Download - Lp Hipertensi
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
KELUARGA PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI
Oleh :
SGD 2
Komang Tri Budi Utami 1002105001
Ni Luh Gede Prabayati 1002105007
Made A Perama Pradnyani 1002105009
Ni Ketut Rahajeng Intan H 1002105016
Ni Komang Sri Widiani 1002105033
I Gusti Agung Novi Lindaswari 1002105038
Ni Made Indah Hermayoni 1002105039
Ni Made Desy Pratiwi 1002105043
I Putu Septiawan 1002105068
I Made Someita 1002105077
Putu Pamela Kenwa 1002105081
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA
2013
LEARNING TASK
SGD II
Hari/tanggal : Selasa/ 24 September 2013
Topik : Pendekatan asuhan keperawatan keluarga dengan berbagai
masalah kesehatan
Tugas: Susunlah makalah berupa laporan pendahuluan untuk pendekatan asuhan
keperawatan keluarga dengan masalah:
Kelompok 1: Anak usia sekolah dengan diare
Kelompok 2: Post stroke karena hipertensi
Kelompok 3: Tuberculosis
Kelompok 4: Kecacatan pada salah satu anggota keluarga
Kelompok 5: Balita yang mengalami ISPA
Kelompok 6: Lansia yang mengalami Diabetes mellitus
Kelompok 7: salah satu anggota keluarga mengalami gangguan jiwa
Kleompok 8: Ibu hamil dengan risiko tinggi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi kini menjadi masalah global karena prevalensinya yang terus
meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti merokok, obesitas,
inaktivitas fisik dan stres psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi
menduduki peringkat pertama penyakit yang paling sering dijumpai. Hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas
140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia,
hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik
90 mmHg (Sheps,2005).
Menurut WHO dan the International Society of Hypertension (ISH), saat ini
terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya
meninggal setiap tahunnya. Tujuh dari setiap 10 penderita tersebut tidak
mendapatkan pengobatan secara adekuat. Di Indonesia masalah hipertensi
cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat
menjadi 27,5% pada tahun 2004. Kelompok Kerja Serebrokardiovaskuler FK
UNPAD/RSHS tahun 1999, menemukan prevalensi hipertensi sebesar 17,6%, dan
MONICA Jakarta tahun 2000 melaporkan prevalensi hipertensi di daerah urban
adalah 31,7%. Sementara untuk daerah rural (Sukabumi) FKUI menemukan
prevalensi sebesar 38,7%. Hasil SKRT 1995, 2001 dan 2004 menunjukkan
penyakit kardiovaskuler merupakan penyakit nomor satu penyebab kematian di
Indonesia dan sekitar 20–35% dari kematian tersebut disebabkan oleh hipertensi
Hipertensi adalah keadaan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala
yang akan berlanjut untuk suatu target organ seperti stroke (untuk otak), penyakit
jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan left ventricle hypertrophy
(untuk otot jantung). Dengan target organ di otak yang berupa stroke, hipertensi
adalah penyebab utama stroke yang membawa kematian tinggi. Menurut
Gunawan (2001) penyebab hipertensi diantaranya karena faktor keturunan, ciri
dari perseorangan serta kebiasaan hidup seseorang. Seseorang memiliki
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi. Oleh karenanya pengelolaan hipertensi oleh keluarga sangat
penting untuk mencegah terjadinya hipertensi dan menanggulangi komplikasi
akibat hipertensi.
Keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat merupakan klien
keperawatan dan keluarga sangat berperan dalam menentukan cara asuhan yang
diperlukan anggota keluarga yang sakit. Bila dalam keluarga tersebut salah satu
anggotanya mengalami masalah kesehatan maka sistem dalam keluarga akan
terpengaruhi, penderita hipertensi biasanya kurang mendapatkan perhatian
keluarga, apabila keluarga kurang dalam pengetahuan tentang perawatan
hipertensi, maka berpengaruh pada perawatan yang tidak maksimal. Menurut
Friedman (1999) perilaku perawatan hipertensi berhubungan dengan keluarga
terhadap penderita hipertensi, dimana keluarga dapat menjadi faktor yang sangat
berpengaruh dalam menentukan progam perawatan, karena keluarga berfungsi
sebagai sistem pendukung bagi anggotayang menderita hipertensi yang menuntut
pengorbanan ekonomi, sosial, psikologis yang lebih besar dari keluarga. Untuk
menciptakan suatu kondisi yang sehat dan terkontrol, maka keluarga diharapkan
mempunyai pengetahuan dan sikap tentang penyakit hipertensi agar tercipta suatu
perilaku perawatan yang tepat pada penderita hipertensi, dalam hal pencegahan,
penatalaksanaan yang benar, cepat pada penderita hipertensi (Notoatmodjo, 2003).
Penatalaksanaan hipertensi seperti kepatuhan diet, modifikasi lingkungan,
dan sebagainya merupakan hal penting yang dapat mengontrol hipertensi pada
pasien. Dalam melaksanakan pengobatan hipertensi ini, dukungan dan motivasi
kepada pasien penting dilakukan oleh keluarga, karena keluarga memberikan
pengaruh yang penting dalam mempercepat kesembuhan pasien. Dengan
pemberian edukasi yang dilakukan oleh perawat kepada keluarga mengenai
hipertensi dan cara penanggulangannya diharapkan tekanan darah pasien berada
dalam kisaran normal serta mencegah terjadinya kekambuhan stroke pada anggota
keluarga yang menderita stroke sebelumnya akibat hipertensi.
B. Tujuan pembuatan laporan
Tujuan pembuatan laporan pendahuluan ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga mengenai hipertensi dan
cara mengontrolnya.
2. Mencegah terjadinya kekambuhan stroke pada pasien.
3. Menanggulangi faktor resiko terjadinya hipertensi pada keturunan pasien.
4. Meningkatkan kesehatan pada pasien dan keluarganya serta kesehatan pada
masyarakat sekitar dengan cara penyebaran informasi kesehatan dari keluarga
ke masyarakat lain
BAB II
ISI
A. KONSEP DASAR PENYAKIT :
1. Definisi
Hipertensi secara umum adalah tekanan darah persisten dimana tekanan darah
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan darah diastoliknya diatas 90 mmHg
tetapi pada populsi lansia didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg
dan diastoliknya 90 mmHg (Brunner and Suddarth, 2002).
Menurut WHO yang dikutip oleh Slamet Suyono (2001:253) batas tekanan
darah yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan tekanan darah
sama dengan atau lebih dari 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.
Secara umum seseorang dikatakan menderita hipertensi jika tekanan darah
sistolik/diastolik 140/90 mmHg (normalnya 120/80 mmHg).
Menurut Jan A. Staessen, et.al., Seseorang dikatakan hipertensi apabila
tekanan darah sistolik (TDS) ≥140 mmHg atau tekanan darah diatolik (TDD)
≥ 90 mmHg.
Menurut Kaplan :
a. Pria usia kurang dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan darah
pada waktu berbaring atau sama dengan 130/90 mmHg.
b. Pria usia lebih dari 45 tahun, dikatakan hipertensi apabila tekanan
darahnya diatas 145/95 mmHg.
c. Pada wanita tekanan darah diatas atau sama dengan 160/90 mmHg
dinyatakan hipertensi.
2. Epidemiologi
Insiden hipertensi makin meningkat dengan meningkatnya usia. Ini sering
disebabkan oleh perubahan alamiah di dalam tubuh yang mempengaruhi jantung,
pembuluh darah dan hormon. Hipertensi pada yang berusia kurang dari 35 tahun
akan menaikkan insiden penyakit arteri koroner dan kematian prematur
(Tambayong, 2000). Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama kematian
di Amerika Serikat. Sekitar seperempat jumlah penduduk dewasa menderita
hipertensi, dan insidennya lebih tinggi dikalangan Afro-Amerika setelah usia
remaja. Penderita hipertensi tidak hanya beresiko tinggi menderita penyakit
jantung, tetapi juga menderita penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal dan
pembuluh darah. Makin tinggi tekanan darahnya, makin besar risikonya (Price &
Wilson, 2006)
Berdasarkan hasil penelitian tahun 2009 di Indonesia dan di setiap
Provinsi didapatkan hasil Prevalensi tertinggi ditemukan di Provinsi Kalimanta
Selatan (39,6%), sedangkan terendah di papua barat (20,1%). Prevalensi
hipertensi nasional berdasarkan pengukuran saja adalah 28,3%; Provinsi dengan
prevalensi tertinggi tetap kalimantan selatan (35,00), yang terendah juga tetap
Papua Barat (17,6%). Berdasarkan jenis kelamin, proporsi laki-laki pada
kelompok hipertensi lebih tinggi dibandingkan kontrol dan laki-laki secara
bermakna berisiko hipertensi 1,25 kali daripada perempuan. Berdasarkan prilaku
merokok, responden yang dulu pernah merokok setiap hari pada hipertensi lebih
tinggi (4,9%) daripada kelompok yang tidak merokok dan risiko prilaku pernah
merokok ini secara bermakna ditemukan sebesar 1,11 kali dibandingkan yang
tidak pernah merokok. (Ekowati,2009)
3. Penyebab
Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu
hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya
dijumpai lebih kurang 90 % dan hipertensi sekunder yang penyebabnya diketahui
yaitu 10 % dari seluruh hipertensi. Menurut Sunarta Ann dan peneliti lain,
berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori
besar, yaitu:
a. Hipertensi Primer
Artinya hipertensi yang belum diketahui penyebabnya dengan jelas.
Berbagai faktor yang diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer
seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas (keturunan). Sekitar
90 % pasien hipertensi diperkirakan termasuk dalam kategori ini. Pengobatan
hipertensi primer sering dilakukan adalah membatasi konsumsi kalori bagi mereka
yang kegemukan (obes), membatasi konsumsi garam, dan olahraga. Obat
antihipertensi mungkin pula digunakan tetapi kadang-kadang menimbulkan efek
samping seperti meningkatnya kadar kolesterol, menurunnya kadar natrium (Na)
dan kalium (K) didalam tubuh dan dehidrasi.
b. Hipertensi Sekunder
Artinya penyebab boleh dikatakan telah pasti yaitu hipertensi yang
diakibatkan oleh kerusakan suatu organ. Yang termasuk hipertensi sekunder
seperti : hipertensi jantung, hipertensi penyakit ginjal, hipertensi penyakit jantung
dan ginjal, hipertensi diabetes melitus, dan hipertensi sekunder lain yang tidak
spesifik.
Faktor pemicu hipertensi dibedakan atas:
a. Faktor yang tidak dapat diubah/dikontrol
1) Umur
Hipertensi erat kaitannya dengan umur, semakin tua seseorang semakin
besar risiko terserang hipertensi. Umur lebih dari 40 tahun mempunyai risiko
terkena hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena hipertensi lebih
besar sehingga prevalensi hipertensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu
sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur 60 tahun. Arteri
kehilangan elastisitasnya atau kelenturannya dan tekanan darah seiring
bertambahnya usia, kebanyakan orang hipertensinya meningkat ketika berumur
lima puluhan dan enam puluhan. Dengan bertambahnya umur, risiko terjadinya
hipertensi meningkat. Meskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun
paling sering dijumpai pada orang berusia 35 tahun atau lebih. Sebenarnya wajar
bila tekanan darah sedikit meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini
disebabkan oleh perubahan alami pada jantung, pembuluh darah dan hormon.
Tetapi bila perubahan tersebut disertai faktor-faktor lain maka bisa memicu
terjadinya hipertensi.
2) Jenis Kelamin
Bila ditinjau perbandingan antara wanita dan pria, ternyata terdapat angka
yang cukup bervariasi. Dari laporan Sugiri di Jawa Tengah didapatkan angka
prevalensi 6,0% untuk pria dan 11,6% untuk wanita. Prevalensi di Sumatera Barat
18,6% pria dan 17,4% perempuan, sedangkan daerah perkotaan di Jakarta
(Petukangan) didapatkan 14,6% pria dan 13,7% wanita. Ahli lain mengatakan pria
lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita dengan rasio sekitar 2,29
mmHg untuk peningkatan darah sistolik. Sedangkan menurut Arif Mansjoer, dkk,
pria dan wanita menapouse mempunyai pengaruh yang sama untuk terjadinya
hipertensi. Menurut MN. Bustan bahwa wanita lebih banyak yang menderita
hipertensi dibanding pria, hal ini disebabkan karena terdapatnya hormon estrogen
pada wanita.
3) Riwayat Keluarga
Menurut Nurkhalida, orang-orang dengan sejarah keluarga yang
mempunyai hipertensi lebih sering menderita hipertensi. Riwayat keluarga dekat
yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko terkena
hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang memiliki hipertensi dan
penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi 2-5 kali lipat. Dari data statistik
terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya menderita hipertensi. Menurut Sheps,
hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan. Jika seorang dari orang tua
kita mempunyai hipertensi maka sepanjang hidup kita mempunyai 25%
kemungkinan mendapatkannya pula. Jika kedua orang tua kita mempunyai
hipertensi, kemungkunan kita mendapatkan penyakit tersebut 60%.
4) Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar monozigot
(satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang penderita yang
mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial) apabila dibiarkan secara
alamiah tanpa intervensi terapi, bersama lingkungannya akan menyebabkan
hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50 tahun akan timbul tanda
dan gejala.
b. Faktor yang dapat diubah/dikontrol
1) Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan. Selain dari
lamanya, risiko merokok terbesar tergantung pada jumlah rokok yang dihisap
perhari. Seseorang lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan
hipertensi dari pada mereka yang tidak merokok. Zat-zat kimia beracun, seperti
nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok, yang masuk kedalam
aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan proses aterosklerosis dan hipertensi. Nikotin dalam tembakau
merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah segara setelah isapan pertama.
Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-
pembuluh darah amat kecil didalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah.
Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap
nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin
(adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.
Setelah merokok dua batang saja maka baik tekanan sistolik maupun diastolik
akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai
30 menit setelah berhenti mengisap rokok. Sementara efek nikotin perlahan-lahan
menghilang, tekanan darah juga akan menurun dengan perlahan. Namun pada
perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari.
2) Konsumsi Asin/Garam
Secara umum masyarakat sering menghubungkan antara konsumsi garam
dengan hipertensi. Garam merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme
timbulnya hipertensi. Pengaruh asupan garam terhadap hipertensi melalui
peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah. Keadaan ini akan
diikuti oleh peningkatan ekskresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan
hemodinamik (sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi esensial
mekanisme ini terganggu, di samping ada faktor lain yang berpengaruh. Reaksi
orang terhadap natrium berbeda-beda. Pada beberapa orang, baik yang sehat
maupun yang mempunyai hipertensi, walaupun mereka mengkonsumsi natrium
tanpa batas, pengaruhnya terhadap tekanan darah sedikit sekali atau bahkan tidak
ada. Pada kelompok lain, terlalu banyak natrium menyebabkan kenaikan darah
yang juga memicu terjadinya hipertensi. Garam merupakan faktor yang sangat
penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan
pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari
3 gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang rendah, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat menjadi
15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui
peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah. Garam
menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh, karena menarik cairan diluar sel
agar tidak keluar, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada
manusia yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah
rata-rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya rata-
rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari
setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari. Menurut Alison Hull,
penelitian menunjukkan adanya kaitan antara asupan natrium dengan hipertensi
pada beberapa individu. Asupan natrium akan meningkat menyebabkan tubuh
meretensi cairan yang meningkatkan volume darah.
3) Konsumsi Lemak Jenuh
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh erat kaitannya dengan peningkatan berat
badan yang berisiko terjadinya hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga
meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan
darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan yang
bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya
yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber
dari tanaman dapat menurunkan tekanan darah.
4) Penggunaan Jelantah
Jelantah adalah minyak goreng yang sudah lebih dari satu kali dipakai
untuk menggoreng, dan minyak goreng ini merupakan minyak yang telah rusak.
Bahan dasar minyak goreng bisa bermacam-macam seperti kelapa, sawit, kedelai,
jagung dan lain-lain. Meskipun beragam, secara kimia isi kendungannya
sebetulnya tidak jauh berbeda, yakni terdiri dari beraneka asam lemak jenuh
(ALJ) dan asam lemak tidak jenuh (ALTJ). Dalam jumlah kecil terdapat lesitin,
cephalin, fosfatida, sterol, asam lemak bebas, lilin, pigmen larut lemak,
karbohidrat dan protein. Hal yang menyebabkan berbeda adalah komposisinya,
minyak sawit mengandung sekitar 45,5% ALJ yang didominasi oleh lemak
palmitat dan 54,1% ALTJ yang didominasi asam lemak oleat sering juga disebut
omega-9. minyak kelapa mengadung 80% ALJ dan 20% ALTJ, sementara minyak
zaitun dan minyak biji bunga matahari hampir 90% komposisinya adalah ALTJ.
Penggunaan minyak goreng sebagai media penggorengan bisa menjadi rusak
karena minyak goreng tidak tahan terhadap panas. Minyak goreng yang tinggi
kandungan ALTJ-nya pun memiliki nilai tambah hanya pada gorengan pertama
saja, selebihnya minyak tersebut menjadi rusak. Bahan makanan kaya omega-3
yang diketahui dapat menurunkan kadar kolesterol darah, akan tidak berkasiat bila
dipanaskan dan diberi kesempatan untuk dingin kemudian dipakai untuk
menggoreng kembali, karena komposisi ikatan rangkapnya telah rusak. Minyak
goreng terutama yang dipakai oleh pedagang goreng-gorengan pinggir jalan,
dipakai berulang kali, tidak peduli apakah warnanya sudah berubah menjadi
coklat tua sampai kehitaman. Alasan yang dikemukakan cukup sederhana yaitu
demi mengirit biaya produksi. Dianjurkan oleh Ali Komsan, bagi mereka yang
tidak menginginkan menderita hiperkolesterolemi dianjurkan untuk membatasi
penggunaan minyak goreng terutama jelantah karena akan meningkatkan
pembentukan kolesterol yang berlebihan yang dapat menyebabkan aterosklerosis
dan hal ini dapat memicu terjadinya penyakit tertentu, seperti penyakit jantung,
darah tinggi dan lain-lain.
5) Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol
Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Peminum alkohol berat
cenderung hipertensi meskipun mekanisme timbulnya hipertensi belum diketahui
secara pasti. Orang-orang yang minum alkohol terlalu sering atau yang terlalu
banyak memiliki tekanan yang lebih tinggi dari pada individu yang tidak minum
atau minum sedikit. Menurut Ali Khomsan konsumsi alkohol harus diwaspadai
karena survei menunjukkan bahwa 10 % kasus hipertensi berkaitan dengan
konsumsi alkohol. Mekanisme peningkatan tekanan darah akibat alkohol masih
belum jelas. Namun diduga, peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume
sel darah merah serta kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan
darah. Diperkirakan konsumsi alkohol berlebihan menjadi penyebab sekitar 5-
20% dari semua kasus hipertensi. Mengkonsumsi tiga gelas atau lebih minuman
berakohol per hari meningkatkan risiko mendapat hipertensi sebesar dua kali.
Bagaimana dan mengapa alkohol meningkatkan tekanan darah belum diketahui
dengan jelas. Namun sudah menjadi kenyataan bahwa dalam jangka panjang,
minum-minuman beralkohol berlebihan akan merusak jantung dan organ-organ
lain.
6) Obesitas
Obesitas atau kegemukan dimana berat badan mencapai indeks massa
tubuh > 25 (berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (m)) juga merupakan
salah satu faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Obesitas merupakan ciri
dari populasi penderita hipertensi. Curah jantung dan sirkulasi volume darah
penderita hipertensi yang obesitas lebih tinggi dari penderita hipertensi yang tidak
obesitas. Pada obesitas tahanan perifer berkurang atau normal, sedangkan aktivitas
saraf simpatis meninggi dengan aktivitas renin plasma yang rendah. Olah raga
ternyata juga dihubungkan dengan pengobatan terhadap hipertensi. Melalui olah
raga yang isotonik dan teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari)
dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Selain
itu dengan kurangnya olah raga maka risiko timbulnya obesitas akan bertambah,
dan apabila asupan garam bertambah maka risiko timbulnya hipertensi juga akan
bertambah. Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran mengkonsumsi makanan
yang mengandung tinggi lemak. Obesitas meningkatkan risiko terjadinya
hipertensi karena beberapa sebab. Makin besar massa tubuh, makin banyak darah
yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini
berarti volume darah yang beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat
sehingga memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan
juga meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air. Menurut
Alison Hull dalam penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara berat
badan dan hipertensi, bila berat badan meningkat diatas berat badan ideal maka
risiko hipertensi juga meningkat. Penyelidikan epidemiologi juga membuktikan
bahwa obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Dibuktikan
juga bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan timbulnya hipertensi
dikemudian hari. Pada penelitian lain dibuktikan bahwa curah jantung dan volume
darah sirkulasi pasien obesitas dengan hipertensi lebih tinggi dibandingkan
dengan penderita yang mempunyai berat badan normal dengan tekanan darah
yang setara. Obesitas mempunyai korelasi positif dengan hipertensi. Anak-anak
remaja yang mengalami kegemukan cenderung mengalami tekanan darah tinggi
(hipertensi). Ada dugaan bahwa meningkatnya berat badan normal relatif sebesar
10 % mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg. Oleh karena itu,
penurunan berat badan dengan membatasi kalori bagi orang-orang yang obes bisa
dijadikan langkah positif untuk mencegah terjadinya hipertensi. Berat badan dan
indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama
tekanan darah sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5
kali lebih tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada
penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30 % memiliki berat badan lebih.
7) Olahraga
Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi, karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan
menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dikaitkan dengan peran obesitas pada
hipertensi. Kurang melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan
timbulnya obesitas dan jika asupan garam juga bertambah akan memudahkan
timbulnya hipertensi. Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita
hipertensi karena meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak
aktif juga cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin
keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan yang
dibebankan pada arteri.
8) Stres
Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf
simpatis, yang dapat meningkatkan tekanan darah secara bertahap. Apabila stress
menjadi berkepanjangan dapat berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Hal
ini secara pasti belum terbukti, akan tetapi pada binatang percobaan yang
diberikan pemaparan tehadap stress ternyata membuat binatang tersebut menjadi
hipertensi. Menurut Sarafindo (1990) yang dikutip oleh Bart Smet, stres adalah
suatu kondisi disebabkan oleh transaksi antara individu dengan lingkungan yang
menimbulkan persepsi jarak antara tuntutan-tuntutan yang berasal dari situasi
dengan sumber daya sistem biologis, psikologis dan sosial dari seseorang. Stres
adalah yang kita rasakan saat tuntutan emosi, fisik atau lingkungan tak mudah
diatasi atau melebihi daya dan kemampuan kita untuk mengatasinya dengan
efektif. Namun harus dipahami bahwa stres bukanlah pengaruh-pengaruh yang
datang dari luar itu. Stres adalah respon kita terhadap pengaruh-pengaruh dari luar
itu. Stres atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, bingung, cemas, berdebar-
debar, rasa marah, dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang kelenjar
anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih
cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres
berlangsung cukup lama, tubuh berusaha mengadakan penyesuaian sehingga
timbul kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat
berupa hipertensi atau penyakit maag. Menurut Slamet Suyono stres juga
memiliki hubungan dengan hipertensi. Hal ini diduga melalui saraf simpatis yang
dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten. Apabila stress berlangsung
lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Stres dapat
meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stres sudah hilang
tekanan darah bisa normal kembali. Peristiwa mendadak menyebabkan stres dapat
meningkatkan tekanan darah, namun akibat stress berkelanjutan yang dapat
menimbulkan hipertensi belum dapat dipastikan.
9) Penggunaan Estrogen
Estrogen meningkatkan risiko hipertensi tetapi secara epidemiologi belum
ada data apakah peningkatan tekanan darah tersebut disebabkan karena estrogen
dari dalam tubuh atau dari penggunaan kontrasepsi hormonal estrogen.12 MN
Bustan menyatakan bahwa dengan lamanya pemakaian kontrasepsi estrogen (± 12
tahun berturut-turut), akan meningkatkan tekanan darah perempuan. Oleh karena
hipertensi timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor sehingga dari
seluruh faktor yang telah disebutkan diatas, faktor mana yang lebih berperan
terhadap timbulnya hipertensi tidak dapat diketahui dengan pasti. Oleh karena itu
maka pencegahan hipertensi yang antara lain dapat dilakukan dengan menjalankan
gaya hidup sehat menjadi sangat penting.
4. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa >18 tahun menurut Joint
National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure / JNC VI
Kategori TD sistolik (mmHg) TD diastolik (mmHg)
Optimal <120 <80
Normal <130 <85
Normal – Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi
Derajat 1 (ringan) 140-159 90-99
Derajat 2 (sedang) 160-179 100-109
Derajat 3 (berat) ≥180 ≥110
Hipertensi sistolik terisolasi ≥140 <90
5. Patofisiologi
Peningkatan tekanan darah/hipertensi dipengaruhi oleh curah jantung yang
meningkat dan tekanan pada dinding perifer yang meningkat sebagai faktor
seperti keturunan, obesitas, konsumsi garam yang berlebihan, konsumsi alkohol,
merokok. Olahraga yang kurang berperan penting dalam peningkatan tekanan
darah pada hipertensi primer.
Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meningkatkan dan
tekanan perifer normal disebabkan oleh peningkatan aktifitas saraf simpatik. Pada
tahap selanjutnya curah jantung dan tekanan perifer meningkat karena reflek
antiregulasi (mekanisme tubuh untuk mempertahankan keadaan hemodinamik
yang normal) karena curah jantung meningkat terjadi konstriksi shugfer pre
kapiler. Hal ini disebabkan oleh adanya kelainan struktural pada pembuluh darah
terjadi hipertensi dinding pembuluh darah, sedangkan pada jantung terjadi
pencegahan dinding ventrikel adanya penyempitan pada dinding pembuluh darah
dan mengakibatkan terjadinya vase kontraksi pembuluh darah.
Vase kontraksi dari pembuluh darah dapat mengakibatkan aliran darah ke
ginjal menyebabkan pelepasan renin, produksi renin di pengaruhi oleh stimulasi
syaraf simpatis, renin merangsang pembentukan Angiotensin I yang kemudian
diubah menjadi Angiotensin II yang merangsang skresraldosteron oleh kortek
adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Akibat dari vase kontriksi
pembuluh darah mengakibatkan perifer meningkat sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah. Hal ini menyebabkan kerusakan vaskuler. Kerusakan vaskuler
akibat hipertensi terlihat jelas pada seluruh pembuluh perifer. Perubahan vaskuler
dapat berupa perubahan vaskuler retina yang dapat mengganggu fungsi
penglihatan. (Tembayang, 2000: 899)
6. Tanda Dan Gejala
Menurut Elizabeth J. Corwin, sebagian besar tanpa disertai gejala yang
mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah mengetahui hipertensi bertahun-
tahun berupa:
Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler. Peninggian tekanan
darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi komplikasi pada ginjal,
mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala, epistaksis, marah,
telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang
dan pusing.
7. Diagnosis
Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga
tujuan:
a) Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
b) Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya
penyakit, serta respon terhadap pengobatan.
c) Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit
penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan
pengobatan.
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-satunya
tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah yang
akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran seperti faktor
pasien, faktor alat dan tempat pengukuran. Anamnesis yang dilakukan meliputi
tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang
berkaitan seperti penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya.
Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan
penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok,
konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga,
pekerjaan, dan lain-lain). Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan
darah dua kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang
dengan kontrolatera
8. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran TD ( baring dan berdiri )
mencari kerusakan organ sasaran ( retinopati, gangguan neurologi, payah jantung
kongestif, altadiseksi ). Perlu dibedakan komplikasi krisis hipertensi dengan
kegawatan neurologi ataupun payah jantung, kongestif dan oedema paru. Perlu
dicari penyakit penyerta lain seperti penyakit jantung koroner.
9. Komplikasi
Stroke
Stroke dapat terjadi akibat perdarahan tekanan tinggi otak, atau akibat
embolus yang terlepas dari pembuluh darah non-otak yang terpajan tekanan
tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang
memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan penebalan, sehingga aliran darah ke
daerah-daerah yang diperdarahi berkurnag. Arteri-arteri otak yang mengalami
aterosklerosis dapat melemah dan kehilangan elastisitasnya sehingga
meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma.
Infark Miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerosis
tidak dapat menyuplai darah yang cukup oksigen ke miokardium atau apabila
terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui arteri koroner. Karena
hipertensi kronik dan hipertrofi ventirkel, maka kebutuhan oksigen miokardium
mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung yang
menyebabkan infark. Hipertrofi ventrikel dapat menimbulkan perubahan-
perubahan waktu hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,
hipoksia jantung dan peningkatan pembentukan pembekuan.
Gagal Ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi kerena kerusakan progresif akibat tekanan yang
tinggi pada kapiler-kapiler ginjal, yaitu glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus,
darah akan mengalir ke unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan
dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membran
glomerulus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid
plasma berkurang menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi
kronik
Ensefalopati
Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna. Tekanan yang
sangat tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan
mendorong cairan ke dalam ruangan interstitium di seluruh susunan saraf pusat.
Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.
10. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif Mansjoer, dkk., pemeriksaan penunjang meliputi
pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan
menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau mencari penyebab
hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer lengkap, kimia darah
(kalium, natrium, kreatinin, gula arah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL).
Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens kreatinin,
protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi.
Pemerikasaan kadar ureum dan kreatinin dalam darah dipakai untuk
menilai fungsi ginjal. Kadar kretinin serum lebih berarti dibandingkan dengan
ureum sebagai indikator laju glomerolus (glomerolar filtration rate) yang
menunjukkan derajat fungsi ginjal, Pemeriksaan yang lebih tepat adalah
pemeriksaan klirens atau yang lebih popular disebut creatinin clearance test
(CTC). Pemeriksaan kalium dalam serum dapat membantu menyingkirkan
kemungkinan aldosteronisme primer pada pasien hipertensi. Menurut Slamet
Suyono, pemeriksaan urinalisa diperlukan karena selain dapat membantu
menegakkan diagnosis penyakit ginjal, juga karena proteinuria ditemukan pada
hampir separuh pasien. Sebaiknya pemeriksaan dilakukan pada urin segar. Selain
hal diatas, sumber lain juga menyebutkan pemeriksaan yang bisa dilakukan
adalah:
a. Pemeriksaan Laboratorium yaitu:
Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume
cairan(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapatdiakibatkan
oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal danada
DM.
b. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
c. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
d. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,perbaikan
ginjal.
e. Photo dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,pembesaran
jantung.
11. Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari hipertensi yaitu:
Anxiety Disorders
Apnea, Sleep
Cardiomyopathy, Cocaine
Cardiomyopathy, Hypertrophic
Congestive Heart Failure and Pulmonary Edema
Hyperaldosteronism, Primary
Hyperthyroidism, Thyroid Storm, and Graves Disease
Myocardial Infarction
Stroke, Hemorrhagic
Stroke, Ischemic
Toxicity, Amphetamine
Toxicity, Phencyclidine
(Meena S Madhur, 2013)
Menurut Jonathan N. Bella (2013) diagnosa banding dari hipertensi antara
lain:
Drug-induced
Chronic renal failure
Renal artery stenosis
Aortic coarctation
Sleep apnea, obstructive
Hyperaldosteronism
Hypothyroidism
Hyperthyroidism
Cushing syndrome
Pheochromocytoma
Acromegaly
Collagen vascular disease
12. Prognosis
Bila seseorang mengalami tekanan darah tinggi dan tidak mendapatkan
pengobatan dan pengontrolan secara teratur (rutin), maka ini dapat membawa
penderita ke dalam kasus-kasus serius bahkan kematian. Tekanan darah tinggi
yang terus menerus menyebabkan jantung seseorang bekerja extra keras, akhirnya
kondisi ini berakibat terjadinya kerusakan pada pembuluh darah jantung, ginjal,
otak dan mata. Penyakit hipertensi ini merupakan penyebab utama dari stroke dan
serangan jantung. Tekanan darah tinggi tidak memberikan peringatan atau gejala
yang khas. Jika tidak dikontrol dapat menyebabkan penyakit jantung, ginjal,
stroke dan kebutaan.
13. Konsep Keluarga
a. Definisi
Menurut Duvall dan Logan ( 1986 ), Keluarga adalah sekumpulan orang
dengan ikatan perkawinan, kelahiran, dan adopsi yang bertujuan untuk
menciptakan, mempertahankan budaya, dan meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional, serta sosial dari tiap anggota keluarga.
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah
tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan, atau adopsi. Mereka saling
berinteraksi satu dengan yang lain, mempunyai peran masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya (Bailon & Maglaya, 1978 ).
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Departemen Kesehatan RI,
1988). Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah :
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah,
perkawinan atau adopsi
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap
memperhatikan satu sama lain
3. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai
peran sosial : suami, istri, anak, kakak dan adik
4. Mempunyai tujuan : menciptakan dan mempertahankan budaya,
meningkatkan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
Jadi dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah sekumpulan dua orang atau
lebih yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, hubungan darah, hidup
dalam satu rumah tangga, memiliki kedekatan emosional, dan berinteraksi satu
sama lain yang saling ketergantungan untuk menciptakan atau mempertahankan
budaya, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial setiap
anggota dalam rangka mencapai tujuan bersama.
b. Tipe Keluarga
Bentuk dan tipe keluarga dibedakan berdasarkan keluarga tradisional dan
keluarga non tradisional. Menurut Allender & Spradley (2001), membagi tipe
keluarga berdasarkan :
1. Keluarga tradisional
Keluarga inti (nuclear family) yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri
dan anak kandung atau anak angkat
Keluarga besar (extended family) yaitu keluarga inti ditambah dengan
keluarga lain yang mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek,
paman dan bibi.
Keluarga Dyad yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri tanpa anak.
Single parent yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua dengan
anak kandung atau anak angkat, yang disebabkan karena perceraian atau
kematian.
Single adult, yaitu rumah tangga yang hanya terdiri dari seorang dewasa
saja.
Keluarga usia lanjut yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami istri yang
berusia lanjut.
2. Keluarga non tradisional
Commune family, yaitu lebih dari satu keluarga tanpa pertalian darah
hidup serumah.
Orang tua (ayah/ ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup
bersama dalam satu rumah tangga.
Homoseksual yaitu dua individu yang sejenis kelamin hidup bersama
dalam satu rumah tangga.
Menurut Maclin (1988), pembagian tipe keluarga:
1. Keluarga tradisional
Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak-anak
yang hidup dalam rumah tangga yang sama
Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu kelurga hanya dengan satu orang
yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah atau ditinggalkan.
Pasangan inti, hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa anak atau tidak
ada anak yang tinggal bersama mereka.
Bujang dewasa yang tinggal sendirian.
Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai pencari nafkah, istri
tinggal di rumah dengan anak sudah kawin atau bekerja.
Jaringan keluarg besar : terdiri dari dua keluarga inti atau lebih atau
anggota keluarga yang tidak menikah hidup berdekatan dalam daerah
geografis.
2. Keluarga non tradisional.
Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi tidak menikah
(biasanya terdiri dari ibu dan anak saja).
Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempunyai anak.
Keluarga gay/ lesbian adalah pasangan yang berjenis kelamin sama
hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.
Keluarga komuni adalah rumah tangga yang terdiri dari lebih satu
pasangan monogami dengan anak-anak, secara bersama
menggunakan fasilitas, sumber dan memiliki pengalaman yang sama.
c. Fungsi Keluarga
1. Fungsi afektif
Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi kebutuhan
pemeliharaan kepribadian dari anggota keluarga. Merupakan respon dari keluarga
terhadap kondisi dan situasi yang dialami tiap anggota keluarga baik senang
maupun sedih, dengan melihat bagaimana cara keluarga mengekspresikan kasih
sayang.
2. Fungsi sosialisasi
Fungsi sosialisasi tercermin dalam melakukan pembinaan sosialisasi pada
anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini anak, memberikan batasan
perilaku yang boleh dan tidak boleh pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya
keluarga. Bagaimana keluarga produktif terhadap sosial dan bagaimana keluarga
memperkenalkan anak dengan dunia luar dengan belajar berdisiplin, mengenal
budaya dan norma melalui hubungan interaksi dalam keluarga sehingga mampu
berperan dalam masyarakat.
3. Fungsi perawatan kesehatan
Fungsi perawatan kesehatan keluarga merupakan fungsi keluarga dalam
melindungi keamanan dan kesehatan seluruh anggota keluarga serta menjamin
pemenuhan kebutuhan perkembangan fisik, mental dan spiritual, dengan cara
memelihara dan merawat anggota keluarga serta mengenali kondisi sakit tiap
anggota keluarga.
4. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi, untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti sandang,
pangan, papan dan kebutuhan lainnya melalui keefektifan sumber dana keluarga.
Mencari sumber penghasilan guna memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan
penghasilan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
5. Fungsi biologis
Fungsi biologis, bukan hanya ditujukan untuk meneruskan keturunan
tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan generasi
selanjutnya.
6. Fungsi psikologis
Fungsi psikologis, terlihat bagaimana keluarga memberikan kasih saying
dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga, membina
pendewasaan kepribadian anggota keluarga dan memberikan identitas keluarga.
7. Fungsi pendidikan
Fungsi pendidikan diberikan keluarga dalam rangka memberikan
pengetahuan, ketrampilan, membentuk perilaku anak, mempersiapkan anak untuk
kehidupan dewasa, mendidik anak sesuai dengan tingkatan perkembangannya.
d. Tahapan dan tugas perkembangan keluarga
1. Tahap I : Keluarga Pemula
Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap pernikahan. Tugas
perkembangan keluarga saat ini adalah membangun perkawinan yang saling
memuaskan, menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis,
merencanakan keluarga berencana.
2. Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi sampai umur
30 bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk keluarga muda
sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memperluas persahabatan dengan keluarga besar dengan
menambahkan peran orang tua kakek dan nenek dan mensosialisasikan dengan
lingkungan keluarga besar masing-masing pasangan.
3. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua berumur 2-6
tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi kebutuhan
anggota keluarga, mensosialisasikan anak, mengintegrasikan anak yang baru
sementara tetap memenuhi kebutuhan anak yang lainnya, mempertahankan
hubungan yang sehat dalam keluarga dan luar keluarga, menanamkan nilai dan
norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur keluarga, menanamkan
keyakinan beragama, memenuhi kebutuhan bermain anak.
4. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan anak
termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan
dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan perkawinan yang
memuaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga,
membiasakan belajar teratur, memperhatikan anak saat menyelesaikan tugas
sekolah.
5. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan
kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan mandiri,
memfokuskan kembali hubungan perkawinan, berkomunikasi secara terbuka
antara orang tua dan anak-anak, memberikan perhatian, memberikan
kebebasan dalam batasan tanggung jawab, mempertahankan komunikasi
terbuka dua arah.
6. Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda (mencakup anak
pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan rumah)
Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda dengan tugas
perkembangan keluarga antara lain : memperluas siklus keluarga dengan
memasukkan anggota keluarga baru yang didapat dari hasil pernikahan anak-
anaknya, melanjutkan untuk memperbaharui dan menyelesaikan kembali
hubungan perkawinan, membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari
suami dan istri.
7. Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau pensiunan)
Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah
dan berakhir atau kematian salah satu pasangan. Tahap ini juga dimulai ketika
orang tua memasuki usia 45-55 tahun dan berakhir pada saat pasangan
pensiun. Tugas perkembangannya adalah menyediakan lingkungan yang sehat,
mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arah dengan lansia
dan anak-anak, memperoleh hubungna perkawinan yang kokoh.
8. Tahap VIII : Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa pensiun
terutama berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir
dengan pasangan lain meninggal. Tugas perkembangan keluarga adalah
mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan, menyesuaikan terhadap
pendapatan yang menurun, mempertahankan hubungan perkawinan,
menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan dan mempertahankan ikatan
keluarga antara generasi.
e. Tugas Keluarga
Untuk dapat mencapai tujuan asuhan keperawatan kesehatan keluarga,
keluarga mempunyai tugas dalam pemeliharaan kesehatan para anggotanya dan
saling memelihara Freeman (1981) membagi 5 tugas kesehatan yag harus
dilakukan oleh keluarga, yaitu:
1. Mengenal gangguan perkembangan setiap kesehatan anggotanya
2. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat
3. Memberika keperawatan kepada anggota keluarganya yang sakit, dan tidak
dapat membatu dirinya sendiri karena cacat atau usianya yang terlalu muda
4. Mempertahankan suasana dirumah yang mengutungkan kesehtan dan
perkembangan kepribadian anggota keluarga
5. Mempertahankan hubungan timbal balik antar keluarga dan lembaga-lembaga
kesehatan, yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik fasilitas-fasilitas
kesehatan yang ada.
14. Dukungan Keluarga dengan Anggota Keluarga yang memiliki Penyakit
Hipertensi
Hipertensi menyebabkan kualitas hidup anggota keluarga menurun.
Kualitas hidup merujuk pada kesejahteraan emosional, sosial dan fisik
seseorang. Untuk dapat meningkatkan kualitas hidup anggota keluarga
dengan hipertensi diperlukan pelaksaan tugas kesehatan keluarga yang
optimal yang meliputi mengenal masalah hipertensi, memutuskan tindakan
yang tepat, merawat anggota keluarga, memodifikasi lingkungan dan
memanfaatkan pelayanan kesehatan.
Dalam memelihara kesehatan anggota keluarga, keluarga sebagai
individu (klien) tetap berperan dalam melakukan peran sebagai anggota
keluarga. Peran yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga dalam
menjalankan tugas kesehatan keluarga terhadap anggota keluarga dengan
hipertensi, seperti mengenal masalah hipertensi pada lansia, membuat
keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi perawatan pada anggota
keluarga yang menderita hipertensi, mempertahankan suasana rumah yang
sehat, menggunakan fasilitas kesehatan yang ada (Friedman, 1998 dalam
Mubarak, 2009).
Manajemen yang efektif dalam mengatasi masalah hipertensi
memerlukan motivasi dan dukungan dari anggota keluarga. Keluarga sebagai
agen sosial utama dalam mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan.
Keluarga memainkan peran utama dalam berbagai aspek manajemen
hipertensi termasuk kepatuhan terhadap pengobatan, modifikasi gaya hidup
dan tindak lanjut kunjungan. Keluarga juga yang menentukan apakah harus
menggunakan pelayanan kesehatan atau tidak (Aboloje, 2010). Beberapa studi
telah membuktikan bahwa ketersediaan keluarga terutama yang melibatkan
pasangan untuk meningkatkan kepatuhan pengobatan mengakibatkan
penurunan tekanan darah yang signifikan, salah satunya penelitian Dalyoko
(2010) yang menunjukkan bahwa salah satu faktor dalam upaya pengendalian
hipertensi pada lansia adalah pengawasan dari pihak keluarga. Oleh karena
itu, sangat penting bagi keluarga penderita hipertensi untuk menyadari
pentingnya keterlibatan keluarga dalam mengontrol tekanan darah (Aboloje,
2010). Kesanggupan keluarga melaksanakan perawatan atau pemeliharaan
kesehatan dapat dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan
terhadap anggota keluarga sehingga anggota keluarga dapat melakukan
aktivitas dalam kehidupan sehari-hari dan dapat meningkatkan kualitas hidup
(Mubarak, dkk., 2006). Dalam hal ini, keluarga dapat berperan serta dalam
pengawasan dan pengaturan diet anggota keluarga yang hipertensi. Selain itu
keluarga juga berfungsi sebagai support agar anggota keluarga yang
hipertensi taat dalam menjalani pengobatan.
Dari berbagai strategi untuk meningkatkan kekuatan dalam melakukan
kemampuan merawat penderita hipertensi salah satunya dengan adanya
keterlibatan keluarga, dimana keluarga dapat melakukan perawatan dengan
tujuan untuk meningkatkan kesehatan penderita hipertensi sehari-harinya dan
tercipta status kesehatan yang optimal. Perilaku keluarga yang perduli sangat
diperlukan untuk menghadapi penderita yang membutuhkan perhatian. Dalam
dukungan emosional yang meliputi rasa empati, kepedulian dan perhatian
terhadap anggota keluarga yang sakit. Dengan perhatian yang berlebih maka
penderita hipertensi merasa tidak sendiri dalam menghadapi penyakitnya,
karena penyakit hipertensi merupakan penyakit seumur hidup dan
perawatannya pun seumur hidup. Dengan adanya peran serta keluarga yang
dilakukan dengan baik diharapkan dapat membantu penderita hipertensi
dalam melakukan perawatan sehari-hari, sesuai dengan anjuran yang
diberikan oleh tenaga kesehatan. Perlu diketahui bahwa penyakit hipertensi
tidak akan sembuh, untuk itu dibutuhkan suatu perilaku ketaatan jangka
panjang dan kesabaran yang ekstra selama hidupnya guna mempertahankan
kesehatannya (Friedman,1998).
DAFTAR PUSTAKA
Achjar, Komang Ayu Henny. 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga (Bagi
Mahasiswa Keperawatan dan Praktisi Perawat Perkesman). Denpasar :
Sagung Seto.
Arsana, T. 2011. Penyakit Hipertensi.
h ttp://www.penyakithipertensi.com/hipertensi-adalah-penyakit-tekanan-
darah-tinggi/
&sa=U&ei=q6JBUsnCOsmWigLPoYH4Dg&ved=OCBYQFjAD&usg=A
FQjCNHi3sPl2t2OP5e0gVazjOBBtmyBxg (online) diakses tanggal 24
september 2013
Bella, Jonathan N. 2013. Essential hypertension.
https://online.epocrates.com/noFrame/showPage.do?
method=diseases&MonographId=26&ActiveSectionId=35 (online)
diakses tanggal 24 September 2013
Brunner and Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Bustan, M.N., Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta,
1997; 29-38.
Gunawan-Lany, Hipertensi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2005; 9-19.
Kaplan M. Norman, Measurenment of Blood Pressure and Primary Hypertension:
Pathogenesis in Clinical Hypertension: Seventh Edition. Baltimore,
Maryland USA: Williams & Wilkins, 1998; 28-46.
Mandhur, Meena S. 2013. Hypertension Differential Diagnoses.
http://emedicine.medscape.com/article/241381-differential (online) diakses
tanggal 24 September 2013
Rahajeng, Ekowati. 2009. Prevalensi hipertensi dan Determinasinya di Indonesia
(Jurnal)
Sheps, Sheldon G, Mayo Clinic Hipertensi, Mengatasi Tekanan Darah Tinggi.
Jakarta: PT Intisari Mediatama, 2005; 26,158.
Sugiharto, Aris. 2007. Faktor-faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat (Studi
Kasus di Kabupaten Karanganyar) (Thesis)