Download - Masalah Budaya Di Bidang Teknik Geodesi
Masalah Budaya di Bidang Teknik Geodesi
I. Pengantar Kasus.
Dalam sistem Isian Pelaksanaan Anggaran yang ada saat ini,
sebenarnya terbuka peluang untuk menghargai inovasi secara lebih fair,
terbuka dan transparan.
Faktanya, ketika suatu pekerjaan penggambaran peta dihargai sebesar
x rupiah, maka seharusnya sama saja, baik itu dikerjakan selama 30 hari
ataupun 1 hari, karena menggunakan inovasi.
Budaya yang ada kadang membatasi sehingga inovasi tidak tumbuh,
lantaran honorarium dihitung dari jam kerja efektif, yang tercermin dari
logbook peneliti.
Hal itu membuat kadang-kadang ada peneliti yang sengaja
menyembunyikan inovasi yang ditemukannya, agar tidak ditiru oleh orang
lain. – Yang akan berpengaruh pada keunggulan kompetitifnya.
Di sisi lain, masih adanya budaya ‘Inlander’ yang lebih
mengagungkan ‘Best Practice’, ataupun teknologi dari luar negeri. – atau
setidaknya konsultan asing. Padahal bisa jadi yang dari luar negeri itu tidak
cocok untuk diterapkan dengan kondisi real/ nyata yang dihadapi saat ini,
atau yang ditemukan para peneliti kita sebenarnya justru lebih baik, bahkan
bisa diekspor. Pengalaman, pernah suatu rekomendasi inovasi hasil
penelitian kita baru diterapkan setelah disampaikan melalui konsultan asing.
Sumber :
http://ermapper.blogspot.com/2008/11/inovasi-bidang-keilmuan-
geodesi.html
http://www.google.co.id/masalah_budaya_bidang_geodesi.htm
1
II. Rumusan Kasus
Budaya ‘inlander’ yang mengagungkan ‘Best Practice’, teknologi dari
luar negeri, dan konsultan asing masih mendominasi penemuan dan
penerapan hasil kerja peneliti Indonesia.
III. Penjelasan Rumusan Kasus.
Dalam hal ini akan dijelaskan mengenai pengertian dari rumusan
kasus yang diambil dan maksud dari pengambilan rumusan kasus tersebut.
1. Pengertian Rumusan Kasus.
Dalam judul tersebut disebutkan kosakata yang terdengar asing
ataupun masih belum dimengerti, sehingga dilakukan pencarian lebih
lanjut mengenai makna dari kata-kata tersebut. Adapun arti dari kata-
kata tersebut adalah:
Budaya : 1. Pikiran, akal budi; 2. Adat istiadat; 3. Sesuatu
mengenai kebudayaan yang sudah berkembang; 4.
Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar
diubah.
Inlander : Pribumi, jiwa pribumi.
Mengagungkan : Menomorsatukan, mengedepankan, meninggikan.
Best Practice : Hasil kerja yang terbaik yang dikerjakan oleh
seseorang.
Teknologi : 1. Metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis,
ilmu pengetahuan terapan; 2. Keseluruhan sarana
untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan
bagi kelangsungan dan kenyaman hidup manusia.
Luar negeri : Suatu daerah di luar wilayah teritorial dan
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Konsultan asing : Ahli yang tugasnya memberi petunjuk,
pertimbangan, atau nasihat di suatu kegiatan
(penelitian, dagang, dsb); penasihat.
Mendominasi : Menguasai, merajai, membatasi.
2
Penemuan : Suatu hasil karya yang ditemukan oleh seseorang
Penerapan : Bentuk aktivitas berupa pengaplikasikan hasil
karya dalam kehidupan
Hasil kerja : 1. Hasil pekerjaan; 2. Hasil perbuatan, buatan,
ciptaan (terutama hasil karangan).
Peneliti : Orang yang tugasnya meneliti/ memeriksa
(menyelidiki, dsb) dengan cermat.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari uraian kasus
ini adalah :
“Suatu pikiran/ kebudayaan yang bersifat pribumi yang lebih
menomorsatukan hasil kerja yang terbaik, ilmu pengetahuan terapan
dari luar negari, maupun penasihat asing masih menguasai hasil
penemuan dan penelitian hasil pekerjaan peneliti dari negara
Indonesia.”
2. Maksud Pengambilan Judul
Terlihat bahwa saat ini banyak terjadi ketimpangan-
ketimpangan yang lebih mengagungkan sesuatu yang berasal dari luar
negeri, apalagi dari wilayah barat. Ketimpangan ini terjadi di hampir
seluruh sektor kehidupan, baik itu agama, moral, sosial, dan budaya.
Parahnya, hal ini pun merambah di bidang teknologi, seperti
penggunaan mesin-mesin, alat elektronika dan penemuan-penemuan.
Salah satu contoh yang mendasar ialah terjadinya
pendominasian budaya yang lebih mengagungkan ‘luar negeri’
terhadap hasil penemuan dan penerapan hasil kerja peneliti Indonesia,
khususnya di bidang Geodesi. Banyak sekali alat-alat penelitian
berasal dari luar negeri, penghambaan terhadap sesuatu hal yang
perfect (padahal belum tentu cocok untuk diterapkan di Indonesia) dan
juga ketergantungan terhadap ahli-ahli atau konsultan yang berasal
dari luar negeri. Bagaimana hal ini bisa terjadi, bukankah sebagai
warga Indonesia, seharusnya mereka lebih mempercayai hasil produk
dari dalam negeri ketimbang dari luar negeri yang notabene masih
3
belum jelas apakah pas/ serasi untuk digunakan di dalam negeri.
Bahkan penerapan suatu hal (inovasi teknologi) baru bisa diterapkan
di dalam negeri setelah disampaikan dan disetujui oleh konsultan
asing. Padahal inovasi tersebut bisa diterapkan walaupun tanpa
disampaikan ataupun disetujui oleh konsultan asing.
Kemungkinan yang terjadi adalah rakyat Indonesia (dalam artian
yang membutuhkan produk/ jasa teknologi tersebut) masih belum
bisa mempercayai, mengandalkan, maupun mengedepankan inovasi
teknologi yang belum diakui secara internasional, ataupun keadaan
sosial negara Indonesia yang tidak mendukung sikap mandiri tumbuh
di setiap warga negara Indonesia sehingga berimbas pada penentuan
kiblat perkembangan teknologi pada negara barat.
Oleh karena itu, penulis ingin memberikan solusi-solusi, baik itu
bersifat individu maupun sosial agar tidak terbentuknya mentalitas
inlander yang selalu berusaha untuk mencari posisi aman dari situasi
yang sulit. Dan juga menumbuhkan jiwa semangat dan percaya
terhadap hasil inovasi teknologi yang dipelopori oleh peneliti
Indonesia, khususnya di bidang pemetaan muka bumi.
IV. Uraian Kasus
Dalam uraian kasus ini akan dijelaskan mengenai komponen-
komponen penyusun dari rumusan kasus yang diambil, yang terdiri dari
What, Where, When, Who, Why, dan How.
1. What.
“Budaya ‘Inlander’ tentang teknologi luar negeri masih
memdominasi penemuan dan penerapan hasil kerja.”
Maksud dari pernyataan diatas adalah adanya hal yang
menyimpang terhadap penemuan dan penerapan hasil kerja.
Penyimpangan ini bisa diketahui dari perubahan konsentrasi dari
penentuan teknologi mana yang akan dijadikan kiblat untuk penentuan
4
teknologi yang lain. Dalam artian yang sama, kiblat yang dimaksud
adalah negara barat (maju), berkembangnya budaya inlander, tanggapan
masyarakat terhadap hasil kerja.
2. Where
“Instansi BAKOSURTANAL”
Kasus ini terjadi di salah satu badan yang menjadi pedoman
penentuan dari penggunaan peta, baik itu peta umum maupun peta
khusus yang terletak di koordinat 6o29’27,79513’’ LS dan
106o50’56,07379’’ BT di jalan Raya Jakarta-Bogor km.46 Cibinong
16911, Indonesia. Dalam kasus ini, where yang dimaksudkan adalah
tempat yang digunakan untuk proses penggambaran peta, baik itu peta
cetak, maupun peta digital.
3. When
“ Tahun 2008”
When disini mengacu pada kejadian atau kasus yang terjadi di
tahun 2008. Kurun waktu disini merupakan kurun waktu yang
berhubungan dengan pengerjaan peta dan terjadinya budaya inlander
terhadap inovasi teknologi tersebut yang terjadi di tahun 2008, bukan
berhubungan dengan hal yang lain, misalnya berhubungan dengan
pengerjaan fotografi, pengukuran teristris dan sebagainya.
4. Who
“Subjek : Warga Indonesia.
Objek : peneliti Indonesia yang bekerja di BAKOSURTANAL
(spesialisasi pengerjaan peta).”
Dalam hal ini terdapat dua komponen yang mendasari Who, yakni
subjek dan objek. Subjek disini merupakan warga Indonesia (kecuali
peneliti yang bersangkutan) yang berhubungan dengan pengerjaan peta
tersebut, baik itu pemesanan peta, pengunaan peta maupun pengeditan
peta yang dihasilkan peneliti (konsumen).
Sedangkan objek disini adalah peneliti Indonesia yang bekerja di
BAKOSURTANAL, yang terpusat pada proses pengerjaan peta, baik itu
5
peta cetak maupun peta digital. Di sisi lain, juga peneliti yang
berhubungan dengan proses mengembangan inovasi-inovasi teknologi.
5. Why
“Hasil produk luar negeri lebih terpercaya, terjadinya miss
kepercayaan terhadap hasil produk dalam negeri, kurang percaya diri
terhadap hasil kerja sendiri, ingin hasil inovasinya diakui secara
internasional, sehingga tidak di-negative comment oleh masyarakat,
adanya kesinisan pihak tertentu terhadap hasil pemetaan peneliti
Indonesia.”
Alasan-alasan ini merupakan alasan dasar terjadinya kasus yang
diamati. Alasan ini juga masih merupakan alasan dugaan dari penulis,
karena belum terbukti secara nyata di lapangan. Tapi, terlihat bahwa
alasan tersebut merupakan alasan-alasan negatif yang merujuk langsung
pada proses pengerjaan peta dan perkembangan dari inovasi teknologi.
Sehingga terbentuklah suatu penyelesaian dari kasus tersebut.
6. How
“Bagaimana proses terjadinya budaya inlander yang lebih
mengedepankan Best Practice, teknologi dari luar negeri maupun
konsultan asing, sehingga bisa membuat inovasi teknologi kurang
berkembang bebas”
Hal ini berhubungan dengan proses terjadinya suatu budaya, yakni
budaya ‘Inlander’ yang menyimpang dan tidak bersifat nasionalis. Baik
itu mulai dari penyebab, proses berkembangnya (faktor-faktor) maupun
proses solusi dari kasus tersebut.
Dalam hal ini juga menjelaskan tentang pengaruh budaya tersebut
terhadap proses berkembangnya inovasi tekologi di bidang pemetaan.
Sehingga terjadi hubungan antara dua hal tersebut yang dapat digunakan
sebagai referensi atau rujukan dalam pengambilan solusi.
6
V. Identifikasi Faktor dan Indikator
Dalam hal ini, dijelaskan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan
kasus ini terjadi. Faktor-faktor ini merupakan hasil dugaan yang telah
terspesifikasi karena telah diketahui sumber-sumber data yang masih
bersifat sederhana dan mendasar. Dari beberapa faktor yang telah diketahui
di bagian Why, maka terjadi penyusutan menjadi empat faktor, yakni:
1. hasil produk luar negeri lebih terpercaya,
2. terjadinya miss kepercayaan terhadap hasil produk dalam negeri,
3. kurang percaya dirinya peneliti terhadap hasil kerja sendiri,
4. ingin hasil inovasinya diakui secara internasional, sehingga tidak di-
negative comment oleh masyarakat.
Dari masing-masing faktor tersebut menngakibatkan terjadinya
indikator yang terlihat dilapangan. Indikator, dalam hal ini merupakan
gejala-gejala yang terlihat di lapangan. Adapun indikator yang terjadi di
lapangan ialah :
1. Masyarakat lebih mempercayai hasil produk luar negeri dibandingkan
dengan hasil buatan dalam negeri,
2. minimnya kepercayaan yang dikeluarkan warga Indonesia terhadap
hasil produk dalam negeri,
3. perasaan ragu, tidak percaya terhadap kualitas hasil kerja sendiri,
4. molornya penerapan suatu inovasi kerja karena harus melalui urutan-
urutan pengakuan internasional melalui konsultain asing,
5. timbulnya perasaan takut dan tidak percaya diri di kalangan peneliti
Indonesia, terutama di bidang pemetaan.
Dari indikator ini, bisa digunakan sebagai referensi untuk
pengambilan solusi sementara. Solusi ini masih bersifat sementara karena
indikator ini masih berupa dugaan dari peneliti. Tapi data ini sudah
mendasari solusi yang akan dihasilkan.
7
VI. Analisis Faktor dan Indikator
Dalam hal ini, akan dijelaskan mengenai teori tentang budaya,
hubungan manusia dan budaya, korelasi antara teori dan kasus yang terjadi
dan hubungan kasus yang diambil dengan bidang Geodesi. Kemudian,
dijelaskan pula mengenai data pendukung dari mengambilan faktor,
indikator dan informasi lain yang berguna sebagi penentuan solusi kasus.
1. Teori
a. Budaya
Budaya atau kebudayaan adalah seluuruh hasil usaha manusia
dengan budh-nya yakni segenap sumber jiwanya, yakni cipta, rasa
dan karsa. Cipta merupakan kerinduan manusia untuk mengetahui
rahasia segala hal yang ada dalam pengalamannya, yang meliputi
pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu
pengetahuan. Rasa merupakan kerinduan manusia akan keindahan,
sehingga menimbulkan dorongan baginya untuk menikmati
keindahan. Manusia merindukan keindahan dan menolak
keburukan/ kejelekan. Buah perkembangan rasa ini terjelma dalam
bentuk berbagai norma keindahan yang kemudian menghasilkan
berbagai macam kesenian. Sedangkan karsa merupakan kerinduan
manusia untuk menginsyafkan tentang hal-hal “Sangkan Paran”.
Darimana manusia sebelum lahir (=sangkan), dan kemana manusia
sesudah mati (=paran). Hasilnya berupa norma-norma keagamaan/
kepercayaan karena kesimpulan manusia pun bermacam-macam.
b. Sifat Budaya
Kendati kebudayaan yang dimiliki oleh setiap masyarakat itu
tidak sama, seperti di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam
suku bangsa yang berbeda, tapi setiap kebudayaan mempunyai sifat
yang sama. Sifat tersebut bukan diartikan secara spesifik,
melainkan bersifat universal. Dimana sifat-sifat budaya itu akan
memiliki ciri-ciri yang sama bagi semua kebudayaan manusia tanpa
8
membedakan faktor ras, lingkungan alam, atau pendidikan. Yaitu
sifat hakiki yang berlaku umum bagi semua budaya dimanapun.
Sifat hakiki dari kebudayaan tersebut antara lain :
1) Budaya terwujud dan tersalurkan dari perilaku manusia
2) Budaya telah ada terlebih dahulu dan tidak akan mati dengan
habisnya usia generasi yanng bersangkutan
3) Budaya diperlukan oleh manusia dan diwujudkannya dalam
tingkah lakunya
4) Budaya mencakup aturan-aturan yang berisikan kewajiban-
kewajiban, tindakan-tindakan yang diterima atau ditolak,
tindakan-tindakan yang dilarang dan tindakan-tindakan yang
diijinkan.
c. Sistem Budaya
Sistem budaya merupakan komponen dari kebudayaan yang
bersifat abstrak dan terdiri dari pikiran-pikiran, gagasan, konsep,
serta keyakinan dengan demikian sistem kebudayaan merupakan
bagian dari kebudayaan yang dalam bahasa Indonesia lebih lazim
disebut sebagai adat istiadat. Dalam adat istiadat terdapat juga
sistem norma dan disitulah salah satu fungsi sistem budaya adalah
menata serta menetapkan tindakan-tindakan dan tingkah laku
manusia.
Dalam sistem budaya ini terbentuk unsur-unsur yang saling
berkaitan satu dengan yang lainnya. Sehingga tercipta tata kelakuan
manusia yang terwujud dalam unsur kebudayaan sebagai satu
kesatuan.
Unsur pokok kebudayaan (menurut Broniskus Malinowski)
1) Sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat di dalam upaya menguasai alam
sekelilingnya
2) Organisasi ekonomi
3) Alat-alat dan lembaga pendidikan
9
4) Organisasi kekuatan
Melulle D. Herkovits menyebut unsur pokok kebudayaan
sebagi berikut :
1) Alat-alat teknologi
2) Sistem ekonomi
3) Keluarga
4) Kekuatan politik
Sistem kebudayaan suatu daerah akan menghasilkan jenis-
jenis kebudayaan yang berbeda jenis. Kebudayaan ini dapat
dikelompokkan menjadi :
1) Kebudayaan material
Kebudayaan material antara lain hasil cipta, rasa dan karsa
yang berwujud benda, barang, alat pengolahan alam, seperti
gedung, pabrik, jalan, rumah dan sebagainya.
2) Kebudayaan non material
Kebudayaan non material merupakan hasil cipta, rasa, dan
karsa yang berwujud kebiasan, adat istiadat, ilmu pengetahuan
dan sebagainya. Kebudayaann non material antara lain:
volkways (norma kelaziman), mores (norma kesusilaan), norma
hukum, dan fashion (mode)
Kebudayaan dapat dilihat dari dimensi wujudnya, adalah :
1) Sistem budaya
Sistem budaya kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai,
peraturan dan sebagainya.
2) Sistem moral
merupakan kompleks dari aktivitas serta berpola dari manusia
dalam organisasi dan masyarakat.
3) Sistem kebendaan
Wujud kebudayaan fisik/ alat-alat yang diciptakan manusia
untuk memudahkan hidupnya.
2. Hubungan teori dan kasus
10
Setelah dijelaskan secara singkat mengenai teori daripada budaya,
maka dalam sesi ini akan dijelaskan mengenai hubungan antara teori
dengan kasus yang diambil.
Dalam kasus ini, terlihat bahwa adanya suatu budaya yanng
membuat terhambatnya proses inovasi dalam hal pemetaan. Budaya ini
lantas dijadikan sebagai budaya inlander yang lebih mengagungkan
sesuatu dari luar negeri. Dalam hal ini, akan direlasikan antara inlander
dengan watak-watak budaya pada umumnya, sehingga hal ini bisa
dijadikan pedoman dalam penentuan solusi yang akan diambil.
3. Hubungan kasus dan bidang Geodesi
Kasus ini merupakan kasus mengenai budaya penghambat
terbentuknya inovasi dan budaya inlander yang merujuk pada
pendominasian sesuatu yang berasal dari luar negeri. Inovasi ini
diartikan sebagai inovasi yang berhubungan dengan proses
penggambaran peta, baik itu peta cetak maupun peta digital. Sedangkan
sesuatu disini diartikan sebagai hasil kerja berupa peta bentuk
mukabumi/ topografi bumi, baik itu berupa peta cetak (dibukukan
maupun tidak) dan peta digital (off line maupun on line). Sebagai
rujukan akhir, pemetaan ini, baik inovasi maupun hasil kerjanya
merupakan bagian dari ilmu Geodesi yang berhubungan dengan
kartografi/ pemetaan.
4. Data pendukung
Data-data ini didapatkan dengan melakukan survei yang
dilakukan secara acak terhadap seratus orang di daerah UNDIP
Tembalang, yang kebanyakan merupakan mmahasiswa. Dari data
tersebut bisa diberikan poin-poin sebagai berikut:
a. Lebih dari 50% koresponden lebih memilih produk dari luar negeri
daripada produk dalam negeri. Hal ini didasarkan pada kualitas
produk yang dihasilkan, kebanggan yang didapat, akibat dari
lingkungan dan sebab-sebab yang lain.
11
b. 42% koresponden kurang mempercayai kualitas produk yang
dihasilkan oleh peneliti dari dalam negeri. Hal ini lebih
didominankan karena adanya kekurangseriusan dalam pemrosesan
produk dan kurangnya networking yang dibuat.
c. 86% koresponden lebih mementingkan adanya pengakuan
internasional terhadap inovasi-inovasi yang dihasilkan oleh peneliti
Indonesia, khususnya di bidang pemetaan. Hal ini disebabkan
adanya suatu isu bahwa sesuatu yang sudah diakui secara
internasional memiliki nilai partisipasi yang lebih, dan masyarakat
akan mennghormati inovasi-inovasi yang telah diakui.
d. Lebih dari 30% koresponden menganggap bahwa peneliti
Indonesia masih memiliki ketakutan dalam menerapkan inovasi
yang mereka dapatkan.
5. Penentuan faktor dan indikator akhir.
Dari gabungan data-data diatas bisa diambil faktor-faktor dan
indikator-indikator yanng nyata mengenai kasus yang terjadi. Faktor-
faktor yang mendasari kasus ini adalah :
a. Hasil produk luar negeri lebih terpercaya kualitasnya daripada
hasil produk dari dalam negeri,
Didapatkan suatu paradigma baru mengenai hubunngan
antara produk dalam negeri dan luar negeri. Paradigma ini
mengatakan bahwa produk dari luar negeri, khususnya
berhubungan dengan pemetaan memiliki kualitas yang lebih baik
daripada produk pemetaan dari dalam negeri. Sungguh ironis.
b. Terjadinya miss kepercayaan warga Indonesia terhadap hasil
produk dalam negeri,
Miss kepercayaan ini terjadi karena adanya fenomena dalam
poin a. Miss kepercayaan mengakibatkan kurangnya minat warga
Indonesia menggunakan produk pemetaan yang berasal dari
dalam negeri dan lebih memilih yang dari luar negeri.
12
c. Kurang percaya diri peneliti Indonesia terhadap hasil kerjanya
sendiri,
Fenomena ini dikarenakan produk pemetaan peneliti
Indonesia mendapat tanggapan yang kurang dari warga Indonesia,
sehingga timbul rasa kurang percaya diri di kalangan peneliti
Indonesia.
d. Ingin hasil inovasi peneliti diakui secara internasional, sehingga
tidak di-negative comment oleh masyarakat.
Walau jalan ini menghabiskan banyak waktu, tapi banyak
peneliti Indonesia lebih memilih jalan ini. Di samping takut
ditanggapi masyarakat secara negatif, mereka juga beranggapan
bahwa proses pengakuan secara internasional ini menimbulkan
rasa aman dan damai di hati para peneliti Indonesia. Padahal
belum tentu begitu.
Sedangkan indikator yang dihasilkan dari faktor-faktor diatas adalah :
1. Masyarakat lebih mempercayai hasil produk luar negeri
dibandingkan dengan hasil buatan dalam negeri,
Tidak dapat dipungkiri apabila masyarakat lebih
mempercayai hasil produk dari luar negeri. Hal ini karena adanya
paradigma baru yang telah dijelaskan di poin a, bagian faktor
akhir.
2. Minimnya kepercayaan yang dikeluarkan warga Indonesia
terhadap hasil produk luar negeri,
Minimnya kepercayaan ini dikarenakan adanya miss
kepercayaan masyarakat terhadap hasil peta peneliti Indonesia.
3. Perasaan ragu, tidak percaya terhadap kualitas hasil kerja sendiri,
Perasaan ini terjadi karena kurangnya partisipasi dari
masyarakat ataupun sebab-sebab lain yang telah diuraikan di
bagian faktor akhir.
4. Molornya penerapan suatu inovasi kerja karena harus melalui
urutan-urutan pengakuan internasional melalui konsultain asing,
13
Hal ini menyebabkan ketidakaktualan suatu inovasi yang
dihasilkan oleh peneliti Indonesia. Karena inovasi itu telah
diketahui dulu oleh konsultan-konsultan asing yang meneliti
inovasi tersebut.
5. Timbulnya perasaan takut dan tidak percaya diri di kalangan
peneliti Indonesia, terutama di bidang pemetaan.
Hal ini merujuk pada reaksi akhir peneliti terhadap hasil
kerjanya, karena harus melalui jalan yang ribet dan juga
minimnya partisipasi positif dari masyarakat.
6. Tumbuhnya budaya Inlander yang lebih mengagungkan sesuatu
dari ‘luar negeri’
Indikator akhir dan utama dari kasus ini, yakni semakin
tumbuhnya budaya Inlander yang lebih mengagungkan hasil peta
dari luar negeri dan mengesampingkan hasil peta buatan peneliti
Indonesia.
VII. Solusi
Dari data-data diatas, bisa diambil beberapa solusi yang bisa
menyelesaikan kasus dan problem diatas. Solusi-solusi tersebut adalah :
1. Penanaman ulang rasa cinta produk dalam negeri kepada warga
negara Indonesia.
Penanaman ulang ini bisa dilakukan banyak cara, seperti
melakukan seminar umum yang berhubungan dengan rasa cinta
produk dalam negeri, penyuluhan umum di berbagai daerah, minimal
di tingkat kecamatan, dan siraman rohani sambil menanamkan rasa
canta produk dalam negeri.
2. Meluruskan rasa percaya masyarakat Indonesia terhadap hasil
pemetaan peneliti Indonesia
Pelurusan rasa percaya ini berhubungan dengan penanaman rasa
percaya positif terhadap hasil peta peneliti Indonesia. Hal ini bisa juga
dilakukan seperti solusi nomor satu.
14
3. Peningkatan rasa percaya diri di dalam kalangan peneliti Indonesia
Rasa percaya diri memang merupakan elemen penting dalam
menghasilkan hasil kerja besar. Percaya diri ini bisa membangkitkan
kreatifitas positif peneliti Indonesia.
4. Pembasmian budaya Inlander yang bersifat negatif
Pembasmian budaya ini merupakan elemen paling penting dalam
menciptakan situasi yang positif dan mendukung akan hasil produk
dari peneliti Indonesia, khususnya bidang pemetaan. Sehingga
diharapkan terciptanya rasa percaya terhadap produk peta peneliti
Indonesia dan terciptanya kembali rasa percaya diri di kalangan
peneliti Indonesia.
VIII. Kesimpulan
Dari penjelasan-penjelasan diatas bisa disimpulkan bahwa :
1. Budaya Inlander yang lebih mengagungkan sesuatu dari luar negeri
harus diminimalisir, khususnya di bidang pemetaan.
2. Rasa percaya diri dan kepercayaan harus dipupuk ulang untuk
memaksimalkan jalannya inovasi kerja pemetaan.
3. Menghilangkan ketergantungan terhadap pengakuan suatu inovasi
oleh konsultan asing dan mencoba bersikap mandiri dan percaya diri.
IX. Referensi
Google Book, http://books.google.co.id/books?18=x5FO_VsvQfwC&pg
Inovasi Bidang Keilmuan Geodesi, http://ermapper.blogspot. com/2008
/11/ inovasi-bidang-keilmuan-geodesi.html
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, http://kbbi.depdiknas.go.id
Masalah Budaya Bidang Geodesi, http://www.google.co.id /masalah_
budaya _bidang_geodesi.htm
Suprihadi Sastrosupono, Muhammad, 1984, ilmu Sosial Budaya, Universitas
Kristen Satya Wacana: Salatiga
15