Download - Makalah kimia pangan
BAB I
PENDAHULUAN
Protein adalah senyawa organik yang molekulnya sangat besar dan
susunannya sangat kompleks serta merupakan polimer dari alfa asam-asam amino.
Jadi, sebenarnya protein bukan merupakan zat tunggal, serta molekulnya
sederhana, tetapi masih merupakan asam amino. Oleh karena protein tersusun atas
asam-asam amino, maka susunan kimia mengandung unsur-unsur seperti terdapat
pada asam-asam amino penyusunnya yaitu C, H, O, N dan kadang-kadang
mengandung unsur-unsur lain, seperti misalnya S, P, Fe, atau Mg.
Protein memegang peranan yang penting pula dalam kehidupan. Proses
kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu
protein yang berfungsi sebagai biokatalis. Disamping itu, hemoglobin dalam
butir-butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen
dari paru-paru keseluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. Disamping
digunakan untuk pembentukan sel-sel tubuh, protein juga dapat digunakan sebagai
sumber energi apabila tubuh kita kekurangan karbohidrat dan lemak. Protein
mempunyai molekul besar dengan bobot molekul bervariasi antara 5000 sampai
jutaan. Ada 20 jenis asam amino yang terdapat dalam molekul protein. Asam-
asam amino ini terikat satu dengan yang lain oleh ikatan peptide.protein mudah
dipengaruhi oleh suhu tinggi, PH, dan pelarut organik.
Protein adalah salah satu bio-makromolekul yang penting perananya
dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis besar dapat
dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan sebagai
mesin yang bekerja pada tingkat molekular. Apabila tulang dan kitin adalah beton,
maka protein struktural adalah dinding batu-batanya. Beberapa protein struktural,
fibrous protein, berfungsi sebagai pelindung, sebagai contoh a dan b-keratin yang
terdapat pada kulit, rambut, dan kuku. Sedangkan protein struktural lain ada juga
yang berfungsi sebagai perekat, seperti kolagen.
Protein dapat memerankan fungsi sebagai bahan struktural karena seperti
halnya polimer lain, protein memiliki rantai yang panjang dan juga dapat
mengalami cross-linking dan lain-lain. Selain itu protein juga dapat berperan
1
sebagai biokatalis untuk reaksi-reaksi kimia dalam sistem makhluk hidup.
Makromolekul ini mengendalikan jalur dan waktu metabolisme yang kompleks
untuk menjaga kelangsungan hidup suatu organisma. Suatu sistem metabolisme
akan terganggu apabila biokatalis yang berperan di dalamnya mengalami
kerusakan.
2
BAB II
PROTEIN
2.1 Pengertian Protein
Protein merupakan polimer alam yang tersusun dari asam-asam amino
melalui ikatan peptida, sehingga protein juga disebut sebagai polipeptida. Di
dalam tubuh kita protein berfungsi sebagai zat pembangun, pengatur, pertahanan,
dan sebagai sumber energi setelah karbohidrat dan lemak. Protein dapat
digolongkan berdasarkan strukturnya, bentuknya, dan fungsinya.
Asam-asam amino penyusun protein sekitar 20 jenis asam amino. Masa
molekul relatif protein berkisar antara 6.000 hingga jutaan. Unsur utama penyusun
protein terdiri atas C, H, O, dan N. Beberapa protein juga mengandung unsur S
dan R.
2.2 Asam Amino
Asam amino merupakan senyawa yang memiliki gugus asam karboksilat (–
COOH) dan gugus amina –NH2. Secara umum asam amino dirumuskan dengan :
Bila gugus –NH2 terikat pada atom C setelah gugus karboksilat (–COOH)
maka termasuk asam alfa (α) amino, selanjutnya β amino dan γ amino. Asam
amino di alam pada umumnya terdapat sebagai asam alfa (α ) amino, sehingga
yang kita pelajari adalah asam alfa (α ) amino.
Asam amino dapat dibedakan berdasarkan gugus R (rantai samping) sebagai
berikut :
a. Dengan rantai samping alifatik.
b. Dengan rantai samping yang mengandung gugus hidroksil.
c. Dengan rantai samping yang mengandung belerang
d. Dengan rantai samping yang mengandung gugus asam atau amida
e. Dengan rantai samping yang mengandung gugus basa
f. Yang mengandung cincin aromatik
3
Meskipun terdapat sekitar 300 jenis asam amino di alam, hanya 20 yang
terdapat dalam protein. Dari 20 jenis asam amino ini hanya 10 asam amino yang
dapat disintesis dalam tubuh yang dikenal dengan asam amino nonesensial, dan
yang 10 lainnya tidak dapat disintetis dalam tubuh yang dikenal dengan nama
asamamino esensial. Asam amino esensial terdiri atas arginin, isoleusin, leusin,
metionin, treonin, triptofan, dan valin.
2.3 Sifat-Sifat Asam Amino
Asam amino memiliki gugus karboksil (– COOH) yang bersifat asam (dapat
melepaskan H+) dan gugus amina yang bersifat basa (dapat menerima H+).
Oleh karena itu, asam amino bersifat amfoter (dapat bereaksi dengan asam
dan basa).
Asam amino (kecuali glisin) memiliki atom C asimetris, sehingga asam
amino bersifat optis aktif artinya dapat memutar bidang cahaya terpolarisasi.
Oleh karena asam amino memiliki gugus yang bersifat asam dan gugus yang
bersifat basa, maka molekul asam amino dapat mengalami reaksi asam-basa
intra molekul membentuk ion zwitter yaitu ion yang bermuatan ganda
(positif dan negatif).
Bila asam amino direaksikan dengan asam, maka asam amino bertindak
sebagai basa (anion) yang akan menerima H+ dari asam.
Bila asam amino direaksikan dengan basa, maka asam amino bertindak
sebagai asam (kation) yang akan melepas H+.
Dengan demikian dalam larutan muatan asam amino tergantung pada pH
larutan. Bila asam amino yang bermuatan positif ditetesi dengan basa yang berarti
dinaikkan pHnya maka asam amino melepaskan H+sehingga menjadi netral dan
seterusnya menjadi bermuatan negatif. Sebaliknya, bila asam amino yang
bermuatan negatif ditetesi asam yang berarti pH diturunkan, maka asam amino
akan menerima H+ dari asam sehingga menjadi pH pada saat asam amino tidak
bermuaan disebut titik isoelektrik. Dengan demikian di bawah titik isoelektriknya
asam amino bermuatan positif dan sebaliknya di atas titik elektriknya asam amino
bermuatan negatif.
4
Dalam keadaan padat kering, asam amino berada sebagai ion dipolar di
mana gugus karboksil berada sebagai ion karboksilat (–COO–) dan gugus amino
berada sebagai gugus amonium (–NH3+)
2.4 Pembentukan Ikatan Peptida
Reaksi yang terpenting dari asam amino adalah pembentukan ikatan
peptida. Dua molekul asam amino dapat berikatan dengan ikatan peptide dengan
melepaskan 1 molekul air antara gugus amino dari satu asam amino dengan gugus
karboksil dari asam amino yang lain.
Molekul yang terbentuk dari 2 asam amino melalui ikatan peptide disebut
dipeptida. Karena dipeptida masih memiliki gugus amino dan gugus karboksil
maka dipeptida dapat mengikat asam amino yang lain membentuk polipeptida
yang disebut protein.
2.5 Struktur Protein
Semua protein merupakan polipeptida dengan massa molekul relatif besar,
biasanya antara 8000 dan 10.000. Karena jumlah asam amino yang menyusun
protein beraneka ragam jenis dan urutannya, maka dari 20 jenis asam amino dapat
membentuk protein yang banyak sekali jenisnya. Seperti halnya dari 26 huruf
dapat dibuat kata dan kalimat yang jumlahnya sangat banyak.
Struktur protein sangat kompleks dan memegang peranan penting dalam
menentukan aktivitas biologisnya, struktur protein dibedakan menjadi struktur
primer, sekunder, tersier, dan kuarterner.
1) Struktur Primer
Struktur primer menyatakan urutan asam-asam amino pada rantai protein
dan letak ikatan disulfida bila ada. Karena protein dapat mengandung 100 atau
lebih residu asam amino sehingga sulit menggambarkan rumus bangunnya. Oleh
karena itu digunakan singkatan 3 huruf untuk tiap asam amino.
Misalnya: Glu – Ala – Lys – Gly – Tyr – Ala
5
2) Struktur Sekunder
Hubungan ruang asam amino yang berdekatan pada struktur primer,
mungkin reguler dan berulang secara periodik. Karena adanya gaya dispersi atau
ikatan hidrogen, suatu rantai polipeptida menggulung seperti spiral (alfa heliks).
3) Struktur Tersier
Struktur tersier protein merupakan susunan keseluruhan dan hubungan
berbagai bagian dari suatu rantai polipeptida.
4) Struktur Kuarterner
Suatu protein dikatakan mempunyai struktur kuarterner bila protein terdiri
atas 2 rantai polipeptida atau lebih disatukan oleh gaya dispersi (ikatan hidrogen).
Protein seperti ini dinamakan oligomer, sedangkan asam amino yang
menyusunnya disebut monomer.
2.6 Sifat-Sifat Protein
Protein tidak menunjukkan titik cair tertentu dan tidak dapat disuling.
Pada umumnya protein bersifat koloid hidrofil.
Larutan protein dapat diendapkan/dikoagulasikan dengan penambahan
larutan pekat NaCl, MgSO4, (NH4)2SO4, alkohol, aseton, asam, dan
basa atau dengan pemanasan 100°C. Protein yang telah dikoagulasikan
tidak dapat larut dalam air atau dengan pendinginan karena telah
mengalami perubahan irreversibel yang disebut denaturasi. Protein
yang telah mengalami denaturasi umumnya telah kehilangan fungsi
biologinya meskipun rangkaian asam-asam amino tidak rusak.
Denaturasi protein terjadi akibat perubahan struktur terutama struktur
tersier dan struktur kuarternernya.
Dapat mengalami hidrolisis oleh asam-asam encer menjadi asam-asam
amino. Hidrolisis protein juga dapat dilakukan oleh enzim protease.
6
2.7 Penggolongan Protein
1) Berdasar Fungsi Biologinya
Berdasarkan fungsi biologinya protein diklasifikasikan menjadi 7 golongan
sebagai berikut.
a) Enzim
Enzim merupakan golongan protein yang terbesar dan sangat penting
dalam tubuh makhluk hidup. Fungsi enzim adalah sebagai katalisator yang
spesifik pada reaksi kimia dalam makhluk hidup. Enzim dapat mempercepat
reaksi kimia tanpa terjadi kenaikan suhu, perubahan pH, dan hasil reaksi
tambahan seperti yang terjadi pada reaksi-reaksi kimia biasa.
Contoh: pepsin, stipsin, ribonuklease
b) Protein Pembangun.
Protein pembangun berfungsi sebagai zat pembentuk struktur baik
yang baru maupun mengganti sel yang rusak.
Contoh:
Glikoprotein dalam dinding sel
keratin dalam kulit
c) Protein Transpor
Protein transpor mempunyai kemampuan mengikat dan memindahkan
molekul atau ion spesifik melalui aliran darah.
Contoh:
Hemoglobin dalam sel darah merah berfungsi sebagai alat pengangkut
oksigen dalam darah.
Mioglobin sebagai alat pengangkut oksigen dalam jaringan otot
d) Protein Pelindung (Antibodi)
Protein pelindung berfungsi melindungi organisme dari serangan penyakit.
Contoh:
Imunoglobin (antibodi) dapat menetralkan bakteri, virus, dan antigen
(protein asing).
7
Fibrinogen dan trombin merupakan protein penggumpal darah bila
terjadi luka.
e) Protein Pengatur (Hormon)
Protein pengatur berfungsi mengatur aktivitas sel.
Contoh: Insulin mengatur metabolisme glukosa.
f) Protein Cadangan
Protein cadangan disimpan untuk berbagai proses metabolism dalam tubuh.
Contoh: Kasein pada susu, Ovalbumin pada putih telur
g) Protein Kontraktil
Protein kontraktil memberikan kemampuan pada sel dan organisme
untuk berubah atau bergerak.
Contoh: Aktin dan miosin berperan dalam sistem kontraksi otot rangka.
2) Berdasarkan Bentuknya
Berdasar bentuknya protein digolongkan menjadi dua, yaitu protein
globular dan protein serabut. Protein globular memiliki rantai polipeptida
berlipat rapat menjadi bentuk bulat padat (globular), yang memiliki fungsi
gerak.
Contoh: Hemoglobin dan enzim
Protein serabut memiliki fungsi pelindung, contoh: L–keratin pada
rambut dan kolagen pada urat.
3) Berdasarkan Komposisi Kimia
Berdasarkan komposisi kimianya, protein dibedakan menjadi protein
sederhana dan protein terkonjugasi. Protein sederhana hanya tersusun dari
asam-asam amino. Contoh: enzim ribunoklease.
Pada protein terkonjugasi asam amino juga terikat gugus lain
Contoh:
Lipoprotein, protein yang terkonjugasi lipid (lemak)
8
Glikoprotein, protein yang terkonjugasi karbohidrat
Fosfoprotein, protein yang terkonjugasi gugus fosfat.
4) Berdasarkan Kelarutan
Menurut kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa
grup, yaitu:
a. Albumin
Larut dalam air dan terkoagulasi oleh panas. Contohnya albumin telur,
albumin serum, dan laktalbumin dalam susu.
b. Globulin
Tidak larut dalam air, terkoagulasi oleh panas, larut dalam larutan garam
encer, dan mengendap dalam larutan garam konsentrasi tinggi (salting out).
Contoh: miosinogen dalam otot, ovoglobulin dalam kuning telur, amandin
dari buah almonds, legumin dalam kacang-kacangan.
c. Glutelin
Tidak larut dalam pelarut netral tetapi larut dalam asam/basa encer.
Contohnya glutenin dalam gandum dan orizenin dalam beras.
d. Prolamin atau Gliadin
Larut alam alkohol 70-80% dan tak larut dalam air maupun alkohol absolut.
Contohnya gliadin dalam gandum, hordain dalam barley, dan zein pada
jagung.
e. Histon
Larut dalam air dan tidak larut dalam amonia encer. Histon dapat
mengendap dalam pelarut protein lainnya. Histon yang terkoagulasi karena
pemanasan dapat larut lagi dalam larutan asam encer. Contohnya globin
dalam hemoglobin.
9
f. Protamin
Protamin adalah protein paling sederhana dibandingkan protein-proein lain,
tetapi lebih kompleks daripada pepton dan peptida. Protein ini larut dalam
air dan tidak teroagulasi oleh panas. Larutan protamin encer dapat
mengendapkan protein lain, bersifat basa kuat, dan dengan asam kuat
membentuk garam kuat. Contohnya salmin dalam ikan slamon, klupein pada
ikan herring, skombrin (scombrin) pada ikan mackerel, dan siprinin
(cyprinin) pada ikan karper (Winarno, 1991)
2.8 Beberapa Reaksi Pengenal Protein
1. Reaksi Biuret
Reaksi biuret adalah reaksi yang umum untuk protein (ikatan peptida). Bila
protein ditetesi dengan larutan NaOH, kemudian larutan CuSO4 encer (2%) maka
akan terbentuk warna ungu. Reaksi ini berdasar adanya gugusan peptida.
2. Reaksi Millon
Reaksi Millon digunakan untuk mengidentifikasi adanya tirosin pada
protein. Bila protein yang mengandung tirosin dipanaskan dengan merkuri nitrat
Hg(NO3)2 yang mengandung asam nitrit, maka akan terjadi jonjot merah.
3. Reaksi Xantoproteat
Reaksi Xantoproteat untuk menguji protein yang mengandung gugus fenol
(cincin benzena). Bila protein yang mengandung cincin benzena ditambah HNO3
pekat dan kemudian dibuat alkalis maka akan terjadi warna kuning.
4. Uji Terhadap Belerang
Untuk menguji adanya belerang dalam protein maka ke dalam protein
ditambahkan larutan NaOH pekat dan dipanaskan, kemudian ditambahkan
Pb(NO3)2. Adanya belerang ditandai terjadinya endapan hitam dari Pbs.
10
BAB III
PENGARUH PERLAKUAN PANAS
PADA PROTEIN FUNGSIONAL SUSU
Susu adalah makanan yang kompleks dari perspektif komposisi molekul
yang merupakan bagian penting dari diet manusia, terutama karena
nilai gizi yang tinggi. Pengolahan termal susu merupakan langkah penting dari
produksi susu diadopsi oleh industri susu. Perlakuan panas susu bertujuan untuk
memperpanjang rak-hidup dan meningkatkan kualitas kompleks biologis cairan
dengan mengurangi beban mikroba dan dengan demikian, meminimalkan
risiko keracunan makanan (McKinnon, Yap, Augustin, & Hermar, 2009).
Namun, pemanasan susu tidak selalu digunakan untuk menjamin
keamanan mikrobiologi. Dalam kasus lain, di mana susu digunakan sebagai
makanan bahan dalam produk berbasis susu, perlakuan panas digunakan untuk
meningkatkan sifat organoleptik formulasi susu tersebut dengan memanipulasi
fungsi protein susu (del Angel & Dalgleish, 2006).
Efektivitas perlakuan panas susu sebagai alat untuk memodifikasi sifat
fungsional komponen protein yang telah luas didokumentasikan dalam literatur
dan beberapa mekanisme telah diusulkan untuk menjelaskan temuan tergantung
pada kondisi pengolahan susu atau susu / whey sistem (Lucey, Munro, & Singh,
1999; Modler & Emmons, 1976; Modler & Harwalker, 1981; Morr, 1985; Singh
& Newstead, 1992)
3.1 Protein Susu dan Perlakuan Panas
Protein susu yang mengalami proses pemanasan akan terbentuk whey
protein yang berubah strukturnya yang mengendap. Peristiwa ini yang dikenal
sebagai denaturasi. Selama pemanasan berlangsung akan terbentuk sejumlah kecil
dari beta-laktoglobulin yang akan meningakat.Saat keanaikan temperatur atau
waktu pemanasan denaturasi dari alfa-laktalbumin dimulai yang membentuk
kompleks dengan sejumlah besar beta-laktoglobulin dan kedua protein ini akan
berikatan dipermukaan kasein micelles (fox, 1992)
11
Reaksi antara latter dan k-kasein muncul dipermukaan kasein micelles
untuk menghasilkan kompleks antara whey protein dan k-kasein dan dala fase
serum susu akan terbentuk kompleks padatan.
Energi kinetik dari denaturasi protein dipengaruhi oleh kondisi pemanasan
dan lingkungan kimia dengan temperatur pemanasan dan pH yang mungkin
menajdi faktor terpenting dalam menentukan nilai dan tingkat denaturasi protein
dan derajat interaksi yang terjadi dari whey protein dan kasein micelles.
Berdasarkan percobaan dalam jurnal pada pemanasan 50 C selama 1jam
barisan ikatan protein akan terlihat jelas tetapi pada suhu pemanasan >95 C akan
hilang hal ini karena sebagian dari protein full-fat dan semi-fat susu terurai karena
pemanasan yang sebelumnya tersembunyi dari kelompok hidrofobic yang
mungkin terbentuk dari sejumlah dari berat molekul yang besar.
Hasil dari kontrol metode pemanasan konsentrasi dan ph protein pada
sistem tersebut adalah suhu dari penghambatan denaturasi whey protein dan
tingkat interaksi dari whey protein yang telah di denaturasi dan kasein bisa
dimanipulasi. Dalam hal ini, hal terseut kemungkinan berhubungan dengan
peningkatan atau kerusakan protein susu fungsional.
3.2 Emulsi dan Protein Susu
Campuran protein susu banyak digunakan sebagai bahan berbagai produk
makanan karena protein susu merupakan emulsifier yang sangat baik. Selama
emulsifikasi berjalan, protein susu mampu menyerap pada permukaan minyak
yang baru terbentuk.
Selama homogenisasi emulsi protein susu, adsorpsi kompetitif kasein dan
whey protein terjadi, yang berakibat pada pembentukan lapisan tipis yang terdiri
dari kedua jenis protein. Selanjutnya setelah protein susu teradsorpsi pada
permukaan air minyak, terjadi pertukaran antara yang teradsorpsi dan protein.
3.3 Pengaruh Perlakuan Panas terhadap Kemampuan Pembentukan
Emulsi Protein Susu
Pengolahan termal mempengaruhi fungsionalitas dari bahan yang
digunakan untuk pembentukan emulsi antara lain adalah kemampuan protein
12
pengemulsi. Saat protein whey dipanaskan pada suhu 60-900C terjadi kehilangan
kemampuan emulsi yang signifikan. Setelah denaturasi protein karena perlakuan
panas, agregat protein besar terbentuk yang tidak mampu untuk menutupi efisien
tetesan lemak, yang menyebabkan ketidakstabilan emulsi.
Pengolahan termal mempengaruhi fungsionalitas dari bahan yang
digunakan untuk pembentukan emulsi, antara lain adalah kemampuan protein
pengemulsi. Pengaruh perlakuan panas pada fungsi protein whey berbeda dengan
yang ditunjukkan oleh kasein
3.4 Dampak Perlakuan Panas pada Emulsi Protein
Perlakuan panas merupakan suatu langkah penting dalam pengolahan hasil
susu yang mempengaruhi reologi dan struktur emulsi protein susu dan
menentukan diterima atau tidaknya suatu produk. pemanasan juga berdampak
pada ukuran model partikel emulsi stabil dengan protein susu. Ukuran partikel
bergeser jika dipanaskan 1400C selama 30s. Peningkatan ukuran partikel
disebabkan gumpalan lemak yang dihasilkan dari interaksi antara molekul protein
non-teradsorbsi dalam fase serum dan protein teradsorpsi pada permukaan
gelembung-gelembung lemak.
13
BAB IV
KESIMPULAN
1. Protein merupakan polimer alam yang tersusun dari asam-asam amino
melalui ikatan peptida, sehingga protein juga disebut sebagai polipeptida
Selain berfungsi sebagai enzim, proteinjuga berfungsi sebagai komponen
struktural sel dan organisme kompleks.
2. Struktur protein dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu struktur primer,
sekunder, tersier, dan kuartener.
3. Sifat-sifat protein diantaranya adalah tidak menunjukkan titik cair tertentu
dan tidak dapat disuling, pada umumnya protein bersifat koloid hidrofil, dapat
diendapkan/dikoagulasikan dengan penambahan larutan pekat NaCl, MgSO4,
(NH4)2SO4, alkohol, aseton, asam, dan basa atau dengan pemanasan 100°C,
dan dapat mengalami hidrolisis oleh asam-asam encer menjadi asam-asam
amino. Hidrolisis protein juga dapat dilakukan oleh enzim protease.
4. Klasifikasi protein dilakukan berdasarkan fungsi biologi, bentuk, komposisi
kimia dan kelarutannya. Berdasarkan fungsi biologisnya, protein dibagi
menjadi enzim, protein pembangun, protein transpor, protein pelindung
(antibodi), protein pengatur (hormon), protein cadangan, dan protein
kontraktil. Berdasarkan bentuknya protein digolongkan menjadi dua, yaitu
protein globular dan protein serabut. Berdasarkan komposisi kimianya,
protein dibedakan menjadi protein sederhana dan protein terkonjugasi.
Menurut kelarutannya, protein globuler dapat dibagi dalam beberapa grup,
yaitu albumin, globulin, glutelin, prolamin atau gliadin , histon, dan protamin.
5. Protein susu yang mengalami proses pemanasan akan membentuk whey yang
berubah strukturnya dan mengendap. Peristiwa ini disebut denaturasi.
6. Semakin tinggi suhu pemanasan susu, maka protein yang terkandung
didalamnya akan semakin terurai.
7. Campuran protein susu banyak digunakan sebagai bahan berbagai produk
makanan karena protein susu merupakan emulsifier yang sangat baik.
14
8. Suhu dapat mempengaruhi kemampuan emulsi protein whey. Pemanasan
whey pada suhu 60-90°C dapat membuat protein whey kehilangan
kemampuan emulsi secara signifikan
9. Ukuran partikel protein susu dapat meningkat dengan pemanasan.
10. Tingkat denaturasi protein yang disebabkan oleh perlakuan panas dalam
lingkungan kimia tertentu, menjadi faktor utama yang menentukan fungsi
protein susu dengan efek berikutnya pada sifat emulsi.
15