Download - Makalah PJR

Transcript
Page 1: Makalah  PJR

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Demam rematik merupakan sindroma klinis sebagai salah satu akibat infeksi kuman

Streptococcus beta haemolytic group A yang ditandai oleh satu atau lebih manifestasi mayor.

Demam rematik (DR) sering mengenai anak usia antara 5 – 15 tahun. Dan merupakan

penyebab terpenting penyakit jantung didapat pada anak dan dewasa muda di banyak negara

terutama negara sedang berkembang.1,2,6

Terdapat dua faktor penting dari segi epidemiologi pada DR akut ini yaitu kemiskinan

dan kepadatan penduduk. Dengan kata lain penyakit ini akan sering di temui di negara

berkembang.Tetapi pada saat tahun 1996 di Amerika sekitar 60 juta orang penderita penyakit

jantung dan pembuluh darah sebanyak 1,8 juta orang adalah penderita PJR.

Pada tahun 1983-1985 data delapan rumah sakit pendidikan di Indonesia menunjukkan

bahwa kasus demam rematik dan penyakit jantung rematik rata-rata 3,44 % dari seluruh

penderita yang dirawat. Secara nasional mortalitas akibat demam rematik dan penyakit

jantung rematik cukup tinggi dan ini merupakan penyebab kematian utama penyakit jantung

sebelum usia 40 tahun.

Dalam laporan WHO Expert consultation Geneva, 29 Oktober - 1 November 2001

yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000 penduduk di negara

maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang dan didaerah Asia Tenggara

diperkirakan 7,6 per 100.000. Diperkirakan sekitar 2000 – 332.000 yang meninggal diseluruh

dunia karena penyakit tersebut. Sayangnya dalam laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004

data mengenai DR dan PJR Indonesia tidak dinyatakan. 1.2

Pada serangan DR sering didapati gejala yang menyertainya seperti gagal jantung atau

korea. Penderita gagal jantung memerlukan tirah baring dan anti inflamasi perlu diberikan

pada penderita DR dengan manifestasi mayor karditis dan arthritis. Penyakit ini masih

merupakan penyebab kecacatan pada katup jantung yang terbanyak. Kecacatan pada katup

jantung tidak dapat terlihat secara kasat mata seperti cacat fisik lainnya, tetapi menyebabkan

gangguan kardiovaskuler mulai dari bentuk ringan sampai berat sehingga mengurangi

produktivitas dan kualitas hidup.

Page 2: Makalah  PJR

2

1.2. Tujuan

Tujuan dari penyusunan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Kardiologi dan

Kedokteran Vaskuler RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Sebagai bahan untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis serta pembaca,

terutama mengenai penyakit jantung reumatik dan gagal jantung.

Page 3: Makalah  PJR

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Rematik

2.1.1 Definisi dan etiologi

Menurut WHO, definisi DR adalah sindrom klinis sebagai salah satu akibat infeksi

kuman Streptococcus beta hemolitycus grup A, yang ditandai oleh satu atau lebih manisfestasi

mayor (karditis, poliartritis, korea, nodul subkutan, dan eritema marginatum).1,6,8,11,12

Streptococcus adalah bakteri gram positif yang memiliki ciri kokus tunggal berbentuk

batang atau ovoid dan tersusun seperti rantai. Dan streptococcus group A memiliki habitat di

tenggorokan dan kulit manusia. Serta dapat mengakibatkan penyakit faringitis, impetigo,

demam rematik dan glomerulonefritis.8

2.1.2 Patogenesis 1,2,6,7,8

Hubungan antara infeksi Streptokokus β hemolitik grup A dengan terjadinya DR telah

lama diketahui. Demam rematik merupakan respon auto immune terhadap infeksi

Streptokokus β hemolitik grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan derajat

penyakit yang timbul ditentukan oleh kepekaaan genetik host, keganasan organisme dan

lingkungan yang kondusif. Mekanisme patogenesis yang pasti sampai saat ini tidak diketahui,

tetapi peran antigen histokompatibility mayor, antigen jaringan spesifik potensial dan

antibody yang berkembang segera setelah infeksi streptokokkus telah diteliti sebagai faktor

resiko yang potensial dalam patogenesis penyakit ini.

Terbukti sel limfosit T memegang peranan dalam patogenesis penyakit ini dan

ternyata tipe M dari Streptokokus grup A mempunyai potensi rheumatogenik. Beberapa

serotype biasanya mempunyai kapsul, berbentuk besar, koloni mukoid yang kaya dengan M-

protein. M-protein adalah salah satu determinan virulensi bakteri, strukturnya homolog

dengan myosin kardiak dan molecul alpha-helical coiled coil, seperti tropomyosin, keratin

dan laminin. Laminin adalah matriks protein ekstraseluler yang disekresikan oleh sel

endothelial katup jantung dan bagian integral dari struktur katup jantung. Lebih dari 130 M

protein sudah teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18, 19 dan 24 berhubungan dengan

terjadinya DR. Superantigen streptokokal adalah glikoprotein unik yang disintesa oleh bakteri

dan virus yang dapat berikatan dengan major histocompatibility complex molecules dengan

nonpolymorphic V b-chains dari T-cell receptors.

Page 4: Makalah  PJR

4

Pada kasus streptokokus banyak penelitian yang difokuskan pada peranan

superantigen-like activity dari fragmen M protein dan juga streptococcal pyrogenic exotoxin,

dalam patogenesis DR. Terdapat bukti kuat bahwa respons autoimmune terhadap antigen

streptokokkus memegang peranan dalam terjadinya DR dan PJR pada orang yang rentan.

Sekitar 0,3 – 3 persen individu yang rentan terhadap infeksi faringitis streptokokkus berlanjut

menjadi DR. Data terakhir menunjukkan bahwa gen yang mengontrol low level respons

antigen streptokokkus berhubungan dengan Class II human leukocyte antigen, HLA.

Infeksi streptokokkus dimulai dengan ikatan permukaan bakteri dengan reseptor

spesifik sel host dan melibatkan proses spesifik seperti pelekatan, kolonisasi dan invasi.

Ikatan permukaan bakteri dengan permukaan Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik

Permasalahan Indonesia 7 reseptor host adalah kejadian yang penting dalam kolonisasi dan

dimulai oleh fibronektin dan oleh streptococcal fibronectin-binding proteins.

Faktor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang

berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam

distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peran yang besar dalam terjadinya

infeksi streptokokkus untuk terjadi DR.

Pada gambar di bawah ini dapat dilihat skema patogenesis DR dan PJR

Page 5: Makalah  PJR

5

2.1.3 Patologi

DR ditandai oleh radang eksudatif dan proliferatif pada jaringan ikat, terutama

mengenai jantung, sendi dan jaringan subkutan. Bila terjadi karditis seluruh lapisan jantung

akan dikenai. Perikarditis paling sering terjadi dan perikarditis fibrinosa kadang-kadang

didapati. Peradangan perikard biasanya menyembuh setelah beberapa saat tanpa sekuele klinis

yang bermakna, dan jarang terjadi tamponade. Pada keadaan fatal, keterlibatan miokard

menyebabkan pembesaran semua ruang jantung.Pada miokardium mula-mula didapati

fragmentasi serabut kolagen, infiltrasi limfosit, dan degenerasi fibrinoid dan diikuti

didapatinya nodul aschoff di miokard yang merupakan patognomonik DR. Nodul aschoff

terdiri dari area nekrosis sentral yang dikelilingi limfosit, sel plasma, sel mononukleus yang

besar dan sel giant multinukleus. Beberapa sel mempunyai inti yang memanjang dengan area

yang jernih dalam membran inti yang disebut Anitschkow myocytes. Nodul Aschoff bisa

didapati pada spesimen biopsy endomiokard penderita DR. Keterlibatan endokard

menyebabkan valvulitis rematik kronis.13 Fibrin kecil, vegetasi verrukous, berdiameter 1-2

mm bisa dilihat pada permukaan atrium pada tempat koaptasi katup dan korda tendinea.

Meskipun vegetasi tidak didapati, bisa didapati peradangan dan edema dari daun katup.

Penebalan dan fibrotik pada dinding posterior atrium kiri bisa didapati dan dipercaya akibat

efek jet regurgitasi mitral yang mengenai dinding atrium kiri. Proses penyembuhan valvulitis

memulai pembentukan granulasi dan fibrosis daun katup dan fusi korda tendinea yang

mengakibatkan stenosis atau insuffisiensi katup. Katup mitral paling sering dikenai diikuti

katup aorta. Katup trikuspid dan pulmonal biasanya jarang dikenai.11,12,14

2.1.4 Diagnosis 1,11,14

Gambaran klinis demam rematik bergantung pada sistem organ yang terlibat dan

manifestasi klinis yang tampak bisa tunggal atau merupakan gabungan sistem organ yang

terlibat. Berbagai komponen DR seperti artritis, karditis, korea, eritema marginatum, nodul

subkutan dan lainnya telah dijelaskan secara terpisah atau kolektif pada awal abad ke-17

deBaillou dari Perancis adalah epidemiologis pertama yang menjelaskan rheumatism artikuler

akut dan membedakannya dari gout 1,7 dan kemudian Sydenham dari London menjelaskan

korea, tetapi keduanya tidak menghubungkan kedua gejala tersebut dengan penyakit jantung.

Pada tahun 1761 Morgagni, seorang patolog dari Itali menjelaskan adanya kelainan

katup pada penderita penyakit tersebut dan deskripsi klinis PJR dijelaskan setelah didapatinya

stetoskop pada tahun 1819 oleh Laennec. Pada tahun 1886 dan 1889 Walter Butletcheadle

Page 6: Makalah  PJR

6

mengemukakan “rheumatic fever syndrome” yang merupakan kombinasi artritis akut,

penyakit jantung, korea dan belakangan termasuk manifestasi yang jarang yaitu eritema

marginatum dan nodul subkutan sebagai komponen sindroma tersebut. Pada tahun 1931,

Coburn mengusulkan hubungan infeksi Streptokokus grup A dengan demam rematik dan

secara perlahan-lahan diterima oleh Jones dan peneliti lainnya. Kombinasi kriteria diagnostik

dari manifestasi “rheumatic fever syndrome”pertama sekali diusulkan oleh T. Duckett Jones

pada tahun 1944 sebagai kriteria untuk menegakkan diagnosis DR setelah ia mengamati

ribuan penderita DR selama beberapa dekade dan sebagai panduan dalam penatalaksanaan

DR dan atau RHD eksaserbasi akut. Terbukti kriteria yang dikemukan Jones sangat

bermanfaat bagi para dokter untuk menegakkan diagnosis DR dan atau RHD eksaserbasi akut.

Berikutnya pada tahun 1956 atas saran Dr.Jones telah dilakukan modifikasi atas kriteria Jones

yang asli untuk penelitian “The Relative Effectiveness of ACTH, Cortisone and Aspirin in the

Treatment of Rheumatic Fever”. Kurangnya pertimbangan klinis oleh para dokter dalam

menerapkan Kriteria Jones menyebabkan terjadinya overdiagnosis dalam menegakkan

diagnosis DR. Pada tahun 1965 telah dilakukan revisi terhadap Kriteria Jones Modifikasi oleh

“AdHoc Committee to revise the Modified Jones Criteria of the Council on Rheumatic Fever

and Congenital Heart Disease of the American Heart Association (AHA)” yang diketuai oleh

Dr. Gene H.Stollerman. Revisi ini menekankan perlu ada bukti infeksi streptokokus

sebelumnya sebagai syarat mutlak untuk menegakkan diagnosis DR atau PJR aktif untuk

menghindarkan overdiagnosis, agar menghindarkan kecemasan pada pasien dan familinya.

Juga akan efektif dalam penatalaksanaan biaya medik karena akan mencegah pemakaian dan

biaya kemoprofilaksis jangka panjang untuk DR dan RHD aktif. Bukti adanya infeksi

streptokokus sebelumnya termasuk riwayat demam skarlet, kultur apus tenggorokan yang

positip dan atau ada bukti peningkatan infeksi streptokokus pada pasien dengan korea dan

pasien dengan “karditis subklinik atau derajat rendah”. AHA Committee juga memperbaiki

beberapa penjelasan berbagai manifestasi klinis DR akut tetapi tidak ada membuat perobahan.

Pada tahun 1984 telah dilakukan perbaikan Kriteria Jones yang dikenal sebagai

Kriteria Jones yang diedit yang isinya tidak banyak berbeda dari Kriteria Jones yang direvisi.

Pada tahun 1960 Roy mengemukakan pengamatan bahwa poliartritis jarang didapati diantara

populasi orang India dan artralgia sering didapati. Pengamatannya ternyata sama dengan

yang diamati di Boston yang memperlihatkan poliartritis sering didapati pada DR. Roy

kemudian merekomendasikan trias berupa sakit sendi, LED yang meningkat atau Creaktif

protein dan titer ASTO > 400 unit untuk dipertimbangkan sebagai kriteria major untuk

Page 7: Makalah  PJR

7

diagnosis DR. Ia menyarankan trias tersebut merupakan manifestasi yang sering ditemui

dinegara berkembang dan diberi nama diagnosis “presumptive” dari DR akut dan

dikonfirmasi atau ditolak setelah observasi selama 4-6 minggu. Pengamatan ini memulai

idea danya Kriteria Jones yang dirubah (Amended jones Criteria [1988]) yang diusulkan oleh

Agarwal. Pada lampiran 5 dapat dilihat Kriteria Jones yang dirubah (Amended Jones Criteria

[1988])

Pada tahun 1992 “Special Writing Group of the Committee on Rheumatic Fever,

Endocarditis and Kawasaki Disease of the Council on Cardiovascular Disease in the Young

of the American Heart Association” melakukan update kriteria Jones yang telah dimodifikasi,

direvisi dan diedit selama beberapa tahun dan disebut sebagai Kriteria Jones Update dan

digunakan untuk menegakkan diagnosis demam rematik sampai saat ini. Kriteria update ini

menjelaskan alat yang tersedia dan perannya dalam mendiagnosis, mendeteksi infeksi

streptokokus sebelumnya. Kriteria update ini juga mempertahankan 2 gejala major dan 1

gejala major ditambah 2 minor untuk menegakkan diagnosis, tetapi kriteria ini menyebabkan

hanya dapat digunakan pada serangan awal DR akut Riwayat DR atau adanya PJR

dikeluarkan dari kriteria minor. Alasan untuk merubahnya karena pada beberapa penderita

dengan riwayat DR atau PJR kurang memperlihatkan gejala dan tanda serangan berulang dan

karena itu tidak cukup memenuhi Kriteria Jones. Penggunaan ekokardiografi juga telah

didiskusikan dan mempunyai peran sebagai parameter diagnostik bila pada auskultasi tidak

didapati valvulitis pada pada DR akut.

Page 8: Makalah  PJR

8

Berikut ini merupakan kriteria diagnostik berdasarkan WHO :

Pemeriksaan tambahan yang diperlukan :

1. EKG

2. Foto rontgen dada

3. Laboratorium : darah rutin, LED, CRP, ASTO, kultur swap tenggorokan

4. Ekokardiografi

Page 9: Makalah  PJR

9

2.1.5 Diagnosis Banding

- Juvenile rheumatoid arthritis

- Systemic lupus erythematosus

- Infective endocarditis

- Leukaemia

- Tuberculosis

- Lyme disease

- Reumatoid arthritis

- Ankilosing spondilitis

2.1.6 Penatalaksanaan

Tata laksana demam rematik akut atau reaktivasi adalah sebagai berikut :

1. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya

2. Eradikasi dan selanjutnya profilaksis terhadap kuman streptokokus dengan pemberian

injeksi Benzatin penisilin secara IM. Bila berat badan > 30 kg diberikan 1,2 juta unit

dan bila < 30 kg diberikan 600.000-900.000 unit.

3. Untuk antiradang dapat diberikan obat salisilat atau prednisone tergantung keadaan

klinisnya.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel berikut :

Kelompok Klinis Tirah Baring Mobilisasi

bertahap

Pengobatan

Karditis (-)

Artritis (+)

2 minggu 2 minggu Salisilat 100

mg/hari selama 2

minggu dan

selanjutnya 75

mg/kg/hari selama

4-6 minggu

Karditis (+)

Kardiomegali (-)

4 minggu 4 minggu Salisilat 100

mg/hari selama 2

minggu dan

Page 10: Makalah  PJR

10

selanjutnya 75

mg/kg/hari selama

4-6 minggu

Karditis (+)

Kardiomegali (+)

6 minggu 6 minggu Prednison 2

mg/kg/hari selama

2 minggu dan

diturunkan secara

bertahap sampai

habis selama 2

minggu,

selanjutnya

salisilat 75

mg/kg/hari mulai

minggu ke-3

selama 6 minggu

Karditis (+)

Gagal jantung (+)

> 6 > 12

2.1.7 Prognosis 4,14

Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut DR

selama lima tahun perjalanan penyakit DR dan PJR tidak membaik bila bising organik katup

tidak menghilang. Prognosis memburuk bila gejala karditisnya lebih berat dan ternyata DR

akut dengan payah jantung akan sembuh 30 % pada 5 tahun pertama dan 40 % pada 10 tahun.

2.2 Gagal Jantung Kronik (Chronic Heart Failure/CHF)

2.2.1 Definisi dan Etiologi 6,9,11

Page 11: Makalah  PJR

11

Gagal jantung adalah suatu kondisi patologis dimana terdapat kegagalan jantung

memompa darah yang sesuai dengan kebutuhan jaringan. Secara praktisnya, gagal jantung

kronik didefinisikan sebagai sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal

jantung berupa sesak, fatik, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema dan tanda

objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.

Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara epidemiologi cukup penting

untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang. Penyakit arteri

koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang yang

menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat

malnutrisi. Pada beberapa keadaan sangat sulit untuk menentukan penyebab dari gagal

jantung .

2.2.2 Patofisiologi 11,12

Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan bahwa merupakan

penyebab gagal jantung 46% pada laki-laki dan 27% pada wanita. Faktor risiko koroner

seperti diabetes dan merokok juga merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada

perkembangan dari gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol total

dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko independen perkembangan gagal

jantung.

Terdapat tiga kondisi yang mendasari terjadinya gagal jantung, yaitu:

1. Gangguan mekanik ; beberapa faktor yang mungkin bisa terjadi secara tunggal atau

bersamaan yaitu :

Beban tekanan

Beban volume

Tamponade jantung atau konstriski perikard, jantung tidak dapat diastole

Obstruksi pengisian ventrikel

Aneurisma ventrikel

Disinergi ventrikel

Restriksi endokardial atu miokardial

2. Abnormalitas otot jantung

a. Primer: kardiomiopati, miokarditis metabolik (DM, gagal ginjal kronik, anemia)

toksin atau sitostatika.

Page 12: Makalah  PJR

12

b. Sekunder: Iskemia, penyakit sistemik, penyakit infiltratif, korpulmonal

3. Gangguan irama jantung atau gangguan konduksi

2.2.3 Klasifikasi Gagal Jantung

Klasifikasi Gagal Jantung menurut New York Heart Association (NYHA) 11

a) NYHA kelas I

Para penderita penyakit jantung tanpa pembatasan dalam kegiatan fisik serta tidak

menunjukkan gejala-gejala penyakit jantung seperti cepat lelah, sesak nafas atau berdebar-

debar, apabila mereka melakukan kegiatan biasa.

b) NYHA kelas II

Penderita dengan sedikit pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak mengeluh apa-apa

waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang biasa menimbulkan gejala-gejala insufisiensi

jantung seperti kelelahan, jantung berdebar, sesak nafas atau nyeri dada.

c) NYHA kelas III

Penderita penyakit jantung dengan banyak pembatasan dalam kegiatan fisik. Mereka tidak

mengeluh apa-apa waktu istirahat, akan tetapi kegiatan fisik yang kurang dari kegiatan biasa

sudah menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung seperti yang tersebut di atas.

d) NYHA kelas IV

Penderita tidak mampu melakukan kegiatan fisik apapun tanpa menimbulkan keluhan. Waktu

istirahat juga dapat menimbulkan gejala-gejala insufisiensi jantung, yang bertambah apabila

mereka melakukan kegiatan fisik meskipun sangat ringan.

2.2.4 Diagnosis

Page 13: Makalah  PJR

13

Penegakan diagnosa dalam CHF berdasarkan kriteria Framingham, yaitu dari 2

kriteria mayor; atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor harus ada pada saat yang

bersamaan.7,9,11

Kriteria mayor:

PND atau OP

JVP meningkat

Ronki basah yang halus

Kardiomegali

Edema paru

Irama derap S3 (Gallop)

Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O

Refluks hepatojuguler

Kriteria minor:

Edema pada ekstremitas bagian bawah

Batuk malam hari

DOE (Dyspneu d’effort)

Takikardi (>120x/menit)

Hepatomegali

Efusi pleura

Penurunan kapasitas vital 1/3 dari normal

Kriteria mayor atau minor:

Penurunan berat badan >4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Page 14: Makalah  PJR

14

2.2.5 Tatalaksana

Algoritma Penatalaksanaan Gagal Jantung9

Dikutip dari : European Society of Cardiology in European Heart Journal (2012)

Pengobatan tidak saja ditujukan untuk dalam memperbaiki keluhan, tetapi juga

diupayakan pencegahan agar tidak terjadi perubahan disfungsi jantung yang asimtomatik

Page 15: Makalah  PJR

15

menjadi gagal jantung yang simtomatik, selain itu upaya juga ditujukan untuk menurunkan

angka kesakitan dan diharapkan jangka panjang terjadi penurunan angka kematian. Oleh

karena itu dalam pengobatan gagal jantung kronik perlu dilakukan identifikasi objektif jangka

pendek dan jangka panjang.

2.2.6 Pencegahan

Pencegahan gagal jantung harus selalu menjadi objektif primer terutama pada

kelompok dengan risiko tinggi

1. Obati penyebab potensial dari kerusakan miokard, faktor risiko jantung koroner

2. Pengobatan hipertensi yang yang agresif

3. Koreksi kelainan congenital serta penyakit jantung katup

4. Bila sudah ada disfungsi miokard, upayakan eliminasi penyebab yang mendasari

selain modulasi progresi dan disfungsi asimtomatik menjadi gagal jantung.

2.2.7 Prognosis

Prognosis gagal jantung tergantung dari derajat disfungsi miokardium. Menurut New

York Heart Assosiation, gagal jantung kelas I-III didapatkan mortalitas 1 dan 5 tahun masing-

masing 25% dan 52%. Sedangkan kelas IV mortalitas 1 tahun adalah sekitar 40%-50%.11

BAB 3

LAPORAN KASUS

Page 16: Makalah  PJR

16

Kepaniteraan Klinik Senior

Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular

Fakultas Kedokteran USU/ RSUP H. Adam Malik Medan

REKAM MEDIS

No RM : 00.55.41.33

Tanggal : 4 April 2013

Hari : Kamis

Pukul : 20.20 WIB

Nama Pasien : Dalanta Kumanta Sembiring

Umur : 11 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Pelajar

Agama : Kristen

Keluhan utama : Demam

Anamnesa :

- Os mengalami demam naik turun sejak 1 minggu yang lalu.

- Os mengalami sakit tenggorokan..

- Os juga mengalami nyeri sendi berpindah-pindah.

- Riwayat lelah sejak 5 tahun terutama bila os bermain-main.

- Os pernah dibawa sebelumnya dirawat di Rs.Santa Maria dengan keluhan yang sama

dikontrol dengan rawat jalan. Os dating kembali ke RSHAM apabila demamnya tinggi

dan lelahnya bertambah.

- Riwayat kaki bengkak tidak ada, nyeri dada tidak dijumpai.

- Riwayat batuk berulang dijumpai sejak umur 5 tahun.

- Riwayat waktu sekolah pernah sakit tenggorokan dan mudah lelah.

- Riwayat penurunan berat badan tidak ada.

Page 17: Makalah  PJR

17

Faktor Resiko PJK : -

Riwayat Penyakit Terdahulu : Demam Rematik

Riwayat Pemakaian Obat : Tidak jelas

Status Presens

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : Compos mentis

TD : 90/0 mmHg

HR : 110 kali/menit

RR : 24 kali/menit

T : 39

Sianosis (-), Orthopnea (-), Dispnea (-), Ikterus (-), Edema (-), Anemia (-)

BB : 23 kg

TB : 127 cm

IMT : 14.3 - underweight

Pemeriksaan Fisik

Kepala : Mata: anemia (-/-), ikterik (-/-)

Leher : TVJ R+2 cm H2O

Dinding Toraks

Inspeksi : simetris fusiformis

Palpasi : stem fremitus kanan=kiri

Perkusi : sonor

Auskultasi:

Jantung : S1 (N), S2 (normal), EDM gr 3/6 di upper right sternal border MDM gr 2/4

di apeks menuju ke aksila. Gallop (-)

Paru

Suara pernafasan : vesikuler

Suara tambahan : ronki basah basal (+/+)

Page 18: Makalah  PJR

18

Abdomen

Palpasi hepar/lien : soepel, tidak teraba

Bising usus (+) normal, asites (-)

Ekstremitas

Superior : sianosis (-), clubbing (-)

Inferior : edema (-/-), pulsasi arteri (+) normal

Akral : hangat, pistol shoot sound (+)

Hasil Laboratorium

Hemoglobin : 12,20 gr% (11,7-15,5)

Eritrosit : 4,25x106/mm3 (4,20-4,87)

Leukosit : 16,73x103/mm3 (4,5-11)

Hematokrit : 35.70% (38-44)

Trombosit : 306x103/mm3 (150-450)

Ureum : 21.30 mg/dl (<50)

Kreatinin : 0,36 mg/dl (0,50-0,90)

CK-MB : 11 U/L (7-25)

Natrium : 128 mEq/L (135-155)

Kalium : 4.1 mEq/L (3,6-5,5)

Klorida (Cl) : 99 mg/dL (96-106)

Interpretasi Rekaman EKG

ST, QRS rate 110 x/i, axis normal, P mitral (+) di lead 2, P mitral (+), PR interval 0,16”, QRS

duration: 0,08”, Q pathologis (-), ST-T Changes (-), T Wave (+) normal, LVH (+), VES (-)

Kesan EKG: ST+LAE+LVH

Interpretasi Foto Thoraks

CTR ± 55%, Segmen Aorta normal, Segmen Pulmonal normal, Pinggang jantung (-), apeks

downward, kongesti (-), infiltrate (-).

Kesan : Kardiomegali

Page 19: Makalah  PJR

19

Diagnosa Kerja

Fungsional : CHF FC II ec Aortic Insuficiency + Mitral Stenosis/Mitral insuficiency +

Pulmonary Hipertensi suspect reaktivasi Demam Rheumatik

Anatomi : Katup mitral

Etiologi : Demam rheumatik eksaserbasi

Pengobatan

Bed rest

WFD NaCL 0,9% 10 gtt/I (mikro)

Furosemid 1x20 mg

PCT 3x250 mg

Benzadine Benzin PNC 600.00 iv

Spiromolactone 2x12.5 mg

Captopril 3x3.125 mg

Rencana Pemeriksaan Lanjutan

ASTO

CRP

LED

Follow Up Pasien Divisi Kardiologi 4 April 2013-12 April 2013

Follow up pasien:

Tanggal S O A P

4/04/2013

Pasien baru

dari UGD

Demam

(+)

Sensorium :

CM

TD :90/0

CHF FC II

ec AI +

MI/MS +

Bed rest

WFD NaCL

0,9% 10 gtt/I

Page 20: Makalah  PJR

20

HR : 100

RR :20

T : 36.9

Kepala :

Mata : anemi

(+), ikterik

(-)

Leher : TVJ

R+ 2 cmH20

Thorax :

Cor : S1

S2(N),

Murmur (-),

Gallop (-)

Abdomen :

datar, soepel,

BU (+)

Normal

Eksteremitas

: akral

hangat,

edema -/-,

PH dgn

suspek

reaktivasi

demam

reumatik

(mikro)

Furosemid 1x20

mg

Benzadine

Benzin PNC

600.00 iv

Spiromolactone

2x12.5 mg

Captopril

3x3.125 mg

Tanggal S O A P

5/04/ 2013 Demam

turun

Sensorium:

CM

TD : 90/0

HR 100

RR : 22

CHF FC II-

copy paste

Tatalaksana :

Bed rest

WFD NaCL 0,9% 10

gtt/I (mikro)

Furosemid 1x20 mg

Benzadine Benzin

Page 21: Makalah  PJR

21

T : afebris

Akral :

hangat

odeoma

pretibial.

Cor : SS2 (N)

EDM gr ¾ di

URSB,

MDM, ¾

apex axilla

PNC 600.00 iv

Spiromolactone

2x12.5 mg

Captopril 3x3.125 mg

Oxygen 2 liter

Rencana selanjutnya :

ASTO, CRP, LED

Tanggal S O A P

7/04/2013 Demam (+) Sensorium :

CM

TD : 100/0

HR : 80

RR : 24

T : 38.6

S1 (N), S2

(normal),

EDM gr 3/6

di upper right

CHF fc II-

copy paste

Tatalaksana

sama dengan

sebelumnya

Tanggal S O A P

6/04/ 2013 Demam

(+)

Sensorium :

CM

TD : 100/0

HR : 80 x/i

RR : 24 x/i

T : 38

Thorax:

S1S2 (N)

EDM gr ¾ di

URSB, MDM

gr ¾ di apex

Pulmo : sp

vesikuler

Ekstremitas :

akral hangat,

edema (-)

oistolic shoot

sound (+)

CHF fc II-

COPY

PASTE

Tatalaksana sama

dengan sebelumnya

dgn penambahan PCT

3x250mg

Steroid ditunda.

Page 22: Makalah  PJR

22

sternal border

MDM gr 2/4

di apeks

menuju ke

aksila.

Tanggal S O A P

8/04/2013 demam (+) Sensorium :

CM

TD : 110/0

HR : 100 x/i

RR : 20 x/i

S1 (N), S2

(normal),

EDM gr 3/6

di upper right

sternal border

MDM gr 2/4

di apeks

menuju ke

aksila

Pulmo : sp

vesikuler

St (-)

CHF fc II-III

copy paste

Tatalaksana sama

dengan

sebelumnya dan

ada tambahannya

Inj Cefataxin

500mg/8 jam

Inj Gentamisin

80mg/12jam

Tanggal S O A P

Page 23: Makalah  PJR

23

9/04/2013 Demam

kurang

Sensorium :

CM

TD : 100/0

HR : 98

RR : 20

T : 36

S1 (N), S2

(normal),

EDM gr 3/6

di upper

right sternal

border

MDM gr

2/4 di apeks

menuju ke

aksila

Extrimitas :

akral hangat

odema

pretibial.

CHF fc II-

copy paste

Tatalaksana sama

dengan sebelumnya.

Dosis captopril

dikurangkan ke 2x

6.25mg

Tanggal S O A P

Page 24: Makalah  PJR

24

10/04/2013 Demam

berkurang

Batuk (+)

Sensorium :

CM

TD : 100/0

HR : 96

RR : 20

S1 (N), S2

(normal),

EDM gr 3/6

di upper right

sternal border

MDM gr 2/4

di apeks

menuju ke

aksila

Abdomen

soepel

Ektremitas

akral hangat

edema (-)

CHF FC II-

copy paste

Tatalaksana

sama dengan

sebelumnya

Tanggal S O A P

Page 25: Makalah  PJR

25

11/04/2013 Demam

berkuran

g

Batuk

(+)

Sensorium :

CM

TD : 100/0

HR : 88

RR : 20

T : 36.3

S1 (N), S2

(normal),

EDM gr 3/6

di upper right

sternal border

MDM gr 2/4

di apeks

menuju ke

aksila

CHF fc II-

COPY

PASTE

Tatalaksana sama

dengan sebelumnya dan

ada tambahanmya

OBH syr 3x cth i

DMP TAB 3x ½ tab

Tanggal S O A P

Page 26: Makalah  PJR

26

12/04/ 2013 Demam (-)

Batuk (+)

Sensorium :

CM

TD : 100/0

HR : 80 x/i

RR : 20 x/i

T : 36.8

S1 (N), S2

(normal),

EDM gr 3/6

di upper right

sternal border

MDM gr 2/4

di apeks

menuju ke

aksila

Ektrimitas

akral hangat

edema (+)

pistolic shoot

sound (+)

CHF fc II-

COPY

PASTE

Tatalaksana

sama dengan

sebelumnya

Page 27: Makalah  PJR

27

BAB 4PEMBAHASAN KASUS

Pada teori yang menjadi faktor risiko terserang penyakit jantung rematik adalah faktor

lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang berdesakan dan akses

kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam distribusi penyakit ini.

Pada kasus ini OS sempat bekerja sebagai pedagang baju bekas dan ada riwayat imunisasi

yang tidak lengkap sewaktu kecil.

Pada teori disebutkan bahwa suatu penyakit jantung rematik disertai demam rematik

dapat didiagnosa jika memenuhi kriteria 2 minor + bukti terinfeksi Streptococcus ß hemolityc.

Dari gejala klinis dan hasil lab dapat diketahui bahwa OS mengalami demam dan nyeri sendi

berpindah serta ditemukan peningkatan kadar leukosit dan ASTO 200. Jadi pasien dapat

dikategorikan sebagai penyakit jantung rematik dengan demam rematik berulang sesuai

dengan syarat kategori yang ditentukan.

Pada teori disebutkan bahwa di negara berkembang yang menjadi penyebab terbanyak

gagal jantung adalah penyakit jantung katup dan penyakit jantung akibat malnutrisi, jantung

rematik merupakan satu di antaranya.

Pada teori disebutkan bahwa gagal jantung dapat ditegakkan jika memenuhi criteria

Framingham (2 mayor = Kardiomegali dan PND , serta 2 minor = DOE dan Takikardi) dan

juga klasifikasi berdasarkan NYHA kelas II

Page 28: Makalah  PJR

28

BAB 5KESIMPULAN

OS didiagnosa mengalami CHF Fc II ec Aortic Insufficiency, Mitral Insufficiency, Mitral Stenosis + Pulmonary Hipertensi yang disebabkan oleh penyakit jantung rematik.

Page 29: Makalah  PJR

29

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization, Rheumatic fever and rheumatic heart disease WHO

Technical report series 923. Report of a WHO Expert Consultation Geneva, 29

October –1 November 2001

2. World Health Organization. The WHO global programme for the prevention of

rheumatic fever and rheumatic heart disease. Report of a consultation to review and

develop future activities Geneva, 29November–1 December 1999.

3. Achutti A, Achutti VR. Epidemiologi of rheumatic fever in the developing world.

Cardiol Young 1992

4. Departemen Kesehatan. Survei Kesehatan Nasional. Laporan Departemen

Kesehatan RI. Jakarta. 2004.

5. Aru S, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Jakarta : EGC

6. Rilantono, L.I., et al, 2001. Buku Ajar Kardiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta : Gaya baru, 209-210.

7. Jawetz, dkk.2008. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: EGC, hal 233 -242

8. European Society of Cardiology, 2012. ESC Guidelines for the diagnosis and

treatment of acute and chronic heart failure 2012. European Heart Journal : 33, 1787–

1847

Page 30: Makalah  PJR

30

9. Kumar, P. & Clark, M., 2004. Cardiovascular disease In: Clinical Medicine 6th ed.

London: Elsevier.

10. Lily, LS. Pathophysiology of Heart Disease 4th Edition. Philadelphia : Lippincort

William, 2007

11. Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Kllinis Proses- Proses Penyakit, edisi

6. Jakarta:EGC, hal. 613-616

12. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi Vol.2, edisi 7,. Jakarta: EGC hal. 419-423

13. Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : EGC

14. Siregar, AA (2008) , Demam rematik dan penyakit jantung rematik permaslahan

Indonesia. Available from :

http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2008/ppgb_2008_afif_siregar.pdf (Accessed

27 Maret 2013)


Top Related