MEMAHAMI KEBUDAYAAN DALAM
KONTEKS KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Disusun Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Konseling Lintas Budaya
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Mungin Eddy Wibowo, M.Pd. Kons.
Oleh
Inayatul Khafidhoh
0105513019
Rombel A
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
Kata budaya secara umum dipergunakan dalam kehidupan sehari-hari dan
mayoritas merasa tahu artinya. Budaya adalah sebuah konsep yang cukup sulit
didefinisikan secara formal (Matsumoto, 2004:5). Menurut Matsumoto (2004:7),
Budaya merupakan suatu konstruk individual-psikologis sekaligus konstruk
sosial-makro. Artinya, bahwa sampai batas tertentu, budaya ada didalam setiap
dan masing-masing diri kita secara individual sekaligus ada sebagai sebuah
konstruk sosial-global. Budaya menyentuh segala aspek kehidupan manusia
sehingga budaya memiliki pengertian yang kompleks. Budaya lebih dari sekedar
suatu produk yang pasif melainkan hidup dinamis dan menjadi bagian integral
yang tidak dapat dipisahkan dari manusia (Dayakisni, 2008). Budaya merupakan
seperangkat sikap, nilai, keyakinan dan perilaku yang dimiliki oleh sekelompok
orang namun ada derajat perbedaan pada setiap individu, dan dikomunikasikan
dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya merupakan system pengetahuan
dan pemahaman manusia sehingga bersifat abstrak.
Di dalam budaya terdapat suatu kontak antar budaya, baik secar langsung
maupun tidak langsung. Kontak budaya dapat berupa komunikasi. Komunikasi
antar budaya merupakan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh mereka
yang berbeda latar belakang kebudayaan (Liliweri, 2004:9). Ada beberapa faktor
yang mendorong perkembangan kontak antar budaya yaitu Segi internasional,
satelit dan kesadaran manusia. Dari segi internasional dapat berupa
telekomunikasi dan transportasi. Teknologi komunikasi dan transportasi telah
menyatukan dunia dengan penduduk yang berbeda pandangan politik, sistem
sosial dan kepercayaan. Komunikasi dan transportasi membawa bangsa-bangsa ke
dalam “Era Globalisasi”. Meningkatnya teknologi komunikasi dan transportasi
menciptakan suatu jaringan komunikasi dunia. Satelit, dapat berupa satelit
komunikasi ini memungkinkan jumlah manusia yang banyak dengan jarak yang
berjauhan dapat dibujuk, diajarkan dan dihibur secara serentak dalam satu waktu
2
yang sama. Kesadaran manusia, dapat diartikan kesadaran manusia dan bangsa
akan adanya kesempatan dan kebutuhan sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan
kejiwaan, termasuk kebutuhan akan informasi. Dengan informasi orang dapat
mengetahui apa yang telah, sedang dan akan terjadi di suatu masyarakat atau
negara, serta dapat mengetahui tindakan yang harus dilakukan untuk memperbaiki
hidupnya sehingga terjadi perubahan.
Perubahan sosial budaya adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang
diterima yang disebabkan oleh perubahan pada kondisi geografis, kebudayaan
material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi dan
penemuan baru dalam masyarakat itu sendiri (Gillin dan Gillin). Perbuhan sosial
budaya dipengaruhi oleh factor dari dalam masyarakat dan luar masyarakat, yaitu
adanya kontak dengan kebudayaan lain, Sistem pendidikan formal yang maju,
Toleransi, Sistem stratifikasi terbuka, Penduduk yang heterogen, Ketidakpuasan
masyarakat terhadap berbagai bidang kehidupan, Orientasi masa depan,
Pandangan bahwa manusia harus senantiasa berusaha untuk memperbaiki
hidupnya. Perubahan sosial budaya menimbulkan efek yang ditimbulkan dalam
psikologisnya, yaitu ada efek positif dan efek negative. Efek positif terjadi jika
masyarakat dengan kebudayaan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan.
Efek negative terjadi jika masyarakat dengan kebudayaan tidak mampu
menyesuiakan dengan perubahan.
Dari sudut pandang antropologi, kesamaan dan perbedaan sama
pentingnya bagi kehidupan manusia. Tanpa ada kesamaan tidak mungkin ada
keteraturan dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, adanya perbedaan budaya
juga merupakan keniscayaan yang Allah ciptakan pada manusia (Supriadi,
2001:17). Oleh Karena itu, setiap usaha untuk menciptakan uniformitas budaya
atau memaksakan terjadinya monokulturalisme total pada dasarnya bertentangan
dengan pesan Allah.
3
BAB II
PEMBAHASAN
MEMAHAMI KEBUDAYAAN DALAM KONTEKS
KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
A. Pengertian Kebudayaan
Arti kebudayaan dapat dilihat secara etimologis dan antropologis (Basrowi,
2005:70-71). Secara etimologis, kebudayaan telah diartikan oleh beberapa ahli.
Menurut Koentjaraningrat, Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa
Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi
atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin
Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah
tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam
bahasa Indonesia sebagai segala daya upaya serta tindakan manusia untuk
mengolah tanah dan merubah alam. Bekker (1994) menyatakan asal kata
kebudayaan adalah dari kata abbyudaya sebagai hasil baik, kemajuan,
kemakmuran, kebahagiaan, kesejahteraan moral dan rohani, maupun material dan
jasmani.
Secara antropologis kebudayaan juga telah didefinisikan oleh beberapa
ahli. Pengertian paling tua atas kebudayaan diajukan oleh Edward Burnett Taylor,
yang mengartikan bahwa kebudayaan sebagai keseluruhan yang kompleks yang
didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat dan kemampuan serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai
anggota masyarakat. Koentjaraningrat (1938) juga menggunakan perspektif
antropologi, mengartikan kebudayaan sebagai “keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar”
4
Liliweri (2011:109), pengertian kebudayaan juga dapat dilihat dalam
pandangan sosiologis dan humanistik. Dictionary of Modern Sociology
mendeskripsikan kebudayaan adalah “keseluruhan total atau pengorganisasian
way of life termasuk nilai-nilai, norma-norma, institusi, dan artifak yang dialihkan
dari satu generasi kepada generasi berikutnya melalui proses belajar. Sedangkan
pada pandangan humanis dalam Dictionary of Cultural Lliteracy,
mendeskripsikan kebudayaan adalah “jumlah” dari seluruh sikap, adat istiadat,
dan kepercayaan yang membedakan sekelompok orang dengan kelompok lain,
kebudayaan ditransmisikan melalui bahasa, objek material, ritual, institusi
(misalnya sekolah), dan kesenian dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian bahwa
kebudayaan adalah gabungan dari manifestasi kebiasaan sosial dari suatu
masyarakat yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, dan adat istiadat.
B. Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan ibarat sebuah bagasi dalam mobil yang dibawa individu dalam
perjalanan. Mungkin sesekali waktu, individu lupa membawa bagasi itu dan
individu tidak sadar bahwa dalam bagasi itu berisi segala sesuatu yang dibutuhkan
untuk memperjuangkan hidup, seperti makanan, minuman, pakaian dan beraneka
macam kebutuhan. Apabila bagasi-bagasi bertumpuk bersama bagasi-bagasi milik
orang lain dalam gerbong kereta, maka keadaan itu diibartakan dengan terjadinya
pertemuan antar budaya yang melambangkan pertemuan berbagai kebutuhan
manusia seperti makanan, minuman maupun informasi. Alloliliweri (2011:117)
menyajikan unsur-unsur kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai berikut.
1. Sejarah kebudayaan
Sejarah kebudayaan suatu masyarakat merupakan batu sendi bagi
kepentingan menganalisis dan memahami kebudayaan. Pada sebagian masyarakat,
upaya untuk menelusuri keturunan suatu keluara dapat diketahui melalui “pohon
keluarga” (susunan perkawinan dari suatu generasi ke generasi berikutnya).
Dalam penelusuran tersebut pasti turut menggambarkan nillai-nilai budaya, norma
5
budaya, dan perilaku individu, nilai dan norma serta perilaku kelompok budaya
tertentu. Misalnya candi, masjid tua, perkampungan tradisional yang
menggambarkan sejarah kejayaan kebudayaan masa lalu.
2. Identifikasi sosial
Para anggota dari setiap budaya mempunyai suatu keunikan yang dijadikan
sebagai dientitas sosial untuk menyatakan tentang siapa mereka dan mengapa
mereka ada. Dengan kata lain kebudayaan dapat mewakili suatu perilaku personal
atau kelompok.
3. Budaya material
Budaya material merupakan hasil produksi suatu kebudayaan berupa benda
yang dapat ditangkap indra. Misalnya, makanan, pakaian, metode perjalanan, alat-
alat teknologi. Budaya material tidak hadir dengan sendirinya tetapi dibangun
berdasarkan nilai-nilai tertentu.
4. Peranan relasi
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam peran adalah status sosial.
Apabila status merupakan gambaran tentang kedudukan dalam suatu masyarakat
maka peran menunjukkan aspek dinamis dari kedudukan orang itu. Maka dari itu
setiap kebudayaan selalu mempunyai norma-norma tertentu yang membenarlan
peran seseorang berdasarkan umur, pekerjaan, asas sopan santun, dan gender.
5. Kesenian
Semua kebudayaan meliputi gagasan dan perilaku yang menampilkan pula
segi-segi estetika untuk dinikmati dan itu seringkali disebut sebagai seni.
Misalnya musik, tarian, upacara ritual.
6. Bahasa dan interaksi
Penggunaan bahasa dapat memberika penjelasan yang bermanfaat tentang
suatu permasalahan dengan melihat sebab-akibat berdasarkan kenyataan untuk
tujuan praktis.
7. Stabilitas kebudayaan
Stabilitas kebudayaan berkaitan erat dengan dinamika kebudayaan, yaitu
proses dan kondisi yang berkaitan dengan perubahan kebudayaan. Semua
6
kebudayaan mempunyai kemmapuan untuk mempertahankan diri dari ancaman
perubahan baik dari dalam maupun dari luar.
8. Kepercayaan atas kebudayaan dan nilai
Setiap kebudayaan harus memiliki nilai-nilai dasar yang merupakan
pandangan hidup dan sistem kepercayaan dimana semua pengikutnya berkiblat.
9. Etnosentrisme
Etonosentrisme yaitu paham dimana para penganut suatu kebudayaan atau
suatu kelompok merasa lebih superior dibanding kelompok yang lain.
10. Perilaku non verbal
Perilaku non verbal yaitu cara berkomunikasi melalui pernyataan wajah, nada
suara, isyarat, kontak mata, dan lain-lain.
11. Hubungan antar ruang
Unsur lain dari kebudayaan yaitu bagaimana cara untuk menggunakan ruang.
Misalnya di Indonesia tangan kanan lebih dominan digunakan daripada tanngan
kiri karena kesopanan.
12. Konsep tentang waktu
Unsur lain dari kebudayaan yaitu bagaimana cara untuk menggunakan waktu.
Misalnya di Indonesia penghitungan tanggalan Jawa.
13. Pengakuan dan ganjaran
Setiap kebudayaan memiliki nilai untuk memahami perihal sukses dan
kegagalan. Misalnya selamat atas kelahiran anaknya, selamat telah lulus ujian, dll.
14. Pola pikir
Cara berpikir yang menunjukkan cara suatu budaya atau suatu kelompok
memandang keputusan yang akan diambil.
C. Faktor-Faktor Personal dan Hubungan Antarpribadi yang
Mempengaruhi Komunikasi Antarbudaya
Faktor-faktor personal yang mempengaruhi komunikasi antarbudaya yaitu:
1. Faktor psikologis
Faktor personal selalu dikaitkan dengan faktor psikologis, seperti persepsi,
memori dan motivasi. Persepsi yaitu bagaimana seseorang menilai diri sendiri
7
sebagai orang berharga lalu bagaimana melihat orang lain dan dunia sekeliling.
Memori merupakan kemampuan individu untuk menyimpan sesuatu (ada yang
mampun menyimpan banyak informasi dan ada yang hanya menyiman sedikit
data). Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri yang diarahkan menuju ke
suatu sasaran yang mempunyai daya tarik karena sesuatu itu harus dicari atau
dituju untuk memenuhi kebutuhannya. Faktor-faktor psikologis itu bisa muncul
dari dalam diri (disposisi) atau ditampilkan sebagai respons terhadap stimulus
yang datang dari luar diri.
2. Faktor personal sebagai identitas diri
Dalam komunikasi, identitas sering memberikan tidak saja makna tentang
pribadi seseorang tetapi juga ciri khas sebuah kebudayaan yang
melatarbelakanginya. Pengertian identitas dalam tataran hubungan antarmanusia
yaitu tentang bagaimana meletakkan seorang ke dalam tempat orang lain
(komunikasi yang empati), atau sekurang-kurangnya meletakkan atau membagi
(to share) pikiran, perasaan, masalah, rasa simpatik (empati), dan lain-lain dalam
sebuah proses komunikasi (antarbudaya).
3. Identitas pribadi
Identitas personal didasarkan pada keunikan karakteristik pribadi seseorang.
Individu mempunyai suatu yang berbeda dengan orang lain seperti kemampuan,
talenta, dan pilihan; dibandingkan dengan orang lain. Pribadi dan identitas sosial
terbentuk oleh identitas budaya.
Faktor-faktor hubungan antarpribadi yang mempengaruhi komunikasi
antarbudaya, yaitu
1. Sifat antarbudaya yang berpengaruh terhadap interaksi
2. Masalah kredibilitas
3. Derajat kesamaan komunikatir dengan komunikan
4. Kemampuan menyampaikan pesan verbal antarpribadi
5. Kemampuan menyampaikan pesan non antarpribadi
8
D. Efek Komunikasi Antarbudaya
Secara umum, sebenarnya tujuan komunikasi antarbudaya antara lain untuk
menyatakan identitas sosial dan menjembatani perbedaan antarbudaya melalui
perolehan informasi baru, mempelajari sesuatu yang baru yang tidak pernah ada
dalam kebudayaan, serta sekedar mendapat hiburan atau melepaskan diri.
Efektivitas komunikasi antarbudaya didahului oleh hubungan antarbudaya.
Hubungan antarbudaya bukan terjadi sekilas tetapi terus menerus sehingga
kualitasnya berubah dan mengalami kemajuan ke arah kualitas hubungan yang
baik dan semakin baik. Efektivitas komunikasi antarbudaya kerap kali ditentukan
oleh iklim komunikasi yang positif. Iklim komunikasi yang positif akan
mendukung fungsi komunikasi sedangkan iklim komunikasi yang negatif akan
menghambat fungsi komunikasi. Iklim komunikasi ditentukan oleh tiga faktor
yaitu faktor derajat kognitif, perasaan positif dan tindakan yang menunjukkan
kemampuan.
E. Realita Pertemuan Budaya
Seiring mengecilnya dunia akibat globalisasi kapitalisme dan perkembangan
teknologi informasi, maka kemungkinan bertemunya antar orang – orang dari
berbagai belahan dunia semakin besar pula. Pertemuan yang tidak harus secara
real fisik melainkan dapat melalui media – media simbolik transmisioner
semacam: telepon, televise atau internet. Pertemuan yang tidak mungkin dihindari
jika masih ingin exsist daripada mengambil pilihan lain yaitu menghindar
(withdrawl) dan kemudian tertinggal lalu terpuruk pada akhirnya. Pertemuan yang
bukan hanya antar orang – perorang semata, melainkan sesungguhnya juga
pertemuan antar budaya.
Akibatnya adalah persoalan benturan budaya semakin mengemuka. Persoalan
yang tidak sekedar menuntut perpecahan melainkan lebih pada pemahaman dan
kesadaran: akan keberagaman budaya yang membawa pada kemampuan:
beradaptasi, menerima perbedaan, membangun hubungan yang luas, mengatasi
konflik interpersonal, dan memenangkan globalisasi.
9
Diakui hubungan antar budaya adalah suatu tantanga besar bagi manusia. Di
dalamnya terdapat kepastian akan adanya perbedaan yang kadang menyakitkan
terutama ketika dihadapkan pada pengambilan keputusan dan kepastian akan
kemungkinan mengalami konflik serta keharusan menerima perbedaan. Contoh
yang sangat kecil saja, di dalam budaya Jawa memberikan sesuatu kepada
siapapun terutama kepada orang yang lebih tua dengan menggunakan tangan kiri
adalah hal yang sangat tidak sopan. Sebaliknya hal ini sendiri bukanlah suatu hal
yang bernilai bagi orang – orang dari budaya barat. Selanjutnya menjadi persoalan
ketika orang Jawa pergi ke Eropa dan pada suatu ketika si anak penjual korang
memberikan korannya dengan tangan kiri. Disinilah kemungkinan konflik muncul
dan menuntut kesadaran akan perbedaan budaya.
Disisi lain tantangan tersebut sesungguhnya juga memberikan kesempatan
besar bagi umat manusia. Kesempatan untuk menambah wacana sekaligus
mengaktualisasikan potensi dan keunikan masing – masing. Kesempatan untuk
menampilkan warna masing – masing dan membuat lebih indah taman dunia
dengan bunga yang beraneka warna.
Namun demikian untuk dapat menemukan kesempatan tersebut mensyaratkan
adanya keberanian membuka diri sekalipun keberanian dan kejujuran untuk
melihat diri dan budaya sendiri. Ketakutan, kekolotan, dan seringkali
kesombongan diri yang kaku, merasa budaya sendiri yang benar (ethnocentrism)
kadang yang malah muncul dan menghalangi penilaian diri yang jujur yang
ujungnya menghambat diri untuk maju.
Sangat mungkin menghadapi kepastian konflik tersebut, ada individu yang
lebih memilih menghindari konflik dengan jalan menghindari pertemuan dengan
individu dari latar budaya lain dan sebaliknya memilih hanya berdiam dalam
kelompoknya (In his own cultural group). Dengan hanya bergaul dan
mengembangkan eksistensi diri pada kelompoknya sendiri member individu
tersebut rasa aman, terhindar dari kesulitan adaptasi karena sudah adanya
kesamaan identitas dan lepas dari kemungkinan konflik karena tidak ada
perbedaan kebiasaan. Namun dengan mengembangkan hidup hanya pada satu
kelompok sesungguhnya malah berarti membeda – bedakan diri dan menjadikan
10
orang lain semakin berbea dan hal ini pada dasarya malah menciptakan
kemungkinan konflik lain semakin berbeda dan hal ini pada dasarnya malah
menciptakan kemungkinan konflik yang lebih besar. Selain itu individu tersebut
juga akan kehilangan banyak informasi serta wacana baru yang menjadi kunci
untuk exist di dunia yang tak pernah berhenti berubah ini. Terlebih penting
individu itu kehilangan kesempatan untuk belajar dan beraktualisasi diri yang
lebih baik. Maka dari itu, kesadaran yang disertai keberanian untuk menerima
perbedaan adalah hal yang jauh lebih indah dan menjadi satu – satunya syarat
untuk melangkah maju tanpa memaksakan diri untuk menjadi seragam.
Dengan keberanian untuk membuka diri hubungan dengan banyak manusia
dari berbagai macam budaya, berarti kita mengembangkan diri, mendapat banyak
wacana baru, menambah lebih banyak saudara ataupun relasi, dan itu berarti
membuka pintu kesempatan. Membuka diri memiliki makna mau memehami
orang lain, menerima budaya lain, dan siap untuk berbeda (Johnson, 1993).
Pemaparan di atas memberikan gambaran ringkas betapa kompleksnya
masalah hubungan manuia dalam konteks antar budaya, namun sekaligus
menawarkan suatu kesempatan luar biasa besar bagi kemajuan kemanusiaan dan
peraaban. Sementara bagi akademisi, hal tersebut merupakan persoalan baru yang
sangat menarik untuk dikaji secara mendalam dalam kerangka ilmiah, khususna
bagi cabang – cabang humaniora.
Konseling yang berfokus pada ilmu psikologi sebagai salah satu cabang ilmu
pengetahuan yang objek studinya adalah perilaku manusia tentu harus turut
mengkaji dan mengembangkan ranah penelitiannya pada masalah ini pula,
masalah manusia serta perilakunya dalam hubungan lintas budaya. Psikologi
harus mengembangkan suatu pendekatan baru, pendekatan psikologi lintas
budaya. Pengembangan pendekatan sebagai bagian dari proses tanpa henti
membangun psikologi.
11
BAB III
PENUTUP
Kebudayaan adalah gabungan dari manifestasi kebiasaan sosial dari suatu
masyarakat yang didalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan,
kesenian, moral, hukum, dan adat istiadat. Kebudayaan ibarat sebuah bagasi
dalam mobil yang dibawa individu dalam perjalanan. Mungkin sesekali waktu,
individu lupa membawa bagasi itu dan individu tidak sadar bahwa dalam bagasi
itu berisi segala sesuatu yang dibutuhkan untuk memperjuangkan hidup, seperti
makanan, minuman, pakaian dan beraneka macam kebutuhan. Apabila bagasi-
bagasi bertumpuk bersama bagasi-bagasi milik orang lain dalam gerbong kereta,
maka keadaan itu diibartakan dengan terjadinya pertemuan antar budaya yang
melambangkan pertemuan berbagai kebutuhan manusia seperti makanan,
minuman maupun informasi. Efektivitas komunikasi antarbudaya didahului oleh
hubungan antarbudaya. Hubungan antarbudaya bukan terjadi sekilas tetapi terus
menerus sehingga kualitasnya berubah dan mengalami kemajuan ke arah kualitas
hubungan yang baik dan semakin baik. Efektivitas komunikasi antarbudaya kerap
kali ditentukan oleh iklim komunikasi yang positif.
12
DAFTAR PUSTAKA
Basrowi. 2005. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia
Dayakisni, Tri dan Salis Daniarti. 2008. Psikologi Lintas Budaya. Malang: UMM Press
Gibson dan Mitchell. 2011. Bimbingan dan Konseling. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Liliweri, Alo. 2011. Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Jogjakarta: Pustaka Pelajar
Supriadi, Didi. 2001. Konseling Lintas Budaya Isu-Isu dan Relevansinya Di Indonesia. Depdiknas:UPI