Download - MINIPROJECT SKIZOFRENIA BAB 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Skizofrenia
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah, dan frenia
yang artinya jiwa, dengan demikian, seseorang yang menderita skizofrenia adalah seseorang
yang mengalami keretakan jiwa atau keretakkan kepribadian (Hawari, 2003).
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi berbagai area fungsi
individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan menginterpretasikan realitas,
merasakan dan menunjukan emosi serta berperilaku dengan sikap yang tidak dapat diterima
secara sosial (Isaacs, 2005).
2.2 Etiologi Skizofrenia
Hingga sekarang belum ditemukan penyebab (etiologi) yang pasti mengapa seseorang
menderita skizofrenia, padahal orang lain tidak.Ternyata dari penelitian-penelitian yang telah
dilakukan tidak ditemukan faktor tunggal. Penyebab skizofrenia menurut penelitian mutakhir
antara lain : (Yosep, 2010)
Faktor genetik;
Virus;
Autoantibodi;
Malnutrisi.
Dari penelitian diperoleh gambaran sebagai berikut : (Yosep, 2010)
1) Studi terhadap keluarga menyebutkan pada orang tua 5,6%, saudara kandung 10,1%;
anak-anak 12,8%; dan penduduk secara keseluruhan 0,9%.
2) Studi terhadap orang kembar (twin) menyebutkan pada kembar identik 59,20%;
sedangkan kembar fraternal 15,2%. Penelitian lain menyebutkan bahwa gangguan
pada perkembangan otak janin juga mempunyai peran bagi timbulnya skizofrenia
kelak dikemudian hari. Gangguan ini muncul, misalnya, karena kekurangan gizi,
infeksi, trauma, toksin dan kelainan hormonal. Penelitian mutakhir menyebutkan
bahwa meskipuna ada gen yang abnormal, skizofrenia tidak akan muncul kecuali
disertai faktor-faktor lainnya yang disebut epigenetik faktor. Skizofrenia muncul bila
terjadi interaksi antara abnormal gen dengan : (Yosep, 2010)
a. Virus atau infeksi lain selama kehamilan yang dapat menganggu perkembangan
otak janin;
b. Menurunnya autoimun yang mungkin disebabkan infeksi selama kehamilan;
c. Komplikasi kandungan; dan
d. Kekurangan gizi yang cukup berat, terutama pada trimester kehamilan.
Seseorang yang sudah mempunyai faktor epigenetik tersebut, bila mengalami stresor
psikososial dalam kehidupannya, maka risikonya lebih besar untuk menderita skizofrenia dari
pada orang yang tidak ada faktor epigenetik sebelumnya. (Yosep, 2010)
2.3 Manifestasi Klinis
Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut (Maslim,
2003).:
- Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a. “thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam
kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun
kualitasnya berbeda atau “thought insertion or withdrawal” yang merupakan isi yang
asing dan luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought broadcasting”, yaitu
isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya;
b. “delusion of control”, adalah waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar atau “delusion of passivitiy” merupaka waham tentang
dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang
”dirinya” diartikan secara jelas merujuk kepergerakan tubuh/anggota gerak atau
ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus), atau “delusional
perception”yang merupakan pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah ini:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap perilaku
pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat dianggap
tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan agama atau
politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan mahluk asing dan
dunia lain).
e. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
Mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus. Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja,
apabila disertai baik oleh waham yang menerus;
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme;
Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme,
dan stupor;
Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
e. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu satu bulan
atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik (prodromal)
f. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
(overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi (personal behaviour),
bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu,
sikap larut dalam diri sendiri (self-absorbed attitude), dan penarikan diri secara
sosial.
Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah (Tomb, 2003):
Berlangsung minimal dalam enam bulan
Penurunan fungsi yang cukup bermakna di bidang pekerjaan, hubungan
interpersonal, dan fungsi dalam mendukung diri sendiri
Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama berlangsungnya
sebagian dari periode tersebut
Tidak ditemui dengan gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan mood
mayor, autisme, atau gangguan organik.
2.4 Jenis-jenis skizofrenia
Kraepelin membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita digolongkan ke dalam
salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya. Akan tetapi batas-batas golongan-
golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat berganti-ganti atau mungkin seorang penderita tidak
dapat digolongkan ke dalam salah satu jenis. Pembagiannya sebagai berikut :(Maramis, 2009).
Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah diuraikan di muka, dalam PPDGJ
III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-
masing, yang kriterianya di dominasi dengan hal-hal sebagai berikut :
F20.0 Skizofrenia paranoid
Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya penyakit.
Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukkan gejala-gejala
skizofrenia simplex, atau gejala-gejala hebefrenik dan katatonik bercampuran. Skizofrenia
paranoid memiliki perkembangan gejala yang konstan. Gejala-gejala yang mencolok adalah
waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Pemeriksaan secara
lebih teliti juga didapatkan gangguan proses pikir, gangguan afek, dan emosi.
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin subakut,
tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat digolongkan skizoid,
mudah tersinggung, suka menyendiri dan kurang percaya pada orang lain.Berdasarkan PPDGJ
III, maka skizofrenia paranoid dapat didiganosis apabila terdapat butir-butir berikut :
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
Suara-suara halusinasi satu atau lebih yang saling berkomentar tentang diri
pasien, yang mengancam pasien atau memberi perintah, atau tanpa bentuk verbal
berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi tawa.
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol.
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence), atau “Passivity” (delusion of passivity), dan
keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang
paling khas.
o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejalakatatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid memiliki karakteristik berupa preokupasi satu atau lebih
delusi atau sering berhalusinasi. Biasanya gejala pertama kali muncul pada usia lebih tua
daripada pasien skizofrenik hebefrenik atau katatonik. Kekuatan ego pada pasien skizofrenia
paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan hebefrenik. Pasien skizofrenik paranoid
menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan mentalnya, respon emosional, dan
perilakunya dibandingkan tipe skizofrenik lain.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya bersikap tegang, pencuriga, berhati-hati, dan tak
ramah.Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif.Pasien skizofrenik paranoid kadang-
kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi sosial.Kecerdasan
mereka tidak terpengaruhi oleh gangguan psikosis mereka dan cenderung tetap intak.
F20.1 Skizofrenia Hebefrenik
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antara
15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan kemauan dan
adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism,
neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada skizofrenia heberfenik. Waham
dan halusinasi banyak sekali.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia hebefrenik dapat didiganosis apabila terdapat
butir-butir berikut Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenikbiasanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda (onset
biasanya mulai 15-25 tahun)..
Untuk diagnosis hebefrenik yang menyakinkan umumnya diperlukan pengamatan
kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa gambaran yang khas
berikut ini memang benar bertahan :
o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan perilaku
menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering disertai
oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied), senyum sendirir
(self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty manner), tertawa
menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara bersenda gurau (pranks),
keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang diulang-ulang (reiterated
phrases);
o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu (rambling)
serta inkoheren.
o Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir umumnya
menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya tidak menonjol
(fleeting and fragmentary delusions and hallucinations). Dorongan kehendak
(drive) dan yang bertujuan (determination) hilang serta sasaran ditinggalkan,
sehingga perilaku penderita memperlihatkan ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan
(aimless) dan tanpa maksud (empty of purpose). Adanya suatu preokupasi yang
dangkal dan bersifat dibuat-buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak
lainnya, makin mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien. Menurut
DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
F20.2 Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering didahului
oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik atau stupor katatonik. Stupor
katatonik yaitu penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali terhadap lingkungannya.
Gejala paling penting adalah gejala psikomotor seperti:
1. Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup
2. Muka tanpa mimik, seperti topeng
3. Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama, beberapa hari,
bahkan kadang sampai beberapa bulan.
4. Bila diganti posisinya penderita menentang : negativisme
5. Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga berkumpul dalam mulut dan meleleh
keluar, air seni dan feses ditahan
6. Terdapat grimas dan katalepsi
Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai
berbicara dan bergerak. Gaduh gelisah katatonik adalah terdapat hiperaktivitas motorik, tetapi
tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi rangsangan dari luar.
Penderita terus berbicara atau bergerak saja, menunjukan stereotipi, manerisme, grimas dan
neologisme, tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin terjadi dehidrasi atau
kolaps dan kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan terlebih bila terdapat juga
penyakit lain seperti jantung, paru, dan sebagainya)
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila terdapat butir-
butir berikut :
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
o Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan dalam
gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
o Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang tidak
dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
o Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
o Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap semua
perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah yang
berlawanan);
o Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
o Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak dan tubuh
dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
o Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (ketidakpatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-kalimat.
o Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai diperoleh bukti
yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
o Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta dapat juga terjadi
pada gangguan afektif.
Pasien dengan skizofrenia katatonik biasanya bermanifestasi salah satu dari dua bentuk
skizofrenia katatonik, yaitu stupor katatonik dan excited katatatonik. Pada katatonik stupor,
pasien akan terlihat diam dalam postur tertentu (postur berdoa, membentuk bola), tidak
melakukan gerakan spontan, hampir tidak bereaksi sama sekali dengan lingkungan sekitar
bahkan pada saat defekasi maupun buang air kecil, air liur biasanya mengalir dari ujung mulut
pasien karena tidak ada gerakan mulut, bila diberi makan melalui mulut akan tetap berada di
rongga mulut karena tidak adanya gerakan mengunyah, pasien tidak berbicara berhari-hari, bila
anggota badan pasien dicoba digerakkan pasien seperti lilin mengikuti posisi yang dibentuk,
kemudian secara perlahan kembali lagi ke posisi awal. Bisa juga didapati pasien menyendiri di
sudut ruangan dalam posisi berdoa dan berguman sangat halus berulang-ulang.
Pasien dengan excited katatonik, melakukan gerakan yang tanpa tujuan, stereotipik
dengan impulsivitas yang ekstrim. Pasien berteriak, meraung, membenturkan sisi badannya
berulang ulang, melompat, mondar mandir maju mundur.Pasien dapat menyerang orang
disekitarnya secara tiba-tiba tanpa alasan lalu kembali ke sudut ruangan, pasien biasanya
meneriakka kata atau frase yang aneh berulang-ulang dengan suara yang keras, meraung, atau
berceramah seperti pemuka agama atau pejabat.Pasien hampir tidak pernah berinteraksi dengan
lingkungan sekitar, biasanya asik sendiri dengan kegiatannya di sudut ruangan, atau di kolong
tempat tidurnya.
Walaupun pasien skizofrenia katatonik hanya memunculkan salah satu dari kedua diatas,
pada kebanyakan kasus gejala tersebut bisa bergantian pada pasien yang dalam waktu dan
frekuensi yang tidak dapat diprediksi.Seorang pasien dengan stupor katatonik dapat secara tiba-
tiba berteriak, meloncat dari tempat tidurnya, lalu membantingkan badannya ke dinding, dan
akhirnya dalam waktu kurang dari satu jam kemudian kembali lagi ke posisi stupornya.
Selama stupor atau excited katatonik, pasien skizofrenik memerlukan pengawasan yang
ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang lain. Perawatan medis
mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan, hiperpireksia, atau cedera yang
disebabkan oleh dirinya sendiri.
F20.3 Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated).
Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan kedalam
salah satu tipe.PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak terinci. Kriteria
diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik, atau
katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca skizofrenia.
F20.4 Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi gambaran
klinisnya); dan
Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit kriteria untuk
episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2 minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi episode
depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol, diagnosis harus
tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
F20.5 Skizofrenia residual
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu episode
psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke arah gejala negatif yang lebuh menonjol.
Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas, penumpula afek, pasif
dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi nonverbal yang menurun, serta
buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi semua :
Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan ketiadaan
inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan, komunikasi non-verbal
yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak mata, modulasi suara, dan posisi
tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial yang buruk;
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan frekuensi
gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat berkurang (minimal)
dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi kronis
atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus adanya
gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala yang cukup untuk
memenuhi tipe lain skizofrenia.Penumpulan emosional, penarikan social, perilaku eksentrik,
pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan adalah sering ditemukan pada tipe
residual.Jika waham atau halusinasi ditemukan maka hal tersebut tidak menonjol dan tidak
disertai afek yang kuat.
F20.6 Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex adalah
kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir biasanya sulit
ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan
sekali. Permulaan gejala mungkin penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau
mulai menarik diri dari pergaulan.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila terdapat butir-
butir berikut :
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena tergantung
pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan progresif dari :
o Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului riwayat
halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode psikotik, dandisertai
dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi yang bermakna, bermanifestasi
sebagai kehilangan minat yang mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan
hidup, dan penarikan diri secara sosial.
o Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala utama pada
jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berpikir
biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali terdapat.Jenis ini timbulnya
perlahan-lahan sekali.Pada permulaan mungkin penderita mulai kurang memperhatikan
keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam
pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang
menolongnya ia mungkin akan menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
F20.8 Skizofrenia lainnya
Bouffe Delirante (acute delusional psychosis)
Konsep diagnosis skizofrenia dengan gejala akut yang kurang dari 3 bulan, kriteria
diagnosisnya sama dengan DSM-IV-TR. 40% dari pasien yang didiagnosa dengan bouffe
delirante akan progresif dan akhirnya diklasifikasikan sebagai pasien skizofren
Oneiroid
Pasien dengan keadaan terperangkap dalam dunia mimpi, biasanya mengalami
disorientasi waktu dan tempat.Istilah oneiroid digunakan pada pasien yang terperangkap
dalam pengalaman halusinasinya dan mengesampingkan keterlibatan dunia nyata.
Early onset schizophrenia
Skizofrenia yang gejalanya muncul pada usia anak-anak. Perlu dibedakan dengan
retardasi mental dan autisme
Late onset schizophrenia
Skizofrenia yang terjadi pada usia lanjut (>45 tahun). Lebih sering terjadi pada wanita
dan pasien-pasien dengan gejala paranoid.
2.5 Penatalaksanaan Skizofrenia
2.5.1 Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik.
Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada
Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan
obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk
mngobati Skizofrenia.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik
konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang
serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional,
banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic.
Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
- Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para
ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik konvensional.
- Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol
dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu
(disebut juga depot formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan
terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda,
serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
• Risperdal (risperidone)
• Seroquel (quetiapine)
• Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien
dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama.
Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik
konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat
serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah
putih yang berguna untuk melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus
memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil. Sediaan Obat
Anti Psikosis dan Dosis Anjuran, yaitu:
No Nama generik Sediaan Dosis
1. Klorpromazin Tablet 25 dan 100 mg, Injeksi 25 mg/ml 150 - 600 mg/hari
2. Haloperidol Tablet 0,5 mg, 1,5 mg, 5 mg Injeksi 5 mg/ml 5 - 15 mg/hari
3. Perfenazin Tablet 2, 4, 8 mg 12 - 24 mg/hari
4. Flufenazin Tablet 2,5 mg, 5 mg 10 - 15 mg/hari
5. Flufenazin dekanoat Inj 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
6. Levomeprazin Tablet 25 mg Injeksi 25 mg/ml 25 - 50 mg/hari
7. Trifluperazin Tablet 1 mg dan 5 mg 10 - 15 mg/hari
8. Tioridazin Tablet 50 dan 100 mg 150 - 600 mg/hari
9. Sulpirid Tablet 200 mg 300 - 600 mg/hari 1 - 4 mg/hari Injeksi 50 mg/ml
10. Pimozid Tablet 1 dan 4 mg 1 - 4 mg/hari
11. Risperidon Tablet 1, 2, 3 mg 2 - 6 mg/hari
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klnis) yang sama
pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan
efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat diganti dengan obat psikosis
lain (sebaiknya dari golongan yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil
efek samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya jenis obat antipsikosis
tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat
dipilih kembali untuk pemakaian sekarang
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan: o Onset efek primer (efek klinis) :
sekitar 2-4 minggu o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam o Waktu paruh
12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari) o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk
mengurangi dampak efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga
tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran à dinaikkan setiap 2-3 hari à sampai mencapai
dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) à dievaluasi setiap 2 minggu dan bila
perlu dinaikkan à dosis optimal à dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) à
diturunkan setiap 2 minggu à dosis maintanance à dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun
(diselingi drug holiday 1-2 hari/mingu) à tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu)
à stop
Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi pemeliharaan dapat
dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa hari setelah dosis
terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai
1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat
penuruna obat secara bertahap setelah hilangnya gejala dalam kueun waktu 2 minggu - 2
bulan.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat walaupun diberikan
dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic rebound yaitu:
gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan
mereda dengan pemberian anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan
tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien yang tidak mau
atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis
dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1
cc setap bulan. Pambarian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan terhadap kasus skizpfrenia.
Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu peubahan
posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya dengan injeksi nor
adrenalin (effortil IM)
Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya dengan tablet
trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia episode
pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive
dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai bekerja.
Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli
biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2 kali lebih lama pada Clozaril).
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting untuk
mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti
minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Apabila hal ini terjadi,
dokter dapat menurunkan dosis menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan
obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat mengganti obat
oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan
injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal
ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain, misalnya
antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal antipsycotic atau newer atipycal
antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi cadangan
yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah sembuh.
Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum obat setelah episode petama
Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode
pertama tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan
dosisnya. Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total
pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu diingat, bahwa
penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin beratnya
penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama, sangat
penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar
dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan)
pergerakan otot-otot yang disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal ini
pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar tidak kaku penderita harus bergerak
(berjalan) setiap waktu, dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain yang
dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki. Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat
antikolinergik (biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik untuk mencegah atau
mengobati efek samping ini.
Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive dyskinesia dimana terjadi pergerakan
mulut yang tidak dapat dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan
terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan menggunakan dosis efektif terendah dari
obat antipsikotik. Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional mengalami
tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti antipsikotik konvensional dengan
antipsikotik atipikal.
Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga
banyak penderita yang menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan
newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita Sikzofrenia yang memakan
obat. Hal ini sering terjadi pada penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah
raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome, dimana
timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi
berupa demam penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini membutuhkan penanganan yang segera.
2.5.2 Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong dengan pujian atau hadiah yang
dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah sakit.
Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau menyimpang seperti berbicara lantang,
berbicara sendirian di masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam
keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses
pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang
jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur
terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat
skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.
Ahli terapi harus membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa menjadi
terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah
efektif dalam menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah
dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan
terapi keluarga.
c. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan
hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien
skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif,
tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi alah membantu dan menambah efek terapi
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi pasien skizofrenia adalah
perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien sebagai aman. Pengalaman tersebut
dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak emosional antara ahli terapi dan pasien,
dan keikhlasan ahli terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam
pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien
skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati.
Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati,
dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur
dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan
yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan,
manipulasi, atau eksploitasi.
2.5.3 Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik, menstabilkan
medikasi, keamanan pasien karena gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat
kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan efektif antara
pasien dan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang dilakukan pada
perawatan rumahsakit harus direncanakan. Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh
serta keluarga pasien tentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien dan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan
penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana pengobatan di rumah
sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup,
pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat
pasien dengan fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan dan kunjungan
keluarga pasien kadang membantu pasien dalam memperbaiki kualitas hidup.
Selain anti psikosis, terapi psikososial ada juga terapi lainnya yang dilakukan di rumah
sakit yaitu Elektro Konvulsif Terapi (ECT). Terapi ini diperkenalkan oleh Ugo cerleti(1887-
1963). Mekanisme penyembuhan penderita dengan terapi ini belum diketahui secara pasti. Alat
yang digunakan adalah alat yang mengeluarkan aliran listrik sinusoid sehingga penderita
menerima aliran listrik yang terputus putus. Tegangan yang digunakan 100-150 Volt dan waktu
yang digunakan 2-3 detik.
Pada pelaksanaan terapi ini dibutuhkan persiapan sebagai berikut:
Pemeriksaan jantung, paru, dan tulang punggung.
Penderita harus puasa
Kandung kemih dan rektum perlu dikosongkan
Gigi palsu , dan benda benda metal perlu dilepaskan.
Penderita berbaring telentang lurus di atas permukaan yang datar dan agak keras.
Bagian kepala yang akan dipasang elektroda ( antara os prontal dan os temporalis)
dibersihkan. · Diantara kedua rahang di beri bahan lunak dan di suruh agar pasien
menggigitnya.
Frekuensi dilakukannya terapi ini tergantung dari keadaan penderita dapat diberi:
• 2-4 hari berturut - turut 1-2 kali sehari
• 2-3 kali seminggu pada keadaan yang lebih ringan
• Maintenance tiap 2-4 minggu
• Dahulu sebelum jaman psikotropik dilakukan 12-20 kali tetapi sekarang tidak dianut lagi.
Indikasi pemberian terapi ini adalah pasien skizofrenia katatonik dan bagi pasien karena
alasan tertentu karena tidak dapat menggunakan antipsikotik atau tidak adanya perbaikan setelah
pemberian antipsikotik 7 .
Kontra indikasi Elektro konvulsiv terapi adalah Dekompensasio kordis, aneurisma aorta,
penyakit tulang dengan bahaya fraktur tetapi dengan pemberian obat pelemas otot pada pasien
dengan keadaan diatas boleh dilakukan. Kontra indikasi mutlak adalah tumor otak. Sebagai
komplikasi terapi ini dapat terjadi luksasio pada rahang, fraktur pada vertebra, Robekan otot-
otot, dapat juga terjadi apnue, amnesia dan terjadi degenerasi sel-sel otak.