Download - Makalah Demensia Rere
MAKALAHDEMENSIA
Oleh :Reani Zulfa
109103000032
Pembimbing :dr. Hari, Sp. PD
Fakultas Kedokteran dan Ilmu KesehatanUniversitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta
Stase Geriatri 2013
DAFTAR ISI
Bab I. Ilustrasi Kasus...........................................................................................................3
Bab II. Tinjauan Pustaka....................................................................................................12
Daftar Pustaka....................................................................................................................47
BAB I
ILUSTRASI KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. B
Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : Tidak bisa mendapatkan data
Umur : 60 tahun
Agama : Islam
Status Pekawinan : kawin
Suku : Tidak bisa mendapatkan data
Pendidikan : Tidak bisa mendapatkan data
Alamat : Tidak bisa mendapatkan data
B. Anamnesis
Anamnesis pasien ini tidak mendapatkan data secara valid karena pasien sudah
sangat pikun dan pelupa, pasien hanya menyebutkan “bibaah… 50 … bibaaaah 50
..” secara berulang ulang, dan saat didatangi kembali kata yang diulang adalah
“iyaa… dulu jaman belandaa,, iya dulu belaandaaa..”
- Analisis Gizi :
Analisis Gizi
• BB ideal = (150-100)-10%=50 –15 =35kg
• IMT = 40/ (1,5)2 = 17,11% (normal)
• Kebutuhan kalori basal = 35 x 17=595 kalori
• Kebutuhan aktivitas (+10%) = 10% x 595 = 654,5
• Kebutuhan diatas 60th (-10%) =10% x 595 = 535,5
Total kebutuhan kalori/hari = 596 + 654,5 + 535,5 = 1786 kalori
Pengkajian MMSE
No Pertanyaan Nilai
Orientasi
1.
Sekarang ini (tahun),
(musim), (bulan),
(tanggal), (hari)
0
2.
Kita berada di mana?
(negara), (propinsi), (kota),
(RS), (lt)
0
Registrasi
3.
Sebutkan 3 objek: tiap satu
detik, pasien disuruh
mengulangi nama ketiga
objek tadi. Nilai 1 untuk
tiap nama objek yang
disebutkan benar. Ulangi
lagi sampai pasien
menyebut dengan benar:
buku, pensil, kertas
0
Atensi dan Kalkulasi
4. Pengurangan 100 dengan 7.
Nilai 1 untuk setiap
jawaban yang benar.
Hentikan setelah 5
jawaban, atau eja secara
terbalik kata “B A G U S”
(nilai diberi pada huruf
yang benar sebelum
0
kesalahan).
Mengenal Kembali
5.
Pasien disuruh menyebut
kembali 3 nama objek di
atas tadi
0
Bahasa
6.Pasien disuruh menyebut:
pensil, buku0
7.
Pasien disuruh mengulangi
kata: “Jika tidak, dan atau
tapi”
0
8.
Pasien disuruh melakukan
perintah: “Ambil kertas itu
dengan tangan anda,
lipatlah menjadi 2, dan
letakkan di lantai”
0
Bahasa
9.
Pasien disuruh membaca,
kemudian melakukan
perintah kalimat “pejamkan
mata”
0
10.Pasien disuruh menulis
dengan spontan (terlampir)0
11.
Pasien disuruh
menggambar bentuk
(terlampir)
0
TOTAL 0
Penapisan depresi :
Hasil : pasien mengalami depresi
Indeks ADL Barthel
Fungsi Skor Keterangan
Mengendalikan rangsang
BAB- Tidak dapat dinilai
Mengendalikan rangsang
BAK- Tidak dapat dinilai
Membersihkan diri 1 Mandiri
Penggunaan jamban, masuk
dan keluar2 Mandiri
Makan 2 Mandiri
Berubah sikap dari
berbaring ke duduk3 Mandiri
Berpindah/berjalan 2 Mandiri
Memakai baju 2 Mandiri
Naik turun tangga 2 Mandiri
Mandi 1 Mandiri
Total skor Tidak dapat dinilai
Hasil : pasien tergolong mandiri
Berg Balance Scale :
No Manuver Nilai
1 Balans duduk bangun dari kursi 4
2 Balans berdiri tanpa tahanan 4
3 Duduk tanpa sandaran, kaki di atas lantai 4
4 Duduk ke kursi dari posisi berdiri 4
5 Berpindah 4
6 Balans berdiri dengan mata tertutup 4
7 Berdiri dengan kedua kaki rapat 4
8 Reaching forward 4
9Bending down (pasien diminta mencoba
mengambil sesuatu benda kecil seperti bolpoin)4
10
Leher berputar, pasien diminta menggerakkan leher
ke kiri dan kanan, menengadah ke atas sementara
kedua kaki rapat
4
11 Meletakkan kaki bergantian pada undakan 4
12 Balans berputar 3
13 Balans satu kaki 1
14 Berdiri tandem 1
JUMLAH (resiko ringan untuk jatuh) 49
Hasil : risiko rendah untuk jatuh
C. Pemeriksaan Fisik
A. Status generalis
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
B. Tanda vital
a. Tekanan darah : 120/70 mmHg
b. Frekuensi nadi : 88 kali / menit
c. Frekuensi napas : 16 kali / menit
d. Suhu : afebris
C. Kulit
a. Warna : Tidak pucat , bewarna sawo matang
b. Jaringan parut : Ada
c. Pigmentasi : Ada
d. Suhu raba : Hangat
e. Lembab / kering : Kering
f. Turgor : Cukup
g. Ikterus : Tidak tampak ikterik
h. Edema : Tidak ada
D. Kepala : Normochepali, rambut putih dan hitam
tersebar merata.
E. Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
F. Hidung : Deformitas (-), Deviasi septum (-), mukosa
hiperemis (-), Pembesaran konka (-/-)
G. Telinga : Liang telinga luas, serumen (+/+)
H. Mulut : Tonsil (T1-T1), mukosa hiperemis (-), karies gigi (+)
I. Leher : Trakea di tengah, pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-),
JVP 5-2 cmH2O
J. Paru
Inspeksi : Pergerakan dada kanan sama dengan kiri simetris saat statis dan
dinamis, tidak terdapat benjolan, luka, scar dan nodul
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, tidak ditemukan rhonki dan wheezing.
F. Jantung
a. Inspeksi : Iktus kordis tampak pada ICS 5 kiri
b. Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 5 kiri
c. Perkusi :
- Batas jantung kanan : linea sternalis dekstra ICS IV
- Batas jantung kiri : 2 jari medial linea midclavikula sinistra
ICS V
d. Auskultasi : S I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
G. Abdomen
a. Inspeksi : Scar (-), luka (-), benjolan (-), massa (-)
b. Palpasi : Hepar tidak teraba, lien tidak teraba. Shifting dullness (-) ;
Nyeri tekan epigastrik (-)
c. Perkusi : Timpani
d. Auskultasi : Bising usus (+)
H. Ekstremitas
Atas : Akral hangat +/+, Edema -/-, clubbing finger -/-, scar (-), luka
(-), benjolan (-), massa (-), deformitas (-),
Bawah : Akral hangat +/+, Edema -/-, clubbing finger -/-, scar (-), luka
(-), benjolan (-), massa (-), deformitas (-).
Palpasi : pitting oedema (-), CRT < 3 detik
I. Pemeriksaan Status Neurologis
GCS : E4M5V6
TRM : Kaku kuduk (-)
Nervus kranialis
N. INormal
N.IISulit dinilai
N.III, IV, VISulit dinilai
N.V reflex: (+)
N.VII Sulit dinilai
N. VIII Tes auditorik : (-)
N.IX,X
Arcus faring : simetris
Uvula : di tengah
Disfonia : (-)
Disfagia : (-)
Gag refleks (-)
N. XI
M. sternokleidomastoideus : dapat
melawan tahanan
M. trapezius : dpt melawan tahanan
N.XII :
Lidah : fasikulasi (-) tremor (-) atrofi (-),
deviasi (-)
Trofi : Eutrofi
Tonus : Normotonus, kecuali lengan kiri tidka dapat dinilai
Sistem Motorik : Ekstremitas : Atas 5555 | 5555
: Bawah 5555 | 5555
Sistem Sensorik
Sulit dinilai
Fungsi Otonom
Sulit mendapatkan data
Reflek Fisiologis
Dalam batas normal
Reflek Patologi
Tidak terdapat reflex patologi
D. Diagnosa Medis
• Demensia
E. Diagnosa Fungsional
1. Impairment : penurunan kemampuan kognitif,
2. Disability : susah dalam bersosialisasi
3. Handicap : -
F. Sindrom Geriatri
Intellectual impairment
G. Pemeriksaan Anjuran
- Darah Rutin
H. Anjuran Tata Laksana
- Memeliharaan diet gizi - Latihan yang tepat- Terapi rekreasi dan aktivitas
I. Prognosis
Ad Vitam : dubia ad bonam
Ad functinam : dubia ad malam
Ad sananctionam : dubia ad malam
BAB II
PENGKAJIAN MASALAH
2.1 Demensia
- Anamnesis : Terdapat pembicaraan yang tidak nyambung dan berulang-ulang, hasil
MMSE = 0
- Pemeriksaan Fisik : -
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
DEMENSIA
3.1 DefinisiBeberapa definisi demensia dikemukakan sebagai berikut:
a. Sindroma demensia dapat didefinisikan sebagai deteriorasi atau kemunduran
kapasitas intelektual yang diakibatkan oleh penyakit di otak. Sindrom ini ditandai
oleh gangguan kognitif, emosional, dan psikomotor. Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorder (DSM) IIIR menambahkan bahwa agar dapat
digolongkan sebagai demensia, kemunduran fungsi luhur yang diderita harus
sedemikian rupa sehingga mengganggu pekerjaannya, aktivitas sosial atau hubungan
dengan orang lain.
b. DSM IV (1994) mendefinisikan demensia sebagai sindrom yang diakibatkan oleh
banyak kelainan yang ditandai oleh gangguan tingkat inteletual yang sebelumnya
lebih tinggi. Gangguan mencakup memori dan bidang kognitif lainnya (termasuk
berbahasa, orientasi, kemampuan konstruksional, berfikir abstrak, kemampuan
memecahkan persoalan dan praksis) dan harus cukup berat sehingga mengganggu
kemampuan okupasional atau sosial atau keduanya. Perubahan kepribadian dan afek
sering dijumpai.
c. Demensia adalah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan daya kognitif
global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun bersamaan dengan
perubahan tabiat yang dapat berkembang secara mendadak atau sedikit demi sedikit
pada tiap orang dari semua golongan usia.
d. Demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan
oleh penyakit otak, yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran.
Pasien demensia harus mempunyai gangguan memori selain kemampuan mental lain
seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial.
Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan
sosial secara bermakna.
e. Demensia adalah suatu sindroma klinis dengan terjadinya kemunduran intelektual.
Demensia pada umumnya melibatkan deteriorasi pada memori satu atau lebih fungsi
intelektual lain seperti bahasa, berpikir tempat dan orientasinya, pemecahan masalah,
dan berpikir abstrak.
3.2. Epidemiologi
Demensia cukup sering dijumpai pada lansia, menimpa sekitar 10 % kelompok usia di
atas 65 tahun dan 47% kelompok usia di atas 85 tahun. Pada sekitar 10-20 % kasus
demensia bersifat reversibel atau dapat diobati. Secara keseluruhan prevalensi demensia
pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6 %. Data dari pemeriksaan otopsi
menunjukkan bahwa demensia Alzheimer, jenis multi-infark serta jenis campuran
(Alzheimer+multi-infark) merupakan penyebab yang paling sering dijumpai. Prevalensi
Alzheimer lebih tinggi pada wanita dan demensia multi-infark lebih banyak dijumpai
pada pria. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit
Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab
tersering demensia. Demensia lain yang lebih jarang adalah demensia tipe Lewy body,
demensia fronto-temporal (FTD), dan demensia pada penyakit Parkinson.3
3.3. Klasifikasi Demensia
Demensia diklasifikasikan menjadi 6 , yaitu :
a. Penyakit Alzheimer
Demensia Alzheimer adalah jenis yang paling umum dari demensia, dan disebabkan
oleh berkurangnya sel otak. Demensia Alzheimer merupakan penyakit keturunan,
oleh sebab itu cenderung muncul pada keluarga. Walaupun bersifat genetik, tidak
berarti semua keluarga akan mendapatkan penyakit ini. Pada penyakit ini, sel di
dalam area otak yang mengendalikan fungsi mental dan memori dihancurkan oleh
protein abnormal yang tersimpan di dalam otak. Orang dengan penyakit Alzheimer
juga mempunyai tingkat bahan kimia otak yang kurang dari normal disebut
neurotransmitter sebagai pengendali fungsi penting otak. Penyakit Alzheimer tidak
tetap dan tidak diketahui perawatannya, akan tetapi, pengobatan dapat memperlambat
progresivitas penyakit.
b. Demensia Vaskular
Demensia vaskular merupakan jenis demensia yang paling umum dan disebabkan
oleh peredaran darah yang lemah ke otak. Pada multi infark demensia, beberapa
stroke ringan atau infark muncul di tempat aliran darah beredar minimal ke bagian
otak. Peningkatan demensia vaskular dapat terjadi pada langkah langkah yang tidak
diketahui. Dengan demensia jenis ini, pengendalian tekanan darah yang baik, tidak
mengkonsumsi rokok, pengendalian penyakit yang dapat menyebabkan gangguan
vaskular dapat membantu menghambat kemajuan penyakit ini.
c. Penyakit Parkinson
Penderita penyakit ini secara khas mengalami kekauan otot, bermasalah pada saat
berbicara, dan tremor. Demensia dapat berkembang secara lambat pada penyakit ini,
tetapi tidak semua orang dengan penyakit parkinson mempunyai demensia.
Pemikiran, memori, perkataan, dan pengambilan keputusan paling mungkin
berpengaruh.
d. Lewy Body Dementia
Penyakit demensia jenis ini disebabkan cadangan protein mikroskopik abnormal di
dalam sel saraf, disebut lewy body, cadangan protein ini menghancurkan sel dari
waktu ke waktu. Cadangan ini dapat menyebabkan gejala khas dari penyakit
Parkinson, seperti kekakuan otot dan tremor, seperti halnya demensia serupa dengan
penyakit Alzheimer. Lewy body dementia lebih mempengaruhi pemikiran, perhatian
dan konsentrasi dibandingkan bahasa dan memori. Seperti penyakit Alzheimer, lewy
body dementia tidak tetap dan tidak diketahui tatalaksananya. Penggunaan obat-
obatan pada penyakit Alzheimer dapat bermanfaat untuk beberapa orang dengan
penyakit ini.
e. Alcohol-related dementia
Kerusakan otak dapat disebabkan oleh konsumsi alkohol yang terlalu banyak. Hal
penting untuk orang dengan jenis demensia ini adalah berhenti total mengkonsumsi
alkohol, agar penyakit ini tidak berkembang lebih lanjut.
f. Pick disease (frontotemporal demensia/FTD)
Pick disease adalah bentuk keanehan yang jarang merusak sel di bagian depan otak.
Perubahan kepribadian dan perilaku pada umumnya lebih dulu muncul dibandingkan
permasalahan bahasa dan kehilangan memori.
3.4. Patobiologi Dan Patogenesis
Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik,
neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano
bodies. Plak neuritik mengandung b-amyloid ekstraseluler yang dikelilingi neuritis
distrofik, sementara plak difus (nonneuritik) adalah istilah yang kadang digunakan untuk
deposisi amiloid tanpa abnormalitas neuron. Deteksi adanya Apo E di dalam plak B-
amyloid dan studi mengenai ikatan high avidity antara Apo E dengan B-amyloid
menunjukkan bukti hubungan antara amiloidogenesis dan Apo E. Plak neuritik juga
mengandung protein komplemen, mikroglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein
fase akut, sehingga komponen inflamasi juga diduga terlibat pada pathogenesis penyakit
Alzheimer. Gen yang mengkode the amyloid precursor protein (APP) terletak pada
kromosom 21, menunjukkan hubungan potensial patologi penyakit Alzheimer dengan
sindrom down (trisomy-21), yang diderita oleh semua pasien penyakit Alzheimer yang
muncul pada usia 40 tahun. Diagnosis penyakit Alzheimer dapat ditegakkan dengan
adanya plak senilis dalam jumlah tertentu. Jumlah plak meningkat seiring bertambahnya
usia, dan plak ini juga muncul di jaringan otak usia lanjut yang tidak demensia. Hal ini
juga dilaporkan bahwa satu dari tiga orang berusia 85 tahun yang tidak demensia
mempunyai deposisi amyloid yang cukup di korteks serebri untuk memenuhi kriteria
diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah ini mencerminkan fase preklinik dari
penyakit masih belum diketahui.
Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung tau
yang terhiperfosforilasi pada pasangan filamen heliks. Individu usia lanjut yang normal
juga diketahui mempunyai neurofibrillary tangles di bebrapa lapisan hipokampus dan
korteks entohirnal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neokorteks pada seseorang tanpa
demensia. Neurofibrillary tangles ini tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer dan juga
timbul pada penyakit lain, seperti subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), demensia
pugilistika (boxer’s dementia), dan the parkinsonian dementia complex of Guam.
Pada demensia vaskular patologi yang dominan adalah adanya infark
multipel dan abnormalitas sunstansia alba. Infark jaringan otak yang terjadi setelah stroke
dapat menyebabkan demensia bergantung pada volume total korteks yang rusak dan
hemisfer mana yang terkena. Umumnya demensia muncul pada stroke yang mengenai
beberapa bagian otak/multi-infract dementia/atau hemisfer kiri otak. Sementara
abnormalitas substansia alba (diffuse white matter disease atau leukoaraiosis atau
penyakit Binswanger) biasanya terjadi berhubungan dengan infark lakunar. Abnormalitas
substansia alba ini dapat ditemukan pada pemeriksaan MRI pada daerah subkorteks
bilateral, berupa gambaran hiperdens abnormal yang umumnya tampak di beberapa
tempat. Abnormalitas substansia alba ini juga dapat timbul pada suatu kelainan genetik
yang dikenal sebagai cerebral autosomal dominant artheriopathy with subaortical
infarcts and leukoencephalopathy/CADASIL, yang secara klinis terjadi demensia yang
progresif yang muncul pada dekade kelima sampai ketujuh kehidupan pada beberapa
anggota keluarga yang mempunyai riwayat migrain dan stroke berulang tanpa hipertensi.
Petanda anatomis pada fronto-temporal dementia (FTD) adalah terjadinya atrofi
yang jelas pada lobus temporal dan/atau frontal, yang dapat dilihat pada pemeriksaan
pencitraan saraf (neuroimaging) seperti MRI dan CT. Atrofi yang terjadi terkadang
sangat tidak simetris. Secara mikroskopis selalu didapatkan gliosis dan hilangnya neuron,
serta pada beberapa kasus terjadi pembengkakan dan penggelembungan neuron yang
berisi inklusi sitoplasma. Sementara pada demensia dengan lewy body, sesuai dengan
namanya, gambaran neuropatologinya adalah adanya lewy body di seluruh korteks,
amigdala, korteks singulata, dan substansia nigra. Lewy body adalah cytoplasmic
inclusion intraneuron yang terwarnai dengan periodic acid-Schiff (PAS) dan ubiquitin,
yang terdiri dari neurofilamen lurus sepanjang 7 sampai 20 nm yang dikelilingi material
amorfik. Lewy body dikenali melalui antigen terhadap protein neurofilamen yang
terfosforilasi, ubiquitin, dan protein presinaps yang disebut alfa-synuclein. Jika pada
seorang penderita demensia tidak ditemukan gambaran patologis selain adanya lewy body
maka kondisi ini disebut diffuse lewy body disease, sementara bila ditemukan juga plak
amiloid dan neurofibrillary tangles maka disebut varian Lewy body dari penyakit
Alzheimer.
Defisit neurotransmitter utama pada penyakit Alzheimer, juga pada demensia tipe
lain, adalah sistem kolinergik. Walaupun sistem noradenergik dan serotonin,
somatostatisn-like reactivity, dan corticotropin-releasing factor juga berpengaruh pada
penyakit Alzheimer, defisit asetilkolin tetap menjadi proses utama penyakit dan menjadi
target sebagian besar terapi yang tersedia saat ini untuk penyakit Alzheimer.
3.5. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Demensia
a. Aktivitas Fisik Dan Aktivitas Kognitif
Pada penelitian Verghese, dkk (2003) dilaporkan bahwa demensia berhubungan
dengan berkurangnya partisipasi dalam mengisi waktu senggang. Jenis aktivitas harus
melibatkan fungsi kognitif dan fisik. Kegiatan fisik yang dapat dilakukan antara lain
bermain tenis, bersepeda, berjalan kaki, atau mengerjakan pekerjaan rumah.
Sedangkan kegiatan yang menggunakan fungsi kognitif, yaitu membaca buku atau
koran, menulis, mengisi teka teki silang, permainan kartu, partisipasi dalam kelompok
diskusi, atau memainkan alat musik.
Kegiatan olahraga dapat menenangkan pikiran, memperbaiki daya ingat,
mengurang kecemasan dan depresi. Selain itu, olahraga dapat menolong otak untuk
berfungsi dengan baik secara intelek. Pengaruh olahraga terhadap kesehatan mental
dijelaskan pada teori sebagai berikut :
1. Endogenous Opioids
Dalam tubuh manusia, adanya satu sistem hormon yang berfungsi sebagai morfin
disebut “endogenous opioids”. Reseptornya terdapat di dalam hipotalamus dan
sistem limbik otak, daerah yang berhubungan dengan emosi dan tingkah laku
manusia. Sistem hormon ini, salah satunya adalah beta-endorfin, bukan hanya
mengurangi rasa nyeri dan memberikan kekuatan, tetapi juga menambah daya
ingat, menormalkan selera seks, tekanan darah, dan ventilasi. Saat berolahraga,
kelenjar pituitari menambah produksi beta-endorfin dan sebagai hasilnya beta-
endorfin naik di dalam darah kemudian dialirkan juga ke otak, sehingga
mengurangi nyeri, cemas, depresi, dan perasaan letih.
2. Gelombang Otak Alfa
Penelitian Dr. James Wiese melaporkan bahwa selama olahraga, ada penambahan
gelombang alfa di otak. Gelombang alfa di otak ini sudah lama diketahui
berhubungan dengan rileks dan keadaan santai seperti pada waktu bermeditasi.
Gelombang alfa ini terlihat pada seseorang yang jogging dari 20-30 menit, dan
tetap dapat diukur setelah olahraga tersebut berakhir. Para peneliti
mengemukakan bahwa bertambahnya kekuatan gelombang alfa memberikan
kontribusi kepada kejiwaan, termasuk berkurangnya kecemasan dan depresi.
3. Penyalur Saraf otak
Olahraga akan memperlancar transmisi saraf di dalam otak manusia. Dr. Charles
Ransford menyampaikan dalam penelitiannya, bahwa olahraga dapat
meningkatkan tingkat norepinefrin, dopamin, dan serotonin di dalam otak, dengan
demikian mengurangi depresi. Telah terbukti bahwa neurotransmitter seperti
norepinefrin dan serotonin terlibat dalam depresi dan skizofrenia. Penelitian
menunjukkan bahwa stress dan depresi berhubungan dengan berkurangnya
norepinefrin di dalam otak atau tergangguanya norepinefrin dan serotonin terjadi
pada seseorang yang depresi. Penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga
manambah norepinefrin dan serotonin dalam otak. Dengan dasar ini maka
disimpulkan bahwa berkurangnya depresi pada mereka yang berolahraga
disebabkan meningkatnya kadar norepinefrin atau serotonin di delam otak.
b. Tingkat pendidikan
Pada beberapa penelitian melaporkan bahwa tingkat pendidkan berhubungan
signifikan dengan kejadian demensia. Menurut The Canadian Study of Health and
Aging Tahun 1994 dalam Purnakarya tahun 2008 dijelaskan bahwa lansia dengan
tingkat pendidikan yang rendah berpeluang 4 kali mengalami demensia dibandingkan
lansia berpendidikan tinggi.
c. Umur
Umur merupakan faktor risiko utama terhadap kejadian demensia. Hubungan ini
berbanding lurus yaitu semakin meningkatnya umur semakin tinggi pula risiko
kejadian demensia. Satu dari 50 orang pada kelompok umur 65-70 tahun berisiko
demensia, sedangkan satu dari lima orang pada kelompok umur lebih dari 80 tahun
berisiko demesia.
d. Jenis Kelamin
Demensia lebih banyak dialami perempuan. Akan tetapi, tidak ada perbedaan
signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian demensia, hal ini menunjukkan
bahwa laki-laki maupun perempuan memiliki peluang yang sama untuk
berkembangnya demensia.
e. Genetik
Beberapa pasien demensia memiliki gen demensia. Namun, sebagian orang yang
memiliki gen demensia hanya sedikit yang berkembang gen nya menjadi demensia.
f. Riwayat penyakit
Penyakit infeksi dan metabolisme yang tidak ditangani serta diabaikan dapat memicu
terjadinya demensia. Penyebab demensia dibagi menjadi 3 kelompok meliputi
demensia idiopatik, demensia vaskular, dan demensia sekunder. Penyakit penyebab
demensia dikemukakan pada table 2.2
Tabel 2.2 Penyakit Penyebab Demensia
A. Demensia ‘ideopatik”(gangguan degeneratif primer atau metabolik)1. A. Penyakit Alzheimer (AD)
B. Demensia senilis jenis Alzheimer (SDAT)
Degenerasi primer terutama di pariotemporal
2. Penyakit pick Degenerasi primer terutama di lobus frontal
3. A. Khorea HuntingtonB. Parkinsonisme dengan demensiaC. Palsy supranukler progresifD. Sklerosis lateral amiotropik (ALS) dengan demensia
Degenerasi primer terutama subkortikal
4. Lain – lainB. Demensia vaskular
1. Demensia multi – infarkA. Subkortikal (status lakuner)B. KortikalC. Campuran kortikal subkortikal
2. Infark yang letaknya strategis3. Ensefalopati hipertensif
Penyakit Binswanger
4. Demensia hipoksis / hemodinamik5. Perdarahan otak non – traumatik dengan
demensia6. Bentuk campuran
C. Demensia sekunder1. Infeksi2. Metabolik dan endokrin3. Gangguan nutrisi4. Gangguan autoimun5. Intoksikasi6. Trauma7. Stress
Sumber : Lumbantobing (1997)
g. Kebiasaan merokok
Satu batang rokok yang dibakar mengeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti
nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hidrogen sianida, amonia, dan lain-
lain. Secara singkat, bahan-bahan ini dibagi menjadi dua golongan besar yaitu
komponen gas dan komponen padat. Komponen padat dibagi menjadi nikotin dan tar.
Tar adalah kumpulan dari ratusan atau bahkan ribuan bahan kimia dalam komponen
padat asap rokok setelah dikurangi nikotin dan air. Tar ini mengandung bahan-bahan
karsinogen yang dapat menyebabkan kanker. Tar pada rokok juga dikaitkan dengan
kerusakan kromosom pada manusia. Penelitian pada binatang percobaan menemukan
bahwa asap rokok menyebabkan perubahan genetik, gangguan kromosom,
menghambat perbaikan DNA yang rusak serta mengganggu sistem enzimatik. Selain
itu dampak rokok terhadap jantung, paru-paru, dan sistem vascular dapat
meningkatkan risiko demensia.
h. Riwayat benturan di kepala
Seseorang yang mengalami cedera berulang pada kepala atau kecelakaan mobil
meningkatkan risiko demensia. Luka pada kepala yang parah atau berulang-ulang
berada pada risiko lebih tinggi dari perkembangan demensia. Hal ini karena benturan
atau cedera kepala menyebabkan proses penyakit pada individu yang peka. Orang
yang sudah menderita luka kepala serius karena tinju cenderung akan menderita satu
jenis demensia, dikenal sebagai demensia pugilistica, hal ini serupa dengan demensia
disebabkan timbul beserta luka di kepala.
i. Asupan zat gizi
Gizi dilihat sebagai salah satu faktor untuk mencegah penyakit Alzheimer atau jenis
demensia lain. Bayak penelitian menunjukkan bahwa stress oksidatif dan akumulasi
radikal bebas terlibat dalam patofisiologi penyakit. Radikal bebas yang melampaui
batas bertanggung jawab terhadap peroksidasi lemak berlebihan, hal ini dapat
mempercepat proses degenerasi saraf. Harapan hidup meningkat terutama
berhubungan dengan menurunnya patologi penyakit degeneratif, terutama
memperlambat munculnya penyakit degeneratif otak.
3.6. Diagnosis
Evaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukan dari berbagai segi,
karena selain menetapkan seorang pasien mengalami demensia atau tidak, juga harus
ditentukan berat ringannya penyakit, serta tipe demensianya. Hal ini berpengaruh pada
penatalaksanaan dan prognosisnya. Kriteria diagnosis demensia mencakup :
1. Kemampuan intelektual menurun sedemikian rupa sehingga mengganggu
pekerjaan dan lingkungan. Pasien dengan gangguan kognitif tanpa bukti adanya
kemunduran fungsional yaitu kinerja di pekerjaan dan di masyarakat tidak
terganggu, tidak memenuhi kriteria demensia menurut DSM IV. Pasien ini sering
diklasifikasikan dengan berbagai sebutan, benign senescent forgetfulness atau age
associated memory. Pada follow-up, banyak dari pasien ini kemudian ternyata
menderita demensia yang progresif.
2. Defisit kognitif selalu melibatkan fungsi memori, biasanya didapatkan gangguan
berfikir abstrak, menganalisis masalah, gangguan pertimbangan, afasia, apraksia,
kesulitan konstruksional dan perubahan kepribadian.
3. Pasien dalam keadaan sadar.
a. Anamnesis
Waktu mengambil anamnesis, banyak segi kemampuan mental atau fungsi luhur
yang dapat dinilai. Waktu menanyakan alamat, pekerjaan, riwayat pendidikan,
keadaan keluarga, telah dapat diperoleh kesan mengenai memori, kelancaran
berbicara, kooperasi, dan cara mengucapkan kata.
Dari keluarga dan orang yang dekat dengan pasien, dapat diperoleh data
mengenai mulainya serta cepatnya perburukan gejala, gangguan kepribadian, tingkah
laku, serta adanya depresi. Perlu ditelusuri melalui anamnesis dan aloanamnesis
mengenai kesulitan dalam pekerjaan, dan kesulitan dalam pergaulan. Apakah pasien
menjadi tidak suka berkonversasi, meninggalkan hobinya atau minatnya, suka
tersesat di lingkungan yang sudah dikenal, perubahan kepribadian, menjadi mudah
kesal, humor berkurang. Telusuri perjalanan demensianya, apakah mendadak, lambat
laun, gradual, seperti anak tangga/step-wise, progresif, stasioner. Telusuri apakah
ada keluhan lain atau gejala lain dan bagaimana perjalanannya, misalnya:
hemiparesis, afasia dan nyeri kepala.
b. Pemeriksaan Keadaan Mental
Dari bentuk gangguan mental tidak jarang kita dapat menduga diagnosis etiologi. Tes
mental harus mencakup penilaian atensi, orientasi, memori jangka pendek dan jangka
panjang, berbahasa, praksis, hubungan visuospasial, berhitung dan pertimbangan.
Instrumen untuk menyaring keadaan mental yang cukup digemari oleh
neurologi adalah Mini Mental State Examination (MMSE), oleh Folstein dkk, 1975.
Gambar 1 . Mini Mental State ExaminationSumber : Folstein, dkk. 1975c. Pemeriksaan Fisik Dan Neurologis
Pemeriksaan fisik dan neurologis pada pasien dengan demensia dilakukan untuk
mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat
dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Umumnya penyakit Alzheimer tidak
menunjukkan gangguan sistem motorik kecuali pada tahap lanjut. Kekakuan motorik
dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus, atau berbagai
gangguan motorik lain umumnya timbul pada demensia frontotemporal, lewy body
dementia, atau demensia multi-infark. Penyebab sistemik seperti defisiensi vitamin
B12, intoksikasi logam berat, dan hipotiroidisme dapat menunjukkan gejala yang
khas. Yang tidak boleh dilupakan adalah adanya gangguan pendengaran dan
penglihatan yang menimbulkan kebingungan dan disorientasi pada pasien yang sering
disalahartikan sebagai demensia.
d. Pemeriksaan Penunjang
Umumnya dilakukan pemeriksaan darah berikut : hitung darah tepi, elektrolit serum
(termasuk kalsium), glukosa, ureum kreatinin, funsi hepar, fungsi tiroid, kadar
vitamin B12 di serum, serologi terhadap sifilis. Tes lain atas indikasi, dapat
mencakup laju endap darah, foto rontgen toraks, analisis urin, pungsi lumbal.
DAFTAR PUSTAKA
• Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing; 2009.
• Martono H Hadi, Pranaka H Hadi. Buku Ajar Geriatri. Edisi IV. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2011.
• L. Ambardani, R. Peran Latihan Fisik Dalam Manajemen Terpadu Osteoartrtis.
• Lumbantobing. Neurogeriatri. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia; 2011
• Folstein, MF, Folstein, SE, Mchugh, PR. Mini-mental state - practical method for
grading cognitive state of patients for clinician. Journal of Psychiatric Research
1975;12:189–98.
• Lumbantobing. Kecerdasan Pada Usia Lanjut dan Demensia. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI; 2006
• Karp A., Stephanie PG, Wanga H, at al. Mental Physical and Social Components
Leisure Activities Equally Contribute to Decrease Dementia Risk. Dementia and
Geriatric Disorder, 21:65-73; 2006.