Download - Mega_Blok 19_Skenario 3_Jump 7 Dan Dapus
Jump 7
Diagnosis Banding
Dermatitis Seboroik
1. Definisi
Keratosis seboroik adalah tumor jinak (benigna) epithelial yang paling umum
ditemukan. Tumor keratosis seboroik tidak bisa menjadi ganas (maligna). Lesi-lesi
keratosis seboroik adalah lesi herediter yang umumnya muncul pada usia pertengahan dan
usia lanjut, berlangsung seumur hidup, dan bersifat jinak, sehingga tidak membutuhkan
terapi kecuali untuk kepentingan kosmetik. Namun, lesi-lesi tersebut dapat mengalami
iritasi atau trauma disertai perdarahan dan nyeri.
Lesi pada keratosis seboroik berukuran kecil, berupa papul yang sedikit meninggi
hingga plak dengan permukaan berkutil dan tampak seperti menempel pada permukaan
kulit (“Stuck-On” appearance). Keratosis seboroik jarang terjadi pada usia di bawah 30
tahun dan lebih banyak terjadi pada pria. Nama lain dari keratosis seboroik adalah veruka
seboroik.
2. Etiologi
Etiologi keratosis seboroik belum diketahui dan hubungannya dengan malignansi pun
belum jelas diketahui. Meskipun etiologi dan patogenesis penyakit ini masih
diperdebatkan, dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir diperoleh pengetahuan-
pengetahuan baru.
Keberadaan Human Papilloma Viruses (HPVs) telah diujicobakan karena keratosis
seboroik memiliki kemiripan gambaran histologi dengan kutil (hiperkeratinisasi,
akantosis, dan papillomatosis pada lapisan epidermis); namun hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara Human Papilloma Viruses (HPVs)
dengan keratosis seboroik. Namun, faktor lain seperti paparan sinar matahari terlibat
dalam terjadinya keratosis seboroik.
Keratosis seboroik multipel diperkirakan terjadi karena ciri keluarga, dengan
transmisi gen autosomal dominan. Predisposisi genetik, mungkin berdasarkan pola
mosaik dari respon yang menyimpang terhadap faktor pertumbuhan dan penghambat
epidermis.
3. Patogenesis
Patogenesis penyakit keratosis seboroik belum diketahui secara pasti. Diperkirakan,
patogenesis terjadinya keratosis seboroik adalah transmisi gen autosomal dominan
(herediter) atau bisa berasal dari keratinosit infundibulum folikel rambut.
Perubahan esensial pada kulit yang terjadi adalah akumulasi antara keratinosit normal
pada stratum basalis dengan permukaan keratinisasi pada epidermis. Melanosit dapat
berproliferasi di antara keratinosit-keratinosit imatur ini dan mentransferkan melanin.
Papilla dermis dapat memanjang. Keratinisasi fokal dapat terjadi dalam massa sel-sel
imatur untuk membentuk kista tanduk, yang membesar, bersatu, dan terangkat ke
permukaan oleh pergerakan sel epidermis. Jika pembentukan dan pelepasan kista tanduk
berlebihan, akan terbentuk permukaan yang verukous. Papillomatosis yang jelas juga
akan menyebabkan gambaran menara gereja (‘church steeple’ ) dengan batas luar yang
irregular, yang mengandung keratin. Jika pada kontras, massa utama lesi terbentuk dari
sel-sel imatur, lesi akan berbentuk bundar dengan permukaan halus, dan jumlah
kumpulan melanosit serta derajat pigmentasi akan bervariasi. Sel-sel parenkim berukuran
agak kecil dan berbentuk poligonal, memiliki tonofibril dan jembatan interselular, dan
tersusun rapi.
Tipe patologik paling umum adalah tipe solid, di mana massa keratinosit imatur
terutama terlihat di atas permukaan epidermis sekelilingnya. Beberapa area kistik yang
mengandung fragmen stratum korneum terlihat di area ini. Tipe yang lebih jarang adalah
tipe kiperkeratotik, yang secara klinis sering disalahartikan sebagai keratosis aktinik.
Bentuk retikular adalah tipe ketiga terbentuk oleh untaian keratinosit; tipe ini sering
terlihat sebagai lesi datar pada kulit wajah.
Jika keratosis seboroik mengalami iritasi, mengembangkan pola yang tampak seperti
pertumbuhan yang terbalik, dan sering disertai dengan terbukanya folikel rambut,
diagnosis banding patologisnya dapat berupa invasi awal karsinoma sel skuamosa.
Keratosis seboroik yang mengalami iritas memperlihatkan area fokal gelungan keratinosit
dalam, apa yang disebut sebagai, pusaran skuamosa; tetapi gambaran mitotik jarang
terlihat, dan dasar lesi memperlihatkan batas yang jelas dari jaringan dermis, tanpa invasi
sel tunggal.
4. Diagnosis
Secara klinis, diagnosis keratosis seboroik dapat dengan mudah ditegakkan.
Manifestasi klinis dari keratosis seboroik berkembang seiring bulan dan tahun. Lesi
jarang terasa gatal, dan pada infeksi sekunder dapat timbul nyeri.
Lesi awal keratosis seboroik berupa papul kecil, 1-3 mm, yang selanjutnya
berkembang menjadi plak yang lebih besar; dengan atau tanpa pigmen. Lesi umumnya
berwarna cokelat muda, cokelat tua, hitam, dan merah (eritema) yang menunjukkan
terjadinya inflamasi. Permukaan lesi terkesan berminyak dan tampak bertitik-titik halus
seperti permukaan tudung jari, jika dilihat dengan lensa pembesar. Lesi pada keratosis
seboroik memiliki tepi yang meninggi dan berbatas tegas, tidak seperti lesi seperti lentigo
(benigna dan maligna) yang hanya berupa makula.
Lesi keratosis seboroik lebih lanjut berupa plak dengan permukaan berkutil,
hiperkeratotik dan tampak seperti tertempel di permukaan kulit (“Stuck-On”
appearance). Kista berbentuk tanduk kadang dapat terlihat dengan menggunakan lensa
pembesar dan dapat didiagnosis dengan pemeriksaan dermoskopi yang selalu
menampakkan kista tersebut. Kista berukuran 1-6 cm. Terdapat pula nodul berpermukaan
rata, berbentuk bulat atau lonjong, berwarna seperti kulit normal, cokelat, abu-abu, atau
hitam.
Distribusi lesi pada keratosis seboroik dapat terisolasi atau generalisata. Lesi dapat
muncul di wajah, batang tubuh, ekstremitas atas, kepala, dan lain-lain. Pada orang
berkulit gelap, terdapat lesi-lesi kecil multipel yang berwarna hitam di kulit wajah, yang
dikenal dengan nama dermatosis papulosa nigra. Pada kasus keratosis seboroik, terdapat
banyak dermatoheliosis pada bagian tubuh yang terpapar matahari. Pada wanita, lesi
banyak terdapat pada bagian lipatan submammae.
Keratosis seboroik adalah neoplasma indolen benigna yang mudah diterapi dengan
eksisi. Meskipun jarang, kemunculan mendadak ratusan lesi dapat terjadi pada sindrom
paraneoplastik. Pasien dengan gambaran ini mungkin mengidap keganasan internal yang
menghasilkan factor pertumbuhan yang merangsang proliferasi epidermis.
Penegakan diagnosis dapat pula dibantu dengan melakukan kuretase; lesi pada
keratosis seboroik mudah terlepas jika telah sedikit saja dibekukan. Pada pemeriksaan
laboratorium dermatopatologi dapat ditemukan proliferasi keratinosit monomorf (dengan
papillomatosis yang jelas) dan melanosit, pembentukan kista tanduk. Beberapa lesi dapat
menunjukkan atipia pada keratinosit, yang menyerupai Bowen Disease (SCCIS),
karsinoma sel skuamosa atau sel gepeng (SCC), dan hal tersebut harus mejadi eksklusi
diagnosis. Pada tahun 1926, Freudenthal mendeskripsikan tiga gambaran utama kelaianan
histologi keratosis seboroik yang termanifestasi dalam bentuk patologi klinik yang
berbeda, yaitu: proliferasi sel basalis dan sel skuamosa, hiperpigmentasi sel basalis, dan
infiltrasi sel limfositik dermis dan epidermis.
5. Penatalaksanaan
Keratosis seboroik adalah neoplasma indolen benigna yang mudah diterapi dengan
eksisi. Pada keratosis seboroik, terapi yang dianjurkan antara lain adalah bedah listrik,
bedah beku, dan bedah kimia. Biasanya, tindakan bedah kulit tidak terlalu rumit sehingga
persiapan penderita dapat sederhana saja. Walaupun demikian, persiapan penderita
dengan penyakit kronis, kardiovaskular, system imunitas, dan kelainan hematologic harus
diperhatikan. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan harus dilaksanakan.
Dengan bedah listrik atau elektrokauter, lesi pada keratosis seboroik dapat
dihilangkan secara keseluruhan. Kemudian, dasar lesi dapat pulan dikauterisasi untuk
menghindari rekurensi. Namun, prosedur ini dapat menghalangi verifikasi histopatologi
dan hanya bisa dilakukan oleh seseorang yang sudah berpengalaman melakukan bedah
listrik ini.
Bedah beku, atau cryosurgery, dengan menggunakan semprotan cairan nitrogen hanya
dapat bekerja pada lesi datar dan menimbulkan risiko yang lebih tinggi akan terjadinya
rekurensi penyakit.
Tatalaksana terbaik adalah kuretase lesi setelah sebelumnya sedikit dibekukan dengan
cryospray, di mana hal ini memungkinkan dilakukannya pemeriksaan histopatologi. Pada
lesi solid hitam dengan kista tanduk, tindakan yang wajib dilakukan untuk menghindari
melanoma malignan adalah punch biopsy.
DAFTAR PUSTAKA
Wolff, Klaus, Johnson, Richard Allen (2009). Fitzpatrick’s Color Atlas & Synopsis of
Clinical Dermatology. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill