Transcript

Fachra Nur Arifa

XI-IPA-3

Fenomena pendidikan karaktermengumandangkan resonansinya di setiapalam ide praktisi pendidikan, mulai daripenatar konsep hingga penatar praktik.Penulis berharap, konsep pendidikan sepertiini dapat dinikmati oleh seluruh institusipendidikan di Indonesia, sehingga jelasevaluasinya pada saat berbenturan dengankelemahannya. Kita akan temukan generasibaru yang santun berbahasa, dan berbudaya.Itulah mengapa kita harus mendidik insanberkarakter melalui Teknologi Informasidan Komunikasi (TIK).

Budaya adalah hasil karsa, dan karya manusiayang dapat dinikmati dan dihargai. Dia tumbuhdalam kearifan lokal masyarakat kita.Sedangkan karakter adalah perangai atautingkah laku yang menjadi watak manusia dalamberinteraksi kepada sesama. Oleh karena itupendidikan budaya dan karakter harusdiberikan kepada para generasi muda yangtelah melek Teknologi Informasi danKomunikasi (TIK). Generasi muda yang bukanhanya cerdas otak saja, tetapijuga watak. Generasi ini biasa disebut C-Generation.

Aktivitas belajar C-Generation terlahir daridunia digital yang terus berkembang. Olehkarena itu para penduduknya disebut digitalnative. Dalam penduduk digital native,aktivitas belajar C-Generation tidak lagimenggunakan cara-cara konvensional. Merekasudah terbiasa dengan cara-cara modern yangmengikuti perkembangan teknologi web3.0 yang sebentar lagi akan kita gunakan dinegeri ini. Belajar tidak lagi di dalam kelas,dan bertatap muka secara langsung, tetapibisa dimana saja, dan kapan saja. Di sinilahdiperlukan pendidikan budaya dan karakter.

Di sinilah diperlukan pendidikan budaya dankarakter. Dengan begitu etika atau budipekerti tetap terjaga. Mereka tetap mampuberbahasa dengan baik sebagai alatpenyampaian pesan.Pendidikan budaya dankarakter diberikan dengan cara-cara alamiah.Dia tumbuh dari generasi yang telah melekTIK. Diperlukan peran TIK yang begitu besardalam proses pembelajarannya sehinggabudaya, dan karakter itu berubah menjadicara-cara ilmiah yang membuat para pendidikatau guru tak bisa lepas dari 5K.

Konvergensi, Kontekstual, Kolaborasi,Konektivitas, dan Konten kreatif jelas akanmenguasai dunia di abad 21 ini. Suka atau tidaksuka, sebagai bangsa yang berbudaya kita harusmengikutinya. Arus deras 5K akan dihadapi olehkita yang mendapat julukan “digitalimigran”(pendatang baru dalam duniadigital). Kita harus belajar teknologi menujumasyarakat berpengetahuan. Dibutuhkanpendidikan budaya dan karakter unggul untukmenghadapinya. Kita pun harus belajarsepanjang hayat.

Sayangnya, tak semua pengajar atau pendidikmau terus belajar, sehingga banyak pendidikyang belum melek TIK. Padahal dalam dunia TIKdiperlukan banyak sekali pemandu agar generasimuda kita tak meninggalkan budaya dan karakterbangsa. Mereka tak bisa menulis seenaknya dimedia sosial, dan harus mampu berpikir sebelummemposting sebuah artikel ke internet. TIKbegitu cepat sekali perkembangannya, dan telahmembuat sendi-sendi kehidupan masyarakatterpengaruh karenanya.

Semua hal yang bersangkut paut denganhajat hidup orang banyak akan menggunakanTIK untuk memudahkannya. TIK menjadisebuah alat bantu manusia yang terusmenerus melayani manusia dari mulai banguntidur hingga mau tertidur lagi. Banyak orangmenjadi tergantung karenanya. Orang akanmerasa ada yang hilang dalam dirinya bilaponsel atau gadget yang dimilikinya tertinggaldi rumah. Budaya dan karakter manusialambat laun dipengaruhi oleh kemajuan TIKini. Banyak orang yang tak bisa lepasdari smartphone kesayangannya.

Kesimpulan

Alangkah indahnya bila para C-Generation itumampu berinternet secara sehat,menyebarkan berita dengan benar, mampumenceritakan pengalamannya dalam blog-blogmereka. Dengan begitu kemampuan menulismereka pun akan terasah dengan baik. TIKbukan lagi kependekan dari TeknologiInformasi dan Komunikasi, tetapi telahberubah menjadi “Tampak Indah Karakternya”.Mari mendidik insan berkarakter melalui TIK.


Top Related