Download - Makalah ushul fiqh ii stain kudus
BIOGRAFI EMPAT MADZHAB
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ushul Fiqih II
Semester Genap Tahun 2013
Dosen Pembimbing : Drs. H. Yasin, M.Ag
Disusun Oleh :
1. Arif Rohman 111075
2. Fitria Zulia 111076
3. Khasan Taufiq 111077
4. Muhammad Choiri 111078
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS
TARBIYAH/PAI
TAHUN 2013
BAB I
Pendahuluan
Kata mazhab merupakan sighat isim makan dari fi’il madli zahaba. Zahaba artinya pergi;
oleh karena itu mazhab artinya : tempat pergi atau jalan. Kata-kata yang semakna ialah : maslak,
thariiqah dan sabiil yang kesemuanya berarti jalan atau cara. Demikian pengertian mazhab
menurut bahasa. Pengertian mazhab menurut istilah dalam kalangan umat Islam ialah : Sejumlah
dari fatwa-fatwa dan pendapat-pendapat seorang alim besar di dalam urusan agama, baik ibadah
maupun lainnya.
Setiap mazhab punya guru dan tokoh-tokoh yang mengembangkannya. Biasanya mereka
punya lembaga pendididikan yang mengajarkan ilmu-ilmu kepada muridnya. Berkembangnya
suatu mazhan di sebuah wilayah sangat bergantung dari banyak hal. Salah satunya dari
keberadaan pusat-pusat pengajaran mazhab itu sendiri. Selain itu sedikit banyak dipengaruhi juga
oleh mazhab yang dianut oleh penguasa, dimana penguasa biasanya mendirikan universitas
keagamaan dan mengajarkan mazhab tertentu di dalamnya. Nanti para mahasiswa yang
berdatangan dari berbagai penjuru dunia akan membuka perguruan tinggi dan akan menyebarkan
mazhab tersebut di negeri masing-masing.
Bila pengelilaan perguruan itu berjalan baik dan berhasil, biasanya akan mempengaruhi
ragam mazhab penduduk suatu negeri. Di Mesir misalnya, mazhab As-Syafi’i disana berhasil
mengajarkan dan mendirikan perguruan tinggi, lalu punya banyak murid diantaranya dair
Indonesia. Maka di kemudian hari, mazhab As-Syafi;i pun berkembang banyak di Indonesia.
BAB II
Pembahasan
A. IMAM IBNU HANIFAH
Imam Hanafi dilahirkan di kota Kuffah pada tahun 80H, nama beliau yang sebenarnya
dari kecil adalah Nu’man bin Tsabit bin Zautha Al Taimy, ayah beliau dari bangsa Persi, akan
tetapi sebelum beliau dilahirkan, ayah beliau sudah pindah ke Kuffah. Maka beliau bukanlah
1
keturunan bangsa Arab asli,akan tetapi dri bangsa Ajam. Dan beliau dilahirkan pada masa
pemerintahan ditengah kekuasaan Abdul Malik bin Marwan.
Imam Abu Hanafi terkanal dengan Al Imam Al A’zham,beliau mendapat sebutan gelar
Hanifah dikarenakan beliau mempunyai beberapa orang putera yang diantaranya dinamakan
Hanifah, dan menurut riwayat yang lain: sebab beliau mendapat gelar Abu Hanifah, karena
beliau adalah orang yang rajin melakukan ibadah kepada Allah dan sungguh-sungguh
mengerjakakan kewajiban kewajiban dalam agama. Adapun menurut riwayat yang lain ialah
lantaran beliau erat berteman dengan “tinta”, karena perkataan “Hanifah” menurut lughat Iraq
artinya “dawat” atau “tinta”.
Kemudian setelah beliau menjadi seorang alim besar dan terkenal disetap kota-kota serta
disekitar Jazirah Arabiyah, maka beliau dikenal dengan gelar: imam Abu Hanifah.
Setelah beliau ijtihad dan buah penyelidikan beliau tentang hokum-hukum keagamaan
diakui oleh orang banyak, maka ijtihad beliau dikenal orang banyak dengan sebutan “mazhab
Imam Hanafi1”.
Keadaan Pribadi dan Keluhuran Budi Imam Hanafi
Menurut riwayat: bahwa keadaan pribadi dan sifat-sifat beliau adalah: lurus tubuhnya,
sedang tingginya, bagus mukanya, terbayang padanya sifst-sifst kekerasan didalam hati
sanubarinya, cerdas fikirannya, luhur cita-citanya, seluruh batang tubuhnya kelihatan dialiri oleh
darah ketangkasan dan keberanian, dan pula tegap dan gagah badannya yang menunjukkan
dadanya penuh ilmu pengetahuan.
Imam Abu Hanifah jika berkata-kata,perkataan beliau manis dan sedap didengar,karena
fasih dan merdu suaranya. Beliau juga memiliki pribadi yang peramah dan tangkas
kelakuannya,rajin bekerja dan rapi buah pekerjaannya, tidak suka bercakap-cakap yang tidak ada
gunanya, dan jika berbicara, pembicaraannya mengandung nasehat dan hikmah, sangat pendiam,
tenang dan tampak biasa berfikir.
Beliau suka berpakaian yang baik-baik dan bersih, senang memakai wangi-wangian yang
harum dan suka duduk ditempat yang baik. Dan beliauu juga senang bergaul dengan saudara-
1 Chalil, Moenawar. 1965. Biography Empat Serangkai Imam Madzhab. Jakarta : Bulan Bintang. Hal 19
2
saudaranya dan para kawannya yang baik-baik, berani menyatakan sesuatu hal yang terkandung
didalam hati sanubarinya, dan berani pula menyatakan kebenaran kepada siapa pun, tidak takut
dicela atau dibenci orang, dan tidak pula gentar menghadapi bahaya asal dalam kebenaran yang
telah diyakininya.
Para Guru dan Murid Imam Hanafi
Menurut riwayat, imam Abu Hanifah pernah bertemu tujuh sahabat Nabi SAW, dan
menurut para ahli tarikh Sahabat itu ialah Anas bin Malik, Abdullah bin Harits, Abdullah bin Abi
Aufa, Watsilah bin Al Asqa, Ma’qil bin Yasar, Abdullah bin Anis, Abu Thufail (‘Amir bin
Watsilah).
Ada pun ulama yang terkenal yang , yang pernah dijadikan guru beliau pada waktu itu
kira-kira ada 200 ulama besar, itu dikarenakan setiap beliau mendengar ada ulama besar, maka
beliau datangi dan berguru kepada ulama tersebut.
Menurut riwayat, kebanyakan guru-guru beliau dikala itu ialah para Tabi’in, yang diantaranya
ialah Atha bin Abi Rabah, imam Nafi’ Maula ibnu Umar, dan lain-lainnya lagi. Sedangkan ahli
fiqih yang menjadi guru beliau yang paling masyhur ialah Imam Hammad bin Abu bu Sulaiman,
imam Abu Hanifah berguru pada beliau kurang lebih 18 tahun.
Dan diantara orang yang pernah menjadi guru imam Hanafi ialah Muhammad Al Baqir,
Imam Adi bin Tsabit, Imam Abdur Rahman bin Harmaz, Imam Amr bin Dinar, Imam Manshur
bin Mu’tamir, Imam Syu’bah bin Hjjaj, Imam Ashim bin Abin Najwad, ImaM Salamah bin
Kuhail, Imam Qatadah, Imam Rabi’ah bin Abi Abdur Rahman, dan lain-lain.
Sedangkan mengenai murid imam Hanafi sangatlah banyak sekali, diantaranya ialah:
1. Imam Abu Yusuf,Yaqub bin Ibrahim Al Anshary.
2. Imam Muhammad bin Hasan bin Farqad Asy-Syaibani.
3. Imam Zafar bin Hudzail bin Qais Al Kufy.
4. Imam Hasan bin Zayad Al Luluy.
Dari keempat murid imam Hanafi tersebut, merekalah murid yang terkenal diantara murid-
murid imam Hanafi yang lain, dan mereka hingga kini masih dikenal nama-namanya diseluruh
dunia Islam.
Pola pemikiran, metode istidlal dan faktor-faktor yang mempengaruhi Abu Hanifah dalam
menetapkan hukum islam
3
Abu hanifah hidup selama 52 tahun pada masa dinasti Umayyah dan 18 tahun pada masa
dinasti Abbasiyah. Alih kekuasaan dari Umayyah yang runtuh kepada Abbasiyah yang naik
tahta, terjadi di kufah sebagai ibu kota Abbasiyah sebelum pindah ke Baghdad. Kota bashrah dan
kufah pernah mewarnai intelektual Abu Hanifah di tengah berlangsungnya proses transformasi
sosio-kultural, politik dan pertentangan tradisional antara suku Arab Utara, Arab selatan dan
Persi. Oleh sebab itu pola pemikiran Imam Abu Hanifah sudah tentu sangat dipengaruhi latar
belakang kehidupan serta pendidikannya, juga tidak terlepas dari sumber hokum yang ada.
Abu Hanifah dikenal sebagai ulama ahl al-ra’yi. Dalam menetapkan hokum islam, baik
yang diistinbathkan dari al-Qur’an ataupun hadits, beliau banyak menggunakan nalar. Beliau
mengutamakan ra’yi dan khabar ahad. Apabila terdapat hadits yang bertentangan beliau
menetapkan hukum dengan jalan qiyas dan istihsan.
Adapun metode istidlal imam abu hanifah dapat dipahami dari ucapan
beliau”sesungguhnya saya mengambil kitab suci dari al-qur’an dalam menetapkan hukum,
apabila tidak didapatkan dalam al-qur’an maka saya mengambil sunnah Rasul SAW. Apanila
tidak ada keduanya maka mengambil pendapat orang-orang yang terpercaya yang saya
kehendaki, kemudian saya tidak keluar dari pendapat mereka. Apabila urusan itu sampai kepada
Ibrahim al-Sya’by, hasan ibn sirin dan sa’id ibn musayyab, maka saya berijtihad sebagaimana
mereka berijtihad”. Dalam kesempatan lain dia mengatakan pertama mencari dasar hukum dalam
al-qur’an, kalau tidak ada mencari dalam sunnah nabi, kalau tidak ada mempelajari fatwa-fatwa
para sahabat dan saya pilih mana yang saya anggap kuat, kalau orang melakukan ijtihad, saya
pun melakukan ijtihad.
Dalam menetapkan hukum abu hanifah dipengaruhi oleh perkembangan hukum di
Kuffah, banyak problema kemasyarakatan yang memerlukan penetapan hukumnya, untuk
menghadapinya memerlukan ijtihad atau ra’yi. Abu Hanifah sangat selektif dalam menerima
hadits, karena itu untuk menyelesaikan masalah yang actual, beliau banyak menggunakan ra’yi.
Karya-Karya Abu Hanifah
Menurut Jamil Ahmad, Abu Hanifah meninggalkan 3 karya besar yaitu: fiqh akbar,
al-‘alim wa al-muta’lim dan musnad fiqh akbar. Menurut Syed Ameer Ali dalam bukunya The
Spirit if islam karya-karya abu hanifah baik mengenai fatwa-fatwanya maupun ijtihad-ijtihadnya
ketika itu belum dikodifikasikan.
4
Murid Abu Hanifah Muhammad al-Syaibany telah menyusun kitab buah pemikiran Abu
Hanifah yang dikenal dengan al-kutub al-sittah 6 kitab yaitu:
1. Kitab al-Mabsuth
2. Kitab al-Ziyadat
3. Kitab al-jami’ al-Shaghr
4. Kitab al-Jami’ al-Kabir
5. Kitab al-sair al-shaghir
6. Kitab al-sair al-kabir
Kewafatan Imam Hanafi
Imam Abu Hanifah wafatdi Baghdad pada bulan Rajab tahun 150H/767M dalam usia 70
tahun .
Menurut riwayat, bahwa Abu Ja’far Al Manshur memanggil imam Abu Hanifah, imam Sufyan
Ats Tsauri dan imam Syarik An Nakha’y untuk dating menghadap baginda. Beliau bertiga
dipanggil untuk diberi kedudukan dan diberi surat angkatan untuk menjabat sebagai Qadli.
Setelah menghadap pada baginda beliau diberi jabatan sebagai Qadli, dari ketiga imam
tersebut, hanya imam Syarik yang menerima jabatan itu, sedangkan imam Sufyan melarikan diri
ke Yaman, dan imam Abu Hanifah menolak diberi jabatan dan tidak melarikan diri. Berawal dari
penolakan imam Abu Hanifah itu, maka baginda memerintah pengawal untuk memenjarakan
imam Abu Hanifah untuk diberi hukuman seratus kali cambuk dan leher beliau dikalungi rantai
besi yang besar.
Setiap hari imam Abu Hanifah diberi hukuman seratus kali cambuk, akan tetapi beliau
tetap berpendirian semula, menolak jabatan dari baginda. Pada masa itu ibunda imam Abu
Hanifah masih hidup dalam usia yang sudah lanjut, pada setiap hari sang ibunda diperintah
baginda Al Manshur untuk membujuk imam Abu Hanifah supaya suka menerima jabatan yang
diberikan baginda, namun segala upaya ibunda untuk membujuk imam Abu Hanifah ditolak
olehnya dengan keterangan atau perkataan yang baik.
Begitu tabah dan teguhnya pendirian imam Abu Hanifah membuat sang baginda merasa
tidak puas dengan hukuman cambuk, maka baginda memberi segelas minuman yang telah diberi
racun dan imam Abu Hanifah meminumnya, seketika itu dipenjara imam Abu Hanifah merasa
5
tidak enak badan, dan wafatlah beliau imam besar imam Abu Hanifah. “inna lillahi wa inna ilaihi
rajiun”.
B. IMAM MALIK
Imam Malik adalah imam yang kedua dari imam-imam empat serangkai dalam islam dari
segi umur. Nama lengkapnya Abu abdillah Mālik ibn Anas ibn Malik ibin Abu ‘Amir ibn al-
Harist. Lahir di negeri Hijaz tahun 93 H/12 M. Dan wafat pada hari Ahad, 10 Rabiul Awal 179
H/798 M di Madinah pada masa pemerintahan Abbasiyah di bawah kekuasaan Harun Al-Rasyid.
Ibunya bernama Siti Aliyah binti Syuraik ibn Abd. Rahman ibn Syuraik al-Azdiyah. Ada
riwayat yang mengatakan bahwa Imam malik berada dalam kandungan rahim ibunya selama dua
tahun; ada pula yang mengatakan sampai tiga tahun.
Imam malik adalah seorang yang berbudi mulia, dengan pikiran yang cerdas, pemberani
dan teguh mempertahankan kebenaran yang diyakininya.
Imam malik terdidik di kota Madinah pada masa pemerintahan Khalifah Sulaiman ibn
abd malik dari bani Umaiyah VII. Pada waktu itu kota tersebut hidup beberapa golongan
pendukung islam, antara lain: golongan sahabat Anshar dan Muhajirin serta para cerdik pandai
ahli hukum.
Pelajaran pertama yang diterimanya adalah al-Quran, yakni bagaimana cara membaca,
memahami makna dan tafsirannya. Dihafalnya al-Quran itu diluar kepala. Kemudian ia
mempelajari hadits Nabi SAW. Dengan tekun dan rajin, sehingga mendapat julukan sebagai ahli
hadits.
Sebagai seorang ahli hadits, beliau sangat menghormati dan menjunjung tinggi hadits
Nabi SAW. Sehingga bila hendak memberi pelajaran hadits, beliau berwudlu terlebih dahulu,
kemudian duduk di atas alas sembahyang dengan tawadhu’. Beliau sangat tidak suka
memberikan pelajaran hadits sambil berdiri di tengah jalan atau dengan tergesa-gesa2.
Guru Imam Malik
Adapun guru yang pertama dan bergaul lama serta erat adalah Imam Abd. Rahman ibn
Hurmuz salah seorang ulama besar di Madinah. Kemudian beliau belajar fiqh kepada salah
seorang ulama besar kota Madinah, yang bernama Rabi’ah al-Ra’yi (wafat tahun 136).
2 Yanggo, Huzaemah Tahido. 1999. Pengantar Perbandingan Mazhab. Ciputat : Logos Wacana Ilmu. Hal 102-104
6
Selanjutnya Imam Malik belajar ilmu ahadits kepada Imam Nafi’ Maula Ibnu Umar (wafat pada
tahun 117 H), juga belajar kepada Imam ibn Syihab al-Zuhry.
Menurut riwayat yang dinukil Moenawar Cholil, bahwa di antara guru Imam Malik yang
utama itu tidak kurang dari 700 orang. Di antara sekian banyak gurunya itu, terdapat 300 orang
yang tergolong ulama tabi’in3.
Diantara guru beliau adalah Nafi’ bin Abi Nu’aim, Nafi al Muqbiri, Na’imul Majmar, Az
Zuhri, Amir bin Abdullah bin Az Zubair, Ibnul Munkadir, Abdullah bin Dinar, dll4.
Pola Pikir Imam Malik
Imam malik adalah seorang mujtahid dan ahli ibadah sebagaimana halnya Imam Abu
Hanifah. Karena ketekunan dan kecerdasannya, Imam Malik tumbuh sebagai ulama terkemuka
dalam bidang ilmu hadits dan fiqh sebagaimana diucapkan oleh Dahlawy.
Beliau selaku seorang Mufti yang dipercaya oleh umat dimasa itu sering menghadapi
kekejaman dan keganasan pendapatnya tentang masalah “paksaan talak itu tidak sah”. Meskipun
pendapatnya itu bertentangan dengan Khalifah al-Manshur dari Bani Abbas di Baghdad, yang
akhirnya membuat beliau disiksa dan dipenjara.
Imam malik adalah seorang tokoh yang yang dikenal para ulama sebagi alim besar dalam
ilmu hadits. Dalam menetapkan hukum dan ketika memberi fatwa, beliau sangat berhati-hati,
sebagaiman diriwayatkan “beliau tidak akan memberi fatwa dan meriwayatkan suatu hadits,
sehingga 70 ulama membenarkan dan mengakui”5.
Metode Istidlal Imam Malik
Adapun metode istidlal Imam Malik dalam menetapkan hukum Islam adalah berpegang
kepada6:
1. Al-Quran
2. Sunnah
3. Ijma’ Ahl al-Madinah
4. Fatwa Sahabat
5. Khabar Ahad dan Qiyas
6. Al-Istihsan
3 Ibid. hal 1044 Diunduh pada tanggal 03 Maret 2013 dari http://kacepigebe.wordpress.com/2011/06/06/sejarah-singkat-4-
imam-mazhab/ 5 Ibid. hal 104-1056 Ibid. hal 105-113
7
7. Al-Mashlahah al-Mursalah
8. Sadd al-Zara’i
9. Istishhab
10. Syar’u Man Qablana Syar’un Lana
Imam Malik dalam sejarah hidupnya hanya menetap di kota Madinah, tidak berpindah-
pindah, kecuali ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji. Beliau sangat dipengaruhi oleh
amalan penduduk Madinah.walaupun demikian, yaitu dalam satu sisi ia sangat terpengaruh oleh
amalan penduduk Madinah, tapi dalam sisi yang lain ia juga menggunakan mashlalah mursalah
dan istihsan sebagai sumber hukum. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh adanya
beberapa perubahan keadaan kota Madinah pada zaman Imam malik dengan keadaan kota
Madinah pada zaman Rasulullah SAW. Sehingga menurut pandangan Imam Malik, tidak ada
jalan yang harus ditempuh untuk mengatasinya, kecuali dengan jalan lain, yaitu menggunakan
keduanya (mashlalah mursalah dan istihsan sebagai sumber hukum)7.
Karya-karya Imam Malik
Diantara karya-karya Imam Malik adalah kitab al-Muwaththa’. Kitab tersebut ditulis
tahun 144 H atas anjuran khalifah Ja’far al-Manshur. Dikatakan pendapat Imam Malik ibn Anas
dapat sampai kepada kita melalui dua buah kitab, yaitu al-Muwaththa’ dan al-Mudawanah al-
Kubra.
Kitab Muwaththa mengandung dua aspek, yaitu aspek hadits dan aspek fiqh. Hadits-
hadits yang terdapat dalam kitab tersebut ada yang bersanad lengkap, ada pula yang mursal, ada
yang muttashil dan ada pula yang disebut balaghat (suatu sanad yang tidak menyebutkan dari
siapa Imam malikmenerima hadits tersebut).
Imam malik mengumpulkan sejumlah hadits dalam kitabnya (al-Muwaththa) selama
bertahun-tahun. Diriwayatkan beliau telah mngumpulkan 4.000 buah hadits, yang ketika wafat
tinggal seribu saja. Hadits-hadits itu dipilih oleh beliau setiap tahun, mana yang lebih sesuai
untuk kaum muslilim dan mana yang paling mendekati kebenaran. Ada pendapat yang
mengatakan hal itu dilakukan beliau selama 40 tahun.
Aspek fiqh dalam kitab al-Muwaththa itu disusun berdasarkan berdasarkan sistematika
layaknya kitab fiqh lainnya. Seperti ada bab thaharah, shalat, zakat dan seterusnya. Dengan
demikian, maka hadits-hadits didalam kitab tersebut menyerupai kitab fiqh.
7 Ibid. hal 114
8
Kitab al-Mudawwamah al-Kubra merupakan kumpulan risalah yang memuat tidak
kurang dari 1.036 masalah dari fatwa Imam Malik. Fatwa-fatwa itu dikumpulkan Asas ibn al-
furat al-Naisabury yang berasal dari Tunis, salah seorang murid beliau8.
Diantara murid beliau adalah Ibnul Mubarak, Al Qaththan, Ibnu Mahdi, Ibnu Wahb, Ibnu
Qasim, Al Qa’nabi, Abdullah bin Yusuf, Sa’id bin Manshur, Yahya bin Yahya al Andalusi,
Yahya Bin Bakir, Qutaibah Abu Mush’ab, Al Auza’i, Sufyan Ats Tsaury, Sufyan bin Uyainah,
Imam Syafi’i, Abu Hudzafah as Sahmi, Az Zubairi, dan lain-lain9.
Mazhab Maliki sampai sekarang maasih diikuti sebagian besar kaum Muslimin di
Maroko, Algers, tunisia, Tipoli, Lybia dan Mesir. Masih tersiar juga di Irak, Palestina, Hijaz dan
lain-lainnya di sekitar Jazirah Arabia, tetapi tidak begitu banyak orang mengikutinya10.
C. IMAM SYAFI’IIa lahir di Gaza palestina. Kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi'i lahir
di Gaza, Palestina, namun di antara pendapat ini terdapat pula yang menyatakan bahwa dia lahir
di Asqalan; sebuah kota yang berjarak sekitar tiga farsakh dari Gaza. Menurut para ahli sejarah
pula, Imam Syafi'i lahir pada tahun 150 H, yang mana pada tahun ini wafat pula seorang ulama
besar Sunni yang bernama Imam Abu Hanifah11.
Imam Syafi'i merupakan keturunan dari al-Muththalib, jadi dia termasuk ke dalam Bani
Muththalib. Nasab Beliau adalah Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin
As-Sa’ib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al-Mutthalib bin Abdulmanaf bin Qushay
bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin
Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan.
Nasabnya bertemu dengan Rasulullah di Abdul-Manaf.
Dari nasab tersebut, Al-Mutthalib bin Abdi Manaf, kakek Muhammad bin Idris Asy-
Syafi`ie, adalah saudara kandung Hasyim bin Abdi Manaf kakek Nabi Muhammad shallallahu
`alaihi wa alihi wasallam12.
8 Ibid. hal117-1199 Diunduh pada tanggal 03 Maret 2013 dari http://kacepigebe.wordpress.com/2011/06/06/sejarah-singkat-4-
imam-mazhab/10 Opcit. hal 120
11 Chalil, Moenawar. 1965. Biography Empat Serangkai Imam Madzhab. Jakarta : Bulan Bintang. Hal 149
12 Chalil, Moenawar. 1965. Biography Empat Serangkai Imam Madzhab. Jakarta : Bulan Bintang. Hal 150
9
Kemudian juga saudara kandung Abdul Mutthalib bin Hasyim, kakek Nabi Muhammad
SAW, bernama Syifa’, dinikahi oleh Ubaid bin Abdi Yazid, sehingga melahirkan anak bernama
As-Sa’ib, ayahnya Syafi’. Kepada Syafi’ bin As-Sa’ib r.a. bayi yatim tersebut dinisbahkan
nasabnya sehingga terkenal dengan nama Muhammad bin Idris Asy-Syafi`ie Al-Mutthalibi.
Dengan demikian nasab yatim ini sangat dekat dengan Nabi Muhammad
SAW.
Pendidikan Imam Syafi’I dan Gurunya
Setelah ayah Imam Syafi’i meninggal dan dua tahun kelahirannya, sang ibu
membawanya ke Makkah, tanah air nenek moyang. Ia tumbuh besar di sana dalam keadaan
yatim. Sejak kecil Syafi’i cepat menghafal syair, pandai bahasa Arab dan sastra. Imam Syafi’I
pernah menimba ilmu diantaranya13:
1. Di Madinah beliau mengambil ilmu dari ulama-ulama Madinah di antara mereka adalah:
Malik bin Anas, Ibrahim bin Abu Yahya Al Aslamy Al Madany, Abdul Aziz Ad-Darawardi,
Athaf bin Khalid, Ismail bin Ja’far dan Ibrahim bin Sa’ad
2. Di Yaman Beliau juga mengambil ilmu dari ulama-ulama negeri Yaman di antaranya:
Mutharrif bin Mazin, Hisyam bin Yusuf Al Qadhi dan sejumlah ulama lainnya.
3. Di Baghdad, Irak beliau mengambil ilmu dari: Muhammad bin Al Hasan, Ismail bin Ulayah,
Abdulwahab Ats-Tsaqafy, serta yang lainnya.
4. Di Mesir Beliau mengambil ilmu dari ulama-ulama di antara mereka adalah:. Muslim bin
Khalid Az-Zanji mufti Makkah, Muhammad bin Syafi’ paman beliau sendiri, Abbas
kakeknya Imam Asy-Syafi`I, Sufyan bin Uyainah
Murid-murid Imam Syafi’i
Beliau mempunyai banyak murid, yang umumnya menjadi tokoh dan pembesar ulama dan
Imam umat islam, yang paling menonjol adalah: Ahmad bin Hanbal, Ahli Hadits dan sekaligus
juga Ahli Fiqih dan Imam Ahlus Sunnah dengan kesepakatan kaum muslimin, Al-Hasan bin
Muhammad Az-Za’farani, Ishaq bin Rahawaih, Harmalah bin Yahya, Sulaiman bin Dawud Al
Hasyimi, Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbi dan lain-lainnya banyak sekali.
Karya Tulis Imam Syafi’i
Beliau mewariskan kepada generasi berikutnya sebagaimana yang diwariskan oleh para
nabi, yakni ilmu yang bermanfaat. Ilmu beliau banyak diriwayatkan oleh para murid- muridnya
13 Ibid. hal 171
10
dan tersimpan rapi dalam berbagai disiplin ilmu. Bahkan beliau pelopor dalam menulis di bidang
ilmu Ushul Fiqih, dengan karyanya yang monumental Risalah. Dan dalam bidang fiqih, beliau
menulis kitab Al-Umm yang dikenal oleh semua orang, awamnya dan alimnya. Juga beliau
menulis kitab Jima’ul Ilmi.
Pola Pemikiran
Imam Syafi’i termasuk salah seorang imam madzhab yang masuk kedalam jajaran “Ahli
Al Sunnah wal Jama’ah”, yang didalam bidang “furu’iyyah” ada dua kelompok yaitu : “Ahl al-
Hadits” dan “Ahl al-Ra’yu” dan beliau sendiri termasuk “Ahl al-Hadits”. Imam Syafi’I termasuk
imam madzhab yang mendapat julukan “Rihalah fi Thalab al-‘Ilm” yang pernah meninggalkan
Mekkah pergi ke Hijaz untuk menuntut ilmu kepada Imam Malik dank e Irak menuntut ilmu ke
Muhammad Ibn al-Hassan (seorang murid Imam Abu Hanifah). Karena kedua guru inilah, beliau
termasuk kelompok Ahl al-Hadits, tetapi dalam bidang fiqih banyak terpengaruh oleh
kelompok “Ahl al-Ra’yu” dengan melihat metode penerapan hukum yang beliau pakai.
Sebagai seorang yang mengikuti manhaj Ash-habul Hadits, beliau dalam menetapkan
suatu masalah terutama masalah aqidah selalu menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi sebagai
landasan dan sumber hukumnya
Bantahan Imam Syafi’i kepada orang yang mengingkari sunnah sebagai hujjah:
1. Allah telah mewajibkan kita untuk mengikuti sunnah Rasulullah dan menyuruh kita
mematuhi perintah dan menjauhi larangannya.
2. Tidak ada cara lain bagi kita untuk mentaati perintah Allah tersebut kecuali dengan
mengamalkan apa yang datang dari Rasulullah dengan lapang dada dan bersih hati dari
keinginan untuk menolaknya, serta pasrah pada perintah dan hukum-hukumnya.
3. Seorang muslim membutuhkan sunnah Rasulullah untuk menjelaskan globalitas isi Al-
Qur’an.
Sumber hukum dan Metode Imam Syafi’i dalam berhujjah
Oleh karena itu Imam Syafi'i tidak sekedar mendasarkan sunnah pada al Qur'an, tetapi
juga berupaya meletakkan asumsi dasar bahwa sunnah adalah bagian organik dalam struktur al
Qur'an ditinjau dari pengertian semantiknya. Karena al Qur'an dan Sunnah menjadi struktur
organik semantik, maka syafi'I pun dapat membangun ijma' atas dasar struktur tersebut hingga
menjadi teks tasyri' yang memperleh signifikasinya dari pengertian teks yang tersusun dari al
11
Qur'an dan sunnah. Sumber ke empat dalam fiqih Imam Syafi'i adalah qiyas yang juga diambil
dari teks yang tersusun dari ke tiga dasar sebelumnya.
Imam Syafi'i meletakkan sunnah sejajar dengan al Qur'an dalam hal sebagai hujjah
karena sunnah juga berasal dari wahyu. Syafi'i tidak menyamakan al Qur'an dan sunnah dalam
segala aspek, menurutnya perbedaannya paling tidak bahwa al Qur'an mutawatir dan merupakan
ibadah bagi yang membacanya sedangkan kebanyakan sunnah tidak mutawatir juga membacanya
tidak dinilai pahala. Kedua, al Qur'an adalah kalam Allah, sedangkan sunnah adalah perkataan
nabi SAW. Syafi'i juga menjelaskan bahwa sunnah tidak semartabat dengan al Qur'an dalam
masalah aqidah14.
Wafat
Beliau wafat pada hari Kamis di awal bulan Sya’ban tahun 204 H dan umur beliau sekitar
54 tahun (Siyar 10/76). Meski Allah memberi masa hidup beliau di dunia 54 tahun, menurut
anggapan manusia, umur yang demikian termasuk masih muda. Walau demikian, keberkahan
dan manfaatnya dirasakan kaum muslimin di seantero belahan dunia, hingga para ulama
mengatakan, “Imam Asy-Syafi`i diberi umur pendek, namun Allah menggabungkan
kecerdasannya dengan umurnya yang pendek.”
D. IMAM AHMAD IBN HANBALImam Ahmad ibn Hanbal adalah seorang ilmuan ahli fiqih yang gigih membela
kelurusan akidah Islam yang hendak diselewengkan oleh kaum muktazilah.“Ahmad Ibnu
Hanbal telah menghimpun semua ilmu”. Namun, ada pula beberapa orang ulama yang
mengatakan, “ Dalam ilmu fiqih, ia bukan apa-apa.”
Akan tetapi, Imam Syafi’i, ketika meninggalkan Baghdad berangkat ke Mesir, berkata, “
Baghdad saya tinggalkan. Di sana ada orang yang menguasai ilmu fiqih, dan tidak ada lebih
banyak ilmunya selain Ahmad Bin Hanbal.”15
Ahmad Ibn Hanbal pemuda yang sejak kecil sudah dapat menghafal al-Qur’an , sudah
bisa mempelajari dan memikirkan ketentuan-ketentuan hukum yang terdapat didalamnya.
Bahkan sejak kecil, ia pun sudah belajar dan mempelajari ilmu hadist. Ia berjanji kepada dirinya
14 Yanggo, Huzaemah Tahido. 1999. Pengantar Perbandingan Mazhab. Ciputat : Logos Wacana Ilmu. Hal 123
15 As-Syarqawi, Abdurrahman. 2000. Riwayat Sembilan Imam Fiqih diterjemah H.M.H Al-Hamid Al-Husaini. Bandung : Pustaka Hidayah. Hal 445
12
sendiri akan berjuang demi tercapainya tujuan menegakkan kembali Sunnah Rasulallah SAW,
didalam kehidupan umat. Karena sikapnya itulah, banyak orang yang menuduhnya
“mutasammit” orang yang ketat dan keras dalam beragama. Demikianlah kehidupan Ahmad
Ibnu Hanbal.16
Setelah Imam Ahmad ibn Hanbal wafat, beberapa orang pengikutnya mengadakan
sesuatu yang ia sendiri tidak pernah mengtakan dan melakukannya. Ilmu Ushul fiqihnya oleh
mereka “dicabang rantingkan” begitu rupa sekehendak mereka sendiri. Dalam hal itu Imam
Ahmad ibn Hanbal sama skali bersih dan tidak memikul pertanggungjawaban atas apa yang
mereka perbuat. Mereka berbuat jauh lagi mereka pergi berkeliling mendatangi kota-kota dan
daerah-daerah untuk apa yang mereka klaim sebagai “meluruskan, menghapus, mengubah” apa
saja yang mereka anggap bid’ah atau yang mereka anggap munkar. Dalam hal itu, mereka
bersikap ekstrem, sehingga banyak kaum muslim yang merasa terganggu dan kesulitan. Pada
akhirnya masyarakat membencinya memandang mereka sebagai orang-orang dungu dan
berpandangan sempit, dimana-mana mereka dijengkeli orang-orang dan mazhab mereka pun
dicemoohkan kaum muslim, akibat perbuatan mereka para penganut mazhab Imam Ahmad ibn
Hanbal disamakan dengan kebodohan, kaku membatu dan fanatik buta yang sangat tercela.
Imam Ahmad ibn Hanbal sama sekali bukan orang fanatik dan bersikeras pada pendapat
dan pemikirannya sendiri, Bahkan dalam berdialog, ia tidak segan meninggalkan pendapatnya
sendiri bila telah mengetahui dengan jelas mana yang lebih baik dan lebih benar. Lebih dari itu,
ia malarang seorang muridnya untuk membukukan fiqihnya, karena banyak pendapat-
pendapatnya yang perlu diperbaiki dan diubah.
Imam Ahmad Ibnu Hanbal bukan pula seorang yang berpandangan sempit, berpikir kaku
atau suka mengorek-ngorek kekurangan orang lain. Ia sama sekali bukan seorang itu. Ia adalah
seorang ulama fiqih yng berpandangan seluas cakrawala, seorang ulama yang berkemampuan
tinggi menggali dan mencerna jiwa hukum syariat, bahkan tergolong ulama fiqih yang
menyembuhkan hukum syariat dari penyakit kebekuan, khususnya dalam hal muamalat
Akan tetapi, ia hidup di zaman yang suram dan penuh dengan awan bid’ah zaman ketika
kaum muslim bermain longgar-longgaran dalam menunaikan kewajiban agama hingga
menggoyahkan tiang-tianggnya, Dalam keadaan itu , ia merasa wajib berpegang kuat pada
kitabullah dan sunnah Rasul. Salah seorang yang hidup sezaman dengannya mengatakaan “pada
16 Ibid. hal 449
13
masa hidupnya Ahmad ibnu Hanbal, saya tidak pernah melihat ada orang lain yang melebihi dia
dalam hal menjaga keselamatan Agama Islam, menguasai diri, menguasai ilmu fiqih dan
mendidik diri sendiri dalam hal kemuliaan akhlak , kemantapan hat, keramahan bergaul, serta
dalam hal menjahui perbuatan yang berbahaya ”
Ahamad ibn Hanbal lahir di Baghdad pada tahun 165 H. Ayah dan Ibunya orang Arab.
Ayahnya wafat di kala Ahmad ibn Hanbal masih kanak-kanak. Bagi ana dan isterinya, ia
meninggalkan sedikit bekal penghidupan, sebuah rumah, sebidang tanah. Dalam riwayat lain ada
diceritakan, bahwa beliau memang dilahirkan dikota marwin tadi, tetapi dibawa ibunya ke
Baghdad, dan beliau masih dalam keadaan kecil, lalu disusukan dan diasuk disana.
Ahmad Ibn Hanbal mempunya seorang paman yang bekerja melayani kepentingan
Khalifah Harun ar-Rasyid pada saat-saat bepergian. Sejak kecil, Ahmad ibn Hanbal telah
menyadari betapa besar kehidupan yang dihadapi Ibunya dalam upaya untuk menghidupi sehari-
hari, Keinginan yang demikian mendorongnya untuk belajar dengan tekun.
Diantara para guru Imama Hanbal ialah Imam Ismail bin Aliyah, Hasyim bin Basyir,
Muhammad bin Khalid, Mansyur bin Salamah, Mudlafar bin Mudrik, Ustman bin Umar,
Masyim bin Qasim, Abu sain maula banu Hasyim, Muhammad bin yazid, Muhammad bin Ady,
Yazin bin Harun, Muhammad bin Jafar, Ghundur, Yahya bin Said, Abdurrahman bin bin Mahdy
dan masih banyak yang lainnya.
Beliau kenal dan berguru kepada imam Syafii ketika beliau dating berkunjung dan
menetap di Baghdadm, Dan beliau sangat kagum melihat kepandaian Imam Syafii.
Beliau wafat pada hari jumat pada tanggal 12 Rabiul awal tahun 241 Hijriyah, dikala
beliau telah berusia 77 tahun jenazah beliau dimakamkan pada hari jumat siang sehabis orang
sembahyang jumat di maqbarah, dengan dihadiri dan diantarkan oleh berpuluh-puluh ribu
manusia.
Dasar-dasar Mazhab imam Hanbali yang sesungguhnya ialah
1. Nash dari al-Qur’an dan Sunnah
2. Fatwa para sahabat Nabi
3. Fatwa para sahabat yang masih perselisihan, dan diambilnya yang lebih dekat dengan
nash Quran dan Sunnah
4. Hadish Mursal dan Hadis Dhoif
5. Qiyas
14
Karangan Kitab Hanbali menurut riwayat diantaranya sebagai berikut:
1. Tafsir al-Qur’an
2. An-Nasikh wal-Mansukh
3. Al-Muqaddamwal muakhkhar fil Qur’an
4. Jawabatul Qur’an
5. At-Tarikh
6. Al-Manasikul Khabir
7. Al-Wara’i
8. As-Shalah dan lain-lain kitab yang berupa risalah
Kitab Al-Musnad adalah sebuah kitab hadis yang berisi 40.000 hadis hadis-hadis sekian
banyaknya itu telah dihimpun dan dipilihnya yang telah dianggap shahih17.
DAFTAR PUSTAKAAs-Syarqawi, Abdurrahman. 2000. Riwayat Sembilan Imam Fiqih diterjemah H.M.H Al-Hamid
Al-Husaini. Bandung : Pustaka HidayahChalil, Moenawar. 1965. Biography Empat Serangkai Imam Madzhab. Jakarta : Bulan Bintang Mahmassani, Sobhi. 1977. Filsafat Hukum dalam Islam.diterjemahkan Ahmad Sudjono.
Bandung : Al Maarif.Yanggo, Huzaemah Tahido. 1999. Pengantar Perbandingan Mazhab. Ciputat : Logos Wacana
Ilmu. Diunduh pada tanggal 03 Maret 2013 dari http://kacepigebe.wordpress.com/2011/06/06/sejarah-
singkat-4-imam-mazhab/Diunduh pada tanggal 03 Maret 2013 dari http://pesantren.uii.ac.id/content/view/119/52/1/2/ Diunduh pada tanggal 03 Maret 2013 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Imam_Syafi%27i
17 Chalil, Moenawar. 1965. Biography Empat Serangkai Imam Madzhab. Jakarta : Bulan Bintang. Hal 250-303
15