Download - Makalah Msc
Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Faktor Lingkungan
terhadap Kejadian Diare pada Balita di Kecamatan Sungai
Pinang Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2013
Disusun Oleh :
Elita Sari (10091001022)
Evelyn Amastiza (10101001010)
Ellis Sepianessi (10101001019)
Rizka Isti Qomarya (10101001023)
Depita Meriyani (10101001024)
Mona Elizabeth (10101001026)
Rini Andriani (10101001028)
Dosen pembimbing : Rini Muntahar, S.KM, M.KM
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang selalu
mencurahkan kasih dan sayangnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
contoh proposal mata kuliah Metode Survey Cepat (MSC) dengan Judul
“Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu serta Faktor Lingkungan terhadap
Kejadian Diare pada Balita di Kecamatan Sungai Pinang Kabupaten Ogan Ilir
Tahun 2011”.
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk melengkapi tugas mata kuliah
Metode Survey Cepat, dan secara keseluruhan sebagai dasar penambah wawasan
dan pengetahuan.
Dalam kesempatan ini, kami mengucapkan terimakasih kepada Ibuk Rini
Muntahar, S.KM, M.KM selaku dosen pengasuh mata kuliah Metode Survey
Cepat (MSC) atas bimbingan yang telah diberikan kepada kami.
Contoh proposal penelitian ini tentunya masih banyak kekurangan
didalamnya maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
agar menjadi lebih baik di masa yang akan datang, dan semoga berguna bagi yang
membacanya, terimakasih.
Indralaya, Mei 2013
Penulis
2
DAFTAR ISI
Kata Pengantar………………………………………………………….. iDaftar Isi………………………………………………………………... iiBAB I. PENDAHULUAN…………………………………………….. 11.1. Latar Belakang……………………………………………………... 11.2. Rumusan Masalah………………………………………………….. 41.3. Tujuan Penelitian ..………………………………………………… 5
1.3.1. Tujuan Umum………………………………………………. 51.3.2. Tujuan Khusus……………………………………………… 5
1.4. Manfaat Penelitian ...………………………………………………. 51.4.1. Bagi Peneliti …………………………………………………51.4.2. Bagi Tempat Peneliti ……………………………………….. 61.4.3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat ……………………… 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………… 72.1. Diare dan Balita……………………………………………………. 7
2.1.1. Pengertian Diare……………………………………………. 72.1.2. Pengertian Balita……………………………………………. 8
2.2. Faktor Penyebab Diare …………………………………………… 82.3. Tanda dan Gejala Diare .…………………………………………. 102.5. Epidemiologi Diare…..…………………………………………… 142.6. Pencegahan Diare terhadap Balita………………………………… 152.7. Pengobatan Diare…………………………………………………. 182.8. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Kejadian Diare pada Balita …………………………………………………. 18
2.8.1. Konsep prilaku……………………………………………… 182.8.2. Tingkatan Pengetahuan……………………………………... 20
2.9. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Diare……………………. 212.10. Kerangka Teori…………………………………………………… 25BAB III. KERANGKA KONSEP ……………………………………. 263.1. Kerangka Konsep ……….…………………………………………. 263.2. Definisi Operasional ……………...………………………………... 27BAB IV. METODE PENELITIAN …………………………………… 314.1. Jenis Penelitian……………………………………………………... 314.2. Lokasi Penelitian…………………………………………………… 314.3. Waktu Penelitian…………………………………………………… 314.4. Variabel Penelitian…………………………………………………. 314.5. Populasi dan Sampel……………………………………………….. 31
4.5.1. Populasi……………………………………………………... 314.5.2. Sampel………………………………………………………. 31
4.6. Jenis, Cara, dan Alat Pengumpulan Data………………………….. 32
4.7. Teknik Pengolahan Data…………………………………………… 33BAB V. Daftar Pustaka………………………………………………… 34BAB VI. Lampiran Kuesioner…………...……………………………... 36
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Hendri L. Blum yang diacu pada Ima (2008) derajat kesehatan
dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya lingkungan (30%), perilaku hidup
sehat (40%), pelayanan kesehatan (10%), dan keturunan (20%). Dari keempat
faktor tersebut, faktor lingkungan dan perilaku hidup sehat sangat mempengaruhi
derajat kesehatan. Menurut UU No 32 Tahun 2009, lingkungan adalah kesatuan
ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia
dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan
perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Contoh
perilaku tergambar dalam kebiasaan sehari-hari seperti pola makan, kebersihan
perorangan, gaya hidup, dan perilaku terhadap upaya kesehatan.
Dampak kesehatan lingkungan yang buruk adalah tingginya angka
kesakitan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan air (water related
diseases) dan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan tinja (excreta-related
diseases) sepert diare, kulit dan hepatitis A (Cairncross dan Feachem 1993 diacu
dalam Ima 2008). Badan Amerika Serikat untuk bantuan pembangunan
internasional (U.S. AID) telah merangkum hasil dari berbagai penelitian
mengenai dampak perbaikan keadaan air bersih dan sanitasi di negara-negara
sedang berkembang yang menyatakan bahwa perbaikan kualitas dan kuantitas air
bersih dapat menurunkan angka kesakitan diare dengan median 37%. Serta
4
perbaikan pembuangan tinja dapat menurunkan angka kesakitan diare dengan
median 22% (World Bank 1992 diacu dalam Ima 2008).
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama
kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia dan semua
kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat dengan kematian
yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita (Anjar, 2009). Di negara
berkembang, anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini
yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian
(Aman, 2004 dalam Anjar, 2009). Di negara berkembang, anak-anak balita
mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat
terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup
anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008 dalam Anjar, 2009). Data WHO
memperkirakan bahwa infeksi diare mengancam kehidupan 1,87 juta anak balita
setiap tahun di seluruh dunia, membuat diare menjadi penyebab kematian bayi
dan balita kedua terbanyak setelah pneumonia (Kemenkes RI, 2012).
Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama, hal ini disebabkan karena masih tingginya angka
kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian terutama pada balita. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka kematian akibat
diare 23 per 100 ribu penduduk dan pada balita 75 per 100 ribu balita. Data
Departemen Kesehatan RI menunjukkan 5.051 kasus diare sepanjang tahun 2005
lalu di 12 provinsi. Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000
penduduk, dengan jumlah kasus 10.980 penderita dengan jumlah kematian 277
(CFR 2,52%). Di Indonesia dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2 kejadian diare per
5
tahun pada balita, sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada
balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000
balita. WHO memperkirakan, sekitar 31.200 anak balita di Indonesia meninggal
setiap tahun karena penyakit ini (Soebayo dalam Anjar, 2009)
Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi penyumbang kasus diare
terbanyak. Pada tahun 2009, diare termasuk dalam 3 kasus penyakit terbanyak di
rawat inap rumah sakit bersama dengan Tifus dan DBD. Diare juga menempati
posisi pertama (56,2%) penyakit menular berbasis puskesmas terbanyak di
Sumatera Selatan berdasarkan hasil STP (Profil Dinkes Sumsel, 2010). Kabupaten
Ogan Ilir adalah salah satu kabupaten yang angka kejadian penyakitnya masih
tinggi. Berdasarkan Profil Dinkes OI Tahun 2007, angka kesakitan diare yaitu
7.011 kasus. Pada tahun 2010, kasus ini terus meningkat menjadi 8.358 penderita
dan pada tahun 2011 diperkirakan mencapai 18.293 kasus (Profil Dinkes OI,
2011).
Dari seluruh kecamatan yang ada di wilayah Kab. Ogan Ilir, kasus di
wilayah Kecamatan Sungai Pinang diperkirakan turut menyumbangkan kasus
penyakit yang banyak yaitu mencapai 1.209 kasus (Profil Dinkes OI, 2011).
Kasus yang terus meningkat setiap tahunnya tentunya menjadi sebuah
permasalahan kesehatan masyarakat apalagi berdasarkan Profil Dinkes 2011
diketahui bahwa penanganan kasus ini belum terlalu maksimal, hanya 63,17%
kasus yang ditangani. Dalam penanganan kasus ini tentunya dibutuhkan upaya
yang efektif karena determinan penyakit diare sangat kompleks.
Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak
memadainya penyediaan air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana
6
kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis, kebersihan perorangan dan
lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak
semestinya (Sander, 2005). Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak
langsung dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor
agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan
meningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya perilaku dan pola asuh ibu,
tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan
imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan
air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama
dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula,
maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes, 2005).
Dari latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui gambaran
determinan yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit diare karena diketahui
kejadian penyakit ini terus menjadi permasalahan kesehatan masyarakat setiap
tahunnya. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian terhadap gambaran faktor
determinan dalam hal ini faktor keluarga (pengetahuan dan perilaku ibu) dan
faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian penyakit diare di Kecamatan
Sungai Pinang Tahun 2013.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, penyakit diare
merupakan salah satu penyakit yang banyak menyerang balita di daerah Kab.
Ogan Ilir, khususnya wilayah Kecamatan Sungai Pinang dimana terus terjadi
7
peningkatan kasus setiap tahunnya. Dalam hal ini, determinan penyakit akan
dilihat berdasarkan faktor keluarga (pengetahuan dan perilaku ibu) serta faktor
lingkungan.
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana gambaran
determinan penyakit dalam hal ini faktor keluarga (pengetahuan dan perilaku ibu)
serta faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian penyakit diare di
Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2013.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui keeratan gambaran faktor determinan dalam hal ini faktor
keluarga (pengetahuan dan perilaku ibu) dan faktor lingkungan yang
mempengaruhi kejadian penyakit diare di Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu yang mempengaruhi
kejadian penyakit diare di Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2013.
b. Mengetahui gambaran perilaku ibu yang mempengaruhi kejadian
penyakit diare di Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2013.
c. Mengetahui gambaran faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian
penyakit diare di Kecamatan Sungai Pinang Tahun 2013.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Peneliti memperoleh pengetahuan tentang gambaran determinan penyakit
diare lebih mendalam dan pengalaman secara langsung di dalam
8
merencanakan dan melaksanakan penelitian, serta mampu menerapkan
ilmu yang telah diperoleh.
1.4.2 Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan yang dapat dipergunakan untuk lebih
mengefektifkan program dalam hal pemberantasan dan pencegahan
penyakit diare.
1.4.3 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Menambah perbendaharaan karya tulis ilmiah yang dapat bermanfaat bagi
yang membutuhkan bahan pustaka dan informasi mengenai gambaran
determinan kasus penyakit diare.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DIARE DAN BALITA
2.1.1. Pengertian Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai bertambahnya frekuensi defekasi
lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi
cair), dengan atau tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007). Menurut WHO
(2008), diare didefinisikan sebagai berak cair tiga kali atau lebih dalam sehari
semalam. Berdasarkan waktu serangannya terbagi menjadi dua, yaitu diare akut (<
2 minggu) dan diare kronik (≥ 2 minggu) (Widoyono, 2008).
Terdapat beberapa pendapat tentang definisi penyakit diare. Menurut
Hippocrates definisi diare yaitu sebagai suatu keadaan abnormal dari frekuensi
dan kepadatan tinja, Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia, diare atau penyakit
diare adalah bila tinja mengandung air lebih banyak dari normal. Menurut WHO
diare adalah berak cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam, dan lebih menitik
beratkan pada konsistensi tinja dari pada menghitung frekuensi berak. Ibu-ibu
biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita diare, mereka biasanya mengatakan
bahwa berak anaknya encer atau cair. Menurut Direktur Jenderal PPM dam PLP,
diare adalah penyakit dengan buang air besar lembek/ cair bahkan dapat berupa
air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3 kali atau lebih
dalam sehari) (Yatsuyanagi, 2002).
Diare adalah tinja encer keluar lebih sering, diare bukan merupakan suatu
penyakit tetapi kelihatan dalam keadaa seperti enteritis regionalis, sprue, colitis
ulcerosa, berbagai infeksi usus dan kebanyakan karena jenis radang lambung dan
usus (Sasongko, 2009).
Diare adalah buang air besar atau defekasi yang encer dengan frekuensi
lebih dari tiga kali sehari, dengan atau tanpa darah dan atau lender dalam tinja
(Mansjoer, 2000). Sedangkan menurut Ngastiyah (2005), diare merupakan salah
satu gejala dari penyakit pada system gastrointestinal atau penyakit lain diluar
saluran pencernaan, dikarenakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4
10
kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak. Konsistensi feses encer dapat
berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
2.1.2. Pengertian Balita
Balita adalah bayi yang berumur dibawah 5 tahun atau masih kecil yang
perlu tempat bergantung pada seorang dewasa yang mempunyai kekuatan untuk
mandiri dengan usaha anak balita yang tumbuh.
Tahap-Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan, yakni ;
Masa neoratus : usia 0 – 28 hari
Masa neonatal dini : 0 – 7 hari
Masa neonatal lanjut : 8 – 20 hari
Masa pasca neonatal : 29 hari – 1 tahun
Masa bayi : usia 0 – 1 tahun
Masa bayi dini : 0 – 1 tahun
Masa bayi akhir : 1 – 2 tahun
Masa pra sekolah (usia 2 – 6 tahun)
Pra sekolah awal (masa balita) : mulai 2 – 3 tahun
Pra sekolah akhir : mulai 4 – 6 tahun
Masa neonatal
Pada masa ini terjadi adaptasi pada lingkungan perubahan sirkulasi darah
serta mulai berfungsi organ-organ tubuh. Saat lahir berat badan normal dari bayi
yang sehat berkisar antara 3000-3500 gr, tinggi badan sekitar 350 gr, selama 10
hari pertama biasanya terdapat penurunan berat badan sekitar 10 % dari berat
badan lahir, kemudian berat badan bayi akan berangsur-angsur mengalami
kenaikan. (Soetjeningsih, 2003)
2.2. Faktor penyebab Diare
Faktor infeksi
Infeksi enteral
Infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak meliputi infeksi enternal sebagai berikut :
11
Infeksi bakteri : vibrio, E. Coli, Salmonella, Stigella, Campilobacter,
Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
Infeksi Virus : Entrovirus (Virus Echo, Coxsackie, Poliomielitis)
Infeksi parasit : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides)
Infeksi parental
ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : otitis media akut
(OMA), tonsilitis / tonsilofaringis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya
Faktor Malabsorsi
Malabsorsi karbohidrat disakarida
Faktor makanan
makanan basi
makanan beracun
alergi terhadap makanan
Faktor psikologis
rasa takut dan cemas
Jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar) (Ngastiyah 2003).
Faktor-Faktor yang Meningkatkan Resiko Diare
Faktor lingkungan
Pemasukan air tidak memadai
Air terkontaminasi tinja
Fasilitas kebersihan kurang
Kebersihan pribadi buruk, misalnya tidak mencuci tangan setelah buang
air besar
Kebersihan rumah buruk. Misalnya tidak membuang tinja anak di WC
Metode penyiapan dan penyimpanan makanan tidak higienes.
(Misalnya makanan dimasak tanpa dicuci terlebih dahulu atau tidak
menutup makanan yang telah dimasak)
12
Praktik penyapihan yang buruk
- Pemberian susu eksklusif dihentikan sebelum bayi berusia 4-6 bulan
dan melalui pemberian susu melalui botol
- Berhenti menyusui sebelum anak berusia 1 tahun
- Faktor individu
1. Kurang gizi
2.Buruk atau kurangnya mekanisme pertahanan alami tubuh. Misalnya,
diare lebih lazim terjadi pada anak-anak, baik yang mengidap campak
atau yang mengalami campak.
3. Produksi asam lambung berkurang
Gerakan pada usus berkurang yang mempengaruhi aliran makanan
yang normal.
2.3. Tanda dan Gejala
Menurut Nursalam (2005), tanda dan gejala diare berdasarkan klasifikasi
diare sebagai berikut:
Tanda / gejala yang tampak Klasifikasi
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda
berikut:
a. Letargis atau tidak sadar.
b. Mata cekung.
c. Tidak bisa minum atau malas
minum.
d. Cubitan kulit perut
kembalinya sangat lambat.
Diare dengan dehidrasi berat.
Terdapat dua atau lebih tanda-tanda
berikut:
a. Gelisah, rewel atau mudah
marah.
b. Mata cekung.
c. Haus, minum dengan lahap.
Diare dengan dehidrasi
ringan/sedang.
13
d. Cubitan kulit perut
kembalinya lambat.
Tidak ada tanda-tanda untuk
diklasifikasikan sebagai dehidrasi berat
atau ringan/sedang.
Diare tanpa dehidrasi.
Diare selama 14 hari atau lebih disertai
dengan dehidrasi.
Diare presisten berat.
Diare selama 14 hari atau lebih tanpa
disertai tanda dehidrasi.
Diare presisten.
Terdapat darah dalam tinja (berak
bercampur darah)
Disentri.
Sumber: Pedoman MTBS (2008)
Dibawah ini terdapat tabel-tabel tentang kehilangan cairan menurut derajat
dehidrasi pada anak :
Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah dua tahun
No. Derajat Dehidrasi PWL MWL CWL Jumlah
1. Ringan 50 100 25 175
2. Sedang 75 100 25 200
3. Berat 125 200 25 350
Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak berumur 2-5 tahun
No
.
Derajat Dehidrasi PWL MWL CWL Jumlah
1. Ringan 13 80 25 135
2. Sedang 50 80 25 155
3. Berat 80 80 25 185
Kehilangan cairan pada dehidrasi berat menurut berat badan pasien dan umur
No
.
Berat Badan Umur PWL MWL CWL Jumlah
1. 0-3 Kg 0-1 bulan 150 125 25 300
14
2. 3-10 1 bln – 2 thn 125 100 25 250
3. 10-15 2-5 thn 100 80 25 205
4. 15-25 5-10 thn 80 25 25 130
Patofisiologi
Mekanisme Keterangan :
PWL : Cairan yang hilang karena muntah
NWL : Cairan hilang melalui urine, kulit, pernapasan
CWL : Cairan hilang karena muntah hebat dasar yang menyebabkan timbulnya
diare ialah:
Gangguan osmotik
makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam lumen usus meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektroloit ke
dalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam lumen usus dan selanjutnya timbul
diare kerena peningkatan isi lumen usus.
Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat
timbul diare pula.
Komplikasi Diare
Komplikasi lain yang kadang kala timbul mencakup :
Gangguan pada keseimbangan elektrolit normal dalam tubuh
15
Elektrolit adalah zat-zat kimia yang ketika mencair atau larut dalam air atau cairan
lainnya memecah menjadi partikel-partikel (ion) dan mampu membawa aliran
listrik.
Kelumpuhan ileus (Paralytic ileus)
Ini adalah suatu kondisi dimana terjadi pengurangan atau tidak adanya gerakan
usus. Kondisi ini dapat terjadi akibat pembedahan, cedera pada dinding perut,
sakit ginjal yang parah, atau penyakit parah lainnya
Septi semia
Ini adalah suatu kondisi dimana terdapat infeksi pada seluruh bagian tubuh.
Kondisi ini biasanya menyusul adanya infeksi disalah satu bagian tubuh, yang dari
sana bakteri pergi ke berbagai bagian tubuh lain melalui darah.
Komplikasi darah seperti koagulasi intra vaskuler terdiseminasi
Jika ada penyakit atau cidera parah apapun, darah cenderung membentuk suatu
massa semi padat atau gumpalan darah didalam pembuluh darah (Ramaiah 2002).
Gejala klinis (B. Albert and Paul S, 1990)
Mula-mula bayi/balita menjadi cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian diare. Tinja lendir dan atau
darah. Warna tinja makinlama berubah menjadi kehijau-hijauan karena tercampur
oleh empedu. Anus dan daerahsekitarnya lecet karena sering defekasi dan tinja
makin lama makin asam sebagai akibatmakin banyaknya asam laktat, yang
berasal dari laktosa yang tidak dapat diabsorbsi usus selama diare. Gejala muntah
dapat terjadi sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkanoleh lambung yang
turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit,
maka gejala dehidrasi mulai tampak. BB turun, turgor kulit berkurang, mata
danubun-ubun besar menjadi cekung, selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak kering.
16
2.5. Epidemiologi Diare
Sebelum kita ketahui epidimiologi dari kasus diare ini, perlu kita ketahui
terlebihdahulu frekuensi diare pada balita yaitu 2-3 kali per tahun. Maka kejadian
ini, merupakankejadian berulang pada balita. Adapun yang menyebabkan kejadian
diare ini berulang yaitu (Joko irianto, 2005), yaitu ;
a.Penyebaran Kuman yang menyebabkan diare. Kuman penyebab diare biasanya
menyebar melalui fecal oral antara lain makan/minumyang tercemar tinja dan atau
kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa prilaku dapatmenyebabkan
penyebaran kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare,
prilakutersebut antara lain :
1) Tidak memberikan ASI (air susu ibu) secara penuh 4-6 bulan pada
pertama kehidupan pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk menderita
diare lebih besar dari pada bayi yang diberiASI penuh dan kemungkinan
menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
2) Menggunakan botol susu, penggunaan botol ini memudahkan pencernaan
oleh kuman,karena botol susah untuk dibersihkan.
3) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan
beberapa jam padasuhu kamar makanan akan tercemar dan kuman akan
berkembangbiak.
4) Menggunakan air minum yang tercemar. air mungkin sudah tercemar dari
sumbernya atau pada saat disimpan di rumah, pencemaran di rumah dapat
terjadi kalau tempat penyimpanantidak tertutup atau apabila tangan
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air daritempat penyimpanan.
5) Tidak mencuci tangan setelah buang air besar dan sesudah membuang
tinja anak atausebelum makan dan menyusui/menyuapi anak.
6) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering
menganggap bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya padahal sesungguhnya
mengandung virus dan bakteri dalam jumlah besar. Sementara itu tinja
binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
b. Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare.
17
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit lain
danlamanya diare. Faktor-faktor tersebut adalah :
1) Tidak memberikan ASI sampai umur 2 tahun. ASI mengandung antibodi
yang dapatmelindungi kita terhadap kuman penyebab diare
seperti : shigella dan V cholerae
2) Kurang gizi beratnya penyakit , lama dan risiko kematian karena diare
meningkat pada anak-anak yang menderita gangguan gizi terutama gizi
buruk.
3) Campak, diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-
anak yang sedangmenderita campak dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini
sebagai akibat dari penurunankekebalan tubuh penderita.
4) Imunodefisiensi/imunosupresi. Keadaan ini hanya berlangsung sementara,
misalnya sesudahinfeksi virus (seperti campak) atau mungkin yang
berlangsung lama seperti pada penderitaAIDS (automune insufisiensi
syndrom) pada anak imunosepresi berat, diare dapat terjadikarena kuman
yang tidak patogen dan mungkin juga berlangsung lama.
5) Secara proposional, diare lebih banyak terjadi pada golongan balita (55
%).
c. Faktor lingkungan dan prilaku Penyakit diare adalah salah satu penyakit yang
berbasis lingkungan dua faktor yangdominan , yaitu saran air bersih dan sarana
pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan prilaku
manusia apabila faktor lingkungan tidak sehat karenatercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan prilaku manusia yang tidak sehat pula.Yaitu melalui makan
dan minum , maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
2.6. Pencegahan Diare terhadap Balita
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah atau mengurangi keparahan
penyakit pada saat balita menderita diare (Akhmadi (2009), adalah sebagai
berikut:
1. Pemberian ASI
ASI mempunyai khasiat pencegahan secara imunologik dan turut
memberikan perlindungan terhadap diare pada bayi yang mendapat makanan
18
tercemar. Bayi yang diberi ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali
lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu
formula. Flora usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab
diare. Pemberian ASI selama diare dapat mengurangi akibat negatif terhadap
pertumbuhan dan keadaan gizi bayi serta mengurangi keparahan diare.
2. Memperbaiki makanan sapihan
Penyapihan adalah proses seorang anak secara bertahap mulai dibiasakan
dengan susunan makanan orang dewasa. Susu, terutama ASI tetap merupakan
bagian penting dalam susunan makanannya khususnya sampai usia 2 tahun. ASI
eksklusif diberikan sampai bayi berumur 6 tahun setelah itu cara bertahap
dikenalkan makanan tambahan yang lunak. Pada umur 1 tahun semua jenis
makanan yang mudah disiapkan dapat diberikan sebanyak 4-6 kali sehari.
Makanan dimasak dan direbus dengan baik, disimpan di tempat dingin dan
dihangatkan sebelum diberikan.
3. Banyak menggunakan air bersih
Air bersih merupakan barang yang mahal saat sekarang karena dibeberapa
daerah banyak yang mengalami krisis air bersih. Namun penyediaan air bersih
yang memadai penting untuk secara efektif membersihkan tempat dan peralatan
memasak serta makanan, demikian pula untuk mencuci tangan. Hal ini
memungkinkan untuk mengurangi tertelannya bakteri patogen pada balita. Kita
juga harus membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat salah satunya dengan
mencuci tangan dan sabun ketika mau makan atau setelah memegang benda yang
kotor. Demikian juga peralatan sumber air untuk bayi, tempat yang digunakan dan
lainnya harus bersih untuk mencegah terjadinya diare.
4. Mencuci tangan
Mencuci tangan dengan sabun, terutama setelah buang air besar dan
sebelum memegang makanan dan makan merupakan salah satu cara mencegah
terjadinya diare. Keluarga dan setiap individu harus paham fungsi dan manfaat
mencuci tangan dengan sabun. Cuci tangan dengan bersih dilakukan setelah
19
membersihkan anak yang buang air besar, membuang tinja anak, dan buang air
besar. Cuci tangan juga perlu dilakukan sebelum menyiapkan makanan, makan,
dan memberikan makanan kepada anak. Anak juga secara bertahap diajarkan
kebiasaan mencuci tangan.
5. Penggunaan jamban
Penggunaan jamban yang baik adalah apabila tidak ada tinja yang
tertinggal (menempel) di sekitar jamban, serta teratur dalam membersihkan dan
menyikat jamban. (Sutomo, 1995). Sedangkan karakteristik jamban yang baik
sebagai berikut: dapat digunakan oleh semua anggota keluarga, berjarak sekurang-
kurangnya 20 meter dari sumber air dan pemukiman, tandon penampung tinja
sekurang-kurangnya sedalam 1 meter, serta tidak memungkinkan lalat/serangga
hinggap di tampungan tinja (dengan sistem leher angsa).
6. Cara yang benar membuang tinja bayi
Tinja harus dibungkus dengan kertas atau daun kemudian dibuang dengan
cepat ke dalam jamban atau lubang di tanah. Apabila tinja terpaksa dibuang di
udara terbuka, maka dibuang di tempat yang terkena sinar matahari, karena sinar
matahari dapat membunuh bakteri dan kuman-kuman dalam tinja tersebut. Setelah
buang air besar balita segera dibersihkan kemudian tangan keluarga yang
membuang tinja dan tangan balita dicuci dengan sabun sampai bersih.
7. Imunisasi campak
Pemberian imunisasi campak berkorelasi terhadap kejadian diare. Hal ini
dilakukan pada balita yang sedang menderita campak dan selama dua atau tiga
bulan setelah penyakit campak menunjukkan kasus diare dengan angka lebih
tinggi dan lebih parah daripada balita yang sama tanpa campak. Oleh karena itu
balita diusahakan untuk mendapatkan imunisasi campak segera setelah berumur
sembilan bulan.
Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan Finger.
Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus
rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah
20
(Ngastiyah, 2005): penyiapan makanan yang higienis, penyediaan air minum yang
bersih, kebersihan perorangan, cuci tangan sebelum makan, pemberian ASI
eksklusif, buang air besar pada tempatnya (WC, toilet), tempat buang sampah
yang memadai, berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan, dan lingkungan
hidup yang sehat.
2.7. Pengobatan Diare
Menurut Whaley and Wong (2009) penatalaksanaan diare pada balita
difokuskan pada penyebab, keseimbangan cairan dan elektrolit, serta fungsi
normal perut. Prinsipnya adalah mengganti cairan yang hilang (rehidrasi), tetap
memberikan makanan, tidak memberikan obat anti diare (antibiotik hanya
diberikan atas indikasi), dan penyuluhan. Penderita diare kebanyakan dapat
sembuh tanpa pengobatan khusus. Serangan diare yang berulang akan mendorong
penderita ke dalam keadaan malnutrisi oleh karena itu penatalaksanaan yang
benar sangat dibutuhkan karena dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian,
apalagi pada anak-anak. Selain itu keluarga dapat menjaga balita atau anak-anak
dari diare dengan menjaga kebersihan lingkungan serta makanan. Selain itu bila
sudah terkena maka keluarga dapat melakukan pertolongan dengan memberikan
oralit atau campuran gula dan garam. Adapun cara membuatnya, yaitu: tuangkan
air matang ke dalam gelas bersih (200 ml), ditambah 1 sendok teh munjung gula
pasir 16 dan ¼ sendok teh garam dapur, aduk sampai larut benar. Cairan rumah
tangga adalah cairan yang berasal dari makanan seperti bubur encer dari tepung,
sup, air tajin, air kelapa muda, dan makanan yang diencerkan.
2.8. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu terhadap Kejadian Diare pada
Balita
2.8.1. Konsep prilaku
Penyakit diare merupakan suatu penyakit yang berbasis lingkungan. Ada 2
faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor
ini akan berinteraksi bersama perilaku manusia yang tidak sehat. Karena tercemar
kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula,
21
yaitu melalui makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian penyakit
diare. .( Saifuddin Azwar, 2008).
Menurut Notoadmojo (2003) perilaku kesehatan pada dasarnya adalah
respon seseorangterhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit,
sistem pelayanan kesehatan,makanan, serta lingkungan. Perilaku kesehatan itu
mencakup
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia
berespon, baik secara pasif maupun aktif yang dilakukan sehubungan
dengan sakit dan penyakit tersebut.Perilaku tersebut terhadap sakit dan
penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengantingkat-tingkat pencegahan
penyakit, yakni :
b. 1) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan,
misalnya makananyang bergizi, olah raga.
2) Perilaku pencegahan penyakit, misalnya tidur memakai kelambu untuk
menghindari gigitannyamuk, imunisasi.
3) Perilaku sehubungan dengan pencarian obat, misal ke poli gigi untuk berobat.
4) Perilaku sehunbungan denagn pemulihan kesehatan, misal diet,
mematuhi peraturandokter.
c. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, misal, dalam
memilihmenggunakan fasilitas pelayanan kesehatan.
d. Perilaku terhadap makanan, misal dalam memilih konsumsi makanan.
e. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan, misal perilaku sehubungan
dengan air bersih, pembuangan air kotor, pembuangan limbah, kondisi
rumah sehat, pembersihan sarang-sarang. Menurut Benyamin Bloom
dalam Notoadmojo, 1908. perilaku dibagi dalam 3 domainyaitu :
a. Pengetahuan peserta didik terhadap pendidikan yang diberikan
(knowledge).
b. Sikap atau anggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang
diberikan (attitude).
c. Praktek atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan
dengan materi pendidik yang diberikan (practice).
22
2.8.2. Tingkatan Pengetahuan
Diare membutuhkan penanganan yang cepat agar tidak terjadi dehidrasi.
Pengetahuan mengenai penanggulangan diare sangat penting untuk di ketahui
oleh ibu yang dapat dijadikan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya dehidrasi
baik ringan, sedang maupun berat. Jika terjadi dehidrasi dan tidak segera
ditangani maka akan menyebabkan kematian. Karena dehidrasi merupakan
penyebab kematian pada penyakit diare. Jika ibu mengetahui cara
penanggulangan kejadian diare secara dini dengan baik, maka balita yang terkena
diare tidak akan sampai mengalami dehidrasi sedang atau berat karena sudah
dapat ditanggulangi sendiri di rumah. (Lina Malikhah, 2010).
Menurut Notoatmojo (1993), Pengetahuan mempunyai tingkatan yaitu :
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, mendefinisikan
menyatakan dan sebagainya. Contoh dapat menyebutkan tanda – tanda
kekurangan kalori dan protein pada anak balita.
b. Memahami
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui. Dan dapat menginterpertasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan
sebagainya. Contoh dapat menjelaskan mengapa kita harus makan –
makanan yang bergizi.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
23
dapat diartikan sebagai aplikasi atau kegunaan hukum – hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam kontek atau situasi yang lain.
Contohnya dapat menggunakan prinsip – prinsip, siklus pemecahan
masalah, dari kasus yang diberi.
d. Analisis (Analysis)
Adalah suatu harapan untuk menjabarkan suatu materi atau objek dalam
komponen – komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan
masih ada kaitanya dengan yang lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat
dari penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
e. Sintesis
Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk menghubungkan
bagian – bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata
lain sintesis adalah kemampuan untuk menyusun, merencanakan,
meningkatkan, menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada.
f. Evaluasi
Evaluasi dikaitkan dengan kemampuan – kemampuan untuk melakukan
identifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau suatu objek,
penilaian – penilaian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri
atau menggunakan kriteria tak ada.
2.9. Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Diare
Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat komplek, yang
saling berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.
Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan individu maupun
kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2003). Menurut model segitiga
epidemiologi, suatu penyakit timbul akibat interaksi satu sama lain yaitu antara
faktor lingkungan, agent dan host (Timmreck, 2004).
24
Faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi
penentu pendorong terjadinya diare. Faktor lingkungan merupakan faktor yang
paling penting, sehingga untuk penanggulangan diare diperlukan upaya perbaikan
sanitasi lingkungan (Zubir, 2006). Seseorang yang daya tahan tubuhnya kurang,
maka akan mudah terserang penyakit. Penyakit tersebut antara lain diare, kolera,
campak, tifus, malaria, demam berdarah dan influensa (Slamet, 2002). Masalah-
masalah kesehatan lingkungan antara lain pada sanitasi (jamban), penyediaan air
minum, perumahan, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah
(Notoatmodjo, 2007).
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Diare:
Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian penyakit diare antara
lain faktor sanitasi lingkungan seperti, (Akhmadi (2009) :
a. Sumber air minum
Air merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Kebutuhan manusia
akan air sangat komplek antara lain untuk minum, masak, mencuci, mandi dan
sebagainya. Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah
kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum (termasuk
untuk memasak) air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak
menimbulkan penyakit bagi manusia termasuk diare.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyediaan air bersih adalah:
Mengambil air dari sumber air yang bersih.
Mengambil dan menyimpan air dalam tempat yang bersih
dan tertutup, serta menggunakan gayung khusus untuk
mengambil air.
Memelihara atau menjaga sumber air dari pencemaran
oleh binatang, anak-anak, dan sumber pengotoran. Jarak
antara sumber air minum dengan sumber pengotoran
(tangki septik), tempat pembuangan sampah dan air
limbah harus lebih dari 10 meter.
Menggunakan air yang direbus.
Mencuci semua peralatan masak dan makan dengan air
yang bersih dan cukup (Depkes RI, 2005).
25
b. Kualitas fisik air bersih
Air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna,
tidak berasa dan tidak berbau. Menurut Notoatmodjo (2003),
syarat-syarat air minum yang sehat adalah sebagai berikut:
(Umiati, 2009).
Syarat fisik
Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tidak
berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu dibawah suhu udara di luarnya,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari cara mengenal air yang memenuhi
persyaratan fisik tidak sulit.
Syarat Bakteriologis
Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri,
terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum
terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel air tersebut.
Bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari empat bakteri E. coli, maka
air tersebut sudah memenuhi syarat kesehatan.
Syarat kimia
Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah
tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air, akan
menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia seperti flour (1-1,5 mg/l), chlor
(250 mg/l), arsen (0,05 mg/l), tembaga (1,0 mg/l), besi (0,3 mg/l), zat organik (10
mg/l), pH (6,5-9,6 mg/l), dan CO2 (0 mg/l).
Kondisi fisik sarana air bersih yang tidak memenuhi syarat kesehatan
berdasarkan penilaian inspeksi sanitasi dengan kategori tinggi dan amat tinggi
dapat mempengaruhi kualitas air bersih dengan adanya pencemaran air kotor yang
merembes ke dalam air sumur.
c. Kepemilikan jamban
Jamban merupakan sarana yang digunakan masyarakat sebagai
tempat buang air besar. Sehingga sebagai tempat pembuangan tinja, jamban
sangat potensial untuk menyebabkan timbulnya berbagai gangguan bagi
masyarakat yang ada di sekitarnya. Gangguan tersebut dapat berupa gangguan
estetika, kenyamanan dan kesehatan.
26
Menurut Notoatmodjo (2003), suatu jamban disebut sehat untuk daerah
pedesaan, apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
Tidak mengotori permukaan tanah disekeliling jamban tersebut.
Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat, kecoak, dan binatang-
binatang lainnya.
Tidak menimbulkan bau.
Mudah digunakan dan dipelihara.
Sederhana desainnya.
Murah.
Dapat diterima oleh pemakainya.
d. Jenis lantai rumah
Syarat rumah yang sehat, jenis lantai rumahnya yang penting tidak
berdebu pada musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Lantai rumah
dari tanah agar tidak berdebu maka dilakukan penyiraman air kemudian
dipadatkan. Dari segi kesehatan, lantai ubin atau semen merupakan lantai yang
baik sedangkan lantai rumah dipedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan.
Apabila perilaku penghuni rumah tidak sesuai dengan norma-norma kesehatan
seperti tidak membersihkan lantai dengan baik, maka akan menyebabkan
terjadinya penularan penyakit termasuk diare. (Umiati, 2009).
e. Pembuangan sampah
Sampah adalah semua zat atau benda yang sudah tidak terpakai baik yang
berasal dari rumah tangga atau hasil proses industri. Jenis-jenis sampah antara
lain, yakni sampah anorganik, adalah sampah yang umumnya tidak dapat
membusuk, misalnya: logam atau besi, pecahan gelas, plastik. Sampah organik
adalah sampah yang pada umumnya dapat membusuk, misalnya: sisa makanan,
daun-daunan, dan buah-buahan. kebiasaan membuang sampah di tempat lain
(belakang rumah, depan rumah), memiliki tempat sampah dengan keadaan tidak
tertutup, membuang sampah di sungai kejadian diare lebih besar.
(Noerolandra, 2006).
27
2.10. Kerangka Teori
Skema kerangka teori
(Modifikasi dari konsep HL.Blum oleh Sarwono Solita, 2005 dalam Suharyono
2007)
28
Faktor Predisposisi:
Pengetahuan Sikap Jenis pekerjaan Tingkat pendidikan Tingkat social
ekonomi.
Faktor Pendukung:
Sarana dan prasarana Terjangkaunya fasilitas
kesehatan Ketersediaan
pelayanan kesehatan. Kondisi
lingkungan/sanitasi
Faktor Penguat:
Sikap dan perilaku petugas kesehatan.
Tokoh masyarakat. Peraturan pemerintah.
Praktek ibu dalam
penatalaksanaan
penyakit diare pada
balita
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Sesuai dengan tujuan penelitian untuk mengetahui gambaran pengetahuan
dan sikap ibu serta faktor lingkungan yang mempengaruhi kejadian diare pada
balita maka disusun suatu kerangka konsep sebagai berikut:
Variabel Independen
Variabel Dependen
29
Karakteristik Ibu
Pengetahuan Ibu tentang Diare
Sikap Ibu tentang Diare
Faktor Lingkungan
Sumber Air Minum Jenis Tempat
Pembuangan Tinja Jenis Lantai Rumah
Kejadian Diare
pada Balita
3.2. Definisi Operasional
No
.
Variabel Definisi
Opersional
Cara Ukur
dan Alat
Ukur
Hasil Ukur Skala
1.
2.
3.
Karakteristik
Sosiodemografi:
Umur
Tingkat
Pendidikan
Jenis Pekerjaan
Lama waktu
hidup responden,
sejak dilahirkan
sampai ulang
tahun yang
terakhir (KBBI,
2001)
Jenjang
pendidikan
formal terakhir
yang pernah
diikuti
responden
(KBBI, 2001)
Jenis pekerjaan
responden
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
1. Remaja (umur
14-21 tahun)
2. Dewasa (umur
22-44 tahun)
3. Lansia (umur
> 45 tahun)
1. Tidak sekolah
2. Tidak tamat
SD
3. Tamat SD
4. Tamat
SMP/sederajat
5. Tamat
SMA/sederaja
t
6. Akademi/
Perguruan
Tinggi
1. Tidak bekerja
2. Buruh
3. Pedagang
4. Petani
Nominal
Ordinal
Nominal
30
4.
Pendapatan Jumlah
penghasilan
yang diperoleh
oleh keluarga
tiap bulannya
Wawancara
Kuesioner
5. Jasa
6. Pegawai
swasta
7. Pegawai
negeri
8. Lain-lain
1. Tidak bekerja
2. Buruh
Ordinal
6.
7.
8.
Variabel
Independen:
Pengetahuan Ibu
Sikap Ibu
Sumber Air
Minum
Pemahaman
responden
tentang diare
Reaksi
responden
tentang aspek
kesehatan yang
berhubungan
pada
bapencegahan
dan penanganan
diare pada balita.
Sumber air yang
digunakan untuk
memenuhi
Angket
Kuesioner
Wawancara
Kuesioner
Wawancara
Kuisioner
1. Buruk, jika
total akor
kurang dari 24
2. Baik, jika total
skor lebih dari
sama dengan
24.
1. Buruk, jika
total akor
kurang dari 29.
2. Baik, jika total
skor lebih dari
sama dengan
29.
1. Sumber air
tidak
terlindung
2. Sumber air
Ordinal
Ordinal
Nominal
31
9.
10.
Jenis Tempat
Pembuangan
Tinja
Jenis Lantai
kebutuhan
minum dan
memasak,
dengan kriteria :
(1) sungai; (2)
sumur; dan (3)
PAM
Macam tempat
buang air besar
yang digunakan
keluarga
termasuk balita
untuk
membuang tinja,
dengan kriteria :
(1) tidak
mempunyai
kakus (ke
sungai); (2)
jamban tanpa
tanki septic atau
kakus di atas
sungai; dan (3)
jamban dengan
tangkai septic
atau jamban
leher angsa.
Bahan utama
Wawancara
Kuisioner
Wawancara
terlindung
1. Jamban tidak
sehat
2. Jamban sehat
1. Lantai tidak
Nominal
Nominal
32
Rumah pembuat lantai
rumah, dengan
kriteria : (1)
tanah; (2) semen;
dan (3) porselin
atau ubin.
Kuisioner kedap air2. Lantai kedap
air
8.
Variabel
Dependen:
Kejadian diare Suatu keadaan
dimana terjadi
buang air besar
cair atau mencret
dengan frekuensi
lebih dari 3 kali
sehari dalam
kurun waktu 3
bulan terakhir
yang dialami
oleh balita yang
terpilih sebagai
sampel.
Wawancara
Kuesioner
1. Tidak diare
2. Diare
Nominal
BAB IV
33
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional,
yaitu pendekatan penelitian yang mengukur variabel sebab akibat yang terjadi
pada objek penelitian dalam waktu yang bersamaan (Murti, 2003).
4.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sungai Pinang yang diketahui memiliki 12
desa Dengan jumlah penduduk total 28.590 jiwa. Hal ini didasari oleh data yang
dikumpulkan dari puskesmas setempat bahwa daerah tersebut memiliki prevalensi
kejadian diare yang cukup tinggi, dan berdasarkan data dari kelurahan dan
pengamatan dari peneliti sendiri diketahui bahwa daerah tersebut memiliki
keadaan georafis dan lingkungan yang spesifik.
4.3. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober – November 2013.
4.4. Variabel Penelitian
Variabel terikat atau dependen dalam penelitian ini adalah kejadian diare pada
anak balita. Variabel bebas atau independen yakni lingkungan, pengetahuan, dan sikap
ibu.
4.5. Populasi dan Sampel
4.5.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai anak balita di
Kecamatan Sungai Pinang. Jumlah populasi dalam penelitian ini berjumlah
28.590 jiwa (Data Kecamatan Sungai Pinang, 2011).
4.5.2. Sampel
Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus :
34
n : jumlah sampel
Z : deviasi normal standar (pada alpha: 5%)
P : proporsi diasumsikan 0,5
d : presisi relatif (10%)
CI : 95%
Deff : design effect diasumsikan 2
Sehingga:
n = (1,96)2 . 0,5 (1-0,5) 2
(0,10)2
= 193
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2006).
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita di Kecamatan
Sungai Pinang. Besar sampel dapat dihitung menggunakan CSurvey, dimana
terdapat 12 desa di Kecamatan Sungai Pinang serta terpilih 7 Desa dan 5
kelurahan dengan dibagi menjadi 30 klaster. 30 klaster ini didapat dari 12 desa.
jadi, 193/30= 7 yang artinya terdapat 7 sampel pada tispklaster. sehingga
didapatkan jumlah respondentotal sebanyak 7 x 30 = 210 orang.
4.6. Jenis, Cara, dan Alat Pengumpulan Data
Jenis dan Cara Pengumpulan Data.
a. Data Primer.
Pengumpulan data primer pada penelitian ini menggunakan instrument berupa
kuesioner oleh peneliti sendiri. Data yang dikumpulkan adalah mengenai variable-
variabel yang diteliti antara lain karakteristik sosiodemografi, pengetahuan, dan
sikap ibu.
b. Data Sekunder
Data sekunder digunakan sebagai data pendukung yang diperoleh dari Data
Kecamatan Sungai Pinang, Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2011.
35
2. Alat Pengumpulan Data
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner.
4.7. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data yang akan dilakukan pada prinsipnya melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
1. Editing, yaitu melakukan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran data
yang telah dikumpulkan.
2. Coding, yaitu suatu proses untuk memberikan kode pada data yang ada
untk mempermudah pengolahan data.
3. Entry, yaitu suatu proses dimana data tersebut dipindahkan dalam suatu
media untuk mengolah data.
4. Tabulating, yaitu proses dimana data yang telah diberikan kode
dimasukkan ke dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.
BAB V
36
DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI, 2005. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta : Depkes RI.
Umiati, Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Nogosari Kabupaten Boyolali Tahun 2009, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Surakarta, 2010.
Yatsuyanagi, Penatalaksanaan Diare di Rumah pada Balita . Beritan Kedokteran Masyarakat. Vol.22. No.1. Maret 2002 : 7-14.
Notoadmodjo, 2007 Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Timmreck CT. 2004. Epidemiologi suatu Pengantar. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Hidayat, Penatalaksanaan dietetic penderita diare anak, Badan penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 2005, 1-50.
Malikah, Lina, Peranan air bersih dan Sanitasi dalamm Pemberantasan Penyakit Menular, Sanitas Vol. II No. 2, YLKI, Jakarta,2010, 81-84.
Ngastiyah, Pengaruh air bersih kaitannya dengan kejadian diare di desa Sondongagung, Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta, Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta, 2005.
Pudjiaji, 2005, Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka.
Widoyono, 2008, Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Surabaya: Erlangga.
Akhmadi, 2009, Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Citra Aditya Bakti.
Saksono, 2009, Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Noerolandra, 2006. Kejadian Diare dan Lingkungan Keluarga. Jakarta: Gramedia.
Azwar, saifuddin, 2009, Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Kawan Pustaka. Jakarta.
Suharyono, 2007, Diare akut, Rineka Cipta , Jakarta.
37
Ernawati, Aeda. 2006. Hubungan Faktor Sosial Ekonomi, Higiene Sanitasi
Lingkungan, Tingkat Konsumsi dan Infeksi dengan Status Gizi Anak
Usia 2-5 Tahun di Kabupaten Semarang Tahun 2003. Tesis.
Semarang : FKM Universitas Diponegoro.
http://eprints.undip.ac.id/15214/1/Aeda_Ernawati.pdf. Diakses tanggal
17 Mei 2013.
Najmah. 2011. Managemen & Analisa Data Kesehatan Kombinasi Teori dan
Aplikasi SPSS. Yogyakarta: Nuha Medika.
Millenium Development Goal’s. 2012. www.depkes.go.id/. Diakses tanggal 17
Mei 2013
Notoatmodjo, S. Metodologi Riset Kesehatan. 2010. Jakarta: Rineka Cipta.
Purbasari, Endah. 2009. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Ibu dalam
Penanganan Awal Diare pada Balita di Puskesmas Kecamatan Ciputat,
Tangerang Selatan, Banten pada Bulan September Tahun 2009. Skripsi. Jakarta :
FKIK UIN Syarif Hidayatullah.http://perpus.fkik.uinjkt.ac.id/file_digital/Riset
%20ENDAH%20PSPD%202006. pdf . Diakses tanggal 17 Mei 2013.
Sander, M. A., 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya dengan Kejadian Diare di
Desa Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol 2.
No.2. Juli- Desember 2005 : 163-193.
Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko Kejadian
Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal Berita
Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. maret 2004 : 41-48.
World Health Organization. 2012. diakses tanggal 24 Mei 2012.
http://www.who.int/research/en/
BAB VI
38
LAMPIRAN KUESIONER
Lampiran 1
LEMBAR KUISIONER PENELITIAN
GAMBARAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU SERTA
FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP KEJADIAN DIARE
PADA BALITA DI KECAMATAN SUNGAI PINANG
KABUPATEN OGAN ILIR TAHUN 2013
Nomor klaster : Nomor responden :
A. Identitas Responden
Nama Ibu : _____________________
Nama Bayi : _____________________
Tanggal wawancara : …./…../……..
Tanggal lahir ibu : …./…../……..
Tanggal lahir bayi : …./…../……..
Mohon diberi tanda (X) pada setiap jawaban
B. Data Orang Tua
Data Ayah
1. Inisial AYAH : …………………………………….
2. Umur : ……tahun
3. Alamat : …………………………………….
4. Pendidikan terakhir : 1. Tidak sekolah
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA
5. Tamat Perguruan Tinggi
39
5. Pekerjaan : 1. Formal (PNS, POLRI, BUMN)
2. Non Formal (Petani, Wiraswasta,
Buruh dll)
3. Tidak bekerja
6. Jumlah anggota keluarga : ………orang
7. Jumlah balita :…........anak
7. Pendapatan Keluarga/bulan: Rp. .......................................
Data IBU
1. Inisial Ibu : ………………………………….
2. Umur : ……tahun
3. Alamat : ………………………………….
4. Pendidikan terakhir : 1. Tidak sekolah
2. Tamat SD
3. Tamat SMP
4. Tamat SMA
5. Tamat Perguruan Tinggi
5. Pekerjaan : 1. Formal (PNS, POLRI, BUMN)
2. Non Formal (Petani, Wiraswasta, Buruh
dll)
3. Tidak bekerja
C. DIARE
1. Apakah anak balita Ibu menderita diare dalam kurun waktu tiga bulan
terakhir ?
a. Ya
b. b. Tidak
2. Apa yang ibu lakukan bila balita anda terkena diare ?
a. Dibiarkan saja
b. Diobati sendiri
40
c. Di bawa ke Puskesmas/Dokter/Bidan
D. PENGETAHUAN
1. Apa yang dimaksud dengan diare?
a. Mengentalnya tinja atau kotoran
b. Penyakit buang air besar > 3 kali dalam sehari, berbentuk
cairan
c. Sulitnya tinja atau kotoran dikeluarkan
2. Ada berapa jenis diare berdasarkan waktu berlangsungnya?
a. 2 jenis
b. 3 jenis
c. 4 jenis
3. Diare berdasarkan waktu berlangsungnya dibedakan menjadi?
a. Diare akut dan diare kronis
b. Diare ringan, diare sedang dan diare berat
c. Diare langsung, diare turunan, diare asimtomatis, diare mal
albsorbsi
4. Diare akut adalah.....
a. Diare yang disertai darah
b. Diare yang berlangsung kurang dari 2 minggu
c. Diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu
5. Apa penyebab utama diare ?
a. Makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri
b. Buang sampah sembarangan
c. Banyak mengkonsumsi sayuran dan buah
6. Apa penyebab lain dari diare?
a. Infeksi cacing pita
b. Gigitan nyamuk anopheles betina
c. Racun bakteri, kelebihan vitamin C, alergi susu
7. Penyakit Diare menyerang tubuh bagian apa?
a. Lambung-Usus
b. Paru-paru
c. Ginjal
41
8. Kelompok umur apa yang paling sering mengalami diare?
a. Balita
b. Remaja
c. Dewasa
9. Berapa lama biasanya diare menderita balita?
a. Dua bulan
b. Sebulan
c. Seminggu
10. Apa saja gejala utama diare?
a. BAB terus menerus disertai mual dan muntah-muntah
b. Mata berair dan Sesak Napas
c. Keram kaki
11. Apa resiko terbesar dari penyakit diare?
a. Kekurangan cairan tubuh
b. Kerusakan ginjal
c. Gangguan kesadaran
12. Apa akibat dari penyakit diare?
a. Pembengkakan ginjal
b. Dehidrasi berat dan kematian
c. Sakit kepala dan menurunnya fungsi otak
13. Bagaimana cara penularan penyakit diare ?
a. Bersentuhan dengan kulit
b. Makan makanan/ minuman yang tercemar bakteri
c. Penderita menyebarkan kuman dengan batuk atau bersin.
14. Kemana sebaiknya dilakukan pengobatan diare?
a. Bidan / Puskesmas
b. Dukun
c. Diobati sendiri
42
15. Kapan sebaiknya ibu membawa anak yang diare ke pelayanan
kesehatan?
a. >24 jam setelah anak BAB terus menerus
b. < 24 jam setelah anak BAB terus menerus
c. 3 hari setelah anak BAB terus menerus
16. Obat apa yang diberikan ketika balita mengalami diare?
a. Larutan oralit
b. Larutan gula
c. Larutan garam
17. Bagaimana cara mencegah penyakit diare pada balita?
a. Ibu memberi air putih/mineral setiap harinya
b. Ibu mencuci tangan sebelum memberikan makanan pada balita
c. Ibu memberi oralit setiap hari
18. Dari mana ibu mendapatkan informasi tentang penyakit diare?
a. Puskesmas / bidan
b. Keluarga
c. Teman
43
E. SIKAP
No PertanyaanSangat
setujuSetuju
Tidak
setuju
1. Diare merupakan penyakit yang lumrah
terjadi karena merupakan tanda anak sudah
mau besar.
2. Diare bukan penyakit yang parah karena
sering terjadi pada balita dan tidak
menyebabkan kematian
3. Anak ibu mengalami buang air besar
(BAB) terus-menerus dengan disertai mual
dan muntah. Ibu akan segera membawanya
ke puskesmas terdekat.
4. Ibu akan segera memberikan larutan oralit
saat anak balitanya buang air besar (BAB)
terus-menerus dengan disertai mual dan
muntah.
5. Ibu tetap memberikan ASI kepada balita
yang mengalami penyakit diare agar dapat
menggantikkan cairan tubuh yang hilang
6. Ibu selalu memberikan anak minum air
lebih dari biasanya pada saat anak diare.
7. Ibu membawa anak ke puskesmas lagi
setelah berobat, tetapi belum sembuh
8. Ibu membuat larutan oralit sendiri sebagai
pertolongan pertama pada balita yang diare
9. Ibu akan tetap menggunakan larutan oralit
yang sudah dibuat lebih dari 24 jam.
10. Dalam mengobati penyakit diare,
penggunaan oralit dapat digantikan dengan
air dogan.
44
11. Ibu segera menghentikan pemberian oralit
bila diare sudah berhenti.
12. Media air sangat penting peranannya dalam
penularan, maka ibu perlu memperhatikan
kebersihan suplai air minum.
13. Ibu selalu menjaga kebersihan tubuh
(perorangan) misalnya pada penyajian
makanan untuk keluarga.
14. Ibu selalu menjaga kebersihan lingkungan
misalnya kondisi sanitasi sumur.
15. Ibu selalu mencuci tangan menggunakan
air bersih dan sabun sebelum makan,
sesudah makan, sesudah BAB, sebelum
menyuapi anak, sesudah mencebok anak.
16. Ibu membiasakan anak mencuci tangan
sebelum makan.
17. Ibu membiasakan sejak dini pada anak agar
BAB pada tempatnya.
18. Ibu membatasi kebiasaan anak untuk jajan
sembarangan.
19. Ibu segera mengganti susu formula dengan
merk lain ketika anak terserang diare.
20. Ibu tidak memberikan ASI ataupun susu
formula pada saat anak diare.
21. Ibu selalu menyiapkan makanan bertekstur
lembut dan tidak asam/ pedas ketika anak
terserang diare.
22. Minuman jeruk sangat baik diberikan pada
saat anak diare.
23. Ibu selalu memisahkan makanan untuk
keluarga dan untuk anak yang terserang
diare sehingga mencegah penularan.
45
24. Ibu membiasakan mencuci sayur dan buah
sebelum diolah/ dimakan.
F. SUMBER AIR MINUM
1. Dari mana sumber air minum yang digunakan keluarga sehari-hari ?
a. Sungai
b. Sumur
c. PAM
2. Untuk keperluan memasak Ibu menggunakan air yang berasal dari
mana ?
a. Sungai
b. Sumur
c. PAM
3. Untuk keperluan minum apakah Ibu memasak air sampai mendidih ?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah Ibu menampung air yang digunakan untuk keperluan minum
dan
memasak di wadah tertutup ?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah Ibu menguras tempat penampungan air yang digunakan untuk
keperluan minum dan memasak ?
a. Ya
b. Tidak
6. Bila ya, berapa kali Ibu menguras tempat penampungan air yang
digunakan untuk keperluan minum dan memasak ?
a. Lebih dari seminggu sekali
b. 1-2 kali dalam seminggu
7. Berapa jarak antara sumur dengan tempat pembuangan tinja ?
a. < 10 m
46
b. ≥ 10 m
8. Dari manakah Ibu memperoleh sumber air yang digunakan untuk
keperluan sehari-hari ?
a. Pribadi
b. Tetangga
G. JENIS TEMPAT PEMBUANGAN TINJA
1. Apakah di rumah Ibu mempunyai jamban keluarga (kakus) ?
a. Ya
b. Tidak
2. Bila ya, apa jenis jamban di rumah Ibu ?
a. Jamban tanpa tangki septic / jamban cemplung
b. Jamban dengan tangki septic / leher angsa
3. Bila tidak, ke mana Ibu dan keluarga buang air besar (BAB) ?
a. Sungai/kali
b. Kebun/pekarangan
c. Lain-lain ___________________________(Sebutkan)
4. Apakah Ibu dan keluarga selalu menggunakan jamban keluarga untuk
buang air besar (BAB) ?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah Ibu membuang tinja balita ke jamban ?
a. Ya
b. Tidak
6. Bila tidak, ke mana Ibu membuang tinja balita ?
a. Sungai/kali
b. Kebun/pekarangan
c. Lain-lain ________________________________ (Sebutkan)
7. Apakah di jamban selalu tersedia air yang cukup ?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah kondisi jamban selalu bersih dan bebas vektor (lalat) ?
47
a. Ya
b. Tidak
H. JENIS LANTAI RUMAH
1. Apa jenis bahan utama lantai rumah Ibu ?
a. Tanah
b. Semen
c. Porselin/keramik
2. Apakah balita Ibu sering bermain di lantai ?
a. Ya
b. Tidak
3. Bagaimana kondisi lantai rumah Ibu ?
a. Lembap, kotor dan sulit dibersihkan
b. Kering, rapat dan mudah dibersihkan
4. Berapa kali Ibu membersihkan lantai rumah dalam sehari ?
a. < 2 kali
b. ≥ 2 kali
TERIMA KASIH
48