i
MEMPREDIKSI ZONA POTENSI PENANGKAPAN
IKAN DI PERAIRAN KOTA SEMARANG
BERBASIS CITRA SATELIT
Tugas Akhir
Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya
Oleh :
Nama : Yoga Aji Priatama
NIM : 3212317002
Prodi : Survei dan Pemetaan Wilayah
JURUSAN GEOGRAFI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2020
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
“Hidup adalah sebuah tantangan, seberapa besar tantangan itu kau harus
menghadapinya”
Menurut Dahlan Iskan 1951, Orang hebat tidak dihasilkan dari kemudahan,
kesenangan, dan kenyamanan. Mereka dibentuk melalui kesulitan, tantangan, dan
air mata.
Persembahan:
Karya ini dipersembahkan untuk:
Untuk Almarhumah mama saya tercinta “PURWATI”. Terimakasih sudah
mendidik saya menjadi orang yang lebih mandiri dan tangguh dalam
menghadapi segala permasalahan
Untuk ayah saya tercinta “SUPRIYANA”. terimakasih sudah banyak
berkorban untuk hidup saya
Untuk kakak “TIANA NUR FADILA”. Terimakasih sudah menjadi teladan
yang baik bagi hidup saya
Untuk “SANTIKA DYNI WULANDARI”. Terimakasih atas segala bentuk
supportnya
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan Penulisan Tugas Akhir. Dalam penulisan tugas akhir ini penulis
masih merasa jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya penulis masih
membutuhkan saran dan kritik yang membangun. Dalam penulisan tugas akhir ini
ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Dalam hal ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri
Semarang yang telah memberi kesempatan untuk menempuh studi di
Universitas Negeri Semarang.
2. Bapak Dr. Moh.S.Mustofa, MA. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas
Negeri Semarang yang telah mengijinkan melakukan survei dan pemetaan
pada penulis dalam menyelesaikan Tugas Akhir.
3. Bapak Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.
4. Ibu Prof. Dr. Eva Banowati, M,Si Pembimbing Tugas Akhir yang telah
memberikan masukan pada penulis dalam menyelesaikan Tugas akhir.
5. Bapak Dr.Ir. Ananto Aji, M.S Ketua Program Studi Survei dan Pemetaan
Wilayah Geografi FIS Universitas Negeri Semarang yang telah memberi
pengarahan dalam proses perkuliahan.
6. Dosen Jurusan Geografi Universitas Negeri Semarang yang telah memberi
banyak masukan.
7. Staff TU, Perpustakaan, dan Laboratorium Geografi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang.
vii
SARI
Yoga Aji Priatama, 2019. Memprediksi Zona Potensi Penangkapan Ikan di
Perairan Kota Semarang Berbasis Citra Satelit. Tugas Akhir Jurusan Geografi
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Dosen Pembimbing Prof. Dr.
Eva Banowati, M.Si.
Kata Kunci: Zona Penangkapan Ikan, Perairan, Citra Satelit.
Perairan Kota Semarang merupakan salah satu perairan yang banyak
mendapatkan tekanan lingkungan seiring dengan berkembangnya kawasan
industri dan pemukiman disepanjang pesisir perairan di Kota Semarang. Meski
demikian, perairan tersebut masih memiliki potensi kelimpahan sumberdaya
perikanan karena adanya dukungan posisi geografis daerah tropis yang memiliki
dampak pada tingkat kesuburan perairan tersebut.
Tujuan dalam melakukannya penelitian ini adalah memprediksi zona-zona
yang menjadi potensi adanya sebaran ikan di perairan Kota Semarang. Kesuburan
perairan merupakan parameter yang dapat dijadikan sebagai indikator dalam
memprediksi suatu zona penangkapan ikan.
Waktu penelitian dilakukan pada bulan November 2019, dalam melakukan
penelitian ini menggunakan dua metode yaitu metode primer dan sekunder, dalam
metode primer data yang didapatkan melalui cek lapangan secara langsung untuk
memperoleh informasi-informasi yang bersangkutan, sedangkan dalam metode
sekunder lebih memanfaatkan data-data citra dalam melakukan pengolahan
kedalam bentuk peta tematik. Hasil penelitian ini menghasilkan parameter-
parameter kesuburan perairan yaiu klorofil-a berkisaran 0,45 mg/m3 yang
menunjukkan daerah tersebut relatif tinggi dalam daerah sebaran ikan, sedangkan
pada parameter kesuburan suhu permukaan laut mencapai 29°C juga menunjukan
tingkat sebaran jenis ikan sangat tinggi.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 3
1.3 Tujuan Survei dan Pemetaan .................................................................... 4
1.4 Manfaat Survei dan Pemetaan .................................................................. 4
1.5 Batasan Istilah .......................................................................................... 5
BAB II LANDASAN TEORI ................................................................................. 7
2.1 Pemetaan .................................................................................................. 7
2.2 Peta Tematik............................................................................................. 9
2.3 Pengertian SIG ....................................................................................... 12
2.4 Subsistem SIG ........................................................................................ 13
2.5 Hubungan Aplikasi SIG dengan Zona Potensi Penangkapan Ikan ........ 14
2.6 Pengertian Penginderaan Jauh ............................................................... 16
2.7 Penerapan Teknologi Inderaja Untuk Penangkapan Ikan ...................... 16
2.8 Klasifikasi Tingkat Zona Kedalaman Ikan Laut .................................... 17
2.9 Karakteristik Persebaran Ikan Berdasarkan Kedalaman Air .................. 18
BAB III METODE SURVEI DAN PEMETAAN ................................................ 21
3.1 Lokasi Survei dan Pemetaan .................................................................. 21
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 21
3.3 Populasi dan Sampel ............................................................................... 21
3.4 Variabel ................................................................................................... 22
3.5 Teknik Pengambilan Data ....................................................................... 22
3.6 Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 23
3.7 Analisis Data ........................................................................................... 23
3.8 Proses Pemetaan Data Menggunakan Software ...................................... 24
3.9 Diagram Alir ........................................................................................... 43
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 44
4.1 Hasil ....................................................................................................... 44
4.2 Pembahasan ............................................................................................ 46
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 49
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 49
5.2 Saran ....................................................................................................... 49
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 3.1 Home page Oceancolor ..................................................................... 25
Gambar 3.2 Pemilihan resolusi, product dan sensor ............................................. 26
Gambar 3.3 Proses Download klorofil-a ............................................................... 27
Gambar 3.4. Membuka jendela SeaDAS 7.5 ....................................................... 27
Gambar 3.5 Layer SeaDas..................................................................................... 28
Gambar 3.6. Tampilan kotak dialog ...................................................................... 28
Gambar 3.7 Tampilan data klorofil ....................................................................... 29
Gambar 3.8. Sebaran data klorofil Dunia.............................................................. 29
Gambar 3.9. Merubah data kedalam bentuk raster ............................................... 30
Gambar 3.10. Hasil data GeoTIF .......................................................................... 30
Gambar 3.11 Membuka Jendela Er Mapper 7.1 ................................................... 31
Gambar 3.12 Proses add data klorofil-a ................................................................ 31
Gambar 3.13 Proses pengisian kolom description ................................................ 32
Gambar 3.14 Proses pemberian alghirithma ......................................................... 32
Gambar 3.15 Proses pemberian batas nilai maksimum dan minimum CHL……33
Gambar 3.16 Merubah color table menjadi color SPL ......................................... 33
Gambar 3.17 Penyimpanan data klorofil-a CHL_ers ............................................ 34
Gambar 3.18 Membuka jendela ArcGIS 10.4 ....................................................... 34
Gambar 3.19 Tampilan kota dialog “ add data klorofil-a ..................................... 35
Gambar 3.20 Tampilan awal data citra klorofil-a ................................................. 36
Gambar 3.21 Tampilan kota dialog “ add data SST.............................................. 36
Gambar 3.22 Tampilan awal data citra SST ......................................................... 37
Gambar 3.23 Tampilan contour interval klorofil-a………………………………38
Gambar 3.24 Tampilan contour interval SST ....................................................... 38
Gambar 3.25 Tampilan hasil contour klorofil-a dan SST ..................................... 39
Gambar 3.26 Tampilan add batas Kabupaten Indonesia ....................................... 39
Gambar 3.27 Tampilan Kota Semarang yang sudah di crop ................................ 40
Gambar 3.28 Tampilan add shapefile laut ............................................................ 40
Gambar 3.29 Tampilan laut Indonesia .................................................................. 41
Gambar 3.30 Proses menghilangkan contour yang bertampalan .......................... 41
Gambar 3.31 Proses pembuatan shapefile titik ikan ............................................. 42
Gambar 3.32 Diagram Alir ................................................................................... 43
x
Gambar 4.1 Peta Zona Tangkap Ikan .................................................................. 44
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1. Surat Terima Observasi Dinas Kelautan Dan Perikanan .................. 55
Lampiran 2. Rumus Algoritma Citra .................................................................... 56
Lampiran 3. Peta Sebaran Klorofil-a .................................................................... 57
Lampiran 4. Peta Sebaran Suhu Permukaan Laut ................................................. 58
Lampiran 5. Peta Zona Fishing Ground ................................................................ 59
Lampiran 6. Peta Administrasi Kota Semrang ...................................................... 60
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring perkembangan zaman, kebutuhan akan data spasial kelautan
semakin besar. Hal ini karena kegiatan perencanaan pembangunan dan
pengambilan keputusan tidak hanya berkonsentrasi di wilayah darat, melainkan
sudah mejalar hingga wilayah perairan. Oleh karena itu pemetaan batimetri
menjadi keperluan mendasar guna tersedianya informasi spasial di bidang
kelautan (Soeprapto, 2001). Indonesia memiliki wilayah lautan yang lebih luas
dibandingkan luasan daratannya. Luasan wilayah laut mencapai 2/3 dari luas
wilayah daratan. Laut merupakan bagian bumi yang di ukur berdasarkan tingkat
kedalamannya. Setiap daerah di dalam laut, memiliki ekosistem sendiri- sendiri.
Akan tetapi, semakin ke dalam ekosistem akan semakin sedikit, dikarenakan
tekanan laut dalam serta tidak adanya matahari yang masuk, membuat mahkluk
hidup yang ada di dalamnya semakin sedikit. akan tetapi hewan- hewan yang
hidup di lautan dalam, memiliki kemampuan khusus, sehingga mampu hidup di
tempat yang sangat gelap dan dingin, rata- rata hewan yang hidup di laut dalam
memiliki penglihatan yang jelak, atau buta. Mereka memiliki sensor khusus untuk
mendapatkan makanan. Beberapa hewan laut, hanya memakan plankton atau sisa-
sisa makhluk hidup yang mati dan tenggelam ke dasar laut. Hewan yang berada di
laut dalam, rata- rata memiliki warna yang pucat atau transparan. Sedangkan
hewan- hewan yang hidup di lautan dangkal, memiliki corak warna yang
cenderung beragam. Hal ini akibat perbedaan cahaya matahari yang masuk ke
dalam laut. Lapisan kedalam laut, dapat dilihat berdasarkan tingkat
kedalamannya, suhu, serta berdasarkan kehidupannya.
Salah satu dari 9 kebijakan strategis Departemen Perikanan dan Kelautan
(DPK) mengamanatkan bahwa pemanfaatan jasa kelautan dan sumberdaya
perikanan secara optimal, efisien dan berkelanjutan mengharuskan adanya
pengelolaan serta pengaturan terhadap kecepatan pengambilan sumber hayati
2
perikanan (Prasetyo, 1996). Kebijakan strategis DPK memberikan dampak
padapotensi sumberdaya pangan yang tidak terganggu keseimbangannya, tidak
terjadi kondisi tangkap berlebihan (over exploited), dan pengelolaan kawasan
tangkap kurang (under exploited) dapat optimal dan lestari (Anonymous 2000a)
Pengukuran kedalaman laut bisa dilakukan manual dengan menggunakan
kapal, namun dibutuhkan waktu yang sangat lama. Menurut Mineart dan Gottshl,
untuk mengukur seluruh kedalaman laut dibumi secara manual akan memakan
waktu pengukuran hingga 200 tahun. Oleh karena itu dibutuhkan suatu system
untuk dapat menggantikan pengukuran manual dengan memanfaatkan gambar
yang diperoleh dari satelit. System yang dibangun ini menggunakan data
kedalaman laut hasil pengukuran manual. Kemudian data tersebut dipadukan
menggunakan data hasil dari citra satelit pada posisi yang sama. Kedalaman laut
memberikan informasi penting mengenai apa yang dapat dimanfaatkan dari laut
tersebut. Selain untuk navigasi pelayaran yang berkaitan dengan keselamatan
pelayaran, kedalaman juga dapat memberikan informasi sebaran makhluk yang
tinggal didalamnya. Menurut Mineart dan Gottshl pengukuran kedalaman laut
juga berguna untuk peringatan dini terhadap bencana Tsunami yang bisa
dilakukan simulasi untuk mengetahui bagaimana akibat yang ditimbulkan. Hal ini
sangat bermanfaat untuk Negara Indonesia yang memiliki lautan yang sangat luas,
yang juga merupakan Negara kepulauan terbesar di Dunia.
Berdasarkan dari penjabaran diatas, penggalian potensi haruslah
memperhatikan stok sumberdaya laut khususnya daerah penangkapan ikan. Salah
satu upaya yang bisa dilakukan yakni dengan mengadakan suatu kegiatan
penentuan daerah gerombolan ikan yang terdapat di perairan. Penentuan daerah
dapat menggunakan teknologi citra satelit untuk memperoleh informasi tentang
objek, daerah atau gejala. Teknologi citra satelit menganalisis data yang diperoleh
dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau gejala
yang akan dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990).
Pada umumnya daerah penangkapan ikan tidak ada yang bersifat tetap.
Secara alamiah ikan akan memilih habitat yang lebih sesuai. Sedangkan habitat
tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi atau parameter oseonografi perairan
3
seperti suhu permukaan laut, salinitas, klorofil-a, kecepatan arus dan sebagainya
(Laevastu and Hayes, 1981; Butler et al., 1988; Zainuddin et al., 2008).
Pembuatan peta daerah potensial penangkapan ikan (DPPI) sangat
membantu para nelayan dalam mengetahui informasi daerah yang berpotensi
untuk dilakukan penangkapan ikan karena adanya teknologi tersebut.Nelayan
cenderung menggunakan pengetahuan secara ilmiah mengenai musim
penangkapan ikan dan wilayah yang berpotensi sebagai penangkapa
ikan.Umumnya penangkapan ikan yang masih dilakukan oleh nelayan dengan
menggunakan cara-cara tradisional dan pada daerah yang relative tetap dalam
jangkauan yang relative sempit. Akibatnya nelayan tidak mampu untuk mengatasi
perubahan kondisi oseanografi dan cuaca yang berkaitan erat dengan perubahan
daerah penangkapan ikan yang berubah secara dinamis mengikuti pergerakan
kondisi lingkungan yang secara alamiah akan memilih habitat yang lebih sesuai.
Penelitian ini dilakukan di Kota Semarang, secara administratif, Kota
Semarang terletak di pesisir Utara Jawa dan sebagai utama penghubung Jakarta -
Surabaya dan kota - kota di pedalaman selatan Jawa (Surakarta dan Yogyakarta).
Kota Semarang terdiri atas 16 administratif kecamatan, dan 117 administratif
kelurahan. Kota Semarang memiliki ketinggian dari 2 meter bawah permukaan
laut hingga 340 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan lereng 0% - 45%.
Kota Semarang merupakan kota yang memiliki kondisi topografi yang unik
berupa wilayah dataran rendah yang sempit dan wilayah perbukitan yang
memanjang dari sisi barat hingga sisi timur Kota Semarang. Wilayah dataran
rendah pada wilayah Barat Kota Semarang hanya memiliki lebar 4 kilometer dari
garis pantai, sedangkan pada wilayah Timur Kota Semarang wilayah dataran
rendah semakin melebar hingga 11 kilometer dari garis pantai.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik melakukan penelitian dengan
judul “Memprediksi Zona Potensi Penangkapan Ikan di Perairan Kota
Semarang Berbasis Citra Satelit”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang timbul dalam
penelitian (survei dan pemetaan) ini adalah:
4
1. Bagaimana menentukan daerah potensial penangkapan ikan yang terdapat di
perairan Kota Semarang ?
2. Bagaimana sebaran SPL dan Klorofil-a dalam menentukan zona potensi
penangkapan ikan?
3. Kurang tereksploitasnya potensi sumber daya ikan laut yang ada di
Perairan Semarang
1.3 Tujuan Survei dan Pemetaan
Berdasarkan pokok masalah yang diuraikan di atas, penelitian
(survei dan pemetaan) ini bertujuan untuk:
1. Memetakan daerah potensial penangkapan ikan di wilayah perairan
Semarang.
2 Menganalisis suhu permukaan laut dan klorofil-a untuk penentuan zona
potensi penangkapan ikan dengan menggunakan citra Aqua Modis di
perairan pesisir Kota Semarang.
3 Membuat suatu pemetaan (Mapping) sebaran jenis ikan yang terdapat di
perairan Kota Semarang.
1.4 Manfaat Survei dan Pemetaan
1. Manfaat praktis
a. Memberikan informasi keruangan dalam bentuk peta ZPPI kepada Dinas
Kelautan dan Perikanan Kota Semarang dalam upaya pendeteksi potensi
adanya sebaran ikan
b. Penelitian ini diharapkan mampu membantu nelayan untuk menganalisis,
memantau, dan evaluasi dalam eksploitasi ikan di perairan Kota Semarang
2. Manfaat Ilmu Pengetahuan
a. Memberikan sumbangan ilmu kepada mahasiswa Survei dan Pemetaan
Wilayah tentang pemetaan dalam bidang Kelautan.
b. Menambah wawasan dan sumber referensi kepada mahasiswa untuk
melakukan penelitian lanjutan.
c. Sumber informasi untuk nelayan mengenai kondisi daerah penangkapan
ikan di lokasi perairan Semarang.
5
1.5 Batasan Istilah
Untuk membatasi penafsiran istilah agar tidak terjadi salah tafsir, maka
istilah dalam judul diperjelas sebagai berikut :
1. Pemetaan
Pemetaan adalah suatu tahapan yang harus dilakukan dalam pembuatan
peta. Langkah awal yang dilakukan antara lain pembuatan data, pengolahan data,
dan penyajian dalam bentuk peta (Juhadi dan Setyowati, 2001).
2. Zona Fising Ground
Suatu daerah perairan dimana ikan yang menjadi sasaran penangkapan
tertagkap dalam jumlah yang maksimal dan alat tangkap dapat dioperasikan
secara teknis serta ekonomis. Dalam konteks yang lebih luas mempelajari daerah
tangkap ikan yaitu untuk menentukan daerah keberadaan ikan disuatu perairan
laut sebagai acuan untuk kegiatan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan.
Pengetahuan dari fishing ground merupakan langkah awal dalam melakukan
perencanaan pengelolaan sumberdaya ikan dalam mengetahui lebih jela mengenai
batas wilayah dimana sumberdaya ikan berada. Sedangkan definisi penangkapan
ikan menurut UU adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi,
pengelolaan sampai dengan pemasaran, yang dilakasanakan dalam suatu system
berbasis perikanan. Arti tersebut sesuai dengan Undang-undang nomor 31 tahun
2004. Jadi semua yang berhubungan dengan mencari ikan dari metode, cara, alat,
dan penanganan disebut penangkapan ikan.
Karakteristik Zona Penangkapan Ikan :
a. Daerah tersebut harus memiliki kondisi dimana ikan dengan mudahnya dating
bersama-sama dalam kelompoknya, dan tempat yang baik untuk dijadikan
habitat ikan tersebut.
b. Daerah tersebut harus merupakan tempat dimana mudah menggunakan
peralatan penangkapan ikan bagi nelayan
c. Daerah tersebut harus bertempat di lokasi yang bernilai ekonomis.
6
3. Citra Satelit
Citra merupakan gambaran yang terekam oleh kamera atau sensor
lainnya (Hornby). Citra adalah gambaran objek yang dibuahkan oleh pantulan
atau pembiasan sinar yang difokuskan dari sebuah lensa atau cermin (Simonett,
1983).
7
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pemetaan
1. Pengertian Peta
Peta adalah wahana penyimpanan dan penyajian data-data kondisi
lingkungan dan merupakan sebuah sumber informasi bagi masyarakat untuk
merencanakan dan mengambil keputusan dalam tahap pembangunan
(Bakosurtanal, 2005). Proses pemetaan yaitu tahapan yang harus dilakukan dalam
pembuatan peta. Langkah awal pemetaan yang dilakukan yaitu pengumpulan data,
dilanjutkan dengan pengolahan data, dan penyajian data dalam bentuk peta.
Pembuatan peta secara sistematis yang dianjurkan dalam buku “Desain dan
Komposisi Peta Tematik” (Juhadi dan Setyowati). Antara lain:
- Menentukan daerah dan tema peta yang akan dibuat;
- Mencari dan mengumpulkan data;
- Menentukan data yang akan digunakan;
- Mendesain simbol data dan simbol peta;
- Membuat peta dasar;
- Mendesain komposisi peta (layout peta), unsur peta, dan ukuran kertas;
- Pencetakan peta;
- Lettering dan pemberian simbol;
- Reviewing;
- Editing;
- Finishing.
Dalam membuat peta tematik ada beberapa hal yang harus diperhatikan
oleh pembuat peta sesuai dengan kaidah-kaidah kartografi. Menurut Riyanto dkk
(2009:4) antara lain:
a. Peta tidak boleh membingungkan. Agar tidak membingungkan maka sebuah
peta perlu di lengkapi:
8
- Keterangan atau legenda (legend)
-Skala (scale) Peta.
-Judul Peta.
-Bagian dunia mana (insert).
b. Peta harus mudah dapat di mengerti atau di tangkap maknanya oleh
pemakai peta. Untuk itu agar mudah di mengerti atau di tangkap maknanya,
dalam peta di gunakan:
-Warna.
-Simbol (terutama peta tematik).
-Sistem proyeksi dan system koordinat.
c.Peta harus memberikan gambaran yang sebernarnya. Ini peta berarti
harus cukup teliti sesuai dengan tujuannya.
2. Klasifikasi Peta
Klasifikasi peta menurut Bos, Es (1977) dalam Juhadi dan Dewi Liesnoor
Setyowati (2001), peta dapat dikategorikan kedalam tiga kelompok yaitu peta
berdasarkan isi, berdasarkan skala, dan berdasarkan kegunaan yaitu:
a. Peta berdasarkan isi antara lain:
- Peta Umum atau peta rupa bumi adalah peta yang menggambarkan bentang
alam secara umum dipermukaan bumi, dengan menggunakan skala tertentu.
Peta-peta yang termasuk kedalam peta umum adalah antara lain: peta dunia,
topografi, dan atlas yang memuat mengenahi bentang lam secara umum.
- Peta Tematik adalah peta yang memuat informasi tema-tema tertentu (khusus)
dan digunakan untuk kepentingan tertentu yang bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian, bidang perencanaan wilayah,
kepariwisataan dan kebudayaan, ekonomi, sosial, dan politik.
- Peta Navigasi atau Chart adalah peta yang dibuat secara khusus atau
bertujuan praktis untuk membantu navigasi laut, penerbangan, ataupun
perjalanan darat. Unsur yang digambarkan dalam peta tersebut adalah berupa
rute perjalanan yang berguna dalam panduan perjalanan seperti lokasi atau
letak suatu kota, kedalaman laut, maupun ketinggian suatu daerah.
9
b.Peta berdasarkan skala antara lain:
- Peta skala sangat besar : > 1 : 10.000.
- Peta skala besar : < 1 : 100.000 -1 : 10.000.
- Peta skala sedang : 1 : 100.000 - 1 : 1.000.000.
- Peta skala kecil : > 1 : 1.000.000.
c. Peta berdasarkan kegunaan adalah peta yang digunakan untuk sesuatu hal
yang sifatnya sesuai dengan kegunaanya contoh peta media pembelajar, atau
peta sarana pendidikan dan lain-lain.
3. Penggolongan peta menurut Endang Saraswati (1979), menggolongkan peta
menurut skala dan isinya, yaitu peta umum dan peta khusus:
a. Peta Umum
Merupakan peta yang memuat kenampakan umum, baik kenampakan
fisik maupun kenampakan sosial ekonomis atau kenampakan budaya yang
meliputi:
- Peta rupa bumi, peta umum berskala besar
- Peta chorografi, peta umum berskala sedang
- Peta dunia, peta umum berskala kecil
b. Peta Khusus
Peta yang memuat kenampakan khusus antara lain peta politik, peta kota,
peta pariwisata, peta tanah, peta geologi, dan lain sebagainya.
2.2 Peta Tematik
1. pengertian Peta Tematik
Peta tematik adalah peta yang memperlihatkan informasi atau data
kualitatif dan kuantitatif dari suatu tema atau maksud atau konsep tertentu dalam
hubungannya dengan unsur atau detail-detail topografi yang spesifik, terutama
yang sesuai dengan tema peta tersebut (Aziz 1985:1). Pada dasarnya peta tematik
adalah peta yang memberikan gambaran atau informasi kekhususan mengenai
tema-tema tertentu.
Secara umum peta tematik dapat digunakan untuk membantu
perencanaan daerah, administrasi, manajemen, perusahaan, swasta, pendidikan,
dan lain-lain. Selain itu perkembangan serta pembuatan peta tematik ini memiliki
10
hubungan yang erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam
penyajian data untuk keperluan tertentu seperti: geografi, geologi, pertanahan,
geodesi (geomatika), perkotaan, pertambangan, dan ilmu-ilmu lainnya yang
berkaitan dengan sosial ekonomi.
Dalam peta tematik (Aziz 1985:1) terdapat komponen-komponen tertata
pada peta yang memuat informasi dalam peta, komponen-komponen tersebut
antara lain:
a. Judul Peta. Judul peta harus sesuai dengan tema yang ada dalam peta dan
sesuai dengan informasi yang akan di tampilkan dalam peta tematik
tersebut, oleh karenanya judul peta harus memuat tema atau informasi,
lokasi, dan tahun.
b. Skala Peta. Skala peta adalah perbandingan antara jarak pada peta dengan
jarak sesungguhnya di lapangan, skala pada peta dapat berupa skala angka
maupun skala garis. Jarak pada peta harus di cantumkan agar pembaca peta
dapat menghitung dan mengetahui perbandingan jarak pada peta dengan
jarak di lapangan.
c. Orientasi Peta. Orientasi peta merupakan arah mata angin, namun biasanya
hanya mengambarkan arah utara saja, yang menghadap keatas atau (grid
north). Bentuk orientasi biasanya digambarkan secara sederhana dengan
bentuk tombak yang anak panahnya berada diatas dan diberi tanda notasi
huruf U (utara).
d. Garis Tepi Peta. Garis tepi peta adalah garis yang membatasi informasi pada
tepi peta. Semua komponen peta berada di dalam garis tepi peta. Komponen
peta yang dimaksud berada di dalam garis tepi yaitu judul peta, skala,
orientasi, legenda, sumber peta, garis lintang dan garis bujur.
e. Nama Pembuat Peta. Nama pembuat peta adalah merupakan salah satu
informasi pendukung saja dalam peta. Namun demikian nama pembuat peta
adalah hal yang wajib dicantumkan.
f. Koordinat Peta. Koordinat peta adalah merupakan salah satu unsur penting
karena koordinat menunjukan lokasi absolut pada bola bumi. Terdapat dua
cara membuat koordinat peta yaitu koordinat UTM dan Geografis.
11
g. Sumber Peta. Sumber peta merupakan salah satu yang harus ditampilkan
agar pengguna dapat membuktikan akurasi atau kebenaran data dan
informasi yang ditampilkan dalam peta tersebut, peta yang dapat di jadikan
sumber acuan dalam pembuatan peta adalah peta yang dibuat oleh Badan
Informasi Geospasial.
h. Legenda Peta. Lengenda peta berisi mengenahi keterangan simbol yang ada
dalam peta atau informasi-informasi yang termuat dalam peta.
i. Inset Peta. Inset peta menunjukan informasi lokasi atau letak suatu wilayah
yang menjadi objek pemetaan sehingga akan memudahkan pembaca atau
pengguna peta dalam memahami letak suatu wilayah yang di petakan. Ada
dua macam inset yaitu:
- Inset pembesaran peta dapat di jumpai pada atlas menerangkan suatu
informasi dari suatu pulau, di mana kenampakan suatu pulau tersebut
pada skala tertentu nampak kecil maka perlu adanya pembesaran skala.
-Inset lokasi wilayah sering dijumpai pada peta-peta tematik yang
berguna untuk menjelaskan cakupan wilayah yang lebih luas lagi.
2. Tahap-tahap dalam proses pemetaan
Dalam proses pemetaan ada tiga tahapan yang harus dilakukan yaitu:
a. Tahap Pengumpulan Data
Langkah awal dalam proses pemetaan dimulai dari pengumpulan data. Data
merupakan suatu bahan yang diperlukan dalam proses pemetaan. Keberadaan
data sangat penting artinya, dengan data seorang dapat melakukan analisis dan
evaluasi tentang suatu data wilayah tertentu. Data-data tersebut diperoleh atau
dikumpulkan dengan biaya yang besar dan memerlukan waktu yang lama,
sehingga data harus dimanfaatkan secara optimal.
b. Tahap Penyajian Data
Langkah pemetaan kedua berupa penyajian data atau tahap pemetaan atau
pembuatan peta. Tahap penyajian data merupakan upaya melukiskan atau
menggambarkan data dalam bentuk symbol, supaya data tersebut menarik,
mudah dibaca, dan dimengerti oleh pengguna (user). Penyajian data pada
sebuah peta harus dibaca dengan baik dan benar supaya tujuan pemetaan dapat
12
tercapai. Data-data tersebut disajikan dalam bentuk simbol yang menarik dan
mudah dibaca.
c. Tahap Penggunaan Peta
Tahap penggunaan peta merupakan tahap penting, karena menentukan
keberhasilan pembuatan suatu peta. Peta yang dirancang dengan baik akan
dapat digunakan atau dibaca dengan mudah. Peta merupakan alat untuk
melakukan komunikasi, sehinggapa dapet harus terjalin interaksi antara
pembuat peta (map maker) dengan pengguna peta (map user). Pembuat peta
harus dapat merancang peta sedemikian rupa sehingga peta mudah dibaca,
diinterpretasi, dan dianalisis oleh pengguna peta. Pengguna peta harus dapat
membaca peta dan memperoleh gambaran informasi sebenarnya di lapangan
(real world).
2.3 Pengertian SIG
1. Pengertian SIG menurut Esri
Menurut Esri tahun 1990 dalam Prahastha tahun 2001 SIG adalah
kumpulan yang terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data
geografi dan personil yang dirancang secara efisien untuk memperoleh,
menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua
bentuk informasi yang bereferensi geografi. Menurut Aronoff tahun 1997 dalam
Prahastha tahun 2001 SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang
digunakan untuk menyimpan dan memanipulasi informasi informasi geografi.
SIG dirancang untuk mengumpulkan, menyimpam, dan menganalisis obyek dan
fenomena dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau
kritis untuk dianalisis, dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang
memiliki empat kemampuan berikut dalam menangani data bereferensi geografi:
a. Masukan
b. Manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data)
c. Analisis dan manipulasi data
d. Keluaran
13
2. Pengertian SIG secara umum
Secara umum SIG dapat diartikan sebagai sistem informasi yang berbasis
komputer dalam menyimpan, mengolah, menganalisis, dan menampilkan
data.Sistem Informasi Geografis (SIG) apabila dipisah merupakan gabungan dari
3 kata yaitu:
a. Sistem adalah suatu kesatuan komponen atau variabel yang terorganisir
secara terpadu, saling berinteraksi, saling bergantung satu sama lain untuk
mendapatkan suatu hasil.
b. Informasi adalah data yang berformat dan terorganisasi dengan baik agar
mudah dianalisis atau diproses.
c. Geografis adalah menunjukkan keterkaitan data dengan lokasi yang
diketahui dan dapat dihitung berdasarkan koordinat geografis.
Berdasarkan pengertian diatas dapat dikatakan bahwa SIG dirancang untuk
membentuk suatu data yang terorganisasi dari berbagai data keruangan dan atribut
yang mempunyai ”Geo Code” dalam suatu basis data agar dapat dengan mudah
dimanfaatkan dan dianalisis, hal ini dikemukakan oleh team pelatihan SIG
(BP2SIG Unnes, 2006:5). SIG juga merupakan alat bantu management informasi
yang terjadi dimuka bumi dan bereferensi keruangan (spasial). System Informasi
Geografi bukan sekedar sistem komputer yang digunakan untuk pembuatan peta,
melainkan juga sebagai alat analisis. Keuntungan dari alat analis adalah
memberikan kemungkinan untuk menidentifikasi hubungan spasial diantara
feature data geografis dalam bentuk peta (Prahasta, 2004).
2.4 Subsistem SIG
Berdasarkan definisi diatas, SIG diuraikan dalam beberapa subsistem,
yaitu:
1. Data Input (Masukan Data)
Subsistem ini berfungsi mengumpulkan data spasial dan data atribut dari
berbagai sumber, sekaligus bertanggung jawab dalam merubah atau
mengkonversi data atau mentransformasikan format data aslinya kedalam
format yang dapat digunakan untuk SIG.
2. Data Management (Pengelolaan Data)
14
Subsistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun data atribut ke
dalam sebuah basis data sedemikian rupa sehingga mudah dipanggil, di-
update, dan diedit. Jadi subsistem ini dapat menimbun dan menarik kembali
dari arsip data dasar, juga dapat melakukan perbaikan data dengan cara
menambah, mengurangi atau memperbaharui.
3.Data Manipulation dan Analysis (Manipulasi dan Analisis Data)
Subsistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh
SIG. Subsistem ini juga dapat melakukan manipulasi dan permodelan data
untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.
4. Data Output
Berfungsi menayangkan informasi dan hasil analisis data geografis secara
kualitatif maupun kuantitatif. Atau dapat berfungsi menampilkan atau
menghasilkan keluaran seluruh atau sebagian basis data baik dalam bentuk
softcopy maupun dalam bentuk hardcopy, seperti tabel, grafik, peta, arsip
elektronik dan lainnya.
2.5 Hubungan Apilkasi SIG dengan Zona Potensi Penangkapan Ikan
Masalah yang sering dihadapi adalah keberadaan daerah penangkapan
ikan yang bersifat dinamis, selalu berubah atau berpindah mengikuti pergerakan
ikan. Secara alami, ikan akan memilih habitat yang sesuai, sedangkan habitat
tersebut sangat dipengaruhi kondisi oceanografi perairan. Dengan demikian
daerah potensi penangkapan ikan sangat dipengaruhi oleh faktor oceanografi
perairan. Kegiatan penangkapan ikan akan lebih efektif dan efisien apabila daerah
penangkapan ikan dapat diduga terlebih dahulu, sebelum armada penangkapan
ikan berangkat dari pengkalan. Salah satu cara untuk mengetahui daerah potensi
penangkapan ikan adalah melalui study daerah penangkapan ikan dan
hubungannya dengan fenomena oceanografi secara berkelanjutan (Pritanti,1999).
Menurut Zainuddin (2006), salah satu fenomena alternative yang
menawarkan solusi terbaik adalah pengkombinasian kemampua SIG dan
penginderajaan jauh dengan teknologi inderaja faktor-faktor lingkungan laut yang
mempengaruhi distribusi, migrasi dan kelimpahan ikan dapat diperoleh secara
berkala, cepat dan dengan cakupan daerah yang luas. Pemanfaatan SIG dalam
15
perikanan tangkap dapat mempermudah dalam operasi penangkapan ikan dan
penghematan waktu dalam pencarian fishing ground yang sesuai (Dahur, 2001).
Dengan menggunakan SIG gejala perubahan lingkungan berdasarkan ruang dan
waktu dapat disajikan, tentunya dengan dukungan berbagai informasi data, baik
survey langsung maupun dengan penginderaan jarak jauh ( INDERAJA).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hubungan aplikasi SIG dengan
potensi penangkapan ikan, diantaranya sebagai beriku.
1. Suhu
Suhu adalah suatu faktor penting dalam mengatur proses kehidupan dan
penyebaran organisme. Pada umumnya bagi organisme yang tidak dapat mengatur
suhu tubuhnya memiliki proses metabolisme yang meningkat dua kali lipat untuk
setiap kenaikan suhu 10°C (Nybakken, 1992). Menurut Pralebda dan Suyuti
(1983), Indrawati (2000), Risamasu (2001), dengan melihat pola distribusi suhu
permukaan laut, maka dapat diidentifikasikan pula parameter-parameter laut
lainnya, seperti arus laut, upwelling, dan front.
2. Klorofil-a
Klorofil-a merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan
produktivitas primer dilaut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a
sangat terkait dengan kondisi oceanografi suatu perairan. Kandungan klorofil-a
dapat digunakan sabagai ukuran banyaknya fitoplankton pada suatu perairan
tertentu dan dapat digunakan sebagai petunjuk produktivitas perairan. Di laut,
sebaran klorofil-a lebih tinggi konsetrasinya pada perairan pantai dan pesisir, serta
rendahnya di perairan lepas pantai. Tingginya sebaran konsentrasi klorofil-a di
perairan pantai dan pesisir disebabkan karena adanya suplai nutrien dalam jumlah
besar melalui run-off dari daratan, sedangkan rendahnya konsentrasi klorofil-a di
perairan lepas pantai karena tidak adamya suplai nutrien dari daratan secara
langsung. Namun pada daerah tertentu di perairan lepas pantai dijumpai
konsentrasi klorofil-a dalam jumlah yang cukup tinggi. Keadaan ini disebabkan
oleh tingginya konsentrasi nutrien yang dihasilkan melalui proses fisik massa air,
dimana massa air dalam mengangkat nutrien dari lapisan dalam ke lapisan
permukaan (Presetiahadi, 1994).
16
2.6 Pengertian Penginderaan Jauh
Berikut ini pengertian Penginderaan Jauh menurut beberapa ahli :
Penginderaan Jauh yaitu penggunaan sensor radiasi elektromagnetik untuk
merekam gambar lingkungan bumi yang dapat diinterpretasikan sehingga
menghasilkan informasi yang berguna (Curran,
1985).
Penginderaan Jauh (remote sensing), yaitu suatu pengukuran atau perolehan
data ada objek dipermukaan bumi dari satelit atau instrument lain diatas jauh dari
objek yang diindera (Colwell, 1984). Foto udara, citra satelit, dan citra radar
adalah beberapa bentuk penginderaan jauh.
Penginderaan Jauh (remote sensing),yaitu ilmu untuk mendapatkan
informasi mengenai permukaan bumi seperti lahan dan air dari citra yang
diperoleh dari jarak jauh (Campbeel, 1987). Hal ini biasanya berhubungan dengan
pengukuran pantulan atau pancaran gelombang elektromagnetik dari suatu objek.
Penginderaan Jauh mempunyai potensi untuk aplikasi bagi perikanan
tangkap. Beberapa parameter yang diperlukan untuk analisis daerah dari
penginderaan jauh, diantaranya suhu permukaan laut dan konsentrasi klorofil
permukaan.
2.7 Penerapan Teknologi Inderaja Untuk Penangkapan Ikan
Inderaja dengan menggunakan satelit merupakan sarana yang sangat
bermanfaat dalam mengelola sumberdaya perikanan secara bijaksana, termasuk
kegunaannya untuk mendeteksi zona potensi penangkapan ikan. Untuk perikanan,
bukanlah ikan yang tampak langsung, tetapi fenomena alam yang memungkinkan
adanya ikan disuatu tempat, karena mempunyai kondisi lingkungan yang sesuai
dengan jenis ikan tertentu. Terdapat sejenis plankton yang mengandung klorofil
(zat hijau daun). Plankton ini merupakan makanan ikan-ikan kecil yang pada
gilirannya akan menjadi makanan bagi ikan yang lebih besar. Jadi dengan
mendeteksi lokasi klorofil, maka secara tidak langsung akan mendeteksi klorofil
yang mungkin banyak terdapat ikannya. Cara mendeteksi klorofil ini, pada
dasarnya adalah sangat sederhana. Sensor yang ada oada satelit diberi filter (band
hujau) secara digital, artinya detector akan mendeteksi sinar hijau. Jadi sensor
17
medeteksi klorofil yang ada dilaut.
Lokasi tempat berkumpulnya ikan dapat ditentukan dengan kombinasi
antara lokasi klorofil, suhu permukaan laut, pola arus laut, cuaca, serta karakter
toleransi biologis ikan terhadap suhu air. Di samping itu setiap jenis ikan memiliki
zona suhu yang tentunya sebagai habitatnya. Satu alternative yang sangat tepat
untuk mengatasi masalah tersebut diatas adalah menggunakan teknologi
penginderaan jauh. Dengan demikian, enggunaan teknologi penginderaan jauh
satelit dipadu dengan data oceanografi merupakan suatu alternatif yang sangat
tepat dalam mempercepat penyediaan informasi zona potensi penangkapan ikan.
2.8. Klasifikasi Tingkat Zona Kedalaman Laut
1 Zona pesisir (littoral zone)
Wilayah laut antara garis batas air pasang naik dengan garis batas air
pasang surut. Wilayah ini tergenang pada saat pasang naik sedangkan pada
surut wilayah ini tidak tergenang air laut.
2 Zona laut dangkal (neuritic zone)
Wilayah laut yang dangkal antara batas pasang surut sampai kedalaman
200 meter. Zona ini kaya akan ikan dan tumbuh-tumbuhan laut, karena masih
terdapat sinar matahari yang menyebabkan fotosintesis dapat berjalan baik
(matahari dapat menembus air laut hingga kedalaman 90 meter). Pada zona ini
pula plankton dapat tumbuh dengan subur karena terdapat banyak oksigen, dan
masih terdapat ombak yang menyebabkan tersebarnya plankton sebagai
makanan utama ikan.
3 Zona laut dalam (bathyal zone)
Wilayah laut yang dalam dengan kedalamannya antara 200 meter hingga
kedalaman 1.000 meter. Karena sinar matahari sudah tidak dapat menembus
zona ini maka tumbuhan mulai berkurang namun binatang masih banyak
terdapat di wilayah laut ini.
4 Zona laut sangat dalam (abyssal zone)
Wilayah laut yang kedalamannya lebih dari 1.000 meter, zona ini
merupakan zona yang sangat gelap sehingga sudah tidak terdapat lagi tumbuh-
tumbuhan yang dapat hidup, namun masih ada binatang - binatang yang dapat
18
hidup pada wilayah yang memiliki organ yang dapat menimbulkan cahaya
sendiri.
2.9. Karakteristik Persebaran Ikan Berdasarkan Kedalaman Air
1 Gambaran umum tentang ikan
Ikan adalah anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang
hidup di air dan bernafas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata
yang paling beraneka ragam dengan jumlah spesies lebih dari 27000 di seluruh
dunia.
Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan
kekerabatannya masih diperdebatkan, biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa
rahang (kelas Agnatha, 75 spesies termasuk Lamprey dan Ikan Hag), serta ikan
bertulang rawan (kelas Chondrichthyes, 800 spesies termasuk Hiu dan Pari),
dan sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes).
Keanekaragaman tempat hidup mempengaruhi ikan penghuninya. Banyak
variasi yang tak terhitung jumlahnya pada ikan yang menyangkut masalah
struktur, bentuk, sirip dan sebagainya, merupakan modifikasi yang
dikembangkan ikan dalam usahanya untuk menyesuaikan diri terhadap suatu
lingkungan tertentu.
Setiap ikan untuk dapat bertahan hidup dan berkembangbiak harus dapat
beradaptasi terhadap lingkungannya. Kondisi lingkungan yang berpengaruh
terhadap kehidupan ikan meliputi kondisi fisik dan kimia antara lain kadar
garam, kedalaman, kecerahan, keadaan suhu, laju arus, dan dasar perairan
(Trijoko dan Pranoto, 2006). Ikan memiliki pola adaptasi yang tinggi terhadap
kondisi lingkungan, baik terhadap faktor fisik maupun faktor kimia lingkungan
seperti pH, DO, kecerahan, temperature, dan lain sebagainya. Hal ini sangat
penting bukan saja untuk mendapatkan makanan, tetapi juga untuk
menyelamatkan diri dari hewan-hewan predator (Nybakken, 1988).
2 Identifikasi dan klasifikasi ikan
Mayr dalam Layli (2006) mengatakan bahwa ikan sebagai salah satu
organisme yang menjadi kajian ekologi, sehingga harus dijaga kelestariannya.
Sebagai langkah awal diperlukan kegiatan identifikasi terhadap organisme
19
tersebut. Identifikasi adalah menempatkan atau memberikan identitas suatu
individu melalui prosedur deduktif ke dalam suatu takson dengan
menggunakan kunci determinasi.
Kunci determinasi adalah kunci jawaban yang digunakan untuk
menetapkan identitas suatu individu. Kegiatan identifikasi bertujuan untuk
mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomi yang sangat bervariasi dan
memasukkannya ke dalam suatu takson. Selain itu untuk mengetahui nama
suatu individu atau spesies dengan cara mengamati beberapa karakter atau ciri
morfologi spesies tersebut dengan membandingkan ciri-ciri yang ada sesuai
dengan kunci determinasi.
Ikan dibedakan berdasarkan karakter-karakter umum yang dapat
membedakan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Adapun
karakter-karakter yang biasa digunakan dalam identifikasi ikan antara lain,
yaitu: bentuk umum tubuh, bentuk dan jumlah sirip, bentuk mulut, bentuk ekor,
dan perbandingan dan posisi anggota tubuh (Adrim, 2010).
Klasifikasi ialah menetapkan definisi dari kelompok atau kategori
menurut skala hierarki. Tiap-tiap ketegori ini meliputi satu atau beberapa
kelompok rendah yang terdekat, yang merupakan kategori lebih rendah
berikutnya (Saanin, 1968).
Berdasarkan penjelasan diatas maka karakteristik ikan secara umum
dapat dibagi menjadi 3 jenis klasifikasi berdasarkan habitat kedalaman air
diantaranya.
a. Jenis Ikan di Dasar Air
Jenis ikan ini selalu berada di dasar air, baik itu dasar kolam, rawa,
sungai dan laut. Biasanya ikan seperti ini dapat kita lihat langsung
perbedaannya pada fisik ikan. Kebanyakan ikan ini tidak mempunyai sisik,
dan pada bagian bawah badan ikan ini bentuknya sedikit mendatar/melebar
apabila dibandingkan bagian atas badannya. Sebagai contoh adalah ikan
Baung, ikan Patin, ikan Betutu, ikan Keting dan ikan Pari. Namun hal itu pun
bukan patokan, karena tidak semua jenis ikan ini mempunyai bagian bawah
yang lebih lebar dibandingkan bagian atas badannya. Contohnya ikan kakap
20
yang biasanya berada di terumbu karang dan ikan belida yang hidup di air
tawar.
b. Jenis Ikan di Permukaan Air
Jenis ikan seperti ini sering kita lihat di permukaan-permukaan air,
baik itu di kolam, rawa, sungai, maupun laut. Untuk jenis ikan ini tidak ada
ciri-ciri tertentunya karena hampir semua ikan yang kita kenal mempunyai
bentuk fisik yang sama dengan jenis ikan ini.untuk ikan air tawar, jenis ikan
ini biasanya mempunyai sisik di badan. Contoh yang paling sering kita lihat
dalam kehidupan sehari-hari adalah ikan Gabus, ikan Toman dan ikan
Gurami. Kebanyakan ikan-ikan permukaan ini sering terlihat di daerah
daerah teduh yang terlindungi oleh semak dan belukar di pinggir sungai,
ranting atau batang kayu yang tumbang, dan tumbuhan-tumbuhan yang
hidup dipermukaan air. Untuk ikan laut ukurannya relatif lebih kecil dan
biasanya selalu bergerombolan dan dalam jumlah yang besar. Ikan-ikan ini
selalu menjadi santapan oleh ikan-ikan predator lainnya dan oleh burung-
burung laut.
c. Jenis Ikan di Semua Massa Air
Ikan jenis ini, sulit untuk di prediksi apakah termasuk ke dalam jenis
ikan dasar atau jenis ikan permukaan air. Hal ini dikarenakan ikan ini selalu
berpindah-pindah dan mampu bertahan lama di dasar maupun permukaan
air. Kebanyakan ikan ini memiliki sisik di badan, sama halnya dengan jenis
ikan permukaan. Sebagai contoh adalah ikan Nila, Ikan Mujair dan Ikan
Betik.
21
BAB III
METODE SURVEI DAN PEMETAAN
3.1 Lokasi Survei dan Pemetaan
Penelitian ini akan dilakukan di Kota Semarang, secara administratif,
Kota Semarang terletak di pesisir Utara Jawa dan sebagai utama penghubung
Jakarta - Surabaya dan kota - kota di pedalaman selatan Jawa (Surakarta dan
Yogyakarta). Kota Semarang terdiri atas 16 administratif kecamatan, dan 117
administratif kelurahan. Kota Semarang memiliki ketinggian dari 2 meter bawah
permukaan laut hingga 340 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan
lereng 0% - 45%. Kota Semarang merupakan kota yang memiliki kondisi
topografi yang unik berupa wilayah dataran rendah yang sempit dan wilayah
perbukitan yang memanjang dari sisi barat hingga sisi timur Kota Semarang.
Wilayah dataran rendah pada wilayah Barat Kota Semarang hanya memiliki lebar
4 kilometer dari garis pantai, sedangkan pada wilayah Timur Kota Semarang
wilayah dataran rendah semakin melebar hingga 11 kilometer dari garis pantai.
3.2 Alat dan Bahan
1. Laptop Toshiba master Ram 4 Gb 64 bit yang digunakan sebagai alat untuk
kegiatan pemetaan daerah penelitian.
2.Data Kedalaman Laut dari Dinas Kelautan dan Perikanan
3.Peta Batimetri Privinsi Jawa Tengah
4.Data Klorofil dan SPL daerah Kota Semarang
5.Data citra Satelit AQUA MODDIS
6.Program Sea DAS 7.5, ER Mapper 7.1 dan Arc GIS 10.4 sebagai aplikasi
untuk pemrosesan peta digital
7.Kertas A4
8.Printer
3.3 Populasi dan Sampel
Desain penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif yang
memanfaatkan teknik sistem informasi geografis.
22
1.Populasi
Populasi dari penelitian ini adalah semua jenis ikan yang ada di perairan
Kota Semarang.
2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah jenis ikan yang dapat ditangkap dan
dikumpulkan dari populasi yang ada di perairan Kota Semarang.
3.4 Variabel
Variabel survei dan pemetaan adalah obyek survei dan pemetaan atau
yang menjadi titik perhatian survei dan pemetaan. Variabel yang dipakai dalam
survei dan pemetaan ini adalah:
1. Data persebaran area klorofil yang dianalisa menjadi daerah potensi
penangkapan ikan
2. Data persebaran suhu permukaan laut ( SPL ) yang dianalisa menjadi daerah
potensi penangkapan ikan
3.5 Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data pada suatu penelitian berdasarkan pada sumber
data yang akan dipilih. Terdapat dua pilihan tipe sumber data pada suatu
penelitian yaitu data primer dan data sekunder.
1 Data Primer
Merupakan sumber data yang dapat diambil secara langsung bersentuhan
dengan obyek penelitian yang akan diamati. Data yang diambil secara langsung
ini bisa didapat dengan cara observasi langsung, wawancara dan partisipasi aktif
sehingga dapat mendukung hasil dari penelitian yang dilakukan
(Suryabrata,1963). Dalam pengambilan data ini dilakukan dengan melakukan
wawancara kepada Nelayan setempat guna memberikan keakuratan data yang
diperoleh dalam penelitian. Teknik wawancara ini dilakukan dengan tujuan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan guna mendapatkan jawaban dari obyek yang
diteliti.
23
2 Data Sekunder
Merupakan sumber data yang cara memperolehnya tidak didapatkan
secara langsung melainkan dari lembaga pemerintah, laporan ilmiah, instansi
terkait penelitian ilmiah, laporan ilmiah dan laporan lainnya yang bisa mendukung
penelitian yang diambil (Nazir, 1988). Sumber pengambilan data dilakukan
dengan pengambilan informasi di Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa
Tengah dan juga menggunakan metode studi pustaka, tujuannya supaya dalam
pembelajaran mengenai teori-teori dapat mendukung dalam penyusunan penelitian
tersebut. Data tersebut diperoleh dari instansi-instansi dan perpustakaan. Dengan
cara mengamati, mencatat dan mengumpulkan data yaitu observasi secara
langsung terhadap sumber laporan. Data kedalaman laut yang digunakan meliputi
data koordinat lokasi yang berasal dari data batimetri.
3.6 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua kelompok data
yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data hasil pengamatan
langsung di lapangan meliputi wawancara terhadap nelayan mengenai tangkapan
ikan dan faktor oseanografi yang terdiri dari klorofil-a (mgm-3), suhu permukaan
laut (oC), dan kecepatan arus (ms-1). Data sekunder berupa data potensi perikanan
Kota Semarang yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan, data citra
satelit (suhu dan klorofil) dari satelit AQUA/MODIS TERA yang didownload dari
NASA data base (oceancolor.gsfc.nasagov).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif.
Menurut Notoatmodjo (2002), penelitian deskriptif adalah penelitian yang
bertujuan memberikan gambaran atau mendeskripsikan suatu keadaan secara
obyektif yang terjadi pada saat sekarang. Pada Penelitian ini obyek yang diamati
meliputi kelimpahan konsentrasi klorofil-a dan SPL di daerah penangkapan Ikan.
3.7 Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan
pendekatan analisis deskriptif. Dalam studi ini analisis deskriptif digunakan untuk
memberikan gambaran dan penjelasan tentang pendugaan tingkat persebaran
kelimpahan ikan yang terdapat di perairan kota Semarang. Metode pelaksanaan
24
pada studi ini antara lain, metode pengumpulan data sekunder, pengumpulan data
primer, metode pengolahan data citra satelit, pemotongan cita, overlay, dan
analisis peta secara kualitatif.
Pada tahap pengolahan data untuk menentukan zona potensi
penangkapan ikan menggunakan data citra satelit MODIS mencangkup data level
2. Dalam menentukan daerah yang berpotensi penangkapan ikan didasarkan pada
dua pengukuran, yaitu kondisi sebaran klorofil-a dan sebaran suhu permukaan
laut. Konsentrasi klorofil-a dapat menjamin kelangsungan perikanan komersial
disuatu perairan. Klorofil merupakan sumber makanan bagi ikan-ikan kecil,
dengan memetakan keadaan sebaran klorofil akan dapat memprediksi kesuburan
perairan tersebut. Sedangkan suhu permukaan laut disuatu perairan juga akan
mempengaruhi potensi penangkapan ikan, oleh karena itu prediksi potensi
penangkapan ikan juga harus melihat suhu permukaan laut yang sesuai untuk
ikan. Selain data, diperlukan pula software pendukung sebagai proses
pengolahannya, pada penelitian ini menggunakan 3 jenis software diantaranya
SeaDAS 7.5, Er Mapper 7.1, dan ArcGIS 10.4.
Pada penelitian ini saat melakukan surey data lapangan di perairan Kota
Semarang menunjukkan suhu permukaan laut berkisaran 29°C. Sedangkan zona
tangkap banyak ikan memiliki suhu permukaan laut berkisaran antara 27°C-30°C
dengan nilai klorofil-a nya tinggi. Sedangkan apabila kondisi suhu permukaan laut
dan klorofil-a tidak sesuai langsung diidentifikasikan menjadi zona tangkap ikan
sedikit. Analisis untuk penentuan zona dilakukan dengan melihat data hasil
pengolahan cita suhu permukaan laut dan data klorofil-a dan disesuaikan dengan
klasifikasi zona, sehingga dapat dilakukan pemberian tanda spot zona ikan.
3.8 Proses Pemetaan Data Menggunakan Software
Pembuatan peta secara digital dilakukan dengan menggunakan tiga
perangkat lunak software yaitu SeaDas 7.5, Er Mapper 7.1, dan ArcGIS 10.4.
Langkah awal yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mencari data
parameter dalam proses pembuatan peta zona tangkapan ikan sehingga dapat
diolah dengan ketiga software tersebut. Data yang didapat berupa data sebaran
klorofil dan data Suhu permukaan laut perairan Kota Semarang. Dalam proses
25
pengambilan data dilakukan dua metode yaitu sekunder dan primer, pengambilan
data sekunder dilakukan dengan bantuan citra satelit MODIS TERA, sedangkan
dalam metode pengambilan data secara primer dilakukan kunjungan secara
langsung ke Dinas kelautan dan perikanan Jawa Tengah guna mendapatkan
informasi-informasi yang terkait dengan peta zona tangkap ikan. Tidak cukup itu
guna melengkapi berbagai informasi juga perlu dilakukannya berbagai proses
wawancara terhadap nelayan sekitar perairan Kota Semarang dan pencarian
beberapa literatur-literatur yang mendukung proses pembuatan peta.
1. Tahap Pengolahan Data Citra Satelit Modis Terra
Sebelum melakukan pengolahan data citra satelit Modis terra langkah
awal yang harus dilakukan yaitu mengunduh data citra satelit pada situs NASA:
http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gw. Data digunakan dalam proses pembuatan
peta zona tangkap ikan adalah data level 2, karena dalam data tersebut sudah
merupakan kalibrasi sensor, koreksi atmosfer, dan algoritma bio-optik. Pada tahap
proses analisa pertama kali yang digunakan berupa software SeaDAS. Langkah
dalam pengolahan data citra satelit Modis Terra sebagai berikut :
a. Sebelum melakukan pengunduhan data satelit, parameter-
parameter yang dibutuhkan yaitu berupa data klorofil-a dan data
SPL (Suhu permukaan laut). Setelah itu masuk website
http://www.oceancolor.gsfc.nasa.gw.
Gambar 3.1 Home page Oceancolor
26
b. Dari tampilan ini dipilih bulan dari data yang akan diambil, penelitian
ini saya mengambil data bulan November dalam proses pembuatan peta
zona tangkap ikan. Selanjutnya melakukan pemilihan sensor, product dan
resolusi. Penelitian ini menggunakan jenis sensor MODIS TERRA, product
yang digunakan yaitu chloropyll Concentration, karena lebih berfokus pada
tingkat persebaran jumlah klorofil-a yang ada pada perairan kota Semarang,
dan Sedangkan resolusinya pada penelitian ini menggunakan resolusi
sejauh 4km dari perairan kota Semarang.
Gambar 3.2 Pemilihan resolusi, product dan sensor
c. Klik pada data bulan November, untuk data klorofil-a dipilih dengan kode
T2xxx, L3,CHL. Kemudian mulai proses download.
27
Gambar 3.3 Proses Download klorofil-a
2. Mengolah data menggunakan SeaDAS 7.5
Proses Analisa data dilakukan pertama kali menggunakan software
SeaDAS 7.5, pada software ini data diproses melalui tools map projection, agar
data semula yang berupa elips menjadi sebuah bidang data yang datar. Pada
proses pengolahan selanjutnya melakukan penyimpanan data kedalam format
(*PNG). Langkah awal yang dilakukan dalam proses interpretasi citra secara
digital dengan menggunakan software SeaDas 7.5 adalah sebagi berikut :
a. Buka program SeaDas 7.5 dengan klik aplikasi yang terdapat pada
desktop. Maka tampilan akan muncul seperti Gambar 3.4
Gambar 3.4. Membuka jendela SeaDAS 7.5
28
b. Menampilkan layer spasial pada software SeaDAS. Langkah selanjutnya
adalah menambahkan unsur – unsur spasial ke dalam data file. Caranya
sebagai berikut :
- Pada layer software SeaDAS klik >> “Open a data” File untuk
membuka data
Gambar 3.5 Layer SeaDas
c. Pilih file yang akan dibuka dengan klik >> “ Open Product” pada kota
dialog
Gambar 3.6. Tampilan kotak dialog
29
d. Apabila sudah berhasil add data akan muncul tampilan dari data
krolofil sebagai yang ada pada Gambar 3.7. Lalu langkah berikutnya
klik pada Raster >> “CHL”. Pada proses pengolahan data klorofil dan
suhu permukaan laut memiliki kesamaan dalam proses pengolahannya
Gambar 3.7 Tampilan data klorofil
e. Sehingga akan terlihat pada tampilan berikut
Gambar 3.8. Sebaran data klorofil Dunia
30
f. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan yaitu merubah data
kedalam bentuk raster. Caranya klik pada tools Raster >> Reproject,
pada proses reproject ini kita rubah data kedalam format GeoTIF.
Gambar 3.9. Merubah data kedalam bentuk raster
g. Berikut merupakan hasil dari pengolahan data klorofil-a dalam
bentuk GeoTIF. Pada data GeoTIF tersebut selanjutnya akan diolah
kedalam software ER Mapper 7.1 untuk proses cropping wilayah
yang akan ditujukan.
Gambar 3.10. Hasil data GeoTIF
31
3. Mengolah data menggunakan Er Mapper 7.1
Software yang digunakan dalam pengolahan data citra modis dalam
melakukakan analisa peta zona penangkapan ikan adalah software er mapper
yang merupakan salah satu software image processing dengan menggunakan
dasar algoritma yang merupakan satu konsep dalam pengolahan data citra dalam
er mapper yang berisikan berbagai kumpulan proses atau perintah dari citra asli
hingga dapat menghasilkan citra yang akan diinginkan. Berikut akan disajikan
proses pengolahan citra modis terra pada software er mapper 7.1 :
1. Pengolahan Klorofil-a Citra Modis Terra level 2
a. Buka tampilan jendela software Er Mapper 7.1
Gambar 3.11 Membuka Jendela Er Mapper 7.1
b. Masih di jendela Er Mapper, langkah berikutnya yang harus dilakukan
yaitu mebuka file data Klorofil-a yang telah diimport sebelumnya
pada aplikasi SeaDAS. Caranya pada jendela Er Mapper klik Open
>> buka file CHL
Gambar 3.12 Proses add data klorofil-a
32
c. Apabila data klorofil-a berhasil di add maka akan muncul seperti ini,
pada tampilan kotak formula editor kita klik standard >> Threshold
between variables, untuk merubah kolom description.
Gambar 3.13 Proses pengisian kolom description
d. Setelah kolom description sudah terisi langkah selanjutnya yang
harus dilakukan yaitu kita apply changes untuk proses pengisian
Algorithma secara otomatis.
Gambar 3.14 Proses pemberian alghirithma
33
e. Pada algorithma klik edit transform limit to actual>> ubah nilai
batas maksimum dan batas minimum, misalnya min 0 dan max 1 pada
bagian bawah. Kemudian pada surface ganti color table menjadi SPL
1.
Gambar 3.15 Proses pemberian batas nilai maksimum dan
minimum CHL
Gambar 3.16 Merubah color table menjadi color SPL
f. Proses yang terakhir yaitu penyimpanan dari data hasil klorofil-a,
caranya klik file >> save as,lalu simpan data dengan nama CHL_ers
34
Gambar 3.17 Penyimpanan data klorofil-a CHL_ers
4 Mengolah data menggunakan ArcGIS 10.4
SIG merupakan suatu system informasi spasial berbasis komputer yang
mempunyai fungsi pokok untuk menyimpan, menampilkan, dan menyajikan
semua bentuk informasi spasial. SIG ini juga sebagai alat bantu untuk
manajement informasi yang terjadi dimuka bumi.
a. Untuk mengoperasikan perangkat lunak ArcGIS 10.4, langkah awal
yang perlu dilakukan adalah membuka program ArcGIS dengan cara.
Pilih start >> program >> ArcGIS. Atau juga bisa langsung klik pada
software ArcGIS pada desktop, maka tampilan akan muncul seperti
gambar berikut.
Gambar 3.18 Membuka jendela ArcGIS 10.4
35
b. Menampilkan layer spasial, langkah berikutnya adalah
menampilkan atau menambahkan unsur-unsur spasial ke dalam
“view” atau “data frame” yang sudah ada, layer spasial
berformat ers yang telah di convert pada tahap sebelumnya.
Apabila data klorofil-a berhasil ditemukan langkah yang harus
dilakukan yaitu dengan melakukan add data klorofil-a tersebut,
caranya tekan tombol add data yang terdapat pada toolbar
apilkasi ArcGIS 10.4.
Gambar 3.19 Tampilan kota dialog “ add data klorofil-a
c. Apabila data citra klorofil-a berhasil di add akan muncul
tampilan seperti berikut
36
Gambar 3.20 Tampilan awal data citra klorofil-a
d. Langkah berikutnya yang harus dilakukan yaitu add hasil data
suhu permukaan laut yang telah di convert kedalam bentuk
format ers. Langkah pengerjaannya sama hal nya seperti data
klorofil-a.
Gambar 3.21 Tampilan kota dialog “ add data SST
e. Berikut ini merupakan tampilan dari data citra suhu permukaan
laut di perairan Kota Semarang.
37
Gambar 3.22 Tampilan awal data citra SST
f. Tahap berikutnya yang perlu dilakukan yaitu iterpolasi
kedalaman contour. Metode interpolasi merupakan metode
mendapatkan data berdasarkan beberapa data yang telah
diketahui. Dalam pemetaan, interpolasi merupakan estimasi nilai
pada wilayah yang tidak disampel atau diukur, sehingga
terbuatlah peta atau sebaran nilai pada seluruh wilayah. Cara
melakukan ini yaitu dengan memasukkan nilai contour klorofil-a
dengan nilai interval 0,05, sedangkan pada nilai base contournya
0,5.
38
Gambar 3.23 Tampilan contour interval klorofil-a
g. Sama hal nya dengan klorofil-a, contour pada suhu permukaan
laut perlu dilakukannya interpolasi. Cara melakukannya yaitu
dengan memasukkan nilai interval pada contour suhu permukaan
laut dan nilai base contour pada suhu permukaan laut.
Gambar 3.24 Tampilan contour interval SST
h. Berikut merupakan hasil dari contour klorofil-a dan contour suhu
permukaan laut.
39
Gambar 3.25 Tampilan hasil contour klorofil-a dan SST
i. Tahap berikutnya menampilkan wilayah perairan kota Semarang,
caranya dengan add data hasil shapefile kabupaten Indonesia
kemudian kita crop menjadi kota Semarang.
Gambar 3.26 Tampilan add batas Kabupaten Indonesia
40
Gambar 3.27 Tampilan Kota Semarang yang sudah di crop
j. Add shapefile laut, pada shapefile laut diposisikan berada pada
bawah layers sehingga dapat muncul.
Gambar 3.28 Tampilan add shapefile laut
41
Gambar 3.29 Tampilan laut Indonesia
k. Tahap berikutnya yaitu melakukan erase data contour klorofil-a
dan contout suhu permukaan laut. Erase disini memiliki fungsi
menghilangkan contour klorofil-a maupun contour suhu
permukaan laut yang bertampalan dengan batas Kabupaten
Indonesia.
Gambar 3.30 Proses menghilangkan contour yang bertampalan
42
l. Tahapan berikutnya dengan membuat titik-titk daerah zona ikan
dengan membuat shapefile baru dengan type point. Titik zona
tangkap ikan ditentukan dengan cara melihat contour sebaran
suhu permukaan laut dan klorofil-a yang saling berpotongan satu
sama lain.
Gambar 3.31 Proses pembuatan shapefile titik ikan
43
3.9 Diagram Alir :
BAB IV
Gambar 3.32 Diagram Alir
PEMANFAATAN SUMBER DAYA
PERIKANAN
PETA ZONA PENANGKAPAN
IKAN
BELUM
DIKETAHUI
DAERAH
POTENSIAL
TANGKAPAN
IKAN
SIG
CROP CITRA
SUHU PERMUKAAN LAUT KLOROFIL-A
METODE PENGINDERAJAAN
JAUH CITRA MODIS TERA
ANALISIS DATA
CONTOUR
PERAIRAN SEMARANG
JAWA TENGAH
PETA ZONA
PENANGKAPAN IKAN 2019
OVERLAY
44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Sebaran klorofil-a (CHL) yang diekstrak dari citra satelit Modis Terra
hasil perekaman pada bulan November tahun 2019 menghasilkan variasi nilai
konsentrasi klorofil-a yang terdapat di perairan Kota Semarang dan sekitarnya.
Nilai sebaran klorofil-a hasil ekstrak sebaran nilai klorofil-a pada bulan
November 2019 menunjukan bahwa nilai kandungan sebaran klorofil-a relatif
tinggi berkisar 0,4 mg/m3. Sebaran suhu permukaan laut (SPL) di perairan
Kota Semarang dan sekitarnya berdasarkan hasil ekstraksi citra modis terra
dengan perekaman pada bulan November 2019 memiliki nilai sebaran suhu
permukaan laut 29°C. Suhu ini didapatkan ketika proses cek lapangan secara
langsung, pada suhu permukaan laut ini terbilang memiliki nilai kandungan
yang cukup tinggiHasil pemantauan citra modis terra terhadap data klorofil-a
dan suhu permukaan laut di perairan Kota Semarang dan sekitarnya yang
ditampilkan dalam bentuk peta tematik menunjukkan bahwa sebaran tersebut
merupakan zona penangkapan ikan yang terdapat di perairan Kota Semarag.
Dengan cara mengkombinasikan antara suhu permukaan laut dengan klorofil-a
dengan cara overlay pada pemetaan maka akan menunjukkan lokasi zona
penangkapan ikan secara langsung. Pada proses hasil overlay kedua citra
tersebut dapat disatukan dan akan terbentuk suatu peta baru dengan spesifikasi,
informasi mengenai daerah penangkapan ikan yang produktif yang dikenal
dengan nama zona optimum penangkapan ikan (Zainuddin, 2011). Meskipun
demikian ada juga beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa nilai dari
klorofil-a lebih tepat sebagai indicator atau sebagai acuan daerah penangkapan
ikan dari pada hasil dari nilai suhu permukaan laut (Silvia, 2009). Hasil dari
proses analisis data citra satelit yang diperoleh adalah peta klorofil-a dan peta
45
suhu permukaan laut yang sebagai pedoman untuk menentukan daerah
penangkapan ikan di perairan Kota Semarang.
Daerah penangkapan ikan yang baik merupakan daerah yang
mempunyai kondisi kondisi lingkungan yang baik untuk kelangsungan
kehidupan organisme didalamnya dan kesuburan yang tinggi. Jika jumlah
klorofil-a tinggi maka daerah tersebut baik untuk dijadikan sebagai daerah
penangkapan ikan.
Gambar 4.1 Peta Zona Tangkap Ikan
46
4.2. Pembahasan
Pada penelitian ini menggunakan dua parameter dalam menentukan zona
tangkapan ikan di perairan kota semarang, parameter tersebut yaitu suhu
permukaan laut dan klorofil-a. Hubungan dari kedua parameter tersebut dalam
menentukan zona tangkapan ikan secara diskriptif dimana suhu permukaan laut
dan klorofil-a merupakan veriabel bebas dan titik zona tangkapan ikan
merupakan yang terkait. Menurut (Gaol dan Sadhotomo, 2007), distribusi dan
kelimpahan sumber daya hayati disuatu perairan, tidak terlepas dari kondisi dan
variasi parameter oseanografi. Nilai dari konsentrasi klorofil-a yang digunakan
dalam penelitian ini dimulai dari 0,2 mg/m3 – 2 mg/m3 dan suhu permukaan laut
27°C – 30°C umumnya dengan nilai kisaran tersebut merupakan ekosistem yang
baik untuk ikan dapat hidup. Keberadaan konsentrasi klorofil-a diatas 0,2mg/m3
mengindikasikan keberadaan plankton yang cukup untuk menjaga kelangsungan
hidup ikan-ikan ekonomis penting (Zaenuddin et al, 2007).
Klorofil-a diperairan Utara Pulau Jawa berkisaran dari 0,2 – 1,99 mg/m3
yang berarti perairan di kota Semarang sangat subur. Zona potensi penangkapan
ikan (Fishing Ground) adalah lokasi tempat ikan banyak berkumpul dimana
tempat tersebut dapat dilakukan penangkapan. Zona penangkapan ikan
dipengaruhi oleh parameter oseanografi salah satunya, suhu permukaan laut dan
klorofil-a diperairan. Penentuan daerah penangkapan ikan dapat didekati dengan
mencari indikator-indikator yang dapat mempengaruhi daerah penangkapan.
Berdasarkan penelitian ini didapat sebuah deskipsi secara umum bahwa
karakteristik suhu permukaan laut, daerah potensial penangkapan ikan berkisaran
antara 27°C – 30°C. Sedangkan daerah potensial tersebut memiliki konsentrasi
klorofil-a antara 0,3 mg/m3 – 0,4 mg/m3. Dalam penelitian ini menggunakan
teknologi yang dikenal dengan satelit penginderajaan jauh. Dengan Teknologi
penginderaan jauh dapat mempermudah mengetahui daerah-daerah yang
diprediksi sebagai kawasan tangkapan ikan. Ilmu dan teknologi sangat
dibutuhkan bagi nelayan supaya dalam kegiatan penangkapan ikan akan lebih
efektif dan efisien. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang informasi secara
spasial dan temporal lokasi yang prospektif dalam kegiatan penangkapan ikan.
47
Informasi mengenai variabilitas suhu permukaan laut dan sebaran klorofil-a
memiliki peranan penting sebagai sarana untuk penentuan lokasi zona potensi
penangkapan ikan.
Pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data citra satelit
berupa citra Aqua/ modis terra. Pengumpulan jenis data dan analisis dilakukan
pada bulan November 2019. Alat yang digunakan dalam proses pengolahannya
berupa laptop / PC (Personal Computer) dengan perangkat lunak sebagai
pengolahan data citra, perangkat lunak tersebut yaitu, SeaDAS 7.5, ER MAPPER
7.1 dan ArcGIS 10.4. Data permukaan laut dan klorofil-a yang digunakan pada
penelitian ini didapatkan dengan mengunduh dari oceancolor.gsfc.nasagov.
Teknik Pengolahan dan Analisis Data :
a. Download data MODIS TERA
Citra satelit suhu permukaan laut dan klorofil-a diunduh dari satelit MODIS
level 3 dengan resolusi spasial 4 km dan temporal bulanan. Alamat situs
pengunduhan (oceancolor.gsfc.nasagov). Pada level ini, data citra telah
terkoreksi radiometric dan geometric, serta algoritma telah diterapkan secara
otomatis. Kemudian pada periode bulanan dipilih dengan alasan, karena citra
harian banyak yang terhalang atau tertutup awan sehingga tidak dapat
dilakukan sebuah pengambilan informasi pada data tersebut. Sehingga data
digital number pada daerah tersebut kosong.
b. Cropping citra
Sementara itu, pemotongan citra (cropping) dilakukan untuk mendapatkan
citra yang hanya memuat wilayah penelitian saja. Cropping atau pemotongan
pada citra dilakukan dengan menggunakan software SeaDAS 7.5
c. Ekstrak nilai pixel (x,y)
Nilai pixel suhu permukaan laut dan klorofil-a digunakan menggunakan
software SeaDAS 7.5
d. Analisis Contour
Pada pemprosesan ini dilakukan menggunakan perangkat software berupa
ArcGIS 10.4 dengan mengubah interpolasi kedalam contour.
e. Overlay
48
Titik zona tangkap ikan ditentukan dengan cara melihat contour sebaran
suhu permukaan laut dan klorofil-a yang saling berpotongan satu sama lain.
Nilai konsentrasi klorofil-a yang digunakan untuk keperluan dimulai dari 0,2
mg/m3 dan suhu permukaan laut 27°C - 30°C umumnya dengan nilai kisaran
ini merupakan ekosistem yang baik untuk ikan dapat hidup
49
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Setelah dilakukannya berbagai macam pengujian pada proses
pengolahan data citra dan proses pembuatan informasi maka dapat
disimpulkan:
1. Dengan adanya peta prediksi daerah potensi penangkapan ikan diharapkan
dapat membantu memudahkan nelayan dalam meningkatkan hasil produksi
secara signifikan. Dengan meningkatnya hasil produksi tangkapan akan
memberikan dampak positif bagi Negara dalam hal pendapatan suatu
Negara.
2. Citra Modis Terra dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk pembuatan peta
Perikanan Daerah Potensi Ikan. Penentuan titik zona tangkap ikan dapat
dilakukan analisis menggunakan tiga software diantaranya SeaDAS 7.5, Er
mapper 7.1, dan ArcGIS 10.4 dengan memperhatikan parameter antara lain
sebaran klorofil-a dan sebaran suhu permukaan laut dalam bentuk contour.
3. Penelitian selanjutnya perlu dilakukannya penambahan parameter dan
melakukan permusim dalam menentukan zona potensi tangkapan ikan
seperti penambahan parameter upwelling, kecepatan arus, salinitas dan
parameter lain yang dapat memberikan pengaruh terhadap persebaran ikan
di perairan tersebut.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan oleh penulis berdasarkan penelitian yang
dilakukan ini adalah perlu adanya waktu yang relatif cukup lama untuk
menyelesaikan penelitian tersebut, dikarenakan dalam proses pengambilan
data-data citra satelit membutuhkan waktu yang cukup panjang, kondisi cuaca
yang tidak mendukung dalam pengambilan data cek lapangan juga
mempengaruhi penyusunan penelitian ini sehingga memakan waktu yang lama
untuk mencari kondisi cuaca yang bagus dalam proses survey lapangan.
50
Dalam pengolahan data diperlukannya ketelitian dalam penggunaan system
algoritma ke dalam editor Er mapper.
51
Daftar Pustaka
Arief, Goes. 2015. https://www. google.com/amp/s/ariefcasanova.wordpress.com
/2015/03/23/definis -pengindraan-jauh-menurut-para-ahli/amp/
Arif, Krabass. 2016. https://id.scribd.com/doc/304980479/CGISE-uji-Ketelitian-
Pengukuran-Data-Bathymetry
Adrim, M., Fahmi. 2010. Panduan Penelitian Untuk Ikan Laut. Pusat Penelitian
Oseanografi – LIPI. Jakarta
Anonymous, 2000. Departemen Kelautan dan Perikanan Tetapkan 9 (Sembilan)
Kebijakan Strategis. Pada Siaran Pers Tanggal 19 Desember 2000
Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Anonymous, 2000. Mempercepat Pemulihan Ekonomi dan Memperkuat
Landasan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Jakarta
BROK-SeaCORM, 2007. Perkembangan PPDPI di Wilayah Perairan Indonesia
tahun 2004-2006. BROK – DKP.
Danillala.2017.https://m.kaskus.co.id/show_post/597c8dbcdcd77065758b4567/2/-
Fauzan. 2011. Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan
Cakalang(Katsuwonus pelamis) Berbasis sistem Informasi Geografis
Diperairan Teluk Tomini Provinsi Gorontalo. Fakultas Ilmu
Kelautan dan Perikanan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Ghazali, Iqbal dan Manan, Abdul.2012. Prakiraan Daerah Penangkapan Ikan Di
Selat Bali Berdasarkan Data Citra Satelit. IPB-Bogor.
Gitolius. 2010. http://maribelajargeografi.blogspot.com/2010/03/sistem-informasi-
geografi-sig.html?m=1
Hasyim, Bidawi dkk, 2009. BERITA INDERAJA, Volume VIII, No. 15.
Informasi Spasial Zona Penangkapan Ikan Untuk Peningkatan Hasil
Tangkapan Ikan. LAPAN.Jakarta.
Johny, Pamungkas. 2018. http://mancingmania.com/3-karakteristik-ikan-berdasa
kan-habitat-dan-kedalaman-air/
Khrysti, Putri. 2019. https://duniakumu.com/teknologi-inderaja-untuk-penangkap
52
an-ikankomponen-komponen-penginderaan-jauhpenerapan-teknologi
-inderaja-untuk-penangkapan-ikan-%EF%BB%BF/2/
LAPAN:Jakarta,2011.http://repository.lapan.go.id/index.php?p=show_detail&id=
4125
Lillesand, T.M. dan R. W. Kiefer 1990.Penginderaan Jauh dan Interptretasi
Citra.Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.
Lincoln, Yvona S dan Egon, G. Guba. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills :
Sage Publications.
Martono, 2006. Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia
Berbasis Model Laut dalam Prosiding Seminar Nasional Aplikasi
Sains dan Teknologi
Muhamad, Nurdiansa. 2017. http://Karya- ilmiah.um.ac.id/index.php/Geografi
/article/view/54796
Munthe, Sumantri R, and Fauziyah, fauziyah, and Agussalim, Andi. 2018.
http://repository.unsri.ac.id/1598/
Nahib, Ir.Irmadi dkk. 2010. Prediksi Sebaran Fishing Ground Menggunakan Data
Modis Multitemporal, Oseanografi Dan Kearifan Lokal Divalidasi
Dengan Hasil Tangkapan Real Yang Terplot Spasial. Badan
Koordinasi Survei Dan Pemetaan Nasional. Jakarta.
Nazir, M. 1983. Metode Ilmiah. PT Ghhalia Indonesia. Jakarta
Patton, Michael Quinn.1987.Qualitative Evaluation Methods, Beverly Hills : Sage
Pulications.
Prasetyo, H,.1996. Konsep Benua Maritim Indonesia Untuk Mengaktualisasikan
Wawasan Nusantara.Makalah Disajikan Dalam Seminar Bmi (Benua
Maritim Indonesia). Naskah 1 (Konsepsi Bmi) Di Lemhanas .Juni
1996.Kerjasama Bppt – Wanhankamnas. Jakarta.
Radiak, Kharil Insanu. 2017. http://iptek.its.ac.id http://iptek.its.ac.id /index.php
/geoid/article/view/2388/1956/
Raharjo, M.T. 2009. Aplikasi Citra Satelit Aqua MODIS untuk Prediksi Daerah
Tangkapan Ikan (Studi Kasus Perairan di Sekitar Surabaya dan Pulau
Madura).Surabaya : Tugas Akhir Jurusan Fisika, ITS.
53
Rina Julita, Mr. Mujiono. 2019. http://jfmr/article/view/347
Risandi, Dwirama Putra. 2018. http://repository.umrah.ac.id/1702/
Siddik Thoha, Achmad. 2008. Karya Tulis Karakteristik Citra Satelit. Departemen
kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Suryabrata, S. 1993. Metodologi Penelitian. Rajawali.Jakarta. 115 hal.
Unknown. 2014. http://hantulaut-49.blogspot.com/2014/11/a.html?m=1
Xie, xie. 2014. https://id.scribd.com/doc/229599382/Laporan-Pkl
Yunita, Nur. 2020. https://www.academia.edu.19576192/Laporan_Penggunaan
_Peta
Zainuddin, M. dan Safruddin, 2008.Prediksi Daerah Penangkapan Ikan Cakalang
Berdasarkan Kondisi Oseonografi Diperairan Kabupaten Takalar
Dan Sekitarnya. Jurnal Sains Dan Tegnologi. Fakultas Ilmu Kelautan
Dan Perikanan. Universitas Hasnuddin. Makassar.
54
LAMPIRAN
55
Lampiran 1. Surat Terima Observasi Dinas Kelautan Dan Perikanan
56
Lampiran 2. Rumus algoritma tiap parameter
ALGORITMA KLOROFIL
CITRA MODIS
ALGORITMA SUHU
PERMUKAAN LAUT CITRA
MODIS
“If (INPUT1>0.1) and
(INPUT1<0.5) then INPUT1 else
null”
“If (INPUT1>25) and
(INPUT1<30) then INPUT1 else
null”
57
Lampiran 3. Peta Klorofil-a perairan Semarang
58
Lampiran 4. Peta Suhu Permukaan Laut
59
Lampiran 5. Peta Zona Fishing Ground
60
Lampiran 6. Peta Administrasi Kota Semarang