Download - Makalah Lina
![Page 1: Makalah Lina](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083011/5695d0d11a28ab9b0293fe80/html5/thumbnails/1.jpg)
Diabetes Melitus Tipe 1 dengan Ketoasidosis Diabetikum
Lina Lim
10-2013-285
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061, e-mail: [email protected]
Abstrak: Kadar benda keton yang meningkat dalam tubuh tersebut disebut ketosis. Ketosis bisa
meningkatkan keasaman cairan tubuh dan jaringan sehingga kadar yang sangat tinggi dan
menyebabkan satu kondisi yang disebut asidosis. Asidosis akibat dari benda keton yang
meningkat disebut ketoasidosis. Ketoasidosis diabetikum ditandai dengan trias klasik diabetes
ditambah dengan gejala dehidrasi. Penanganan yang tepat pada awal kedatangan pasien yaitu
dengan mengkoreksi cairan tubuh dan pemberian insulin.
Kata kunci: Ketoasidosis, diabetes melitus, insulin
Abstract: increased levels of ketones in the body called ketosis. Ketosis can increase the acidity
of body fluids and tissues so that the levels were very high and cause a condition called acidosis.
Acidosis due to increased ketones called ketoacidosis. Diabetic ketoacidosis is characterized by
the classic triad of diabetes coupled with dehydration symptoms. Proper treatment in the early
arrival of the patient is the correct body fluids and insulin.
Keywords: ketoacidosis, diabetes mellitus, insulin
1
![Page 2: Makalah Lina](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083011/5695d0d11a28ab9b0293fe80/html5/thumbnails/2.jpg)
Pendahuluan
Ketika kadar insulin rendah, tubuh tidak bisa menggunakan glukosa sebagai energi dan
karenanya lemak tubuh dimobilisasi tempat penyimpanannya. Penghancuran lemak untuk
melepaskan energi menghasilkan rangkaian asam lemak. Asam lemak ini melewati hepar dan
membentuk satu kelompok senyawa kimia bernama benda keton, benda keton dikeluarkan lewat
urin disebut ketonuria.
Kadar benda keton yang meningkat dalam tubuh tersebut disebut ketosis. Ketosis bisa
meningkatkan keasaman cairan tubuh dan jaringan sehingga kadar yang sangat tinggi dan
menyebabkan satu kondisi yang disebut asidosis. Asidosis akibat dari benda keton yang
meningkat disebut ketoasidosis. Tujuan penulisan makalah ini adalah mempelajari lebih dalam
tentang Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan ketoasidosis metabolik. Mencari tahu mengenai
awal mula timbulnya Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan ketoasidosis metabolik sampai
pada pengobatan dan pencegahannya.
Skenario
Seorang perempuan berusia 7 tahun dibawa ibunya ke UGD RS dengan keluhan lemas sejak
beberapa jam yang lalu. Keluhan disertai nyeri perut dan kadang-kadang muntah. Menurut
ibunya, pasien BAK sedikit sekali.
Anamnesis
Pada skenario ini, akan dilakukan anamnesis terlebih dahulu kepada pasien. Anamnesis dapat
berupa autoanamnesis atau alloanamnesis. Pada skenario ini, kita dapat melakukan yang
alloanamnesis kepada ibu pasien dan juga autoanamnesis sekaligus. Dimulai dari identitas
pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang (RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), dan
riwayat penyakit keluarga (RPK). Identitas pasien akan ditanya dari nama lengkap pasien, tempat
dan tanggal lahir, umur pasien, alamat, pendidikan terakhir, pekerjaan, status perkawinan, suku
bangsa, dan agama. Pada keluhan utama, ditanyakan kepada pasien dibantu dengan keluarganya,
masalah atau keluhan yang dialaminya sehingga mendorongnya datang kepada dokter untuk
berobat.1
2
![Page 3: Makalah Lina](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083011/5695d0d11a28ab9b0293fe80/html5/thumbnails/3.jpg)
RPS pada pasien ditanyakan beberapa pertanyaan seperti: apakah keluhan anak ibu? Sudah sejak
kapan? Apakah ada gejala dehidrasi, rewel, dan anak menjadi lemah atau tidak fokus? Apakah
ada gejala seperti nafas cepat dan dalam serta apakah ada terasa bau yang aneh dari mulutnya?
Tanyakan juga apakah anak ibu mengalami sakit perut, mual, muntah atau demam? Apakah anak
nya ada mengalami penglihatan yang mulai kabur, penurunan berat badan? Lalu tanyakan
kepada ibu nya apakah dulu kehamilan nya cukup bulan atau tidak, apakah cukup bulan atau
tidak? Lalu tanyakan juga bagaimana dengan imunisasi anaknya apakah lengkap atau tidak?
Selanjutnya tanyakan juga apakah anak nya sudah minum obat sebelumnya atau belum. Jika
sudah, tanyakan apakah membaik atau tidak, dan tanyakan minum obat apa. Setelah itu tanyakan
RPD, tanyakan kepada ibunya apakah sebelumnya si anak ini pernah mengalami sakit seperti ini.
Lalu beralih ke RPK, tanyakan juga apakah di keluarga ada yang sakit sama persis seperti yang
dialami anaknya.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan keadaan dan kesadaran umum pasien terlebih
dahulu. Pada skenario pasien dalam keadaan somnolen dan pasien bernafas dengan cepat dan
dalam (Kussmaul). Selanjutnya di lakukan pemeriksaan tanda-tanda vital berupa nadi, nafas,
tekanan darah dan suhu. Di dapatkan hasil berupa nadi 120x/menit, nafas 40x/menit, tekanan
darah 80/50mmHg dan suhu 37◦C. Dan didapatkan juga hasil capillary refill 3detik serta tugor
kulit menurun. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan GDS (gula darah sewaktu) dan
didapatkan hasil 400mg/dL. Pada pasien juga dilakukan pemeriksaan berat dan tinggi badan
pasien, pemeriksaan khusus mata, dan melakukan inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi pada
wajah, kelenjar tiroid, jantung, paru, dan ginjal. Pemeriksaan berat dan panjang badan pasien
juga diukur untuk mengetahui nilai Index Massa Tubuh (IMT), apakah anak tersebut dalam
keadaan tumbuh normal atau tidak, hal ini yang menjadi pertanda dari pada seorang anak
kekurangan gizi atau bahkan kelebihan gizi. Pada kasus yang dicurigai anak menderita DMT1
juga sangat penting dilakukan pemeriksaan mata, karena sering kali gangguan penglihatan
seperti katarak timbul lebih awal pada penderita DMT1.2
3
![Page 4: Makalah Lina](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083011/5695d0d11a28ab9b0293fe80/html5/thumbnails/4.jpg)
Pemeriksaan fisik yang sangat penting adalah pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Pada saat inspeksi, untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada anak tersebut. Pada
saat pemeriksaan wajah juga pasien akan diminta meniupkan nafas dari mulutnya, pada penderita
DMT1 dengan ketoasidosis metabolik akan tercium bau keton, hal ini merupakan ciri khas
DMT1 dengan ketoasidosis metabolik. Pemeriksaan kelenjar tiroid juga berfungsi untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran, karena pada penderita DMT1 berhubungan dengan
hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Jika ditemukan kelainan, maka pemeriksaan fungsi tiroid
selanjutnya melalui pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan dengan segera. Selanjutnya juga
dilakukan pemeriksaan fisik pada jantung, paru, dan ginjal, hal ini lebih bertujuan untuk mencari
adanya ketidaknormalan pada anak tersebut, dikarenakan keadaan kedatangan anak yang kurang
jelas sakitnya pada bagian/organ apa dan dehidrasi berat, maka dari itu dilakukan pemeriksaan
yang menyeluruh.2
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan pada pasien adalah pemeriksaan darah rutin,
hemoglobin A1c (HbA1c), glukosa darah sewaktu dan puasa, urin rutin, dan c-peptide.3
Darah rutin
Selalu dilakukan pemeriksaan darah rutin untuk melihat apakah pasien terdapat kelainan
hematologi yang mungkin menjadi penyebab dari keluhan atau gejala pasien. Nilai
normal pemeriksaan darah rutin pada anak adalah sebagai berikut, hemoglobin 11 –
16g/dL, hematokrit 31 – 45%, leukosit 5.700 – 18.000 sel/mm3, trombosit 150.000 –
450.000 sel/mm3, laju endap darah (LED) <10mm/jam pertama, dan eritrosit 3.6 – 4.8
juta sel/mm3.
HbA1c dan Gula Darah
Pemeriksaan HbA1c merupakan pemeriksaan yang menghitung persentase hemoglobin
yang berikatan dengan gula. Semakin tinggi level dari HbA1c maka semakin tinggi pula
resiko komplikasi diabetes. Pemeriksaan ini menunjukkan nilai rata rata gula darah
sekitar 2 sampai 3 bulan yang lalu. Nilai normal untuk pemeriksaan ini adalah lebih kecil
dari 5.7% dengan kadar gula darah rata – rata 2 sampai 3 bulan yang lalu adalah 111
mg/dL. Pemeriksaan yang menjadi penentu sesuai di kasus adalah pemeriksaan glukosa
4
![Page 5: Makalah Lina](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083011/5695d0d11a28ab9b0293fe80/html5/thumbnails/5.jpg)
darah sewaktu dan puasa. Pemeriksaan glukosa darah bertujuan untuk mengukur kadar
gula dalam darah. Nilai normal glukosa darah sewaktu adalah 80-110 mg/dL, dan
dikatakan diabetes ketika sudah melebihi dari 200 mg/dL, umumnya pada anak yang
menderita diabetes akan terdeteksi di nilai 250 mg/dL. Pada glukosa darah puasa
dikatakan diabetes ketika sudah melebihi 125 mg/dL.3
Urinalisis
Pemeriksaan urin rutin juga sangat penting untuk dilakukan karena akan ditemukan
adanya glukosa dalam urin, keadaan ini disebut glukosuria. Normalnya tidak ditemukan
glukosa dalam urin karena glukosa dalam filtrat glomeruli akan direabsorpsi kembali
secara aktif di tubuli proksimal. Bagaimanapun, pemeriksaan glukosa dalam urin
bukanlah suatu pemeriksaan diagnostik dalam penyakit DMT1 ini, melainkan hanya
pendukung, karena glukosuria dapat ditemukan bukan hanya pada DM. Glukosuria dapat
ditemukan pada tirotoksikosis, feokromasitoma, sindrom Cushing, renal glukosuria,
kehamilan, dan sindrom Fanconi. Pemeriksaan benda keton juga dilakukan pada
pemeriksaan urin rutin, pada penderita DMT1 dengan ketoasidosis metabolik akan
terdeteksi benda keton di urinnya, karena normalnya tidak ditemukan benda keton dalam
urin, keadaan ini disebut ketonuria. Tiga benda keton utama adalah betahidroksibutirat,
asetoasetat, dan aseton. Kadar keton total umumnya melebihi 3 mmol/L dan dapat
meningkat sampai 30 mmol/L (nilai normal adalah sampai 0,15 mmol/L). Ketonuria
dapat juga ditemukan dalam keadaan kelaparan, kakeksia, muntah-muntah, anoreksia,
dan lain-lain.4
C-Peptide
Pemeriksaan C-peptide yang lebih stabil dan disekresikan dalam jumlah yang sama
dengan insulin. Sebagaimana diketahui insulin dan c-peptide berasal dari satu molekul
proinsulin, sehingga kadar c-peptide darah dapat digunakan sebagai petunjuk fungsi
sekresi insulin dari sel beta pankreas yang tersisa. Sebagai contoh kadar c-peptide pada
diabetes melitus tipe 1 dan pada keadaan koma diabetikum sangat rendah, bahkan
terkadang tidak terukur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara melihat respon c-peptide
terhadap makan standar atau injeksi intravena dengan glukagon. Respon c-peptide plasma
5
![Page 6: Makalah Lina](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083011/5695d0d11a28ab9b0293fe80/html5/thumbnails/6.jpg)
dengan rangsangan yang khusus ini digunakan sebagai penentu ketergantungan terhadap
insulin. C-peptide dapat dicek dari darah maupun tes urin dan selalu menggambarkan
fungsi sel beta pulau Langerhans. Hasilnya tidak dipengaruhi oleh antibody terhadap
insulin endogen ataupun insulin eksogen. Kadar normal nya adalah 0.5-2.0 ng/mL.4
Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja pada pasien ini adalah Diabetes Melitus Tipe 1 (DMT1) dengan ketoasidosis
metabolik. Ketoasidosis diabetikum adalah hiperglikemia dengan konsentrasi glukosa plasma
biasanya lebih tinggi dari 300 mg /dL; ketonemia, dengan jumlah keton serum (B-hidroksibutirat
dan asetoasetat) konsentrasi yang lebih tinggi dari 3 mmol /L dan ketonuria; Asidosis dengan
nilai pH vena kurang dari 7.30 dan konsentrasi bikarbonat serum 15 mmol /L atau kurang dan
ketonuria, selain gejala klasik dan tanda diabetes melitus yang tidak terkontrol. Hal ini tergambar
pada pemeriksaan fisik yang menunjukkan pasien berada dalam keadaan diabetes melitus dengan
gejala khasnya yaitu poliuria, polidipsi, polifagia, pasien juga sering merasa haus, kehilangan
berat badan dalam waktu singkat, dan mudah lelah. Pasien juga berada dalam keadaan
ketoasidosis metabolik karena berdasarkan skenario, pasien bernafas secara cepat dan dalam,
pernafasan ini merupakan khas pada keadaan asidosis metabolik. Ketoasidosis metabolik
merupakan komplikasi dari penyakit DMT1.5
Diagnosis Banding
MODY (Maturity Onset Diabetes of the Young)
MODY memang sulit dibedakan secara klinis dengan DMT1 dan DMT2, namun
umumnya MODY timbul pada anak yang berusia 9 – 25 tahun dengan faktor herediter
dari orang tua yang memiliki DMT2 dan defek primer pada sekresi insulin. Pemeriksaan
pasti yang dapat menunjang MODY adalah dengan pemeriksaan analisis DNA, namun
pemeriksaan ini terbatas karena masih sedikit fasilitas laboratorium. Pemeriksaan ini
hanya dapat dilaksanakan ketika gejala klinis sudah dipastikan bahwa pasien adalah
penderita DM dan bukan termasuk DMT1 atau DMT2.6
Gastroenteritis
6
![Page 7: Makalah Lina](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083011/5695d0d11a28ab9b0293fe80/html5/thumbnails/7.jpg)
Gastroenteritis adalah infeksi yang terjadi pada usus atau perut yang disebabkan oleh
beberapa jenis virus. Infeksi ini menyebabkan terjadinya mual, muntah, diare, kram perut,
dan terkadang demam. Gastroenteritis menyebar melalui kontak jarak dekat dengan orang
yang sudah terinfeksi atau karena mengonsumsi makanan dan/atau minuman yang
terkontaminasi. Infeksi ini mudah sekali menyebar di fasilitas umum yang tertutup,
seperti di dalam ruang kelas, tempat perawatan anak, dan ruang perawatan umum.
HONK (Hiperosmolar Non Ketotik)
Hiperglikemia Hiperosmolar Non Ketotik adalah suatu komplikasi akut dari diabetes
melitus di mana penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan
kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang disebut koma. Ini terjadi
pada penderita diabetes tipe II.5,6
Suatu keadaan metabolik yang ekstrim yang terjadi akibat kombinasi beberapa penyakit,
dehidrasi, dan ketidakmampuan untuk mendapat terapi karena efek penyakit (misalnya
pada penderita GGK yang punya riwayat DM lama, mendapat pengobatan diuretik, yang
menyebabkan interaksi antara obat DM dengan diuretik yang berakibat obat diabetik
tidak bisa bekerja). Keadaan HONK berpotensi sebagai keadaan kegawat daruratan.
HONK dikarakterisasi sebagai hiperglikemia berat dengan ditandai hiperosmolaritas
serum tanpa bukti dari ketosis yang signifikan. Tanda dan gejala umum pada pasien
dengan HONK adalah haus, kulit terasa hangat dan kering, mual dan muntah, nafsu
makan menurun, nyeri abdomen, pusing, pandangan kabur, banyak kencing, dan mudah
lelah.6
Etiologi
Ketoasidosis merupakan komplikasi serius diabetes melitus dan sebagai penyebab umum untuk
pasien rawat inap. Penyebab pasti dari DMT1 dengan ketoasidosis metabolik sejauh ini belum
diketahui. Hal yang diketahui adalah pada DMT1 ini, terjadi sistem imun yang salah menyerang
dan menghancurkan sel islet (sel yang memproduksi insulin) di pankreas, hal ini bisa terjadi
karena genetik atau pemaparan dari virus tertentu melalui lingkungan. Gen HLA kelas II molekul
HLA-DR3 dan HLA-DR4 dikaitkan secara kuat dengan DMT1. Pemaparan virus yang dapat
7
![Page 8: Makalah Lina](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083011/5695d0d11a28ab9b0293fe80/html5/thumbnails/8.jpg)
menyebabkan DMT1 adalah rubella, coxsackievirus, dan mumps. Faktor diet juga menjadi salah
satu penyebab dari DMT1.7
Epidemiologi
Secara keseluruhan insidens penderita DM di seluruh dunia adalah 24.3 kasus per 100.000 orang
per tahunnya. DMT1 memiliki proporsi 10% dari total penderita DM di dunia. Di Amerika
sendiri penderita DMT1 sebanyak 1,4 juta dan lebih dari 15 juta di seluruh dunia. Ras orang kulit
putih memiliki insidens DMT1 yang paling tinggi. DMT1 1,5 kali lebih mudah ditemukan pada
orang kulit putih Amerika daripada orang kulit hitam Amerika atau hispanik, dan juga pada
imigran yang pindah dari daerah yang insidens rendah ke daerah yang insidens tinggi, resiko
DMT1 akan meningkat. Pada anak – anak, insidens DMT1 akan meningkat pada 2 kelompok
umur yaitu umur 4 – 6 tahun dan 10 – 14 tahun. DMT1 dengan ketoasidosis metabolik sendiri
mempunyai angka sekitar 25% dari total DMT1 dengan perkiraan 4 kasus per 100.000 anak.11,12
Meningkatnya kasus DMT1 dengan ketoasidosis metabolik pada anak kecil dikarenakan sulitnya
mendiagnosa secara pasti sehingga terjadi keterlambatan diagnosa.7
Patofisiologi
Ketoasidosis diabetikum adalah keadaan darurat medis dan kondisi mengancam hidup biasanya
berkembang selama 24 jam atau kurang. Hal ini ditandai dengan glukosa darah di atas 12 mmol /
L, kehadiran ketonuria dan pH darah arteri <7.35. Gangguan metabolisme yang terdiri dari
hiperglikemia, hiperketonemia dan asidosis metabolik. Glukosa merupakan sumber penting dari
energi bagi jaringan tubuh, terutama otak dan sistem saraf. Dengan tidak adanya insulin, tubuh
tidak mampu untuk memanfaatkan glukosa untuk energi sel insulin dibutuhkan untuk
meningkatkan permeabilitas membran sel menjadi glukosa dan elektrolit utama lainnya. Dalam
keadaan ini, tubuh berusaha untuk menghasilkan lebih banyak glukosa oleh pelepasan hormon
kontra-regulasi yang memulai proses glikogenolisis (konversi glikogen menjadi glukosa),
glukoneogenesis (konversi non-karbohidrat seperti asam amino menjadi glukosa) dan lipolisis
(konversi lemak menjadi asam lemak dan glukosa). Proses ini menyebabkan osmolaritas cairan
lebih lanjut, sehingga bergeser dari intraseluler dan ekstraseluler ke dalam ruang intravaskular.
Hal ini menyebabkan dehidrasi seluler yang ekstrim. Ada kerugian kalium seluler, natrium, dan
8
![Page 9: Makalah Lina](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083011/5695d0d11a28ab9b0293fe80/html5/thumbnails/9.jpg)
fosfat akibat perubahan cairan osmotik. Hal ini menyebabkan hipokalemia seluler dan
hyponatermia. Ketogenesis terjadi karena metabolisme lemak yang mengarah pada pembentukan
asam asetat, aseton, dan asam beta-hidroksibutirat yang merupakan endapan asidosis metabolik.
Nitrogen diproduksi sebagai produk sampingan dari metabolisme protein dan menyebabkan
peningkatan urea dan nitrogen darah (BUN), sehingga terjadi asidosis metabolik seperti pH
darah turun di bawah normal. Gerakan kalium dari sel ke intravaskular menyebabkan
peningkatan ion hidrogen seluler, sehingga terjadi asidosis. Badan keton diekskresikan dalam
urin dengan glukosuria, sebuah diuresis osmotik terjadi kemudian dengan hilangnya resultan dari
serum natrium, kalium, fosfat dan magnesium. Sistem penyangga tubuh berusaha untuk
mengembalikan pH darah ke batas normal dengan memanfaatkan bikarbonat dan dengan
mengeluarkan badan keton melalui sistem pernapasan.5
Gejala Klinis
Gambaran klinis KAD meliputi gejala-gejala klinis dan diperkuat dengan pemeriksaan
laboratorium. Berikut adalah gejala klinis pada pasien DMT1 dengan ketoasidosis diabetikum:5
1. Polidipsia, poliuria, dan kelemahan merupakan gejala tersering yang ditemukan, dimana
beratnya gejala tersebut tergantung dari beratnya hiperglikemia dan lamanya penyakit.
2. Anoreksia, mual, muntah, dan nyeri perut (lebih sering pada anak-anak) dapat dijumpai
dan ini mirip dengan kegawatan abdomen. Ketonemia diperkirakan sebagai penyebab
dari sebagian besar gejala ini. Beberapa penderita diabetes bahkan sangat peka dengan
adanya keton dan menyebabkan mual dan muntah yang berlangsung dalam beberapa jam
sampai terjadi KAD.
3. Ileus (sekunder akibat hilangnya kalium karena diuresis osmotik) dan dilatasi lambung
dapat terjadi dan ini sebagai predisposisi terjadinya aspirasi.
4. Pernapasan kussmaul (pernapasan cepat dan dalam) sebagai kompensasi terhadap
asidosis metabolik dan terjadi bila pH < 7,2.
5. Secara neurologis, 20% penderita tanpa perubahan sensoris, sebagian penderita lain
dengan penurunan kesadaran dan 10% penderita bahkan sampai koma
Penatalaksanaan
Secara umum pemberian cairan adalah langkah awal penatalaksanaan KAD. Terapi cairan
ditujukan untuk ekspansi cairan intraseluler, intravaskuler, interstsial dan resotarsi perfusi ginjal.
9
![Page 10: Makalah Lina](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083011/5695d0d11a28ab9b0293fe80/html5/thumbnails/10.jpg)
Jika tidak ada masalah pada jantung atau penyakit gagal ginjal kronik berat, cairan salin isotonik
NaCl 0.9% diberikan dengan dosis 15-20cc/kgbb/jam pertama atau satu sampai satu setengah
liter. Penggantian cairan dapat dilakukan sampai dengan 24jam dan penggantian cairan sangat
mempengaruhi pencapaian target gula darah, hilangnya benda keton dan perbaikan asidosis.
Selanjutnya barulah diberikan terapi insulin.6
Terapi insulin dapat diberikan secara infus/IV selama 1 – 2 jam setelah terapi penggantian cairan
dengan dosis 0.1 unit/kg/jam dengan catatan 1 unit sama dengan 1 ml. Terapi insulin dengan
pemberian yang telah dijelaskan tersebut dapat diberikan selama setidaknya menunggu pasien
berada dalam kondisi normal, sudah tidak asidosis metabolik (pH lebih dari 7,3; bikarbonat lebih
dari 15 mmol/L). Pada keadaan tertentu dimana keadaan asidosis metabolik masih belum
tertangani dengan baik, dapat diberikan natrium bikarbonat secara hati – hati dengan dosis 1 – 2
mmol/kg selama 1 jam. Setelah pasien semakin menujukkan perbaikan, pemberian insulin dapat
diganti menjadi injeksi subkutan. Terapi awal insulin injeksi subkutan untuk mencegah
hiperglikemia, dapat diberikan 15 – 30 menit (dengan insulin kerja cepat) atau 1 – 2 jam (dengan
insulin reguler) sebelum terapi insulin IV diberhentikan, agar memberikan waktu untuk absorpsi
insulin oleh tubuh.6
Jenis insulin kerja cepat adalah insulin humulin R dan insulin actrapid yang mulai bekerja dalam
5 – 15 menit dan berada di puncak pada 30 – 90 menit kemudian. Insulin kerja panjang adalah
insulin PZI dan insulin ultralente yang hampir tidak mempunyai puncak karena kerjanya yang
stabil dalam 20 – 26 jam sehingga kadarnya hampir rata terus – menerus.
Pengobatan non medika mentosa yang tidak kalah penting juga adalah diet rendah kalori dan
lemak serta banyak mengkonsumsi buah dan sayuran. Diet rendah lemak dikarenakan konsumsi
lemak terutama lemak hewani akan menyebabkan melambatnya sistem metabolisme sehingga
kadar gula dalam darah dapat meningkat secara cepat, begitu juga dengan konsumsi gula yang
berlebih. Olahraga juga sangat diperlukan dalam membantu meningkatkan kebugaran tubuh
pasien, tidak ada olahraga yang dilarang dalam penyakit DMT1 ini, namun perlu diingat bahwa
aktifitas fisik dapat menurunkan kadar gula dalam darah yang akan memiliki efek selama 12 jam
ke depan setelah aktifitas, sehingga perlunya kontrol yang lebih sering. Olahraga pada DMT1
10
![Page 11: Makalah Lina](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083011/5695d0d11a28ab9b0293fe80/html5/thumbnails/11.jpg)
dianjurkan selama 30-60menit aja. Pada saat tidur pun kadar gula dalam darah dapat turun,
sehingga dapat diberikan dosis insulin yang lebih rendah saat mau tidur atau diberikan makanan
ringan sebelum tidur.5
Prognosis
Menurut penelitian, orang yang menderita DM akan memiliki umur yang lebih pendek 10 tahun
dibandingkan dengan orang yang tidak menderita DM. Umumnya pasien membaik setelah
diberikan insulin dan terapi standar lainnya, terutama pada pasien dengan ketoasidosis
diabetikum. Biasanya kematian pada KAD adalah karena penyakit penyerta berat yang datang
pada fase lanjut. Kematian meningkat sesuai dengan meningkatnya usia dan beratnya penyakit
penyerta.5,6
Kesimpulan
Ketoasidosis diabetikum merupakan komplikasi akut pada diabetes mellitus tipe 1. Hal ini
dikarena tidak adekuatnya insulin atau tidak melakukan pengobatan. Ketoasidosis diabetikum
ditandai dengan trias klasik diabetes ditambah dengan gejala dehidrasi. Penanganan yang tepat
pada awal kedatangan pasien yaitu dengan mengkoreksi cairan tubuh dan pemberian insulin
karena pada penderita ketoasidosis diabetikum memiliki hiperglikemia dengan kadar yang tinggi.
Daftar Pustaka
1. Hardjodisastro D. Menuju seni ilmu kedokteran bagaimana dokter berpikir, bekerja, dan
menampilkan diri. Edisi ke-1 Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2006.H.258.
2. Bickley LS. Approach to the patient: history and physical examination. 11th edition.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011.P.118-27.
3. Chernecky CC, Berger BJ. Laboratory tests and diagnostics procedures. 5th edition.
Missouri: Saunders Elsevier; 2008. P. 400-512.
4. Sudiono H, Iskandar I, Halim SL, Santoso R, Sinsanta. Patologi Klinik Urinalisis. Edisi
ke-3. Jakarta: Biro Publikasi Fakultas Kedokteran UKRIDA; 2009. H. 43-6.
5. Soewondo P. Ketoasidosis diabetic. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M,Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi IV. Internal Publishing. 2009. 1906-11.
11
![Page 12: Makalah Lina](https://reader036.vdokumen.com/reader036/viewer/2022083011/5695d0d11a28ab9b0293fe80/html5/thumbnails/12.jpg)
6. Alemzadeh R, Ali O. Diabetes Mellitus. In: Kliegman RM, Stanton BF, Geme III JWSt,
Schor NF, Behrman RE. Nelson’s textbook of pediatrics. 19th edition. Philadelphia:
Elsevier Saunders; 2011. P. 1968-97.
7. Wood I, Garner M. Initial management of acute medical patients: a guide for nurses and
healthcare practitioners. 2nd ed. USA: Wiley-Blackwell; 2012.P. 155-6.
12