LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK II
VOLUME MOLAL PARSIAL
Nama : Andriana Nur AiniNIM : 131810301010Kelompok : 5Fakultas / Jurusan : MIPA / KimiaAsisten : Cinde Puspita
LABORATORIUM KIMIA FISIKJURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMUNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Volume larutan ideal adalah jumlah volum komponen-
komponennya. Banyak hal yang berhubungan dengan volume molal
parsial hanya saja tidak menyadarinya. Contoh yang paling sederhana
yaitu sirup dan air dimana keduanya berinteraksi. Campuran ini juga
merupakan larutan biner yang mempunyai komposisi tertentu.
Campuran dapat dibedakan menjadi campuran homogen dan
campuran heterogen secara molekulernya (Dogra, 1990).
Campuran cair-cair atau larutan-larutan tentunya juga memiliki
sifat-sifat parsial seperti halnya yang terjadi pada campuran gas. Sifat-
sifat ini yang membantu dalam menjelaskan bagaimana nantinya
komposisi dari suatu campuran dan dapat digunakan untuk
menganalisis sifat-sifatnya. Sifat parsial lain yang paling mudah
digambarkan adalah volume molar gas. Mempelajari volume molar
parsial, dapat membantu kita menentukan seberapa banyak zat A atau
zat B yang ada dalam suatu campuran (Dogra, 1990).
1.2 Tujuan
Menentukan volume molal parsial komponen dalam larutan
\
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Material Safety Data Sheet
2.1.1.NaCl
Natrium klorida mempunyai wujud cairan pada suhu ruang,
mempunyai bau yang khas. Garam ini mempunyai berat molekul
sebesar 119.38 g/mol serta tidak berwarna. Titik didih dan titik lelehnya
berturut – turut yaitu 1413° C atau setara dengan 2575,4° F dan 801° C
yang setara dengan 1473,8 °F. Zat ini juga mempunyai suhu kritis
sebesar 263.33° C (506° F). Gravitasi spesifik bahan ini yaitu 1.484
serta tekanan uapnya sebesar 21.1 kPa pada suhu 20° C. Garam ini
sangat larut dalam air dingin. Kasus terjadi kontak , segera basuh mata
dengan banyak air selama setidaknya 15 menit. Kasus kontak kulit
harus segera siram kulit dengan banyak air (Anonim, 2015).
2.1.2 Akuades
Akuades merupakan H2O murni yang terbentuk dari distilasi air.
Akuades merupakan cairan tidak berwarna dan tidak berbau. Derajat
keasaman (pH) dari akuades adalah netral yaitu 7,0. Titik didih dan titik
lebur dari akuades berturut-turut adalah 100oC dan 0oC. Tekanan uap
dari akuades pada suhu 20oC adalah 17,5 mmHg. Massa jenis dari
akuades adalah 1,00 gram/cm3. Rumus formula akuades adalah H2O
dengan berat molekul 18,0134 gram/mol (Anonim, 2015).
Akuades yang mengenai mata, kulit, tertelan, atau juga terhisap
tidak menimbulkan gejala serius atau tidak berbahaya. Iritasi terjadi,
segera dibawa ke pihak medis. Air pada umumnya akuades tidak mudah
terbakar. Penyimpanan sebaiknya di wadah tertutup rapat (Anonim,
2015).
2.1.2.NH4Cl
NH4Cl atau ammonium klorida adalah bahan kimia yang berwujud
padat berbentuk bubuk. Padatannya berwarna putih. Ammonium klorida
tidak berbau dan dingin bila tersentuh tangan. Berat molekul senyawa
ini adalah 53,49 g/mol dengan pH sekitar 5,5. Titik didihnya adalah
520ºC, sedangkan akan terdekomposisi ketika mencapai titik lelehnya
yaitu pada suhu 338ºC. massa jenis senyawa ini adalah 1,53 (Anonim,
2015).
NH4Cl larut dalam air dingin, air panas, dan metanol. NH4Cl tidak
larut dalam dietil ter dan aseton. Ammonium klorida dapat terionisasi
menjadi ammonia dan asam klorida. Senyawa ini dapat menyebabkan
iritasi pada kulit, mata, dan pernapasan. NH4Cl yang terkena kulit dan
mata langsung dicuci atau disiram dengan air mengalir. Senyawa ini
bersifat higroskopis sehingga wadah harus dalam keadaan tertutup
(Anonim, 2015).
2.2. Dasar Teori
Molalitas atau molal dapat di definisikan sebagai jumlah mol
solute per kg solven. Berarti merupakan perbandingan antara jumlah
mol solute dengan massa solven dalam kilogram
molal=mol zat terlarutmassa pelarut
Larutan 1,00 molal maka larutan tersebut mengandung 1,00 mol zat
terlarut dalam 1,00 kg pelarut (Brady, 1990).
Volum molar parsial adalah kontribusi pada volum dari satu
komponen dalam sampel terhadap volum total. Volum molar parsial
komponen suatu campuran berubah – ubah tergantung pada komposisi,
karena lingkungan setiap jenis molekul berubah jika komposisinya
berubah dari murni ke b murni. Perubahan lingkungan molekuler dan
perubahan gaya yang bekerja antara molekul inilah yang menghasilkan
variasi sifat termodinamika campuran jika komposisinya berubah
(Atkins,1993).
Termodinamika terdapat 2 macam larutan yaitu larutan ideal dan
larutan tidak ideal. Suatu larutan dikatakan ideal jika larutan tersebut
mengikuti hukum Roult pada seluruh kisaran komposisi sistem tersebut.
Untuk larutan tidak ideal di bagi menjadi 2 yaitu:
1. Besaran molal parsial misalnya volume molal parsial dan entalpi
2. Aktivitas dan koefisien aktivitas
Secara matematis sifat molal parsial di definisikan sebagai berikut
J 1= J−n 1 J 1n 1
Dimana J1 adalah sifat molal parsial dari komponen ke –i. Secara fisik J
– n1J1 berarti kenaikan dalam besaran termodinamik J yang di amati
bila satu mol senyawa I ditambahkan ke suatu sistem yang besar
sehingga komposisinya tetap konstan (Dogra,1990).
Secara matematik, volume molal parsial didefinisikan sebagai
( ∂ V∂ n i
)T , p ,n j
=V i
dimana V i adalah volume molal parsial dari komponen ke-i. Secara fisik
V i berarti kenaikan dalam besaran termodinamik V yang diamati bila
satu mol senyawa i ditambahkan ke suatu sistem yang besar, sehingga
komposisinya tetap konstan (Dogra, 1990).
Temperatur dan tekanan konstan, persamaan di atas dapat ditulis
sebagai
dV =∑i
V i d ni , dan dapat diintegrasikan menjadi
V=∑i
V in i
Arti fisik dari integrasi ini adalah bahwa ke suatu larutan yang
komposisinya tetap, suatu komponen n1, n2,..., ni ditambah lebih lanjut,
sehingga komposisi relatif dari tiap-tiap jenis tetap konstan. Karenanya
besaran molal ini tetap sama dan integrasi diambil pada banyaknya mol
(Dogra, 1990).
Massa jenis suatu zat dapat ditentukan dengan berbagai alat,
salah satunya piknometer. Piknometer adalah suatu alat yang terbuat
dari kaca, bentuknya menyerupai botol parfum atau sejenisnya. Jadi,
piknometer merupakan alat yang digunakan untuk mengukur nilai
massa jenis atau densitas fluida. Beberapa macam ukuran piknometer,
tetapi umumnya volume piknometer yang banyak digunakan adalah 10
ml dan 25 ml, dimana nilai volume ini valid pada temperatureyang
tertera pada piknometer tersebut. Piknometer terdiri dari 3 bagian,
yaitu:
Tutup pikno : bagian tutup mempunyai lubang berbentuk saluran
kecil.
Termometer : mengamati bahwa zat yang diukur memiliki suhu yang
tetap.
Labu dari gelas: tempat meletakkan zat yang akan di ukur massa
jenisnya.
Penerapan atau aplikasi penentuan volume molal parsial yakni
berfungsi dalam volume molar parsial protein, analisis dekomposisi
volume, Perubahan volume pada transisi struktural protein, dan
perubahan volume pada ligan mengikat protein (Imai, 2007).
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Piknometer
Erlenmeyer
Labu ukur
Gelas beaker
Gelas ukur
3.1.2 Bahan
NaCl 3,0 M
Akuades
3.2 Cara Kerja
diambil 200 ml kemudian diencerkan larutan dengan konsentrasi ½;
¼; 1/6; 1/8 dari konsentrasi semula.
ditimbanglah piknometer kosong (We), piknometer penuh
dengan aquades (W0),
ditimbang piknometer yang berisi larutan NaCl (W) dan dicatat
massa masing-masing
dicatat temperatur di dalam piknometer serta densitas larutan
Larutan NaCl 3,0 M
Hasil
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 NaCl
KonsentrasiMassa
rata-ratad (g/mL)
m
(molal)
Ø
(mL/mol)
V1
(mL/mol)
V2
(mL/mol)
0,375 M 41,632 g 1,001 0,383 94,14 92,65 82,51
0,500 M 41,792 g 1,008 0,511 91,71 89,42 78,28
0,750 M 41,699 g 1,016 0,772 90,21 85,96 73,72
1,500 M 42,071 g 1,043 1,570 89,45 73,42 62,20
4.1.2 NH4Cl
KonsentrasiMassa
rata-ratad (g/mL) m (molal)
Ø
(mL/mol)
V1
(mL/mol)
V2
(mL/mol)
0,125 M 41,514 g 0,990 0,127 69,40 69,23 69,30
0,160 M 41,531 g 0,991 0,162 68,50 68,25 68,40
0,250 M 41,537 g 0,992 0,255 67,90 67,42 67,80
0,500 M 42,575 g 0,995 0,516 66,50 65,12 66,30
4.2 Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan volume molal parsial
komponen suatu larutan. Volume molal parsial merupakan kontribusi
pada volume dari suatu komponen dalam sampel terhadap volume
total. Percobaan menggunakan larutan NaCl, larutan NH4Cl dan
akuades. Alasan penggunaan NaCl dikarenakan NaCl merupakan larutan
elekrolit kuat yang akan terurai menjadi ion Na+ dan Cl- di dalam air dan
mampu menyerap air tanpa adanya penambahan volume suatu larutan,
sehingga disebut dengan volume molal parsial semu.
Percobaan diawali dengan menimbang berat piknometer kosong
dan berat piknometer yang berisi akuades. Tujuan mengukur berat
piknometer disini karena hasil berat piknometer kosong dan berat
piknometer berisi akuades akan digunakan dalam proses penghitungan
volume piknometer nantinya, dimana berat piknometer kosong
diasumsikan sebagai We dan berat piknometer berisi akuades
diasumsikan sebagai Wo.
Langkah pertama yaitu menegencerkan larutan NaCl 3 M menjadi
0,375 M; 0,500 M; 0,750 M; 1,500 M dari konsentrasi semula.
Selanjutnya yaitu menimbang 10 mL dari masing-masing larutan
menggunakan piknometer. Penimbangan dilakukan sebanyak 3 kali.
Proses penimbangan piknometer yang berisi larutan dimulai dari
konsentrasi larutan rendah ke konsentrasi tinggi, sehingga saat selesai
ditimbang piknometer tidak perlu dicuci terlebih dahulu hingga benar-
benar bersih. Hal ini dikarenakan konsentrasi yang kecil tidak akan
mempengaruhi banyaknya zat atau pengaruhnya diabaikan karena
terlalu kecil. Konsentrasi larutan yang besar dapat mempengaruhi
konsentrasi yang kecil dimana dimungkinkan akan menambah
konsentrasi menjadi lebih besar walaupun tidak terlalu besar.
Penimbangan dilakukan triplo sehingga menghasilkan nilai massa rata-rata
piknometer dan zat pada konsentrasi 0,375 M; 0,500 M; 0,750 M; 1,500 M masing-
masing adalah 41,632 g; 41,792 g; 42,699 g dan 42,071 g. Dari hasil data yang diperoleh
dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin berat pula
piknometer. Hal ini dapat terjadi karena penyusun dari larutan NaCl yang memiliki
konsentrasi besar lebih banyak mengandung zat NaCl daripada air sehingga beratnya
menjadi lebih besar. Massa molekul NaCl juga lebih besar daripada massa molekul H2O,
sehingga jika zat NaCl lebih banyak daripada air, maka massa yang dihasilkan juga
semakin besar.
Massa yang diperoleh ini tentunya akan mempengaruhi berat
jenis larutan, dimana berat jenis dapat diperoleh dari proses
penghitungan pembagian antara berat larutan dengan volume larutan.
Perbedaan konsentrasi larutan NaCl juga pasti akan menghasilkan
densitas yang berbeda-beda pula, dimana semakin tinggi konsentrasi
larutan maka densitasnya juga semakin besar. Hal ini disebabkan
karena semakin tinggi konsentrasi suatu larutan, menunjukkan jumlah
partikel dalam larutan tersebut semakin banyak. Pernyataan tersebut
dibuktikan dengan hasil percobaan yang menyatakan bahwa saat
konsentrasi larutan NaCl tertinggi yaitu 1,5 M, larutan memiliki nilai
densitas 1,043 g/ml. Konsentrasi 0,75 M densitas yang diperoleh
sebesar 1,016 g/ml, pada konsentrasi 0,500 M densitasnya 1,008 g/ml,
dan pada konsentrasi terendah yakni 0,375 M densitasnya 1,001 g/ml.
Langkah selanjutnya yaitu menghitung molalitas larutan untuk
mengetahui nilai molalitas yang dapat diketahui menggunakan rumus
M= 1dM
−Mr1000
Hasil dari pehitungan molalitas larutan NaCl dengan variasi konsentrasi 0,188 M ; 0,375
M ; 0,75 M dan 1,5 M adalah 0,188 mol.g-1; 0,379 mol.g-1; 0,765 mol.g-1 dan 1,60 mol.g-1.
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maka molalitasnya
juga semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin besarnya konsentrasi maka mol
zat terlarut yang terdapat dalam larutan semakin banyak sehingga berpengaruh pada
kenaikan molalitasnya.
Perhitungan berikutnya yaitu perhitungan nilai Φ yaitu volume
molal semu. Pengertian volume molal semu adalah volume yang
digunakan untuk menentukan volume molal komponen larutan. Volume
molal semu yang didapatkan dari yang kecil hingga besar berturut –
turut 94,14 cm-3/mol; 89,42 cm-3/mol; 90,21 cm-3/mol; dan 89,45 cm-
3/mol. Hasilnya kemudian diplotkan pada grafik. Grafik yang diperoleh
yaitu:
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.380
82
84
86
88
90
92
94
96
f(x) = − 12.5248397941579 x + 101.299642471689R² = 0.979144688614087
Grafik √m terhadap Φ
ϕLinear (ϕ)
Φ
√m
Grafik 1. hubungan antara Φ dengan konsentrasi
Persamaan yang diperoleh yaitu y = -12,525x + 101,3 dan nilai
R2 = 0,9791. Nilai R2 ini menunjukkan tingkat keakuratan dan kebenaran
dari suatu percobaan. Nilai R2 yang mendekati 1 menunjukkan bahwa
hasil dari percobaan tersebut mendekati yang sempurna. Nilai R yang
didapatkan yaitu mendekati satu sehingga data yang dihasilkan
mendekati kebenaran. Nilai d∅
d √m (slope) yang didapatkan sebesar -
12,525. Nilai ini kemudian digunakan untuk mencari nilai volume molal
parsial V1 dan V2. Grafik molal parsial yang diperoleh yaitu:
70 75 80 85 90 950
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
f(x) = − 0.0631563372179254 x + 6.20018283576516R² = 0.996518617910765
grafik V1 terhadap m
mLinear (m)
m
V1
Gambar 2. Hubungan antara volume molal pelarut dengan molaritas
60 65 70 75 80 850
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
f(x) = − 0.0603230862318947 x + 5.28361572896637R² = 0.983449876310227
grafik V2 terhadap m
M Linear (M)
m
V2
Gambar 3. Grafik hubungan antara volume molal pelarut dengan
molaritas
Grafik hubungan antara volume molal pelarut dengan molalitas
yaitu menghasilkan sebuah persamaan y = -38,28 + 104,3 dan R2 =
0.936. Grafik ini menjelaskan bahwa molalitas berbanding terbalik
dengan volume molal suatu zat. Sedangkan grafik hubungan antara
volume molal zat terlarut dengan molalitas y = -41,18x + 69,11 dan R2
= 0.919. Grafik ini menjelaskan bahwa molalitas berbanding terbalik
dengan volume molal suatu zat. Hal ini tidak sesuai dengan literatur
dimana semakin besar konsentrasinya maka semakin besar pula volume
molal zat terlarutnya.
Hubungan antara suhu dengan dengan volume molal menurut
literatur yaitu semakin tinggi suhu maka kelarutan zat dalam larutan
tersebut juga semakin besar. Maka semakin tinggi suhu volume molal
parsialnya juga akan semakin besar. Hal ini bisa dibuktikan jika
kelarutan suatu zat akan bertambah jika suhu dinaikkan dimana
menyebabkan konsentrasinya juga bertambah (Atkins, 1994).
Percobaan kali ini tidak menghitung pengaruh suhu terhadap volume
molalitas, hanya data berupa suhu sampel pada saat ditimbang dimana
suhu yang didapatkan hampir sama pada setiap konsentrasi. Hal ini
menyebabkan pengaruh terhadap suhu tidak dapat diketahui.
Bahan selanjutnya yaitu NH4Cl. Langkah prcobaan yang dilakukan
sama dengan langkah pada NaCl. Grafik volume molal semu yang
diperoleh yaitu:
0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.7565
65.566
66.567
67.568
68.569
69.570
f(x) = − 7.41132483097628 x + 71.7417529601255R² = 0.960389383521619
Grafik √m terhadap Φ
ΦLinear (Φ)
√m
Φ
Gambar 4. Grafik hubungan antara Φ dengan konsentrasi
Volume molal yang dihasilkan juga dapat diketahui dari grafik yang
diperoleh. Grafik tersebut yaitu:
64.5 65 65.5 66 66.5 67 67.5 68 68.5 69 69.50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
f(x) = − 0.0989117828768386 x + 6.94203990310099R² = 0.973153995514118
Grafik V1 terhadap m
MLinear (M)
m
V1
Gambar 5. Grafik hubungan antara volume molal pelarut dengan
molaritas
66 66.5 67 67.5 68 68.5 69 69.50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
f(x) = − 0.135283018867925 x + 9.45748113207547R² = 0.941179162898333
Grafik V2 terhadap m
mLinear (m)
m
V2
Gambar 6. Grafik hubungan antara volume molal pelarut dengan
molaritas
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa besarnya konsentrasi zat
maka massa yang diperoleh semakin besar. Hal ini dipengaruhi oleh
molekul yang terkandung didalam suatu senyawa.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu volume molal parsial
merupakan suatu konstribusi volume suatu komponen dalam sampel
terhadap volume total pada tekanan, dan temperatur tetap. Semakin
besar konsentrasi maka semakin besar pula berat jenis dan
molalitasnya. Semakin besar konsentrasi maka semakin besar juga
volum molal parsial zat terlarut dan berbanding terbalik dengan volume
molal zat pelarut. Volume molal parsial yang didapatkan untuk zat
terlarut NaCl dari konsentrasi besar ke kecil yaitu 1,570 molal; 0,772
nolal; 0,511 molal; 0,383 molal. Sedangkan pada NH4Cl dari konsentrasi
besar ke kecil yaitu 1,516 molal; 0,255 nolal; 0,162 molal; 0,127 molal.
5.2 Saran
Adapun saran dari praktikum ini yaitu penambahan prosedur
untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang memepengaruhi volume
molalitas.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. MSDS Akuades [serial online].
http://www.sciencelab.com/msds/php?msdsId=9924576. [diakses
pada tanggal 28 oktober 2015].
Anonim. 2015. MSDS NaCl [serial online].
http://www.sciencelab.com/msds/php?msdsId=9923450. [diakses
pada tanggal 28 oktober 2015].
Anonim. 2015. MSDS NH4Cl [serial online].
http://www.sciencelab.com/msds/php?msdsId=9924576. [diakses
pada tanggal 28 oktober 2015].
Atkins, PW. 1994. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.
Brady, Tony.1993. Kimia Untuk Universitas.Jakarta: Universitas
Indonesia.
Dogra,SK.1990.Kimia Fisik dan soal – soal.Jakarta:Universitas Indonesia.
Imai, T. 2007. Molecular Theory Of Partial Molar Volume and Its
Applications To Biomolecular Systems. Journal Of Condensed Matter
Physics. Vol. 10, No 3(51). Hal 343-361.
LAMPIRAN
A. Larutan NaCl 3,0 M
1. Pengenceran
a. Konsentrasi 1,5
M1 x V1 = M2 x V2
1,5 M x 50 mL = 3 M x V2
V2 = 75 mL
3=25 mL
b. Konsentrasi 0,75
M1 x V1 = M2 x V2
0,75 M x 50 mL = 3 M x V2
V2 = 37,5 mL
3=12,5 mL
c. Konsentrasi 0,50
M1 x V1 = M2 x V2
0,50 M x 50 mL = 3 M x V
V2 = 25 mL
3=8,3 mL
d. Konsentrasi 0,375
M1 x V1 = M2 x V2
0,375 M x 50 mL = 3 M x V2
V2 = 18,75 mL
3=6,25 mL
1. Berat jenis larutan
a. Konsentrasi 1,5
d = d0(W −W e)(W 0−W e)
= 0,99
gmL
(42,071 g−31,0873 g)
(41,5126 g−31,0873 g) = 1,043
gmL
b. Konsentrasi 0,75
d = d0(W −W e)(W 0−W e)
= 0,99
gmL
(41,792 g−31,0873 g)
(41,5126 g−31,0873 g) = 1,016
gmL
c. Konsentrasi 0,50
d = d0(W −W e)(W 0−W e)
= 0,99
gmL
(41,699 g−31,0873 g)
(41,5126 g−31,0873 g) = 1,008
gmL
d. Konsentrasi 0,375
d = d0(W −W e)(W 0−W e)
= 0,99
gmL
(41,632 g−31,0873 g)
(41,5126 g−31,0873 g)= 1,001
gmL
2. Molalitas larutan
a. Konsentrasi 1,5
m = 1
dM
−M 2
1000 =
1
1,043g
mL1,5 M
−58,5
gmol
1000
=¿ 1,570 molal
b. Konsentrasi 0,75
m = 1
dM
−M 2
1000 =
1
1,016g
mL0,75 M
−58,5
gmol
1000
=¿ 0,772 molal
c. Konsentrasi 0,50
m = 1
dM
−M 2
1000 =
1
1,008g
mL0,50 M
−58,5
gmol
1000
=¿ 0,511 molal
d. Konsentrasi 0,375
m = 1
dM
−M 2
1000 =
1
1,001g
mL0,375 M
−58,5
gmol
1000
=¿ 0,383 molal
3. Volume molal semu zat terlarut
a. Konsentrasi 1,5
Φ = M2−(M 2−
1000m )( W −W 0
W 0−W e)
d
=
58,5g
mol−(58,5
gmol
− 10001,570 molal )( (42 , 071 g−41,5126 g)
(41,5126 g−31,0873 g))1,043
gmL
= 89,45
b. Konsentrasi 0,75
Φ = M2−(M 2−
1000m )( W −W 0
W 0−W e)
d
=
58,5g
mol−(58,5
gmol
− 10000,772 molal )( (41,792 g−41,5126 g)
(41,5126 g−31,0873 g))1,016
gmL
= 90,21
c. Konsentrasi 0,50
Φ = M2−(M 2−
1000m )( W −W 0
W 0−W e)
d
=
58,5g
mol−(58,5
gmol
− 10000,511molal )( (41,699 g−41,5126 g)
(41,5126 g−31,0873g))1,008
gmL
= 91,71
d. Konsentrasi 0,375
Φ = M2−(M 2−
1000m )( W −W 0
W 0−W e)
d
=
58,5g
mol−(58,5
gmol
− 10000,383 molal )( (41,632g−41,5126 g)
(41,5126 g−31,0873 g))1,001
gmL
= 94,14
5. Grafik√ m vs ϕ
√ m ϕ
1,253 85,7
4
0,878 90,2
1
0,715 91,7
1
0,619 94,1
4
0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.2 1.380
82
84
86
88
90
92
94
96
f(x) = − 12.5248397941579 x + 101.299642471689R² = 0.979144688614087
Grafik √m terhadap Φ
ϕLinear (ϕ)
Φ
√m
6. Mencari nilai V1
V1= Φ + ( m2
×√ m) ( d Φ
d √ m )
a. Konsentrasi 1,5
V1= Φ + ( m2
×√ m) ( d Φ
d √ m )
V1 = 85,74 + ( 1,570 molal
2×1,253) (-12,52)
V1 = 73,42
b. Konsentrasi 0,75
V1= Φ + ( m2
×√ m) ( d Φ
d √ m )
V1 = 90,21+ ( 0,772
2× 0,878) (-12,52)
V1 = 85,96
c. Konsentrasi 0,5
V1= Φ + ( m2
×√ m) ( d Φ
d √ m )
V1 = 91,71+ ( 0,511
2× 0,715) (-12,52)
V1 =89,42
d. Konsentrasi 0,375
V1= Φ + ( m2
×√ m) ( d Φ
d √ m )
V1 = 94,14+ ( 0,383
2× 0,619) (-12,52)
V1 = 92,65
4. Grafik V1vs m
V1 m
7
3
,
4
2
1,
5
7
85,
9
6
0,7
7
2
89,
4
2
0,5
1
1
92,
6
5
0,3
8
3
70 75 80 85 90 950
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
f(x) = − 0.0631563372179254 x + 6.20018283576516R² = 0.996518617910765
grafik V1 terhadap m
mLinear (m)
m
V1
5. Mencari nilai V2= Φ + ( 32
× √ m) ( d Φ
d √ m )
a. Konsentrasi 1,5
V2= Φ + ( 32
× √ m) ( d Φ
d √ m )
V2 = 85,74+ ( 32
×1,253) (-12,52)
V2 =62,20
b. Konsentrasi 0,75
V2= Φ + ( 32
× √ m) ( d Φ
d √ m )
V2 = 90,21+ ( 32
× 0,878) (-12,52)
V2 =73,72
c. Konsentrasi 0,50
V2= Φ + ( 32
× √ m) ( d Φ
d √ m )
V2 = 91,71+ ( 32
× 0,715) (-12,52)
V2 =78,28
d. Konsentrasi 0,375
V2= Φ + ( 32
× √ m) ( d Φ
d √ m )
V2 = 94,14+ ( 32
× 0,619) (-12,52)
V2 =82,51
6. Grafik V2 vs m
v2 M
62,
2
0
1,
5
7
0
73,
7
2
0,
7
7
2
78, 0,5
2
8
1
1
82,
5
1
0,3
8
3
60 65 70 75 80 850
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
f(x) = − 0.0603230862318947 x + 5.28361572896637R² = 0.983449876310227
grafik V2 terhadap m
MLinear (M)
m
V2
B. Larutan NH4Cl 1,0 M
1. Pengenceran
a. Konsentrasi 0,5
M1 x V1 = M2 x V2
0,5 M x 50 mL = 1 M x V2
V2 = 25 mL
1=25 mL
b. Konsentrasi 0,25
M1 x V1 = M2 x V2
0,25 M x 50 mL = 1 M x V2
V2 = 12,5 mL
1=12,5mL
c. Konsentrasi 0,16
M1 x V1 = M2 x V2
0,16 M x 50 mL = 1 M x V
V2 = 8 mL
1=8 mL
d. Konsentrasi 0,125
M1 x V1 = M2 x V2
0,125 M x 50 mL = 1 M x V2
V2 = 6,25 mL
1=6,25mL
2. Berat jenis larutan
a. a Konsentrasi 0,5
d = d0(W −W e)(W 0−W e)
= 0,99
gmL
(41,575 g−31,0873 g)
(41,5126 g−31,0873 g) = 0,995
gmL
b. Konsentrasi 0,25
d = d0(W −W e)(W 0−W e)
= 0,99
gmL
(41,537 g−31,0873 g)
(41,5126 g−31,0873 g) = 0,992
gmL
c. Konsentrasi 0,16
d = d0(W −W e)(W 0−W e)
= 0,99
gmL
(41,531 g−31,0873 g)
(41,5126 g−31,0873 g) = 0,991
gmL
d. Konsentrasi 0,125
d = d0(W −W e)(W 0−W e)
= 0,99
gmL
(41,514 g−31,0873 g)
(41,5126 g−31,0873 g)= 0,990
gmL
3. Molalitas larutan
a. Konsentrasi 0,5
m = 1
dM
−M 2
1000 =
1
0,995g
mL0,5 M
−53,5
gmol
1000
=¿ 0,516 molal
b. Konsentrasi 0,25
m = 1
dM
−M 2
1000 =
1
0,992g
mL0,25 M
−53,5
gmol
1000
=¿ 0,255 molal
c. Konsentrasi 0,16
m = 1
dM
−M 2
1000 =
1
0,991g
mL0,16 M
−53,5
gmol
1000
=¿ 0,162 molal
d. Konsentrasi 0,125
m = 1
dM
−M 2
1000 =
1
0,990g
mL0,125 M
−53,5
gmol
1000
=¿ 0,127 molal
4. Volume molal semu zat terlarut
a. Φ = Konsentrasi 0,5
Φ = M2−(M 2−
1000m )( W −W 0
W 0−W e)
d
=
58,5g
mol−(58,5
gmol
− 10000,516 molal )( (41,575 g−41,5126 g)
(41,5126 g−31,0873 g))0,995
gmL
= 66,5
b. Konsentrasi 0,25
Φ = M2−(M 2−
1000m )( W −W 0
W 0−W e)
d
=
58,5g
mol−(58,5
gmol
− 10000,255 molal )( (41,537 g−41,5126 g)
(41,5126 g−31,0873 g))0,992
gmL
= 67,9
c. Konsentrasi 0,16
Φ = M2−(M 2−
1000m )( W −W 0
W 0−W e)
d
=
58,5g
mol−(58,5
gmol
− 10000,162 molal )( (41,531g−41,5126 g)
(41,5126 g−31,0873 g))0,991
gmL
= 68,5
d. Konsentrasi 0,125
Φ = M2−(M 2−
1000m )( W −W 0
W 0−W e)
d
=
58,5g
mol−(58,5
gmol
− 10000,127 molal )( (41,514 g−41,5126 g)
(41,5126 g−31,0873 g))0,990
gmL
= 69,4
5. Grafik√ m vs ϕ
√ m Φ
0,718 66,5
0,503 67,9
0,402 68,5
0,356 69,4
0.3 0.35 0.4 0.45 0.5 0.55 0.6 0.65 0.7 0.7565
65.566
66.567
67.568
68.569
69.570
f(x) = − 7.41132483097628 x + 71.7417529601255R² = 0.960389383521619
Grafik √m terhadap Φ
ΦLinear (Φ)
√m
Φ
6. Mencari nilai V1
V1= Φ + ( m2
×√ m) ( d Φ
d √ m )
a. Konsentrasi 0,5
V1= Φ + ( m2
×√ m) ( d Φ
d √ m )
V1 = 66,5+ ( 0,516 molal
2× 0,718) (-7,411)
V1 =65,12
b. Konsentrasi 0,25
V1= Φ + ( m2
×√ m) ( d Φ
d √ m )
V1 = 67,9+ ( 0,255
2× 0,503) (-7,411)
V1 =67,42
c. Konsentrasi 0,16
V1= Φ + ( m2
×√ m) ( d Φ
d √ m )
V1 = 68,5+ ( 0,162
2× 0,402) (-7,411)
V1 =68,25
d. Konsentrasi 0,125
V1= Φ + ( m2
×√ m) ( d Φ
d √ m )
V1 = 69,4+ ( 0,127
2× 0,356) (-7,411)
V1 =69,23
7. Grafik V1vs m
V1 M
6
5
,
1
2
0,5
1
6
67,
4
2
0,2
5
5
68,
2
5
0,1
6
2
69,
2
3
0,1
2
7
64.5 65 65.5 66 66.5 67 67.5 68 68.5 69 69.50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
f(x) = − 0.0989117828768386 x + 6.94203990310099R² = 0.973153995514118
Grafik V1 terhadap m
MLinear (M)
m
V1
8. Mencari nilai V2= Φ + ( 32
× √ m) ( d Φ
d √ m )
a. Konsentrasi 0,5
V2= Φ + ( 32
× √ m) ( d Φ
d √ m )
V2 = 66,5+ ( 32
× 0,718) (-0,098)
V2 =66,3
b. Konsentrasi 0,25
V2= Φ + ( 32
× √ m) ( d Φ
d √ m )
V2 = 67,9+ ( 32
× 0,504) (-0,098)
V2 =67,8
c. Konsentrasi 0,16
V2= Φ + ( 32
× √ m) ( d Φ
d √ m )
V2 = 68,5+ ( 32
× 0,402) (-0,098)
V2 =68,4
d. Konsentrasi 0,125
V2= Φ + ( 32
× √ m) ( d Φ
d √ m )
V2 = 69,4+ ( 32
× 0,356) (-0,098)
V2 =69,3
9. Grafik V2 vs m
v2 m
66, 0,51
6
67, 0,2
5
5
68, 0,16
2
69, 0,12
7
66 66.5 67 67.5 68 68.5 69 69.50
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
f(x) = − 0.135283018867925 x + 9.45748113207547R² = 0.941179162898333
Grafik V2 terhadap m
mLinear (m)
m
V2