Download - Makalah Pneumonia FG 6
ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMONIA PADA ANAK
Kelas C
FOKUS GRUP VI
KEPERAWATAN ANAK I
Andini Wulandari 1106053174
Ismi Arummaning Tyas 1106053395
Kartika Rosalia Indah 1106022553
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2013
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas
makalah Mata Kuliah Keperawatan Anak I.
Pada kesempatan ini, penyusun mengucapkan terima kasih kepada fasilitator, Ibu
Ns. Alfani Kusumasari, SKep., atas segala pengarahan dan bimbingannya yang
telah diberikan selama proses pembuatan makalah. Penyusun juga berterima kasih
kepada teman-teman yang telah membantu menyelesaikan makalah ini.
Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi kemajuan makalah ini maupun yang akan datang.
Penyusun berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.
Depok, Maret 2013
Tim Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul .................................................................................. i
Kata Pengantar ................................................................................... ii
Daftar Isi ................................................................................... iii
BAB I: Pendahuluan ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
1.4 Metode Penulisan ................................................................................... 2
1.5 Sistematika Penulisan ....................................................................... 2
BAB II Tinjauan Pustaka............................................................................... 3
2.1 Definisi Pneumonia ................................................................................ 3
2.2 Klasifikasi Pneumonia............................................................................. 3
2.3 Patogenesis Pneumonia............................................................................7
2.4 Manifestasi Klinis.................................................................................... 6
2.5 Komplikasi Pneumonia ....................................................................... 8
2.6 Prognosis Pneumonia ....................................................................... 10
BAB III Asuhan Keperawatan...................................................................... 12
3.1 Pengkajian ............................................................................................ 12
3.2 Diagnosa Keperawatan ...................................................................... 14
3.3 Identifikasi Hasil ................................................................................... 15
3.4 Perencanaan dan Implementasi ........................................................... 15
3.5 Evaluasi ............................................................................................... 17
3.6 Pengobatan.............................................................................................. 18
BAB IV Penutup.......................................................................................... 19
4.1 Kesimpulan............................................................................................. 19
4.2 Saran........................................................................................................ 19
Daftar Pustaka............................................................................................... 21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru. Pneumonia
merupakan infeksi pada saluran pernafasan akut bagian bawah.
Penyebabnya infeksi dari satu atau dua paru-paru akibat bakteri, virus,
jamur atau parasit. Menurut data Departemen Kesehatan, penyakit ini
menjadi penyebab lebih dari 24% kematian bayi. Maka itu, jangan
remehkan polusi udara berupa, asap rokok, asap knalpot, rumah lembab,
serta lingkungan rumah yang tidak sehat. Gangguan lingkungan semacam
itu bisa memicu pneumonia pada anak. Saat daya tahan tubuh lemah, anak-
anak paling mudah terserang penyakit ini.
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor
tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah
mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling
banyak meyerang anak balita. Menurut laporan WHO, sekitar 800.000
hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan
UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai kematian tertinggi
anak balita, melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria serta
AIDS.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah pneumonia?
1.2.2 Bagaimana patofisiologi pneumonia?
1.2.3 Apa jenis-jenis etiologi pneumonia?
1.2.4 Apa tanda dan gejala pneumonia?
1.2.5 Apa komplikasi pneumonia?
1.2.6 Bagaimana pengobatan pada klien dengan pneumonia?
1.2.7 Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan pneumonia?
1
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Menjelaskan definisi, etiologi, dan patofisiologi pneumonia.
1.3.2 Memahami dan mengaplikasikan konsep keperawatan anak yang
mengalami pneumonia.
1.3.3 Menjelaskan pemeriksaan fisik yang diperlukan untuk
mengidentifikasi klien dengan pneumonia.
1.3.4 Mengidentifikasi prosedur dan pemeriksaan diagnostik untuk
mengevaluasi fungsi pernapasan pada klien dengan pneumonia.
1.3.5 Menetapkan diagnosa keperawatan pada klien dengan pneumonia.
1.3.6 Merencanakan tindakan keperawatan mandiri dan atau kolaborasi
yang dibutuhkan pada klien dengan pneumonia.
1.3.7 Mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan pada klien
dengan pneumonia.
1.4 Metode Penulisan
Metode yang dilakukan dalam penulisan makalah ini adalah
penelusuran pustaka dan diskusi Collaborative Learning (CL). Penyusun
menggunakan literatur baik dari buku, jurnal, maupun internet. Kemudian
penyusun mengaitkan materi yang didapat untuk digunakan memecahkan
masalah pneumonia yang berkaitan dengan gangguan fungsi pernapasan.
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari tiga bab. Bab I Pendahuluan berisikan latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan. Bab II Tinjauan Pustaka berisikan materi dari
makalah ini. Bab III terdiri dari kesimpulan dan saran.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pneumonia
“Pneumonia merupakan keradangan dari parenkim paru di mana asinus
yang terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai infiltrasi dari sel
radang ke dalam dinding alveoli dan rongga interstisium” (Alsagaff, Hood
dll, Ilmu Penyakit Paru, 1989).
“Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi
yang disebabkan pengisian rongga alveoli oleh eksudat” (Irman Somantri,
2007).
“Pneumonia adalah inflamasi parenkim paru, biasanya berhubungan
dengan pengisian alveoli dengan cairan” (Doenges, 2000).
Berdasarkan beberapa definisi diatas, dapat dikatakan pneumonia adalah
infeksi yang menyebabkan paru-paru meradang.
2.2 Klasifikasi Pneumonia
Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan anatomi dan penyebabnya.
Pneumonia dapat terjadi karena mikroorganisme, namun ada pula yang terjadi
karena penyebab noninfeksi.
2.2.1 Anatomi pneumonia
Berdasarkan anatomi yang terkena, pneumonia digolongkan menjadi:
a. Pneumonia lobaris, yaitu radang paru-paru yang mengenai sebagian besar
atau seluruh lobus paru-paru.
b. Pneumonia lobularis (bronchopneumonia), yaitu radang pada paru-paru
yang mengenai satu atau beberapa lobus paru-paru yang ditandai dengan
adanya bercak-bercak infiltrat.
c. Pneumonia interstitialis (bronkhiolitis), yaitu radang pada dinding alveoli
(interstitium) dan peribronkhial dan jaringan interlobular
3
2.2.2 Pneumonia Non Infeksi
Misalnya aspirasi makanan dan/ atau asam lambung, benda asing,
hidrokarbon, dan bahan lipoid, atau akibat obat radiasi. Sehingga dikenal
beberapa istilah sebagai berikut:
a. Lipid pneumonia: oleh karena aspirasi minyak mineral
b. Chemical pneumonitis: inhalasi bahan-bahan organik atau uap
kimia seperti belirrium.
c. Extrinsic allergic alveolitis: inhalasi bahan-bahan debu yang
mengandung alergen, seperti debu dari pabrik-pabrik gula yang
mengandung spora dari actinomycetes thermofilik.
d. Drug reaction pneumonitis: nitrofurantoin, busulfan, methotrexate
e. Pneumonia karena radiasi sinar roentgen.
f. Pneumonia yang sebabnya tidak jelas: desquamative interstisial
pneumonia, eosinofilik pneumonia.
2.2.3 Pneumonia Infeksi
Pneumonia infeksi dibedakan lagi berdasarkan mikroorganisme
yang menyebabkannya, seperti pneumonia virus, dan bakteri.
a. Pneumonia Virus
Pneumonia virus merupakan pneumonia yang terjadi akibat virus,
biasanya oleh virus sinsitial pernapasan (RSV) pada bayi,
parainfluenza, influenza, dan adenovirus. Biasanya infeksi virus
terjadi pada musim dingin. Angka serangan puncak untuk pneumonia
virus sekitar usia 2 sampai 3 tahun. Pneumonia virus biasanya
didahului dengan gejala-gejala pernapasan beberapa hari, termasuk
rhinitis dan batuk. Kadang muncul tachipnea yang disertai dengan
retraksi intercostal, subcostal, dan suprasternal, pelebaran cuping
hidung, dan penggunaan otot napas tambahan. Infeksi berat dapat
disertai dengan sianosis dan kelelahan pernapasan. Jika di auskultasi,
dapat terdengar mengi dan ronki yang luas namun sukar dilokalisasi
sumbernya.
4
b. Pneumonia bakteri
Pneumonia bakteri pada masa anak merupakan infeksi
yang tidak lazim, bila tidak ada penyakit kronis yang
mendasari, misalnya kistik fibrosis atau defisiensi imunologis.
Mekanisme paru biasanya terganggu oleh infeksi virus yang
mengubah sifat sekresi normal, menghambat fagositosis,
mengubah flora bakteri, dan juga mengganggu lapisan epitel
saluran pernapasan normal. Penyakit virus pernapasan sering
mendahului perkembangan pneumonia bakteri. Cacat yang
mungkin terjadi antara lain kelainan produksi antibodi, kistik
fibrosis, palatoskisis, bronkiektasi kongenital, diskinesia siliar,
fistula trakeoesofagus, kelainan leukosit polimorfonuklear,
neutropenia, bertambahnya aliran darah pulmonal, atau refleks
muntah berkurang. Trauma, anesthesia dan aspirasi merupakan
contoh faktor introgenic yang menambah infeksi paru.
Pneumonia bakteri dibedakan menjadi pneumonia
pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, dan HIb.
(1) Pneumonia Pneumokokus
Biasanya disebabkan oleh Streptococcus
pneumonia. Pneumonia ini dapat berupa pneumonia
lobaris atau bronkopneumonia. Organisme pneumokokus
mungkin diaspirasi ke dalam perifer paru dari jalan napas
atas atau nasofaring. Pada mulanya, edema reaktif terjadi
yang mendukung proliferasi organisme dan membantu
dalam penyebarannya ke dalam bagian paru yang
berdekatan. Penderita dengan hipogamaglobulinemia atau
mioloma multipel, dan peminum alkohol lebih peka
terhadap infeksi ini. Biasanya satu lobus atau lebih, atau
bagian-bagian dari lobus, tidak melibatkan sisa sistem
bronkopulmonal. Basil yang masuk bersama sekret
5
bronkus kedalam alveoli menyebabkan reaksi radang
berupa edema dari seluruh alveoli disusul dengan infiltrasi
sel-sel polimorfonuklear dan diapedesis dari eritrosit
sehingga terjadi permulaan fagositosis sebelum timbulnya
antibodi. PMN mendesak bakteri ke permukaan alveoli
dan dengan bantuan leukosit yang lain melalui pseudopods
sitoplasmik mengelilingi bakteri tersebut untuk kemudian
difagosit. Pada saat terjadi reaksi antara host dan bakteri
maka akan tampak 4 zona pada daerah parasitik tersebut
yaitu:
(a) Zona luar: alveoli yang terisi dengan kuman
pneumokokkus dan cairan edema
(b) Zona permulaan konsolidasi: terdiri dari PMN dan
beberapa eksudasi sel darah merah
(c) Zona konsolidasi yang luas: daerah dimana terjadi
fagositosis yang aktif dengan jumlah PMN yang
banyak
(d) Zona resolusi: daerah dimana terjadi resolusi dengan
banyak bakteri yang mati, leukosit, dan alveolar
makrofag
(2) Pneumonia Streptokokus
Disebabkan oleh Streptococcus grup A, tetapi
organisme ini dapat menyebar kedaerah tubuh yang lain,
termasuk saluran pernapasan bawah. Pneumonia ini
biasanya terjadi pada anak usia 3-5 tahun dan pada bayi
amat jarang. Infeksi streptokokus saluran pernapasan
bawah menghasilkan trakeitis, bronchitis, atau pneumonia
interstisial. Lesi terdiri dari nekrosis mukosa
trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-
camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan
perdarahan terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat
6
interalveoler dan melibatkan vasa limfatika. Biasanya
ditandai dengan demam tinggi, menggigil, tanda-tanda
distress respirasi, dan kadang-kadang kelemahan yang
berat.
(3) Pneumonia Stafilokokus
Disebabkan oleh S. aureus. Mikroorganisme ini
menyebabkan infeksi dengan cepat yang disertai
morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi.
Stafilokokus menyebabkan penggabungan
bronkopneumonia yang sering unilateral atau lebih
mencolok pada satu sisi daripada yang lain dan ditandai
dengan adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan
daerah ke vena tidak teratur. Permukaan pleura biasanya
ditutup dengan lapisan tebal eksudat fibripurulen. Abses
multipel terjadi, berisi kelompok stafilokokus, leukosit,
eritrosit dan debris nekrotik. Robekan abses subpleura
kecil dapat berakibat piopneumothoraks, yang selanjutnya
dapat erosi ke dalam bronkus, menghasilkan fistula
bronkopleura. Biasanya menyerang penderita yang pernah
menjalani operasi dan sering terjadi infeksi pada kulit oleh
stafilokokus, penderita penyakit paru kronis, dan penderita
virus influenza. Pada anak biasanya terjadi pada bayi dan
usia dibawah 2 tahun dengan presentase 30% penderita
adalah sebelum umur 3 bulan dan 70% adalah sebelum 1
tahun.
(4) Pneumonia Haemophillus Influenzae
Pneumonia Hib, merupakan infeksi bakteri
Haemophillus influenzae tipe b yang serius pada bayi dan
anak yang belum mendapat vaksin Haemophillus. Infeksi
nasofaring mendahului hampir semua variasi penyakit H.
7
influenzae terlokalisasi, misalnya epiglotitis, pneumonia,
dan meningitis. Pneumonia ini menyebar secara lobaris.
Terjadi infiltrate segmental, keterlibatan lobus tunggal
atau multipel, efusi pleura dan pneumotakel.
2.3 Patogenesis Pneumonia
Gambaran patologis dalam batas tertentu tergantung pada agen etiologis.
Pneumonia bakteri ditandai oleh eksudat intraalveolar supuratif disertai
konsolidasi. Stadium dari pneumonia bakteri yang disebabkan bakteri
Pneumonia pneumococcus yang tidak diobati:
a. Penyumbatan (4-12 jam pertama): eksudat serosa masuk ke dalam
alveolus dari pembuluh darah yang bocor.
b. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya): paru-paru tampak merah dan
bergranula karena eritrosit, fibrin, dan leukosit polimorphonucleus
(PMN) mengisis alveolus. Hepatisasi merah diakibatkan perembesan
eritrosit dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Perembesan
tersebut membuat aliran darah menurun, alveoli dipenuhi dengan
leukosit dan eritrosit (jumlah eritrosit relatif) sedikit lalu melakukan
fagositosis Pneumococcus dan sewaktu resolusi berlangsung
makrofag masuk ke dalam alveoli dan menelan leukosit beserta
Pneumococcus.
c. Hepatisasi kelabu (3-8 hari): paru-paru tampak berwarna abu-abu
karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di dalam alveoli
yang terserang.
d. Pemulihan (7-11 hari): eksudat mengalami lisis dan direabsorpsi
oleh makrofag sehingga jaringan kembali kepada struktur semula.
2.4 Manifestasi Klinis
2.4.1 Gejala umum
a. Sianosis sentral (terutama pada bibir atau kuku)
8
b. Retraksi dinding dada (pada sela-sela iga dan ulu hati cekung ke
dalam)
c. Mual dan muntah
d. Nyeri pada dada dan perut
e. Aktifitas menurun
f. Hilang nafsu makan
g. Gejala infeksi secara umum
h. Demam
i. Mialgia
2.4.2 Gejala respiratorik
a. Batuk dan atau pilek
b. Dispnea
c. Ronki
d. Pernapasan cuping hidung
e. Takipnea dan napas tidak teratur
2.4.3 Gejala khusus
a. Dahak berwarna kehijauan (seperti karet)
b. Gambaran hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian
paru. Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan
cairan yang sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan
kuman. Tapi akibatnya fungsi paru terganggu, penderita
mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa ruang untuk
oksigen.
2.5 Komplikasi Pneumonia
Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya
pada pneumonia pneumokokkus dengan bakteriemi pada 10% kasus
berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis, peritonitis, efusi
pleura, abses, dan empiema. Komplikasi lainnya yaitu pneumotoraks,
pneumomediastinum, dan atelektasis. Terkadang dijumpai komplikasi
9
ekstrapulmoner non infeksius yang memperlambat resolusi gambaran
radiologi paru, antara lain gagal ginjal, gagal jantung, emboli paru atau
infark paru, ARDS, gagal organ jamak, dan komplikasi lanjut berupa
pneumonia nosokomial. Secara rinci dijabarkan sebagai berikut:
2.5.1 Gagal nafas dan sirkulasi
Pneumonia dapat menyebabkan gagal nafas oleh pencetus
ARDS. Hasil dari gabungan infeksi dan respon inflamasi dalam
paru-paru segera diisi cairan dan menjadi sangat kental, kekentalan
ini menyatu dengan keras menyebabkan kesulitan penyaringan
udara untuk cairan alveoli,harus membuat ventilasi mekanik yang
dibutuhkan. Syok sepsis dan septik merupakan komplikasi
potensial dari pneumonia. Sepsis terjadi karena mikroorganisme
masuk ke aliran darah dan respon sistem imun melalui sekresi
sitokin. Sepsis dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal, dan
jantung diantara masalah lain dan sering menyebabkan kematian.
2.5.2Efusi pleura, empiema, dan abses
Infeksi mikroorganisme pada paru-paru dapat
menyebabkan bertambahnya cairan dalam rongga pleura.
Jika mikroorganisme itu sendiri ada di rongga pleura,
kumpulan cairan ini disebut empiema. Jarang bakteri akan
menginfeksi bentuk kantong yang berisi cairan yang
disebut abses. Abses-abses khas terjadi pada pneumonia
aspirasi dan sering mengandung beberapa tipe bakteri.
2.6 Prognosis Pneumonia
Pneumonia sebenarnya bukan penyakit baru. Tahun 1936
pneumonia menjadi penyebab kematian nomor satu di Amerika.
Penggunaan antibiotik, membuat penyakit ini bisa dikontrol beberapa
tahun kemudian. Namun pada ahun 2000, kombinasi pneumonia dan
influenza kembali merajalela.
10
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor
tiga setelah kardiovaskuler dan TBC. Faktor sosial ekonomi yang rendah
mempertinggi angka kematian. Kasus pneumonia ditemukan paling
banyak meyerang anak balita. Menurut laporan WHO, sekitar 800.000
hingga 1 juta anak meninggal dunia tiap tahun akibat pneumonia. Bahkan
UNICEF dan WHO menyebutkan pneumonia sebagai kematian tertinggi
anak balita, melebihi penyakit-penyakit lain seperti campak, malaria serta
AIDS.
Secara umum angka kematian pneumonia oleh pneumococcus
sebesar 5%, namum dapat meningkat pada orang tua dengan kondisi yang
buruk. Mortalitas klien yang dirawat di ICU adalah 20%. Mortalitas yang
tinggi ini berkaitan dengan faktor perubah yang ada pada klien.
11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PNEUMONIA
3.1 Pengkajian
Untuk mengidentifikasi pneumonia secara dini, maka perlu dilakukan
pengkajian. Pengkajian pada klien dengan pneumonia meliputi:
3.1.1 Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan
pneumonia adalah sesak napas, batuk, dan peningkatan suhu tubuh
3.1.2 Riwayat penyakit saat ini
Gunakan pertanyaan sederhana dan tertutup. Jika anak tidak atau
belum bisa menjawab, maka tanyakan pada orang tua atau orang
dewasa yang dekat dengan klien. Pertanyaan tersebut seperti:
a. Apakah klien mengalami batuk?
b. Sudah berapa lama keluhan muncul (onset)?
c. Apakah berdahak dan apa warnanya?
d. Adakah keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas, peningkatan
frekuensi pernapasan, lemas, dan nyeri kepala?
3.1.3 Riwayat penyakit dahulu
a. Adakah riwayat infeksi saluran pernapasan sebelumnya, misalnya
batuk, pilek, tachipnea, dll?
b. Apakah klien mengalami anoreksia, dan sukar menelan?
c. Apakah klien mengalami batuk produktif, pernapasan dengan cuping
hidung, napas cepat dan dangkal, gelisah, dan sianosis?
d. Tanyakan imunisasi yang diperoleh oleh klien
3.1.4 Riwayat kesehatan keluarga dan lingkungan
a. Apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami penyakit
saluran pernapasan?
12
b. Apakah ada tetangga yang mengalami penyakit saluran
pernapasan?
c. Kaji lingkungan tempat klien tinggal
3.1.5 Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi:
(1) Keadaan umum: rewel
(2) Warna kulit: pucat atau sianosis
(3) Kesadaran
(4) Pola napas: pernapasan cuping hidung, tachipnea, retraksi otot
epigastrik, intercostal, suprasternal
(5) Toraks: pergerakan dada asimetris
(6) Suhu tubuh
(7) Ukuran pulmo
b. Palpasi:
(1) Kesimetrisan toraks
(2) Pekak diatas area yang mengalami konsolidasi, gesekan friksi
pleural
(3) Crackles dan suara napas bronkial
c. Auskultasi:
Taktil fremitus dan vocal fremitus meningkat dengan konsolidasi
3.1.6 Pemeriksaan Laboratorium
a. Darah, yaitu leukosit, LED, dan AGD, dan kultur darah. Pada
pneumonia oleh bakteri akan terjadi peningkatan jumlah leukosit,
AGD untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa,
kultur darah untuk mendeteksi bakteremia dengan sistem Bactec
dan Bact-Alert serta Pemeriksaan Sero-Imunologi dan Biologi
Molekuler untuk berbagai penyakit infeksi.
13
b. Sputum, untuk kultur tes sensitifitas dengan mendeteksi agen
infeksius.
c. Bronkoskopi, yaitu metode pemeriksaan medis dan mendiagnosis
penyakit paru dengan metode pemeriksaan yang akurat, dilakukan
untuk mengevaluasi hampir semua penyakit paru termasuk
pneumonia.
d. Pemeriksaan radiologi, dengan chest X-ray dan/ atau scanning paru
3.1.7 Faktor psikososial
a. Kaji usia dan tingkat perkembangan
b. Kaji toleransi atau kemampuan memahami tindakan
c. Koping
d. Pengalaman berpisah dengan keluarga atau orang tua
e. Pengalaman infeksi saluran pernapasan sebelumnya
f. Pengetahuan keluarga
g. Tingkat pengetahuan keluarga mengenai penyakit pneumonia
h. Pengalaman keluarga dalam menangani penyakit saluran
pernapasan
i. Kesiapan keluarga untuk merawat klien
j. Koping keluarga
k. Tingkat kecemasan
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1 Diagnosis Utama
Menurut Potts dan Mandleco (2007), diagnosa keperawatan utama
untuk anak dengan pneumonia yaitu:
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas
ventilasi atau perfusi yang disebabkan oleh infeksi pulmonar.
14
b. Inefektivitas kebersihan jalan napas berhubungan dengan edema
dan eksudat.
c. Inefektivitas pola napas berhubungan dengan inflamasi infeksi dari
jalan napas bawah.
3.2.2 Diagnosis Tambahan
Terdapat juga diagnosa tambahan menurut Betz dan Sowden (2002)
meliputi:
a. Risiko tinggi kekurangan cairan.
b. Risiko tinggi perubahan suhu tubuh: hipertermia.
c. Risiko tinggi penatalaksanaan program terapeutik tidak efektif.
3.3 Identifikasi Hasil
Menurut Potts dan Mandleco (2007), identifikasi hasil untuk anak
dengan pneumonia berdasarkan diagnosa yaitu:
a. Klien akan memiliki membran mukosa berwarna pink dan kecepatan
napas yang normal.
b. Klien akan memiliki suara paru-paru yang bersih dan bebas dari
tanda dispnea.
c. Klien akan mendemonstrasikan dan memelihara perubahan pola
napas yang dibuktikan dengan berkurangnya atau tidak adanya
takipnea, retraksi, batuk, wheezing, dengkuran, dan nasal flaring.
3.4 Perencanaan dan Implementasi
Asuhan keperawatan pada anak dengan pneumonia bergantung
pada tingkat keparahan gejala dan agen penyebab (Potts & Mandleco,
2007). Supportive care diindikasikan jika anak memiliki pneumonia
viral. Jika pneumonia disebabkan oleh agen bakteri, antibiotik
diberikan sebagai resep obat. Asuhan keperawatan juga meliputi
intervensi seperti pemberian terapi intravena dan penganjuran cairan
untuk membantu memperbaiki dan memelihara hidrasi. Anak yang
15
mampu mentoleransi cairan oral diberikan yang mereka sukai pada
interval reguler. Cairan yang adekuat membantu mencairkan dan
memfasilitasi pembersihan sekret dari jalan napas. Fisioterapi dada
adalah intervensi lain yang mungkin dapat diindikasikan.
Pengkajian nyeri adalah intervensi yang penting, khususnya untuk
anak dengan pneumonia, karena nyeri pleura ditingkatkan dengan batuk
atau napas dalam (Potts & Mandleco, 2007). Dengan tujuan untuk
meminimalkan nyeri, anak dengan pneumonia dapat napas dangkal dan
menahan batuk. Untuk anak tersebut, pengobatan nyeri tidak hanya
meningkatkan kenyamanan, mereka juga dapat memfasilitasi napas
dalam.
3.4.1 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan menurut Betz dan Sowden (2002) meliputi:
a. Pantau jalan napas dan pertahankan kepatenannya.
(1) Letakkan anak dalam posisi semi fowler.
(2) Berikan terapi uap seperti yang diinstruksikan oleh dokter.
(3) Lakukan drainase postural, perkusi, dan vibrasi sesuai
kebutuhan dan toleransi anak.
(4) Lakukan penghisapan yang dalam sesuai kebutuhan.
(5) Berikan istirahat yang cukup.
b. Pantau adanya tanda-tanda gawat pernapasan dan respons terhadap
terapi oksigen
(1) Pantau status penapasan
(2) Lakukan perawatan tenda kabut
(3) Ganti pakaian dan seprei anak untuk mencegah kedinginan
(4) Observasi adanya tanda-tanda komplikasi
c. Pantau dan pertahankan status hidrasi yang optimal.
(1) Pantau pemberian cairan IV
(2) Catat asupan dan keluaran
(3) Pantau adanya dehidrasi
16
d. Pantau respons terapeutik anak dan efek samping dari pengobatan
(untuk pneumonia bakterial: nafsilin, gentamisin, metisilin,
oksasilin, penisilin G, dan eritromisin).
e. Kontrol demam dengan antipiretik dan mandi sponge dengan air
hangat.
f. Ajarkan pada orang tua tentang bagaimana merawat bayi dengan IV
dan terapi oksigen.
3.4.2 Discharge Planning
Perencanaan pulang dan perawatan di rumah menurut Betz dan Sowden
(2002) meliputi:
a. Ajarkan pada orang tua tentang pemberian obat.
(1) Dosis, rute, dan waktu yang cocok, dan menyelesaikan dosis
seluruhnya.
(2) Efek samping.
(3) Respons anak.
b. Berikan informasi pada orang tua tentang cara-cara pengendalian
infeksi serta pencegahannya.
c. Hindari pemajanan kontak infeksius.
d. Ikuti jadwal imunisasi.
3.5 Evaluasi
Ketika pneumonia mulai sembuh, pengkajian pernapasan anak
akan menjadi normal (Potts & Mandleco, 2007). Walaupun X-ray
mungkin tidak normal untuk beberapa minggu, manifestasi berhubungan
dengan infeksi akan segera berubah.
17
3.6 Pengobatan
Pengobatan pneumonia bergantung pada agen penyebab (Potts &
Mandleco, 2007). Anak dengan pneumonia bakterial diobati dengan
antibiotik. Antibiotik pilihan pertama adalah benzilpenisilin yang mula-
mula diberikan dengan suntikan (Speirs, 1992). Kemudian fenoksimetil
penisilin. Kebanyakan anak dengan pneumonia diobati di rumah. Tujuan
dari pengobatan adalah untuk memaksimalkan ventilasi dan mencegah
dehidrasi. Anak yang perlu dihospitalisasi juga membutuhkan oksigen dan
fisioterapi dada. Jika terjadi efusi pleura, mungkin diperlukan torasentesis
atau drainase selang toraks (Betz & Sowden, 2002). Cairan intravena juga
diperlukan untuk menjaga hidrasi. Antipiretik juga dapat diberikan untuk
mengontrol demam.
Pada bayi, bayi harus dirawat dengan oksigen yang dipantau
kadarnya secara teratur (Speirs, 1992). Jika penyebabnya tidak diketahui,
maka kombinasi antibiotik yang dapat digunakan adalah flukloksasilin dan
ampisilin. Selain itu, mungkin diperlukan sedasi dan pemberian minum
dengan pipa lambung jika minum dengan botol menyebabkan sesak.
18
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pneumonia adalah peradangan yang terjadi pada paru-paru yang dapat
terjadi karena agen infeksius maupun non-infeksius. Pneumonia karena agen
infeksius disebabkan oleh virus dan bakteri. Pneumonia karena
mikroorganisme bakteri dibedakan menjadi pneumonia pneumokokus,
pneumonia streptokokus, pneumonia stafilokokus, dan pneumonia HIb.
Berdasarkan anatominya, pneumonia dibedakan menjadi pneumonia lobaris,
pneumonia lobuularis, dan pneumonia interstisial. Sedangkan pneumonia
yang disebabkan oleh agen non-infeksius dapat terjadi karena inhilasi obat,
radiasi roentgen, aspirasi makanan atau benda lain, dll. Penularan pneumonia
terjadi melalui inhalasi droplet agen melalui saluran pernapasan. Selanjutnya
akan terjadi inflamasi didalam paru. Hal tersebut akan menimbulkan sejumlah
manifestasi klinis, seperti demam, nyeri dada, takipnea, napas cuping hidung,
retraksi dada, dll.
4.2 Saran
Pneumonia terjadi karena agen infeksius maupun non-infeksius yang
terinhalasi ke dalam tubuh klien. Sebagian besar pneumonia terjadi karena
agen infeksius, yaitu bakteri dan virus. Mikroorganisme tersebut akan hidup
ditempat dengan kondisi dan iklim yang sesuai. Meskipun saat ini telah
ditemukan obat pneumonia, namun akan lebih baik jika kita mampu
mencegahnya. Terlebih sebagai perawat yang rentang terinfeksi penyakit
menular dari klien. Oleh karena itu, melakukan pola hidup yang sehat adalah
kunci dari kesehatan. Menjaga kebersihan adalah salah satu poin penting
untuk memutus mata rantai penularan pneumonia. Selain itu, memberikan
vaksin anti-pneumonia kepada anak sangatlah penting untuk mencegah
19
terinfeksi dari mikroorganisme penyebab. Terlebih antibody pada anak belum
kuat. Sedangkan untuk pneumonia non-infeksius, yang biasanya terjadi
karena aspirasi makanan atau benda asing lainnya, tanpa sengaja menghirup
obat, dll, orang tua diharuskan untuk lebih cermat dalam mengawasi anak.
20
DAFTAR PUSTAKA
Behrman. (2000). Ilmu kesehatan anak. Jakarta: EGC.
Betz, C. L., & Sowden, L. A. (2002). Keperawatan pediatri (Tambayong, J.,
Trans). Jakarta: EGC.
Corwin, J. Elisabeth. (2009). Buku saku patofisiologi. Edisi 3 revisi. Jakarta:
EGC.
Muttaqin, Arif. (2005). Buku ajar asuhan keperawatan dengan gangguan sistem
pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Pusat Data dan Informasi PERSI. Pneumonia pada anak: UNICEF dan WHO
menyebutkan pneumonia sebagai penyebab kematian tertinggi anak
balita. Diperoleh dari: http://www.pdpersi.co.id/content/article.php?
mid=5&catid=9&nid=86
Sabiston. (1995). Essential of surgery. (Terj. Petrus Andrianto dan Timan IS).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Somantri, Irman. (2007). Keperawatan medikal bedah: asuhan keperawatan pada
pasien dengan gangguan sistem pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Sudoyo, dkk. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Potts, N. L., & Mandleco, B. L. (2007). Pediatric nursing: Caring for children
and their families (2nd ed). Canada: Thomson Delmar Learning.
Speirs, A. L. (1992). Ilmu kesehatan anak untuk perawat (Zain, S., Trans.).
Semarang: IKIP Semarang Press.
21