilayah, serta
menurunnya angka pengangguran.
15
BAB 4. METODE PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang
digunakan oleh peneliti untuk menyelesaikan rangkaian riset dari tahap awal sampai akhir
sehingga mendapatkan hasil yang maksimal. Secara lengkap langkah-langkah penelitian
terdapat pada gambar 4.1.
Gambar 4.1 Tahapan dan metodologi penelitian Tahun 1
3.1 Tahapan Penelitian Tahun ke 1
3.1.1 Langkah ke 1
Langkah ke 1 adalah kegiatan pengurusan perijinan penelitian ke Kesbangpolinmas di
Kabupaten sebagai dasar untuk ijin ke dinas/lembaga terkait lainnya.
3.1.2 Langkah ke 2
- Menentukan sampel : sampel yang akurat adalah sampel yang tidak bias, sampel
yang tepat adalah sampel yang mempunyai presisi yang tinggi yang mempunyai
kesalahan pengambilan sampel rendah. Untuk penelitian ini akan digunakan cluster
random sampling dengan cara membagi populasi menjadi beberapa grup bagian,
beberapa cluster kemudian dipilih secara random dari semua cluster yang ada, item
data yang berada didalam cluster yang terpiluh merupakan sampelnya.
Pengurusan perijinan di
kesbangpolinmas Kab. Jateng
Langkah 1
- Menentukan sampel
- Mengumpulkan data
- Mengukur validitas dan
reliabilitas
- Memodelkan empiris
- Pengujian model
Langkah 2
1. Metode cluster sampling
2. Metode survey dengan kuestioner
3. Validitas konvergen
4. Reliabilitas Spearman-Brown
5. Metode ANOVA
6. Metode pengujian parametrik
Metode
1. Penetapan parameter kunci kemiskinan
2. Penetapan teknik komputasi dan spatial mining
3. Perancangan optimalisasi Metode MCDA
4. Perancangan model visualisasi daerah miskin
5. Pembangunan prototype Model
6. Publikasi internasional
Langkah 3
1. Metode FGD (Focus Group Discussion)
2. Metode exponential smoothing
3. Metode Fuzzy MCDA
4. Model proses prototyping
5. Perancangan dengan Teknik UML
Metode
1. Sampel di 10 Kecamatan
2. Kuestioner yang siap didistribusikan
3. Data hasil kuestioner
4. File digital hasil kuestioner
5. Presentase Penduduk Miskin10 tahun terakhir
6. Indeks Kedalaman Kemiskinan 10 tahun
7. Indeks Keparahan Kemiskinan10 tahun
Luaran Hasil
1. Parameter kunci kemiskinan
2. Parameter kunci kemiskinan
3. Algoritma exponential smoothing
4. Optimalisasi framework MCDA
5. Prototype system
6. Jurnal nasional + internasional
Luaran/Hasil
1. Ijin penelitian ke Dinas Pertanian
2. Ijin penelitian ke Kecamatan
3. Ijin penelitian ke Bappeda
Hasil
Dokumen SRS dan
manuai book
(Software Requirement
Specification)
Luaran/Hasil
1. Tersedia sample yang baik (akurat dan tepat)
2. Tersedia kuestioner untuk membentuk konstruk
3. Tersedia korelasi tinggi antar instrumen data
4. Tersedia konsistensi tinggi pada internal data
5. Tersedia atribut dikotomi
6. Tersedia skala perngukuran interval dan rasio
7. Tersedia data presentase penduduk miskin
8. Tersedain data indeks kedalaman kemiskinan
9. Tersedia indeks keparahan kemiskinan
Indikator Capaian
1. Tersedia 3 parameter kemiskinan
2. Tersedia parameter kunci Fuzzy MCDA
3. Tersedia framework fuzzy MCDA
4. Tersedia dokumen SRS (Software
Requirement Specification)
5. Tersedia1 prototype model
6. Tersedia 2 jurnal nasional
7. Tersedia 1 jurnal internasional
Indikator Capaian
1. Tersedia ijin penelitian ke Dinas Pertanian
2. Tersedia ijin penelitian ke Kecamatan
3. Tersedia ijin penelitian ke Bappeda
Indikator Capaian
16
- Kuestioner : Kuestioner diperlukan untuk digunakan membentuk konstruk,
sebagai dasar pertanyaan kuestioner. Untuk dapat diukur, maka nantinya item-item
pertanyaan tersebut akan diukur dengan skala pengukuran.
- Validitas konvergen : skor dari dua instrumen yang berbeda yang mengukur
konstruk yang sama mempunyai korelasi yang tinggi. Validitas konvergen akan
dievaluasi dengan menggunakan dua kriteria (Fornell dan Larcker, 1981).
- Reliabilitas Spearman-Brown : koefisien konsistensi internal dapat diperoleh dari
koefisien korelasi product moment, dengan rumus sebagai berikut :
𝒓𝑺𝑩 = 𝟐𝒓
𝟏𝟐 𝟏/𝟐
𝟏+𝒓𝟏𝟐𝟏/𝟐
𝑵𝒐𝒕𝒂𝒔i :
rSB : koefisien reliabilitas korelasi Spearman-Brown
𝑟1
2 1/2 : koefisien korelasi product moment dari 2 kelompok pecahan separuh
- 𝐌𝐞𝐭𝐨𝐝𝐞 ANOVA : koefisien di model empiris yang menunjukkan hubungan
kausal antar variabel. Hubungan kausal ini menunjukkan hipotesis yang akan
diuji. Metode ini dapat mempunyai sebuah dependen variabel maupun lebih
dari satu dependen variabel.
- 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐮𝐣𝐢𝐚𝐧 parametrik : pengujian parametrik lebih kuat dibandingkan
dengan pengujian non-parametrik, karena pengujian ini menggunakan nilai
(magnitude) dari data sedang pengujian non-parametrik menggunakan jarak
(range) atau tanda (sign) atau urutan (rank) dari datanya.
3.1.3 Langkah ke 3
Langkah ke 3 adalah inventarisasi data sekunder yang dilakukan dengan
Participatory Research Action. Metode yang digunakan adalah :
- Diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion).
Data sekunder yang diperoleh dengan metode ini berupa dokumen, terdiri dari :
a. Panduan penentuan daerah miskin daerah.
b. Panduan kebijakan fiskal daerah.
- Mengkaji data sekunder (Secondary Data Review).
Data sekunder yang diperoleh dengan metode ini adalah :
a. Data Presentase Penduduk Miskin (Headcount Index) 10 tahun terakhir.
b. Data Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index) 10 tahun terakhir.
c. Data Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity Index)10 tahun terakhir.
- Survey, meliputi data:
17
a. Data ketersediaan pangan, sandang, dan perumahan yang tidak layak;
b. Data kepemilikan tanah dan alat-alat produktif;
c. Data kemampuan membaca dan menulis;
d. Data jaminan dan kesejahteraan hidup;
e. Data kerentanan dan keterpurukan dalam bidang sosial dan ekonomi;
f. Data ketersediaan ilmu pengetahuan yang terbatas;
g. Data kecukupan dan mutu pangan;
h. Data akses dan rendahnya mutu layanan kesehatan;
i. Data akses dan rendahnya mutu layanan pendidikan.
- Optimalisasi fuzzy Multi-Criteria Decision Analysis/ Multi-Criteria Decision
Making (MCDA/MCDM) : Fuzzy Multi Criteria Decision Making adalah suatu
metode pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menetapkan alternatif
keputusan terbaik dari sejumlah alternatif berdasarkan beberapa kriteria tertentu
yang akan menjadi bahan pertimbangan (Sari, 2008). Beberapa pilihan umum yang
digunakan dalam MCDM adalah:
1. Alternatif, adalah objek-objek yang berbeda dan memiliki kesempatan yang
sama untuk dipilih oleh pengambil keputusan.
2. Atribut, atau karateristik, yaitu komponen atau kriteria keputusan.
3. Konflik antar kriteria, misalnya kriteria benefit (keuntungan) akan mengalami
konflik dengan kriteria cost (biaya). Kategori benefit bersifat monoton baik,
artinya alternatif yang memiliki nilai lebih besar akan lebih dipilih. sebaliknya,
pada kategori cost bersifat monoton turun, alternatif yang memiliki nilai lebih
kecil akan lebih dipilih.
4. Bobot Keputusan, menunjukkan kepentingan relatif dari setiap kriteria,
W=(W1, W2,...,Wn).
Matriks Keputusan, suatu matriks keputusan X yang berukuran MxN, berisi
elemen-elemen Xij, yang merepresentasikan rating dari alternatif Ai,
(i=1,2,...,m) terhadap kriteria Cj, (j=1,2,...,n).
- Finalisasi model proses waterfalls dengan UML
Model ini digunakan untuk merancang perangkat lunak penanggulangan
kemiskinan daerah dengan perbaikan kebijakan fiskal dengan tahapan :
a. Requirement : menginventaris kebutuhan input, proses, output dari pengguna.
b. Desain system : untuk desain menggunakan teknik UML dengan pembuatan
diagram use case, activity, sequence, class dan deployment.
18
c. Coding : melakukan pemrograman dengan bahasa pemrograman berbasis web.
d. Testing : melakukan pengujian system agar bebas dari error dan telah
memenuhi semua kebutuhan pengguna.
- Metode Prototyping
Membangun aplikasi yang telah memenuhi sebagian besar kebutuhan pengguna.
19
BAB 5. MODEL PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN FUZZY
5.1. Arsitektur Model Penanggulangan Kemiskinan
Desain dan arsitektur model penanggulangan kemiskinan yang dibangun pada penelitian
ini ditunjukkan pada Gambar 5.1.
Gambar 5.1 Desain dan Arsitektur Model
Secara umum, deskripsi arsitektur model prediksi yang dibuat terbagi dalam 3 bagian
sebagai berikut :
5.1.1 Penghimpunan Data
Data persentase angka partisipasi sekolah 7-12 tahun, persentase angka partisipasi
sekolah 12-15 tahun, persentase penduduk yang bekerja di sektor informal, persentase
penduduk yang bekerja di sektor formal, dan persentase penduduk pengguna kontrasepsi yang
telah didigitalisasi ke dalam spreadsheet (.xls) dimigrasi ke basis data (.sql), dengan periode
data dari 2005-2012 untuk 29 Kabupaten dan 6 Kota di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
20
5.1.2 Proses Model Prediksi
Proses prediksi dilakukan dengan plot data terlebih dahulu untuk mengetahui pola data.
Dari hasil percobaan pendahuluan yang dilakukan dalam penelitian ini untuk mengetahui pola
data, diambil sampel 11 Kabupaten/Kota dari 35 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Jawa
Tengah berdasarkan variabel makro yaitu persentase angka partisipasi sekolah (APS) 7-12
tahun (Gambar 5.2), persentase angka partisipasi sekolah (APS) 12-15 tahun (Gambar 5.3),
persentase penduduk bekerja di sektor informal (Gambar 5.4), persentase penduduk bekerja di
sektor formal (Gambar 5.5), dan persentase penduduk pengguna kontrasepsi (Gambar 5.6)
yang tervisualisasi sebagai berikut.
Gambar 5.2 Sampel APS 7-12 tahun
Gambar 5.3 Sampel APS 12-15 tahun
21
Gambar 5.4 Sampel Bekerja di Sektor Informal
Gambar 5.5 Sampel Bekerja di Sektor Formal
Gambar 5.6 Sampel Pengguna Konstrasepsi
Dari hasil visualisasi pola data variabel makro, terlihat bahwa pola yang terbentuk tidak
terlalu stasioner tetapi cenderung tren. Selanjutnya dilakukan pemilihan dan penggunaan
metode prediksi terbaik yang sesuai dengan pola data tren untuk memprediksi variabel makro
masing-masing Kabupaten/Kota dan validasi hasil prediksi dilakukan untuk mengetahui
22
akurasi prediksi. Dalam penelitian ini pemilihan metode yang sesuai dengan pola data tren dan
implementasi metode prediksi terbaik yang sesuai dengan pola data ditunjukkan bagan alir
Gambar 5.7.
Gambar 5.7 Pemilihan dan Implementasi Metode Prediksi
Data hasil prediksi dengan menggunakan metode prediksi terbaik akan dievaluasi untuk
menentukan daerah yang akan rentan miskin menggunakan metode Fuzzy MCDM (lihat
bagian 5.4).
5.2. Hasil Prediksi Variabel Makro Kemiskinan
Membuat dan mengimplementasikan model prediksi variabel makro untuk mengetahui
daerah yang akan rentan miskin di Provinsi Jawa Tengah, terlebih dahulu dilakukan pencarian
metode terbaik. Proses pencarian metode terbaik dilakukan dengan cara data di plot ke grafik,
selanjutnya memilih metode sesuai dengan pola data dan hasil dari prediksi divalidasi untuk
mengetahui nilai galat. Metode prediksi terbaik adalah metode yang menghasilkan nilai galat
terkecil kemudian diimplementasikan pada studi kasus yang ada.
Hasil melakukan plot data dalam bentuk grafik untuk variabel makro persentase angka
partisipasi sekolah 7-12 tahun, persentase angka partisipasi sekolah 12-15, persentase
penduduk yang bekerja di sektor informal, persentase penduduk yang bekerja di sektor formal,
23
dan persentase penduduk pengguna konstrasepsi terlihat pola data yang tidak stasioner tetapi
mengandung unsur tren. Metode prediksi untuk pola data tren yaitu Linear Trend (LT),
Double Exponential Smoothing (DES), Autoregressive (AR). Maka pencarian metode prediksi
terbaik pada penelitian ini adalah dengan membandingkan metode LT dan DES. Selanjutnya
kedua metode akan divalidasi menggunakan MAPE, MSE, dan MAD.
Sampel validasi hasil prediksi menggunakan metode LT dan DES pada salah satu
wilayah (Kabupaten Magelang) di Provinsi Jawa Tengah ditunjukkan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Validasi Hasil Prediksi
Indikator Linear Trend Double Exponential Smoothing
MAPE MSE MAD MAPE MSE MAD
C1 0.692 1.088 0.680 0.112 0.002 0.112
C2 8.158 70.66 5.493 0.161 0.018 0.106
C3 13.64 145.2 9.429 0.236 0.044 0.164
C4 41.45 95.90 6.767 0.526 0.025 0.103
C5 3.912 7.978 2.543 0.051 0.002 0.033
*C1= Angka Partisipasi Sekolah 7-12, C2= Angka Partisipasi Sekolah 12-15, C3= Persentase Bekerja di Sektor
Informal, C4= Persentase Bekerja di Sektor Formal, C5= Persentase Pengguna Kontrasepsi
Berdasarkan Tabel 5.1, validasi metode DES menghasilkan nilai galat untuk MAPE,
MSE, dan MAD kurang dari 1 sedangkan metode LT menghasilkan nilai galat rata-rata lebih
dari 1. Melalui validasi hasil prediksi ini dapat dibuktikan bahwa metode DES lebih baik dari
pada metode LT dalam melakukan prediksi data dengan pola tren. Maka dalam penelitian ini
mengimplementasikan metode DES untuk melakukan prediksi. Pemilihan nilai konstanta (α
dan β) pada metode DES dicari dengan pendekatan trial and error untuk mendapatkan nilai
konstanta yang optimal. Pemilihan nilai konstanta yang optimal pada setiap kasus berbeda-
beda tergantung pada data. Dari hasil uji coba prediksi, jika nilai α (alpa) semakin besar atau
mendekati angka 1 dan nilai β (beta) semakin kecil atau mendekati angka 0 maka nilai galat
yang dihasilkan akan semakin besar. Tetapi jika pencarian nilai α (alpa) dan β (beta) dilakukan
sebaliknya maka akan menghasilkan nilai galat yang kecil. Dan pada penelitian ini, didapat
nilai optimal untuk α = 0.01 dan β = 0.9 untuk model prediksi menggunakan metode DES.
Pseudocode menggunakan metode DES dengan pemisalan data aktual (Y) dan
banyaknya data (n) sebagai berikut:
24
Sample hasil prediksi menggunakan metode DES dengan periode data aktual dari 2005-
2012 pada salah satu wilayah (Kabupaten Magelang) di Provinsi Jawa Tengah ditunjukkan
Tabel 5.2. Prediksi hanya dilakukan sebanyak 2 (dua) periode ke depan yaitu tahun 2013 dan
2014, karena jika nilai tren pada data aktual terakhir bernilai negatif maka nilai prediksi akan
cenderung menurun, sedangkan jika nilai tren pada data aktual terakhir bernilai positif maka
nilai prediksi akan cenderung naik. Selain itu, jika melihat pergerakan data dalam deret data
aktual, menunjukkan adanya pergerakan naik-turun pada hampir setiap periode data.
Tabel 5.2 Prediksi dengan Double Exponential Smoothing
Periode (Tahun) Indikator*
C1 C2 C3 C4 C5
Data Aktual
2005 98.76 93.44 71.09 19.51 70.05
2006 99.65 81.73 74.52 15.12 71.40
2007 98.36 79.58 83.01 15.33 63.51
2008 98.64 78.83 84.21 10.54 65.94
2009 98.32 54.61 52.78 41.48 61.98
2010 96.24 71.19 78.91 18.31 60.67
2011 98.38 79.33 64.77 8.87 66.77
2012 100.00 62.93 95.58 8.35 64.22
Data Prediksi
2013 100.00 59.26 99.33 6.66 63.39
2014 100.00 55.45 100.00 4.99 62.54
*C1= Angka Partisipasi Sekolah 7-12, C2= Angka Partisipasi Sekolah 12-15, C3= Persentase Bekerja di
Sektor Informal, C4= Persentase Bekerja di Sektor Formal, C5= Persentase Pengguna Kontrasepsi
Dengan memprediksi data 5 (lima) variabel makro penyebab kemiskinan pada
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah untuk periode mendatang, akan diketahui jika terjadi
kenaikan atau penurunan persentase angka partisipasi sekolah, persentase penduduk yang
Langkah 1 : menentukan pemulus (S) dan tren (b) untuk periode ke dua S2Y2; b2((Y2-Y1)+(Y3-Y2)+ (Y4-Y3))/3; Langkah 2 : menentukan pemulus (S) dan tren (b) untuk periode ke tiga hingga
periode ke n n=count(Y); for(i=3; i<n; i++){
Siα*Yi+(1- α)*(Si-1 + bi-1); biβ*(Si - Si-1)+(1- β)*bi-1;
} Langkah 3 : prediksi sebanyak n periode Fi+mSi + m*(bi);
25
bekerja di sektor informal dan sektor formal, serta persentase pengguna konstrasepsi.
Rentannya suatu wilayah terhadap kemiskinan pada periode mendatang akan terjadi bila
persentase 5 (lima) variabel makro menunjukkan penurunan. Jika persentase data variabel
makro menunjukkan penurunan artinya partisipasi penduduk yang tercatat pada bidang yang
sesuai dengan variabel tersebut berkurang, misalnya berkurangnya penduduk yang
berpartisipasi di sekolah, berkurangnya penduduk yang bekerja di sektor informal maupun
formal, dan berkurangnya penduduk yang menggunakan alat kontrasepsi.
Visualisasi dalam bentuk grafik yang menunjukkan kenaikan atau penurunan data hasil
prediksi 5 (lima) variabel makro dengan sampel Kabupaten Magelang sebagai wilayah yang
rentan untuk prediksi periode pertama dan prediksi periode ke dua, ditunjukkan pada Gambar
5.8.
*C1= Angka Partisipasi Sekolah 7-12, C2= Angka Partisipasi Sekolah 12-15, C3= Persentase Bekerja di Sektor
Informal, C4= Persentase Bekerja di Sektor Formal, C5= Persentase Pengguna Kontrasepsi
Gambar 5.8 Visualisasi Hasil Prediksi
5.3. Visualisasi Informasi Geografis
Visualisasi model prediksi yang dibuat untuk merepresentasikan hasil daerah yang akan
rentan miskin dalam bentuk tabel, grafik, maupun peta menggunakan teknologi berbasis
Sistem Informasi Geografis (SIG). Perancangan arsitektur teknologi berbasis SIG yang
digunakan untuk memvisualisasikan hasil dari model prediksi dapat ditunjukkan pada Gambar
5.9.
26
Gambar 5.9 Rancangan Arsitektur SIG Model Penanggulangan Kemiskinan
5.4. Penyelesaian dengan Fuzzy MCDM
Ada 3 langkah penting yang harus dikerjakan untuk menyelesaikan masalah
pengambilan keputusan menggunakan metode Fuzzy MCDM, yaitu :
5.4.1. Representasi masalah
a. Tujuan keputusan ini adalah untuk menentukan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah yang akan
rentan miskin berdasarkan data variabel makro yaitu Angka Partisipasi Sekolah 7-12 tahun,
Angka Partisipasi Sekolah 12-15 tahun, Persentase Penduduk Bekerja di Sektor Informal,
Persentase Penduduk Bekerja di Sektor Formal, dan Persentase Penduduk Pengguna
Konstrasepsi.
b. Terdapat 35 Kabupaten/Kota yang dinyatakan sebagai alternatif (A) keputusan, yaitu A =
{A1, A2, A3,…, A35}, secara berturut-turut A1 = Kabupaten Cilacap, A2 = Kabupaten
Banyumas, A3 = Kabupaten Purbalingga,…, A35 = Kota Tegal.
c. Dan 5 variabel makro sebagai kriteria (C) keputusan, yaitu C = {C1, C2, C3, C4, C5}, dengan
penyataan C1 = Angka Partisipasi Sekolah 7-12 tahun, C2 = Angka Partisipasi Sekolah 12-15
tahun, C3 = Persentase Penduduk Bekerja di Sektor Informal, C4 = Persentase Penduduk
Bekerja di Sektor Formal, dan C5 = Persentase Penduduk Pengguna Kontrasepsi
d. Struktur hirarki masalah dapat ditunjukkan pada Gambar 5.10.
27
Gambar 5.10 Struktur Hirarki Masalah
5.4.2. Evaluasi himpunan fuzzy
a. Himpunan variabel linguistik yang merepresentasikan bobot (W) kepentingan untuk setiap
kriteria, yaitu T(kepentingan) W={SR,R,C,T,ST} dengan SR=Sangat Rendah, R=Rendah,
C=Cukup, T=Tinggi, ST=Sangat Tinggi. Rating Kepentingan ditentukan dengan
interpretasi menggunakan matrik keputusan Analytical Hierarchy Process (AHP) sebagai
berikut (Kusumadewi, 2006).
Misalkan Oi dan Oj adalah tujuan. Tingkat kepentingan relatif tujuan-tujuan ini dapat
dinilai dalam 9 poin, seperti pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Interpretasi Tingkat Kepentingan
Nilai Interpretasi
1 Oi dan Oj sama penting
3 Oi sedikit lebih penting daripada Oj
5 Oi kuat tingkat kepentingannya daripada Oj
7 Oi sangat kuat tingkat kepentingannya daripada Oj
9 Oi mutlak lebih penting daripada Oj
2, 4, 6, 8 Nilai-nilai intermediate
Jika C adalah Kriteria maka:
C1 = Angka Partisipasi Sekolah 7-12 Tahun
C2 = Angka Partisipasi Sekolah 12-15 Tahun
C3 = Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal
C4 = Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Formal
C5 = Persentase Penduduk Pengguna Kontrasepsi
28
Berikut ini adalah MATRIX A perbandingan berpasangan:
C1 C2 C3 C4 C5
C1 1 0.5 0.333333 0.2 0.5
C2 2 1 0.666667 0.4 1
C3 3 1.5 1 0.6 1.5
C4 5 2.5 1.666667 1 2.5
C5 2 1 0.666667 0.4 1
Jumlah 13 6.5 4.333333 2.6 6.5
Karena penjumlahan masing-masing kolom pada MATRIX A ≠ 1, maka MATRIX A
tidak konsisten, sehingga dilakukan normalisasi sebagai berikut.
C1 C2 C3 C4 C5 Rata-Rata
C1 0.076923 0.076923 0.076923 0.076923 0.076923 0.077
C2 0.153846 0.153846 0.153846 0.153846 0.153846 0.154
C3 0.230769 0.230769 0.230769 0.230769 0.230769 0.231
C4 0.384615 0.384615 0.384615 0.384615 0.384615 0.385
C5 0.153846 0.153846 0.153846 0.153846 0.153846 0.154
Jumlah 1 1 1 1 1 1
Setelah dilakukan Normalisasi, maka nilai vektor bobot yang didapat adalah W = {0.077,
0.154, 0.231, 0.385, 0.154}
Pengujian terhadap konsistensi MATRIX A adalah sebagai berikut.
Hitung (A)(WT) =
[ 123
0.5 0.3 0.2 0.51.0 0.7 0.4 1.01.5 1.0 0.6 1.5
52
2.5 1.7 1.0 2.51.0 0.7 0.4 1.0]
[ 0.511.011.522.531.01]
=
[ 2.535.077.6012.675.07 ]
Hitung: t= 1
5(2.53
0.51+
5.07
1.01+
7.60
1.52+
12.67
2.53+
5.07
1.01) = 5.00
Hitung Indeks Konsistensi: CI = t − n
n−1=
5.00−5
5−1= 0
Syarat sebuah MATRIX AHP dikatakan konsisten jika Indeks Konsistensi CI = 0.
Sehingga MATRIX A perbandingan berpasangan dapat dikatakan konsisten karena nilai
CI = 0.
Nilai keputusan diambil dari vektor bobot yaitu W = {0.077, 0.154, 0.231, 0.385, 0.154},
dan nilai-nilai tersebut direpresentasikan pada fuzzy segitiga sehingga mendapatkan
variabel linguistic untuk rating kepentingan seperti yang ditunjukkan Tabel 5.4.
29
Tabel 5.4 Rating Kepentingan
Kriteria C1 C2 C3 C4 C5
Rating Kepentingan SR R R C R
Derajat kecocokan alternatif-alternatif dengan kriteria keputusan T(kecocokan) S =
{SK,K,C,B,SB} dengan SK=Sangat Kurang, K=Kurang, C=Cukup, B=Baik, SB=Sangat
Baik.
b. Fungsi keanggotaan untuk setiap elemen direpresentasikan dengan menggunakan fuzzy
segitiga, sebagai berikut:
SR = SK = (0; 0; 0.25)
R = K = (0; 0.25; 0.50)
C = C = (0.25; 0.50; 0.75)
T = B = (0.50; 0.75; 1.00)
ST = SB = (0.75; 1.00; 1.00)
c. Mengagregasikan bobot kepentingan (Sit) dan kriteria kecocokan (Wt) dengan indeks
kecocokan fuzzy segitiga (F), dengan cara mensubstitusikan Sit dan Wt dengan bilangan
fuzzy segitiga, yaitu Sit = (Oit, Pit, Qit) dan Wt = (at, bt, ct), maka Fi dapat didekati sebagai:
Fi ≡ (Yi, Qi, Zi)
dengan :
Yi = 1
k∑ (Oitai)
kt=1
Qi = 1
k∑ (Pitbi)
kt=1
Zi = 1
k∑ (Qitci)
kt=1
i = 1, 2, 3,…,n
5.4.3. Seleksi alternatif
a. Memprioritaskan alternatif keputusan dengan menggunakan nilai total integral. Misalkan F
adalah bilangan fuzzy segitiga, F = (a, b, c), maka nilai total integral dapat dirumuskan
sebagai berikut :
ITα(F) =
1
2(αc + b + (1 − α)a)
30
Derajat keoptimalan (α), dibagi menjadi 3 (tiga) derajat dimana α = 0 (tidak optimis), α =
0.5 (optimis), dan α = 1 (sangat optimis). Pada kasus dalam penelitian ini mengambil nilai α
= 1.
b. Memilih alternatif keputusan berdasarkan nilai total integral. Pada kasus dalam penelitian
ini mengambil 5 Kabupaten/Kota yang akan rentan miskin.
5.5. Hasil Penentuan Daerah Rentan Miskin Dengan Metode Fuzzy MCDM
Penyelesaian masalah untuk menentukan daerah yang rentan miskin setelah memprediksi
data variabel makro penyebab kemiskinan wilayah dapat menggunakan metode Fuzzy MCDM
(FMCDM), dimana data-data hasil prediksi pada setiap periodenya dievaluasi menggunakan
metode ini dengan tahapan pertama yaitu membuat representasi masalah untuk setiap alternatif
tujuan (A) dengan sejumlah kriteria (C). Alternatif tujuan yaitu A={A1,A2,A3,…,A35} yang
secara berturut-turut dinyatakan A1=Kabupaten Cilacap, A2= Kabupaten Banyumas, A3=
Kabupaten Purbalingga,…, A35=Kota Tegal dan kriteria keputusan yaitu C={C1,C2,C3,C4,C5}
yang secara berturut-turut dinyatakan C1=angka partisipasi sekolah 7-12 tahun, C2= angka
partisipasi sekolah 12-15 tahun, C3=persentase penduduk bekerja di sektor informal, C4=
persentase penduduk bekerja di sektor formal, C5= persentase penduduk pengguna
kontrasepsi. Tahapan kedua yaitu mengevaluasi himpunan fuzzy dari alternatif-alternatif
keputusan (rating kepentingan dan derajat kecocokan). Dan yang terakhir melakukan seleksi
terhadap setiap alternatif dengan mencari nilai integral. Model prediksi ditentukan untuk
memvisualisasikan 5 (lima) daerah yang berpotensi akan rentan miskin di Provinsi Jawa
Tengah, dan hasil dari model prediksi untuk daerah yang rentan miskin pada periode pertama
(2013) adalah Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Sragen, Kabupaten
Pemalang, dan Kabupaten Tegal seperti visualisasi peta Provinsi Jawa Tengah yang
ditunjukkan Gambar 5.11.
31
Gambar 5.11 Visualisasi Wilayah Rentan Miskin tahun 2013
Hasil dari model prediksi untuk periode ke dua (2014), lima daerah yang rentan miskin
adalah Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Sragen, Kabupaten Semarang,
dan Kabupaten Pemalang seperti yang ditunjukkan Gambar 5.12.
Gambar 5.12 Visualisasi Wilayah Rentan Miskin tahun 2014
32
Dari hasil model prediksi periode pertama (2013) dan periode kedua (2014), terjadinya
kerentanan kemiskinan karena data angka partisipasi sekolah usia 12-15 tahun (C2), penduduk
yang bekerja di sektor informal (C3), persentase penduduk yang bekerja di sektor formal (C4),
dan persentase penduduk pengguna kontrasepsi (C5) menunjukkan penurunan pada setiap
periode prediksi. Walaupun angka partisipasi sekolah 7-12 tahun (C1) di Kabupaten
Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Sragen, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten
Semarang menunjukkan kenaikan, tetapi tidak berpengaruh signifikan terhadap kerentanan di
wilayah-wilayah tersebut. Kerentanan yang terjadi dipengaruhi oleh menurunnya tingkat
partisipasi sekolah pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi dan berkurangnya penduduk
yang bekerja di sektor informal dan formal, karena tingkat pendidikan dapat mendorong
tingkat produktivitas kerja untuk menghasilkan pendapatan. Hal inilah yang mengakibatkan
persentase penduduk yang memiliki pendapatan tetap menurun.
5.6. Luaran Jurnal Internasional
Capaian riset selanjutnya adalah paper pertama yang terbit pada International Journal of
Computer Science and Information Security (IJCSIS) dengan judul “Macro Variable
Predictive Model in Determining Susceptibility Regions using Combined Methods of
Double Exponential Smoothing and Fuzzy MCDM (Case Study: Central Java
Province)”.
33
BAB 6. HASIL AKHIR TAHUN PERTAMA DAN RENCANA TAHUN KEDUA
Hasil akhir dari riset UPT tahun 1 adalah prototype software model penanggulangan
kemiskinan daerah untuk menentukan kebijakan fiskal menggunakan model proses
prototyping untuk mendapatkan model software yang berkualitas tinggi. Pada Gambar 6.1
adalah tampilan software penanggulangan kemiskinan daerah berbasis spasial di Jawa Tengah
ditinjau dari indikator pendidikan.
Gambar 6.1. Model Penanggulangan Kemiskinan Web Base
Gambar 6.2. Analisa Kebijakan Fiskal Untuk Indikator Pendidikan
Grafik analisa indikator pendidikan di Jawa Tengah dapat dilihat pada Gambar 6.2, secara
grafis terlihat perbandingan antara data aktual dengan data hasil prediksi angka pendidikan di
Kota Semarang, data pendidikan yang digunakan bersumber pada data Jawa Tengah dalam
angka tahun 2005 – sampai dengan tahun 2010. Dari perbandingan dapat diprediksi untuk
34
tahun 2011, tingkat pendidikan SMP ke bawah adalah 83, 427 dan tingkat SMA ke atas adalah
16, 573. Hasil prediksi tingkat pendidikan digunakan untuk menentukan strategi dan program
pemerintah daerah untuk tahun berikutnya sehingga langkah antisipasi selalu bisa dilakukan
(dapat dilihat pada Gambar 6.3 dan Gambar 6.4).
6.3. Strategi Kebijakan Untuk Indikator Pendidikan
6.3. Program Untuk Indikator Pendidikan
Pedoman yang digunakan untuk menjamin keberhasilan riset Unggulan Perguruan
Tinggi adalah semua indikator kinerja telah tercapai, indikator kinerja dirancang terukur dan
sesuai dengan rancangan awal penelitian, pada riset kali ini indikator kinerja dapat di lihat
pada Tabel 6.1.
35
Tabel 6.1. Indikator Capaian Riset Unggulan Perguruan Tinggi Tahun 1
Dari indikator yang terdapat pada Tabel 6.1, semua indikator, output dan capaian telah
dilakukan dengan baik (prosentase capaiannya 96 %). Untuk indikator pengujian, workshop,
implementasi software baru mencapai target 80 % karena diperlukan workshop dan
implementasi dengan skala yang luas di Propinsi Jawa Tengah sehingga kegiatan tersebut
diusulkan untuk riset tahun ke-2 (tahun 2015).
36
BAB 7. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa model prediksi
terhadap variabel makro dengan metode Double Exponential Smoothing memiliki akurasi
prediksi yang baik dibuktikan dengan nilai galat yang relatif kecil untuk MAPE yaitu ±
0.213562 persen, MSE yaitu ± 0.016613, dan MAD yaitu ± 0.083135, tentu saja hal ini
dipengaruhi oleh pemilihan konstanta pemulus dan konstanta tren. Hasil dari model prediksi
untuk periode pertama menunjukkan Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten
Sragen, Kabupaten Pemalang, dan Kabupaten Tegal adalah lima wilayah yang rentan. Pada
periode ke dua Kabupaten Magelang, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Sragen, Kabupaten
Semarang, dan Kabupaten Pemalang adalah wilayah yang rentan. Dari wilayah-wilayah
tersebut, indikator yang paling berpengaruh terhadap kerentanan kemiskinan adalah angka
partisipasi sekolah 12-15 tahun dan penduduk yang bekerja di sektor formal karena tingkat
pendidikan dan pekerjaan akan mempengaruhi pendapatan, sedangkan hasil prediksi kedua
variabel tersebut menunjukkan penurunan hingga dibawah ± 10 persen. Riset Unggulan
Perguruan Tinggi Tahun 1 telah berjalan dengan baik ditunjukkan dengan indikator capaian
kinerja yang mencapai 96 %.
7.2 Saran
Saran pengembangan untuk penelitian selanjutnya yaitu: 1) menambahkan variabel
makro lainnya yang berkaitan dengan kerentanan kemiskinan suatu wilayah agar hasil dari
model prediksi dapat lebih tepat memberikan informasi penentuan wilayah yang rentan
miskin, misalnya variabel penggunaan fasilitas perumahaan (jamban, air bersih, listrik, dan
luas lantai), pendapatan per kapita, konsumsi beras dan lainnya; 2) analisis kebijakan fiskal
untuk perencanaan pembangunan wilayah. Penelitian selanjutnya pada tahun kedua (2015)
menitik beratkan pada aspek metode prediksi dengan tujuan meningkatkan akurasi prediksi
data indikator kemiskinan daerah dan melanjutkan tahapan implementasi di daerah riset.
37
DAFTAR PUSTAKA
Akinyemi, Felicia, 2010, A Conceptual Poverty Mapping Data Model, Butare, Rwanda:
National University of Rwanda.
BPS, 2014, Berita Resmi Statistik: Profil Kemiskinan Di Indonesia pada September 2014, No.
06/01/Th. XV, 2 Januari 2014.
BPS, 2008, Analisis dan Perhitungan Tingkat Kemiskinan 2008, ISBN: 978-979-724-966-3,
No. Publikasi: 07310.0804, Katalog BPS: 3205015.
BPS Jateng, Penduduk dan Tenaga Kerja, akses:
http://jateng.bps.go.id/index.php?option=com_content&view=section&id=15&Itemid=8
7 diakses tanggal 15 Oktober 2012
BPS Kab. Lamandau, 2012, Perhitungan Kemiskinan, akses:
http://lamandaukab.bps.go.id/index.php/layanan/artikel-umum/89-penghitungan-
kemiskinan-bps-dan-bank-dunia diakses tanggal 15 Oktober 2012.
Cahyati, Ade., 2004, Bagaimana Kemiskinan Diukur? Beberapa Model Pengukuran
Kemiskinan Di Indonesia, Governance Brief: Poverty & Decentralization Project.
Darsono, 2008. Analisis Keefektifan Kebijakan Fiskal Terhadap Kinerja Sektor Pertanian
Dengan Penekanan Pada Agroindustri di Indonesia. Disertasi (tidak dipublikasikan)
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Departement for Communities and Local Government, 2009, Multi-Criteria Analysis: a
manual, London.
Kusumadewi, Sri, dkk, 2006, Fuzzy Multi Atribut Decision Making (Fuzzy MADM),
Yogyakarta: Graha Ilmu.
ORACLE Think Quest, a Dollar a Day – finding solution to poverty: Absoulute Poverty,
akses: http://library.thinkquest.org/05aug/00282/over_whatis.htm diakses tanggal 15
Oktober 2012.
Pemda Grobogan, 2011. Pengelolaan Belanja daerah Tahun 2011. http://grobogan.go.id/
belanja-daerah.html. diakses tanggal 15 Maret 2013.
Pintowati, Wahyuning dan Otok, Bambang Widjanarko, 2012, Pemodelan Kemiskinan di
Provinsi Jawa Timur dengan Pendekatan Multivariative Adaptive, FMIPA, Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya.
Powell, Thomas A, 1998, Website Engineering, Prentice Hall
Ravallion, Martin, 1998, Poverty Lines in Theory and Practice : Living Standards
Measurement Study, World Bank : Working Paper No. 13.
38
Remi, Sutyastie Soemitro dan Prijono Tjiptoherijanto, 2002, Kemiskinan dan
Ketidakmerataan di Indonesia, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.
Saptana, Tri Pranadji, Syahyuti, dan Roosgandha, 2003, Transformasi Kelembagaan
Tradisional Untuk Menunjang Ekonomi Kerakyatan di Pedesaan (Studi Kasus di
Provinsi Bali dan Bengkulu), Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian.
Sari H., Dillah, 2008, Perbandingan Metode Electre, GPAP, MCDM Expert System.
Sholeh, Maimun, Kemiskinan: Telah dan Beberapa Strategi Penanggulangannya, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta.
SMERU, 2012, Mengintegrasikan Aspek Spasial Kemiskinan ke dalam Perencanaan Spasial
Perkotaan: Solusi untuk Mengatasi Kemiskinan Perkotaan, Catatan Kebijakan No.
1/2012.
Sumodiningrat, Gunawan, 1998, Membangun Perekonomian Rakyat, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta.
Suryahadi, Asep dan Sumarto, 2001, Memahami Kemiskinan Kronis dan Kemiskinan
Sementara di Indonesia, SMERU Newsletter, No. 03 Mei-Juni.
Suyanto, Bagong, 1995, Perangkap Kemiskinan : Problem & Strategi Pengentasannya,
Surabaya : Airlangga University Press.
Widiastuti, Minawati dan A. G. Yusuf, Edy, 2012, Pemetaan Kemiskinan Kabupaten/Kota di
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2002 dan 2010 Menggunakan Analisis Klaster, Fakultas
Ekonomika dan Bisnis, Universitas Diponegoro, Semarang.
Widiatmoko, Yudha dan Wahid, Fathul, 2006, Aplikasi Web Data Spasial Kependudukan
Indonesia dengan Scalable Vector Graphics (SVG), Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
39
Buku ini disajikan sebagai panduan untuk melakukan penelitian bagi dosen dan mahasiswa
dengan topik di bidang penanggulangan kemiskinan daerah. Selain membicarakan elemen
kemiskinan dan prediksi, buku ini juga menguraikan topik seperti :
Strategi Penanggulangan Kemiskinan
Metodologi Penelitian
Penerapan Metode Fuzzy
Prediksi Data Kemiskinan
Aplikasi Web Model Penanggulangan Kemiskinan
Pembahasan materi yang cukup luas dan jelas, disertai sejumlah studi kasus dalam aplikasi
web, menjadikan buku ini sangat cocok sebagai buku panduan bagi peneliti.
ISBN 978-979-3823-95-9