Makhluk hidup di dunia ini tak kan bisa lepas dari peranan tanah. Khusunya manusia,
pasti akan membutuhkan tanah, yang secara umum dapat digunakan sebagai tempat tinggal,
begitupun juga makhluk hidup yang lain yang berpijak di atas daratan berupa tanah.
Berdasarkan pendekatan Geologi, tanah memiliki definisi yaitu lapisan permukaan bumi
yang berasal dari bebatuan yang telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam,
sehingga membentuk regolit (lapisan partikel halus). Artinya dalam definisi tersebut hanya
melihat tanah secara umum sama seperti pengertian tanah dengan pendekatan Pedologi yaitu
bahan padat (mineral atau organik) yang terletak dipermukaan bumi, yang telah dan sedang serta
terus mengalami perubahan yang dipengaruhi oleh faktor-faktor: Bahan Induk, Iklim,
Organisme, Topografi, dan Waktu. Pendekatan Pedologi adalah pendekatan Ilmu Tanah sebagai
Ilmu Pengetahuan Alam Murni, apa adanya, dan tidak mengaitkan dengan kepentingan tertentu.
Kajian pendekatan Pedologi meliputi: Fisika Tanah, Kimia Tanah, Biologi tanah, Morfologi
Tanah, Klasifikasi Tanah, Survei dan Pemetaan Tanah, Analisis Bentang Lahan, dan Ilmu Ukur
Tanah.
Namun, jika dilihat dari kacamata mahasiswa pertanian tentunya tanah memiliki peran
khusus sebagai media tumbuh tanaman, yaitu dengan pendekatan Edapologi. Dalam pendekatan
Edapologi tersebut dikhususkan peranan tanah sebagai media tumbuh tanaman, jadi bagaimana
mengolah tanah secara baik dan benar agar dapat menghasilkan produktivitas tanaman yang
tinggi serta keadaan tanah yang selalu subur, baik dengan pemberian pupuk, bahan organik, dan
sebagainya. Kajian ini meliputi: Kesuburan Tanah, Konservasi Tanah dan Air, Agrohidrologi,
Pupuk dan Pemupukan, Ekologi Tanah, dan Bioteknologi Tanah.
Berdasarkan pengertian tanah secara menyeluruh, tanah memiliki definisi sebagai berikut
: Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh &
berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air
dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa
organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti: N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn,
Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota (organisme) yang
berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh, proteksi)
bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang produktivitas tanah untuk
menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman pangan, tanaman obat-obatan, industri
perkebunan, maupun kehutanan.
Tanah memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda-beda, misalnya yang berwarna
merah, hitam, kelabu, ada yang bertekstur pasir, debu, liat dan sebagainya. Dan untuk
membedakan sifat tanah tersebut dilakukan klasifikasi tanah, yaitu usaha untuk membeda-
bedakan tanah berdasar atas sifat-sifat yang dimilikinya. Hal ini sangat penting karena tanah-
tanah dengan sifat yang berbeda memerlukan perlakuan (pengelolaan) yang berbeda pula. Untuk
mengetahui secara jelas karakteristik tanah baik secara umum maupun khusus maka disusunlah
makalah ini. Dan untuk karakteristik tanah secara khusus saya mengambil klasifikasi tanah dari
jenis tanah Alfisol untuk dianalisa.
2. SIFAT DAN KARAKTERISTIK TANAH
Tanah sebagai Media Tumbuh Tanaman memiliki sifat dan karakteristik yang dapat
dilihat dari sifat fisik, kimiawi , maupun biologisnya dimana ketiganya berintegrasi dan saling
mempengaruhi satu sama lain dalam pertumbuhan suatu tanaman. Berikut ini penjabaran
masing-masing sifat dan karakteristik tanah baik dari sifat fisika, kimiawi, maupun biologinya.
1. Sifat Fisika Tanah
a. Tekstur
Tekstur tanah menunjukkan komposisi partikel penyusun tanah (separate) yang
dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relative antara fraksi pasir (sand),
debu (silt), dan liat (clay).
Berikut ini merupakan Tabel Klasifikasi Ukuran Partikel :
Sumber Soil separates
Kerikil pasir debu liat
USDA > 2mm 2 mm–50 m 50 m-2 m < 2m
ISSS > 2mm 2 mm-20 m 20 m-2 m < 2m
USPRA > 2mm 2 mm-50 m 50 m-5 m < 5m
BSI, MIT, DIN > 2mm 2 mm-60 m 60 m-2 m < 2m
Berdasarkan kelas teksturnya maka tanah digolongkan menjadi :
1) Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir berarti tanah yang mengandung
minimal 70% pasir atau bertekstur pasir atau pasir berlempung.
2) Tanah bertekstur halus atau tanah berliat berarti tanah yang mengandung minimal
37,5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir (3 macam)
3) Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari :
(a) tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur
lempung berpasir (Sandy Loam) atau lempung berpasir halus (2 macam)
(b) tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur lempung berpasir sangat
halus, lempung (Loam), lempung berdebu (Silty Loam) atau debu (Silt) (4
macam)
(c) tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat (Clay
Loam) atau lempung liat berdebu (Sandy-silt Loam) (3 macam)
Tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori makro (besar)
(disebut lebih poreus), tanah yang didominasi debu akan banyak mempunyai pori-
pori meso (sedang) (agak poreus), sedangkan yang didominasi liat akan banyak
mempunyai pori-pori mikro (kecil) atau tidak poreus.
Pada tanah jenis Alfisol memiliki tekstur lempung liat berpasir hingga liat,
dan fraksinya halus, maka terbentuk tanah liat (tanah lempung berat), yang mudah padat-
kompak.
b. Struktur
Merupakan gumpalan tanah yang berasal dari partikel-partikel tanah yang saling
merekat satu sama lain karena adanya perekat misalnya eksudat akar, hifa jamur,
lempung, humus, dll.
Ikatan partikel tanah berwujud sebagai agregat tanah yang membentuk dirinya, yang
mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-beda.
Pengamatan struktur tanah di lapangan (SSS, 1975) terdiri dari :
1. Pengamatan bentuk dan susunan agregat tanah tipe struktur (lempeng, tiang,
gumpal, remah, granuler, butir tunggal, pejal)
2. Besarnya agregat klas struktur (sangat halus, halus, sedang, kasa, sangat kasar)
3. Kuat lemahnya bentuk agregat derajad struktur (tidak beragregat, lemah,
sedang, kuat)
Pada tanah jenis Alfisol memiliki struktur butir hingga tiang dan kemantapan agregatnya
kuat.
c. Konsistensi
Adalah derajad kohesi dan adhesi antara partikel-partikel tanah dan ketahanan massa
tanah terhadap perubahan bentuk oleh tekanan dan berbagai kekuatan yang
mempengaruhi bentuk tanah
Konsistensi ditentukan oleh tekstur tanah dan struktur tanah
Cara penentuan konsistensi tanah yaitu :
(1) lapangan : memijit tanah dalam kondisi kering, lembab dan basah (2)
laboratorium : Angka-angka Atterberg
Penentuan di lapangan :
Kondisi kering : kekerasan (lepas, lunak, keras)
Kondisi lembab keteguhan (lepas, gembur, teguh)
Kondisi basah : kelekatan dan plastisitas
Penentuan di laboratorium : menentukan Batas Cair (BC), Batas Lekat (BL), Batas
Gulung (BG) dan Batas Berubah Warna (BBW)
Batas Cair : kadar air yang dapat ditahan oleh tanah
Batas Lekat adalah kadar air dimana tanah tidak melekat ke logam
Batas Berubah Warna adalah batas air dimana air sudah tidak dapat diserap oleh
akar tanaman karena terikat kuat oleh tanah
Pada tanah jenis Alfisol memiliki konsistensi yang teguh dalam kondisi lembab karena
dipengaruhi tekstur dominan liat yang membentuk agregat padat-kompak. Sedangkan
dilihat dari kondisi basah, tanah Alfisol memiliki konsistensi lekat dan plastis,
dipengaruhi pula oleh teksturnya yang dominan lempung liat berpasir hingga liat,
sehingga lekat di tangan dan mudah digulung serta dibentuk cincin.
d. Porositas
Porositas atau pori-pori tanah adalah bagian yang tidak terisi bahan padat tanah
(terisi oleh air dan udara).
Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori-pori kasar (makro pore) dan pori-pori
halus (micro pore). Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak
daripada tanah liat.
Tanah dengan banyak pori-pori kasar (pasir) sulit menahan air sehingga tanaman
mudah kekeringan, tetapi sistem perakarannya dalam. Sedangkan untuk tanah-tanah
liat dapat menahan air dengan baik hanya saja sistem perakarannya lebih dangkal
dibandingkan tanah dominan pasir.
Porositas tanah dipengaruhi oleh :
1. Kandungan bahan organik
2. Struktur tanah
3. Tekstur tanah
Pada tanah jenis Alfisol memiliki tekstur yang dominan lempung hingga liat,
porositasnya rendah menyebabkan penetrasi akar dangkal karena tekstur lempung hingga
liat memiliki pori-pori mikro yang tidak poreus selain itu strukturnya padat-kompak sulit
ditembus akar untuk berpenetrasi.
e. Warna tanah
Secara langsung mempengaruhi penyerapan sinar matahari dan salah satu faktor
penentu suhu tanah.
Secara tidak langsung berhubungan dengan sifat-sifat tanah, misal informasi subsoil
drainase, kandungan bahan organik surface horizon, pembeda antar horison.
Diukur dengan menggunakan standar warna (Soil Munsell Color Chart)
Warna tanah dapat meliputi putih, merah, coklat, kelabu, kuning, dan hitam,
kadangkala dapat pula kebiruan atau kehijauan. Kebanyakan tanah mempunyai warna
yang tak murni tetapi campuran kelabu, coklat, dan bercak (rust), kerapkali 2-3 warna
terjadi dalam bentuk spot-spot, disebut karatan (mottling). Warna tanah disebabkan
oleh adanya bahan organik, dan atau status oksidasi senyawa besi dalam tanah.
Pada tanah jenis Alfisol memiliki warna coklat kemerahan hingga merah gelap. Menunjukkan bahwa tanah tersebut mengandung sedikit bahan organik tanah.
2. Sifat Kimia Tanah
a. Reaksi Tanah (pH Tanah)
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan
dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hydrogen (H+) di
dalam tanah. Semakin tinggi kadar ion H+di dalam tanah, semakin masam tanah
tersebut. Hal ini berbanding terbalik dengan ion OH– di dalam tanah. Pada tanah
alkalis kandungan OH– lebih banyak dari H
+. Bila kandungan ion H
+ sama dengan
OH– maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH=7.
Pentingnya pH tanah adalah untuk :
1) Menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap oleh tanaman
2) Menunjukkan kemungkinan adanya unsure-unsur beracun
3) Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme
pH optimum untuk ketersediaan unsur hara tanah adalah sekitar 7,0 karena pada pH
ini semua unsur hara makro tersedia secara maksimum kecuali Mo, sehingga
kemungkinan terjadinya toksisitas unsur mikro tertekan.
b. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca2+
, Mg+,
, K+, Na
+, NH4
+, H
+, Al3
+, dan
sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau
dijerap oleh koloid-koloid tanah.
Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per satuan
berat tanah (biasanya per 100 gr) dinamakan Kapasitas Tukar Kation (KTK).
Kapasitas tukar kation dinyatakan dalam satuan kimia yaitu miliekivalen per 100 gr
(me/100 gr). Satu ekivalen adalah suatu jumlah yang secara kimia setara dengan 1 gr
hydrogen.
Kapasitas tukar kation merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan
kesuburan tanah. Tanah dengan KTK tinggi mampu menjerap dan menyediakan
unsure hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Tanah dengan KTK tinggi
bila didominasi oleh kation basa, Ca, Mg, K, Na (kejenuhan basa tinggi) dapat
meningkatkan kesuburan tanah,. Karena unsure-unsur hara terdapat dalam kompleks
jerapan koloid maka unsure-unsur hara tersebut tidak mudah hilang tercuci oleh air.
c. Kapasitas Pertukaran Anion (KTA)
Proses pertukaran anion berperan penting dalam kaitannya dengan ketersediaan 3
anion hara makro yang diserap tanaman, yaitu nitrat, fosfat, dan sulfat, yang secara
alami dihasilkan dari dekomposisi bahan organic dan pelapukan mineral tanah.
Makin tinggi nilai KTA berarti makin tinggi daya jerap (fiksasi) tanah terhadap
anion, sehingga pemberian pupuk pelepas anion seperti TSP (H2PO4–), ammonium
nitrat (NO3–), dan ammonium sulfat (SO4
2-), makin tidak efisien karena makin tidak
tersedian bagi tanaman. Begitu juga akibatnya pada daya tolak terhadap kation-kation
juga makin tinggi, sehingga pemupukan pelepas kation sperti KCl (K+), kalsit (Ca
2+)
dan dolomite (Ca2+
dan Mg2+
) juga makin tidak efisien karena mudah tercuci/hilang
dari tanah.
d. Unsur-unsur Hara Esensial
Unsur-unsur hara esensial merupakan unsure hara yang diperlukan oleh tanaman dan
fungsinya dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain, sehingga bila tidak
terdapat dalam jumlah yang cukup di dalam tanah, tanaman tidak dapat tumbuh
optimal. Unsur-unsur hara ini dapat berasal dari udara, air, atau tanah. Jumlah unsur
hara esensial ada 17 yaitu :
Unsur makro : C, H, O, N, P, K, Ca, Mg, dan S
Unsur mikro : Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl, dan Co
Unsur hara makro adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah banyak. Unsur
hara mikro adalah unsur hara yang diperlukan dalam jumlah yang sedikit.
Sifat kimia tanah pada jenis tanah Alfisol secara keseluruhan yaitu cenderung memiliki
pH basa, dan tingkat kejenuhan basa yang tinggi di seluruh profil tanah. P-tersedia dari
sangat rendah hingga sedang, K-dd dari rendah hingga tinggi, Ca-dd dari sedang hingga
sangat tinggi, Mg-dd dari sedang hingga tinggi, KTK dari sedang hingga sangat tinggi
dan unsur mikro (Fe dan Zn) yang tinggi.
3. Sifat biologi tanah
a. Fauna Tanah
Dibedakan menjadi makrofauna dan mikrofauna
1) Makrofauna
Hewan-hewan besar (makrofauna) penghuni tanah dapat dibedakan menjadi :
(a) hewan-hewan besar pelubang tanah, misalnya tikus, kelinci yang lebih sering
merugikan karena memakan dan menghancurkan tanaman, (b) cacing tanah,
berfungsi mengaduk dan mencampur tanah dan memperbaiki tata udara tanah
sehingga infiltrasi menjadi lebih baik, dan lebih mudah ditembus akar, (c) arthropoda
dan moluska, membantu memperbaiki tata udara tanah dengan membuat lubang-
lubang kecil pada tanah tersebut.
2) Mikrofauna
Hewan-hewan mikrofauna dalam tanah yang terpenting adalah protozoa dan
nematoda.
Protozoa berperan dalam menghambat daur ulang (recycling) unsure-unsur
hara, ataupun menghambat berbagai proses dalam tanah yang melibatkan bakteri.
Nematoda berdasarkan jenis makanannya dibedakan menjadi : (a)
omnivorous, memakan sisa-sisa bahan organic, (b) predaceous, memakan hewan-
hewan tanah, (c) parasitic, merusak akar tanaman.
b. Flora Tanah
Dibedakan menjadi makroflora dan mikroflora
1) Makroflora
Tanaman-tanaman tinggi merupakan makroflora sebagai produsen primer
bahan organic dan penyimpanan energy surya. Akar-akar tanaman meningkatkan
agregasi tanah, dank arena akar menembus ke lapisan tanah yang dalam maka bila
membusuk menjadi sumber humus tidak hanya dilapisan atas tetapi juga dilapisan
yang lebih dalam.
2) Mikroflora
Mikroflora dalam tanah sangat beraneka ragam. Bakteri, fungi, actinomycetes,
dan algae dapat ditemukan pada setiap contoh tanah. Bakteri, fungi, dan
actinomycetes membantu pembentukan struktur tanah yang mantap karena tumbuhan
mikro ini dapat mengeluarkan (sekresi) zat perekat yang tidak mudah larut dalam air.
Dalam hal pembentukan struktur tanah ini, fungi dan actinomycetes jauh lebih efisien
(lebih 17 kali lebih efisien) daripada bakteri, tetapi bakteri mempunyai fungsi lain
yang lebih penting.
Bakteri autotroph bermanfaat bagi manusia mempengaruhi sifat-
sifat tanah sehubungan dengan cara bakteri tersebut untuk mendapatkan energy.
Bakteri autotroph dalam tanah terpenting adalah bakteri nitrifikasi yang dapat
mengoksidasi ammonia nitrit (oleh nitrosomonas) dan nitrit nitrat
(oleh nitrobacter).
Sifat biologi tanah pada jenis tanah Alfisol secara keseluruhan yaitu memiliki kehidupan
organisme tanah yang rendah, baik fauna tanah maupun flora tanah, karena jenis tanah
Alfisol memiliki BOT yang rendah padahal BOT adalah makanan organisme tanah,
khusunya cacing tanah. Sehingga, akibat keberadaan BOT tersebut mempengaruhi pula
keberadaan organisme dalam tanah yang banyak membawa pengaruh pada kesuburan
tanah itu sendiri.
3. FUNGSI DAN PERANAN TANAH
Beberapa fungsi Tanah sebagai media tumbuh, yaitu :
1. Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran
2. Penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara)
3. Penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin, dan asam-
asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat meningkatkan kesediaan
hara)
4. Sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau tak
langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut, maupun yang
berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.
Dua fungsi tanah yang utama yaitu :
1. Sebagai sumber unsur hara bagi tumbuhan
2. Sebagai matriks tempat akar tumbuhan berjangkar dan air tanah tersimpan
Kedua fungsi tersebut dapat menurun atau hilang, hilang atau menurunnya fungsi tanah ini yang
biasa disebut kerusakan tanah atau degradasi tanah. Hilangnya fungsi tanah sebagai sumber
unsur hara bagi tumbuhan dapat terus menerus diperbaharui dengan pemupukan. Tetapi
hilangnya fungsi tanah sebagai tempat berjangkarnya perakaran dan menyimpan air tanah tidak
mudah diperbaharui karena diperlukan waktu yang lama untuk pembentukan tanah.
Dua Pemahaman Penting tentang Tanah :
1. Tanah sebagai tempat tumbuh dan penyedia kebutuhan tanaman,
2. Tanah juga berfungsi sebagai pelindung tanaman dari serangan hama
& penyakit dan dampak negatif pestisida maupun limbah industri yang
berbahaya.
Peranan tanah pada tanah jenis Alfisol secara potensil dapat dimanfaatkan untuk lahan
pertanian, namun terdapat beberapa permasalahan seperti rendahnya kandungan bahan
organik, fosfor dan kalium
4. PENGELOLAAN ATAU PENGOLAHANNYA
Yang dimasud dengan pengolahan tanah adalah suatu usaha manusia untuk merubah
sifat-sifat yang dimiliki oleh tanah sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh manusia.
Untuk menciptakan sifat olah yang baik, dan sifat ini mencerminkan keadaan fisik tanah yang
sesuai untuk pertumbuhan tanaman.
Adapun tujuan pengolahan tanah adalah untuk menciptakan kondisi fisik; khemis dan
biologis tanah yang lebih baik sampai kedalaman tertentu agar sesuai untuk pertumbuhan
tanaman; membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan; menempatkan seresah atau sisa-
sisa tanaman pada tempat yang sesuai agar dekomposisi dapat berjalan dengan baik; menurunkan
laju erosi; meratakan tanah untuk memudahkan pekerjaan di lapangan; mempersatukan pupuk
dengan tanah; serta mempersiapkan tanah untuk mempermudah dalam pengaturan air.
Cara pengolahan tanah sangat mempengaruhi struktur tanah alami yang baik yang
terbentuk karena penetrasi akar atau fauna tauna, apabila pengolahan tanah terlalu intensif maka
struktur tanah akan rusak. Kebiasaan petani yang mengolah tanah secara berlebihan dimana
tanah diolah sampai bersih permukaannya merupakan salah satu contoh pengolahan yang keliru
karena kondisi seperti ini mengakibatkan surface sealing yaitu butir tanah terdispersi oleh butir
hujan , menyumbat pori-pori tanah sehingga terbentuk surface crusting. Untuk mengatasi
pengaruh buruk pengolahan tanah, maka dianjurkan beberapa cara pengolahan tanah konservasi
yang dapat memperkecil terjadinya erosi.
Pada tanah jenis Alfisol yang memiliki tekstur lempung liat berpasir hingga liat, cara
pengolahannya yaitu dengan mencangkul tanah terlebih dahulu sebelum ditanami, gunanya
untuk menggemburkan tanah, dan mengubah struktur tiang yang keras menjadi remah/granuler,
dan mengubah kemantapan agregatnya agar tidak terlalu keras, dan tanah tidak mengalami
kompaksi, apabila tanah mengalami kompaksi maka air lebih sukar menyerap ke bagian tanah di
dalamnya, dan itu tidak baik bagi pertumbuhan tanaman. Agregat-agregat yang mantap dengan
ruang pori yang yang cukup akan menjamin penyebaran udara dan air dalam tubuh tanah secara
optimal, yaitu keadaan yang sangat diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Untuk pengelolaaan tanah Alfisol sehubungan dengan C-Organik atau BOT-nya yang
rendah dapat dilakukan dengan cara mengembalikan sisa-sisa tanaman, pupuk kandang, pupuk
hijau, dan memberikan pupuk anorganis sesuai dengan yang diperlukan. Dengan menjamin
tanah tetap cukup mengandung bahan-bahan organik dan zat-zat mineral maka kegiatan
organisme dalam tanah pun tetap terjaga, dimana berbagai organisme tersebut sangat berperan
dalam kesuburan tanah. Untuk menjamin tetapnya cukup bahan-bahan organik dan zat mineral
dalam tanah karena kandungan bahan-bahan tersebut akan makin berkurang sehubungan dengan
keperluan pertumbuhan dan perkembangan tanaman serta terangkutnya bahan-bahan itu keluar
dari tanah semasa panenan dilakukan.
Untuk permasalahan pH tanah Alfisol yang terlalu basa dapat dilakukan dengan
pemberian bahan organik pula, karena bahan organik pun dapat menetralkan tanah dari yang
tadinya basa menjadi netral kembali. Karena tanah yang netral merupakan tanah yang bagus
kualitasnya.
Beberapa cara/usaha lain dalam pengolahan/pengelolaan tanah baik secara umum
maupun pada jenis tanah Alfisol yaitu sebagai berikut :
Menjamin tanah cukup mengandung air melalui pengairan yang baik serta menjamin tidak
mudahnya kehilangan air sebagai akibat penguapan
Melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman pupuk hijau
Menerapkan sistem pengolahan minimal
Menghindarkan tanah agar tidak mudah diserang erosi
Mempertahankan permukaan tanah agar tanah cerul atau tertutup umtuk menghindarkan
penguapan
5. KESIMPULAN
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh
& berkembangnya perakaran penopang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai
kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara
atau nutrisi (senyawa organik dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti:
N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl); dan secara biologi berfungsi sebagai habitat
biota (organisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat
aditif (pemacu tumbuh, proteksi) bagi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu
menunjang produktivitas tanah untuk menghasilkan biomass dan produksi baik tanaman
pangan, tanaman obat-obatan, industri perkebunan, maupun kehutanan.
Tanah memiliki sifat dan karakteristik yang dapat dilihat dari sifat fisik, kimiawi , maupun
biologisnya.
Adapun sifat fisika tanah yaitu :
1. Tekstur
2. Struktur
3. Konsistensi
4. Porositas
5. Warna tanah
Adapun sifat kimia tanah yaitu :
1. Reasksi Tanah (pH Tanah)
2. Kapasitas Tukar Kation (KTK)
3. Kapasitas Pertukaran Anion (KTA)
4. Unsur-unsur Hara Esensial
Adapun sifat biologi tanah yaitu :
1. Fauna tanah, terdiri dari makrofauna dan mikrofauna
2. Flora tanah, terdiri dari ,makroflora dan mikroflora
Fungsi tanah yaitu :
1. Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran
2. Penyedia kebutuhan primer tanaman (air, udara, dan unsur-unsur hara)
3. Penyedia kebutuhan sekunder tanaman (zat-zat pemacu tumbuh: hormon, vitamin, dan
asam-asam organik; antibiotik dan toksin anti hama; enzim yang dapat meningkatkan
kesediaan hara)
4. Sebagai habitat biota tanah, baik yang berdampak positif karena terlibat langsung atau
tak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman tersebut,
maupun yang berdampak negatif karena merupakan hama & penyakit tanaman.
Yang dimasud dengan pengolahan tanah adalah suatu usaha manusia untuk merubah sifat-
sifat yang dimiliki oleh tanah sesuai dengan kebutuhan yang dikehendaki oleh manusia.
Adapun tujuan pengolahan tanah adalah untuk menciptakan kondisi fisik; khemis dan
biologis tanah yang lebih baik sampai kedalaman tertentu agar sesuai untuk pertumbuhan
tanaman; membunuh gulma dan tanaman yang tidak diinginkan; menempatkan seresah
atau sisa-sisa tanaman pada tempat yang sesuai agar dekomposisi dapat berjalan dengan
baik; menurunkan laju erosi; meratakan tanah untuk memudahkan pekerjaan di lapangan;
mempersatukan pupuk dengan tanah; serta mempersiapkan tanah untuk mempermudah
dalam pengaturan air.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.2008.http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/definisi-tanah-fungsi-dan-profil-tanah.html. Diakses pada 3 Januari 2009
Anonymous.2008.http://ucupneptune.blogspot.com/2008/01/pengolahan-tanah-
konservasi.html. Diakses pada 3 Januari 2009
Darmawijaya, Isa. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta
Hardjowigeno, Sarwono. 2003. Ilmu Tanah. CV. Akademika Pressindo. Jakarta
Sutedjo, Mul Mulyani dan Kartasapoetra. 2005. Pengantar Ilmu Tanah. PT. RINEKA
CIPTA. Jakarta
https://justkie.wordpress.com/2012/02/26/karakteristik-tanah-sebagai-media-tumbuh-secara-
umum-dan-secara-khusus-pada-jenis-tanah-alfisol/
Karakteristik Tanah
Tubuh tanah (solum) tidak lain adalah batuan yang melapuk dan mengalami proses pembentukan
lanjutan. Usia tanah yang ditemukan saat ini tidak ada yang lebih tua daripada periode Tersier
dan kebanyakan terbentuk dari masa Pleistosen.
Tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Tanah non-organik atau tanah
mineral terbentuk dari batuan sehingga ia mengandung mineral. Sebaliknya, tanah organik
(organosol/humosol) terbentuk dari pemadatan terhadap bahan organik yang terdegradasi.
Tanah organik berwarna hitam dan merupakan pembentuk utama lahan gambut dan kelak dapat
menjadi batu bara. Tanah organik cenderung memiliki keasaman tinggi karena mengandung
beberapa asam organik (substansi humik) hasil dekomposisi berbagai bahan organik. Kelompok
tanah ini biasanya miskin mineral, pasokan mineral berasal dari aliran air atau hasil dekomposisi
jaringan makhluk hidup. Tanah organik dapat ditanami karena memiliki sifat fisik gembur
(sarang) sehingga mampu menyimpan cukup air namun karena memiliki keasaman tinggi
sebagian besar tanaman pangan akan memberikan hasil terbatas dan di bawah capaian optimum.
Tanah non-organik didominasi oleh mineral. Mineral ini membentuk partikel pembentuk tanah.
Tekstur tanah demikian ditentukan oleh komposisi tiga partikel pembentuk tanah: pasir, lanau
(debu), dan lempung. Tanah pasiran didominasi oleh pasir, tanah lempungan didominasi oleh
lempung. Tanah dengan komposisi pasir, lanau, dan lempung yang seimbang dikenal sebagai
geluh (loam).
Warna tanah merupakan ciri utama yang paling mudah diingat orang. Warna tanah sangat
bervariasi, mulai dari hitam kelam, coklat, merah bata, jingga, kuning, hingga putih. Selain itu,
tanah dapat memiliki lapisan-lapisan dengan perbedaan warna yang kontras sebagai akibat
proses kimia (pengasaman) atau pencucian (leaching). Tanah berwarna hitam atau gelap
seringkali menandakan kehadiran bahan organik yang tinggi, baik karena pelapukan vegetasi
maupun proses pengendapan di rawa-rawa. Warna gelap juga dapat disebabkan oleh kehadiran
mangan, belerang, dan nitrogen. Warna tanah kemerahan atau kekuningan biasanya disebabkan
kandungan besi teroksidasi yang tinggi; warna yang berbeda terjadi karena pengaruh kondisi
proses kimia pembentukannya. Suasana aerobik/oksidatif menghasilkan warna yang seragam
atau perubahan warna bertahap, sedangkan suasana anaerobik/reduktif membawa pada pola
warna yang bertotol-totol atau warna yang terkonsentrasi.
Struktur tanah merupakan karakteristik fisik tanah yang terbentuk dari komposisi antara agregat
(butir) tanah dan ruang antaragregat. Tanah tersusun dari tiga fasa: fasa padatan, fasa cair, dan
fasa gas. Fasa cair dan gas mengisi ruang antaragregat. Struktur tanah tergantung dari imbangan
ketiga faktor penyusun ini. Ruang antaragregat disebut sebagai porus (jamak pori). Struktur
tanah baik bagi perakaran apabila pori berukuran besar (makropori) terisi udara dan pori
berukuran kecil (mikropori) terisi air. Tanah yang gembur (sarang) memiliki agregat yang cukup
besar dengan makropori dan mikropori yang seimbang. Tanah menjadi semakin liat apabila
berlebihan lempung sehingga kekurangan makropori.
sumbr : Kompas.com
1. KARAKTERISTIK FISIK TANAH yang dimaksud tanah dalam Mekanika Tanah adalah mencakup semua bahan dari tanah lempung
(clay) sampai batu yang besar.
Jadi, tanah adalah campuran partikel-partikel yang terdiri dari salah satu atau seluruh jenis
berikut :
Berangkal (boulders)
Kerakal (cobbles)
Kerikil (gravel)
Pasir (sand)
Lanau (silt)
Lempung (clay)
Koloid (colloids)
Adapun sifat-sifat tanah yang penting adalah gradasi butiran, kekuatan geser tanah, daya rembes,
daya dukung tanah, konsolidasi, dan lain-lain.
Fase Tanah
1. Sistem 2 fase : yang terdiri dari tanah dan udara (derajat kejenuhan, S = 0%) atau tanah dan air (S =
100%).
2. Sistem 3 fase : yang terdiri dari tanah, air dan udara (0 < S < 100%).
Keadaan tanah dapat dinyatakan sebagai berikut :
1. Kering, jika rongga-rongganya terisi penuh dengan udara.
2. Jenuh, jika rongga-rongganya terisi penuh dengan air.
3. Jenuh sebagian, jika rongga-rongganya terisi oleh air dan udara.
Penentuan Distribusi Ukuran Partikel Tanah
Sifat-sifat suatu macam tanah tertentu banyak tergantung kepada ukuran butirnya. Karena itu
pengukuran besarnya butir tanah merupakan suatu percobaan yang sangat sering dilakukan
dalam bidang mekanika tanah.
Besarnya butir juga merupakan dasar untuk klasifikasi atau pemberian nama kepada bermacam-
macam tanah tertentu.
Untuk menerangkan tentang tanah berdasarkan ukuran partikel, beberapa organisasi telah
mengembangkan batasan-batasan ukuran golongan jenis tanah seperti pada tabel berikut :
Nama
golongan
Ukuran butiran (mm)
kerikil pasir Lanau Lempung
M I T >2 2-0,06 0,06-0,002 <0,002
U S D A >2 2-0,05 0,05-0,002 <0,002
AASHTO 76,2-2 2-0,075 0,075-0,002 <0,002
U S C S 76,2-4,75 4,75-0,075 Butiran halus (lanau & lempung)
<0,075
MIT = Massachusetts Institute of Technology
USDA = U.S. Department of Agriculture
AASHTO = American Association of State Highway and Transportation Officials
USCS = Unified Soil Classification System (telah diterima diseluruh dunia, dipakai oleh ASTM)
Penentuan ukuran butir tanah dilakukan dengan memakai 2 cara yaitu :
Analisa saringan (ayakan): untuk gradasi butiran kasar (kerikil–pasir).
No.
ayakan
Diameter
mm
Tertahan
gram
Kumul.
tertahan
Gram
% ter-
tahan
%
lolos
10 2 0 0 0 100
16 1,18 9,90 9,90 2,20 97,80
40 0,425 42,26 52,16 11,59 88,41
100 0,15 59,00 111,16 24,70 75,30
200 0,075 59,85 171,01 38,00 62,00
Pan --- 278,99 450,00 100 0
analisa hidrometer :
Untuk tanah berbutir halus (lanau-lempung).
Didasarkan pada prinsip pengendapan (sedimentasi) butir.
Contoh dilarutkan dalam air lalu dibiarkan mengendap.
Kecepatan mengendap tergantung ukuran butir, semakin besar semakin cepat. Menurut hukum Stokes, kecepatan mengendap :
v = kecepatan mengendap
s = berat isi partikel tanah
s = berat isi air
= kekentalan air D = diameter partikel tanah
Jadi :
dimana :
S=GS. w
sehingga :
Kalau hidrometer mengukur berat jenis larutan Rh maka:
dimana : P = persen dengan ukuran <D
W = berat total contoh tanah yg dites
Gs = berat jenis butir
Karakteristik Biologi Tanah
Beberapa Sifat Biologi Tanah antara lain :
Total Mikroorganisme Tanah
Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah tiap grup mikroorganisme
sangat bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, akan tetapi ada pula yang jumlahnya
mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme tanah itu sendirilah yang bertanggung jawab
atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara. Dengan demikian mereka mempunyai
pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Anas 1989).
Selanjutnya Anas (1989), menyatakan bahwa jumlah total mikroorganisme yang terdapat
didalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan tanah (fertility indeks), tanpa
mempertimbangkan hal-hal lain. Tanah yang subur mengandung sejumlah mikroorganisme,
populasi yang tinggi ini menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup
ditambah lagi dengan temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, kondisi ekologi lain
yang mendukung perkembangan mikroorganisme pada tanah tersebut.
Jumlah mikroorganisme sangat berguna dalam menentukan tempat organisme dalam
hubungannya dengan sistem perakaran, sisa bahan organik dan kedalaman profil tanah. Data ini
juga berguna dalam membandingkan keragaman iklim dan pengelolaan tanah terhadap aktifitas
organisme didalam tanah (Anas 1989).
Jumlah Fungi Tanah Fungi berperan dalam perubahan susunan tanah. Fungi tidak berklorofil sehingga mereka
menggantungkan kebutuhan akan energi dan karbon dari bahan organik. Fungi dibedakan dalam
tiga golongan yaitu ragi, kapang, dan jamur. Kapang dan jamur mempunyai arti penting bagi
pertanian. Bila tidak karena fungi ini maka dekomposisi bahan organik dalam suasana masam
tidak akan terjadi (Soepardi, 1983).
Jumlah Bakteri Pelarut Fosfat (P) Bakteri pelarut P pada umumnya dalam tanah ditemukan di sekitar perakaran yang
jumlahnya berkisar 103 – 106 sel/g tanah. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim Phosphatase
maupun asam-asam organik yang dapa melarutkan fosfat tanah maupun sumber fosfat yang
diberikan (Santosa et.al.1999 dalam Mardiana 2006). Fungsi bakteri tanah yaitu turut serta dalam
semua perubahan bahan organik, memegang monopoli dalam reaksi enzimatik yaitu nitrifikasi
dan pelarut fosfat. Jumlah bakteri dalam tanah bervariasi karena perkembangan mereka sangat
bergantung dari keadaan tanah. Pada umumnya jumlah terbanyak dijumpai di lapisan atas.
Jumlah yang biasa dijumpai dalam tanah berkisar antara 3 – 4 milyar tiap gram tanah kering dan
berubah dengan musim (Soepardi, 1983)
Total Respirasi Tanah Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah.
Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan
untuk menentukan tingkat aktifitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah
mempunyai korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas
mikroorganisme tanah seperti bahan organik tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata
jumlah mikroorganisrne (Anas 1989).
Penetapan respirasi tanah didasarkan pada penetapan :
1.Jumlah CO2 yang dihasilkan, dan
2.Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroba tanah.
Pengukuran respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang berkaitar
dengan. aktifitas mikroba seperti:
1.Kandungan bahan organik
2.Transformasi N atau P,
3.Hasil antara,
4.pH, dan
5.Rata-rata jumlah mikroorganisme.
Karakteristik Kimia Tanah
Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :
Derajat Kemasaman Tanah (pH)
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan
dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam
tanah. Makin tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah
selain H+ dan ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan
banyaknya H+. pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada
tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- ,
maka tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).
Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7
disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya
berkisar dari 3,0-9,0. Di Indonesia unumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga
tanah dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak
masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang
dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah
yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak
mengandung garam Na (Anonim 1991).
C-Organik
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat
meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan
organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 1991).
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik
dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan
bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen,
Agar kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses
dekomposisi mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak
harus diberikan setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan
KTK (Kapasitas Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan
organik dapat mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak
agregat tanah dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Anonim 1991).
N-Total
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman
dan berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).
Menurut Hardjowigeno (2003) Nitrogen dalam tanah berasal dari :
a.Bahan Organik Tanah : Bahan organik halus dan bahan organik kasar
b.Pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara
c.Pupuk
d.Air Hujan
Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas
didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik khususnya terdapat pada
tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan
senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah.
Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme.
Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada lapisan 0 – 20 cm tetapi
tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut (Hardjowigeno 2003). Manfaat dari
Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam
pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain (RAM 2007).
Nitrogen terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk-bentuk
organik meliputi NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N. Tanaman menyerap unsur ini terutama
dalam bentuk NO3, namun bentuk lain yang juga dapat menyerap adalah NH4, dan urea
(CO(N2))2 dalam bentuk NO3. Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah
mengalami mineralisasi sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut,
sebagian kembali scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui
pencucian dan bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang atau bertambah karena
pengendapan.
P-Bray
Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-
mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7
(Hardjowigeno 2003).
Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-Larutan merupakan hasil keseimbangan antara
suplai dari pelapukan mineral-mineral P, pelarutan (solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi P-
organik dan kehilangan P berupa immobilisasi oleh tanaman fiksasi dan pelindian (Hanafiah
2005).
Menurut Leiwakabessy (1988) di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor
organik dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas
yang lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama
kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 – 0,5 %. Tanah-tanah tua di Indonesia (podsolik dan litosol)
umumnya berkadar alami P rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa
memperhatikan suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P (Hanafiah 2005).
Menurut Foth (1994) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan
pertumbuhannya kerdil.
Kalium (K)
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap oleh
tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu menetralisir muatan
listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al.
(1986), menyatakan bahwa ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan
dan dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri
dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung
kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan
kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi
dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa
tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam
mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation
tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit
Kalium.
Natrium (Na)
Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah Ca yaitu 2,75% yang
berperan penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di
daerah kering dan agak kering yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar Na di laut,
suatu tanah disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh ≥
15% Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut
yang ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl).
Kelompok tanah alkalin ini disebut tanah halomorfik, yang umumnya terbentuk di daerah
pesisir pantai iklim kering dan berdrainase buruk. Sebagaimana unsur mikro, Na juga bersifat
toksik bagi tanaman jika terdapat dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah,
2005).
Kalsium (Ca)
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti Magnesium dan
Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat
oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan
tercuci (Leiwakabessy 1988). Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan
bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan,
membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim (RAM 2007).
Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan beberapa hara
lainnya, kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna yang khas pada daun. Kadang-
kadang pengguguran daun sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium
(Hanafiah 2005).
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya
dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah
atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003).
Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri.
Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh :
1.Reaksi tanah
2.Tekstur atau jumlah liat
3.Jenis mineral liat
4.Bahan organik dan,
5.Pengapuran serta pemupukan.
Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena
jumlah humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula.
Kejenuhan Basa (KB)
Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan
kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah
kemasaman tinggi dan kejenuhan basa mendekati 100% tanah bersifal alkalis. Tampaknya
terdapat hubungan yang positif antara kejenuhan basa dan pH. Akan tetapi hubungan tersebut
dapat dipengaruhi oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation yang diserap. Tanah dengan
kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan, akan memberikan nilai pH tanah yang
berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H+ yang diserap pada
permukaan koloid (Anonim 1991).
Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk mengenai kesuburan sesuatu tanah.
Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat untuk tanaman tergantung pada derajat
kejenuhan basa. Tanah sangat subur bila kejenuhan basa > 80%, berkesuburan sedang jika
kejenuhan basa antara 50-80% dan tidak subur jika kejenuhan basa < 50 %. Hal ini didasarkan
pada sifat tanah dengan kejenuhan basa 80% akan membebaskan kation basa dapat dipertukarkan
lebih mudah dari tanah dengan kejenuhan basa 50% (Anonim 1991).
Diposting oleh muhammadfauzy di 05.09
http://aauzy13.blogspot.co.id/2011/03/karakteristik-tanah.html
Kesuburan tanah berkaitan dengan jenis nutrien yang hadir di dalam tanah, bentuknya, dan
ketersediaannya diserap oleh akar tumbuhan. Kesuburan tanah berbeza mengikut sumber asal
tanah tersebut dari bahan induknya.
Di tanah yang digunakan untuk pertanian atau aktiviti manusia yang lain, tanah yang subur
terhasil dengan amalan pemuliharaan tanah yang baik. Asasnya kebolehan sesuatu tanah untuk
membekalkan nutrien kepada tumbuhan.
Ciri-ciri tanah subur
Tanah yang subur mempunyai ciri-ciri berikut:
Ia kaya dengan nutrien penting untuk pemakanan tumbuhan, termasuklah nitrogen, fosforus
dan kalium.
Ia mengandungi mineral (unsur surih) untuk pemakanan tumbuhan, termasuklah boron, klorin,
kobalt, kuprum, besi, mangan, mangnesium, molibdenum, sulfur, dan zink.
Ia mengandungi bahan organik tanah yang meningkatkan struktur tanah dan pegangan
kelembapan tanah.
Jarak pH tanah di antara 6.0 hingga 6.8 untuk kebanyakan tumbuhan, tetapi sesetengah lebih
kepada keadaan asid atau alkali.
Struktur tanah yang baik, membina pengairan tanah yang bagus, tetapi sesetengah tanah basah
(seperti penghasilan padi) atau kering (seperti tumbuhan yang mudah diserang kulat atau reput)
seperti pokok harum (Agave spp.).
Pelbagai mikroorganisma tanah untuk menyokong tumbesaran tumbuhan.
Selalunya mempunyai jumlah tanah atas yang banyak.
https://ms.wikipedia.org/wiki/Kesuburan_tanah
7 Sifat Fisik Tanah dan Pengertiannya
Tanah merupakan kombinasi mineral, bahan bahan organic, gas, berbagai jenis cairan, dan
organisme yang tidak dapat dihitung yang bersama sama mendukung kehidupan di atas bumi.
Tanah merupakan materi alami yang dikenal sebagai pedosfer yang memiliki 4 peran penting
yaitu: media tumbuh tanaman, tempat penyimpanan air, media penyedia dan purifikasi air, dan
merupakan habitat bagi banyak organisme. Tanah dianggap sebagai ―kulit dari bumi‖ dan
berkaitan erat dengan litosfer, hidrosfer, dan biosfer. Sebutan pedolit, seringkali diartikan
sebagai tanah. Tanah terdiri dari bagian yang solid (mineral dan organic) dan bagian yang
berporos karena mengandung gas dan air.
Tanah merupakan produk akhir dari interaksi iklim, relief, organisme dan material induk dalam
waktu tertentu. Tanah secara kontinyu berkembang melalui banyak proses fisika, kimiawi, dan
biologis. Kebanyakan tanah memiliki kepadatan antara 1 hingga 2 g/cm3. Hanya sedikit tanah di
bumi yang lebih tua dari zaman pleistosen, dan tidak ada yang lebih tua dari zaman cenozoic
meskipun tanah dari fosil dianggap berasal dari zaman arkean. Studi mengenai tanah dibagi
menjadi 2 cabang yaitu: edaphology dan pedologhy. Edaphologhy mengonsentrasikan efek tanah
bagi kehidupan organisme. Pedologhy fokus pada formasi, deskripsi dan klasifikasi tanah dalam
lingkungan.
Proses pembentukan tanah
Formasi tanah, atau pedogenesis merupakan efek kombinasi antara proses biologis, kimiawi dan
fisika yang bekerja pada material induk tanah. Tanah dikatakan akan terbentuk ketika bahan
organic diperoleh meninggalkan humus, karbon, dan gypsum yang menciptakan lapisan
dinamakan horizon B. Lapisan ini berpindah dari satu level ke level lain oleh air dan aktivitas
makhluk hidup. Hasilnya, horizon B akan membentuk lapisan tanah. Proses pembentukan tanah
dipengaruhi oleh 5 faktor klasik seperti iklim, topografi (relief), organisme, dan waktu.
Berikut adalah beberapa sifat fisik tanah :
1. Bahan induk tanah
Bahan induk merupakan materi utama dari tanah yang dibentuk oleh berbagai faktor melalui
proses kimiawi, biologis dan fisika. Bahan induk tanah secara umum adalah Quartz (SiO2),
Kalsit (CaCO3), Feldspar dan Biotit.
2. Tekstur tanah
Komponen mineral dari tanah adalah pasir, lumpur dan tanah liat, proporsi dari kombinasi ketiga
bahan tersebut akan menentukan tekstur tanah (menyerupai kombinasi antara tepung, air dan
telur). Hal yang dipengaruhi oleh tesktur tanah mencakup porositas, permeabilitas (kemampuan
menyerap), infiltrasi, dan kapasitas kandungan air. Tanah dan Pasir dan lumpur merupakan
produk dari material induk yang mengalami proses fisika dan kimiawi. Tanah liat merupakan
produk dari pengendapan material induk yang larut sebagai material sekunder.
3. Kepadatan tanah
Tingkat kepadatan tanah umumnya berkisar antara 2,6 hingga 2,75 gram per cm3 dan biasanya
tidak dapat berubah. Kepadatan partikel tanah yang banyak mengandung material organic lebih
rendah daripada tanah yang sedikit mengandung material organic. Tanah dengan kepadatan
rendah dapat menyimpan air lebih baik namun bukan berarti cocok untuk pertumbuhan tanaman.
Tanah dengan kepadatan tinggi menunjukkan tingkat kandungan pasir yang tinggi.
4. Porositas tanah
Porositas mirip seperti kepadatan, hanya saja porositas berarti ruang kosong (pori pori) diantara
tekstur tanah yang tidak terisi dengan mineral atau bahan organic namun terisi oleh gas atau air.
Semakin tinggi kepadatan tanah maka semakin rendah porositasnya dan sebaliknya semakin
rendah kepadatan tanah semakin rendah porositasnya. Idealnya, total porositas dari tanah adalah
sekitar 50% dari total volume tanah. Ruang untuk gas dibutuhkan tanah untuk menyediakan
oksigen yang berguna untuk organisme dalam menguraikan material organic, humus dan akar
tanaman. Porositas juga mendukung pergerakan serta penyimpanan air serta nutrisi.
Tingkat porositas tanah dibagi menjadi 4 kategori yaitu sangat baik dengan tingkat porositas
kurang dari 2 mikro meter, baik dengan tingkat porositas 2-20 mikro meter, sedang dengan
tingkat porositas 20-200 mikro meter dan kasar dengan porositas 200 mikro meter hingga 2 mili
meter.
5. Temperatur tanah
Tanah memiliki temperatur yang bervariasi mulai dari tingkat dingin ekstrim -20 derajat celcius
hingga tingkat panas ekstrim mencapai 60 derajat celcius. Temperatur tanah penting bagi
germinasi biji tanaman, pertumbuhan akar tanaman serta menyediakan nutrisi bagi tanaman
tersebut. Tanah yang berada 50cm dibawah permukaan cenderung memiliki temperatur yang
lebih tinggi sekitar 1,8 derajat celcius.
6. Warna tanah
Warna tanah seringkali menjadi faktor paling dasar bagi kita untuk membedakan jenis jenis
tanah. Umumnya, warna tanah ditentukan oleh kandungan material organic, kondisi drainase,
minearologi tanah dan tingkat oksidasi. Pengembangan dan distribusi warna tanah berasal dari
proses kimiawi dan tingkat pelapukan material organic. Ketika mineral primer dalam bahan
induk lapuk, elemen tanah akan dikombinasikan pada senyawa dan warna yang baru. Mineral
besi merupakan mineral sekunder yang akan menghasilkan warna kuning atau kemerahan pada
tanah, material organic akan menghasilkan warna hitam kecoklatan atau coklat (warna subur).
Manggan, sulphur dan nitrogen akan menghasilkan warna hitam.
7. Konsistensi tanah
Konsistensi tanah berarti kemampuan tanah untuk menempel pada objek lain dan kemampuan
tanah untuk menghindari deformasi atau berpisah. Konsistensi diukur dengan 3 kondisi
kelembapan yaitu: kering, lembap dan basah. Konsistensi tanah bergantung pada tingkat
banyaknya tanah liat.
https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/tanah/sifat-fisik-tanah
Sifat Fisik Tanah
31 Mei 2015 / dandahanapiah
Beberapa Sifat Fisik Tanah antara lain :
Tekstur Tanah
Ukuran relatif partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur yang mengacu pada kehalusan atau
kekasaran tanah. Lebih khasnya, tekstur adalah perbandingan relatif pasir, debu, dan tanah liat
(Foth 1994). Menurut Hanafiah (2005) tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai
pori-pori makro (besar) disebut lebih poreus, tanah yang didominasi debu akan banyak
mempunyai pori-pori meso (sedang) agak poreus, sedangkan yang didominasi liat akan
mempunyai pori-pori mikro (kecil) atau tidak poreus.
Berdasarkan kelas teksturnya maka tanah digolongkan menjadi:
a.Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, berarti tanah yang mengandung minimal 70% pasir
atau bertekstur pasir atau pasir berlempung.
b.Tanah bertekstur halus atau kasar berliat, berarti tanah yang mengandung minimal 37,5% liat
atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.
c.Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari:
1)Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir
(sandy loam) atau lempung berpasir halus.
2)Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur berlempung berpasir sangat halus, lemp
ung (loam), lempung berdebu (silty loam) atau debu (silt).
3)Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat (clay loam), lempung liat
berpasir (sandy clay loam), atau lempung liat berdebu (sandy silt loam).
Tekstur tanah sangat menentukan reaksi kimia dan fisik yang terjadi dalam tanah, sebab ukuran
partikel tanah dapat menentukan luas permukaan tanah. Fraksi pasir dan debu mempunyai
aktivitas permukaan rendah, sehingga secara fisik dan kimia dapat dikatakan tidak aktif. Fraksi
liat merupakan fraksi yang terpenting karena mempunyai luas permukaan yang tinggi (Foth
1988). Fraksi liat dapat meningkatkan kapasitas pertukaran kation. Selain itu koloid liat
merupakan agen pengikat (cementing agent) yang penting dalam agregasi tanah (Bever 1972).
Perbedaan tekstur dan struktur tanah adalah jika tekstur merupakan ukuran butir-butir tanah
sedangkan struktur adalah kumpulan butir-butir tanah disebabkan terikatnya butir-butir pasir, liat
dan debu oleh bahan organik, oksida besi dan lain-lain.
Arsyad (2000) mengemukakan bahwa struktur tanah yang penting dalam mempengaruhi
infiltrasi adalah ukuran pori dan kemantapan pori. Pori-pori yang mempunyai diameter besar
(0,06 mm atau lebih) memungkinkan air
keluar dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik, pori-pori tersebut juga memungkinkan udara
keluar dari tanah sehingga air dapat masuk.
Tanah-tanah yang bertekstur halus mempunyai luas permukaan yang kecil sehingga sulit
menyerap dan menahan air atau unsur. Tanah-tanah yang bertekstur Liat mempunyai luas
permukaan yang besar sehingga kemampuan menahan dan menyimpan unsur hara tinggi
(Hardjowigeno 2003).
Kerapatan Limbak (Bulk Density)
Kerapatan Limbak atau Bulk Density (BD) adalah nisbah berat tanah teragregasi terhadap
volumenya, yang dinyatakan dalam satuan g/cc. Volume tanah merupakan volume bagian padat
(anorganik dan organik), dan volume pori tanah. Bulk Density biasanya digunakan untuk
keperluan pemupukan, pengairan, maupun untuk perhitungan total ruang pori tanah. Bulk
Density dapat menjadi suatu petunjuk tidak langsung kepadatan tanah, udar
a, air, dan penerobosan akar tumbuhan kedalam tubuh tanah. Keadaan tanah yang padat dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman karena akar-akarnya tidak berkembang dengan baik (Baver
et al. 1987 dalam Purwowidodo 2005).
Besaran bobot isi tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu atau dari lapisan ke lapisan sesuai
dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman itu menunjukkan derajat kepadatan
tanah (Foth 1988), karena tanah dengan ruang pori berkurang dan berat tanah setiap satuan
bertambah menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah. Tanah dengan bobot yang besar akan
sulit meneruskan air atau sulit ditembus akar tanaman, begitu pula sebaliknya tanah dengan
bobot isi rendah, akar tanaman lebih mudah berkembang (Hardjowigeno 2003).
Ruang Pori dan Porositas Tanah
Ruang pori tanah yaitu bagian dari tanah yang ditempati oleh air dan udara, sedangkan ruang
pori total terdiri atas ruangan diantara partikel pasir, debu, dan liat serta ruang diantara agregat-
agregat tanah (Soepardi 1983). Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang
terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara (Hanafiah 2005).
Menurut Hardjowigeno (2003), porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik,
struktur, dan tekstur tanah. Porositas tinggi jika bahan organik tinggi pula. Tanah-tanah dengan
struktur remah atau granuler mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang
berstruktur pejal (Hardjowigeno 2003). Proporsi antara air dan udara dalam pori-pori tanah
tergantung dari kadar air tanah. Semakin tinggi kadar air tanah maka, semakin rendah pori-pori
yang dapat diisi oleh udara atau sebaliknya. Agar tanaman dapat tumbuh baik diperlukan
perimbangan antara pori-pori yang dibedakan menjadi pori berguna dan pori tidak berguna untuk
ketersediaan air bagi tanaman. Pori tidak berguna bagi tanaman adalah pori yang diameternya
kurang dari 0,2 mikron. Akar tanaman tidak mampu menghisap air pada pori ukuran kurang dari
0,2 mikron tersebut, sehingga tanaman menjadi layu. Untuk mengeluarkan air dari pori ini
diperlukan tenaga tekanan atau isapan setara dengan 15 atmosfir atau pF 4,2 (Hardjowigeno
1993).
Pori berguna bagi tanaman yaitu pori yang berdiameter diatas 0,2 mikron, yang terdiri pori
pemegang air berukuran diameter 0,2 – 8,6 mikron (pF 4,2 – pF 2,54), pori drainase lambat
berdiameter 8,6 – 28,6 mikron (pF 2,54 – pF 2,0), dan pori drainase cepat berdiameter diatas
28,8 mikron (pF 2,0). Air yang terdapat dalam pori pemegang air disebut air tersedia. Umumnya
antara titik layu (pF 4,2) dan kapasitas lapang (pF 2,54) (Hardjowigeno 1993).
Pori drainase cepat atau disebut pori aerasi penting dalam hubungannya dengan pernafasan akar
tanaman. Oleh karena itu pori ini hendaknya dijaga agar selalu terisi udara. Bila pori aerasi diatas
10 persen volume, tanaman akan mendapat aerasi cukup, kecuali pada tanah dengan permukaan
air tanah dangkal (Kohnke 1968 dalam Musthofa 2007).
KadarAir
Pori tanah dapat dibedakan menjadi pori kasar dan pori halus. Pori kasar berisi udara atau air
gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedang pori halus berisi air kapiler dan
udara (Hardjowigeno 2003).
Ukuran pori dan kemantapan pori berpengaruh terhadap daya infiltrasi, semakin besar dan
mantap pori tersebut maka daya infiltrasi akan semakin besar (Syarief 1985 dalam Musthofa
2007).
Tanah remah memberikan kapasitas infiltrasi akan lebih besar daripada
tanah liat. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas lebih kecil
dibandingkan tanah dalam keadaan kering (Hardjowigeno 2003).
Menurut Hardjowigeno (2003), dalam menentukan jumlah air tersedia bagi tanaman beberapa
istilah perlu dipahami antara lain: 1. Kapasitas Lapang yaitu keadaan tanah yang cukup lembab
yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan terhadap gaya tarik gravitasi. Air
yang dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap oleh akar-akar tanaman atau
menguap sehingga tanah semakin lama semakin kering. Pada suatu saat akar sudah tidak mampu
lagi menyerap air tersebut sehingga tanaman menjadi layu permanen. 2.Titik Layu Permanen,
yaitu kandungan air tanah dimana akar-akar mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah
sehingga tanaman menjadi layu, tanaman tetap layu baik siang ataupun malam hari, dan 3. Air
Tersedia, adapun yang dimaksud dengan air tersedia adalah banyaknya air yang tersedia bagi
tanaman yaitu selisih antara kadar air pada kapasitas lapang dikurangi kadar air pada titik layu
permanen.
Permeabilitas
Permeabilitas adalah kecepatan laju air dalam medium massa tanah. Sifat ini penting artinya
dalam keperluan drainase dan tata air tanah. Bagi tanah-tanah yang bertekstur halus biasanya
mempunyai permeabilitas lebih lambat dibanding tanah bertekstur kasar. Nilai permeabilitas
suatu solum tanah ditentukan oleh suatu lapisan tanah yang mempunyai nilai permeabilitas
terkecil (Hardjowigeno 2003).
Tanah dengan struktur mantap adalah tanah yang memiliki permeabilitas dan drainase yang
sempurna, serta tidak mudah didespersikan oleh air hujan. Permeabilitas tanah dapat
menghilangkan daya air untuk mengerosi tanah, sedangkan drainase mempengaruhi baik
buruknya peratukaran udara. Faktor tersebut selanjutnya akan mempengaruhi kegiatan
mikroorganisme dan perakaran dalam tanah (Syarief 1985 dalam Musthofa 2007). Syarief (1985)
dalam Musthofa (2007) juga mengatakan bahwa aliran permukaan (erosi) dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu kapasitas infiltrasi dan permeabilitas dari lapisan tanah. Apabila kapasitas infiltrasi
dan permeabilitas besar dan mempunyai lapisan kedap yang dalam maka aliran permukaan
rendah, sedangkan untuk tanah yang bertekstur halus maka penyerapan air akan semakin lambat
dan aliran permukaan tinggi.
Air Tersedia
Air tanah merupakan sebagian fase cair tanah yang mengisi sebagian atau seluruh ruang pori
tanah. Air tanah berperan penting dari segi pedogenesis maupun dalam hubungannya dengan
pertumbuhan tanaman. Pertukaran kation, dekomposisi bahan organik, pelarutan unsur hara dan
kegiatan jasad-jasad mikro hanya akan berlangsung dengan baik apabila tersedia air dan udara
yang cukup (Haridjaja et al.1983).
Selain dipengaruhi oleh tekstur, struktur, dan kandungan bahan organik, jumlah air yangdapat
digunakan oleh tanaman juga dipengaruhi oleh kedalaman tanah dan sistem perakaran tanaman
(Islami dan Utomo, 1995). Air tersedia sebagian besar merupakan air kapiler yang ditahan tanah
pada kelembaban antara kapasitas lapang dengan koefisien layu. Selain sifat tanah, faktor
tumbuhan dan iklim juga sangat mempengaruhi jumlah air yang dapat diabsorbsikan tumbuhan
dari tanah. Faktor tumbuhan antara lain, bentuk perakaran, daya tahan terhadap kekeringan,
tingkat dan stadia pertumbuhan sedangkan faktor iklim diantaranya adalah temperatur,
kelembaban dan kecepatan angin (Hakim et al. 1986).
Diantara sifat-sifat tanah yang berpengaruh terhadap jumlah air yang tersedia adalah daya hisap
(matrik dan osmotik), kedalaman tanah dan pelapisan tanah. Daya hisap matrik/partikel tanah
sangat jelas mempengaruhi jumlah air tersedia. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap daya
menahan air pada kapasitas lapang dan berikutnya juga terhadap koefisien layu, menentukan
jumlah air tersedia. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah tekstur, struktur, dan bahan organik
(Hakim et al. 1986).
https://mafiabajigur.wordpress.com/2015/05/31/sifat-fisik-tanah/
ifat fisik tanah
SIFAT FISIK TANAH
A. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandingan relatif 3 golongan besar partikel-partikel penyusun tanah atau
fraksi-fraksi tanah yaitu pasir, debu dan liat (atau persentase Sand, Silt and Clay).
Penentuan tekstur tanah dapat dilakukan di lapangan (secara kualitatif) dan dapat ditentukan di
laboratorium (secara kuantitatif). Yaitu dengan melakukan analisa fraksi pasir, debu dan liat
menggunakan metode pipet atau hidrometer bouyoucus. Hasil analisa fraksi tersebut kemudian
dimasukan pada grafik piramid tekstur menurut USDA (United State Department of
Agriculture).
The soil textural triangle
Secara kasar, tekstur tanah dapat digolongkan menjadi 5 golongan, yaitu :
I. Kasar, yaitu pasir dan pasir berlempung
II. Agak kasar, yaitu lempung berpasir dan lempung berpasir halus
III. Sedang, yaitu lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung berdebu dan debu.
IV. Agak halus, yaitu lempung berliat, lempung liat berpasir dan lempung liat berdebu.
V. Halus, yaitu liat berpasir, liat berdebu dan liat.
Berikut beberapa pengertian tentang istilah dalam tekstur tanah, yaitu :
1. Pasir (Sand), yaitu tanah lepas-lepas dan berbutir tunggal, mudah dilihat dan dirasakan, jika
diinjak kering berderai, basah tergumpal meremah.
2. Lempung berpasir (Sandy Loam), yaitu tanah yang mengandung cukup pasir, melekat
karena adanya debu dan liat kering bergumpal dan mudah pecah, basah menggumpal liat.
3. Lempung (Loam), yaitu tanah yang mengandung sama banyak pasir, debu dan liat.
4. Silt Loam, yaitu tanah kering menggumpal tetapi mudah pecah.
5. Clay Loam, yaitu tanah bertekstur halus yang mudah pecah menjadi gumpalan-gumpalan
yang keras.
6. Clay, yaitu tanah bertekstur halus yang biasanya membentuk gumpalan halus keras dan
kering, jika basah liat dan bila dipijat melekat.
B. Struktur Tanah
Struktur tanah adalah susunan saling mengikat paritkel-partikel tanah yang berwujud sebagai
agregat tanah yang membentuk dirinya. Agregat tanah pada umumnya berbentuk remah (Crumb)
dan bertekstur gumpal (Blocky) atau pejal. Berdasarkan tipe dan kelasnya struktur tanah dapat
dibedakan menjadi :
1. Tipe Lempeng (Platy), yaitu agregat mempunyai ukuran horizontal lebih dari ukuran
vertikal dan tipe ini dibedakan atas beberapa kelas.
2. Tipe Tiang, ukuran agregat vertikal lebih dari horizontal, dibagi lagi menjadi tipe Prismatik
yang berbentuk tiang dengan ujung bersegi datar dan tipe Columnar yang berujung bulat.
3. Tipe Gumpal, ukuran agregat vertikal dan horizontal sama besar dengan bentuk gumpal
bersudut atau membulat.
4. Tipe Remah, porous, bulat, ukuran kecil, agregat tidak saling terikat sesamanya.
5. Tipe Granular, kurang porous, ukuran kecil, padat dan tidak terikat antara agregal bulat.
6. Tipe Tak Beragregat, bila termasuk dalam tipe pejal (masif) dan berbutir tunggal.
Tiap horison tanah adakalanya mempunyai struktur yang berbeda. Struktur sangat berpengaruh
pada gerakan air, aerasi dan lalu lintas panas, sehingga tata air, penetrasi akar dan pernafasan
akar sangat tergantung pada struktur tanah. Struktur tanah dapat terbentuk bila ada bahan koloid
tanah yang bersifat sebagai perekat dalam proses agregasi, yaitu :
1. Mineral-mineral liat
2. Oksida-oksida besi dan mangan yang bersifat koloid
3. Bahan organik koloidal, termasuk gum yang dihasilkan oleh aktivitas jasad renik.
Agregasi (pembentukan agregat) akan sangat dipengaruhi oleh aktivitas jasad renik pada tanah
yang ada bahan organiknya. Faktor-faktor yang terlibat dalam pembentukan ini adalah benang-
benang jamur, asam-asam (bahan kimia) dari aktivitas organisme (lilin lemak).
C. Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah adalah derajat kohesi dan adhesi diantara partikel-partikel tanah dan ketahanan
(resistensi) massa tanah terhadap perubahan bentuk oleh tekanan dan berbagai kekuatan yang
mempengaruhi bentuk tanah. Konsistensi tanah tergantung pada tekstur, sifat dan jumlah koloid
organik dan anorganik, struktur dan kandungan air tanah.
Cara penentuan konsistensi tanah di lapangan adalah dengan memijat tanah pada kondisi basah
(kapasitas lapang), lembab dan kering udara.
1. Konsistensi basah, yaitu dengan ciri tanah dapat menempel atau melekat antara ibu jari dan
jari telunjuk terbagi atas : tak lekat, agak lekat, lekat dan sangat lekat. Digunakan untuk menilai
derajat kelekatan tanah terhadap benda yang menempelinya.
Berdasarkan plastisitasnya atau mudah tidaknya diubah, liat dapat dibagi atas : tak liat, agak liat,
liat dan sangat liat. Digunakan untuk melihat derajat kelenturan tanah terhadap perubahan
bentuknya.
2. Konsistensi lembab (menyatakan kegemburan tanah), lepas, sangat gembur, gembur, sangat
teguh, ekstrim teguh.
3. Konsistensi kering, menyatakan lunak atau keras dengan cara memecahkan atau
meremukkan yang terbagi atas : lepas, lunak, agak keras, keras, sangat keras, ekstrim keras.
Konsistensi tanah di laboratorium ditentukan dengan menggunakan angka Atterberg yang
nilainya diperoleh dari pengukuran Batas Cair (BC), Batas Lekat (BL), Batas Giling (BG), Batas
Ubah Warna (BUW), Derajat Keras (DK) dan Derajat Berat (DB).
Pengukuran konsistensi tanah dapat digunakan untuk mengetahui kadar air tanah, kandungan liat
dalam tanah serta menentukan jenis pengolahan tanah dan disain alat-alat pertanian. Hal ini
disebabkan kandungan liat dan kadar air pada tanah akan menentukan nilai Plastic Number dari
tanah.
Plastic Number menyatakan perbedaan antara kandungan air pada batas plastis tertingi (Upper
Plastic Limit) dan batas plastis terendah (Lower Plastic Limit).
Upper Plastic Limit adalah kandungan air dalam tanah sudah lewat jenuh (air mengalir)
Lower Plastic Limit adalah kandungan air dalam tanah pada saat konsistensi tanah berubah dari
lekat menjadi gembur.
Misalnya pada tanah yang ber-PLA tinggi (Upper Plastic Limit), maka tanah ini umumnya
banyak mengadung fraksi partikel halus dan berbentuk lempeng.
D. Porositas Tanah
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume
tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara. Merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi
tanah.
Porositas tanah berkaitan erat dengan kerapatan isi, kerapatan zarah dan persen ruang pori-pori.
Jumlah dan ukuran pori-pori tanah mempengaruhi jumlah dan gerakan air serta udara dalam
tanah.
Kerapatan isi adalah berat persatuan volume tanah kering oven yang biasanya dinyatakan dalam
gr/cm3.
Kerapatan zarah adalah kerapatan partikel, kerapatan zarah tiap jenis tanah adalah konstan dan
tidak bervariasi dengan jumlah ruang antara partikel-partikel.
Pori-pori tanah adalah persentase ruang pori-pori dalam tanah dapat dihitung dari kerapatan isi
dan kerapatan zarah.
Porositas tanah akan sangat berpengaruh pada aerasi tanah, permeabilitas tanah dan drainase
tanah.
E. Tata Udara Tanah / Aerasi Tanah
Selain air, udara juga merupakan bagian yang penting dalam tanah. Kekurangan udara dalam
tanah dapat mengganggu pertumbuhan tanaman karena tertekannya:
1. Pertumbuhan dan perkembangan perakaran tanaman,
2. Pernafasan akar,
3. Penyerapan air dan unsur hara dari dalam tanah serta
4. Aktivitas jasad-jasad hidup dalam tanah sehingga proses biologi yang berhubungan dengan
kesuburan tanah terhambat.
Secara garis besar komposisi udara tanah adalah N2 (79,2%), O2 (20,6%) dan CO2 (0,2%).
Sedangkan komposisi udara atmosfer N2 (79%), O2 (20,97%) dan CO2 (0,03%). Kandungan
CO2 di tanah melebihi yang ada di atmosfer karena
1. Adanya reaksi kimia dan biokimia dalam tanah, dan
2. Kandungan O2 tanah lebih kecil dari atmosfer sehingga kadar CO2 naik.
Komposisi udara tanah tergantung pada :
1. Banyaknya ruang udara tersedia
2. Kecepatan reaksi biokimia dan pertukaran gas
3. Pemupukan (mempengaruhi aktivitas biologi tanah)
4. Musim
Konsentrasi O2 dan CO2
CO2 dapat meningkatkan suhu tanah dan mengurangi kecepatan dekomposisi. Sedangkan O2
dapat membantu pernafasan akar tanaman, secara tidak langsung mempercepat dekomposisi dan
mempengaruhi reaksi oksidasi yang dapat menentukan warna tanah.
F. Suhu Tanah
Suhu tanah pada setiap saat tergantung pada perbandingan energi yang diabsorbsi dan yang
dilepaskan selain tergantung pada energi yang ada, suhu tanah juga sangat tergantung pada panas
jenis atau kemampuan panas (Thermal Capacity) dari tanah dan airnya. Misalnya pada jumlah
panas tertentu yang diabsorbsi oleh tanah tidak selalu diikuti kenaikan suhu secara cepat,
tergantung pada panas jenis dari tanah.
Selain itu jumlah energi yang masuk ke dalam tanah dipengaruhi oleh warna, kemiringan, serta
vegetasi penutup dan penutup tanah (mulsa). Contohnya pada tanah-tanah organik warna gelap,
mengabsorbsi banyak energi, tetapi karena kandungan airnya tinggi maka banyak air yang harus
dipanaskan sehingga penambahan panas tidak segera menaikkan suhu tanah.
Kandungan air bisa juga dikatakan sebagai faktor terpenting dalam menentukan temperatur
tanah. Sehingga dapat dikatakan pada saat musim penghujan tanah cukup tinggi kandungan
airnya dan panas akan menyebabkan perubahan temperatur secara perlahan, tetapi perubahan
panas akan cepat terjadi pada saat musim kemarau.
Drainase sangat penting dan mempengaruhi temperatur tanah. Selain itu mulsa dan penutup
tanah lainnya akan menyebabkan berkurangnya jumlah radiasi yang diabsorbsi tanah, kehilangan
aerasi dari tanah karena radiasi dan kehilangan air karena evaporasi serta infiltrasi.
The soil textural triangle
Temperatur atau suhu tanah sangat berpengaruh pada proses-proses kimiawi dan aktivitas jasad-
jasad renik yang dapat merombak hara-hara tanaman menjadi bentuk tersedia.
Jika temperatur tanah turun maka kehidupan jasad renik dalam tanah akan turun aktivitasnya dan
akhirnya terhenti. Aktivitas organisme ini akan lambat pada saat temperatur mencapai 40°F
(4,5°C) dan giat kembali pada suhu 70°F (21,1°C) sampai 90°F (33,3°C).
G. Warna Tanah
Warna tanah dapat menyatakan jenis, kandungan bahan organik, kondisi drainase dan aerasi
tanah dalam hubungannya dengan hidratasi, oksidasi dan proses pelindian tingkat perkembangan
tanah, kadar air tanah atau adanya bahan-bahan tertentu. Warna tanah merupakan
komposit/campuran dari warna-warna komponen penyusunnya.
Warna tanah ditentukan dengan menggunakan buku Munsell Soil Color Chart terdiri atas kartu-
kartu yang berbeda warna spektrumnya (Hue) dan diberi simbol angka dan huruf dan diletakkan
pada sudut kanan atas. R untuk merah, Y untuk kuning. Selain berdasarkan Huenya penentuan
warna tanah juga didasarkan pada nilai value yang mempunyai nilai dari 2 – 8 dan interval
Chroma dengan nilai dari 0 – 8 tanpa angka 5. nilai Value/Chroma diletakkan di belakang nilai
Hue. Misalnya untuk tanah Rendzina nilai warnanya 5YR 6/2 (Pinkish Gray), Terra Rosa 10R
2/2 (Very Dusky Red).
http://alkhadi17.blogspot.co.id/2015/10/sifat-fisik-tanah.html
SIFAT KIMIA TANAH
19 Februari 2009
tags: Kimia, Tanah
Beberapa Sifat Kimia Tanah antara lain :
Derajat Kemasaman Tanah (pH)
Reaksi tanah menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai
pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam tanah. Makin
tinggi kadar ion H+ didalam tanah, semakin masam tanah tersebut. Di dalam tanah selain H+ dan
ion-ion lain ditemukan pula ion OH-, yang jumlahnya berbanding terbalik dengan banyaknya
H+. pada tanah-tanah masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedang pada tanah
alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- , maka
tanah bereaksi netral yaitu mempunyai pH = 7 (Anonim 1991).
Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut
masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun dcmikian pH tanah umumnya berkisar dari
3,0-9,0. Di Indonesia unumnya tanahnya bereaksi masam dengan 4,0 – 5,5 sehingga tanah
dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak
masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang
dari 3,0 yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah
yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak
mengandung garam Na (Anonim 1991).
C-Organik
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
menentukan keberhasilan suatu budidaya pertanian. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat
meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan
organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 1991).
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam
ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan
organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, Agar
kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi
mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan
setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas
Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat
mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan
menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Anonim 1991).
N-Total
Nitrogen merupakan unsur hara makro esensial, menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan
berfungsi terutama dalam pembentukan protein (Hanafiah 2005).
Menurut Hardjowigeno (2003) Nitrogen dalam tanah berasal dari :
a.Bahan Organik Tanah : Bahan organik halus dan bahan organik kasar
b.Pengikatan oleh mikroorganisme dari N udara
c.Pupuk
d.Air Hujan
Sumber N berasal dari atmosfer sebagai sumber primer, dan lainnya berasal dari aktifitas
didalam tanah sebagai sumber sekunder. Fiksasi N secara simbiotik khususnya terdapat pada
tanaman jenis leguminoseae sebagai bakteri tertentu. Bahan organik juga membebaskan N dan
senyawa lainnya setelah mengalami proses dekomposisi oleh aktifitas jasad renik tanah.
Hilangnya N dari tanah disebabkan karena digunakan oleh tanaman atau mikroorganisme.
Kandungan N total umumnya berkisar antara 2000 – 4000 kg/ha pada lapisan 0 – 20 cm tetapi
tersedia bagi tanaman hanya kurang 3 % dari jumlah tersebut (Hardjowigeno 2003). Manfaat dari
Nitrogen adalah untuk memacu pertumbuhan tanaman pada fase vegetatif, serta berperan dalam
pembentukan klorofil, asam amino, lemak, enzim, dan persenyawaan lain (RAM 2007). Nitrogen
terdapat di dalam tanah dalam bentuk organik dan anorganik. Bentuk-bentuk organik meliputi
NH4, NO3, NO2, N2O dan unsur N. Tanaman menyerap unsur ini terutama dalam bentuk NO3,
namun bentuk lain yang juga dapat menyerap adalah NH4, dan urea (CO(N2))2 dalam bentuk
NO3. Selanjutnya, dalam siklusnya, nitrogen organik di dalam tanah mengalami mineralisasi
sedangkan bahan mineral mengalami imobilisasi. Sebagian N terangkut, sebagian kembali
scbagai residu tanaman, hilang ke atmosfer dan kembali lagi, hilang melalui pencucian dan
bertambah lagi melalui pemupukan. Ada yang hilang atau bertambah karena pengendapan.
P-Bray
Unsur Fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-mineral di
dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7 (Hardjowigeno
2003). Siklus Fosfor sendiri dapat dilihat pada Gambar 2.
Dalam siklus P terlihat bahwa kadar P-Larutan merupakan hasil keseimbangan antara suplai dari
pelapukan mineral-mineral P, pelarutan (solubilitas) P-terfiksasi dan mineralisasi P-organik dan
kehilangan P berupa immobilisasi oleh tanaman fiksasi dan pelindian (Hanafiah 2005).
Menurut Leiwakabessy (1988) di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik dan
fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang lebih kaya
akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama kadarnya dalam
tanaman yaitu 0,2 – 0,5 %. Tanah-tanah tua di Indonesia (podsolik dan litosol) umumnya
berkadar alami P rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa memperhatikan
suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P (Hanafiah 2005). Menurut Foth
(1994) jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan pertumbuhannya
kerdil.
Kalium (K)
Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah Nitrogen dan Fosfor yang diserap oleh tanaman
dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari Kalium akan membantu menetralisir muatan listrik
yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim et al. (1986),
menyatakan bahwa ketersediaan Kalium merupakan Kalium yang dapat dipertukarkan dan dapat
diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh tanahnya sendiri dan adanya
penambahan dari kaliumnya sendiri.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang mengandung kalium.
Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka kalium akan larut dan kembali
ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut akan tercuci atau tererosi dan
proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe
tanah mempunyai kandungan kalium yang melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam
mineral-mineral yang terlapuk dan melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation
tertukar dan cepat tersedia untuk diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit
Kalium.
Natrium (Na)
Natrium merupakan unsur penyusun lithosfer keenam setelah Ca yaitu 2,75% yang berperan
penting dalam menentukan karakteristik tanah dan pertumbuhan tanaman terutama di daerah
kering dan agak kering yang berdekatan dengan pantai, karena tingginya kadar Na di laut, suatu
tanah disebut tanah alkali jika KTK atau muatan negatif koloid-koloidnya dijenuhi oleh ≥ 15%
Na, yang mencerminkan unsur ini merupakan komponen dominan dari garam-garam larut yang
ada. Pada tanah-tanah ini, mineral sumber utamanya adalah halit (NaCl). Kelompok tanah alkalin
ini disebut tanah halomorfik, yang umumnya terbentuk di daerah pesisir pantai iklim kering dan
berdrainase buruk. Sebagaimana unsur mikro, Na juga bersifat toksik bagi tanaman jika terdapat
dalam tanah dalam jumlah yang sedikit berlebihan (Hanafiah, 2005).
Kalsium (Ca)
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral essensial sekunder seperti Magnesium dan
Belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik, terikat
oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan sekunder dan
tercuci (Leiwakabessy 1988). Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan
bulu-bulu akar dan biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan,
membantu pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim (RAM 2007).
Magnesium (Mg)
Magnesium merupakan unsur pembentuk klorofil. Seperti halnya dengan beberapa hara lainnya,
kekurangan magnesium mengakibatkan perubahan warna yang khas pada daun. Kadang-kadang
pengguguran daun sebelum waktunya merupakan akibat dari kekurangan magnesium (Hanafiah
2005).
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan
kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi
mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah
atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan
tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh :
1.Reaksi tanah
2.Tekstur atau jumlah liat
3.Jenis mineral liat
4.Bahan organik dan,
5.Pengapuran serta pemupukan.
Soepardi (1983) mengemukakan kapasitas tukar kation tanah sangat beragam, karena jumlah
humus dan liat serta macam liat yang dijumpai dalam tanah berbeda-beda pula.
Kejenuhan Basa (KB)
Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan kapasitas
tukar kation yang dinyatakan dalam persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah kemasaman
tinggi dan kejenuhan basa mendekati 100% tanah bersifal alkalis. Tampaknya terdapat hubungan
yang positif antara kejenuhan basa dan pH. Akan tetapi hubungan tersebut dapat dipengaruhi
oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation yang diserap. Tanah dengan kejenuhan basa
sama dan komposisi koloid berlainan, akan memberikan nilai pH tanah yang berbeda. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H+ yang diserap pada permukaan koloid
(Anonim 1991).
Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk mengenai kesuburan sesuatu tanah.
Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat untuk tanaman tergantung pada derajat
kejenuhan basa. Tanah sangat subur bila kejenuhan basa > 80%, berkesuburan sedang jika
kejenuhan basa antara 50-80% dan tidak subur jika kejenuhan basa < 50 %. Hal ini didasarkan
pada sifat tanah dengan kejenuhan basa 80% akan membebaskan kation basa dapat dipertukarkan
lebih mudah dari tanah dengan kejenuhan basa 50% (Anonim 1991).
https://boymarpaung.wordpress.com/2009/02/19/sifat-kimia-tanah/
SIFAT KIMIA TANAH
SIFAT KIMIA TANAH
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh sifat-sifat kesuburan tanahnya yakni kesuburan fisik,
kesuburan kimia dan kesuburan biologis. Kalau kesuburan fisik lebih mengutamakan tentang
keadaan fisik tanah yang banyak kaitannya drengan penyediaan air dan udara tanah, maka
kesuburan kimia berperan dalam menentukan dan menjelaskan reaksi-reaksi kimia yang
menyangkut dalam masalah-masalah ketersediaan unsur hara bagi pertumbuhan tanaman. Untuk
mencapai rnaksud tersebut, maka pembahasan mengenai sifat kimia tanah ini kita batasi pada.
hal-hal yang berkaitan erat dengan masalah-masalah antara lain : Reaksi tanah (pH), koloid
tanah, pertukaran kation, dan kejenuhan basa.
5.1. Reaksi Tanah ( pH)
Tersedianya unsur hara bagi tanaman, meningkatnya aktifitas mikro organisme dan reaksi-reaksi
kimia lainnya di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh reaksi tanah, yang secara tidak langsung
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman.
Yang dimaksud dengan reaksi tanah ialah : Sifat keasaman dan kebasaan dari tanah, sehingga
kita kenal ada tiga reaksi tanah yaitu : asam, netral dan basa. Secara defenisi dapat dikatakan
bahwa pH tanah adalah aktifitas konsentrasi ion hidrogen ( H) dalam suatu larutan tanah yang
dinyatakan dengan rumus :
pH = log
Sebagai contoh pada tanah yang bereaksi netral maka :
pH = log
Suatu larutan yang bersifat asam mempunyai konsentrasi ion H+ lebih besar dari konsentrasi ion
sedangkan suatu larutan basa, jika konsentrasi ion H+ lebih kecil dari konsentrasi ion , dan jika
konsentrasi ion H+ sama dengan ion maka sutau larutan disebut netral, atau pH nya = 7.
Nilai pH berkisar antara 0 – 14, sedangkan untuk tanah pertanian pH ini berkisar antara 4 – 9.
Tanah-tanah di Indonesia pada umumnya berekasi masam dengan pH 4.0 – 5. sehingga tanah-
tanah yang ber pH 6.0 – 6.5 sudah dapat dikatakan cukup netral meskipun masih agak masam. Di
daerah rawa-rawa seperti pada tanah gambut pH tanahnya lebih rendah lagi yakni sekitar 3.5 –
4.0 dan ada juga yang ber pH lebih kecil dari 3.0 seperti tanah sulfat masam.Reaksi tanah pH
yang tinggi dijumpai pada tanah-tanah daerah iklim kering atau pada tanah-tanah bergaram,
dapat mencapai pH 8.5 – 9.0.
Sumber Ion H
Pada bagian terdahulu telah dijelaskan bahwa kemasaman tanah itu disebabkan oleh aktifitas ion
hidrogen. Untuk itu kita harus mengetahui dari mana sumber ion hidrogen tersebut.
1. Ionisasi asam-asam organis. Pada penguraian bahan organis dihasilkan asam-asam organis
seperti asam karbonat. Asam karbonat dapat melepaskan ion H+ dengan cara seperti berikut :
H2ZCO3 <============= > HC03– + H+
2. Ion AI yang terjerap : Jika pH tanah masam sekali, maka Al akan sangat larut yang
dijumpaidalam bentuk ion Al dan hidroksida Al. Kedua ion Al trsebut lebih mudah terjerap pada
koloid liat daripada ion H+ . Aluminum yang terjerap ini berada dalam keadaan seimbang
dengan Al dalam larutan tanah. Oleh twena itu Al berada dalam larutan mudah terhidrolisis,
maka Al menapakan ptrnyebab kemasaman atau penyumbang ion H+. Kejadian itu dapat
dilukiskan dengan reaksi sebagai berikut :
( Misel ) Al+++ ————> Al3+
Ion Al terjerap pada misel Ion Al dalam larutan tanah
Selanjutnya ian Al yang berada di dalam larutan tanah dihidrolisis sebagai berikut :
Al3+ + H2O —————–>
Hidrolisis diatas menghasilkan ian H dan mungkin merupakan sumber utama ion H dalam
sebagian besar tanah sangat masam.
3. Koloid Liat dan koloid Humus : Koloid liat dan humus di dalam tanah merupakan
penyumbang ion H dalam larutan tanah pada tanah yang berkemasan sedang. Dalam hal ini dapat
diartikan bahwa ion Ca yang sedikit tidak cukup untuk menetralkan kemasan. Reaksinya adalah
sebagai berikut :
Misel H+ + Ca ————-> (Misel) Ca2+ + 2H+
H+
Sumber ion OH
Jika misalnya komplek jerapan (adsorpsi) yang semulanya di tempati oleh ion H dan Al
digantikan oleh kation-kation seperti kation Ca, K dan Mg, maka konsentrasi ion H pada
komplek jerapan tanah akan berkurang, akibatnya konsentrasi ion OH naik. Peristiwa ini dapat
dilihat dari reaksi berikut :
H+
Misel Ca2+ + 2 H2 O <=========> (Misel) H+ + 2 Ca2+ + 2 OH+
Ca2+ H+
H+
Dari reaksi diatas ternyata kation-kation basa mempengaruhi konsentrasi ion OH. Hidrolisis dari
misel yang dijenuhi oleh basa-basa menghasilkan ion OH.
Sifat Penyangga Tanah
Reaksi tanah (pH) tidak mudah diturunkan ataupun dinaikkan secara mendadak, karena di dalam
tanah ada sifat penyangga pH. Komponen tanah yang mempunyai sifat menyangga ini adaIah
gugus asam Iemah seperti karbonat serta komplek koloidai tanah yakni koloid Iiat dan koloid
humus. Koloid tanah dikelilingi oleh ion-ion H yang terjerap pada permukaannya dan di pihak
lain ada ion-ion H yang tidak dipengaruhi oleh komplek jerapan tanah , yakni ion H yang herada
pada larutan tanah. Ion H yang terjerap dan yang berada di dalam larutan tanah berada dalam
keseimbangan.
Mekanisme sanggaan dapat dijelaskan berdasarkan sifat dissosiasi ion H dari asam koloidal
lemah. Reaksinya sebagai berikut dan Gambar 5.1.
Ion H yang terjerap <==========> Ion H dalam larutan tanah
(Kemasaman cadangan) ( Kemasaman aktif)
Asam Iemah ini mempunyai tingkat disosiasi yang Iemah dan sebagian besar dari ion H masih
tetap terjerap pada permukaan koloid. Bila suatu tanah masam ingin dinaikkan pH nya, maka
dilakukan pengapuran, dan akibatnya reaksi akan beralih ke kanan dimana ion-ion Ca dari kapur
lebih banyak terjerap, tapi ternyata pH tidak banyak berubah. Hal ini terjadi karena ion-ion H
masih banyak terjerap pada koloid tanah. Dengan penambahan kapur yang Iebih banyak lagi
hingga cukup untuk mebebaskan semua ion H dari kompIek jerapan tanah dan digantikan oleh
ion Ca, maka akan terjadilah peningkatan pH tanah yang lebih nyata. Ini berarti kemasaman
cadangan telah dinetralkan.
Dengan adanya sifat penyangga di dalam tanah, hai ini dapat menjaga penurunan pH yang drastis
akibat bertambahnya ion H oleh suatu poroses biologis ataupun perlakuan pemupukan. Adanya
aktifitas jasad jasad hidup di dalam tanah atau perlakuan pemupukan yang bersifat asam akan
menyumbangkan banyak ion H, sehingga reaksi beralih ke kiri, namun demikian penurunan pH
juga tidak nyata. HaI ini juga disebabkan oleh adanya sifat sanggaan tanah tadi. Dari uraian
diatas jelaslah bahwa sifat sanggahan tanah sangat penting artinya dalam menjaga kestabilan
reaksi tanah, sehingga gejolak pH yang hebat tidak terjadi yang dapat mengganggu pertumbuhan
tanaman.
Pengaruh pH terhadap tanah
Reaksi tanah (pH) mempunyai peranan yang penting terhadap ketersediaan unsur-unsur hara,
baik hara makro maupun hara mikro. Meningkatnya kelarutan ionion Al, dan Fe dan juga
meningkatnya aktifitas jasad-jasad renik tanah sangat dipengaruhi oleh keadaan pH tanah
pH dan ketersediaan unsur-unsur hara
Reaksi tanah berpengaruh terhadap ketersediaan unsur-unsur hara di dalam tanah. Pada
umumnya unsur hara makro akan lebih tersedia pada pH agak masam sampai netral, sedangkan
unsur hara mikro kebalikannya yakni lebih tersedia pada pH yang lebih rendah.
Tersedianya unsur hara makro, seperrti nitrogen, fosfor, kalium dan magnesium pada pH 6.5.
Unsur hara fofor pada pH lebih besar dari 8.0 tidak tersedia karena diikat oleh ion Ca.
Sebaliknya jika pH turun menjadi lebih kecil dari 5.0, maka fisfat kembali menjadi tidak
tersedia. Hal ini dapat menjadi karena dalam kondisi pH masam, unsur-unsur seperti Al, Fe, dan
Mn menjadi sangat larut. Fosfat yang semula tersedia akan diikat oleh logam-logam tadi
sehingga, tidak larut dan tidak tersedia untuk tanaman. Beberapa tanaman tertentu dapat
kekurangan unsur hara mikro seperti Fe dan Mn. Untuk memperoleh ketersediaan hara yang
optimum bagi pertumbuhan tanaman dan kegiatan biologis di dalam tanah, maka pH tanah harus
dipertahankan pada pH sekitar 6.0 – 7.0.
https://dhemajad92.wordpress.com/kimia/sifat-kimia-tanah/
SIFAT BIOLOGI TANAH
19 Februari 2009
tags: Biologi
Beberapa Sifat Biologi Tanah antara lain :
Total Mikroorganisme Tanah
Tanah dihuni oleh bermacam-macam mikroorganisme. Jumlah tiap grup mikroorganisme sangat
bervariasi, ada yang terdiri dari beberapa individu, akan tetapi ada pula yang jumlahnya
mencapai jutaan per gram tanah. Mikroorganisme tanah itu sendirilah yang bertanggung jawab
atas pelapukan bahan organik dan pendauran unsur hara. Dengan demikian mereka mempunyai
pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia tanah (Anas 1989).
Selanjutnya Anas (1989), menyatakan bahwa jumlah total mikroorganisme yang terdapat
didalam tanah digunakan sebagai indeks kesuburan tanah (fertility indeks), tanpa
mempertimbangkan hal-hal lain. Tanah yang subur mengandung sejumlah mikroorganisme,
populasi yang tinggi ini menggambarkan adanya suplai makanan atau energi yang cukup
ditambah lagi dengan temperatur yang sesuai, ketersediaan air yang cukup, kondisi ekologi lain
yang mendukung perkembangan mikroorganisme pada tanah tersebut.
Jumlah mikroorganisme sangat berguna dalam menentukan tempat organisme dalam
hubungannya dengan sistem perakaran, sisa bahan organik dan kedalaman profil tanah. Data ini
juga berguna dalam membandingkan keragaman iklim dan pengelolaan tanah terhadap aktifitas
organisme didalam tanah (Anas 1989).
Jumlah Fungi Tanah
Fungi berperan dalam perubahan susunan tanah. Fungi tidak berklorofil sehingga mereka
menggantungkan kebutuhan akan energi dan karbon dari bahan organik. Fungi dibedakan dalam
tiga golongan yaitu ragi, kapang, dan jamur. Kapang dan jamur mempunyai arti penting bagi
pertanian. Bila tidak karena fungi ini maka dekomposisi bahan organik dalam suasana masam
tidak akan terjadi (Soepardi, 1983).
Jumlah Bakteri Pelarut Fosfat (P)
Bakteri pelarut P pada umumnya dalam tanah ditemukan di sekitar perakaran yang jumlahnya
berkisar 103 – 106 sel/g tanah. Bakteri ini dapat menghasilkan enzim Phosphatase maupun asam-
asam organik yang dapa melarutkan fosfat tanah maupun sumber fosfat yang diberikan (Santosa
et.al.1999 dalam Mardiana 2006). Fungsi bakteri tanah yaitu turut serta dalam semua perubahan
bahan organik, memegang monopoli dalam reaksi enzimatik yaitu nitrifikasi dan pelarut fosfat.
Jumlah bakteri dalam tanah bervariasi karena perkembangan mereka sangat bergantung dari
keadaan tanah. Pada umumnya jumlah terbanyak dijumpai di lapisan atas. Jumlah yang biasa
dijumpai dalam tanah berkisar antara 3 – 4 milyar tiap gram tanah kering dan berubah dengan
musim (Soepardi, 1983)
Total Respirasi Tanah
Respirasi mikroorganisme tanah mencerminkan tingkat aktivitas mikroorganisme tanah.
Pengukuran respirasi (mikroorganisme) tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan
untuk menentukan tingkat aktifitas mikroorganisme tanah. Pengukuran respirasi telah
mempunyai korelasi yang baik dengan parameter lain yang berkaitan dengan aktivitas
mikroorganisme tanah seperti bahan organik tanah, transformasi N, hasil antara, pH dan rata-rata
jumlah mikroorganisrne (Anas 1989).
Penetapan respirasi tanah didasarkan pada penetapan :
1.Jumlah CO2 yang dihasilkan, dan
2.Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroba tanah.
Pengukuran respirasi ini berkorelasi baik dengan peubah kesuburan tanah yang berkaitar dengan.
aktifitas mikroba seperti:
1.Kandungan bahan organik
2.Transformasi N atau P,
3.Hasil antara,
4.pH, dan
5.Rata-rata jumlah mikroorganisme.
https://boymarpaung.wordpress.com/2009/02/19/sifat-biologi-tanah/
. Biologi tanah
Tanah merupakan suatu komponen penting dalam modal dasar pertanian. Sifat, ciri dan tingkat
kesuburan (produktivitas) nya, tanah sangat dipengaruhi oleh sifat kimia,fisika dan biologi tanah.
Biologi tanah adalah ilmu yang mempelajari mahluk-mahluk hidup didalam tanah. Karena ada
bagian-bagian hidup di dalam tanah, maka tanah itu disebut sebagai ―Living System‖ contohnya
akar tanaman dan organisme lainnya di dalam tanah.
B. Organisme Tanah
Organisme tanah atau disebut juga biota tanah merupakan semua makhluk hidup baik hewan
(fauna) maupun tumbuhan (flora) yang seluruh atau sebagian dari fase hidupnya berada dalam
sistem tanah.
C. Jenis dan Klasifikasi Organisme tanah
Di dalam tanah, berdasarkan fungsinya dalam budidaya pertanian, secara umum terdapat dua
golongan jasad hayati tanah, yaitu yang menguntungkan dan yang merugikan. Jasad hayati yang
menguntungkan ini, yaitu yang terlibat dalam proses dekomposisi bahan organik,
pengikat/penyediaan unsur hara dan atau pembentukan serta perbaikan struktur tanah. Sedangkan
jasad yang merugikan adalah yang memanfaatkan tanaman hidup, baik sebagai sumber pangan
atau sebagai inangnya, yang disebut sebagai hama atau penyakit tanaman maupun sebagai
kompetitor dalam penyerapan hara dalam tanah.
Secara umum biota (jasad hayati) tanah dikelompokkan menjadi dua.
1. Fauna, meliputi:
a. Makro fauna, terdiri dari herbivora (pemakan tanaman) dan karnivora (pemangsa hewan-
hewan kecil). Herbivora meliputi cacing (Annelida), bekicot (Mollusca), Arthopoda, yaitu
Crustacea seperti kepiting,Chilopoda seperti kelabang, Diplopoda seperti kaki seribu,
Arachnidaseperti kutu dan kalajengking, dan serangga (Insecta); seperti belalang, kumbang,
rayap, jangkrik dan semut; serta hewan-hewan kecil lain yang bersarang dalam tanah, seperti
ular, tikus, kadal dan lain-lain; kanivora meliputi serangga, rayap, dan laba-laba.
b. Mikro fauna berupa pemangsa parasit, meliputi nematoda, protozoa, dan rotifera.
2. Mikroflora meliputi:
a. Ganggang, terdiri dari ganggang hijau dan hijau-biru.
b. Cendawan, meliputi jamur, ragi, dan kapang.
c. Bakteri, aerobik dan anaerobik. Bakteri aerobik meliputiAzotobakter, Beijerinkia,
Rhizobium dan Azospirillum. Bakteri anaerobik meliputi Desulfovibrio.
Jasad hayati tanah ini berdasarkan ukurannya dipilih menjadi tiga
a. Makrobia : jika berukuran di atas 10 mm.
b. Mesobia : berukuran 0,2-10 mm.
c. Mikrobia : berukuran < 0,2 mm (200 mm) (Hanafiah, 2005).
Berdasarkan cara memperoleh energi, mikrobia tanah dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
(1) kelompok yang memperoleh energi dari sinar matahari, dikenal sebagai kelompok fototrof,
dan
(2) kelompok yang memperoleh energi dari oksidasi senyawa anorganik, seperti senyawa N
(amonia dan nitrit), sulfur, zat besi atau senyawa karbon sederhana, dan metana. Kelompok
kedua ini dikenal sebagai kelompok kemotrof.
Selain itu berdasarkan sumber karbon yang digunakannya, mikrobia tanah dapat digolongkan
menjadi dua kelompok yaitu:
(1) kelompok yang menggunakan CO2, HCO3, CO3 sebagai sumber carbon yang
dikelompokkan dalam ototrof (litotrof), dan
(2) kelompok yang menggunakan C organik sebagai sumber karbon dan dikelompokkan
dalam heterotrof (organotrof).
Mikroflora yang tergolong fototrof meliputi alga, sianobakter, bakteri lembayung dan hijau.
Mikroflora yang tergolong fotohetotrof adalah bakteri lembayung non sulfur, dan heliobakteri
(bakteri pembentuk endospora, Bascillus dan Closdtridium). Mikroflora yang tergolong kemotrof
antara lain bakteri pengoksidasi NH4+ (Nitrobacter), dan pengoksidasi nitrit.
Kelompok mikroflora kemoototrof dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:
1. kelompok yang menggunakan CO2 antara lain bakteriNitrosomonas, bakteri pengoksidasi
sulfur (Thiobacillus thiooxidans), bakteri pengoksidasi Fe (Thiobacillus ferrooxidans) dan
2. kelompok yang menggunakan HCO3, contoh Pseudomonas sp. Mikroflora yang termasuk
kelompok kemoheterotrof adalah bakteri perombak selulosa.
Berdasarkan keberadaannya dalam tanah, dibagi dalam dua kelompok besar yaitu:
1. mikrobia otokton (autochtonous), yakni mikrobia setempat pada tanah-tanah tertentu dan
atau bersifat endemik, contohnya bakteri Azospirillum halopraeferen yang selalu ditemukan di
tanah salin;
2. mikrobia zymogen, yaitu mikrobia yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh adanya
perlakuan khusus seperti penambahan pupuk, bahan organik dan pengelolaan tanah. Selain itu
dikenal juga mikrobia trasien, yaitu mikrobia yang keberadaannya di dalam tanah bersifat
sebagai penetap sementara. Mikrobia trasien umumnya merupakan mikrobia yang diintrodusir ke
dalam tanah baik disengaja ataupun tidak disengaja (Ma’shum, 2003).
Berdasarkan spesifikasi fungsinya, jasad hayati tanah digolongkan menjadi jasad spesifik
fungsional jika fungsinya dalam tanah bersifat spesifik, misalnya bakteri nitrosomonas dan
nitrobacteryang berperan dalam nitrifikasi, bakteri rhizobium yang berperan dalam fiksasi N
bebas, endomikoriza yang berperan dalam penyediaan dan penyerapan hara P oleh tanaman.
Serta jasad nonspesifik fungsional jika berperan tidak spesifik, misalnya mikrobia dekomposer
bahan organik.
Apabila dikaitkan dengan pertumbuhan tanaman, biota tanah dikelompokkan menjadi tiga.
1. Biota yang menguntungkan.
2. Biota yang merugikan.
3. Biota tanpa pengaruh.
Jika kelompok (1) yang dominan maka pertumbuhan tanaman menjadi baik, sedangkan jika
kelompok (2) yang dominan maka pertumbuhan tanaman akan jelek. Dengan tujuan agar biota
tanah yang menguntungkan ini dapat dimaksimalkan dan yang merugikan dapat diminimalkan,
yang tanpa pengaruh dapat dimanfaatkan, sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman dapat
dioptimalkan, maka pengembangan biologis dan bioteknologi tanah menjadi penting untuk
dikembangkan sebagai dasar pertanian organik tersebut.
o Faktor yang mempengaruhi aktivitas organisme tanah meliputi :
o Parameter aktivitas organisme tanah meliputi :
tas metabolik
Positif
Negatif
D. Bahan Organik Tanah
Tanah tersusun dari: (a) bahan padatan, (b) air, dan (c) udara. Bahan padatan tersebut dapat
berupa: (a) bahan mineral, dan (b) bahan organik. Bahan mineral terdiri dari partikel pasir, debu
dan liat. Ketiga partikel ini menyusun tekstur tanah. Bahan organik dari tanah mineral berkisar
5% dari bobot total tanah. Meskipun kandungan bahan organik tanah mineral sedikit (+5%)
tetapi memegang peranan penting dalam menentukan Kesuburan Tanah.
Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau
telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-
senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik dan ototrofik yang
terlibat dan berada didalamnya.
Faktor yang Mempengaruhi Bahan Organik Tanah:
Diantara sekian banyak faktor yang mempengaruhi kadar bahan organik dan nitrogen tanah,
faktor yang penting adalah kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan drainase.
Kedalaman lapisan menentukan kadar bahan organik dan N. Kadar bahan organik terbanyak
ditemukan di lapisan atas setebal 20 cm (15-20%). Semakin ke bawah kadar bahan organik
semakin berkurang. Hal itu disebabkan akumulasi bahan organik memang terkonsentrasi di
lapisan atas.
Faktor iklim yang berpengaruh adalah suhu dan curah hujan. Makin ke daerah dingin, kadar
bahan organik dan N makin tinggi. Pada kondisi yang sama kadar bahan organik dan N
bertambah 2 hingga 3 kali tiap suhu tahunan rata-rata turun 100C. bila kelembaban efektif
meningkat, kadar bahan organik dan N juga bertambah. Hal itu menunjukkan suatu hambatan
kegiatan organisme tanah.
Tekstur tanah juga cukup berperan, makin tinggi jumlah liat maka makin tinggi kadar bahan
organik dan N tanah, bila kondisi lainnya sama. Tanah berpasir memungkinkan oksidasi yang
baik sehingga bahan organik cepat habis.
Pada tanah dengan drainase buruk, dimana air berlebih, oksidasi terhambat karena kondisi aerasi
yang buruk. Hal ini menyebabkan kadar bahan organik dan N tinggi daripada tanah berdrainase
baik. Disamping itu vegetasi penutup tanah dan adanya kapur dalam tanah juga mempengaruhi
kadar bahan organik tanah. Vegetasi hutan akan berbeda dengan padang rumput dan tanah
pertanian. Faktor-faktor ini saling berkaitan, sehingga sukar menilainya sendiri (Hakim et al,
1986).
E. Sumber Bahan Organik
Bahan organik tanah umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya
sekitar 3 – 5 % tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah dan pertumbuhan tanaman besar
sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap
pertumbuhan tanaman adalah :
-lain
menahan unsur-unsur hara (Kapasitas Pertukaran Kation
tanah menjadi lebih tinggi)
Bahan organik memiliki peranan sangat penting di dalam tanah. Bahan organik tanah juga
merupakan salah satu indikator kesehatan tanah. Tanah yang sehat memiliki kandungan bahan
organik tinggi, sekitar 5%. Sedangkan tanah yang tidak sehat memiliki kandungan bahan organik
yang rendah. Kesehatan tanah penting untuk menyamin produktivitas pertanian.
Sumber primer bahan organik adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, daun, dan
buah. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur
karbon merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam
bentuk senyawa-senyawa polisakarida, seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan- bahan
pektin dan lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak terakumulasi dalam
bahan organik karena merupakan unsur yang penting dalam sel mikroba yang terlibat dalam
proses perombakan bahan organik tanah. Jaringan tanaman ini akan mengalami dekomposisi dan
akan terangkut ke lapisan bawah serta diinkorporasikan dengan tanah. Tumbuhan tidak saja
sumber bahan organik, tetapi sumber bahan organik dari seluruh makhluk hidup.
Sumber sekunder bahan organik adalah fauna. Fauna terlebih dahulu harus menggunakan bahan
organik tanaman setelah itu barulah menyumbangkan pula bahan organik. Bahan organik tanah
selain dapat berasal dari jaringan asli juga dapat berasal dari bagian batuan.
Perbedaan sumber bahan organik tanah tersebut akan memberikan perbedaan pengaruh yang
disumbangkannya ke dalam tanah. Hal itu berkaitan erat dengan komposisi atau susunan dari
bahan organik tersebut. Kandungan bahan organik dalam setiap jenis tanah tidak sama. Hal ini
tergantung dari beberapa hal yaitu; tipe vegetasi yang ada di daerah tersebut, populasi mikroba
tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu, dan pengelolaan tanah. Komposisi atau
susunan jaringan tumbuhan akan jauh berbeda dengan jaringan binatang. Pada umumnya
jaringan binatang akan lebih cepat hancur daripada jaringan tumbuhan. Jaringan tumbuhan
sebagian besar tersusun dari air yang beragam dari 60-90% dan rata-rata sekitar 75%. Bagian
padatan sekitar 25% dari hidrat arang 60%, protein 10%, lignin 10-30% dan lemak 1-8%.
Ditinjau dari susunan unsur karbon merupakan bagian yang terbesar (44%) disusul oleh oksigen
(40%), hidrogen dan abu masing-masing sekitar 8%. Susunan abu itu sendiri terdiri dari seluruh
unsur hara yang diserap dan diperlukan tanaman kecuali C, H dan O.
F. Proses Dekomposisi Bahan Organik
Proses dekomposisi Bahan Organik memiliki urutan sebagai berikut:
1. Fase perombakan bahan organik segar. Proses ini akan merubah ukuran bahan menjadi lebih
kecil.
2. Fase perombakan lanjutan, yang melibatkan kegiatan enzim mikroorganisme tanah. Fase ini
dibagi lagi menjadi beberapa tahapan. Pada tahapan awal dicirikan oleh kehilangan secara cepat
bahan-bahan yang mudah terdekomposisi sebagai akibat pembafaatan BO sebagai sumber
karbon dan energi oleh mikro organisme tanah, terutama bakteri. Dihasilkan sejumlah senyawa
sampingan seperti: NH3, H2S, CO2, asam organik dll. Selanjutnya, pada tahapan tengah,
terbentuk senyawa organik tengahan/antara (intermediate products) dan biomasa baru sel
organisme).Lalu tahapan akhir dicirikan oleh terjadinya dekomposisi secara berangsur bagian
jaringan tanaman/hewan yang lebih resisten (mis: lignin). Peran fungi dan Actinomycetes pada
tahapan ini sangat dominan
3. Fase perombakan dan sintesis ulang senyawa-senyawa organik (humifikasi) yang akan
membentuk humus.
Humus merupakan salah satu bentuk bahan organik. Jaringan asli berupa tubuh tumbuhan atau
fauna baru yang belum lapuk terus menerus mengalami serangan-serangan jasad mikro yang
menggunakannya sebagai sumber energinya dan bahan bangunan tubuhnya. Hasil pelapukan
bahan asli yang dilakukan oleh jasad mikro disebut humus.Humus biasanya berwarna gelap dan
dijumpai terutama pada lapisan tanah atas. Definisi humus yaitu fraksi bahan organik tanah yang
kurang lebih stabil, sisa dari sebagian besar residu tanaman serta binatang yang telah
terdekomposisikan.
Humus merupakan bentuk bahan organik yang lebih stabil, dalam bentuk inilah bahan organik
banyak terakumulasi dalam tanah. Humus memiliki kontribusi terbesar terhadap durabilitas dan
kesuburan tanah. Humuslah yang aktif dan bersifat menyerupai liat, yaitu bermuatan negatif.
Tetapi tidak seperti liat yang kebanyakan kristalin, humus selalu amorf (tidak beraturan
bentuknya).
Humus merupakan senyawa rumit yang agak tahan lapuk (resisten), berwarna coklat, amorf,
bersifat koloidal dan berasal dari jaringan tumbuhan atau hewan yang telah diubah atau dibentuk
oleh berbagai jasad mikro. Humus tidaklah resisten sama sekali terhadap kerja bakteri. Mereka
tidak stabil terutama apabial terjadi perubahan regim suhu, kelembapan dan aerasi.Adanya
humus pada tanah sangat membantu mengurangi pengaruh buruk liat terhadap struktur tanah,
dalam hal ini humus merangsang granulasi agregat tanah. Kemampuan humus menahan air dan
ion hara melebihi kemampuan liat. Tinggi daya menahan (menyimpan) unsur hara adalah akibat
tingginya kapasitas tukar kation dari humus, karena humus mempunyai beberapa gugus yang
aktif terutama gugus karboksil. Dengan sifat demikian keberadaan humus dalam tanah akan
membantu meningkatkan produktivitas tanah.
Sifat dan Ciri Humus:
· Bersifat koloidal seperti liat tetapi amorfous.
· Luas permukaan dan daya jerap jauh melebihi liat.
· Kapasitas tukar kation 150-300 me/100 g, liat hanya 8-100 me/100 g.
· Daya jerap air 80-90% dari bobotnya, liat hanya 15-20%.
· Daya kohesi dan plastisitasnya rendah sehingga mengurangi sifat lekat dari liat dan membantu
granulasi agregat tanah.
· Misel humus tersusun dari lignin, poliuronida, dan protein liat yang didampingi oleh C, H, O,
N, S, P dan unsur lainnya.
· Muatan negatif berasal dari gugus -COOH dan -OH yang tersembul di pinggiran dimana ion H
dapat digantikan oleh kation lain.
· Mempunyai kemampuan meningkatkan unsur hara tersedia seperti Ca, Mg, dan K.
1. Merupakan sumber energi jasad mikro.
2. Memberikan warna gelap pada tanah.
G. Fungsi Bahan Organik Terhadap Sifat fisik, kimia dan biologi tanah
Bahan organik berperan penting untuk menciptakan kesuburan tanah. Peranan bahan organik
bagi tanah adalah dalam kaitannya dengan perubahan sifat-sifat tanah, yaitu sifat fisik, biologis,
dan sifat kimia tanah. Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat
penting dalam pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap
agregat tanah yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat
menjadi berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi
dapat diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi
diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah
(porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat.
Bahan organik umumnya ditemukan dipermukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-
5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Sekitar setengah dari kapasitas
tukar kation berasal dari bahan organik. Ia merupakan sumber hara tanaman. Disamping itu
bahan organik adalah sumber energi bagi sebagian besar organisme tanah. Dalam memainkan
peranan tersebut bahan organik sangat ditentukan oleh sumber dan susunannya, oleh karena
kelancaran dekomposisinya, serta hasil dari dekomposisi itu sendiri.
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Fisika Tanah:
enahan air. Hal ini dapat dikaitkan dengan sifat polaritas
air yang bermuatan negatif dan positif yang selanjutnya berkaitan dengan partikel tanah dan
bahan organik. Air tanah mempengaruhi mikroorganisme tanah dan tanaman di atasnya. Kadar
air optimal bagi tanaman dan mikroorganisme adalah 0,5 bar/ atmosfer.
matahari yang kemudian mempengaruhi suhu tanah.
lastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat.
Salah satu peran bahan organik yaitu sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah.
Menurut Arsyad (1989) peranan bahan organik dalam pembentukan agregat yang stabil terjadi
karena mudahnya tanah membentuk kompleks dengan bahan organik. Hai ini berlangsung
melalui mekanisme:
jamur dan cendawan, karena bahan organik digunakan oleh mikroorganisme tanah sebagai
penyusun tubuh dan sumber energinya. Miselia atau hifa cendawan tersebut mampu menyatukan
butir tanah menjadi agregat, sedangkan bakteri berfungsi seperti semen yang menyatukan
agregat.
-butir prima oleh miselia jamur dan aktinomisetes. Dengan cara
ini pembentukan struktur tanpa adanya fraksi liat dapat terjadi dalam tanah.
-butir liat melalui ikatan bagian-bagian pada senyawa organik
yang berbentuk rantai panjang.
kimia butir-butir liat melalui ikatan antar bagian negatif liat dengan
bagian negatif (karbosil) dari senyawa organik dengan perantara basa dan ikatan hidrogen.
-butir liat melalui ikatan antara bagian negatif liat dan bagian
positf dari senyawa organik berbentuk rantai polimer.
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Kimia Tanah:
Meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar kation (KTK). Sekitar setengah dari kapasitas tukar
kation (KTK) tanah berasal dari bahan organik. Bahan organik dapat meningkatkan kapasitas
tukar kation dua sampai tiga puluh kali lebih besar daripada koloid mineral yang meliputi 30
sampai 90% dari tenaga jerap suatu tanah mineral. Peningkatan KTK akibat penambahan bahan
organik dikarenakan pelapukan bahan organik akan menghasilkan humus (koloid organik) yang
mempunyai permukaan dapat menahan unsur hara dan air sehingga dapat dikatakan bahwa
pemberian bahan organik dapat menyimpan pupuk dan air yang diberikan di dalam tanah.
Peningkatan KTK menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur- unsur hara.
Unsur N,P,S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga terhindar
dari pencucian, kemudian tersedia kembali. Berbeda dengan pupuk komersil dimana biasanya
ditambahkan dalam jumlah yang banyak karena sangat larut air sehingga pada periode hujan
terjadi kehilangan yang sangat tinggi, nutrien yang tersimpan dalam residu organik tidak larut
dalam air sehingga dilepaskan oleh proses mikrobiologis. Kehilangan karena pencucian tidak
seserius seperti yang terjadi pada pupuk komersil. Sebagai hasilnya kandungan nitrogen tersedia
stabil pada level intermediet dan mengurangi bahaya kekurangan dan kelebihan. Bahan organik
berperan sebagai penambah hara N, P, K bagi tanaman dari hasil mineralisasi oleh
mikroorganisme. Mineralisasi merupakan lawan kata dari immobilisasi. Mineralisasi merupakan
transformasi oleh mikroorganisme dari sebuah unsur pada bahan organik menjadi anorganik,
seperti nitrogen pada protein menjadi amonium atau nitrit. Melalui mineralisasi, unsur hara
menjadi tersedia bagi tanaman.
Meningkatkan kation yang mudah dipertukarkan dan pelarutan sejumlah unsur hara dari mineral
oleh asam humus. Bahan organik dapat menjaga keberlangsungan suplai dan ketersediaan hara
dengan adanya kation yang mudah dipertukarkan. Nitrogen, fosfor dan belerang diikat dalam
bentuk organik dan asam humus hasil dekomposisi bahan organik akan mengekstraksi unsur hara
dari batuan mineral. Mempengaruhi kemasaman atau pH. Penambahan bahan organik dapat
meningkatkan atau malah menurunkan pH tanah, hal ini bergantung pada jenis tanah dan bahan
organik yang ditambahkan. Penurunan pH tanah akibat penambahan bahan organik dapat terjadi
karena dekomposisi bahan organik yang banyak menghasilkan asam-asam dominan. Sedangkan
kenaikan pH akibat penambahan bahan organik yang terjadi pada tanah masam dimana
kandungan aluminium tanah tinggi , terjadi karena bahan organik mengikat Al sebagai senyawa
kompleks sehingga tidak terhidrolisis lagi .
Peranan bahan organik terhadap perbaikan sifat kimia tanah tidak terlepas dalam kaitannya
dengan dekomposisi bahan organik, karena pada proses ini terjadi perubahan terhadap komposisi
kimia bahan organik dari senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Proses yang terjadi dalam dekomposisi yaitu perombakan sisa tanaman atau hewan oleh
miroorganisme tanah atau enzim-enzim lainnya, peningkatan biomassa organisme, dan
akumulasi serta pelepasan akhir. Akumulasi residu tanaman dan hewan sebagai bahan organik
dalam tanah antara lain terdiri dari karbohidrat, lignin, tanin, lemak, minyak, lilin, resin, senyawa
N, pigmen dan mineral, sehingga hal ini dapat menambahkan unsur-unsur hara dalam tanah.
Pengaruh Bahan Organik pada Sifat Biologi Tanah:
Jumlah dan aktivitas metabolik organisme tanah meningkat. Secara umum, pemberian bahan
organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme. Bahan organik
merupakan sumber energi dan bahan makanan bagi mikroorganisme yang hidup di dalam tanah.
Mikroorganisme tanah saling berinteraksi dengan kebutuhannya akan bahan organik karena
bahan organik menyediakan karbon sebagai sumber energi untuk tumbuh.
Kegiatan jasad mikro dalam membantu dekomposisi bahan organik meningkat. Bahan organik
segar yang ditambahkan ke dalam tanah akan dicerna oleh berbagai jasad renik yang ada dalam
tanah dan selanjutnya didekomposisisi jika faktor lingkungan mendukung terjadinya proses
tersebut. Dekomposisi berarti perombakan yang dilakukan oleh sejumlah mikroorganisme (unsur
biologi dalam tanah) dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana. Hasil dekomposisi
berupa senyawa lebih stabil yang disebut humus. Makin banyak bahan organik maka makin
banyak pula populasi jasad mikro dalam tanah.
Peranan Bahan Organik Bagi Tanaman:
Bahan organik memainkan beberapa peranan penting di tanah. Sebab bahan organik berasal dari
tanaman yang tertinggal, berisi unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.
Bahan organik mempengaruhi struktur tanah dan cenderung untuk menjaga menaikkan kondisi
fisik yang diinginkan. Peranan bahan organik ada yang bersifat langsung terhadap tanaman,
tetapi sebagian besar mempengaruhi tanaman melalui perubahan sifat dan ciri tanah.
Pengaruh Langsung Bahan Organik pada Tanaman:
Melalui penelitian ditemukan bahwa beberapa zat tumbuh dan vitamin dapat diserap langsung
dari bahan organik dan dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Dulu dianggap orang bahwa
hanya asam amino, alanin, dan glisin yang diserap tanaman. Serapan senyawa N tersebut
ternyata relatif rendah daripada bentuk N lainnya. Tidak dapat disangkal lagi bahwa bahan
organik mengandung sejumlah zat tumbuh dan vitamin serta pada waktu-waktu tertentu dapat
merangsang pertumbuhan tanaman dan jasad mikro.
Bahan organik ini merupakan sumber nutrien inorganik bagi tanaman. Jadi tingkat pertumbuhan
tanaman untuk periode yang lama sebanding dengan suplai nutrien organik dan inorganik. Hal
ini mengindikasikan bahwa peranan langsung utama bahan organik adalah untuk menyuplai
nutrien bagi tanaman. Penambahan bahan organik kedalam tanah akan menambahkan unsur hara
baik makro maupun mikro yang dibutuhkan oleh tumbuhan, sehingga pemupukan dengan pupuk
anorganik yang biasa dilakukan oleh para petani dapat dikurangi kuantitasnya karena tumbuhan
sudah mendapatkan unsur-unsur hara dari bahan organik yang ditambahkan kedalam tanah
tersebut. Efisiensi nutrisi tanaman meningkat apabila pememukaan tanah dilindungi dengan
bahan organik.
Pengaruh Tidak Langsung Bahan Organik pada Tanaman
Sumbangan bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman merupakan pengaruhnya terhadap
sifat-sifat fisik, kimia dan biologis dari tanah. Bahan organik tanah mempengaruhi sebagian
besar proses fisika, biologi dan kimia dalam tanah. Bahan organik memiliki peranan kimia di
dalam menyediakan N, P dan S untuk tanaman peranan biologis di dalam mempengaruhi
aktifitas organisme mikroflora dan mikrofauna, serta peranan fisik di dalam memperbaiki
struktur tanah dan lainnya.
Hal ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang tumbuh di tanah tersebut. Besarnya
pengaruh ini bervariasi tergantung perubahan pada setiap faktor utama lingkungan. Sehubungan
dengan hasil-hasil dekomposisi bahan organik dan sifat-sifat humus maka dapat dikatakan bahwa
bahan organik akan sangat mempengaruhi sifat dan ciri tanah.
Peranan tidak langsung bahan organik bagi tanaman meliputi :
· Meningkatkan ketersediaan air bagi tanaman.
Bahan organik dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air karena bahan organik,
terutama yang telah menjadi humus dengan ratio C/N 20 dan kadar C 57% dapat menyerap air 2-
4 kali lipat dari bobotnya. Karena kandungan air tersebut, maka bahan organik terutama yang
sudah menjadi humus dapat menjadi penyangga bagi ketersediaan air.
· Membentuk kompleks dengan unsur mikro sehingga melindungi unsur-unsur tersebut dari
pencucian.
Unsur N,P,S diikat dalam bentuk organik atau dalam tubuh mikroorganisme, sehingga terhindar
dari pencucian, kemudian tersedia kembali.
· Meningkatkan kapasitas tukar kation tanah Peningkatan KTK menambah kemampuan tanah
untuk menahan unsur- unsur hara.
· Memperbaiki struktur tanah Tanah yang mengandung bahan organik berstruktur gembur, dan
apabila dicampurkan dengan bahan mineral akan memberikan struktur remah dan mudah untuk
dilakukan pengolahan.
Struktur tanah yang demikian merupakan sifat fisik tanah yang baik untuk media pertumbuhan
tanaman. Tanah yang bertekstur liat, pasir, atau gumpal akan memberikan sifat fisik yang lebih
baik bila tercampur dengan bahan organik.
· Mengurangi erosi
· Memperbaiki agregasi tanah.
Bahan organik merupakan pembentuk granulasi dalam tanah dan sangat penting dalam
pembentukan agregat tanah yang stabil. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat tanah
yang tiada taranya. Melalui penambahan bahan organik, tanah yang tadinya berat menjadi
berstruktur remah yang relatif lebih ringan. Pergerakan air secara vertikal atau infiltrasi dapat
diperbaiki dan tanah dapat menyerap air lebih cepat sehingga aliran permukaan dan erosi
diperkecil. Demikian pula dengan aerasi tanah yang menjadi lebih baik karena ruang pori tanah
(porositas) bertambah akibat terbentuknya agregat.
· Menstabilkan temperatur.
Bahan organik dapat menyerap panas tinggi dan dapat juga menjadi isolator panas karena
mempunyai daya hantar panas yang rendah, sehingga temperatur optimum yang dibutuhkan oleh
tumbuhan untuk pertumbuhannya dapat terpenuhi dengan baik.
· Meningkatkan efisiensi pemupukan
Secara umum, pemberian bahan organik dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman. Demikian pula dengan peranannya dalam menanggulangi erosi dan produktivitas lahan.
Penambahan bahan organik akan lebih baik jika diiringi dengan pola penanaman yang sesuai,
misalnya dengan pola tanaman sela pada sistem tumpangsari. Pengelolaan tanah atau lahan yang
sesuai akan mendukung terciptanya suatu konservasi bagi tanah dan air serta memberikan
keuntungan tersendiri bagi manusia.
http://muhammadsyafriadi6.blogspot.co.id/2014/12/v-behaviorurldefaultvmlo.html
Biologi tanah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ini adalah versi yang telah diperiksa dari halaman initampilkan/sembunyikan detail
Siklus nitrogen di dalam tanah amat bergantung pada organisme tanah
Biologi tanah adalah sebuah studi mengenai aktivitas mikroba dan fauna beserta ekologinya di
dalam tanah. Fauna tanah, biota tanah, atau edafon adalah istilah yang biasanya digunakan untuk
menyebut organisme yang menghabiskan sebagian besar siklus hidupnya di dalam tanah atau
sedimen organik di atasnya. Fauna tanah mencakup cacing tanah, nematoda, fungi, bakteri, dan
berbagai arthropoda. Dekomposisi materi organik oleh organimse memiliki pengaruh yang besar
terhadap tingkat kesuburan dan struktur tanah sehingga biologi tanah berperan penting dalam
menentukan karakteristik tanah.
Sebagian besar keanekaragaman hayati yang berupa organisme mikro berada di dalam atau dekat
dengan permukaan tanah. Setidaknya dari eukaryota animalia hingga prokaryota menghuni
ekologi tanah.[1] Hubungan antara mikroorganisme tanah dan fungsi tanah cukup rumit dan
telah menjadi subjek di berbagai aktivitas pengamatan. Rantai makanan di dalamnya berperan
penting dalam siklus nutrisi, di mana sumber energi tidak selalu berupa material organik tetapi
juga mineral anorganik yang diawali oleh bakteri kemosintetik dan nitrogen oleh bakteri
nitrifikasi, dan berperan dalam siklus biogeokimia tanah.
https://id.wikipedia.org/wiki/Biologi_tanah
KERAGAMAN BIOTA TANAH
2.1 Jenis dan Klasifikasi Biota tanah
Di dalam tanah, berdasarkan fungsinya dalam budidaya pertanian, secara umum terdapat
dua golongan jasad hayati tanah, yaitu yang menguntungkan dan yang merugikan. Jasad hayati
yang menguntungkan ini, yaitu yang terlibat dalam proses dekomposisi bahan organik,
pengikat/penyediaan unsur hara dan atau pembentukan serta perbaikan struktur tanah. Sedangkan
jasad yang merugikan adalah yang memanfaatkan tanaman hidup, baik sebagai sumber pangan
atau sebagai inangnya, yang disebut sebagai hama atau penyakit tanaman maupun sebagai
kompetitor dalam penyerapan hara dalam tanah.
Secara umum biota (jasad hayati) tanah dikelompokkan menjadi dua.
1. Fauna, meliputi:
a. Makro fauna, terdiri dari herbivora (pemakan tanaman) dan karnivora (pemangsa hewan-hewan
kecil). Herbivora meliputi cacing (Annelida), bekicot (Mollusca), Arthopoda, yaitu Crustacea
seperti kepiting, Chilopoda seperti kelabang, Diplopoda seperti kaki seribu, Arachnida seperti
kutu dan kalajengking, dan serangga (Insecta); seperti belalang, kumbang, rayap, jangkrik dan
semut; serta hewan-hewan kecil lain yang bersarang dalam tanah, seperti ular, tikus, kadal dan
lain-lain; kanivora meliputi serangga, rayap, dan laba-laba.
b. Mikro fauna berupa pemangsa parasit, meliputi nematoda, protozoa, dan rotifera.
2. Mikroflora meliputi:
a. Ganggang, terdiri dari ganggang hijau dan hijau-biru.
b. Cendawan, meliputi jamur, ragi, dan kapang.
c. Bakteri, aerobik dan anaerobik. Bakteri aerobik meliputi Azotobakter, Beijerinkia, Rhizobium
dan Azospirillum. Bakteri anaerobik meliputi Desulfovibrio.
Jasad hayati tanah ini berdasarkan ukurannya dipilih menjadi tiga
a. Makrobia : jika berukuran di atas 10 mm.
b. Mesobia : berukuran 0,2-10 mm.
c. Mikrobia : berukuran < 0,2 mm (200 mm) (Hanafiah, 2005).
Berdasarkan cara memperoleh energi, mikrobia tanah dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu (1) kelompok yang memperoleh energi dari sinar matahari, dikenal sebagai kelompok
fototrof, dan (2) kelompok yang memperoleh energi dari oksidasi senyawa anorganik, seperti
senyawa N (amonia dan nitrit), sulfur, zat besi atau senyawa karbon sederhana, dan metana.
Kelompok kedua ini dikenal sebagai kelompok kemotrof. Selain itu berdasarkan sumber karbon
yang digunakannya, mikrobia tanah dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu (1)
kelompok yang menggunakan CO2, HCO3, CO3 sebagai sumber carbon yang dikelompokkan
dalam ototrof (litotrof), dan (2) kelompok yang menggunakan C organik sebagai sumber karbon
dan dikelompokkan dalam heterotrof (organotrof).
Mikroflora yang tergolong fototrof meliputi alga, sianobakter, bakteri lembayung dan
hijau. Mikroflora yang tergolong fotohetotrof adalah bakteri lembayung non sulfur, dan
heliobakteri (bakteri pembentuk endospora, Bascillus dan Closdtridium). Mikroflora yang
tergolong kemotrof antara lain bakteri pengoksidasi NH4+
(Nitrobacter), dan pengoksidasi nitrit.
Kelompok mikroflora kemoototrof dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu (1) kelompok yang
menggunakan CO2 antara lain bakteri Nitrosomonas, bakteri pengoksidasi sulfur (Thiobacillus
thiooxidans), bakteri pengoksidasi Fe (Thiobacillus ferrooxidans) dan (2) kelompok yang
menggunakan HCO3, contoh Pseudomonas sp. Mikroflora yang termasuk kelompok
kemoheterotrof adalah bakteri perombak selulosa.
Berdasarkan keberadaannya dalam tanah, dibagi dalam dua kelompok besar yaitu (1)
mikrobia otokton (autochtonous), yakni mikrobia setempat pada tanah-tanah tertentu dan atau
bersifat endemik, contohnya bakteri Azospirillum halopraeferen yang selalu ditemukan di tanah
salin; (2) mikrobia zymogen, yaitu mikrobia yang pertumbuhannya dipengaruhi oleh adanya
perlakuan khusus seperti penambahan pupuk, bahan organik dan pengelolaan tanah. Selain itu
dikenal juga mikrobia trasien, yaitu mikrobia yang keberadaannya di dalam tanah bersifat
sebagai penetap sementara. Mikrobia trasien umumnya merupakan mikrobia yang diintrodusir ke
dalam tanah baik disengaja ataupun tidak disengaja (Ma’shum, 2003).
Berdasarkan spesifikasi fungsinya, jasad hayati tanah digolongkan menjadi jasad spesifik
fungsional jika fungsinya dalam tanah bersifat spesifik, misalnya bakteri nitrosomonas dan
nitrobacter yang berperan dalam nitrifikasi, bakteri rhizobium yang berperan dalam fiksasi N
bebas, endomikoriza yang berperan dalam penyediaan dan penyerapan hara P oleh tanaman.
Serta jasad nonspesifik fungsional jika berperan tidak spesifik, misalnya mikrobia dekomposer
bahan organik.
Apabila dikaitkan dengan pertumbuhan tanaman, biota tanah dikelompokkan menjadi
tiga.
1. Biota yang menguntungkan.
2. Biota yang merugikan.
3. Biota tanpa pengaruh.
Jika kelompok (1) yang dominan maka pertumbuhan tanaman menjadi baik, sedangkan
jika kelompok (2) yang dominan maka pertumbuhan tanaman akan jelek. Dengan tujuan agar
biota tanah yang menguntungkan ini dapat dimaksimalkan dan yang merugikan dapat
diminimalkan, yang tanpa pengaruh dapat dimanfaatkan, sehingga pertumbuhan dan produksi
tanaman dapat dioptimalkan, maka pengembangan biologis dan bioteknologi tanah menjadi
penting untuk dikembangkan sebagai dasar pertanian organik tersebut (Hanafiah, 2005).
III. TANAH SEBAGAI HABITAT MIKROBIA
3.1 Habitat Mikrobia Tanah
Tanah sebagai habitat mikrobia berfungsi sebagai medium alam untuk pertumbuhan dan
untuk melakukan segala aktivitas fisiologinya. Tanah menyediakan nutrisi, air dan sumber
karbon yang diperlukan untuk pertumbuhan dan aktifitasnya. Di dalam hal ini, lingkungan tanah
seperti faktor abiotik (yang meliputi sifat fisik dan kimia tanah) dan biotik (adanya mikrobia lain
dan tanaman tingkat tinggi) ikut berperan dalam menentukan tingkat pertumbuhan dan aktifitas
mikrobia tersebut. Struktur tanah, aerasi tanah, ketersediaan air dan suhu tanah merupakan sifat-
sifat fisik yang berperan dalam menentukan kelangsungan proses fisiologi mikrobia. Sementara
diantara sifat kimia tanah yang berpengaruh adalah pH tanah, potensial redoks serta ada tidaknya
substrat yang bersifat toksik.
Sebagai habitat mikrobia, tanah dihuni oleh lebih satu jenis mikrobia dengan berbagai
ragam spesiesnya. Mereka merupakan spesies yang saling pengaruh-mempengaruhi, saling
bergantung dan bahkan tidak jarang satu dengan yang lain melakukan persaingan dalam rangka
mempertahankan hidupnya.
Di dalam tanah, mikroba tidak saja berinteraksi dengan sesama mikrobianya, tetapi juga
dengan organisme tingkat tinggi yaitu dengan tanaman yang tumbuh di sekitarnya. Dalam hal ini
akar tanaman akan membebaskan sejumlah senyawa organik yang bermanfaat sebagai sumber
karbon dan energi bagi kehidupan mikrobia, sekalipun adakalanya terdapat pula senyawa yang
bersifat toksik bagi satu jenis mikrobia tertentu. Adanya senyawa toksik tersebut menyebabkan
pertumbuhan ataupun aktivitas mikrobia dalam memperbaiki tingkat ketersediaan unsur hara
bagi tanaman sekaligus penyerapannya oleh tanaman akan terhambat atau bahkan terhenti.
3.2 Faktor Fisika Tanah
3.2.1 Struktur Tanah
Batasan mengenai struktur tanah telah banyak dikemukakan pakar, namun dalam uraian
ini struktur tanah diberi batasan sebagai penyusunan partikel primer dan sekunder ke dalam suatu
bentuk susunan tertentu dengan ruang pori diantaranya. Ruang pori tersebut dikenal sebagai
ruang pori tanah. Pergerakan air dan udara terjadi melalui ruang pori tersebut. Demikian pula
aktivitas fisiologi mikrobia di dalam tanah berlangsung di dalam ruang pori.
Dalam struktur tanah terdapat ruang pori dengan ukuran, distribusi, dan pola keberadaan
pori yang beragam. Di bawah pengamatan mikroskop elektron transmisi, tanpa bahwa pada suatu
agregat tanah di dalamnya terdapat pola ruang pori yang tertutup dan pola ruang pori yang
terbuka. Sistem aerasi dan gerakan air hanya akan berlangsung dengan baik di dalam pola ruang
pori terbuka. Pada lingkungan tanah yang secara global bersifat aerobik dapat juga berlangsung
reaksi reduksi pada tempat-tempat tertentu, dalam mana reaksi ini hanya berlangsung pada
kondisi anaerobik. Kondisi sedemikian di dalam tanah berlangsung pada bagian ruang pori
tertutup.
Satu tipe mikrobia dalam agregat tanah akan mendiami atau menempati ruang pori yang
berbeda dengan tipe mikrobia yang lain. Sebagai pilihan tempat tinggal fungi yakni di ruang
yang terdapat di antara agregat tanah. Bakteri aerobik lebih menyukai dan memilih pola ruang
pori terbuka yang terdapat di dalam agregat tanah, sebagai pilihan tempat hidupnya. Di dalam
ruang pori tersebut, bakteri tidak hidup bebas tetapi melekat pada partikel padatan tanah melalui
jembatan kation multivalensi.
Dalam pola ruang pori terbuka, ukuran diameter pori memegang peran penting dalam
mempengaruhi fisiologi bakteri. Hal ini berkaitan dengan peran pori sebagai ruang sirkulasi
udara, sebagai lalu lintas pergerakan air, dan sebagai jalan bakteri menuju ruang pori tempat
hidupnya. Lynch (1983) menyebutkan bahwa, agar mikrobia dapat tumbuh dan beraktivitas
dengan bebas diperlukan ukuran diameter pori lebih besar dari diameter sel bakteri.
Beberapa hasil penelitian terakhir menunjukkan pengaruh struktur tanah terhadap
pertumbuhan dan aktivitas mikrobia tidak saja melalui proses fisiologis, tetapi juga melalui
proses penyediaan sumber karbon dan nutrisi lain bagi mikrobia. Sebagai mana diketahui bahwa
tidak semua sumber karbon dan nutrisi lain yang diperlukan mikrobia terdapat dalam bentuk
yang mudah dimanfaatkan. Sebagian substrat berbentuk senyawa kompleks yang harus
didegradasi terlebih dahulu, dalam mana prosesnya adalah reaksi oksidasi ensimatis. Oleh karena
itu pertumbuhan dan aktivitas mikrobia akan berlangsung secara optimum manakala struktur
tanahnya memiliki sistem aerasi dan pergerakan air yang memadai untuk mendukung
berlangsungnya degradasi senyawa tersebut merupakan pilihan tempat tinggal yang baik bagi
mikrobia.
3.2.2 Aerasi Tanah
Kehadiran oksigen di dalam tanah adalah penting bagi kehidupan mikrobia. Oksigen
tidak saja diperlukan untuk respirasi, tetapi juga penting untuk melangsungkan reaksi oksidasi
kimia dan atau biologi di dalam tanah. Reaksi-reaksi mana akan mempengaruhi laju reaksi
selular yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobia.
Di dalam tanah, aerasi dan kelembaban merupakan dua faktor yang saling berkebalikan,
makin tinggi kandungan air makin kurang baik aerasi tanahnya. Tingkat aerasi yang nisbih baik
berlangsung pada kondisi lapang dengan tekanan kelembaban sekitar 0,01 megapascal (MPa).
Pengaruh negatif dari aerasi yang buruk terhadap pertumbuhan dan aktivitas mikrobia
yang bersifat aerobik telah lama diketahui. Dalam kondisi anaerob, reaksi yang berlangsung
didominasi oleh reaksi reduksi dengan hasil reaksi cenderung tidak menguntungkan bagi
kehidupan mikrobia. Dalam hal ini tidak semua senyawa organik dirombak menjadi CO2, tetapi
masih dalam bentuk persenyawaan antara. Bentuk persenyawaan tersebut adalah asam laktat,
ethanol, asetaldehida, asam asetat dan asam butirat. Sebagian dari persenyawaan tersebut
meracun bagi sebagian mikrobia yang hidup di dalam tanah. Kondisi anaerob di dalam tanah
terjadi, jika konsumsi oksigen untuk respirasi mikrobia lebih tinggi dibandingkan dengan
masuknya oksigen dari udara ruang pori tanah.
Sekalipun kondisi anaerob tidak menguntungkan bagi sejumlah mikrobia aerob, di dalam
tanah terdapat pula beberapa mikrobia yang aktivitasnya berlangsung dengan baik jika berada
pada kondisi tegangan oksigen yang rendah (mikroaerofil). Contoh, bakteri penambat nitrogen
non simbiotik Azospirillum sp. Proses penambatan N udara oleh Azospirillum sp. Berlangsung
dalam kondisi mikroaerofil, karena oksigen yang berlebihan menyebabkan kompleks nitrogenase
menjadi tidak aktif (Ma’shum, 2003).
3.2.3 Suhu Tanah
Suhu tanah tidak saja mengendalikan proses reaksi fisiologis sel, tetapi juga akan
mempengaruhi karakteristik fisikokimia lingkungan, seperti volume tanah, potensial redoks,
difusi gas, viskositas air, tegangan permukaan, dan kelarutan zat. Misalnya, kelarutan CO2 dalam
air pada kondisi suhu rendah adalah dua kali lipat dibanding kelarutan CO2 dalam air panas.
Kondisi lingkungan yang berubah-ubah akan membawa pada laju pertumbuhan bakteri
karena mempengaruhi laju semua reaksi selular. Reaksi selular yang akan terganggu oleh
perubahan suhu adalah respirasi, permeabilitas membran sel dan aktivitas mikrobia dalam
menghasilkan metabolit sekunder. Dalam hal ini, suhu akan mempengaruhi kesetabilan ensim.
Pada suhu optimum, sistem ensim berfungsi baik dan tetap stabil untuk waktu lama. Pada suhu
nisbi rendah, umumnya strukturnya tetap stabil, tetapi tidak dapat berfungsi sebagai
biokatalisator. Sementara pada suhu tinggi struktur ensim akan rusak sama sekali.
Suhu minimum, maksimum dan optimum untuk pertumbuhan dan aktivitas mikrobia di
dalam tanah sangat beragam tergantung pada jenis, spesies dan strainnya. Hal ini berkaitan
dengan karakteristik spesifikasi protein pada masing-masing jenis dan atau spesies mikrobia,
baik itu protein fungsional (ensim) dan atau protein struktural (protein penyusun membran sel).
Misalnya, protein penyusun flagela dan ribosom pada bakteri termofilik lebih stabil menghadapi
suhu tinggi dari pada protein pada bakteri mesofilik. Beberapa bakteri psychrofil mampu tumbuh
di bawah titik beku, karena protein penyusun sitoplasmik dari bakteri tersebut mampu
melindungi bagian dalam sel untuk tidak membeku, sehingga proses metabolisme tetap
berlangsung dengan baik.
Tabel 1. Tingkat suhu yang menyebabkan kematian beberapa kelompok organisme tanah, didasarkan pada
pemanasan air selama 30 menit
Suhu (0C) Kelompok Organisme
40 Saprophytic Pseudomonas sp
50 Rhizoctonia solani Nematoda Pythium, Phytopthora
52 - 58 Bakteri nitrifikasi (Nitrobacter dan Nitrosomonas);
Fusarium sp.
60 Mikrobia patogenik
60 - 70 Serangga Tanah
70 Fungi saprofit
80 Bacillus saprofit
100 Beberapa virus tanaman yang resisten pada suhu tinggi
Sumber : Lynch, 1983.
3.3 Faktor Kimia Tanah
3.3.1 Reaksi Tanah
Reaksi tanah merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan reaksi asam-asam
dalam tanah, yang dalam hal mana dinyatakan sebagai pH tanah. pH merupakan ukuran aktivitas
ion hidrogen. Secara umum mikrobia tanah tumbuh pada pH 1 sampai dengan pada pH 11.
Kelangsungan aktivitas ensim mikrobia (satu sel bakteri mengandung kira-kira 1000
ensim) bergantung pada ion H+, yang berarti pH tanah sangat berperan dalam mempengaruhi
kerja ensim. Reaksi tanah (pH) tertentu diperlukan oleh setiap macam ensim untuk tetap terjadi
protonisasi pada rantai samping asam amino yang terdapat dalam setiap ensim, sehingga ensim
dapat berfungsi sebagai biokatalisator.
Adanya variasi tingkat kemasaman tanah memberikan keuntungan tersendiri bagi
kehidupan di alam ini. Keragaman pH tanah telah menghadirkan keragaman spesies dari satu tipe
mikrobia. Misalnya, Streptomyces sebagai salah satu aktinomisetes yang menghasilkan
antibiotik, umumnya tidak dapat tumbuh di bawah pH 7,5. Namun demikian, di tanah hutan yang
bereaksi masam tidak jarang ditemukan pula senyawa antibiotik bentukan Styreptomyces.
Peristiwa ini dapat berlangsung karena ada keragaman spesies yang toleran terhadap kemasaman
tanah. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa terdapat beberapa spesies Streptomyces
asidofilik yang terlibat dalam proses dekomposisi bahan organik dan NH4+ (salah satu hasil
dekomposisi BO) akan mengubah suasana tanah dari reaksi masam menjadi alkalin, sehingga
Streptomyces neutrifilik dapat mensintesis antibiotik tersebut.
Perlu diketahui bahwa kebanyakan bakteri tidak toleran terhadap pH yang ekstrim, tidak
seperti halnya dengan fungi, walaupun terdapat beberapa bakteri yang tumbuh baik pada
lingkungan dengan pH yang rendah (misalnya, Lactobacillus, Acetobacter, Thiobacillus).
3.4 Faktor Biologi
3.4.1 Interaksi Antara Mikrobia dengan Mikrobia
Populasi mikrobia yang mendiami tanah terdiri atas lebih dari satu tipe mikrobia. Kita
memandang mereka sebagai masyarakat pergaulan berbagai macam mikrobia dalam tanah.
Tentunya dalam pergaulan itu akan terjalin hubungan kehidupan bersama antara yang satu
dengan yang lain, yang dikenal dengan asosiasi. Asosiasi yang dibangun diantara mereka
memiliki bentuk beragam, mulai dari bentuk interaksi netral sampai dengan interaksi yang saling
mempengaruhi diantara mereka, dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif.
Bentuk interaksi netral selalu terjadi secara teratur, dan bersifat sangat alami. Kehadiran
satu populasi dalam interaksi netral tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap kehidupan
dan perkembangan populasi yang lain.
Interaksi yang saling memberikan pengaruh positif pada masing-masing populasi dikenal
sebagai bentuk simbiosis apakah dalam bentuk mutualistik ataupun protokooperatif. Bentuk
interaksi kebalikannya, dikenal dengan pola kehidupan antagonistik yaitu yang satu merugikan
yang lain, apakah dalam bentuk parasitisme atau amensalisme.
Di dalam tanah, gradasi dari bentuk asosiasi yang satu ke bentuk yang lain dapat terjadi
karena perjalanan waktu ataupun karena perubahan lingkungan. Contoh. Laju pertumbuhan
perindividu pemangsa (predator) yang paling tinggi terjadi pada saat puncak densitas mangsa
(prey) dan pada saat itu laju pertumbuhan populasi mangsa (prey) menjadi negatif. Namun
demikian, pada saat populasi prey turun di bawah ambang batas, populasi predator juga turun
dan pada saat itu kompleksitas habitat memberikan kesempatan mereka hidup secara bersama.
Pengaruh asosiatif dan atau antagonistik di antara berbagai mikrobia dalam kehidupan
dan perkembangannya di dalam tanah berlangsung sebagai akibat dari :
1. Perubahan ketersediaan nutrisi
2. Perubahan faktor lingkungan
3. Ketergantungan hidup mikrobia tertentu atas yang lain
Kehidupan bersama antara bakteri perombak sellulosa dengan bakteri autotrof dan atau
heterotrof yang lain merupakan bentuk asosiasi komensalisme yang berdasarkan pada
ketersediaan nutrisi. Bakteri perombak sellulosa akan menghasilkan produk senyawa anorganik,
asam organik serta produk senyawa antara yang esensial bagi kegiatan ragam mikrobia non
perombak sellulosa.
Kehidupan bersama antara bakteri anaerobik dengan bakteri aerobik merupakan contoh
baik untuk melihat pola komensalisme yang mendasarkan pada perubahan lingkungan. Bakteri
aerobik akan mengkonsumsi oksigen bebas alam tanah, sehingga tercipta kondisi yang baik bagi
pertumbuhan mikrobia anerobik.
Kehidupan bersama antara bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter merupakan contoh
ketergantungan hidup mikrobia tertentu atas yang lain. Bakteri Nitrosomonas mengoksidasi
ammonia ke bentuk nitrit. Senyawa yang terakhir ini merupakan satu-satunya senyawa N yang
diperlukan bagi kegiatan bakteri Nitrobacter untuk membentuk nitrat. Bakteri ini tidak mampu
menggunakan sumber energi yang lain.
Persaingan dalam memperoleh nutrisi, sebagaimana yang terjadi antara bakteri dan fungi
merupakan contoh umum dari pengaruh antagonistik dalam pola kompetisi. Hal demikian terjadi
pula dalam golongan mikrobia yang sama, misal antara inokulum yang diintroduksi ke dalam
tanah (Azospirillum) dengan strain-strain Azospirillum yang terdapat di dalam tanah.
3.4.2 Interaksi Antara Mikrobia dengan Tanaman
Kehidupan bersama antara mikrobia dan tanaman berlangsung di rhizosfer tanaman,
karena di daerah inilah tersedia sejumlah senyawa yang diperlukan oleh mikrobia untuk
kehidupan dan aktivitasnya. Senyawa tersebut berupa eksudat akar yang bermanfaat sebagai
sumber C, N dan energi bagi mikrobia, mulai dari bentuk senyawa organik sederhana sampai
dengan senyawa organik kompleks. Perbaikan kehidupan dan perkembangan mikrobia sebagai
akibat adanya eksudat akar dikenal dengan rhizosfer effect. Umumnya macam mikrobia yang
mendiami rhizosfer tidak berbeda dengan mikrobia yang tinggal di tanah (bulk soil), hanya saja
populasi di rhizosfer jauh lebih tinggi.
Akar tanaman sangat mempengaruhi kehidupan bakteri dari pada pengaruhnya terhadap
fungi, khususnya bakteri gram negatif. Bakteri-bakteri gram positif menunjukkan penurunan
jumlah di rhizosfer. Pengaruh perakaran terhadap fungi bersifat selektif, artinya akar tanaman
hanya menstimulasi kehidupan fungi-fungi tersebut.
Di rhizosfer, tingkat kerapatan bakteri ini dapat berubah-ubah sejalan dengan perubahan
kondisi lingkungan di sekitarnya. Perubahan itu dapat terjadi karena pemberian bahan pembenah
tanah (misalkan bahan organik), aplikasi pupuk daun, pemberian pestisida dan inokulasi bakteri
pada benih ataupun langsung dalam tanah
Mikrobia yang berkembang di rhizosfer memiliki sifat hidup yang beragam yakni bersifat
non simbiotik dan simbiotik. Pola hidup bagi mikrobia yang non simbiotik dapat bersifat bebas
(yang dikenal dengan free living microorganiam), dan atau berasosiasi dengan tanaman. Contoh,
beberapa bakteri yang tergolong hidup bebas antara lain Azotobacter, Beijirinckia,
Mycobacterium, Arthrobacter, Bacillus (empat bakteri tersebut bersifat aerobik); Pseudomonas,
Klebsiella (dua bakteri tersebut termasuk anaerob fakultatif); dan Clostridium, Rhodospirillum.
Untuk kelompok mikroba ini, akan memanfaatkan berbagai macam senyawa organik (mulai dari
senyawa organik sederhana hingga yang komplek) sebagai sumber karbon dan energi. Senyawa
organik dimaksud antara lain mono, di dan poli sakarida; asam-asam organik dari asam lemak,
asam organik aromatik, ethyl alkohol, gliserol, mannitol serta asam-asam organik yang mudah
menguap (Rao, 1982 dalam Ma’shum 2003).
Berbeda halnya dengan mikrobia yang hidup berasosiasi dengan tanaman. Asosiasi
mikrobia pada tanaman berlangsung di endorhizosfer dan atau di ektorhizosfer (Lynch, 1983).
Perkembangan dan aktifitas hidupnya sangat bergantung pada kesesuaian jenis tanaman. Hal ini
dikarenakan ada spesifikasi senyawa organik yang diperlukan oleh mikrobia sebagai sumber C,
N dan energi. Sementara senyawa dimaksud hanya terdapat dalam eksudat akar tanaman tertentu.
Suatu contoh, Azospirillum brasilensis akan terpacu perkembangan dan aktivitasnya apabila
berasosiasi dengan tanaman C4, karena dalam eksudat tanaman C4 terkandung asam malat yang
berguna sebagai sumber energi utama (Rao, 1992 dalam Ma’shum, 2003).
IV. MAKROFAUNA DAN MIKROBIA DALAM KESUBURAN TANAH
4.1 Makrofauna Dalam Kesuburan Tanah
Organisme tanah (mikrofauna, makrofauna dan mikroflora) telah terbukti memiliki
peranan penting dalam kesuburan tanah. Aktivitasnya sebagai pengendali kesuburan tanah
ditunjukkan dengan memperbaiki beberapa sifat fisik tanah yang meliputi (1) struktur tanah, (2)
tekstur dan kosestensi tanah, (3) retensi dan pergerakan air, serta (4) pertukaran gas. Secara
kimiawi terjadi pula perubahan sifat tanah yang meliputi (1) kandungan hara tersedia, (2)
meningkatnya kapasitas tukar kation, (3) pH dan kandungan C organik. Perubahan sifat tanah
tersebut merupakan akibat aktivitas makrofauna dalam mempengaruhi proses (1) huminifikasi
dan mineralisasi bahan organik tanah, (2) pencampuran dan pengadukan tanah, (3) pembentukan
pori makro dan total pori.
Makrofauna sebagai pencampur dan pengaduk tanah, akan memacu perubahan struktur
tanah yang semula bersifat kompak dan masif menjadi tanah yang bertekstur remah. Pengadukan
tanah bagian bawahan dengan bagian atasan (bioturbasi) menyebabkan adanya translokasi fraksi
tanah berukuran halus dari bagian bawah ke permukaan tanah. Di samping itu, bekas tempat
yang dilewatinya akan membentuk liang-liang (lubang saluran), yang bermanfaat sebagai lalu
lintas pertukaran udara dan pergerakan air infiltrasi. Kesanggupan mikrobia sebagai pembenah
sifat-sifat tanah, mengisyaratkan bahwa kehadiran makrofauna dalam tanah sangat diperlukan
untuk menjamin terciptanya lingkungan hidup yang nyaman bagi tanaman dan mikrobia yang
sedang tumbuh.
Keberadaan makrofauna di dalam tanah mempercepat dekomposisi masukan bahan
organik. Bahan organik segar merupakan pakan bagi makrofauna. Melalui pencernaannya terjadi
penguraian bahan organik, dan sebagian hasil pengurainya dibebaskan kembali ke tanah dalam
bentuk kotoran yang dihasilkannya. Oleh karena itu kotoran makrofauna umumnya
berkandungan C organik dan unsur tersedia yang lebih tinggi dibandingkan tanah
disekitarnya. Namun demikian komposisi kimia kotoran makrofauna sangat beragam,
bergantung pada jenis makrofaunanya, jenis dan jumlah pakannya serta jenis tanahnya.
Dewasa ini kajian mengenai manfaat makrofauna sebagai pembenah kesuburan tanah
belum seintensif pada mikrobia. Hanya terdapat beberapa makrofauna yang telah mendapatkan
perhatian yang lebih serius. Pada wilayah beriklim basah kajian mengenai makrofauna tersebut
terpusat pada cacing tanah, karena cacaing tanahlah yang merupakan makrofauna dominan pada
lingkungan tersebut. Sekalipun demikian densitas populasi, komposisi spesies dan sifat-sifat
kotoran cacing sangat dipengaruhi oleh tingkat kelembaban tanah, tipe tanah dan macam
vegetasi. Pada wilayah beriklim kering, makrofauna yang telah banyak mendapat perhatian
adalah rayap, yang merupakan makrofauna dominan pada tempat tersebut. Aktivitas rayap dalam
membenahi sifat-sifat tanah sangat bergantung pada iklim, jenis tanah, jenis tanaman dan
penggunaan lahan.
Beberapa sifat fisik tanah yang terbenahi oleh aktivitas cacing tanah adalah (1)
terbentuknya pori makro akibat dari terbentuknya liang cancing, (2) terciptanya struktur tanah
yang remah, (3) menurunnya bobot isi tanah dan meningkatnya daya simpan air. Terbentuknya
liang cacing tanah mengakibatkan terciptanya pori makro yang berkesinambungan dan stabil.
Liang ini memfasilitasi pertukaran udara dan infiltrasi air. kecepatan dan akumulasi infiltrasi
pada tanah yang diberikan masukan cacing lebih besar dari pada tanpa cacing tanah. Akumulasi
air tersebut akan semakin besar apabila disertai pemberian mulsa.
Melalui pergerakan cacing tanah akan terjadi perombakan struktur tanah yang semula
bersifat kompak dan masif menjadi tanah berstruktur reamh. Hal ini dapat dilihat dengan
memperbandingkan struktur pada tanah yang tidak didiami cacing dengan tanah yang didiami
cacing. Pada tanah yang tidak didiami cacing umumnya memiliki sifat-sifat sebagai berikut : (1)
tanah berstruktur masif, (2) retensi air rendah, (3) bobot isi tanah tinggi (Lal, 1987 dalam
Ma’shum, 2003).
Selain pergerakan cacing tanah, kotoran yang dihasilkannya juga berpengaruh positif
terhadap beberapa sifat fisik tanah, seperti meningkatnya daya simpan air dan menurunnya bobot
isi tanah. Meningkatnya daya simpan air disebabkan oleh kandungan liat yang nisbi tinggi
disertai dengan total pori yang nisbi besar pada kotoran cacing jika dibandingkan dengan tanah
disekitarnya. Lal dan Oluwale, 1983 dalam Ma’shum (2003) menunjukkan bahwa kotoran
cacing mengandung air yang lebih tinggi dari pada tanah disekitarnya pada tingkat tegangan air
yang sama. Masukan kotoran ccing mampu menurunkan bobot isi tanah sekitar 7 % dari tanah
yang tampa masukan kotoran cacing.
Cacing tanah juga berkerja sama dengan mikrobia dalam pembentukan agregat. Hal ini
terkait dengan adanya sisa-sisa organik yang tidak dapat dicerna oleh cacing secara sempurna
akan didegradasi lanjut oleh bagi mikrobia tanah. Hasil dekomposisi oleh mikrobia dan atau
senyawa organik hasil bentukan mikrobia akan memantapkan pembentukan struktur remah yang
dilakukan oleh cacing.
Masukan cacing ke dalam tanah mengakibatkan perubahan beberapa sifat kimia tanah
yang meliputi (1) meningkatnya kandungan bahan organik, (2) kandungan unsur hara tersedia,
dan (3) kapasitas tukar kation. Hal ini disebabkan kotoran cacing tanah mengandung lebih
banyak unsur hara dan C organik dari pada tanah aslinya
Tabel 2. Komposisi kandungan hara dan C organik dalam kotoran cacing tanah dan dalam tanah.
S Sifat-sifat kimia Kotoran cacing Tanah
pH (1:1) 5,3 5,7
KTK (me per 100 g) 17,7 4,5
Ca2+ (me per 100 g) 12,2 2,7
Mg2+ (me per 100 g) 4,3 1,3
K+ (me per 100 g) 0,7 0,2
Na+ (me per 100 g) 0,16 0,07
Brqay P (ppm) 12,6 4,5
Total n (%) 0,38 0,15
C organik (%) 3,10 1,08
Sumber : Vleeschauwer dan lal, 1981 dalam Ma’shum (2003).
Terhadap sifat biologi tanah, kotoran cacing berpengaruh terhadap keragaman populasi
mikrobia. Umunya tanah yang dihuni cacing tanah, populasi bakteri (selulotik, hemisellulotik,
pelarut fosfat, amonifikasi dan nitrifikasi) lebih besar jumlahnya dari pada fungi. Sebagai
akibatnya aktivitas ensim urease, fosfatase dan dihidrogenase meningkat. Bakteri-bakteri
tersebut umumnya berdomosili di sekitar liang-liang yang dibuat oleh cacing tersebut.
Selanjutnya, sebagaimana disebut di atas bahwa biomassa makrofauna di lahan kering
didominasi oleh rayap. Aktivitas rayap dalam mempengaruhi pembentukan tanah terjadi melalui
(1) perannya sebagai pencampur dan pengaduk tanah, (2) menciptakan liang-liang yang dalam,
dan (3) mendekomposisi sisa-sisa organik. Diperkirakan tingkat perubahan tanah akibat aktivitas
rayap berkisar dari 0,01 sampai 0,1 mm ha/tahun (lal, 1987 dalam Ma’shum, 2003). Rayap
mampu mengangkut fraksi tanah berukuran halus dari tanah bagian bawah ke permukaan tanah,
fraksi halus tersebut digunakan sebagai bahan penyusun gundukan tanah. Oleh karena itu
material gundukan tanah memiliki tekstur yang halus jika dibandingkan dengan tanah di
sekitarnya.
Gundukan tanah dibangun oleh rayap dengan cara merekatkan satu partikel dengan
partikel lain, dengan bahan sementara adalah air liur dan atau senyawa ekskresi yang lain.
Gundukan ini memiliki ruang pori mikro yang nisbi banyak jumlahnya, sehingga tingkat
infiltrasi air pada gundukan tanah lebih kecil jika dibandingkan dengan pada tanah disekitarnya.
Sebagai akibat dari hal tersebut, air hujan pada tempat itu akan tersimpan lebih lama pada bagian
permukaan, sedangkan bagian tanah yang lebih bawah sering kali masih dalam kondisi kering.
Infiltrasi air yang lamban berarti juga akan mengurangi tingkat pencucian unsur hara, dan karena
itu gundukan tanah umumnya berkandungan unsur hara yang lebih tinggi dari tanah yang
terdapat di dekatnya.
Gundukan tanah yang dibangun oleh rayap umumnya memiliki kandungan liat yang nisbi
tinggi, sehingga dia memiliki daya simpan air yang lebih besar dari pada tanah disekitarnya. Lal,
1987 dalam Ma’shum (2003) menunjukkan bahwa pada tegangan air yang sama gundukan tanah
berkandungan air lebih besar dari pada tanah yang terdapat disekitarnya. Rayap juga membuat
liang-liang tanah yang secara vertikal cukup dalam dan secara horisontal cukup panjang,
sehingga pada lokasi tersebut akan terjadi sirkulasi udara yang nisbi baik. Disamping itu liang-
liang tersebut juga dapat meningkatkan kecepatan infiltrasi air. Infiltrasi air pada gundukan tanah
nisbi lebih lamban jika dibandingkan dengan tanah di sekitarnya.
Mengenai pengaruh aktifitas rayap terhadap sifat kimia tanah adalah sulit untuk
digeneralisasikan, karena pengaruhnya berubah-ubah bergantung pada sifat-sifat tanahnya,
spesies rayap, umur gundukan, macam vegetasi dan penggunaan lahan. Namun demikian
umumnya rayap mengakumulasi bahan organik dalam gundukan tanah, sehingga pada tempat
tersebut terkandung kation-kation basa serta hara tanaman yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan tanah di sekitarnya. Oleh karena itu gundukan tanah yang dibangun oleh rayap ini
banyak digunakan sebagai sumber kapur dan rabuk bagi tanaman,
4.2 Mikrobia Dalam Kesuburan Tanah
Peranan mikrobia dalam kesuburan tanah ditunjukkan dengan aktivitasnya dalam
memperbaiki (1) struktur tanah dan (2) ketersediaan hara tanaman. Berkaitan dengan
pembentukan struktur remah, mikrobia berperan sebagai pembangun agregat tanah yang mantap.
Tentu saja dalam proses agragasi tanah diperlukan adanya bahan-bahan perekat anorganik
(seperti Fe, liat, oksidasi besi, alumunium dan kapur) dan organik (senyawa-senyawa organik
bentukan mikrobia ataupun hasil dekomposisi bahan organik). Senyawa-senyawa tersebut
mengikat butiran tanah, baik dari bentuk koogulasi tanah ke dalam agregat mikro, serta
sementasi agregat mikro ke dalam agregat makro. Dalam kaitannya dengan peningkatan
ketersediaan hara, mikrobia berfungsi sebagai pemercepat dekomposisi bahan organik dan
sebagai pemacu tingkat kelarutan senyawa anorganik yang tidak tersedia menjadi bentuk
tersedia. Hal ini dapat berlangsung karena adanya metabolik skunder yang dihasilkan oleh
mikrobia berupa ensim-ensim tanah dan beberapa senyawa organik yang berguna sebagai
pelarut.
Pembentukan agregat tanah oleh mikroba, dapat terjadi (1) melalui pengikatan mekanik
oleh sel bakteri, aktinomesetes dan hifa fungi, dan (2) melalui pengikatan yang dipelantarai oleh
senyawa-senyawa organik yang dihasilkannya ataupun hasil dekomposisi bahan organik.
Pengikatan secara mekanik terutama dilakukan oleh fungi dan aktinomisetes, karena mikroba ini
memiliki filamen yang berfungsi sebagai pengikat partikel-partikel tanah untuk membentuk
struktur yang remah. Hal ini tidak berarti bahwa kedua mikoflora tersebut tidak menghasilkan
bahan perekt kimiawi. Dalam Mulder (1971) disebutkan bahwa mekanisme pembentukan
agregat oleh fungi dan antinomisetes adalah 50 % berlangsung secara mekanik dan 50 % lagi
berlangsung dengan menggunakan bahan perekat dari senyawa oeganik yang dihasilkannya.
Berbeda halnya dengan fungi dan antinomisetes, bakteri lebih banyak melakukan pengikatan
partikel tanah dengan menggunakan senyawa organik yang dihasilkannya dari pada melakukan
pengikatan secara mekanik, dengan perbandingan 80 % dan 20 %.
Efektivitas mikroba dalam pembentukan agregat tanah sangat bergantung pada (1) sifat
bahan organik yang tersedia, (2) jenis mikrobia dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi
pertumbuhan dan aktivitasnya. Umumnya bahan organik yang mudah terdekomposisi kurang
efektif untuk agregasi tanah. Oleh karenanya jika memasukkan bahan organik ke dalam tanah
dengan tujuan sebagai pembenah agregat, maka diperlukan bahan organik yang bernisbah C/N
tinggi disertai nisbah lignin/selulose juga tinggi. Contah bahan organik berikut ini memiliki
urutan efektivitas dari yang tinggi ke rendah masing-masing adalah jerami, pupuk kandang dan
tanaman legum. Perlu diketahui juga bahwa apabila bahan organik yang mudah terdekomposisi
dimasukkan ke dalam tanah, agregasi segera berlangsung setelah waktu penambahan, tetapi
dengan cepat, setelah mencapai maksimum, agregasi menurun.
Bahan organik yang lebih sukar terdekomposisi memerlukan waktu yang lama untuk
menunjukkan pengaruhnya, tetapi efektivitas dapat berlangsung lebih lama (Baver et al., 1972
dalam Ma’shum, 2003). Persentase agregasi yang tinggi terjadi ketika bahan organik
mengandung kadar asam humat yang tinggi, tetapi keberadaan polisakarida turut pula
menentukan besarnya agregasi tanah. Contoh, pembenaman daun kacang tanah sebagai bahan
pembenah struktur tanah regosol menunjukkan sesaat setelah pembenaman agregasi berlangsung
lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan azolla dan jerami. Hal ini disebabkan daun
kacang tanah mengandung polisakarida yang lebih banyak dibandingkan azolla dan jerami.
Sementara dalam waktu yang relatif lama, jerami memberikan persentase agregasi yang lebih
tinggi, karena asam humatnya relatif lebih tinggi dari pada dua bahan yang lain. Keberadaan
polisakarida lebih berfungsi sebagai bahan pemantap agregat dari pada pembentuk agregat. Hal
ini mudah difahami karena polisakarida memiliki daya adhesi dan kohesi yang kuat.
Mulder et al., (1971) menjelaskan bahwa efek fisiko kimia dari mikrobia terhadap
pemantapan agregat dan kontribusinya dalam pembentukan struktur tanah yang remah
bergantung pada (1) macam produk hasil dekomposisi sisa tanaman atau binatang, (2) produk
hasil bentukan mikrobia selama proses dekomposisi bahan organik, (3) senyawa humus yang
terbentuk selama dekomposisi bahan organik yang ditambahkan. Sesaat setelah penambahan sisa
tanaman, senyawa yang berperan dalam pembentukan struktur tanah adalah kelompok (1) dan
(2), setelah itu barulah senyawa yang banyak berpengaruh terhadap pembentukan struktur adalah
kelompok (3). Selanjutnya dijelaskan pula struktur tanah yang remah tersusun dari suatu
campuran 60-80 % pasir, 20-40 % liat, ditambah dengan kation-kation basa dan senyawa gula
sebagai sumber karbon dan energi bagi mikrobia penghasil lendir. Mikrobia dimaksut yaitu dari
kelompok bakteri antara lain Azotobacter indicum, Beijerinckia dan kelompok fungi seperti
Rhizopus nigricans dan Aspergillus niger.
Berbagai mikrobia tanah dapat mengikat butiran tunggal tanah menjadi agregat. Namun
demikian tingkat agregasi tanah tidak saja ditentukan oleh jenis mikrobia, tetapi juga oleh
macam spesies dari masing-masing kelompok mikrobia. Umumnya jamur lebih efektif jika
dibandingkan dengan bakteri. Menurut Harris et al., 1966 dalam Ma’shum (2003), urutan
efektivitas mikrobia dalam pembentukan agregat tanah adalah jamur, streptomisetes, dan bakteri.
Jamur yang efektif untuk pembentukan agregat adalah spesies jamur yang tumbuh dengan
cepat dan mengahasilkan miselium yang banyak, antara lain dari jenis Mucor, Rhizopus,
Fusarium dan Aspergillus. Selain itu aktivitasnya juga dipengaruhi oleh jenis bahan organik
yang tersedia. Aspergillus, Fusarium dan Mucor sp akan efektif jika tersedia sukrose sebagai
sumber karbonnya, sedangkan Alternaria akan menjadi efektif jika tersedia jerami.
DAFTAR PUSTAKA
Fitri. 2011. Peran Makrofauna dan Mikrofauna dalam Sifat Fisik dan Kimia Tanah.
http://fitri05.wordpress.com/2011/01/24/peran-makrofa
uan-dan-mikrofauna-dalam-sifat-fisik-dan-kimia-tanah/ [Diakses Tgl 04 Januari 2012].
http://riskyridhaagriculture.blogspot.co.id/2012/02/biologi-tanah.html