Download - Makalah Meningitis Fix
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningitis adalah penyakit infeksi dari cairan yang mengelilingi otak dan spinal
cord (Meningitis Foundation of America). Manesfestasi dari meningitis adalah demam, leher
kaku, sakit kepala, dan perubahan di status mental (van de Beek, 2004). Sistem saraf pusat
manusia dilindungi dari benda-benda asing oleh Blood Brain Barrier dan oleh tengkorak,
sehingga apabila terjadi gangguan pada pelindung tersebut, sistem saraf pusat dapat diserang
oleh benda-benda patogen (van de Beek, 2010). Angka kejadian meningitis mencapai 1-3
orang per 100.000 orang (Centers for Disease Control and Prevention).
Streptococcus pneumonie (51%) adalah penyebab paling sering dari meningitis
dan Neisseria meningitis (37%) (van de Beek, 2004). Vaksinasi dapat berhasil mengurangi
meningitis akibat infeksi Haemophilus dan Meningococcal C (Tidy,2009). Pasien yang
mengalami defek dural, sedang menjalani spinal procedure, bacterial endocarditis, diabetes
melitus, alkoholisme, splenektomi, sickle cell disease, dan keramaian adalah salah satu
faktor resiko meningitis (Tidy, 2009).
Puncak insidensi kasus meningitis karena Haemophilus influenzae di Negara
berkembang adalah pada anak usia kurang dari 6 bulan, sedangkan di Amerika Serikat terjadi
pada anak usia 6-12 bulan. Sebelum tahun 1990 atau sebelum adanya vaksin untuk
Haemophilus influenzae tipe b di Amerika Serikat, kira-kira 12.000 kasus meningitis Hib
dilaporkan terjadi pada umur < 5 tahun.9 Insidens Rate pada usia < 5 tahun sebesar 40-100
per 100.000.7 Setelah 10 tahun penggunaan vaksin, Insidens Rate menjadi 2,2 per 100.000.9
Di Uganda (2001-2002) Insidens Rate meningitis Hib pada usia < 5 tahun sebesar 88 per
100.000.28
Insidensi tertinggi terjadi di daerah yang disebut dengan the African Meningitis belt, yang
luas wilayahnya membentang dari Senegal sampai ke Ethiopia meliputi 21 negara. Kejadian
penyakit ini terjadi secara sporadis dengan Insidens Rate 1-20 per 100.000 penduduk dan
diselingi dengan KLB besar secara periodik.
1
Kelembaban yang rendah dapat merubah barier mukosa nasofaring, sehingga merupakan
predisposisi untuk terjadinya infeksi. Nasofarings merupakan reservoar alami bagi
meningococcus, transmisi dari kuman tersebut terjadi lewat saluran pernafasan (airbone
droplets), serta kontak seperti dalam keluarga atau situasi recruit training. (Sumber : Irfannuddin
;Fisiologi Paramedis)
Penyebab meningitis berbeda pada setiap grup umur. Group B beta-haemolitic
streptococcus, Listeria monocytogenes, dan Escherichia coli adalah patogen yang sering
terjadi pada neonatus. Haemophilus influenza (bila lebih muda dari 4 tahun dan belum
divaksinasi), meningococcus (Neisseria meningitis), dan Streptococcus pneumonie
(pneumococcus) adalah salah satu patogen pada bayi dan anak- anak paling sering . Pada
orang remaja dan dewasa muda, patogen penyebab meningitis yang paling sering adalah S.
pneumonie, H. influenza, N. meningitis, gram negative Bacilli, Streptococci, dan Listeria
monocytogenes. Pada dewasa tua dan pasien immunocompromised, patogen penyebab
meningitis yang paling sering adalah Pneumococcus, Listeria monocytogenes, tuberculosis,
gram negative organis, dan Cryptococcus. Sedangkan penyebab meningitis bukan infeksi
yang paling sering antara lain sel- sel malignan (leukemia, limpoma), akibat zat-zat
kimia (obat intratekal, kontaminan), obat (NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis, sistemis
lupus eritematosus (SLE), dan Bechet’s disease (Tidy,2009).
Faktor yang mempengaruhi prognosa adalah usia pasien, bacteriemia, kecepatan terapi,
komplikasi dan keadaan umum dari pasien sendiri.Fatality rate yang rendah terlihat pada
kelompok usia antara 3 dan 10 tahun. Angka mortalitas yang tinggi didapatkan pada infant,
pasien dewasa dengan keadaan umum yang buruk, dan pasien dengan perdarahan adneral yan
gextensive.
Pengobatan antibiotika yang adekuat dapat menurunkan mortalitas meningitis purulenta,
tetapi 50% dari penderita yang selamat akan mengalami sequelle (akibat sisa). Lima puluh
persen meningitis purulenta mengakibatkan kecacatan seperti ketulian, keterlambatan berbicara
dan gangguan perkembangan mental, dan 5 – 10% penderita mengalami kematian.
Secara keseluruhan, mortality rate pasien meningitis adalah 21%, dengan kematian
pasien pneumococcal meningitis lebih tinggi dari pasien meningococcal meningitis (van de
2
Beek, 2004). Di Afrika, antara tahun 1988 dan 1997, dilaporkan terdapat 704.000 kasus
dengan jumlah kematian 100.000 orang. Di antara tahun 1998 dan 2002 dilaporkan adanya
224.000 kasus baru meningococcal meningitis.
Oleh karena banyaknya etiologi yang menyebabkan terjadinya meningitis, maka
penting untuk mengetahui penyebab, faktor resiko, faktor pencetus,faktor predisposisi dan
cara pencegahan terjadinya meningitis. Dan maka dari itu tujuan dari pembuatan makalah ini
pun adalah untuk mengetahui etiologi dari meningitis, faktor resiko, faktor pencetus, faktor
predisposisi, cara pencegahan meningitis, dan semua hal lainnya yang menyangkut
meningitis akan dibahas oleh penulis di makalah ini.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Fisiologi Selaput Otak
Otak dan sum-sum tulang belakang diselimuti meningea yang melindungi struktur syaraf
yang halus berfungsi membawa pembuluh darah dan sekresi cairan serebrospinal. Meningea
terdiri dari tiga lapis, antaranya:
2.1.1 Lapisan Luar (Durameter)
Durameter merupakan wadah yang tidak kenyal yang membungkus otak, sumsum
tulang belakang, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Durameter terbagi lagi menjadi
bagian luar yang disebut selaput tulang tengkorak (periosteum) dan bagian dalam
(meningeal) meliputi permukaan tengkorak untuk membentuk falks serebrum, tentorium
serebelum, dan diafragma sella.
2.1.2 Lapisan Tengah (Arakhnoid)
Arakhnoid juga selaput otak, merupakan selaput halus yang memisahkan durameter
dengan piameter dan membentuk sebuah kantung atau balon berisi cairan otak yang meliputi
seluruh susunan saraf pusat. Ruangan diantara durameter dan arakhnoid disebut ruangan
subdural yang berisi sedikit cairan jernih seperti getah bening. Pada ruangan ini terdapat
pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan sistem otak dengan meningen serta
dipenuhi cairan serebrospinal.
2.1.3 Lapisan Dalam (Piameter)
Lapisan piameter merupakan selaput halus yang kaya akan pembuluh darah kecil yang
mensuplai darah ke otak dalam jumlah banyak. Lapisan ini melekat erat dengan jaringan
4
otak dan mengikuti gyrus dari otak. Ruangan diantara 5rachnoid dan piameter disebut sub
5rachnoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel radang. Disini mengalir cairan
serebrospinalis dari otak sampai ke sumsum tulang belakang.
2.2 Definisi
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput yang
melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti virus, bakteri
ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah kedalam cairan otak (Black
& Hawk, 2005).
Meningitis adalah inflamasi yang terjadi pada meningen otak dan medula spinalis.
Gangguan ini biasanya merupakan komplikasi bakteri (infeksi sekunder) seperti sinusiotis, otitis
media, pnemonia, endokarditis, atau osteomielitis.Meningitis bakterial adalah inflamasi
arakhnoid dan piameter yang mengenai CSS,meningiotis juga bisa di sebut leptomeningitis
adalah infeksi selaput araknoid dan CSS di dalam ruangan subaraknoid (Lippincott Williams &
Wilkins, 2012).
5
2.3 Patofisiologi
INFEKSI SISTEMIK
Didapat dari infeksi di
organ tubuh lain yang akhirnya
menyebar secara hematogen
sampai keselaput otak,
misalnya otitis media kronis,
mastoiditis, pneumonia, TBC,
perikarditis, dan lainnya.
TRAUMA KEPALA
Bisanya terjadi pada
trauma kepala terbuka atau
pada fraktur basis cranii yang
memungkinkan terpaparnya
CSF dengan lingkungan luar
melalui othorrhea dan
rhinorhea
KELAINAN ANATOMIS
Terjadi pada pasien
seperti post operasi di
daerah mastoid, saluran
telinga tengah, operasi
cranium.
FAKTOR
MATERNAL
- Rupture
membran fetal
- Infeksi maternal
pada minggu
terakhir
kehamilan
F.
IMUNOGLOBULI
- Defisiensi
mekanisme imun
- Defisiensi
immunoglobulin
- Anak
mendapatkan
pengobatan
imunosupresi
F. PREDISPOSISI
Lelaki > wanita
FAKTOR
PENCETUS
- Otitis media
- Pneumonia
- Sinusitis
- Sicklecell anemia
- Fraktur cranial,
trauma otak
- Operasi spinal
BAKTERI
- Haemophillus
influenza
- Streptococcus grup
A
- Meningococcal
- Pnemococcal
VIRUS
- Toxoplasma
gondhi
- Rickatsia
- Spereticampak,
- Mumps,
- Herpes
JAMUR
- Cryptococcusne
ofatau mans
- Coccidioides
immitris
PROTOZOA
- Naegleria
fowleri
- Angiostrongylu
s cantonensus
NON INFEKSI
- Melalui
trauma tajam
- Prosedur
operasi,
- Abses otak
- Rinorrhea
6
- Escheria colli simplex
- Herpes zoster.
- otorrhea
Masuk melalui nasofaring, luka atau makanan yang tercemar
Masuk kedalam pemuluh darah
Membentuk koloni
Menembut blood brain barrier
Selaput otak (meningens)
Masuk ke ruang subarahnoid (karna banyak glukosa)
Pelepasan endotoksin ( bakteri gram -) / asam tekinoat
Memicu sel microgliya
Memicu sistem pertahanan endotel Memicu sistem makrofag
Merangsang IL1 + TNF alfa
Merangsang platelet activating factor
Merangsang
prostaglandin
Peningkatan
permiabilitas blood
bran barrier
Merangsang IL1
Kerusakan vaskuler
Membentuk trombus-trombus
Terjadi trombo emboli
Emboli lepas ke pembuluh darah
7
Reaksi peradangan di jaringan
cerebral
MENINGITIS
Metaolisme bakteri
Eksudat purulen menyebar
ke dasar otak dan medulla
spinalis
Mengubah metabolisme sel
otak dan produksi enzim
neuro transmitter
Kerusakan neorologis
(kernig +, burunzinki +)
Akumulasi bakteri
Secret/cairan di serebral jernih
Meningitis serosa
Akumulasi secret
Secret/cairan di cerebral
Meningitis purulenta
Komponen darah di cerebral
Peningkatan komponen darah di cerebral
Peningkatan viskositas
Peningkatan permiabilitas kapiler
Bakteri masuk ke aliran balik vena
Keseluruh tubuh
Sepsis
MK : Resiko tinggi infeksi
Sel darah merah pindah
keintrasisial
Kebocoran cairan di
intravaskular
8
Muncul ruam dan merah pada kulit EDEMA CEREBRAL Ketidak seimbangan ion (kalium, natrium) dan asam
basa
Mencephalon
Perubahan pada
system RAS
Tidak dapat lepaskan
katekolamin
Penurunan tingkat
kesadaran
Penurunan reflex
batuk
Penumpukan secret di
jalan nafas
MK : Tidak bersihan
jalan nafas
Decemphalon
Menekan hipotalamus
Meningkatkan rangsangan
hipofise posterior
Demam MK : Hipertermi
Perforasi
Keringat berleihan
Biaporesis
MK : Kekurangan volume
cairan
Volume
tekanan otak
meningkat
Vasostasme
pemuluh darah
cerebral
Penurunan
perfusi jaringan
cerebral
MK :
Gangguan
perfusi jaringan
Komplikasi
1. cerebral
palsi
2. ganggren
meningens
3.
meningococus
Gangguan homeostasis
neuron
Kelainan depolarisasi neuron
Hiperaktivitas neuron
Kejang MK : Resiko
Cedera
Berkurang koordinasi
MK : Gangguan Mobilitas
fisik
Komplikasi :1. epilepsi
2. masalah koordinasi dan keseimbangan
3. masalah ingatan dan gangguan konsentrasi
4. masalah berbicara karna ada gangguan aktivitas
neuron
PENINGKATAN TIK
9
Nyeri kepala
hebat
MK : Nyeri
Merangsang saraf
simpatis
Mual muntah
Penurunan nafsu
makan
MK : Gangguan
nutrisi kurang dari
kebutuhan
Menekan saraf
Rangsangan
otot leher
Otot leher
kontraksi
Otot leher
tegang
Kaku punduk
Penurunan aliran darah ke otak
Peningkatan tekanan darah sistemik
Penurunan aliran
balik vena ke
jantung
Pembengkakan
dan pemesaran
disfus optikus
Papil edema
Pemesaran retina
Photopobia
Penurunan
ketajaman
pengelihatan
MK : Gangguan
Persepsi sensori
Komplikasi :
Pengelihatan
hilang
parsial/total
Rangsangan
inhibisi ke
jantung
Bradikardi
Nafas menjadi
lambat
MK : Gangguan
pola nafas
10
2.4 Nursing Care Process
2.4.1 Pengkajian
1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan,
alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS, nomor register, dan
diagnosis medis.
2. Keluhan utama
Pada umumnya klien dengan meningitis keluhan yang paling utama adalah adanya
nyeri kepala atau penurunan kesadaran.
3. Data riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Pengkajian ini meliputi keluhan pada saat datang ke rumah sakit dan keluhan pada
saat dilakukan pengkajian, dan dikembangkan dengan menggunakan analisa
PQRST.
P: Problem
Apakah yang meyebabkan keluhan dan meringankan serta memberatkan keluhan.
Nyeri kepala pada pasien dengan penyakit meningitis biasanya disebabkan oleh
adanya iritasi meningen. Nyeri dirasakan bertambah bila beraktivitas dan akan
berkurang jika beristirahat.
Q : Quantity / Quality
Seberapa parah keluhan dan bagaimana rasa nyeri tersebut serta seberapa sering
keluhan itu muncul. Biasanya pada pasien meningitis nyeri kepala dirasakan
menetap dan sangat berat.
R: Region
11
Lokasi dimana keluhan dirasakan dan sejauh mana arah penyebaran keluhan.
S : Scale
Intensitas keluhan dinyatakan dengan keluhan ringan, sedang, dan berat. Nyeri
kepala pada klien meningitis yang sangat berat skalanya adalah 5, dikarenakan
adanya iritasi meningen yang disertai kaku kuduk.
T : Timing
Kapan keluhan dirasakan, seberapa sering, apakah berulang-ulang atau tidak,
dimana hal ini menentukan waktu dan durasi. Keluhan nyeri dirasakan menetap
atau terus menerus karena iritasi meningen.
b. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat komplikasi akibat TBC, OMSK, herpes simplex, herpes zooster,
campak, AIDs, dan bekas pembedahan pada otak. Apakah klien punya riwayat
trauma kepala atau tulang belakang.
c. Riwayat penyakit keluarga
Kaji riwayat keluarga apakah ada yang menderita penyakit sama dengan klien.
Riwayat demam disertai kejang. Adanya penyakit mneular seperti TBC.
4. Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan pasien dalam keluarga, status emosi meningkat, interaksi meningkat,
interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan. Dan apakah klien rajin
dalam melakukan ibadah sehari-hari.
2.4.2 Pemeriksaan Fisik
1. Tanda-tanda vital (TTV)
12
Pada klien meningitis didapatkan peningkatan suhu tubuh 38-41° C, dimulai pada
fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, dan berkeringat. Keadaan ini
dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang mengganggu
pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-
tanda peningkatan TIK. Jika disertai dengan peningkatan frekuensi napas, sering
kali berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi
pada sistem pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah (TD)
biasanya normal atau meningkat dan berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK.
2. B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot
bantu napas, dan peningkatan frekuensi napas yang sering didapatkan pada klien
meningitis disertai adanya gangguan sistem pernapasan. Auskultasi bunyi napas
tambahan seperti ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan
penyebaran primer dari paru.
3. B2 (Mood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular dilakukan pada klien meningitis pada
tahap lanjut seperti jika klien sudah mengalami renjatan (syok). Infeksi fulminasi
terjadi pada sekitar 10% klien dengan meningitis meningokokus, dengan tanda-
tanda septikemia yaitu demam tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang
menyebar di sekitar wajah dan ekstremitas, syok dan tanda-tanda koagulasi
intravaskular diseminata (CID). Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam
setelah serangan infeksi.
4. B3 (Brain)
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada
tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Jika klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.
13
5.B4(Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan biasanya didapatkan berkurangnya volume
pengeluaran urine, hal ini berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan
curah jantung ke ginjal.
6.B5 (Bowel)
Mual untah disebabkan peningkatan produksi asam lambung. Pementihan nutrisi
pada klien meningitis menurun karena anoreksia dan kejang.
7. B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (khususnya lutut dan
pergetangan kaki). Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada
penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan
ekstremitas. Klien sering mengalami penurunan kekuatan otot dan kelernahan
fisik secara mum sehingga mengganggu ADL.Biasanya klien mengalami
penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti,
kadang tidak bisa bicara dan hasil TTV : denyut nadi bervariasi dan tekanan darah
meningkat.
a. Pengkajian Fungsi Serebral.
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi
wajah, dan aktivitas motorik klien. Pada klien meningitis tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
b. Pengkajian Saraf Kranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf I- XII.
Saraf I.
Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
Saraf II.
Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papil
edema mungkin didapatkan pada meningitis supuratif disertai
14
abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK .
Saraf III, IV, dan VI.
Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang
tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa adanya
kelainan. Pada tahap lanjut meningitis dapat mengganggu
kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akin
didapatkan mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan
terhadap cahaya.
Saraf V.
Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah
dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
Saraf VII.
Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
Saraf VIII.
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X.
Kemampuan menelan baik.
Saraf XI.
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari diri klien untuk melakukan fleksi leher dan
kaku kuduk (rigiditas nukal)
Saraf XII.
Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
5. Pengkajian Sistem Motorik.
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan, dan koordinasi pada meningitis tahap
lanjut mengalami perubahan.
6. Pengkajian Refleks.
15
Pemeriksaan respons normal. Refleks patologis akan didapatkan pada klien
meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks Babinski (+)
7. Pengkajian Sistem Sensorik.
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, suhu
yang normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh, sensasi propriosefsi,
dan diskriminarif normal.
8. Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang herhubungan dengan peningkatan TIK
(tekanan intrakranial). Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen
dan edema serebral terdiri atas: perubahan karakterisrik tanda-tanda vital (melebarnya
tekanan nadi dan bradikardia). Pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah, dan
penurunan tingkat kesadaran. Adanya ruam merupakan salah satu ciri yang mencolok
pada meningitis meningokokus (neisseria meningitis). Sekitar setengah dari semua
klien dengan tipe meningitis mengembangkan lesi-lesi. lritasi meningen
mengakibatkan sejumlah tanda yang mudah dikenali yang umumnya terlihat pada
semua ripe meningitis. Tanda tersebut adalah kaku kuduk, tanda Kernig (+), dan
adanya tanda Brudzinski.
Kaku Kuduk
Kaku kuduk merupakan tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala
mengalami kesulitan karena adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan
menyebabkan nyeri berat.
Tanda Kernig Positif
Ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan fleksi ke arah
abdomen, kaki tidak dapat diekstensikan sempurna.
Tanda Brudzinski
Tanda ini didapatkan jika pada klien difleksikan, terjadi fleksi lutut dan
pinggul jika dilakukan fleksi pasif pada eksrremitas bawah pada salah satu
sisi, gerakan yang sama terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan.
2.4.3 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Rangsangan Meningeal
a. Pemeriksaan Kaku Kuduk
16
Pada pemeriksaan ini, pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif
berupa fleksi dan rotasi kepala. Jika didapatkan kekakuan dan tahanan pada
pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot ini menandakan kaku
kuduk positif (+). Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan juga didapatkan tahanan
pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
b. Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien diperiksa dengan cara berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan
fleksi pada sendi panggul kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh
mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda Kernig dikatakan positif (+) bila kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna (ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135°) disertai spasme
otot paha biasanya dengan rasa nyeri.
c. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski Leher)
17
Pasien berbaring terlentang lalu pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala
dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat
kearah dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I dikatakan positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada leher.
d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski II (Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti
pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II dikatakan positif (+) bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
2.4.4 Pemeriksaan Penunjang
1. Lumbal Pungsi
18
A. Indikasi
- Diagnosis meningitis, ensefalitis dan inflamasi pada cairan spinal lainnya.
- Perdarahan sub arachnoid, intra serebral
- Meningeal karsinomatis
- Mengukur tekanan intra kranial
- Pemberian kemoterapi intrathecal
- Drainase/reduksi cairan likuor, seperti pada hidrosefalus commonican
- Mengetahui respon terapi meningitis
B. Kontraindikasi
- Diduga peninggian intra kranial oleh karena SOL Trantentorial herniasi
- Infeksi lokal decubitus
- Kadar trombosit < 40.000
- Protrombin time < 50%
- Penyakit/gangguan jantung, pernapasan yang berat
- Diduga ada lesi massa pada spinal cord, untuk ini perlu lumbal pungsi yang
diikuti myelografi
C. Komplikasi
- Sakit kepala (post lumbal puncture headache)
- Hematoma epidural/sub dural
- Infeksi
- Herniasi
D. Tahapan Pelaksanaan
- Pasien dibaringkan rata pada pinggir tempat tidur dengan posisi miring, leher
—badan—paha—lutut Fleksi
- Lokasi LP L4-L5 (setentang SIAS), boleh juga pada L2-L3
- Kulit dibersihkan dengan yodium bilas dengan alcohol, sebelumnya beri
anestesi lokal
19
- Dorong jarum pelan-pelan. Jarum akan masuk dengan mudah hingga
mencapai ligamen di antara prosesus spinalis vertebralis. Berikan tekanan
lebih kuat untuk menembus ligamen ini, sedikit tahanan akan dirasakan saat
duramater ditembus.
- Tarik kawatnya (stylet), dan tetesan CSS akan keluar. Jika tidak ada CSS yang
keluar, kawat dapat dimasukkan kembali dan jarum didorong ke depan pelan-
pelan.
- Bila selesai, tarik jarum dan kawat dan tekan tempat tusukan beberapa detik.
Tutup bekas tusukan dengan kasa steril.
2. EEG (Electroencephalography)
Ilmu yang mempelajari aktivitas listrik otak. Teknik melakukan rekaman dan
mengintrepretasikan suatu electroencephalogram (rekaman listrik otak yang direkam
oleh elektroda yang ditempatkan pada kulit kepala.)
Indikasi EEG : Diagnosis dan klasifikasi kejang, enselofati, ensefalitis, brain
death, pengukuran dan prognosis kejang, deteksi lesi otak structural tumor serebri,
trauma kapitis, gangguan metabolic, fisiologis di otak.
3. Pemeriksaan darah
Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah leukosit, Laju Endap Darah
(LED), kadar glukosa, kadar ureum, elektrolit dan kultur.
a. Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit saja. Disamping itu,
pada Meningitis Tuberkulosa didapatkan juga peningkatan LED.
b. Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.
c. Glukosa serum (yang dibandingkan dengan glukosa CSF)
d. Nitrogen urea darah (BUN) atau kreatinin dan profil hati
4. Pemeriksaan Radiologis
a. Pada Meningitis Serosa dilakukan foto dada, foto kepala, bila mungkin dilakukan
CT Scan.
20
b. Pada Meningitis Purulenta dilakukan foto kepala (periksa mastoid, sinus
paranasal, gigi geligi) dan foto dada.
5. Neuroimaging (CT kepala dan MRI otak)
Struktural / anatomis CT Scan, MRI, Myelografi
Fungsional EEG, EMG
Metabolisme PET, SPECT
Blood Vasculature Angiografi
6. Glass Test atau Tumbler Test
Glass test adalah menekan kulit yang terdapat banyak rash (bintik-bintik)
dengan gelas. Pada orang normal, rash tersebut akan berubah warna menjadi pudar,
namun bila rash tersebut warnanya tidak berubah, maka bisa menandakan meningitis
dengan komplikasi septicemia. (Sign, Symptoms, and Management in Bacterial
Meningitis, 2010)
2.5 Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan Gangguan perfusi jaringan otak yang
berhubungan dengan inflamasi dan edema pada otak dan meningen.
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret.
3. Nyeri berhubungan dengan inflamasi pada meningitis.
4. Hipertermia berhubungan dengan inflamasi pada meninge.
5. Resiko tinggi defisit volume cairan yang berhubungan dengan mual,muntah dan demam.
6. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan nutrisi berhubungan dengan
asupan nutrisi tidak adekuat.
2.6 Intervensi
21
Diagnosa Keperawatan : Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan inflamasi
dan edema pada otak dan meningen
Data penunjang : Malaise, pusing, nausea, muntah, iritabilitas, kejang, kesadaran
menurun bingung, delirium. Perubahan refleks-refleks, tanda-tanda
neurologis, fokal pada meningitis, tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial (bradikardi, tekanan darah meningkat), nyeri kepala hebat.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan
otak meningkat.
Kriteria hasil : Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, disorientasi negatif, konsentrasi
baik, perfusi jaringan dan oksigenasi baik, tanda-tanda vital dalam batas
normal, dan syok dapat dihindari.
Intervensi Rasional
Monitor klien dengan ketat terutama setelah
dilakukan pemeriksaan lumbal pungsi.
Anjurkan klien berbaring minimal 4-6 jam
setelah lumbal pungsi.
Posisi dapat mempengaruhi tekanan
intrakranial.
Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial selama perjalanan penyakit (nadi
lambat, tekanan darah meningkat, kesadaran
menurun, kelemahan).
Peningkatan tekanan intrakranial
menyebabkan risiko terjadinya herniasi otak.
Monitor tanda-tanda vital tiap 5-30 menit dan
hati-hati pada hipertensi sistolik.
Pada keadaan normal autoregulasi
mempertahankan keadaan tekanan darah
sistemik berubah secara fluktuasi.kegagalan
autoreguler menyebabkan kerusakan
kerusakan vaskuler cerebral yang
dimanifestasikan dengan peningkatan sistolik
dan penurunan diastolik. Sedangkan
peningkatan suhu menggambarkan adanya
22
perjalanan infeksi.
Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerak-
gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring.
Posisi dapat mempengaruhi tekanan
intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial
menyebabkan risiko terjadinya herniasi otak.
Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati-
hati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak
perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi
leher.
Posisi kepala dapat mempengaruhi tekanan
intrakranial.
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan
klien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan
enema). Anjurkan klien untuk
menghembuskan napas dalam bila miring
dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi
fleksi pada lutut.
Mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau
merubah posisi dapat melindungi diri dari
efek valsava.
Waktu prosedur perawatan disesuaikan dan
diatur tepat waktu dengan periode relaksasi;
hindari rangsangan lingkungan yang tidak
perlu.
Pada periode relaksasi dapat mencegah
eksitasi yang merangsang otak yang sudah
iritasi dan dapat menimbulkan kejang.
Monitor persepsi sensorik klien. Beri
penjelasan keadaan lingkungan pada klien.
Deteksi dini gangguan persepsi sensorik
klien.
Evaluasi selama masa penyembuhan terhadap
gangguan motorik, sensorik, dan intelektual.
Evaluasi menentukan rehabilitasi yang akan
diberikan.
Kolaborasi pemberian steroid osmotik.
Penggunaan kortikosteroid (biasanya,
deksametason, 0.15 mg / kg setiap 6 jam
selama 2-4 hari).
Terapi steroid osmotik dapat menurunkan
permeabilitas kapiler, menurunkan edema
serebri, menurunkan metabolik sel dan
kejang.
Kortikosteroid pengobatan tambahan untuk
meningitis bakteri meningkatkan hasil
dengan pelemahan efek merugikan dari
pertahanan host (misalnya, respon inflamasi
terhadap produk bakteri dan produk-produk
23
aktivasi neutrofil).
Anjurkan untuk melaksanakan program
pengobatan sesuai dengan arahan sampai
dengan tuntas.
Pengobatan yang tidak tuntas menyebabkan
terapi yang gagal dan resisten terhadap
antibiotic yang diberikan.
Anjurkan untuk memberikan pelaporan
khusus apabila terjadi demam kambuhan,
perubahan tekanan fontanel, dan kerusakan
neurologis pasca meningitis.
Deteksi dini kekambuhan dapat mencegah
timbulnya komplikasi.
2.7 Pencegahan
Vaksinasi
Di Indonesia, terdapat dua jenis vaksin meningitis, yaitu vaksin meningokokus polysakarida dan
vaksin meningokokus konjugat. Vaksin meningokokus polysakarida bisa diberikan untuk usia
berapa pun dan mampu memberi perlindungan sebesar 90-95 persen. Untuk anak di bawah usia 5
tahun, vaksin ini bisa bertahan 1-3 tahun. Sedangkan untuk dewasa akan melindungi selama 3-5
tahun. Untuk vaksin mengingokokus konjugat hanya untuk usia 11-55 tahun. BPOM
menyarankan agar individu usia 11-55 tahun melakukan program vaksinasi meningitis konjugat
ini.
Cara terbaik untuk mencegah meningitis adalah dengan menerima vaksinasi yang tersedia.
Tetapi karena penyakit ini bisa dibilang jarang, vaksinasi meningitis belum termasuk dalam
jadwal vaksin wajib di Indonesia
Meningitis adalah hasil dari infeksi yang menjalar. Bakteri atau virus yang menyebabkan
meningitis bisa tersebar melalui batuk, bersin, ciuman, atau berbagi peralatan. Beberapa langkah
awal untuk mencegah terjangkit meningitis adalah:
Mencuci tangan
Berlatih hidup higienis
24
Pola hidup sehat
Menutup mulut saat bersin atau batuk
Jika sedang hamil, berhati-hati dalam memilih makanan
Banyak kasus meningitis virus dan bakteri bisa dicegah dengan berbagai macam vaksin.
Bicarakan dengan dokter jika Anda tidak yakin apakah vaksinasi Anda yang terbaru atau tidak.
Vaksin yang sudah tersedia antara lain:
Vaksin MMR (campak, gondongan dan campak Jerman): Dapat diberikan pada umur 12
bulan, vaksin ulangan umur 5-7 tahun
Vaksin pneumokokus (PCV): Usia di bawah 1 tahun diberikan setiap dua bulan sekali, di
atas dua tahun cukup diberikan sekali
Vaksinasi DTaP/IPV/Hib: Perlindungan pada bakteri Hib, difteri, batuk, tetanus dan virus
polio
Vaksin meningitis belum termasuk jadwal imunisasi anak tetapi dapat didapatkan di Indonesia.
Konsultasikanlah dengan dokter Anda jika menginginkan vaksin tersebut.
25
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahsan mengenai meningitis di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan :
1. Meningitis adalah salah satu penyakit radang dari selaput otak ( arachnoid dan piameter)2. Meningitis dapat disebabkan oleh dua hal utama yaitu bakteri dan virus. Namun tidak
hanya disebabkan oleh bakteri dan virus saja, ada juga beberapa faktor predisposisi yang juga cukup berperan dalam terjadinya meningitis seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sumsung tulang belakang.
3. Berdasarkan penyababnya meningitis dibagi menjadi dua yaitu meningitis serosa dan menigitis purulen.
3.2 Saran
Untuk mencegah terjadinya peningkatan angka penderita meningitis di Indonesia, perlu
diberdayakan deteksi dini meningitis. Masyarakat perlu diberikan penyuluhan mengenai penyakit
meningitis mencakup penyebab, faktor risiko, gejala, dan cara pencegahannya.
26
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ocbmedia.com/meningitis/background.php .2006 (Diambil tanggal 22 September
2014)
http://emedicine.medscape.com/article/1166190-overview . Ramachandran TS. Tuberculous
Meningitis (Diambil tanggal 22 September 2014)
http://library.usu.ac.id/download/fk/anak-nofareni.pdf. Nofareni. Status imunisasi bcg dan
faktor lain yang mempengaruhi terjadinya meningitis tuberkulosa
http://www.docstoc.com/docs/19409600/new-meningitis-edit Pradhana D. Referat
Meningitis. (Diambil tanggal 22 September 2014)
http://emedicine.medscape.com/article/232915-overview#showall (Diambil tanggal 22
September 2014)
http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/meningitis/basics/prevention/con-20019713
(Diambil tanggal 22 September 2014)
Universitas Sumatera Utara . Asuhan keperawatan pada pasien meningitis Chapter II (2011)
Doenges, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, 1999
Kapita Selekta Kedokteran FKUI, Penerbit: Media Aesculapius, Jakarta, 1999
Brunner / Suddarth, Buku Saku Keperawatan Medikal Bedah, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 2000
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC 1999
http://www.ichrc.org/a14-pungsi-lumbal-lumbal-puncture-lp
27
Blewitt J, Donovan, September 2010, ‘’Signs, symptoms and management of bacterial
meningitis’’
http://search.proquest.com/docview/807482938/fulltextPDF/DBD3D828F24D413BP
Q/39?accountid=48290, 22 September 2014.
28
LAMPIRAN
1. Antibiotik yang direkomendasikan untuk klien yang dicurigai Meningitis Bacterial,
Berdasarkan umur dan Faktor Predisposisi
Umur atau Faktor Predisposisi Antibiotics
0-4 minggu Ampicillin plus either cefotaxime atau an aminoglycoside
1 bulan-50 tahun Vancomycin plus cefotaxime atau ceftriaxone*
> 50 tahun Vancomycin plus ampicillin plus ceftriaxone atau
cefotaxime plus vancomycin*
Gangguan yang berhubungan dengan
sel imunitas
Vancomycin plus ampicillin plus either cefepime atau
meropenem
Meningitis berulang Vancomycin plus cefotaxime atau ceftriaxone
Basilar skull fracture Vancomycin plus cefotaxime atau ceftriaxone
Trauma kepala, operasi saraf, atau
shunt CSF
Vancomycin plus ceftazidime, cefepime, atau meropenem
CSF = cerebrospinal fluid.
*Add ampicillin if Listeria monocytogenes is a suspected pathogen.
2. Spesifik Antibiotik dan Durasi Terapi untuk Meningitis Bakterial Akut
Bakteri Kerentanan terhadap Antibiotic(s) Durasi
(hari)
Streptococcus
pneumoniae
Penicillin MIC ≤0.06
μg/mL
Disarankan: Penicillin G atau
ampicillin
10-14
29
Alternatif: Cefotaxime,
ceftriaxone, chlatau amphenicol
Penicillin MIC ≥0.12
μg/mL
Cefotaxime atau
ceftriaxone MIC ≥0.12
μg/mL
Disarankan: Cefotaxime atau
ceftriaxone
Alternatif: Cefepime, meropenem
Cefotaxime atau
ceftriaxone MIC ≥1.0
μg/mL
Disarankan: Vancomycin plus
cefotaxime atau ceftriaxone
Alternatif: Vancomycin plus
moxifloxacin
Haemophilus
influenzae
Beta-lactamase−negative Disarankan: Ampicillin 7
30
Alternatif: Cefotaxime,
ceftriaxone, cefepime, chlatau
amphenicol, aztreonam, a fluatau
oquinolone
Beta-lactamase−positive Disarankan: Cefotaxime atau
ceftriaxone
Alternatif: Cefepime, chlatau
amphenicol, aztreonam, a fluatau
oquinolone
Beta-lactamase−negative,
ampicillin-resistant
Disarankan: Meropenem
Alternatif: Cefepime, chlatau
amphenicol, aztreonam, a fluatau
oquinolone
Neisseria
meningitidis
Penicillin MIC < 0.1
μg/mL
Disarankan: Penicillin G atau
ampicillin
7
31
Alternatif: Cefotaxime,
ceftriaxone, chlatau amphenicol
Penicillin MIC ≥0.1 μg/mL Disarankan: Cefotaxime atau
ceftriaxone
Alternatif: Cefepime, chlatau
amphenicol, a fluatau oquinolone,
meropenem
Listeria
monocytogenes
... Disarankan: Ampicillin atau
penicillin G
Alternatif: TMP-SMX
14-21
Streptococcus
agalactiae
... Disarankan: Ampicillin atau
penicillin G
Alternatif: Cefotaxime,
14-21
32
ceftriaxone, vancomycin
Enterobacteriaceae ... Disarankan: Cefotaxime atau
ceftriaxone
Alternatif: Aztreonam, a fluatau
oquinolone, TMP-SMX,
meropenem, ampicillin
21
Pseudomonas
aeruginosa
... Disarankan: Ceftazidime atau
cefepime
Alternatif: Aztreonam,
meropenem, ciprofloxacin
21
Staphylococcus
epidermidis
Disarankan: Vancomycin
Alternatif: Linezolid
33
Consider addition of rifampin
MIC= minimal inhibitatau y concentration; TMP-SMX = trimethoprim-sulfamethoxazole
3. Quiz
1. Sebutkan 3 lapisan meningen (selaput otak )
Jawab :
1. Lapisan Luar (Durameter)
2. Lapisan Tengah (Arakhnoid)
3. Lapisan Dalam (Piameter)
2. Apa definisi meningitis?
Jawab :
Meningitis adalah peradangan yang terjadi pada meningen, yaitu membran atau selaput
yang melapisi otak dan medulla spinalis, dapat disebabkan berbagai organisme seperti
virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk kedalam darah dan berpindah
kedalam cairan otak.
3. Sebutkan 3 klasifikasi meningitis berdasarkan etiologi.
Jawab :
1. Bakteri
2. Virus
3. Jamur
4. Sebutkan 3 bakteri yang menyebabkan meningitis
Jawab :
34
1. Haemophillus influenza
2. Satreptococcus grup A
3. Meningococcal
4. Pnemococc
5. Sebutkan 3 penyakit yang dapat menyebabkan meningitis
Jawab :
1. TBC
2. OMSK
3. HIV Aids
6. Sebutkan 3 diagnosa keperawatan pada penykit meningitis
Jawab :
1. Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan inflamasi dan edema pada
otak dan meningen
2. ketidak efektifan bersihan jalanan napas berhubungan dengan akumulasi sekret
3. nyeri berhubungan dengan inflamasi
4. Hipertermi berhubungan dengan inflamasi pada meninge
5. resiko tinggi defisit cairan
6. Resiko tinggi pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
asupan nutrisi kurang adekuat
7. sebutkan 4 pemeriksaan penunjang pada meningitis
Jawab :
1.Lumbal fungsi
2. EEG
35
3. Pemeriksaan darah
4. Pemeriksaan Radiologis
5. neuroimaging (CT kepala dan MRI otak)
6. Glas test / tumbler test
8. sebutkan 3 manisfestasi umum yang sering terajadi pada meningitis
Jawab :
1. kaku kuduk
2. nyeri kepala
3.demam
4. mual muntah
5. fotopobia
6. Tanda kernig dan bruzinski (+)
9. Sebutkan minimal 3 pemeriksaan yang harus dilakukan untuk menetukan bahwa pasien
menderita meningitis!
Jawab : Pemeriksaan kaku kuduk, tanda kernig, brudzinski, lumbal pungsi, LED (Laju
Endap Darah), Radiologis (CT Scan)
10. Sebutkan 3 intervensi yang harus dilakukan perawat pada diagnosa utama pasien dengan
meningitis! Sertakan rasionalnya!
Jawab :
Intervensi Rasional
Monitor klien dengan ketat terutama setelah
lumbal pungsi. Anjurkan klien berbaring
Untuk mencegah nyeri kepala yang
menyertai perubahan tekanan intrakranial.
36
minimal 4-6 jam setelah lumbal pungsi.
Monitor tanda-tanda peningkatan tekanan
intrakranial selama perjalanan penyakit (nadi
lambat, tekanna darah meningkat, kesadaran
menurun, kelemahan).
Untuk mendeteksi tanda-tanda syok, yang
harus dilaporkan ke dokter untuk intervensi
awal.
Monitor tanda-tanda vital dan neurologis tiap
5-30 menit. Catat dan laporkan segera
perubahan-perubahan tekanan intrakranial ke
dokter.
Perubahan-perubahan ini menandakan ada
perubahan tekanan intrakranial dan penting
untuk intervensi awal.
Hindari posisi tungkai ditekuk atau gerak-
gerakan klien, anjurkan untuk tirah baring.
Untuk mencegah peningkatan tekanan
intrakranial
Tinggikan sedikit kepala klien dengan hati-
hati, cegah gerakan yang tiba-tiba dan tidak
perlu dari kepala dan leher, hindari fleksi
leher.
Untuk mengurangi tekanan intrakranial.
Bantu seluruh aktivitas dan gerakan-gerakan
klien. Beri petunjuk untuk BAB (jangan
enema). Anjurkan klien untuk
menghembuskan napas dalam bila miring
dan bergerak di tempat tidur. Cegah posisi
fleksi pada lutut.
Untuk mencegah keregangan otot yang dapat
menimbulkan peningkatan tekanan
intrakranial.
Waktu prosedur perawatan disesuaikan dan
diatur tepat waktu dengan periode relaksasi;
hindari rangsangan lingkungan yang tidak
perlu.
Untuk mencegah eksitasi yang merangsang
otak yang sudah iritasi dan dapat
menimbulkan kejang.
Beri penjelasan kepada keadaan lingkungan
pada klien.
Untuk mengurangi disorientasi dan untuk
klarifikasi persepsi sensorik yang terganggu.
Evalluasi selama masa penyembuhan
terhadap gangguan motorik, sensorik, dan
intelektual.
Untuk merujuk ke rehabilitasi.
Kolaborasi pemberian steroid osmotik. Untuk menurunkan tekanan intrakranial.
37
38